bab 7 peppeeperingkat daya saing usaha ringkat daya … · 2013-10-14 · 98 kajian identifikasi...
TRANSCRIPT
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 93
BAB 7BAB 7BAB 7BAB 7
PEPEPEPERINGKAT DAYA SAING USAHARINGKAT DAYA SAING USAHARINGKAT DAYA SAING USAHARINGKAT DAYA SAING USAHA
7.1 Peringkat Daya Saing Usaha Menurut Daerah
Peringkat daya saing daerah dinilai berdasarkan enam parameter utama yang masing-
masing parameter dibangun dari beberapa variabel yang menggambarkan parameter tersebut.
Perhitungan menggunakan rumus penghitungan peringkat daya saing yang dikembangkan
oleh VNCI (USAID) seperti yang telah dijelaskan dalam bagian metodologi. Enam kelompok
parameter ini memiliki indeks masing-masing yang kemudian dirata-ratakan menjadi indeks
daya saing daerah. Enam parameter tersebut adalah (i) lingkungan peraturan, (ii) dinamika
bisnis, (iii) formalisasi usaha, (iv) akses ke permodalan, (v) lingkungan usaha, dan (vi)
infrastruktur. Indeks dari masing-masing parameter juga dibangun dari indeks variabel
penyusunnya yang dibandingkan antar daerah. Deskripsi dan penilaian daya saing untuk
masing-masing parameter akan dijelaskan pada bagian berikutnya.
Peringkat daya saing akhir menunjukkan Propinsi Jawa Timur memiliki daya saing yang
paling baik dalam pengembangan UMKM dengan indeks daya saing 6.86 (skala 1 sampai 10).
Sebaliknya Sumatera Utara merupakan daerah yang paling kurang kondusif untuk
pengembangan UMKM karena daya saing yang paling rendah diantara lima propinsi sampel
(indeks daya saing 3.91). Gambar diagram batang pada kanan atas menunjukkan posisi indeks
daya saing total dari masing-masing propinsi dan lima diagram radar menunjukkan indeks dari
masing-masing parameter komponen penyusun indeks daya saing total untuk masing-masing
daerah.
Indeks daya saing yang rendah di Sumatera Utara terutama disebabkan oleh kondisi
lingkungan usaha, akses ke permodalan dan infrastruktur yang buruk dan lingkungan
peraturan dan formalisasi usaha yang kurang baik. Sumatera Utara nyaris tidak memiliki
kekuatan daya saing pada enam parameter utama dimana indeks yang relatif sedikit lebih baik
hanya untuk dinamika bisnis. Bahkan daya saing infrastruktur dan lingkungan usaha
menunjukkan kondisi yang sangat buruk dan sangat tidak kondusif bagi pengembangan
UMKM1.
1 Pembahasan lebih detail untuk masing-masing parameter indeks daya saing akan dijelaskan pada bagian berikutnya (kecuali parameter infrastruktur yang tidak dibahas khusus).
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 94
Gambar 7.1 Diagram radar daya saing pengembangan UMKM di lima propinsi
Sumatera Utara
02468
10
LingkunganPeraturan
Dinamika Bisnis
Formalisasi Usaha
Akses kepermodalan
Pajak, Retribusi dankebijakan Pemda
Infrastruktur
3.91
5.50
5.87
6.86
5.99
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0
Sumut
Banten
Jaw a Barat
Jaw a Timur
NTB
Banten
02
4
6
8
10
LingkunganPeraturan
Dinamika Bisnis
Formalisasi Usaha
Akses kepermodalan
Pajak, Retribusi dankebijakan Pemda
Infrastruktur
Jawa Barat
0
2
4
6
8
10Lingkungan Peraturan
Dinamika Bisnis
Formalisasi Usaha
Akses ke permodalan
Pajak, Retribusi dankebijakan Pemda
Infrastruktur
Jaw a Timur
0
2
4
6
8
10
LingkunganPeraturan
Dinamika Bisnis
Formalisasi Usaha
Akses kepermodalan
Pajak, Retribusi dankebijakan Pemda
Infrastruktur
NTB
0
2
4
6
8
10
LingkunganPeraturan
Dinamika Bisnis
Formalisasi Usaha
Akses kepermodalan
Pajak, Retribusi dankebijakan Pemda
Infrastruktur
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 95
Jawa Timur memiliki keunggulan dalam lingkungan peraturan, kondisi infrastruktur
dan formalisasi usaha yang menunjang untuk pengembangan UMKM. Peraturan daerah yang
da di kabupaten di Jawa Timur relatif tidak banyak menghambat pendirian maupun
pengembangan usaha bagi UMKM. Proses formalisasi UMKM (mengurus perijinan dan badan
usaha) juga relatif mudah dilakukan sehingga tingkat pemilikan ijin dan status badan usaha
juga lebih tinggi oleh UMKM di Jawa Timur dibandingkan dengan daerah lain. Kondisi
infrastruktur juga sangat memadai dalam mendukung kegiatan usaha bagi UMKM.
