bab 7 peppeeperingkat daya saing usaha ringkat daya … · 2013-10-14 · 98 kajian identifikasi...

20
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 93 BAB 7 BAB 7 BAB 7 BAB 7 PE PE PE PERINGKAT DAYA SAING USAHA RINGKAT DAYA SAING USAHA RINGKAT DAYA SAING USAHA RINGKAT DAYA SAING USAHA 7.1 Peringkat Daya Saing Usaha Menurut Daerah Peringkat daya saing daerah dinilai berdasarkan enam parameter utama yang masing- masing parameter dibangun dari beberapa variabel yang menggambarkan parameter tersebut. Perhitungan menggunakan rumus penghitungan peringkat daya saing yang dikembangkan oleh VNCI (USAID) seperti yang telah dijelaskan dalam bagian metodologi. Enam kelompok parameter ini memiliki indeks masing-masing yang kemudian dirata-ratakan menjadi indeks daya saing daerah. Enam parameter tersebut adalah (i) lingkungan peraturan, (ii) dinamika bisnis, (iii) formalisasi usaha, (iv) akses ke permodalan, (v) lingkungan usaha, dan (vi) infrastruktur. Indeks dari masing-masing parameter juga dibangun dari indeks variabel penyusunnya yang dibandingkan antar daerah. Deskripsi dan penilaian daya saing untuk masing-masing parameter akan dijelaskan pada bagian berikutnya. Peringkat daya saing akhir menunjukkan Propinsi Jawa Timur memiliki daya saing yang paling baik dalam pengembangan UMKM dengan indeks daya saing 6.86 (skala 1 sampai 10). Sebaliknya Sumatera Utara merupakan daerah yang paling kurang kondusif untuk pengembangan UMKM karena daya saing yang paling rendah diantara lima propinsi sampel (indeks daya saing 3.91). Gambar diagram batang pada kanan atas menunjukkan posisi indeks daya saing total dari masing-masing propinsi dan lima diagram radar menunjukkan indeks dari masing-masing parameter komponen penyusun indeks daya saing total untuk masing-masing daerah. Indeks daya saing yang rendah di Sumatera Utara terutama disebabkan oleh kondisi lingkungan usaha, akses ke permodalan dan infrastruktur yang buruk dan lingkungan peraturan dan formalisasi usaha yang kurang baik. Sumatera Utara nyaris tidak memiliki kekuatan daya saing pada enam parameter utama dimana indeks yang relatif sedikit lebih baik hanya untuk dinamika bisnis. Bahkan daya saing infrastruktur dan lingkungan usaha menunjukkan kondisi yang sangat buruk dan sangat tidak kondusif bagi pengembangan UMKM 1 . 1 Pembahasan lebih detail untuk masing-masing parameter indeks daya saing akan dijelaskan pada bagian berikutnya (kecuali parameter infrastruktur yang tidak dibahas khusus).

Upload: others

Post on 02-Jan-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 93

BAB 7BAB 7BAB 7BAB 7

PEPEPEPERINGKAT DAYA SAING USAHARINGKAT DAYA SAING USAHARINGKAT DAYA SAING USAHARINGKAT DAYA SAING USAHA

7.1 Peringkat Daya Saing Usaha Menurut Daerah

Peringkat daya saing daerah dinilai berdasarkan enam parameter utama yang masing-

masing parameter dibangun dari beberapa variabel yang menggambarkan parameter tersebut.

Perhitungan menggunakan rumus penghitungan peringkat daya saing yang dikembangkan

oleh VNCI (USAID) seperti yang telah dijelaskan dalam bagian metodologi. Enam kelompok

parameter ini memiliki indeks masing-masing yang kemudian dirata-ratakan menjadi indeks

daya saing daerah. Enam parameter tersebut adalah (i) lingkungan peraturan, (ii) dinamika

bisnis, (iii) formalisasi usaha, (iv) akses ke permodalan, (v) lingkungan usaha, dan (vi)

infrastruktur. Indeks dari masing-masing parameter juga dibangun dari indeks variabel

penyusunnya yang dibandingkan antar daerah. Deskripsi dan penilaian daya saing untuk

masing-masing parameter akan dijelaskan pada bagian berikutnya.

Peringkat daya saing akhir menunjukkan Propinsi Jawa Timur memiliki daya saing yang

paling baik dalam pengembangan UMKM dengan indeks daya saing 6.86 (skala 1 sampai 10).

Sebaliknya Sumatera Utara merupakan daerah yang paling kurang kondusif untuk

pengembangan UMKM karena daya saing yang paling rendah diantara lima propinsi sampel

(indeks daya saing 3.91). Gambar diagram batang pada kanan atas menunjukkan posisi indeks

daya saing total dari masing-masing propinsi dan lima diagram radar menunjukkan indeks dari

masing-masing parameter komponen penyusun indeks daya saing total untuk masing-masing

daerah.

Indeks daya saing yang rendah di Sumatera Utara terutama disebabkan oleh kondisi

lingkungan usaha, akses ke permodalan dan infrastruktur yang buruk dan lingkungan

peraturan dan formalisasi usaha yang kurang baik. Sumatera Utara nyaris tidak memiliki

kekuatan daya saing pada enam parameter utama dimana indeks yang relatif sedikit lebih baik

hanya untuk dinamika bisnis. Bahkan daya saing infrastruktur dan lingkungan usaha

menunjukkan kondisi yang sangat buruk dan sangat tidak kondusif bagi pengembangan

UMKM1.

