bab i · bab i pendahuluan 1.1 latar belakang secara umum tanah merupakan suatu material yang...

21
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineralmineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat secara kimia) satu sama lain, dan bahanbahan organik yang telah memfosil (yang berpartikel padat) disertai oleh zat cair yang mengisi ruangruang kosong diantara partikel padat tersebut. Dalam bidang teknik sipil, tanah merupakan bagian penting dalam sebuah konstruksi karena tanah menahan seluruh beban dari konstruksi yang berada di atasnya, namun kondisi tanah pada satu tempat dengan tempat lain tidak sama karena terdapat karakteristik dan klasifikasi tanah yang berbeda. berdasarkan ukuran butirannya, tanah dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu: tanah kerikil, tanah pasir, dan tanah lempung. Tanah lempung merupakan tanah yang berukuran makroskopis sampai dengan mikroskopis yang berasal dari pelapukan unsurunsur kimiawi penyusun batuan. Tanah ini sangat keras dalam keadaan kering sedangkan bersifat kohesif dalam keadaan air sedang dan bersifat sangat lunak pada keadaan kadar air tinggi. (Das, 1994). Pada kota Muara Enim, Palembang, Sumatera Selatan memiliki kondisi tanah yang bersifat kohesif dan kembang susut yang tinggi. Nilai CBR (California Bearing Ratio) untuk setiap tanah berbeda, sehingga kemampuan tanah untuk mendukung beban yang diterimanya juga berbeda. Maka perlu dilakukan perbaikan tanah (stabilisasi tanah) untuk mendapatkan nilai CBR tanah yang diizinkan. Dalam beberapa kasus, khususnya untuk tebal lapis perkerasan apabila daya dukung tanah tidak memenuhi maka akan cepat terjadi permasalahan, diantaranya adalah jalan akan retak bahkan berlubang. Kerusakan seperti ini dapat menurunkan kenyamanan dalam berkendara. Dalam stabilisasi tanah terdapat beberapa macam metode stabilisasi tanah diantaranya adalah dengan metode stabilisasi menggunakan bahan campur yang berasal dari limbahlimbah industri. Bahan campur yang dapat digunakan menjadi alternatif dalam stabilisasi adalah gypsum dan abu cangkang kelapa sawit.

Upload: others

Post on 03-Dec-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran)

mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat secara kimia) satu sama lain, dan

bahan–bahan organik yang telah memfosil (yang berpartikel padat) disertai oleh zat cair yang

mengisi ruang–ruang kosong diantara partikel padat tersebut. Dalam bidang teknik sipil, tanah

merupakan bagian penting dalam sebuah konstruksi karena tanah menahan seluruh beban dari

konstruksi yang berada di atasnya, namun kondisi tanah pada satu tempat dengan tempat lain

tidak sama karena terdapat karakteristik dan klasifikasi tanah yang berbeda. berdasarkan ukuran

butirannya, tanah dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu: tanah kerikil, tanah pasir, dan tanah

lempung.

Tanah lempung merupakan tanah yang berukuran makroskopis sampai dengan

mikroskopis yang berasal dari pelapukan unsur–unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah ini

sangat keras dalam keadaan kering sedangkan bersifat kohesif dalam keadaan air sedang dan

bersifat sangat lunak pada keadaan kadar air tinggi. (Das, 1994). Pada kota Muara Enim,

Palembang, Sumatera Selatan memiliki kondisi tanah yang bersifat kohesif dan kembang susut

yang tinggi.

Nilai CBR (California Bearing Ratio) untuk setiap tanah berbeda, sehingga

kemampuan tanah untuk mendukung beban yang diterimanya juga berbeda. Maka perlu

dilakukan perbaikan tanah (stabilisasi tanah) untuk mendapatkan nilai CBR tanah yang

diizinkan. Dalam beberapa kasus, khususnya untuk tebal lapis perkerasan apabila daya dukung

tanah tidak memenuhi maka akan cepat terjadi permasalahan, diantaranya adalah jalan akan

retak bahkan berlubang. Kerusakan seperti ini dapat menurunkan kenyamanan dalam

berkendara.

Dalam stabilisasi tanah terdapat beberapa macam metode stabilisasi tanah diantaranya

adalah dengan metode stabilisasi menggunakan bahan campur yang berasal dari limbah–limbah

industri. Bahan campur yang dapat digunakan menjadi alternatif dalam stabilisasi adalah gypsum

dan abu cangkang kelapa sawit.

Page 2: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

1.2 RUMUSAN MASALAH

Konstruksi jalan raya yang dibangun di Indonesia beberapa diantaranya sering ditemui

masalah pada lahan yang memiliki tanah dengan karakteristik lunak maupun lempung. Jalan

yang dibangun di atas tanah lunak tidak dapat betahan lama, karena dapat terjadi kerusakan

seperti jalan retak maupun berlubang. Penelitian stabilisasi tanah dilakukan untuk mengetahui

pengaruh penambahan bahan campur gypsum dan abu cangkang kelapa sawit terhadap

peningkatan nilai CBR tanah dengan variasi campuran tertentu. Permasalahan yang dapat

diidentifikasikan sebagai berikut.

1. Bagaimana sifat dan klasifikasi tanah berdasarkan sifat fisik dan mekanis tanah yang

berasal dari kota Muara Enim, Palembang, Sumatera Selatan?

2. Bagaimana pengaruh pencampuran gypsum dan abu cangkang sawit dengan variasi

yang berbeda-beda terhadap nilai CBR soaked, danCBR unsoaked tanah asli, dengan masa

pemeraman 3, 7, dan 14 hari?

3. Bagaimana pengaruh kadar gypsum dan abu cangkang sawit dengan variasi yang

berbeda-beda terhadap nilai swelling factor tanah pada perendaman selama 4 hari?

4. Berapakah nilai CBR dan pengembangan yang dapat digunakan untuk dasar

perkerasan jalan?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Penelitian yang didapatkan berdasarkan rumusan masalah di atas adalah

sebagai berikut.

