asuhan keperawatan klien pada trauma tumpul dan tembus

Upload: firstiafina-tiffany

Post on 15-Oct-2015

99 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

hghghgh

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PADA TRAUMA TUMPUL DAN TEMBUS ABDOMENA. Definisi Trauma adalah pengalaman yang mempengaruhi dan menguasai diri seseorang dengan kecemasan, biasanya pengalaman tersebut tidak menyenangkan sehingga orang bersangkutan tidak ingin pengalaman yang serupa terulang lagi.

Trauma adalah Luka/ syok/kekagetan yang disebabkan oleh peristiwa yang terjadi secara tiba, di luar kendali, menekan, sangat menyakitkan, membahayakan kehidupan, mengancam jiwa. (Yayasan Pulih, 2011)Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada daerah abdomen yang meliputi daerah retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal. Mekanisme trauma Langsung Pasien terkena langsung oleh benda atau perantara benda yang mengakibatkan cedera misalnya tertabrak mobil dan terjatuh dari ketingian Tidak langsung Pengendara mobil terbentur dengan dash borard mobil ketika kedua mobil tabrakan.

B. Etiologi Trauma tumpul : organ yang terkena limpa, hati, pankreas, dan ginjal. disebabkan oleh kecelakaan tabrakan mobil, terjatuh dari sepeda motor. Trauma tumpul yaitu Trauma di daerah abdomen yang tidak menyebabkan perlukaan kulit / jaringan tetapi kemungkinan perdarahan akibat trauma bisa terjadi. Organ berisiko cedera : Hepar 40 - 55 % , Limpa 35 45 %.

Trauma tembus : organ yang terkena hati, usus halus dan besar. disebabkan oleh baku tembak dan luka tusukan (Brunner & Suddarth, 2002). Trauma tembus (Tusuk dan tembak) Penyebab benda tajam atau benda tumpul dengan kekuatan penuh hingga melukai rongga abdomen. Perdarahan hebat ruftur arteri/vena , Cedera organ di rongga abdomen. Organ berisiko cedera : Luka Tusuk : Hepar (40%), Usus halus (30%), Diafragma (20%), Colon (14%). Luka tembak : Usus halus (50%), Colon (40%), Liver (30%), Ruptur vaskuler abdominal (25%).

C. Manifestasi KlinisMenurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :1. NyeriNyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.2. Darah dan cairanAdanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.3. Cairan atau udara dibawah diafragmaNyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.4. Mual dan muntah5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragiD. Komplikasi Segera : hemoragi syok.

Lambat : infeksi (Smeltzer, 2001)

E. PatofisiologiJejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan viskositas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul viskositas tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel, seperti organ padat ( hepar, lien, ginjal ) dari pada organ-organ berongga. (Sorensen, 1987)

Cedera akselerasi (kompresi) merupakan suatu kondisi trauma tumpul langsung ke area abdomen atau bagian pinggang. Kondisi ini memberukan manifestasi kerusakan vaskular dengan respons terbentuknya formasi hematomdidalam visera.

Cedera deselerasi adalah suatu kondisi dimana suatu peregangan yang berlebihan memberikan manifestasi terhadap cedera intraabdominal. Kekuatan peregangan secara longitudinal memberikan manifestasi ruptur (robek) pada struktur dipersimpangan antara segmen intraabdomen.

Kondisi cedera akselerasi dan deselerasi memberikan berbagai masalah pada pasien sesuai organ intraabdominal yang mengalami gangguan. Hal ini memberikan implikasi pada asuhan keperawatan. Masalah keperawatan yang muncul berhubungan dengan kondisi kedaruratan klinis, respons sistemik, da dampak intervensi medis.

ASUHAN KEPERAWATANPADA PASIEN DENGAN LUKA TUSUK YANG TERPASANG VENTILATORDI RUANG HCU RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

I. KONSEP DASAR

(1) LUKA TUSUKLuka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam yang mana luka tusuk masuk ke dalam jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat kecil pada kulit, misalnya luka tusuk pisau.Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor yaitu :1. Lokasi anatomi injury2. Kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang digunakan untuk menusuk dan arah tusukan.

Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan peradangan atau infeksi.

Penyebab kematian pada trauma abdomen adalah penurunan volume cairan karena perdarahan (syok hipovolemik). Secara ringkas proses tersebut dapat digambarkan sbb :

Faktor penyebab (penurunan volume cairan)

Penurunan arus balik vena

Penurunan isi sekuncup

Penurunan curah jantung

Penurunan perfusi jaringan

Adapun tanda dan gejala dari hipovolemic syok mengarah pada berbagai sistem yaitu :1. Sistem kardiovaskuler : takikardi, penurunan tekanan darah sistolik2. Kulit : dingin, lembab, pucat, sianotik3. Sistem Saraf Pusat : ansietas, keresahan, perubahan sensorium, penurunan tingkat kesadaran4. Sistem Renal : penurunan haluaran urine, gagal ginjal akut atau kronis5. Sistem Pernafasan : takipnea, peningkatan permiabilitas kapiler pulmonal (ARDS)6. Sistem Hepatik : penurunan pembentukan faktor-faktor pembekuan, penurunan sintesis protein-protein plasma, penurunan albumin serum, penurunan kadar glukosa serum7. Sistem Gastro Intestinal : ileus adinamik, ulcerasi, penurunan absorpsi nutrien, peningkatan masukan toksin dari lumen usus ke dalam aliran darah8. Sistem vaskuler(2) KONSEP GAGAL NAFASDefinisi :Gagal nafas akut diartikan sebagai kegagaln pertukaran gas dalam paru, ditandai dengan turunnya kadar oksigen di arteri (hipoksemia) atau naiknya kadar karbon dioksida (hiperkarbia) atau kombinasi keduanya.

