b. sejarah pertumbuhan bahasa melayu

38
10 SEJARAH PERTUMBUHAN BAHASA MELAYU erbentuknya bahasa Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang; bahkan lebih panjang dari usia bangsa dan negara Republik Indonesia. Sejak masa kerajaan Sriwijaya pada masa Melayu kuno sampai diproklamasikannya bahasa Indonesia sebagai resmi dan nasional negara, bahasa Melayu masih memperbarui dan menambah kosakata dengan menerima kosakata bahasa asing dan daerah. Dengan demikian, bahasa Indonesia masih hidup dan bergerak sampai pada akhirnya menjadi bahasa dunia/internasional. Awal terbentuknya bahasa Indonesia yang kita kenal sekarang ini adalah kedatangan para pedagang, misionaris (zending), peneliti penulis dari India, Arab, Belanda, Portugis, atau etnis lain non-Melayu ke wilayah Nusantara dengan berbagai keperluan. Di antara mereka ada berniat menjual dan membeli sesuatu untuk dijual di negara asal mereka, ada pula yang berkepentingan menyebarkan agama, serta ada pula yang berkait dengan keilmuan, seperti penelitian, pengamatan, dan/ atau mengadakan riset. Mereka menggunakan bahasa Melayu yang mereka pelajari secara praktis. Sebelum masyarakat di Kepulauan Nusantara ini mengenal bahasa Indonesia, mereka telah mengenal dan menggunakan bahasa Melayu yang pada waktu itu sudah menjadi lingua-franca. Oleh karena sudah dipergunakan sebagai bahasa pergaulan perdagangan, dengan sendirinya bahasa Melayu sudah dikenal luas oleh penduduk dan menyebar ke berbagai pelosok Nusantara. Dengan memerhatikan keadaan seperti itu, para pedagang, musafir, para peneliti-penulis, dan para misionaris harus menguasai bahasa Melayu terlebih dulu sebelum mengadakan perjalanan dan perniagaan ke Nusantara. T

Upload: wisnu-sujianto

Post on 12-Jun-2015

3.975 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

10

SEJARAH PERTUMBUHAN BAHASA MELAYU

erbentuknya bahasa Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang;

bahkan lebih panjang dari usia bangsa dan negara Republik Indonesia.

Sejak masa kerajaan Sriwijaya pada masa Melayu kuno sampai

diproklamasikannya bahasa Indonesia sebagai resmi dan nasional negara, bahasa

Melayu masih memperbarui dan menambah kosakata dengan menerima kosakata

bahasa asing dan daerah. Dengan demikian, bahasa Indonesia masih hidup dan

bergerak sampai pada akhirnya menjadi bahasa dunia/internasional.

Awal terbentuknya bahasa Indonesia yang kita kenal sekarang ini adalah kedatangan

para pedagang, misionaris (zending), peneliti penulis dari India, Arab, Belanda,

Portugis, atau etnis lain non-Melayu ke wilayah Nusantara dengan berbagai

keperluan. Di antara mereka ada berniat menjual dan membeli sesuatu untuk dijual di

negara asal mereka, ada pula yang berkepentingan menyebarkan agama, serta ada

pula yang berkait dengan keilmuan, seperti penelitian, pengamatan, dan/ atau

mengadakan riset. Mereka menggunakan bahasa Melayu yang mereka pelajari secara

praktis.

Sebelum masyarakat di Kepulauan Nusantara ini mengenal bahasa Indonesia, mereka

telah mengenal dan menggunakan bahasa Melayu yang pada waktu itu sudah menjadi

lingua-franca. Oleh karena sudah dipergunakan sebagai bahasa pergaulan

perdagangan, dengan sendirinya bahasa Melayu sudah dikenal luas oleh penduduk

dan menyebar ke berbagai pelosok Nusantara. Dengan memerhatikan keadaan seperti

itu, para pedagang, musafir, para peneliti-penulis, dan para misionaris harus

menguasai bahasa Melayu terlebih dulu sebelum mengadakan perjalanan dan

perniagaan ke Nusantara.

T

Page 2: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

11

Harus disadari pula, mereka belajar bahasa Melayu hanya untuk memudahkan usaha-

usaha mereka di tanah Melayu ini. Mereka tidak menyadari bahwa ketika proses

perhubungan interaksi-sosial itu terjadi pertukaran informasi budaya, baik budaya asli

penutur maupun budaya lokal, adat-istiadat, termasuk kosakata yang tidak terdapat

dalam bahasa masing-masing. Salah satu pertukaran informasi ini, adalah terjadinya

akulturasi yang secara tidak langsung berdampak pada penggunaan bahasa.

Bahasa lokal (Melayu) tentunya tidak bisa mewakili semua keinginan, perasaan,

pendapat, karakter budaya penutur yang datang dari luar, dan sebagainya. Sebagai

akibat kekurangan ini, bahasa Melayu dengan serta merta membuka diri untuk

menerima kosakata baru, baik melalui pemungutan/penyerapan, menyerap dengan

mengadakan perubahan, atau menerjemahkan secara kreatif bahasa asing untuk

melengkapi perbendaharaan kosakatanya.

Kelebihan bahasa Melayu adalah salah satu bahasa di muka bumi ini yang sangat

terbuka menerima unsur lokal (daerah yang dimasukinya) dan asing. Keterbukaan ini

tidak saja mampu dan mau menyerap/memungut kosakata bahasa asing, tetapi bahasa

Melayu mampu pula membentuk kosakata baru sebagai dampak pertemuan bahasa

asing dan bahasa asli.

Ini merupakan karakter bahasa Melayu yang memang sejak dulu telah membentuk

diri dalam sejarah yang sangat panjang. Berbagai ahli antropologi budaya dan bahasa

menyatakan bahwa penutur-penutur bahasa Melayu berasal dari golongan

Austronesia yang datang ke Nusantara sejak 2.500 Sebelum Masehi dari daerah

Yunnan dan secara bertahap menduduki wilayah Asia Tenggara. Golongan pertama

ini disebut Melayu-Proto. Kemudian, pada kira-kira tahun 1500 Sebelum Masehi,

datang golongan kedua dari Asia Selatan (India) menduduki daerah pantai dan tanah

lembah di Asia Tenggara yang disebut Melayu-Deutro.

Beberapa sumber menyatakan bahwa penyebutan pertama secara tertulis istilah

Bahasa Melayu sudah dilakukan pada masa sekitar 683-686 M, yaitu angka tahun

Page 3: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

12

yang tercantum pada beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuno dari Palembang dan

Bangka. Prasasti-prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa atas perintah raja

Sriwijaya, kerajaan maritim yang masyhur pada abad ke-7 sampai ke-12. Wangsa

Syailendra juga meninggalkan beberapa prasasti Melayu Kuno di Jawa Tengah.

Keping Tembaga Laguna yang ditemukan di dekat Manila juga menunjukkan

keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.

Bahasa-bahasa yang dibawa moyang dari Yunnan ini kemudian mengalami

percampuran, baik dengan bahasa lokal maupun bahasa ibu kaum pendatang,

sehingga mengalami perubahan dari kosakata dan struktur kalimat, dan

perkembangan yang bersifat majemuk menjadi sistem bahasa Melayu terawal, yaitu

bahasa Melayu kuno. Tulisan yang dipergunakan adalah huruf/aksara Sansekerta-

Jawa Kuno, yaitu tulisan (huruf/aksara) Pallawa.

Bahasa Melayu kuno yang ada di dalam masyarakat itu sendiri terbagi menjadi tiga

tataran atau kelompok utama, yaitu

(1) Melayu tinggi, yaitu bahasa Melayu sebagaimana dipakai dalam kitab sejarah

Melayu, yang dipergunakan oleh kaum bangsawan, para cerdik-cendekia untuk

menuliskan ilmu dan pengetahuannya, yang dipakai oleh para sastrawan untuk

menulis karya sastra, dan orang-orang penting di lingkungan kerajaan yang

berhubungan dengan kekerabatan kebangsawanan. Jadi, bahasa ini bersifat

istanasentris yang biasa ditemukan di dalam karya sastra yang berbentuk

hikayat seperti Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Muhammad Ali Hanafiah,

Hikayat Amir Hamzah, Bustanus Salatin, Sulalatus Salatin, Sejarah Melayu,

Hikayat Iskandar Zulkarnain, Hikayat Hang Tuah, dan Tajus Salatin. Bentuk

yang lebih formal, disebut Melayu Tinggi, pada masa lalu digunakan kalangan

keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Malaya, dan Jawa. Bentuk bahasa ini

lebih sulit karena penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak

seekspresif bahasa Melayu Pasar.

Page 4: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

13

(2) Melayu rendah, yaitu bahasa Melayu pasar atau pula bahasa Melayu campuran.

Bahasa Melayu rendah atau pasar ini digunakan oleh hampir seluruh lapisan

masyarakat dan mengabaikan status atau golongan penutur. Bahasa Melayu

rendah atau pasar ini juga dipergunakan oleh para pedagang asing, pelancong,

dan misionaris ketika mereka mendatangi kawasan Nusantara. Perkembangan

perbendaharaan kosakata bahasa Melayu pasar ini sangat pesat sesuai dengan

tingkat kebutuhan penutur bahasa. Para saudagar, peneliti-penulis, misionaris

(zending), dan sebagainya berkecenderungan menggunakan kelas bahasa ini

karena masyarakat tempat mereka belajar menggunakan kelas bahasa ini.

Pemerintah kolonial Belanda yang menganggap kelenturan Melayu Pasar

mengancam keberadaan bahasa dan budaya Melayu Tinggi. Pemerintah

Belanda berusaha meredamnya dengan memromosikan bahasa Melayu Tinggi

dan melarang bahasa Melayu Pasar, di antaranya dengan penerbitan karya

sastra dalam bahasa Melayu Tinggi oleh Balai Pustaka. Dengan demikian,

Penerbit Balai Pustaka perlu mengadakan sensor ketat terhadap karya sastra

yang menggunakan bahasa Melayu. Tetapi bahasa Melayu Pasar sudah terlanjur

diadopsi oleh banyak pedagang yang melewati Indonesia.

