laporan akhir -...
Post on 09-Mar-2019
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PERAN PEDAGANG PERANTARA (MIDDLEMAN)
DALAM PERDAGANGAN DALAM NEGERI
PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN
KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
2014
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahNya,
laporan “KAJIAN PERAN PEDAGANG PERANTARA (MIDDLEMAN)
DALAM PERDAGANGAN DALAM NEGERI” dapat diselesaikan. Dalam
jalur distribusi produk pertanian, selain pedagang perantara yang
melakukan transaksi jual beli, juga terdapat pedagang perantara yang
hanya bertindak sebagai perantara antar 2 (dua) pelaku usaha yang
dikenal sebagai pedangan perantara (middleman) atau ada yang
menyebut broker. Pedagang tersebut walaupun tidak memiliki barang,
namun memiliki peran dalam menentukan harga.
Selama ini sejauhmana peran dari middleman selain dalam
penentuan harga, dalam distribusi barang pertanian belum banyak
diketahui peranan lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian untuk
mengetahui peran pedagang perantara (middleman) di perdagangan
dalam negeri pada komoditi khususnya yang memiliki andil inflasi yang
tinggi.
Kegiatan ini diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat
Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, dengan tim peneliti terdiri dari
Firman Mutakin sebagai penanggung jawab kegiatan, Riffa Utama
sebagai koordinator tim dan anggotanya terdiri dari Yudha Hadian Nur, Sri
Hartini, Nasrun serta dibantu oleh tenaga ahli.
Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan,
maka kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Dalam kesempatan ini tim mengucapkan terima kasih terhadap berbagai
pihak yang telah membantu terselesainya laporan ini. Sebagai akhir kata
semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pemimpin dalam
merumuskan kebijakan di bidang perdagangan khususnya dalam
mendorong penjualan produk dalam negeri.
Jakarta, September 2014
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN ii
ABSTRAK/ABSTRACT
Dalam aktifitasnya, pedagang perantara dapat dibagi menjadi dua yaitu pedagang perantara yang melakukan transaksi jual beli dan yang hanya melakukan jasa perantara yang disebut middleman/broker. Mengingat middleman belum banyak digali peranannya dalam perdagangan dalam negeri, maka diperlukan kajian ini.
Tujuan kajian adalah melakukan pemetaan pedagang perantara termasuk middleman dalam perdagangan dalam negeri dan menganalisis peranannya. Untuk menjawab tujuan pertama dilakukan analisis diskriptif kualitatif dimana akan diidentifikasi pedagang perantara serta middleman dalam jalur distribusi, kemudian untuk menjawab tujuan kedua digunakan metode Supply Chain Analysis (SCA) untuk mengetahui siapa yang menentukan harga paling dominan. Pedagang perantara berada pada jalur distribusi cabe merah, bawang merah dan daging ayam ras, sementara middleman hanya berada pada jalur distribusi cabe merah dan bawang merah. Peran middelman dalam distribusi sangat kecil sehingga tidak memiliki andil dalam penentuan harga serta keberadaannya hanya pada saat terjadi kelangkaan pasokan. Terbentuknya harga cabe merah, bawang merah dan daging ayam ras lebih banyak dipengaruhi kekuatan suplai dan demand, namun pada saat terjadi gangguan distribusi (cabe dan bawang), pedagang besar di hilir memiliki andil dalam pembentukan harga. Kata Kunci : Pedagang Perantara, Rantai Pasok, Komoditi
Middleman can be divided into two middlemen who transaction buy and sell and only brokerage services are only doing so-called middleman/broker. The middleman has not been widely explored the maping of middlemen in domestic trade, it is necessary to study this. The purpose of the study is to map the middlemen include the fungtion of middleman in domestic trade. To answer the first objective qualitative descriptive analysis which will be identified middlemen and middlemen in the distribution channel, and then to answer the purposes both used methods of Supply Chain Analysis (SCA) to determine who most dominant sets the retail price.
Middlemen are the distribution channels red pepper, onion and chicken meat, while being just a middleman in the distribution line red pepper and red onion. Middelman function in the distribution is very small so it has no say in determining the price and it was only in the event of a supply shortage. The formation of the price of red pepper, onion and chicken meat more influenced by the power supply and demand, but in the event of disruption of distribution (peppers and onions), downstream wholesalers have contributed to the formation of prices.
Key word : Middlemen, Supply Chain, Commodity
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
ABSTRAK/ABSTRACT .............................................................................. ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 2
1.3. Tujuan Pengkajian ........................................................................ 3
1.4. Output yang Diharapkan ............................................................... 4
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak .................................................... 4
1.6. Ruang Lingkup Pengkajian ........................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 6
2.1. Fungsi Produksi ............................................................................ 6
2.2. Rantai Pasok (Beamon,1998) ....................................................... 7
2.3. Metode Delphi (Linstone, Turoff, 2002) ......................................... 7
2.4. Penelitian Sebelumnya.................................................................. 9
2.4.1. Analisis Rantai Pasokan (Supply Chain) Daging Sapi di Kabupaten Jember ............................................................ 9
2.4.2. Survey Pola Distribusi Perdagangan 16 Komoditi di 15 Provinsi Tahun 2009 ........................................................ 11
2.5. Kerangka Pemikiran .................................................................... 13
BAB III. METODE PENGKAJIAN ........................................................... 16
3.1. Metode Analisis ........................................................................... 16
3.2. Jenis Data, Sumber Metode Pengumpulan Data ......................... 18
3.2.1. Data dan Sumber Data .................................................... 18
3.2.2. Metode Pengumpulan Data ............................................. 20
3.3. Pemilihan Komoditi ..................................................................... 21
3.4. Pemilihan Responden ................................................................. 22
3.5. Lokasi Survey ............................................................................. 23
3.6. Pengolahan Data dan Analisis .................................................... 27
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 29
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN iv
4.1. Hasil Temuan Lapangan ............................................................. 29
4.2. Hasil Focus Group Discussion (FGD) Menggunakan Metode Delphi .......................................................................................... 43
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ........................................ 50
5.1. Kesimpulan ................................................................................. 50
5.2. Rekomendasi .............................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 53
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN v
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Perhitungan Margin Pemasaran pada Rantai Pasok (Supply Chain) Komoditi Bawang merah, cabe merah dan daging ayam ras.. …………………………………....
17 Tabel 3.2. Alat Analisis berdasarkan Tujuan Pengkajian ............... 18 Tabel 3.3. Data dan Sumber Data untuk Analisis Rantai Pasok
(Supply Chain Analysis) ……………………………….....
19 Tabel 3.4 Data Kondisi Saat ini di Petani dan Pedagang
Perantara ......................................................................
20 Tabel 3.5.
10 Besar Komoditi Bahan Makanan Pokok dengan Andil Inflasi tinggi dan 10 Besar komoditi pantauan BPS dengan fluktuasi tinggi Tahun 2013 ……………....
22 Tabel 3.6. Jumlah Responden untuk Tiga Komoditi …………….... 23 Tabel 4.1. Profil Pelaku Usaha Jalur Distribusi Perdagangan
Cabe Merah...................................................................
33 Tabel 4.2. Profil Pelaku Usaha Jalur Distribusi Perdagangan
Cabe Merah ..................................................................
38 Tabel 4.3. Profil Pelaku Usaha Jalur Distribusi Perdagangan
Daging Ayam Ras ……………………………..............
42 Tabel 4.4. Hasil FGD melalui Metode Delphi Informasi Peranan
Pedagang Perantara dalam Perdagangan dalam Negeri ……………………..............................................
44 Tabel 4.5. Standar Deviasi Hasil FGD melalui Metode Delphi
Informasi Peranan Pedagang Perantara dalam Perdagangan dalam Negeri ………………………......…
49
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pola Distribusi Perdagangan Cabe Merah (BPS 2009). 12 Gambar 2.2 Pola Distribusi Perdagangan Bawang Merah (BPS
2009) ............................................................................
12 Gambar 2.3 Pola Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras (BPS
2009) ............................................................................
13 Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran …………………………………...... 15 Gambar 3.1 Data untuk Tujuan Pengkajian Kedua ……………….... 21 Gambar 3.2 Jalur distribusi yang akan di teliti untuk komoditi cabe
merah dan bawang merah di provinsi Jabar …………..
24 Gambar 3.3 Jalur distribusi yang akan di teliti untuk komoditi cabe
merah dan bawang merah di provinsi Kalbar ………....
24 Gambar 3.4 Jalur distribusi yang akan di teliti untuk komoditi cabe
merah dan bawang merah di provinsi Jateng ………...
25 Gambar 3.5 Jalur distribusi yang akan di teliti untuk komoditi
daging ayam ras di provinsi Jateng ………………….....
25 Gambar 3.6 Jalur distribusi yang akan di teliti untuk komoditi cabe
merah dan bawang merah di provinsi Aceh …………...
26 Gambar 3.7 Jalur distribusi yang akan di teliti untuk komoditi cabe
merah dan bawang merah di provinsi Banten …………
26 Gambar 4.1 Jalur Distribusi Perdagangan Cabe Merah ……………. 31 Gambar 4.2 Jalur Distribusi Perdagangan Bawang Merah ………… 35 Gambar 4.3 Jalur Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras……... 40
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pedagang perantara memiliki peran yang penting dalam
perdagangan suatu komoditas, yaitu sebagai penghubung antara
produsen dan konsumen. Pedagang perantara dalam jalur distribusi
berperan mengatasi kesenjangan waktu antara proses produksi dengan
pemakaian produk oleh konsumen. Pedagang perantara turut memberikan
andil dalam menjalankan fungsi saluran distribusi, menciptakan manfaat
bentuk, manfaat waktu, manfaat tempat dan manfaat kepemilikan.Selain
itu perantara juga mendapatkan hak milik dari produk-produk tersebut
pada waktu bergerak dari produsen ke konsumen, atau secara aktif
mengalihkan hak milik produk. Dalam aktifitasnya pedagang perantara
dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu pedagang perantara yang melakukan
transaksi jual beli dan pedagang perantara yang hanya melakukan jasa
perantara dua pelaku perdagangan melakukan transaksi jual beli.
Pedagang perantara yang hanya melakukan jasa perantara dikenal
dengan istilah middleman. pedagang perantara (middleman) seringkali
dapat menentukan harga, karena biasanya sudah mendapat kepercayaan
dari produsen/ pabrik/ importir/ ekportir ataupun pelaku perdagangan
lainnya.
Dasar hukum pedagang perantara perdagangan dalam negeri pada
umumnya apabila dapat diambil dalam Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan No. 23/MPM/Kep/1998 tentang lembaga – lembaga
usaha perdagangan, dimana dalam pasal 1 butir (3) di sebutkan definisi
lembaga perdagangan yang sama definisinya dengan pedagang
perantara adalah: suatu institusi/badan yang dapat berbentuk perorangan
ataubadan usaha baik sebagai Pedagang Besar, Pedagang Pengecer,
ataupun lembaga-lembaga perdagangan lain yang sejenis, yang di dalam
tatanan pemasaran barang dan/atau jasa, melakukan kegiatan
perdagangan dengan cara memindahkan barang dan/ataujasa baik
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2
langsung maupun tidak langsung dari produsen sampai pada konsumen.
Khusus Pedagang Perantara (middleman), Indonesia menganut hukum
KUHD pasal 62 sampai dengan 73 dengan istilah makelar yang
merupakan pedagang perantara resmi secara hukum yang aktivitasnya
mengadakan pembelian dan penjualan untuk majikannya atas barang-
barang dagangan dengan mendapat upah atau provisi tertentu. Dalam
perkembangannya pedagang perantara (middleman) banyak ditemui
dalam bentuk umum tanpa diangkat resmi secara hukum namun
dipercaya oleh institusi/badan melakukan pembelian dan penjualan atas
barang dengan mendapat upah atau provisi. Untuk pedagang perantara
(middleman) umum tanpa diangkat resmi di Indonesia menganut dasar
hukum pemberian kuasa (Pasal 1792 – 1819 KUH Perdata).
1.2. Perumusan Masalah
Dalam praktek distribusi, semua pelaku perdagangan menganut
kaidah memaksimalkan keuntungan (profit maximum) telah membuat bias
peran pelaku perdagangan, Masing-masing pelaku perdagangan
berusaha mendapatkan keuntungan maksimal bahkan seringkali dianggap
tidak proporsional dengan beban dan resiko yang dimiliki masing pelaku
baik produsen, pedagang perantara, pedagang perantara (middleman)
maupun pengecer. Begitu pula dalam perdagangan komoditas, dimana
pedagang perantara berusaha mendapatkan keuntungan yang maksimal,
hingga kemungkinan marjin tidak terdistribusi merata dalam jalur distribusi.
