bab ii kajian pustaka -...

20
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi 2.1.1 Pengertian Prokrastinasi Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan ”pro” dan akhiran ”crastinus”. Pro berarti kecenderungan bergerak maju, crastinus berarti menuju keesokan hari (Steel, 2006). Sehingga jika digabungkan prokrastinasi menjadi menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya. Penundaan adalah kecenderungan untuk menunda atau sama sekali menghindari tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock, McCarthy, & SKAY 1998, Tuckman dan Sexton, 1989 dalam La Forge, 2005). Ellis dan Knaus (La Forge, 2005) mengatakan bahwa prokrastinasi adalah kebiasaan penundaan yang tidak bertujuan dan proses penghindaran tugas, yang hal itu sebenarnya tidak perlu dilakukan seseorang karena adanya ketakutan untuk gagal, serta adanya pandangan bahwa segala sesuatu harus dilakukan dengan benar, bahwa penundaan yang telah menjadi respon tetap atau kebiasaan dapat dipandang sebagai suatu kebiasaan (trait) prokrastinasi. Salomo dan Rothblum (1984) mendefinisikan prokrastinasi sebagai perbuatan yang tanpa alasan memperlambat pekerjaan sampai

Upload: dangtuong

Post on 09-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4833/3/T1_132008606_BAB II.pdf · tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock,

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Prokrastinasi

2.1.1 Pengertian Prokrastinasi

Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination

dengan awalan ”pro” dan akhiran ”crastinus”. Pro berarti

kecenderungan bergerak maju, crastinus berarti menuju keesokan

hari (Steel, 2006). Sehingga jika digabungkan prokrastinasi menjadi

menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya. Penundaan

adalah kecenderungan untuk menunda atau sama sekali menghindari

tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan

(Haycock, McCarthy, & SKAY 1998, Tuckman dan Sexton, 1989

dalam La Forge, 2005).

Ellis dan Knaus (La Forge, 2005) mengatakan bahwa

prokrastinasi adalah kebiasaan penundaan yang tidak bertujuan dan

proses penghindaran tugas, yang hal itu sebenarnya tidak perlu

dilakukan seseorang karena adanya ketakutan untuk gagal, serta

adanya pandangan bahwa segala sesuatu harus dilakukan dengan

benar, bahwa penundaan yang telah menjadi respon tetap atau

kebiasaan dapat dipandang sebagai suatu kebiasaan (trait) prokrastinasi.

Salomo dan Rothblum (1984) mendefinisikan prokrastinasi

sebagai perbuatan yang tanpa alasan memperlambat pekerjaan sampai

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4833/3/T1_132008606_BAB II.pdf · tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock,

pada titik ketidaknyamanan yang dialami. Penundaan melibatkan

mengetahui bahwa seseorang bisa saja melakukan suatu kegiatan,

dan mungkin bahkan ingin melakukannya, namun gagal untuk

memotivasi diri sendiri untuk melakukan aktivitas dalam waktu yang

diinginkan atau diharapkan (Senecal, Koestner, & Vallerand 1995

dalam La Forge, 2005).

Prokrastinasi adalah suatu kecenderungan untuk menunda

dalam memulai maupun menyelesaikan kinerja secara keseluruhan

untuk melakukan aktivitas lain yang tidak berguna, sehingga kinerja

menjadi terhambat, tidak pernah menyelesaikan tugas tepat waktu,

serta sering terlambat dalam menghadiri pertemuan-pertemuan

(Tuckman, 2007).

Ferrari, dkk (1995) juga membagi prokrastinasi menjadi dua:

a. Functional procrastination, yaitu penundaan mengerjakan tugas

yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang lebih

lengkap dan akurat.

b. Disfunctional procrastination yaitu penundaan yang tidak

bertujuan, berakibat jelek dan menimbulkan masalah. Ada dua

bentuk prokrastinasi yang disfunctional berdasarkan tujuan mereka

melakukan penundaan, yaitu:

1. Decisional Procrastination

Decisional procrastination adalah suatu penundaan

dalam mengambil keputusan. Bentuk prokrastinasi ini

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4833/3/T1_132008606_BAB II.pdf · tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock,

merupakan sebuah anteseden kognitif dalam menunda

untuk mulai melakukan suatu kerja dalam menghadapi

situasi yang dipersepsikan penuh stress (Ferrari, dalam

Rizvi dkk., 1997). Prokrastinasi dilakukan sebagai suatu

bentuk coping yang digunakan untuk menyesuaikan diri

dalam perbuatan keputusan pada situasi-situasi yang

dipersepsikan penuh stress. Jenis prokrastinasi ini terjadi

akibat kegagalan dalam mengindentifikasikan tugas, yang

kemudian menimbulkan konflik dalam diri individu,

sehingga akhirnya seorang menunda untuk memutuskan

masalah. Decisional procrastination berhubungan dengan

kelupaan, kegagalan proses kognitif, akan tetapi tidak

berkaitan dengan kurangnya tingkat intelegensi seseorang.

2. Avoidance Procrastination

Avoidance procrastination atau Behavioral

procrastination adalah suatu penundaan dalam perilaku

yang tampak. Penundaan dilakukan sebagai suatu cara

untuk menghindari tugas yang dirasa tidak menyenangkan

dan sulit untuk dilakukan. Prokrastinasi dilakukan untuk

menghindari kegagalan dalam menyelesaikan pekerjaan

yang akan mendatangkan. Avoidance procrastination

berhubungan dengan tipe self presentation, keinginan

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4833/3/T1_132008606_BAB II.pdf · tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock,

untuk menjauhkan diri dari tugas yang menantang, dan

implusiveness.

2.1.2 Ciri-Ciri Prokrastinasi Akademik

Ferrari dkk, 1995 mengemukakan ciri-ciri prokrastinasi

akademik sebagai berikut :

a. Penundaan untuk memulai dan menyelesaikan kerja tugas.

Seseorang yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas

yang dihadapi harus segera diselesaikan dan berguna bagi diri

procrastinator,akan tetapi menunda nunda untuk mulai

mengerjakannya atau mununda-nunda untuk menyelesaikan

sampai tuntas jika ia sudah mulai mengerjakan sebelumnya.

b. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas.

Orang yang melakukan prokrastinasi memperlakukan

waktu yang lebih lama dari pada waktu yang dibutuhkan pada

umumnya dalam mengerjakan suatu tugas.Seorang prokrastinator

menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk mempersiapkan diri

secara berlebihan maupunmelakukan hal-hal yang tidak

dibutuhkan dalam penyelesaian tugas tanpa memperhitungkan

keterbatasan waktu yang dimiliki. –

c. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual.

Seorang procrastinator mempunyai kesulitan untuk

melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah

ditentukan sebelumnya.Seseorang procrastinator sering mengalami

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4833/3/T1_132008606_BAB II.pdf · tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock,

keterlambatan dalam memenuhi deadline yang telah ditentukan,

baik oleh orang lain maupun rencana rencana yang telah di

tentukan sendiri.

d. Melakukan aktifitas lain yang lebih menyenangkan yang bersifat

hiburan.

Seorang procrastinator dengan sengaja tidak segera

melakukan tugasnya, akan tetapi menggunakan waktu yang

dimiliki untuk melakukan aktifitas lain yang dipandang lebih

menyenangkan dan mendatangkan hiburan,seperti membaca

(koran, majalah, atau buku cerita lainnya), ngobrol, jalan-jalan,

sehingga menyita waktu yang ia miliki untuk mengerjakan tugas

yang harus diselesaikan.

Dari ciri-ciri diatas dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi

akademik adalah penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan

kerja pada tugas yang dihadapi, keterlambatan dalam mengerjakan

tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual dan

melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan

tugas yang harus dikerjakan.

2.1.3 Aspek-Aspek Prokrastinasi Akademik

Menurut Solomon dan Rothblum (1984) mengutarakan bahwa ada tiga aspek yang

ada dalam prokrastinasi yaitu, frekwensi, kebermasalahan dan keinginmengurangi

penundaan.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4833/3/T1_132008606_BAB II.pdf · tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock,

2.2 Televisi

2.1.2 Pengertian Televisi

Televisi berasal dari kata sangsekerta yaitu “ visi “ yang artinya

impian atau harapan untuk mencapai suatu tujuan. Berangkat dari

sebuah pengertian visi, dapat ditarik sebuah benang merah bahwa

televisimemilikitujuanbagaimana mampu menarik peminat yang

mengalami secara sadar untuk ikut menikmati dari apa yang menjadi

seuah tujuan.TV sudah menjadi amanah atau tuntutan untuk melayani

segala kebutuhan informasi yang diinginkan masyarakat. Jadi televisi

adalah suatu wadah atau sarana penyampaian informasi atau pemberian

pelayanan kepada publik.