Kriteria diagnosis pada pasien yang bernafas pada udara kamar didapatkan hasil pemeriksaan analisa gas darah :1. PaO2 kurang dari 50 mmHg2. PaCO2 lebih dari 50mmHg tanpa ada gangguan alkalosis metabolik primer

Gagal nafas dapat diakibatkan oleh bermacam penyakit baik akut maupun kronik; setiap gangguan pada kelima tahap respirasi dapat menyebabkan gagal nafas.

b) PatofisiologiMekanisme yang menyebabkan terjadinya gagal nafas meliputi :1. Hypoventilasi : keadaan dimana seseorang tidak dapat mempertahankan ventilasi alveolar yang cukup, sehingga terjadi kenaikan kadar CO2 dalam darah2. Gangguan perfusi dan difusiAdanya emboli di salah satu cabang arteri pulmonali akan meningkatkan ruang rugi karena banyak alveoli yang hanya mengalami ventilasi tanpa perfusi3. Pintasan intra pulmoner dan gangguan perbandingan ventilasi perfusiPintasan intrapulmoner (Shunt) diartikan sebagai darah yang memperfusi paru yang tidak mengalami pertukaran gas karena alveoliya tidak terventilasi seperti pada atelectasis

c) Tanda dan gejala gagal nafas akutDiagnosa pasti gagal nafas akut ditegakkan dengan pemeriksaan analisa gas darah. Namun gejala klinis gagal nafas akut dapat ditegakkan dengan mengamati hal-hal sbb :Pola pernafasan : laju pernafasan meningkat, pernafasan dangkal mungkin ada pernafasan cuping hidung dan terlihat otot pernafasan tambahan mulai aktifWarna kulit : pada keadaan awal mungkin masih merah, bila proses berlanjut/bertambah berat kulit berwarna pucat/biru yang menandakan hipoksemia yang bertambah berat.Tensi/laju nadi : umumnya nadi cepat, bila ada aritmia mungkin disebabkan hiperkarbia (dan hipoksia)Nadi yang melemah dan bertambah lambat menandakan keadaan bertambah parah, yang memerlukan tindakan segera. Tekanan darah, pada keadaan yang masih ringan mungkin masih dalam batas normal. Bila keadaan bertambah berat, tekanan darah mula-mula naik karena pelepasan katekolamin, bila tekanan darah mulai turun hal ini harus segera diatasi karena ini merupakan tanda perburukan.Gagal nafas dengan tanda-tanda yang nyata sangat mudah dikenali. Yang sulit adalah awal dari adanya gagal nafas, yang luput dari pengawasan ketat yang mungkin dalam waktu relatif singkat dapat memburuk.Pengawasan/observasi ketat memegang peranan penting sehingga bila therapi konvensional tidak menolong dan keadaan memburuk, dapat segera diambil tindakan lain seperti intubasi dan pemakaian alat bantu nafas/ventilator.

d) Penatalaksanaan dan pengobatanDasar pengobatan dibagi yang non spesifik dan spesifik, umumnya diperlukan kombinasi keduanya. Pengobatan non spesifik ditujukan langsung untuk memperbaiki pertukaran gas, seperti pemberian oksigen, pembersihan jalan nafas dan fisiotherapi dada serta usaha-usaha lain untuk menurunkan kebutuhan oksigen seperti menurunkan panas badan dan pemberian sedasi.Sedangkan pengobatan spesifik ditujukan kepada penyebab gagal nafas ; bila gagal nafas disebabkan karena adanya benda asing di bronkhus maka dilakukan bronkoskopi untuk mengatasi sumbatan karena benda asing tersebut juga melakukan pungsi pleura dan WSD pada efusi pleura yang masif dll.

e) Indikasi ventilasi bantu/artifisialPada keadaan yang ekstrem seperti penderita apneu atau pernafasan yang amat lemah, indikasi ventilasi bantu/artifisial mudah ditegakkan. Namun pada keadaan di lapangan sering dijumpai kasus yang sulit bagi kita untuk memutuskan apakah sudah merupakan indikasi untuk ventilasi artifisial, sebab penundaan alat bantu nafas yang berlarut dapat berakibat fatal. Sebaliknya tindakan terlalu dini dan agresif tidak selalu menguntungkan bahkan dapat merugikan. Beberapa patokan untuk menentukan indikasi ventilasi adalah :

Parameter Indikasi Nilai Normal1. Mekanik- Laju napas- Volume tidal- Kapasitas vital- Tekanan inspirasi maksimal Lebih 35/menitKurang 5 ml/kgBBKurang 15 ml/kgBBKurang 25 cmH2O 10 20 (dewasa)5 765 7575 1002. Oksigenasi- PaO2 Kurang 60 mmHg (FiO2 = 0,6) 75 100 (udara kamar)3. Ventilasi- PaCo2- Vd/Vt Lebih 60 mmHgLebih 0,6 35 450,3Pemakaian alat bantu nafas (respirator/ventilator) bukanlah untuk menggantikan fungsi paru dan jantung, melainkan hanya berfungsi sebagai alat ventilasi yang memompakan udara/oksigen ke dalam paru dengan takanan positif. Fungsinya lebih bersifat mempertahankan agar penderita tetap hidup sambil menunggu proses reparatif badan dapat mengambil alih fungsi ventilasinya kembali.