Keunggulan dalam infrastruktur dan lingkungan usaha untuk pengembangan UMKM
juga terjadi di Jawa Barat meskipun tidak sebaik di Jawa Timur. Dengan kata lain, UMKM di
Jawa barat relatif memiliki kemudahan dalam mengurus formalisasi usaha (perijinan dan badan
hukum usaha) dan didukung oleh kondisi infrastruktur yang memadai.
Sementara untuk propinsi Banten, meskipun tidak ada parameter yang menunjukkan
kondisi menonjol, juga tidak ada parameter yang sangat buruk kondisinya. Hanya kondisi
infrastruktur yang relatif kurang mendukung bagi pengembangan UMKM. Propinsi NTB
menunjukkan keunggulan dalam lingkunga usaha dan akses ke permodalan, namun relatif
lemah dalam lingkungan peraturan. UMKM di NTB tidak banyak mengalami pungutan dan
relatif mudah untuk mengakses sumber permodalan dari lembaga keuangan. Namun
peraturan daerah yang ada di kabupaten di NTB potensial untuk menghambat pengembangan
UMKM.
7.1.1 Penilaian Lingkungan Peraturan
Parameter untuk menilai kondisi lingkungan peraturan terdiri dari empat variabel yaitu
jumlah Peraturan daerah (Perda) terkait pajak daerah, terkait retribusi, terkait lalulintas barang
dan Perda terkait perijinan. Propinsi Jawa Timur memiliki daya saing lingkungan peraturan
yang paling baik bagi pengembangan UMKM dibanding propinsi lain. Perda yang potensial
menghambat pengembangan UMKM di kabupaten di Jawa Timur paling sedikit dibanding
daerah lain. Sebaliknya Jawa Barat memiliki daya saing lingkungan peraturan paling buruk
dibanding propinsi lain.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 96
Gambar 7.2. Diagram radar daya saing lingkungan peraturan di lima propinsi
Sumatera Utara
02
46
8
10
Jumlah Perdaterkait Pajak
Jumlah Perdaterkait retribusi
daerah
Jumlah perda terkaitlalulintas barang
Jumlah Perdaterkait perijinan
4.4
6.6
2.8
10.0
3.0
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0
Sumut
Banten
Jawa Barat
Jawa Timur
NTB
Banten
0
2
4
6
8
10
Jumlah Perda terkaitPajak
Jumlah Perda terkaitretribusi daerah
Jumlah perda terkaitlalulintas barang
Jumlah Perda terkaitperijinan
Jawa Barat
0
2
4
6
8
10
Jumlah Perda terkaitPajak
Jumlah Perda terkaitretribusi daerah
Jumlah perda terkaitlalulintas barang
Jumlah Perda terkaitperijinan
Jaw a Timur
0
2
4
6
8
10
Jumlah Perda terkaitPajak
Jumlah Perda terkaitretribusi daerah
Jumlah perda terkaitlalulintas barang
Jumlah Perda terkaitperijinan
NTB
02468
10
Jumlah Perda terkaitPajak
Jumlah Perda terkaitretribusi daerah
Jumlah perda terkaitlalulintas barang
Jumlah Perda terkaitperijinan
Lemahnya daya saing lingkungan peraturan dalam pengembangan UMKM di Jawa
Barat disebabkan cukup banyak Perda yang potensial menghambat pengembangan UMKM di
Jawa Barat khususnya terkait pajak, retribusi dan lalu lintas barang. Kondisi lingkungan
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 97
peraturan yang kurang kondusif juga terjadi di propinsi Nusa tenggara Barat (NTB). Meskipun
hampir tidak ada perda terkait lalu lintas barang, namun Perda terkait perijinan, pajak dan
retribusi cukup banyak dan potensial menghambat pengembangan UMKM.
Propinsi Banten memiliki daya saing lingkungan peraturan yang cukup baik. Perda
terkait lalu lintas barang relatif tidak ditemui dan Perda terkait perijinan juga tidak banyak
sehingga tidak potensial menghambat pengembangan UMKM. Namun Perda terkait pajak dan
retribusi meskipun tidak terlalu banyak namun relatif potensial menghambat pengembangan
UMKM. Sebaliknya di Sumatera Utara, lingkungan peraturan yang kurang kondusif berasal
dari perda terkait perijinanan dan perda terkait retribusi yang potensial menghambat
pengembangan UMKM. Namun peraturan perpajakan di Sumatera Utara relatif cukup baik.
7.1.2 Penilaian Dinamika Usaha
Penilaian terhadap parameter dinamika usaha menggunakan enam variabel yang
terkait dengan kondisi perkembangan dan dinamika UMKM di daerah seperti usia dan
perkembangan skala usaha, penggunaan teknologi, ekspansi pasar dan upaya efisiensi. Hasil
survei di lima propinsi menunjukkan dinamika usaha di kelima propinsi berada dalam kondisi
yang median. Dinamika perkembangan UMKM tidak terlalu tinggi namun juga tidak rendah
serta hampir merata di lima propinsi dengan indeks dinamika usaha antara 4.4 sampai 4.6.