Pada zaman sekarang ini, TV merupakan media elektronik yang

mampu menyebarkan berita secara cepat dan memiliki kemampuan

mencapai khalayak dalam jumlah tak terhingga pada waktu yang

bersamaan.TVdengan berbagai acara yang ditayangkannya telah

mampu menarik minat pemirsanya dan membuat pemirsanya ketagihan

untuk selalu menyaksikan acara-acara yang ditayangkan. Bahkan bagi

anak-anak sekalipun sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dari aktivitas kesehariannya dan sudah menjadi agenda wajib bagi

sebagian besar anak. Pemilik pesawat tinggal menggunakan antenna

parabola guna menangkap siaran dari Negara mana yang diinginkan.

TV adalah sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam

dan gambar hidup bersama suara melalui kabel atau ruang menurut

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4833/3/T1_132008606_BAB II.pdf · tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock,

Azhar Arysad (2010).TV sesungguhnya adalah sistem elektronik yang

mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui

kabel atau ruang.Sistem ini menggunakan peralatan yang mengubah

cahaya dan suara ke dalam gelombang elektrik dan mengkonversinya

kembali ke dalam cahaya yang dapat dilihat dan suara yang dapat

didengar.

2.1.3 Pengertian Intensitas Menonton Televisi

Menurut Poerwadimanto (2003) Intensitas adalah keadaan atau

tingkatan atau ukuran.Ukuran tingkatan disini menggambarkan

seberapa seringnya anak menonton TV.Menonton adalah sasaran setiap

program siaran dan sifatnya heterogen, karena itu agar lebih efektif

dalam penerimaan pesan. Sehingga menonton diharapkan memberikan

umpan balik, setelah mengikuti program siaran yang disiarkan, agar

dapat digunakan sebagai bahan upaya penyempurnaan menurut

Darwanto (2007).

Dari beberapa pengertian tersebut diatas, penulis menarik

kesimpulan tentang intensitas menonton televisi yaitu ukuran atau lama

waktu dalam melihat jenis acara yang bertujuan untuk memberikan

informasi kepada pemirsa berupa gambar bergerak.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4833/3/T1_132008606_BAB II.pdf · tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock,

2.1.4 Fungsi Media Televisi

1) Televisi Sebagai Media Pendidikan

Televisi pendidikan adalah penggunaan program video

yang direncanakan untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu

tanpa melihat siapa yang menyiarkannya.Televisi pendidikan tidak

hanya menghibur, tetapi lebih penting adalah mendidik menurut

Syukur (2008).

Menurut Azhar Arsyad(2010)TV pendidikan adalah

penggunaan program video yang dirancangkan untuk mencapai

tujuan pengajaran tertentu tanpa melihat siapa yang

menyiarkannya.TV pendidikan tidak sekedar menghibur tetapi

lebih penting adalah mendidik. Oleh karena itu, memiliki ciri-ciri

tersendiri, antara lain:

a. Dituntut oleh instruktur seorang guru atau instruktur menuntun

siswa melalui pengalaman-pengalaman visual.

b. Sistematis siaran berkaitan dengan mata pelajaran dan silabus

dengan tujuan dan pengalaman belajar yang terencana

c. Teratur dan berurutan siaran disajikan dengan selang waktu

yang beraturan secara berurutan di mana satu siaran dibangun

atau mendasari siaran lainnya.

d. Terpadu siaran berkaitan dengan pengalaman belajar lainnya

seperti latihan, membaca, diskusi, laboratorium, percobaan,

menulis, dan pemecahan masalah.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4833/3/T1_132008606_BAB II.pdf · tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock,

Acara pendidikan yang disiarkan melalui media massa televisi,

kalau dilihat prosesnya merupakan proses komunikasi, dan

komunikasinya tidak mempunyai kebebasan karena bersifat

institusional. Di sini komunikator yang biasanya dalam dunia

pendidikan disebut sebagai pendidik atau lebih dikenal sebagai

guru/dosen, sedangkan pesan yang disampaikan disebut sebagai

mata pelajaran/kuliah yang tentu saja mengandung nilai-nilai

pendidikan, sedangkan sebagai komunikasinya adalah anak didik

yang lazim disebut sebagai murid/anak didik/mahasiswa (dalam

Lestanti, 2011)