(3) Melayu daerah, yaitu bahasa Melayu yang dipengaruhi oleh dialek-dialek

tertentu. Bahasa Melayu yang sudah banyak bercampur dengan bahasa Arab,

Cina, atau dipengaruhi tradisi lokal si penutur. Salah satu contoh yang dapat

dikemukakan di sini adalah bahasa Melayu Minangkabau yang dipergunakan

oleh para sastrawan Angkatan Pujangga Baru (tahun 1930-an). Kelas bahasa ini

tidak berkembang meluas, namun hanya bersifat kedaerahan. Namun demikian,

peran mereka dalam perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia

sangatlah besar melalui karya-karya sastra mereka.

Proses terbentuknya bahasa Melayu yang dipergunakan di berbagai daerah di

Nusantara ini sebenarnya sangat panjang dan berbelit-belit. Para ahli bahasa (linguis),

arkeolog, antrolopog, dan kompetensi-kompetensi lain belum memiliki kesepakatan

Page 5: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

14

tentang asal-usul bahasa Melayu. Namun demikian, ada pendapat yang bpopular yang

menyatakan bahwa pentutur-pentutur bahasa Melayu berasal daripada golongan

Austronesia yang datang sejak 2.500 Sebelum Masehi dari daerah Yunnan dalam

beberapa bentuk gelombang pergerakan manusia dan menduduki wilayah Asia

Tenggara.

Golongan pertama ini dipanggil Melayu Proto. Kemudian,pada kira-kira tahun 1500

SM, datang golongan kedua dari asia selatan (India) menduduki daerah pantai dan

tanah lembah di Asia Tenggara yang dipanggil Melayu Deutro.

Sebagai gambaran alternatif, berikut disajikan dua diagram rumpun bahasa

Austronesia untuk memberi gambaran tentang persebaran bahasa Austronesia ini.

Diagram Rumpun Bahasa Austronesia

Taiwanik Melayu Polinesia

a. bahasa Atayalik Barat Tengah Timurb. bahasa Tsouik Bahasa Borneo Bima-Sumba Halmahera Selatanc. bahasa Paiwanik Philipina Utara Maluku Tengah Papua Barat Lautd. bahasa Taiwanik Barat Philipina Tengah Maluku Tenggara Oseaniae. bahasa Taiwanik yang Philipina Selatan Timor -Flores

terpengaruh bahasa Tionghoa Mindanao SelatanSama-Bajau Mikornesia Polinesia MelanesiaSulawesibahasa Sundik :bahasa Jawa, bahasa Melayu(dan bahasa Indonesia),bahasa Sunda, bahasa Madura,bahasa Aceh, bahasa Batak danbahasa Bali (dengan jumlah penutur terbesar.

Bahasa berdasarkan strukturnya dibagi lagi atas dua bagian, yaitu:

Page 6: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

15

(1) Bahasa-bahasa Nusantara Barat: Malagasi, Aceh, Melayu, Jawa, Sunda, Bali,

Dayak, Tagalog, dan Bisaya.

(2) Bahasa-bahasa Nusantara Timur: Sika, Solor, Roti, Kisar, Tetun.

Ada pula ahli bahasa (linguis) yang membuat diagram pohon bahasa-bahasa

Austronesia seperti berikut ini.

Diagram Rumpun Bahasa Austronesia

Austronesia

Nusantara Oceania

Nusantara Barat Nusantara Timur

Malagasi Sika Melanesia Mikronesia PolinesiaAceh SolorMelayu AlorBatak RotiJawa dll.TagalokBisayaDst.

Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa masih terdapat kekerabatan antara bahasa-

bahasa di kawasan Asia, yakni data berikut. Dokumen berikut di bawah ini adalah daftar

bilangan yang membuktikan bahwa terdapat kemiripan di antara bahasa-bahasa yang

kawasan Asia.

Bahasa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Proto-Austronesia

*esa/isa *duSa *telu *Sepat * lima *enem *pitu *walu *Siwa *sa-puluq

Paiwan ita dusa celu sepac lima unem Picu alu siva ta-puluqTagalog isá dalawá tatló ápat limá ánim Pitó waló siyám sampûMa'anyan Isa' rueh telo epat dime enem Pitu Balu' suei sapuluhMalagasy iráy róa télo éfatra dímy énina Fíto válo sívy fóloAceh sa duwa lhee peuet limöng nam Tujôh lapan sikureueng plôhToba Batak sada duwa tolu opat lima onom Pitu uwalu sia sampuluBali sa dua telu empat lima enem Pitu akutus sia dasa

Page 7: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

16

Sasak esa due telu empat lime enem pitu’ balu’ siwa’ sepuluJawa Kuna sa rwa telu pat lima nem Pitu walu sanga sapuluhJawa Baru siji loro telu papat lima nem Pitu wolu sanga sepuluhSunda hiji dua tilu opat lima genep Tujuh dalapan salapan sapuluhMadura settong dhua tello' empa' léma' ennem pétto' ballu' sanga' sapoloMelayu satu dua tiga empat lima enam Tujuh delapan sembilan sepuluhMinangkabau ciék duo tigo ampék limo anam tujuah lapan sambilan sapuluahRapanui tahi rua toru ha rima ono Hitu va'u iva 'ahuruHawaii `ekahi `elua `ekolu `eha: `elima `eono `ehiku `ewalu `eiwa `umiSinama issah duah talluh mpat limah nnom pitu' walu' siam sangpu'

Slametmuljana, seorang linguis Indonesia, di dalam bukunya yang berjudul Asal Bangsa

dan Bahasa Nusantara menunjukkan bahwa bahasa Melayu berasal dari bahasa yang

ada di daerah sekitar Indocina meliputi Campa, Mon-Khmer, Bahnar, Rade, Jarai,

Sedang, Mergui, Khaosan, Shan, dan sejenisnya. Para pakar lainnya mencari asal usul

bahasa Melayu sampai ke Melayu Purba, Proto-Malay, dan Proto-Malayic. Proto-

Malay adalah bahasa Melayu pertama sedangkan Proto-Malayic adalah bahasa

rumpun Melayu pertama. Kupasan tentang bahasa Melayu dan rumpun Melayu

pertama ini dapat ditemukan di dalam buku Rekonstruksi dan Cabang-cabang bahasa

Melayu Induk yang disunting oleh Mohd. Thani Ahmad dan Zaini Mohamed Zain

dari Malaysia.

1.1 BAHASA MELAYU KUNO

Pada abad ke-4 oleh sebab masuknya agama Hindu, bahasa tutur dan tulis pada masa

Melayu kuno mengalami perubahan dan perkembangan. Pada zaman ini prasasti,

kitab suci dan sastra, dan sarana tulis ketika itu ditulisi dengan aksara Palawa,

Prenegari, Melayu Kuno, dan Jawa Kuno. Bahasa tutur yang dipergunakan pun

berlainan dengan masa sebelumnya. Bahasa yang dipakai di Kerajaan Kutai di

Kalimantan Timur, berbeda dengan yang dipakai di Sumatra Barat sebagaimana yang

dipakai pada prasasti Adityawarman di Pagaruyung. Juga berbeda dengan bahasa

yang dipakai Mpu Prapanca dalam kitab Negarakertagama.

Page 8: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

17

Kitab Negarakertagama yang ditulis di daun lontar

Bahasa Melayu Kuno memiliki keunikan perkembangan yang luar biasa, yaitu

penyesuaian antara bahasa Melayu terhadap bahasa Sanskerta. Hal ini disebabkan

oleh adanya gelombang besar kedatangan pedagang dan misionaris dari India pada

awal abad ke-4. Para misionaris dan pedagang yang menggunakan bahasa Sansekerta

menyebarkan keyakinan mereka dan mulai memelajari bahasa Melayu untuk menulis

dan mengalihbahasakan kitab-kitab cerita dan keagamaan, di samping untuk tujuan

praktis, yakni berkomunikasi dengan penduduk lokal di samping menyebarkan

keyakinan mereka.

Pada waktu mengadakan komunikasi antara penutur bahasa asli (Melayu kuno)

dengan pendatang terjadilah pertukaran berbagai informasi, baik yang berciri

kebahasaan, politik, budaya, maupun lainnya. Tentu saja, berbagai informasi yang

disampaikan oleh kaum pendatang tidak dapat diterima secara penuh oleh penduduk

lokal. Demikian pula sebaliknya. Di sinilah terjadi proses pengalihan informasi dan

pencampuran, yakni proses pembauran antara bahasa lokal dengan bahasa ibu penutur

yang datang dari luar. Perlu juga diketahui bahwa berdasarkan bentuk (tipologi)

fonologi (sistem bunyi) bahasa–bahasa rumpun Austronesia tergolong sederhana.

Para penutur bahasa ini biasanya tidak menyukai sukukata-sukukata tertutup dan

menghindari gugusan-gugusan konsonan (kluster, misalnya pada Indische Sociaal

Democratische Vereniging), yang terdapat pada bahasa Jerman atau Belanda. Beberapa

bahasa memang memiliki gugusan-gugusan konsonan namun ini merupakan

Page 9: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

18

pengaruh dari bahasa-bahasa lain, terutama dari bahasa Arab, bahasa Sansekerta, dan

bahasa Indo-Eropa lainnya. Bahasa Jawa dan bahasa Madura malah ikut meminjam

fonem-fonem dari bahasa Sansekerta.

Penerjemahan atau setidak-tidaknya pengaruh adalah salah satu hal yang paling

mungkin terjadi. Namun, tidak bisa diabaikan bahwa penerjemah dalam proses

penerjemahannya tidak selamanya menguasai seluruh kosakata bahasa lokal

(Melayu). Dengan sedikit mengubah dengan sentuhan artisitik, muncullah kosakata

baru atau di dalam kalimat terjemahan ada usaha menyisipkan kosakata asing milik si

penerjemah. Yang penting, bahasa sebagai alat komunikasi adalah penyampaian

pesan. Jika pesan sudah dapat diterima, maka akan terbukalah berbagai penyampaian

pesan berikutnya.

