referat saraf fix
Post on 24-Jul-2015
202 Views
Preview:
TRANSCRIPT
NERVUS VII ( FACIALIS )
I. PENDAHULUAN
Nervus facialis sebenarnya terdiri dari serabut motorik, tetapi dalam
perjalananya ke tepi nervus intermedius menggabungkan padanya. Nervus
intermedius tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandula salivatorius dan
serabut yang menghantarkan impuls pengecap dari 2/3 bagian daerah lidah.
Nervus facialis merupakan saraf cranial yang mempersarafi otot ekspressi
wajah dan menerima sensorik dari lidah, dalam perjalanannya bekerja sama
dengan nervus cranialis yang lain, karena itu dimasukkan ke dalam mix cranial
nerve.
A. Anatomi Nervus Facialis
Nervus facialis mempunyai empat buah inti yaitu :
• Nukleus Facialis untuk saraf Somatomotoris
• Nukleus Salivatorius Superior untuk saraf Viseromotoris
• Nukleus Solitarius Untuk saraf Viserosensoris
• NukleuS Sensoris Trigeminus untuk saraf Somatosensoris
Inti moturik Nervus Facialis terletak pada bagian ventolateral tegmentum Pons
bagian bawah. Dari sini berjalan kebelakang dan mengelilingi inti N VI dan
membentuk genu internal nervus facialis, kemudian berjalan ke bagian-lateral
batas kaudal pons pada sudut ponto serebelar. Saraf Inter Medius terletak pada
bagian diantara N VII dan N VIII. Serabut motorik saraf Facialis bersama-sama
dengan saraf intermedius dan saraf vestibulokoklearis memasuki meatus akustikus
internus untuk meneruskan perjalanannya didalam os petrosus (kanalis facialis).
Nernus Facialis keluar dari os petrosus kembali dan tiba dikavum timpani.
Kemudian turun dan sedikit membelok kebelakang dan keluar dari tulang
tengkorak melalui foramen stilomatoideus. Pada waktu ia turun ke bawah dan
membelok ke belakang kavum timpani di situ ia tergabung dengan ganglion
genikulatum. Ganglion tersebut merupakan set induk dari serabut penghantar
impuls pengecap, yang dinamakan korda timpani. juluran sel-sel tersebut yang
menuju ke batang otak adalah nervus intennedius, disamping itu ganglion tersebut
memberikan cabang-cabang kepada ganglion lain yang menghantarkan impuls
sekretomotorik. Os petrosus yang mengandung nervus fasialis dinamakan
akuaduktus fallopii atau kanalis facialis. Disitu nervus facialis memberikan.
Cabang untuk muskulus stapedius dan lebih jauh sedikit ia menerima serabut-
serabut korda timpani. Melalui kanaliskulus anterior ia keluar dari tulang
tengkorak dan tiba di bawah muskulus pterigoideus eksternus, korda timpani
menggabungkan diri pada nervus lingualis yang merupakan cabang dari nevus
mandibularis.
Sebagai saraf motorik nervus facialis keluar dari foramen stilomastoideus
memberikan Cabang yakni nervus auricularis posterior dan kemudian
memberikan cabang ke otot stilomastoideus sebelum masuk ke glandula Parotis.
Di dalam
glandula parotis nervus facialis dibagi atas lima jalur percabangannya yakni
temporal, servical, bukal, zygomatic dan marginal mandibularis. Jaras
parasimpatis (General Viceral Efferant) dari intinya di nucleus salivatorius
superior setelah mengikuti jaras N VII berjalan melalui Greater petrosal nerve dan
chorda Tympatni.
• Greater petrosal nerve berjalan ke ganglion pterygopalatina berganti neuron lalu
mempersarafi glandula lakrimal, nasal dan palatal.
• Chorda tympani berjalan melalui nervus lingualis berganti neuron mempersarafi
glandula sublingual dan glatldula submandibular.
