bab ii teori rujukan dalam rumah tangga di gkj salatiga...

25
16 BAB II Teori Rujukan Perempuan Karir (Suatu Kajian Terhadap Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Perempuan Karir dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga menurut Kajian Jender) Teori rujukan diperlukan sebagai kajian untuk memahami hambatan-hambatan yang dihadapi oleh perempuan, sebagai ibu rumah tangga sekaligus perempuan karir dalam rumah tangga maupun karirnya. 2.1 Budaya Patriarki 2.1.1 Istilah Patriarki Patriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada di tangan bapak (laki-laki)/ patriack. 1 Secara etimologis, patriarki berkaitan dengan sistem sosial di mana bapak menguasai seluruh anggota keluarganya, harta miliknya, serta sumber-sumber ekonomi. Ia juga yang membuat semua keputusan penting bagi keluarga. Dalam sistem sosial, budaya (juga keagamaan), patriarki muncul sebagai bentuk kepercayaan atau ideologi bahwa laki- laki (suami) lebih tinggi kedudukannya dibanding perempuan (istri), bahwa perempuan (istri) harus dikuasai bahkan dianggap sebagai harta milik laki-laki. Di dalam keluarga, perempuan kehilangan kekuasaan terhadap laki-laki, atau laki-laki dianggap memegang kekuasaan karena keluarga membutuhkan seorang pemimpin. 2 Masyarakat beranggapan bahwa laki-laki (suami) dilahirkan untuk berkuasa dan perempuan (istri) untuk dikuasasi, baik dalam rumah tangga maupun di dalam masyarakat. Kekuasaan 1 Asnath Niwa Natar, Ketika Perempuan Berteologi : Berteologi Feminis Kontekstual ...................................25 2 J.M. Lehmann, Durkheim’s Women : Sexist Ideology at the Heart of Sosiological Theory.” Current Prespectives in Social Theory. ( New York : 1990). Hlm, 33.

Upload: dokhanh

Post on 23-May-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

16

BAB II

Teori Rujukan

Perempuan Karir

(Suatu Kajian Terhadap Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Perempuan Karir

dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga menurut Kajian Jender)

Teori rujukan diperlukan sebagai kajian untuk memahami hambatan-hambatan yang

dihadapi oleh perempuan, sebagai ibu rumah tangga sekaligus perempuan karir dalam rumah

tangga maupun karirnya.

2.1 Budaya Patriarki

2.1.1 Istilah Patriarki

Patriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada di tangan bapak (laki-laki)/

patriack.1 Secara etimologis, patriarki berkaitan dengan sistem sosial di mana bapak

menguasai seluruh anggota keluarganya, harta miliknya, serta sumber-sumber ekonomi. Ia

juga yang membuat semua keputusan penting bagi keluarga. Dalam sistem sosial, budaya

(juga keagamaan), patriarki muncul sebagai bentuk kepercayaan atau ideologi bahwa laki-

laki (suami) lebih tinggi kedudukannya dibanding perempuan (istri), bahwa perempuan (istri)

harus dikuasai bahkan dianggap sebagai harta milik laki-laki.

Di dalam keluarga, perempuan kehilangan kekuasaan terhadap laki-laki, atau laki-laki

dianggap memegang kekuasaan karena keluarga membutuhkan seorang pemimpin.2

Masyarakat beranggapan bahwa laki-laki (suami) dilahirkan untuk berkuasa dan perempuan

(istri) untuk dikuasasi, baik dalam rumah tangga maupun di dalam masyarakat. Kekuasaan

1 Asnath Niwa Natar, Ketika Perempuan Berteologi : Berteologi Feminis Kontekstual...................................25

2 J.M. Lehmann, Durkheim’s Women : Sexist Ideology at the Heart of Sosiological Theory.” Current

Prespectives in Social Theory. ( New York : 1990). Hlm, 33.

Page 2: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

17

ini meliputi kontrol terhadap sumber-sumber ekonomi dan mengontrol daya kerja perempuan

(istri) secara formal dan informal. Adanya perlawanan dari perempuan (istri), memiliki

konsekuensi-konsekuensi ekonomi dan sosial bagi mereka sendiri dan anak-anak mereka.

Perempuan yang terahir dari keluarga Jawa dengan prinsip adat istiadat patriarki

yang kental, pasti merasa dididik menjadi perempuan Jawa yang terbatasi dengan nilai-nilai

patriarki. Jika dilihat dari pengertian perempuan atau wanita, berasal dari kata gabungan dua

bahasa jawa (kerata basa) wani (berani) dan tata (teratur).3 Secara “gathukologis”

(menyamakan) kata ini mengandung dua konotasi wani ditata (berani diatur) dan wani nata

(berani mengatur).4 Dalam konotasinya wani ditata berarti perempuan tidak sepenuhnya

memiliki dirinya sendiri, karena ia diatur.

Seorang perempuan Jawa yang dididik dengan nilai-nilai budaya patriarki tentu

tidak asing dengan nasehat, jadi perempuan itu harus tahu ungguh-ungguh (sopan santun),

kalau tertawa jangan keras-keras apalagi tertawa lebar mulutnya. Jadi perempuan itu harus

menurut apa kata orang tua, jangan seenaknya sendiri, perempuan itu harus bisa masak,

merawat diri, bisa melahirkan anak dan lain sebagainya. Dalam budaya patriarki tidak hanya

keluarga saja yang berhak untuk mendidik perempuan, tetapi juga lingkungan, keluarga

besar, tetangga pun seakan-akan punya hak. Berbagai pandangan dan aturan yang mereka

berikan, seakan-akan justru mengerdilkan perempuan, karena kontruksi sosial dan budaya

patriarki. Dampaknya perempuan tersubordinasi dianggap second class baik dalam politik

dan hak mengenyam pendidikan tinggi sebagai akses untuk menaikan kualitas hidupnya.

Perempuan Jawa dianggap tidak penting sekolah tinggi-tinggi, karena ujung-ujungnya

mengurus dapur dan rumah tangga. Perempuan Jawa hanya dianggap sebagai kanca

3http://dragus.cd/2009/03/05/gathukoogy-ilmubaru/. Diakses pada tanggal 09 Juni 2014, pkl 09.06.

4 Anang Prasongko., 2012., (http://m.kompasiana.com/post/read/465060/3/wanita-itu-wani-di-tata.html).

Diakses pada tanggal 09 Juni 2014, pkl 19.45.

Page 3: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

18

wingking (teman belakang)5 yang kerjanya di dapur, sumur dan kasur yang kemudian

dipetakan lagi dalam rangkaian tugas:6

Masak : mengurusi dapur, karena mengurusi dapur perempuan sering disebut dengan

istilah kanca wingking. Namun, kepandaian memasak tidak hanya mengolah dan

menyediakan makan dan minum, tetapi juga mengatur anggaran belanja dengan

sebaik-baiknya. Sebagai wujud dari sikap bekti terhadap suami, dalam urusan masak-

memasak dan segala sesuatu yang berhubungan makan dan minum, istri juga harus

memperhatikan selera dan kesenangan suami.

Macak : yang berarti seorang perempuan harus bisa merias diri, berdandan, ataupun

berbusana yang sebaik-baiknya agar senantiasa tampak cantik, menarik dan

mempesona. Hal ini merupakan kewajiban pokok yang harus dijaga sebagai bentuk

perwujudan bekti dalam melayani suami. Dengan demikian, jika perempuan selalu

tampil menarik, ia akan membuat suami betah tinggal dirumah.