Keunikan atau kehebatan yang paling menonjol dari bahasa Melayu adalah sifatnya

yang terbuka untuk menerima kosakata bahasa asing. Bahasa Melayu membuka diri

untuk dilengkapi tuturannya dan kosakatanya sehingga dianggap sudah memenuhi

unsur keutuhan pesan. Sedikit demi sedikit bahasa Melayu memungut kosakata lokal

dan asing. Dengan demikian kosakata bahasa Melayu bertambah dan semakin mantab

sebagai alat komunikasi. Jauh sebelum dikenal bahasa Melayu dengan tulisan

Pallawa, di Nusantara ini sudah mengenal beragam aksara. Aksara-aksara yang

dipergunakan di Nusantara merupakan turunan dari Aksara Pallawa yang berasal dari

India bagian selatan. Aksara Pallawa sendiri merupakan turunan dari Aksara Brahmi.

Aksara Brahmi ini adalah cikal-bakal semua aksara di daerah Asia Selatan dan Asia

Tenggara.

Bukti tertua mengenai keberadaan Aksara Nusantara ini berupa tujuh buah yupa

(tiang batu untuk menambatkan tali pengikat sapi) yang bertuliskan prasasti mengenai

upacara waprakeswara yang diadakan oleh Mulawarman, Raja Kutai di daerah

Kalimantan Timur. Tulisan pada yupa-yupa tersebut menggunakan Aksara Pallawa

dan Bahasa Sanskerta. Berdasarkan tinjauan pada bentuk huruf Aksara Pallawa pada

Page 10: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

19

yupa, para ahli menyimpulkan bahwa yupa-yupa tersebut dibuat pada sekitar Abad

IV.

Sebagaimana halnya dengan identitas budaya lokal

di Nusantara, maka pada masa kini Aksara

Nusantara merupakan salah satu warisan budaya

yang nyaris punah. Oleh karena itu, beberapa

pemerintah daerah yang merasa tergugah untuk

menjaga kelestarian budaya tersebut membuat

peraturan-peraturan khusus mengenai pelestarian

aksara daerah masing-masing. Latar belakang inilah

yang akhirnya antara lain menjadi dasar munculnya

Aksara Sunda Baku.

Kosakata dan perkembangan bahasa Melayu ini tidak seperti sekarang. Berbeda

dengan zaman sekarang yang sudah bisa mengandalkan teknologi rekaman digital, di

zaman dulu para leluhur kita mengekspresikan keinginan jiwanya dengan berbagai

bentuk dan cara-cara yang masih dianggap tradisional dan primitif atau sekurang-

kurangnya konvensional. Cara-cara tradisional dan primitif untuk mengekspresikan

jiwa itu bisa berbentuk, antara lain

a. Pahatan-pahatan batu, atau logam, biasa disebut prasasti1 atau Yupa2, dan

1 Wikipedia mengartikan Prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan keras dan tahan lama.Penemuan prasasti pada sejumlah situs arkeologi, menandai akhir zaman prasejarah, yakni babakan dalamsejarah kuno Indonesia yang masyarakatnya belum mengenal tulisan, menuju zaman sejarah, dimanamasyarakatnya sudah mengenal tulisan. Ilmu yang mempelajari prasasi disebut Epigrafi. Kata prasasti berasaldari bahasa Sansekerta. Secara leksikal berarti “pujian”. Namun dalam perkembangannya dianggap sebagai“piagam, maklumat, surat keputusan, undang-undang atau tulisan”. Di kalangan ilmuwan, prasasti disebutinskripsi, sementara dikalangan orang awam disebut batu bertulis atau batu bersurat.

2 Yupa adalah tiang batu yang dibangun untuk pengikat hewan kurban. Pada Yupa Kutai didapati guratan tuliisanPalawa dengan memakai bahasa Sansekerta, menjelaskan tentang suatu peristiwa penting yang pernah terjadi.

Page 11: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

20

b. Tulisan-tulisan di daun lontar, kulit kayu, kulit hewan, dan/ atau logam, yang

berbentuk kitab keagamaan dan kesusastraan,

Berbagai peristiwa yang berkait dengan kehidupan politik (kebijaksanaan raja),

kebudayaan, pemerintahan, keagamaan, dan kesusastraan biasanya yang menjadi latar

belakang mengapa catatan-catatan itu dibuat. Tidak jarang pula prasasti atau batu

bertulis berisi perintah raja, permintaan pendeta, atau bahkan kutukan terhadap

seseorang atau sekelompok orang yang dianggap berkhianat kepada raja atau

kerajaan.

Hal ini yang membuka kesempatan kepada para pendatang maupun penduduk lokal

memergunakan bahasa Melayu. Bukti bahwa bahasa Melayu sudah menjadi lingua-

franca di zaman Sriwijaya adalah ditemukannya berbagai prasasti. Di antaranya

adalah Prasasti Kota Kapur di Pulau Bangsa dan prasasti Karang Brahi di Kambi

(686 Masehi atau 608 çaka) yang berisi permohonan kepada Yang Mahakuasa untuk

keselamatan kerajaan Sriwijaya, agar menghukum para pengkhianat dan orang-orang

yang memberontak kedaulatan raja. Prasasti ini juga berisi permohonan keselamatan

bagi mereka yang patuh, taat, dan setia kepada raja Sriwijaya.

Nama Sriwijaya sendiri terpahat pada prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan M.

Bratenburg, seorang berkebangsaan Belanda, pada 29 November 1920 di Kedukan

Bukit, Sumatera Selatan, di tebing Sungai Tantang. Batu prasasti tersebut berukuran

46 x 80 cm di temukan di Sungai Tatang di Sumatera Selatan yang berangka tahun

683 Masehi atau 605 Saka.

Prasasti-prasasti yang ditemukan itu memuat bahasa dan tulisan Melayu Kuno yang

Ada yang menyebut/menyamakan Yupa dengan Prasasti, ada pula yang menyebut Yupa saja, danmembedakannya dengan Prasasti. Perbedaan Yupa Kutai dengan Prasasti Tarumanegara dan prasasti darikerajaan Hindu-Budha lainnya terletak pada fungsi. Yupa Kutai difungsikan sebagai tiang batu tempat mengikathewan kurban. http://www.awidyarso65.files.wordpress.com

Page 12: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

21

bercampur dengan bahasa Sansekerta. Ini membuktikan bahwa jauh sebelum

Kerajaan Sriwijaya berdiri, bahasa Melayu kuno sudah menjadi bahasa pergaulan,

perniagaan, alat komunikasi antarsuku bangsa, dan alat penyebaran agama. Memang

tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa Melayu memiliki fleksibilitas yang tinggi,

sehingga pemelajar asing dapat dengan mudah memelajari bahasa Melayu.

Bahasa Melayu yang berkembang di zaman kejayaan Kerajaan Sriwijaya mendapat

kehormatan dipergunakan sebagai bahasa resmi kerajaan. Hal ini dimungkinkan

karena letak strategis kerajaan yang berada di Selat Malaka sehingga bahasa Melayu

dipelajari oleh para saudagar yang akan mengadakan perniagaan atau yang lainnya di

Nusantara. Para pedagang yang berdatangan dari barat dan timur serta dari Kepulauan

Nusantara mengadakan transaksi sudah tentu harus dengan menggunakan bahasa

Melayu.

Dengan cepat Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat kegiatan hajat manusia, pusat

administrasi kerajaan dan daerah-daerah taklukannya. Guna menambah kejayaan

Kerajaan Sriwijaya, didirikan perguruan tinggi Budha yang mahasiswanya datang

dari berbagai penjuru kawasan yang dikuasainya. Beberapa di antaranya datang dari

kerajaan-kerajaan Champa dan Kamboja. Bahasa pengantar di perguruan tinggi ini

adalah bahasa Melayu Kuno.

Fakta sejarah menyatakan bahwa jauh sebelum bangsa Belanda datang ke wilayah

Nusantara, bahasa Melayu sudah dipergunakan sebagai bahasa penghubung dan

bahasa perniagaan yang penyebarannya telah melewati wilayah Nusantara. Bahkan,

orang-orang Portugis yang hendak berniaga, menekankan pentingnya pengetahuan

bahasa Melayu jika ingin mencapai hasil yang baik dalam perniagaannya. Bahasa

Melayu yang disebutnya sebagai bahasa Latin dari Timur, digunakan untuk

kepentingan praktis, yaitu menyampaikan missi agama, perdagangan dan niaga, dan

pendidikan yang berhubungan dengan itu.

Page 13: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

22

Sebelumnya, Valentijn juga mengungkapkan pandangannya yang positif mengenai

bahasa Melayu, "Bahasa itu indah, bagus sekali, merdu bunyinya, dan kaya, yang di

samping bahasa Portugis, merupakan bahasa yang dapat dipakai di seluruh Hindia

sampai ke Parsi, Hindustan, dan negeri Cina."

Begitu pentingnya bahasa Melayu di kawasan ini,

sehingga—seperti tampak dari pernyataan Valentijn

tadi—pujian terhadap bahasa Melayu terkadang

terkesan berlebihan. Meskipun demikian, tentu saja

pandangan orang-orang asing itu didasarkan pada

fakta bahwa dibandingkan dengan bahasa daerah

lain yang tersebar di kepulauan Nusantara ini,

bahasa Melayu justru sudah begitu dikenal luas,

baik oleh penduduk pribumi dari etnis-etnis non-Melayu, maupun orang asing yang

datang ke kepulauan ini. Hal itu, dikatakan pula oleh Gubernur Jenderal J.J.

Rochussen (1845-1851M) setelah ia melakukan perjalanan mengelilingi Pulau Jawa

pada tahun 1850M.

Bahasa Melayu yang akhirnya menjadi bahasa nasional itu tidak bisa dilepaskan dari

peranan para penulis, sejarawan, sastrawan dan kaum cerdik-pandai Melayu yang

telah menulis dan menggunakan bahasa Melayu sebagai media tulisannya. Pada masa

Melayu Klasik; bahkan, Raja Ali Haji (1808-1873 M) telah menulis buku tata bahasa

Melayu, yang berjudul Pedoman Bahasa semasa hidupnya meski buku ini tidak dapat

diselesaikannya. Di samping itu, ia pun menulis kamus Melayu yang diberinya nama

Kitab Pengetahuan Bahasa. Tulisan-tulisan Raja Ali Haji dan semacamnya inilah

yang dijadikan acuan ketika Ophuisjen pertama kali menulis buku Tata Bahasa

Melayu. Penulisan tata bahasa itu menjadi mudah dilakukan karena memiliki standar

penggunaan bahasa yang jelas dan tertulis, tanpa itu bahasa Melayu sampai saat ini

tidaklah akan berarti apa-apa dalam kancah berkebangsaan secara nasional.