1 Pembahasan lebih detail untuk masing-masing parameter indeks daya saing akan dijelaskan pada bagian berikutnya (kecuali parameter infrastruktur yang tidak dibahas khusus).

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 94

Gambar 7.1 Diagram radar daya saing pengembangan UMKM di lima propinsi

Sumatera Utara

02468

10

LingkunganPeraturan

Dinamika Bisnis

Formalisasi Usaha

Akses kepermodalan

Pajak, Retribusi dankebijakan Pemda

Infrastruktur

3.91

5.50

5.87

6.86

5.99

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0

Sumut

Banten

Jaw a Barat

Jaw a Timur

NTB

Banten

02

4

6

8

10

LingkunganPeraturan

Dinamika Bisnis

Formalisasi Usaha

Akses kepermodalan

Pajak, Retribusi dankebijakan Pemda

Infrastruktur

Jawa Barat

0

2

4

6

8

10Lingkungan Peraturan

Dinamika Bisnis

Formalisasi Usaha

Akses ke permodalan

Pajak, Retribusi dankebijakan Pemda

Infrastruktur

Jaw a Timur

0

2

4

6

8

10

LingkunganPeraturan

Dinamika Bisnis

Formalisasi Usaha

Akses kepermodalan

Pajak, Retribusi dankebijakan Pemda

Infrastruktur

NTB

0

2

4

6

8

10

LingkunganPeraturan

Dinamika Bisnis

Formalisasi Usaha

Akses kepermodalan

Pajak, Retribusi dankebijakan Pemda

Infrastruktur

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 95

Jawa Timur memiliki keunggulan dalam lingkungan peraturan, kondisi infrastruktur

dan formalisasi usaha yang menunjang untuk pengembangan UMKM. Peraturan daerah yang

da di kabupaten di Jawa Timur relatif tidak banyak menghambat pendirian maupun

pengembangan usaha bagi UMKM. Proses formalisasi UMKM (mengurus perijinan dan badan

usaha) juga relatif mudah dilakukan sehingga tingkat pemilikan ijin dan status badan usaha

juga lebih tinggi oleh UMKM di Jawa Timur dibandingkan dengan daerah lain. Kondisi

infrastruktur juga sangat memadai dalam mendukung kegiatan usaha bagi UMKM.

Keunggulan dalam infrastruktur dan lingkungan usaha untuk pengembangan UMKM

juga terjadi di Jawa Barat meskipun tidak sebaik di Jawa Timur. Dengan kata lain, UMKM di

Jawa barat relatif memiliki kemudahan dalam mengurus formalisasi usaha (perijinan dan badan

hukum usaha) dan didukung oleh kondisi infrastruktur yang memadai.

Sementara untuk propinsi Banten, meskipun tidak ada parameter yang menunjukkan

kondisi menonjol, juga tidak ada parameter yang sangat buruk kondisinya. Hanya kondisi

infrastruktur yang relatif kurang mendukung bagi pengembangan UMKM. Propinsi NTB

menunjukkan keunggulan dalam lingkunga usaha dan akses ke permodalan, namun relatif

lemah dalam lingkungan peraturan. UMKM di NTB tidak banyak mengalami pungutan dan

relatif mudah untuk mengakses sumber permodalan dari lembaga keuangan. Namun

peraturan daerah yang ada di kabupaten di NTB potensial untuk menghambat pengembangan

UMKM.

7.1.1 Penilaian Lingkungan Peraturan

Parameter untuk menilai kondisi lingkungan peraturan terdiri dari empat variabel yaitu

jumlah Peraturan daerah (Perda) terkait pajak daerah, terkait retribusi, terkait lalulintas barang

dan Perda terkait perijinan. Propinsi Jawa Timur memiliki daya saing lingkungan peraturan

yang paling baik bagi pengembangan UMKM dibanding propinsi lain. Perda yang potensial

menghambat pengembangan UMKM di kabupaten di Jawa Timur paling sedikit dibanding

daerah lain. Sebaliknya Jawa Barat memiliki daya saing lingkungan peraturan paling buruk

dibanding propinsi lain.

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 96

Gambar 7.2. Diagram radar daya saing lingkungan peraturan di lima propinsi

Sumatera Utara

02

46

8

10

Jumlah Perdaterkait Pajak

Jumlah Perdaterkait retribusi

daerah

Jumlah perda terkaitlalulintas barang

Jumlah Perdaterkait perijinan

4.4

6.6

2.8

10.0

3.0

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0

Sumut

Banten

Jawa Barat

Jawa Timur

NTB

Banten

0

2

4

6

8

10

Jumlah Perda terkaitPajak

Jumlah Perda terkaitretribusi daerah

Jumlah perda terkaitlalulintas barang

Jumlah Perda terkaitperijinan

Jawa Barat

0

2

4

6

8

10

Jumlah Perda terkaitPajak

Jumlah Perda terkaitretribusi daerah

Jumlah perda terkaitlalulintas barang

Jumlah Perda terkaitperijinan

Jaw a Timur

0

2

4

6

8

10

Jumlah Perda terkaitPajak

Jumlah Perda terkaitretribusi daerah

Jumlah perda terkaitlalulintas barang

Jumlah Perda terkaitperijinan

NTB

02468

10

Jumlah Perda terkaitPajak

Jumlah Perda terkaitretribusi daerah

Jumlah perda terkaitlalulintas barang

Jumlah Perda terkaitperijinan

Lemahnya daya saing lingkungan peraturan dalam pengembangan UMKM di Jawa

Barat disebabkan cukup banyak Perda yang potensial menghambat pengembangan UMKM di