1. Mengetahui sifat dan klasifikasi tanah yang berasal dari kota Muara Enim,

Palembang, Sumatera Selatan.

2. Mengetahui pengaruh penggunaan bahan gypsum dan abu cangkang kelapa sawit

dengan kadar persentase campuran yang bervariasi dan lama masa pemeraman pada sampel

tanah terhadap nilai CBR tanpa rendaman dan CBR rendaman.

3. Mengetahui nilai swelling factor yang terjadi pada sampel tanah yang telah

dilakukan perendaman pada waktu yang ditentukan.

4. Mengetahui nilai CBR dan nilai swelling yang dapat digunakan untuk tanah dasar

perkerasan jalan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka didapatkan manfaat penelitian sebagai

berikut:

Page 3: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

1. Dapat mengetahui pengaruh yang ditimbulkan dari penambahan bahan campur gysum

dan abu cangkang kelapa sawit terhadap peningkatan nilai CBR tanah dan swelling factor, yang

dapat diterapkan dalam perencanaan dan perancangan suatu konstruksi, dan

2. Dapat melengkapi pengetahuan dan wawasan yang ada tentang penggunaan gypsum

dan abu cangkang kelapa sawit sebagai alternatif bahan campuran stabilisasi tanah, sehingga

dapat diaplikasikan dalam kasus–kasus stabilisasi lain yang ada di lapangan.

1.5 BATASAN PENELITIAN

Batasan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Penelitian yang dilakukan hanya tentang karakteristik fisik dan mekanik tanah

lempung yang berasal dari kota Muara Enim, Palembang, Sumatera Selatan, tanpa ada

perlakuan khusus atau kondisi terganggu (distrubed).

2. Abu cangkang kelapa sawit diperoleh dari PTPN VII Suli Inti Muara Enim.

3. Pengujian komposisi kimia tidak dilakukan pada bahan abu cangkang kelapa sawit.

4. Penambahan limbah gypsum ditentukan 5% dan penambahan abu cangkang kelapa

sawit ditentukan memakai 0%, 5%, 7%, 9%, dan 11% terhadap berat tanah asli

campuran.

5. Pengujian CBR unsoaked dilakukan dengan benda uji yang telah dilakukan

pemeraman selama yaitu 3 hari, 7 hari dan 14 hari.

6. Pengujian CBR soaked dilakukan pada benda uji yang telah dilakukan pemeraman

selama 7 hari dan perendaman 4 hari.

7. Pengujian swelling dilakukan pada benda uji yang telah dilakukan pemeraman selama

7 hari kemudian perendaman selama 4 hari.

8. Klasifikasi tanah menggunakan metode AASHTO dan USCS.

9. Tanah kering yang digunakan adalah tanah kering yang lolos saringan no. 4.

10. Penilitian tidak memperhitungkan tebal perkerasan yang akan digunakan.

11. Pengujian yang dilakukan.

a. Uji properties tanah meliputi uji kadar air, berat jenis, berat volume tanah, batas–batas

konsistensi (batas cair, batas plastis, dan batas susut), dan distribusi ukuran tanah.

b. Uji pemadatan dengan standar proktor.

c. Uji CBR tanpa rendaman (unsoaked).

d. Uji CBR rendaman (soaked).

e. Uji Swelling Factor pada sampel tanah rendaman.

Pengujian ini dilakukan di Laboraturium Mekanika Tanah, Program Studi Teknik

Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,Universitas Islam Indonesia.

Page 4: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 STABILISASI TANAH Menggunakan BAHAN ABU CANGKANG KELAPA

SAWIT dan GYPSUM

Sutejo dkk pada tahun 2015 telah melakukan penelitian untuk menstabilisasi tanah

menggunakan bahan abu cangkang kelapa sawit dan gypsum pada tanah lempung ekspansif

terhadap nilai CBR tanpa rendaman dengan sampel tanah yang berlokasi pada KM 18

Banyuasin, Sumatera Selatan. Pada penelitian ini digunakan campuran abu cangkang kelapa

sawit dan gypsum dengan kadar variasi masing–masing 5%, 7,5%, dan 10% dengan masa

pemeraman 3, 7, dan 14 hari. Penentuan kadar variasi yang digunakan Sutejo berdasarkan pada

penelitian yang dilakukan Juniarti (2013), dengan pengujian yang didapatkan CBR unsoaked

mengalami kenaikan tertinggi dengan bertambahnya abu cangkang kelapa sawit pada campuran

8% dalam masa perawatan 14 hari. Pada penelitian yang dilakukan Indah tidak ditambahkan

gypsum, oleh karena itu, Yulindasari menambahkan bahan stabiliasasi gypsum mengetahui

pengaruh penambahan gypsum dan abu cangkang sawit pada tanah lempung, apakah mampu

meningkatkan nilai CBR lebih tinggi dibandingkan tanpa menggunakan gypsum dengan kadar

penggunaan abu cangkang sawit 8%. Pemilihan masa pemeraman 3 hari, 7 hari, dan 14 hari

karena pada masa pemeraman 3 hari tanah dan campuran abu cangkang kelapa sawit dan

gypsum telah mulai mengalami reaksi sepenuhnya, pemeraman 7 hari dan 14 hari digunakan

untuk mengetahui lama pemeraman memiliki pengaruh pada peningkatan nilai CBR pada tanah

lempung.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan Sutejo, peningkatan nilai CBR unsoaked

signifikan terhadap nilai CBR tanah asli terjadi pada kadar variasi abu cangkang sawit 7,5% dan

gypsum 10%, pada masa pemeraman 7 hari dan mengalami penurunan pada masa pemeraman 14

hari. 7

2.2 Stabilisasi Tanah Menggunakan Abu Cangkang Kelapa Sawit

Kusuma dkk pada tahun 2015 melakukan penelitian tentang pengaruh penambahan

abu cangkang kelapa sawit untuk stabilisasi tanah lempung terhadap nilai CBR dan nilai daya

dukung tanah yang berlokasi di desa Cibeulah, Kec. Munjul, Pandeglang. Kadar variasi

penambahan abu cangkang kelapa sawit untuk pengujian daya dukung tanah digunakan

Page 5: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

persentase 0%, 10%, 15%, dan 30% dengan masa pemeraman selama 0 hari, 3 hari, 14 hari dan