Page 14: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

23

Bahasa Sansekerta yang dibawa oleh

para misionaris agama Hindu-Budha

juga menyumbangkan banyak

kosakatanya. Kosakata yang bersifat

keagamaan dan/ atau kebudayaan

turut bercampur dalam tuturan

sehari-hari orang-orang yang

menggunakan bahasa Melayu kuno

ini. Kita masih dapat dengan mudah

menjejak kosakata bahasa

Sansekerta dalam bahasa Indonesia

yang dipergunakan oleh masyarakat sekarang. Kata ‘istri’ misalnya berasal dari kata

‘stri’ dalam bahasa Sansekerta. Demikian pula kata ‘grha’ menjadi ‘graha’dan kata

‘bhi’ yang berarti ‘agama’ dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian,

perbendaharaan kosakata bahasa Melayu kuno semakin banyak dan semakin

memenuhi syarat sebagai bahasa komunikasi.

Memang, harus dipahami bahwa kosakata bahasa Melayu kuno belum sebanyak dan

sebesar bahasa Indonesia sekarang. Perjalanan panjang bahasa Indonesia yang

dikenal sekarang ini meninggalkan banyak sekali tanda bahwa bahasa Indonesia

banyak sekai memungut bahasa daerah maupun asing. Pemungutan ini tidak dapat

dihindari sebab sebagai alat komunikasi sebuah bahasa harus memiliki kelengkapan

pesan.

Pertemuan antarbudaya, perkawinan antarsuku, mahasiswa-mahasiswa dari suatu

daerah yang menempuh pendidikan di luar daerahnya, merupakan beberapa faktor

dari sekian ribu faktor pembentuk bahasa. Bahasa adalah kendala pertama dan harus

segera diatasi agar tidak muncul persoalan lain.

Penyebutan pertama istilah Bahasa Melayu sudah dilakukan pada masa sekitar 683-

686 M, yakni angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti berbahasa Melayu

Page 15: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

24

Kuno dari Palembang dan Bangka. Prasasti-prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa

atas perintah raja Sriwijaya, kerajaan maritim yang berjaya pada abad ke-7 sampai

ke-12. Sriwijaya disebut Sribuza. Mas‘udi, seorang sejarawan Arab klasik menulis

catatan tentang Sriwijaya pada tahun 955 M. Dalam catatan itu, digambarkan

Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar dengan tentara yang sangat banyak. Hasil

bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala,

kardamunggu, gambir, dan beberapa hasil bumi lainya.

Wangsa Syailendra juga meninggalkan beberapa prasasti Melayu Kuno di Jawa

Tengah. Keping Tembaga Laguna yang ditemukan di dekat Manila juga

menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.

Petak letak Kerajaan Sriwijaya

Prasasti-prasasti lain yang bertulis dalam bahasa Melayu Kuno juga terdapat di

1. Jawa Tengah: Prasasti Gandasuli, tahun 832, dan Prasasti Manjucrigrha.

2. Jawa Barat: Bogor, Prasasti Bogor, tahun 942.

Page 16: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

25

Kedua prasasti di Pulau Jawa itu memperkuat pula dugaan bahwa bahasa Melayu

Kuno pada ketika itu bukan saja dipakai di Sumatra, melainkan juga sudah

dipergunakan secara efektif di Pulau Jawa.

Penelitian linguistik terhadap sejumlah teks menunjukkan bahwa paling sedikit

terdapat dua dialek bahasa Melayu Kuno yang digunakan pada masa yang

berdekatan.

1.2 BAHASA MELAYU KLASIK

Yang dimaksud dengan bahasa Melayu klasik adalah bahasa Melayu yang digunakan

di masyarakat dan mendapat pengaruh agama serta kesusastraan Hindu-Budha yang

berasal dari India, masuk sekitar abad ke 4 sampai akhir periode kekuasaan Majapahit

abad ke-15 Masehi. Bahasa tutur dan tulis pada periode itu mengalami perubahan dan

perkembangan yang cukup berarti.

Kedatangan para musafir pedagang berkebangsaan Arab ke kota-kota Bandar di

seluruh kawasan Nusantara tidak dapat dipisahkan dari bahasa dan agama Islam,

bahkan bahasa ini sering disebut sebagai bahasa Islam. Di antara aktivitas

perdagangan para musafir pedagang dari Jazirah Arab ini juga menyebarkan agama

Islam ke berbagai penjuru Nusantara yang juga disertai dengan penyebaran bahasa

Arab. Penyebaran agama Islam di kawasan ini telah memengaruhi aspek-aspek

kehidupan masyarakat, kebudayaan, kesenian, serta kesusastraan, termasuk di bidang

bahasa.

Salah satu yang memiliki arti penting bagi perkembangan bahasa Melayu klasik

adalah manuskrip, yaitu tulisan tangan asli para ulama yang berumur minimal 50

tahun dan punya arti penting bagi peradaban, sejarah, kebudayaan, dan ilmu. Di tanah

Melayu ini ada tiga jenis manuskrip Islam. Pertama, manuskrip berbahasa dan tulisan

Page 17: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

26

Arab. Kedua, manuskrip Jawi (Pegon), yakni naskah yang ditulis dengan huruf Arab

tapi berbahasa Melayu. Agar sesuai dengan aksen Melayu diberi beberapa tambahan

fonem. Ketiga, manuskrip Pegon yakni, naskah yang ditulis dengan huruf Arab tapi

menggunakan bahasa daerah seperti, bahasa Jawa, Sunda, Bugis, Buton, Banjar, Aceh

dan lainnya.

Karya sastra yang merebak di masa itu sangat dipengaruhi oleh tradisi kesusastraan

Arab-Parsi, yakni tradisi hikayat3 yang berisi nasihat, moral keagamaan, tata cara

pergaulan di dalam masyarakat, juga masalah kepemimpinan. Masyarakat pembelajar

di Indonesia kemungkinan sekali masih mengenal atau sekurang-kurangnya pernah

mendengar judul seperti Hikayat Hang Tuah, Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat

Raja-Raja Melayu, Hikayat Malin Deman, dan Hikayat Si Miskin.

Berdasarkan topic dan teknis penyajian, cerita klasik yang berbentuk hikayat ini dapat

dikelompokkan menjadi:

(1) Hikayat para nabi. Hikayat ini berisi kisah tentang nabi Adam, Nuh, Ibrahim,

Idris, Yusuf, dan lainnya. Hikayat yang masyhur adalah Hikayat Nabi

Sulaiman, Hikayat Nabi Musa, Hikayat Yusuf dan Zulaikha, Hikayat Nabi

Musa, dan Hikayat Isa Almasih.

(2) Berbagai kisah yang mengisahkan nabi Muhammad saw. Contoh: Hikayat

Kejadian Nur Muhammad, Hikayat Nabi Mikraj, Hikayat Nabi dan Iblis,

Hikayat Nabi dan Orang Miskin, dan Hikayat Nabi Mengajar Ali.

(3) Kisah Sahabat dan Kerabat Nabi. Berbagai hikayat yang mengisahkan

kehidupan para sahabat dan keluarga nabi. Contoh: Hikayat Salman Alfarisi,

Hkayat Hasan dan Husein, serta Hikayat Raja Handak.

(4) Hikayat para wali sufi. Hikayat jenis ini yang dikenal oleh masyarakat

Melayu adalah Hikayat Abdoel Qadir Al-Jaelani

(5) Hikayat pahlawan atau epos. Hikayat yang paling masyhur adalah Hikayat

Iskandar Zulkarnain.

3 Kata prasasti berasal dari bahasa Sansekerta. Secara leksikal berarti “pujian”. Namun dalamperkembangannya dianggap sebagai “piagam, maklumat, surat keputusan, undang-undang, atau tulisan”.

Page 18: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

27

(6) Hikayat para bangsawan. Kita mengenal Hikayat Johar Manik, Hikayat

Sultan Bustaman, dan lain-lain.

(7) Perumpamaan atau Alegori sufi. Biasanya inti kisahnya adalah perjalanan

kerohanian seseorang. Contoh: Hikayat Inderaputra.

(8) Cerita berbingkai. Jenis hikayat ini dapat diwakilkan pada Hikayat Seribu

Satu Malam.

(9) Kisah jenaka. Kisah-kisah ini paling masyhur di Indonesia. Siapa yang tidak

mengenal tokoh Abunawas dan Nasruddin Hoya, yang kemudian diadaptasi

oleh masyarakat Melayu menjadi Hikayat Pak Belalang.

(10) Kisah yang berlatar belakang sejarah (historiografi). Hikayat yang terkenal

dari kisah ini adalah Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Raja-Raja Melayu, dan

Hikayat Aceh.

Bentuk karya sastra lain yang juga menyerap bentuk sastra Arab-Parsi, adalah cerita

yang berbentuk dongeng, legenda, mite, dan pantun tersebar dari seluruh kepulauan

di Nusantara ini. Dongeng adalah betuk cerita rekaan, khayalan semata, seperti

Kuncung lan Bawuk (Jawa). Legenda adalah cerita tentang ketokohan seseorang yang

memiliki pengaruh kuat di dalam masyarakat, seperti Calon Arang (Bali). Sedangkan

mite atau mitos adalah ceriat khayal yang bersifat mistik, seperti Ratu Penguasa Laut

Selatan (DIY).

Adapun tradisi penulisan syair, seperti yang kita bisa baca pada teknis penulisan

mushaf Alquran, masuk ke Indonesia juga dibawa oleh para musafir dan pedagang

dari Parsi, Gujarat, dan dari Jazirah Arab. Tradisi syair ini di Indonesia terekam pada

Syair Bibasari dan Syair Burung Balam. Syair berasal dari bahasa Arab yaitu, ‘syi’r’

yang berarti puisi. Syair merupakan serapan dari bahasa Arab yang dipadankan

dengan sejenis puisi lama yang berkembang di Indonesia, yaitu pantun. Syair

merupakan bukti sejarah masuknya kebudayaan Arab ke wilayah Nusantara ini

selama berabad-berabad yang lalu. Para ulama dan sastrawan yang memeluk agama

Page 19: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

28

Islam pun telah mengakrabi syair dengan menggunakannya sebagai media. Banyak

jenis syair yang ditulis berbahasa Melayu dan beraksara Arab-Gundul (Pegon).

