dampak perbedaan keadaan wilayah terhadap
Post on 31-Oct-2015
447 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
DAMPAK PERBEDAAN KEADAAN WILAYAH TERHADAP
MOBILITAS PENDUDUK
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Bahasa Indonesia Keilmuan
Yang dibina oleh Dr. Endah Tri Priyatni, M.Pd, dan Muyassaroh, S.S.,S.Pd.
Oleh :
Muhamad Nurdinansa
120722420614
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI S1 GEOGRAFI
Mei 2013
-
2
DAMPAK PERBEDAAN KEADAAN WILAYAH TERHADAP
MOBILITAS PENDUDUK
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Perbedaan keadaan pada permukaan bumi ditiap wilayah mengakibatkan
adanya perbedaan daya dukung lingkungan terhadap kebutuhan makhluk hidup
didalamnya. Perbedaan daya dukung lingkungan tersebut berdampak pada
perbedaan kemampuan suatu daerah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia
dan makhluk hidup lainnya pada wilayah tersebut. Penduduk yang tinggal pada
daerah yang daya dukung lingkungannya rendah akan berupaya untuk memenuhi
kebutuhannya dengan bekerja di daerah lain maupun pindah secara permanen.
Dapat dikatakan keadaan suatu daerah menyebabkan adanya pergerakan
atau perpindahan penduduk yang disebut juga dengan mobilitas penduduk.
Mobilitas penduduk terjadi karena berbagai faktor pendorong dan faktor penarik.
Faktor pendorong menyebabkan seseorang berfikir untuk pergi dari daerah
asalnya, sedangkan faktor penarik menyebabkan seseorang memiliki keinginan
pergi atau pindah ke daerah tujuan dan meninggalkan daerah asal.
Mobilitas penduduk digolongkan menjadi dua, yaitu mobilitas permanen
dan non permanen. Mobilitas permanen terjadi karena keinginan pelaku mobilitas
untuk meninggalkan daerah asal dan memiliki niat untuk bertempat tinggal di
daerah tujuan. Mobilitas permanen biasanya dilatarbelakangi karena bencana alam
dan keinginan untuk mencari daerah baru. Mobilitas non permanen merupakan
pergerakan penduduk yang menetap didaerah tujuan dalam waktu tertentu tanpa
berniat untuk bertempat tinggal di tempat tujuan. Mobilitas ini hanya sementara
dan banyak dilakukan oleh pekerja atau penglaju.
Alasan sesorang melakukan mobilitas pada era sekarang ini adalah karena
untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi. Pembangunan daerah yang tidak merata
menyebabkan adanya ketimpangan antar daerah. Ketimpangan ini terjadi antara
wilayah perkotaan dan pedesaan dimana di wilayah kota perekonomian lebih
berkembang dibandingkan di pedesaan. Pada umumnya penduduk pedesaan
merasa pendapatan dari sektor pertanian rendah, sehingga mereka pergi ke kota
untuk bekerja di sektor lain dengan harapan memperoleh pendapatan tinggi.
-
3
Mantra (2012 : 179) menerangkan, mobilitas penduduk secara umum
terjadi karena terdapat perbedaan nilai faedah antar daerah. Keputusan untuk
melakukan mobilitas secara teori dipengruhi oleh teori kebutuhan dan stres (need
and stres). Ketika kebutuhan hidup penduduk semakin meningkat dan tidak dapat
terpenuhi, hal ini mengakibatkan penduduk mengalami stres. Apabila tingkat stres
ini masih dalam batas toleransi maka tidak ada dorongan untuk melakukan
mobilitas. Apabila tingkat stres lebih besar dari batas toleransi, maka penduduk
mulai berpikir untuk pindah ke daerah lain dimana kebutuhannya dapat terpenuhi.
Dengan kata lain, seseorang akan pindah dari daerah yang memiliki nilai
kefaedahan wilayah (place utility) lebih rendah kedaerah yang memiliki
kefaedahan wilayah lebih tinggi dimana kebutuhannya dapat terpenuhi.
Mobilitas penduduk permanen yang menuju ke kota dalam skala yang
besar mengakibatkan pertumbuhan penduduk di kota meningkat sehingga
menyebabkan kawasan kota menjadi padat dan rawan konflik. Penduduk yang
tidak memiliki kompetensi lebih untuk bersaing akan menyebabkan banyak
pengangguran di kota karena kalah bersaing. Masalah lain yang ada di desa adalah
sedikitnya pemuda yang berupaya membangun desanya dan memilih merantau ke
kota, sehingga desa menjadi lambat berkembang. Oleh karena itu perlu diambil
kebijakan dalam mengatur mobilitas penduduk agar dampak negatif yang
ditimbulkan dapat diminimalisir.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan wilayah mempengaruhi mobilitas penduduk ?