f) Obat yang dipakai pada gagal nafasPada penderita gagal nafas karena asma, diberikan obat bronkhodilator baik per infus maupun per inhalasi, pada keadaan berat biasanya ditambahkan kortikosteroid. Untuk infeksi biasanya diberikan antibiotika ber spektrum luas.Untuk penderita dengan ventilator, diberikan sedativ seperti diazepam (valium), dormikum dan golongan narkotik untuk menekan pernafasan dan bila perelu obat pelumpuh otot seperti pavulon dll agar penderita dapat mengikuti/seirama perbafasannya dengan alat ventilator tersebut.

PENGKAJIAN

Initial Klien : Tuan M.Y.Umur : 20 TahunAgama : IslamAlamat : Cengkareng Timur, JakartaPendidikan : SMAPekerjaan : KaryawanTanggal Masuk RS : 29 November 1998Tanggal Pengkajian : 1 Desember 1998Diagnosa Medis : Post Op Laparatomy ec. Luka tusuk tembus abdomen

(1) Perjalanan PenyakitPasien masuk ke IGD tanggal 27 November 1998 Pk. 17.25 WIB dimana sekitar 20 menit sebelumnya pasien terkena trauma tusuk di perut kemudian dilakukan operasi laparatomy tanggal 29 November 1998 dengan lama operasi 4 jam dengan tindakan pembedahan :- Laparatomi eksplorasi- Nefrektomy kiri- Splenektomy jahit dua lapis gaster, jejenum dan mesenterium- Drain pada ginjal kiri

Hasil Laboratorium :(a) Tanggal 30 November 1998WBC 3,5RBC 3,47HGB 10,0PLT 36HCT 29,1Trombocyt 36.000Ureum darah 30 mg/DLCreatinin urine 1,15 mg/DLUrinalisaSedimen +Kejernihan jernihLeukocyt 1 3 /LPBEritrosit >100/LPBKristal ( - )Berat jenis 1010.pH 5Glukosa 2+Protein ( - )Keton ( - )Bilirubin ( - )Urobilinogen 0,1Nitrit ( - )(b) Analisa Gas Darah Tanggal 30 November 1998 Pk. 06.49Ventilator control TV : 450FiO2 : 40%.pH 3,84PCO2 37,7PO2 163,4HCO3 22,2TCO2 23,3BE 2,3SBE 2,2SAT 99,2SBC 22,4

(c) Analisa Gas Darah Tanggal 1 Desember 1998 Pk. 05.14Ventilator Assist ControlRR 12, TV 450FiO2 40%PH 7,508PCO2 38,3PO2 117,3HCO3 30,5TCO2 31,7BE + 6,9SBE + 6,8SAT 98,7SBC 30,7Na 138K 3,9Cl ( - )

(d) Analisa Gas Darah Tanggal 2 Desember 1998Ventilator SIMVFiO2 35%PH 7,455PCO2 34,7PO2 127,8HCO3 23,2TCO2 24,2BE 0,3SBE 0,3SAT 98,8SBC 24,1Na 136K 3,9

(e) Hasil Laboratorium Darah 2 Desember 1998Ht 24 vol %Hb 8,7 gr/DLLeuko 12.700Trombo 105.000

Pengukuran CVP : Tgl. 1-12-1998 + 11 cmH2O, Tgl 2-12-1998 10,5 cmH2O

(f) Cairan Infus Tanggal 1-12-1998KaEM MG3 500 ccPan Amin 600 : 500 ccRLFFP 2 x 300 cc

(g) Cairan Infus Tanggal 2-12-1998KaEM MG3Pan AminTranfusi Darah 500 ccFFP 2 x 300 ccRL

(h) Cairan Infus Tanggal 3-12-1998KaEM MG3Pan AminRLFFP 3 x 300 cc

(i) Obat-obatan Tanggal 30 s/d 2-12-1998Cimetidine 3 x 1Alinamin F 3 x 1Vit K 3 x 1Kemicitin 3 x 1 gr ( Tanggal 3-12-1998 diganti dengan Penicillin Prokain)Novalgin 3 x 50 mg

(2) Pemeriksaan FisikKesadaran : Compos MentisKepala : SimetrisMata : Conjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterikHidung : terpasang NGT, cairan warna coklat tuaMulut : terpasang ETT, mukosa keringLeher : kelenjar getah bening tidak membesarDada : auskultasi paru, ronchi basah ringan +/+, wheezing (-) ; auskultasi jantung BJ I, II murni, gallop (-)Abdomen : luka laparatomy, balutan rapi, kering, bising usus (-)Ekstremitas : tangan kanan terpasang triway infus, CVP KaEM MG3, RL, Pan Amin ; kaki kanan terpasang infus NaCl spooling tranfusi

(3) Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul1. Gangguan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produk mukosa akibat adanya benda asing pada trachea (intubasi)2. Resiko tinggi gangguan deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan, puasa3. Resiko gangguan pemenuhan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme, NPO4. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan trauma abdomen, luka operasi, prosedur invasif (CVP, kateterisasi, ETT)5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan6. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan terpasangnya ETT

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TN. M.YDI RUANG HCU RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