28 hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kusuma diketahui bahwa terjadi penurunan

nilai qu pada masa pemeraman 3 hari pada setiap kadar variasi yang digunakan, kemudian

mengalami peningkatan pada masa pemeraman 14 hari dan 28 hari. Peningkatan tertinggi

didapatkan pada kadar variasi abu cangkang kelapa sawit 15% pada masa pemeraman 28 hari,

pada kadar variasi 30% mengalami penurunan terhadap nilai qu pada masa pemeraman 28 hari.

Semakin banyak penambahan abu cangkang sawit dengan waktu pemeraman yang panjang

justru memperkecil nilai qu tanah.

Pada pengujian CBR digunakan kadar variasi optimum berdasarkan pengujian daya

dukung tanah yaitu 15% dengan masa pemeraman yang dipakai 0 hari, 1 hari dan 3 hari. Hasil

pengujian didapatkan terjadi pengingkatan nilai CBR yang signifikan pada campuran 15%

dengan masa pemeraman 3 hari, terhadap nilai CBR campuran 15% dengan masa pemeraman 0

hari. Penambahan abu cangkang sawit dapat meningkatkan nilai qu, tetapi ada batasan

persentase penambahannya. Karena terlalu banyak kadar abu cangkang sawit dapat menurunkan

nilai qu, lama pemeraman juga menentukan peningkatan nilai qu, tetapi pemeraman harus

dilakukan lebih dari 3 hari.

2.3 Stabilisasi Tanah Menggunakan Gypsum dan Abu Sekam Padi

Wardhana dkk pada tahun 2015 melakukan penelitian tentang pengaruh penambahan

gypsum dan abu sekam padi pada tanah lempung yang berasal dari Kec. Ngasem, Bojonegoro.

Pengujian yang dilakukan adalah uji CBR dan uji pengambangan (Swelling). Pada penelitian ini

digunakan kadar gypsum tetap 4% dan kadar variasi abu sekam padi 4%, 5%, 6% dan 8%, dan

masa pemeraman yang digunakan 0 hari, 7 hari, dan 14 hari. Penentuan masa pemeraman

tersebut karena untuk mengetahui peningkatan yang terjadi setelah dilakukan pencampuran

dengan tanah asli secara langsung dan melalui masa pemeraman. Berdasarkan pengujian yang

dilakukan diperoleh terjadi peningkatan signifikan CBR unsoaked pada kadar variasi 4% gypsum

+ 5% abu sekam padi, pada masa pemeraman 14 hari. Kemudian mengalami penurunan pada

penambahan kadar abu sekam padi 6% dan 8%, hal ini menunjukan bahwa terdapat batas

penambahan abu sekam padi yang dapat digunakan untuk meningkatkan nilai CBR pada tanah.

Untuk pengujian CBR soaked dilakukan pada variasi berdasarkan dari CBR unsoaked yang

memiliki nilai terbesar di setiap masa pemeramannya. Pengujian CBR soaked terjadi

peningkatan pada kadar variasi 4% gypsum + 5% abu sekam padi dengan masa pemeraman 14

hari.

Page 6: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

2.4 Stabilisasi Tanah Menggunakan Semen dan Abu Cangkang Kelapa Sawit

Sinaga pada tahun 2014 melakukan penelitian tentang pengaruh penambahan semen

dan abu cangkang kelapa sawit pada tanah lempung yang berasal dari Jalan Raya Medan

Tenggara, dengan pengujian yang dilakukan uji pemadatan tanah dan uji tekan bebas. Kadar

variasi yang digunakan adalah 2% PC tetap dan ditambah variasi 2 %, 3%, 4%, 5% sampai

dengan 18% abu cangkang sawit, dengan masa pemeraman 7 hari. Berdasarkan pengujian kuat

tekan diperoleh nilai qu tertinggi pada campuran 2% PC + 3% abu cangkang sawit terhadap nilai

qu tanah asli, kemudian mengalami penurunan pada campuran 2% PC + 4% abu cangkang sawit

dan seterusnya. Namun peningkatan mulai terjadi pada campuran 2% PC + 6% abu cangkang

sawit, dan peningkatan terus terjadi hingga pada campuran 2% PC + 9% abu cangkang sawit,

namun nilai qu masih berada dibawah dari nilai qu tanah asli. Pada campuran 2% PC + 10% abu

cangkang sawit mengalami penurunan nilai qu, dan terus menurun hingga pada penambahan

18% abu cangkang sawit. Semakin banyak penambahan abu cangkang sawit dengan waktu

pemeraman yang panjang justru semakin memperkecil nilai qu tanah. Karena penambahan kadar

abu cangkang sawit pada tanah memperkecil lekatan antara butiran tanah dan air, sehingga tanah

menjadi mudah pecah ketika diberi tekanan vertikal.

2.5 Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Sekarang

Perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian seperti di atas disajikan dalam

Tabel 2.1 berikut.

