studi kinetika degradasi chemical oxygen demand …
TRANSCRIPT
Universitas Sumatera Utara
STUDI KINETIKA DEGRADASI CHEMICAL OXYGEN
DEMAND (COD) DAN PERTUMBUHAN VOLATILE
SUSPENDED SOLID (VSS) PADA PROSES
ASIDOGENESIS LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA
SAWIT (LCPKS) PADA VARIASI LAJU PENGADUKAN
SKRIPSI
Oleh
ALFIAN PRATAMA TARIGAN
160405060
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
AGUSTUS 2021
Universitas Sumatera Utara
STUDI KINETIKA DEGRADASI CHEMICAL OXYGEN
DEMAND (COD) DAN PERTUMBUHAN VOLATILE
SUSPENDED SOLID (VSS) PADA PROSES
ASIDOGENESIS LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA
SAWIT (LCPKS) PADA VARIASI LAJU PENGADUKAN
SKRIPSI
Oleh
ALFIAN PRATAMA TARIGAN
160405060
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN
PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
AGUSTUS 2021
vi Universitas Sumatera Utara
DEDIKASI
Skripsi ini saya persembahkan untuk orang-orang hebat yang sangat saya kasihi
dalam hidup ini yang tidak pernah menyerah dalam mendidik dan mengajar saya,
bahkan sampai hari ini:
Kedua Orangtua Terkasih
Bapak Erluahta Tarigan & Ibu Rilsa Joreita Sebayang
Mereka adalah orangtua hebat, yang telah membesarkan, mendidik dan mengajar
saya banyak hal dalam hidup ini terutama dalam hal kesabaran dan kasih,
terimakasih untuk bapak dan ibu saya yang tidak berhenti memberikan motivasi
selama ini, yang tidak menyerah membiayai saya bahkan dalam kondisi sesulit
apapun. Love You to The Moon and Back.
Kakek dan Nenek Tersayang
Bapak alm. Tetap Ukur Sebayang & Ibu Bagemin Purba
Terimakasih untuk didikan dan ajaran selama ini bayak & karo, terimakasih untuk
kasih sayang, doa dan cinta yang selalu diberikan, tanpa kalian berdua tidak
mungkin rasanya penulis sampai pada titik ini.
Adik Tercinta
Rivai Gunanta Tarigan
Banyak hal yang membuat kita selalu berselisih argumen dan bertengkar, meskipun
pada akhirnya kita selalu berbaikan, tetap semangat dalam mengejar impianmu,
semoga kelak kita menjadi anak yang bisa dibanggakan.
vii Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Alfian Pratama Tarigan
NIM : 160405060
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/28 Januari 1999
Nama Orang Tua : Erluahta Tarigan & Rilsa Sebayang
Alamat Orang Tua :
Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo
Asal Sekolah:
SD Swasta Santo Petrus Medan, 2004-2006
SD Negeri 046415 Desa Batukarang, 2006-2010
SMP Swasta Santo Petrus Medan, 2010-2013
SMA Swasta Budi Murni 2 Medan, 2013-2016
Beasiswa yang pernah diperoleh :
Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA)
Pengalaman Organisasi/kerja:
1. Sebagai Koordinator Dana pada Natal Fakultas Teknik USU 2017
2. Anggota pengurus bidang Dana pada Natal Teknik Kimia USU 2018
3. Sebagai Asisten Laboratorium Kimia Fisika Departemen Teknik Kimia
USU Periode 2018-2020. Modul yang ditangani; Penentuan Sifat Fisis
Cairan, Kerapatan dan Bobot Molekul Gas dan Kesetimbangan Uap-Cair.
4. Sebagai Duta Lingkungan Hidup Teknik Kimia USU 2019
5. Sebagai Asisten Laboratorium Ekologi Departemen Teknik Kimia USU
Periode 2019-2020.
6. Anggota pengurus bidang Penelitian dan Pengembangan Himpunan
Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) Fakultas Teknik USU Periode
2019-2020.
7. Anggota pengurus bidang Dana pada Natal Teknik Kimia USU 2019
8. Sebagai mahasiswa kerja praktek di PT. Pertamina RU IV CILACAP
Online 2021
viii Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Proses asidogenesis merupakan tahap pertama dalam proses digestasi anaerobik.
Proses asidogenesis menghasilkan volatile fatty acid (VFA) yang menjadi substrat
untuk tahap metanogenesis dalam memproduksi biogas. Tujuan dari penelitian ini
adalah studi kinetika degradasi COD dan pertumbuhan VSS pada proses asidogenesis
limbah cair pabrik kelapa sawit pada reaktor batch berpengaduk. Model kinetika yang
digunakan pada studi degradasi COD adalah orde satu substrat removal, Grau second
order dan Stover-Kicannon termodifikasi. Model kinetika yang dipakai pada kinetika
pertumbuhan VSS adalah orde satu, persamaan Logistik, Cone dan Gompertz
termodifikasi. Melalui berbagai model tersebut, didapat bahwa model Grau second
order dapat mengestimasi nilai kadar COD effluent dengan akurasi 99% dan nilai
koefisien determinasi (R2) mencapai 0,902. Konstanta kinetik yang diperoleh pada
model Grau second order adalah nilai a dan b berturut-turut sebesar 15,553hari-1 dan
4,617 konstanta Grau. Pada kinetika pertumbuhan VSS model logistik memiliki
tingkat keakuratan terbaik dibanding ketiga model lainnya. Nilai koefisien
determinasi (R2), mean absolute deviation (MAD), mean square of error (MSE), root
mean square of error (RMSE), mean absolute percentage error (MAPE) dan akaike
information criterion (AIC) masing-masing sebesar 0,945; 0,330; 3,319; 1,821;
9,749; dan 0,440. Hal ini menunjukkan bahwa model Grau second order lebih cocok
untuk mengkorelasi degradasi COD dibandingkan model kinetika lainnya dan model
logistik memiliki tingkat akurasi yang paling tinggi dalam menjelaskan pertumbuhan
VSS.
Kata kunci : Asidogenesis, COD, VSS, Kinetika, Laju Pengadukan.
ix Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
The process of acidogenesis is the first stage in anaerobic digestation. The process of
acidogenesis produces volatile fatty acids (VFA) which become substrates for the
stage of methanogenesis in producing biogas. The purpose of this study is the kinetics
study of COD degradation and VSS growth in the acidogenesis process of palm oil
plant liquid waste with the controlled batch reactor. The kinetic models used in COD
degradation studies are the order one substrate removal, Grau second order and stover-
kicannon modified. The kinetic model used in VSS growth kinetics is the first order,
logistics equation, cone and gompertz modified. Through these various models, it was
obtained that the Grau second order model can estimate the value of effluent COD
levels with 99% accuracy and the coefficient of determination (R2) reaches 0.902. The
kinetic constants obtained on the Grau second order model are the values a and b of
15,553 days-1 and 4,617 Grau constants. In the VSS growth kinetics the logistics model
has the best accuracy rate compared to the other models. Coefficient of determination
(R2), mean absolute deviation (MAD), mean square of error (MSE), root mean square
of error (RMSE), mean absolute percentage error (MAPE) and akaike information
criterion (AIC) respectively 0,945; 0,330; 3,319; 1,821; 9,749; and 0,440. This
suggests that the Grau second order model is better suited to correlate COD
degradation than other kinetic models and the logistics model has the highest degree
of accuracy in explaining VSS growth.
Keywords: Acidogenesis, COD, VSS, Kinetics, stirring rate
x Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN SKRIPSI ii
LEMBAR PERSETUJUAN iii
PRAKATA iv
DEDIKASI vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS vii
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR LAMPIRAN xvii
DAFTAR SINGKATAN xviii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Kelapa Sawit 6
2.2 Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) 7
2.2.1 Sumber LCPKS 7
2.2.2 Karakteristik LCPKS 7
2.3 Digestasi Anaerobik 9
2.4 Tahapan Digestasi Anaerobik 9
2.4.1 Tahap Hidrolisis 10
2.4.2 Tahap Asidogenesis 11
xi Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Tahap Asetogenesis 11
2.4.4 Tahap Metanogenesis 13
2.5 Digester Batch 14
2.6 Biogas 15
2.7 Parameter Digestasi Anaerob 16
2.7.1 Temperatur 16
2.7.2 Derajat Keasaman (pH) 17
2.7.3 Organic Loading Rate (OLR) 17
2.7.4 Pengadukan 18
2.7.5 Nutrisi 18
2.7.6 Hydraulic Retention Time (HRT) 18
2.7.7 Volatile Fatty Acid (VFA) 19
2.7.8 Rasio C/N 19
2.7.9 Kandungan Total Solid (TS) 19
2.8 Pemodelan Kinetika 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22
3.1 Lokasi Penelitian 22
3.2 Bahan dan Peralatan 22
3.2.1 Bahan-bahan 22
3.2.2 Peralatan 22
3.3 Tahapan Penelitian 23
3.3.1 Analisis Bahan Baku 23
3.3.2 Variasi Pengadukan 23
3.4 Kumpulan Data 24
3.5 Analisis Data Kinetika Proses 24
3.6 Jadwal Penelitian 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26
4.1 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Degradasi Chemical
Oxygen Demand (COD) 26
4.2 Analisa Kinetika Profil Degradasi Chemical Oxygen Demand
(COD) Pada Proses Asidogenesis LCPKS 27
4.2.1 Konstanta Kinetika Degradasi COD Model First Order 27
xii Universitas Sumatera Utara
4.2.2 Konstanta Kinetika Degradasi COD Model Kinetika Grau
Second Order 29
4.2.3 Konstanta Kinetika Degradasi COD Model Kinetika Stover-
Kicannon 31
4.3 Laju Pengadukan Degradasi Chemical Oxygen Demand (COD)
Terbaik 33
4.3.1 Pengaruh Laju Pengadukan terhadap Degradasi COD
Terbaik 33
4.4 Evaluasi dan Perbandingan Berbagai Model Kinetika Pada
Degradasi Chemical Oxygen Demand (COD) Terbaik 34
4.5 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Profil Pertumbuhan
Mikroba 36
4.6 Analisis Kinetika Profil Pertumbuhan Mikroba Pada Proses
Asidogenesis LCPKS 38
4.6.1 Model Kinetika Orde satu/first order 38
4.6.2 Model Kinetika Persamaan Logistik 44
4.6.3 Model Kinetika Cone 50
4.6.4 Model Kinetika Gompertz yang dimodifikasi 57
4.7 Laju Pengadukan Pertumbuhan Mikroba Terbaik 63
4.7.1 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Pertumbuhan
Mikroba Terbaik 63
4.7.2 Evaluasi dan Perbandingan Berbagai Model Kinetika Pada
Laju Pengadukan Pertumbuhan Mikroba Terbaik 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 68
5.1 Kesimpulan 68
5.2 Saran 68
DAFTAR PUSTAKA 69
ix
xiii Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Aliran Proses Selama Pencernaan Anaerob 10
Gambar 2.2 Reaksi Asidogenesis 11
Gambar 2.3 Reaksi Asetogenesis 12
Gambar 2.4 Reaksi Metanogenesis 13
Gambar 2.5 Reaktor Menggunakan Sekat 15
Gambar 2.6 Proses Produksi Biogas dari LCPKS 16
Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan 23
Gambar 4.1 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Degradasi
Chemical Oxygen Demand (COD) 26
Gambar 4.2 Penentuan Konstanta Kinetik k1 Pada Model
Kinetika Orde Satu 27
Gambar 4.3 Penentuan Konstanta Kinetik a dan b Pada Model
Kinetika Grau 29
Gambar 4.4 Penentuan Konstanta Kinetik Kb dan Rmax Pada Model
Kinetika Stover-Kicannon 31
Gambar 4.5 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Degradasi COD
Terbaik 33
Gambar 4.6 Perbandingan Data Aktual Dengan Prediksi COD Effluent
Pada Berbagai Persamaan Model Kinetika 34
Gambar 4.7 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Profil Pertumbuhan
Mikroba 36
Gambar 4.8 Perbandingan Data Eksperimental dan Model Orde Satu pada
Laju Pengadukan; 200; 250 dan 300 rpm 38
Gambar 4.9 Tren Konstanta 42
Gambar 4.10 Perbandingan Data Eksperimental dan Model Persamaan Logistik
Pada Laju Pengadukan; 200; 250 dan 300 rpm 44
Gambar 4.11 Tren Konstanta 48
xiv Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.12 Perbandingan Data Eksperimental dan Model Cone pada
Laju Pengadukan; 200; 250 dan 300 rpm 50
Gambar 4.13 Tren Konstanta 55
Gambar 4.14 Perbandingan Data Eksperimental dan Model Gompertz pada
Laju Pengadukan; 200; 250 dan 300 rpm 57
Gambar 4.15 Tren Konstanta 61
Gambar 4.16 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Pertumbuhan Mikroba
Terbaik 63
Gambar 4.17 Perbandingan Data dan berbagai Model Kinetika Pertumbuhan
Mikroba Terhadap Waktu Pada Laju Pengadukan 250 rpm 64
xv Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu 2
Tabel 2.1 Data Produksi Kelapa Sawit di Indonesia dari Tahun 2015-2018 6
Tabel 2.2 Karakteristik LCPKS 8
Tabel 2.3 Baku Mutu LCPKS Menurut Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup 8
Tabel 2.4 Klasifikasi Bakteri Hidrolisis Berdasarkan Substrat Yang Diolah 11
Tabel 2.5 Klasifikasi Konfigurasi Digester Anaerob 14
Tabel 2.6 Komposisi Biogas 15
Tabel 2.7 Pemodelan Persamaan Kinetika 20
Tabel 3.1 Metode Analisa Pada Proses Pembuatan Biogas 24
Tabel 3.2 Jenis Kegiatan dan Jadwal Pelaksanaan Penelitian 25
Tabel 4.1 Konstanta Kinetik dan Persamaan Degradasi COD Model
Orde Satu 28
Tabel 4.2 Konstanta Kinetik dan Persamaan Degradasi COD Model
Grau Second Order 30
Tabel 4.3 Konstanta Kinetik dan Persamaan Degradasi COD Model
Stover-Kicannon 32
Tabel 4.4 Konstanta Kinetik dan Persamaan Laju Pertumbuhan Mikroba
Model First Order 40
Tabel 4.5 Konstanta Laju Pertumbuhan Mikroba Fungsi Laju Pengadukan
Digestasi Anaerob 41
Tabel 4.6 Konstanta Kinetik dan Persamaan Laju Pertumbuhan Mikroba
Model Logistik 46
Tabel 4.7 Konstanta Laju Pertumbuhan Mikroba Fungsi Laju Pengadukan
Digestasi Anaerob 47
Tabel 4.8 Konstanta Kinetik dan Persamaan Laju Pertumbuhan Mikroba
Model Kinetika Cone 52
Tabel 4.9 Konstanta Laju Pertumbuhan Mikroba Fungsi Laju Pengadukan
Digestasi Anaerob 53
xvi Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.10 Konstanta Kinetik dan Persamaan Laju Pertumbuhan Mikroba
Model Kinetika Gompertz 59
Tabel 4.11 Konstanta Laju Pertumbuhan Mikroba Fungsi Laju Pengadukan
Digestasi Anaerob 60
Tabel 4.12 Perbandingan Parameter Berbagai Model Kinetika 65
Tabel 4.13 Perbandingan Tingkat Keakurasian Berbagai Model Kinetika 66
Tabel LA.1 Hasil Analisis Karakteristik LCPKS dari PTPN III PKS Rambutan LA-1
Tabel LA.2 Data Hasil Analisis Pengadukan, Alkalinitas, TS, VS, TSS dan
VSS pada Variasi Laju Pengadukan LA-2
Tabel LA.3 Data Hasil Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) pada
Variasi Pengadukan LA-4
Tabel LA.4 Data Hasil Analisis Pembentukan Volatile Fatty Acid (VFA) pada
Variasi pengadukan Hari ke-4 LA-5
Tabel LA.5 Data Perhitungan Rasio VFA/Alkalinitas pada Variasi
Pengadukan Hari ke-4 LA-5
xvii Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN A DATA HASIL ANALISA LA-1
LA.1 KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT LA-1
LA.2 DATA HASIL PENELITIAN VARIASI PENGADUKAN LA-2
LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN LB-1
LB.1 PERHITUNGAN REDUKSI COD LB-1
LB.2 PERHITUNGAN MEAN ABSOLUTE DEVIATION (MAD) LB-1
LB.3 PERHITUNGAN MEAN SQUARE ERROR (MSE) LB-2
LB.4 PERHITUNGAN ROOT MEAN SQUARE ERROR (RMSE) LB-2
LB.5 PERHITUNGAN MEAN ABSOLUTE PERCENT ERROR
(MAPE) LB-2
LB.6 PERHITUNGAN AKAIKE INFORMATION CRITERION (AIC) LB-3
xviii Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN
ABR Anaerobic Baffled Reactor
AD Anaerobic Digestion
ASBR Anaerobic Sequencing Batch Reactor
BOD Biochemical Oxygen Demand
COD Chemical Oxygen Demand
CPO Crude Palm Oil
DS Dissolved Solid
EBR Expanded-Bed Reactor
FBR Fluidized-Bed Reactor
HRT Hydraulic Retention Time
LCPKS Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
OLR Organic Loading Rate
PKS Pabrik Kelapa Sawit
POME Palm Oil Mill Effluent
SS Suspended Solid
SCOD Soluble Chemical Oxygen Demand
TKKS Tandan Kosong Kelapa Sawit
TBS Tandan Buah Segar
TS Total Solid
TSS Total Solid Suspended
UASB Up Flow Anaerobic Sludge Blanket
VFA Volatile Fatty Acid
VS Volatile Solid
VSS Volatile Solid Suspended
MAD Mean Absolute Deviation
MSE Mean Square Error
RMSE Root Mean Square Error
MAPE Mean Absolute Percent Error
AIK Akaike Information Criterion
1 Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Perkebunan kelapa sawit dan produk turunannya dapat memberikan efek pada
pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja yang signifikan di Indonesia
(Muda, dkk., 2018). Pada tahun 2015, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia
adalah seluas 10,6 juta ha dengan total produksi minyak mentah sawit atau crude palm
oil (CPO) sebesar 33 juta ton. Diestimasi pada tahun 2016, total areal perkebunan
kelapa sawit di Indonesia adalah seluas 11.672.861 juta ha dengan total produksi
minyak mentah sawit atau crude palm oil (CPO) diestimasi mencapai 35 juta ton
(USDA, 2016).