Pengaruh kesusastraan dari Jazirah Arab ini memiliki pengaruh yang

sangat kuat di masyarakat sastra di Nusantara ini sehingga karya sastra

yang dihasilkan sebelum tahun 1901 didominasi oleh tradisi penulisan

hikayat; bahkan cerita Hikayat Panjatanderan (saduran), Siti Nurbaya

(roman), Sengsara Membawa Nikmat (roman), Azab dan Sengsara (roman),

Si Jamin dan Si Johan (roman anak-anak), Binasa karena Gadis Priangan

(roman), Cerita tentang Busuk dan Wanginya Kota Betawi (roman), Cinta

dan Hawa Nafsu (roman), dan Anak dan Kemenakan (Roman), dan lain-

lain masih sangat kental nuansa hikayat. Baru pada era 1930-an pengaruh

tradisi kesusastraan Arab ini berangsur-angsur berganti dengan

kemunculan sastra Eropa. Salah satu sastrawan yang terkenal sebagai

penulis syair adalah Hamzah Fansuri kelahiran Aceh. Selain yang

berbentuk hikayat, syair, dongeng, dan mite, dikenal pula bentuk karya

sastra babad yang tidak jauh berbeda dengan hikayat.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 1812 Marsden telah

menyebutkan keberadaan aksara Arab Melayu dalam bukunya A Grammar of the

Malayan Language. Di sisi lain, R.O. Winstedt (1913) juga mengulas tentang sistem

ejaan Arab Melayu dalam bukunya Malay Grammar. Sedangkan di kalangan orang

Melayu, Raja Ali Haji diakui sebagai tokoh yang mula-mula sekali memperkatakan

sistem ejaan Arab Melayu seperti yang tercatat dalam bukunya Bustan al-Katibin,

diteruskan oleh Muhammad Ibrahim (anak Abdullah Munsyi). Sementara itu, tokoh

Melayu pertama yang benar-benar menganalisis sistem ejaan Arab Melayu dari segi

prinsip dan segala permasalahannya adalah Zainal Abidin bin Ahmad (Za’ba) dengan

karyanya Jawi Spelling dan buku Daftar Ejaan Melayu Jawi-Rumi. Tokoh lainnya

adalah Raja Haji Muhammad Tahir bin Al-Marhum Mursyid Riau dalam bukunya

Rencana Melayu.

Page 20: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

29

Karya sastra ‘babad’ ini lebih banyak berkembang di tanah Jawa, terutama sekali

karya sastra yang dipergunakan untuk merekam kegiatan pemerintahan kerajaan,

kebudayaan, kesusastraan dan kesenian, dan masalah-masalah sosial. Salah satu kitab

babad adalah Babad Tanah Jawi.

Pada era Melayu Klasik ini banyak sekali naskah yang ditulis dengan huruf Arab

Pegon (Arab gundul= aksara Jawi)4. Tradisi penulisan mantra pun sampai saat ini

masih menggunakan huruf Arab-Pegon (aksara Jawi) meski tidak utuh dan bercampur

dengan tradisi lokal, seperti yang bisa dilihat pada kitab Taj’mur Ada Makna5. Dari

hal ini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pengaruh Islam sedemikian kuat

sehingga bahasa Melayu mengalami banyak perubahan dari segi kosa kata, struktur,

dan tulisan. Ciri-ciri bahasa klasik yang ditemukan di dalam karya sastra, ialah

1. Kalimat-kalimat yang panjang, berulang-ulang, dan berbelit-belit, seperti yang

ditemukan pada roman Siti Nurbaya (1922) dan Azab dan Sengsara (1917).

2. Menggunakan bahasa istana atau bahasa Melayu tinggi yang dipergunakan di

lingkungan istana, kaum bangsawan, dan kaum terpelajar,

3. Menggunakan kosakata/ungkapan klasik yang berbentuk frasa seperti ratna

mutu manikam, edan kasmaran (mabuk asmara), dan yang berbentuk kata

seperti kata sahaya, masyghul (bersedih),

4 Pada awalnya, tulisan Jawi adalah tulisan resmi bagi negara Brunei Darussalam. Baru dalamperkembangannya, tulisan ini mulai digunakan secara meluas di Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Republika-Minggu, 19 April 2009. Aksara Arab Jawi adalah berasal dari aksara Arab.Jawi adalah kombinasi dari aksaraArab dan Persia dimana lahir huruf-huruf tambahan seperti : 'pa', 'nga', 'nya', 'cha','ga', dan 'va'. Sumber dariWikipedia menyebutkan bahwa Arab Jawi berasal dari literature Arab yang melalui kontak orang Persia denganKesultanan Melayu di Jambi – Palembang melahirkan Arab Jawi.Istilah 'Jawi' amat mungkin berasal dari 'Jawa'.Ditanah Patani Thailand Selatan (terdiri atas tiga propinsi : Patani, Yala, dan Narathiwat) Arab Jawi disebut sebagai'Arab Yawi.'

5 Para ulama menyepakati bahwa menyimpan, membaca, dan mengamalkan yang diajarkan di dalam kitab inisebagai perbuatan syirik. Oleh karena itu, para ulama sepakat untuk mengharamkan kitab ini.

Page 21: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

30

4. Banyak menggunakan perkataan seperti sebermula, alkisah, hatta, adapun,

maka, syahdan, kata hikayat, jin, peri, mambang, kata shahibul hikayat,

5. Banyak menggunakan partikel pun dan lah, kah, tah

6. Menggunakan aksara Jawi (huruf Arab-Pegon), yaitu huruf yang dipinjam dari

bahasa Arab yang telah ditambah dengan beberapa huruf tambahan yang tidak

terdapat dalam sistem abjad Arab, seperti c, g, ng, ny.

7. Telah menerima pelbagai jenis kosa kata Arab dan Parsi dalam pelbagai bidang

bahasa seperti dalam bidang ilmu keagamaan, undang-undang, kesusasteraan,

pemerintahan, kesehatan, filsafat, tasawuf dan kata-kata umum, seperti jasmani,

rohani, batil, zalim, dan ruh.

8. Frasa dan kalimat yang terpengaruh bahasa Arab terutama dalam kitab-kitab

klasik Melayu seperti frasa ketahuilah olehmu (dari terjemahan I’lam, maka

kemudian daripada itu (dari Amma ba’du). Frasa dan kalimat ini merupakan

hasil terjemahan harfiah dari teks-teks bahasa Arab.

9. Unsur-unsur filsafat Islam wujud dalam banyak tulisan Melayu seperti dalam

bidang ilmu Kalam, Tasawuf, dan Ilmu Falak. Ini berbeda dengan bahasa

Melayu zaman kuno atau Hindu.

Zaman kegemilangan bahasa Melayu Klasik berlaku setelah pemimpin kerajaan

kerajaan Melayu memeluk Islam dan memelajari bahasa dan huruf Arab dari

pedagang Parsi dan Gujarat yang beragama Islam. Dengan bertemunya dua

kebudayaan ini, bahasa Melayu Klasik banyak menyerap kosakata bahasa Arab dan

Parsi. Pengaruh dari bahasa Arab ini bisa dikatakan merebak pada zaman kerajaan

Melaka, zaman kerajaan Aceh, dan zaman kerajaan Johor-Riau.

Page 22: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

31

Masuknya pengaruh Islam ke Nusantara, jauh sebelum

kedatangan bangsa Eropa, menyertakan pula tradisi

penulisan huruf Jawi, Pegon, atau yang lebih umum

dikenal dengan huruf Arab—Melayu. Keberterimaan

masyarakat di beberapa daerah terhadap huruf Arab-

Pegon (aksara Jawi) ini cukup menggembirakan, meski

masyarakat di beberapa daerah sudah menggunakan

huruf daerahnya.

Ketika gelombang orang Eropa datang ke Nusantara sambil memperkenalkan huruf

Latin, huruf-huruf Arab-Pegon (aksara Jawi) itu tidak serta-merta diterima begitu

saja. Bagi orang-orang Eropa, khususnya Belanda, tentu saja penulisan bahasa

Melayu dengan huruf Arab-Pegon (aksara Jawi) merupakan masalah yang pelik.

Huruf Arab tidaklah mudah dipelajari, teknis penulisan, dan kebiasaan menulis dari

Keterangan gambar: Aksara Arab-Pegon

sisi kiri bagi orang Eropa. Pemecahannya ketika orang-orang Eropa ini

berkomunikasi secara tertulis dalam bahasa Melayu dengan penduduk pribumi

terutama golongan bangsawan dan raja-raja, lebih banyak menggunakan huruf Latin,

sebaliknya penduduk pribumi atau bangsawan yang belum dapat mengenal huruf

Latin, masih menggunakan Arab-Melayu.

Page 23: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

32

Diperoleh keterangan bahwa sejak abad ke-19 para cendekiawan Riau sudah

menggunakan huruf Arab Melayu untuk kegiatan penulisan mereka. Huruf Arab

Melayu dipakai secara penuh, seperti dalam karya-karya Raja Ali Haji. Naskah-

naskah yang mempergunakan huruf Arab Melayu dan angka-angka Arab (seperti 1, 2,

3, dan seterusnya) antara lain adalah Kanun Kerajaan Riau Lingga, Bustan Al Kati -

bin, serta Salasilah Melayu dan Bugis karya Raja Ali Haji. Begitu juga dengan Syair

Abdul Muluk yang diperkirakan merupakan karya Raja Zaleha dan Raja Ali Haji,

Bughyat al-Ani Fi Huruf Al Maani karya Raja Ali Kelana.

