latar belakang. cp
TRANSCRIPT
Latar Belakang
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada sel-sel
otak dalam kurun waktu perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan
saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan
otak yang belum selesai pertumbuhannya. Yang pertama kali memperkenalkan penyakit
ini adalah William John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral
diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah
yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmud Freud
menyebutnya dengan istilah infantile Cerebra)Paralysis.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi insidensi penyakit ini yaitu:
populasi yang diambil, cara diagnosis dan ketelitiannya. Misalnya insidensi cerebral
palsy di Eropa (1950) sebanyak 2,5 per 1000 kelahiran hidup, Gilory memperoleh 5 dan
1000 anak memperlihatkan deficit motorik yang sesuai dengan cerebral palsy, 50 %
kasus termasuk ringan sedangkan 10% termasuk berat. Yang dimaksud ringan ialah
penderita yang dapat mengurus dirinya sendiri, sedangkan yang tergolong berat ialah
penderita yang memerlukan perawatan khusus, 25 % mempunyai intelegensi rata-rata
(normal), sedangkan 30 % kasus menunjukkn IQ di bawah 70, 35 % disertai kejang,
sedangkan 50 % menunjukan gangguan bicara. Laki-laki lebih banyak dari pada wanita
( 1,4 : 1,0).
Penyebab Cerebral palsy dapat dibagi menjadi dalam 3 bagian, yaitu masa
pranatal (saat bayi masih dalam kandungan), perinatal (saat persalinan), dan postnatal
(sesaat setelah persalinan).
Dampak dari cerebral palsi antara lain : kontraktur yaitu sendi tidak dapat
digerakkan atau ditekuk karena otot memendek, skoliosis yaitu tulang belakang
melengkung ke samping disebabkan karena kelumpuhan hemiplegia, dekubitus yaitu
adanya suatu luka yang menjadi borok akibat mengalami kelumpuhan menyeluruh,
sehingga ia harus selalu berbaring di tempat tidur, deformitas (perubahan bentuk) akibat
adanya kontraktur. Penatalaksaan dari serebral palsy adalah dengan cara medik,
fisioterapi, pembedahan, obat-obatan, reedukasi dan rehabilitasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. apa definisi dari cerebral palsy ?
2. apa etiologi dari cerebral palsy ?
3. apa klasifikasi dari cerebral palsy ?
4. bagaimana patofisiologi dari cerebral palsy ?
5. bagaimana WOC dari cerebral palsy ?
6. bagaimana manifestasi klinis dari cerebral palsy ?
7. apa saja penatalaksanaan dari cerebral palsy ?
8. apa saja komplikasi dari cerebral palsy ?
9. bagaimana pemeriksaan diagnostic dari cerebral palsy ?
10. bagaimana pencegahan dari cerebral palsy ?
11. bagaimana prognosis dari cerebral palsy ?
1.3 Tujuan
1. untuk mengetahui definisi dari cerebral palsy
2. untuk mengetahui etiologi dari cerebral palsy
3. untuk mengetahui klasifikasi dari cerebral palsy
4. untuk mengetahui patofisiologi dari cerebral palsy
5. untuk mengetahui WOC dari cerebral palsy
6. untuk mengetahui manifestasi klinis dari cerebral palsy
7. untuk mengetahui penatalaksanaan dari cerebral palsy
8. untuk mengetahui komplikasi dari cerebral palsy
9. untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari cerebral palsy
10. untuk mengetahui pencegahan dari cerebral palsy
11. untuk mengetahui prognosis dari cerebral palsy
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Cerebral palsy adalah ensefalopatistatis yang mungkin di definisikan sebagai
kelainan postur dan gerakan non-progresif, sering disertai dengan epilepsy dan ketidak
normalan bicara, penglihatan, dan kecerdasan akibat dari cacat atau lesi otak yang sedang
berkembang. ( Behrman, 1999)
Palsy Cerebralis adalah suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif,
oleh karna suatu kerusakan/ gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang
sedang tumbuh/belum selesai pertumbuhannya. (Syam, 2006)
Cerebral palsy ialah suatu gangguan nonspesifik yang disebabkan oleh
abnormalitas system motor piramida ( motor kortek, basal ganglia dan otak kecil ) yang
ditandai dengan kerusakan pergerakan dan postur pada serangan awal. ( Suriadi, 2006).
