bab 7 kesimpulan final

Upload: rizal-ahmad

Post on 15-Oct-2015

56 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

BANDARA AHMAD YANI

BAB 7Kesimpulan dan SaranA. KESIMPULANBerdasarkan hasil perancangan dapat dibuatkan kesimpulan antara lain :1. Kondisi awal kawasan saat perancangan dilakukan ada dua; yaitu kawasan yang telah mengalami penimbunan dan kawasan yang belum mengalami penimbunan.

Pelaksanaan penimbunan, dilakukan secara bertahap oleh unsur pelaksana yang berbeda, sehingga dapat dipastikan kualitas hasil penimbunan akan berbeda; yang akan membawa konsekuensi adanya penurunan konsolidasi sekunder yang berbeda.

Mengingat proses penimbunan terdahulu tidak digunakan drainasi vertikal (vertcal drain) maka dipastikan dalam kurun pelayanannya akan mengalami penurunan secara kontinyu.

Untuk mengatasi hal tersebut, diusulkan implementasi/ digunakan drainasi vertikal (vertcal drain) untuk mengatasi penurunan konsultasi, khususnya untuk kawasan perancangan di luar exit taxiway.

Tabel 7.1 TAHAPAN PELAKSANAAN PEKERJAAN TIMBUNAN YANG TELAH DILAKSANAKAN

Jenis PekerjaanTahun PelaksanaanSumber DanaBagian KonstruksiPelaksanaVolume

Timbunan Tanah2004APBDApronTMMD Skala Besar69 m x 89 m

Timbunan Tanah2008APBNParalel TaxiwayKontraktor1.162 m x 80 m

Timbunan Tanah2009APBDApronKontraktor155 m x 139 m

Timbunan Tanah2009APBNParalel TaxiwayKontraktor300 m x 72,5 m

Timbunan Tanah & Box Culvert2010APBNParalel TaxiwayKontraktor322 m x 80 m

2. Hasil hitungan ini memperlihatkan bahwa penurunan konsolidasi akibat beban timbunan sangat tinggi, yaitu berkisar antara 3,5 sampai 5,5 meter, dengan waktu penurunan konsolidasi total yang berkisar dari 30 sampai 100 tahun. Di lapangan, lensa-lensa pasir dapat lebih mempercepat proses konsolidasi.

Hasil hitungan ini juga menunjukkan bahwa untuk membangun perkerasan pada apron dan taxiway diperlukan percepatan konsolidasi dengan menggunakan drainase vertikal agar bangunan perkerasan tersebut tidak mengalami kerusakan dari waktu ke waktu.

Tabel 7.2 Data tanah yang digunakan untuk hitungan konsolidasi terhadap waktu

LokasiH

(m)eoCcq = Htt(kPa)p = Iq

(kPa)Sc(m)Cv(m2/det)

BM1202.1231.2112.9112.93.854.3 x 10-3

BM218.11.9711.32147.2147.25.535.0 x 10-4

BM3161.7280.97118.2118.23.473.7 x 10-4

BM4192.061.451421425.241.5 x 10-3

BM5202.151.33149.7149.75.575.0 x 10-4

BM6201.671.1137.1137.14.897.0 x 10-4

Catatan: H = tebal lapisan lempung, eo = angka pori awal, q = beban timbunan, p = tambahan tekanan di pusat lapisan, Sc = penurunan konsolidasi total, Cv = koefisien konsolidasi

3. Hitungan Tinggi Timbunan yang Dibutuhkan

Analisis penurunan dalam penentuan tinggi timbunan yang dibutuhkan ditinjau menurut 2 alternatif, sebagai berikut:

1) Alternatif pertama, beban perkerasan dianggap sebagai beban terbagi rata di atas subgrade. Hasil hitungan akan memberikan tinggi timbunan yang dibutuhkan agar permukaan subgrade pada saat konsolidasi selesai terletak pada elevasi yang disesuaikan dengan tebal perkerasan, yaitu pada elevasi +2,28 m di lokasi apron dan pada elevasi +1,83 m pada taxiway.

2) Alternatif kedua, beban perkerasan disimulasikan sebagai beban timbunan sementara yang nantinya dibongkar. Dalam kondisi ini, setelah penurunan konsolidasi mencapai derajat konsolidasi yang diinginkan, maka kelebihan timbunan dibongkar untuk kemudian diletakkan lapisan perkerasannya.

Hasil hitungan rinci dapat dilihat pada bab 6 dan buku gambar.

4. ANALISIS STABILITAS LERENG TIMBUNAN

Pada bagian-bagian tepi dari timbunan harus aman terhadap terjadinya longsoran. Untuk ini maka diperlukan analisis stabilitas lereng. Analisis stabilitas lereng dibagi dalam dua zona wilayah yaitu daerah timbunan di tepi apron dan taxiway. Analisis stabilitas lereng dilakukan dengan menggunakan metode Bishop. Data timbunan yang digunakan untuk analisis stabilitas lereng untuk tinggi timbunan maksimum di lokasi apron dan taxiway, ditunjukkan dalam Tabel 7.3Dalam hitungan stabilitas lereng, untuk tanah di bawah timbunan diambil hubungan empiris antara kohesi dan tahanan konus:

cu = qc/(15 20) (kg/cm2)Tabel 7.3. Data tanah yang digunakan dalam analisis stabilitas lereng