Namun masing-masing propinsi memiliki kelebihan dan kekurangan pada aspek yang berbeda
dari dinamika usaha.
UMKM di Sumatera Utara memiliki dinamika usaha yang baik dalam kelembagaan
usaha dan potensi untuk berkembang, namun lemah dalam daya saing teknologi dan
penetrasi pasar. Hanya sedikit yang menggunakan teknologi lebih baik dari pesaingnya serta
mampu melakukan ekspor. Sebaliknya UMKM di Banten lebih memiliki kemampuan penetrasi
pasar dan melakukan efisiensi usaha, namun lemah dalam kelembagaan usaha dan
peningkatan skala usaha. Namun UMKM di Banten relatif masih infant sehingga potensial
untuk berkembang.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 98
Gambar 7.3. Diagram radar daya saing dinamika usaha UMKM di lima propinsi
Sumut
024
68
10
% usaha yang berusiakurang dari 5 tahun
% usaha yang ekspor
% usaha yang memilikirencana
rasionalisasi/ef isiensi u/pengembangan usaha
% usaha dengan omset >Rp. 1 M ilyar
% usaha yang teknologilebih baik dari
kompet itor
% usaha menggunakanteknologi berlisensi
% usaha yang menjadianggota assosiasi
usaha/koperasi
5.6
5.3
5.4
4.9
4.4
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0
Sumut
Banten
Jawa Barat
Jawa Timur
NTB
Banten
02468
10
% usaha yangberusia kurang dari
5 tahun
% usaha yangekspor
% usaha yangmemiliki rencana
rasionalisasi/efisiensi u/ pengembangan
% usaha denganomset > Rp. 1 M ilyar
% usaha yangteknologi lebih baik
dari kompetitor
% usahamenggunakan
teknologi berlisensi
% usaha yangmenjadi anggota
assosiasiusaha/koperasi
Jawa Barat
024
68
10
% usaha yang berusiakurang dari 5 tahun
% usaha yang ekspor
% usaha yangmemiliki rencana
rasionalisasi/efisiensi u/ pengembangan
% usaha denganomset > Rp. 1 M ilyar
% usaha yangteknologi lebih baik
dari kompetitor
% usahamenggunakan
teknologi berlisensi
% usaha yangmenjadi anggota
assosiasiusaha/koperasi
Jawa Timur
0
2
4
6
8
10
% usaha yang berusiakurang dari 5 tahun
% usaha yang ekspor
% usaha yangmemiliki rencana
rasionalisasi/efisiensi u/ pengembangan
% usaha denganomset > Rp. 1 M ilyar
% usaha yangteknologi lebih baik
dari kompetitor
% usahamenggunakan
teknologi berlisensi
% usaha yangmenjadi anggota
assosiasiusaha/koperasi
NTB
02468
10
% usaha yang berusiakurang dari 5 tahun
% usaha yang ekspor
% usaha yangmemiliki rencana
rasionalisasi/efisiensi u/ pengembangan
% usaha denganomset > Rp. 1 M ilyar
% usaha yangtekno logi lebih baik
dari kompetitor
% usahamenggunakan
teknologi berlisensi
% usaha yangmenjadi anggota
assosiasiusaha/koperasi
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 99
Kelemahan dalam kelembagaan usaha dan penetrasi pasar juga terdapat pada UMKM
di Jawa Timur. Namun UMKM di Jawa Timur cukup potensial dikembangkan karena usianya
yang rata-rata masih muda dan menggunakan teknologi yang cukup baik. UMKM di Jawa
Barat memiliki daya saing dan kemampuan yang lebih baik dalam penggunaan teklnologi
namun lemah dalam melakukan efisiensi dan penterasi pasar. Skala usaha sebagian besar
relatif kecil dan usaha sudah cukup lama sehingga relatif sulit dikembangkan.
7.1.3 Penilaian Formalisasi Usaha
Penilaian formalisasi usaha didasarkan atas kondisi kemudahan dalam pengurusan
formalisasi usaha dan tingkat kepemilikan ijin usaha dan badan hukum usaha yang
mendukung untuk daya saing pengembangan usaha. Jawa Timur memiliki daya saing untuk
formalisasi usaha yang paling baik dibanding propinsi lain. Namun kondisi formalisasi usaha di
empat propinsi lain juga relatif cukup baik dengan indeks diatas lima.
