alih kode pertuturan guru - siswa dalam proses …

160
i ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI KELAS V SD NEGERI 1 LENDAH, KULON PROGO SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2018/2019 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Oleh: WISHNU HERBOWO MURTY 131224063 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Upload: others

Post on 28-Oct-2021

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

i

ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES

BELAJAR MENGAJAR DI KELAS V SD NEGERI 1 LENDAH,

KULON PROGO SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2018/2019

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

WISHNU HERBOWO MURTY

131224063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2019

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk saya sendiri

Kepada kedua orang tua saya bapak Nooryanto dan ibu Wardiyati yang selalu

memberi arahan, dukungan dan doa kepada saya

Kepada Harry Bramasto Murty kakak saya yang selalu memberi dukungan

Utami Nur Ciamy seseorang yang selalu ada dan memberikan dukungan agar

skripsi ini selesai

Kepada sahabat karib Laurensius Ferry, Silvester Adi P, S.Pd., Rama Raditya,

Yuli Susanto, Yohanes Demi, Fahri Ardianto. Imam, Indra yang telah

mendukung saya

Kepada semua orang yang menanti saya lulus

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

v

MOTTO

Segala permasalahan pasti terselesaikan, hadapi dan pecahkan.

(Wishnu Herbowo Murty)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

KARYA

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

viii

ABSTRAK

Murty, Wishnu Herbowo. 2019. Alih Kode Pertuturan Guru - Siswa dalam Proses

Belajar Mengajar di Kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo Semester

Ganjil Tahun Ajaran 2018/2019. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi

Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini membahas mengenai alih kode dalam pembelajaran di kelas

V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan wujud alih kode, serta mendeskripsikan maksud alih kode dalam

proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Penelitian

ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif. Data diambil selama semester

ganjil tahun ajaran 2018/2019. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini

dilakukan dengan metode Simak Bebas Libat Cakap (SBLC) beserta teknik rekam

dan catat. Data kemudian diidentifikasi dan dianalisis berdasarkan teori

sosiolinguistik.

Peneliti menemukan adanya wujud kode yang digunakan dalam

pembelajaran di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo, yaitu: kode yang

berwujud bahasa meliputi bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia, kode yang

berwujud tingkat tutur meliputi tingkat tutur ngoko dan krama, kode yang

berwujud dialek meliputi dialek bahasa Jawa standar, dan kode berwujud ragam

meliputi ragam ilmiah dan ragam usaha. Peneliti menemukan alih kode berwujud

alih bahasa meliputi alih kode berwujud alih bahasa Indonesia ke dalam bahasa

Jawa dan alih kode berwujud alih bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia.

Adapun maksud guru beralih kode dalam pembelajaran yaitu: (1) alih kode

dengan maksud memfokuskan perhatian siswa, (2) alih kode dengan maksud

menciptakan rasa humor, (3) alih kode dengan maksud melakukan klarifikasi, (4)

alih kode dengan maksud meningkatkan pemahaman siswa, (5) alih kode dengan

maksud mempermudah penyampaian materi pelajaran.

Kata kunci: wujud kode, wujud alih kode, maksud alih kode.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

ix

ABSTRACT

Murty, Wishnu Herbowo. 2019. Code Switching of Teacher - Students Speech in

Teaching and Learning in Class V of Lendah Elementary School 1, Kulon

Progo Odd Semester Academic Year 2018/2019. Thesis. Yogyakarta:

Indonesia language literary education study program, Department of

Language education and Arts, Faculty of Teacher Training and Education,

Sanata Dharma University.

This study discusses code switching in learning in class V of Lendah

Elementary School 1, Kulon Progo. The purpose of this study is to describe the

form of code switching, and to describe the purpose of code switching in the

teaching and learning process in the fifth grade of Lendah Elementary School 1,

Kulon Progo. This research is included in qualitative descriptive research. Data

was taken during the odd semester of the 2018/2019 academic year. Data

collection techniques in this study were conducted using the SBLC free method

along with recording and recording techniques. Data is then identified and

analyzed based on sociolinguistic theory.

The researcher found the existence of code used in learning in class V of

SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo, namely: code in the form of language

including Javanese and Indonesian, the tangible code of speech level includes the

level of ngoko and krama, codes that have dialect forms include standard

Javanese dialects, and tangible codes of variety include various scientific and

business types. The researcher found code switching in the form of language

conversion including code transfer in the form of transferring Indonesian into

Javanese and tangible code switching over Javanese into Indonesian. The

teacher's intention to switch code in learning is: (1) code switching with the

intention of focusing student attention, (2) code switching with the intention of

creating a sense of humor, (3) code switching with the intention of clarifying, (4)

code switching with the intention of increasing understanding students, (5) code

switching in order to facilitate the delivery of subject matter.