Jaras Special Afferent ( Taste) : dari intinya nukeus solitarius berjalan melalui
nervus intennedius ke :
• Greater petrosal Nerve melalui nervus palatina mempersarafi taste dari palatum.
• Chorda Tympani melalui nervus lingualis mempersarafi taste 2/3 bagian depan
lidah.
Jaras General Somatik different :
Nukleus spinalis traktus trigeminal menerima impuls melalui nervus
intermedius dari MAE dan kulit sekitar telinga. Korteks serebri akan memberikan
persaratan bilateral pada nucleus N VII yang mengontrol otot dahi, tetapi hanya
mernberi persarafan kontra lateral pada otot wajah bagian bawah. Sehingga pada
lesi LMN akan menimbulkan paralysis otot wajah ipsilateral bagian atas bawah,
sedangkan pada lesi LMN akan menimbulkan kelemahan otot wajah sisi kontta
lateral. Pada kerusakan sebab apapun di jaras kortikobulbar atau bagian bawah
korteks motorik primer, otot wajah muka sisi kontralateral akan memperlihatkan
kelumpuhan jenis UMN. Ini berarti otot wajah bagian bawah lebih jelas lumpuh
dari pada bagian atasnya, sudut mulut sisi yang lumpuh tampak lebih rendah. Jika
kedua sudut mulut disuruh diangkat maka sudut mulut yang sehat saja yang dapat
terangkat. Lesi LMN : bisa terletak di pons, disudut serebelo pontin, di os
petrusus, cavum tympani di foramen stilemastoideus dan pada cabang-cabang tepi
nervus facialis. Lesi di pon yang terletak disekitar ini nervus abducens bisa
merusak akar nevus facialis, inti nervus abducens dan fasikulus longitudinalis
medialis. Karena itu paralysis facialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan
rektus lateris atau gerakan melirik ke arah lesi, Proses patologi di sekitar meatus
akuatikus intemus akan melibatkan nervus facialis dan akustikus sehingga
paralysis facialis LMN akan timbul berbarengan dengan tuli perseptif ipsilateral
dan ageusia ( tidak bisa rnengecap dengan 2/3 bagian depan lidah).
II.Penyakit Penyebab Gangguan Nervus VII ( Facialis )
1. STROKE
a. PENGERTIANStroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih
dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena
trauma maupun infeksi (WHO MONICA, 1986). Stroke dengan defisit neurologik
yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke
iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan
turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi
(Hacke, 2003). Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke
disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus,
embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah
satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke hemoragik dapat
berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan subrakhnoid (Bruno et al., 2000).
b. Patofisiologi Stroke
Infark
Stroke infarct terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Aliran darah ke otak
normalnya adalah 58 mL/100 gram jaringan otak per menit; jika turun hingga 18
mL/100 gram jaringan otak per menit, aktivitas listrik neuron akan terhenti
meskipun struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih reversibel. Jika
aliran darah ke otak turun sampai <10 mL/100 gram jaringan otak per menit, akan
terjadi rangkaian perubahan biokimiawi sel dan membran yang ireversibel
membentuk daerah infark.
Perdarahan Intraserebral
Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarahan intraserebral. Hipertensi,
khususnya yang tidak terkontrol, merupakan penyebab utama. Penyebab lain
adalah pecahnya aneurisma, malformasi arterivena, angioma kavernosa,
alkoholisme, diskrasia darah, terapi antikoagulan, dan angiopati amiloid
Perdarahan Subaraknoid
Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada percabangan
arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi arterivena atau tumor.
c. Faktor Risiko Stroke
Beban akibat stroke mencapai 40 miliar dollar setahun, selain untuk pengobatan
dan perawatan, juga akibat hilangnya pekerjaan serta turunnya kualitas hidup
(Currie et al., 1997). Kerugian ini akan berkurang jika pengendalian faktor risiko
dilaksanakan dengan ketat (Cohen,)
d. Tanda Dan Gejala Stroke
Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulkan defisit neurologis yang bersifat
akut.