Kekuatan daya saing dalam formalisasi usaha di Jawa Timur terletak pada proses
pengurusan perijinan yang cukup mudah dibanding daerah lain terutama pada waktu dan
biaya pengurusan ijin yang tidak memberatkan sehingga banyak UMKM yang mau mengurus
sendiri perijinannya. Sebaliknya UMKM di Sumatera Utara mengalami pengurusan ijin dengan
biaya yang cukup tinggi dan waktu pengurusan cukup lama. Meskipun demikian, tingkat
kepemilikan ijin yang tinggi.
Daya saing untuk formalisasi usaha yang tinggi juga terdapat di Jawa Barat.
Keunggulan Jawa Barat terletak pada pengurusan ijin yang relatif cepat dan biaya terjangkau
sehingga tingkat kepemilikan ijin usaha cukup tinggi. Sementara pengurusan ijin yang mudah
di Banten tidak mampu mendorong tingkat kepemilikan ijin yang tinggi untuk ijin utama
seperti IMB dan HO. Dengan kata lain, perlu didorong kesadaran untuk formalisasi usaha di
Banten.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 100
Gambar 7.4. Diagram radar daya saing formalisasi usaha bagi UMKM di lima propinsi
Sumut
02468
10
% usaha yangmemiliki perijinan
umum (IM B & TDP)
% usaha yangmemiliki badan
hukum
% yang mengurus ijinmelalui perantara
Rata-rata total biayapengurusan ijin
Rata-rata total waktupengurusan ijin
5.4
5.3
7.3
8.6
5.6
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0
Sumut
Banten
Jawa Barat
Jawa Timur
NTB
Banten
02468
10
% usaha yangmemiliki perijinan
umum (IM B & TDP)
% usaha yangmemiliki badan
hukum
% yang mengurus ijinmelalui perantara
Rata-rata total biayapengurusan ijin
Rata-rata total waktupengurusan ijin
Jawa Barat
02468
10
% usaha yangmemiliki perijinan
umum (IM B & TDP)
% usaha yangmemiliki badan
hukum
% yang mengurus ijinmelalui perantara
Rata-rata total biayapengurusan ijin
Rata-rata to tal waktupengurusan ijin
Jawa Timur
02468
10
% usaha yangmemiliki perijinan
umum (IM B & TDP)
% usaha yangmemiliki badan
hukum
% yang mengurus ijinmelalui perantara
Rata-rata to tal biayapengurusan ijin
Rata-rata to tal waktupengurusan ijin
NTB
02468
10
% usaha yangmemiliki perijinan
umum (IM B & TDP)
% usaha yangmemiliki badan
hukum
% yang mengurus ijinmelalui perantara
Rata-rata to tal biayapengurusan ijin
Rata-rata to tal waktupengurusan ijin
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 101
7.1.4 Penilaian Akses Terhadap Kredit.
Penilaian daya saing aksesibilitas terhadap kredit diukur dari tingkat akses terhadap
kredit dari perbankan sejak kebutuhan terhadap kredit, pengajuan kredit sampai UMKM yang
pernah mendapat kredit. Hasil penilaian daya saing akses terhadap kredit menunjukkan
Propinsi NTB memiliki daya saing paling baik dari sisi ketersedian kredit bagi pengembangan
UMKM dengan indeks 8.9. Sebaliknya, akses terhadap kredit paling sulit bagi pengembangan
UMKM terdapat di Sumatera Utara.
Kelebihan akses terhadap kredit bagi UMKM di NTB terutama berasal dari kemudahan
bagi UMKM dalam mengajukan kredit ke bank. UMKM di NTB relatif mudah dalam mengakses
kredit ke bank sehingga cukup banyak UMKM yang membutuhkan kredit dan bisa
mengajukan kredit ke bank bahkan lebih dari satu kali. Tingkat peneriman atas kredit yang
diajukan juga relatif tinggi. Sementara di Sumatera Utara, meskipun tingkat kebutuhan kredit
cukup tinggi, namun banyak UMKM menyatakan jumlah persyaratan untuk pengajuan kredit
cukup tinggi. Akibatnya banyak UMKM tidak dapat mengajukan kredit ke perbankan.