Elevasi

(m)ApronTaxiwayTimbunan

(kN/m3)cu(kPa)u(derajat) (kN/m3)cu(kPa)u(derajat) (kN/m3)cu(kPa)u(derajat)

+0.0 s/d -5,01512015140184015

-5,0 s/d -15,01522015220

-15,0 s/d -17,51554015660

Gambar 7.1 dan Gambar 7.2 menunjukkan tampang tipikal lereng timbunan yang digunakan dalam hitungan stabilitas lereng. Hitungan dilakukan untuk tinggi lereng yang divariasikan. Hasil analisis stabilitas lereng yang menunjukkan letak bidang longsor, secara tipikal ditunjukkan dalam Gambar 7.3. Untuk tinggi timbunan 8 m di lokasi apron dan taxiway, dan kemiringan lereng 1 Horisontal : 8 Vertikal, diperoleh faktor aman mendekati 1,2 (lihat Tabel 7.4 dan Gambar 7.4.).

Gambar 7.1. Tipikal penampang timbunan dan lapisan tanah dasar daerah Apron.

Gambar 7.2. Tipikal penampang timbunan dan lapisan tanah dasar daerah Taxiway.Gambar 7.3. Tipikal bentuk bidang longsor.

Tabel 7.4. Hasil hitungan faktor aman minimum (SF) lereng timbunan di lokasi Apron dan Taxiway

Tinggi timbunan

(m)SF minimum

ApronTaxiway

51.571.60

61.381.40

71.251.27

81.171.19

Gambar 7.4. Hasil hitungan faktor aman minimum untuk tinggi timbunan tertentu di lokasi Apron dan Taxiway.

5. Drainase VertikalKarena penurunan timbunan sangat berlebihan, maka agar kinerja perkerasan bandara tidak terganggu oleh adanya penurunan tidak seragam, maka diperlukan drainase vertical (PVD). Drainase vertical PVD dipasang sampai kedalaman 23 m. Dalam hitungan, pada umumnya derajat konsolidasi (U) yang dibutuhkan dalam perancangan PVD adalah 90% atau lebih. Hasil hitungan jarak PVD yang dibutuhkan untuk derajat penurunan 90% dan 95% ditunjukkan dalam Gambar 7.5Dalam hitungan, nilai koefisien konsolidasi horizontal dianggap sama dengan vertikal (Ch = Cv). Nilai Cv yang mewakili untuk hitungan diambil dari Tabel 7.3

Jika dikehendaki penurunan setelah pelaksanaan kecil sehingga tidak merusak bangunan perkerasan bandara, maka dipilih derajat konsolidasi U = 95%. Untuk waktu konsolidasi yang dipilih, maka jarak PVD dengan susunan pemasangan dengan pola segitiga samasisi dapat ditentukan dengan menggunakan Gambar 6.36.

Alternatif pemilihan jarak PVD adalah sebagai berikut:

1) Bila dipilih derajat konsolidasi U = 95% (sisa penurunan 5%), untuk waktu penurunan konsolidasi 6 bulan, maka diperlukan jarak PVD, S = 1,20 m.

2) Bilai dipilih untuk U = 90% (sisa penurunan masih 10%), tapi untuk waktu penurunan konsolidasi 8 bulan, maka diperlukan jarak PVD, S = 1,60 m.

Dalam Gambar 7.6. ditunjukkan skema pemasangan PVD, dengan sand blanket tebal 75 cm. Susunan pemasangan PVD dibuat dengan pola segitiga samasisi.

Gambar 7.5. Hasil hitungan jarak PVD untuk derajat penurunan konsolidasi 90% dan 95%.Gambar 7.6. Skema pemasangan PVD.

6. Bahan PVDDrainase vertikal pracetak (PVD) harus terdiri dari lapisan inti terbuka berbentuk pita menerus yang dilingkupi saringan pembungkus. Lapisan inti harus mampu mengalirkan air yang masuk melewati saringan pembungkus pada tekanan sebesar 300 - 350 kN/m2. Saluran pembungkus harus dari bahan non-woven polyester atau bahan yang sejenis, dengan bukaan pori efektif tidak lebih dari 75 m dengan permeabilitas filter minimum 8 x 10-4 m/det. PVD harus mempunyai kapasitas pengaliran air minimum sebesar 60 x 10-6 m3/det pada tekanan minimum 300 - 350 kN/m2 dan mempunyai karakteristik kuat tarik elongasi yang cukup untuk dapat menahan gaya-gaya yang menyebabkan kerusakan selama masa pelaksanaan. Tabel 7.5. menunjukkan persyaratan material drainase vertikal pracetak (PVD) yang disarankan oleh FHWA (1986).