Berdasarkan kajian Hutabarat dan Rahmanto tahun 2004 dalam
jalur distribusi komoditi pertanian, marjin keuntungan yang diterima
pedagang perantara atau petani berfluktuasi mengikuti mekanisme pasar.
Perubahan marjin keuntungan pedagang pengumpul meningkat seiring
dengan meningkatnya harga di tingkat konsumen. Sebaliknya, marjin
keuntungan relatif menunjukkan kecenderungan menurun seiring dengan
penurunan harga di tingkat produsen. Sementara itu, perolehan porsi
keuntungan dari masing-masing pelaku bisnis belum cukup merata,
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 3
dimana pedagang grosir memperoleh porsi keuntungan tertinggi,
sedangkan petani produsen memperoleh porsi keuntungan terendah.
Dalam pembentukan harga di tingkat konsumen, berdasarkan
beberapa kajian ekonomi regional yang dilakukan Bank Indonesia
menunjukkan bahwa komoditas dalam kelompok volatile foods seperti
bawang merah, cabai merah, tempe dan daging ayam ras berkontribusi
tinggi terhadap inflasi. potensi penyebab inflasi dapat dicermati melalui sisi
penawaran, yaitu jumlah penyediaan barang/jasa, juga struktur pasar,
pola distribusi serta perilaku pembentukan harga dari barang/jasa
tersebut. Pemahaman inflasi dari sisi penawaran menjadi penting karena
harga di tingkat konsumen sangat terkait dengan harga yang ditentukan
oleh tingkat distribusi sebelumnya yaitu ditingkat produsen maupun
pedagang perantara.
Dalam jalur distribusi, selain pedagang perantara yang melakukan
transaksi jual beli terdapat pedagang perantara yang hanya bertidak
sebagai perantara antar 2 pelaku usaha yang dikenal sebagai pedangan
perantara (middleman) yang juga memiliki peran menentukan harga
namun belum diteliti sejauh mana peranannya dalam jalur distribusi. Oleh
karena itu harus dilakukan kajian untuk mengetahui peran pedagang
perantara baik yang melakukan transaksi jual beli maupun pedagang
perantara yang hanya melakukan jasa perantara (middleman) di
perdagangan dalam negeri pada komoditi dengan andil inflasi yang tinggi.
1.3. Tujuan Pengkajian
Tujuan Pengkajian ini adalah:
a. Melakukan pemetaan pedagang perantara dalam perdagangan
komoditas bawang merah, cabe merah dan daging ayam ras.
b. Menganalisis peran pedagang perantara berdasarkan jenisnya
terhadap penentuan harga di tingkat konsumen
c. Mengusulkan masukan kebijakan peran pedagang perantara
komoditas bawang merah, cabe merah dan daging ayam ras
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 4
1.4. Output yang Diharapkan
Output dari pengkajian ini adalah
a. Identifikasi pedagang perantara dalam perdagangan komoditas
bawang merah, cabe merah dan daging ayam ras.
b. Teridentifikasinya peran pedagang perantara berdasarkan
jenisnya terhadap penentuan harga di tingkat konsumen.
c. Usulan masukan kebijakan peran pedagang perantara komoditas
bawang merah, cabe merah dan daging ayam ras
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak
Melalui pengkajian ini diharapkan akan diperoleh peta pedagang
perantara dalam perdagangan komoditas bawang merah, cabe merah dan
daging ayam ras. Serta teridentifikasinya peran pedagang perantara
berdasarkan jenisnya terhadap penentuan harga di tingkat konsumen.
Selain itu pengkajian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam penataan
dan pembinaan pedagang perantara agar memiliki kontribusi positif dalam
distribusi komoditas bawang merah, cabe merah dan daging ayam ras.
1.6. Ruang Lingkup Pengkajian
Pengkajian ini akan dibatasi pada aspek yang diteliti:
a. Komoditi bahan makanan dengan andil inflasi dan tingkat
fluktuasinya tinggi: bawang merah, cabe merah dan daging ayam
ras.
b. Jenis Pedagang Perantara adalah pihak-pihak yang terlibat
dalam pendistribusian komoditas dari produsen/petani sampai ke
konsumen: pengumpul, pengumpul besar/pedagang, pedagang
besar, distributor, pengecer.
c. Kebijakan pemerintah pusat maupun daerah terkait jalur distribusi
komoditas di dalam negeri.
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 5
1.7. Sistematika Laporan
Laporan pengkajian ini terbagi menjadi 5 (lima) bab yaitu :
Bab I : Pendahuluan
Bab ini mendeskripsikan latar belakang, perumusan
masalah, tujuan pengkajian, ruang lingkup pengkajian,
output laporan serta metoda pengkajian yang digunakan
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab ini merupakan panduan untuk mendeskripsikan
hasil dan analisis yang disesuaikan teori maupun
literature
Bab III : Bab ini menjelaskan metode analisis,pengumpulan data,
dan pengolahan data
Bab IV : Hasil dan Pembahasan Pengkajian
Bab ini untuk menganalisis berdasarkan output
pengkajian yang berupa analisis deskriptif kualitatif dan
kuantitatif yang dapat memberikan implikasi kebijakan
Bab V : Kesimpulan dan Rekomendasi
Bab ini untuk menjawab tujuan pengkajian serta
memberikan rekomendasi berdasarkan implikasi dan
hasil analisis
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fungsi Produksi
Aktivitas utama dari perusahaan adalah produksi. Sedangkan
produksi sendiri merupakan suatu proses mengubah input menjadi output.
Dalam jangka pendek input dari produksi atau disebut juga faktor produksi
dibedakan menjadi variabel input dan fixed input.Fungsi produksi itu
sendiri merupakan hubungan teknis fungsional antara beberapa input
dalam rangka mengubahnya menjadi output. Oleh karena itu dalam fungsi
produksi dapat mencerminkan kombinasi berbagai faktor produksi yang
digunakan untuk menghasilkan output. Selain itu fungsi produksi dapat
menunjukkan jumlah maksimum barang yang dapat diproduksi dengan
menggunakan kombinasi faktor produksi yang ada, dalam hal ini ialah
kapital dan tenaga kerja. Secara matematik, fungsi produksi dapat
digambarkan sebagai berikut:
Q = f (K, L) (2.1)
Keterangan : Q = Output L = Faktor produksi variabel (misal tenaga kerja) K = Faktor produksi tetap (misal kapital) f = Simbol fungsional yang mencerminkan hubungan
Dalam jangka pendek, faktor produksi variabel dapat diubah-ubah
jumlahnya selama periode produksi, seperti tenaga kerja, bahan baku,
dan sebagainya. Sedangkan untuk faktor produksi tetap, jumlahnya tidak
dapat diubah-ubah selama periode produksi, seperti jumlah mesin, luas
tanah, dan sebagainya. Dalam jangka panjang, seluruh faktor produksi
bersifat variabel atau dengan kata lain dapat diubah-ubah jumlahnya, hal
ini dikarenakan pada jangka panjang perusahaan sudah dapat
meningkatkan kapasitas produksinya. Sehingga faktor produksi yang pada
awalnya tetap akan menjadi berubah karena adanya peningkatan
kapasitas produksinya.
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 7
2.2. Rantai Pasok (Beamon,1998)
Rantai Pasok (Supply Chain) yaitusuatuproses yang terintergrasi
meliputi perkiraan dan perencanaan, pengadaan dan pembelian,
manufacturing (produksi) dan perangkaian, warehousing and distribution,
shipping and transportation, returns, inventory management dan order
management. Rantai pasok inisecara tradisional ditandai dengan arus
maju informasi.Selama bertahun-tahun, para peneliti dan praktisi terutama
menyelidiki berbagai proses rantai pasokan secara individual. Baru-baru
ini, telah terjadi peningkatan perhatian kinerja, desain, dan analisis rantai
pasokan secara keseluruhan.
Dari sudut pandang praktis, konsep rantai pasok muncul dari
sejumlah perubahan dalam lingkungan manufaktur, termasuk
meningkatnya biaya produksi, sumber daya, memperpendek siklus hidup
produk, globalisasi ekonomi. Rantai pasok ini melibatkan pelaku usaha
yang umumnya seperti supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel serta
pelaku usaha pendukung seperti perusahaan jasa logistik.
Terdapat lima parameter dalam mengukur kinerja dari rantai pasok
yaitu :(1) Pengiriman (on time-delivery), melihat persentase dari
pengiriman tepat waktu yang sesuai dengan permintaan konsumen. (2)
Kualitas sebagai indikator tingkat kepuasan pelanggan. Kepuasan
pelanggan dapat diukur melalui variabel kualitatif misalnya pertanyaan
setuju dan tidak setuju. (3) Waktu untuk menunjukkan berapa lama suatu
siklusi bisnis berlangsung. (4) Fleksibilitas sebagai ukuran waktu yang
digunakan untuk melihat perubahan volume produksi dalam persentase
tertentu. (5) Biaya diukur tidak hanya dalam satuan uang tetapi mengukur
juga waktu yang harus dikeluarkan untuk memproduksi.
2.3. Metode Delphi (Linstone, Turoff, 2002)
Metode Delphi merupakan metode yang sering digunakan untuk
mengumpulkan data dari responden dalam suatu pengkajian. Selain itu
dapat digambarkan sebagai sebuah metode dalam menata proses
komunikasi kelompok agar lebih efektif yang memungkinkan sekelompok
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 8
individu, secara keseluruhan, yang ditujukan untuk menangani masalah
yang kompleks.
Metode Delphi bertujuan untuk mengembangkan perkiraan dengan
cara meminta pendapat para ahli terhadap bidangnya, dan pada saat itu
pun sama menghilangkan masalah sering terjadi yaitu komunikasi tatap
muka. Metode ini ini dibuat untuk proses komunikasi kelompok yang
bertujuan untuk mencapai suatu kesimpulan dari para ahli tentang isu isu
nyata. Metode ini sudah dilakukan oleh berbagai bidang studi misalnya
perencanaan program penetuan kebijakan, dan pemanfaatan sumber
daya yang digunakan untuk mengembangkan berbagai alternatif,
menjelajahi atau mengekspos yang mendasari asumsi, serta berkorelasi
penilaian pada suatu topik yang mencakup berbagai disiplin ilmu. Metode
Delphi untuk pembangunan konsensus dengan menggunakan
serangkaian kuesioner dikirimkan menggunakan beberapa iterasi untuk
mengumpulkan data panel dari subyek yang dipilih. Menurut Dermawan
dalam Shauqi (2013), langkah-langkah dalam mengoperasikan metode
Delphi sebagai berikut :
a. Para pembuat keputusan diawali dengan identifikasi isu dan
masalah pokok yang akan diselesaikan.
b. Kuesioner dibuat dan para ahli mulai dipilih
c. Kuesioner yang dibuat kemudian dikirim kepada para ahli yang
dianggap mengetahui dan menguasai permasalah yang dihadapi.
d. Kemudian para ahli untuk mengisi kuesioner yang telah dikirim
sebelumnya untuk menghasilkan ide dan alternatif solusi
penyelasaian masalah, dan dilanjutkan dengan mengirimkan
kembali kuesioner kepada pemimpin kelompok, para pembuat
keputusan akhir.
e. Membentuk tim khusus untuk merangkum seluruh respon yang
muncul dan mengirimkan kembali hasil rangkuman kepada
partisipasi teknik ini.
f. Tahap ini para ahli diminta untuk menelaah ulang hasil rangkuman
serta menetapkan skala prioritas dari alternatif solusi yang
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 9
dianggap baik dan mengembalikan hasil rangkuman secara
menyeluruh serta masukan terakhir dalam periode waktu tertentu.
g. Proses tersebut diulang kembali sampai pembuat keputusan
mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk mendapatkan
kesepakatan dan satu alternatif solusi.