Jawa Barat khususnya terkait pajak, retribusi dan lalu lintas barang. Kondisi lingkungan

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 97

peraturan yang kurang kondusif juga terjadi di propinsi Nusa tenggara Barat (NTB). Meskipun

hampir tidak ada perda terkait lalu lintas barang, namun Perda terkait perijinan, pajak dan

retribusi cukup banyak dan potensial menghambat pengembangan UMKM.

Propinsi Banten memiliki daya saing lingkungan peraturan yang cukup baik. Perda

terkait lalu lintas barang relatif tidak ditemui dan Perda terkait perijinan juga tidak banyak

sehingga tidak potensial menghambat pengembangan UMKM. Namun Perda terkait pajak dan

retribusi meskipun tidak terlalu banyak namun relatif potensial menghambat pengembangan

UMKM. Sebaliknya di Sumatera Utara, lingkungan peraturan yang kurang kondusif berasal

dari perda terkait perijinanan dan perda terkait retribusi yang potensial menghambat

pengembangan UMKM. Namun peraturan perpajakan di Sumatera Utara relatif cukup baik.

7.1.2 Penilaian Dinamika Usaha

Penilaian terhadap parameter dinamika usaha menggunakan enam variabel yang

terkait dengan kondisi perkembangan dan dinamika UMKM di daerah seperti usia dan

perkembangan skala usaha, penggunaan teknologi, ekspansi pasar dan upaya efisiensi. Hasil

survei di lima propinsi menunjukkan dinamika usaha di kelima propinsi berada dalam kondisi

yang median. Dinamika perkembangan UMKM tidak terlalu tinggi namun juga tidak rendah

serta hampir merata di lima propinsi dengan indeks dinamika usaha antara 4.4 sampai 4.6.

Namun masing-masing propinsi memiliki kelebihan dan kekurangan pada aspek yang berbeda

dari dinamika usaha.

UMKM di Sumatera Utara memiliki dinamika usaha yang baik dalam kelembagaan

usaha dan potensi untuk berkembang, namun lemah dalam daya saing teknologi dan

penetrasi pasar. Hanya sedikit yang menggunakan teknologi lebih baik dari pesaingnya serta

mampu melakukan ekspor. Sebaliknya UMKM di Banten lebih memiliki kemampuan penetrasi

pasar dan melakukan efisiensi usaha, namun lemah dalam kelembagaan usaha dan

peningkatan skala usaha. Namun UMKM di Banten relatif masih infant sehingga potensial

untuk berkembang.

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 98

Gambar 7.3. Diagram radar daya saing dinamika usaha UMKM di lima propinsi

Sumut

024

68

10

% usaha yang berusiakurang dari 5 tahun

% usaha yang ekspor

% usaha yang memilikirencana

rasionalisasi/ef isiensi u/pengembangan usaha

% usaha dengan omset >Rp. 1 M ilyar

% usaha yang teknologilebih baik dari

kompet itor

% usaha menggunakanteknologi berlisensi

% usaha yang menjadianggota assosiasi

usaha/koperasi

5.6

5.3

5.4

4.9

4.4

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0

Sumut

Banten

Jawa Barat

Jawa Timur

NTB

Banten

02468

10

% usaha yangberusia kurang dari

5 tahun

% usaha yangekspor

% usaha yangmemiliki rencana

rasionalisasi/efisiensi u/ pengembangan

% usaha denganomset > Rp. 1 M ilyar

% usaha yangteknologi lebih baik

dari kompetitor

% usahamenggunakan

teknologi berlisensi

% usaha yangmenjadi anggota

assosiasiusaha/koperasi

Jawa Barat

024

68

10

% usaha yang berusiakurang dari 5 tahun

% usaha yang ekspor

% usaha yangmemiliki rencana

rasionalisasi/efisiensi u/ pengembangan

% usaha denganomset > Rp. 1 M ilyar

% usaha yangteknologi lebih baik

dari kompetitor

% usahamenggunakan

teknologi berlisensi

% usaha yangmenjadi anggota

assosiasiusaha/koperasi

Jawa Timur

0

2

4

6

8

10

% usaha yang berusiakurang dari 5 tahun

% usaha yang ekspor

% usaha yangmemiliki rencana

rasionalisasi/efisiensi u/ pengembangan

% usaha denganomset > Rp. 1 M ilyar

% usaha yangteknologi lebih baik

dari kompetitor

% usahamenggunakan

teknologi berlisensi

% usaha yangmenjadi anggota

assosiasiusaha/koperasi

NTB

02468

10

% usaha yang berusiakurang dari 5 tahun

% usaha yang ekspor

% usaha yangmemiliki rencana

rasionalisasi/efisiensi u/ pengembangan

% usaha denganomset > Rp. 1 M ilyar

% usaha yangtekno logi lebih baik

dari kompetitor

% usahamenggunakan

teknologi berlisensi

% usaha yangmenjadi anggota

assosiasiusaha/koperasi

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 99

Kelemahan dalam kelembagaan usaha dan penetrasi pasar juga terdapat pada UMKM

di Jawa Timur. Namun UMKM di Jawa Timur cukup potensial dikembangkan karena usianya

yang rata-rata masih muda dan menggunakan teknologi yang cukup baik. UMKM di Jawa

