bab i mata keratitis

16
BAB I RINGKASAN AWAL Anak laki-laki berusia 9 tahun, datang dengan keluhan penglihatan mata kanan pasien kabur dan terasa ada pasir sejak 1 minggu yang lalu. Mata terasa nyeri, silau jika melihat cahaya, merah serta berair. Pasien mengeluh gejala tersebut selalu timbul ketika sore dan malam hari. Riwayat mata merah, terdapat kotoran pada mata dan demam disangkal oleh pasien. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD = 6/7, VOS = 6/6, pemeriksaan mata sebelah kanan ditemukan injeksi silier pada perikorneal, pemeriksaan segmen anterior ditemukan COA agak keruh dan pemeriksaan dengan pemulasan flurescen kemudian dilihat dengan slit lamp hasilnya ditemukan bintik-bintik berwarna hijau dipermukaan tengah kornea. Pasien dicurigai menderita Keratitis Punctata Superfisialis.

Upload: tiaratresnantia

Post on 20-Dec-2015

16 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

mata keratitis

TRANSCRIPT

BAB I

RINGKASAN AWAL

Anak laki-laki berusia 9 tahun, datang dengan keluhan penglihatan mata

kanan pasien kabur dan terasa ada pasir sejak 1 minggu yang lalu. Mata terasa nyeri,

silau jika melihat cahaya, merah serta berair. Pasien mengeluh gejala tersebut selalu

timbul ketika sore dan malam hari. Riwayat mata merah, terdapat kotoran pada mata

dan demam disangkal oleh pasien. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD = 6/7,

VOS = 6/6, pemeriksaan mata sebelah kanan ditemukan injeksi silier pada

perikorneal, pemeriksaan segmen anterior ditemukan COA agak keruh dan

pemeriksaan dengan pemulasan flurescen kemudian dilihat dengan slit lamp hasilnya

ditemukan bintik-bintik berwarna hijau dipermukaan tengah kornea. Pasien dicurigai

menderita Keratitis Punctata Superfisialis.

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien

Umur

Jenis Kelamin

Agama/suku

Pendidikan

Pekerjaan

Alamat

Tanggal pemeriksaan

:” H”

: 9 tahun

: Laki-laki

: Islam/sasak

: SD

: -

: Dasan Cermen, Mataram

: 10 Desember 2008

II. ANAMNESIS

Keluhan utama:

Pasien mengeluh mata kanan kabur dan seperti ada pasir.

Perjalanan penyakit:

Pasien datang ke poli mata RSU Mataram dengan keluhan kabur dan terasa

seperti ada pasir di mata bagian kanan sejak 1 minggu yang lalu. Mata kanan terasa

nyeri dan memerah ketika malam harinya. Apabila melihat cahaya, penglihatan

pasien silau. Pasien juga mengeluh mata kanannya sering berair namun tidak

terdapat kotoran pada mata. Riwayat demam serta pusing disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

Riwayat Pengobatan :

Pasien tidak pernah melakukan pengobatan pada mata sebelumnya.

III. PEMERIKSAAN FISIK :

Tanggal pemeriksaan : 10 Desember 2008

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Status lokalis :

No. Pemeriksaan Mata Kanan Mata Kiri

1. Visus 6/7 6/6

2. Pinhole Maju 6/6 6/6

2. Lapang pandang normal normal

3. Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

4. Palpebra

superior

Edema - -

Hiperemi - -

Papil - -

Entropion - -

Silia Normal Normal

Pseudoptosis - -

Sikatrik - -

5. Palpebra

Inferior

Silia Normal Normal

Trikiasis - -

Hiperemi - -

Edema - -

6. Konjungtiva

bulbi

Injeksi

konjungtiva

(-) -

Injeksi siliar (+) -

7. Kornea Keruh

Permukaan cembung

Infiltrate (-)

Jernih

Permukaan cembung

Infiltrate (-)

8. Bilik mata depan Dalam

Hifema (-)

Hipopion (-)

Dalam

Hifema (-)

Hipopion (-)

9. Iris Warna coklat Warna coklat

Iridodenesis (-)

Iridodialisis (-)

Sinekia (-)

Iridodenesis (-)

Iridodialisis (-)

Sinekia (-)

10. Pupil Bentuk Regular Reguler

Diameter - -

refleks (+) (+)

11. Lensa Jernih Jernih

12. TIO (palpasi) Normal Normal

13. Slit lamp dengan flurescein Flurescein (+)

Bintik-bintik hijau di

tengah kornea

-

14. Funduskopi Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi

Gambar :

OD OS

IV. DIAGNOSIS

Keratitis Punctata Superfisisalis Okuli Dextra

V. DIAGNOSIS BANDING

Keratitis Subepithelial

VI. PENATALAKSANAAN

Terapi : Pemberian antibiotic (Xitrol), air mata buatan, dan sikloplegik (Tropin).

KIE : menggunakan pelindung mata (kaca mata hitam) untuk melindungi dari

exposure dari luar seperti debu dan sinar ultraviolet.