2) Televisi Sebagai Media Hiburan

Menurut Badjuri (2010) meskipun secara konseptual fungsi

televisi sama dengan media massa lainnya, yaitu informatif,

edukatif, dan menghibur, namun fungsi terbesar dari media TV

adalah menghibur. Potensi menghibur ini pada satu sisi dapat

dipahami sebagai ancaman bagi dunia pendidikan, tetapi pada sisi

lain justru menjadi keunggulan terutama jika dikaitkan dengan

teknologi pembelajaran yang mengembangkan konsep imajinasi,

kreatif, belajar secara menyenangkan (joyful Learning).

2.1.5 Kelebihan dan Kelemahan TV

Selain film, TV adalah media yang menyampaikan pesan-pesan

pembelajaran secara audio-visual dengan disertai unsur gerak. Dilihat

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4833/3/T1_132008606_BAB II.pdf · tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock,

dari sudut penyampaian pesannya TV tergolong kedalam media massa.

TV sebagai media pendidikan memiliki kelebihan-kelebihan dan

kekurangan-kekurangannya (Ardiyanto, 2010) yaitu sebagai berikut :

1) Kelebihan TV

a. TV dapat memancarkan sebagai jenis bahan audio-visual

termasuk gambar diam, film, obyek, spesimen dan drama.

b. TV dapat menyajikan model dan contoh-contoh yang baik bagi

siswa.

c. TV dapat membawa dunia nyata ke rumah dan ke kelas- kelas,

seperti orang, tempat-tempat, dan peristiwa-peristiwa melalui

penyiaran langsung atau rekaman.

d. TV dapat memberikan kepada peluang untuk melihat dan

mendengar diri sendiri.

e. TV dapat menyajikan program-program yang dapat dipahami

oleh siswa-siswa dengan usia dan tingkatan yang berbeda-beda.

f. TV dapat menyajikan visual dan suara yang amat sulit diperoleh

pada dunia nyata, misalnya ekspresi wajah, detail operation, dan

lain-lain.

g. TV dapat menghemat waktu guru dan siswa, misalnya dengan

merekam siaran pelajaran yang disajikan dapat diputar ulang

jika diperlukan tanpa harus melakukan hal itu lagi.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4833/3/T1_132008606_BAB II.pdf · tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock,

h. TV merupakan cara yang ekonomis untuk menjangkau sejumlah

besar siswa pada lokasi yang berbeda-beda untuk penyajian

yang bersamaan.

i. TV dapat menambah pengetahuan guru dalam hal mengajar.

2) Kelemahan TV

a. TV hanya mampu menyajikan komunikasi satu arah.

b. TV pada saat disiarkan akan berjalan terus dan tidak ada

kesempatan untuk memahami pesan-pesan sesuai dengan

kemampuan individual siswa.

c. Guru tidak memiliki kesempatan untuk memahami pesan-

pesannya sesuai dengan kemampuan individu siswa.

d. Layar pesawat televisi tidak mampu menjangkau kelas besar

sehingga sulit bagi siswa untuk melihat secara rinci gambar

yang disiarkan.

e. Kekhawatiran muncul bahwa siswa tidak memiliki hubungan

pribadi dengan guru dan siswa, bisa jadi bersikap pasif selama

penayangan.

2.1.6 Dampak Penonton TV

TV merupakan salah satu media massa yang mengalami

perkembangan paling fenomenal di dunia. Meski lahir paling

belakangan dibanding media massa cetak, dan radio namun pada

akhirnya media televisilah yang paling banyak diakses oleh masyarakat

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4833/3/T1_132008606_BAB II.pdf · tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock,

di mana pun di dunia ini. Menurut Badjuri,(2010). dampak yang

timbul bagi anak-anak akibat menonton televisi bisa dilihat dari:

1) Perilaku

Peniruan perbuatan kekerasan, kekhawatiran para

psikologis, pemimpin agama, bila anak-anak secara rutinitas

melahap aneka ragam acara dalam berbagai bentuk format, terutama

film kekerasan, maka punya kemungkinan besar akan meniru dalam

keseharian mereka.

2) Sikap

Tidak dapat membedakan mana kenyataan dan khayalan.