Manak : pengertian tersebut tidak hanya sekedar mengandung, melahirkan, dan

menyusui saja tetapi juga menjaga, memelihara, dan mendidik anak.

Perempuan Jawa juga jarang diikutkan dalam membuat keputusan besar dalam

keluarganya, karena dianggap tidak memiliki hak dan tidak memiliki kecakapan dalam hal

tersebut. Jika pun perempuan mengeluarkan pendapatnya, bisa-bisa balik dicela “kamu tidak

tahu apa-apa”, atau “perempuan tidak usah ikut campur”. Hal itu kemungkinan masih terjadi

pada keluarga Jawa yang masih konservatif. Tentu pernah mendengar ungkapan Jawa

swarga manut, neraka tumut (surga dan neraka ikut suami), seperti itulah hubungan antara

suami dan istri yang tergambar dalam nilai-nilai budaya patriarki budaya Jawa. Suami bisa

dianggap wakil atau dewa, jadi apa yang dikatakan harus dituruti. Hal-hal semacam itu

5 Budi Munawar-Rachman, Rekontruksi Fiqh Perempuan dalam Peradaban Masyarakat Modern, ............47-48.

6 Pujiwulansari., 2011., Peran Ganda Perempuan (http:// Peran Ganda Perempuan.htm),Diakses Pada tanggal

20 Agustus 2013, pkl 13.00.

Page 4: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

19

membuat perempuan (istri) tidak diberi ruang pendapat, hak kebebasan untuk mengatakan

pilihananya, hanya bisa terkukung oleh budaya yang terkadang berlawanan dengan hati

nuraninya.

Banyak dasar-dasar nilai budaya patriarki dalam masyarakat Jawa yang menempatkan

posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan. Segala keputusan yang berkaitan dengan

diri perempuan (istri) seakan-akan diputuskan oleh laki-laki entah ayahnya, pamannya,

suaminya, ataupun saudara laki-lakinya. Dibandingkan laki-laki perempuan diberi aturan

ketat, ia dibatasi dengan kata kodrat perempuan. Kodrat perempuan harus beginilah-

begitulah. Tidak boleh menuntut ilmu tinggi, hingga urusan reproduksi diputuskan juga oleh

laki-laki, meskipun dalam hati perempuan hal tersebut berlawanan. Tapi apa boleh buat,

kembali lagi pada istilah kodrat perempuan.

Durkheim, Spencer dan Comte mengungkapkan sifat-sifat alamiah perempuan yang

inheren menciptakan suatu pembagian kerja, hierarki kekuasaan laki-laki, dan struktur

moralitas.7 Sifat-sifat alamiah tersebut menempatkan kaum perempuan di bawah kontrol

logis kaum laki-laki dalam suatu keluarga patriarkat dan stuktur sosial. Mereka beranggapan

bahwa budaya patriarki selalu ada dan akan terus ada, dan seperti tatanan alam lainnya

tidak bisa di rubah. Tetapi ada juga pedapat yang menyatakan bahwa patriarki sifatnya bukan

nature, tetapi nurture dan kerena itu bisa diubah seiring dengan berjalannya waktu.

Untuk memahami budaya patariarki di dalam rumah tangga dan masyarakat yang

pada akhirnya melahirkan pembagian kerja berbasis jender, ada baiknya terlebih dahulu

memahami pengertian seks dan jender. Hal ini menjadi penting karena jender seringkali

diidentikkan dengan seks atau kodrat Tuhan, padahal jender berbeda dengan seks. Agar

7 Jane C. Ollenburger dan Helen A. Moore, Sosiologi Wanita..................................................................7

Page 5: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

20

memudahkan dalam memberikan definisi jender tersebut, maka sangat penting menjernihkan

perbedaan pemahaman antara seks dan jender.

2.2 Seks, Seksualitas dan Jender

2.2.1 Istilah Seks (jenis kelamin)

Seks adalah perbedaan fisik biologis, yang mudah dilihat melalui ciri fisik primer dan

secara sekunder yang ada pada kaum laki-laki dan perempuan.8 Menurut Tan perbedaan

antara perempuan dan laki-laki dari segi biologis, yang dianggap sebagai sesuatu yang

“alami” atau tidak dapat diubah.9 Jenis kelamin ini melekat pada jenis kelamin tertentu,

misalnya laki-laki memiliki penis, testis, sperma yang berfungsi untuk alat reproduksi dalam

meneruskan keturunan. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan

saluran-saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki alat vagina, mempunyai alat

menyusui dan sebagainya.10

Dengan demikian seks mengandung arti perbedaan jenis

kelamin antara laki-laki dan perempuan yang secara biologis memiliki perbedaan, fungsi-

fungsi dan ciri-ciri tersendiri.11

Secara biologis alat-alat terbut melakat pada lelaki dan

perempuan selamanya, fungsinya tidak dapat dipertukarkan, tidak berubah dan merupakan

ketentuan biologi atau ketentuan Tuhan.12

2.2.2 Istilah Seksualitas

Seksualitas adalah rekayasa atau rekonstruksi mayarakat/sosial.13

Diekspresikan

melalui interaksi dan hubungan dengan individu dari jenis kelamin yang berbeda mencakup

pikiran, pengalaman, pelajaran, ideal, nilai, fantasi, dan emosi. Gagasan tentang seksualitas

8Maidin Gultom, Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan, ........................................................, 77.

9 Judith Lober dan Susan A. Farell dalam pengantar yang ditulis untuk buku The SosialConstruction of Gender

(California : Sage Publications, 1991). 10

Trisaksi Handayani dan Sugiarti, Konsep dan Teknik Penelitian Gender, ............................................... 4. 11

Op.cit., Mely G. Tan., “Doing Gender” dalam buku The Social Construction of Gender......................286. 12

Trisaksi Handayani dan Sugiarti, Konsep dan Teknik Penelitian Gender, ...............................................5 13

(http://www.referensimakalah.com/2012/11/definisi-seks-dan-seksualitas.html). Diakses pada tanggal 01 Mei

2014, pkl 22.08.

Page 6: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

21

itu sendiri sebagai suatu konstruksi sosial dan bukan entitas lahiriah secara biologis yang

tidak bisa berubah, menjadi penting. Seksualitas dilihat sebagai cara yang rumit dan

beraneka ragam dimana emosi, hasrat dan hubungan kita dibentuk oleh masyarakat di mana

kita hidup.14

2.2.3 Istilah Jender

Istilah jender berasal dari bahasa latin “genus” yang berarti jenis atau tipe.15

Jender menurut Oakley dalam bukunya yang berjudul Sex, Jenderand Society memaknai

jender sebagai perbedaan atau jenis kelamin yang bukan biologis dan bukan pula kodrat

Tuhan.16

Perbedaan biologis seks (jenis kelamin) merupakan kodrat Tuhan dan oleh

karenanya secara permanen dan universal berbeda. Sementara jender adalah behavioral

differences antara laki-laki dan perempuan yang socially constructed, yakni perbedaan

yang bukan kodrat, melainkan diciptakan dan melalui proses sosial dan budaya yang

panjang. Konsepsi jender sebagai suatu perbedaan laki-laki dan perempuan dalam berbagai

bidang kehidupan melahirkan perbedaan seperti karakteristik sifat (maskulin vs feminin);

ruang lingkup kerja (publik vs domestik); dan fungsi sosial budaya (produksi vs reproduksi),

rasional versus emosional, superior versus inferior, ordinat versus subordinat, sebagai suatu

fakta biologis dan fakta sosial.