Huruf Arab-Melayu (Pegon)

Aksara atau huruf Arab Jawi atau 'Arab Pegon' atau lebih akrab disebut 'Arab

Gundul' karena tidak memakai harokat6, ternyata tak hanya dikenal di Indonesia,

Malaysia (Trengganu, Kelantan, Kedah dan Perlis) dan Thailand Selatan (Patani,

Yala, Narathiwat), namun dikenal juga di Vietnam. Merujuk buku Malay

6

Page 24: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

33

Manuscripts : An Introduction (Ahmad Zakaria & Abdul Latif, 2008) aksara Arab

Jawi sejatinya lahir dan berkembang di tanah Melayu sejalan dengan perkembangan

Islam di Nusantara. Jejak Islam fase awal di nusantara paling tidak ditemukan di

Kedah (makam Sheikh Abdul Qadir Ibn Husin Shah Alam tahun 903 M/ 290 H),

makam putri Sultan Abdul Majid ibn Mohamad Shah di Brunei (tahun 1048 M/ 440

H) dan makam Fatimah binti Maimun di Gresik Jawa Timur (tahun1082 M/ 475 H).

Pedagang dan musafir dari Jazirah Arab adalah aktor utama pengenalan agama Islam

ke Nusantara. Agama Islam yang bersifat dinamis, terbuka, dan memiliki kesesuian

dengan karakter sukubangsa di Nusantara lantas diterima oleh masyarakat. Tahap

berikutnya, agama Islam dipelajari juga di lingkungan keluarga kerajaan. Kerajaan

yang beragama Islam pertama di Samudra adalah Kerajaan Pasai (Samodera Pasai)

pada abad 12 - 13, disusul Kerajaan Perlak (Peurelak) pada abad ke-14. Setelah kedua

kerajaan tersebut, lahirlah kerajaan Malaka (Melacca) yang disebut-sebut sebagai

kerajaan Islam terkuat di Nusantara saat itu dan memiliki armada laut dan kekuatan

laut yang sangat menakutkan kerajaan-kerajaan lain.

Pada umumnya kesusastraan Melayu klasik menggambarkan corak kehidupan

masyarakat lama, yaitu bersifat istanasentris (cerita yang selalu berhubungan dengan

keluarga istana, misalnya raja, permaisuri, putra/putri raja yang cantik jelita, dan

keturunan dewa), nama pengarang belum disebutkan (anonim), statis karena ceritanya

tidak pernah bergeser dari tema-tema yang kerajaan dan hal-hal yang sudah diketahui

oleh masyarakat umum, serta terikat oleh aturan.

Kesusastraan Melayu (Indonesia) klasik dapat dipilahkan sebagai berikut.

(a) Sastra Purba/Dinamisme

Cerita yang ditemukan pada periode ini pada umumnya berbentuk dongeng,

mantera, dan segala jenisnya yang penuh dengan hal yang bersifat gaib, mistik,

dan cerita tentang dunia roh.

Page 25: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

34

(b) Sastra Hinduisme

Cerita pada periode ini sudah terpengaruh oleh agama Hindu dari India,

khususnya tentang dewa-dewa, sehingga terciptalah karya sastra yang

berbentuk epos/wiracarita.

(c) Sastra Islamisme/Zaman Islam

Pengaruh ini datang beserta banyaknya pedagang dari Parsi, Gujarat, dan

jazirah Arab. Sebenarnya agama Islamlah yang didakwahkan kepada penduduk

di pesisiran. Dari sini terjadilah akulturasi kebudayaan sehingga memunculkan

cerita-cerita yang bernafaskan Islam. Bentuk yang dimunculkan antara lain

syair, gurindam, masnai, dan ruba’i.

1.3 BAHASA MELAYU BALAI PUSTAKA

Pengertian atas bahasa Melayu Balai Pustaka adalah bahasa Melayu yang

dipergunakan di badan penerbitan milik Pemerintah Hindia Belanda yang bernama

Balai Pustaka. Pendirian ini berawal dari gagasan Coenraad Theodore van Deventer

tentang Een Eeresschuld atau Utang-Budi yang sempat diperdebatkan oleh kalangan

politik di Belanda. ‘Politik balas budi’ ini akhirnya diusulkan agar kebijaksanaan

kolonial mulai diarahkan pada peningkatan taraf hidup masyarakat di tanah jajahan.

Pada tahun 1901, Ratu Wilhelmina menyampaikan pidato dengan topik Politik Etis.

Inilah salah satu bagian dari pidatonya itu. “Sebagai negara Kristen, Negeri Belanda

wajib memperbaiki kedudukan hukum orang-orang Kristen pribumi di Kepulauan

Hindia, memberikan dukungan kuat pada misi Kristen, dan menanamkan pada

seluruh sistem pemerintahan dengan kesadaran bahwa Negeri Belanda mempunyai

kewajiban moral terhadap penduduk di kawasan ini.”

Sebenarnya banyak hal yang melatarbelakangi Politik Etis tersebut. Kebutuhan

tenaga ahli di bidang ekonomi dan administrasi dari Belanda sangat tidak mungkin

Page 26: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

35

dilakukan. Demikian pula untuk mendatangkan ahi-ahli ekonomi dari negeri Cina.

Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga administrasi berupah rendah

memaksa Pemerintah Hindia Belanda menyelenggarakan pendidikan rendah di

Nusantara. Salah satu instrument yang diselenggarakan adalah dengan mendirikan

Commissie de lndlandsche School en Volkslectuur (Komisi Bacaan Sekolah Bumi

Putra dan Rakyat). Dari alumni-alumni ini sekurang-kurangnya diperoleh tenaga

administrasi dan perekonomian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan Pemerintah

Hindia Belanda. Tentu saja, keuntungan lainnya adalah tenaga-tenaga ini cukup

dibayar dengan upah rendah.

Komisi ini mengatur pendidikan untuk para bumiputera, yang tentunya berasal dari

golongan ningrat dan memiliki kekayaan untuk membiayai keperluan sekolah.

Mereka diajar membaca dan menulis bahasa Belanda, setelah melewati sekolah

rakyat bumiputera (Volksch School, Vervolksch School, dan Schakel School yang

lama pendidikannya 10 tahun) dengan bahasa pengantar bahasa Melayu. Untuk

menembus sekolah Belanda, di samping harus sudah fasih berbahasa Belanda,

tentunya tidak sembarang orang bisa belajar di sekolah-sekolah Belanda. Untuk dapat

sekolah di sini, para anak bumiputera harus mendapat rekomendasi tertentu.

Commissie de lndlandsche School en Volkslectuur ( Komisi Bacaan Sekolah Bumi

Putra dan Rakyat) yang didirikan pada tahun 1896 dan diketuai Ch. van Ophuisjen

yang pada perkembangannya berganti nama menjadi Balai Pustaka memunyai andil

besar dalam perkembangan bahasa Melayu. Dari kasus ini muncullah pemilahan

antara bahasa Melayu tinggi yang digunakan oleh para terpelajar (para priyayi) yang

dipaterikan sebagai bahasa resmi di Balai Pustaka dan bahasa Melayu pasar yang

dipergunakan oleh para pedagang dan buruh kasar.

Pedagang-pedagang dari Cina, Taiwan, Madagaskar, Yunan, dan sebagainya tentu

juga memiliki andil yang tidak kecil bagi perkembangan bahasa Melayu. Hanya,

bahasa Melayu yang berkembang dari kelompok pedagang ini kemudian

Page 27: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

36

dikelompokkan ke bahasa Melayu pasar. Beberapa pengamat bahasa menyimpulkan

bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu pasar ini.

Perkembangan bahasa Melayu semakin menguat karena bahasa yang banyak

digunakan oleh masyarakat di kota-kota pelabuhan. Untuk itu, bahasa Melayu

terpaksa dipergunakan sebagai pengantar, seperti pengakuan orang Belanda,

Danckaerts, pada tahun 1631 M yang mendirikan sekolah di Nusantara terbentur

dengan bahasa pengantar. Oleh karena itu, pemerintah kolonial Belanda

mengeluarkan surat keputusan: K.B. 1871 No. 104 yang menyatakan bahwa

pengajaran di sekolah-sekolah bumiputera diberi dalam bahasa Daerah, kalau tidak,

dipakai bahasa Melayu.

Balai Pustaka, nama lain dari Commissie de lndlandsche School en Volkslectuur

(Komisi Bacaan Sekolah Bumi Putra dan Rakyat), sebagai penerbit roman asli,

saduran, atau terjemahan adalah lembaga yang berperan sekali mengembangkan

bahasa Melayu tinggi. Seluruh karya sastra, baik yang asli, saduran, maupun

terjemahan harus ditulis dan dicetak dalam bahasa Melayu Riau yang dianggap baku

dan standar. Seluruh karya sastra yang ingin dan akan diterbitkan oleh Balai Pustaka

harus memenuhi kriteria ini; bahkan pengarang harus berterima kasih apabila

karangannya disunting oleh para engku yang mengelola Balai Pustaka. 7

Balai Pustaka kepanjangan tangan pemerintah Hindia Belanda yang bertugas

menerbitkan karya sastra (roman, puisi, dan buku-buku nonpolitik) yang ditulis oleh

para sastrawan Melayu setelah melewati sensor ketat. Balai Pustaka juga menyadur

dan menerjemahkan buku-buku roman dan puisi dari Eropa. Namun demikian, masih

ada juga pengarang dan penyair yang mengeluhkan kriteria bahasa yang ditentukan

oleh Balai Pustaka.

7 Hal inilah yang menyebabkan Sutan Takdir Alisyahbana, Armijn Pane, Sanusi Pane, Amir Hamzah,dan para pengarang seangkatan mereka mendirikan Poedjangga Baroe sebagai tindak protes merekaatas sensor pihak Balai Pustaka.

Page 28: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

37

Lepas dari semua persoalan itu, Balai Pustaka telah sangat berjasa mengantarkan

bahasa Melayu menjadi bahasa pergaulan di kalangan intelektual bumiputera pada

waktu itu. Para kaum terpelajar Bumiputera Jawa tidak mau lagi menggunakan

bahasa Jawa sebagai alat untuk mengemukakan gagasan-gagasan. Mereka juga

beranggapan bahwa bahasa Jawa terlalu feodalistik, tidak lentur, dan penuh dengan

peraturan. Tidak kurang Profesor GWJ Drewes, yang pernah bertugas di Balai

Pustaka, menekankan peran penting Balai Pustaka dalam hubungannya dengan

pembakuan bahasa.