2. Bagaimana sifat dan perilaku mobilitas penduduk yang terjadi ?
3. Apa dampak yang ditimbulkan dari mobilitas penduduk karena
perbedaan keadaan wilayah ?
1.3 Tujuan
1. Mendiskripsikan pengaruh kondisi wilayah terhadap mobilitas penduduk
2. Mendiskripsikan sifat dan perilaku mobilitas penduduk
3. Mendiskripsikan berbagai dampak yang timbul akibat mobilitas
penduduk
-
4
2. Pembahasan
2.1 Keadaan Wilayah Mempengaruhi Mobilitas
Negara Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki karakteristik khusus
pada tiap wilayahnya. Adanya beribu-ribu pulau yang memiliki kondisi geografis
yang berbeda-beda menyebabkan berbagai bentuk dan pola kehidupan yang
berakena ragam dari satu tempat dengan tempat lainnya. Karakteristik tiap
wilayah yang berbeda inilah yang menyebabkan berbagai perbedaan baik dalam
aspek sosial, budaya, cara hidup, dan aktivitas kehidupannya.
Kenyataan bahwa masing-masing daerah memiliki potensi baik alam,
sumber daya manusia maupun kondisi geografis yang berbeda-beda, yang
menyebabkan ada daerah yang memiliki potensi untuk berkembang secara cepat
dan sebaliknya ada daerah yang kurang dapat berkembang karena berbagai
keterbatasan yang dimilikinya.
Daratan di Indonesia ada yang merupakan daerah dataran tinggi dan
dataran rendah. Kawasan pada dataran rendah dan dataran tinggi memiliki
karakteristik yang berbeda. Daerah dataran rendah merupakan daerah datar yang
memiliki ketinggian yang hampir sama. Di Indonesia daerah dataran rendah
merupakan daerah yang penuh dengan kedinamisan dan kegiatan penduduk yang
sangat beragam. Daerah dataran rendah cocok dijadikan wilayah pertanian,
perkebunan, peternakan, kegiatan, industri, dan sentra-sentra bisnis.
Lokasi yang datar, menyebabkan pengembangan daerah dapat dilakukan
secara cepat dan seluas mungkin. Pembangunan jalan raya dan jalan tol serta
kelengkapan sarana transportasi ini telah mendorong daerah dataran rendah
menjadi pusat ekonomi penduduk. Kemudahan transportasi dan banyaknya pusat-
pusat kegiatan di daerah dataran rendah menarik penduduk untuk menetap pada
daerah yang datar.
Wilayah Indonesia pada daerah dataran tinggi memiliki sistem
pegunungan yang memanjang dan masih aktif. Relief daratan dengan banyaknya
pegunungan dan perbukitan, menyebabkan Indonesia memiliki kesuburan tanah
yang tinggi, udara yang sejuk, dan memiliki pemandangan alam yang indah.
Daerah pegunungan yang subur banyak dimanfaatkan untuk kawasan perkebunan.
-
5
Keadaan wilayah yang demikian tidak seluruhnya tersebar merata di
wilayah Indonesia. Beberapa kawasan pegunungan justru sulit digunakan sebagai
lahan pertanian karena tanahnya yang berkapur, minim bahan organik, dan
kurang air. Faktor lainnya adalah faktor iklim yang berpengaruh pada intensitas
hujan pada wilayah tersebut. Bagi penduduk yang hidupnya bergantung pada
alam, kurangnya air akan menyulitkan mereka untuk mengairi sawah atau ladang
sehingga hasil pertanian tidak sesuai yang diharapkan.
Daerah yang bertopografi berbukit-bukit mempengaruhi tingkat isolasi
suatu wilayah. Kawasan yang terisolasi menyebabkan sulitnya kawasan tersebut
untuk dijangkau dan berakibat pada lambatnya pembangunan daerah.
Ketertinggalan pembangunan ini berdampak besar pada perekonomian
masyarakat, yakni sulitnya akses untuk menyalurkan hasil bumi ataupun distribusi
bahan pangan ataupun papan. Hal ini mengakibatkan berbagai ketimpangan antar
daerah dan mendorong masyarakat pada daerah tersebut melakukan mobilitas.