Proses metode Delphi dilakukan dengan berbagai tahap yaitu :
a. Mengembangkan pertanyaan
b. Memilih dan menghubungi responden
c. Memilih ukuran contoh
d. Mengembangkan kuesioner pertama dan melakukan uji
e. Menganalisis kuesioner pertama
f. Mengembangkan kuesioner kedua dan melakukan uji
g. Menganalisis kuesioner kedua dan dilanjutkan kepada kuesioner
nomor berikutnya
h. Menyiapkan laporan akhir
Metode Delphi baik dalam memecahkan masalah yang bersifat
umum, dikarenakan rencana kebijakan akan berkaitan erat dengan ahli-
ahli bidang tertentu. Para ahli pada bidang tertentu dapat mengeluarkan
aspirasinya yang sesuai kemampuan yang didalaminya. Metode ini tidak
memperhatikan identitas para ahli sebagai pencegahan kesamaan satu
anggota terhadap anggota yang lainnya, dan responden mempunyai
waktu yang cukup untuk mempertimbangkan dan jika perlu melihat
informasi yang diperlukan.
2.4. Penelitian Sebelumnya
2.4.1. Analisis Rantai Pasokan (Supply Chain) Daging Sapi di
Kabupaten Jember
Penelitian dilakukan oleh Annona Embar dkk di Program Studi
Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Jember pada tahun 2013.
Penelitian tersebut bertujuan: (1) untuk mengetahui aliran produk, aliran
keuangan dan aliran informasi pada rantai pasokan daging sapi
diKabupaten Jember; (2) untuk mengetahui tingkat efisiensi pemasaran
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 10
padarantai pasokan daging sapi di Kabupaten Jember; dan (3)
untukmengetahui nilai tambah pada proses pemotongan sapi potong
diKabupaten Jember. Hipotesis pada penelitian ini adalah: (1) pemasaran
pada rantai pasokan daging sapi di Kabupaten Jember adalah efisien
yangditunjukkan oleh shared value yang adil atau proporsional sesuai
dengankontribusi mata rantai; dan (2) tingkat keuntungan yang
diterimapengusaha daging memberikan persentase yang paling tinggi
padapeningkatan nilai tambah proses pemotongan sapi potong.
Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode
deskriptif dan analitik. Pengujian hipotesis penelitian dengan tingkat
efisiensi pemasaran pada rantai pasokan daging sapi. Pengujian tersebut
dilakukan dengan menggunakan konsep efisiensi pemasaran dimana
efisiensi pemasaran merupakan perbandingan antara total biaya dengan
total nilaiproduk yang dipasarkan, sehingga dapat dirumuskan
(Soekartawi, 1989):Penarikan kesimpulan berdasarkan perbandingan nilai
efisiensi pemasaran (EP) dimana rantai pasokan yang memiliki tingkat
efisiensi pemasaran lebih tinggi adalah rantai pasokan yang memiliki nilai
efisiensi pemasaran (EP) lebih kecil. Untuk mengetahui efisiensi
pemasaran berdasarkan nilai distribusi margin pemasaran pada rantai
pasokan daging sapi. Pengujian dilakukan dengan menggunakan analisis
margin pemasaran dan distribusi margin. (Rahim dan Hastuti, 2007).
Hasil dari penelitian Annona Embar dkk adalah Rantai pasokan
daging sapi di Kabupaten Jember memiliki 3 aliran yaitu aliran produk,
aliran keuangan dan aliran informasi. Aliran produk mengalir dari peternak
hingga ke konsumen akhir daging sapi. Aliran keuangan mengalir dari
konsumen akhir daging sapi ke peternak,sedangkan aliran informasi
mengalir dua arah dari peternak ke konsumenakhir daging sapi namun
belum berjalan dengan optimal yang ditandaidengan adanya sisa produk
yang tidak terjual setiap harinya. Pihak yang berperan dominan dalam
rantai pasokan daging sapi di Kabupaten Jember adalah pengusaha
daging.
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 11
Saluran distribusi daging sapi di Kabupaten Jember adalah efisien
berdasarkan nilai efisiensi pemasaran yangmendekati 0 (nol), margin
pemasaran yang menguntungkan (Ski>Sbi) dan shared value yang adil
atau proporsional sesuai dengan kontribusi yangdiberikan oleh setiap
mata rantai yang terlibat. Sehingga akan mendorongmata rantai untuk
tetap melakukan usaha sesuai dengan fungsinya dalam rantai pasokan
daging sapi di Kabupaten Jember. Proses pemotongan sapihidup menjadi
daging sapi sebagai primary product dan karkas lain sebagaiside product
mampu menghasilkan nilai tambah. peningkatan nilai tambah yang
dilakukan pengusaha daging melalui prosespemotongan sapi
menguntungkan. Nilai tambah yang mampu diberikandapat mendorong
pengusaha daging untuk tetap melakukan usaha dalam menyuplai daging
sapi di Kabupaten Jember.
2.4.2. Survey Pola Distribusi Perdagangan 16 Komoditi di 15 Provinsi
Tahun 2009
Laporan hasil survei pola distribusi perdagangan yang dilakukan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2009 untuk komoditi cabai merah,
bawang merah dan daging ayam ras menunjukkan bahwa pola distribusi
perdagangannya melibatkan banyak pedagang perantara seperti
produsen/petani, pedagang pengumpul, distributor, grosir, subdistributor,
agen, sub agen, pedagang eceran dan supermarket. Setiap provinsi
memiliki pola yang berbeda-beda dari pola yang terpanjang adalah mulai
petani/produsen → Pengumpul → distributor → subdistibutor → agen →
grosir → pedagang eceran → konsumen akhir. Sedangkan pola terpendek
dari petani/produsen → distributor → pedagang eceran → konsumen
akhir.
Kesimpulan dari survey pola distribusi perdagangan 16 komoditi di
15 Provinsi untuk komoditi cabai merah, bawang merah dan daging ayam
ras adalah seperti gambar 2.1, 2.2 dan 2.3.
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 12
Gambar 2.1 Pola Distribusi Perdagangan Cabe Merah (BPS 2009)
Gambar 2.2 Pola Distribusi Perdagangan Bawang Merah (BPS 2009)
Kegiatan Usaha lainnya
Impor
Langsung
Pedagang
Eceran
Petani
Pedagang Pengumpul
Distributor Sub
Distributor
Importir
Supermarket
Industri
Pengolahan Konsumen
Akhir
Grosir
Kegiatan Usaha lainnya
Impor
Langsung
Pedagang
Eceran
Petani
Pedagang Pengumpul
Distributor Sub
Distributor
Importir
Supermarket
Industri
Pengolahan
Konsumen
Akhir
Grosir
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 13
Gambar 2.3 Pola Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras (BPS 2009)
2.5. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam pengkajian ini, pertama akan
diidentifikasi jalur distribusi perdagangan komoditas bahan makanan yang
mempunyai andil inflasi tinggi dan berfluktuasi sepanjang tahun 2013
mulai dari produsen, pedagang perantara sampai dengan pengecer.
Untuk mengidentifikasi jalur distribusi tersebut akan dilakukan studi
literatur rantai pasok masing-masing komoditi yang di teliti, yang kemudian
dilihat peran masing-masing pedagang perantara sampai dengan
pengecer melalui data primer yang berasal dari kuesioner dan hasil
wawancara kepada pelaku usaha yang ada di jalur distribusi masing-
masing. Kerangka pemikiran dibawah ini, menjelaskan petani sebagai
produsen dari bahan makanan yang sudah ditentukan dari andil inflasi
akan memproduksi hasil pertaniannya yang direncanakan sebelumnya
seperti perencanaan ketersediaan faktor produksi seperti modal dan
tenaga kerja. Hal ini juga tidak terlepas dari biaya produksi yang
dikeluarkan oleh para petani.
Kemudian output pertanian dijual/diberikan kepada pedagang
perantara sebagai jasa untuk memasarkan output tersebut kepada
pedagang perantara lainnya/pengecer agar hasil pertanian tersebut dapat
terjual. Alasan petani memberikan hasil produksinya kepada pedagang
perantara tingkat pertama karena pedagang perantara mengetahui
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 14
informasi harga yang dapat dijual kepada pedagang perantara lainnya.
Pedagang perantara pertama yang berinteraksi perdagangan dengan
petani mendapatkan provisi dari hasil penjualannya. Provisi merupakan
imbalan yang didapat setelah memasarkan hasil output yang dapat terjual.
Pedagang perantara setelah tingkat pertama akan mendapatkan hasil
pertanian setelah dijual oleh pedagang perantara tingkat pertama dan
kemudian akan dijual kembali kepada pedagang perantara
lainnya/pengecer/pedagang besar dengan mendapatkan margin
keuntungan dari hasil penjualan tersebut.
Pedagang pengecer/pedagang besar akan menjual hasil output
pertanian kepada konsumen sesuai dengan permintaannya sehingga dari
hasil jual tersebut diharapkan mendapatkan margin keuntungan.
Pedagang perantara tingkat 1…n, pengecer/pedagang besar dalam
mendapatkan output pertanian tersebut tidak terlepas merencanakan
terlebih dahulu mengenai faktor produksi, biaya produksi serta manfaat
dan hambatan. Dari distribusi barang (rantai pasok) ini akan mengandung
pertanyaan mengenai provisi/margin yang proporsional dan pedagang
mana yang paling dominan menentukan harga.
Kerangka pemikiran yang dijelaskan adalah kerangka rantai pasok
(supply chain) yang akan dicari dalam pengkajian ini. Setelah dilakukan
pengamatan melalui survey dan wawancara, hasil wawancara tersebut
akan dilakukan pengamatan kembali melalui Focus Group Discussion
(FGD) dengan menggunakan metode Delphi. Dalam FDG akan
melibatkan para ahli yang berpengalaman dalam pedagang perantara baik
dari stakeholder, akademisi dan praktisi. Hasil metode Delphi bertujuan
untuk mendapatkan rumusan-rumusan mengambil kebijakan distribusi
komoditi.
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 15
Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran
Pedagang Perantara
(PPt) tingkat 1,2....n
Rumusan Kebijakan Distribusi Komoditi
Pedagang Perantara
( PPnt )
Analisis Berdasarkan data kuantitatif :Supply Chain Analysis
Analisis Kualitatif : Metode Delphi
Petani/ produsen
(P)
Konsumen
Pedagang
Eceran (PE)
Pedagang Perantara
( PPnt )
Provisi Margin
Margin
Provisi
Apakah Provisi/margin proporsional ? Penentu harga yang paling dominan ?
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 16
BAB III
METODE PENGKAJIAN
3.1. Metode Analisis
Untuk menjawab tujuan pertama yaitu pemetaan pedagang
perantara dalam perdagangan komoditas bawang merah, cabe merah dan
daging ayam ras digunakan analisis deskriptif kualitatif. Dimana akan
diidentifikasi jenis pedagang perantara yang ada dalam jalur distribusi
baik pedagang perantara yang melakukan transaksi jual beli dan
pedagang perantara yang hanya melakukan jasa perantara dua pelaku
perdagangan melakukan transaksi jual beli (middleman).
Kemudian untuk menjawab tujuan yang kedua menggunakan
analisis kuantitatif dengan metode Supply Chain Analysis (SCA). Dengan
metoda SCA akan diketahui tingkat efisiensi pemasaran, margin
pemasaran, distribusi keuntungan dan distribusi biaya
Adapun rumus dari tingkat efisien pemasaran :
EP= (TB/TNP)*100 (3.1)
Keterangan : EP : Efisiensi Pemasaran TB : Total Biaya (rupiah) TNP: Total Nilai Produk (rupiah)
Perhitungan efisien pemasaran (EP), ketika rantai pasokan yang
memiliki tingkat efisiensi pemasaran lebih tinggi merupakan rantai
pasokan yang memiliki nilai efisiensi pemasaran (EP) lebih kecil. untuk
melihat berapa besar margin pemasaran, distribusi keuntungan dan
distiribusi biaya dari petani, pedagang perantara hingga pengecer dapat
dilihat pada tabel 3.1.
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 17
Tabel 3.1.
Perhitungan Margin Pemasaran Pada Rantai Pasok (Supply Chain)
Komoditi Bawang Merah, Cabe Merah Dan Daging Ayam Ras.