Tabel 7.5. Syarat Bahan Drainase Vertikal Pracetak (PVD)SIFAT-SIFATPERSYARATAN YANGDITENTUKANMETODE UJI

Terdiri dari

Weight / Berat70 - 80 gr/mASTM D 5261

Width / Lebar0,80 - 0,10 m

Thickness / Ketebalan

3,5 - 5,0 mmASTM D 5199

Tensile Strength /

Kuat Tarik

2,1 kNASTM D 4595

Elongation at 2.0 kN

25 %ASTM D 4595

Strength at 10 % elongation

1,3 kNASTM D 4594

Min. Discharge Capacity qwat 350 kN/m2

- Index Test60 x 10-6 m3 / detASTM D 4716

- Straight90 x 10-6 m3 / detASTM D 4716

- Buckled

80 x 10-6 m3 / detASTM D 4716

Filter

Tensile Strength

11 kN / mASTM D 4595

Elongation at break

25 %ASTM D 4595

Apparent Opening Size A.O.S. (O95)

< 75 mASTM D 4751

Permittivity

1,7 s-1ASTM D 4491

Permeability (Kv)

15 x 10-4 m/sASTM D 4491

7. Prosedur Pemasangan Drainase Vertikal

Pekerjaan pemasangan drainase pracetak (PVD):

1) Persiapan lapangan

2) Penimbunan drainage blanket dan/atau landasan kerja

3) Pemasangan drainase vertikal.

1) Persiapan lapanganSebelum drainasi vertikal dipasang, maka dibutuhkan persiapan lapangan, seperti:

a) Pembersihan lapangan, yaitu pembersihan lokasi dari tanaman-tanaman, tonggak pohon, tanah yang mengandung batu besar dan lain-lain yang akan mengganggu pemasangan vertikal drain.

b) Perataan lokasi, yaitu membuat rata permukaan tanah di lokasi agar diperoleh hasil pemasangan drainase yang benar-benar vertikal. Bila tanah di lokasi berfungsi sebagai selimut drainase (drainage blanket), maka lapisan ini harus dapat berfungsi seperti yang direncanakan.

2) Penimbunan selimut drainase (drainage blanket)

Sebelum pemasangan drainase vertikal, maka dibutuhkan untuk membuat landasan kerja guna melayani lalu lintas kendaraan. Landasan kerja adalah timbunan untuk menutup tanah asli yang terdiri dari material atau tanah granuler (pasir) agar alat (rig) pemasang drainase vertikal pracetak bisa bekerja dengan baik. Tipe pasir yang digunakan harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam spesifikasi. Lapisan drainage blanket yang dipasang sebelum pemasangan drainase vertikal, harus dilindungi dari kontaminasi.Permukaan tanah asli harus dilengkapi dengan lapisan drainase (drainage blanket) dan/atau parit untuk menampung dan membuang air yang keluar dari drainase vertikal. Untuk kelancaran pelaksanaan pemasangan, permukaan tanah asli yang sangat lunak di lokasi pekerjaan ditutup geotekstil yang berfungsi sebagai pemisah/separator, atau memperkuat timbunan untuk landasan kerja.

3) Pemasangan drainase vertikal

Drainase vertikal pracetak (PVD) harus dipasang pada susunan, jarak dan kedalaman seperti dalam gambar rencana. Alat bantu pemasangan PVD disebut mandrel. Mandrel melindungi drainase pracetak dari renggutan yang dapat merusakkan PVD pada saat pemasangan, yaitu dengan memberikan ruang bagi drainase pracetak untuk dipenetrasikan ke dalam tanah. Pemasangan PVD harus mempertimbangkan kekakuan mandrel agar dapat menembus tanah padat dan untuk membuat PVD terjamin vertikal saat dipasang. 4) Penetrasi mandrel

Mandrel dipenetrasikan ke dalam tanah lunak dengan menggunakan gaya statik atau dinamik. Gaya statik diterapkan dari berat sendiri mandrel dan pemberat yang dipasang di atas rig. Kecepatan penetrasi mandrel ke dalam tanah harus dikontrol untuk menghindari momen atau defleksi yang besar. Penetrasi harus tanpa henti dengan kecepatan rata-rata yang umumnya berkisar di antara 15 sampai 60 cm/detik.

Metoda pembebanan yang konstan atau metoda pembebanan konstan atau disebut metoda statis lebih diutamakan. Tipikal urutan pemasangan drainase vertikal pracetak, adalah sebagai berikut:

a) Mesin bor yang dilengkapi dengan mandrel ditempatkan di atas titik penempatan drainase vertikal. Ujung gulungan pita drainase dimasukkan dalam mandrel.

b) Angker dipasang pada ujung pita drainase.

c) Mandrel dipenetrasikan ke dalam tanah dengan gaya sekitar 50 200 kN sampai kedalaman yang dikehendaki.

d) Segera setelah kedalaman drainase vertikal tercapai, mandrel di tarik untuk mencegah tanah lunak tertekan masuk ke dalam mandrel. Saat ditarik, angker akan tetap tertinggal di dalam tanah karena terkunci di dalam tanah lempung.

e) Setelah dasar mandrel berada di permukaan, pita drainase vertikal dipotong, dengan memberi panjang ekstra sebesar tebal lapisan drainase (drainage blanket).

f) Angker dipasang pada ujung pita drainase vertikal yang lain untuk pemasangan selanjutnya.

Dalam melakukan pemasangan drainase vertikal, kadang-kadang diperlukan pengeboran awal untuk menembus lapisan tanah keras, batu atau material lain yang mengganggu. Pengeboran awal, bisa dilakukan melalui semprotan, pengeboran atau yang lain.

Jika stabilitas dari tanah landasan meragukan, berat alat pemasang drainase vertikal harus dibatasi untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya banyak masalah dalam pelaksanaan

5) Cara penyambungan PVD

Pada pemasangan PVD, umumnya akan dilakukan penyambungan pada ujung akhir gulungan untuk menghindari banyak material terbuang.