Menurut Mantra (2012:172), mobilitas penduduk sendiri diantaranya
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni faktor ekonomi, bencana alam, dan
keinginan seorang individu untuk mengetahuii daerah lain. Faktor perekonomian
adalah faktor yang sangat kuat selain bencana alam yang menentukan keinginan
sesorang untuk melakukan mobilitas. Masyarakat pada umumnya memilih untuk
mencari tempat dimana tempat tersebut mampu memenuhi segala kebutuhan
hidupnya. Pada umumnya mobilitas dilakukan penduduk desa yang bergerak ke
kota.
Lee (1966), Todaro (1979), dan Titus (1982) berpendapat bahwa motivasi
seseorang untuk pindah adalah motif ekonomi. Motif tersebut berkembang karena
adanya ketimpangan ekonomi antar daerah.Todaro menyebutkan motif utama
tersebut sebagai pertimbangan ekonomi yang rasional. Mobilitas ke perkotaan
mempunyai dua harapan, yaitu memperoleh pekerjaan dan harapan memperoleh
pendapatan yang lebih tinggi daripada yang diperoleh di pedesaan. Dengan
demikian, mobilitas penduduk mencerminkan adanya ketidakseimbangan antara
kedua daerah tersebut. Oleh karena itu, arah pergerakan penduduk juga cenderung
ke wilayah kota yang memiliki kekuatan-kekuatan yang besar sehingga
diharapkan dapat memenuhi pamrih-pamrih ekonomi mereka. Secara umum dapat
-
6
dikatakan bahwa mobilitas penduduk itu terjadi apabila tedapat perbedaan nilai
kefaedahan antara dua wilayah (Mantra, 2012).
Berdasarkan keterangan di atas keadaan wilayah yang kurang mendukung
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka akan mendorong mereka
untuk melakukan mobilitas ke wilayah kota terdekat yang memiliki faktor positif,
diantaranya seperti faktor yang memberikan nilai menguntungkan jika tinggal di
daerah itu, misalnya di daerah itu terdapat sekolah favorit, kesempatan kerja yang
baik, atau iklim yang baik. Besar kecilnya arus migrasi (perpindahan penduduk)
dipengaruhi oleh rintangan antara, misalnya biaya pindah yang tinggi, topografi
antara daerah asal dengan daerah tujuan berbukit-bukit dan terbatasnya sarana
transportasi.
2.2 Sifat dan Perilaku Mobilitas Penduduk
Steele (dalam Mantra, 2012) mengatakan bahwa mobilitas penduduk antar
daerah di Icsndonesia terdiri dari dua macam, yaitu permanen dan non permanen
(sirkuler). Mobilitas permanen didefinisikan sebagai gerak penduduk yang
melintas batas daerah asal menuju daerah tujuan dengan ada niatan untuk menetap
di daerah tujuan. Sedangkan mobilitas non permanen didefinisikan sebagai
gerakan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah tujuan dengan tidak ada niatan
untuk menetap di daerah tujuan. Apabila seseorang menuju kedaerah lain dan
sejak semula sudah bermaksud untuk tidak menetap di daerah tujuan, orang
tersebut digolongkan sebagai pelaku mobilitas non permanen walaupun bertempat
tinggal di daerah tujuan dalam jangka waktu lama
Gerak penduduk yang non permanen (sirkulasi, circulation) ini dapat pula
dibagi menjadi dua, yaitu ulang alik dan dapat menginap atau mondok di daerah
tujuan. Ulang alik adalah gerak penduduk dari daerah asal menuju ke daerah
tujuan dalam batas waktu tertentu dan kembali ke daerah asal pada hari itu juga.
Pada umumnya penduduk yang melakukan mobilitas ingin kembali ke daerah asal
secepatnya sehingga kalau dibandingkan frekuensi penduduk yang melakukan
mobilitas ulang alik, menginap/mondok, dan migrasi, frekuensi mobilitas
penduduk ulang alik terbesar disusul oleh menginap/mondok dan migrasi. Secara
-
7
operasional, macam-macam bentuk mobilitas penduduk tersebut diukur
berdasakan konsep ruang dan waktu.