No Dx. Perawatan Tujuan Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi1. Gangguan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produk mukosa akibat adanya benda asing pada trachea (intubasi)Ditandai dengan :- sistem alarm berbunyi- suara nafas : penumpukan sputum terdengar- suara nafas menurun (pada obstruksi jalan nafas/kolaps paru)- pasien gelisah- usaha nafas klien meningkat : penggunaan otot tambahan pernafasan (+)- AGD : P CO2 meningkat, P O2 dan PH menurun Kebersihan jalan nafas dapat terjaga 1. Kaji kepatenan jalan nafas pasien

2. Evaluasi pengembangan dada, dan kaji suara nafas kedua belah paru

3. Catat adanya batuk yang berlebihan, peningkatan dispneu, bunyi alarm, adanya sekret pada ETT, peningkatan ronchi4. Monitor sistem humidifikasi dan temperatur5. Suction sesuai kebutuhan

6. Ajarkan tehnik batuk efektif, nafas dalam pursed lip breathingbila pasien kooperatif

7. Ubah posisi secara periodik

8. Anjurkan pasien untuk minum banyak sesuai kondisi

Kolaboratif1. Lakukan bronkhial washing, fisiotherapi dada (perkusi, vibrasi,postural drainase)2. Berikan bronkhodilator /mukolitik sesuai indikasi. Evaluasi efektifitasnya. 1. Obstruksi dapat disebabkan dari penumpukan sekresi, perdarahan, spasme jalan nafas2. Pengembangan dada yang simetris dan suara nafas yang seimbang pada kedua belah paru menunjukkan ETT berada tepat dan tidak ada obstruksi. Obstruksi paru (akibat pneumonia, atelektasis) dapat menimbulkan suara ronkhi dan wheezing3. Pasien yang diintubasi mengalami batuk yang tidak efektif sehingga penumpukan sekret terjadi

4. Pengentalan sekret dapat timbul akibat sistem humidifikasi kurang5. Suction tidak boleh rutin karena banyak memiliki efek negatif6. Meningkatkan kemampuan mengeluarkan sekret secara efektif, menimbulkan retarged ekspirasi sehingga menurunkan kolaps paru7. Meningkatkan drainase sekret dan ventilasi ke seluruh bagian paru, menurunkan resiko atelektasis8. Meningkatkan keenceran sekret

Kolaboratif :1. Membantu mengencerkan, meningkatkan mobilisasi sekret sehingga mudah dikeluarkan

2. Meningkatkan keenceran sekret dan melebarkan jalan nafas 1. Mengkaji kepatenan jalan nafas2. Mengevaluasi pengembangan dada dan mengkaji suara nafas. Hasil : pengembangan dada dalam batas normal, suara nafas auskultasi ronchi basah ringan +/+3. Mencatat adanya batuk yang berlebihan, bunyi alarm, sekret ETT, peningkatan ronchi. Hasil : batuk berlebih (-), bunyi alarm (-), sekret ETT (+) sedikit, peningkatan ronchi (-)4. Memonitor sistem humidifikasi dan temperatur. Hasil : humidifikasi cukup, temperatur 37^C5. Melakukan suction sesuai kebutuhan. Hasil : sekret (+), warna putih, encer6. Mengubah posisi secara periodik7. Melakukan postural drainase S : -O :Sianosis (-)CVP : + 11 cm H2O, N : 72x/menit, TD : 108/65 mmHg, RR : 18 x/menit (ventilator 12)Kulit hangatAnalisa Gas Darah : PH 7,455 ; PCO2 34,2 ; PO2 127,8 ; HCO3 23,2 ; SAT 98,8A : Masalah teratasiP :Tetap observasi adanya sekretJaga kepatenan jalan nafasObservasi analisa gas darah2. Resiko tinggi gangguan deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan, puasa.B. Faktor resiko : Trombositopenia Gagguan deficit volume cairan tidak terjadi 1. Monitor tanda vital, CVP ; catat perubahan tekanan darah, observasi kenaikan temperatur

2. Palpasi nadi perifer, catat capillary refill, warna kulit, temperatur

3. Monitor output urine, ukur dan estimasikan kehilahangan cairan dari lambung, drainase luka atau diphoresis4. Timbang berat badan tiap hari, hitung balance cairan, catat adanya oedema pada tungkai5. Berikan perawatan mulut, memandikan pasien setiap hari dan berikan lotion6. Kaji adanya dispneu, cyanosis, meningkatnya kecemasan, gelisah7. Monitor tanda-tanda batuk produktif, dispneu, crakles

II. Kolaboratif1. Monitor hasil laboratorium Hb, Ht, Trombosit, elektrolit, glukosa, PH, PCO22. Berikan cairan infus sesuai indikasi- Cairan isotonis seperti NaCl 0,9, Dextrose 5%- Cairan 0,45%, RL- Cairan koloid : Dextran, Plasma, Albumin- Darah : whole blood (tranfusi darah) 1. Perubahan tanda vital menandakan perkembangan penyakit, CVP untuk mengetahui defisit volume cairan dan respon terhadap therapi cairan pengganti. Demam terjadi karena peningkatan metabolisme dan kehilangan cairan2. Kondisi deficit cairan menyebabkan tidak adekuatnya perfusi organ dan mungkin menyebabkan syok3. Penggantian cairan berdasarkan jumlah cairan yang hilang