Pabrik kelapa sawit menghasilkan sejumlah besar limbah padat seperti tandan
kosong kelapa sawit (TKKS) (23%), serat mesocarp (12%) dan cangkang (5%) untuk
setiap ton tandan buah segar. TKKS dan limbah cair kelapa sawit (LCPKS) yang
dihasilkan berjumlah besar dari sisa pabrik kelapa sawit (Saelor, dkk., 2017).
Satu ton buah kelapa sawit menghasilkan sekitar 0,87 m3 LCPKS atau 2,5 ton
limbah/ton minyak yang diproduksi (Trisakti, dkk., 2015). LCPKS atau palm oil mill
effluent (POME) dapat terdegradasi secara anaerob dalam digester anaerob untuk
menghasilkan biogas (Ohimain & Izah, 2017).
Hasil analisis karakteristik kimia menunjukkan bahwa LCPKS berwarna coklat
atau abu-abu, pH 4,4 - 5,4 dan memiliki kandungan Chemical Oxygen Demand (COD)
rata-rata sekitar 56,5 - 75,6, biological oxygen demand (BOD) sekitar 35,5 - 40,7, Total
Solid (TS) sekitar 38,5 – 57,4 dan Suspended Solid (SS) sekitar 28,1 – 46,9 g/L
(Kismurtono, dkk., 2016).
Bahan organik terutama karbohidrat, protein dan lipid dapat didegradasi
menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh mikroorganisme dalam lingkungan
anaerob dengan tahapan proses berikut: tahap hidrolisis, tahap asidogenesis, tahap
asetogenesis dan tahap metanogenesis (Hagos, dkk., 2017).
Pada tahap asidogenesis yang telah dihidrolisa, kemudian nantinya akan
dikonversi oleh bakteri fermentasi (acidogens) untuk campuran volatil fatty acid
(VFA) dan produk kecil lainnya seperti alkohol (Zheng, dkk., 2014). Selama
2 Universitas Sumatera Utara
asidogenesis, metabolisme perantara termasuk asam lemak volatil, alkohol, aldehida
terdegradasi menjadi asetat, karbon dioksida dan gas hidrogen. Namun asidogenesis
kadang-kadang disebut sebagai tahap fermentasi, dari produk-produk ini, serta asam
lemak volatil sebagian besar dibentuk oleh bakteri asidogenik (Ohimain & Izah, 2017).
Pada tahap selanjutnya VFA akan terurai dan selanjutnya pada tahap metanogenesis
akan membentuk gas metana, sehingga jumlah VFA pada tahap asidogenesis akan
mempengaruhi banyaknya biogas yang terbentuk.
Penelitian mengenai proses asidogenesis ini pernah dilakukan oleh Oby Vijay
Sitorus pada Tahun 2016. Namun, mencari persamaan kinetika yang sesuai perlu
dilakukan untuk mendesain suatu bioreaktor. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan
untuk menentukan beberapa persamaan kinetika degradasi COD dan persamaan
kinetika pertumbuhan mikroba pada proses asidogenesis menggunakan reaktor batch
yang diharapkan dapat dijadikan sebagai alat kontrol proses pembuatan biogas
bertahap serta menentukan persamaan terbaiknya.
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu Studi Kinetika Degradasi COD dan Kinetika
Pertumbuhan Mikroba pada Proses Asidogenesis
Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
(Cebeci, dkk.,
2016)
Investigation of
Aerobic
Degradation of
Industrial
Wastewater
Containing High
Organic Matter :
Kinetic Study
Dua percobaan dilakukan pada
rasio konsentrasi substrat-
tomicroorganisms So / Xo sama
dengan 0, 5 dan 3,5 g COD / g
MLVSS.
Pendekatan kinetika yang
digunakan adalah kinetika
orde satu dimana didapat nilai
konstanta reaksi sebesar
0,3083det-1 dan R2 sebesar
0,894 pada run I dan 0,2038det-
1 dan R2 sebesar 0,9439 pada
run II.
(Majeed, dkk.,
2016)
Gompertz
Kinetics of Soil
Microbial
Biomass in
Response to
Lignin
Reinforcing of
Urea-Crosslinked
Starch Films
Biomassa mikroba tanah
disintensis UcS yang diperkuat
lignin, kemudian dilakukan
pembentukan mikroskoms tanah
kemudian penentuan biomassa
mikroba tanah, dilanjut tahap
ekstraksi secara kimia kemudian
hasil ekstrak adalah biomassa
karbon, hasil biomassa karbon
dianalisa dengan pendekatan
Gompertz.
Dari variasi yang ada variasi
UcS20%L dengan pendekatan
Gompertz adalah yang terbaik
dimana didapat nilai A =
3,388, um = 3,718/hari lamda
= 0,307 hari.
(Li, dkk., 2019) Evaluation of
Biochemical
Methane
Bahan baku ampas sayur-sayuran.
Penelitian dilakukan menggunakan
15 erlenmeyer ukuran 0,5 L dengan
Berdasarkan pemodelan
kinetika gompertz didapat
nilai A = 94,1 – 146.5 ml CH4
3 Universitas Sumatera Utara
Potential and
Kinetics on the
Anaerobic
Digestion of
Vegetable Crop
Residues
volume kerja 0,35 L, rasio umpan
dipertahankan 2,0 (berdasarkan
berat kering) disetiap digester
batch.
g-1VS um= 9,0 – 21,9 ml CH4
g-1VS hari dan lamda = 0 –
1,109 hari.
(Budiyono, dkk.,
2014)
Kinetic Model of
Biogas Yield
Production from
Vinasse at
Various Initial
pH: Comparison
between Modified
Gompertz Model
and First Order
Kinetic Model
Substrat yang digunakan pada
percobaan yakni campuran vinase
dan rumen dan satu lagi campuran
vinase, rumen dan urea. Penelitian
menggunakan reaktor batch dengan
volume 600 ml, substrat yang telah
dicampur dimasukkan sebanyak
250 ml, kondisi operasi pH diset
dengan varian 6,7 dan 8
menggunakan larutan NaOH 10 N.
Hasil terbaik didapat pada pH
7, dimana dengan pemodelan
kinetika Gompertz didapat
nilai ym = 3,68 mL/g VS U=
0,88 mL/g VS Hari, dan lamda
= 1,6 hari untuk campuran
rumen dan vinase, untuk
campuran rumen,vinase dan
urea didapat nilai ym = 6,49
mL/g VS U= 1,24 mL/g VS
Hari, dan lamda = 1,79 hari.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Pada penelitian ini akan dipelajari pengaruh laju pengadukan terhadap degradasi
COD dan pertumbuhan VSS terbaik serta menentukan model kinetika terbaik dalam
mengevaluasi degradasi COD dan pertumbuhan VSS pada proses asidogenesis
LCPKS.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan laju
pengadukan terbaik pada degradasi COD dan pertumbuhan VSS serta mendapatkan
model kinetika terbaik dalam mengevaluasi degradasi COD dan pertumbuhan VSS
pada proses asidogenesis LCPKS.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi
mengenai laju pengadukan terbaik terhadap degradasi COD dan pertumbuhan VSS
serta memberikan evaluasi/perbandingan berbagai model kinetika pada degradasi
COD dan pertumbuhan VSS.
4 Universitas Sumatera Utara
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Dalam penelitian ini,
bahan baku yang digunakan adalah LCPKS dari Pabrik Kelapa Sawit Rambutan PTPN
III. Penelitian dilakukan menggunakan proses asidogenesis digesti anaerobik
menggunakan digester jenis reactor semi batch dengan volume 6 liter. Adapun
variabel-variabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
• Variabel tetap:
• Starter yang digunakan berasal dari olahan penelitian sebelumnya.
• Jenis bahan baku atau umpan yang digunakan adalah LCPKS dari Pabrik
Kelapa Sawit Rambutan PTPN III
• pH: 5,5
• Temperatur fermentor : 55 οC.
• Variabel divariasikan:
Laju pengadukan 200 ; 250 ; 300 rpm
Analisis yang akan dilakukan didalam penelitian ini meliputi analisis pada bahan
baku yang digunakan yaitu LCPKS dengan waktu analisa awal (t0) limbah dan waktu
analisa setiap pengambilan (ti) limbah. Adapun analisis cairan ini terdiri dari :
a. Analisis Cairan
• Pengukuran pH
• Analisis M-Alkalinity (Metode Titrasi)
• Analisis Total Solids (TS) (Metode Analisa Proksimat)
• Analisis Volatile Solids (VS) (Metode Analisa Proksimat)
• Analisis Total Suspended Solids (TSS) (Metode Analisa Proksimat)
• Analisis Volatile Suspended Solids (VSS) (Metode Analisa Proksimat)
• Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) (Metode Reflux Terbuka)
• Analisis Soluble Chemical Oxygen Demand (SCOD) (Metode Reflux Terbuka)
• Analisis Volatile Fatty Acid (VFA) (Metode Kromatografi)
Analisis pH, M-Alkalinity, TS, VS, TSS, dan VSS dilakukan setiap hari,
sedangkan analisis COD, SCOD dan VFA dilakukan satu kali dalam 4 hari.
5 Universitas Sumatera Utara
b. Analisis Gas :
Adapun analisis gas dilakukan jika pada penelitian ada terbentuk gas yaitu gas CO2
dan H2S
c. Analisis Model Kinetika
Analisa keakuratan dan perbandingan model kinetika dengan:
Root Mean Square Error/RMSE (Excel Solver)
R- Squared/R2 (Excel Solver)
Mean Absolute Percentage Error/MAPE (Excel Solver)
Akaike Information Criteria/AIC (Metode Maximum Likehood Estimation/MLE
dengan Excel Solver)
6 Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KELAPA SAWIT
Kelapa sawit adalah tanaman tahunan yang dibudidayakan secara luas di daerah
tropis dan subtropis yang lembab. Tetapi saat ini Indonesia, Malaysia, Thailand,
Columbia dan Nigeria adalah produsen minyak kelapa sawit terbesar dunia. Kelapa
sawit adalah spesies paling penting dari genus Elaeis yang termasuk dalam famili
Palmae. Namun, tanaman ini sering dianggap sebagai tanaman minyak paling
produktif dan ekonomis di dunia, dengan satu hektar tanaman kelapa sawit
menghasilkan 10-35 ton tandan buah segar (TBS) per tahun. 30 ton TBS per jam
menghasilkan LCPKS dimana terdiri dari metana dengan laju pembakaran tahunan 12
juta liter bahan bakar minyak (Ohimain & Izah, 2017).
Menurut Kementrian Pertanian tahun 2016, Indonesia merupakan salah satu
negara produsen minyak sawit terbesar didunia, dengan total produksi pada tahun 2017
mencapai ± 35 juta ton. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah salah satu
komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomis dan prospek yang cerah untuk
dikembangkan secara luas yang mana data total areal perkebunan kelapa sawit dan
produksinya dari tahun 2015-2018 dapat dilihat pada tabel 2.1. Produksi minyak sawit
diperkirakan mencapai 43 juta ton pada 2019/2020, produksi minyak kelapa sawit
meningkat 1,5 juta ton dari 2018/2019 (USDA, 2019). Pada tahun 2019, menurut
Direktorat Jendral Perkebunan (2018) total produksi minyak mentah sawit atau crude
palm oil (CPO) di Indonesia sebesar 40.567.230 ton .
Tabel 2.1 Data Produksi Kelapa Sawit di Indonesia dari tahun 2015-2018
Tahun Luas Perkebunan
(juta Ha)
Produksi crude palm oil
(CPO) (ton)
2015 10,6 31,070,015
2016 10,8 31,730,961
7 Universitas Sumatera Utara
2017 11 37,965,224
2018 11,3 40,567,230
Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan (2018)
2.2 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS)
2.2.1 Sumber LCPKS
Industri kelapa sawit telah menjadi ekonomi kontributor yang penting untuk
negara-negara seperti Malaysia, Thailand, Indonesia, Kolombia dan daerah tropis
lainnya (Liew, dkk., 2014). Konsumsi minyak sawit di dunia meningkat secara besar-
besaran dan diproduksi paling banyak oleh Indonesia dan Malaysia. Terhitung bahwa
produksi global minyak sawit adalah 62,34 juta ton pada tahun 2014, dan 85 %
produksi berasal dari dua penghasil minyak kelapa sawit terbesar seperti Indonesia
(30,5 juta ton) dan Malaysia (19,9 juta ton) (Ahmed, dkk., 2015).
Meningkatnya produksi CPO disertai juga dengan meningkatnya effluent dari
limbah minyak sawit yang menghasilkan produk samping berlimpah, biasanya disebut
sebagai limbah kelapa sawit (LCPKS) (Kaman, dkk., 2016). LCPKS adalah salah satu
produk samping dari pabrik minyak kelapa sawit yang berasal dari air kondensat
proses sterilisasi (36%), air proses klarifikasi (60%), dan air hydrocyclone (Ahmed,
dkk., 2015).
2.2.2 Karakteristik LCPKS
LCPKS adalah polutan yang paling bermasalah dari industri kelapa sawit karena
tingginya kandungan organik (Choong, dkk., 2018). LCPKS dikategorikan sebagai
pencemar yang sangat tinggi yang mengandung kebutuhan oksigen biokimia (BOD)
25.000 mg/L dan kebutuhan oksigen kimia (COD) sebesar 69, 500 mg/L (Zainal, dkk.,
2018).
LCPKS adalah suspensi zat koloid yang terdiri dari 95-96% adalah air, minyak
0,6-0,7% dan Total Solid (TS) 4-5% juga Total Volatile Solid (TVS) sekitar 2-4%.
LCPKS mengandung konsentrasi tinggi bahan organik, jumlah padatan total yang
tinggi, minyak dan lemak, Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biochemical Oxygen
Demand (BOD). (Ohimain & Izah, 2017). LCPKS merupakan campuran air dan
8 Universitas Sumatera Utara
padatan yang tidak beracun dan kental berwarna kecoklatan dengan bau yang
menyengat (Choong, dkk., 2018).
Berikut karakteristik LCPKS disajikan pada tabel 2.2 di bawah ini:
Tabel 2.2 Karakteristik LCPKS
Paremeter Umum Nilai
Ph 3,9
BOD5, mg/L 31000
COD, mg/L 73306
Total Solid (TS), mg/L 75200
Suspended Solid (SS), mg/L 32185
Dissolved Solid (DS), mg/L 43015
Turbidity, NTU 1700
Sumber : (Azmi & Khairul, 2014)
Tabel 2.3 Baku Mutu LCPKS Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup
Parameter Kadar Maksimum
(mg/L)
Beban Pencemaran
Maksimum (kg/ton)
BOD 100 0,25
COD 350 0,88
TSS 250 0,63
Minyak dan Lemak 25 0,063
Nitrogen Total 50 0,125
pH 6,0 – 9,0
Debit Limbah Maksimum 2,5 m3 per ton CPO
Sumber : Kementrian Lingkungan Hidup (2014)
Selain itu, LCPKS terdiri dari asam organik tinggi dan cocok untuk digunakan
sebagai sumber karbon (Azmi, dkk., 2013).
9 Universitas Sumatera Utara
2.3 DIGESTASI ANAEROBIK
Proses pencernaan anaerob (AD) adalah metode yang gunakan untuk produksi
biogas serta pengolahan air limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) (Wongfaed,
dkk., 2015). Pencernaan anaerob dapat dilakukan dalam tangki tertutup digester
anaerob, tangki digester terbuka, atau lagoon (Norfadilah, dkk.,2016). Pada proses ini,
materi organik diuraikan oleh bermacam-macam mikroba dengan kondisi bebas
oksigen dan menghasilkan biogas (CH4 sekitar 50-75% dan CO2 ssekitar 25-50%)
(Zheng, dkk., 2014).
Secara umum digestasi anaerobik dilakukan pada kondisi mesofilik (30 – 37 oC
) dan termofilik (50 - 60 oC) dan terjadi dalam berbagai variasi reaktor seperti reaktor
CSTR, reaktor batch, semi-kontinyu dan sequencing batch reaktor (Schnürer & Jarvis,
2010).