Dapat dimaklumi anak-anak berpandangan mereka yang tampil di

layartelevisi merupakan hal yang nyata. Hal ini disebabkan

berpikirnya anak masih sederhana.Ingin mendapatkan semata

secepat mungkin. Karena segalanya serbaseketika, sesuatu yang

berlangsung serba cepat berlaku bagi penayangan televisi adalah

detik.

3) Pendidikan

Menghabiskan waktu, Banyak waktu yang dihabiskan anak

hanya untuk menonton televisi, sehingga mengurangi aktivitas yang

lain seperti bermain dengan sesamanya, membantu kedua orang tua,

mengerjakan tugas belajar dan tugas rumah.

4) Mengurangi minat belajar

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4833/3/T1_132008606_BAB II.pdf · tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock,

5) Budaya dan agama

Dapat mengurangi identitas nasional dan kekaguman yang

berlebihan kepada budaya barat. Segala sesuatu yang menjadi jati

diri bangsa menjadi berkurang, namun jika timbul kekaguman apa

saja yang tampil di layar televisi, hal-hal yang buruk maka perlu

mencegahnya.

2.3Kebiasaan Anak untuk Menonton Acara Televisi

2.3.1 Pengertian Kebiasaan

Kebiasaan menurut kamus besar Bahasa Indonesia berasal dari

kata biasayang artinya lazim, umum, dan sering, sedangkan kebiasaan

adalah sesuatu yang sudah biasa dilakukan. Kebiasaan berdasarkan hasil

penelitian oleh Dr. Leonard Eron dan Dr. Rowell Huesmann dari

University of Michigan (2004) adalah sesuatu yang sering dilakukan,

sedangkan kebiasaan menonton acara televisi dapat dikatakan sebagai

tingkat keseringan dalam menonton TV, frekuensi, dan lamanya dalam

menonton.

Menurut Lickona (1991) kebiasaan habit dapat diartikan sebagai

latihan yang dilakukan secara terus menerus sehingga menjadi karakter.

Karakter ini yang akan menjadi suatu budaya dalam kehidupan sehari-

hari. Hasil penelitian George Boggs (dalam Jefferson Center, 1997)

mengatakan bahwa perilaku yang dilakukan secara terus menerus dan

akan membentuk budaya tertentu maka dapat dikatakan sebagai budaya.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4833/3/T1_132008606_BAB II.pdf · tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock,

Kebiasaan menonton setiap individu akan berbeda-beda

bergantung dari karakteristik anak. Psikolog Evi Elvianti (2004)

mengatakan bahwa tingkat frekuensi dan lamanya menonton bergantung

pada umur dan kondisi keluarga. Aktivitas sehari-hari anak sangat

mempengaruhi pembentukan karakter kehidupannya.

Perilaku seseorang yang dilakukan secara intensif akan

melahirkan sebuah kebiasaan. Kebiasaan tersebut akan menjadikan

budaya yang berkembang pada individu-individu dan menjadi budaya

masyarakat. Ade Armando (2004) mengatakan bahwa kebiasaan

menonton televisi pada anak bergantung pada peran orang tua dalam

mendidik anak. Kebiasaan menonton akan berpengaruh pada

pendewasaan anak. Lamanya waktu menonton TV akan menjadikan

perilaku rutin yang terbiasa.

Kebiasaan itu sendiri terjadi karena adanya paradigma. Pengertian

tentang paradigma adalah sudut pandang atau kerangka yang terbentuk

oleh pengalaman hidup. Terdapat tujuh kebiasaan yang harus dimiliki

oleh seseorang, yaitu:

1) Jadilah Proaktif (be proactive)

2) Merujuk pada tujuan akhir (Begin with the end in mind)

3) Dahulukan yang Utama (Put first thing first)

4) Berpikir menang-menang (Think win-win)

5) Berusaha mengerti terlebih dahulu baru dimengerti (Seek first to

understand then to be understood)

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4833/3/T1_132008606_BAB II.pdf · tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock,

6) Wujudkan Sinergi (Synergize)

7) Kebiasaan untuk pengembangan diri

Bentuk ketujuh aspek diatas maka akan terlihat bahwa kebiasaan

seseorang akan perilaku seseorang yang dapat dilihat dari keaktifan,

pikirannya, usahanya, dan pengembangan dirinya.