Dalam Women’s Studies Encyclopedia disebutkan bahwa jender merupakan suatu

konsep kultural yang dipakai untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan

karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam

masyarakat.17

Pendapat lain mengatakan bawa jender adalah perbedaan antara laki-laki dan

perempuan dalam peran, fungsi, hak, tangung jawab, dan perilaku yang dibetuk oleh tata

14

Julia Cleves Moses, Gender Pembangunan, ........................................................................................70. 15

K. Prent, J Adisubrata dan WJS Purwadarminto, Kamus Latin Indonesia, .........................................29. 16

A. Oakley, Sex, Gender and Society. (New York: Harper Colophon 1972) 17

Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami.............................................................................. 8

Page 7: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

22

nilai sosial, budaya dan adat istiadat.18

Mansour Fakih juga berpendapat mengenai jender

yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang di konstruksi secara

sosial maupun kultural.19

Caplan juga sependapat dengan Fakih, dalam The Cultural

Contruction of Sexuality ia menguraikan bahwa perbedaan perilaku antara laki-laki dan

perempuan tidaklah sekedar biologi, namun melalui proses sosial kultural.20

Selanjutnya

Santrock mengemukakan bahwa istilah jender mengacu pada dimensi sosial-budaya

seorang laki-laki dan perempuan.21

Selain itu, istilah jender merujuk pada karakteristik

dan ciri-ciri sosial yang diasosiasikan pada laki-laki dan perempuan. Karakteristik dan ciri

yang diasosiasikan tidak hanya didasarkan pada perbedaan biologis, melainkan juga pada

interpretasi sosial dan kultural tentang apa artinya menjadi laki-laki atau perempuan.22

Baron juga mengartikan bahwa jender merupakan sebagian dari konsep diri yang melibatkan

identifikasi individu sebagai seorang laki-laki atau perempuan.23

Dalam memahami konsep

dan realita jender ada beberapa hal yang perlu dipahami, yaitu mengenai ketidakadilan

dan keadilan jender.

2.3. Ketidak-adilan (Jender Inequality)

Perbedaan jender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan

ketidakadilan jender (Jender Inequality).24

Ketidakasilan jender merupakan sistem dan

struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.25

Ketidakasilan jender itu menurut para feminis akibat dari kesalahpahaman terhadap konsep

18

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan, .............................................76. 19

Mansour Fakih, Analisis Jender & Transformasi Sosial,......................................................................8. 20

Mansour Fakih, Analisis Jender & Transformasi Sosial ......................................................................72 21

J.W. Santrock, Life Span Development : Perkembangan Masa Hidup. ............................................ 365. 22

A. Rahmawati, 2004, Presepsi Remaja tentang Konsep maskulin dan Feminim Dilihat dari Beberapa Latar

Belakangnya. Skripsi pada Jurnal Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UPI. (Bandung : Tidak Diterbitkan).

Hlm, 19. 23

A. R. Baron (Alih Bahasa Ratna Juwita). (2000). Psikologi Sosial. Bandung : Khazanah Intelektual). Hlm,

188. 24

Mansour fakih, Analisa Gender dan Transformasi Sosial................................................................. 21 25

Mansour fakih, Analisa Gender dan Transformasi Sosial................................................................. 12.

Page 8: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

23

seks yang disampaikan dengan konsep jender.26

Perbedaan jender mengakibatkan

ketidakadilan. Ketidakadilan tersebut bisa disimpulkan dari manifestasi ketidakadilan

tersebut yakni : Marginalisasi, subordinasi, stereotipe, violence (kekerasan) dan beban kerja

lebih panjang dan lebih banyak (burden) atau (duble burden). Berikut uraian masing-masing

dari bentuk ketidakadilan jender tersebut.

Marginalisasi

Marginalisasi artinya suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang

mengakibatkan kemiskinan. Banyak cara yang dapat digunakan untuk memarjinalkan

seorang atau kelompok. Salah satunya adalah dengan mengunakan asumsi jender

misalnya dengan anggapan bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah

tambahan, maka ketika mereka bekerja diluar rumah (sektor publik), seringkali dinilai

dengan anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah

berlangsung proses pemiskinan dengan alasan jender.

Subordinasi

Subordinasi artinya suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan

oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Telah diketahui, nilai-nilai yang

berlaku di masyarakat telah memisahkan dan memilah-milah peran-peran jender, laki-

laki dan perempuan. Perempuan dianggap bertangung jawab dan memiliki peran

dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan publik atau

produksi. Sepanjang penghargaan sosial terhadap peran domestik dan reproduksi

berbeda dengan peran publik dan reproduksi, sepanjang itu pula ketidakadilan masih

berlangsung.

Stereotipe (pelabelan negatif)

26

Yunahar ilyas, Feminisme Dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an Klasik dan Kontenporer (Yogyakarta : Pustaka

Pelajar, 1998). Hlm, 42.

Page 9: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

24

Semua bentuk ketidakadilan jender diatas sebenarnya berpangkal pada satu sumber

kekeliruan yang sama, yaitu streotipe jender laki-laki dan perempuan. Stereotipe itu

sendiri berarti Stereotipe pemberian citra baku atau label/cap kepada seorang atau

keompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat. Pelabelan

umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan seringkali digunakan sebagai

alasan untuk membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok lainnya.

Pelabelan juga menunjukkan adanya relasi kekuasaan yang timpang atau tidak

seimbang yang bertujuan untuk menaklukkan atau menguasai pikak lain. Pelabelan

negative juga dapat dilakukan atas dasar anggapan jender. Namun seringkali

pelabelan negative ditimpahkan kepada perempuan.

Violence (kekerasan)

Kekerasan artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh

salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara

terhadap jenis kelamin lainnya. Peran jender telah membedakan karakter perempuan

dan laki-laki. Perempuan dianggap feminism dan laki-laki maskulin. Karakter ini

kemudian mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki dianggap gagah, kuat,

berani dan sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah, penurut dan

sebagainya. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembedaan itu. Namun ternyata

pembedaan karakter tersebut melahirkan tindakan kekerasan. Dengan anggapan

bahwa perempuan itu lemah, itu diartikan sebagai alasan untuk diperlakukan semena-

mena berupa tindakan kekerasan.

Beban ganda (double burden)

Beban ganda artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih

banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Peran reproduksi perempuan seringkali

dianggap peran yang statis dan permanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah

Page 10: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

25

perempuan yang bekerja diwilayah publik, namun tidak diiringi dengan berkurangnya

beban mereka di wilayah domestik. Upaya maksimal yang dilakukan mereka adalah

mesubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti pembantu rumah

tangga atau anggota keluarga perempuan lainnya. Namun, demikian tangung jawanya

masih tetap berada di pundak perempuan. Akibatnya mereka mengalami beban yang

berlipat ganda.