Page 7: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Tanah

3.1.1 Definisi Tanah

Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari campuran butiran–

butiran mineral dengan kandungan organik yang berasal dari pelapukan batuan secara fisik

maupun kimiawi, disertai zat cair yang mengisi ruang–ruang kosong diantara butiran–butiran

padat. Tanah mempunyai peran penting dalam pekerjaan konstruksi karena tanah menahan

seluruh beban dari konstruksi yang berada di atasnya, untuk mewujudkan konstruksi yang baik

diperlukan tanah yang baik juga. Penyelidikan tanah sangat penting untuk mengetahui

karakteristik tanah yang akan digunakan untuk menahan konstruksi, maka akan diketahui

informasi untuk menentukan jenis perbaikan tanah yang dapat dilakukan untuk memperbaiki

kualitas tanah. Istilah pasir, lempung, lanau atau lumpur digunakan untuk menggambarkan

ukuran partikel pada batas ukuran butiran yang telah ditentukan, tetapi istilah yang sama juga

digunakan untuk menggambarkan sifat jenis tanah yang khusus. Lempung adalah jenis tanah

yang bersifat kohesif dan plastis, sedangkan pasir diGambarkan sebagai tanah yang tidak

kohesif dan tidak plastis (Hardiyatmo, 2006).

3.1.2 Komponen–Komponen Tanah

Komponen–komponen tanah terdiri dari tiga komponen yaitu: air, udara dan bahan

padat (butiran). Udara dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis atau dianggap sama dengan

nol, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat–sifat teknis tanah. Ruang diantara butiran–butiran

dapat terisi sebagian atau seluruhnya dengan air maupun udara. Pada tanah yang kering, tanah

hanya terdiri dari butiran dan udara, dalam tanah yang jenuh terdiri dari butiran dan air pori

sedangkan dalam tanah tidak jenuh terdiri dari butiran, udara dan air. Hubungan antara kadar air,

angka pori porositas, berat volume dan lain-lain sangat diperlukan dalam praktik. Bagian–bagian

tanah dapat digambarkan dalam diagram fase tanah yang ditunjukkan dalam Gambar 3.1 berikut.

Page 8: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

Keterangan : V = Volume = Vv + Vs,

Vv = Volume pori = Va + Vw,

Va = Volume udara,

Vw = Volume air,

Vs = Volume butiran padat,

W = Berat tanah = Ws + Ww + Wa = Ws + Wa,

Wa = Berat udara,

Ww = Berat air,

Ws = Berat butiran padat.

3.1.3 Batas–Batas Konsistensi (Atterberg Limit)

Atterberg (1911), memberikan cara untuk menggambarkan batas–batas konsistensi

dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar air tanah yang bervariasi.

Kadar air bervariasi pada berbagai jenis tanah. Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar

air tertentu disebut konsistensi. Batas–batas tersebut dibedakan menjadi empat keadaan yaitu,

padat, semi padat, plastis dan cair, kadar air yang digunakan dinyatakan dalam persen. Berikut

adalah pengertian dari batas–batas konsistensi yang diberikan oleh Atterberg (1911).

1. Batas Cair (Liquid Limit)

Batas cair (LL) merupakan keadaan kadari air tanah pada batas antara keadaan cair dan

keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis. Pada keadaan ini, butiran–butiran akan

tersebar dan didukung oleh air, jika kadar air berkurang akibat dari tanah yang dikeringkan,

perubahan volume yang terjadi adalah karena berkurangnya air yang mengakibatkan

pengurangan volume tanah.

2. Batas Plastis (Plastic Limit)

Page 9: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

Batas plastis (PL) adalah keadaan kadar air pada kedudukan antara daerah plastis dan

semiplastis, yaitu persentase kadar air dimana tanah dengan diameter silinder 3,2 mm mulai

retak retak rambut ketika digulung. Pada keadaan ini, tanah lempung berubah warnanya.

3. Batas Susut (Shrinkage Limit)

Batas susut SL didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah semi

padat dan padat, yaitu persentase kadar air dimana pengurangan kadar air selanjutnya tidak

mengakibatkan perubahan volume tanah.

4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks plastisitas (PI) merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat

plastis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukan sifat keplastisan tanah. Jika tanah mempunyai

PI tinggi, maka tanah mengandung banyak butiran lempung. Jika tanah mempunyai PI rendah,

seperti tanah lanau, maka sedikit pengurangan kadar air akan mengakibatkan tanah menjadi

kering, sebaliknya jika kadar air sedikit ditambahkan, maka tanah menjadi cair.

Indeks plastisitas, sifat macam tanah dan kohesi diberikan oleh Atterberg (1911), pada

Tabel 3.1 berikut.

3.1.4 Klasifikasi Tanah

Pada umumnya, penentuan sifat–sifat tanah banyak dijumpai dalam masalah teknis

yang berhubungan dengan tanah. Hasil dari penyelidikan sifat-sifat ini kemudian dapat

digunakan untuk mengevaluasi masalah–masalah tertentu yang ditemukan pada pekerjaan

konstruksi. Klasifikasi tanah membantu perancang dalam memberikan pengarahan melalui cara

empiris yang tersedia dari hasil pengalaman yang telah lalu, tetapi perancang harus berhati–hati

dalam penerapannya karena penyelesaian masalah stabilitas, kompresi (penurunan), aliran air

yang didasarkan pada klasifikasi tanah sering menimbulkan kesalahan yang berarti (Lambe,

1979).

Kebanyakan klsifikasi tanah menggunakan indeks tipe pengujian yang sangat

sederhana untuk memperoleh karakteristik tanah. Karakteristik tersebut digunakan untuk

menentukan kelompok klasifikasi tanah. Umumnya, klasifikasi tanah didasarkan atas ukuran

partikel yang diperoleh dari analisis uji saringan, uji sedimentasi dan plastisitas. Sistem

klasifikasi yang sering digunakan, yaitu Unified Soil Classification System (USCS) dan

American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO). Sistem ini

menggunakan sifat–sifat indeks tanah sederhana seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan

indeks plastisitas. Klasifikasi tanah dengan sistem AASHTO pertama kali diperkenalkan oleh

Page 10: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

Hoentogler dan Terzaghi, yang kemudian diambil oleh Bureau of Public Roads. Klasifikasi pada

sistem ini berdasarkan kriteria ukuran butiran dan plastisitas. Maka dalam pengklasifikasian

tanah membutuhkan pengujian analisis ukuran butiran, pengujian batas cair dan batas plastis.