Cerebral palsy adalah kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif,
terjadi pada waktu masih muda ( sejak dilahirkan ) serta merintangi perkembangan otak
normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukkan kelainan
dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologist berupa kelumpuhan spastis,
gangguan ganglia basal dan sebelum juga kelainan mental. ( Ngastiyah, 2000).
Cerebral palsy ialah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun
waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik didalam susunan saraf pusat,
bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang
belum selesai pertumbuhannya. ( Yulianto, 2000).
Cerebral palsy adalah suatu keadaan yang ditandai dengan buruknya
pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan fungsi saraf lainnya. ( Santi
Wijaya, 1999).
2.2 Etiologi
Penyebab Cerebral palsy dapat dibagi menjadi dalam 3 bagian :
1. Pranatal
a. Kelainan perkembangan dalam kandungan, faktor genetik, kelainan kromosom
b. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun
c. Infeksi intrauterin : TORCH dan sifilis
d. Radiasi sewaktu masih dalam kandungan
e. Asfiksia intrauterin (abrubsio plasenta, plasenta previa, anoksia maternal, kelainan
umbilikus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lain – lain).
f. Keracunan kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan, rokok dan alkohol.
g. Induksi konsepsi.
h. Riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati, riwayat melahirkan anak
dengan berat badan < 2000 gram atau lahir dengan kelainan morotik, retardasi mental
atau sensory deficit).
i. Toksemia gravidarum. kumpulan gejala–gejala dalam kehamilan yang merupakan
trias HPE (Hipertensi, Proteinuria dan Edema), yang kadang–kadang bila keadaan lebih
parah diikuti oleh KK (kejang–kejang/konvulsi dan koma). Patogenetik hubungan antara
toksemia pada kehamilan dengan kejadian CP masih belum jelas. Namun, hal ini
mungkin terjadi karena toksemia menyebabkan kerusakan otak pada janin.
j. Disseminated Intravascular Coagulation oleh karena kematian prenatal pada salah
satu bayi kembar
2. Perinatal
a. Anoksia/hipoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak. Keadaan inilah
yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat pada keadaan presentasi
bayi abnormal, disproporsi sefalopelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta,
partus menggunakan bantuan alat tertentu dan lahir dengan seksio sesar.
b. Perdarahan otak
Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya,
misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan
peredaran darah sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid
dan menyebabkan penyumbatan CSS sehingga mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan
di ruangsubdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.
c. Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih banyak
dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, factor
pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
d. Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal
akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas
golongan darah.
e. Kelahiran sungsang
f. Status gizi ibu saat hamil
g. Bayi kembar
h. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan
mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral.
3. Postnatal.
a. Trauma kepala.
b. Meningitis/ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan.
c. Racun : logam berat.
d. Luka Parut pada otak pasca bedah.
Beberapa penelitian menyebutkan factor prenatal dan perinatal lebih berperan
dari pada factor pascanatal. Studi oleh nelson dkk ( 1986 ) menyebutkan bayi dengan
berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemia prenatal, factor penyebab cerebral palsy.
Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat akhir, sedangkan factor
perinatal yaitu segala factor yang menyebabkan Cerebral palsy mulai dari lahir sampai
satu bulan kehidupan. Sedangkan factor pascanatal mulai dari bulan pertama kehidupan
sampai 2 tahun. ( Hagbreg dkk, 1975 ), atau sampai 5 tahun kehidupan (Stanley, 1982 ),
atau sampai 16 tahun (Hod, 1964 )
2.3 Klasifikasi
2.3.1 Berdasarkan Derajat Kemampuan Fungsional
a. Ringan
Penderita masih bisa mengerjakan pekerjaan aktifitas sehari-hari, sehingga sama sekali
tidak atau memerlukan bantuan. Mereka dapat hidup bersama-sama dengan anak normal
lainnya, meskipun cacat tetapi tidak mengganggu kehidupan dan pendidikannya.