2.4. Teori Pembagian Kerja Berbasis Jender

Salah satu faktor signifikan dari fenomena kesenjangan jender, adalah karena ada

fakta pembagian kerja berbasis jender. Untuk menjelaskan adanya pembagian kerja berbasis

jender, akan dipilih tiga teori dasar yang dapat digunakan, yaitu teori nature, teori nurture

dan teori equilibrium.

2.4.1 Teori Nature

Teori ini menggangap bahwa perbedaan peran antara perempuan dan laki-laki bersifat

alami.27

Menurut Budiman dalam bukunya Pembagian Kerja Secara Seksual, teori nature

memusatkan perhatian pada ciri-ciri yang alami dari insan manusia, atau yang seringkai

disebut dengan kodrat, yang pada gilirannya menghasilkan pembagian kerja yang

didasarkan atas perbedaan antara jenis kelamin.28

Pembedaan kerja yang didasarkan pada

perbedaan seksual, ini tak jarang menimbulkan adanya perbedaan status sosial serta

kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Karena secara alamiah perempuan bertugas untuk

mengurusi urusan domestik, maka posisi dan status sosialnya berada cenderung berada lebih

rendah. Sedangkan status sosial kaum laki-laki yang bekerja di ruang publik relatif lebih

tinggi dalam masyarakat. Pembagian kerja yang menempatkan perempuan dalam ruang

domestik, membuat mereka cenderung tidak berkembang sebagai sesama makluk ciptaan

27

Riant Nugroho, Gender Strategi pengarus-utamaan di Indonesia, ................................................................ 22 28

Arif Budiman, Pembagian kerja Secara Seksual, .......................................................................................... 1

Page 11: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

26

Tuhan. Pada akhirnya mereka cenderung menjadi semakin kerdil seumur hidupnya, karena

berada dilingkungan domestik yang serba terbatas. Sementara laki-laki dapat

mengembangkan dirinya secara optimal di wilayah publik.

2.4.2 Teori Nurture

Teori nurture bertentangan dengan teori nature, atau teori kodrat. Teori ini

mengungkapkan bahwa realita biologis tidak menyebabkan kedudukan laki-laki lebih tinggi

dari perempuan. Pemilihan sektor domestik dan publik, sekaligus pengunggulan terhadap

laki-laki sebetulnya merupakan upaya elaborasi terhadap faktor biologis masing-masing seks

dengan lingkungan.29

Perbedaan sifat dan sikap yang dianggap kelelaki-lakian dan

keperempuanan juga merupakan rekayasa lingkungan sosial, hasil pemupukan proses

sosialisasi atau melalu usaha pendidikan.

2.4.3 Teori Equilibrium

Teori Equilibrium menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam

hubungan antara perempuan dengan laki–laki. Pandangan ini tidak mempertentangkan antara

kaum perempuan dan laki – laki, karena keduanya harus bekerja sama dalam kemitraan dan

keharmonisan dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Untuk

mewujudkan gagasan tersebut, maka dalam setiap kebijakan dan strategi pembangunan agar

diperhitungkan kepentingan dan peran perempuan dan laki – laki secara seimbang.

Hubungan diantara kedua elemen tersebut bukan saling bertentangan tetapi hubungan

komplementer guna saling melengkapi satu sama lain.

Seiring dengan modernitas zaman, pola gerak dan aktivitas perempuan berubah dan

turut mempengaruhi ideologi, pemikiran, serta peran yang selama ini dijalaninya. Sekarang

perempuan sudah banyak yang menekuni aktivitas di ranah publik dengan berkarir dan

mampu mandiri dari segi ekonomi. Pratiwi Sudarmona yang adalah seorang ilmuan

29

S.K Sanderson Sosiologi Makro, Sebuah pendekatan Terhadap Realita....................................................... 42.

Page 12: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

27

Indonesia mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan adalah “Mitra Sejajar” dalam

menunjang perekonomian keluarga.30

Dalam konteks pembicaraan keluarga yang modern,

tidak lagi dianggap sebagai mahluk yang semata-mata tergantung pada penghasilan

suaminya. Di dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, perempuan di Indonesia

perempuan mendapat kesempatan yang sama seperti laki-laki untuk mengenyam pendidikan

dan untuk bekerja.31

Mengenai kesetaraan pendidikan dapat dilihat juga pada UU No.7 tahun

1984, tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Segala bentuk Diskriminasi Terhadap

Perempuan disingkat Konvensi CEDAW32

(“Convention on the Elemination of All Forms of

Discrimination Agains Women”)33

yang membahas penghapusan segala bentuk diskriminasi

termasuk pendidikan.34

Didukung pula oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa orang yang mampu melakukan pekerjaan

guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun

untuk masyarakat memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh

pekerjaan.35

Saat ini kesempatan bagi perempuan (istri) untuk bekerja di berbagai bidang

pekerjaan serta mengenyam pendidikan tinggi semakin terbuka dan semakin banyak yang

berkualitas. Ini bukan berarti perempuan (istri) ingin merebut apa yang selama ini hanya di

dominasi oleh laki-laki (suami). Perempuan (istri) hanya berusaha mensejajarkan dan

30

http:// pandangan suami/Dampak Positif dan Negatif Wanita Karir.htm. Diakses pada tangga 12 Juni 2014,

pkl 10.00 Wib. 31

2012.,PengarusutamaanJenderLingkupDepartemenKehutanan,(http://www.dephut.go.id/index.php/news/detai

ls/269), Diakses pada tanggal 08 September 2013, pkl 11.00. 32

Singkatan CEDAW dipakai dalam penerbitan Unifem seperti “ In Pursuit of Justice” dan “ Do our laws

promote gender equality : A handbook for CEDAW –based legal reviews”. Istilah Konvendi CEDAW

sebenarnya dua kali kata konvensi dan dapat rancu dengan istilah Komite CEDAW, yang merumuskan

Rekomendasi Umum dan Komentar/Obsevasi Akhir yang dijelaskan lebih lanjut dalam Bab I.C.E) tentang

Dinamika Konvensi CEDAW. 33

L.M. Disiplin Hukum yang Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender, ................................................ 1. 34

Makalah., Palupi Ciptoningrum., 2009.,Hubungan Peran Ganda Dengan Pengembangan Karier Wanita

(Kelurahan Menteng, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat . Departemen Sains Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. 35

http://www.google.co.id/search?hl=id&q=perempuanpunya kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam

GBHN. Diakses pada tanggal 20 September 2013, pkl 13.00.

Page 13: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

28

mengambil perannya yang dulu masih di anggap tabu, salah satunya yaitu menjadi

perempuan karir.

2.5 Perempuan sebagai Ibu Rumah Tangga sekaligus Perempuan Karir

2.5.1 Perempuan sebagai Ibu Rumah Tangga (Domestik)

Ibu rumah tangga yaitu seorang yang mengatur penyelenggaraan berbagai macam

pekerjaan rumah tangga. Pengertian Ibu rumah tangga adalah perempuan yang hanya bekerja

di rumah saja sebagai ibu dan istri yang setia.36

Mies mendefinisikan ibu rumah tangga secara

sosial sebagai pasangan dari definisi sosial kaum lelaki yang dianggap sebagai pencari

nafkah, tanpa melihat sumbangan nyata mereka pada kelangsungan hidup keluarga.37

Seorang ibu dikatakan sebagai “tiang rumah tangga” amatlah penting yaitu mengatur

pengeluaran hidup rumah tanggayang menyangkut kesehatan dan gizi keluarga, pendidikan

anak-anak, dan kelangsungan hidup dalam masyarakat membutuhkan keterampilan dan

pengetahuan home economic. Menurut Mulyani peran tersebut merupakan kodrat dan

kewajiban yang harus dijalani oleh perempuan.38

Dapat dikatakan bahwa kesuksesan dan

kebahagiaan keluarga sangat ditentukan oleh peran seorang ibu.