Sistem ini membedakan tanah dalam delapan kelompok yang diberi nama A-1 sampai A-8. Pada

kelompok A-8 adalah kelompok tanah organik yang bersifat tidak stabil sebagai bahan lapisan

struktur jalan raya, maka pada revisi terakhir oleh AASHTO diabaikan.

Klasifikasi tanah dari sistem USCS mula pertama diusulkan oleh Casagrande (1942),

kemudian direvisi oleh kelompok teknisi dari USBR (United State Bureau of Reclamation).

Dalam bentuk yang sekarang, sistem ini banyak digunakan oleh berbagai organisasi konsultan

geoteknik.

1. Sistem Klasifikasi Unified

Pada sistem Unified, tanah diklasifikasikan ke dalam tanah berbutir kasar (kerikil dan

pasir) jika kurang dari 50% lolos saringan nomor 200, dan sebagai tanah berbutir halus (lanau

autau lempung) jika lebih dari 50% lolos dari saringan 200. Selanjutnya, tanah diklasifikasikan

dalam sejumlah kelompok dan subkelompok yang dapat dilihat dalam Tabel 3.2 simbol–simbol

yang digunakan adalah sebagai berikut:

G = kerikil (Gravel),

S = pasir (Sand),

C = lempung (Clay),

M = lanau (Silt),

O = lanau atau lempung organik (Organic silt or clay),

Pt = tanah gambut dan tanah organik tinggi (Peat and highly organic soil),

W = gradasi baik (Well graded),

P = gradasi buruk (Poorly graded),

H = plastisitas tinggi (High-plasticity), dan

L = plastisitas rendah (Low-plasticity).

2. Sistem Klasifikasi AASHTO

Sistem klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and Transportation

Officials Classification) digunakan untuk menentukan kualitas tanah dalam perancangan

timbunan jalan, subbase dan subgrade. Sistem ini terutama ditujukan untuk maksud–maksud

dalam lingkup tersebut. Sistem klasifikasi AASHTO membagi tanah kedalam 8 kelompok, A-1

sampai A-8 termasuk sub–sub kelompok. Pada tiap kelompoknya dievaluasi terhadap indeks

Page 11: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

kelompoknya yang dihitung dengan rumus–rumus empiris. Pengujian yang dilakukan adalah

pengujian lolos saringan dan batas–batas Atterberg.

Indeks kelompok (Group Index) (GI) digunakan untuk mengevaluasi lebih lanjut tanah–tanah

dalam kelompoknya. Indeks kelompok dihitung dengan Persamaan 3.1 berikut ini.

GI = (F – 35)[0,2 + 0,005 (LL – 40)] + 0,01 (F – 15)(PI – 10) (3.1)

dengan:

GI = Indeks kelompok (Group Index),

F = Persen butiran lolos saringan no. 200 (0,075 mm),

LL = Batas cair,

PI = Indeks plastisitas.

Bila indeks kelompok (GI) semakin tinggi, maka tanah semakin berkurang ketepatan

penggunaan. Tanah granuler diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3. Tanah A-1 merupaka

tanah granuler bergradasi baik, sedang A-3 adalah pasir bersih bergradasi buruk. Sistem

klasifikasi AASHTO dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut.

3.1.5 Tanah Lempung

Tanah lempung merupakan tanah berbutir halus yang memiliki sifat kohesif dan plastisitas,

mempunyai ukuran diameter lebih kecil dari 0,075 mm atau lolos saringan no. 200. Sifat

plastisitas merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan berubah-ubah tanpa perubahan isi

atau kembali pada bentuk aslinya tanpa menunjukan retakan atau kerusakan. Sifat plastisitas ini

yang perlu diperhatikan pada jenis tanah lempung.

3.2 Stabilisasi Tanah

Perubahan sifat fisik maupun teknis pada massa tanah membutuhkan penyelidikan dan

alternatif–alternatif pemecahan masalah yang dihadapi dalam penyelidikan tanah. Stabilisasi

tanah merupakan proses untuk memperbaiki sifat–sifat tanah dengan menambahkan sesuatu

pada tanah tersebut, agar dapar menaikan kekuatan tanah dan mempertahankan kekuatan geser

tanah tersebut. Metode stabilisasi tanah yang banyak digunakan adalah stabilisasi mekanis dan

kimiawi.

Metode mekanis adalah salah satu metode untuk meningkatkan daya dukung tanah dengan cara

perbaikan struktur dan perbaikan sifat–sifat mekanis tanah, sedangkan stabilisasi kimiawi adalah

metode menambahkan kekuatan dan kuta dukung tanah dengan cara mengurangi atau

menghilangkan sifat–sifat teknis tanah yang kurang menguntungkan dengan cara mencampur

tanah dengan bahan tertentu.

Page 12: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

Stabilisasi tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis stabilisasi kimiawi, yaitu

dengan memberikan bahan tambah pada tanah sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan

sifat-sifat tanah tersebut. Adapun bahan yang digunakan adalah gypsum dan abu cangkang

kelapa sawit dengan variasi yang ditentukan.

3.3 Pengujian Tanah

Pengujian tanah dilakukan untuk mengetahui karakteristik sifat fisik tanah yang

meliputi pengujian fisik dan mekanik pada tanah. Pengujian yang dilakukan adalah sebagai

berikut.

3.3.1 Pengujian Sifat Fisik Tanah

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dari tanah yang digunakan dalam

penelitian, pengujian yang dilakukan antara lain.

1. Pengujian analisis ukuran butiran

Sifat–sifat tanah sangat bergantung pada ukuran butirannya. Besarnya butiran

dijadikan dasar untuk pemberian nama dan klasifikasi tanahnya. Oleh karena itu, analisis ukuran

butiran ini merupakan pengujian yang digunakan untuk penentuan persentase berat butiran pada

satu unit saringan dengan ukuran diameter lubang tertentu. Pada umumnya, pengujian analisis

ukuran butiran dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu analisis ayakan (sieve analysis) dan analisis

pengendapan (hydrometer analysis).