Barat memiliki daya saing dan kemampuan yang lebih baik dalam penggunaan teklnologi

namun lemah dalam melakukan efisiensi dan penterasi pasar. Skala usaha sebagian besar

relatif kecil dan usaha sudah cukup lama sehingga relatif sulit dikembangkan.

7.1.3 Penilaian Formalisasi Usaha

Penilaian formalisasi usaha didasarkan atas kondisi kemudahan dalam pengurusan

formalisasi usaha dan tingkat kepemilikan ijin usaha dan badan hukum usaha yang

mendukung untuk daya saing pengembangan usaha. Jawa Timur memiliki daya saing untuk

formalisasi usaha yang paling baik dibanding propinsi lain. Namun kondisi formalisasi usaha di

empat propinsi lain juga relatif cukup baik dengan indeks diatas lima.

Kekuatan daya saing dalam formalisasi usaha di Jawa Timur terletak pada proses

pengurusan perijinan yang cukup mudah dibanding daerah lain terutama pada waktu dan

biaya pengurusan ijin yang tidak memberatkan sehingga banyak UMKM yang mau mengurus

sendiri perijinannya. Sebaliknya UMKM di Sumatera Utara mengalami pengurusan ijin dengan

biaya yang cukup tinggi dan waktu pengurusan cukup lama. Meskipun demikian, tingkat

kepemilikan ijin yang tinggi.

Daya saing untuk formalisasi usaha yang tinggi juga terdapat di Jawa Barat.

Keunggulan Jawa Barat terletak pada pengurusan ijin yang relatif cepat dan biaya terjangkau

sehingga tingkat kepemilikan ijin usaha cukup tinggi. Sementara pengurusan ijin yang mudah

di Banten tidak mampu mendorong tingkat kepemilikan ijin yang tinggi untuk ijin utama

seperti IMB dan HO. Dengan kata lain, perlu didorong kesadaran untuk formalisasi usaha di

Banten.

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 100

Gambar 7.4. Diagram radar daya saing formalisasi usaha bagi UMKM di lima propinsi

Sumut

02468

10

% usaha yangmemiliki perijinan

umum (IM B & TDP)

% usaha yangmemiliki badan

hukum

% yang mengurus ijinmelalui perantara

Rata-rata total biayapengurusan ijin

Rata-rata total waktupengurusan ijin

5.4

5.3

7.3

8.6

5.6

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0

Sumut

Banten

Jawa Barat

Jawa Timur

NTB

Banten

02468

10

% usaha yangmemiliki perijinan

umum (IM B & TDP)

% usaha yangmemiliki badan

hukum

% yang mengurus ijinmelalui perantara

Rata-rata total biayapengurusan ijin

Rata-rata total waktupengurusan ijin

Jawa Barat

02468

10

% usaha yangmemiliki perijinan

umum (IM B & TDP)

% usaha yangmemiliki badan

hukum

% yang mengurus ijinmelalui perantara

Rata-rata total biayapengurusan ijin

Rata-rata to tal waktupengurusan ijin

Jawa Timur

02468

10

% usaha yangmemiliki perijinan

umum (IM B & TDP)

% usaha yangmemiliki badan

hukum

% yang mengurus ijinmelalui perantara

Rata-rata to tal biayapengurusan ijin

Rata-rata to tal waktupengurusan ijin

NTB

02468

10

% usaha yangmemiliki perijinan

umum (IM B & TDP)

% usaha yangmemiliki badan

hukum

% yang mengurus ijinmelalui perantara

Rata-rata to tal biayapengurusan ijin

Rata-rata to tal waktupengurusan ijin

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 101

7.1.4 Penilaian Akses Terhadap Kredit.

Penilaian daya saing aksesibilitas terhadap kredit diukur dari tingkat akses terhadap

kredit dari perbankan sejak kebutuhan terhadap kredit, pengajuan kredit sampai UMKM yang

pernah mendapat kredit. Hasil penilaian daya saing akses terhadap kredit menunjukkan

Propinsi NTB memiliki daya saing paling baik dari sisi ketersedian kredit bagi pengembangan

UMKM dengan indeks 8.9. Sebaliknya, akses terhadap kredit paling sulit bagi pengembangan

UMKM terdapat di Sumatera Utara.