2.4 TAHAPAN DIGESTASI ANAEROBIK
Ada empat tahap dasar yang terlibat dalam anaerob digestion (AD). Keempat
dasar ini tahapan membuat proses produksi biogas dari berbagai bahan organik seperti
yang terjadi pada digester anaerob. Tahapan yang dimaksud adalah hidrolisis,
asidogenesis, asetogenesis, dan metanogenesis. AD proses ditandai oleh penguraian
bahan organik menjadi metana, karbon dioksida, nutrisi anorganik dan kompos dalam
lingkungan anaerob (Sawyerr, dkk., 2019). Berikut merupakan tahapan proses digester
anarobik disajikan dalam Gambar 2.1 dibawah ini:
10 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Aliran Proses Selama Pencernaan Anaerob
(Rahayu, dkk., 2015)
2.4.1 Tahap Hidrolisis
Secara teoritis, langkah pertama dalam proses pembentukan biogas adalah
hidrolisis. Pada tahap hidrolisis ini, kompleks bahan organik (polimer) didekomposisi
menjadi unit yang lebih kecil (mono dan oligo). Selama proses tersebut, polimer
seperti karboidrat, lipid, asam nukleat dan protein diubah menjadi glukosa, gliserol,
purin dan pirimidin. Mikroorganisme hidrolitik akan mensekresi enzim hidrolitik,
mengubah polimer menjadi senyawa sederhana (Megawati & Aji, 2014)
Bakteri yang berperan dalam tahap hidrolisis ini adalah sekelompok bakteri
anaerobik, adapun jenis bakteri pada hidrolisis dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut:
11 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Klasifikasi Bakteri Hidrolisis Berdasarkan Substrat Yang Diolah
Bakteri Substrat yang dihidrolisis
Acetivibrio Karbohidrat /polisakarida
Peptostreptococcus, dan Bifidbacterium Protein
Clostridium Lemak
Sumber : Lang (2007)
2.4.2 Tahap Asidogenesis
Pada tahap ini produk yang telah dihidrolisa dikonversi oleh bakteri fermentasi
(acidogens) untuk campuran volatil fatty acid (VFA) dan produk kecil lainnya seperti
alkohol (Zheng, dkk., 2014). Selama asidogenesis, metabolisme perantara termasuk
asam lemak volatil, alkohol, aldehida terdegradasi menjadi asetat, karbon dioksida dan
gas hidrogen. Namun asidogenesis kadang-kadang disebut sebagai tahap fermentasi,
dari produk-produk ini, serta asam lemak volatil sebagian besar dibentuk oleh bakteri
asidogenik (Ohimain & Izah, 2017). Bakteri asidogenesis yaitu filum Bacteroidetes,
Firmicutes, Chloroflexi, dan Proteiobacteria (Ometto, dkk., 2019).
C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2 CO2 + 2 H2
(glukosa) (asam butirat)
C6H12O6 + 2 H2 CH3CH2COOH + 2 H2O
(glukosa) (asam propionat)
Gambar 2.2 Reaksi Asidogenesis
(Ni'mah, 2014)
2.4.3 Tahap Asetogenesis
Produk dari asidogenesa, yang tidak dapat langsung diubah menjadi metana oleh
bakteri metanogen, diubah menjadi substrat metanogen selama asetogenesis. VFA dan
alkohol dioksidasi menjadi substrat metanogen seperti asetat, hidrogen dan karbon
dioksida. VFA, dengan rantai karbon lebih dari dua unit dan alkohol, dengan rantai
karbon lebih panjang dari satu unit, dioksidasi menjadi asetat dan hidrogen (Seadi,
dkk., 2008). Saat bakteri asetogen memproduksi asetat, hidrogen akan ikut terbentuk.
Jika terjadi akumulasi pembentukan hidrogen dan tekanan hidrogen, hal ini akan
mengganggu aktivitas bakteri asetogen dan kehilangan produksi asetat dalam jumlah
besar. Oleh karena itu, bakteri asetogen mempunyai hubungan simbiosis dengan
12 Universitas Sumatera Utara
bakteri pembentuk metana yang menggunakan hidrogen untuk memproduksi metana.
Hubungan simbiosis ini akan mempertahankan konsentrasi hidrogen pada tahap ini
tetap rendah, sehingga bakteri asetogen dapat bertahan (Osuji, dkk., 2013).
Produk yang terbentuk selama asetogenesis disebabkan oleh sejumlah mikroba
yang berbeda, misalnya, Syntrophobacter wolinii dekomposer propionat dan Wolfei
sytrophomonos dekomposer butirat dan pembentuk asam lainnya adalah Clostridium
spp, Peptococcus anerobus, Lactobacillus, dan Actinomyces (Lu, 2006). Asam lemak
volatil dengan empat atau lebih rantai karbon tidak dapat digunakan secara langsung
oleh metanogen. Asam-asam organik ini dioksidasi terlebih dahulu menjadi asam
asetat dan hidrogen oleh bakteri asetogenik penghasil hidrogen melalui proses yang
disebut asetogenesis. Asetogenesis juga temasuk pada produksi asetat dari hidrogen
dan karbon dioksida oleh asetogen dan homoasetogen. Kadang-kadang proses
asidogenesis dan asetogenesis dikombinasikan sebagai satu tahapan saja (Seadi, dkk.,
2008). Reaksi asetogenesis dapat dilihat di bawah ini :
CH3CH2COOH CH3COOH + CO2 + 3 H2
(asam propionat) (asam asetat)
CH3CH2CH2COOH 2CH3COOH + 2 H2
(asam butirat) (asam asetat)
Gambar 2.3 Reaksi Asetogenesis (Dioha, dkk., 2013)
Pada tahap asetogenesis, sebagian besar hasil fermentasi asam harus dioksidasi
di bawah kondisi anaerobik menjadi asam asetat, CO2, dan hidrogen yang akan
menjadi substrat bakteri metanogen. Bakteri pembentuk oksidasi ini adalah bakteri
syntrofik atau bakteri asetogen atau mikroba obligat pereduksi proton. Salah satunya
adalah asam propionat akan dioksidasi oleh bakteri Syntrophobacter wolinii menjadi
produk yang digunakan oleh bakteri metanogen dalam pembentukan gas metana
(Osuji, dkk., 2013).
13 Universitas Sumatera Utara
2.4.4 Tahap Metanogenesis
Langkah terakhir dalam produksi biogas adalah metanogenesis. Metanogensis di
mana terutama H2 dan CO2 (methanogen hidrogenotropik) dan asetat (metanogen
asetatlastik) dikonversi menjadi CH4 dan CO2 (Ometto, dkk., 2019). Metanogen
hidrogenotrofik menggunakan hidrogen sebagai akseptor elektron untuk produksi
metana, sedangkan metanogen asetotrofik menggunakan format sebagai donor
elektron untuk pengurangan metana dan karbon dioksida. Asetat yang berasal dari
asam asetat dapat langsung digunakan sebagai substrat oleh bakteri metanogenik untuk
menghasilkan biogas. Degradasi produk dilakukan oleh keragaman besar anaerob
fakultatif melalui banyak jalur fermentasi. Biasanya, sekitar 66% dari metana yang
dihasilkan dibentuk melalui dekarboksilasi asetat, sedangkan 34% sisanya diproduksi
melalui mekanisme reduksi karbon dioksida oleh aktivitas bakteri hidrogenofilik
(Ohimain & Izah, 2017). Faktor yang mempengaruhi tahap metanogenesis ini adalah
kondisi operasi seperti komposisi bahan baku, laju aliran umpan (waktu retensi
hidroulik, HRT), suhu, agitasi, dan pH. Produksi metana dapat terhenti karena
beberapa faktor, yaitu digester kelebihan muatan, perubahan suhu, atau masuknya
oksigen dalam jumlah besar (Trisakti, dkk., 2017).
Pada akhirnya gas metana diproduksi dengan dua cara. Pertama adalah
mengkonversikan asetat menjadi karbon dioksida dan metana oleh organisme
asetropik dan cara lainnya adalah dengan mereduksi karbon dioksida dengan hidrogen
oleh organisme hidrogenotropik. Berikut ini adalah reaksi utama (reaksi
metanogenesis) yang terlibat dalam konversi substrat menjadi metana dapat dilihat
pada reaksi dibawah ini.
CH3COOH CH4 + CO2
2C2H5OH + CO2 CH4 + 2CH3COOH
CO2 + 4H2 CH4 +2H2O
Gambar 2.4 Reaksi Metanogenesis (Kim & Whitman, 2014)
14 Universitas Sumatera Utara
2.5 DIGESTER BATCH
Digester batch beroperasi dengan jumlah limbah yang ditentukan, sepenuhnya
ditutup dan hanya dibuka kembali setelah produksi biogas dan mencerna penarikan
untuk memulai siklus baru, yang paling umum adalah kontinu/semi kontinu
biodigester, di mana limbah yang akan dicerna ditempatkan bersamaan dengan
pengumpulannya, tanpa perlu membuka peralatan. Digester anaerob yang tercampur
sempurna adalah dasarnya sistem perawatan anaerob, dengan waktu retensi hidraulik
(HRT) dan padatan yang sama waktu retensi (SRT), memberikan stabilitas proses.
Dimana lebih cocok untuk limbah dengan konsentrasi padatan yang tinggi, kandungan
kebutuhan oksigen kimia (COD) antara 8000 dan 50000 mg / L (Silva, dkk., 2019).
Berikut merupakan berbagai klasifikasi konfigurasi digester anaerob disajikan
pada tabel 2.5 dibawah ini:
Tabel 2.5 Klasifikasi Konfigurasi Digester Anaerob
Digester anaerob pertumbuhan tersuspensi • Continuous stirred-tank reactor (CSTR)
• Up flow anaerobic sludge blanket (UASB)
• Anaerobic sequencing batch reactor (ASBR)
• Anaerobic baffled reactor (ABR)
Digester anaerob pertumbuhan terlampir • Anaerobic filter (AF)
• Expanded-bed reactor (EBR)
• Fluidized-bed reactor (FBR)
Digester anaerob solid-state • Batch digester
• Continuous digester
Digester anaerobik rumah tangga • Digester kubah tetap (tipe Cina)
• Digester drum terapung (tipe India)
Sumber : Nguyen, dkk (2019)
Gambar 2.5 Reaktor Menggunakan Sekat
15 Universitas Sumatera Utara
2.6 BIOGAS
Biogas adalah gas poduk digester dari aktivitas bakteri anaerobic metanogens
yang mendekomposisi senyawa organik. Kehadiran bakteri pada biomassa
memproduksi biogas tersebut melalui reaksi biokimia tanpa oksigen (Atul, 2017).
Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik
(tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa
gas metan (gas yang mudah terbakar) dan karbon dioksida (Embrandiri, dkk., 2012).
Biogas dapat mengurangi emisi karbon dioksida dari industri dan pemakaian
bahan bakar fosil..Biogas dengan kandungan metana lebih besar dari 45% bersifat
mudah terbakar (Ayu & Aryati, 2010). Berikut adalah komposisi biogas pada tabel
2.6.
Tabel 2.6 Komposisi Biogas
Komponen Konsentrasi (%)
Metana (CH4) 50 – 75
Karbon dioksida (CO2) 24 – 45
Uap Air (H2O) 2 – 7
Sulfida (H2S) 0 – 1
Nitrogen (N2) 0 - 2
Amonia (NH3) 0 - 1
Hidrogen (H2) 0 - 1
Sumber : Ziemiński & Frac (2012)
16 Universitas Sumatera Utara
Dibawah ini merupakan rangkaian proses produksi biogas secara anaerobik dari
LCPKS ditunjukkan pada Gambar 2.7 berikut:
Gambar 2.6 Proses Produksi Biogas dari LCPKS
(Rajani, dkk., 2019)
2.7 PARAMETER DIGESTASI ANAEROB
2.7.1 Temperatur
Temperatur memainkan peran penting pada proses anaerobik dalam teknologi
UASB, untuk meningkatkan kemampuan mikroorganisme memproduksi biogas.
Temperatur yang sesuai menyediakan viskositas yang rendah dan degadasi yang baik
untuk mikoorganisme. UASB awalnya dioperasikan pada kondisi mesopilik (25 – 40
℃) dan termopilik (40 – 60 ℃) (Kaviyarasan, 2014). Tingkat produksi metana
meningkat dengan meningkatnya suhu. Di sisi lain, peningkatan suhu pada gilirannya
juga akan meningkatkan konsentrasi amonia bebas.
17 Universitas Sumatera Utara
Peningkatan temperatur pada digestasi anaerobik memiliki beberapa
keuntungan yaitu, dapat meningkatkan kelarutan senyawa organik, meningkat laju
reaksi kimia dan biologi, meningkatkan difusi substrat terlarut, meningkatkan tingkat
kematian bakteri patogen, terutama di bawah termofilik kondisi, meningkatkan
degradasi asam lemak rantai panjang, VFA dan produk intermediate lainnya (Fang,
2010). Telah dilakukan observasi bahwa temperatur yang lebih tinggi pada termofilik
dapat mengurangi waktu tinggal.
2.7.2 Derajat Keasaman (pH)
Setiap kelompok mikroba yang terlibat dalam degradasi anaerobik memiliki
rentan pH tertentu untuk pertumbuhan yang optimal. Untuk bakteri asidogen, pH
optimalnya sekitar 6, sedangkan untuk bakteri asetogen dan metanogen, pH yang
optimal sekitar 7. Banyak penelitian menunjukkan bahwa kisaran Ph 6,5-7,5
menghasilkan kinerja dan stabilitas dalam sistem anaerobik yang baik, meskipun
operasi yang stabil dapat juga terjadi di luar kisaran ini (Rahayu, dkk., 2015). kisaran
pH optimal untuk mendapatkan hasil biogas yang maksimal dalam AD adalah 6.5-7.5.
pH yang lebih rendah merupakan indikasi kegagalan sistem atau kapasitas buffer yang
rendah dan dapat menghambat pencernaan. PH tinggi juga dapat membatasi proses
metanogenesis. Nilai pH tergantung pada faktor-faktor berikut: VFA konsentrasi,
konsentrasi bikarbonat, alkalinitas sistem dan fraksi CO2 dalam gas digester.
Hubungan antara VFA dan konsentrasi bikarbonat adalah sangat penting untuk
mempertahankan nilai pH konstan dalam sistem (Sawyerr, dkk., 2019).
2.7.3 Organic Loading Rate (OLR)
Tingkat Beban Organik (OLR) adalah ukuran dari kapasitas konversi biologis
digestasi anaerobik. Parameter penting yang lain untuk mengontrol performa
bioreaktor adalah OLR. Kenaikan OLR menyebabkan masalah operasi. OLR adalah
faktor penting untuk pengurangan COD (Kaviyarasan, 2014). OLR menentukan
berapa banyak kandungan volatile solids (VS) yang masuk ke digester. OLR yang
tinggi akan membutuhkan bakteri yang banyak, yang dapat menyebabkan sistem
crash, jika tidak disiapkan. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa OLR lebih
tinggi akan mengurangi efisiensi pengurangan COD (dalam sisitem pengolahan air
18 Universitas Sumatera Utara
limbah). Namun produksi gas akan meningkat dengan OLR sampai tahap metanogen
tidak bisa bekerja cukup cepat untuk mengkonversi asam asetat menjadi metana. OLR
berhubungan dengan konsentrasi substrat dan HRT sehingga keseimbangan yang baik
antara kedua parameter harus diperoleh untuk operasi digester yang baik. HRT pendek
akan mengurangi waktu kontak antara substrat dan biomassa (Prakoso, dkk., 2016).
2.7.4 Pengadukan
`Proses pengadukan berperan penting dalam mengontrol pH dan menjaga
lingkungan yang seragam. Tanpa pengadukan yang memadai, lingkungan mikro yang
tidak menguntungkan dapat terbentuk. Pengadukan berfungsi untuk mendistribusikan
larutan penyangga ke seluruh area digester dan mencegah penumpukan produk
metabolisme berkonsentrasi tinggi yang dapat menghambat pembentukan bakteri
metanogen. Pengadukan umumnya dilakukan dengan menggunakan pengaduk
mekanis, yaitu pengadukan cairan dengan memasukkan POME melalui pipa distribusi,
atau pengadukan dengan menggunakan biogas yang diresirkulasi (Rahayu, dkk.,
2015).
2.7.5 Nutrisi
Biodegradasi yang efisien membutuhkan nutrisi seperti nitrogen, fosfor dan
unsur-unsur lainnya dalam jumlah yang cukup (mikronutrisi). Nutrisi membangun sel-
sel yang membentuk mikroorganisme dan menghasilkan biogas. Unusr-unsur kimia
yang membentuk mikroorganisme antara lain karbon (50%), oksigen (20%), nitrogen
(12%), hidrogen (8%), fosfor (2%), sulfur (1%) dan kalium (1%) (Rahayu, dkk., 2015).
2.7.6 Hydraulic Retention Time (HRT)
Waktu retensi hidrolik atau hydraulic retention time (HRT) adalah lama waktu
rata-rata suatu senyawa yang mudah larut untuk tetap berada didalam bio-degester.
Operator digester harus mengatur HRT sehingga memungkinkan degradasi substrat
yang memadai tanpa membutuhkan volume digester yang terlalu besar. Umumnya,
unit biogas komersil untuk LCPKS memerlukan HRT 20-90 hari. HRT yang terlalu
singkat mengakibatkan proses degradasi tidak tuntas atau mendorong bakteri keluar
dari digester (Rahayu, dkk., 2015).
19 Universitas Sumatera Utara
HRT (d) = VR
QF
(2.1)
Dimana:
VR = Volume Digester (m3)
QF = Debit LCPKS (m3/hari)
2.7.7 Volatile Fatty Acid (VFA)
Dalam proses AD yang beroperasi dalam OLR tinggi, sering terjadi akumulasi
VFA, yang menyebabkan penurunan pH dan produksi CH4 berikutnya. Dalam kasus
tersebut, laju pemberian perlu dikurangi atau dihentikan untuk memungkinkan
konsumsi akumulasi VFA ke tingkat yang direkomendasikan. (Nguyen, dkk., 2019).
2.7.8 Rasio C/N
Rasio C/N merupakan perbandingan antara karbon dan nitrogen pada suatu
bahan organik. Karbon dan nitrogen merupakan dua unsur utama yang membentuk
substrat bahan organik. Keduanya diperlukan sebagai sumber energi mikroorganisme
dalam melakukan perombakan. Mikroorganisme perombak akan beraktivitas optimal
pada tingkat C/N sebesar 25–30. Nilai C/N yang tinggi akan mengakibatkan kinerja
mikroba menjadi rendah sehingga produksi gas metan juga akan rendah. Bahan yang
memiliki kadar C/N yang tinggi seperti bahan hijauan, sebelumnya lebih baik dicacah
atau dipotong terlebih dahulu agar bakteri metanogenik lebih mudah melakukan
dekomposisi dan tidak menimbulkan bau busuk terlebih dahulu (Afrian, 2017).