b. Sedang
Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bantuan dan pendidikan khusus agar
dapat merawat diri sendiri. Mereka yang membutuhkan treatment/latihan khusus untuk
bicara, berjalan, dan mengurus dirinya sendiri, golongan ini memerlukan alat-lat khusus
untuk membantu gerakannya, seperti brace untuk membantu penyangga kaki,
kruk/tongkat sebagai penopang dalam berjalan. Dengan pertolongan secara khusus, anak-
anak kelompok ini diharapkan dapat mengurus dirinya sendiri, sehingga dapat bergerak,
bergaul dan hidup ditengah masyarakat dengan baik.
c. Berat
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak dapat hidup tanpa
pertolongan orang lain. Anak cerebral palsy golongan ini yang tetap membutuhkan
perawatan dalam ambulasi, bicara, dan menolong dirinya sendiri, mereka tidak dapat
hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat
2.3.2 Berdasarkan Gejala Klinis
a. Tipe Spastis atau Piramidal. Pada tipe ini gejala yang selalu ada adalah
1. Monoplegia / monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota gerak, tapi salah satu anggota
gerak lebih hebat dari yang lainnya.
2. Hemiplegia / hemiparisis. Kelumpahan lengan dan tungkai dipihak yang sama.
3. Diplegia / diparesis. Kelumpuhan keempat anggota gerak, tapi tungkai lebih hebat dari
pada lengan.
4. Tetraplegia / tetraparesis. Kelumpuhan keempat anggota gerak, tapi lengan lebih atau
sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai yang lain
5. Quadriplegia. Spastis yang tidak hanya menyerang ekstremitas atas, tetapi juga
ekstremitas bawah dan juga terjadi keterbatasan (paucity) pada tungkai.
b. Tipe Ataxia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan
menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tampak bila
mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan
kaku. Kerusakan terletak diserebelum.
c. Tipe athetosis atau koreothetosis
Kondisi ini melibatkan sistem ekstrapiramidal. Karakteristik yang ditampakkan adalah
gerakan–gerakan yang involunter dengan ayunan yang melebar. Athetosis terbagi
menjadi :
1. Distonik
Kondisi ini sangat jarang, sehingga penderita yang mengalami distonik dapat mengalami
misdiagnosis. Gerakan distonia tidak seperti kondisi yang ditunjukkan oleh distonia
lainnya. Umumnya menyerang otot kaki dan lengan sebelah proximal. Gerakan yang
dihasilkan lambat dan berulang–ulang, terutama pada leher dan kepala.
2. Diskinetik
Didominasi oleh abnormalitas bentuk atau gerakan–gerakan involunter, tidak terkontrol,
berulang–ulang dan kadangkala melakukan gerakan stereotype.
d. Atonik
Anak-anak penderita CP tipe atonik mengalami hipotonisitas dan kelemahan pada kaki.
Walaupun mengalami hipotonik namun lengan dapat menghasilkan gerakan yang
mendekati kekuatan dan koordinasi normal.
e. Tipe Campuran
Gejala-gejalanya merupakan campuran dari 2 gejala tersebut diatas.
2.4 Patofisiologi
Karena kompleksitas dan kerentanan otak selama masa perkembangannya,
menyebabkan otak sebagai subyek cedera dalam beberapa waktu. Cerebral ischemia yang
terjadi sebelum minggu ke–20 kehamilan dapat menyebabkan defisit migrasi neuronal,
antara minggu ke–24 sampai ke–34 menyebabkan periventricular leucomalacia (PVL)
dan antara minggu ke–34 sampai ke–40 menyebabkan focal atau multifocal cerebral
injury.
Cedera otak akibat vascular insufficiency tergantung pada berbagai faktor saat
terjadinya cedera, antara lain distribusi vaskular ke otak, efisiensi aliran darah ke otak
dan sistem peredaran darah, serta respon biokimia jaringan otak terhadap penurunan
oksigenasi. Kelainan tergantung pada berat ringannya asfiksia yang terjadi pada otak.
Pada keadaan yang berat tampak ensefalomalasia kistik multipel atau iskemik yang
menyeluruh. Pada keadaan yang lebih ringan terjadi patchy necrosis di daerah
paraventrikular substansia alba dan dapat terjadi atrofi yang difus pada substansia grisea
korteks serebri. Kelainan dapat lokal atau menyeluruh tergantung tempat yang terkena.
Stres fisik yang dialami oleh bayi yang mengalami kelahiran premature seperti
imaturitas pada otak dan vaskularisasi cerebral merupakan suatu bukti yang menjelaskan
mengapa prematuritas merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian CP.
Sebelum dilahirkan, distribusi sirkulasi darah janin ke otak dapat menyebabkan tendensi
terjadinya hipoperfusi sampai dengan periventrikular white matter. Hipoperfusi dapat
menyebabkan haemorrhage pada matrik germinal atau PVL, yang berhubungan dengan
kejadian diplegia spastik.
Pada saat dimana sirkulasi darah ke otak telah menyerupai sirkulasi otak dewasa,
hipoperfusi kebanyakan merusak area batas air korteks (zona akhir dari arteri cerebral
mayor), yang selanjutnya menyebabkan fenotip spastik quadriplegia. Ganglia basal juga
dapat terpengaruh dengan keadaan ini, yang selanjutnya menyebabkan terjadinya
ekstrapiramidal (seperti koreoathetoid atau distonik). Kerusakan vaskular yang terjadi
pada saat perawatan seringkali terjadi dalam distribusi arteri cerebral bagian tengah, yang
menyebabkan terjadinya fenotip spastik hemiplegia.
Tidak ada hal–hal yang mengatur dimana kerusakan vaskular akan terjadi, dan
kerusakan ini dapat terjadi lebih dari satu tahap dalam perkembangan otak janin.
Autoregulasi peredaran darah cerebral pada neonatal sangat sensitif terhadap asfiksia
perinatal, yang dapat menyebabkan vasoparalysis dan cerebral hyperemia. Terjadinya
kerusakan yang meluas diduga berhubungan dengan vaskular regional dan faktor
metabolik, serta distribusi regional dari rangsangan pembentukkan synaps.
Pada waktu antara minggu ke-26 sampai dengan minggu ke-34 masa kehamilan,
area periventricular white matter yang dekat dengan lateral ventricles sangat rentan
terhadap cedera. Apabila area ini membawa fiber yang bertanggungjawab terhadap
kontrol motorik dan tonus otot pada kaki, cedera dapat menyebabkan spastik diplegia
(yaitu spastisitas utama dan kelemahan pada kaki, dengan atau tanpa keterlibatan lengan
dengan derajat agak ringan). Saat lesi yang lebih besar menyebar sebelum area fiber
berkurang dari korteks motorik, hal ini dapat melibatkan centrum semiovale dan corona
radiata, yang dapat menyebabkan spastisitas pada ekstremitas atas dan ekstremitas
bawah.
2.6 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis cerebral plasy tergantung dari bagian dan luas jaringan otak
yang mengalami kerusakan :
1. Spastisitas
a. Monoplegia / monoparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang
lainnya.
b. Hemiplegia / hemiparisis
Kelumpahan lengan dan tungkai dipihak yang sama.
c. Diplegia / diparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tapi tungkai lebih hebat dari pada lengan.
d. Tetraplegia / tetraparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan
dengan tungkai yang lain
2. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan berbaring
seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor neuron.
Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi.
Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi bila
dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi spastis, Refleks otot yang
normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas ialah refelek neonatal dan tonic
neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh
afiksia perinatal atau ikterus.
3. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan
sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid, tetapa sesudah
itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya
perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak
diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus.
4. Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan
menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tamapak
bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung
dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum.
5. Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen
terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada
golongan koreo-atetosis.
6. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi
dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut
sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.
7. Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada
keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.
Gejala biasanya timbul sebelum anak berumur 2 tahun dan pada kasus yang
berat, bisa muncul pada saat anak berumur 3 bulan.
Gejalanya bervariasi, mulai dari kejanggalan yang tidak tampak nyata sampai
kekakuan yang berat, yang menyebabkan bentuk lengan dan tungkai sehingga anak harus
memakai kursi roda.
2.7 Penatalaksanaan
1. Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerjasama yang
baik dan merupakan suatu team antara dokter anak,neurolog, psikiater, dokter mata,
dokter THT, ahli ortopedi, psikologi, fisioterapi, occupational therapist, pekerja sosial,
guru sekolah luar biasa, dan orang tua penderita.
2. Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orangtua turut membantu program
latihan di rumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita pada
waktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal
disuatu pusat latihan. Fisioterapi ini dilakuakan sepanjang penderita hidup.
3. Pembedahan
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan
pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan
stereotaktik dianjurkan pada penderita dengan pergerekan koreoatetosis yang berlebihan.
4. Obat-obatan
Pasien sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin banyak
gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Bila di
negara maju ada tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk menempung
pasien ini.
5. Reedukasi dan rehabilitasi.
Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP perlu
mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu
dibuat oleh masing-masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan
kepada orang tua/famili penderita, sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya
mendapat perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan perawatan tadi di lingkungan
hidupnya sendiri. Fisioterapi bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang
diperlukan untuk memperoleh keterampilan secara independent untuk aktivitas sehari-
hari. Fisioterapi ini harus segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur
perlu diperhatikan posisi penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat
dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisioterapi dilakukan
sepanjang hidup penderita. Selain fisioterapi, penderita CP perlu dididik sesuai dengan
tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-
sama dengan anak yang normal. Di Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech therapy
dan occupational therapy yang disesuaikan dengan keadaan penderita. Mereka sebaiknya
diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan kendaraan bersanrm-sama
sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana normal. Orang tua janganlah
melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja sosial dapat membantu di rumah
dengan melihat seperlunya.
6. Tindakan keperawatan
Mengobservasi dengan cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko ( baca status bayi
secara cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya . jika dijumpai adanya kejang
atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter agar dapat
dilakukan penanganan semestinya.Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi
gangguan pada otak walaupun selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar
dipesankan kepad orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak normal supaya segera
dibawa konsultasi ke dokter.
2.8 Komplikasi
Ada anak cerebral palsy yang menderita komplikasi seperti :
1. Kontraktur yaitu sendi tidak dapat digerakkan atau ditekuk karena otot memendek.
2. Skoliosis yaitu tulang belakang melengkung ke samping disebabkan karena kelumpuhan
hemiplegia.
3. Dekubitus yaitu adanya suatu luka yang menjadi borok akibat mengalami kelumpuhan
menyeluruh, sehingga ia harus selalu berbaring di tempat tidur.
4. Deformitas (perubahan bentuk) akibat adanya kontraktur.
5. Gangguan mental. Anak CP tidak semua tergangu kecerdasannya, mereka ada yang
memiliki kadar kecerdasan pada taraf rata-rata, bahkan ada yang berada di atas rata-rata.
Komplikasi mental dapat terjadi apabila yang bersangkutan diperlakukan secara tidak
wajar
2.9 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis sebral palsi di
tegakkan.
2. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu
proses degeneratif. Pada serebral palsi. CSS normal.
3. Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik
yang disertai kejang maupun yang tidak.
4. Foto rontgen kepala.
5. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
6. Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebablain dari reterdasi mental.
2.10 Pencegahan
Sebagian besar kasus cerebral palsy tidak dapat dicegah, dikarenakan akar
penyebab cerebral palsy bergantung pada waktu kejadiannya. Namun, para peneliti telah
mengidentifikasi bahwa faktor risiko cerebral palsy umumnya terjadi pada masa prenatal,
persalinan, dan saat anak masih bayi. Faktor risiko ini secara signifikan dapat
menyebabkan seorang anak memiliki kemungkinan lebih besar akan mengalami cerebral
palsy di kemudian hari. Kelahiran prematur merupakan faktor risiko terkuat. Sedangkan
yang lainnya adalah keadaan selama proses kehamilan, persalinan, serta kejadian pada
awal masa kanak-kanak.
Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa tips untuk mencegah terjadinya
cerebral palsy :
1. Cegah bayi Anda dari berat badan lahir rendah atau lahir prematur dengan mengikuti
pola hidup sehat selama kehamilan, termasuk gizi yang baik, istirahat, dan olahraga yang
cukup. Selain itu, hindari alkohol, rokok, dan penggunaan narkoba. Hal ini dikarenakan
apabila bayi Anda lahir dengan berat badan rendah, kemungkinan bayi Anda menderita
cerebral palsy akan meningkat.
2. Buat jadwal kunjungan dengan dokter ob-gyn (dokter kandungan) di awal kehamilan
yang berfokus pada apa yang dapat Anda lakukan untuk mengurangi risiko kemungkinan
melahirkan secara prematur. Hal ini dikarenakan hampir setengah dari semua anak yang
menderita cerebral palsy lahir dengan prematur.