Kelebihan akses terhadap kredit bagi UMKM di NTB terutama berasal dari kemudahan

bagi UMKM dalam mengajukan kredit ke bank. UMKM di NTB relatif mudah dalam mengakses

kredit ke bank sehingga cukup banyak UMKM yang membutuhkan kredit dan bisa

mengajukan kredit ke bank bahkan lebih dari satu kali. Tingkat peneriman atas kredit yang

diajukan juga relatif tinggi. Sementara di Sumatera Utara, meskipun tingkat kebutuhan kredit

cukup tinggi, namun banyak UMKM menyatakan jumlah persyaratan untuk pengajuan kredit

cukup tinggi. Akibatnya banyak UMKM tidak dapat mengajukan kredit ke perbankan.

Di Jawa Barat, meskipun persyaratan tidak memberatkan, namun karena tingkat

kebutuhan kredit dari bank relatif rendah, pengajuan kredit ke bank juga menjadi rendah. Hal

ini menyebabkan peringkat daya saing aksesibilitas kredit relatif rendah. Sebaliknya di Banten,

kemudahan persyaratan diikuti dengan relatif banyaknya UMKM yang mengajukan kredit

meskipun tingkat kebutuhan kredit juga tidak terlalu tinggi. Kondisi yang mirip dengan Banten

juga berlangsung di Jawa Timur. Dari gambaran daya saing aksesibilitas kredit ini terlihat

bahwa kemudahan dalam persyaratan dan adanya kebutuhan UMKM terhadap kredit dari

bank menjadi faktor penting dalam meningkatkan aksesibilitas kredit bagi UMKM.

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 102

Gambar 7.5. Diagram radar daya saing aksesibilitas kredit bagi UMKM di lima propinsi

Sumut

0

2

4

6

8

10

% yang menyatakanjumlah persyaratkan

memberatkan

% yang menyatakanbutuh pinjaman

% yang pernahmengajukan

pinjaman

% yang pernahmengajukan

pinjaman lebih dari 2kali

% yang pernahmendapat kredit

2.2

6.6

6.3

6.0

8.9

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0

Sumut

Banten

Jawa Barat

Jawa Timur

NTB

Banten

02468

10

% yang menyatakanjumlah persyaratkan

memberatkan

% yang menyatakanbutuh pinjaman

% yang pernahmengajukan

pinjaman

% yang pernahmengajukan

pinjaman lebih dari 2kali

% yang pernahmendapat kredit

Jawa Barat

02

46

8

10

% yang menyatakanjumlah persyaratkan

memberatkan

% yang menyatakanbutuh pinjaman

% yang pernahmengajukan

pinjaman

% yang pernahmengajukan

pinjaman lebih dari 2kali

% yang pernahmendapat kredit

Jawa Timur

02

4

6

8

10

% yang menyatakanjumlah persyaratkan

memberatkan

% yang menyatakanbutuh pinjaman

% yang pernahmengajukan

pinjaman

% yang pernahmengajukan

pinjaman lebih dari 2kali

% yang pernahmendapat kredit

NTB

0

2

4

6

8

10

% yang menyatakanjumlah persyaratkan

memberatkan

% yang menyatakanbutuh pinjaman

% yang pernahmengajukan

pinjaman

% yang pernahmengajukan

pinjaman lebih dari 2kali

% yang pernahmendapat kredit

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 103

7.1.5 Penilaian Lingkungan Usaha

Penilaian terhadap lingkungan usaha didasarkan atas kondisi pungutan resmi dan tidak

resmi yang dihadapi oleh UMKM dan pelibatan UMKM dalam kebijakan pemerintah daerah

yang terkait dengan UMKM. Propinsi NTB menunjukkan kondisi lingkungan usaha yang paling

baik bagi pengembangan UMKM diantara lima daerah penelitian. Sebaliknya Jawa Timur

menjadi daerah dengan kondisi lingkungan usaha paling buruk dibanding daerah lain.

Kondisi lingkungan usaha yang buruk di Jawa timur terutama berasal dari minimnya

pelibatan UMKM dalam penyunan program pengembangan UMKM maupun perumusan Perda

yang terkait dengan kegiatan usaha. Pungutan tidak resmi dalam pembayaran pajak dan

adanya lembaga selain Pemda yang mengenakan retribusi juga cukup tinggi. Hal ini menjaid

ironis mengingat kabupaten di Jawa Timur sebenarnya tidak banyak membuat peraturan

terkait pajak, retribusi dan perijinan usaha maupun lalulintas barang. Sementara NTB memiliki

kondisi lingkungan usaha yang sangat kondusif dengan sedikitnya pungutan tidak resmi dan

banyaknya UMKM dilibatkan dalam kebijakan Pemda.

Kondisi yang mirip dengan Jawa Timur juga terjadi di Sumatera Utara dengan kondisi

lingkungan usaha yang tidak kondusif karena kurangnya pelibatan UMKM dalam penyusunan

program dan peraturan daerah terkait dunia usaha serta pungutan usaha yang relatif tinggi.

Sementara Banten dan Jawa Barat memiliki kekuatan dan kelemahan yang berbeda dalam

lingkungan usaha. Banten memiliki keunggulan dengan sedikitnya pungutan tidak resmi dalam

kegiatan usaha dan pengetahuan UMKM terhadap program-progran Pemda yang terkait

dengan pengembangan usaha. Namun UMKM di Banten kurang dilibatkan dalam penyusunan

program dan perumusan Perda yang terkait kegiatan usaha. Sebaliknya Jawa Barat memiliki

keunggulan dengan banyaknya pelibatan UMKM dalam penyusunan program dan perumusan

Perda terkait kegiatan usaha, namun UMKM masih banyak dihadapkan oleh pungutan tidak

resmi disamping pungutan pajak dan retribusi resmi.