2.7.9 Kandungan Total Solid (TS)
Dalam proses pembentukan biogas bakteri membutuhkan keadaan air yang
sesuai untuk pertumbuhannya, begitu juga bakteri untuk produksi biogas. Berdasarkan
laju pengumpanan (pembebanan), sistem digester anaerobik dibedakan atas sistem
dengan padatan rendah atau low solid (LS) dengan kandungan TS kurang dari 10%,
sistem medium atau medium solid (MS) dengan TS 15-10%, dan sistem padatan tinggi
atau high solid (HS) dengan TS 22%-40%. Peningkatan TS dalam reaktor berarti
penurunan volume digester karena kebutuhan air yang lebih rendah. Semakin banyak
20 Universitas Sumatera Utara
TS yang terkandung akan semakin memudahkan terjadinya penurunan pH. Bakteri
untuk produksi biogas yang
optimal mengkendaki TS sebesar 4–9% pada fermentasi basah. Untuk proses
fermentasi kering TS dapat lebih besar dari 15% (Afrian, 2017).
2.8 PEMODELAN KINETIKA
Pada proses pembentukan biogas ada beberapa hal tinjauan yang digunakan
dalam mengukur kinerja dari bioreaktor tersebut. Pengukuran kinerja bioreaktor
dilakukan dengan tujuan meningkatkan skala (scale up) dari bioreaktor biogas yang
akan digunakan. Pengukuran kinerja pada bioreaktor tersebut dilakukan dengan
menggunakan pemodelan kinetika produksi biogas (Supriyanto, 2016).
Tabel 2.7 Pemodelan Persamaan Kinetika
Model Kinetika Persamaan
First Order Substrate Removal
Model ln
𝑆
𝑆0 = k.t
Grau Second Order Substrate
Removal Model
𝑆0 ×𝑡
𝑆0−𝑆 = bt + a
Modified Stover-Kicannon Model 𝑡
(𝑆0−𝑆) =
𝐾𝑏
𝑅𝑚𝑎𝑥
𝑡
𝑆0 +
1
𝑅𝑚𝑎𝑥
First Order Kinetic Model M(t) = Mmx[1 - e(-kxt)]
Logistic Kinetic Model M(t) =
𝑀𝑚
1+exp{4𝑅𝑚 (λ −1)
𝑀𝑚}+2
Cone Model M(t) =
𝑀𝑚
1+ (𝑘𝑥𝑡)𝑛
Modified Gompertz Model M(t) = 𝑀𝑚𝑥 𝑒𝑥𝑝 {−𝑒𝑥𝑝 [𝑅𝑚𝑒
𝑀𝑚(λ − 1) + 1]}
Sumber : (Cebeci, dkk., 2016; Jijai, dkk., 2015; Li, dkk., 2019; Pramanik, dkk., 2019)
21 Universitas Sumatera Utara
Keterangan:
S0 = Konsentrasi substrat umpan (mg COD/L)
S = Konsentrasi substrat effluent (mg COD/L)
t = Waktu (Hari)
Kb = Saturation Value Constant (mg.L/Hari)
Rmax = Maximum Substrate Removal Rate (mg COD. L/Hari)
a = S0.(Ks.X)-1 (Hari-1)
b = Konstanta Grau
k1 = Konstanta Kinetik orde satu
M(t) = Akumulasi pertumbuhan mikroba (VSS) (g/L)
Mm = Potensi pertumbuhan maksimum mikroba (VSS) (g/L)
k = konstanta proses/reaksi asidogenesis (/hari)
λ = lag phase time (hari)
Rm = Laju pertumbuhan mikroba maksimum (g/L.hari)
n = Shape factor
μm = laju spesifik pertumbuhan maksimum (/hari)
22 Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.
3.2 Bahan dan Peralatan
3.2.1 Bahan-Bahan
1. Starter berasal dari penelitian sebelumnya
2. Sampel LCPKS dari fat pit PKS Rambutan PTPN III
3. Asam klorida (HCl) 0,1 N
4. Aquadest (H2O)
5. Natrium Bikarbonat (NaHCO3)
3.2.2 Peralatan
Rangkaian peralatan yang digunakan dalam proses asidogenesis adalah seperti
yang terlihat pada Gambar 3.1
Starter yang berasal dari penelitian sebelumnya sebanyak 20% dan umpan
sebanyak 80% dari volume total dimasukkan ke dalam fermentor 6 liter. Fermentor
dioperasikan pada temperatur 550C, Variasi pengadukan 200, 250 dan 300 rpm, dan
pH 5,5 ± 0,2 dengan menggunakan reaktor semi batch. Setiap harinya dilakukan
analisis cairan berupa pH, M-Alkalinity, TS, VS, TSS, dan VSS serta setiap 4 hari
dilakukan analisis COD, SCOD, dan VFA terhadap sampel cairan di dalam fermentor
serta analisis kandungan CO2 dan H2S terhadap produk gas.
23 Universitas Sumatera Utara
1. Jar Fermentor
2. Water bath
3. Stirrer
4. Valve Umpan
5. Termometer
6. Sampling point
7. Water trap
8. Gelas Ukur
9. Penampung gas
10. Kecepatan pengadukan
11. Stirrer Controller
1
250
rpm
OFF
UP
6
7
98
2
3
4
5
11
10
Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan
3.3 Tahapan Penelitian
3.3.1 Analisis Bahan Baku
Bahan baku berupa LCPKS dari PKS Rambutan PTPN III yang sudah dilakukan
pengukuran pH, M –Alkalnity, TS, VS, TSS,VSS, COD, Oil and Grease, Protein,
Karbohidrat.
3.3.2 Variasi pengadukan
Proses variasi pengadukan dilakukan pada fermentor dengan memvariasikan
pengadukan yaitu 200, 250, dan 300 rpm dengan pH 5,5 ± 0,2 pada temperatur 550C.
24 Universitas Sumatera Utara
3.4 Kumpulan Data
Penentuan kinerja proses pembuatan biogas ditentukan dengan menganalisa
parameter-parameter seperti pada Tabel 3.1 di bawah ini:
Tabel 3.1 Metode Analisa pada Proses Pembuatan Biogas
Parameter Metode Frekuensi
Ph Titrasi 1 x / hari
M-Alkalinitas Titrasi 1 x / hari
COD (mg/L) APHA 5220B 1x/3 hari
SCOD (mg/L) APHA 5220B 1x/3 hari
TS (mg/L) APHA 2540B 1 x / hari
VS (mg/L) APHA 2540E 1 x / hari
TSS (mg/L) APHA 2540D 1x/3 hari
VSS (mg/L) APHA 2540E 1x/3 hari
Volume Biogas (L/hari) Gas Meter 1x / hari
VFA GC MS 1x/3 hari
Komposisi Biogas :
H2S (ppm)
CO2 (%)
CH4 (%)
SAZQ Biogas Analyzer
1x / hari
1x / hari
1x / hari
Keterangan : COD : Chemical Oxygen Demand, SCOD : Soluble Chemical Oxygen
Demand, TS : Total Solid, VS : Volatile Solid, TSS : Total Suspended Solid, VSS :
Volatile Suspended Solid
3.5 Analisa Data Kinetika Proses
Penentuan beberapa persamaan dan parameter kinetika dilakukan dengan
menggunakan excel solver serta dilakukan analisis keakuratan model yaitu:
a. Root Mean Square Error/RMSE (Excel Solver)
b. R- Squared/R2 (Excel Solver)
c. Mean Absolute Percentage Error/MAPE (Excel Solver)
d. Akaike Information Criteria/AIC (Metode Maximum Likehood Estimation/MLE
dengan Excel Solver)
25 Universitas Sumatera Utara
3.6 Jadwal Penelitian
Pelaksanaan penelitian direncanakan selama 6 (enam) bulan. Jenis kegiatan
dan jadwal pelaksanaannya dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Jenis Kegiatan dan Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No. Kegiatan Bulan ke-I Bulan ke II Bulan ke-III Bulan ke-IV Bulan ke V
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Studi literatur
2. Seminar
proposal
3. Pabrikasi alat
4.
Pengambilan
dan persiapan
bahan baku
5.
Pelaksanaan
penelitian dan
pengumpulan
data
6.
Kompilasi data
dan penarikan
kesimpulan
7. Penulisan
karya ilmiah
8. Seminar hasil
9. Seminar
skripsi
26 Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 PENGARUH LAJU PENGADUKAN TERHADAP DEGRADASI
CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)
COD atau Chemical Oxygen Demand merupakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam bahan
baku (Nuraini, dkk., 2019). Reduksi nilai COD menunjukkan berkurangnya jumlah
bahan organik yang ada dalam bahan baku (Ghaly, dkk., 2000). Pengaruh laju
pengadukan terhadap COD ditunjukkan pada Gambar 4.1 dibawah ini.
Gambar 4.1 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Degradasi Chemical Oxygen
Demand (COD)
Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa nilai COD awal untuk semua laju
pengadukan sama yaitu sebesar 46.400 mg/L, adapun nilai akhir untuk laju
pengadukan 200 rpm sebesar 20.200 mg/L, laju pengadukan 250 rpm sebesar
20.400 mg/L dan laju pengadukan 300 rpm sebesar 20.600 mg/L. Dari gambar
terlihat bahwa nilai COD semakin menurun seiring bertambahnya waktu. Dengan
demikian maka artinya degradasi bahan organik semakin meningkat. Penurunan ini
menunjukkan pembentukan lapisan mikroorganisme berlangsung diikuti dengan
degradasi senyawa-senyawa organik kompleks yang menghasilkan gas metan dan
CO2. Pendegradasian tersebut akan mempengaruhi terhadap nilai COD yang
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
0 4 8 12 16 20
CO
D (
mg/L
)
Hari
200 rpm
250 rpm
300 rpm
27 Universitas Sumatera Utara
dihasilkan, berarti jika nilai COD rendah menunjukkan kandungan senyawa organik
didalam air buangan akan rendah juga (Ahmad, dkk., 2011).
4.2 ANALISA KINETIKA PROFIL DEGRADASI CHEMICAL OXYGEN
DEMAND (COD) PADA PROSES ASIDOGENESIS LCPKS
4.2.1 Konstanta Kinetika Degradasi COD Model First Order
Model kinetika orde satu pada degradasi COD diekpresikan pada persamaan
berikut:
ln 𝑆
𝑆0 = k.t
Dimana:
S0 = Konsentrasi substrat umpan (mg COD/L)
S = Konsentrasi substrat effluent (mg COD/L)
t = Waktu (Hari)
k1 = Konstanta Kinetik orde satu
Penentuan konstanta kinetik orde satu didapat dengan cara memplotkan ln 𝑆
𝑆0 –
vs – waktu (hari) yang ditunjukkan pada gambar 4.2.
Gambar 4.2 Penentuan Konstanta Kinetik k1 Pada Model Kinetika Orde Satu
Grafik diatas merupakan hasil plot ln 𝑆
𝑆0 – vs – t berdasarkan hasil data aktual
hingga diperoleh persamaan regresi linear beserta R2. Analisis koefisien determinasi
(R2) digunakan untuk mengetahui seberapa besar persentase sambungan variabel
independen secara bersamaan terhadap terhadap variabel dependen. Nilai R square
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0 4 8 12 16 20
(Ln
CO
D A
wal
-L
n C
OD
Ak
hir
)
t (Hari)
200 rpm
250 rpm
300 rpm
Linear (200 rpm)
Linear (250 rpm)
Linear (300 rpm)
28 Universitas Sumatera Utara
dikatakan baik jika diatas 0,5 karena nilai R square berkisar antara 0 sampai 1 (Halin,
dkk., 2017). Nilai k1 dihitung dari slope garis lurus pada grafik. Adapun nilai k1 dan
R2 yang didapat dengan variasi laju pengadukan dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Konstanta Kinetik dan Persamaan Degradasi COD Model Orde Satu
Laju
Pengadukan
( rpm)
Konstanta Kinetik
K1 (Hari-1)
Fitting Error
(R2)
Persamaan
Kinetika Orde
Satu
200 0,0105 0,910 ln
𝑆
𝑆0 = 0,0105t
250 0,0092 0,816 ln
𝑆
𝑆0 = 0,0092t
300 0,0088 0,763 ln
𝑆
𝑆0 = 0,0088t
29 Universitas Sumatera Utara
4.2.2 Konstanta Kinetika Degradasi COD Model Kinetika Grau Second Order
Model kinetika Grau Second Order pada degradasi COD dapat diekspresikan
pada persamaan berikut:
𝑆0 ×𝑡
𝑆0−𝑆 = bt + a
a = S0.(Ks.X)-1
Dimana:
S0 = Konsentrasi substrat umpan (mg COD/L)
S = Konsentrasi substrat effluent (mg COD/L)
t = Waktu (Hari)
X = Konsentrasi biomassa pada reaktor (mg VSS/L)
a = S0.(Ks.X)-1 (Hari-1)
b = Konstanta Grau
Pada persamaan diatas konstanta kinetik yang perlu ditentukan adalah a dan b,
penentuan konstanta kinetik tersebut dilakukan dengan memplotkan persamaan diatas
pada grafik 𝑆0 ×𝑡
𝑆0−𝑆 – vs- t yang ditunjukkan pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Penentuan Konstanta Kinetik a dan b Pada Model Kinetika Grau
Grafik diatas merupakan hasil plot berdasarkan data aktual hingga diperoleh
persamaan regresi linear beserta R2. Analisis koefisien determinasi (R2) digunakan
untuk mengetahui seberapa besar persentase sambungan variabel independen secara
0
20
40
60
80
100
120
140
0 4 8 12 16 20
(t*C
OD
Aw
al)
/ (C
OD
Aw
al
-
CO
D A
kh
ir)
t (Hari)
200 rpm
250 rpm
300 rpm
Linear (200 rpm)
Linear (250 rpm)
Linear (300 rpm)
30 Universitas Sumatera Utara
bersamaan terhadap terhadap variabel dependen. Nilai R square dikatakan baik jika
diatas 0,5 karena nilai R square berkisar antara 0 sampai 1 (Halin, dkk., 2017).Grafik
pada gambar 4.3 menghasilkan persamaan regresi untuk menentukan konstanta a dan
b yang didapat dari slope dan intercept persamaan garis lurus pada gambar 4.3. Adapun
nilai a dan b pada variasi laju pengadukan dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Konstanta Kinetik dan Persamaan Degradasi COD Model Grau Second
Order
Laju
Pengadukan
( rpm)
A
(Hari-1) b
Fitting
Error
(R2)
Persamaan Kinetika
Grau
200 15,553 4,617 0,902 𝑆0 ×𝑡
𝑆0−𝑆 = 4,617t + 15,553
250 11,181 5,165 0,935 𝑆0 ×𝑡
𝑆0−𝑆 = 5,165t + 11,181
300 9,760 5,392 0,956 𝑆0 ×𝑡
𝑆0−𝑆 = 5,392t + 9,760
31 Universitas Sumatera Utara
4.2.3 Konstanta Kinetika Degradasi COD Model Kinetika Stover-Kicannon
Model kinetika Stover-Kicannon pada degradasi COD dapat diekspresikan
pada persamaan berikut:
𝑡
(𝑆0−𝑆) =
𝐾𝑏
𝑅𝑚𝑎𝑥
𝑡
𝑆0 +
1
𝑅𝑚𝑎𝑥
Dimana:
S0 = Konsentrasi substrat umpan (mg COD/L)
S = Konsentrasi substrat effluent (mg COD/L)
t = Waktu (Hari)
Kb = Saturation Value Constant (mg.L/Hari)
Rmax = Maximum Substrate Removal Rate (mg COD. L/Hari)
Pada persamaan diatas konstanta kinetik yang perlu ditentukan adalah Kb dan
Rmax penentuan konstanta kinetik tersebut dilakukan dengan cara memplotkan
persamaan diatas pada grafik 𝑡
𝑆0 – vs -
𝑡
(𝑆0−𝑆) yang ditunjukkan pada gambar 4.4.
Gambar 4.4 Penentuan Konstanta Kinetik Kb dan Rmax Pada Model Kinetika Stover-
Kicannon
Grafik diatas merupakan hasil plot berdasarkan data aktual hingga diperoleh
persamaan regresi linear beserta nilai R2. Analisis koefisien determinasi (R2)
digunakan untuk mengetahui seberapa besar persentase sambungan variabel
independen secara bersamaan terhadap terhadap variabel dependen. Nilai R square
dikatakan baik jika diatas 0,5 karena nilai R square berkisar antara 0 sampai 1 (Halin,
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1
t/(C
OD
Aw
al-
CO
D A
kh
ir)
t/(COD Awal)
200 rpm
250 rpm
300 rpm
Linear (200 rpm)
Linear (250 rpm)
Linear (300 rpm)
32 Universitas Sumatera Utara
dkk., 2017). Grafik pada gambar 4.4 menghasilkan persamaan regresi untuk
menentukan konstanta Kb dan Rmax yang didapat dari slope dan intercept garis lurus
pada gambar 4.4. Adapun nilai konstanta Kb dan Rmax pada variasi laju pengadukan
dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Konstanta Kinetik dan Persamaan Degradasi COD Model Stover-Kicannon
Laju
Pengadu
kan
( rpm)
Kb
(mg.L/Hari)
Rmax
(mg
COD.L/Hari
)
Fitting
Error
(R2) Persamaan Kinetika
Stover-Kicannon
200 113,123 24,449 0,954 𝑡
(𝑆0−𝑆) =
113,123
24,449
𝑡
𝑆0 +
1
24,449
250 182,890 35,087 0,971 𝑡
(𝑆0−𝑆) =
182,890
35,087
𝑡
𝑆0 +
1
35,087
300 291,510 51,813 0,984 𝑡
(𝑆0−𝑆) =
291,510
51,813
𝑡
𝑆0 +
1
51,813
33 Universitas Sumatera Utara
4.3 LAJU PENGADUKAN DEGRADASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND
(COD) TERBAIK
4.3.1 Pengaruh Laju Pengadukan terhadap Degradasi COD Terbaik
Gambar 4.5 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Degradasi COD Terbaik
Gambar 4.5 menunjukkan bahwa pada pengadukan 200 rpm diperoleh reduksi
COD sebesar 56,46 %, pada pengadukan 250 rpm sebesar 56,03 %, dan pada
pengadukan sebesar 55,60 %..