Keywords: code form, code transfer form, meaning code switching.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dan terima kasih peneliti sembahkan kepada Tuhan Yang

Maha Esa karena atas berkat dan karuniaNya, sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul Alih Kode Pertuturan Guru - Siswa dalam

Proses Belajar Mengajar di Kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo

Semester Ganjil Tahun Ajaran 2018/2019. Penyusunan skripsi ini merupakan

salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana di Program Studi Pendidikan

Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Sanata Dharma.

Peneliti menyadari bahwa terselesainya skripsi ini karena adanya

bimbingan, perhatian, arahan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara

langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu peneliti menyampaikan terima

kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu memberikan rahmat kesehatan dan

kelancaran selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

3. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. selaku kepala program studi PBSI

Universitas Sanata Dharma.

4. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. selaku dosen pembimbing tunggal yang

dengan penuh ketelitian telah mendampingi, memotivasi, dan memberikan

berbagai masukan yang sangat berharga bagi peneliti. Mulai dari proses awal

hingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. yang bersedia meluangkan waktu untuk menjadi

triangulator.

6. Segenap dosen Prodi PBSI, dosen MKU, dosen MKK, yang telah mendidik

dan membimbing peneliti selama mengikuti perkuliahan.

7. Theresia Rusmiyati sebagai karyawan sekretariat PBSI yang selalu sabar

memberikan pelayanan demi kelancaran peneliti dalam menyelesaikan kuliah

di PBSI sampai penyusunan skripsi ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................... iv

HALAMAN MOTTO...................................................................................... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI........................ vii

ABSTRAK......................................................................................................... viii

ABSTRACT....................................................................................................... ix

KATA PENGANTAR ..................................................................................... x

DAFTAR ISI..................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................... 2

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................ 2

1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................ 3

1.5 Batasan Istilah.............................................................................................. 5

1.6 Sistematika Penulisan .................................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 8 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan ............................................................. 8

2.2 Landasan Teori............................................................................................. 11

2.2.1 Pengertian Sosiolinguistik......................................................................... 11

2.3 Pengertian Kedwibahasaan.......................................................................... 14

2.4 Fenomena Kedwibahasaan........................................................................... 17

2.4.1 Interferensi............................................................................................... 17

2.4.2 Integrasi.................................................................................................... 18

2.4.3 Campur Kode (code mixing)...................................................................... 19

2.4.4 Alih Kode (Code Switching)...................................................................... 20

2.5 Variasi – Variasi Bahasa............................................................................... 21

2.5.1 Variasi Bahasa dari Segi Penutur.............................................................. 22

2.5.2 Variasi Bahasa dari Segi Pemakaian......................................................... 26

2.5.3 Variasi Bahasa dari Segi Keformalan....................................................... 28

2.5.4 Variasi Bahasa dari Segi Sarana............................................................... 2.6 Kode………………………………………………………………………..

30 31

2.7.1 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode…………………………. 35

2.7.2 Bentuk-Bentuk Alih Kode......................................................................... 40

2.8 Wujud Alih Kode........................................................................................ 41

2.8.1 Alih Tingkat Tutur.................................................................................... 42

2.8.2 Alih Bahasa…………………………………………………………….. 43

2.8.2.1 Alih Bahasa dari Bahasa Jawa ke dalam Bahasa Indonesia.................... 43

2.8.2.2 Alih Bahasa dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Jawa................... 44

2.9 Konteks ....................................................................................................... 45

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

xiii

2.10 Kerangka Berpikir………………………………………………………... 54

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 55 3.1 Jenis Penelitian............................................................................................. 55

3.2 Sumber Data dan Data.................................................................................. 56

3.3 Instrumen Penelitian..................................................................................... 56

3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data....................................................... 1 Teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC)....................................................

57 58

2 Teknik rekam................................................................................................... 59

3 Teknik Catat................................................................................................... 59

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data................................................................ 3.6 Triangulasi…………………………………………………………………