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 104

Gambar 7.6. Diagram radar daya saing lingkungan usaha bagi UMKM di lima propinsi

Sumut

02468

10

% usaha yangmenyatakan ada

pungutan tdk resmidlm pembayaran

% usaha yang adalembaga lain yang

mengenakan retribusi

% usaha yangmengetahui adanya

programpengembangan UKM

% usaha yangdilibatkan dalam

perumusan Perdaterkait usaha

% usaha yangmenyatakanDilakukan

penampungan

2.3

5.9

5.8

1.8

10.0

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0

Sumut

Banten

Jawa Barat

Jawa Timur

NTB

Banten

02468

10

% usaha yangmenyatakan ada

pungutan tdk resmidlm pembayaran

% usaha yang adalembaga lain yang

mengenakan retribusi

% usaha yangmengetahui adanya

programpengembangan UKM

% usaha yangdilibatkan dalam

perumusan Perdaterkait usaha

% usaha yangmenyatakanDilakukan

penampungan

Jawa Barat

02468

10

% usaha yangmenyatakan ada

pungutan tdk resmidlm pembayaran

% usaha yang adalembaga lain yang

mengenakan retribusi

% usaha yangmengetahui adanya

programpengembangan UKM

% usaha yangdilibatkan dalam

perumusan Perdaterkait usaha

% usaha yangmenyatakan

Dilakukanpenampungan

Jawa Timur

02468

10

% usaha yangmenyatakan ada

pungutan tdk resmidlm pembayaran

% usaha yang adalembaga lain yang

mengenakan retribusi

% usaha yangmengetahui adanya

programpengembangan UKM

% usaha yangdilibatkan dalam

perumusan Perdaterkait usaha

% usaha yangmenyatakan

Dilakukanpenampungan

NTB

02468

10

% usaha yangmenyatakan ada

pungutan tdk resmidlm pembayaran

% usaha yang adalembaga lain yang

mengenakan retribusi

% usaha yangmengetahui adanya

programpengembangan UKM

% usaha yangdilibatkan dalam

perumusan Perdaterkait usaha

% usaha yangmenyatakanDilakukan

penampungan

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 105

7.2 Peringkat Daya Saing Usaha Menurut Sektor

Peringkat daya saing sektoral dibangun dari enam parameter utama yang mengukur

kondisi yang berada disekitar kegiatan UMKM menurut sektornya. Dalam bagian ini tiga

sektor usaha yang dibandingkan adalah sektor pertanian, industri pengolahan dan sektor

perdagangan, hotel dan restoran. Penilaian secara khusus untuk beberapa parameter

pembentuk daya saing sektoral akan dibahas secara khusus pada bagian berikutnya.

Sektor industri memiliki daya saing paling baik dalam pengembangan UMKM dengan

indeks daya saing 6.96 (skala 1 sampai 10), dikuti oleh sektor perdagangan. Sementara indeks

daya saing sektor pertanian hanya sebesar 3.43. Keunggulan sektor industri dalam

pengembangan UMKM terletak pada dinamika usaha yang cukup tinggi pada UMKM di sektor

industri, kebijakan daerah yang mendukung, infrastruktur pendukung usaha yang relatif cukup

memadai. Namun akses permodalan dan lingkungan usaha relatif kurang unggul di sektor

industri.

Sektor perdagangan lebih memiliki keunggulan daya saing yang didukung oleh kondisi

infrastruktur dan akses permodalan yang cukup mendukung, namun lemah dalam dinamika

usaha UMKM yang ada didalamnya. Sektor pertanian memiliki kelemahan yang menonjol

dalam daya dukung infrastruktur dan kebijakan daerah dalam pengembangan UMKM di

sektor ini. Parameter dinamika bisnis, formalisasi usaha, akses permodalan dan lingkungan

usaha juga tidak cukup kuat untuk mendukung pengembangan UMKM di sektor pertanian.

Hal inilah yang menyebabkan indeks daya saing pengembangan UMKM sektor pertanian

menjadi rendah.

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 106

Gambar 7.7. Diagram radar daya saing sektoral bagi pengembangan UMKM

Pertanian

02468

10Dinamika B isnis

Formalisasi Usaha

Akses kepermodalan

Pajak, Retribusidan pungutan

Kebijakan daerah

Infrastruktur

3.43

6.96

6.56

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0

Pertanian

Indust ri

Perdagangan

Industri

0

2

4

6

8

10Dinamika Bisnis

Formalisasi Usaha

Akses kepermodalan

Pajak, Retribusidan pungutan

Kebijakan daerah

Infrastruktur

Perdagangan Hotel dan Restoran

0

2

4

6

8

10Dinamika Bisnis

Formalisasi Usaha

Akses kepermodalan

Pajak, Retribusidan pungutan

Kebijakan daerah

Infrastruktur

7.2.1 Penilaian Dinamika Usaha

Dari sisi parameter dunia usaha, UMKM sektor industri memiliki keunggulan untuk

dikembangkan, sementara sektor perdagangan justri paling buruk dinamika usaha UMKM

didalamnya. Keunggulan UMKM di sektor perindustrian terletak pada kelembagaan usaha,

penggunaan teknologi dan kemampuan pengembangan pasar. UMKM sektor industri juga

mempunyai potensi untuk dikembangkan karena usia yabg masih mudah dan memiliki

perencanaan melakukan efisiensi.