Oleh sebab itu pada proses asidogenesis LCPKS dengan temperatur 550C, laju
pengadukan yang optimum diperoleh pada 200 rpm dengan nilai reduksi COD
tertinggi sebesar 56,46 %. Peningkatan laju pengadukan memberikan dampak yang
signifikan dimana seiring dengan bertambahnya laju pengadukan diperoleh nilai
reduksi COD yang semakin meningkat.
0
20
40
60
80
150 200 250 300 350
CO
D R
emo
va
l (%
)
Laju Pengadukan (rpm)
COD Removal %
34 Universitas Sumatera Utara
4.4 EVALUASI DAN PERBANDINGAN BERBAGAI MODEL KINETIKA
PADA DEGRADASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)
TERBAIK
Evaluasi berbagai persamaan model kinetika dilakukan dengan melihat
seberapa tepatnya prediksi COD effluent dengan data aktual yang ada. Prediksi COD
effluent dihitung menggunakan persamaan yang sudah ditentukan konstanta
kinetiknya pada masing-masing model. Berikut merupakan grafik perbandingan
prediksi COD effluent dengan data aktual pada masing-masing model kinetika.
Gambar 4.6 Perbandingan Data Aktual Dengan Prediksi COD Effluent Pada
Berbagai Persamaan Model Kinetika
Gambar 4.6 menunjukkan hasil prediksi konsentrasi substrat keluaran (S) pada
berbagai model yang dibandingkan dengan data aktual. Model empiris atau analisis
statistik dapat diformulasikan untuk menjelaskan mekanisme dasar yang mendasari
sistem yang kompleks dan dengan demikian memberikan panduan yang lebih baik
dalam proses desain dan kontrol (Shin, dkk., 2008). Gambar 4.6 menunjukkan akurasi
berbagai model dalam memprediksi nilai COD keluaran reaktor yang digambarkan
pada kedekatan data prediksi pada garis y=x.
Berdasarkan gambar 4.6 diperoleh bahwa peridiksi COD pada model Orde
Satu, Grau Second Order dan Stover Kicannon sama-sama dapat diterima karena
nilainya yang hampir mendekati dari data aktual. Model kinetika terbaik yang
prediksinya paling mendekati data aktual adalah model Grau Second Order dengan
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
0 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000
Pre
dic
ted
S
Measured S
Orde Satu
Grau 2nd Order
Stover-Kicannon
Linear (Orde Satu)
Linear (Grau 2nd Order)
Linear (Stover-Kicannon)
35 Universitas Sumatera Utara
nilai prediksi sebesar 46.400, 40.945, 35.854, 30.245, 25.208 dan 20.855 mg COD/L.
Nilai prediksi tersebut mendekati data aktual dengan akurasi 99%.
Berdasarkan perbandingan tersebut maka model persamaan terbaik dalam
mengestimasi degradasi COD effluent adalah model Grau Second Order.
Berdasarkan gambar 4.6 dapat disimpulkan juga bahwa semua model persamaan
cocok untuk memprediksi kadar COD effluent.
36 Universitas Sumatera Utara
4.5 PENGARUH LAJU PENGADUKAN TERHADAP PROFIL
PERTUMBUHAN MIKROBA
Proses pengadukan berperan penting dalam mengontrol pH dan menjaga
lingkungan yang seragam. Tanpa pengadukan yang memadai, lingkungan mikro yang
tidak menguntungkan dapat terbentuk. (Rahayu, dkk., 2015). Dengan adanya
pengadukan, maka kontak substrat dengan mikroorganime akan semakin cepat dan
seragam pada setiap titik. Pengadukan berfungsi untuk meratakan kontak sel dengan
substrat dan menjaga agar mikroorganisme tidak mengendap dibawah. Selain itu
pengadukan juga berfungsi sebagai pemecah sel berkoloni sehingga sel - sel
mikroorganisme tidak menyatu membentuk gumpalan (flok) yang akan mengganggu
perkembangbiakan sel yang tidak mendapatkan nutrisi yang cukup dari substrat
(Wibowo, dkk., 2015).
Gambar 4.7 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Profil Pertumbuhan Mikroba
Gambar 4.7 menunjukkan profil pertumbuhan mikroba. Pertumbuhan
mikroorganisme di dalam bioreaktor diamati sebagai VSS yang merupakan
konsentrasi padatan tersuspensi yang menguap (Silalahi, dkk., 2018). Konsentrasi VSS
dapat menjadi indikator pertumbuhan mikroba aktif dalam reaktor. Gambar 4.7
menunjukkan bahwa profil konsentrasi VSS cenderung meningkat dan menandakan
adanya pertumbuhan mikroba. Profil VSS pada variasi laju pengadukan; 200; 250; dan
300 rpm mengalami fluktuasi. Pada semua variasi laju pengadukan didapat data yang
tidak stabil, dimana pada setiap variasi laju pengadukan terjadi penurunan konsentrasi
0
2
4
6
8
10
12
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
200 RPM
250 RPM
300 RPM
Per
tum
bu
han
Mik
rob
a, V
SS
(g/L
)
Waktu (Hari)
37 Universitas Sumatera Utara
VSS yang cukup besar, penurunan konsentrasi VSS bisa terjadi dikarenakan gangguan
pada kondisi operasi, seperti matinya motor pengaduk yang menyebabkan terhentinya
pengadukan pada fermentor.
Pada laju pengadukan 200 rpm diperoleh konsentrasi VSS sebesar 6,34 – 8,82
g/L, pada 250 rpm sebesar 6,38 – 9,12 g/L, dan pada 300 rpm nilai VSS sebesar 6,36
– 8,93 g/L. Profil pertumbuhan mikroba terbaik untuk setiap variasi pH dapat dilihat
pada Gambar 4.7. Pengadukan pada digester akan memungkinkan kontak secara
langsung antara mikroorganisme dengan bahan (substrat). Semakin tinggi frekuensi
peengadukan, semakin tinggi pula kesempatan mikroorgansisme mendegradasi
subsrat (Suryani, dkk., 2018).
38 Universitas Sumatera Utara
4.6 ANALISIS KINETIKA PROFIL PERTUMBUHAN MIKROBA PADA
PROSES ASIDOGENESIS LCPKS
4.6.1 Model Kinetika Orde Satu/First Order
4.6.1.1 Parameter/Konstanta Laju Pertumbuhan Mikroba fungsi waktu
terhadap pengaruh Laju Pengadukan Proses Asidogenesis
Gambar 4.8 Perbandingan Data Eksperimental dan Model Orde Satu pada Laju
Pengadukan; 200; 250 dan 300 rpm
Volatile Suspended Solid yang diukur pada masing-masing laju pengadukan:
200, 250 dan 300 rpm adalah 7,626 g/L; 7,822 g/L; dan 8,083 g/L, sedangkan model
kinetika orde satu memperkirakan Volatile Suspended Solid kumulatif menjadi 7,206
g/L; 7,353 g/L; dan 7,663 g/L, dimana adanya perbedaan nilai data yang terukur dan
nilai model berturutturut sebesar 5,507 %; 5,996 %; dan 5,195 %.
Pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa nilai konstanta reaksi pada setiap variasi
laju pengadukan berbeda-beda. Hal ini menunjukkan nilai tersebut dipengaruhi oleh
kondisi laju pengadukan yang berbeda. Sementara untuk potensi pertumbuhan
maksimum mikroba (Mm) mengalami fluktuasi dengan nilai tertinggi pada laju
pengadukan 250 rpm. Hal ini mengindikasikan variasi laju pengadukan berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan mikroba, Semakin tinggi frekuensi peengadukan,
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Data 200 rpm Estimasi 200 rpm
Data 250 rpm Estimasi 250 rpm
Data 300 rpm Estimasi 300 rpmPer
tum
bu
han
Mik
rob
a, V
SS
(g/L
)
Waktu (Hari)
39 Universitas Sumatera Utara
semakin tinggi pula kesempatan mikroorgansisme mendegradasi subsrat (Suryani,
dkk., 2018).
Nilai koefisien determinasi (R2) untuk reaktor dengan variasi laju pengadukan:
200; 250; dan 300 rpm dengan pemodelan kinetika orde 1 adalah 0,925; 0,931; dan
0,938. Analisis koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui seberapa besar
persentase sambungan variabel independen secara bersamaan terhadap terhadap
variabel dependen. Nilai R square dikatakan baik jika diatas 0,5 karena nilai R square
berkisar antara 0 sampai 1 (Halin, dkk., 2017). Selain itu, diperoleh nilai RMSE berada
di antara 2,005 dan 2,074. Root Mean Square Error (RMSE) merupakan besarnya
tingkat kesalahan hasil prediksi, dimana semakin kecil (mendekati 0) nilai RMSE
maka hasil prediksi akan semakin akurat (Suprayogi, dkk., 2012).
40 Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4 Konstanta Kinetik dan Persamaan Laju Pertumbuhan Mikroba Model First Order
Laju
Pengadukan
(rpm)
Konstanta Kinetika Populasi Mikroba (VSS)
(g/L)
Fitting error
Persamaan Kinetika Orde Satu Mm
(g/L)
k
(hari-1)
M(exp) M(t) dP (%) R2 RMSE
200 7,566 13,289 7,626 7,206 5,507 0,925 2,074 P=7,5661-exp(-13,289t)]
250 7,721 22,826 7,773 7,353 5,402 0,931 2,023 P=7,721[1-exp(-22,826t)]
300 8,046 13,229 8,083 7,663 5,195 0,938 2,005 P=8,046[1-exp(-13,229t)]
41 Universitas Sumatera Utara
4.6.1.2 Penentuan Konstanta Laju Pertumbuhan mikroba Fungsi Laju
Pengadukan
Pada penelitian ini dilakukan penentuan persamaan konstanta pertumbuhan
mikroba fungsi laju pengadukan. Untuk menentukan persamaan konstanta tersebut,
maka diperlukan data konstanta laju pertumbuhan mikroba yaitu Mm (g/L), dan k
(hari-1) pada tiap variasi laju pengadukan digestasi. Data konstanta produksi biogas
fungsi laju pengadukan ditunjukkan pada Tabel 4.5. Dengan memplot data laju
pengadukan dan konstanta simulasi model orde pertama, diperoleh grafik persamaan
regresi polinomial pada masing-masing variabel seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4.9.
Tabel 4.5 Konstanta Laju Pertumbuhan Mikroba Fungsi Laju Pengadukan Digestasi
Anaerob
Laju Pengadukan (rpm) Mm (g/L) k (hari-1)
200 7,566 13,289
250 7,721 22,826
300 8,046 13,229
Konstanta laju pertumbuhan mikroba (VSS) diplot terhadap masing-masing
variasi laju pengadukan digestasi anaerob untuk mendapatkan persamaan regresi
polinomial pada masing-masing variabel. Persamaan ini dapat digunakan untuk
mensimulasikan model persamaan orde satu.
Nilai konstanta yang diperoleh akan disubstitusikan ke dalam bentuk umum
persamaan orde satu sehingga nantinya akan didapat prediksi potensi proses digestasi
anaerob dalam pertumbuhan mikroba penghasil VFA dan dapat dijadikan sebagai
acuan pengontrolan proses digestasi anaerob dalam proses asidogenesis dari limbah
cair kelapa sawit (LCPKS) menggunakan reaktor batch dengan pengaruh variasi laju
pengadukan Penentuan persaman konstanta model orde satu dijelaskan oleh Gambar
4.9
42 Universitas Sumatera Utara
(a)
(b)
Gambar 4.9 Tren Konstanta
(a) Mm, g/L, Potensi Pertumbuhan Maksimum Mikroba (VSS),
(b) k, hari-1 , Konstanta Reaksi/Proses Fungsi Laju Pengadukan
Gambar 4.9 menunjukkan tren konstanta laju pertumbuhan mikroba fungsi laju
pengadukan. Persamaan regresi polinomial untuk konstanta potensi pertumbuhan
mikroba fungsi variasi laju pengadukan ditunjukkan pada persamaan berikut
Mm(f(x)) = 0,00005x2 – 0,0123x + 8,654
Persamaan untuk konstanta reaksi/proses fungsi laju pengadukan (x)
ditunjukkan pada persamaan berikut:
k(f(x)) = -0,0038x2 + 1,9127x – 216,19
y = 3E-05x2 - 0,0123x + 8,6541
R² = 15
6
7
8
9
10
150 200 250 300 350
Laju Pengadukan (rpm)
y = -0,0038x2 + 1,9127x - 216,19
R² = 10
5
10
15
20
25
150 200 250 300 350
k (
Hari
-1)
Mm
(g/L
)
43 Universitas Sumatera Utara
Dimana:
Mm (f(x)) = Potensi pertmbuhan maksimum mikroba fungsi laju pengadukan
(g/L)
f(x) = Fungsi laju Pengadukan
k(f(x)) = Konstanta reaksi fungsi laju pengadukan (hari-1)
Dengan menggunakan persamaan tersebut, kita dapat mengestimasi harga
konstanta Mm dan k pada laju pertumbuhan mikroba/pertambahan VSS berdasarkan
data laju pengadukan digestasi anaerob. Sehingga dapat lebih memudahkan dalam hal
menentukan variabel yang digunakan.
44 Universitas Sumatera Utara
4.6.2 Model Kinetika Persamaan Logistik
4.6.2.1 Parameter/Konstanta Laju Pertumbuhan Mikroba fungsi waktu
terhadap pengaruh Laju Pengadukan Proses Asidogenesis
Gambar 4.10 Perbandingan Data Eksperimental dan Model Persamaan Logistik pada
Laju Pengadukan; 200; 250 dan 300 rpm
Volatile Suspended Solid yang diukur pada masing-masing laju pengadukan:
200, 250 dan 300 rpm adalah 7,626 g/L; 7,822 g/L; dan 8,083 g/L, sedangkan model
persamaan logistik memperkirakan Volatile Suspended Solid kumulatif menjadi 7,294
g/L; 7,492 g/L; dan 7,753 g/L, dimana adanya perbedaan nilai data yang terukur dan
nilai model berturut-turut sebesar 4,351 %; 4,229 %; dan 4,075 %.
Pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa nilai Rm (laju pertumbuhan maksimum
mikroba) dan Mm potensi pertumbuhan maksimum mikroba) mengalami fluktuasi
seiring dengan kenaikan laju pengadukan, adapun nilai Rm dan Mm tertinggi diperoleh
pada laju pengadukan 300 rpm.. Hal ini mengindikasikan perubahan laju pengadukan
berpengaruh terhadap potensi dan laju pertumbuhan mikroba proses. Semakin tinggi
frekuensi peengadukan, semakin tinggi pula kesempatan mikroorgansisme
mendegradasi subsrat (Suryani, dkk., 2018).
Dalam kasus ini, nilai λ adalah 0 yang menunjukkan bahwa mikroba tidak
membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Hal disebabkan karena kondisi proses seperti
pH dijaga konstan dan masih sesuai dengan pH pertumbuhan mikroba.
0
2
4
6
8
10
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Data 200 rpm Estimasi 200 rpmData 250 rpm Estimasi 250 rpmData 300 rpm Estimasi 300 rpm
Per
tum
bu
han
Mik
rob
a, V
SS
(g/L
)
Waktu (Hari)
45 Universitas Sumatera Utara
Nilai koefisien determinasi (R2) untuk reaktor dengan laju pengadukan 200;
250; dan 300 rpm dengan pemodelan persamaan logistik adalah adalah 0,938; 0,945;
dan 0,949 Analisis koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui seberapa
besar persentase sambungan variabel independen secara bersamaan terhadap terhadap
variabel dependen. Nilai R square dikatakan baik jika diatas 0,5 karena nilai R square
berkisar antara 0 sampai 1 (Halin, dkk., 2017). Selain itu, diperoleh nilai RMSE berada
di antara 1,804 dan 1,893. Root Mean Square Error (RMSE) merupakan besarnya
tingkat kesalahan hasil prediksi, dimana semakin kecil (mendekati 0) nilai RMSE
maka hasil prediksi akan semakin akurat (Suprayogi, dkk., 2012).
46 Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6 Konstanta Kinetik dan Persamaan Laju Pertumbuhan Mikroba Model Logistik
Laju
Pengadukan
(rpm)
Konstanta Kinetik Populasi Mikroba (VSS)
(g/L)
Fitting error
Persamaan Kinetika Logistik Rm
(g/L. Hari)
Mm
(g/L)
λ
(Hari)
M(exp) M(t) dP (%) R2 RMSE
200 40,985 7,614 0 7,626 7,294 4,351 0,938 1,893 M(t) =
7,614
1 + exp {4 × 40,985 (−1)
7,614 } + 2
250 34,940 7,820 0 7,822 7,492 4,229 0,945 1,821 M(t) =
7,820
1 + exp {4 × 34,940(−1)
7,820 } + 2
300 41,655 8,093 0 8,083 7,753 4,075 0,949 1,804 M(t) =
8,093
1 + exp {4 × 41,655 (−1)
8,093 } + 2
47 Universitas Sumatera Utara
4.6.2.2 Penentuan Konstanta Laju Pertumbuhan mikroba Fungsi Laju
Pengadukan
Pada penelitian ini dilakukan penentuan persamaan konstanta pertumbuhan
mikroba fungsi laju pengadukan. Untuk menentukan persamaan konstanta tersebut,
maka diperlukan data konstanta laju pertumbuhan mikroba yaitu Mm (g/L), dan λ (hari)
serta laju pertumbuhan Rm pada tiap variasi laju pengadukan digestasi. Data konstanta
produksi biogas fungsi laju pengadukan ditunjukkan pada Tabel 4.7. Dengan memplot
data laju pengadukan dan konstanta simulasi model persamaan logistik, diperoleh
grafik persamaan regresi polinomial pada masing-masing variabel seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.11.