Formula
Petani
Pedagang Perantara
dengan Transaksi
Pedagang
Perantara Non
Transaksi
Pedagang
Pengecer
Margin
pemasaran
MPpetani = Pr – Pf
MPPt n= Prn – Pfn-1
MPPnt n = Prn – Pfn-1
MPpengecer =
Prpengecer – Pf n
Distrbusi
Biaya
SBpetani = (Bpetani/
MPtotal) x 100 %
SB PPt n = (B PPt n /
MPtotal) x 100 %
SB PPnt n = (B PPt n /
MPtotal) x 100 %
SB Ppengecer=
(B Ppengecer/ MPtotal)
x 100 %
Distribusi
Keuntungan
SKpetani = (Bpetani/
MPtotal) x 100 %
SK PPt n = (K PPt n /
MPtotal) x 100 %
SK PPnt n = (k PPt n /
MPtotal) x 100 %
SK Ppengecer=
(B Ppengecer/ MPtotal)
x 100 %
Sumber : hasil olah data
Margin pemasaran yang dijelaskan pada tabel diatas terdiri dari
margin pemasaran petani, pedagang perantara dengan transaksi,
pedagang perantara non transaksi sampai dengan pengecer. Margin
pemasaran petani merupakan transaksi dari harga dari pedagang
perantara tingkat pertama dengan harga dari petani. Hal ini dapat dilihat
dari selisih dari harga dari pedagang tingkat pertama dengan harga jual
dari petani, sehingga akan terlihat berapa margin yang didapat dari petani.
Begitu juga dengan margin pedagang perantara dengan transaksi yang
didapat dari selisih margin pedagang perantara tingkat ke 2…n dengan
pedagang perantara tingkat pertama. Selanjutnya pedagang perantara
non transaksi untuk mendapatkan margin dari pemasaran dengan
mengetahui besaran provisi/fee yang diterima dari pedangang perantara
dengan transaksi. Sedangkan pihak pengecer mendapatkan margin
pemasaran didapat dari selisih harga pengecer dengan pedagang
perantara sebelumnya.
Disamping menghitung margin pemasaran, dalam penentuan harga
perlu dilanjutkan dengan menghitung distribusi margin pemasaran yang
dilihat dari distribusi biaya dan keuntungan oleh para petani, pedagang
perantara dengan transaksi, pedagang perantara non transaksi dan
pengecer. Untuk melengkapi metode Supply Chain Analysis dalam
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 18
menjawab siapa sebenarnya yang menentukan harga paling dominan dan
menangani masalah komplek dalam jalur distribusi ini, digunakan metode
Delphi dan wawancara mendalam.
Tabel 3.2
Alat Analisis berdasarkan Tujuan Pengkajian.
No Tujuan Alat Analisis
1 pemetaan pedagang perantara dalam
perdagangan komoditas bawang merah,
cabe merah dan daging ayam ras
Deskriptif Kualitatif
2. Menganalisis peran pedagang perantara
berdasarkan jenisnya terhadap
penentuan harga di tingkat konsumen
Supply Chain Analisis : efesiensi
pemasaran, margin pemasaran,
distribusi keuntungan dan distribusi
biaya
Metoda Delphi : menentukan peran
penentu harga
Sumber : hasil olah data
3.2. Jenis Data, Sumber Metode Pengumpulan Data
3.2.1. Data dan Sumber Data
Data yang diperlukan dalam pengkajian ini yaitu data sekunder dan
dan data primer.Data sekunder: Produksi, komoditi unggulan daerah.
Sumber data dari BPS Pusat, BPS Regional, Kementerian Pertanian dan
Kementerian Perindustrian.
Data primer: jalur distribusi, harga beli, harga jual, biaya dan perilaku
pedagang perantara. Sumber data dari pelaku usaha dan instansi
pemerintah daerah. Pengumpulan data primer akan dilakukan melalui
kuesioner dan wawancara mendalam dengan stakeholders meliputi
pelaku usaha dan instansi pemerintah.
Pada tabel dibawah merupakan daftar data/informasi yang
diperlukan dalam pengkajian ini. Data yang diperlukan berdasarkan
tahapan dalam rantai pasok (supply chain), yaitu dimulai dari informasi
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 19
petani ketika mempersiapkan produk untuk diberikan kepada pedagang
perantara dan menggali informasi dari pedagang perantara mengenai
kegiatan yang dilakukan dalam mendapatkan produk dari
petani.Kemudian dilanjutkan alur dari kegiatan pedagang perantara
kepada pedagang besar dan dilanjutkan menggali informasi pedagang
besar aktifitas usaha dalam mendapatkan produk dari pedagang
perantara.Kegiatan yang dilakukan oleh ketiga pelaku tersebut yang
berhubungan dengan produksi, biaya, waktu, jarak dan harga.
Tabel 3.3.
Data dan Sumber Data untuk Analisis Rantai Pasok
(Supply Chain Analysis)
No Jenis Data Keterangan Sumber Data
1 Produksi a. Berapa jumlah tenaga
kerja dalam 3 tahun
terakhir
b. Berapa modal yang
dikeluarkan pada tiga
tahun terakhir
Survey petani
2 Biaya a. Biaya dikeluarkan untuk
tenaga kerja,
pengiriman/pengambilan
dan transportasi
b. Biaya provisi perantara
Survey
petani/pedagang
perantara/pedagang
besar
3 Waktu yang dibutuhkan
selama proses
pengiriman/pengambilan
barang
a. Waktu angkut dengan
truk
b. Waktu bongkar muat di
gudang
c. Waktu tunggu (delay)
gudang dan di lokasi lain
yang mempengaruhi
proses pengiriman
barang
Survey
petani/pedagang
perantara/pedagang
besar
4 Jarak Jarak antara pelaku dengan
pelaku berikutnya
Survey
petani/pedagang
perantara/pedagang
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 20
besar
5 Harga Beli Harga beli pelaku dari pelaku
sebelumnya
Survey
petani/pedagang
perantara/pedagang
besar
6 Harga Jual Harga Jual pelaku kepada
pelaku berikutnya
Survey
petani/pedagang
perantara/pedagang
besar
Sumber : hasil olah data
Untuk mendapatkan data mengenai identifikasi pedagang perantara
yang dilihat dari interaksi petani dengan pedagang dapat juga dilihat pada
tabel 3.4.
Tabel 3.4
Data Kondisi Saat ini di Petani dan Pedagang Perantara
No Jenis Data Keterangan Sumber Data
1 Manfaat dengan
adanya pedagang
perantara
Apakah ada manfaat dengan adanya
pedagang perantara
Survey petani
2 Hambatan Hambatan apa saja yang dialami
sekarang oleh petani/pedagang
perantara
Survey
petani/pedagang
besar
3 Proses operasional Penentuan harga, daya tawar,
perencanaan keuangan
Sumber : hasil olah data
3.2.2. Metode Pengumpulan Data
Pada pengkajian ini akan menggunakan supply chain (rantai pasok),
dimana dalam melakukan survey akan menangkap kesinambungan
proses aliran nilai tambah keuntungan dari masing-masing responden
(petani, pengumpul dan pedagang besar). Rantai pasok (supply chain)
yang disurvey meliputi petani, pengumpul dan pedagang besar yang
dapat diperlihatkan pada gambar 3.1.
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 21
Gambar 3.1. Data untuk Tujuan Pengkajian Kedua
Metode survey melalui metode wawancara dengan menggunakan
kuesioner yang dibutuhkan untuk mendapatkan informasi.Wawancara
diperlukan untuk menggali informasi yang sesuai dengan tujuan
pengkajian. Wawancara dilakukan terutama kepada responden yang
mengetahui kondisi teknis di lapangan.Survey dilakukan dengan beberapa
kelompok responden yang sudah ditentukan melalui perhitungan statistik
dan objek . Selain itu ada beberapa hal pertanyaan yang akan ditanyakan
kepada semua kelompok responden.
Data dalam pengkajian ini yaitu data primer yang bersifat persepsi
yang didapat dari hasil survey dilapangan. Setelah melakukan proses
survey lapangan, selanjutnya dilakukan proses pengkodean, validasi data
yang telah terkumpul, melakukan input data kuesioner, hingga tabulasi
hasil input data.
3.3. Pemilihan Komoditi
Pemilihan komoditi diambil berdasarkan nilai andil inflasi tahun 2013
dan tingkat fluktuasi harga komoditi yang tinggi. Dalam pemilihan komoditi
Petani/produsen Pedagang
Perantara/pengumpul Pedagang
Eceran
a. Biaya :
- Pengambilan ke petani
- Pengiriman ke pedagang besar
- Provisi perantara
b. Waktu pengambilan
c. Jarak d. Harga e. Kapasitas
pengumpul f. pengolahan
a. Biaya :
- Pengambilan ke pedagang perantara
- Provisi perantara
b. Waktu pengambilan
c. Jarak d. Harga e. Kapasitas
pengumpul f. pengolahan
a. Biaya :
- Produksi
- Pengiriman ke pedagang pengumpul
- Provisi perantara
b. Waktu pengiriman
c. Jarak d. Produksi
e. harga
Data untuk
tujuan kedua
Perantara Perantara
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 22
dengan cara memberi peringkat komoditi bawang merah, cabe merah dan
daging ayam ras pokok yang memiliki andil inflasi paling besar dengan
angka 34%. Dari kelompok komoditi bahan makanan pokok dipilih
komoditi yang memiliki andil inflasi besar dan berfluktuasi paling tinggi.
Berikut peringkat 10 besar dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.5.
10 Besar Komoditi Bahan Makanan Pokok dengan Andil Inflasi tinggi
dan 10 Besar komoditi pantauan BPS dengan fluktuasi tinggi Tahun
2013
PERINGKAT KOMODITI Andil
Inflasi
1 Bawang Merah 0.38
2 Cabe Merah 0.31
3 Jagung Manis 0.30
4 Ikan Segar 0.30
5 Beras 0.20
6 Daging Sapi 0.11
7 Jeruk 0.11
8 Daging Ayam Ras 0.11
9 Ikan Diawetkan 0.09
10 Apel 0.08
Sumber : BPS (diolah)
Komoditi yang memiliki peringkat 10 besar di kedua kriteria tersebut
diatas adalah Cabe Merah, Bawang Merah dan Daging Ayam Ras.
3.4. Pemilihan Responden
Metoda penentuan responden dalam pengkajian ini adalah purposive
sampling, dimana responden yang diambil ditentukan berdasarkan
kebutuhan dari pengkajian. Responden yang dipilih adalah petani,
pedagang perantara dan pedagang eceran komoditas bawang merah,
cabe merah dan daging ayam ras dalam satu jalur distribusi mulai dari
produsen sampai dengan pedagang pasar di ibukota provinsi. Dalam satu
jalur distribusi komoditi di daerah survei adalah 10 responden, jadi total
PERINGKAT KOMODITI
Koefisien
Keragaman
1 Bawang Putih 40,49
2 Bawang Merah 32,08
3 Cabai Rawit 27,14
4 Cabai Merah 19,62
5 Daging Ayam Ras 9,40
6 Telur A. Ras 6,81
7 Emas Perhiasan 6,76
8 Tempe 5,13
9 Ikan Bandeng 4,43
10 Gas Elpiji Tabung 3kg 3,44
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 23
perdaerah survei adalah 30 responden dan total keseluruhan adalah 150
responden. Selain kuesioner yang akan diambil dari responden di jalur
distribusi juga akan dilakukan wawancara mendalam kepada stakeholder
di lokasi survei. Berikut tabel 3.6 jumlah responden yang akan disurvey
berdasarkan komoditi dan daerah survey
Tabel 3.6. Jumlah Responden untuk Tiga Komoditi
Daerah Survey Jabar Jateng Kalbar Aceh Banten
Petani 3 3 3 3 3
PPn 9 9 9 9 9
Ppn+1...n 12 12 12 12 12
PE 6 6 6 6 6
Jumlah 30 30 30 30 30
Sumber : hasil olah data
3.5. Lokasi Survey
Berdasarkan data Kementan, provinsi penghasil cabai merah,
bawang merah dan daging ayam ras adalah provinsi yang ada di pulau
Jawa, Sumatera bagian utara, Provinsi Sulawesi Selatan dan Nusa
Tenggara Barat. Untuk mendapat gambaran hasil pengkajian yang cukup
maka dipilih provinsi yang merupakan sentra dan bukan sentra produksi
yaitu sebagai berikut :
1. Provinsi Jawa Tengah :
Kabupaten Brebes ke pasar Johar - Semarang
2. Provinsi Jawa Barat :
Kabupaten Garut ke pasar induk Caringin
3. Provinsi Nanggro Aceh Darussalam :
Pasar Induk Lamboru (kabupaten Aceh Besar)
ke pasar baru di kota Banda Aceh
4. Provinsi Banten :
Pasar Induk Tanah Tinggi Kota Tanggerang ke Kota Serang
5. Provinsi Kalimantan Barat (Bukan Sentra Produksi)
Kabupaten Pontianak ke pasar Flamboyan kota Pontianak
Sentra Produksi
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 24
Dalam melakukan analisis value chains maka ditentukan jalur distribusi
dari masing-masing komoditi dari sentra produksi ke pasar disetiap ibu
kota provinsi lokasi survey. Berdasarkan data Kementan, sentra produsen
di provinsi Jawa Barat maka jalur distribusi yang akan di teliti untuk
komoditi cabe merah dan bawang merah dari kabupaten garut ke pasar
induk Caringin kota Bandung dan untuk komoditi daging ayam ras dari
dari sentra di sekitar kota Bandung ke pasar induk Caringin kota Bandung.