4. Perubahan berat badan merupakan tanda tidak akurat dalam perubahan intra vaskular

5. Mukosa mulut dan bibir cenderung kering

6. Meningkatnya agregasi platelet mungkin menyebabkan emboli sistemik7. Koreksi yang terlalu cepat terhadap kekurangan cairan menyebabkan gangguan kardiopulmonary, terutama untuk cairan koloid

Kolaboratif :1. Balance metabolik elektrolit membutuhkan koreksi

2. Cairan : isotonis merupakan kristaloid yang memberikan perbaikan sirkulasi secara tepat, RL adalah hipotonis, koloid untuk mengoreksi kekurangan konsentrasi protein plasma, darah diberikan bila terindikasi kehilangan darah yang aktif. 1. Memonitor tanda vital, CVP, Tekanan Darah, Suhu. Hasil : TD 104/62 mmHg, N 79x/menit, S 37^C, CVP 7 cmH2O2. Mempalpasi nadi perifer, capillary refill, warna kulit, temperatur. Hasil : nadi perifer (+), capilarry refill < 2, warna kulit tidak cyanosis, temperatur dingin3. Memonitor output urine, balance cairan. Hasil : urine output 1650, balance (+) 65 cc, intake 2790 cc, NGT 300, Drain 275, IWL 500

Kolaboratif :1. Memonitor hasil laboratorium. Hasil : tgl 30-11-1998 Hb 10,0 gr%, Ht 291.00, trombosit 36.000, elektrolit Na 130, K 3,92. Memberikan cairan infus sesuai indikasi. KaEM MG3, Pan Amin, RL, FFP, NaCl (sppoling tranfusi)3. Memberikan tranfusi (FFP) 2 x 300 cc4. Memberikan vitamin K 3 x 1 amp. S : -O :Tanda vital TD 107/65 mmHg, N 70x/menit, S 37,2^C, CVP +10 cmH2OIntake 3640 cc, output 3825 cc, balance (+) 185 ccCapilarry refill < 2, mukosa mulut cukup, turgor kulit baik.Perdarahan drain 5 cc, NGT (-)Dicoba minum Aqua 4 x 100 cc / NGTKembung (-), distensi abdomen (-), mual (-)Hasil laboratorium : Hb 8,7 g/DL, Ht 24 vol%, trombo 105.000, Na 136, K 3,9

A : Tidak terjadi masalah, tapi resiko tinggi mungkin terjadi

P :Tetap observasi balance cairanMonitor trombositMonitor status hemodinamik3. Resiko gangguan pemenuhan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme, NPO Gangguan pemenuhan nutrisi tidak terjadi 1. Mereview faktor individual yang berefek terhadap kemampuan pencernaan makanan. Contoh : keadaan puasa (NPO), nausea, ileus paralitik.2. Timbang berat badan, catat intake dan output

3. Auskultasi bising usus, palpasi abdomen, catat adanya flatus4. Identifikasi makanan yang disukai atau yang tidak disukai pasien, beri dorongan untuk memilih makanan yang tinggi protein atau vitamin C5. Observasi adanya diare

Kolaborasi :1. Menjaga kepatenan dari NGT

2. Berikan infus cairan seperti albumin, lipid dan elektrolit3. Berikan vitamin dan terutama vitamin K secara parenteral4. Berikan obat-obat lain sesuai indikasi- Antiemetik- Antasida/histamin inhibitor (antagamed)5. Konsultasi dengan ahli diet6. Berikan cairan, bertahap dari cair sampai full diet sesuai dengan toleransi setelah NGT dicabut 1. Mempengaruhi pilihan intervensi

2. Mengidentifikasi status cairan sama pentingnya untuk memastikan kebutuhan metabolik3. Menentukan kembalinya peristaltik usus 2 4 hari setelah operasi4. Untuk meningkatkan kerjasama pasien dalam hal diet protein dan vitamin C membantu perbaikan dan pemeliharaan jaringan

5. Sindroma mal absorbsi dapat terjadi setelah operasi usus kecil membutuhkan evaluasi selanjutnya dan modifikasi diet. Contoh : diet rendah lemak

Kolaborasi :1. Menjaga dekompresi terhadap lambung, usus halus dan meningkatkan istirahat atau penyembuhan dari usus2. Mengoreksi imbalance cairan dan elektrolit

3. Masalah intestinal dapat menyebabkan absorbsi cairan terganggu4. Antiemetik untuk mencegah muntah, antasida untuk menurunkan formasi asam untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulkus

5. Menentukan kebutuhan diet pasien6. Dimulainya pemberian cairan dan diet adalah penting untuk mengembalikan fungsi normal intestinal dan untuk meningkatkan intake nutrisi yang adekuat 1. Memonitor indikasi pemberian nutrisi. Hasil : NGT warna coklat tua, bising usus (+) lemah, klien masih NPO2. Mencatat intake dan output. Hasil : intake 2790 cc, output 1725 cc3. Mengaulkutasi bising usus, flatus. Hasil : bising usus (+) lemah, flatus (-)

Kolaboratif :1. Menjaga kepatenan NGT2. Memberikan cairan infus KaEm MG3, Pan Amin, RL3. Memberikan vitamin K per IV4. Memberikan Cimetidine 3 x ! S : -O :NGT cairan bening, perdarahan (-)Muntah (-), kembung (-)Bising usus (+)Program pemberian cairan per NGT 4 x 100 ccCairan infus : KaEMG3 (500 cc), Pan Amin (500 cc)