Menurut Sa’ad Karim, jika ibu adalah seorang perempuan yang baik, akan baiklah

kondisi keluarga. Sebaliknya, apabila ibu adalah perempuan yang bersikap buruk, hancurlah

keluarga.39

Sedangan menurut Baqir Sharifal-Qarashi, bahwa para ibu merupakan sekolah-

sekolah paling utama dalam pembentukan kepribadian anak serta saran untuk memenuhi

36

http://www.google.co.id/search ?hl=i&Pengertian Peran Ganda menurut Kartini.html.Diakses 2 Februari

2014. Pkl 15.23. 37

Julia Suryakusuma, Ibuisme Negara : Konstruksi Sosial Keperempuanan Orde Baru. (Jakarta : Komunitas

Bambu, 2011). Hlm, 1. 38

Mulyawati, “Peran Ganda Seorang Wanita”, (Yogyakarta: Pustaka Semesta Pers,1986). 39

Gm. Susanto., 2014., (http://jawabanpasti.com/ibu-rumah-tangga.com). Diakses pada tanggal 10 Juni 2014,

Pkl. 17.38

Page 14: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

29

mereka dengan berbagai sifat mulia.40

Konsep ibu rumah tangga ini secara tidak

langsung mengantarkan perempuan untuk mendalami peran-peran rumah tangga dengan

berbagai konsekuensinya.

Menurut Walkel dan Woods dalam Guhardja, ia mendefinisikan pekerjaan

rumah tangga ke dalam 6 kategori, yaitu : 41

1. Penyediaan pangan atau makanan

2. Pemeliharaan keluarga (anggota keluarga)

3. Pemeliharaan rumah

4. Pemeliharaan pakaian (termasuk mencuci, seterika)

5. Manajemen (termasuk pencatatan atau record keeping)

6. Marketing (termasuk kegiatan berbelanja)

Menurut pandangan Rosaldo Zimbalist yang menyimpulkan pengamatannya dari

berbagai kebudayaan manusia, memang hampir merupakan gejala umum bahwa citra

perempuan selalu diketengahkan dalam fungsi sebagai ibu : jadi, fungsi mata rantai

reproduksi.42

Peran sentral ibu dalam keluarga merupakan profesi yang tidak bisa

digantikan oleh siapapun. Sadli mengungkapkan mengenai romantisasi seorang perempuan

sebagai ibu yang diperkuat dengan adanya mitos dan stereotip tentang “naluri keibuan”,

“kodrat” perempuan, dan tentang perempuan yang kasih sayangnya terhadap anak tidak

dapat ditukar dan ditakar. Peran perempuan dalam rumah tangga ditampilkan melalui

dikotomi peran, yaitu sebagai istri dan sebagai ibu.43

40

Haryanto., 2010., (http://belajarpsikologi.com/peranan-ibu-dalam-keluarga.com). Diakses pada tanggal 10

Juni 2014, Pkl. 18.20 41

http://ichrisdianms.wordpress.com/2013/05/11/peran-ganda wanita sebagai ibu rumah tangga dan civitas

akademika. Diakses pada tanggal 5 Agustus 2013, pkl 20.00. 42

Dalam Sumiyatiningsih, Michelle Zimbalist Rosaldo, Women, Culture, and Society ...............................17-41. 43

Saparinah Sadli, Berbeda Tetapi Setara, Pemikiran Tentang Kajian Perempuan, ....................................... 19.

Page 15: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

30

Berkaitan dengan citra tersebut, peranan perempuan dibatasi terutama dalam

urusan-urusan domestik, yaitu urusan yang berkaitan dengan kehidupannya di dalam rumah

tangga yang berhubungan dengan ikatan ibu dengan anak-anaknya. Serta peranannya

sebagai istri yang hampir tidak atau sedikit sekali memberinya alokasi peran dalam urusan

publik atau yang berkaitan dengan hubungan-hubungan luas di luar rumah tangga.

2.5.2. Perempuan sebagai Perempuan Karir (Publik)

Istilah karir di tafsirkan beragam oleh banyak para ahli sesuai disiplin ilmunya.

Karir adalah sebuah kata dari bahasa Belanda carier yang berarti, perkembangan dan

kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan dan jabatan seseorang.44

Menurut Kamus besar

Bahasa Indonesia, Karir (Belanda) yang berarti pertama, perkembangan dan kemajuan

dalam kehidupan, pekerjaan dan jabatan. Kedua, pekerjaan yang memberikan harapan untuk

maju.45

Selain itu, kata karir selalu dihubungkan dengan tingkat atau jenis pekerjaan

seseorang. Menurut Simamora karir merupakan urutan aktivitas-aktivitas yang berkaitan

dengan pekerjaan, perilaku-perilaku, nilai-nilai dan aspirasi seseorang dalam rentang

hidupnya.46

Sedangkan Dalis S mengartikan karir sebagai suatu proses yang sengaja

diciptakan perusahaan untuk membantu karyawan agar berpartisipasi ditempat kerja.47

Sedangkan Glueck menyatakan karir adalah urusan pengalaman yang berkaitan dengan

pekerjaan yang di alami seseorang selama masa kerjanya.48

Selanjutnya Ekaningrum

44

S.C. Utami Munandar, Wanita Karir tatangan dan Peluang, “Wanita dalam Masyarakat Indonesia Akses,

Pemberdayaan dan Kesempatan ............................................... 301 45

http://kamusbesarbahasaindonesia.org/karier/mirip.htm. Diakses Pada tanggal 5 Februari 2014, pkl 13.00. 46

Simamora Henry, Manajemen Sumber Daya Manusia...................................................................505. 47

Dalil, Soendoro, Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia..........................................277. 48

Glueck, Greer, C.G, Strategy ang Human Resouces a General Managerial Perspective, (NJ: Prentice Hall,

Englewood Clifft, 1997). Hlm, 134.

Page 16: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

31

berpendapat bahwa karir digunakan untuk menjelaskan mengenai orang-orang pada masing-

masing peran atau status.49

Sedangkan perempuan karir seperti yang disampaikan Munandar, adalah perempuan

yang bekerja untuk mengembangkan kemampuannya.50

Pendapat lain menambahkan bahwa

perempuan karir adalah perempuan yang mempergunakan waktunya untuk bekerja baik di

dalam rumah maupun di luar rumah dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan yang akan

dipergunakan bagi kebutuhan keluarga.51

Menurut Vauren perempuan karir adalah

perempuan yang digaji seseorang untuk melaksanakan tugas pada waktu dan tempat tertentu

untuk menjadi pekerja atau karyawan.52

Sedangkan menurut Anoraga, perempuan karir

adalah perempuan yang memperoleh atau mengalami perkembangaan dan kemajuan dalam

pekerjaan, jabatan dan lain-lain.53

Keterlibatan dan alasan yang mendorong ibu rumah tangga menjadi perempuan karir,

banyak membawa pengaruh terhadap segala aspek kehidupan yaitu: 54

Bertambahnya sumber finansial bagi keberlangsungan hidup anggota keluarga.