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 107

Gambar 7.8. Diagram radar daya saing dinamika usaha UMKM antar sektor

Pertanian

0.02.04.06.08.0

10.0

% usaha yangberusia kurang dari 5

tahun

% usaha yangekspor

% usaha yangmemiliki rencana

rasionalisasi/efisiensi u/ pengembangan

% usaha yangteknologi lebih baik

dari kompetitor

% usahamenggunakan

teknologi berlisensi

% usaha yangmenjadi anggota

assosiasiusaha/koperasi

4.6

9.2

4.3

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0

Pertanian

Industri

Perdagangan

Industri

02468

10

% usaha yangberusia kurang dari 5

tahun

% usaha yang ekspor

% usaha yangmemiliki rencana

rasionalisasi/efisiensi u/ pengembangan

% usaha yangtekno logi lebih baik

dari kompetitor

% usahamenggunakan

teknologi berlisensi

% usaha yangmenjadi anggota

assosiasiusaha/koperasi

Perdagangan

02468

10

% usaha yang berusiakurang dari 5 tahun

% usaha yang ekspor

% usaha yangmemiliki rencana

rasionalisasi/efisiensiu/ pengembangan

% usaha yangtekno logi lebih baik

dari kompetitor

% usahamenggunakan

teknologi berlisensi

% usaha yangmenjadi anggota

assosiasiusaha/koperasi

UMKM di sektor perdagangan hanya memiliki keunggulan dalam potensi untuk

dikembangkan dan penggunaan teknologi berlisensi dalam usahanya. Namun dinamika

UMKM di sektor perdagangan ini rendah dalam hal kelembagaan usaha, kemampuan

teknologi dibanding kompetitor, pengembangan pasar dan kemampuan merencanakan

efisiensi. Sementara UMKM di sektor pertanian justru memiliki keunggulan dalam

kelembagaan usaha dan kemampuan merencanakan efisiensi namun lemah dalam potensi

pengembangan karena usia usaha yang sudah memasuki tahap kematangan (mature).

7.2.2 Penilaian Formalisasi Usaha

UMKM di sektor perdagangan justru memiliki keunggulan dalam kemampuan dan

kemudahan dalam melakukan formalisasi usaha. Hal ini ditunjukkan dengan keunggulan

dalam parameter formalisasi usaha dibanding dua sektor lain dengan indeks formalisasi usaha

8.0. Keunggulan sektor perdagangan terletak pada tingkat kepemilikan perijinan usaha dan

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 108

badan hukum yang tinggi oleh UMKM di sektor ini, kemudahan mengurus perijinandan

pengetahuan tentang prosedur formalisasi usaha. Namun UMKM di sektor perdagangan masih

banyak yang mengurus badan hukum usaha melalui perantara.

Gambar 7.9. Diagram radar daya saing formalisasi usaha UMKM antar sektor

Pertanian

024

68

10

% usaha yangmemiliki perijinan

umum (IM B & TDP)

% usaha yangmemiliki badan

hukum

% usaha yangmenyatakan terdapat

ijin yangmemberatkan

% usaha yangmengetahui

peraturan mendirikanbadan hukum

% usaha yangmengurus badanhukum melalui

perantara

4.6

6.6

8.0

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0

Pertanian

Industri

Perdagangan

Industri

024

68

10

% usaha yangmemiliki perijinan

umum (IM B & TDP)

% usaha yangmemiliki badan

hukum

% usaha yangmenyatakan terdapat

ijin yangmemberatkan

% usaha yangmengetahui

peraturan mendirikanbadan hukum

% usaha yangmengurus badanhukum melalui

perantara

Perdagangan

02

4

6

8

10

% usaha yangmemiliki perijinan

umum (IM B & TDP)

% usaha yangmemiliki badan

hukum

% usaha yangmenyatakan terdapat

ijin yangmemberatkan

% usaha yangmengetahui peraturan

mendirikan badanhukum

% usaha yangmengurus badanhukum melalui

perantara

Sementara UMKM di sektor industri lebih mampu mengurus badan hukum usaha

sendiri disamping juga memiliki keunggulan dalam tingkat kepemilikan ijin usaha serta cukup

baik dalam pengetahauan mengurun badan hukum usaha. Namun masih ada ijin yang

memberatkan bagi UMKM di sektor industri yang dirasakan oleh banyak UMKM disektor ini.

Sektor pertanian hanya memiliki keunggulan dalam tidak adanya ijin yang memberatkan dan

kemauan UMKM mengurus badan hukumnya sendiri. Namun sektor ini sangat lemah dalam

tingkat kepemilikan perijinan dan badan hukum usaha serta pengetahuan atas prosedur

pengurusan badan hukum usaha.