Dari beberapa pengertian tersebut, penuulis menarik kesimpulan

tentang kebiasaan menonton televisi sebagai tingkat keseringan dalam

menonton televisi, frekuensi, dan lamanya dalam menonton.

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Menonton Acara Informasi

Berdasarkan penelitian Guntoro (2003) kebiasaan menonton acara TV

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya umur, jenis kelamin, gaya

menonton, frekuensi, dan lamanya menonton. Perbedaan umur akan

mempengaruhi kebiasaan menonton. Piaget mengemukakan tentang fase

perkembangan kognitif, yaitu:

1) Fase sensorik (umur 0-2 tahun)

Pada umur ini dapat dikatakan bahwa anak terikat pada pengalaman

langsung. Interaksi antara panca indera dan lingkungan.

2) Fase intuituf atau praoperasional (umur 2-7 tahun)

Pada umur ini anak sudah tidak lagi terikat oleh lingkungan, ia mulai

mengembangkan berbagai tanggapan mental yang terbentuk dalam

fase sebelumnya. Fase ini kemampuan menyimpan tanggapan

bertambah besar.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4833/3/T1_132008606_BAB II.pdf · tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock,

3) Fase operasi konkret (umur 7-11 tahun)

Fase ini menggambarkan bahwa anak sedang mengalami

perkembangan struktur mental. Pada pengajaran maka perkembangan

kongnitif siswa harus dicapai dengan hal yang konkret. Pengajar dapat

mengembangkan aktivitas siswa seperti menghitung,

mengelompokkan, membentuk, dan lainnya.

4) Fase operasi formal (umur 11-16 tahun)

Fase ini merupakan pengembangan pola-pola berfikir formal. Anak

pada umur ini sudah dapat menangkap arti simbolsis, arti kiasan,

kesamaan, dan perbedaan, anak sudah mampu menganalisis sesuatu

yang terjadi.

Menurut JB. Wahyudi (1983) faktor yang mempengaruhi kebiasaan

anak menonton acara informasi dibagi menjadi tigamacam yaitu:

1) Rasa ingin tahu

2) Pengaruh lingkungan

3) Motif atau dorongan tugas

Ishadi (1981) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang

menyebabkan anak terbiasa menonton acara TV, yaitu:

1) Kebutuhan akan informasi

2) Budaya keluarga

3) Kejadian atau peristiwa

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4833/3/T1_132008606_BAB II.pdf · tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock,

1.4 Hubungan antara Kebiasaan Menonton Televisi dengan Prokrastinasi

Interaksi sosial menurut Bonner (dalam Asri Budiningsih, 2004)

yaitu hubungan antara dua atau lebih manusia, dimana perilaku individu yang

satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki perilaku individu yang lain,

atau sebaliknya. Interaksi ini dalam bentuknya yang sederhana merupakan

proses yang kompleks, karena didasari oleh beberapa faktor, baik secara

sendiri-sendiri maupun gabungan. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah

faktor imitasi, intuisi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Pada umumnya

seseorang berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannnya, baik

lingkungan fisik, psikis maupun rohaniah.Menyesuaikan diri berarti

mengubah diri sesuai situasi lingkungan (autoplas), tetapi juga mengubah diri

sesuai dengan keadaan (Keinginan) dirinya (aloplastis).Dalam situasi sosial

yaitu situasi-situasi dimana terdapat saling hubungan diantara manusia satu

dengan yang lainya, terdapat tata hubungan tingkah laku dan sikap diantara

anggota-anggotanya.

Menurut Effendy (1986:), Pengaruh TV tidak lepas dari pengaruh

terhadap aspek-aspek kehidupan pada umumnya. Bahwa TV menimbulkan

pengaruh terhadap kehidupan masyarakat Indonesia, sudah banyak

mengetahui dan merasakannya, baik pengaruh positif ataupun

negatifnya.Acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan

persepsi, dan perasaan para penonton.Sehingga mengakibatkan penonton

terharu, terpesona, atau latah.Sebab salah satu pengaruh psikologis televisi

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4833/3/T1_132008606_BAB II.pdf · tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock,

seakan-akan menghipnotis penonton sehingga mereka seolah-olah hanyut

dalam keterlibatan kisah atau peristiwa yang disajikan televisi.