Bahasa Melayu Tinggi sendiri memiliki pengertian bahasa Melayu yang biasa dipakai

oleh kalangan istana. Bahasa Melayu ini digunakan oleh Kesultanan Johor-Riau dan

selanjutnya dikembangkan lagi oleh Kesultanan Lingga-Riau. Hampir bisa dikatakan

bahwa penggunaan bahasa ini terbatas di kalangan mereka dan para sarjana.

Sementara itu bahasa Melayu yang digunakan sehari-hari dalam pergaulan di

masyarakat, dalam berjual-beli dan sebagainya, disebut sebagai bahasa Melayu

Rendah. Penyebutan ini dikarenakan bahasa tersebut tidak tunduk terhadap kaidah-

kaidah bahasa yang baku, seperti yang tertulis dalam kitab-kitab klasik. Namun, di

era-era menjelang abad dua puluh bahasa Melayu Rendah ini banyak ditemukan di

media-media massa yang terbit kala itu

`Pesaing` satu-satunya bahasa Melayu ketika itu ternyata bukan bahasa Jawa, akan

tetapi bahasa kolonial Belanda. Orang Belanda yang tidak terlalu pintar berbicara

dalam bahasa Melayu, sehingga yang mereka pergunakan adalah bahasa Belanda.

Namun demikian, bahasa Melayu sudah dijadikan sebagai bahasa pengantar di

sekolah-sekolah meskipun bahasa Belanda masih diajarkan. Akibatnya, para sarjana

pada waktu itu terbagi ke dalam dua kubu; kubu yang lebih menyukai bahasa Belanda

untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya dan kurang begitu tertarik menggunakan

bahasa Melayu sebagai media untuk itu, dan kubu yang lebih berhasrat untuk

memartabatkan bahasa Melayu dengan tetap menggunakannya dalam pertemuan-

pertemuan resmi dsb, di samping mencoba menyesuaikannya dengan perkembangan

wacana mutakhir.

Page 29: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

38

Terlepas dari pro dan kontra, Balai Pustaka-lah sebenarnya yang paling berpengaruh

membentuk cita rasa berbahasa Melayu yang `Indonesianis`. Balai Pustaka

memerkerjakan para penulis handal untuk menopang kepentingan-kepentingan

penjajahannya dalam hal tulis-menulis dan mencetak juru tulis berupah rendah.

Mereka inilah yang berperan memajukan bahasa Melayu Riau menjadi sebuah bahasa

Indonesia yang mampu menerima dan menyesuaikan diri dengan perkembangan

zaman. Karya-karya yang mereka tulis menggunakan bahasa Melayu Tinggi yang

telah menjadi bahasa Indonesia.

1.4 BAHASA MELAYU MODERN

Bahasa Melayu kuno yang sudah menyerap (mengadopsi dan mengadaptasi) bahasa

di luar bahasa Melayu menjelma bahasa Melayu Modern dengan kemampuan

memenuhi tuntutan masyarakat akan bahasa yang bermartabat dan mampu

menjembatani gagasan. Dengan demikian, kebutuhan akan bahasa yang bisa

dipergunakan untuk keperluan perdagangan, pemerintahan, dan keilmuan terpenuhi.

Tidak seperti bahasa Melayu yang dipergunakan oleh Balai Pustaka, para sastrawan,

budayawan, dan para penyair mulai berani menggunakan bahasa Melayu yang sudah

bercampur dengan bahasa-bahasa di luar bahasa Melayu, seperti Belanda, Portugis,

Arab, Sansekerta, dan Perancis. Bahasa ini disebut juga bahasa Melayu pasar dan

berkembang pesat di masyarakat.

Bahasa Melayu modern ini dapat dengan mudah kita temukan di dalam karya sastra

Angkatan Pujangga Baru. Ketaksesuaian paham atau pendapat antarsastrawan dan

penyair yang terjadi pada saat itu mendorong munculnya majalah Pujangga Baru

yang dipergunakan sebagai media untuk mengekspresikan perasaan seni. Sayang,

Page 30: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

39

majalah Pujangga Baru hanya mampu terbit sekali pada bulan Maret 1933 kemudian

sudah tidak ada kabarnya lagi.

Bahasa Melayu modern ini bisa juga dinamai bahasa Melayu Pasar. Jenis ini sangat

lentur sebab sangat mudah dimengerti dan ekspresif, dengan toleransi kesalahan

sangat besar dan mudah menyerap istilah-istilah lain dari berbagai bahasa yang

digunakan para penggunanya.

Bahasa Melayu modern ini semakin mudah diterima oleh masyarakat di seluruh

Kepulauan Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku,

antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan. Bahasa Melayu modern ini tidak

mengenal tingkat tutur dan mampu menyerap berbagai kosakata lokal dan asing untuk

mengukuhkan diri sebagai bahasa nasional.

Perkembangan berikutnya adalah bahasa Melayu modern yang digunakan oleh

masyarakat Betawi di Jakarta (yang dikenal dengan logat Betawi) dan sekitarnya.

Peran media cetak dan elektronik yang memuat dan memakai bahasa tersebut,

mengakibatkan bahasa itu diterima secara luas oleh masyarakat. Bahkan, bahasa itu

dilekatkan dengan bahasa kalangan perkotaan, kaum muda, dan kaum selebritis untuk

‘dibenturkan’ dengan bahasa Indonesia baku yang identik dengan bahasa kaum

intelektual, bahasa buku yang kaku dan tidak luwes digunakan dalam kehidupan

sehari-hari. Yang lebih menarik adalah bahasa khas Jakarta dengan dialek Betawi ini

menyeruak ke desa-desa yang sama sekali asing dengan Jakarta. Anak-anak di desa

yang jauh, bahkan asing dengan Jakarta, sudah sedemikian akrab dengan bahasa

dialek Betawi ini.

Yang harus diingat bahwa bahasa Indonesia yang dipergunakan sebagai bahasa

pengantar di seluruh jenjang pendidikan, dipergunakan sebagai alat penghubung

antardaerah dan antarbudaya, dan yang dipakai secara resmi sebagai bahasa nasional

bukanlah bahasa Melayu, baik Melayu Riau atau pun Melayu Betawi (Jakarta).

Bahasa nasional bukanlah bahasa media massa cetak atau ektronik, bukan pula

Page 31: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

40

bahasa kaum selebritis atau bahasa kaum eksekutif yang lebih suka

mencampuradukkan bahasa nasional dengan bahasa asing (baca= Inggris).

1.5 Bahasa Melayu Pasar versus Melayu Tinggi

Bahasa Melayu pasar memiliki pengertian bahasa Melayu yang digunakan oleh

masyarakat umum, yang menjadi alat tutur sehari-hari, bahasa yang dipergunakan

oleh para pedagang dengan mengabaikan kaidah-kaidah kebahasaan, standardisasi,

dan pembakuan. Bahasa Melayu model begini berkembang dengan pesat di

masyarakat, sebab masyarakat penutur merasa lebih bebas menggunakan bahasa

untuk mengekspresikan pendapat, keinginan, atau pun lainnya.

Bahasa Melayu pasar juga disebut bahasa Melayu rendah. Bahasa Melayu rendah ini

banyak ditemukan di media-media massa yang terbit di masa kejayaan Balai Pustaka,

terutama cerita-cerita silat dari negeri Tiongkok. Sutan Takdir Alisyahbana misalnya,

memelopori pendirian Pujangga Baru untuk menampung karya sastra yang ditolak

oleh Balai Pustaka. Alasan utama penolakan Balai Pustaka adalah masalah bahasa

yang dipergunakan oleh para sastrawan yang dianggap memakai bahasa Melayu

pasar, sedangkan persyaratan utama naskah yang diterbitkan Balai Pustaka adalah

yang menggunakan bahasa Melayu tinggi.

Bahasa Melayu Tinggi sendiri memiliki pengertian bahasa Melayu yang biasa dipakai

oleh kaum bangsawan, kaum terpelajar, dan/ atau kaum yang menjaga martabatnya

melalui bahasa. Hampir bisa dikatakan bahwa penggunaan bahasa ini terbatas di

kalangan mereka dan para sarjana. Bahasa Melayu ini digunakan oleh Kesultanan

Johor-Riau dan selanjutnya dikembangkan lagi oleh Kesultanan Lingga-Riau.

Pada masa Melayu klasik dikenal sangat keras memertahankan kaidah dan ungkapan.

Di samping itu, bahasa Melayu mewajibkan para pemakainya untuk mematuhi

Page 32: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

41

peraturan-peraturan yang ketat itu. Bahasa Melayu klasik ini juga dikembangkan oleh

orang yang bukan Melayu, yakni Nurruddin Arraniri dan Abdullah Munsyi.

Remy Silado, salah satu musikus, sastrawan, dan pemimpin redaksi majalah Aktuil

yang terbit tahun 70-an, beranggapan bahwa bahasa Melayu Pasar-lah yang menjadi

cikal-bakal bahasa Indonesia. Ia mengatakan banyak kata yang berasal dari bahasa

Melayu Pasar dibakukan menjadi bahasa Indonesia, seperti kata ‘permaisuri’ yang

pada bahasa asal (Sanskerta) berbunyi /paramaisyari/. Bentuk kata ini menjadi bukti

bahwa kata tersebut belum dibakukan ketika masuk ke bahasa Indonesia.

Tidak sejalan dengan itu, Anwar, seorang peneliti bahasa, melihat bahwa bahasa

Melayu Tinggilah yang diangkat menjadi bahasa Indonesia. Bahasa Melayu tersebut

bisa menjadi bahasa nasional karena lebih demokratis, tidak mengenal perbedaan-

perbedaan kelas, dan tidak terlalu didominasi oleh kalangan istana, serta yang

terpenting, bahasa Melayu tinggi lebih bermartabat .

Dalam pandangannya itu, Anwar menjelaskan bahwa terdapat satu tahap di antara

bahasa Melayu Klasik (sebagai bahasa istana) dan bahasa Melayu ketika diangkat

menjadi bahasa Indonesia. Bahasa Melayu istana tidak mungkin, menurutnya,

menjadi bahasa nasional karena tidak mengakomodasi berbagai kepentingan yang

ada, di samping sifatnya yang istanasentris. Anwar menyebut tahapan itu sebagai

tahap bahasa Melayu mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang

ada. Atas sebab-sebab inilah, tercetus sumpah pemuda Oktober 1928 yang mengakui

bahasa Indonesia sebagai satu-satunya bahasa nasional.