Analisis ayakan digunakan untuk menyaring tanah berbutir kasar yang tertahan pada

saringan no. 200 (lebih besar dari 0,075 mm). Pengujian analisis ayakan berpedoman pada

standar pengujian ASTM D 422-72.

Analisis hydrometer digunakan untuk tanah yang berbutir halus yang lolos saringan

no. 200 (lebih kecil dari 0,075 mm) dengan cara sedimentasi. Metode ini didasarkan pada

hukum Stokes yang berkenaan dengan kecepatan butiran mengendap pada larutan suspensi,

butiran yang lebih besar akan mengendap lebih cepat dan sebaliknya butiran lebih halus akan

mengendap lebih lama dalam suspensinya (Hardiyatmo, 2006). Pengujian analisis hydrometer

berpedoman pada standar pengujian ASTM D 421-72.

2. Pengujian batas–batas atterberg

Pengujian Atterberg dimaksudkan untuk mengetahui batas–batas konsistensi dari tanah

berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya. Batas-batas tersebut adalah

batas cair, batas plastis dan batas susut. Batas-batas Atterberg berguna untuk mengidentifikasi

dan klasifikasi tanah, batas–batas ini sering digunakan secara langsung dalam spesifikasi, guna

Page 13: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

mengontrol tanah yang digunakan untuk struktur urugan tanah. Hubungan variasi kadar air dan

volume total dari tanah pada kedudukan batas cair, batas plastis dan batas susut dapat dilihat

pada Gambar 3.2 berikut.

a. Batas Cair (Liquid Limit)

Batas Cair (LL) didefinisikan sebagai kadar air tanah batas antara keadaan cair dan

keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis (Hardiyatmo, 2006). Pengujian batas cair

berpedoman pada standar pengujian ASTM D 423-66.

b. Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas plastis (PL) didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah plastis

dan semi padat, yaitu persentase kadar air dimana tanah dengan diameter silinder 3,2 mm mulai

retak–retak rambut ketika digulung. Pengujian batas plastis berpedoman pada standar pengujian

ASTM D 424-74. 24

c. Batas Susut (Shrinkage Limit)

Batas susut (SL) didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah semi

plastis dan padat, yaitu persentase kadar air dimana pengurangan kadar air selanjutnya tidak

mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Pengujian batas susut berpedoman pada standar

pengujian ASTM D 427-74.

d. Indeks Plastisitas (Plasticity Indeks)

Indeks plastisitas (PL) adalah selisih batas cair (LL) dan batas Plastis (PL), indeks

plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis, karena itu indeks

plastis merupakan sifat keplastisan tanahnya. Batasan mengenai indeks plastis, sifat, macam

tanah dan kohesinya dapat dilihat dalam Tabel 3.5 berikut.

3.3.2 Pengujian Mekanis Tanah

Pengujian mekanis tanah dimaksudkan untuk mengetahui sifat mekanis tanah yang

digunakan dalam penelitian, adapun pengujian mekanis yang dilakukan adalah.

1. Pengujian Kepadatan Tanah (Proctor Standar)

Pemadatan adalah suatu proses bertambahnya berat volume kering sebagai akibat dari

memadatnya partikel yang diikuti dengan pengurangan volume udara dengan volume air tetap

tidak berubah (Hardiyatmo, 2006). Pada praktik di lapangan pemadatan dihubungkan dengan

Page 14: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

jumlah gilasan dari mesin gilas, atau hal lain yang mempunyai prinsip yang sama untuk

memadatkan volume tanah tertentu. Pada laboratorium pemadatan dihasilkan 25

dari tumbukan pada tanah uji, dengan menjatuhkan palu dari ketinggian tertentu selama

beberapa kali pada beberapa lapisan ranah dalam suatu cetakan. Adapun maksud dari pemadatan

tanah ini adalah:

a. mempertinggi kuat geser tanah,

b. mengurangi permeabilitas tanah,

c. mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas),

d. mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air (Hardiyatmo, 2006).

Untuk menentukan hubungan kadar air dan berat volume dan untuk mengevaluasi agar

memenuhi persyaratan kepadatan maka dilakukan pengujian pemadatan tanah. Proctor (1933)

telah mengamati bahwa ada hubungan yang pasti antara kadar air dan berat volume kering

supaya tanah padat, selanjutnya terdapat satu nilai kadar air optimum tertentu untuk mencapai

nilai berat volume kering maksimumnya.

Pengujian pemadatan di laboratorium dilakukan dengan berpedoman pada standar pengujian

ASTM D 698-70, dengan menggunakan silinder berukuran tertentu menggunakan alat penumbuk

tertentu. Pengujian pemadatan dilakukan dengan menggunakan cetakan diameter 102 mm (4

inch), tanah yang digunakan lolos saringan no. 4. Adapun analisis dari pengujian proktor sebagai

berikut.

a. Perhitungan berat volume tanah basah (kepadatan tanah), dapat dilihat pada Persamaan 3.2

beriku ini.

(3.2)

Keterangan :

γ = Berat volume tanah basah (gr/cm3),

W1 = Berat cetakan (gr),

W2 = Berat cetakan + tanah basah (gr),

Vo = Volume (cm3). 26

b. Perhitungan kadar air dapat dilihat pada Persamaan 3.3 berikut ini.

Page 15: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

= (3.3)

Keterangan :

Ww = Berat air (gr),

Ws = Berat butiran padat (gr).

c. Derajat kejenuhan tanah diukur dari berat volume keringnya. Hubungan berat volume kering

(γd) dengan berat volume basah (γ) dan kadar air (ω) dinyatakan dalam Persamaan 3.4 berikut

ini.

(3.4)

Keterangan :

γd = Berat volume tanah kering (gr/cm3),

γ = Berat volume tanah basah (gr/cm3),

ω = kadar air (dalam desimal).

d. Dalam pengujian pemadatan, percobaan diulang paling sedikit lima kali dengan kadar air

bervariasi, kemudian digambarkan grafik hubungan antara kadar air dan berat volume

keringnya. Sifat khusus kurva dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut ini.