Mantra (2012:174) mengatakan bahwa mobilitas ulang alik konsep
waktunya diukur dengan enam jam atau lebih meninggalkan daerah asal dan
kembali pada hari yang sama; menginap/mondok diukur dari lamanya
meninggalkan daerah asal lebih dari satu hari, tapi kurang dari enam bulan;
sedangkan mobilitas permanen diukur dari lamanya meninggalkan daerah asal
lebih enam bulan atau lebih kecuali orang yang sudah sejak semula berniat
menetap di daerah tujuan seperti seorang istri yang berpindah ke tempat tinggal
suaminya.
Mobilitas yang bersifat sementara (non permanen) merupakan mobilitas
yang paling banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan
kemudahan layanan transportasi penduduk mendapat kemudahan dalam
melakukan mobilitas. Dengan kemudahan layanan transportasi tersebut penduduk
lebih memilih tetap menetap didaerah asal dan melakukan gerak perpindahan
dengan kendaraan pribadi ataupun transportasi masal. Mobilitas non permanen
banyak dilakukan oleh para pekerja dari pedesaan yang menuju ke kota tujuan.
Menurut Hugo (1978) dampak gerak penduduk tergantung pada sifat atau
bentuknya (permanen atau sementara) dan situasi sosial, ekonomi, serta politik di
mana gejala itu terjadi. Di samping itu, tergantung pula pada jumlah yang terlibat,
lamanya tidak ada, pengaruh ketidakadaan dan kemungkinan kembali, baik bagi
movers maupun daerah asalnya.
Berbeda dengan penduduk yang melakukan mobilitas permanen, mobilitas
non permanen dalam melakukan mobilitas tidak serta membawa keluarganya ke
daerah tujuan. Sifat dan perilaku mereka di kota tujuan adalah berusaha
menggunakan waktu bekerja sebanyak mungkin agar mendapatkan upah yang
sebanyak mungkin untuk dikirim ke daerah asal. Mereka juga berusaha untuk
mempergunakan pendapatannya seminimal mungkin di daerah tujuan, sehingga
mereka memiliki peluang mengumpulkan upah sebanyak-banyaknya untuk
dikirim kedaerah asal. Perilaku ini banyak dimanfaatkan oleh kontraktor proyek
yang memperkerjakan para migran non permanen dibandingkan para pekerja lokal
yang biasanya sering meminta libur untuk aktivitas desa atau keluarganya sendiri.
-
8
Perilaku mobilitas penduduk menurut Ravenstein (dalam Mantra,
2012:187) atau disebut dengan hukum-hukum migrasi penduduk adalah sebagai
berikut :
1) Para migran cenderung memilih tempat terdekat sebagai daerah tujuan.
2) Faktor paling dominan yang mempengaruhi seseorang untuk
bermigrasi adalah sulitnya memperoleh pekerjaan dan pendapatan di
daerah asal dan kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan dan
pendapatan yang lebih baik di daerah tujuan. Daerah tujuan harus
memiliki kefaedahan wilayah (place utility) lebih tinggi dibandingkan
dengan daerah asal.
3) Berita-berita dari sanak saudara atau teman yang telah berpindah ke
daerah lain merupakan informasi yang sangat penting bagi orang-orang
yang ingin bermigrasi.
4) Informasi negatif dari daerah tujuan mengurangi niat penduduk
(migrasi potensial) untuk bermigrasi.
5) Semakin tinggi pengaruh kekotaan terhadap seseorang, semakin besar
mobilitasnya.
6) Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin tinggi frekuensi
mobilitanya.
7) Para migran cenderung memilih daerah tempat teman atau sanak
saudara bertempat tinggal di daerah tujuan. Jadi, arah dan arus
mobilitas penduduk menuju ke arah asal datangnya informasi.
8) Pola migrasi bagi seseorang maupun sekelompok penduduk sulit
diperkirakan. Hal ini karena banyak dipengaruhi oleh kejadian yang
mendadak seperti bencana alam, peperangan, atau epidemi.
9) Penduduk yang masih muda dan belum kawin lebih banyak melakukan
mobilitas dari pada mereka yang berstatus kawin.