Meluasnya network (jaringan penghubung) atau Kebutuhan sosio-rasional

Tersedianya kesempatan untuk menyalurkan bakat dan hobi.

Terbukanya kesempatan untuk mewujudkan citra diri yang positif dan kebutuhan

aktualisasi diri. Seperti yang di ungkapkan oleh Abraham Maslow, tingkat tertinggi

manusia adalah aktualisasi diri.55

49

(http://www.sarjanaku.com/2012/09/pengertian karir menurut para ahli dan.html?m=1).Diakses Pada tanggal

5 Februari 2014, pkl 13.00. 50

S.C Utami Munandar, Wanita Karir Tantangan dan Peluang, “Wanita dalam Mayarakat Indonesia Akses,

pemberdayaan dan Kesempatan.................................................301. 51

M.W., Endar, Erni M., dan Mu’arifudin, Peranan Perempuan dalam Mencegah Bahaya Korupsi, Karya Tulis

Ilmiah Bidang Sosial. Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES, Semarang, 2008. 52

Vauren (dalam Sagita, R. (2003). Hubungan antara intelegensi dengan kemampun menghadapi stress pada

wanita karir di PEMDA Situbondo. Skripsi, Program Sarjana Psikologi. Digilib Universitas Muhammadiyah,

Malang. 53

Panji, Anoraga. Psikologi kerja, ............................................. 33. 54

Khairiya.,2011.,(http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2206415-pengertian-wanita-karier/).

Diakses 01 Februari 2014, pkl 18.00.

Page 17: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

32

Sementara itu, ada juga faktor-faktor yang menghambat perempuan dalam menjalani

karirnya yaitu: 56

Aspek pengasuhan anak,

Komunikasi dan interaksi dengan anak dan suami,

Waktu untuk keluarga,

Dukungan anggota keluarga,

Tekanan karir, ketika perempuan yang bekerja dituntut untuk menunjukkan dedikasi,

keuletan, ambisius, mandiri, progresif dan bermotivasi tinggi.

Stres akibat tuntutan bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga (lelah

secara psikis), tekanan yang timbul akibat peran ganda itu sendiri (kemampuan

manajemen waktu dan rumah tangga merupakan kesulitan yang paling sering

dihadapi oleh para ibu berkarir), dan pekerjaan di kantor sangat berat.

Tuntutan sosial menghendaki perempuan dapat bersifat feminin (lembut, hangat,

mementingkan keluarga, tidak berperilaku kompetitif, agresif dan ambisius);

Peran ganda yang dilakukan perempuan merupakan perilaku dan tindakan sosial yang

diharapkan dapat menciptakan stabilitas dan harmoni dalam keluarga.57

Peran ganda yang

diemban oleh perempuan ini sangat riskan dengan konflik keluarga-pekerjaan. Konflik dalam

keluarga sangat berpengaruh dengan perilaku kerja dan kinerja seseorang.58

Konflik-konflik

tersebut akan menghambat proses pelaksanaan suatu pekerjaan. Apalagi pada perempuan

yang bekerja, karena konflik yang dihadapi dapat menyebabkan seseorang tidak dapat

55

http://www.raswck.com/aktualisasi-diri-menurut-abraham-maslow. Diakses pada tanggal 20 Juni 2014 pkl

11.00. 56

Sekaran, U, Dual Career Families......................................, 8. 57

Sulqifli.,2010.,http://www.unm.ac.id/berita-unm/19-berita/30-peran-ganda-perempuan-menciptakan-

pergeseran-nilai-dalam-keluarga.html. Diakses 1 Februari 2014. Pkl 20.00.

58 B. S. Sastrohadiwiryo, Manajemen tenaga kerja Indonesia pendekatan administratif dan operasional.

Jakarta: Bumi Aksara, 2003. Hlm,

Page 18: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

33

berfungsi secara maksimal. Menurut Sekaran ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya

konflik peran ganda, yaitu pengasuhan anak dan bantuan pekerjaan rumah tangga,

komunikasi dan interaksi dengan keluarga, waktu untuk keluarga, penentuan prioritas sebagai

seorang istri, dan tekanan karir dan keluarga.59

Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Cinnamon dan Rich menunjukkan perempuan yang bekerja ternyata lebih sering mengalami

konflik dan permasalahan serta lebih menekankan pentingnya permasalahan keluarga

dibandingkan pekerjaan, ketika keluarga sebagai domain yang paling penting bagi

kebanyakan perempuan.60

Pandai membagi waktu untuk keluarga dan pekerjaan, tuntutan

yang sangat penting bagi seorang perempuan karir. Hal inilah yang diungkapkan oleh Sri

Dasa Utama. Meski sibuk dengan berbagai kegiatan dan aktivitas, namun harus berusaha

tidak menomordukan keluarga.61

Selain itu menurut Suriyasam dalam Budiman, bahwa faktor penting yang dapat

mengurangi dilema antara keluarga dan pekerjaan bagi perempuan adalah adanya dukungan

dari suami.62

Sekaran mengatakan bahwa dukungan dan bantuan yang diberikan suami dan

anggota keluarga lainnya akan memberikan kesempatan kepada istri untuk mengembangkan

karirnya. Adanya dukungan sosial dari anggota keluarga ini akan memberikan rasa aman bagi

perempuan untuk berkarir. Hal ini sangat berkaitan dengan hak dan kedudukan suami istri di

dalam perkawinan dilindungi oleh Undang-undang Perkawinan no. 1 tahun 1974 pasal 31

ayat 1 yaitu “ Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang dalam kehidupan rumah

tangga dan pergaulan hidup bersama masyarakat”.63

Dukungan sosial merupakan suatu

kebersamaan sosial, dimana individu berada di dalamnya, yang memberikan beberapa

59

U. Sekaran, Dual career families. ......................................., 60

R. G. Cinnamon & Y Rich, Gender differences in the importance of work and family roles: Implications for

work-family conflict..........................................531-541. 61

Sri Dasa Utama., 2014., www/radar-utara.com/berita/1122/sulit-atur-waktu-butuh-support-suami. Diakses

pada tanggal 21 Agustus 2014. Pkl 16.48 wib. 62

Budiman (2002), Persepsi efektivitas kinerja karyawan ditinjau dari konflik peran ganda isteri dan dukungan

sosial rekan kerja. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. 63

http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_no 74.htm, Diakses Pada tanggal 5 Agustus 2013, pkl 13.00.