Penyambungan ini dilakukan sebelum PVD dipasang pada mandrel untuk menghindari terhentinya pemasangan ke dalam tanah. Dalam penyambungan, baik kekuatan maupun karakteristik hidrolik PVD harus tetap dijaga. Bagian inti dan selimut harus disambung dengan overlapping minimum sejauh 15 cm.

6) Posisi vertikal

Kinerja drainase vertikal pracetak bergantung pada pemasangannya secara vertikal. Penyimpangan kevertikalan dapat menyebabkan ketidakseragaman penurunan dan kecepatan akibat ketidakteraturan jarak drainase vertikal dengan kedalamannya. Drainase vertikal harus dipasang dengan menggunakan mandrel yang lurus dengan penyimpangan maksimum sebesar 6 cm terhadap arah vertikal untuk setiap panjang 300 cm (FHWA, 1986).

7) Angker

Angker dipasang pada ujung bawah dari drainase vertikal. Angker ini dapat berupa pipa atau batang atau pelat dengan bentuk khusus. Ukuran, bentuk dan kekakuan dari angker dibandingkan dengan mandrel akan mempengaruhi gangguan tanah di sekitar mandrel. Konfigurasi angker harus sekecil mungkin, idealnya angker sedikit lebih besar daripada mandrel, tapi cukup kecil agar tidak merusak tanah.

8) Lebar Pemasangan Drainase Vertikal

Drainase vertikal harus dipasang menyebar sampai sedikit di luar area timbunan. Sebagai perkiraan, drainase vertikal disarankan dipasang sampai sejauh 1/3 sampai H (H = tinggi timbunan) di luar kaki timbunan. Jika zona pemasangan drainase vertikal terlalu sempit, waktu penurunan konsolidasi menjadi lebih panjang dan terjadi beda penurunan yang signifikan.8. Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan Tanah untuk PVDa) Permukaan landasan (platform) untuk pemasangan PVD harus dibuat rata (horisontal). Landasan ini nantinya akan diletakkan sand blanket untuk perlengkapan PVD.b) Untuk landasan pemasangan PVD tersebut, tanah timbunan yang ada sekarang (tahun 2011) digali dan diratakan dengan elevasi permukaan mengikuti data hasil hitungan penurunan (lihat Gambar). Untuk permukaan tanah asli yang elevasi eksisting kurang dari elevasi landasan tersebut, maka lokasi tersebut harus ditimbun dengan bahan timbunan yang berasal dari galian tanah sekitarnya.

c) Penimbunan pada tanah asli yang sangat lunak, dilakukan dengan menghamparkan lebih dulu geoteksil. Geotekstil ini berfungsi sebagai separator (dan perkuatan) untuk menjaga agar material urugan untuk timbunan tidak terkontaminasi dengan tanah-asli yang sangat lunak dan mencegah squeezing tanah lunak saat penimbunan dilaksanakan. Dengan cara ini, pemadatan timbunan lebih mudah dan terjaga mutu hasil pemadatannya.

9. ANALISIS DAYA DUKUNG TIANG PADA JALAN PENDEKAT

Analisis daya dukung tiang pada jalan pendekat dari apron menuju taxiway berdasarkan hasil uji tanah di sekitar lokasi tersebut (titik-titik sondir S-14, S-16 dan S-18). Kondisi tanah bagian atas yang relatif lunak, maka kontribusi lapisan ini pada besarnya daya dukung tiang pancang diabaikan. Daya dukung ijin tiang dalam analisis digunakan diameter 40 cm dengan beberapa alternatif panjang tiang. Kedalaman yang disarankan adalah disekitar 25 m dari permukaan. Dari hasil analisis daya dukung tiang, maka disarankan tiang yang digunakan adalah tiang pancang beton:

Diameter 0,4 m,

Panjang 25 m,

Daya dukung ijin Qa = 400 kN/tiang = 40 ton/tiang.

Skema susunan tiang ditunjukkan dalam Gambar 7.7.

Denah

Potongan A-A

Potongan B-BGambar 7.7. Skema Susunan Tiang untuk Struktur Pile Slab10. GEOSINTETIK

Pemadatan tanah yang memenuhi syarat kepadatan di atas tanah lunak dengan menggunakan tanah lempungan sangat sulit. Karena itu, untuk menghasilkan tanah urug yang padat di atas tanah lunak, maka di atas tanah lunak digelar geotekstil dan di atasnya dihamparkan tanah granuler tebal 50 100 cm.

Geotekstil yang dipasang pada timbunan, kecuali berfungsi utama sebagai pemisah, juga sebagai tulangan atau perkuatan. Pada aplikasi geotekstil untuk timbunan, geotekstil diletakkan di atas tanah lunak yang diurug dengan material granuler atau pasir. Geotekstil yang diletakkan di antara lapisan agregat dan tanah-dasar, dimaksudkan untuk mencegah kontaminasi dan mempertahankan ketebalan tanah timbunan. Untuk penimbunan di lokasi proyek ini, geotekstil woven diletakkan pada bagian pertemuan antara tanah asli dan timbunan. Syarat ketahanan minimum geotekstil anyam (woven) ditunjukkan dalam Tabel 7.6. Nilai-nilai dalam tabel dipilih dengan mempertimbangkan kondisi lokasi pada tingkat sedang (klas 2), agregat batuan untuk drainase yang agak bersudut.