Dari hukum-hukum migrasi Revanstein diatas dapat disimpulkan bahwa
kebanyakan penduduk yang melakukan mobilitas pada awalnya akan memilih
lokasi yang terdekat dengan daerah asalnya. Hal ini disebabkan oleh di daerah
asalnya mereka sulit mendapatkan pekerjaan dan jenis pekerjaan yang tersedia di
daerah asal tidak memberikan pendapatan yang lebih serta memilih lokasi yang
-
9
dekat untuk efisiensi biaya. Dorongan untuk melakukan mobilitas juga didapatkan
dari informasi yang diperoleh dari sanak saudara atau teman sehingga ada
keinginan lebih untuk pergi ke tempat tujuan. Revanstein juga mengungkapkan
bahwa informasi negatif tentang daerah tujuan akan mengurangi minat untuk
bermigrasi ke tempat tersebut. Sesorang yang berpendapatan tinggi memiliki
frekuensi migrasi yang lebih tinggi, sama halnya dengan pemuda yang belum
berstatus kawin. Pola migrasi penduduk atau kelompok sulit diprediksi karena
berkaitan dengan peristiwa-peristiwa kejadian yang mendadak seperti bencana
alam, peperangan, atau epidemi.
Setelah para pelaku mobilitas sampai di daerah tujuan (terutama kota)
beberapa perilaku mereka (terutama sikap mereka terhadap masyarakat kota) yaitu
memilih daerah tujuan dimana di sana ada teman atau sanak saudara yang tingal
didaerah tujuan. Pada masa penyesuaian diri di kota, para migran lain yang telah
lama bekerja di kota tersebut membantu migran baru dalam menyediakan tempat
untuk menginap, membantu mencarikan pekerjaan, membantu jika kekurangan
uang, dan lain sebagainya.
Para migran baru ini harus pandai-pandai menyesuaikan diri dengan
kehidupan masyarakat yang baru. Hubungan sosial yang baik dengan sesama
migran ataupun dengan masyrakat sekitar tempat tinggalnya akan memudahkan
kehidupan mereka. Pada awalnya para migran akan menghadapi berbagai
kehidupan kota yang sedemikian rupa, hal ini menyebabkan para migran cepat
belajar untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Para migran tidak
enggan bertempat tinggal pada tempat dengan kondisi yang serba kurang asal
dapat memperoleh kesempatan ekonomi yang tinggi.
Beberapa poin hukum-hukum migrasi yang disampaikan oleh Ravenstein
sudah tidak sesuai dengan keadaan saat ini. Pada poin pertama Ravenstein
mengemukakan bahwa seseorang melakukan mobilitas cenderung memilih lokasi
terdekat dengan daerah asalnya. Faktanya yang terjadi saat ini adalah sebagian
besar penduduk melakukan mobilitas di kota-kota yang dipandang memiliki
potensi ekonomi tinggi. Sebagai contoh di Kota Jakarta dan Surabaya banyak
dijumpai para migran pekerja yang berasal dari daerah yang jauh dari kota
tersebut. Tren urbanisasi yang muncul saat ini justru menunjukkan bahwa pelaku
-
10
miigran berasal dari daerah yang jauh, melampaui batas kota dan sudah umum
pendatang berasal dari provinsi dan pulau yang berbeda. Bahkan kedatangan para
kaum urban meningkat dari tahun ke tahun.
Poin lain yang tidak sesuai pada saat ini adalah informasi negatif dari
daerah tujuan mengurangi niat penduduk (migrasi potensial) untuk bermigrasi.
Jika diamati, kota-kota besar yang menjadi tujuan para migran cenderung
memiliki banyak hal negatif. Sebagai contoh dalam berita sehari-hari diperoleh
banyak informasi negatif mengenai Kota Jakarta, seperti banjir, tindakan kriminal,
pembunuhan, pencurian, hingga kemacetan yang melanda setiap hari. Namun, hal
tersebut tidak mempengaruhi jumlah pendatang yang menuju ke Jakarta setiap
tahunnya. Selepas Ramadhan merupakan masa dimana banyak migran
berdatangan untuk mengadu nasib dan mencari pekerjaan disana. Mereka tidak
lagi memikirkan maupun mempertimbangkan berbagai informasi negatif tentang
Kota Jakarta karena mereka sudah berangapan Jakarta merupakan kota dengan
potensi ekonomi yang tinggi.