Tabel. Tanda dan gejala stroke
2. Bell’s Palsy
a. Definisi
Pada penderita Bell’s palsy, terjadi unilateral facial paralysis yaitu kelumpuhan
otot wajah yang terjadi hanya pada satu sisi saja. Kejadian ini dapat terjadi secara
dramatis namun bersifat self-limiting, (bisa sembuh dengan sendirinya), dan
hanya sementara.
b. Penyebab
Ada beberapa hal yang diketahui dapat memicu terjadinya Bell’s palsy, meski hal
ini hanya dapat dipastikan hanya pada ¼ kasus. Kejadian atau fenomena yang
diduga menjadi pemicu terjadinya Bell’s Palsy adalah
Otitis media akut
Perubahan tekanan atmosfir yang tiba-tiba (misalnya saat menyelam atau
terbang)
Terpapar dengan suhu dingin yang ekstrim
Infeksi lokal dan sistemik (dapat disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur)
Multiple sclerosis
Iskhemia pada syaraf di dekat foramen stylomastoid.
Penyebab yang pasti dari kejadian ini belum diketahui, namun bisa terjadi akibat
reaktivasi herpes simpleks atau herpes zoster pada ganglion genikulata, edema
atau iskhemia syaraf, dan kerusakan syaraf akibat autoimun.
c. Gejala dan Tanda
Semua orang pada semua kelompok umur dapat terkena Bell’s palsy, namun yang
paling sering terkena adalah usia paruh baya. Lebih sering terjadi pada wanita
daripada pria. Pada anak-anak, kejadian ini biasanya dikaitkan dengan infeksi
virus, penyakit Lyme, atau sakit telinga. Ada banyak variasi dalam keparahan
gejala dan tanda. Cirri khasnya adalah kehilangan kendali otot secara tiba-tiba
pada satu sisi wajah, dan memberikan tampilan wajah yang kaku. Penderita sulit
untuk tersenyum, menutup mata, mengedip, atau menaikkan alis. Beberapa pasien
(terutama yang menderita multiple sclerosis) mengalami rasa sakit sebelum
terjadinya paralysis (kelumpuhan). Bila gejala utamanya adalah vertigo atau
tinnitus (telinga berdengung), maka dapat dicurigai adanya infeksi herpes zoster
pada telinga dan dengan demikian diagnosisnya bukan lagi Bell’s palsy melainkan
sindrom Ramsay Hunt. Ujung mulut biasanya tertarik ke bawah dan menyebabkan
air liur mudah menetes. Bicara menjadi tidak jelas, dan penderita mungkin
mengalami perubahan fungsi mengecap. Karena kelopak mata tidak dapat ditutup,
dapat terjadi kekeringan ataupun ulserasi pada konjungtiva.
3. Sindroma Guillain – Barre ( SGB )
a. Definisi
Parry mengatakan bahwa, SGB adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending
dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut.
Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya
paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun
dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.
b. Etiologi
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit
yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara
lain:
Infeksi
Vaksinasi
Pembedahan
Penyakit sistematik:
keganasan
systemic lupus erythematosus
tiroiditis
penyakit Addison
Kehamilan atau dalam masa nifas
c. Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi.Bukti-bukti bahwa
imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada
sindroma ini adalah:
1. didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi mediated
immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
2. adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3. didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada
pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.
Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya,
yang paling sering adalah infeksi virus.
d. Peran imunitas seluler
Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan penting
disamping peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang
(bone marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan
kedalam jaringan limfoid danperedaran. Sebelum respon imunitas seluler ini
terjadi pada saraf tepi antigen harus dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui
makrofag. Makrofag yang telah menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh
virus, allergen atau bahan imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh
penyaji antigen (antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan
dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif
karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma
interferon serta alfa TNF. Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang
dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam membuka sawar
darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan makrofag .
Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin
disamping menghasilkan TNF dan komplemen.
e. Patofisiologi
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan saraf
tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan
pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudian
timbul pembengkakan dan iregularitas selubung myelin pada hari ke lima, terlihat
beberapa limfosit pada hari ke sembilan dan makrofag pada hari ke sebelas,
poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas. Perubahan pada myelin, akson, dan
selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari ke enampuluh
enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. Asbury dkk mengemukakan
bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah infiltrasi sel limfosit yang
ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endo dan epineural. Keadaan ini
segera diikuti demyelinisasi segmental. Bila peradangannya berat akan
berkembang menjadi degenerasi Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan
makrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan selubung myelin dari
sel schwan dan akson.
f. Klasifikasi
Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan, yaitu:
1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy
2. Subacute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy
3. Acute motor axonal neuropathy
4. Acute motor sensory axonal neuropathy
5. Fisher’s syndrome
6. Acute pandysautonomia
III. Diagnostik dan Pemeriksaan Fisik Pada Gangguan Nervus Facialis
A. Pemeriksaan Fisik
Fungsi Motorik
Dalam memeriksa fungsi motorik, perhatikan muka penderita apakah
simetris atau tidak.Perhatikan kerutan pada dahi,pejaman mata,plika nasolabialis
dan sudut mulut. Bila asimetri ( dari ) muka jelas, maka hal ini disebabkan oleh
kelumpuhan jenis perifer. Dalam hal ini,kerutan dahi menghilang,mata kurang
dipejamkan,plika nasolabialis mendatar dan sudut mulut menjadi lebih rendah.
Pada kelumpuhan jenis sentral ( supranuclear ), muka dapat simetris waktu
istirahat, kelumpuhan baru nyata bila pemderita disuruh melakukan gerakan
misalnya menyeringai.
1) Suruh Penderita mengangkat alis dan mengerutkan dahi. Perhatikan apakah
hal ini dapat dilakukan , dan apakah ada asimetri.Pada kelumpuhan jenis
supranuclear sesisi (unilateral) penderita dapat mengangkat alis dan
mengerutkan dahinya karena otot – otot ini mendapat persarafan bilateral.Pada
kelumpuhan jenis perifer terlihat adanya asimetri..
2) Suruh Penderita memejamkan mata.Bila lumpuhnya berat, maka penderita
tidak dapat memejamkan mata; bila lumpuhnya ringan, maka tenaga pejaman
kurang kuat. Hal ini dapat dinilai dengan jalan mengangkat kelopak mata
dengan tangan pemeriksa , sedangkan pasien disuruh tetap memejamkan mata.
Suruh pula pasien memejamkan matanya satu persatu. Hal ini merupakan
pemeriksaan yang baik bagi parese ringan. Bila terdapat parese,penderita tidak
dapat memejamkan matanya pada sisi yang lumpuh. Perlu diingat bahwa ada
juga orang normal yang tidak dapat memejamkan matanya satu persatu.
3) Suruh penderita menyeringai (menunjukan gigi geligi ),mencucurkan
bibir,mengembungkan pipi. Perhatikan apakah hal ini dapat dilakukan dan
apakah ada asimetri. Perhatikan sudut mulutnya.Suruh penderita
bersiul.Penderita yang tadinya dapat bersiul menjadi tidak mampu lagi setelah
adanya kelumpuhan. Pada penderita yang tidak kooperatif atau yang menurun
kesadarannya, dan tidak dapat disuruh menyeringai, dapat dibuat menyeringai
bila kepadanya diberi rangsang nyeri, yaitu dengan menekan pada sudut
rahangnya ( m.masseter ).
4) Gejala Chvostek.Gejala Chvostekdibangkitkan dengan jalan mengetok nervus
VII.Ketokan dilakukan dibagian depan telinga. Bila positif, ketokan ini
menyebabkan kontaksi otot yang dipersarafinya. Pada tetani didapatkan gejala
chvostek positif, tetapi gejala ini juga dapat positif pada orang normal. Dasar
gejala chvostek adalah bertambah pekanya nervus fasialis terhadap rangsang
mekanik.