59 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................ 62

4.1 Deskripsi Data.............................................................................................. 62

4.2 Hasil Penelitian............................................................................................ 64

4.2.1 Kode Berwujud Bahasa.............................................................................. 65

4.2.1.1 Kode Berwujud Bahasa Jawa…………….............................................. 66

4.2.1.2 Kode Berwujud Bahasa Indonesia.......................................................... 68

4.2.2 Kode Berwujud Tingkat Tutur…………................................................... 70

4.2.2.1 Kode Berwujud Tingkat Tutur Ngoko…………………………................. 70

4.2.2.2 Kode Berwujud Tingkat Tutur Krama……............................................. 72

4.2.3 Kode Berwujud Dialek…………………................................................... 73

4.2.3.1 Kode Berwujud Dialek Bahasa Jawa Standar......................................... 74

4.2.4 Kode Berwujud Ragam……………………………….............................. 76

4.2.4.1 Kode Berwujud Ragam Ilmiah.............................................................. 76

4.2.4.2 Kode Berwujud Ragam Usaha…............................................................ 78

4.2.5 Alih Kode Berwujud Alih Bahasa………................................................. 80

4.2.5.1 Alih Kode dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Jawa............................... 80

4.2.5.2 Alih Kode dari Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia................................. 83

4.2.6 Maksud Guru Beralih Kode………........................................................... 86

4.2.6.1 Memfokuskan Perhatian Siswa …………….......................................... 86

4.2.6.2 Menciptakan Rasa Humor ......................................................................

4.2.6.3 Melakukan Klarifikasi………………………………………………….

90 94

4.2.6.4 Meningkatkan Pemahaman Siswa…….................................................. 97

4.2.6.5 Mempermudah Penyampaian Materi Pelajaran……………………...... 102

4.3 Pembahasan.................................................................................................. 105

BAB V PENUTUP............................................................................................ 112

5.1 Simpulan....................................................................................................... 112

5.2 Saran............................................................................................................. 113

DAFTAR RUJUKAN....................................................................................... 115

LAMPIRAN...................................................................................................... 117

BIOGRAFI PENULIS..................................................................................... 147

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa memegang peranan sangat penting dalam kehidupan manusia karena

manusia sebagai makhluk sosial harus berinteraksi dan berkomunikasi dalam

kelompok sosial. Bahasalah yang memungkinkan terjadinya interaksi dalam

masyarakat. Itulah sebabnya kedudukan bahasa sebagai unsur kebudayaan selalu

di tetapkan pada peringkat pertama. Hal ini bersifat universal yaitu berlaku setiap

suku bangsa atau setiap kelompok manusia.

Setiap bahasa memiliki frasa yaitu gabungan dua kata atau lebih yang tidak

dapat dipisahkan dan melampaui batas fungsi. Bahasa juga memiliki kalimat yaitu

satuan bahasa secara gramatis terdiri satu atau lebih klausa yang ditata menurut

pola tertentu dan dapat berdiri sendiri sebagai satu kalimat. Kalimat sebagaimana

kita ketahui, dibentuk dari kata atau kelompok kata. Di dalam pembentukan atau

penyusunan kalimat, setiap bahasa mempunyai tipologi atau pola kalimat, baik itu

bahasa Indonesia, terdapat bahasa-bahasa daerah dan bahasa asing, kemungkinan

terjadi kontak bahasa itu sangatlah besar. Mackey (Suwito, 1983) memberikan

pengertian kontak bahasa sebagai pengaruh bahasa yang satu kepada bahasa yang

lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kontak bahasa terjadi apabila

seseorang penutur yang menguasai dua bahasa yang dikuasainya secara

bergantian.

Eksistensi penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari dalam

tindak komunikasi memang perlu dipertahankan. Namun ada beberapa hal yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

2

harus di ingat bahwa berdasarkan aspek linguistik, “masyarakat Indonesia

merupakan masyarakat yang bilingual (dwibahasa) yang menguasai lebih dari satu

bahasa, yaitu bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing” (Nababan,

1989:27). Sebagai akibat dari situasi kedwibahasaan pada proses pembelajaran di

kelas V SD Negeri 1 lendah adalah terjadinya alih kode.

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti memanfaatkan situasi dalam kelas

sebagai sumber penelitian yaitu interaksi yang terjadi antara guru dan siswa yang

berpusat pada alih kode yang terjadi pada saat proses pembelajaran di kelas. Hal

ini dikarenakan dalam interaksi guru dan siswa terdapat tuturan-tuturan yang

mengandung alih kode dimana guru tidak menyadari bahwa telah beralih kode

dengan tujuan agar siswa lebih mudah memahami apa yang dijelaskan oleh guru,

mengingat siswa di SD Negeri 1 Lendah mayoritas berasal dari masyarakat Jawa,

yang setiap harinya berkomunikasi dengan Bahasa Jawa. Hal inilah yang

membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Alih Kode

Pertuturan Guru - Siswa dalam Proses Belajar Mengajar di Kelas V SD Negeri 1

Lendah, Kulon Progo Semester Ganjil Tahun Ajaran 2018/2019.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka rumusan masalah yang

muncul dalam penelitian ini yaitu :

1. Apa sajakah wujud kode pertuturan guru - siswa dalam proses belajar

mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo Semester Ganjil

Tahun Ajaran 2018/2019 ?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

3

2. Apa sajakah wujud alih kode pertuturan guru - siswa dalam proses belajar

mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo Semester Ganjil

Tahun Ajaran 2018/2019 ?

3. Apa saja maksud alih kode pertuturan guru - siswa dalam proses belajar

mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo Semester Ganjil

Tahun Ajaran 2018/2019?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini yaitu:

1. Mendiskripsikan wujud kode pertuturan guru - siswa dalam proses belajar

mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo Semester Ganjil

Tahun Ajaran 2018/2019.

2. Mendiskripsikan wujud alih kode pertuturan guru - siswa dalam proses

belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo Semester

Ganjil Tahun Ajaran 2018/2019.

3. Mendiskripsikan maksud alih kode pertuturan guru - siswa dalam proses

belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo Semester

Ganjil Tahun Ajaran 2018/2019.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat-manfaat yang dapat diambil secara

teoritis maupun praktis. Beberapa manfaat yang diharapkan timbul dari penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat teoritis dalam ilmu linguistik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

4

Manfaat dari penelitian dapat memberikan teori-teori atau sumbangsih penemuan

yang berkaitan dengan ilmu sosiolinguistik khususnya alih kode. Manfaat

penelitian ini juga memberikan bukti nyata antara teori dan praktik dari deskripsi

realita fenomena alih kode di dalam pembelajaran di Sekolah Dasar.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru

Penelitian ini diharapkan dapat membantu guru, khususnya guru di SD Negeri

1 Lendah untuk melihat permasalahan kebahasaan pada pembelajaran dan

dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan kemampuan berbahasa

siswa.

b. Bagi siswa

Berdasarkan fakta yang ada, siswa di SD Negeri 1 Lendah masih banyak yang

tidak mengetahui tentang permasalahan–permasalahan kebahasaan, bahkan

mereka cenderung kurang terampil dalam menggunakan bahasa Indonesia dalam

berkomunikasi dikelas. Sehubungan dengan uraian diatas penelitian ini

diharapkan dapat menambah wawasan siswa mengenai permasalahan kebahasaan

dan meningkatkan keterampilan siswa dalam berbahasa Indonesia.

c. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi peneliti lain tentang

kajian sosiolinguistik khususnya fenomena alih kode dan menindak lanjuti

penelitian alih kode dengan ruang lingkup yang lebih sempit sehingga kedalaman

analisis masalah yang lebih mendasar dapat diketahui. Selain itu, penelitian ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

5

diharapkan dapat menjadi gambaran bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian

sejenis yang relevan.

1.5 Batasan Istilah

Sehubungan dengan judul penelitian ini, agar terdapat persamaan konsep dari

beberapa istilah dan agar permasalahan tersebut tampak jelas adanya, maka perlu

diberikan adanya pembatasan pengertian istilah. Sedangkan istilah-istilah yang

perlu ditegaskan adalah sebagai berikut:

1. Sosiolinguistik

Fishman (dalam Chaer 2004: 3) mengatakan bahwa sosiolinguistik adalah

kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa dan

pemakaian bahasa karena ketiga unsur ini selalau berinteraksi, berubah dan

saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur.

2. Kedwibahasaan

Weinreich (dalam Suwito, 1983:39) memberikan pendapat mengenai definisi

kedwibahasaan yaitu; Apabila dua bahasa atau lebih digunakan secara

bergantian oleh penutur yang sama, maka dapat dikatakan bahwa bahasa-

bahasa tersebut dalam keadaan saling kontak”. Jadi, kontak bahasa terjadi

dalam diri penutur secara individual. Individu-individu tempat terjadinya

kontak bahasa disebut dwibahasawan. Peristiwa pemakaian dua bahasa (lebih)

secara bergantian oleh seorang penutur disebut kedwibahasaan.

3. Variasi Bahasa

Abdul Chaer dan Leonie Agustina (1995:79), menyatakan bahwa variasi

bahasa ditentukan oleh faktor waktu, tempat, sosiokultural, situasi dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

6

medium pengungkapan. Faktor waktu menimbulkan perbedaan bahasa dari

masa ke masa. Faktor daerah membedakan bahasa yang dipakai di suatu

tempat dengan di tempat lain. Faktor sosiokultural membedakan bahasa yang

dipakai di suatu tempat dengan di tempat lain. Faktor sosiokultural

membedakan bahasa yang dipakai suatu kelompok sosial. Faktor situasional

timbul karena pemakai bahasa memilih ciri-ciri bahasa tertentu dalam situasi

tertentu. Faktor medium pengungkapan membedakan bahasa lisan dan bahasa

tulisan.

4. Kode

Kode dapat didefinisikan sebagai sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya

mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur

dengan lawan bicara dan situasi tutur yang ada. Kode biasanya berbentuk

variasi bahasa yang secara nyata dipakai berkomunikasi anggota suatu

masyarakat bahasa (Poedjosoedarmo, dalam Rahardi 2001: 22)

5. Alih Kode

Dell Hymes (dalam Suandi, 2014: 133) mengungkapkan bahwa pengertian alih

kode merupakan suatu istilah umum yang digunakan untuk menyatakan

pergantian (peralihan) pemakaian dua bahasa atau lebih beberapa variasi dari

satu bahasa atau bahkan beberapa ragam dari satu gaya.