Page 19: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

34

dukungan seperti bantuan nyata, dukungan informasi, dan dukungan emosional sehingga

individu merasa nyaman.64

Hal tersebut sesuai dengan penelitian French dan Tellenback, Breuner, Sten-Olof, dan

Lofgren menemukan bahwa dukungan sosial dapat mencegah terjadinya psychological

distress di lingkungan kerja. Menurut Riggio stres kerja sebagai reaksi fisiologis dan atau

psikologis terhadap suatu kejadian yang dipersepsi individu sebagai ancaman.65

Evan dan

Johnson menyebutkan bahwa stres kerja merupakan satu faktor yang menentukan naik

turunnya kinerja karyawan. Penelitian ini juga didukung Luthans bahwa pemicu stres kerja

tersebut berasal dari interaksi seseorang dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya yang

tidak nyaman.66

Menurut Beehr mengungkapkan bahwa gangguan psikologis yang paling sering

terjadi sebagai akibat stres kerja adalah kecemasan dan depresi.67

Stres kerja merupakan

beban kerja yang berlebihan, perasaan susah dan ketegangan emosional yang menghambat

performance individu. Menurut Sheridan dan Radmacher serta Gibson, Ivancevich, dan

Donnely stres kerja dipengaruhi oleh kondisi organisasi, seperti penetapan arah dan

kebijaksanaan organisasi, perubahan strategi organisasi, dan keuangan, tuntutan kerja,

tanggung jawab atas orang lain, perubahan waktu kerja, hubungan yang kurang baik antar

kelompok kerja dan konflik peran. Akibatnya konsentrasi kerja terganggu, kinerja kurang

memuaskan dan individu tidak dapat memenuhi tuntutan pekerjaannya karena kurangnya

dukungan sosial.68

64

R. S. Lazarus, Emotional and adaptation. (New York: McGraw-Hill Publishing Company, 1991). 65

E. R. Riggio, (2003). Introduction to industrial organizational psychology. (New York: Harper Collins

Collage Publisher, 2003). Hlm, 25. 66

F. Luthans, Organizational behavior. (Singapore: McGraw-Hill Books Company, 1998). Hlm, 23. 67

T. A. Beehr, Psychological stress in the workplace. (London: Routledge, 1985) 68

F. Luthans, Organizational behavior. ............................................ 23.

Page 20: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

35

Menurut Orenstein bahwa peran ganda dapat membuat perempuan sulit meraih sukses

di bidang pekerjaan, keluarga, dan hubungan interpersonal sekaligus.69

Penelitian Alfadiomi

dan Fathul tentang ibu dan karir menunjukan bahwa ibu yang bekerja (berkarir) mengalami

dilema.70

Seorang perempuan dalam statusnya sebagai ibu rumah tangga sekaligus

perempuan karir sering kali dihadapkan pada pilihan yang dilematis. Memilih karir atau

keluarga atau memilih keduanya dengan berbagai hambatan-hambatannya. Memang

penyebab dan dampak pada tiap perempuan tidak sama, tetapi semuanya bersumber pada

keinginan untuk menyeimbangkan antara karir dan keluarga. Sehingga yang muncul

dipermukaan kesadaran adalah bahwa karir adalah dilema bagi perempuan atau ibu rumah

tangga yang berkarir.

2.6 Gereja Kristen Jawa dan Perempuan Karir

Dikatakan bahwa :

“Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus

berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat.Sebab mereka tidak diperbolehkan

untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan Hukum

Taurat.” (1 Korintus 14:34) 71

Demikianlah Paulus menulis kepada orang-orang Korintus di pertengahan abad

pertama, rasul yang sama menulis kepada orang-orang Galatia bahwa :

“Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau

orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu

dalam Kristus Yesus.” (Galatia 3:28).72

Mana yang benar? Persamaan dan kebebasan untuk menjadi “satu di dalam Kristus”

atau diam? Sebagaiman kita tahu, kata-kata Paulus kepada orang-orang Korintus. Jemaat

69

(http://www.google.co.id/search?hl=id&q= peranganda perempuan menurut Orenstein). Diakses pada

tanggal 05 Mei 2014, pkl 21.13 70

Alfadiomi dan Fathul, Ibu dan Karir : Kajian Fenomenologi Terhadap Dual-Career Family, Jurnal Psikologi,

Vol 32, No 1, (Yogyakarta: Fak. Psikologi UGM, 2005). 71

1 Kor. 14:34 72

Gal. 3:28

Page 21: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

36

Korintus menguatirkan para perempuan yang menjadi anggota gereja baru itu akan

melakukan sebagian dari praktek-praktek berhala ini. Hal pertama nasehat Paulus terhadap

mereka merupakan pengertian umum yang murni : perempuan dalam jemaat Kristen harus

menutupi rambut dan memakai cadar (1 Kor. 11:1-6),73

sehingga mereka tidak disamakan

dengan pelacur-pelacur itu, yang rambutnya panjang dan terurai.

Hal kedua lebih jauh adalah :

“Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus

berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak

diperbolehkanuntuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang

dikatakan juga oleh hukum Taurat. Jika mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah

mereka menanyakannya kepada suaminya di rumah. Sebab tidak sopan bagi

perempuan untuk berbicara dalam pertemua Jemaat.” (1 Korintus 14 : 34-35)74

Ini adalah saran yang tidak mengherankan karena dikemukakan seorang lelaki yang

dibesarkan dalam suatu kebudayaan di mana perempuan jelas ditentukan sebagai istri, ibu,

pengurus rumah tangga, dan tidak akan pernah boleh terlibat dalam perdebatan-perdebatan.

Akan tetapi, jika kita melihat apa yang terjadi sebelum zaman Paulus, hanya dua puluh atau

tiga puluh tahun ke zaman Injil dan Kisah para Rasul, kita melihat karakter perempuan yang

agak berbeda muncul.

Pertama terdapat perempuan-perempuan yang diperbaharui oleh Kristus sendiri dan

menjalani kehidupan sebagai murid yang sulit dan penuh resiko seiring dengan para rasul

lelaki. Di abad-abad permulaan perempuan-perempuan gereja mengajar dan berkotbah dalam

semangat kebangkitan. Paulus sendiri menulis dalam salah satu suratnya yang paling sering

diceritakan, surat-surat kepada gereja di Filipi, bahwa perempuan memegang posisi-posisi

kepemimpinan. Berabad-abad setelah itu, suara perempuan jarang didengar lagi. Sementara

gereja mula-mula berjuang untuk hidup di dunia ini, mereka semakin tergantung pada

73

1 Kor. 11:1-6 74

1 Kor. 14:35

Page 22: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

37

“peraturan-peraturan” seperti nasehat Paulus tentang perilaku perempuan.75

Dan betapa lebih

mudahnya berpegang pada peraturan yang terpenggal dari pada suatu konsep yang

mempertahankan laki-laki dan perempuan menjadi “satu dalam Kristus”.

Sikap gereja sudah memberikan akibat-akibat yang sulit dijangkau dalam kehidupan

perempuan selama hampir dua ribu tahun. Bahkan sekarang ini, di banyak gereja di seluruh

dunia, khususnya di GKJ, para perempuan masih belum berpatisipasi penuh. GKJ merupakan

gereja yang berciri sosiologis gereja suku artinya suku serta budaya Jawa merupakan faktor

penting bagi perkembangan dan kelanjutannya. Berkenaan dengan masalah kedudukan dan

peran perempuan dalam gereja, secara khusus dalam pemerintahan gerejawi, sebetulnya

sudah lama GKJ menyadari dan merasakan adanya persoalan ini. Margareth Mead,

menyatakan bahwa dikhotomi seks ada pada setiap masyarakat.76

Perbedaan biologis antara

perempuan dan laki-laki, tidak secara otomatis menciptakan ketidaksetaraan di antara

keduanya, yang oleh Francoise Heritier dinyatakan bahwa implikasi ketidaksetaraan

dimaksud meresap ke semua aspek kehidupan.