Gambar 3.2. Jalur distribusi yang akan di teliti untuk komoditi cabe
merah dan bawang merah di provinsi Jabar
Untuk provinsi Kalimantan Barat jalur distribusi yang akan di teliti
untuk komoditi cabe merah dan daging ayam ras adalah dari kabupaten
Pontianak ke pasar Flamboyan kota Pontianak. Untuk komoditi bawang
merah adalah di sekitar kota Pontianak
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 25
Gambar 3.3. Jalur distribusi yang akan di teliti untuk komoditi cabe
merah dan bawang merah di provinsi Kalbar
Untuk provinsi Jawa Tengah jalur distribusi yang akan di teliti untuk
komoditi cabe merah dan bawang merah adalah dari kabupaten Brebes
ke pasar Johar kota Semarang. Untuk komoditi daging ayam ras dari kab
Semarang ke pasar Johar kota Semarang.
Gambar 3.4. Jalur distribusi yang akan di teliti untuk komoditi cabe
merah dan bawang merah di provinsi Jateng
Gambar 3.5. Jalur distribusi yang akan di teliti untuk komoditi daging
ayam ras di provinsi Jateng
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 26
Untuk provinsi Nanggro Aceh Darussalam maka jalur distribusi
yang akan di teliti adalah untuk komoditi cabe merah, bawang merah dan
daging ayam ras adalah dari pasar induk lamboru – Aceh Besar ke pasar
baru di kota Banda Aceh
Gambar 3.6. Jalur distribusi yang akan di teliti untuk komoditi cabe
merah dan bawang merah di provinsi Aceh
Untuk provinsi Banten maka jalur distribusi yang akan di teliti
adalah untuk komoditi cabe merah, bawang merah dan daging ayam ras
adalah dari pasar induk tanah tinggi kota Tanggeran ke pasar di kota
Serang
Gambar 3.7. Jalur distribusi yang akan di teliti untuk komoditi cabe
merah dan bawang merah di provinsi Banten
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 27
3.6. Pengolahan Data dan Analisis
Setelah mendapatkan data lengkap, kemudian dapat melakukan
pengolahan data dan analisis hasil survey. Mendapatkan jawaban pada
tujuan pertama melalui Supply Chain Analysis (SCA) yang didapat dari
hasil survey melalui wawancara berbentuk kuesioner. Dari hasil kuesioner
tersebut akan diinput untuk mendapatkan nilai dari tingkat efisiensi
pemasaran dengan menghitung rasio total biaya dengan nilai produk.
Data yang didapat terdapat pada tabel 3.1. Kemudian dilanjutkan dengan
menghitung distribusi margin pemasaran dari petani, perantara dan
pedagang besar. Untuk mendapatkan distribusi margin pemasaran dari
masing-masing pelaku dengan cara mengolah data dengan perhitungan
selisih harga ditingkat pelaku ke n dengan penjumlahan harga ditingkat
para pelaku dan provisi perantara. Kemudian untuk mendapatkan nilai
tambah dengan cara mengolah data melalui menginput data nilai output
dan menjumlahkan data harga beli bahan baku, harga tenaga kerja dan
harga input lainnya sebagai perhitungan nilai input. Pengolahan data ini
akan dilanjutkan dengan menginput data selisih nilai output dengan nilai
input.
Selanjutnya pengolahan data untuk menjawab tujuan kedua yaitu
penentuan harga pasar dengan metode Delphi. Sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya proses pengolahan data dari metode Delphi
dilakukan dengan berbagai langkah sebagai berikut :
1. Melakukan identifikasi dari masalah yang akan dikaji dengan
seperangkat pertanyaan yang telah disusun secara tepat oleh
anggota kelompok yang diminta untuk menyampaikan kesimpulan-
kesimpulan yang potensial.
2. Kuesioner pertama diberikan kepada anggota secara terpisah untuk
diisi tanpa menuliskan nama.
3. Hasil kuesioner pertama dihimpun lalu dicatat dan kemudian
diperbanyak ke sekretariat kelompok.
4. Setiap anggota diberikan tembusan hasil rekaman.
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 28
5. Setelah ditinjau hasilnya maka para anggota akan ditanyai kembali
mengenai kesimpulan-kesimpulan mereka. Hasil yang baru
umumnya para anggota akan memberikan kesimpulan baru atau
memungkinkan mengubah kesimpulan pertama.
6. Dilanjutkan dengan meneruskan pada langkah ke-4 dan ke-5
dengan cara pengulangan sesering para anggota diperlukansampai
tercapai satu konsensus.
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan menjelaskan temuan hasil survey dan diskusi
dengan para ahli melalui metode Delphi. Dari hasil temuan melalui survey,
terdapat beberapa karakteristik atau perilaku pedagang perantara yang
dapat mempengaruhi perdagangan dalam negeri. Pedagang perantara
yang diamati yaitu pedagang perantara pada komooditi bahan makanan
(sektor pertanian) yang memiliki andil inflasi. Berdasarkan hasil andil
inflasi dari perhitungan median diperoleh komoditi cabe, bawang merah
dan daging ayam potong/ras sebagai andil inflasi yang cukup besar.
Temuan hasil survey ini mendapatkan informasi yang cukup banyak dan
dapat dijadikan sebagai acuan dalam membuat kebijakan.
4.1. Hasil Temuan Lapangan
Temuan yang akan dianalisis merupakan temuan dari daerah
Kalimantan Barat, Semarang, Aceh dan Bandung. Temuan dari hasil
survey akan dilihat berdasarkan komoditi. Umumnya cabai merah memiliki
struktur pasar bersifat oligopoly, dimana terdapat produsen yang
menguasai pasar baik secara individu maupun bekerjasam dengan
produsen dalam mempengaruhi harga pasar. Hal ini terjadi di Kalimantan
Barat yang memiliki struktur oligopoly. Persentase terbesar dari jalur
distribusi didominasi oleh pengepul/tengkulak wilayah setempat atau
grosir. Pengepul mendistribusikan kepada pedagang besar dan grosir.
Terdapat beberapa wilayah yang disurvey menjelaskan tengkulak mencari
komoditas cabai merah kemana-mana untuk mendapatkannya.
Beberapa pengepul dan tengkulak mengirim langsung ke pasar
induk dan terkadang pedagang pasar induk membeli langsung yang
sudah termasuk ongkos. Kemudian penentuan harga pada cabai merah
ini bergantung dari biaya pembeli input. Terkadang para petani meminta
modal terlebih dahulu kepada tengkulak sehingga resiko yang didapat
oleh petani lebih besar. Jadi dapat diindikasikan harga pasar ditentukan
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 30
oleh biaya input komoditas cabai merah. Jalur distribusi komoditas cabai
merah dimulai dari petani yang menjual kepada pengepul/tengkulak diluar
wilayah seperti ke grosir atau pasar induk. Selanjutnya pengepul tersebut
mendistribusikannya ke pedagang besar diluar wilayah produksi cabai
merah.
Keberadaan pedagang perantara Non Transaksi (broker) pada
distribusi cabe merah terletak pada sektor hilir yaitu diantara pedagang
besar/bandar dengan pengecer. Broker pada jalur tersebut berperan
mencarikan cabe merah untuk para pedagang pengecer baik dalam
jumlah maupun kualitas.
Kegiatan broker biasanya menjemput cabai merah yang dikirim ke
pasar induk oleh pengumpul besar yang sebenarnya komoditi tersebut
sudah dibeli pedagang besar. Jadi sebelum cabe merah sampai ke pasar,
diantara para broker biasanya bersaing untuk mendapatkan cabe merah
yang masih berada di atas truk. Para broker berusaha memilih cabe
merah yang baik dan karung-karung cabe merah yang terpilih diberi tanda
yang artinya sebagai barang kekuasaannya. Barang yang telah dipilih
kemudian diberikan kepada pedagang pengecer. Dalam hal ini para
broker tidak melakukan transaksi jual beli, akan tetapi hanya
mendapatkan jasa mencarikan barang sebesar Rp 5.000/karung (50kg).
Munculnya broker tersebut tidak terjadi setiap saat, namun hanya
pada saat barang sulit didapat atau produksi sedikit. Demikian juga
keberadaannya, ternyata broker cabe merah hanya berada di Pasar
Induk Cibitung Bekasi dan pasar Induk Tanah Tinggi Tangerang.
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 31
Gambar 4.1 Jalur Distribusi Perdagangan Cabe Merah
Sementara itu, untuk pedagang perantara lainnya dikatagorikan
sebagai pedagang yang melakukan transaksi. Pedagang perantara cabe
merah yang melakukan transaksi, keberadaannya dari hulu sampai hilir.
Pedagang perantara yang melakukan transaksi terdiri dari pengumpul
kecil, pengumpul besar di sektor hulu, pedagang besar di sektor hilir yang
keberadaanya di dekat pasar induk serta pedagang pengecer.
Volume pembelian, sarana transportasi, marjin biaya dan
keuntungan, marjin pemasaran pada pelaku usaha yang terlibat dalam
distribusi cabe merah bervariasi. Volume pembelian pedagang pengumpul
kecil cabe merah berkisar 20 sampai 30 kg. Untuk mendapatkan komoditi
tersebut, pedagang pengumpul biasanya mendatangi petani dengan
menggunakan alat transportasi sepeda motor. Cabe merah yang telah
terkumpul dari beberapa petani dan setelah mencapai 80 kg sampai
dengan 100 kg, kemudian dijual kepada pedagang pengumpul besar.
Proses pembelian cabe merah pedagang pengumpul kepada
petani biasanya dilakukan secara tunai karena volume pembeliannya
relatif kecil. Marjin pemasaran di tingkat pedagang pengumpul sebesar Rp
1.000/kg dengan share keuntungan sebesar 10-15% dan biaya sebesar
2%.
Kemudian volume pembelian maupun penjualan untuk pedagang
pengumpul besar berkisar 1 sampai 2 ton. Untuk mendapatkan komoditi
tersebut, pedagang pengumpul besar biasanya didatangi para pengumpul
Petani Pengumpul Kecil
Konsumen
Akhir
Pengumpul Besar
Pedagang besar/Bandar
Pedagang Pengecer
Hulu
Hilir
Pedagang perantara NT
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 32
kecil dan selanjutnya menjual ke pedagang besar di pasar dengan
menggunakan alat transportasi mobil.
Proses pembelian cabe merah pedagang pengumpul besar kepada
pengumpul kecil dilakukan secara tunai dan penjualannya secara tempo,
tergantung dari kesepakatan. Marjin pemasaran di tingkat pedagang
pengumpul besar sebesar Rp 2.000/kg dengan share keuntungan sebesar
20% dan biaya sebesar 8%.
Untuk pedagang besar yang keberadaannya di pasar, volume
pembeliannya berkisar 1 sampai 2 ton, kemudian penjualannya kepada
pengecer biasanya sebesar 80 sampai 100 kg.
Transaksi pembelian oleh pedagang besar, dilakukan secara tempo
(dibayar belakang). Harga pembeliannya berdasarkan kesepakatan dan
besaran harga ditentukan mekanisme pasar. Dalam hal pembayaran,
sering terjadi apabila harga di pasar ternyata lebih rendah dari harga yang
sudah disepakati, pedagang besar biasanya selalu minta kompensasi atas
penurunan tersebut dan sebaliknya apabila harga di pasar lebih tinggi dari
harga kesepakatan, keuntungannya tetap dinikmati pedagang besar.
Dalam hal ini dapat diartikan bahwa pedagang besar memiliki resiko bisnis
yang lebih kecil dibandingkan dengan pedagang pengumpul besar.
Volume penjualan pedagang besar berkisar sekitar 1 sampai 2 ton
dengan marjin pemasaran sebesar Rp 2.000,-/kg dan share keuntungan
sebesar 20% dan share biaya sebesar 8%. Kemudian untuk pedagang
pengecer, transaksi jual belinya pada umumnya secara tunai karena
volume penjualannya relatif kecil. Marjin pemasaran pengecer sebesar Rp
2.000/kg dengan share keuntungan sebesar 20% dengan share biaya
sebesar 5%.