Penempatan geotekstil sebagai separator ditunjukkan dalam Gambar 7.8Tabel 7.6. Persyaratan Minimum Geotekstil Anyam (Woven) dan Nir Anyam (Non Woven) Untuk Fungsi Utama Pemisah dan Fungsi Sekunder Drainase/Filter (FHWA, 1998)Sifat-sifat geotekstilMetode ujiNilai persyaratan

Elongasi < 50%

(woven)

Burst strength

Puncture strength

Tear strength

Grab strength

Sewn seam strengthASTM D-3786

ASTM D-4833

ASTM D-4533

ASTM D-4632

ASTM D-46322700 N

400 N

400 N

1100 N

990 N

Permittivity

AOS

Stabilitas ultra violetASTM D-4491

ASTM D-4751

ASTM D-43550,20 det-1

0,43 mm

50% terbuka dalam 500 jam

Gambar 7.7. Penempatan Geotekstil untuk Separator11. DASAR PERANCANGAN PERKERASAN a. Annual Departures

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No: KM 53 tahun 2007, tentang Rencana Induk Bandar Udara Ahmad Yani, pergerakan pesawat per tahun sebagai berikut:

1. Internasional, Tahap I: 4.240

Tahap II: 5.500

2. Domestik, Tahap I: 29.400

Tahap II: 33.600

3. TNITahap I: 6.360

Tahap II: 9.000

4. TotalTahap I: 40.000

Tahap II: 50.000

Jenis pesawat komersial yang beroperasi di Bandara Ahmad Yani saat ini sebagian besar terdiri dari Airbus A-319/320 dan Boeing 737 series: 200/300/400/500/800/900ER. Karena tidak diuraikan secara rinci mengenai pergerakan masing-masing tipe pesawat tersebut, maka di dalam perancangan annual departures untuk tahap I = 15.000 dan tahap II = 25.000.

b. Jenis pesawat : Boeing B-737-800/900ER

Karakteristik pesawat Boeing B-737-800/900ER

Maximum take off weight: 79.016 kg

Weight on main landing gear: 74.156 kg

Maximum landing weight: 66.361 kg

Operating empty weight: 42.901 kg

Flexible Pavement

ACN untuk subgrade category D: 58 dan 28

ACN untuk subgrade category C: 52 dan 24

Rigid Pavement

ACN untuk subgrade category D: 60 dan 28

ACN untuk subgrade category C: 56 dan 27

FAA take off field length: 2.500 m

c. Type Perkerasan

Perkerasan Bandar Udara Ahmad Yani mempunyai 2 (dua) type, yaitu: perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Flexible pavement digunakan untuk runway , parallel taxiway dan exit taxiway, sedangkan pada apron digunakan rigid pavement.

Runway merupakan existing pavement yang harus ditingkatkan/di-overlay sehingga mampu melayani pesawat jenis Boeing B-737-900ER dengan kapasitas penuh pada pekerjaan tahap I, sedangkan paralel dan exit taxiway merupakan perkerasan lentur baru (full depth pavement) yang kekuatannya juga mampu melayani pesawat jenis Boeing B-737-900ER dengan kapasitas penuh.

Apron merupakan rigid pavement baru yang dirancang untuk melayani pesawat Beoing B-737-900ER dengan kapasitas penuh.

Untuk perkerasan runway, taxiway, dan apron mempunyai nilai daya dukung subgrade yang berbeda yaitu CBR subgrade untuk runway = 4% (kategori D), sedangkan untuk taxiway dan apron mempunyai CBR subgrade = 6% (kategori C).

11.1 PERANCANGAN FLEXIBLE PAVEMENTFlexible pavement digunakan untuk exit taxiway dan parallel taxiway. Berdasarkan hasil penelitian oleh konsultan tahun lalu, nilai PCN runway setelah di-overlay adalah sebagai berikut:

PCN = 54 / F / D / X / T

dengan nilai CBR subgrade untuk runway di-design = 4%. Daya dukung subgrade untuk taxiway dan apron di-design = 6%.

a. Peningkatan Daya Dukung atau Nilai PCN RunwayKondisi runway yang ada saat ini (nilai PCN runway 54 / F / D / X / T) agar dapat melayani pesawat Boeing B-737-900ER untuk tahap I dengan annual departures = 15.000, maka runway harus di-overlay dengan tebal 12 cm

Jadi pada tahap I setelah runway di-overlay 12 cm, nilai PCN menjadi:

PCN = 60 / F / D / X / T

Gambar 7.8 Kebutuhan Overlay Landasan

b. TaxiwayStruktur Flexible Pavement sebagai berikut:

Tebal surface course= 10 x 1,20 = 12 cm

Tebal base course = 33 x 1,20 = 40 cm

Tebal subbase course= 54 x 1,20 = 65 cm

Gambar 7.9 Susunan Konstruksi Taxiway Flexible

Keterangan:

a. Surface course terdiri dari 2 lapis; AC wearing course = 6 cm dan AC binder course = 6 cm.

b. Base course terdiri dari aggregate base A atau crushed stone base dengan nilai CBR = 100%.

c. Subbase course terdiri dari cement treated subbase dengan nilai CBR min. = 35%.