Dari kurva di atas memperlihatkan kadar air yang terbaik untuk mencapai berat volume kering

terbesar atau kepadatan maksimum yaitu kadar air optimum.

2. Pengujian CBR (California Bearing Ratio)

California Bearing Ratio (CBR) dikembangkan oleh California State Highway Departement

sebagai salah satu cara untuk menilai kekuatan tanah dasar jalan (subgrade). CBR adalah

perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi contoh tanah sebesar 0,1”/0,2”

dengan beban yang ditahan batu pecah standar pada penetrasi 0,1”/0,2” (Sukirman, 1995). Suatu

percobaan penetrasi (disebut percobaan CBR) dipergunakan untuk menilai kekuatan tanah dasar

atau bahan lain yang hendak dipakai untuk pembuatan perkerasan. Nilai CBR yang diperoleh

kemudian dipakai untuk menentukan tebal lapisan perkerasan yang diperlukan di atas lapisan

yang nilai CBR-nya ditentukan. Pengujian CBR dapat dilakukan di laboratorium atau di

lapangan. Pengujian CBR (California Bearing Ratio) dengan menggunakan standar pengujian

ASTM D 698-70, dengan analisis pengujian uji CBR sebagai berikut. 28

Perhitungan beban P dalam (lbs) dengan menggunakan Persamaan 3.6 berikut ini.

Beban P = k × dial (3.6)

Page 16: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

Keterangan:

k = Nilai kalibrasi (lbs),

dial = Pembacaan dial (lbs).

Kemudian hubungan beban P dengan kedalaman penetrasi dimasukkan kedalam grafik, pada

beberapa keadaan permulaan kurva beban cekung akibat kurang ratanya pemadatan atau sebab–

sebab lain. Oleh karena itu, titik nol harus dikoreksi, grafik pengujian CBR dapat dilihat pada

Gambar 3.6 berikut.

Gambar 3.4 Grafik Standar Pengujian CBR di Laboratorium

(Sumber : SNI-1738:2011) 29

Nilai CBR dihitung dengan membagi masing–masing beban standard CBR pada penetrasi 0,1”

dengan beban standar 70,31 kg (1000 psi), penetrasi 0,2” dengan beban standard 105,47 kg

(1500 psi) dan dikalikan dengan 100%. Umumnya nilai CBR diambil pada penetrasi 0,1” apabila

terjadi koreksi grafis, maka beban yang dipakai adalah beban yang sudah dikoreksi pada 2,54

mm (0,1 inch) dan 5,08 mm (0,2 inch).

3. Uji Pengembangan (Swelling)

Swelling (pengembangan) adalah nilai perbandingan antara perubahan tinggi selama

perendaman terhadap tinggi benda uji semula, dinyatakan dalam persen. Cara untuk

menggambarkan sifat tanah ekspansif adalah potensi pengembanan (swelling potential) yang

umumnya diuji dengan uji pengembangan. Uji pengembangan umumnya dilakukan pada cincin

besi berbentuk silinder (contoh tanah terkekang secara lateral), seperti ditunjukkan pada Gambar

3.5 berikut.

Gambar 3.5 Alat Uji Pengembangan

(Sumber: Hardiyatmo, 2006)

Awalnya, contoh tanah kering dipasangi kertas saring pada bagian atas maupun bawah lalu

dibebani dengan tekanan terbagi rata sebesar 4,5 kg, kemudian direndam kedalam air dan

dipasang tripod serta arlogi pembacaan dial, direndam dengan waktu 96 jam dengan waktu

pembacaan dial pada selang waktu 24 jam. Lama waktu pengujian dipertimbangkan terhadap 30

waktu yang dibutuhkan air untuk masuk kedalam contoh tanah, karena tanah-tanah ekspansif

tidak segera mengembang ketika ditambahkan air. Beberapa peneliti menunggu selama 24 jam,

atau yang lain, menunggu sampai kecepatan mengembang telah mencapai kecepatan tertentu,

Page 17: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

misalnya 0,001”/jam, sehingga memerlukan waktu beberapa hari (Coduto, 1994). Untuk

mendapatkan swelling dapat dilihat pada Persamaan 3.5 berikut ini.

(3.5)

Keterangan :

Sw = Pengembangan (swelling) (%),

ΔL = Perubahan tinggi pembacaan dial (mm),

Lo = Tinggi mula–mula benda uji.

Pengembangan (swelling) dapat di klasifikasikan berdasarkan 4 tingkatan yang

mengklasifikasikan berdasarkan persen pengembangan, adapaun klasifikasi tersebut dapat

dilihat pada Tabel 3.5 berikut.

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah serangkain pelaksanaan

penelitian baik yang dilakukan di lapangan maupun di laboratorium. Adapun tahapan penelitian

yang dilakukan antara lain:

1. tahap perumusan masalah, tahapan ini meliputi perumusan topik penelitian, tujuan penelitian

dan manfaat penelitian,

2. tahap perumusan teori, tahapan ini merupakan pengkajian yang melandasi penelitian yang

dilakukan, menetapkan ketentuan–ketentuan yang digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan

penelitian,

3. tahap persiapan, tahapan persiapan meliputi pengambilan sampel tanah uji, pengumpulan

bahan–bahan tambah yang akan digunakan dalam penelitian dan hal–hal yang menyangkut

pengujian di laboratorium,

4. tahapan pengujian, tahapan pengujian meliputi pengujian sifat fisik tanah dan pengujian sifat

mekanis tanah yang dilakukan di laboratorium,

5. tahap pengumpulan data, merupakan tahap pencatatan data yang diperoleh dari hasil

pengujian sampel tanah yang telah dilakukan,

6. tahap analisis dan pengolahan data, dalam tahap ini data yang diperoleh dari pengujian yang

telah dilakukan, kemudian dilakukan analisis dan pengolahan data sesuai dengan teori dan

standar peraturan yang berlaku, dan

Page 18: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

7. tahap penulisan dan pembuatan kesimpulan, pada tahap ini hasil dari pengolahan data

kemudian dilakukan penulisan laporan penelitian dan dilakukan pembuatan kesimpulan

berdasarkan penelitian untuk menjawab permasalahan yang timbul dalam penentuan masalah.