Dengan melihat perbandingan antara share biaya dan share
keuntungan diantara para pedagang perantara dalam jalur distribusi cabe
merah, dapat dikatakan yang paling mendapatkan nilai tambah paling
besar adalah pedagang pengumpul besar dan pedagang besar karena
dengan share keuntungan yang relatif sama dengan pedagang lainnya
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 33
(pengumpul kecil dan pengecer) namun valume penjualannya paling
tinggi.
Khusus petani cabe merah, share keuntungan yang didapat sebesar
30-40% merupakan tebesar diantara lembaga yang terlibat dalam
distribusi cabe merah. Namun demikian mengingat volume yang
diproduksi relatif kecil, maka total keuntungan yang diperoleh jauh lebih
kecil dibandingkan pedagang pengumpul besar maupun pedagang besar.
Sementara itu dengan share biaya yang dikeluarkan petani cabe merah
sebesar 77% terbesar diantara lembaga yang terlibat dalam perdagangan
cabe merah, hal ini berarti petani paling besar menanggung resiko
dibandingkan lembaga usaha lainnya.
Tabel 4.1 Profil Pelaku Usaha Jalur Distribusi Perdagangan Cabe
Merah
Profil Petani Pengumpul Kecil
Pengumpul Besar
Pedagang Besar
Pedagang Pengecer
Skala Usaha Kecil (rata-rata transaksi pembelian 20-30Kg, rata-rata transaksi penjualan 80-100Kg)
Besar (rata-rata transaksi pembelian dan penjualan1-2 ton
Besar (rata-rata transaksi pembelian dan penjualan 1-2 ton
Kecil rata-rata transaksi pembelian 80-100Kg, rata-rata transaksi penjualan 1-10Kg
Alat Transportasi
Motor Mobil Mobil
Sistem Pembayaran
Beli dan Jual : Tunai
Beli :Tunai, Jual : tempo
Beli : Tempo, Jual : Tunai
Beli dan Jual : Tunai
Margin Pemasaran
Rp.3000 Rp.1000 Rp.2000 Rp.2000 Rp.2000
Share Biaya 77% 2% 8% 8% 5%
Share Keuntungan
30-40% 10-15% 20% 20% 20%
Sumber : hasil pengolahan data primer
Peran pedagang perantara dalam komoditi cabai merah adalah
pedagang besar dan pengumpul besar. Dari pendistribusian cabai merah
yang dilihat rantai pasok peranan terbesar dari hilir adalah pengumpul
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 34
besar dan distribusi dari hulu adalah pedagang besar. Rantai pasok dari
pengumpul besar terhadap pedagang besar berdampak terhadap pasokan
pedagang perantara non transaksi dan pengecer besar. Aktivitas dari hilir
(lihat gambar 4.1) pedagang perantara non transaksi dapat melakukan
aktivitas dari kinerja pedagang besar. Berdasarkan gambar 4.1, ternyata
rantai pasok dari distribusi komoditi cabai merah tidak terdapat irisan. Hal
ini mengindikasikan tidak ada peranan ganda dari masing-masing
pedagang, pengumpul atau pengecer pada aktivitasnya yang ada di hulu
maupun hilir.
Kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing pedagang besar,
pengumpul besar atau pengecer sudah mempunyai aktivitas baik resiko
maupun keuntungan. Tidak adanya irisan tersebut, maka setiap pelaku
sudah mendapatkan informasi tersendiri meskipun informasi tersebut
belum tentu valid. Berdasarkan profil para pelaku di distribusi cabai
merah, kategori skala usaha pengumpul kecil dalam kategori skala usaha
kecil. Meskipun skala usaha kecil tetapi memiliki tingkat resiko yang lebih
rendah dibandingkan pedagang besar dan pengumpul besar karena
hanya memiliki share biaya yang relative kecil. Kemudian share biaya,
margin pemasaran, share keuntungan dari pelaku pengumpul besar,
pedagang besar dan pengecer memiliki nilai yang sama. Ketiga pelaku
tersebut memiliki informasi yang sama dan dimungkinkan memiliki ikatan
cukup kuat dalam informasi. Penentuan share biaya, margin pemasaran
dan keuntungan, pada umumnya bergantung dari informasi pedagang
besar dan pengumpul besar.
Kemudian untuk broker bawang merah, posisinya berada di hulu
saluran distribusi bawang yaitu diantara penebas dan petani serta diantara
penebas dengan pedagang besar/centeng. Broker bawang merah
biasanya sebagai kaki tangan para penebas dan berperan mencari petani
bawang serta menangani pasca panen sampai dengan barang tersebut
siap dijual sesuai dengan kualitasnya.
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 35
Sama dengan broker cabe merah, broker cabe merah juga tidak
melakukan transaksi jual beli, akan tetapi hanya mendapatkan jasa
sebesar Rp 100/kg. Keberadaan broker bawang merah tersebut terjadi
setiap saat dan tidak tergantung pada musim. Mengingat kegiatan broker
bawang merah selalu berhubungan dengan petani, maka keberadaannya
selalu berada di sentra-sentra produksi bawang.
Kemudian broker bawang merah lainnya yang posisinya diantara
penebas dengan pedagang besar/centeng, berperan hanya mencarikan
barang untuk pedagang besar/centeng dari para penebas. Broker tersebut
perannya sama dengan broker cabe merah dengan mendapatkan fee
sebesar Rp 5.000/karung (50 kg).
Gambar 4.2 Jalur Distribusi Perdagangan Bawang Merah
Sementara itu, untuk pedagang perantara lainnya dikatagorikan
sebagai pedagang yang melakukan transaksi. Pedagang perantara
bawang merah yang melakukan transaksi, keberadaannya juga dari hulu
sampai hilir. Pedagang perantara bawang merah yang melakukan
transaksi terdiri dari penebas, pedagang besar/centeng dan pedagang
pengecer yang keberadaanya di pasar-pasar baik tradisional maupun
pasar induk.
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 36
Penebas untuk mendapatkan bawang merah pada umumnya
mendatangi petani tanpa melalui kaki tangannya. Kegiatan mencari
bawang petani, pasca panen dari pengeringan, pemilahan/pembersihan
sampai menghasilkan bawang yang siap dijual dilakukan tanpa melalui
broker. Dalam operasional, penebas biasanya menggunakan mobil karena
bawang yang dibeli maupun dijual relatif besar.
Bawang merah yang diperoleh penebas, tidak hanya berasal dari
sentra produksi setempat, tetapi dapat berasal dari daerah lain. Sebagai
contoh penebas di daerah Brebes mandatangkan bawang dari kendal
untuk dijual ke daerah lain. Penebas yang biasanya merangkap sebagai
petani bawang yang sukses di daerahnya menjual bawang sesuai dengan
jenisnya. Umumnya bawang merah lokal hanya dijual didaerah Kramat
Jati, sedangkan bawang merah regol ke pasar Cibitung, Surabaya dan
Bandung.
Transaksi pembelian yang dilakukan oleh penebas bawang merah
antara 10 sampai dengan 30 ton. Jumlah tersebut dapat berasal dari satu
petani bawang maupun lebih. Bawang yang sudah terkumpul biasanya
dijual ke pedagang besar di pasar induk maupun ke pedagang besar yang
berada di sentra produksi. Transaksi penjualan ke pedagang besar di
pasar induk biasanya 1 sampai dua ton. Untuk pedagang besar di sentra
produksi pada umumnya mampu menampung bawang merah cukup besar
dan selanjutnya dijual ke luar daerah/antar pulau maupun kepada industri
makanan yang memerlukan bawang merah.
Bawang merah yang dijual ke luar daerah/antar pulau ditujukan ke
Propinsi Lampung, Palembang dan Kalimantan oleh pedagang antar
pulau. Kemudian pedagang antar pulau biasanya menjual ke agen di
wilayah setempat.
Transaksi jual beli yang dilakukan penebas dilakukan secara tunai,
dan dalam jual beli tersebut, penebas bawang merah mendapatkan marjin
pemasaran sebesar Rp 5.000/kg dengan share keuntungan sebesar 40%
dan shre biaya sebesar 32%. Volume pembelian bawang merah yang
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 37
dilakukan pedagang besar di pasar ternyata hanya 1 sampai 2 ton, lebih
kecil dari penebas. Hal ini menunjukkan bahwa permodalan penebas lebih
kuat dibandingkan dengan pedagang besar di pasar. Sama dengan pola
pembayaran pedagang besar cabe merah, pedagang besar bawang
merah juga melakukan pembayaran secara tempo dan penjualannya ke
pengecer secara tunai. Marjin pemasaran yang diperoleh pedagang
besar bawang merah sebesar Rp 2.000/kg dengan share keuntungan
17% dan share biaya sebesar 6%. Kemudian untuk pengecer bawang
merah, volume pembeliannya berkisar 100 kg dan penjualannya antara 1
sampai 10 kg dengan sistem pembayaran tunai untuk jual maupun
belinya.
Dengan melihat perbandingan antara share biaya dan share
keuntungan diantara para pedagang perantara dalam jalur distribusi
bawang merah, dapat dikatakan yang paling mendapatkan nilai tambah
paling besar adalah penebas karena dengan share keuntungan yang
relatif sama dengan pedagang lainnya (pedagang besar dan pengecer),
namun volume penjualannya paling tinggi.
Khusus petani bawang merah, share keuntungan yang didapat
sebesar 25 - 30% merupakan tebesar diantara lembaga yang terlibat
dalam distribusi bawang merah. Namun demikian mengingat volume yang
diproduksi relatif kecil, maka total keuntungan yang diperoleh jauh lebih
kecil dibandingkan penebas. Sementara itu share biaya yang dikeluarkan
petani bawang merah sebesar 56% terbesar diantara lembaga yang
terlibat dalam perdagangan bawang merah, hal ini berarti petani paling
besar menanggung resiko dibandingkan lembaga usaha lainnya.
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 38
Tabel 4.2 Profil Pelaku Usaha Jalur Distribusi Perdagangan Cabe
Merah
Sumber : hasil pengolahan data primer
Berdasarkan penjelasan dari komoditi bawang merah, pedagang
perantara yang memberikan andil besar dalam jalur distribusi yaitu
penebas. Penebas menjadi penentu keuntungan maupun ketersediaan
bawang merah untuk pedagang besar maupun pengecer. Peranan
penebas tidak hanya berkontribusi diwilayah sendiri saja tetapi melakukan
perdagangan bawang merah antar pulau. Penebas memiliki peranan
ganda rantai pasok bawang merah yaitu memberikan kontribusi baik di
hilir maupun di hulu. Dalam rantai pasok bawang merah terdapat irisan
yang dikarenakan adanya peranan ganda dari pelaku penebas. Besarnya
peranan penebas menjadikan ketergantungan bagi pelaku lainnya seperti
pedagang besar/centeng dan pengecer.
Profil Petani Penebas Pedagang Besar Pedagang
Pengecer Skala Usaha besar besar (rata-rata
transaksi
pembelian 10-
30 ton, rata-rata
transaksi
penjualan 1-2
ton)
menengah
(rata-rata
transaksi
pembelian 1-2
ton dan
penjualan 100-
200Kg
Kecil rata-rata
transaksi
pembelian 100Kg,
rata-rata transaksi
penjualan 1-10Kg
Alat
Transportasi Mobil Mobil
Sistem
Pembayaran Beli dan Jual :
Tunai Beli : Tempo,
Jual : Tunai Beli dan Jual : Tunai
Margin
Pemasaran Rp.3000 Rp.5000 Rp.2000 Rp.1500
Share Biaya 56% 32% 6% 6% Share
Keuntungan 25-30% 40% 17% 13%
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 39
Informasi biaya maupun keuntungan mengacu pada informasi
pasokan yang ada di penebas. Oleh karena itu perubahan share biaya,
margin pemasaran dan keuntungan didapat dari informasi penebas.
Walaupun informasi bergantung dari penebas, namun penebas memiliki
share biaya, margin pemasaran yang cukup tinggi dibandingkan
pedagang besar dan pengecer. Informasi yang didapat menimbulkan
beban cukup besar yang diterima oleh penebas seperti share biaya yang
cukup besar. Meskipun beban yang diterima oleh penebas relative besar
tetapi mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan pelaku
rantai pasok bawang merah lainnya.