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 109

7.2.3 Penilaian Akses Terhadap Kredit

Daya saing dalam aksesibilitas terhadap kredit juga lebih dimiliki oleh sektor

perdagangan dibanding dua sektor lainnya. Lebih banyak UMKM di sektor perdagangan yang

menggunakan sumber permodalan dari pinjaman bank (umum dan BPR). Meskipun tingkat

kebutuhan kredit rendah oleh UMKM di sektor perdagangan, namun tingkat pengajuan kredit

cukup tinggi dan tingkat penerimaan atas kredit yang diajukan juga cukup tinggi.

Gambar 7.10. Diagram radar daya saing akses terhadap kredit UMKM antar sektor

Pertanian

02

4

68

10

% usaha yangmenggunakan modal

dari bank/BPR

% yang menyatakanbutuh pinjaman

% yang pernahmengajukan

pinjaman

% yang pernahmengajukan

pinjaman lebih dari 2kali

% yang pernahmendapat kredit

4.4

4.1

8.2

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0

Pertanian

Industri

Perdagangan

Industri

02

46

8

10

% usaha yangmenggunakan modal

dari bank/BPR

% yang menyatakanbutuh pinjaman

% yang pernahmengajukan

pinjaman

% yang pernahmengajukan

pinjaman lebih dari 2kali

% yang pernahmendapat kredit

Perdagangan

02468

10

% usaha yangmenggunakan modal

dari bank/BPR

% yang menyatakanbutuh pinjaman

% yang pernahmengajukan

pinjaman

% yang pernahmengajukan

pinjaman lebih dari 2kali

% yang pernahmendapat kredit

Sementara sektor industri yang secara umum terlihat lebih bankable dan relatif cukup

banyak yang membutuhkan pinjaman, namun aksesibilitas terhadap kredit dari bank justru

relatif rendah. Tingkat pengajuan kredit oleh UMKM sektor industri cukup memadai namun

tingkat penerimaan atas kredit yang diajukan masih rendah. Demikian pula dengan

penggunaan kredit bank sebagai sumber permodalan yang masih rendah. UMKM di sektor

industri tampaknya belum cukup perform dalam mengakses kredit dari perbankan dibanding

kondisi usahanya. Tingkat kebutuhan terhadap pinjaman dari bank sebenarnya paling tinggi

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 110

ada disektor pertanian. Namun tingkat pengajuan kredit yang rendah menyebabkan UMKM

sektor pertanian paling rendah kemampuan aksesibilitas kreditnya. Sektor ini perlu didorong

keyakinan dan kemampuannya dalam mendapatkan sumber permodalan dari kredit

perbankan.

7.2.4 Penilaian Lingkungan Usaha

Hasil penilaian kondisi lingkungan usaha menunjukkan sektor industri memiliki kondisi

lingkungan usaha palking kondusif untuk mendukung pengembangan UMKM didalam

sektornya. Keunggulan UMKM sektor industri terletak pada pengetahuan tentang ketentuan

perpajakan dan UMKM di sektor ini relatif merasakan manfaat dari pajak yang dibayarkan.

Namun UMKM sektor industri memiliki kelemahan dalam kondisi retribusi dimana hanya

sedikit UMKM yang mengetahui tentang tarif retribusi serta cuukup signifikan UMKM yang

dikenakan retribusi tidak resmi dalam kegiatan usahanya.

UMKM sektor pertanian sebenarnya relatif tidak banyak dikenakan retribusi tidak resmi

dan cukup tinggi merasakan manfaat dari pajak yang dibayarkan. Namun daya saing

lingkungan usaha sektor pertanian lemah dalam pengetahuan tentang ketentuan perpajakan

dan pengetahuan tentang tarif retribusi. Akibatnya, ketika UMKM ini mengalami peningkatan

dan layak menjadi objek pajak dan retribusi, akan mengalami hambatan yang cukup signifikan

yang berasal dari pungutan pajak dan retribusi. Sementara UMKM di sektor perdagangan

justru cukup mengetahui ketentuan tarif retribusi namun juga cukup banyak dikenakan

retruibusi tidak resmi. Pengetahuan tentang ketentuan perpajakan yang rendah juga

menyebabkan daya saing lingkungan usaha UMKM di sektor perdagangan menjadi paling

lemah diantara sektor lain.

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 111

Gambar 7.11. Diagram radar daya saing lingkungan usaha UMKM antar sektor

Pertanian

02

46

8

10

% usaha yangmengetahui tentang

tariff pajak

% usaha yangmembayar pejakmelalui perantara

% usaha yangmerasakan adanya

manfaat pajak

% usaha yangmengetahui tarif

retribusi

% usaha yangmenyatakan ada

lembaga lainmengenakan

4.8

6.3

3.7

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0

Pertanian

Industri

Perdagangan

Industri

02

4

6

8

10

% usaha yangmengetahui tentang

tariff pajak

% usaha yangmembayar pejakmelalui perantara

% usaha yangmerasakan adanya

manfaat pajak

% usaha yangmengetahui tarif

retribusi

% usaha yangmenyatakan ada

lembaga lainmengenakan

Perdagangan

02468

10

% usaha yangmengetahui tentang

tariff pajak

% usaha yangmembayar pejakmelalui perantara

% usaha yangmerasakan adanya

manfaat pajak

% usaha yangmengetahui tarif

retribusi

% usaha yangmenyatakan ada

lembaga lainmengenakan

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 112

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN