asuhan keperawatan pada pasien dengan suspect sh
Post on 17-Jan-2016
57 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.H DENGAN HIPERTENSI EMERGENSI DAN SUSPECT STROKE HAEMORRAGIC (SH)
Disusun untuk memenuhi tugas stase KegawatdaruratanKoordinator: Ns. Ahmat Pujianto, M.Kep
Oleh:
LIDIA RULIASTINIWA
MAGHFIROH
OLVIA NOBELLA
RARA SHIZUKA
REZZA AGUS RENATA
PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN ANGKATAN XXIVPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke Hemoragik merupakan suatu gangguan peredaran darah otak
dimana terjadi suatu perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu
atau keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah,
pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan).
Prevalensi kejadian stroke di Indonesia diperkirakan terjadi pada
500.000 penduduk setiap tahunnya dengan 125.000 orang diantaranya
meninggal dunia dan sisanya cacat ringan dan berat. Menurut data
Departemen Kesehatan RI tgahun 2009, stroke menempati urutan pertama
sebagai penyebab utama kematian pada semua jenis usia di indonesia.
Sebesar 80% dari total stroke merupakan kejadian stroke non hemoragik
(Yayasan Stroke Indonesia, 2012). Di Indonesia angka kejadian stroke
menurut data dasar rumah rumah sakit adalah 63,52 per 100.000 penduduk
pada kelompok usia di atas 65 tahun. Pada tahun 2005 di RSUP Dr.Kariadi
terdapat 631 kasus stroke dan terdapat 574 kasus pada tahun 2006.
Data dari RSUP.H.Adam Malik Medan pada bulan januari sampai
desember 2010 menunjukkan kejadian stroke sebanyak 365 orang. Di RSUP
Dr.Kariadi pada bulan januari sampai agustus tahun 2012 angka kejadian
stroke di bangsal neurologi sebanyak 224 pasien.
Beberapa kondisi yang menjadi faktor resiko kejadian stroke
diantaranya usia, jenis kelamin, keturunana, ras, hipertensi,
hiperkolesterolemia, diabetes melitus, merokok, aterosklerosis, penyakit
jantung, obesitas, konsumsi alkohol, stres, diet yang tidak baik serta kondisi
sosial ekonomi yang mendukung kejadian stroke.
Hipertensi merupakan kondisi tekanan darah lebih besar dari 140/ 90
mmHg. Hipertensi merupakan faktor resiko utama terjadinya stroke non
hemoragik dengan angka resiko sebesar 6 kali lebih tinggi. Semakin tinggi
tekanan darah seseorang, semakin tinggi pula kemungkinan stroke
2
dikarenakan terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga
memudahkan terjadinya penyumbatan dan pecahnya pembuluh darah di otak.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari laporan ini adalah untuk memberikan asuhan
keperawatan kegawatdaruratan pada klien dengan stroke hemoragik di
Ruang IGD RSUP Dr. Kariadi, Semarang. Selain itu diharapkan laporan
ini dapat memberikan pengetahuan mengenai kesenjangan yang ada antara
asuhan keperawatan pada pasien stroke hemoragik di rumah sakit dengan
teori yang telah ada.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari laporan ini antara lain:
a. Mahasiswa mampu mengetahui tentang teori stroke hemoragik
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian kegwatdaruratan pada
pasien dengan stroke hemoragik
c. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan dari stroke
hemoragik
d. Mahasiswa mampu menetapkan intervensi keperawatan dari stroke
hemoragik
e. Mahasiswa melakukan implementasi keperawatan dari stroke
hemoragik
f. Mahasiswa dapat mengevaluasi keadaan klien dengan stroke
hemoragik.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. HIPERTENSI EMERGENSI
1. Pengertian
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung
atau pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan pembuluh
darah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memberikan batasan tekanan
darah normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau diatas
160/95 dinyatakan sebagai hipertensi. Setiap usia dan jenis kelamin memilki
batasan masing – masing :
a) Pada pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan
darah waktu berbaring > 130/90 mmHg.
b) Pada pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekan darahnya >
145/90 mmHg
c) Pada wanita tekanan darah > 160/90 mmHg, dinyatakan hipertensi
(Dewi dan Familia, 2010 : 18).
Hipertensi darurat (emergency hypertension): kenaikan tekanan darah
mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan
kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus
diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam. Tekanan darah yang
sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga tekanan darah harus
diturunkan dengan segera (dalam menit atau jam) agar dapat membatasi
kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan darah untuk dapat dikategorikan
sebagai hipertensi darurat tidaklah mutlak, namun kebanyakan referensi di
Indonesia memakan patokan >220/140.
Hipertensi emergensi, merupakan hipertensi gawat darurat, takanan darah
melebihi 180/120 mmHg disertai salah satu ancaman gangguan fungsi organ,
seperti otak, jantung, paru, dan eklamsia atau lebih rendah dari
180/120mmHg, tetapi dengan salah satu gejala gangguan organ atas yang
sudah nyata timbul. (Elsanti, 2009 : 114 ).
4
2. Etiologi
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana
terjadi kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang
berakibat pada kerusakan organ target yang progresif. Berbagai sistem organ
yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi ini adalah sistem saraf
yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral, perdarahan
subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat
mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut,
diseksi aorta; dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati,
eklamsia, dan anemia hemolitik mikroangiopatik.
Faktor resiko krisis hipertensi:
a) Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
b) Kehamilan
c) Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
d) Pengguna NAPZA
e) Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala,
penyakit vaskular/ kolagen) (Sugiharto, 2007)
3. Patofisiologi hipertensi emergensi
Patofisiologi terjadinya krisis hipertensi tidaklah begitu jelas, namun
demikian ada dua peran penting yang menjelaskan patofisiologi tersebut
yaitu:
a) Peran langsung dari peningkatan TD
b) Peran mediator endokrin dan parakrin
c) Peran peningkatan Tekanan Darah
Akibat dari peningkatan mendadak TD yang berat maka akan terjadi
gangguan autoregulasi disertai peningkatan mendadak resistensi vaskuler
sistemik yang menimbulkan KOT dengan sangat cepat. Gangguan terhadap
sistem autoregulasi secara terus-menerus akan memperburuk keadaan pasien
selanjutnya. Pada keadaan tersebut terjadi keadaan kerusakan endovaskuler
(endothelium pembuluh darah) yang terus-menerus disertai nekrosis fibrinoid
di arteriolus. Keadaan tersebut merupakan suatu siklus (vicious circle)
5
dimana akan terjadi iskemia, pengendapan platelet dan pelepasan beberapa
vasoaktif. Trigernya tidak diketahui dan bervariasi tergantung dari proses
hipertensi yang mendasarinya.
Bila stress peningkatan tiba-tiba TD ini berlangsung terus-menerus
maka sel endothelial pembuluh darah menganggapnya suatu ancaman dan
selanjutnya melakukan vasokontriksi diikuti dengan hipertropi pembuluh
darah. Usaha ini dilakukan agar tidak terjadi penjalaran kenaikan TD
ditingkat sel yang akan menganggu hemostasis sel. Akibat dari kontraksi otot
polos yang lama, akhirnya akan menyebabkan disfungsi endotelial pembuluh
darah disertai berkurangnya pelepasan nitric oxide (NO). Selanjutnya
disfungsi endotelial akan ditriger oleh peradangan dan melepaskan zat-zat
inflamasi lainnya seperti sitokin, endhotelial adhesion molecule dan
endhoteli-1.
Mekanisme ditingkat sel ini akan meningkatkan permeabilitas dari sel
endotelial, menghambat fibrinolisis dan mengaktifkan sistem koagulasi.
Sistem koagulasi yang teraktifasi ini bersama-sama dengan adhesi platelet
dan agregasi akan mengendapkan materi fibrinoid pada lumen pembuluh
darah yang sudah kecil dan sempit sehingga makin meningkatkan TD. Siklus
ini berlangsung terus dan menyebabkan kerusakan endotelial pembuluh darah
yang makin parah dan meluas.
Peranan Mediator Endokrin dan Parakrin
Sistem renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) memegang peran penting
dalam patofisiologi terjadinya krisis hipertensi. Peningkatan renin dalam
darah akan meningkatkan vasokonstriktor kuat angiotensin II, dan akan pula
meningkatkan hormon aldosteron yang berperan dalam meretensi air dan
garam sehingga volume intravaskuler akan meningkat pula. Keadaan tersebut
diatas bersamaan pula dengan terjadinya peningkatan resistensi perifer
pembuluh darah yang akan meningkatkan TD. Apabila TD meningkat terus
maka akan terjadi natriuresis sehingga seolah-olah terjadi hipovolemia dan
akan merangsang renin kembali untuk membentuk vasokonstriktor
angiotensin II sehingga terjadi iskemia pembuluh darah dan menimbulkan
hipertensi berat atau krisis hipertensi.
6
4. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis)
Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target
yang terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan
jantung dan diseksi aorta; mata kabur dan edema papilla mata; sakit kepala
hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal
akut pada gangguan ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada
kenaikan tekanan darah umumnya. Gambaran klinik hipertensi darurat dapat
dilihat pada table:
Tabel 1. Gambaran Klinik Hipertensi Darurat
Tekanan
darah
Funduskopi Status
neurologi
Jantung Ginjal Gastrointestinal
>
220/140
mmHg
Perdarahan,
eksudat,
edema
papilla
Sakit
kepala,
kacau,
gangguan
kesadaran,
kejang.
Denyut jelas,
membesar,
dekompensasi,
oliguria
Uremia,
proteinuria
Mual, muntah
Hipertensi Emergensi (darurat)
Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran
tidak hanya dari tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD
sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa, seks dan usia penderita.
Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan TD yang lebih tinggi
dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita hipertensi
kronis, jarang terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan
kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila TD Diastolik > 140 mmHg.
Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun pada penderita hipertensi
baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi
ensefalopati demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat
timbul walaupun TD 160/110 mmHg.
5. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium awal : urinalisis, Hb, Ht, ureum, kreatinin,
gula darah dan elektrolit.
7
b) Pemeriksaan penunjang: elektrokardiografi, foto thorak
c) Pemeriksaan penunjang lain bila memungkinkan: CT scan kepala,
ekokardiogram, ultrasonogram.
6. Pengkajian Primer
Pengkajian dengan pendekatan ABCD.
a) Airway
1) Yakinkan kepatenan jalan napas
2) Berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
3) Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli
anestesi dan
bawa segera mungkin ke ICU.
b) Breathing
1) Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk
mempertahankan saturasi >92%.
2) Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
3) Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan
menggunakan bag-valve-mask ventilation
4) Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan
PaCO2
5) Kaji jumlah pernapasan / Auskultasi pernapasan
6) Lakukan pemeriksan system pernapasan
7) Dengarkan adanya bunyi krakles / Mengi yang mengindikasikan
kongesti paru
c) Circulation
1) Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
2) Kaji peningkatan JVP
3) Monitoring tekanan darah
Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
1) Sinus tachikardi
2) Adanya Suara terdengar jelas pada S4 dan S3
3) Right bundle branch block (RBBB)
8
4) Right axis deviation (RAD)
5) Lakukan IV akses dekstrose 5%
6) Pasang Kateter
7) Lakukan pemeriksaan darah lengkap
8) Jika ada kemungkina KP berikan Nifedipin Sublingual
9) Jika pasien mengalami Syok berikan secara bolus
Diazoksid,Nitroprusid
d) Disability
1) Kaji tingkat kesadaran
2) Penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk
kondisi ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan
membutuhkan perawatan di ICU.
e) Exposure
1) Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik lainnya.
2) Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung kronik
7. Pengkajian Sekunder
a) Biodata:
Mencakup identitas klien, meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, alamat, no. medrek, Dx medis, tanggal masuk, dan
tanggal pengkajian.
b) Anamnesis:
1) Riwayat kesehatan:
i. Keluhan Utama
Pada kasus hipertensi, ditemukan keluhan utama adanya
pusing yang hebat.
ii. Riwayat Kesehatan/ Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang ditemukan pada saat pengkajian
yang sedang dijabarkan dari keluhan utama dengan
menggunakan PQRST
9
2) Riwayat Kesehatan Dahulu:
Saat dikaji pasien hipertensi biasanya didapat riwayat penyakit
jantung koroner, merokok, penyalahgunaan obat, tingkat stress
yang tinggi, dan gaya hidup yang kurang beraktivitas.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga:
Riwayat penyakit kronis/generative keluarga yang ada
hubungannya dengan adanya penyakit jantung, stroke, dan lain-
lain.
c) Anamnesa AMPLE dari penderitam keluarga, maupun petugas pra RS
1) A: Alergi
2) M: Medikasi/obat-obatan yang dikonsumsi
3) P: Penyakit sebelumnya yang diderita
4) L: Last meal (terakhir makan jam berapa)
5) E: Event, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
d) Pemeriksaan fisik:
1) Kaji tingkat kesadaran (GCS) kehilangan sensasi, susunan saraf
dikaji (Nevrus I-XII) gangguan penlihatan, gangguan ingatan
2) Mengkaji tanda-tanda vital
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah
dikedua lengan, mencari kerusakan organ sasaran (retinopati,
gangguan neurologi, payah jantung kongestif, diseksi aorta).
Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas. Auskultasi untuk
mendengar ada atau tidak bruit pembuluh darah besar, bising
jantung dan ronki paru.
Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan
neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu
dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.
10
8. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Timbul
a) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi
ventricular.
b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
c) Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler serebral.
d) Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung
berhubungan dengan gangguan sirkulasi
9. Intervensi Keperawatan
a) Diagnosa Keperawatan 1:
Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi
ventricular.
1) Tujuan :
Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak
terjadi iskemia miokard.
2) Kriteria Hasil :
Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan
darah/ beban kerja jantung, mempertahankan TD dalam rentang
individu yang dapatditerima, memperlihatkan norma dan frekwensi
jantung stabil dalam rentang normal pasien.
3) Intervensi :
i. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan
tehnik yang tepat.
ii. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
iii. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
iv. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian
kapiler.
v. Catat edema umum.
11
vi. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
vii. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt
tidur/kursi
viii. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
ix. Lakukan tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung dan
leher
x. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas
pengalihan
xi. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
xii. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
xiii. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi.
b) Diagnosa Keperawatan 2. :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
1) Tujuan: Aktivitas pasien terpenuhi.
2) Kriteria Hasil:
Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan/
diperlukan, melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang
dapat diukur.
3) Intervensi :
i. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunakan
parameter : frekuensi nadi 20 per menit diatas frekuensi
istirahat, catat peningkatan TD, dipsnea, atau nyeri dada,
kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat, pusig atau
pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasien
terhadap stress, aktivitas dan indikator derajat pengaruh
kelebihan kerja/ jantung).
ii. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh:
penurunan kelemahan/ kelelahan, TD stabil, frekuensi nadi,
peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.
(Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan
tingkat aktivitas individual).
12
iii. Dorong memajukan aktivitas/ toleransi perawatan diri.
(Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas
dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan
aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja
jantung).
iv. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan
kursi mandi, menyikat gigi/ rambut dengan duduk dan
sebagainya. (Teknik penghematan energi menurunkan
penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen).
v. Dorong pasien untuk partisipasi dalam memilih periode
aktivitas. (Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap
kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan).
c) Diagnosa Keperawatan 3. :
Gangguan rasa nyaman: nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler serebral
1) Tujuan:
Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat.
2) Kriteria Hasil:
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak
nyaman.
3) Intervensi :
i. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit
penerangan
ii. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan.
iii. Batasi aktivitas.
iv. Hindari merokok atau menggunakan penggunaan nikotin.
v. Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan.
vi. Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti
kompres es, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan
imajinasi, hindari konstipasi.
13
d) Diagnosa keperawatan 4. :
Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung
berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
1) Tujuan:
Sirkulasi tubuh tidak terganggu.
2) Kriteria Hasil:
Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti
ditunjukkan dengan: TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada
keluhan sakit kepala, pusing, hasil laboratorium dalam batas
normal.
3) Intervensi :
i. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur.
ii. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur,
duduk dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia.
iii. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan.
iv. Amati adanya hipotensi mendadak.
v. Ukur masukan dan pengeluaran.
vi. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan.
vii. Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan.
(Doengoes, 2000)
14
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 05 Maret 2015 jam 00.30 wib
Tanggal pengkajian : 05 Maret 2015 jam 00.30 wib
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama : Tn.H
Usia : 61 tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Alamat : Bongsari, Semarang Barat
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan
Pendidikan : SMP
Diagnose medis : Hipertensi emergency, suspect stroke
hemoragic
No. register : C3xxx22
b. Identitas Penanggung jawab
Nama : Ny.P
Alamat : Bongsari, Semarang Barat
Hubungan dengan klien : Anak
2. Pengkajian Primer
a. Airway
Terdengar bunyi snoring, terdapat banyak sekret keluar dari mulut,
sekret berwarna coklat kehitaman dan kental.
b. Breathing
RR : 34x/menit, nafas cepat dan dangkal, irama irregular, terlihat
adanya penggunaan otot bantu pernafasan, tidak ada pernafasan
cuping hidung, terdengar bunyi ronki pada seluruh lapang paru.
15
c. Circulation
TD 220/170 mmHg, HR 152 x/menit, SpO2 85 %, akral dingin,
konjungtiva anemis, capillary refill > 3 detik
d. Disability
KU lemah, GCS E2V1M4
Pupil isokor 2.5 mm / 2.5 mm
Klien mengalami kejang pada anggota gerak kiri
Anggota gerak kanan susah digerakkan
Kekuatan otot
1111 1111
1111 1111
e. Exposure
Suhu 37,0C, tidak ada fraktur, tidak ada tanda - tanda dekubitus,
tidak ada jejas.
3. Pengkajian Sekunder
a. Keluhan utama
Penurunan Kesadaran
b. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga klien mengatakan terdapat anggota keluarga yang
menderita hipertensi yaitu orang tua dari klien dan kakak laki – laki
dari klien.
c. Allergi
Keluarga mengatakan klien tidak memiliki riwayat alergi
d. Medikasi
Keluarga mengatakan klien sebelumnya biasa mengkonsumsi obat
anti hipertensi yaitu Captopril 25 mg tetapi tidak teratur.
e. Last meal
Keluarga mengatakan klien makan terakhir jam 20.30 WIB.
16
f. Event
Keluarga klien mengatakan bahwa klien mempunyai riwayat
hipertensi sejak ±5 tahun yang lalu. Keluarga klien mengatakan
sebelumnya klien tidak pernah dirawat di rumah sakit, hanya
seringnya pergi berobat ke dokter untuk mengontrol tekanan
darahnya. Keluarga klien mengatakan 1 jam sebelum masuk rumah
sakit, sesaat setelah rumah klien mengalami mati lampu, klien
ditemukan tidak sadarkan diri di atas tempat tidur dan mengeluarkan
sekret dari mulutnya.
4. Pengkajian Fisik
Bagian Keterangan
Kepala Bentuk kepala mesochepal, rambut berwarna hitam,
lurus, tidak ada benjolan, tidak ada perdarahan
Mata Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor, diameter 2.5 / 2.5 mm, reflek terhadap cahaya
mata kanan dan kiri positif
Telinga Kedua telinga simetris kanan dan telinga kiri, tidak
ada haluaran sekret, terdapat serumen dalam jumlah
normal, tidak ada massa
Hidung Tidak terdapat pembesaran polip, tidak ada
perdarahan, tidak terdapat pernapasan cuping hidung.
Mulut & Gigi Tidak ada perdarahan pada gusi, tidak ada gigi yang
patah, tidak ada sariawan, terdapat banyak sekret di
mulut.
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar limfa dan tiroid, tidak
terdapat kaku kuduk
Jantung I : lctus cordis tidak tampak
Pa: lctus cordis teraba di ICS 5
Pe: Terdengar bunyi pekak
A : bunyi SI (lub) dan S2 (dub) reguler, tidak
17
terdengar bunyi murmur
Dada & Paru I : ekspansi dada simetris kanan dan kiri, nafas
dangkal, cepat, irama tidak teratur, pergerakan dada
simetris.
P : Traktil fremitus kanan dan kiri simetris, tidak
terdapat krepitasi pada tulang dada
Pe : sonor diseluruh lapang paru
Au: Terdengar suara ronki di seluruh lapang paru
Abdomen I: perut datar, tidak ada lesi
A: peristaltik usus 10x/menit
Pe: terdengar bunyi timpani
Pa: tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan
Kulit dan kuku Kulit pucat, CRT : 3 detik, akral dingin
Genetalia Tidak ditemukan adanya kelainan pada genital
maupun area sekitar
5. Pemeriksaan saraf kranial
a. Nervous I (Olfaktorius)
Sensasi hidung kanan - Tidak dapat terkaji
Sensasi hidung kiri - Tidak dapat terkaji
Keterangan: + : ada
- : tidak ada
b. Nervous II (Optikus)
Mata kananKetajaman penglihatan - Tidak dapat terkajiLapang pandang - Tidak dapat terkajiMelihat warna - Tidak dapat terkaji
Mata kiriKetajaman penglihatan - Tidak dapat terkajiLapang pandang - Tidak dapat terkajiMelihat warna - Tidak dapat terkaji
Keterangan: + : ada
- : tidak ada
c. Nervous III (Okulomotorius)
18
Mata kananBentuk Bulat isokorReflek cahaya + (positif)
Mata kiriBentuk Bulat isokorReflek cahaya + (positif)
Keterangan: + : ada
- : tidak ada
d. Nervous IV (Trochlearis)
Mata kanan Pergerakan mata ke atas dan kebawah
- Tidak
dapat
terkaji
Mata kiri Pergerakan mata ke atas dan kebawah
- Tidak
dapat
terkaji
Keterangan : + : ada
- : tidak ada
e. Nervous V (Trigeminus)
Membuka mulut -
Mengunyah -
Menggigit -
Sensasi wajah: dengan
benda halus, kasar,
tumpul, runcing.
Dahi +
Dagu +
Pipi kanan +
Pipi kiri +
Keterangan: + : ada - : tidak ada
f. Nervous VI (Abdusen)
Mata kanan Pergerakan mata lateral -
Mata Kiri Pergerakan mata lateral -
Keterangan : + : ada
- : tidak ada
g. Nervous VII (Fasialis)
19
Mengerutkan dahi -
Tersenyum -
Mengangkat alis -
Menutup mata +
Keterangan : + : Dapat
- : Tidak dapat
h. Nervous VIII
Telinga kananSuara bisikan - Tidak dapat terkajiDetik arloji - Tidak dapat terkaji
Telinga kiriSuara bisikan - Tidak dapat terkajiDetik arloji - Tidak dapat terkaji
Keterangan : + : terdengar
- : tidak terdengar
i. Nervous IX (Glosofaringeus)
Merasakan asam - Tidak dapat terkaji
Merasakan asin - Tidak dapat terkaji
Keterangan : + : Bisa
- : Tidak bisa
j. Nervous X (Vagus)
Menelan - Tidak dapat terkaji
Bicara -
Keterangan : + : Dapat
- : Tidak dapat
k. Nervous XI (Accesorius)
Mengangkat bahu Kanan -Kiri -
Mengangkat kepala Kanan -Kiri -
Keterangan : + : ya
- : tidak
l. Nervous XII (Hypoglosus)
Menjulurkan lidah -
Ke kanan -
20
Menggerakkan
lidah
Ke kiri -
Keterangan : + : ya
- : tidak
Hasil pemeriksaan EKG
Gambaran EKG menunjukkan sinus takikardi dengan prematur ventrikular
kompleks dan fusion complexes, ditemukan adanya kemungkinan pembesaran
pada atrial kanan, ditemukan adanya abnormalitas pada segmen ST dan
kemungkinan adanya cedera pada inferolateral subendocardial.
21
Terapi medis
No Nama obat Dosis Cara pemberian
Kontraindikasi Indikasi Efek samping
1. RL (ringer laktat)
20 tpm
via IV line Ringer laktat menjadi kurang disukai karena menyebabkan hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan asam laktat yang tinggi akibat metabolisme anaerob.
Indikasi : Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok hipovolemik. Cara Kerja :Keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah komposisi elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang dikandung cairan ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama dari plasma darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk syok perdarahan.
Edema jaringan pada penggunaan volume yang besar, biasanya pada paru-paru.
2. Phenytoin 100 via IV line Hipersensitif Kejang umum tonik klonik, kejang Gangguan saluran cerna, pusing,
74
mg terhadap fenitoin atau hidantoin lain, komponen sediaan obat, kehamilan
parsial, status epileptikus nyeri kepala, tremor, insomnia, neuropati perifer, hipertrofi gingiva, ataksia, bicara tak jelas, nistagmus, penglihatan kabur, ruam, akne, hirsutisme, demam, hepatitis, lupus eritematosus, eritema multiform, efek hematologik (leukopenia, trombositopenia, agranulositosis).
3. Omeprazole 40 mg
via IV line Penderita hipersensitif terhadap omeprazole
Pengobatan jangka pendek tukak duodenal dan yang tidak responsive terhadap obat – obat antagonis reseptor H2.Pengobatan jangka pendek tukak lambungPengobatan refluks esophagitis erosive / ulcerative yang telah didiagnosa melalui endoskopiPengobatan jangka lama pada sindroma Zollinger Ellison.
Pada dosis besar dan penggunaan yang lama, kemungkinan dapat menstimulasi pertumbuhan sel ECL 9enterochromaffin, likecells). Pada penggunaan jangka panjang perlu diperhatikan adanya pertumbuhan bakteri yang berlebihan di saluran pencernaan.
4. Perdipin 0.05 mg / menit
via IV line dengan syringe pump
Peningkatan TIK pada stadium akut stroke serebral. Dugaan hemostatis inkomplit sesudah terjadi
Terapi darurat untuk hipertensi akut selama operasi. Kedaruratan hipertensi.
Sakit kepala, rasa hangat dan kemerahan pada wajah, palpitasi, mual, ileus paralitik, hipoksemia, angina, dyspnea, trombositopenia, gangguan fungsi hati, icterus, takikardi, rasa tidak nyaman yang menyeluruh, peningkatan BUN atau kreatinin, muntah, demam,
75
perdarahan intracranial.
penurunan volume urin, ketakutan, nyeri punggung, peningkatan kadar K serum.
76
B. ANALISA DATA
Tanggal 5 Maret 2015
No Data Fokus Etiologi Masalah1. DS : -
DO : a. Terdengar bunyi snoringb. Terdengar suara ronki di seluruh lapang paruc. Terdapat banyak sekret di jalan nafas.d. Terlihat sekret berwarna coklat kehitaman keluar dalam jumlah
banyak dari dalam mulute. Tidak ada refleks batuk
Penumpukan sekret pada jalan nafas
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031)
2. DS : a. Keluarga klien mengatakan klien mempunyai riwayat hipertensi
sejak ±5 tahun yang lalu.b. Keluarga klien mengatakan klien mempunyai riwayat minum obat
anti hipertensi tetapi tidak teratur dalam mengkonsumsinya.
DO :a. GCS: E2V1M1 (penurunan kesadaran)b. TD : 220/170 mmHg (Hipertensi grade III ) c. SpO2 : 85% d. Klien mengalami kejang pada anggota gerak kirie. Anggota gerak kanan susah digerakkanf. Konjungtiva anemis
Sirkulasi serebral tidak adekuat
Ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201)
3. DS : -DO :a. GCS : E2V1M1 (penurunan kesadaran)
Keletihan otot pernafasan, penurunan kesadaran
Gangguan ventilasi spontan (00033)
77
b. HR : 152 x/menitc. Klien gelisahd. Klien tampak bernafas menggunakan otot bantu pernafasane. RR : 34x/menit (tachipneu), irregular
C. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret pada jalan nafas (00031)
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d sirkulasi serebral tidak adekuat (00201)
3. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan keletihan otot pernafasan, penurunan kesadaran (00033)
78
D. INTERVENSI
Tanggal/Jam
No. Dx
TUJUAN –KRITERIA HASIL INTERVENSI PARAF
5/2/2015Jam : 00.30 wib
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 15 menit, bersihan jalan nafas efektif dengan kriteria hasil :a. Jalan nafas paten b. Sekret berkurang atau hilang.c. Tidak terdengar suara snoring.d. RR dalam batas normal : 16 - 24 kali /
menit
Airway suctioning (3160)1. Auskultasi pernapasan sebelum dan sesudah
melakukan suction2. Monitor status oksigenasi dan status
hemodinamik segera, sebelum dan sesudah suction
3. Lakukan suction
Oxygen therapy1. Bersihkan jalan napas (mulut,
hidung dan trakhea) dari sekret2. Jaga kepatenan jalan napas3. Siapkan peralatan pemberian
terapi oksigen4. Berikan terapi oksigen sesuai
kebutuhan5. Monitor tanda gejala
kemungkinan terjadinya keracunan oksigen dan atelektasis
TIM
5/2/2015Jam : 00.30
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 20 menit, perfusi serebral efektif dengan kriteria hasil :
Vital signs monitoring (NIC 6680)1. Monitor tekanan darah, nadi, RR secara
berkala
TIM
79
wib a. Tekanan darah sistolik dan diastolik dalam batas normal.
b. Tidak ada tanda - tanda peningkatan tekanan intrakranial.
c. Peningkatan tingkat kesadaran klien.d. Kejang tidak berulang.e. SpO2 dalam batas normal : 95 – 100%.
2. Catat fluktuasi perubahan tekanan darah 3. Monitor kualitas pulsasi nadi
Intracranial pressure monitoring (2590)1. Lakukan monitoring ICP devices 2. Monitor tekanan perfusi serebral3. Monitor status neurologi4. Administer antibiotik 5. Posisikan leher dan kepala dalam posisi
netral, hindari fleksi 6. Monitor kadar CO2 7. Administer farmakologi untuk
mempertahankan perfusi serebral
5/2/2015Jam : 00.30 wib
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 15 menit, kegagalan ventilasi tidak terjadi, dengan kriteria hasil :a. RR dalam batas normal (16 – 24
kali / menit)b. HR dalam batas normal (60 – 100
kali / menit)c. Pernapasan klien adekuat.
Airway insertion and stabilisation (3120) 1. Monitor snoring, adanya dispneu, ataupun
nafas gasping 2. Kolaborasi dokter untuk pemasangan ETT 3. Auskultasi bunyi nafas setelah pemasangan
ETT4. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
klien
TIM
80
E. CATATAN PERKEMBANGAN
TANGGAL/JAM NO.DX IMPLEMENTASI RESPON PARAF5 Maret 2015Jam : 00.30 wib
1,2,3 Memasang monitor hemodinamik S: -O: Monitor hemodinamik terpasang
TIM
5 Maret 2015Jam : 00.32 wib
1,2,3 Memonitor TD, Nadi, RR, SaO2 S:-O: TD 220/170 mmHg, HR 152 x/menit, RR: 34 x/menit, SaO2 : 85%
TIM
5 Maret 2015Jam : 00.35 wib
1,2,3 Menilai GCS klien S: -O: GCS = E2M5V1
TIM
5 Maret 2015Jam : 00.40 wib
1,3 Memberikan terapi oksigen nasal kanul 3L S : -O : nasal kanul terpasang, terapi oksigen 3L telah diberikan
TIM
5 Maret 2015Jam : 01.00 wib
2 Melakukan pemeriksaan EKG S : -O : Gambaran EKG menunjukkan sinus takikardi dengan prematur ventrikular kompleks dan fusion complexes, ditemukan adanya kemungkinan pembesaran pada atrial kanan, ditemukan adanya abnormalitas pada segmen ST dan kemungkinan adanya cedera pada inferolateral subendocardial.