Jadi nilai PCN untuk taxiway dengan tipe perkerasan lentur (flexible pavement):

PCN = 52 / F / C / X / T

11.2 PERANCANGAN RIGID PAVEMENTRigid pavement digunakan untuk apron slab beton digunakan mutu beton K-400;

fc = 0,83 ( K = 0,83 x 400 = 332 kg/cm2 = 4.743 psi = 33,2 MPa

Flexural strength:

MR= 9 . = 9 . = 620 psi= 43,4 kg/cm2= 4,34 MPa

Subgrade, CBR = 6%, modulus of subgrade reaction k = 40 kPa/mm = 4 kg/cm2/cm

= 40 MN/m3Digunakan subbase stabilisasi semen tebal 20 cm, sehingga modulus on top of subbase, k2 = 250 lb/in3= 70 MN/m3.

Struktur perkerasan kaku (rigid pavement) untuk apron:

Gambar 7.10 Susunan Konstruksi Apron Rigid

Keterangan:a. Slab beton tebal 46 cm, mutu beton K-400 tipe perkerasan Jointed Unreinforced Concrete Pavement dengan ukuran slab = 7,50 m x 7,50 m.

b. Subbase tebal 23 cm terdiri dari lean concrete tebal 8 cm (diatas) dan cement treated subbase course tebal 15 cm (dibawah).

Nilai PCN untuk apron dengan tipe perkerasan kaku (rigid pavement):

PCN = 56 / R / C / X / T

Joint/sambungan rigid pavement:

a. Expansion Joint

b. Construction Join

c. Contraction Joint

d. Longitudinal Contraction Joint

Gambar 7.11 Konstruksi Sambungan Rigid Pavement

11.3 PERKERASAN UNTUK MENAMPUNG PESAWAT BOEING B-767Sampai saat ini Bandara Ahmad Yani Semarang, di-design untuk melayani pesawat Boeing B-737-800/900 atau Airbus A-320. Dalam jangka panjang, Bandara Ahmad Yani juga di-design untuk melayani pesawat berbadan lebar (widebody aircraft, yaitu Boeing B-767-300/400).

Karena biaya konstruksi perkerasan untuk melayani pesawat Boeing 767-300/400 sangat mahal, maka pelaksanaannya ditentukan untuk tahap berikutnya yaitu termasuk program jangka panjang, tetapi fasilitas apron-nya sudah disediakan yaitu dekat dengan terminal kargo. Luas apron disediakan untuk menampung 2 (dua) buah pesawat Boeing B-767-300/400, dengan struktur perkerasan lebih tebal daripada struktur perkerasan tahap I yang digunakan untuk melayani pesawat Boeing B-737-800/900 ER.a. Luas Apron untuk Menampung 2 (dua) Pesawat Boeing B-767-400 ER

Wing span

: 51,92 m

Fuse lage

: 60,08 m

Tail height

: 15,60 m

Wingtip clearence

: 7,50 m

Clearence between tail and wing : 15,00 m

Dimensi apron untuk menampung 2 (dua) pesawat Boeing B-767-400 ER:

Lebar

= 3 x 7,50 + 2 x 51,92 = 148,84 m ( 150 m.

Panjang= 2 x 7,50 + 15 + 51,92 + 60,08 = 142 m.

b. Flexible Pavement Pesawat Boeing B-767-400 ER

Tebal surface course = 10 x 1,20 = 12 cm

Tebal base course = 36 x 1,20 = 43 cm

Tebal subbase course = 61 x 1,20 = 73 cm

Gambar 7.12. Susunan Konstruksi Taxiway Flexible Untuk 767-400 ER

Keterangan:

a. Surface course terdiri dari 2 lapis; AC wearing course = 6 cm dan AC binder course = 6 cm.

b. Base course terdiri dari aggregate base A atau crushed stone base dengan nilai CBR = 100%.

c. Subbase course terdiri dari cement treated base dengan nilai CBR min. = 35%.

Jadi nilai PCN taxiway dengan tipe perkerasan lentur (flexible pavement) untuk melayani pesawat Boeing B-767-400 ER:

PCN = 78 / F / C / X / T

c. Rigid Pavement Pesawat Boeing B-767-400 ER

Rigid pavement digunakan untuk apron, slab beton digunakan mutu beton K-400 dengan flexural stregth = 4,34 MPa. Subgrade dengan nilai CBR 6%, modulus of subgrade reaction, k = 40 MN/m3 = 620 psi. Digunakan subbase dengan stabilisasi semen (cement treated subbase course) tebal 20 cm sehingga modulus on top of subbase, k2 = 70 MN/m3 = 250 lb/in3.

Struktur perkerasan kaku (rigid pavement) untuk apron:

Gambar 7.13 Susunan Konstruksi Apron Rigid Untuk 767-400 ER

Keterangan:c. Slab beton tebal 49 cm, mutu beton K-400 tipe perkerasan Jointed Unreinforced Concrete Pavement dengan ukuran slab = 7,50 m x 7,50 m.

d. Subbase tebal 23 cm terdiri dari lean concrete tebal 8 cm (diatas) dan cement treated subbase course tebal 15 cm (dibawah).