A : Gangguan nutrisi tidak terjadi

P :Tetap observasi indikasi pemberian makanan per NGTTetap/ teruskan pemberian parenteral cairan sesuai indikasiTimbang BB bila memungkinkanObservasi hasil laboratorium darah (albumin, glubolin, glukosa, BUN)

Luka Tusuk Tembus Abdomen dengan Eviserasi Usus Halus

Luka Tusuk Tembus Abdomen Regio Inguinal dengan Eviserasi Usus HalusShiera Septrisya, Nyityasmono Tri Nugroho, Andri Suhandi, Suprayadi, Rino Meridian

Bedah Umum, Departemen Ilmu Bedah, FKUI/RSCM, Jakarta, Indonesia, November 2010

Ilustrasi Kasus:

Pria, 18 tahun, dengan keluhan usus keluar melalui selangkangan kanan setelah tertusuk stang motor 6 jam sebelum masuk rumah sakit.

Saat datang, pasien dalam keadaan kompos mentis. Pada primary survey, ditemukan adanya masalah pada sirkulasi berupa akral yang teraba dingin yang disertai dengan takikardi (pulse = 120 x/menit) dan hipotensi (blood pressure = 90/50 mmHg).

Pada secondary survey, terlihat abdomen datar, tampak laserasi pada regio inguinal, usus terburai, berwarna merah kebiruan, tampak peristaltik dan tidak ada perdarahan aktif.

Hasil pemeriksaan laboratorium masih dalam batas normal. Pemeriksaan imaging lain tidak dilakukan.Pasien didiagnosis luka tusuk tembus abdomen regio inguinal dextra dengan eviserasi usus halusPasien diberikan infus cairan kristaloid 2000 cc, yang diikuti dengan penurunan denyut nadi (pulse = 100 x/menit) dan peningkatan tekanan darah (blood pressure = 110/80 mmHg). Cairan kristaloid (Ringer Laktat) terus diberikan per infus sampai target Mean Arterial Pressure (MAP) di atas 60 mmHg tercapai, diberi analgetik, antibiotik, dan dipersiapkan operasi laparotomi eksplorasi cito.

Intra-operatif:

Operasi berlangsung selama 2,5 jam. Ketika peritoneum dibuka, keluar darah 1000 cc, dilakukan pemasangan tampon di empat kuadran. Dilakukan eksplorasi, hepar intak, lien intak, gaster-colon intak. Usus yang berada di luar dimasukkan ke rongga abdomen, usus yang berada di luar 80 cm anal dari lig.Treitz, 5 cm oral dari valvula Bauhini, sepanjang 430 cm. Terdapat luka pada regio inguinal dekstra berukuran 15 X 5 X 2 cm, ditutup dengan jahitan interrupted.

Usus dinilai masih intak dan edema dengan warna merah kebiruan. Saat eksplorasi dilanjutkan, tampak hematoma pada zona 2 kiri, tampak hematoma pada mesoyeyunum-mesoileum, tampak rembesan darah dicurigai berasal dari vena iliaca dekstra,yang kemudian dilakukan tampon. Selain itu juga ditemukan robekan pada daerah retroperitoneal di zona III, terdapat rembesan, kemudian diputuskan dilakukan tampon dengan roll hass 2 buah. Usus yang masih edem menyebabkan rongga abdomen tidak dapat ditutup secara primer saat itu melainkan dengan menggunakan Bogota Bag dan direncanakan operasi kembali untuk menutup rongga abdomen.

ost-operatif:

Saat di ruangan ICU (6 jam post op), ternyata pasien bangun dan duduk sehingga Bogota Bag terlepas (burst Bogota Bag), pasien kemudian diputuskan untuk repair Bogota Bag cito.

Intra-operatif yang kedua:

Operasi yang kedua ini berlangsung selama 1 jam. Dilakukan pelepasan dari Bogota Bag, tampak dilatasi dari gaster, dilakukan dekompresi. Dilakukan penilaian pada tampon, tampon dilepas, tidak terdapat rembesan dari luka di retroperitoneal (zona III), kesan perdarahan telah berhenti, diputuskan untuk aff tampon. Kemudian dilakukan penilaian pada yeyunum dan ileum, nampak edema telah berkurang, terdapat gerak peristaltik dengan kesan vital. Tekanan intra abdominal saat itu 11 mmH2O. Operasi diselesaikan dengan melakukan penutupan abdomen dengan penjahitan secara continuous.

Diskusi:

Pasien ini telah mengalami luka tusuk abdomen yang disebabkan oleh benda tumpul, yaitu stang motor.

Sesuai Advanced Trauma Life Support, penanganan yang penting untuk trauma tumpul pada abdomen adalah mengembalikan fungsi vital dan optimalisasi oksigenasi dan perfusi jaringan, menentukan mekanisme trauma, pemeriksaan fisik yang hati-hati dan diulang berkala, menentukan cara diagnostik yang khusus bila diperlukan dan dilakukan dengan cepat, tetap waspada akan kemungkinan adanya cedera vaskuler maupun retroperitoneal yang tersembunyi.

Pasca operasi pasien dalam keadaan baik, pasase usus lancar, pasien pulang 10 hari setelah operasi.