3. Ambil tindakan pencegahan apapun yang diperlukan untuk memastikan bahwa Anda
tidak termasuk ke dalam kelompok dengan faktor risiko melahirkan prematur seperti
terpapar karbon monoksida, radang, atau infeksi lainnya. Anda juga harus menghindari
bekerja sambil berdiri selama berjam-jam, penyakit menular seksual, dan kekerasan
dalam rumah tangga. Dokter kandungan mungkin akan merekomendasikan istirahat total
di tempat tidur atau intervensi lainnya jika faktor risiko tersebut telah ada.
4. Tanyakan pada dokter kandungan tentang kemungkinan pengobatan menggunakan
progesteron, yoghurt, pemakaian Clindamycin untuk perawatan pH vagina tinggi, atau
mengonsumsi suplemen minyak ikan. Masing-masing pendekatan ini telah terbukti cukup
efektif dalam mengurangi faktor risiko kelahiran prematur dan jangan lupa ketika hamil
mengkonsumsi sari kurma.
5. Konsultasikan dengan dokter kandungan mengenai apakah Anda harus mendapat
pengobatan untuk mengurangi faktor-faktor yang memperkuat faktor risiko kelahiran
prematur seperti tekanan darah tinggi, infeksi saluran kencing, kecemasan, atau diabetes.
6. Hindari infeksi yang dapat mengakibatkan pelepasan cytokinin beracun ke otak janin
selama kehamilan. Infeksi pada ibu hamil memiliki risiko tiga kali lebih besar
kemungkinannya menyebabkan anak berkembang menjadi cerebral palsy.
2.11 Prognosis
Prognosis tergantung pada gejala dan tipe serebral palsi. Prognosis paling baik
pada derajat fungsional yang ringan. Prognosis bertambah berat apabila disertai dengan
retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan pengkiahatan dan pendengaran, infeksi
plasenta, plasenta previa, presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalopelvik
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Biodata
a. Laki-laki lebih banyak dari pada wanita.
b. Sering terjadi pada anak pertama è kesulitan pada waktu melahirkan.
c. Kejadin lebih tinggi pada bayi BBLR dan kembar.
d. Umur ibu lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara.
2. Riwayat kesehatan.
Riwayat kesehaataan yang berhubungan dengan factor prenatal, natal dan post natal serta
keadaan sekitar kelaahiran yang mempredisposisikan anoksia janin.
3. Keluhan dan manifestasi klinik
Observasi adanya manivestasi cerebral palsy, khususnya yang berhubungan dengan
pencapaian perkembangan :
a. Perlambatan perkembangan motorik kasar
Manifestasi umum, pelambatan pada semua pencapaian motorik, meningkat sejalan
dengan pertumbuhan.
b. Tampilan motorik abnormal
Merangkak asimetris abnormal, berdiri atau berjinjit, gerakan involunter atau tidak
terkoordinasi, menghisap buruk, kesulitan makan, sariawan lidah menetap.
c. Perubahan tonus otot
Peningkatan atau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur opistotonik (lengkung
punggung berlebihan), merasa kaku dalam memegang atau berpakaian, kesulitan dalam
menggunakan popok, kaku atau tidak menekuk pada pinggul dan sendi lutut bila ditarik
ke posisi duduk (tanda awal).
d. Posture abnormal
Mempertahankan agar pinggul lebih tinggi dari tubuh pada posisi telungkup,
menyilangkan ataau mengekstensikan kaki dengan telapak kaki plantar fleksi pada posisi
telentang, postur tidur dan istirahat infantile menetap, lengan abduksi pada bahu, siku
fleksi, tangan mengepal.
e. Abnormalitas refleks
Refleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik ada pada usia berapa pun, tidak
menetap diatas usia 6 bulan), Refleks Moro, plantar, dan menggenggam menetap atau
hiperaktif, Hiperefleksia, klonus pergelangan kaki dan reflek meregang muncul pada
banyak kelompok otot pada gerakan pasif cepat.
f. Kelainan penyerta (bias ada, bisa juga tidak).