Adam (tanpa tahun : 7-8) mengungkapkan, hasil proyeksi penduduk tahun
2005, jumlah penduduk Indonesia sebesar 219.898.300 jiwa dengan distribusi
penduduk urban 106.364.193 jiwa (48,3 persen) dan penduduk rural 113.600.604
(51,6 persen). DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten dan DI Yogyakarta mempunyai
kepadatan yang cukup tinggi yaitu >1000 jiwa/km. Dengan demikian pulau Jawa
menjadi wilayah terpadat di Indonesia. Kepadatan yang cukup tinggi di luar Jawa
terlihat di Bali yaitu 600 jiwa/km. Di Sumatera kepadatan tertinggi adalah di
Lampung yaitu 206 jiwa/km, diikuti Sumatera Utara 169 jiwa/km, dan Sumatera
Barat 103 jiwa/km. NTB cukup padat dengan jumlah 216 jiwa/km. Di Sulawesi,
Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan menunjukkan kepadatan yang cukup tinggi
masing-masing 140 jiwa/km dan 136 jiwa/km. Wilayah yang tingkat
kepadatannya masih rendah adalah Papua sebesar 7 jiwa/km, diikuti oleh
Kalimantan Timur 14 jiwa/km, Maluku dan Maluku Utara masing-masing 25
jiwa/km.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya wilayah yang
memiliki potensi ekonomi yang tinggi menjadi daya tarik bagi para migran yang
berasal dari daerah dengan potensi ekonomi yang rendah. Para migran ini tidak
-
11
memikirkan berbagai informasi negatif tentang daerah tujuan mereka, yang
terpenting bagi mereka adalah memperoleh pekerjaan yang mampu meningkatkan
taraf ekonomi keluarganya. Demi mengumpulkan upah yang banyak, para migran
berupaya meminimalkan pengeluaran dan menyimpan uangnya untuk dikirim
kepada keluarganya. Wilayah kota menjadi tujuan karena laju modernisasi
berjalan dengan cepat dan menarik minat penduduk karena beragam fasilitas,
teknologi dan aksesibilitas yang ditawarkan. Akibatnya wilayah perkotaan
menjadi padat penduduk karena jumlah pendatang yang banyak bahkan
dibeberapa tempat tiap tahun jumlah pendatang meningkat. Tingginya kepadatan
di daerah-daerah tertentu (Jawa-Bali) mengindikasikan telah terjadi
pergerakan/aliran penduduk menuju pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, sosial dan
politik.
2.3 Dampak Mobilitas Sosial Karena Perbedaan Kondisi Wilayah
Perbedaan kondisi wilayah yang memicu perpindahan penduduk pada
akhirnya akan menimbulkan berbagai dampak pada kedua tempat tersebut.
Peluang kerja yang bervariatif banyak didapatkan di kawasan perkotaan membuat
penduduk di desa melakukan perpindahan ke kota untuk mendapatkan pekerjaan
yang berpenghasilan tinggi.
Pada dasarnya mobilitas penduduk akan menimbulkan dampak pada kedua
wilayah yang bersangkutan. Adam (tanpa tahun :5) mengungkapkan, kesenjangan
pembangunan yang menyebabkan perbedaan keadaan antar wilayah menyebabkan
munculnya urbanisasi. Hal ini di latar belakangi oleh fakta dilapangan yang secara
nyata menunjukkan kawasan kota berkembang menjadi pusat pembangunan
ekonomi, sosial, pendidikan, maupun politik. Penduduk di desa pada akhirnya
tergiur untuk pergi ke kota dan sebagian besar dalam jangka waktu yang lama.
Tingkat urbanisasi menurut provinsi dari tahun 2000 hingga 2025 yang dihitung
oleh BPS mencapai 68 persen pada tahun 2025 untuk beberapa provinsi, terutama
di Jawa dan Bali. Untuk Sumatera; Riau 71,1 persen, di Jawa; Jakarta 100 persen,
Jawa Barat 81,4 persen, Jawa Tengah 73,8 persen, DIY 82,8, Jawa Timur 73,7,
Banten 81,5, Bali 81,5 persen, dan Kalimantan Timur 75,9 persen. Bahkan
-
12
persentase penduduk perkotaan pada 4 provinsi di Jawa pada tahun 2025 lebih
dari 80 persen. Keadaan ini memperkuat asumsi umum bahwa tingginya
persentase ini disebabkan karena pusat-pusat pertumbuhan (sosial dan ekonomi)
terkonsentrasi di perkotaan menjadi faktor penarik yang dominan bagi pergerakan
penduduk ke perkotaan.