Glossary:

1. Eviserasi: merupakan keluarnya viscera (organ-organ internal, terutama organ yang terdapat dalam rongga abdomen)

2. Mean arterial blood pressure(MABP): istilah lain Mean Arterial Pressure (MAP), yaitu istilah yang digunakan untuk menggambarkan tekanan darah rata-rata pada seseorang, yang didefinisikan sebagai rerata tekanan arteri selama satu siklus jantung. MAP menggambarkan tekanan perfusi dilihat dari organ tubuh, dan nilai MAP lebih dari 60 mmHg cukup untuk mempertahankan kinerja organ tubuh. Apabila MAP lebih rendah dari nilai tersebut secara signifikan ntuk jangka waktu cukup lama, maka organ tidak akan mendapatkan suplai darah yang cukup, dan organ akan menjadi iskemik. MAP diperoleh dengan dua kali tekanan diastolik ditambah satu kali tekanan sistolik kemudian dibagi tiga.

3. Bogota bag: kantong plastik steril (sterile plastic bag) digunakan untuk menutup luka abdomen, urine bag yang dijahit ke kulit abdomen atau ke fascia dari dinding abdomen anterior. Istilah ini digunakan pertama kali oleh Oswaldo Borraez, saat beliau menjadi residen di Bogota, Columbia.

4. Ligamentum Treitz: disebut juga suspensory muscle of duodenum, menghubungkan duodenum dengan diafragma. Ligamentum ini terdiri dari pita tipis dari otot lurik diafragma dan pita fibromuskuler otot halus dari bagian ascending dan horizontal duodenum. Ligamentum ini merupakan penanda anatomis yang penting duodenojejunal junction.5. Retroperitoneal: merupakan ruang anatomis di dalam rongga abdomen di belakang (retro) dari peritoneum. Ruang anatomis ini tidak mempunyai struktur pemisah yang spesifik. Organ-organ retroperioneum hanya memiliki peritoneum pada sisi anteriornya. Retroperitoneum terbagi menjadi tiga, yaitu perirenal, pararenal anterior, dan pararenal posterior.

Syok Hipovolemik

Penatalaksanaan Syok Hipovolemik

DEFINISI SYOK HIPOVOLEMIK Syok hipovolemik adalah suatu keadaan akut dimana tubuh kehilangan cairan tubuh, cairan ini dapat berupa darah, plasma, dan elektrolit (Grace, 2006). Syok hipovolemik adalah suatu keadaan dimana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga dapat mengakibatkan multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat

Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.

Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada diabetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.

Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.

Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang.

Penatalaksanaan Syok Hipovolemik Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.

Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus: Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia.

Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan.

Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 25 g/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 812 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan.

KesimpulanBerhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.

Daftar Pustaka1. Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku: Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 499.

2. Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life Support Course for Physicians. USA, 1993 ; 75 94

3. Haupt M T, Carlson R W. Anaphylactic and Anaphylactoid Reactions. Dalam buku: Shoemaker W C, Ayres S, Grenvik A eds, Texbook of Critical Care. Philadelphia, 1989 ; 993 1002.

4. Thijs L G. The Heart in Shock (With Emphasis on Septic Shock). Dalam kumpulan makalah: Indonesian Symposium On Shock & Critical Care. Jakarta-Indonesia, August 30 September 1, 1996 ; 1 4.

5. Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 1997.

6. Atkinson R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku: Hand book of Intensive Care. London: Chapman and Hall, 1981; 18-29.

7. Wilson R F, ed. Shock. Dalam buku: Critical Care Manual. 1981; c:1-42.

8. Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413

9. LUKA TUSUK ABDOMEN

10. LUKA TUSUK ABDOMEN 11. BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangLuka robek (vulnus laceratum) sering disertai luka lecet (excoriasis), yakni luka atau rusaknya jaringan kulit luar, akibat benturan dengan benda keras, seperti aspal jalan, bebatuan atau benda kasar lainnya. Sementara luka tusuk (vulnus functum), yakni luka yang disebabkan benda tajam seperti pisau, paku dan sebagainya. Biasanya pada luka tusuk, darah tidak keluar (keluar sedikit) kecuali benda penusuknya dicabut. Luka tusuk sangat berbahaya bila mengenai organ vital seperti paru, jantung, ginjal maupu abdomen.Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya adalah reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat menyebabkan lukanya menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada saat penusukan juga akan mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan :1. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai dengan gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan yang lebih dalam maupun pada organ.2. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut, sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit seperti ekor.3. Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas dibandingkan dengan lebar senjata yang digunakan. 4. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata yang digunakan.5. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk ireguler dan besar.B. TujuanAdapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta penanganan kegawat daruratan pada Luka Tusuk Abdomen

C. Sistematika PenulisanPada penulisan makalah ini dibagi dalam tiga bab, setiap bab diuraikan secara singkat dan dalam bentuk makalah yakni :Bab satu terdiri dari pendahuluan yang berisikan latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan. Bab dua terdiri dari konsep dasar keperawatan dan asuhan keperawatan gawat darurat. Dan bab tiga berisi kesimpulan dan saran-saran.