Di Jawa Barat, meskipun persyaratan tidak memberatkan, namun karena tingkat
kebutuhan kredit dari bank relatif rendah, pengajuan kredit ke bank juga menjadi rendah. Hal
ini menyebabkan peringkat daya saing aksesibilitas kredit relatif rendah. Sebaliknya di Banten,
kemudahan persyaratan diikuti dengan relatif banyaknya UMKM yang mengajukan kredit
meskipun tingkat kebutuhan kredit juga tidak terlalu tinggi. Kondisi yang mirip dengan Banten
juga berlangsung di Jawa Timur. Dari gambaran daya saing aksesibilitas kredit ini terlihat
bahwa kemudahan dalam persyaratan dan adanya kebutuhan UMKM terhadap kredit dari
bank menjadi faktor penting dalam meningkatkan aksesibilitas kredit bagi UMKM.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 102
Gambar 7.5. Diagram radar daya saing aksesibilitas kredit bagi UMKM di lima propinsi
Sumut
0
2
4
6
8
10
% yang menyatakanjumlah persyaratkan
memberatkan
% yang menyatakanbutuh pinjaman
% yang pernahmengajukan
pinjaman
% yang pernahmengajukan
pinjaman lebih dari 2kali
% yang pernahmendapat kredit
2.2
6.6
6.3
6.0
8.9
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0
Sumut
Banten
Jawa Barat
Jawa Timur
NTB
Banten
02468
10
% yang menyatakanjumlah persyaratkan
memberatkan
% yang menyatakanbutuh pinjaman
% yang pernahmengajukan
pinjaman
% yang pernahmengajukan
pinjaman lebih dari 2kali
% yang pernahmendapat kredit
Jawa Barat
02
46
8
10
% yang menyatakanjumlah persyaratkan
memberatkan
% yang menyatakanbutuh pinjaman
% yang pernahmengajukan
pinjaman
% yang pernahmengajukan
pinjaman lebih dari 2kali
% yang pernahmendapat kredit
Jawa Timur
02
4
6
8
10
% yang menyatakanjumlah persyaratkan
memberatkan
% yang menyatakanbutuh pinjaman
% yang pernahmengajukan
pinjaman
% yang pernahmengajukan
pinjaman lebih dari 2kali
% yang pernahmendapat kredit
NTB
0
2
4
6
8
10
% yang menyatakanjumlah persyaratkan
memberatkan
% yang menyatakanbutuh pinjaman
% yang pernahmengajukan
pinjaman
% yang pernahmengajukan
pinjaman lebih dari 2kali
% yang pernahmendapat kredit
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 103
7.1.5 Penilaian Lingkungan Usaha
Penilaian terhadap lingkungan usaha didasarkan atas kondisi pungutan resmi dan tidak
resmi yang dihadapi oleh UMKM dan pelibatan UMKM dalam kebijakan pemerintah daerah
yang terkait dengan UMKM. Propinsi NTB menunjukkan kondisi lingkungan usaha yang paling
baik bagi pengembangan UMKM diantara lima daerah penelitian. Sebaliknya Jawa Timur
menjadi daerah dengan kondisi lingkungan usaha paling buruk dibanding daerah lain.
Kondisi lingkungan usaha yang buruk di Jawa timur terutama berasal dari minimnya
pelibatan UMKM dalam penyunan program pengembangan UMKM maupun perumusan Perda
yang terkait dengan kegiatan usaha. Pungutan tidak resmi dalam pembayaran pajak dan
adanya lembaga selain Pemda yang mengenakan retribusi juga cukup tinggi. Hal ini menjaid
ironis mengingat kabupaten di Jawa Timur sebenarnya tidak banyak membuat peraturan
terkait pajak, retribusi dan perijinan usaha maupun lalulintas barang. Sementara NTB memiliki
kondisi lingkungan usaha yang sangat kondusif dengan sedikitnya pungutan tidak resmi dan
banyaknya UMKM dilibatkan dalam kebijakan Pemda.
Kondisi yang mirip dengan Jawa Timur juga terjadi di Sumatera Utara dengan kondisi
lingkungan usaha yang tidak kondusif karena kurangnya pelibatan UMKM dalam penyusunan
program dan peraturan daerah terkait dunia usaha serta pungutan usaha yang relatif tinggi.
Sementara Banten dan Jawa Barat memiliki kekuatan dan kelemahan yang berbeda dalam
lingkungan usaha. Banten memiliki keunggulan dengan sedikitnya pungutan tidak resmi dalam
kegiatan usaha dan pengetahuan UMKM terhadap program-progran Pemda yang terkait
dengan pengembangan usaha. Namun UMKM di Banten kurang dilibatkan dalam penyusunan
program dan perumusan Perda yang terkait kegiatan usaha. Sebaliknya Jawa Barat memiliki
keunggulan dengan banyaknya pelibatan UMKM dalam penyusunan program dan perumusan
Perda terkait kegiatan usaha, namun UMKM masih banyak dihadapkan oleh pungutan tidak
resmi disamping pungutan pajak dan retribusi resmi.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 104
Gambar 7.6. Diagram radar daya saing lingkungan usaha bagi UMKM di lima propinsi
Sumut
02468
10
% usaha yangmenyatakan ada
pungutan tdk resmidlm pembayaran
% usaha yang adalembaga lain yang