Tabel 4.7 Konstanta Laju Pertumbuhan Mikroba Fungsi Laju Pengadukan Digestasi
Anaerob
Laju Pengadukan
(rpm)
Mm (g/L) Rm
(g/L.hari)
λ (hari)
200 7,614 40,985 0
250 7,820 34,940 0
300 8,093 41,655 0
Konstanta laju pertumbuhan mikroba (VSS) diplot terhadap masing-masing
variasi laju pengadukan digestasi anaerob untuk mendapatkan persamaan regresi
polinomial pada masing-masing variabel. Persamaan ini dapat digunakan untuk
mensimulasikan model persamaan logistik.
Nilai konstanta yang diperoleh akan disubstitusikan ke dalam bentuk umum
persamaan logistik sehingga nantinya akan didapat prediksi potensi proses digestasi
anaerob dalam pertumbuhan mikroba penghasil VFA dan dapat dijadikan sebagai
acuan pengontrolan proses digestasi anaerob dalam proses asidogenesis dari limbah
cair kelapa sawit (LCPKS) menggunakan reaktor batch dengan pengaruh variasi laju
pengadukan Penentuan persaman konstanta model orde satu dijelaskan oleh Gambar
4.11.
48 Universitas Sumatera Utara
(a)
(b)
Gambar 4.11 Tren Konstanta
(a) Mm, g/L, Potensi Pertumbuhan Maksimum Mikroba (VSS),
(b) Rm, g/L.hari, Laju Pertumbuhan Maksimum Mikroba
Gambar 4.11 menunjukkan tren konstanta laju pertumbuhan mikroba fungsi
laju pengadukan (x) Persamaan regresi polinomial untuk konstanta potensi
pertumbuhan maksimum mikroba fungsi laju pengadukan (x) ditunjukkan pada
persamaan berikut.
Mm(f(x))) = 0,00001x2 - 0,002x + 7,6453
Persamaan regresi polinomial untuk konstanta laju pertumbuhan maksimum
mikroba fungsi laju pengadukan (x) ditunjukkan pada persamaan berikut.
Rm(f(x)) = 0,0026x2 - 1,2694x + 192,78
y = 1E-05x2 - 0,002x + 7,4653
R² = 1
5
6
7
8
9
150 200 250 300 350
Mm
(g/L
)
Laju Pengadukan (rpm)
y = 0,0026x2 - 1,2694x + 192,78
R² = 132
34
36
38
40
42
44
150 200 250 300 350
Laju Pengadukan (rpm)
49 Universitas Sumatera Utara
Persamaan untuk konstanta lag phase time (λ) fungsi laju pengadukan tidak
ada, hal ini karena nilai konstanta tersebut 0 di setiap variasi laju pengadukan
Dimana:
Mm(f(x)) = Konstanta potensi laju pertmbuhan maksimum mikroba fungsi laju
pengadukan (g/l)
Rm(f(x)) = Konstanta laju pertumbuhan maksimum mikroba fungsi laju
pengadukan (g/l.hari)
f(x) = Fungsi laju pengadukan
Dengan menggunakan persamaan tersebut, kita dapat mengestimasi harga
konstanta Mm dan Rm pada laju pertumbuhan mikroba/pertambahan VSS berdasarkan
data laju pengadukan digestasi anaerob. Sehingga dapat lebih memudahkan dalam hal
menentukan variabel yang digunakan.
50 Universitas Sumatera Utara
4.6.3 Model Kinetika Cone
4.6.3.1 Parameter/Konstanta Laju Pertumbuhan Mikroba fungsi waktu
terhadap pengaruh Laju Pengadukan Proses Asidogenesis
Gambar 4.12 Perbandingan Data Eksperimental dan Model Cone pada Laju
Pengadukan; 200; 250 dan 300 rpm
Volatile Suspended Solid yang diukur pada masing-masing laju pengadukan:
200, 250 dan 300 rpm adalah 7,626 g/L; 7,822 g/L; dan 8,083 g/L, sedangkan model
cone memperkirakan Volatile Suspended Solid kumulatif menjadi 7,206 g/L; 7,353
g/L; dan 7,663 g/L, dimana adanya perbedaan nilai data yang terukur dan nilai model
berturut-turut sebesar 5,506 %; 5,995 %; dan 5,195 %.
Pada Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa nilai potensi pertumbuhan maksimum
mikroba (Mm) mengalami fluktuasi dengan nilai tertinggi pada laju pengadukan proses
sama dengan 300 rpm. Dapat dilihat pula, konstanta laju reaksi asidogenesis dan shape
factor mengalami fluktuasi. Hal ini mengindikasikan perubahan laju pengadukan
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan mikroba shape faktor dan konstanta laju
reaksi asidogenesisnya. Semakin tinggi frekuensi peengadukan, semakin tinggi pula
kesempatan mikroorgansisme mendegradasi subsrat (Suryani, dkk., 2018).
Nilai koefisien determinasi (R2) untuk reaktor dengan laju pengadukan 200;
250; dan 300 rpm dengan pemodelan persamaan logistik adalah adalah 0,925; 0,931;
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Data 200 rpm Estimasi 200 rpm
Data 250 rpm Estimasi 250 rpm
Data 300 rpm Estimasi 300 rpmPer
tum
bu
ha
n M
ikro
ba
, V
SS
(g
/L)
Waktu (Hari)
51 Universitas Sumatera Utara
dan 0,938 Analisis koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui seberapa
besar persentase sambungan variabel independen secara bersamaan terhadap terhadap
variabel dependen. Nilai R square dikatakan baik jika diatas 0,5 karena nilai R square
berkisar antara 0 sampai 1 (Halin, dkk., 2017). Selain itu, diperoleh nilai RMSE berada
di antara 2,005 dan 2,074. Root Mean Square Error (RMSE) merupakan besarnya
tingkat kesalahan hasil prediksi, dimana semakin kecil (mendekati 0) nilai RMSE
maka hasil prediksi akan semakin akurat (Suprayogi, dkk., 2012).
52 Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.8 Konstanta Kinetika dan Persamaan Laju Pertumbuhan Mikroba Model Kinetika Cone
Laju
Pengadukan
(rpm)
Konstanta Kinetika Populasi Mikroba (VSS)
(g/L)
Fitting error
Persamaan Kinetika Cone Mm
(g/L)
K
(/Hari)
N M(exp) M(t) dP (%) R2 RMSE
200 7,567 6,081 8,571 7,626 7,206 5,506 0,925 2,074 M(t) =
7,567
1 + (6,081𝑥𝑡)8,571
250 7,721 3,688 14,706 7,822 7,353 5,995 0,931 2,023 M(t) =
7,721
1 + (3,688𝑥𝑡)14,706
300 8,046 7,354 10,853 8,083 7,663 5,195 0,938 2,005 M(t) =
8,046
1 + (7,354𝑥𝑡)10,853
53 Universitas Sumatera Utara
4.6.3.2 Penentuan Konstanta Laju Pertumbuhan mikroba Fungsi Laju
Pengadukan
Pada penelitian ini dilakukan penentuan persamaan konstanta pertumbuhan
mikroba fungsi laju pengadukan. Untuk menentukan persamaan konstanta tersebut,
maka diperlukan data konstanta laju pertumbuhan mikroba yaitu Mm (g/l), k (/hari) dan
N pada tiap variasi laju pengadukan digestasi. Data konstanta produksi biogas fungsi
laju pengadukan ditunjukkan pada Tabel 4.9. Dengan memplot data laju pengadukan
dan konstanta simulasi model kinetika cone, diperoleh grafik persamaan regresi
polinomial pada masing-masing variabel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.13.
Tabel 4.9 Konstanta Laju Pertumbuhan Mikroba Fungsi Laju Pengadukan Digestasi
Anaerob
Laju Pengadukan
(rpm)
Mm
(g/L)
K
(Hari-1)
N
200 7,567 6,081 8,571
250 7,721 3,688 14,706
300 8,046 7,354 10,853
Konstanta laju pertumbuhan mikroba (VSS) diplot terhadap masing-masing
variasi laju pengadukan digestasi anaerob untuk mendapatkan persamaan regresi
polinomial pada masing-masing variabel. Persamaan ini dapat digunakan untuk
mensimulasikan model persamaan cone.
Nilai konstanta yang diperoleh akan disubstitusikan ke dalam bentuk umum
kinetika Cone sehingga nantinya akan didapat prediksi potensi proses digestasi
anaerob dalam pertumbuhan mikroba penghasil VFA dan dapat dijadikan sebagai
acuan pengontrolan proses digestasi anaerob dalam proses asidogenesis dari limbah
cair kelapa sawit (LCPKS) menggunakan reaktor batch dengan pengaruh variasi laju
pengadukan Penentuan persaman konstanta model kinetika Cone dijelaskan oleh
Gambar 4.13.
54 Universitas Sumatera Utara
(a)
(b)
y = 3E-05x2 - 0,0123x + 8,654
R² = 1
5
6
7
8
9
150 200 250 300 350
Laju Pengadukan (rpm)
y = 0,0012x2 - 0,5931x + 76,235
R² = 1
0
2
4
6
8
150 200 250 300 350
k (
Hari
-1)
Laju Pengadukan (rpm)
Mm
(g/L
)
55 Universitas Sumatera Utara
(c)
Gambar 4.13 Tren Konstanta (a) Mm, Potensi Pertumbuhan Maksimum
Mikroba (VSS), (b) k, Konstanta Reaksi (c) n, Shape Faktor
Gambar 4.13 menunjukkan tren konstanta laju pertumbuhan mikroba fungsi
laju pengadukan. Persamaan regresi polinomial untuk konstanta potensi pertumbuhan
maksimum mikroba fungsi laju pengadukan ditunjukkan pada persamaan berikut.
Mm(f(x)) = 0,00003x2 - 0,0123x + 8,654
Persamaan regresi polinomial untuk konstanta reaksi asidogenesis/proses (k)
fungsi laju pengadukan f(x) ditunjukkan pada persamaan berikut
K(f(x)) = 0,0012x2 - 0,5931x + 76,235
Persamaan regresi polinomial untuk konstanta Shape Factor (n) fungsi laju
pengadukan f(x) ditunjukkan pada persamaan berikut.
N(f(x)) = -0,002x2 + 1,0216x – 115,84
Dimana:
Mm(f(x)) = Potensi pertumbuhan maksimum mikroba (VSS) fungsi laju
pengadukan (g/L)
K(f(x)) = Konstanta proses/reaksi asidogenesis fungsi laju pengadukan (hari-1)
N(f(x)) = Shape factor fungsi laju pengadukan
f(x) = Fungsi laju pengadukan
y = -0,002x2 + 1,0216x - 115,84
R² = 1
0
3
6
9
12
15
150 200 250 300 350
N
Laju Pengadukan (rpm)
56 Universitas Sumatera Utara
Dengan menggunakan persamaan tersebut, kita dapat mengestimasi harga
konstanta Mm, k dan N pada laju pertumbuhan mikroba/pertambahan VSS berdasarkan
data laju pengadukan digestasi anaerob. Sehingga dapat lebih memudahkan dalam hal
menentukan variabel yang digunakan.
57 Universitas Sumatera Utara
4.6.4 Model Kinetika Gompertz yang dimodifikasi
4.6.4.1 Parameter/Konstanta Laju Pertumbuhan Mikroba fungsi waktu
terhadap pengaruh Laju Pengadukan Proses Asidogenesis
Gambar 4.14 Perbandingan Data Eksperimental dan Model Gompertz pada Laju
Pengadukan; 200; 250 dan 300 rpm
Volatile Suspended Solid yang diukur pada masing-masing laju pengadukan:
200, 250 dan 300 rpm adalah 7,626 g/L; 7,822 g/L; dan 8,083 g/L, sedangkan model
Gompertz memperkirakan Volatile Suspended Solid kumulatif menjadi 7,206 g/L;
7,453 g/L; dan 7,714 g/L, dimana adanya perbedaan nilai data yang terukur dan nilai
model berturut-turut sebesar 5,506 %; 4,721 %; dan 4,559 %.
Pada Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa nilai potensi pertumbuhan maksimum
mikroba (Mm) mengalami fluktuasi dengan nilai tertinggi pada laju pengadukan proses
sama dengan 300 rpm. Pada tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa potensi
pertumbuhan maksimum mikroba tidak selalu bertambah seiring dengan
bertambahnya laju pertumbuhan maksimum mikroba. Hal ini, tentu bisa terjadi karena
data parameter tersebut diambil dengan pertimbangan R square terbesar yang
bertujuan agar persamaan/model tersebut semakin memiliki hubungan yang tepat
dengan data eksperimen. Dalam kasus ini, nilai λ adalah 0 yang menunjukkan bahwa
mikroba dapat langsung beradaptasi. Semakin tinggi frekuensi peengadukan, semakin
tinggi pula kesempatan mikroorgansisme mendegradasi subsrat (Suryani, dkk., 2018).
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Data 200 rpm Estimasi 200 rpm
Data 250 rpm Estimasi 250 rpm
Data 300 rpm Estimasi 300 rpm
Per
tum
bu
ha
n M
ikro
ba
, V
SS
(g
/L)
Waktu (Hari)
58 Universitas Sumatera Utara
Nilai koefisien determinasi (R2) untuk reaktor dengan laju pengadukan 200;
250; dan 300 rpm dengan pemodelan persamaan logistik adalah adalah 0,925; 0,940;
dan 0,944. Analisis koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui seberapa
besar persentase sambungan variabel independen secara bersamaan terhadap terhadap
variabel dependen. Nilai R square dikatakan baik jika diatas 0,5 karena nilai R square
berkisar antara 0 sampai 1 (Halin, dkk., 2017). Selain itu, diperoleh nilai RMSE berada
di antara 1,894 dan 2,074. Root Mean Square Error (RMSE) merupakan besarnya
tingkat kesalahan hasil prediksi, dimana semakin kecil (mendekati 0) nilai RMSE
maka hasil prediksi akan semakin akurat (Suprayogi, dkk., 2012).
59 Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.10 Konstanta Kinetika dan Persamaan Laju Pertumbuhan Mikroba Model Kinetika Gompertz
Laju
Pengadukan
(rpm)
Konstanta Kinetika Populasi Mikroba (VSS)
(g/L)
Fitting error
Persamaan Kinetika Gompertz Mm
(g/L)
Rm
(g/L.
Hari)
λ
(hari)
M(exp) M(t) dP (%) R2 RMSE
200 7,567 70,104 0 7,626 7,206 5,506 0,925 2,074 M(t) =
7,567𝑒𝑥𝑝 {−𝑒𝑥𝑝 [70,104𝑒
7,567(0 − 1) + 1]}
250 7,800 53,313 0 7,822 7,453 4,721 0,940 1,907 M(t) =
7,800𝑒𝑥𝑝 {−𝑒𝑥𝑝 [53,313𝑒
7,800(0 − 1) + 1]}
300 8,073 55,186 0 8,083 7,714 4,559 0,944 1,894 M(t) =
8,073𝑒𝑥𝑝 {−𝑒𝑥𝑝 [55,186𝑒
8,073(0 − 1) + 1]}
60 Universitas Sumatera Utara
4.6.4.2 Penentuan Konstanta Laju Pertumbuhan mikroba Fungsi Laju
Pengadukan
Pada penelitian ini dilakukan penentuan persamaan konstanta pertumbuhan
mikroba fungsi laju pengadukan. Untuk menentukan persamaan konstanta tersebut,
maka diperlukan data konstanta laju pertumbuhan mikroba Mm (g/L), dan λ (hari) serta
laju pertumbuhan Rm pada tiap variasi laju pengadukan digestasi. Data konstanta
produksi biogas fungsi laju pengadukan ditunjukkan pada Tabel 4.11. Dengan
memplot data laju pengadukan dan konstanta simulasi model kinetika Gompertz,
diperoleh grafik persamaan regresi polinomial pada masing-masing variabel seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 4.15.
Tabel 4.11 Konstanta Laju Pertumbuhan Mikroba Fungsi Laju Pengadukan Digestasi
Anaerob
Laju Pengadukan
(rpm)
Mm
(g/L)
Rm
(g/L. Hari)
λ
(hari)
200 7,567 70,104 0
250 7,800 53,313 0
300 8,073 55,186 0
Konstanta laju pertumbuhan mikroba (VSS) diplot terhadap masing-masing
variasi laju pengadukan digestasi anaerob untuk mendapatkan persamaan regresi
polinomial pada masing-masing variabel. Persamaan ini dapat digunakan untuk
mensimulasikan model persamaan Gompertz.
Nilai konstanta yang diperoleh akan disubstitusikan ke dalam bentuk umum
kinetika Gompertz sehingga nantinya akan didapat prediksi potensi proses digestasi
anaerob dalam pertumbuhan mikroba penghasil VFA dan dapat dijadikan sebagai
acuan pengontrolan proses digestasi anaerob dalam proses asidogenesis dari limbah
cair kelapa sawit (LCPKS) menggunakan reaktor batch dengan pengaruh variasi laju
pengadukan Penentuan persaman konstanta model Gompertz dijelaskan oleh Gambar
4.15.
61 Universitas Sumatera Utara
(a)
(b)
Gambar 4.15 Tren Konstanta (a) Mm, g/l, Potensi Pertumbuhan Maksimum Mikroba
(VSS), (b) Rm, g/l, Laju Pertumbuhan Maksimum Mikroba
Gambar 4.15 menunjukkan tren konstanta laju pertumbuhan mikroba fungsi laju
pengadukan f(x). Persamaan regresi polinomial untuk konstanta potensi laju
pertumbuhan mikroba fungsi laju pengadukan f(x) ditunjukkan pada persamaan
berikut.