Jika kondisi tersebut dibiarkan terus menerus, maka wilayah kota akan
mengalami penurunan kapasitas daya tampung wilayah dan mengalami kejenuhan
karena jumlah penduduk yang semakin besar. Dengan segala kemajuan yang ada
kota akan terus menarik penduduk untuk datang ke kota dan para pendatang
tersebut akan kesulitan dalam memanfaatkan lapangan pekerjaan dan kesempatan
kerja karena terjadi kompetisi yang ketat. Hal ini menimbulkan potensi konflik
antar masyarakat di kota.
Wilayah pedesaan juga mengalami kerugian karena kehilangan sumber
daya manusianya yang produktif. Pertumbuhan ekonomi akan berjalan sangat
lambat, terutama pada wilayah yang jauh dari pusat pembanguan ekonomi.
Kondisi tersebut juga diperparah dengan keadaan dimana lapangan pekerjaan
yang ada didesa cenderung homogen, yaitu dari sektor pertanian. Apabila keadaan
seperti ini tetap terjadi dan tidak dibenahi maka akan menyebabkan semakin
meningkatnya urbanisasi yang tidak terkendali.
Kondisi urbanisasi yang tidak terkendali ini telihat secara fisik dari luas
wilayah perkotaan karena pesatnya perkembangan dan meluasnya fringe area
terutama di kota-kota besar dan metropolitan, meluasnya perkembangan fisik
perkotaan di kawasan sub-urban yang telah mengintegrasi kota-kota yang lebih
kecil disekitar kota intinya dan membentuk konurbasi yang tidak terkendali,
meningkatnya jumlah desa-kota, terjadinya reklasifikasi perubahan daerah rural
menjadi daerah urban, kecenderungan pertumbuhan penduduk kota inti di
kawasan metropolitan menurun dan sebaliknya di daerah sekitarnya mengalami
peningkatan (proses pengkotaan pada kawasan pedesaan).
Dengan semakin meluasnya kawasan kota, wilayah disekitar kota pada
akhirnya terkena imbasnya. Imbas negatif yang diterima daerah di sekitar kota
adalah terjadinya eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya alam di sekitar
kota-kota besar dan metropolitan untuk mendukung dan meningkatkan
-
13
pertumbuhan ekonomi, secara kontinyu terus terjadi konversi lahan pertanian
produktif menjadi kawasan pemukiman, perdagangan dan industri, menurunnya
kualitas lingkungan fisik kawasan perkotaan akibat terjadinya perusakan
lingkungan dan semakin besar skala polusi, menurunnya kualitas hidup
masyarakat perkotaan karena permasalahan sosial-ekonomi dan penurunan
kualitas pelayanan kebutuhan dasar perkotaan.
Hingga saat ini pembangunan antara wilayah kota dengan desa kurang
sinergis dan kurang mendukung terutama pada wilayah pedesaan. Perbedaan
kegiatan ekonomi antara kedua wilayah pada akhirnya mematikan peran kota
sebagai ujung pembangunan ekonomi justru menimbulkan dampak negatif bagi
pertumbuhan pedesaan. Pada akhirnya hal tersebut menyebabkan ketertinggalan
masyarakat pedesaan.
Berdasarkan keterangan di atas perbedaan keadaan wilayah mendorong
seseorang untuk melakukan mobiltas. Apabila ketimpangan ini tidak segera
diselesaikan pada akhirnya menyebabkan terjadinya urbanisasi yang tidak
terkendali di kota. Kota menjadi pilihan utama karena kota teah menjadi pusat
pertumbuhan ekonomi, pendidikan, sosial-budaya, dan politik. Banyaknya
pendatang pada akhirnya mebuat kawasan kota menjadi padat dan penduduk tidak
dapat tertampung seluruhnya oleh lapangan pekerjaan yang ada di kota. Hal ini
ada akhirnya akan menimbulkan banyak pengangguran di kota dan meningkatnya
angka kriminalitas.