mengenakan retribusi
% usaha yangmengetahui adanya
programpengembangan UKM
% usaha yangdilibatkan dalam
perumusan Perdaterkait usaha
% usaha yangmenyatakanDilakukan
penampungan
2.3
5.9
5.8
1.8
10.0
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0
Sumut
Banten
Jawa Barat
Jawa Timur
NTB
Banten
02468
10
% usaha yangmenyatakan ada
pungutan tdk resmidlm pembayaran
% usaha yang adalembaga lain yang
mengenakan retribusi
% usaha yangmengetahui adanya
programpengembangan UKM
% usaha yangdilibatkan dalam
perumusan Perdaterkait usaha
% usaha yangmenyatakanDilakukan
penampungan
Jawa Barat
02468
10
% usaha yangmenyatakan ada
pungutan tdk resmidlm pembayaran
% usaha yang adalembaga lain yang
mengenakan retribusi
% usaha yangmengetahui adanya
programpengembangan UKM
% usaha yangdilibatkan dalam
perumusan Perdaterkait usaha
% usaha yangmenyatakan
Dilakukanpenampungan
Jawa Timur
02468
10
% usaha yangmenyatakan ada
pungutan tdk resmidlm pembayaran
% usaha yang adalembaga lain yang
mengenakan retribusi
% usaha yangmengetahui adanya
programpengembangan UKM
% usaha yangdilibatkan dalam
perumusan Perdaterkait usaha
% usaha yangmenyatakan
Dilakukanpenampungan
NTB
02468
10
% usaha yangmenyatakan ada
pungutan tdk resmidlm pembayaran
% usaha yang adalembaga lain yang
mengenakan retribusi
% usaha yangmengetahui adanya
programpengembangan UKM
% usaha yangdilibatkan dalam
perumusan Perdaterkait usaha
% usaha yangmenyatakanDilakukan
penampungan
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 105
7.2 Peringkat Daya Saing Usaha Menurut Sektor
Peringkat daya saing sektoral dibangun dari enam parameter utama yang mengukur
kondisi yang berada disekitar kegiatan UMKM menurut sektornya. Dalam bagian ini tiga
sektor usaha yang dibandingkan adalah sektor pertanian, industri pengolahan dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran. Penilaian secara khusus untuk beberapa parameter
pembentuk daya saing sektoral akan dibahas secara khusus pada bagian berikutnya.
Sektor industri memiliki daya saing paling baik dalam pengembangan UMKM dengan
indeks daya saing 6.96 (skala 1 sampai 10), dikuti oleh sektor perdagangan. Sementara indeks
daya saing sektor pertanian hanya sebesar 3.43. Keunggulan sektor industri dalam
pengembangan UMKM terletak pada dinamika usaha yang cukup tinggi pada UMKM di sektor
industri, kebijakan daerah yang mendukung, infrastruktur pendukung usaha yang relatif cukup
memadai. Namun akses permodalan dan lingkungan usaha relatif kurang unggul di sektor
industri.
Sektor perdagangan lebih memiliki keunggulan daya saing yang didukung oleh kondisi
infrastruktur dan akses permodalan yang cukup mendukung, namun lemah dalam dinamika
usaha UMKM yang ada didalamnya. Sektor pertanian memiliki kelemahan yang menonjol
dalam daya dukung infrastruktur dan kebijakan daerah dalam pengembangan UMKM di
sektor ini. Parameter dinamika bisnis, formalisasi usaha, akses permodalan dan lingkungan
usaha juga tidak cukup kuat untuk mendukung pengembangan UMKM di sektor pertanian.
Hal inilah yang menyebabkan indeks daya saing pengembangan UMKM sektor pertanian
menjadi rendah.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 106
Gambar 7.7. Diagram radar daya saing sektoral bagi pengembangan UMKM
Pertanian
02468
10Dinamika B isnis
Formalisasi Usaha
Akses kepermodalan
Pajak, Retribusidan pungutan
Kebijakan daerah
Infrastruktur
3.43
6.96
6.56
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0
Pertanian
Indust ri
Perdagangan
Industri
0
2
4
6
8
10Dinamika Bisnis
Formalisasi Usaha
Akses kepermodalan
Pajak, Retribusidan pungutan
Kebijakan daerah
Infrastruktur
Perdagangan Hotel dan Restoran
0
2
4
6
8
10Dinamika Bisnis
Formalisasi Usaha
Akses kepermodalan
Pajak, Retribusidan pungutan
Kebijakan daerah
Infrastruktur
7.2.1 Penilaian Dinamika Usaha
Dari sisi parameter dunia usaha, UMKM sektor industri memiliki keunggulan untuk
dikembangkan, sementara sektor perdagangan justri paling buruk dinamika usaha UMKM
didalamnya. Keunggulan UMKM di sektor perindustrian terletak pada kelembagaan usaha,
penggunaan teknologi dan kemampuan pengembangan pasar. UMKM sektor industri juga
mempunyai potensi untuk dikembangkan karena usia yabg masih mudah dan memiliki
perencanaan melakukan efisiensi.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 107