Mm(f(x) = 0,000008x2 + 0,0011x + 7,0338
Persamaan regresi polinomial untuk konstanta laju pertambahan mikroba
maksimum fungsi laju pengadukan f(x) ditunjukkan pada persamaan berikut.
Rm(f(x)) = 0,0037x2 - 2,0156x + 323,91
y = 8E-06x2 + 0,0011x + 7,0338
R² = 1
5
6
7
8
9
150 200 250 300 350
Mm
(g/L
)
Laju Pengadukan (rpm)
y = 0,0037x2 - 2,0156x + 323,91
R² = 1
40
45
50
55
60
65
70
75
150 200 250 300 350
Laju Pengadukan (rpm)
62 Universitas Sumatera Utara
Persamaan untuk konstanta lag phase time (λ) fungsi laju pengadukan tidak ada,
hal ini karena nilai konstanta tersebut 0 di setiap variasi laju pengadukan.
Dimana:
Mm(f(x)) = Konstanta potensi laju pertmbuhan mikroba fungsi laju pengadukan
(g/L)
Rm(f(x)) = Konstanta laju pertambahan mikroba maksimum fungsi laju
pengadukan (g/l.hari)
λ (f(x)) = Konstanta Periode Fase Lag fungsi laju pengadukan (hari)
f(x) = Fungsi laju pengadukan
Dengan menggunakan persamaan tersebut, kita dapat mengestimasi harga
konstanta Mm, Rm dan λ pada laju pertumbuhan mikroba/pertambahan VSS
berdasarkan data laju pengadukan digestasi anaerob. Sehingga dapat lebih
memudahkan dalam hal menentukan variabel yang digunakan.
63 Universitas Sumatera Utara
4.7 LAJU PENGADUKAN PERTUMBUHAN MIKROBA TERBAIK
4.7.1 Pengaruh Laju Pengadukan terhadap Pertumbuhan Mikroba Terbaik
Gambar 4.16 Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Pertumbuhan Mikroba
Terbaik
Gambar 4.16 menunjukkan profil VSS terbaik untuk setiap variasi laju
pengadukan. Profil pertumbuhan mikroba terbaik dicapai pada hari ke-1 dengan laju
pengadukan 250 rpm sebesar 9,12 g/L. Adapun nilai VSS pada laju pengadukan 200
rpm adalah 8,82 g/L, pada laju pengadukan 250 rpm sebesar 9,12 g/L dan pada laju
pengadukan 300 rpm sebesar 8,93 g/L. Fluktuasi pada nilai VSS kemungkinan
disebabkan oleh perubahan pH. Setiap kelompok mikroba yang terlibat dalam
degradasi anaerobik memiliki rentan pH tertentu untuk pertumbuhan yang optimal.
Untuk bakteri asidogen, pH optimalnya sekitar 6 sehingga mempengaruhi banyaknya
VSS yang dihasilkan (Rahayu, dkk., 2015). pH yang lebih rendah merupakan indikasi
kegagalan sistem atau kapasitas buffer yang rendah dan dapat menghambat proses
penguraian. pH tinggi juga dapat membatasi proses sistem (Sawyerr, dkk., 2019).
Gambar 4.16 menunjukkan profil VSS terbaik dicapai pada laju pengadukan 250 rpm
dimana mikroorganisme asidogenik bekerja dengan optimal dan memiliki konsentrasi
VSS yang lebih tinggi.
0
2
4
6
8
10
12
150 200 250 300 350
Per
tum
bu
ha
nM
ikro
ba
, V
SS
(g
/L)
Laju Pengadukan (rpm)
64 Universitas Sumatera Utara
4.7.2 Evaluasi dan Perbadingan Berbagai Model Kinetika pada Laju
Pengadukan Pertumbuhan Mikroba Terbaik
Gambar 4.17 Perbandingan Data dan berbagai Model kinetika pertumbuhan
mikroba terhadap waktu pada laju pengadukan 250 rpm
Gambar 4.17 menunjukkan profil pertumbuhan mmikroba terbaik (VSS, g/l)
pada proses asidogenesis pada laju pengadukan 250 rpm yang dibandingkan antara
data eksperimen dengan berbagai model kinetika. Model empiris atau analisis statistik
dapat diformulasikan untuk menjelaskan mekanisme dasar yang mendasari sistem
yang kompleks dan dengan demikian memberikan panduan yang lebih baik dalam
proses desain dan kontrol (Shin, dkk., 2008). Melalui model-model tersebut, kita dapat
merancang proses digestasi anaerob. Model-model tersebut memliki nilai dan jenis
parameter yang berbeda-beda yang ditampilkan pada Tabel 4.12.
0
2
4
6
8
10
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Data
Orde satu
Logistic
Gompertz
Cone
Per
tum
bu
han
Mik
rob
a, V
SS
(g/L
)
Waktu (Hari)
65 Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.12 Perbandingan Parameter Berbagai Model Kinetika
Parameter Model Kinetika
A B C D Satuan
Mm 7,721 7,820 7,7215 7,800 g/L
Lamda - 0 - 0 Hari
K 22,826 - 3,688 - L/Hari
Rm - 34,940 - 53,313 g/L.Hari
N - - 14,706 - -
Keterangan:
A = Orde 1
B = Persamaan logistik
C = Cone
D = Gompertz
Pada tabel diatas, dapat dilihat setiap model memiliki parameter yang berbeda-
beda. Pada keempat model/persamaan kinetika tersebut hanya parameter Mm yang
dimiliki oleh setiap model kinetika. Mm menunjukkan jumlah/potensi pertumbuhan
mikroba tertinggi yang dapat diraih oleh setiap model kinetika. Model persamaan
Logistik menghasilkan nilai parameter Mm tertinggi sementara nilai terendah berada
pada model kinetika orde satu. Akan tetapi, nilai ini tidak dapat menjadi acuan bahwa
model tersebut merupakan model terbaik yang menggambarkan proses asidogenesis
LCPKS pada laju pengadukan 250 rpm dengan sistem anaerob. Kriteria kebaikan
model dilihat berdasarkan ukuran kesalahan peramalan yaitu MAD (Mean Absolute
Deviation), MSE (Mean Squared Error), RMSE (Root Mean Squared Error) dan
MAPE (Mean Absolute Percentage Error). Hasil dari analisa keakuratan model-
model/persamaan kinetika pada penelitian ini ditampilkan pada Table 4.13.
66 Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.13 Perbandingan Tingkat Keakurasian Berbagai Model Kinetika
Parameter A B C D
R2 0,931 0,945 0,931 0,940
MAD 0,420 0,330 0,420 0,369
MSE 4,095 3,319 4,095 3,640
RMSE 2,023 1,821 2,023 1,907
MAPE 10,892 9,794 10,890 10,006
AIC 0,508 0,440 0,558 0,491
Keterangan:
A = Orde 1
B = Persamaan logistik
C = Cone
D = Gompertz
Pada Tabel 4.13 dapat dilihat bahwa nilai R2 terbesar terdapat pada persamaan
logistik yaitu 0,945. Analisis koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui
seberapa besar persentase sambungan variabel independen secara bersamaan terhadap
terhadap variabel dependen. Nilai R square dikatakan baik jika diatas 0,5 karena nilai
R square berkisar antara 0 sampai (Halin, dkk., 2017). Pada analisis MAD persamaan
logistik memiliki nilai terkecil dari pada model persamaan lainnya yaitu sebesar 0,330.
MAD adalah rata rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa memperhatikan
apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil disbanding kenyataannya, dengan
kata lain MAD adalah rata-rata dari nilai absolut simpangan (Saputro & Purwanggono,
2016). Kecilnya nilai MAD menunjukkan kecilnya kesalahan pada model tersebut.
Pada tabel tersebut, nilai MSE persamaan logistik juga memiliki nilai terkecil
dari pada model lainnya yaitu sebesar 3,319. MSE dihitung dengan menjumlahkan
kuadrat semua kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan
jumlah periode peramalan (Saputro & Purwanggono, 2016). Sehingga, dari pengertian
tersebut dapat disimpulkan semakin kecil nilai MSE semakin tepatlah model tersebut.
Untuk nilai RMSE, persamaan logistik juga memiliki nilai terkecil dari
persamaan/model kinetika lainnya. Berdasarkan nilai RMSE tersebut, persamaan
logistik unggul dari pada model lainnya.
67 Universitas Sumatera Utara
Mean Absolute Percentage Error merupakan ukuran kesalahan relatif. MAPE
biasanya lebih berarti dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan persentase
kesalahan hasil peramalan terhadap permintaan aktual selama periode tertentu yang
akan memberikan informasi persentase kesalahan terlalu tinggi atau terlalu rendah,
dengan kata lain MAPE merupakan rata-rata kesalahan mutlak selama periode tertentu
yang kemudian dikalikan 100% agar mendapatkan hasil secara persentase (Saputro &
Purwanggono, 2016). Berdasarkan tabel diatas, semua model kinetika memiliki
kemampuan estimasi sudah cukup baik karena nilai MAPE-nya berada dibawah 20 %.
Nilai MAPE terkecil menunjukkan kemampuan peramalan/estimasi terbaik yaitu pada
persamaan logistic sebesar 9,794%.
Efisiensi berbagai model/persamaan kinetika dapat ditentukan dengan
membandingkan nilai AIC nya. Jika model telah memenuhi semua uji, maka akan
dipilih model terbaik berdasarkan nilai Akaike Information Criterion (AIC) terkecil
(Prabhadika, dkk., 2018). Pada berbagai persamaan atau model kinetika yang dibahas
pada penelitian ini, model persamaan logistik adalah model dengan nilai AIC terendah
dengan nilai 0,440 yang menjadikannya sebagai persamaan yang paling cocok dalam
menggambarkan proses asidogenesis LCPKS pada laju pengadukan 250 rpm.
Berdasarkan kelima perbandingan keakuratan tersebut, dapat disimpulkan
bahwa persamaan logistik adalah persamaan yang paling cocok untuk menggambarkan
pertumbuhan mikroba proses asidogenesis dengan laju pengadukan 250 rpm. Melalui
penelitian ini juga, dapat dilihat berdasarkan Tabel 4.13 bahwa ke-4 model persamaan
lainnya juga cocok menggambarkan proses tersebut karena memiliki keakuratan yang
baik juga.
68 Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Degradasi COD terbaik diperoleh pada laju pengadukan 200 rpm dengan COD
removal sebesar 56,46 %.
2. Pertumbuhan VSS terbaik didalam digester anaerob diperoleh pada laju
pengadukan 250 rpm hari ke-1 dengan konsentrasi VSS sebesar 9,12 g/L.
3. Model kinetika degradasi COD dengan kemampuan memprediksi kadar COD
effluent terbaik digambarkan oleh model kinetika Grau Second Order.
4. Model kinetika pertumbuhan VSS dengan keakuratan terbaik digambarkan
melalui model persamaan logistik.
5. Nilai konstanta kinetik pada model kinetika degradasi COD terbaik yaitu nilai
a dan b masing-masing sebesar 15,553hari-1 dan 4,617 konstanta Grau.
6. Nilai konstanta kinetik pada model pertumbuhan VSS terbaik yaitu nilai Mm
dan Rm masing-masing sebesar 7,820 g/L dan 34,940 g/L hari.
5.2 SARAN
Saran yang diberikan setelah melakukan penelitian ini adalah:
1. Perlu dilakukan analisis/perhitungan VFA dengan range waktu yang lebih
rapat misalnya setiap hari, agar dapat dianalisis laju pembentukannya melalui
persamaan kinetika.
2. Perlu dilakukan analisis degradasi substrat dengan data lain misalnya
menggunakan data reduksi VS.
3. Perlu dilakukan analisis konstanta kinetik menggunakan persamaan lainnya
seperti persamaan Dual Pooled-Orde Satu dan Chan & Hashimoto.
69 Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Afrian, C. 2017. Produksi Biogas dari Campuran Kotoran Sapi dengan Rumput Gajah
(Pennisetum Purpureum). Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Ahmad, A., Syarfi., Melissa, A. 2011. Penyisihan Chemical Oxygen Demand ( COD )
dan Produksi Biogas Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan Bioreaktor
Hibrid Anaerob Bermedia Cangkang Sawit. Riau: Universitas Riau.
Ahmed, Y., Yaakob, Z., Akhtar, P., & Sopian, K. 2015. Production of biogas and
performance evaluation of existing treatment processes in palm oil mill effluent
(POME). Renewable and Sustainable Energy Reviews, 42, 1260–1278.
Atul, G. 2017. Biogas as a Sustainable Energy Source in India. SSRG International
Journal of Mechanical Engineering, (April), 66–72.
Ayu, A., & Aryati, V. D. 2010. Biogas production using anaerobic biodigester from
cassava starch effluent with ruminant bacteria as biocatalyst. Semarang:
Diponegoro University.
Azmi, N. S., & Khairul, K. F. 2014. Effect of regenerated cellulose of ultrafiltration
membranes on POME treatment. Jurnal Teknologi (Sciences and Engineering),
70(2), 81–86.
Azmi, N. S., Md Yunos, K. F., Baharuddin, A. S., & Dom, Z. M. 2013. The effect of
operating parameters on ultrafiltration and reverse osmosis of palm oil mill
effluent for reclamation and reuse of water. BioResources, 8(1), 76–87.
Budiyono, Syaichurrozi, I., & Siswo, S. 2014. Kinetic model of biogas yield
production from vinasse at various initial pH: Comparison between modified
gompertz model and first order kinetic model. Research Journal of Applied
Sciences, Engineering and Technology, 7(13), 2798–2805.
Cebeci, M. S., Senturk, I., & Guvenin, U. 2016. Investigation Of Aerobic Degradation
Of Industrial Wastewater Containing High Organic Matter: Kinetic Study.
European Scientific Journal, 12(10), 124–132.
Choong, Y. Y., Chou, K. W., & Norli, I. 2018. Strategies for improving biogas
production of palm oil mill effluent (POME) anaerobic digestion: A critical
review. Renewable
70 Universitas Sumatera Utara
and Sustainable Energy Reviews, 82(January), 2993–3006.
Dioha, I. J., Ikeme, C., Nafi, T., Soba, N. I., & Mbs, Y. 2013. Effect of Carbon To
Nitrogen Ratio on Biogas Production. International Research Journal of Natural
Sciences, 1(3), 1–10.
Direktorat Jendral Perkebunan. 2018. Produksi Kelapa Sawit Menurut Provinsi di
Indonesia.
Embrandiri, A., Rupani, P. F., Quaik, S., Ibrahim, M. H., & Rajeev, P. 2012.
Environmental Sustainability in the Palm Oil Industry ; Palm Waste as Nutrient
Supplement and Effects on Plant Growth Characteristics. International
Conference on Environmental, Biomedical and Biotechnology IPCBEE vol.41
Fang, C. 2010. Biogas production from food-processing industrial wastes by anaerobic
digestion. In Water Research (Vol. 19).
Ghaly, A. E., Ramkumar, D. R., Sadaka, S. S., & Rochon, J. D. 2000. Effect of
reseeding and pH control on the performance of a two-stage mesophilic anaerobic
digester operating on acid cheese whey. Canadian Agricultural Engineering Vol
42. No. 4.
Hagos, K., Zong, J., Li, D., Liu, C., & Lu, X. 2017. Anaerobic co-digestion process
for biogas production: Progress, challenges and perspectives. Renewable and
Sustainable Energy Reviews 76 1485–1496.
Halin, H., Hendry, W., & Rinda, Y. 2017. Pengaruh Harga Jual Kaca Patri Jenis
Silver Terhadap Nilai Penjualan Pada CV. KARUNIA KACA PALEMBANG
Tahun 2004-2015. Vol 2. No. 2 2017. ISSN: 2540-816X.
Jijai. S., Chairat, S., Sompong, O., Norli, I. 2015. Kinetic Models For Prediction of
COD Effluent From Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) Reactor for
Cannery Seafood Wastewater Treatment. Jurnal Teknologi 78: 5-6.
Kaman, S. P. D., Tan, I. A. W., & Lim, L. L. P. 2016. Palm oil mill effluent treatment
using coconut shell - Based activated carbon: Adsorption equilibrium and
isotherm. MATEC Web of Conferences, 87, 1–6.
Kaviyarasan, K. 2014. Application of UASB Reactor in Industrial Wastewater
Treatment–A Review. International Journal of Scientific & Engineering
Research, 5(1), 584–589.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2014. Baku Mutu Air Limbah.
71 Universitas Sumatera Utara
Kim, W., & Whitman, W. B. 2014. Methanogens. Encyclopedia of Food
Microbiology: Second Edition, 2, 602–606.
Kismurtono, M., Julendra, H., Mahajoeno, E., & Korniawan, M. 2016. Development
of enhanced biogas production from palm oil mill effluent (POME). Proceedings
of the International Conference on Cogeneration, Small Power Plants and
District Energy, ICUE.
Lang, Ling Yu. 2007. Treatability of Palm Oil Mill Effluent (POME) Using Black
Liquor in An Aerobic Treatment Process.
Li, P., Li, W., Sun, M., Xu, X., Zhang, B., & Sun, Y. 2019. Evaluation of biochemical
methane potential and kinetics on the anaerobic digestion of vegetable crop
residues. Energies, 12(1).
Liew, W. L., Kassim, M. A., Muda, K., Loh, S. K., & Affam, A. C. 2014. Conventional
methods and emerging wastewater polishing technologies for palm oil mill
effluent treatment: A review. Journal of Environmental Management, 149, 222–
235.
Lu, Jinquan. 2007. Optimization of Anaerobic Digestion of Sewage Sludge Using
Thermophilic Anaerobic Optimization of anaerobic digestion of sewage sludge
using thermophilic anaerobic pre-treatment.