6. Konteks

Mey (dalam Nadar 2009: 3) menyatakan bahwa konteks adalah situasi

lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta tutur untuk dapat

berinteraksi dan dapat membuat ujaran mereka dapat dipahami. Adapun

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

7

konteks yang dimaksud oleh Mey bahwa konteks merupakan situasi yang

berada di luar kerangka kebahasaan seperti lingkungan yang mendukung.

Melalui situasi lingkungan yang mendukung, proses pemahaman ujaran antara

penutur dan mitra tutur akan lebih mudah.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan penelitian ini dipaparkan sebagai berikut: Bab I

membahas tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan batasan istilah. Bab II

membahas mengenai kajian pustaka yang terdiri dari penelitian terdahulu yang

relevan dan landasan teori. Bab III membahas mengenai metode penelitian, yang

terdiri dari tempat penelitian, waktu penelitian, subjek penelitian, data dan sumber

data, teknik analisis data. Bab IV membahas tentang hasil analisis data dan

pembahasan. Dan bab V berisi tentang simpulan dan sarana.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini secara khusus akan diuraikan dua hal, yaitu : (1) penelitian

terdahulu yang relevan, (2) landasan teori.

2.l Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian di bidang pragmatik khususnya alih kode bahasa sudah pernah

ada dalam penelitian sebelumnya. Beberapa penelitian terdahulu menjadi referensi

peneliti untuk menyusun penelitian yang akan dilakukan. Berikut ini adalah

beberapa penelitian terdahulu yang relevan.

Penelitian yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Has’ad

Rahman Attamimi yang berjudul ‘Analisis Tindak Bahasa Campur Kode di Pasar

Labuhan Sumbawa Pendekatan Sosiolinguistik’. Penelitian yang dilakukan

Has’ad Rahman Attamimi adalah penelitian tentang fenomena bahasa khususnya

campur kode dalam lingkungan pasar Labuhan Sumbawa. Hasil dari penelitiannya

adalah bahwa kegiatan tindak bahasa campur kode dilakukan oleh masyarakat

hampir setiap hari, selain itu faktor penyebab terjadinya campur kode khususnya

di pasar Labuhan yakni ada beberapa faktor diantaranya : 1) faktor peran, 2)

faktor ragam, 3) faktor penutur, 4) faktor bahasa. Dalam penelitiannya juga

mendapatkan hasil ciri-ciri campur kode yakni : campur kode terjadi karena

kesantaian, campur kode terjadi dalam situasi tidak resmi (informal), campur kode

berciri pada ruang lingkup klausa pada tingkat tataran yang paling tinggi dan kata

pada tataran yang paling rendah, dan unsur bahasa sisipan dalam peristiwa campur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

9

kode tidak lagi mendukung fungsi bahasa secara mandiri tetapi sudah menyatu

dengan bahasa yang disisipi.

Adapun persamaan antara penelitian Has’ad Rahman Attamimi dengan

penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang fenomena kebahasaan.

Sedangkan Yang menjadi pembeda adalah subjek penelitian, pada penelitian yang

dilakukan Has’ad subjek penelitian adalah pedagang dan pembeli di Pasar

Labuhan Sumbawa, sedangkan subjek penelitian ini adalah guru dan siswa di

kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Selain subjek penelitian, objek

penelitian juga berbeda jika pada penelitian terdahulu berfokus pada campur kode,

sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti berfokus pada alih kode.

Dalam penelitian terdahulu teknik pengumpulan data menggunakan metode 1)

metode observasi, 2) metode wawancara, sedangkan dalam penelitian ini

menggunakan 1) teknik simak bebas libat cakap (SBLC), 2) teknik rekam, 3)

teknik catat.

Penelitian relevan yang kedua adalah milik Nugroho (2011) dari

Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul skripsi “Alih Kode dan Campur

Kode Pada Komunikasi Antara Guru-Siswa Di SMA Negeri 1 Wonosari Klaten”.

Nugroho dalam skripsinya memberikan garis besar hal-hal apa saja yang

disajikan.

Melihat judul milik Nugroho penelitian yang dilakukan adalah penelitian

tentang fenomena bahasa khususnya alih kode dan campur kode dalam

lingkungan sekolah. Peneliti menggunakan teknik rekam, catat, dan simak untuk

mengambil data alih kode dan campur kode serta menggunakan teknik analisis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

10

deskritif kualitatif sebagai teknik analisis data. Penelitian yang dilakukan Nugroho

telah menganalisis data-data yang diperoleh yaitu untuk Alih kode telah

ditemukan bahwa terdapat dua bentuk alih kode yang pertama dari bahasa yaitu

terdapat bahasa formal dan informal dalam percakapan guru-siswa. Bentuk alih

kode kedua adalah hubungan antar bahasa. Terdapat hubungan antar bahasa yaitu

bahasa Perancis - bahasa Indonesia, Bahasa Indonesia - bahasa Perancis.

Selanjutnya, data campur kode yang telah dianalisis terdapat dua bentuk. Bentuk

pertama adalah unsur sintaksisnya, terdapat campur kode dengan wujud kata dan

frasa.

Bentuk kedua adalah kategorisasi kata, meliputi: nomina, adverbia,

adjektiva, numeralia, pronominal, dan preposisi. Tidak hanya itu, terdapat analisis

data tentang faktor-faktor terjadinya alih kode pada komunikasi guru- siswa.

faktor-faktor tersebut meliputi: 1) hubungan penutur dengan mitra tutur, 2)

hadirnya pihak ketiga, 3) perubahan situasi dari informal ke formal begitupun

sebaliknya, dan 4) topik pembicaraan.

Dari penelitian relevan di atas, ditemukan persamaan dan perbedaan.

Penelitian di atas memiliki persamaan pada fenomena bahasa yang diteliti, teknik

pengumpulan data dan teknik analisis data, hasil analisis data ada beberapa yang

sama. Adapun perbedaanya terdapat pada lokasi penelitian, jika dalam penelitian

yang dilakukan oleh Nugroho meliputi fenomena bahasa alih kode dan campur

kode, dalam penelitian ini hanya terbatas pada alih kode saja, bahasa yang

diperoleh dalam penelitianya pun berbeda yaitu bahasa Prancis dengan bahasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

11

Indonesia sedangkan dalam penelitian ini bahasa yang diperoleh adalah bahasa

Indonesia dengan bahasa Jawa.

2.2 Landasan Teori

Pada landasan teori ini diuraikan tentang teori-teori yang mendasari

permasalahan pada penelitian ini. Adapun uraian selanjutnya disampaikan pada

paparan sebagai berikut.

2.2.1 Pengertian Sosiolinguistik

Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan lingustik,

dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kajian yang sangat erat. Sosiologi

berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu terjadi, berlangsung, dan tetap

ada. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai

objek kajiannya Chaer dkk,(2010: 2). Menurut pandangan sosiolinguistik, bahasa

mengandung berbagai macam variasi sosial yang tidak dapat dipecahkan oleh

kerangka teori struktural, dan terlalu naif bila variasi-variasi itu hanya disebut

performansi.

Menurut konsepsi sosiolinguistik struktur masyarakat yang selalu bersifat

heterogen (tidak pernah homogen) mempengaruhi struktur bahasa. Adapun

struktur masyarakat di sini dipengaruhi oleh bebrapa faktor, seperti siapa yang

berbicara (who speaks), dengan siapa (with whom), dimana (where), kapan

(when), dan untuk apa (to what end) Wijana dkk, (2010: 5). Sosiolinguistik

sebagai cabang linguistik memandang atau menempatkan kedudukan bahasa

dalam hubungannya dengan pemakai bahasa di dalam masyarakat, karena dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

12

kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, akan tetapi sebagai

masyarakat sosial.

Chaer via Dittmar (1976: 128) mengatakan bahwa tujuh dimensi yang

merupakan masalah dalam sosiolinguistik itu adalah (1) identitas social dari

penutur, (2) identitas sosiala dari pendengar yang terlibat dalam proses

komunikasi, (3) lingkungan sosial tempat pristiwa tutur terjadi, (4) analisis

sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial, (5) penilaian sosial yang

berbeda oleh penutur akan prilaku bentuk-bentuk ujaran, (6) tingkatan variasi dan

ragam linguistik, dan (7) penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik.

Seseorang pembicara atau penutur seringkali melakukan alih kode untuk

mendapatkan “keuntungan” atau “manfaat” dari tindakannya itu, perubahan

situasi bicara dapat menyebabkan terjadinya alih kode.

Sejalan dengan pendapat Chaer, Fishman (dalam Sumarsono, 2004: 2)

menjelaskan cakupan permasalahan dalam sosiologi bahasa sebagai berikut.

“The sociology of language focuses upon entire gamut of topics related to the

social organitation of language behavior including not only language usage per

se, but also language attitude, overt behavior toward language and language

users”.