Pembelajaran dan penalaran subnormal (retardasi mental pada kira-kira dua pertiga
individu). Kerusakan perilaku dan hubungan interpersonal.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas berhubungan dengan kelumpuhan
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengaan kerusakaan kemampuan untuk
mengucap kata-kata yang berhubungan dengan keterlibatan otot-otot fasial sekunder
adanya rigiditas.
3. Resiko terhadap perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut.
4. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan ketidak mampuan mengontrol gerakan
sekunder terhadap spastisitas.
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas.
3.3 Intervensi
Gangguan mobilitas berhubungan dengan kelumpuhan
Tujuan :
meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang
mungkin
meningkatkan kekuatan/ fungsi yang sakit
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan
oleh cedera/ pengobatan dan perhatikan
persepsi pasien terhadap imobilisasi
a. Pasien mungkin dibatasi oleh
pandangan diri/persepsi diri tentang
keterbatasan fisik aktual, memerlukan
informasi/ intervensi untuk
b. Intruksikan pasien untuk/bantu dalam
rentang gerak pasien/ aktif pada
ekstrimitas yang sakit dan yang tak
sakit.
c. Dorong penggunaan latihan isometrik
mulai dengan tungkai yang tak sakit
d. Ubah posisi secara periodik dan dorong
untuk latihan batuk /napas dalam.
meningkatkan kemajuan kesehatan.
b. Meningkatkan aliran darah ke otot dan
tulang untuk meningkatkan tonus otot,
mempertahankan gerak sendi mencegah
kontraktur/atrofi dan resorpsi kalsium
karena tidak digunakan
c. Kontraksi otot isometrik tanpa
menekuk sendi atau menggerakkan
tungkai dan membantu
mempertahankan kekuatan dan masa
otot. Catatan: latihan ini dikontraksikan
pada peredaran akut/edema
d. Mencegah/menurunkan insiden
komplikasi kulit/ pernapasan
( dekubitus, atelektasis, pneumonia)
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengaan kerusakaan kemampuan
untuk mengucap kata-kata yang berhubungan dengan keterlibatan otot-otot fasial
sekunder adanya rigiditas.
Tujuan :
- Klien melakukaan proses komunikasi.
INTERVENSI RASIONAL
a. Beri tahu ahli terapi bicara dengan
lebih dini
b. Bicara pada anak dengan perlahan
a. sebelum anak mempelajari kebiasaan
komunikasi yang buruk
b. memberikan waktu padaa anak untuk
memahami pembicaraan
c. Gunakan artikel dan gambar
d. Gunakan teknik makan
c. menguatkan bicara adaan mendorong
pemahaman
d. membantu memudahkan bicara seperti
menggunakan bibir, gigi dan berbagai
gerakan lidah.
Resiko terhadap perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut
Tujuan :
Anak berpartisipasi dalam aktivitas makan sesuai kemampuannya
Anak mengkonsumsi nutrisi jumlah yang cukup
INTERVENSI RASIONAL
a. Baringkan pasien dengan kepala
tempat tidur 30-45 derajat, posisi duduk
dan menegakkan leher
b. Berikan makanan semipadat dan cairan
melalui sedotan untuk anak yang
berbaring pada posisi telungkup
c. Berikan makanan daan kudapaan tinggi
kalori dan tinggi protein
d. Beri makanan yang disukai anak
e. Perkaya makanan dengan suplemen
nutrisi mis.susu bubuk atau suplemen
yang lain
f. Pantau berat badan dan pertumbuhan
a. posisi ideal saat makan sehingga
menurunkan resiko tersedak
b. mencegah aspirasi dan membuat
makan/minum menjadi lebih mudah
c. memenuhi kebutuhan tubuh untuk
metabolisme dan pertumbuhan
d. mendorong anak agar mau makan
e. memaksimalkan kualitas asupan
makanan
f. intervensi pemberian nutrisi tambahan
dapat diimpementasikan bila
pertumbuhan mulai melambat dan berat
badan menurun
Resiko terhadap cedera berhubungan dengan ketidak mampuan mengontrol
gerakan sekunder terhadap spastisitas.