TIM
5 Maret 2015Jam : 01.10 wib
1,3 Memberikan terapi oksigen 10 L dengan rebreathing mask
S : -O : pemberian terapi oksigen 10 L menggunakan
TIM
81
rebreathing mask telah diberikan5 Maret 2015Jam : 01.30 wib
1 Mengauskultasi pernapasan sebelum dan sesudah melakukan suction
S: -O: bunyi nafas snoring, suara paru ronkhi
TIM
5 Maret 2015Jam : 01.32 wib
1 Memonitor status hemodinamik segera, sebelum dan sesudah suction
S : -O: RR: 34 x/menit, SaO2: 85 %, nafas cepat dan dangkal, irama reguler
TIM
5 Maret 2015Jam : 01.34 wib
1 Melakukan suction pada klien S : -O : Tampak keluar 82sekret berwarna coklat kehitaman pada selang suction
TIM
5 Maret 2015Jam : 01.35 wib
1,2,3 Monitor TD, RR, Nadi, SaO2 S : -O : TD : 240/120 mmhg, RR : 35 x/menit, HR : 150 x/menit, SaO2 : 90%
TIM
5 Maret 2015Jam: 01.40 wib
1,2,3 Melakukan pemasangan infus RL 20 tpm S : -O : infus terpasang pada ekstremitas atas sebelah kanan
TIM
5 Maret 2015Jam: 01.50 wib
2 Kolaborasi pemberian terapi fenitoin 100 mg via IV line
S : -O : terapi injeksi phenytoin 100 mg diberikan vila IV line pelan
TIM
5 Maret 2015Jam: 02.00 wib
2 Kolaborasi pemasangan syringe pump untuk memberikan terapi perdipin 10 mg dengan diencerkan 50 cc aquades kecepatan 1 cc / jam
S : -O : pemasangan syringe pump telah dilakukan untuk memberikan terapi perdipin via iv line 0.05 mg / menit
TIM
5 Maret 2015Jam : 02.05 wib
1,2,3 Kolaborasi dengan dokter, informed consent dengan keluarga pasien untuk indikasi tindakan
S : keluarga klien mengatakan bersedia untuk dilakukan tindakan pemasangan kateter urin dan
TIM
82
pemasangan NGT, kateter urin dan pemasangan ETT saat dibutuhkan.
NGT serta kemungkinan dipasang ETT pada saluran pernapasan klien jika dibutuhkan
5 Maret 2015Jam: 02.15 wib
1,3 Melakukan pemasangan NGT O : Keluarga klien menandatangani informed consent
TIM
5 Maret 2015Jam: 02.30 wib
1,2,3 Melakukan pemasangan kateter urin S : -O : kateter urin terpasang, keluar urin dari selang kateter sebanyak 100 cc
TIM
5 Maret 2015Jam : 02.35 wib
1,2,3 Monitor TD, Nadi, RR, SaO2 S : -O : TD : 190 / 110 mmhg, Nadi : 150 x/menit, RR : 35 x/menit, SaO2 : 92%
TIM
5 Maret 2015Jam: 02.40 wib
1 Kolaborasi pemberian terapi omeprazole 40 mg via IV line
S : -O : terapi injeksi omeprazole 40 mg telah diberikan kepada klien via IV line
TIM
5 Maret 2015Jam : 04.00 wib
1,2,3 Monitor TD, Nadi, RR, SaO2 S : -O : TD : 180 / 120 mmhg, Nadi : 152 x/menit, RR : 34 x/menit, SaO2 : 92 %
TIM
5 Maret 2015Jam : 06.00 wib
1,2,3 Monitor TD, Nadi, RR, SaO2 S : -O : TD : 170/120 mmhg, Nadi : 150 x/menit, RR : 34 x/menit, SaO2 : 92%
TIM
6 Maret 20156 Maret 2015dst
83
84
BAB IV
PEMBAHASAN
74
KEPUSTAKAAN
Anggaraini, Ade Dian, et.al. 2009. Faktor – Faktor yang berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari sampai Juni 2008.
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta: EGC
Chatarina. 2010. Lab Keterampilan Medik PPD Unsoed. Purwokerto: Fakultas Kedokteran
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.De Freitas GR, et all. 2009. Topografic classification of stroke. Handbook of
Clinical Neurology. Fisher M: Elsevier BV.Dewanto. George, dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana
Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.Dewi, Sofia dan Digi Familia.2010. Hidup Bahagia dengan Hipertensi. A+Plus
Books: YogyakartaDoengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Penerbit Buku Kedokteran, EGC: Jakarta
Elsanti, Salma. 2009. Panduan Hidup Sehat : Bebas Kolesterol, Stroke, Hipertensi, & Serangan Jantung. Araska: Yogyakarta
Gunawan, Lany. 2001. Hipertensi: Tekanan Darah Tinggi. Penerbit Kanisius: Yogyakarta
Herdman, Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan 2012-2014. Jakarta: EGC.Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.Oman, Kathleen S, dkk. 2008. Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC.Purwadianto & Sampurna B. 2011. Kedaruratan Medik. Jakarta: Binarupa AksaraSugiharto, Aris.2007. Faktor – Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada
Masyarakat. http://eprints.undip.ac.id/16523/1/Aris_Sugiharto.pdf Sylvia, Price A. & Wilson M. Lorraine. 2006. Patofisiologi Volume 2. Jakarta:
EGC.Wahjoepramono, Eka J. 2005. Stroke Tata Laksana Fase Akut. Jakarta:
Universitas Pelita HarapanWilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGCYayasan AGD. 2011. Basic Trauma Life Support and Basic Cardiac Life Support.
Jakarta: Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118
75
top related