Kemudian pada jalur distribusi daging ayam ras, ternyata
keberadaan broker tidak ditemui pada jalur distribusi komoditi tersebut.
Lembaga usaha yang terlibat dalam distribusi perdagangan daging ayam
ras relatif pendek dibandingkan jalur distribusi cabe merah dan terdiri dari
peternak sebagai produsen (peternak inti/plasma), Rumah Potong Ayam
(RPA), pedagang besar/bandar/tokek dan pengecer.
Ayam ras dari peternak didistribusikan ke RPH maupun ke pedagang
besar dalam bentuk utuh, kemudian dari RPH maupun pedagang besar
menjual dalam bentuk daging ayam utuh perekor maupun ayam potongan
(karkas). Penjualan ayam dalam bentuk utuh maupun potongan dilakukan
juga oleh pengecer. Jumlah pembelian ayam yang dilakukan pedagang
besar cukup besar mencapai 20.000 sampai 30.000 ekor ayam dibayar
secara tunai. Kemudian penjualannya ke RPA sekitar 1.000 sampai 2.000
ekor ayam dibayar secara tempo.
Dari RPA, ayam dijual kepada pengecer dengan volume per
pengecer mencapai 100 ekor dengan pembayaran secara tempo.
Kemudian pengecer menjual kepada konsumen akhir sebanyak 1 sampai
3 ekor. Pembayaran yang biasa dilakukan dari pedagang besar sampai ke
pengecer dilakukan secara tempo namun pembayarannya dilakukan
secara singkat yaitu satu atau dua hari karena daging ayam ras ditingkat
pengecer pada umumnya cepat terjual. Pembayaran tempo yang
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 40
dilakukan pedagang pengecer, biasanya ayam diambil pagi hari
sedangkan sorenya baru dibayar.
Pada beberapa daerah yang disurvey, daging ayam rasa
didistribusikan selain ke pedagang besar juga ada yang langsung ke
restoran. Lokasi peternak ayam ke pedagang besar pada umumnya cukup
jauh sehingga diperlukan alat transportasi mobil dan biaya pengangkutan
termasuk sopir bahan bakar serta konsumsi ditanggung pedagang besar.
Dalam melakukan pembelian pedagang besar/bandar pada umumnya
tidak melakukan pemilahan kualitas.
Gambar 4.3 Jalur Distribusi Perdagangan Daging Ayam Ras
Sama halnya dengan cabe merah dan bawang merah, pedagang
perantara daging ayam ras yang teridentifikasi memiliki keuntungan paling
besar berada pada bandar atau pedagang besar. Hal ini dapat diterima
mengingat dengan marjin pemasaran dan tingkat keuntungan yang relatif
sama dengan pedagang lainnya, pedagang besar atau bandar daging
ayam ras memiliki omzet penjualan yang jauh lebih besar dibandingkan
pedagang lainnya (lihat tabel 4.3).
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 41
Dilihat berdasarkan skala usaha, pedagang besar/bandar berskala
usaha besar dengan rata-rata transaksi pembelian 20.000-30.000 ekor,
dan rata-rata transaksi penjualan 1000-2000 ekor. Alat transportasi yang
digunakan adalah kendaraan beroda empat. Sistem pembayaran dari
pedagang besar untuk pembelian dalam tunai dan penjualan
menggunakan tempo. Margin pemasaran yang didapat dari pedagang
besar merupakan selisih dari peternak dengan selisih Rp.2000 per ekor.
Share biaya dari pedagang besar sebesar 6% dengan share keuntungan
sebesar 18%.
Skala usaha rumah potong ayam yaitu skala usaha menengah
dengan rata-rata transaksi pembelian 1000-2000 ton dan penjualan 100-
200 ekor. Alat transportasi yang digunakan adalah mobil, kemudian sistem
pembayaran yang dilakukan dalam pembelian secara tunai dan penjualan
menggunakan sistem tempo. Margin pemasaran dari selisih pedagang
besar sebesar Rp.1000 per ekor. Untuk share biaya dan keuntungan sama
dengan nilai yang didapat dari pedagang besar.
Sedangkan pengecer memiliki skala usaha kecil dengan rata-rata
transaksi pembelian 100 ekor dan rata-rata transaksi penjualan 1-3 ekor.
Sistem pembayaran yang digunakan dalam pembelian menggunakan
sistem tunai dan penjualan dalam sistem tempo. Share biaya dari
pengecer sama dengan share biaya rumah potong ayam dan pedagang
besar dan share keuntungan sebesar 17%.
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 42
Tabel 4.3 Profil Pelaku Usaha Jalur Distribusi Perdagangan
Daging Ayam Ras
Sumber : hasil pengolahan data primer
Peranan pedagang besar/bandar atau tokek sangat besar untuk
mendistribusikan kepada RPA. Selain melalui RPA, pedagang besar
memberikan cukup besar pula kepada pedagang pengecer. Alur rantai
pasok daging ayam ras berjalan dengan baik apabila adanya kinerja yang
baik dari pedagang besar/bandar atau tokek. Share keuntungan yang
didapat oleh pedagang besar/bandar atau tokek relatif sama dengan RPA
dan pengecer.
Profil Peternak Pedagang
Besar/Bandar
Rumah Potong
Ayam Pedagang
Pengecer Skala Usaha besar (ada
peternak
mandiri dan
ada
peternak
kemitraan)
besar (rata-rata
transaksi
pembelian
20.000-30.000
ekor, rata-rata
transaksi
penjualan 1000-
2000 ekor)
menengah
(rata-rata
transaksi
pembelian
1000-2000 ton
dan penjualan
100-200 ekor
Kecil rata-rata
transaksi
pembelian 100
ekor, rata-rata
transaksi penjualan
1- 3 ekor
Alat
Transportasi Truk Mobil Mobil
Sistem
Pembayaran Beli : Tunai
Jual : Tempo Beli : Tempo,
Jual : Tempo Beli : tempo
Jual : Tunai Margin
Pemasaran Rp.4000 Rp.2000 Rp.1000 Rp.2500
Share Biaya 82% 6% 6% 6% Share
Keuntungan 30% 18% 18% 17%
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 43
4.2. Hasil Focus Group Discussion (FGD) Menggunakan Metode
Delphi
FGD dilakukan untuk menggali informasi peranan pedagang
perantara di dalam perdagangan dalam negeri. Informasi yang dicari yaitu
pedagang perantara hanya bertindak sebagai perantara antar dua pelaku
usaha dan juga memiliki peran menentukan harga. Hanya belum diketahui
berapa besar peranannya dalam jalur distribusi yang sering disebut
middleman. Oleh karena itu, perlu mengetahui peranan middleman ini
kepada para pelaku usaha, asosiasi, pengamat pedagang perantara dan
nara sumber. Informasi yang digali dalam bentuk diskusi dengan
menggunakan metode Delphi.
Metode Delphi merupakan metode yang banyak digunakan dan
diterima untuk mengumpulkan data dari responden dalam domain
penelitian mereka. Teknik ini dirancang sebagai proses komunikasi
kelompok yang bertujuan untuk mencapai konvergensi pendapat tentang
isu isu nyata. Tujuan dari teknik Delphi adalah untuk mengembangkan
suatu perkiraan konsensus masa depan dengan meminta pendapat para
ahli, dan pada saat yang sama menghilangkan masalah sering terjadi
yaitu komunikasi tatap muka. Melalui kuesioner yang sudah disediakan
dengan metode Delphi maka para pelaku usaha, asosiasi, pengamat
maupun narasumber dijadikan sebagai responden/ahli untuk menjawab
atau memberikan informasi seputar peranan pedagang perantara.
Pertanyaan dalam kuesioner merupakan jawaban responden/ahli dalam
bentuk setuju atau tidak setuju dan memilih angka sebagai bentuk
besaran setuju atau tidak setuju.
Angka mutu dalam metode Delphi dimulai dari 1 sampai dengan 10.
Apabila para ahli memilih angka lebih dari 5 maka dapat dikatakan setuju.
Semakin tinggi memilih angka tersebut, maka mengarah setuju atas
pertanyaan tersebut. Menggunakan metode Delphi dengan melihat nilai
rata-rata, nilai minimum, nilai maksimum dan standar deviasi. Menjawab
pertanyaan dari kuesioner tersebut dilakukan sebanyak dua putaran
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 44
dengan kuesioner yang sama. Putaran pertama untuk mengetahui hasil
yang telah dilakukan yang kemudian di cek atau direnungkan kembali di
setiap pertanyaan, apakah sudah benar, sesuai dengan kondisi
dilapangan atau tidak. Oleh karena itu, dilakukan putaran kedua untuk
menjawab kembali dan evaluasi pada jawaban sebelumnya.
Analisis pada bab ini hanya menganalisis metode Delphi pada
putaran kedua yang merupakan hasil yang paling akhir dan terbaik.
Jumlah pertanyaan yang diberikan kepada responden sebanyak sembilan
pertanyaan.Untuk mengetahui hasil dari FGD dengan metode Delphi
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.4. Hasil FGD melalui Metode Delphi
Informasi Peranan Pedagang Perantara dalam Perdagangan dalam
Negeri
Pertanyaan Mean Max Min St. Dev
1 4.73 9 1 2.796
2 6.73 10 2 2.724
3 6.27 9 3 2.149
4 4.27 10 1 2.867
5 6.91 10 2 2.256
6 5.00 10 1 2.490
7 7.18 10 4 2.316
8 5.64 9 1 2.656
9 5.45 10 3 2.067
Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer
Pertanyaan pertama mengenai pedagang perantara hanya
melakukan jasa perantara dua pelaku perdagangan dengan melakukan
transaksi jual beli. Berdasarkan hasil Delphi rata-rata menjawab tidak
setuju dengan nilai 4.73. Maksimun menjawab pertanyaan umumnya
menjawab nilai interval sembilan dan minimum satu. Ada beberapa
responden yang menjawab setuju yang menjelaskan middleman hanya
melakukan jasa perantara dua pelaku perdagangan saja, tetapi pada
umumnya menjawab tidak setuju. Beberapa ahli memberikan alasan tidak
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 45
setuju dalam pertanyaan ini diantaranya: pedagang perantara umumnya
hanya memasarkan barang hasil panen langsung ke pasar dan langsung
menawarkan harga.
Sedangkan penentuan harga tergantung dari jumlah barang yang
masuk ke pasar. Selain itu, ketidaksetujuan pedagang perantara
melakukan transaksi jual beli dikarenakan akan merugikan para petani
akibat harga jual menjadi tinggi. Kemudian beberapa ahli menjawab setuju
dikarenakan pedagang perantara dapat mencarikan barang yang sesuai
dengan keinginan konsumen. Pedagang perantara memiliki ikatan yang
cukup kuat dengan petani sehingga dengan hal ini hasil panen yang
dipasarkan akan lebih maksimal.
Umumnya posisi pedagang perantara berada di tingkat dua dengan
membeli dari perantara kesatu pada komoditi. Pertanyaan kedua ini
memiliki nilai rata-rata sebesar 6.73 yang cenderung para ahli menjawab
setuju. Dengan nilai maksimum sepuluh dan minimum dua berbagai
alasan para ahli menjawab setuju terhadap posisi pedagang perantara
diantaranya: pedagang perantara sebagai pehubung petani dan
konsumen, namun masih banyak pedagang perantara yang tidak memiliki
modal untuk bertransaksi agar prosentase pengambilan keuntungan tidak
seenaknya. Jadi pengeluaran pedagang perantara dalam melakukan
transaksi dapat terlihat berapa yang dikeluarkan sehingga akan terlihat
keuntungan yang diterima. Pedagang perantara umumnya menguasai
petani dan perantara kesatu yang tidak bisa dihindari.
Pertanyaan selanjutnya yaitu mengenai jalur distribusi yang dimulai
dari petani menjual kepada pengepul setempat atau kepada grosir dan
selanjutnya mendistribusikan kepada pedagang besar. Berdasarkan nilai
rata-rata menjawab pertanyaan ini sebesar 6.27 yang berarti para ahli
pada umumnya setuju dengan jalur distribusi tersebut. Beberapa alasan
dari para ahli tentang jalur distribusi, dimana para petani seharusnya
diberi data untuk mengetahui komoditi dan harga pada tahun-tahun
berikutnya agar lebih stabil. Jalur distribusi dari petani kepada pengepul
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 46
akan mempengaruhi harga komoditi pada transaksi selanjutnya. Jalur
pendistribusian tersebut perlu diperketat agar tidak terjadi rantai pasok
yang terlalu panjang.