‘Sosiologi bahasa meyoroti keseluruhan permasalahan yang berhubungan dengan

organisasi sosial perilaku bahasa, tidak hanya mencakup pemakaian bahasa saja,

melainkan juga sikap-sikap bahasa, perilaku terhadap bahasa dan pemakai

bahasa’. Pendapat Fishman tersebut semakin mempertegas bahwa sosilogi bahasa

atau sosiolinguistik merupakan kajian bahasa yang menempatkan bahasa dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

13

penggunaanya di dalam masyarakat. Fishman (dalam Chaer 2004: 3) juga

mengatakan bahwa sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa,

fungsi-fungsi variasi bahasa dan pemakaian bahasa karena ketiga unsur ini selalau

berinteraksi, berubah dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat

tutur.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, (1) Wijana

mengemukakan sosiolinguistik merupakan cabang linguistik yang menempatkan

kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai bahasa di dalam

masyarakat. (2) Chaer via Dittmar memberikan tujuh dimensi yang merupakan

masalah dalam sosiolinguistik, yaitu: identitas social dari penutur, identitas sosiala

dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi, lingkungan sosial tempat

pristiwa tutur terjadi, analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial,

penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan prilaku bentuk-bentuk ujara,

tingkatan variasi dan ragam linguistik, dan penerapan praktis dari penelitian

sosiolinguistik. (3) Fishman mengatakan sosiologi bahasa meyoroti keseluruhan

permasalahan yang berhubungan dengan organisasi sosial perilaku bahasa, tidak

hanya mencakup pemakaian bahasa saja, melainkan juga sikap-sikap bahasa,

perilaku terhadap bahasa dan pemakai bahasa.

Ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan sosiolinguistik dalam penelitian ini

adalah sejalan dengan Fishman dan dilengkapi oleh Chaer via Dittmar yang telah

dijelaskan diatas. Sosiolinguistik bukan hanya melihat bahasa dari segi

pemakaiannya saja, tetapi juga melihat hubungan antara bahasa dengan

masyarakat. Sosiolinguistik menaruh perhatian pada nilai dan norma yang berlaku

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

14

dalam suatu masyarakat tutur, siapa yang saling bertutur, dan pada situasi apa

ragam tertentu digunakan.Peneliti memilih teori Chaer via Dittmar dan Fishman

karena dianggap pendapat mereka paling lengkap dan sesuai dengan penelitian ini.

2.3 Pengertian Kedwibahasaan

Kedwibahasaan merupakan suatu kenyataan yang dihadapi oleh hampir

semua Negara di dunia termasuk Indonesia. Timbulnya kedwibahasaan di

Indonesia disebabkan oleh adanya berbagai suku bangsa dengan bahasanya

masing-masing serta adanya keharusan menggunakan bahasa Indonesia sebagai

bahasa nasional. Selain itu, keterlibatan dengan negara lain yang memiliki bahasa

yang berbeda juga merupakan fakta yang menyebabkan timbulnya

kedwibahasaan. Teori kedwibahasaan sangat terkait dengan campur kode, karena

campur kode merupakan aspek kedwibahasaan. Selain itu, subjek yang diteliti

merupakan masyarakat kedwibahasaan yang cenderung melakukan campur kode.

Berikut pendapat beberapa ahli sehubungan dengan kedwibahasaan.

Weinreich (dalam Suwito, 1983:39) memberikan pendapat mengenai definisi

kedwibahasaan yaitu; Apabila dua bahasa atau lebih digunakan secara bergantian

oleh penutur yang sama, maka dapat dikatakan bahwa bahasa-bahasa tersebut

dalam keadaan saling kontak”. Jadi, kontak bahasa terjadi dalam diri penutur

secara individual. Individu-individu tempat terjadinya kontak bahasa disebut

dwibahasawan. Peristiwa pemakaian dua bahasa (lebih) secara bergantian oleh

seorang penutur disebut kedwibahasaan.

Berbeda dengan Weinreich, Macnamara (dalam Rahardi: 2001) mengusulkan

bahwa batasan bilingualisme sebagai pemilikan penguasaan (mastery) atas paling

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

15

sedikit bahasa pertama dan bahasa kedua, kendatipun tingkat penguasaan bahasa

yang kedua tersebut hanyalah pada sebatas tingkatan yang paling rendah. Namun,

batasan yang demikian itu nampaknya cukup realistis karena di dalam

kenyataannya tingkat penguasaan bahasa pertama dengan bahasa kedua tidak

pernah akan sama. Pada kondisi tingkat penguasaan bahasa kedua yang paling

rendah pun, menurut pandangan Macnamara, masih dapat dikatakan sebagai

seorang yang bilingual. Haugen (dalam Rahardi: 2001) juga sejalan dengan

batasan yang dikemukakan oleh Macnamara tersebut.

Dilihat dari tingkat kedwibahasaannya, terdapat jenis kedwibahasaan tingkat

minimal dan maksimal. Pada kedwibahasaan tingkat minimal menganggap

individu sudah dinyatakan sebagai individu yang dwibahasawan apabila individu

itu mampu untuk melahirkan tuturan yang berarti dalam bahasa lain.