BAB III

Bintik-bintik hijau

Flurescein (+)

Injeksi silier

TINJAUAN PUSTAKA

KORNEA

1. Fisiologi

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas

cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform,

avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi relative jaringan

kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi

sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme

dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera

pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya

sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal

sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi.

Penguapan air dari film air mata prakornea akan mengkibatkan film air mata akan

menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang

yang menarik air dari stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan keadaan

dehidrasi (1).

Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut lemak dapat

melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui stroma yang utuh.

Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut air

sekaligus(1).

2. Resistensi Kornea Terhadap Infeksi

Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam

kornea. Namun sekali ini cedera, stroma yang avaskuler dan membrane bowman

mudah terkena infeksi oleh berbagai macam mikroorganisme, seperti bakteri, amuba,

dan jamur. Streptococcus pneumonia (pneumokokkus) adalah bakteri pathogen

kornea sejati; pathogen lain memerlukan inokulum yang berat atau hospes yang

lemah (mis; defisiensi imun) agar dapat menimbulkan infeksi(1).

Moraxella liquefacies, yang terutama terdapat pada peminum alcohol (sebagai

akibat kehabisan piridoxin), adalah contoh klasik oportunismen bakteri, dan dalam

tahun-tahun belakangan ini sejumlah oportunis kornea baru telah ditemukan.

Diantaranya adalah serratia marcens, kompleks mycobacterium fortuitum-chelonei,

streptococcus viridians, staphylococcus epidermidis, dan berbagai organism coliform

dan proteus, selain virus dan jamur(1).

Kortikosteroid local atau sistemik akan mengubah reaksi imun hospes dengan

berbagai cara dan memungkinkan organisme oportunistik masuk dan tumbuh dengan

subur(1).

3. Fisiologi Gejala

Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea,

superfisisalis maupun dalam (benda asing kornea, abrasi kornea, phlyctenule,

keratitis interstisisal), menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini

diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan

menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan

membiaskan cahaya, lesi kornea umunya agak mengaburkan penglihatan, terutama

kalau letaknya di pusat(1).

Fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit.

Dilatasi pembuluh iris adalah fenomena reflex yang disebabkan iritasi pada ujung

saraf kornea. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada

keratitis herpes karena hipestasi terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan

tanda diagnostik berharga. Meskipun berair mata dan fotofobia umunya menyertai

penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen(1).

4. Investigasi Penyakit Kornea

Gejala dan tanda

Dokter memeriksa di bawah cahaya yang memadai. Pemeriksaan sering lebih

mudah dengan meneteskan anestesi lokal. Pemulusan flurescein dapat memperjelas

lesi epitel superfisialis yang tidak mungkin tidak telihat bila tidak dipulas.

Pemakaian biomikroskop (slitlamp) penting untuk pemeriksaan kornea dengan

benar; jika tidak tersedia, dapat dipakai kaca pembesar dan pencahayaan terang.

Harus diperhatikan perjalanan pantulan cahaya saat menggerakkan cahaya di atas

kornea. Daerah kasar yang menandakan defek pada epitel terlihat dengan cara ini(1).

Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea. Sering dapat diungkapkan

adanya riwayat trauma---kenyataannya, benda asing dan abrasi merupakan abrasi

merupakan dua lesi yang umum pada kornea. Adanya riwayat penyakit kornea juga

bermanfaat. Keratitis akibat infeksi herpes simpleks sering kambuh, namun karena

erosi kambuh sangat sakit dan keratitis herpetik tidak, penyakit-penyakit ini dapat

dibedakan dari gejalanya. Hendaknya pula ditanyakan pemakaian obat local oleh

pasien, karena mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat merupakan

predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau oleh virus, terutama keratitis herpes

simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik,

seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus(1).

KERATITIS

Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut

lapisan kornea yang terkena; yaitu keratitis superfisialis apabila mengenal lapisan

epitel atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga

keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma(2).

Keratitis superfisialis

Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain adalah:

1. Keratitis punctata superfisialis

Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan

oleh berbagai penyakit infeksi virus antara lain virus herpes simpleks, herpes

zoster dan vaksinia(2).

2. Keratitis flikten

Benjolan putih yang yang bermula di limbus tetapi mempunyai

kecenderungan untuk menyerang kornea(2).

3. Keratitis sika

Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar

lakrimale atau sel goblet yang berada di konjungtiva(2).

4. Keratitis lepra

Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf, disebut

juga keratitis neuroparalitik(2).

5. Keratitis nummularis

Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multiple dan

banyak didapatkan pada petani(2).

6. Keratitis profunda

Bentuk-bentuk klinik keratitis profunda antara lain:

- Keratitis interstisialis luetik atau keratitis sifilis congenital

- Keratitis sklerotikans.