Gambar 7.8. Diagram radar daya saing dinamika usaha UMKM antar sektor
Pertanian
0.02.04.06.08.0
10.0
% usaha yangberusia kurang dari 5
tahun
% usaha yangekspor
% usaha yangmemiliki rencana
rasionalisasi/efisiensi u/ pengembangan
% usaha yangteknologi lebih baik
dari kompetitor
% usahamenggunakan
teknologi berlisensi
% usaha yangmenjadi anggota
assosiasiusaha/koperasi
4.6
9.2
4.3
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0
Pertanian
Industri
Perdagangan
Industri
02468
10
% usaha yangberusia kurang dari 5
tahun
% usaha yang ekspor
% usaha yangmemiliki rencana
rasionalisasi/efisiensi u/ pengembangan
% usaha yangtekno logi lebih baik
dari kompetitor
% usahamenggunakan
teknologi berlisensi
% usaha yangmenjadi anggota
assosiasiusaha/koperasi
Perdagangan
02468
10
% usaha yang berusiakurang dari 5 tahun
% usaha yang ekspor
% usaha yangmemiliki rencana
rasionalisasi/efisiensiu/ pengembangan
% usaha yangtekno logi lebih baik
dari kompetitor
% usahamenggunakan
teknologi berlisensi
% usaha yangmenjadi anggota
assosiasiusaha/koperasi
UMKM di sektor perdagangan hanya memiliki keunggulan dalam potensi untuk
dikembangkan dan penggunaan teknologi berlisensi dalam usahanya. Namun dinamika
UMKM di sektor perdagangan ini rendah dalam hal kelembagaan usaha, kemampuan
teknologi dibanding kompetitor, pengembangan pasar dan kemampuan merencanakan
efisiensi. Sementara UMKM di sektor pertanian justru memiliki keunggulan dalam
kelembagaan usaha dan kemampuan merencanakan efisiensi namun lemah dalam potensi
pengembangan karena usia usaha yang sudah memasuki tahap kematangan (mature).
7.2.2 Penilaian Formalisasi Usaha
UMKM di sektor perdagangan justru memiliki keunggulan dalam kemampuan dan
kemudahan dalam melakukan formalisasi usaha. Hal ini ditunjukkan dengan keunggulan
dalam parameter formalisasi usaha dibanding dua sektor lain dengan indeks formalisasi usaha
8.0. Keunggulan sektor perdagangan terletak pada tingkat kepemilikan perijinan usaha dan
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 108
badan hukum yang tinggi oleh UMKM di sektor ini, kemudahan mengurus perijinandan
pengetahuan tentang prosedur formalisasi usaha. Namun UMKM di sektor perdagangan masih
banyak yang mengurus badan hukum usaha melalui perantara.
Gambar 7.9. Diagram radar daya saing formalisasi usaha UMKM antar sektor
Pertanian
024
68
10
% usaha yangmemiliki perijinan
umum (IM B & TDP)
% usaha yangmemiliki badan
hukum
% usaha yangmenyatakan terdapat
ijin yangmemberatkan
% usaha yangmengetahui
peraturan mendirikanbadan hukum
% usaha yangmengurus badanhukum melalui
perantara
4.6
6.6
8.0
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0
Pertanian
Industri
Perdagangan
Industri
024
68
10
% usaha yangmemiliki perijinan
umum (IM B & TDP)
% usaha yangmemiliki badan
hukum
% usaha yangmenyatakan terdapat
ijin yangmemberatkan
% usaha yangmengetahui
peraturan mendirikanbadan hukum
% usaha yangmengurus badanhukum melalui
perantara
Perdagangan
02
4
6
8
10
% usaha yangmemiliki perijinan
umum (IM B & TDP)
% usaha yangmemiliki badan
hukum
% usaha yangmenyatakan terdapat
ijin yangmemberatkan
% usaha yangmengetahui peraturan
mendirikan badanhukum
% usaha yangmengurus badanhukum melalui
perantara
Sementara UMKM di sektor industri lebih mampu mengurus badan hukum usaha
sendiri disamping juga memiliki keunggulan dalam tingkat kepemilikan ijin usaha serta cukup
baik dalam pengetahauan mengurun badan hukum usaha. Namun masih ada ijin yang
memberatkan bagi UMKM di sektor industri yang dirasakan oleh banyak UMKM disektor ini.
Sektor pertanian hanya memiliki keunggulan dalam tidak adanya ijin yang memberatkan dan
kemauan UMKM mengurus badan hukumnya sendiri. Namun sektor ini sangat lemah dalam
tingkat kepemilikan perijinan dan badan hukum usaha serta pengetahuan atas prosedur
pengurusan badan hukum usaha.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 109
7.2.3 Penilaian Akses Terhadap Kredit
Daya saing dalam aksesibilitas terhadap kredit juga lebih dimiliki oleh sektor
perdagangan dibanding dua sektor lainnya. Lebih banyak UMKM di sektor perdagangan yang
menggunakan sumber permodalan dari pinjaman bank (umum dan BPR). Meskipun tingkat
kebutuhan kredit rendah oleh UMKM di sektor perdagangan, namun tingkat pengajuan kredit
cukup tinggi dan tingkat penerimaan atas kredit yang diajukan juga cukup tinggi.