Kemudian pertanyaan mengenai pedagang perantara umumnya
sebagai penentu harga, umumnya para ahli menjawab rata-rata sebesar
4.27 yang berarti para ahli lebih dari sebagian menjawab tidak setuju.
Para ahli cenderung menjelaskan penentuan harga bukan di pedagang
perantara melainkan transaksi ketika komoditi berada di pasar. Penentuan
harga biasanya tergantung dari persediaan barang yang masuk ke pasar.
Penentuan harga bergantung dari suplai barang yang ditentukan dengan
jumlah barang yang dipasok jadi bukan dari pedagang perantara. Banyak
faktor-faktor yang menentukan harga seperti faktor cuaca, permintaan
konsumen dan kebijakan perdagangan. Jadi pedagang perantara masih
membutuhkan informasi dari pasar sehingga bukan mereka yang
menentukan harga.
Pertanyaan selanjutnya adalah peranan besar pedagang perantara
dalam mempelancar distribusi perdagangan. Nilai rata-rata menjawab
pada pertanyaan ini adalah 6.91, umumnya para ahli menjawab setuju
bahwa pedagang perantara mempelancar distribusi perdagangan. Salah
satu jawaban para ahli yaitu pedagang perantara mempunyai hubungan
yang kuat dengan konsumen dan selalu menjadi partner pedagang
lainnya. Pedagang perantara tidak dipisahkan dengan petani dan
pedagang lainnya. Hal yang tidak disebutkan peranan distribusi
perdagangan yaitu sarana angkutan yang ikut andil dalam mempelancar
distribusi perdagangan dan peranan sarana angkutan tersebut tidak
terlepas dari pedagang perantara. Begitu juga dengan keluar/masuk
barang, dimana pedagang perantara memiliki peranan cukup besar dalam
keluar/masuk barang tersebut.
Peranan cukup besar dari pedagang perantara ini,diakibatkan dari
informasi yang didapat lebih cepat dan pintar membaca peluang adanya
ketersediaan barang. Oleh karena itu akan lebih cepat mendistribusikan
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 47
barang ke pedagang besar maupun pasar. Selain itu pedagang perantara
lebih cepat untuk menjual barang laku dipasaran. Disamping itu pedagang
perantara menguasai akses distribusi perdagangan, sehingga
mempermudah bagi pelaku pasar lainnya.
Pedagang perantara menguasi pasar baik secara independen
maupun bekerjasama dengan mempengaruhi harga pasar. Pertanyaan
tersebut memiliki nilai rata-rata sebesar 5.00 yang berarti sebagian para
ahli menjawab setuju. Para ahli umumnya menyebutkan pedagang
perantara hanya bekerjasama saja tanpa menentukan harga. Pedagang
perantara memasarkan barang kepasar dengan kondisi kuantitas dan
kualitas barang tersebut. Apabila kualitas barang tidak begitu baik maka
harga akan lebih murah. Sedangkan persediaan barang sedikit maka
kemungkinan harga menjadi lebih mahal.
Pedagang perantara lebih mengetahui harga di daerah produsen dan
permintaan dari konsumen maka terkadang banyak yang menyebutkan
pedagang perantara mempengaruhi harga pasar. Sebagian besar
pedagang perantara mempengaruhi harga karena peranan pedagang
perantara terhadap akses barang cukup besar. Akses yang cukup besar
tersebut membuat pedagang perantara dapat bekerjasama dengan
anggota lainya dalam mempengaruhi harga pasar. Pada kenyataannya
kerjasama tersebut terjadi ketika barang sudah berada di pasar. Ada
beberapa para ahli menjawab tidak setuju bahwa pedagang perantara
mempengaruhi harga pasar, karena pedagang perantara tidak melakukan
transaksi penjualan akhir sehingga tidak mempengaruhi harga pasar.
Selanjutnya pertanyaan tentang negosiasi harga antara pemasok/
produsen/petani dengan pedagang perantara (middleman). Nilai rata-rata
dalam pertanyaan ini sebesar 7.18, jadi para ahli cenderung menjawab
setuju adanya negosiasi harga antar pemasok dengan pedagang
perantara. Hal ini dikarenakan pedagang perantara memiliki kekuatan
dari aspek informasi dan akses sehingga kuat dalam negosiasi harga.
Salah satu terjadi negosiasi dikarenakan banyak produsen yang
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 48
menitipkan barang kepada pedagang perantara atau memberikan
kepercayaan.
Pertanyaan kontrak bisnis untuk jangka waktu tertentu antara
pemasok/ produsen/petani dengan pedagangn perantara. Nilai rata-rata
dalam pertanyaan ini sebesar 5.64, umumnya para ahli menjawab setuju
dengan adanya kontrak bisnis untuk jangka waktu tertentu. Kontrak bisnis
ini semata-mata untuk menghindari terjadinya perubahan harga karena
harga sewaktu-waktu akan berubah. Kontrak bisnis dilakukan untuk
menjaga hal-hal yang tidak diinginkan dengan pedagang besar. Intinya
dengan adanya kontrak bisnis agar ada kepastian jelas dalam transaksi.
Pertanyaan berikutnya yaitu posisi atau daya tawar pemasok/
produsen/petani seimbang dengan pedagang perantara (middleman)
dalam hal negosiasi bisnis. Hasil rata-rata menjawab sebesar 5.45, yang
berarti para ahli umumnya setuju dengan pertanyaan ini. Alasan yang
umum dari para ahli yaitu antara petani dan pedagang perantara harus
ada keseimbangan karena menyangkut kebutuhan atau permintaan
konsumen. Alasan lainnya yaitu perlu ada daya tawar karena ketika tidak
ada daya tawar akan kesulitan untuk memasarkannya. Keseimbangan
posisi daya tawar akibat para pelaku daya tawar sudah mengetahui situasi
dan keputusan berada di tangan produsen, pedagang dan pembeli
/konsumen.
Meskipun masih banyak menjawab pertanyaan yang masih timpang
belum mengarah pada satu persepsi seperti pada pertanyaan satu, empat
dan delapan yang dilihat dari perbedaan nilai maksimum dan minimum
yang sangat jauh tetapi tingkat penyimpangan sudah relative lebih baik
dibandingkan dengan putaran pertama. Dapat dilihat pada tabel dibawah
ini, nilai di putaran pertama lebih besar dibandingkan putaran kedua yang
berarti nilai putaran pertama tingkat penyimpangan lebih besar
dibandingkan putaran kedua. Jadi dapat disimpulkan nilai penyimpangan
pada putaran kedua lebih baik dibandingkan putaran pertama yang
setidaknya sudah mengarah pada satu persepsi para ahli. Dengan hasil
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 49
metode Delphi ini akan menjadi bahan acuan untuk kebijakan peran
pedagang perantara komoditas bahan makanan dan penentuan harga
ditingkat konsumen.
Tabel 4.5. Standar Deviasi Hasil FGD melalui Metode Delphi
Informasi Peranan Pedagang Perantara dalam Perdagangan dalam
Negeri
Pertanyaan Putaran Ke 1 Putaran Ke 2
1 3.045 2.796
2 3.133 2.724
3 3.045 2.149
4 2.023 2.867
5 2.386 2.256
6 2.879 2.490
7 2.423 2.316
8 2.646 2.656
9 3.360 2.067
Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 50
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
Rantai pasok yang terdapat irisan hanya pada komoditi bawang
merah. Peranan penebas memiliki peranan ganda baik di hilir maupun
hulu pada rantai pasok bawang merah. Sedangkan rantai pasok cabai
merah dan daging ayam ras terdapat irisan antara distribusi hilir ke hulu.
Peranan pedagang besar dan pengumpul besar sangat besar pada
komoditi cabai merah. Sedangkan pedagang besar/bandar atau tokek
memberikan peranan besar terhadap distribusi daging ayam ras.
Share biaya pada komoditi cabai merah terbesar terdapat di
pedagang besar, pengumpul besar dan pengecer. Begitu juga dengan
share keuntungan komoditi cabai merah diraih oleh pedagang besar,
pengumpul besar dan pengecer. Share biaya dan keuntungna pada
komoditi bawang merah didominasi oleh penebas, sedangkan share biaya
dan keuntungan dari komoditi daging ayam ras memiliki kesamaan oleh
pedagang besar, rumah potong ayam dan pengecer. Secara umumnya
share biaya dan keuntungan dari setiap komoditi relatif merata dari
masing-masing pelaku.
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Pedagang perantara hanya melakukan jasa perantara dari dua
pelaku dalam transaksi jual beli. Pedagang perantara hanya
sebagai penghubung antara petani dan konsumen, walaupun
dengan seiring waktu peranan pedagang perantara non transaksi
kontribusinya semakin kecil.
2. Mengenai penentuan harga, pedagang perantara tidak menjadi
penentu harga melainkan harga ditentukan dari jumlah barang yang
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 51
masuk ke pasar. Jadi penentuan harga bukan dari pedagang
perantara melainkan transaksi komoditi berada dipasar.
3. Jalur distribusi setiap komoditi mengalami perbedaan hanya jalur
distribusi tersebut perlu diperketat agar tidak terjadi rantai pasok
yang terlalu panjang.
4. Pedagang perantara mempelancar distribusi perdagangan karena
tidak dapat dipisahkan dengan petani maupun pedagang lainnya.
Hal ini dikarenakan informasi yang didapat lebih cepat dan pintar
membaca peluang adanya ketersediaan barang.
5. Pedagang perantara menguasai pasar baik secara independen
maupun bekerjasama. Hal ini informasi harga lebih dapat diketahui
oleh pedagang perantara.
6. Dengan mengandalkan kekuatan informasi harga, pedagang
perantara menjadi kepercayaan oleh para pelaku perdagangan
lainnya.
5.2. Rekomendasi
1. Besarnya biaya transportasi oleh para produsen, mengakibatkan
harga yang dikirim ke suatu daerah menjadi berfluktuatif. Jarak
kirim menjadi salah satu kendala komoditi menjadikan harga tidak
stabil. Perlunya peran pemerintah untuk mensubsidi dari biaya
transportasi tersebut. Dengan subisidi ini diharapkan harga
komoditi tidak terlalu berfluktuatif.
2. Berdasarkan isu dan hasil survey peranan pedagang perantara non
transaksi sudah tidak mempengaruhi cukup besar terhadap
perubahan harga. Kondisi pedagang perantara saat ini, setidaknya
akan merubah karakteristik petani dalam memproduksi maupun
pemasaran. Namun permasalahan masih terjadi akibat iklim yang
tidak menentu. Masalah komoditi pertanian seperti perubahan iklim,
degradasi lahan dan cuaca yang tidak menentu perlu melalukan
terobosan baru dengan menggunakan teknologi pertanian.
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 52
Teknologi pertanian ini dapat terealisasi dengan cara memberikan
informasi, pengetahuan melalui pelatihan kepada para petani.
3. Besarnya ketergantungan petani terhadap pedagang perantara
membuat rendahnya informasi yang didapat petani dari pemerintah.
Perlunya pelatihan dalam bentuk pengetahuan, informasi tepat
guna yang mudah dipahami oleh para petani.
4. Metode perhitungan biaya dan transaksi harus didapat oleh para
petani, sehingga petani tidak menjadi awam terhadap perhitungan
biaya maupun transaksi. Pendekatan ini harus dilakukan oleh
pemerintah melalui proses pembinaan terpadu dan berkelanjutan.
PUSKA DAGRI, BP2KP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN 53
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia, berbagai edisi
Bank Indonesia, 2011, Kajian Ekonomi Regional Bank Indonesia
Bank Indonesia, 2014, Kajian Ekonomi Regional Bank Indonesia
Beamon, 1998, Supply Chain Design and Analysis: Models and Methods,
University of Washington, Washington USA
Beamon, 1999, Measuring Supply Chain Performance, University of
Cincinati, Ohio USA
Chanira, Mukti, Andriani, 2012, Kajian Bisnis Sosial Pedagang Perantara
Dalam Upaya Pengembangan Hortikultura Di Jawa Barat, Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Padjadjaran
Emhar, Aji, Agustina, 2013, Analisis Rantai Pasokan (Supply Chain)
Daging Sapi di Kabupaten Jember, Sosial Ekonomi Pertanian,
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Jember
Linstones, Turoff, 2002, The Delphi Method Techniques and Applications,
Portland University and New Jersey Institute of Technology.
top related