Nilai PCN untuk apron dengan tipe perkerasan kaku (rigid pavement):

PCN = 80 / R / C / X / T

d. Joint/sambungan rigid pavement:

a. Expansion Joint

b. Construction Join

c. Contraction Joint

d. Longitudinal Contraction Joint

Gambar 7.14. Konstruksi Sambungan Rigid Pavement Untuk 767-400 ER

11.4 PERKERASAN DENGAN SISTEM CAKAR AYAM

Fondasi sistem Cakar Ayam ditemukan oleh Prof. Dr. Ir. Sediyatmo pada tahun 1961. Sistem Cakar Ayam digunakan pertama kali untuk fondasi bangunan menara listrik tegangan tinggi di daerah Ancol yang tanahnya berupa rawa-rawa. Secara umum perkerasan Cakar Ayam, terdiri dari pelat tipis beton bertulang tebal 10 - 17 cm yang diperkaku dengan pipa-pipa beton (cakar) berdiameter 120 cm, tebal 8 cm, dan panjang pipa 150 - 200 cm, yang tertanam pada lapisan subgrade, dengan jarak pipa-pipa berkisar 2,0 2,50 m (Gambar 7.15.).

Gambar 7.15. Tipikal fondasi Cakar Ayam Prof. Sediyatmo (1961).

Di bawah pelat beton, terdapat lapisan lean concrete setebal 10 cm (terbuat dari beton mutu rendah) dan lapisan sirtu setebal 30 cm yang berfungsi, terutama sebagai perkerasan sementara selama masa pelaksanaan dan agar permukaan subgrade dapat rata sehingga pelat beton Cakar Ayam dapat dibuat di atasnya. Pipa-pipa beton tersebut disebut cakar.

11.5 sISTEM CAKAR AYAM MODIFIKASI (CAM)Sistem Cakar Ayam Modifikasi (CAM) merupakan pengembangan lebih lanjut dari Sistem Cakar Ayam Prof. Sediyatmo. Pengembangan yang telah dilakukan didasarkan pada evaluasi hasil-hasil penelitian yang dilakukan secara intensif sejak tahun 1990 oleh tim pengembangan Sistem Cakar Ayam Modifikasi. Sistem Cakar Ayam yang baru ini, yang kemudian disebut Sistem Cakar Ayam Modifikasi (CAM). Perubahan-perubahan yang telah dilakukan pada Sistem CAM dari Sistem Cakar Ayam Prof. Sediyatmo bukan hanya terletak pada bahan pipa cakar, tapi juga terletak pada geometri secara keseluruhan dan cara perancangan yang berbeda dengan cara yang diusulkan oleh Prof. Sediyatmo.

Sistem Cakar Ayam sangat cocok digunakan sebagai perkerasan kaku (rigid pavement) untuk jalan raya dan bandara. Dibandingkan dengan perkerasan beton konvensional, sistem Cakar Ayam lebih kuat dan tahan lama. Hal ini, karena kecuali pelat beton dibuat bertulang, juga peran dari pipa-pipa Cakar Ayam yang mengurangi lendutan pelat akibat beban dan meangker pelat tetap dalam kontak yang baik dengan tanah di bawahnya.

Sistem Cakar Ayam Prof. Sediyatmo dengan pipa cakar dari beton berukuran tinggi 2 m, diameter 1,2 m dan berjarak 2,5 m telah digunakan untuk perkerasan di Bandara Sukarno Hatta Cengkareng, Bandara Polonia Medan, Bandara Juanda Surabaya. Selama lebih dari 25 tahun, perkerasan telah terbukti berfungsi dengan baik dengan tanpa kerusakan yang berarti. Sebagai perkerasan jalan, Sistem Cakar Ayam kecuali digunakan sebagai jalan tol sepanjang 13,5 km yang menghubungkan Jakarta-Bandara Soekarno-Hatta, juga telah digunakan di beberapa ruas jalan tol Kampung Kayan Sitiawan di Malaysia maupun beberapa ruas jalan tol Simpang X Taman Peringgit Jala di Malaka, Malaysia, yang kesemuanya dibangun di atas tanah subgrade yang relatif lunak dan telah berfungsi baik selama lebih dari 20 tahun.

11.6 KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN

Bila dibandingkan dengan perkerasan lentur maupun perkerasan kaku konvensional, keuntungan penggunaan Sistem Cakar Ayam Modifikasi (CAM) sebagai perkerasan di bandara adalah:

1) Sistem CAM memberikan perkerasan dengan kekakuan tinggi, sehingga tidak mudah rusak akibat deformasi tanah dasar (misalnya akibat penurunan tak seragam dan getaran akibat kendaraan).

2) Perkerasan mampu mendukung lalu-lintas berat dan volume tinggi. Perancangan dapat didasarkan pada beban kendaraan yang melebihi beban standar untuk perkerasan konvensional.

3) Peran cakar adalah menjaga agar pelat beton tetap dalam kontak yang baik dengan material di bawahnya, sehingga umur perkerasan menjadi lebih panjang karena kuat dalam menahan beban lalu-lintas.

4) Pemeliharaan sangat kecil, sehingga mengurangi kebutuhan untuk biaya pemeliharaan di kemudian hari.

5) Sistem CAM dibangun tanpa sambungan-sambungan, karena itu perkerasan selalu rata di sepanjang masa pelayanan.

6) Karena tidak ada sambungan, maka tidak ada biaya pemeliharaan pada sambungan (seperti halnya pada perkerasan beton bersambungan).

7) Penetrasi air masuk ke dalam lapis pondasi maupun tanah-dasar sangat kecil, karena tidak ada sambungan melintang, dan retak yang terjadi selalu tertutup rapat oleh adanya tulangan memanjang dan melintang.

8) Walaupun biaya awal lebih tinggi dari perkerasan beton maupun aspal sistem konvensional, namun biaya total selama masa pelayanan lebih rendah.