Gambar 7.10. Diagram radar daya saing akses terhadap kredit UMKM antar sektor
Pertanian
02
4
68
10
% usaha yangmenggunakan modal
dari bank/BPR
% yang menyatakanbutuh pinjaman
% yang pernahmengajukan
pinjaman
% yang pernahmengajukan
pinjaman lebih dari 2kali
% yang pernahmendapat kredit
4.4
4.1
8.2
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0
Pertanian
Industri
Perdagangan
Industri
02
46
8
10
% usaha yangmenggunakan modal
dari bank/BPR
% yang menyatakanbutuh pinjaman
% yang pernahmengajukan
pinjaman
% yang pernahmengajukan
pinjaman lebih dari 2kali
% yang pernahmendapat kredit
Perdagangan
02468
10
% usaha yangmenggunakan modal
dari bank/BPR
% yang menyatakanbutuh pinjaman
% yang pernahmengajukan
pinjaman
% yang pernahmengajukan
pinjaman lebih dari 2kali
% yang pernahmendapat kredit
Sementara sektor industri yang secara umum terlihat lebih bankable dan relatif cukup
banyak yang membutuhkan pinjaman, namun aksesibilitas terhadap kredit dari bank justru
relatif rendah. Tingkat pengajuan kredit oleh UMKM sektor industri cukup memadai namun
tingkat penerimaan atas kredit yang diajukan masih rendah. Demikian pula dengan
penggunaan kredit bank sebagai sumber permodalan yang masih rendah. UMKM di sektor
industri tampaknya belum cukup perform dalam mengakses kredit dari perbankan dibanding
kondisi usahanya. Tingkat kebutuhan terhadap pinjaman dari bank sebenarnya paling tinggi
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 110
ada disektor pertanian. Namun tingkat pengajuan kredit yang rendah menyebabkan UMKM
sektor pertanian paling rendah kemampuan aksesibilitas kreditnya. Sektor ini perlu didorong
keyakinan dan kemampuannya dalam mendapatkan sumber permodalan dari kredit
perbankan.
7.2.4 Penilaian Lingkungan Usaha
Hasil penilaian kondisi lingkungan usaha menunjukkan sektor industri memiliki kondisi
lingkungan usaha palking kondusif untuk mendukung pengembangan UMKM didalam
sektornya. Keunggulan UMKM sektor industri terletak pada pengetahuan tentang ketentuan
perpajakan dan UMKM di sektor ini relatif merasakan manfaat dari pajak yang dibayarkan.
Namun UMKM sektor industri memiliki kelemahan dalam kondisi retribusi dimana hanya
sedikit UMKM yang mengetahui tentang tarif retribusi serta cuukup signifikan UMKM yang
dikenakan retribusi tidak resmi dalam kegiatan usahanya.
UMKM sektor pertanian sebenarnya relatif tidak banyak dikenakan retribusi tidak resmi
dan cukup tinggi merasakan manfaat dari pajak yang dibayarkan. Namun daya saing
lingkungan usaha sektor pertanian lemah dalam pengetahuan tentang ketentuan perpajakan
dan pengetahuan tentang tarif retribusi. Akibatnya, ketika UMKM ini mengalami peningkatan
dan layak menjadi objek pajak dan retribusi, akan mengalami hambatan yang cukup signifikan
yang berasal dari pungutan pajak dan retribusi. Sementara UMKM di sektor perdagangan
justru cukup mengetahui ketentuan tarif retribusi namun juga cukup banyak dikenakan
retruibusi tidak resmi. Pengetahuan tentang ketentuan perpajakan yang rendah juga
menyebabkan daya saing lingkungan usaha UMKM di sektor perdagangan menjadi paling
lemah diantara sektor lain.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 111
Gambar 7.11. Diagram radar daya saing lingkungan usaha UMKM antar sektor
Pertanian
02
46
8
10
% usaha yangmengetahui tentang
tariff pajak
% usaha yangmembayar pejakmelalui perantara
% usaha yangmerasakan adanya
manfaat pajak
% usaha yangmengetahui tarif
retribusi
% usaha yangmenyatakan ada
lembaga lainmengenakan
4.8
6.3
3.7
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0
Pertanian
Industri
Perdagangan
Industri
02
4
6
8
10
% usaha yangmengetahui tentang
tariff pajak
% usaha yangmembayar pejakmelalui perantara
% usaha yangmerasakan adanya
manfaat pajak
% usaha yangmengetahui tarif
retribusi
% usaha yangmenyatakan ada
lembaga lainmengenakan
Perdagangan
02468
10
% usaha yangmengetahui tentang
tariff pajak
% usaha yangmembayar pejakmelalui perantara
% usaha yangmerasakan adanya
manfaat pajak
% usaha yangmengetahui tarif
retribusi
% usaha yangmenyatakan ada
lembaga lainmengenakan