Majeed, Z., Mansor, N., Ismail, S., Mathialagan, R., & Man, Z. 2016. Gompertz
Kinetics of Soil Microbial Biomass in Response to Lignin Reinforcing of Urea-
Crosslinked Starch Films. Procedia Engineering, 148, 553–560.
Megawati, & Aji, K. W. 2014. Pengaruh Penambahan EM4 (Effective Microorganism-
4) Pada Pembuatan Biogas dari Eceng Gondok dan Rumen Sapi. Jurnal Bahan
Alam Terbarukan, 3(2), 42–49.
Muda, I., Siregar, H. S., Sembiring, S. A., Ramli, Manurung, H., & Zein, Z. 2018.
Economic Value of Palm Plantation in North Sumatera and Contribution to
Product Domestic Regional Bruto. IOP Conference Series: Materials Science
and Engineering, 288(1).
Nguyen, D. D., Byeong, H. J., Jae, H. J., Eldon, R. R., Rajesh, B., Balasubramani, R.,
Cuong, M. V., Huu, H. N., Wenshan, G., & Soon, W. C. (2019). Thermophilic
anaerobic digestion of model organic wastes : Evaluation of biomethane
production and multiple kinetic models analysis. Bioresource Technology, 280,
72 Universitas Sumatera Utara
269–276.
Nguyen, D., Nitayavardhana, S., Sawatdeenarunat, C., Surendra, K. C., & Khanal, S.
K. 2019. Biogas Production by Anaerobic Digestion: Status and Perspectives. In
Biofuels: Alternative Feedstocks and Conversion Processes for the Production of
Liquid and Gaseous Biofuels.
Ni’mah, L. 2014. Biogas From Solid Waste of Tofu Production and Cow Manure
Mixture: Composition Effect. CHEMICA: Jurnal Teknik Kimia, 1(1).
Norfadilah, N., Raheem, A., Harun, R., & Ahmadun, F. 2016. Bio-hydrogen
production from palm oil mill effluent (POME): A preliminary study.
International Journal of Hydrogen Energy, 41(28), 11960–11964.
Nuraini, E., Tantri, F., & Fajar, L. 2019. Penentuan Nilai BOD dan COD Limbah Cair
Inlet Laboratorium Pengujian Fisis Politeknik ATK Yogyakarta. Integrated Lab
Journal Vol 07. No. 2.
Ohimain, E. I., & Izah, S. C. 2017. A review of biogas production from palm oil mill
effluents using different configurations of bioreactors. Renewable and
Sustainable Energy Reviews.
Ometto, F., Karlsson, A., Ejlertsson, J., Björn, A. V., & Shakeri, S. Y. 2019.
Anaerobic digestion: an engineered biological process. In Substitute Natural Gas
from Waste (pp. 63–74). Elsevier.
Osuji, C., Nwabueze, E., Akunna, T., & Ahaotu, E. 2013. Rapid Fermentation Process
of Fruit Waste and Abattoir Effluent. International Journal of Applied Sciences
& Engineering, 1(2), 52–55.
Prabhadika, I. P. Y., Ketut, N., Tastrawati, T., Putu, L., & Harini, I. 2018. Peramalan
Persediaan Infus Menggunakan Metode Autoregressive Integrated Moving
Average (ARIMA) Pada Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. E-Jurnal
Matematika Vol 7(2), 129–133.
Prakoso, R. A., & Trisakti, B. 2016. Pengaruh Laju Pengadukan Pada Proses
Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur
45oC. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Pramanik, S. K., Fatihah, B. S., Mojtaba, P., & Biplob K. P. 2019. Performance and
Kinetic Model of a Single-Stage Anaerobic Digestion System Operated at
Different Successive Operating Stages for The Treatment of Food Waste. Journal
73 Universitas Sumatera Utara
of Processes.
Rahayu, A. S., Karsiwulan, D., Yuwono, H., Trisnawati, I., Mulyasari, S., Rahardjo,
S., Paramita, V. 2015. Buku Panduan Konversi POME Menjadi Biogas
Pengembangan Proyek di Indonesia. Winrock International.
Rajani, A., Kusnadi, Santosa, A., Saepudin, A., Gobikrishnan, S., & Andriani, D. 2019.
Review on biogas from palm oil mill effluent (POME): Challenges and
opportunities in Indonesia. IOP Conference Series: Earth and Environmental
Science, 293(1).
Saelor, S., Kongjan, P., & O-Thong, S. 2017. Biogas Production from Anaerobic Co-
digestion of Palm Oil Mill Effluent and Empty Fruit Bunches. Energy Procedia,
138, 717–722.
Saputro, A., & Purwanggono, B. 2016. Peramalan Perencanaan Produksi Semen
dengan Metode Exponential Smoothing Pada PT. SEMEN INDONESIA.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Sawyerr, N., Trois, C., Workneh, T., & Okudoh, V. 2019. An Overview of Biogas
Production: Fundamentals, Applications and Future Research. International
Journal of Energy Economics and Policy, 9(2), 105–116.
Schnürer, A., & Jarvis, A. 2010. Microbiological Handbook for Biogas Plants. Swedish
Gas Centre Report 207, 138.
Seadi Teodorita Al, Domiik Rutz, Heinz Prassl, Michael Kottner, Tobias
Finsterwalder, Silke Volk, R. J. 2008. Biogas Handbook.
Shin, J., Park, S., Kim, S., Duangmanee, J., & Lee, P. 2008. Potential Methane
Production on Anaerobic Co-digestion of Swine Manure and Food Waste
Potential Methane Production on Anaerobic Co-digestion of Swine Manure and
Food Waste. Korean Journal of Enviromental Agriculture Vol 27. No. 2 (145-
149).
Silalahi, F. T. N., Halimatuddahliana, Amir, H. 2018. Pengolahan Limbah Cair Tahu
Menggunakan Bioreaktor Anaerob Satu Tahap dan Dua Tahap Secara Batch.
Jurnal Teknik Kimia USU Vol 7. No. 1
Silva, De Farias, C. E., Gois, G. N. S. B., Abud, A. K. S., Amorim, N. C. S., Girotto,
F., Markou, G., Amorim, E. L. 2019. Anaerobic Digestion: Biogas Production
from Agro-industrial Wastewater, Food Waste, and Biomass.
74 Universitas Sumatera Utara
Suprayogi, I., Trimaijon., Mahyudin. 2012. Model Prediksi Liku Kalibrasi
Menggunakan Pendekatan Jaringan Saraf Tiruan (JST) ( Studi Kasus : Sub DAS
Siak Hulu )
Supriyanto. 2016. Produksi Biogas dari Campuran Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
dan Kotoran Sapi menggunakan Bioreaktor CSTR. Bandar Lampung: Universitas
Lampung.
Suryani, F., Ozkar, F. H., & Mahmud, B. 2018. Analisis pH dan Pengadukan Terhadap
Produksi Biogas dari Limbah Cair Kelapa Sawit. Jurnal Riset Sains dan
Teknologi Vol 2. No.1.
Trisakti, B., Irvan, M., Taslim, & Turmuzi, M. 2017. Effect of temperature on
methanogenesis stage of two-stage anaerobic digestion of palm oil mill effluent
(POME) into biogas. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering,
206(1).
Trisakti, Bambang, Manalu, V., Taslim, I., & Turmuzi, M. 2015. Acidogenesis of Palm
Oil Mill Effluent to Produce Biogas: Effect of Hydraulic Retention Time and pH.
Procedia - Social and Behavioral Sciences, 195, 2466–2474.
USDA. 2016. Oilseeds and Products Annual Report 2016.
USDA. 2019. Indonesia Oilseeds and Products Annual 2019.
Wibowo, F., Chairul., & Irdoni, S. 2015. Pengaruh Kecepatan Pengaduk dan Waktu
Fermentasi Terhadap Konsentrasi Bioetanol Pada Fermentasi Nira Nipah
Kental Menggunakan Saccharomyces Cerevisiae. JOM FTEKNIK Vol 2. No.1.
Wongfaed, N., Kongjan, P., & O-Thang, S. 2015. Effect of Substrate and Intermediate
Composition on Foaming in Palm Oil Mill Effluent Anaerobic Digestion System.
Energy Procedia.
Zainal, B. S., Akhbari, A., Zinatizadeh, A. A., Mohammadi, P., Danaee, M., Mohd, N.
S., & Ibrahim, S. 2018. UASFF start-up for biohydrogen and biomethane
production from treatment of Palm Oil Mill Effluent. International Journal of
Hydrogen Energy, 1–13.
Zheng, Y., Zhao, J., Xu, F., & Li, Y. 2014. Pretreatment of lignocellulosic biomass for
enhanced biogas production. Progress in Energy and Combustion Science.
Ziemiński, K., & Magdalena, F. 2012. Methane fermentation process as anaerobic
digestion of biomass: Transformations, stages and microorganisms. African
75 Universitas Sumatera Utara
Journal of Biotechnology, 11(18), 4127–4139.
LA-1 Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN A
DATA HASIL ANALISA
LA.1 KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
Tabel LA.1 Hasil Analisis Karakteristik LCPKS dari PTPN III PKS Rambutan
No. Parameter Satuan Hasil Uji Metode Uji
1. pH - 4,50 APHA 4500-H
2. Chemical Oxygen
Demand (COD)
mg/L 46.400 Spektrofotometri
3. Total Solid (TS) mg/L 29.020 APHA 2540B
4. Volatile Solid (VS) mg/L 23.920 APHA 2540E
5. Total Suspended
Solid (TSS)
mg/L 9.1000 APHA 2540D
6. Volatile Suspended
Solid (VSS)
mg/L 8.820 APHA 2540E
7. Oil and Grease* mg/L 6,247 SNI 0
6.6989.10.2004
8. Protein* % 0,14008 Kjeldahl
9. Karbohidrat* % 1,99 Lane Eynon
10. Volatile fatty acids
- Asam asetat
- Asam propionat
- Asam butirat
mg/L
1.709,801
675.0358
1.199,254
* Laporan hasil uji laboratorium terlampir
LA-2 Universitas Sumatera Utara
LA.2 DATA HASIL PENELITIAN VARIASI PENGADUKAN
Tabel LA.2 Data Hasil Analisis Pengadukan, Alkalinitas, TS, VS, TSS dan VSS
pada Variasi Laju Pengadukan
Pengadukan Hari ke pH Alkalinitas TS VS TSS VSS
200 rpm
1 5,3 1400 27880 23360 `14520 8230
2 5,5 1450 26640 20960 8840 8340
3 5,5 1400 27080 21520 15120 8440
4 5,5 1450 27580 20400 7620 8480
5 5,5 1350 28180 20020 8720 7330
6 5,5 1400 28320 21860 8020 7520
7 5,5 1450 27240 21680 5460 6760
8 5,5 1450 27580 20940 5820 6500
9 5,5 1350 28120 20380 6900 6340
10 5,5 1400 26240 20520 7120 6720
11 5,5 1400 27620 21900 6130 8130
12 5,5 1400 26600 20200 7310 6620
13 5,5 1450 27200 20540 4850 7210
14 5,5 1200 26900 20080 9020 8240
15 5,5 1300 27080 19680 8120 6700
16 5,5 1900 27360 21860 8540 7800
17 5,5 1650 26400 26660 11320 8420
18 5,5 1300 25020 19560 5660 6640
19 5,5 1900 26760 23320 9160 8200
20 5,5 1600 27100 22620 10440 8720
Pengadukan Hari ke pH Alkalinitas TS VS TSS VSS
1 5,3 1450 25040 20000 `11180 9120
2 5,5 1500 24920 28840 6780 7890
3 5,5 1450 26660 20640 12060 7440
4 5,5 1500 25980 19080 6440 8660
5 5,5 1400 23980 23580 9120 7800
LA-3 Universitas Sumatera Utara
250 rpm
6 5,5 1450 26040 21060 8980 7450
7 5,5 1500 23400 22660 5620 6380
8 5,5 1500 22480 20580 5180 8200
9 5,5 1500 23440 19300 4890 7780
10 5,5 1550 25700 21700 4860 8210
11 5,5 1550 21220 20320 5380 8240
12 5,5 1550 23400 19620 4980 7880
13 5,5 1450 22240 20640 5720 7600
14 5,5 1500 21820 19140 7300 7520
15 5,5 1550 20600 21320 4300 7390
16 5,7 2000 22680 22120 6560 7910
17 5,7 2200 23660 25580 11180 7500
18 5,7 2500 20520 20260 7580 6500
19 5,7 3000 21480 22640 7320 6860
20 5,7 2300 21437 21900 12540 8100
Pengadukan Hari ke pH Alkalinitas TS VS TSS VSS
300 rpm
1 5,3 1450 22240 17340 `11880 8550
2 5,5 1500 20320 24960 11680 8930
3 5,5 1500 21360 19520 10880 8560
4 5,5 1550 20700 18780 7620 8720
5 5,5 1550 21380 21720 8180 7880
6 5,5 1500 19680 22080 8580 7890
7 5,5 1450 19640 21220 8480 8130
8 5,5 1500 19140 20480 5340 8230
9 5,5 1450 21140 21180 5420 7780
10 5,5 1350 21320 25780 8760 8360
11 5,5 1350 22180 21700 6020 7450
12 5,5 1350 18280 21200 5920 7330
13 5,5 1500 19060 22380 6700 6360
14 5,5 1650 19400 21160 8020 7500
LA-4 Universitas Sumatera Utara
15 5,5 1650 20860 22440 5140 8670
16 5,7 2000 22840 24080 10380 7890
17 5,7 2000 22860 26020 13860 8340
18 5,7 2000 19180 23360 9860 8160
19 5,7 2900 20520 22160 13500 7880
20 5,7 3300 21600 20840 13680 8320
(Alkalinitas, TS, VS, TSS dan VSS dalam satuan mg/L)
Tabel LA.3 Data Hasil Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) pada Variasi
Pengadukan
Pengadukan
(rpm)
Hari
ke
COD
Awal (t0)
(mg/L)
Akhir (ti)
(mg/L)
200
4
46.400
42.300
8 36.400
12 30.700
16 25.600
20 20.200
250
4
46.400
41.300
8 35.700
12 30.800
16 24.900
20 20.400
300
4
46.400
42.200
8 35.800
12 30.300
16 24.700
20 20.600
LA-5 Universitas Sumatera Utara
Tabel LA.4 Data Hasil Analisis Pembentukan Volatile Fatty Acid (VFA) pada
Variasi pengadukan Hari ke-4
Variasi
Pengadukan
(rpm)
VFA (mg/L)
Asetat Propionat Butirat Total
200 1.938,899 992.423 1.328,423 4.260,194
250 2.525,187 1.204,501 2.125,253 5.854,940
300 1.323,894 866,490 1.771,533 3.961,918
Tabel LA.5 Data Perhitungan Rasio VFA/Alkalinitas pada Variasi Pengadukan Hari
ke-4
Variasi
Pengadukan
(rpm)
Rata-Rata
Total VFA (mg/L)
Rata-Rata
Alkalinitas (mg/L) VFA/Alkalinitas
200 4.260,194 1.450 2,9381
250 5.854,940 1.500 3,9033
300 3.961,918 1.500 2,6413
LB-1 Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN
LB.1 PERHITUNGAN REDUKSI COD
Dari Tabel LA.3 diperoleh:
Pada pengadukan 250 rpm hari ke-4
COD awal (t0) = 46.400 mg/L
COD hari ke-20 (t8) = 20.400 mg/L
Degradasi COD (%) = %100COD
COD COD
awal
akhirawal
= %100400.46
400.20 46.400
= 56,03 %
LB-2 PERHITUNGAN MEAN ABSOLUTE DEVIATION (MAD)
Sampel: Kinetika Pertumbuhan VSS Model Persamaan Logistik Laju
Pengadukan 250 rpm
∑ |𝑀exp − 𝑀(𝑡)|𝑛𝑡=0 = 6,947
n = 21
MAD = ∑ |𝑀exp−𝑀(𝑡)|𝑛
𝑡=0
𝑛
= 6,947
21
= 0,3308
LB-2 Universitas Sumatera Utara
LB-3 PERHITUNGAN MEAN SQUARE ERROR (MSE)
Sampel: Kinetika Pertumbuhan VSS Model Persamaan Logistik Laju
Pengadukan 250 rpm
∑ |𝑀exp − 𝑀(𝑡)|𝑛𝑡=0
2 = 69,711
n = 21
MSE = ∑ |𝑀exp−𝑀(𝑡)| 2𝑛
𝑡=0
𝑛
= 69,711
21
= 3,319
LB-4 PERHITUNGAN ROOT MEAN SQUARE ERROR (RMSE)
Sampel: Kinetika Pertumbuhan VSS Model Persamaan Logistik Laju
Pengadukan 250 rpm
RMSE = MSE0,5
RMSE = (3,319)0,5
RMSE = 1,821
LB-5 PERHITUNGAN MEAN ABSOLUTE PERCENT ERROR (MAPE)
Sampel: Kinetika Pertumbuhan VSS Model Persamaan Logistik Laju
Pengadukan 250 rpm
∑ |𝑀exp−𝑀(𝑡)
Mexp|𝑛
𝑡=0 = 2,056
n = 21
MAPE = ∑
𝑀exp−𝑀(𝑡)
Mexp
𝑛𝑡=0
𝑛 x 100%
= 2,056
21
= 9,79 %
LB-3 Universitas Sumatera Utara
LB-6 PERHITUNGAN AKAIKE INFORMATION CRITERION (AIC)
Sampel: Kinetika Pertumbuhan VSS Model Persamaan Logistik Laju
Pengadukan 250 rpm
∑ |𝑀exp − 𝑀(𝑡)|𝑛𝑡=0 = 6,947
n = 21
k = 3
AIC =𝑒2𝑘
𝑛 ∑ |𝑀exp−𝑀(𝑡)|𝑛
𝑡=0
𝑛
=𝑒(2)(3)
21 6,947
21
= 0,4402