9) Tidak memerlukan agregat batuan untuk lapis pondasi atau lapis pondasi bawah, karena di bawah pelat hanya memerlukan lantai kerja dan sirtu.

10) Dapat menyelesaikan masalah perkerasan jalan di atas tanah-dasar yang ekspansif (mudah mengembang).

Kerugian dalam penggunaan Sistem CAM bila dibandingkan dengan sistem perkerasan konvensional, adalah:

1) Biaya pembangunan awal lebih tinggi.

2) Pembangunan memerlukan waktu relatif lebih lama.11.7 PERANCANGAN SISTEM CAKAR AYAM MODIFIKASI

Perkerasan dengan menggunakan Sistem Cakar Ayam Modifikasi (CAM) adalah sistem perkerasan yang telah dipatentkan. Perancangan dilakukan oleh tim khusus pengembangan CAM yang akan dilakukan segera sebelum pelaksanaan pekerjaan sistem perkerasan CAM tersebut.

B. SARAN

1. Mengingat pekerjaan tanah di bandar udara Ahmad Yani sangat kompleks dan ada kawasan yang sudah mengalami penimbunan sebelumnya dan ada yang belum, maka disarankan:

a. Dalam pelaksanaan konstruksi fungsi selain kualitas dan ketaatan terhadap spesifikasi dan standar operasi prosedur pelaksana pembangunan , fungsi pengawas sangat menentukan .

b. Kualitas pekerjaan penimbunan, pemadatan dan pemasangan PVD sangat menentukan keberhasilan penanganan penurunan konsolidasi, dan pembuktian terbalik terhadap pelaksanaan yang telah dilakukan kontraktor sangat sulit, maka diharapkan pengawas lapangan harus jeli dan jumlahnya yang memadai, sebagai contoh pada saat pemasangan PVD , harus tiap alat (mandrel) harus ada minimal 1 orang pengawas yang mempunyai kompetensi dan dedikasi tinggi.NB:

Pemasangan PVD yang tidak sesuai dengan ketentuan baik mengenai kualitas bahan maupun panjang yang harus ditanam, akan menyebabkan penurunan konsolidasi yang berlebihan tidak sesuai dengan rencana.

Hal yang sama juga diterapkan untuk jenis pekerjaan yang lainnya.2. Mengingat pelaksanaan konstruksi , bandar udara Ahmad Yani tetap pada kondisi beroperasi, maka ketentuan baku terhadap keselamatan penerbangan harus tetap diperhatikan selama pelaksanaan konstruksi.

3. Alternatip jenis perkerasan ada 4 yaitu konstruksi fleksible pavement, rigid pavement, konstruksi Cakar Ayam dan Konstruksi Cakar Ayam Termodifikasi.

4. Pemilihan penerapan jenis konstruksi perkerasan sebaiknya disesuaikan dengan zonasi area fasilitas dan kelayakan teknis - ekonomis.Laporan AKHIR

PT. GEO SARANA GUNA

Jl. Jomblangsari No. 12 Semarang

wiremesh 8 150 mm

50 cm

24,5 cm

dowel 40 450 mm

49 cm

15 cm

24,5 cm

wiremesh 8 150 mm

50 cm

24,5 cm

49 cm

dowel 40 450 mm

15 cm

24,5 cm

cap

wiremesh 8 150 mm

CBR = 6%

h = 23 cm Subbase

T = 49 cm Slab Beton K - 400

73 cm subbase course

43 cm base course

12 cm surface course

CBR = 6%

tiebar D16 750 mm

75 cm

23 cm

46 cm

23 cm

15 cm

wiremesh 8 150 mm

dowel 40 450 mm

50 cm

23 cm

46 cm

23 cm

15 cm

wiremesh 8 150 mm

50 cm

23 cm

dowel 40 450 mm

46 cm

15 cm

23 cm

wiremesh 8 150 mm

50 cm

23 cm

46 cm

dowel 40 450 mm

15 cm

23 cm

cap

wiremesh 8 150 mm

CBR = 6%

15 cm

8 cm

T = 46 cm Beton K - 400

h = 23 cm Subbase

65 cm subbase course

40 cm base course

12 cm surface course

CBR = 6%

Lapis perkerasan runway yang ada

12 cm overlay runway

Timbunan

Sand blanket tebal 75 cm

Landasan kerja elevasi 1,5 m

PVD: L = 24 m, S = 1,2 m atau 1,6 m.

Timbunan

D 19 - 15

Tiang Pancang Beton 40 Cm

D 16 - 20

155

155

155

310

310

310

310

310

310

40

Slab Beton K 300

Aspal Beton 12 cm

Tiang Pancang Beton 40 Cm L 25 M

Aspal Beton 12 cm

Slab Beton K 300

Tiang Pancang Beton 40 Cm L 25 M

45

30

155

155

155

155

155

155

155

Tanah asli (lunak)

Tanah urug granuler (50 100 cm)

Tanah urug

Geotextil

15 cm

24,5 cm

49 cm

24,5 cm

50 cm

dowel 40 450 mm

wiremesh 8 150 mm

15 cm

24,5 cm

49 cm

24,5 cm

75 cm

tiebar D16 750 mm

Studi Penyelidikan Tanah Sisi UdaraBandar Udara Ahmad Yani - Semarang7 - 24