BAB IIISII. KONSEP DASAR TEORIA. Pengertian Luka Tusuk AbdomenLuka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam yang mana luka tusuk masuk ke dalam jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat kecil pada kulit, misalnya luka tusuk pisau. Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor yaitu :1.Lokasi anatomi injury2.Kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang digunakan untuk menusuk dan arah tusukan.Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan peradangan atau infeksi.Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).B. Etiologi dan Klasifikasi1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).Disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).Disebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt) (FKUI, 1995).C. PatofisiologiTusukan/tembakan ; pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt)-Trauma abdomen- :a. Trauma tumpul abdomen Kehilangandarah. Memar/jejas pada dinding perut. Kerusakan organ-organ. Nyeri Iritasi cairan ususb. Trauma tembus abdomen Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ Respon stres simpatis Perdarahan dan pembekuan darah Kontaminasi bakteri Kematian sel c. 1 & 2 menyebabkan : Kerusakan integritas kulit Syok dan perdarahan Kerusakan pertukaran gas Risiko tinggi terhadap infeksi Nyeri akut (FKUI, 1995).D. Tanda dan Gejala1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) : Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ Respon stres simpatis Perdarahan dan pembekuan darah Kontaminasi bakteri Kematian sel2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium). Kehilangan darah. Memar/jejas pada dinding perut.Kerusakan organ-organ Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut. Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).E. KomplikasiSegera :hemoragi, syok, dan cedera.Lambat :infeksi (Smeltzer, 2001).F. Pemeriksaan DiagnostikPemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing.Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium (FKUI, 1995).G. Penatalaksanaana. Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.b. menilai urin yang keluar (perdarahan).c. Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga perut) (FKUI, 1995).II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATANA. Pengkajian DataDasarPemeriksaan fisik head to toe harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah:1. Aktifitas/istirahatData Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera (trauma)2. Sirkulasi Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas(hipoventilasi, hiperventilasi, dll),3. Integritas egoData Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenangatau dramatis)Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.4. EliminasiData Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus ataumengalami gangguan fungsi.5. Makanan dan cairanData Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahanSelera makan. Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.6. Neurosensori.Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigoData Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma,perubahan status mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.7. Nyeri dan kenyamananData Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas danlokasi yang berbeda, biasanya lama. Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih8. PernafasanData Subyektif : Perubahan pola nafas.9. KeamananData Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.Data Obyektif : Dislokasi gangg kognitif.Gangguan rentang gerak.B. Diagnosa KeperawatanDiagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) adalah :1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.2. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringan.4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.

C. Implementasi dan Intervensi1. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak diinginkan.Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.Kriteria Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.Intervensi dan Implementasi :a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.c. Pantau peningkatan suhu tubuh. R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.e. jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement. R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi. R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.2. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.Intervensi dan Implementasi :a. Pantau tanda-tanda vital.R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik. R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.c. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll. R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik. R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.3. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.Kriteria Hasil : Nyeri berkurang atau hilang Klien tampak tenang.Intervensi dan Implementasi :a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatifb. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeric. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri \R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyerid. Observasi tanda-tanda vital.R/ untuk mengetahui perkembangan kliene. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.4. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.Kriteria hasil : perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri. pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu. Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.Intervensi dan Implementasi :a. Rencanakan periode istirahat yang cukup. R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.5. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.Kriteria hasil : penampilan yang seimbang.. melakukan pergerakkan dan perpindahan. mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :0 = mandiri penuh1 = memerlukan alat Bantu.2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.Intervensi dan Implementasi :a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu. R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

D. EVALUASIEvaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma abdomen adalah :1. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.2. Infeksi tidak terjadi / terkontrol.3. Nyeri dapat berkurang atau hilang.4. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.5. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal

III. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURATA. PengkajianPengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakuakan prosedur ABC jika ada indikasi, Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.a. AirwayMuntah darahb. BreathingNafas tersengal-sengal c. CirculationPendarahan,syok,B. Diagnosa dan Intervensi keperawatan1. Defisit volume cairan dan elektrolit b/d perdarahanTujuan : terjadi keseimbangan cairanKriteria hasil : volume cairan terpenuhi,TTV dalam batas normalIntervensia. Kaji TTVb. Pantau cairan parenteral dan elektrolit,antibiotic dan vitaminc. Kaji tetesan infused. Kolaborasi pemberian cairan parenterale. Transfusi darah2. Nyeri b/d Luka penitrasi abdomenTujuan : Nyeri teratasiKriteria Hasil : Nyeri berkuran / terkontrol,TTV dalam batas normal, ekspresi wajah rileks.Intervensi : a. Kaji karakteristik nyerib. Memberikan posisi yang nyamanc. Ajarkan teknik relaksasid. Kolaborasi pemberian obat

BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanLuka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam yang mana luka tusuk masuk ke dalam jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat kecil pada kulit, misalnya luka tusuk pisau.Tanda dan gejala luka tusuk abdomen terdiri dari dua yaitu adanya Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) :Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, Perdarahan dan pembekuan darah,Kontaminasi bakteri danKematian sel. Kemudian adanya Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium) berupa Kehilangan darah, memar/jejas pada dinding perut, Kerusakan organ-organ, nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut dan Iritasi cairan usus .Adapun pengkajian yang terpenting untuk asuhan kegawat daruratan adalah Airway : Muntah darah; Breathing: Nafas tersengal-sengal dan Circulation :Pendarahan,syok.B. SaranUntuk memudahkan pemberian tindakan keperawatan dalam keadaan darurat secara cepat dan tepat, mungkin perlu dilakukan prosedur tetap/protokol yang dapat digunakan setiap hari. Bila memungkinkan , sangat tepat apabila pada setiap unit keperawatan di lengkapi dengan buku-buku yang di perlukan baik untuk perawat maupun untuk klien.

DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. EGC : Jakarta.Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.Sjamsuhidayat. 1997, Buku Ajar Bedah, EC, Jakarta.Doenges. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi 6, EGC ; Jakarta.Mansjoer,Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.UI : Media