Apakah perempuan boleh dicalonkan menjadi anggota majelis, pertanyaan yang

muuncul pada sidang Sinode tahun 1994. Pertanyaan serupa muncul lagi dalam sidang

Sinode tahun 1956, dari GKJ Purworejo. Jawab sidang sinode tehadap pertanyaan tersebut

yaitu, mboten kenging (tidak boleh). Delapan tahun kemudian, pada sidang Sinode tahun

1964, muncul lagi usulan berkenaan dengan perempuan dalam jabatan gerejawi. Sidang

akhirnya menyetujui bahwa perempuan diperbolehkan memegang jabatan di dalam gereja,

sebagai Pendeta, Penatua dan Diaken.77

Untuk jabatan Penatua dan Diaken di dalam gereja,

beberapa jemaat kota telah mempraktekannya, meskipun masih dalam jumlah yang relatif

75

Penerjemah Oloria Silaen_Situmorang, Berita Pembebasan bagi Kaum Wanita, (Jakarta : BPK Gunung

Mulia, 1994). Hlm, 8. 76

Fatmagul Berktay, “Dikhotomi Antara Jiwa dan Tubuh: Masalah Polarisasi di dalam Diri Manusia”,

dalam Suralaga&Rosatria (ed), Perempuan: Dari Mitos, 42 77

Siwandargo, Himpunan Pokok Akta Sinode GKJ dalam Sumiyatiningsih.1998. Kedudukan dan Peranan

Wanita dalam Pemerintahan Gereja di Lingkungan Gereja Kristen Jawa. Gema. STT. Duta Wacana. Hlm, 33.

Page 23: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

38

kecil dan biasanya terbatas pada jabatan Diaken. Meskipun secara teoritis GKJ telah

membuka kesempatan bagi para perempuan untuk mengambil bagian di bidang pemerintahan

gereja, tetapi di dalam praktik rupanya masih dijumpai banyak hambatan.

Penyebab dari adanya perbedaan partisipasi perempuan dan laki-laki tersebut cukup

banyak dan komplek. Disini akan dicatat dua penyebab utama yang menojol. Petama, karena

GKJ adalah gereja suku, jelas sedikit banyak nilai-nilai di dalam kebudayaan dan tradisi Jawa

mengenai citra perempuan dan kaitannya dengan kedudukan dan peranannya merembes dan

mempengaruhi sikap dan perilaku gereja terhadap perempuan. Kedua, pengaruh dari

pandangan Alkitab, khusunya pandangan yang kurang menguntungkan perempuan yang pada

dasarnya berakar kepada cara berpikir, sistem kemasyarakatan dan cara bertehologia yang

bercorak patriarkis.

Salah satu ciri dari theologia patriakal adalah yang menyangkut pemahaman

tentang Allah bersifat kepriaan. Secara dominan, ciri-ciri yang diberikan kepada Allah

tersebut pada hakekatnya adalah identik dengan ciri-ciri yang diberikan kepada laki-laki.

Dengan kata lain, deskripsi, secara patriarkal mengenai Allah adalah menggambarkan

idealisme laki-laki terhadap dirinya sendiri. Menurut Kejadian 2, kaum perempuan

dinomorduakan, karena penciptaan Hawa mengikuti penciptaan Adam dan Hawa diberikan

sebagai penolong kepada Adam. Sehingga pada waktu yang sama, semakin jauh

menyisihkan perempuan dari kehidupan agamawi dan kehidupan sosial. Keadaan ini

diringkaskan oleh Mary Daly sebagai “Seluruh konsep sistem theologia dan etika

berkembang di bawah kondisi ‘patriarchy’, merupakan produk kaum laki-laki dan cendrung

melayani minat masyarakat yang’sexsit’.78

78

Mary Daly dalam Sumiyatiningsih.1998. Kedudukan dan Peranan Wanita dalam Pemerintahan Gereja di

Lingkungan Gereja Kristen Jawa. .....................................38.

Page 24: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

39

Selain itu juga, pengasingan perempuan dari kepemimpinan jemaat bermula dari

sikap gereja awal yang tidak mampu meneruskan sikap Yesus yang memperlakukan dan

menghadapi perempuan sebagai manusia secara penuh, dan tidak menghadapinya secara

‘stereotype’ (klise) sebagaimana pola kebiasaan yang belaku. Dalam beberapa hal tertentu,

dan terutama dalam surat-surat pastoralnya kepada Jemaat dan beberapa pribadi, rupanya

Paulus telah mengabaikan sikap Kristus terhadap perempuan. Hal ini merupakan titik awal

dari proses jalannya sejarah gereja, khususnya yang berhubungan dengan masalah partisipasi

perempuan dalam pemerintahan gereja.

Hal yang kurang menguntungkan posisi perempuan tersebut dikemukakan pada saat

gereja-gereja sedang mengorganisir diri dan mulai menginstitusikan pelayanannya. Oleh

karena itu, pengasingannya terhadap perempuan tersebut telah turut menentukan pola

keputusan-keputusan gereja selanjutnya, terutama bagi gereja-gereja protestan yang sikap

dan perlakuannya kepada perempuan sering didasarkan kepada theologia Paulus. Selama

berabad-abad kedudukan dan peran perempuan di dalam gereja, secara khusus dalam

pemerintahan gereja, telah berkembang dalam bayang-bayang prasangka seksual dan

diperkuat lagi oleh pengaruh institusi gereja pada abad pertama.

Dari uraian di atas, bahwa di lingkungan GKJ masih terdapat keengganan untuk

menerima perempuan sebagai Pendeta, Penatua dan Diaken. Hal ini rupanya pertama-tama

disebabkan oleh karena pengaruh lingkungan yang menganggap bahwa citra pemimpin gereja

tidak cocok dengan citra mereka mengenai perempuan. Keadaan ini lebih diperkuat lagi

oleh pandangan theologis yang secara dominan bercorak patriarkal dengan predikat menomor

duakan dan menganggap rendah kedudukan perempuan. Oleh karena itu perlu diadakan

pemahaman dan pemikiran yang lebih mendalam agar suatu perubahan dapat terjadi. Adanya

perubahan-perubahan tersebut perlu diperhatikan oleh gereja dalam perjalanannya menuju ke

masa depan dan meninggalkan status quo yang begitu lama dipertahankan; agar pemborosan

Page 25: BAB II Teori Rujukan dalam Rumah Tangga di GKJ Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/3/T2_752012019_BAB II.pdfPatriarki secara harafiah berarti kekuasaan berada

40

potensi manusia, talenta dan karunia yang dimiliki oleh gereja tidak diboroskan dan disia-

siakan, lebih jauh lagi tak ada pihak-pihak yang harus di korbankan. Kalau kita memahami

identitas laki-laki dan perempuan sesuai dengan teks dalam kitab Kej. 1:26-27,79

ada dua hal

yang ditekankan disitu :

1. Pada hakekatnya, Tuhan memberikan hubungan yang istimewa kepada perempuan

dan laki-laki dan dengan diriNya sendiri,

2. Bahwa laki-laki dan perempuan menjadi wakil dan perantara Allah di dalam

memerintah bumi dan segala isinya.80

79

Kej. 1:26-27 80

Letty M. Russell dalam Sumiyatiningsih.1998. Kedudukan dan Peranan Wanita dalam Pemerintahan Gereja

di Lingkungan Gereja Kristen Jawa. ...................................................40.