4.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tanah lempung, gypsum dan abu cangkang

kelapa sawit. Bahan–bahan tersebut antara lain. 32

1. Tanah

Dalam penelitian ini, tanah yang digunakan adalah tanah lempung yang berasal dari Kota Muara

Enim, Sumatera Selatan. Sampel tanah yang digunakan adalah sampel tanah terganggu

(disturbed), dimana pengambilan tanah tersebut tidak perlu ada usaha atau perlakuan khusus,

dengan dimasukkan kedalam karung.

2. Abu Cangkang Kelapa Sawit

Dalam penelitian ini, abu cangkang kelapa sawit yang digunakan berasal dari PTPN VII Suli Inti

Muara Enim.

3. Gypsum

Dalam penelitian ini, gypsum yang digunakan adalah gypsum yang digunakan sebagai bahan

dasar pembuatan plafon, yang dibeli di toko material.

4.3 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan yang berkaitan dengan

pengujian sifat–sifat fisik tanah dan pengujian sifat mekanis tanah yaitu seperangkat alat uji

CBR (California Bearing Ratio) di Laboratorium Mekanika Tanah, Program Studi Teknik Sipil,

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia.

4.4 Sampel Dan Jenis Pengujian

Dalam penelitian ini, pengujian yang dilakukan adalah pengujian sifat fisik tanah, uji proktor

standar, dan uji CBR. Adapun sampel yang akan digunakan tertera pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2

berikut.

4.5 Prosedur Pengujian

Page 19: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

Pelaksanaan pengujian di laboratorium meliputi beberapa jenis pengujian yang akan dilakukan.

Pengujian tersebut mengikuti prosedur dan ketentuan yang berlaku. Pengujian dilakukan di

laboratorium Mekanika Tanah, Progam Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan

Perencanaan, Universitas Islam Indonesia. Adapun pengujian–pengujian yang dilakukan antara

lain.

1. Pengujian jenis dan sifat fisik tanah

a. Pengujian Analisis Hidrometer (ASTM D 421-72)

b. Pengujian Analisis Saringan (ASTM D422-72)

c. Pengujian Kadar Air (ASTM D2216-98)

d. Pengujian Berat Jenis (ASTM D 854-72)

e. Pengujian Batas Cair (ASTM D 423-66)

f. Pengujian Batas Plastis (ASTM D 424-74)

g. Pengujian Batas Susut (ASTM D 427-74)

2. Pengujian sifat–sifat mekanis tanah

a. Pengujian Proktor Standar (ASTM D 698-70)

b. Pengujian CBR (California Bearing Ratio) (ASTM D 698-70)

c. Pengujian Pengembangan (Swelling) (ASTM D 2166-86)

4.6 Bagan Alir Penelitian

Dalam suatu penelitian dibutuhkan tahap–tahap yang skematis untuk membantu dalam

pelaksanaan pekerjaan, yang disebut dengan bagan alir penelitian (flowchart). Bagan alir

penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut.

Page 20: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini meliputi beberapa pengujian terhadap sifat fisik

tanah, pengujian California Bearing Ratio (CBR), dan pengujian Swelling Factor pada tanah asli

dan tanah asli dengan bahan tambah yang digunakan, pengujian dilakukan di Laboratorium

Mekanika Tanah, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia. Tanah

yang digunakan berasal dari Kota Muara Enim, Palembang, Sumatera Selatan. Adapun hasil

Pengujian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.

5.1 PENGUJIAN SIFAT FISIK dan KLASIFIKASI TANAH

5.1.1 PENGUJIAN SIFAT FISIK TANAH

Pengujian sifat fisik tanah digunakan untuk mengetahui jenis dan sifat fisik tanah pada sampel

yang digunakan dalam penelitian, dengan pengujian sifat fisik dapat mengetahui klasifikasi

tanah berdasarkan sistem klasifikasi USCS dan AASHTO, pengujian sifat fisik tanah dilakukan

pada 2 sampel tanah. Hasil pengujian sifat fisik tanah dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut.

Hasil dari pengujian analisa saringan dan pengujian hidrometer dapat digambarkan grafik

analisa saringan yang berasal dari hasil rata-rata kedua sampel, adapun grafik analisa saringan

dapat dilihat pada Gambar 5.1 grafik analisa saringan berikut.

Berdasarkan dari Gambar 5.1 grafik analisa saringan di atas, didapatkan persentase

butiran tanah lolos saringan no. 200 sebesar 87,46%, dengan persentase ukuran butiran tanah

yang tergolong kerikil sebesar 0,0%, persentase ukuran butiran tanah yang tergolong dalam pasir

sebesar 12,54%, persentase ukuran butiran tanah yang tergolong dalam lempung sebesar 48,65%

dan persentase ukuran butiran tanah dalam jenis lanau sebesar 38,81%, maka dapat diketahui

Page 21: BAB I · BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara umum tanah merupakan suatu material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral–mineral padat yang tidak terkontaminasi (terikat

bahwa sampel tanah yang berasal dari Muara Enim, Sumatera Selatan memiliki jenis lempung

kelanauan dengan sedikit berpasir.

Hasil pengujian batas–batas konsistensi yang dilakukan pada tanah asli antara lain,

nilai batas susut rata-rata sebesar 21,66%, untuk nilai batas cair dapat dilihat pada grafik

perbandingan antara jumlah pukulan dan kadar air, adapaun grafik tersebut dapat dilihat pada

Gambar 5.2 berikut.