Banyak siswa Sekolah Dasar yang menunda-nunda untuk

mengerjakan tugas dari guru atau menunda belajar saat menghadapi

ulangan, siswa menunda dengan melakukan aktivitas lain yang tidak

mendukung kegiatan pembelajaran. Menurut Ferarri dan Lay (Ferrari,1995)

siswa memiliki keinginan untuk melakukan suatu aktivitas akademik sesuai

dengan harapan dan batas waktu yang telah ditentukan, tetapi pada akhirnya

kehilangan semangat untuk melakukannya sehingga siswa tersebut menunda

pekerjaan sehingga disebut prokrastinasi akademis. Seseorang yang

melakukan penundaan tersebut disebut prokrastinator.

Seorang prokrastinator sebenarnya sadar bahwa dirinya

menghadapi tugas-tugas yang penting, akan tetapi dengan sengaja

menunda-nunda hingga muncul perasaan tidak nyaman dan cemas. Jika

seorang prokrastinator lebih memilih memonton acara TV maka secara

tidak langsung akan membuat kegiatan dan tugas-tugas sekolah terbengkalai.

2.5 Kerangka Berpikir

TV dengan berbagai acara yang ditayangkannya telah mampu

menarik minat pemirsanya, dan membuat pemirsanya ‘ketagihan’ untuk

selalu menyaksikan acara-acara yang ditayangkan.Bahkan bagi anak-anak

sekalipun sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aktiviatas

kesehariannya.Anak-anak bisa menghabiskan waktunya berjam-jam hanya

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4833/3/T1_132008606_BAB II.pdf · tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock,

untuk menonton TV kesayangannya.Dengan demikian, anak perlu dilibatkan

dalam aktivitas kelompok, tetapi yang terpenting tetap perlu mengembangkan

harapan melakukan mana yang baik dan mana yang buruk.

Menurut Piaget, antara usia lima dan dua belas tahun konsep anak

mengenai keadilan sudah berubah. Pengertian yang kaku dan keras tentang

benar dan salah, yang dipelajari dari orang tua, menjadi berubah dan anak

mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus di sekitar pelanggaran

moral. Dengan kebiasaan menonton acara TV, maka anak akan menunda

tugas yang diperoleh atau bahkan melupakannya.

Dari hasil wawancara secara lisan dengan siswa, diperoleh hasil

bahwa sebagian besar siswa meluangkan sebagian waktunya di rumah untuk

menonton TV sebagai contoh ada yang menjawab sekitar 4 jam sehari untuk

menonton TV, ada yang kurang dari 4 jam bahkan ada juga yang lebih.

Sebagian siswa bahkan ada yang lupa kalau mempunyai pekerjaan rumah dari

sekolah, ada yang lupa menata jadwal pelajaran bahkan ada siswa yang

menunda – nunda tugas hingga lupa mengerjakannya.

Hasil penelitan Kurniawati Dyah (2007) dengan judul hubungan

kebiasaan menonton televise dengan prokastinasi dengan sempel 90

orang.menonton acara televisi seperti ultramen,spongbob banyak

mengundang dampak negative dari pada positif,dengan nilai koofisien

kolerasi 0,758, Kesimpulannya ada hubungan yang signifikan antara

menonton televise dengan prokastinasi.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4833/3/T1_132008606_BAB II.pdf · tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (Haycock,

Penelitian Anisa Wati (fakultas psikologi universitas sultan agung

semarang) dengan subjek siswa yang sering menonton televise di SMP 6

Semarang menunjukan bahwa ada hubungan positif antara menonoton

televise dengan prokastinasi koefisien determinan (R2) sebesar 0,525 yang

menunjukan bahwa 2,5% dari prokastinasi pada siswa yang sering mnenonton

televisi,sedangkan 47,5 % lainya dipengaruhi variable lain.

2.6 Hipotesis

Hipotesis dalam statistic merupakan dugaan keadaan populasi

dengan menggunakan data sampel (Sugiyono, 2007).Dalam penelitian ini

hipotesis yang digunakan adalah hipotesis hubungan (asosiatif).Hipotesis

hubungan asosiatif adalah suatu pernyataan yang menunjukkan dugaan

tentang hubungan antara dua variabel atau lebih.

Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif signifikan

antara kebiasaan menonton TVdengan Prokrastinasi,semakin tinggi

kebiasaan menonton TV maka semakin tinggi Prokrastinasi siswa kelas 5 SD

Negeri Mangusari 04 Kota Salatiga semester II Tahun ajaran 2012 / 2013.