KERATITIS PUNCTATA SUPERFISISALIS THYGESON

Keratitis punctata superfisialis adalah penyakit bilateral recurens menahun yang

jarang ditemukan, tanpa pandang jenis kelamin maupun umur. Penyakit ini ditandai

kekerutan epitel yang meninggi berbentuk lonjong dan jelas, yang menampakkan

bintik-bintik pada pemulasan dengan flurescien, terutama di daerah pupil. Kekeruhan

ini tidak tampak dengan mata telanjang, namun mudah dilihat dengan slit-lamp atau

kaca pembesar. Kekeruhan subepitelial dibawah lesi epitel (lesi hantu) sering terlihat

semasa penyembuhan penyakit epitel ini(1,4).

Etiologi

Belum ditemukan organisme penyebabnya, namun dicurigai virus. Pada satu

kasus berhasil diisolasi virus varicella-zoster dari kerokan kornea (1,3). Penyebab

lainnya dapat terjadi pada moluskulum kontangiosum, acne roasea, blefaritis

neuroparalitik, trachoma, trauma radiasi, lagoftalmos, keracunan obat seperti

neomisin, tobramisin dan bahan pengawet lainnya (2).

Manifestasi klinis

Iritasi ringan, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan fotofobia adalah

gejala satu-satunya. Konjungtiva tidak terkena (1,4).

Keratitis epithelial sekunder terhadap blefarokonjungtivitis stafilokokus dapat

dibedakan dari keratitis punctata superfisialis karena mengenai sepertiga kornea

bagian bawah. Keratitis epithelial pada trachoma dapat disingkirkan karena

lokasinya dibagian sepertiga kornea bagian atas dan ada pannus. Banyak diantara

keratitis yang mengenai kornea bagian superfisialis bersifat unilateral atau dapat

disingkirkan berdasarkan riwayatnya(1).

Terapi

Pasien diberi air mata buatan, tobramisin tetes mata, dan sikloplegik(2).

Pemberian tetes kortikosteroid untuk jangka pendek sering kali dapat menghilangkan

kekeruhan dan keluhan subjektif, namun pada umunya kambuh. Prognosis akhirnya

baik karena tidak terjadi parut atau vaskularisasi pada kornea. Bila tidak diobati,

penyakit ini berlangsung 1-3 tahun. Pemberian kortikosteroid topical untuk waktu

lama memperpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan berakibat

timbulnya katarak teriduksi steroid dan glaukoma. Lensa kontak sebagai terapi telah

dipakai untuk mengendalikan gejala, khususnya pada kasus yang mengganggu(1).

Gambar:

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus diatas, dari anamnesis didapatkan anak laki-laki berusia 9 tahun,

datang dengan keluhan penglihatan mata kanan kabur dan terasa ada pasir sejak 1

minggu yang lalu. Mata terasa nyeri, silau jika melihat cahaya, merah serta berair.

Pasien mengeluh gejala tersebut selalu timbul ketika sore dan malam hari. Riwayat

mata merah, terdapat kotoran pada mata dan demam disangkal oleh pasien. Dari

anamnesis menunjukkan bahwa pasien mengalami suatu infeksi didaerah mata

bagian kanan dengan keluhan mata merah, silau (fotofobia), berair dan penurunan

visus (kabur). Dari gejala yang timbul tersebut menunjukkan diagnosis sementara

mengarah ke diagnosis keratitis.

Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD = 6/7, VOS = 6/6, pemeriksaan

mata sebelah kanan ditemukan injeksi silier pada perikorneal, pemeriksaan segmen

anterior ditemukan COA agak keruh dan pemeriksaan dengan pemulasan flurescein

kemudian dilihat dengan slit lamp hasilnya ditemukan bintik-bintik berwarna hijau di

permukaan kornea bagian tengah. Dari hasil pemeriksaan status lokalis ini

menunjukkan bahwa infeksi kornea dapat diklasifikasikan sesuai dengan lapisan

kornea yang terkena yaitu bagian superfisialis dan terbentuk bintik-bintik yang

terkumpul di daerah membrane bowman. Diagnosis kerja yang ditegakkan pada

pasien tersebut adalah keratitis punctata superfisisalis.

Terapi yang diberikan yaitu pemberian antibiotik, air mata buatan, dan

sikloplegik. Pasien juga dianjurkan menggunakan pelindung mata (kaca mata hitam)

untuk melindungi dari exposure dari luar seperti debu dan sinar ultraviolet.

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, Daniel G et al. 2002. Oftalmologi Umum edisi-14. Jakarta: Widya

Medika. Hal: 129 – 152

2. Ilyas, Sidarta. 2002. Ilmu Penyakit Mata edisi–2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Hal: 113 – 116

3. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius

FKUI. Hal: 56

4. Thygeson, Phillips. 1950. "Superficial Punctate Keratitis". Journal of the

American Medical Association; 144:1544-1549. Available at : Error! Hyperlink

reference not valid. (accessed: december 2008)

5. Reed, Kimberly K. 2007. Thygeson's SPK photos. Nova Southeastern University

College of Optometry 3200 South University Drive Ft. Lauderdale, Florida.

Available at: http://www.fechter.com/Thygesons.htm. (accessed: december 2008)