Fungsi Pengecapan
Kerusakan nervus VII, sebelum percabangan chorda timpani, dapat
menyebabkan ageusi ( hilangnya pengecapan ) pada 2/3 lidah bagian depan.
Untuk memeriksanya penderita disuruh untuk menjulurkan lidah, kemudian kita
taruh pada lidahnya bubuk gula, kina,asam sitrat atau garam ( hal ini dilakukan
secara bergiliran da diselingi istirahat ). Bila bubuk ditaruh penderita tidak boleh
menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bila lidah ditarik ke dalam mulut, bubuk
akan tersebar melalui ludah ke bagian lainnya, yaitu ke sisi lidah lainnya atau ke
bagian belakan lidah yang persarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita disuruh
menyatakan pengecapan yang dirasakan dengan isyarat, misalnya 1 untuk rasa
manis, 2untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin, dan 4 untuk rasa asam.
Kerusakan pada atau diatas nervus petrosus major dapat menyebabkan
kurangnya produksi air mata,dan lesi chorda timpani dapat menyebabkan
kurangnya produksi ludah.
Gagguan nervus VII
Kelumpuhan jenis lower motor neuron terjadi bila nukleus atau serabut
distalnya terganggu. Lesi pada nukleus nervus VII biasanya disebabkan oleh
gangguan peredaran darah atau tumor. Serabut disudut serebelopontin
( cerebelopontin angle) dapat rusak karena adanya meningitis basal, neuroma
akustik, meningioma, atau kelainan arteria basilaris. Ganglion genikulatum dapat
terganggu oleh virus herpes zoster dan mengakibatkan rasa nyeri di muka dan
telinga serta paresis fasialis ( sindrome ramsay hunt ). Dalam hal ini vesikel
herpetik dapat terlihat pada membrana timpani dan meatus akustikus eksterna.
Kelainan ini harus selalu di cari pada kelumpuhan fasialis jenis perifer. Lesi
nervus VII dapat pula terjadi di kanalis fasialis, misalnya oleh otitis media,
mastoiditis, kholesteotoma, dan fraktur tulang temporal.
Istilah Bell’s palsy ( kelumpuhan Bell ) biasanya digunakan untuk
kelumpuhan nervus VII jenis perifer yang timbul secara akut, yang penyebabnya
belum diketahui, tanpa adanya kelainan neurologik lain. Pada sebagian besar
penderita Bell’s palsy kelumpuhannya akan menyembuh, namun ada beberapa
diantaranya sembuh namun meninggalkan gejala sisa. Gejala sisa ini dapat berupa
: kontraktur, sinkinesia atau spasme spontan.
Kontraktur.
Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga plika nasolabialis lebih jelas
terlihat dibanding pada sisi yang sehat. Bagi pemeriksa yang belum
berpengalaman mungkin bagian yang sehat ini disangkanya lumpuh, sedangkan
bagian yang lumpuh disangkanya yang sehat.
Sinkinesia (associated movement ).Dalam hal ini otot – otot tidak dapat
digerakkan satu persatu atau tersendiri, selalu timbul gerakan bersama.Bila pasien
disuruh memejamkan mata, maka otot orbikularis orispun ikut berkontraksi dan
sudut mulut terangkat. Bila ia disuruh menggembungkan pipi, kelopak mata ikut
merapat.
Spasme spontan. Dalam hal ini otot – otot wajah bergerak secara spontan, tidak
terkendali. Hal ini disebut juga tic fasialis. Akan tetapi, tidak semua tic facialis
merupakan gejala sisa dari Bell’s palsy.
Kelumpuhan nervus VII jenis perifer pada kedua sisi kadang – kadang
sukar dideteksi, karena muka tampaknya simetris. Hal ini perlu dicurigai bila
pasien tidak dapat memejamkan kedua matanya.
IV.Penatalaksanaan
Daftar Pustaka
1. Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing.Neurologi Klinik.Fak.Kedokteran UI.2011:
jakarta
2. Dr Iskandar japardi.Jurnal kedokteran.Fak.Kedokteran USU : 2010
top related