3. Simpulan dan Saran
3.1 Simpulan
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa perbedaan keadaan
wilayah antar daerah dapat mempengaruhi terjadinya mobilitas penduduk antar
wilayah. Bentuk mobilitas tersebut ada yang permanen dan ada yang sementara
saja atau non permanen. Para migran bergerak menuju daerah tujuan pada
dasarnya untuk memperoleh pekerjaan yang berpenghasilan tinggi. Dalam
memilih tempat tujuan, para migran juga memperhatikan kemajua perekonomian
daerah tujuan. Daerah yang memiliki kemajuan ekonomi yang tinggi semakin
-
14
besar daya tariknya bagi para migran pekerja. Para migran ini akan memilih
tempat tujuan dimana disana terdapat saudara atau teman sebagai tempat
persinggahan awal. Selama bekerja di kota, para migran berupaya meminimalisir
pengeluaran agar dapat mengumpulkan uang yang banyak untuk dikirim pada
keluarga di daerah asal. Adanya mobilitas ini menimbulkan dampak bagi daerah
tujuan maupun darah asal. Pada daerah tujuan yaitu kota, tingginya jumlah
pendatang menyebabkan padatnya kawasan perkotaan, meningkatnya angka
pengangguran karena lapangan pekerjaan yang semakin sempit, dan
berkembangnya pemukiman kumuh. Pada daerah pedesaan, pertumbuhan berjalan
lambat karena sumber daya manusianya banyak yang meninggalkan desa
sehingga perekonomian kurang berkembang. Untuk itu diperlukan kebijakan
untuk mengatasi permasalahan ini.
3.2 Saran
Penyebab gencarnya mobilitas penduduk sendiri disebabkan karena adanya
ketimpangan antar daerah. Pola pengembangan ekonomi yang mengedepankan
kota sebagai pusat pertumbuhan menyebabkan banyak masyarakat desa yang
melakaukan perpindahan ke kota karena kota mampu memenuhi berbagai
kebutuhan hidup mereka. Untuk itu Pemerintah Daerah perlu melakukan operasi
yustisi untuk menekan arus urbanisasi, pembangunan kota-kota kecil didaerah
untuk menyerap migran lokal, pembangunan kawasan pedesaan dengan
membangun infrastruktur untuk meningkatkan perekonomian pedesaan dan
pemberdayaan masyarakat, dan menambah lapangan pekerjaan di desa. Jika hal
ini dapat dilakukan, maka perpindahan penduduk ke kota dapat diminimalisir,
sedangkan apabila tidak dilakukan maka akan terjadi ledakan urbanisasi yang
mengakibatkan kota dipenuhi pendatang dan desa kekurangan sumber daya
potensial untuk membangun daerahnya. Kepada masyarakat diharapkan untuk
tidak tergesa-gesa melakukan perpindahan ke kota untuk sekedar mencari
pekerjaan. Masyarakat hendaknya memiliki kesadaran untuk membangun
daerahnya sendiri dengan membuka usaha secara mandiri di desa mereka. Selain
dapat menambah pendapatan juga bisa membuka lapangan pekerjaan di
-
15
daerahnya. Tanpa adanya kesadaran tersebut, daerah asal akan tetap lambat dalam
berkembang karena tidak ada tambahan lapangan pekerjaan.
-
16
DAFTAR RUJUKAN
Adam, Felicia P. .Tanpa Tahun.Tren Urbanisasi di Indonesia. (online)
(http://ojs.unud.ac.id/index.php/piramida/article/download/2998/2156,
diakses pada 8 Mei 2013)
Alkarazkani, Futia.2012.Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah. (Online)
(http://fuktia-alkarazkani.blogspot.com/2012/04/ketimpangan-
pembangunan-antar-wilayah.html, diakses pada tanggal 5 Mei 2013)
Irmawan, Hardi Saputra.2013.Kegiatan Ekonomi dan Kaitannya dengan Kondisi
Fisik Muka Bumi. (online)
(http://www.plengdut.com/2013/04/Kegiatan-Ekonomi-dan-Kaitannya-
dengan-Kondisi-Fisik-Muka-Bumi.html, diakses pada tanggal 5 Mei
2013)
Mantra, Ida Bagoes.2012.Demografi Umum.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Marsudi.Tanpa Tahun.Pengaruh Mobilitas Penduduk Terhadap Budaya Pop dan
Remitan Masyarakat Desa. (online)
(http://jurnalgea.com/index.php/jurnal/file/97-pengaruh-mobilitas-
penduduk-terhadap-budaya-pop-dan-remitan-masyarakat-desa, diakses
pada tanggal 5 Mei 2013)
Hriningsih, Nuria.Tanpa Tahun.Urbanisasi dan Kaitannya Dengan Hukum dan
Kependudukan. (online)
(http://library.usu.ac.id/download/fh/fh-Ningsih.pdf, diakses pada tanggal
8 Mei 2013)
Prijatna, Hendra.2012.Masyarakat Desa dan Kota. (online)
(https://hendraprijatna68.files.wordpress.com/2012/06/masyarakat-desa-
dan-kota.docx, diakses pada tanggal 11 Mei 2013)
top related