Tujuan :
Klien tidak mengalami cedera fisik
INTERVENSI RASIONAL
a. Beri bantalan pada perabot
b. Pasang pagar tempat tidur
c. Kuatkan perabot yang tidak licin
d. Hindari lantai yang disemir dan
permadani yang berantakan.
e. Pilih mainan yang sesuai dengan usia
dan keterbatasan fisik.
f. Dorong istirahat yang cukup.
g. Implementasikan tindakan keamanan
yang tepat untuk mencegah cedera
termal.
h. Berikan helm pelindung pada anak
yang cenderung jatuh dan dorong untuk
menggunakannya.
i. Berikan obat anti epilepsi sesuai
ketentuan.
a. untuk perlindungan
b. untuk mencegah jatuh
c. untuk mencegah jatuh.
d. untuk mencegah jatuh.
e. untuk mencegah cedera.
f. karena keletihan dapat meningkatkan
resiko cedera.
g. terdapat kehilangan sensasi pada area
yang sakit.
h. mencegah cedera kepala.
i. mencegah kejang.
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas
Tujuan :
Klien mempertahankan integritas kulit.
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji kulit setiap 2 jam dan prn terhadap a. pengkajian yang tepat dan lebih dini
akan cepat pula penanganan terbaik
area tertekan, kemerahan dan pucat.
b. Tempatkan anak pada permukaan yang
mengurangi tekanan
c. Ubah posisi dengan sering, kecuali jika
dikontraindikasikan
pada masalah yang terjadi pada klien
b. mencegaah kerusakan jaringan dan
nekrosis karena tekanan
c. mencegah edema dependen dan
merangsang sirkulasi
3.4 Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat
waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan
mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta
mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan
diprioritaskan pada upaya untuk membantu mobilitas pasien, pasien dapat
berkomunikasi, nutrisi pasien tidak mengalami perubahan, tidak terjadi kerusakan
integritas kulit dan pasien tidak mengalami cidera.
3.5 Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap
perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan
keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang
diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, intervensi keperawatan/hasil pasien
yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah
ditetapkan yaitu : anak melakukan proses komunikasi, anak mengkonsumsi nutrisi jumlah
yang cukup, tidak adanya gejala dekubitus dan pasien tidak mengalami cedera fisik.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada sel-sel otak
dalam kurun waktu perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf
pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak
yang belum selesai pertumbuhannya.
Penyebab Cerebral palsy dapat dibagi menjadi dalam 3 bagian, yaitu pranatal,
perinatal, dan postnatal yang dimana manifestasi serebral palsy tergantung dari bagian
dan luas jaringan otak yang mengalami kerusakan.
Penatalaksanaan dari serebral palsi ialah medik, fisioterapi, obat-obatan,
pembedahan, reedukasi dan rehabilitasi
4.2 Saran
Serebral palsy tidak dapat disembuhkan, terapi dalam perkembangannya, hingga
saat ini tujuan terapi pada serebral palsy adalah mengusahakan penderita dapat hidup
mendekati kehidupan normal dengan mengelola problem neurologis yang ada seoptimal
mungkin. Klinisi diharapkan dapat bekerja sama dalam tim, untuk mengidentifikasi
kebutuhan khusus masing-masing anak dan kelainan-kelainan yang ada dan kemudian
menentukan terapi individual yang cocok untuk setiap penderita.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Jason. 2010. Cerebral Palsi. http://jason-adam.blogspot.com/p/cerebral-palsy.html diakses
tanggal 29 November 2011 pukul 7 : 26 pm)
Akatsuki. 2011. Askep Klien dengan Cerebral Palsi.
http://akatsuki-ners.blogspot.com/2011/02/askep-klien-dengan-cerebral-palsy.html
diakses tanggal 29 November 2011 pukul 7 : 21 pm)
Indahnya bersabar. 2011. Pencegahan Cerebral Palsi.
http://indahnyabersabar.wordpress.com/2011/03/27/pencegahan-cerebral-palsy/ diakses
tanggal 29 November 2011 pukul 07 : 22 pm)
Short, John Rendle, O. P. Gray, j. A. Dodge. 1994. Ikhtisar Penyakit Anak Edisi keenam Jilid Dua.
Jakarta : Binarupa Aksara
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC
Suradi. 2001. Buku Pegangan Praktik Klinik Asuhan Keperawatan kepada Anak edisi I. Jakarta :
Sagung Seto