Keberterimaan bahasa Melayu oleh masyarakat muda sebagai bahasa nasional itu

sendiri tidak bisa dilepaskan dari peranan para penulis, sejarawan, sastrawan dan

kaum cerdik-pandai Melayu yang telah menulis dan menggunakan bahasa Melayu

sebagai media tulisannya, pada masa Melayu Klasik. Bahkan, Raja Ali Haji (1808-

1873 M) telah menulis buku tata bahasa Melayu, yang berjudul Pedoman Bahasa. Di

samping itu, ia pun menulis kamus Melayu yang diberinya nama Kitab Pengetahuan

Page 33: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

42

Bahasa. Tulisan-tulisan Raja Ali Haji dan semacamnya inilah yang dijadikan acuan

ketika Ophuisjen pertama kali menulis buku tata bahasa Melayu. Penulisan tata

bahasa itu menjadi mudah dilakukan karena memiliki standar penggunaan bahasa

yang jelas dan tertulis, tanpa itu barangkali bahasa Melayu sampai saat ini tidaklah

akan berarti apa-apa dalam kancah berkebangsaan secara nasional.

Harus diingat pula,bahwa Bahasa Melayu tinggi tidak serta-merta menjadi bahasa

Indonesia. Setelah era Balai Pustaka, peta kesusastraan Indonesia banyak diisi oleh

para sastrawan dari ranah Minangkabau. Tentunya bahasa Melayu dari ranah

Minangkabau ini, yang terlihat lebih bisa menerima unsur luar, mampu

mengembangkan diri menjadi bahasa Indonesia seperti yang kita kenal sekarang ini.

Bahasa Melayu yang dipergunakan oleh masyarakat Minangkabau berbeda dengan

bahasa Melayu Riau, yang dianggap sebagai bahasa ‘sekolahan’. Perbedaan ini lebih

mengacu pada pengguna bahasa. Bahasa Melayu Riau dipergunakan oleh golongan

bangsawan, yang tentunya bercita rasa tinggi, sedangkan bahasa Melayu

Minangkabau dipergunakan oleh masyarakat secara umum, dan lebih menonjol pada

karya sastranya.

1.6 KELAHIRAN BAHASA INDONESIA

Bahasa Indonesia memiliki pengertian ‘bahasa yang dipergunakan oleh bangsa

Indonesia’. Kapan bangsa Indonesia lahir? Mudah sekali untuk menjawabnya, yaitu

ketika organisasi kepemudaaan yang bertebaran di seluruh wilayah Nusantara ini

bersatu-padu dan berikrar pada hari yang sangat bersejarah bagi rakyat dan bangsa

Indonesia, Sumpah Pemuda. Di hari itulah bangsa Indonesia secara de facto ada.

Kata Indonesia sendiri memiliki sejarah yang cukup unik. Seorang ahli bahasa,

Logan, menulis artikel yang berjudul The Ethnology of the Indian Archipelago. Ia

Page 34: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

43

lebih setuju nama "Indunesia" ciptaan Earl, tetapi huruf "U" diganti dengan huruf "O"

agar ucapannya lebih baik. Muncullah nama "INDONESIA" yang menurut Logan

dibentuk dari dua kata, yaitu India (=selatan) dan nesia (=kepulauan). Paduan kata

India-nesia menimbulkan perubahan india menjadi indo menurut aturan sandi dalam

ilmu bahasa. Logan juga menyatakan, "Untuk nama "Indian Archipelago" sebagai

ajektif atau bentuk etnografis, Earl menganjurkan memakai istilah Etnografis

Indunesians dan menolak Melayunesian. Saya sendiri lebih suka istilah yang

memakai istilah Geografis, Kepulauan Hindia. Indonesia merupakan sinonim

terdekat dengan Indian Island atau Indian Archipelago. Kita akhirnya menerima

Indonesian sebagai Indian Archipelago dan Archipelagic serta Indonesians sebagai

Indian Archipelaians dan Indian Islanders.

Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa dengan berbagai ragam

bahasa daerah yang dimilikinya memerlukan adanya satu bahasa persatuan guna

menggalang semangat kebangsaan. Semangat kebangsaan ini sangat penting dalam

perjuangan mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Kesadaran politis semacam inilah

yang memunculkan gagasan pentingnya bahasa yang satu, bahasa persatuan, bahasa

yang dapat menjembatani keinginan berbagai suku bangsa dan budaya di Indonesia

saat itu.

Penjajahan Belanda yang sudah berlangsung berabad-abad di Indonesia harus segera

dienyahkan dari bumi Indonesia. Setiap usaha memerdekakan diri selalu kandas.

Setiap perlawanan yang dilakukan oleh sekelompok suku selalu dapat dipatahkan.

Pengalaman getir ini membuat para pemuda di berbagai organisasi kepemudaan

menyadari betul bahwa mereka membutuhkan satu pengikat. Seperti kata pepatah

‘satu batang lidi tidak akan memberikan arti banyak, tetapi bila batang-batang lidi itu

bisa dikumpulkan dan diikat menjadi satu, maka dapat dijadikan sapu, alat pemukul,

dan lain-lain.

Kesadaran untuk mengikatkan diri, menyatukan diri dalam berbagai perbedaan, dan

bersuara dengan suara yang sama dalam kelompok koor, maka para pemuda

Page 35: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

44

menyadari bahwa yang paling bisa dipergunakan untuk mengikat perbedaan itu

adalah bahasa. Oleh karena itu, pemuda-pemudi yang aktif di berbagai organisasi

pergerakan di Indonesia pada masa ini berhasil berhimpun dan menyelenggarakan

Kongres Pemuda Indonesia.

Dalam kongres yang dihadiri oleh berbagai organisasi kepemudaan, seperti Jong Java

Bond, Jong Sumatera Bond, Jong Selebes Bond, Jong Borneo Bond, dan jong-jong

lain, tersebut tercetuslah ikrar bersama yang lebih dikenal dengan Sumpah Pemuda.

Ikrar Sumpah Pemuda yang dikumandangkan pada tanggal 28 Oktober 1928 itu salah

satu butirnya adalah menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Adapun bunyi ikrar lengkap pemuda Indonesia yang dikenal dengan sebutan Sumpah

Pemuda itu adalah sebagai berikut.

a. Kami putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air

Indonesia.

b. Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.

c. Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.

Mereka menyadari betul bahwa dengan menggunakan dan menjunjung bahasa

persatuan yang kemudian diberi nama bahasa Indonesia ini dapat dirintis

kemerdekaan, semangat kebersamaan, keinginan pembersatuan, serta keinginan untuk

merdeka dari penjajahan. Organisasi-organisasi yang tadinya menggunakan bahasa

kolonial Belanda sebagai sarana komunikasi mulai sejak itu berubah. Bahasa

Indonesia menjadi bagian yang sangat penting untuk menghantarkan Indonesia

merdeka, seperti yang tertuang dalam Sumpah Pemuda.

Naskah asli Sumpah Pemuda dapat diperhatikan berikut ini.

Page 36: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

45

Teks Sumpah Pemuda dalam huruf Jawa.

Page 37: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

46

Bangsa Indonesia adalah sekolompok suku bangsa yang berbeda warna kulit.

Sumatera yang sudah berbaur dengan suku bangsa Yunan (China) dan Arab ada yang

berkulit kuning tetapi ada pula yang berciri fisik orang Arab, khususnya di Aceh.

Jawa yang didominasi India banyak yang berkulit sawo matang. Ternate, Ambon,

Sumbawa, Bima, dan pulau-pulau di wilayah timur agak berbeda dengan Jawa dan

Sumatera. Irian pun berbeda pula. Namun demikian, perbedaan-perbedaan itu mereka

abaikan demi tujuan luhur, yaitu Indonesia Merdeka.

Alasan dipilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa nasional adalah sebagai berikut.

(1) Bahasa Melayu telah berabad-abad lamanya dipakai sebagai lingua franca

(bahasa perantara atau bahasa pergaulan di bidang perdagangan), bahasa yang

digunakan oleh para misionaris Hindu, Budha, Kristen, dan Islam dalam

penyebaran agama di seluruh kota pelabuhan di Indonesia.

(2) Bahasa Melayu mempunyai struktur kalimat sederhana sehingga mudah

dipelajari, mudah dikembangkan pemakaiannya, dan mudah menerima

pengaruh luar untuk memperkaya dan menyempurnakan fungsinya sebagai alat

komunikasi. Bahasa Melayu tidak mengenal bentuk ‘tenses’ dan ‘pronoun’

seperti bahasa Inggris, Belanda, atau Arab. Tidak pula serumit bahasa Jawa

yang mengenal perbedaan dan pembedaan pengguna serta penggunaannya.

(3) Bahasa Melayu bersifat demokratis, tidak memperlihatkan adanya perbedaan

tingkatan bahasa berdasarkan perbedaan status sosial pemakainya, sehingga

tidak menimbulkan perasaan sentimen dan perpecahan.

(4) Adanya semangat kebangsaan yang besar dari pemakai bahasa daerah lain

untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.

Page 38: b. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu

47

(5) Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa lain di Republik Indonesia akan

merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan golongan mayoritas di

Republik Indonesia.

(6) Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu

Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk

orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna

kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang

lebih besar.

(7) Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan Bahasa Melayu Pontianak,

Banjarmasin, Samarinda, Maluku, Jakarta (Betawi), ataupun Kutai, dengan

pertimbangan pertama suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang

terakhir pun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis.

(8) Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada

tahun 1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia masih dijajah

Inggris. Malaysia, Brunei, dan Singapura masih dijajah Inggris. Pada saat itu,

dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di

negara-negara kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa

ditumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara-negara jiran di Asia

Tenggara.

(9) Bahasa Melayu adalah bahasa yang dinamis, dan dengan kedinamisannya itu

bahasa Melayu terus mengembangkan diri dengan menerima dan/ atau

menyerap kosakata dari bahasa asing maupun lokal.

Jadi, bahasa Indonesia terbukti mampu mengakomodasi kata-kata dari banyak bahasa,

yaitu Arab, Belanda, Inggris, Latin, Perancis, Sansekerta, Spanyol, Tionghoa, Yunani

dan lain lain