Selanjutnya,kedwibahasaan maksimal menganggap bahwa individu adalah

dwibahasawan apabila individu itu mampu untuk melahirkan tuturan dalam dua

bahasa secara memuaskan.

Fishman (dalam Rahardi: 2001) menyatakan bahwa kajian atas masyarakat

bilingual tidaklah dapat dipisahkan dari kemungkinan ada atau tidaknya gejala

“diglosa”. Menurut pandangan Fishman, diglosa semata-mata tidak hanya

merupakan gejala yang terdapat dalam masyarakat monolingual, melainkan lebih

dari itu diglosa juga mengacu kepada pemakaian dua bahasa yang berbeda dengan

fungsi dan peran yang tidak sama pula. Lebih lanjut, Fishman menunjukkan

kemungkinan hubungan interaksi antara bilingualisme dan diglosa ke dalam

empat tipe masyarakat, yaitu (1) masyarakat dengan bilingualisme dan diglosa, (2)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

16

masyarakat dengan bilingualisme tanpa diglosa, (3) masyarakat dengan diglosa

tetapi tanpa bilingualisme, dan (4) masyarakat tanpa diglosa dan tanpa

bilingualisme.

Dari penjelasan tentang kedwibahasaan atau bilingualisme di atas, maka

simpulannya adalah. (1) Weinreich (dalam Suwito, 1983:39) mengatakan apabila

dua bahasa atau lebih digunakan secara bergantian oleh penutur yang sama, maka

akan terjadi kontak bahasa. (2) Macnamara (dalam Rahardi: 2001) mengusulkan

bahwa batasan bilingualisme sebagai pemilikan penguasaan (mastery) atas paling

sedikit bahasa pertama dan bahasa kedua, meskipun penguasaan bahasa kedua

berada pada tingkatan yang paling rendah. (3) Fishman (dalam Rahardi: 2001)

menyatakan bahwa masyarakat bilingual tidak akan lepas oleh adanya gejala

diglosia. Kedwibahasaan itu pada dasarnya merupakan kemampuan dari

seseorang, baik individu ataupun masyarakat, yang menguasai dua bahasa dan

mampu untuk menggunakan kedua bahasanya tersebut dalam melakukan

komunikasi sehari-hari secara bergantian dengan baik. Sedangkan seseorang yang

terlibat dalam kegiatan atau praktik menggunakan dua bahasa secara bergantian

itulah yang disebut dengan bilingualnya atau yang kita kenal dengan istilah

dwibahasawan.

Dalam penelitian ini menggunakan teori yang dikemukakan oleh Macnamara

yang didukung teori milik Fishman, dikarenakan teori mereka berdua sejauh ini

dianggap paling lengkap dan sesuai dengan penelitian ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

17

2.4 Fenomena Kedwibahasaan

Masyarakat tutur yang tertutup dan tidak tersentuh oleh masyarakat tutur lain

karena tidak ingin berhubungan dengan masyarakat tutur lain, maka masyarakat

tutur tersebut akan tetap menjadi masyarakat tutur yang statis dan tetap menjadi

masyarakat yang monolingual. Sebaliknya, masyarakat tutur yang terbuka

mempunyai hubungan dengan masyarakat tutur lain, akan mengalami kontak

bahasa dengan segala peristiwa-peristiwa kebahasaan. Peristiwa kebahasaan yang

dapat terjadi antara lain adalah interferensi, integrasi, alih kode, dan campur kode

(Chaer dan Agustina, 2010: 111). Hal-hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

2.4.1 Interferensi

Interferensi adalah digunakannya unsur bahasa lain dalam menggunakan

suatu bahasa, yang dianggap sebagai suatu kesalahan karena menyimpang dari

kaidah atau aturan bahasa yang digunakan (Chaer dan Agustina, 2010: 120).

Weinreich (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 120) mengemukakan bahwa

interferensi adalah perubahan sistem atau bahasa sehubungan dengan adanya

persentuhan bahasa tersebut dengan usnur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh

penutur yang bilingual. Berdasarkan hal tersebut interferensi dapat diartikan

sebagai penggunaan sistem BI dalam menggunakan B2, sedangkan sistem tersebut

tidak sama dalam kedua bahasa tersebut. Interferensi berarti adanya saling

berpengaruh antarbahasa (Alwasilah dalam Aslinda dan Syafyahya, 2007: 66).

Dapat terjadi pada pengucapan, tata bahasa, kosakata, dan makna budaya baik

dalam ucapan maupun tulisan, terutama jika seseorang sedang mempelajari

bahasa kedua (Alwasilah, 1985: 131). Pengaruh itu dalam benuk paling sederhana

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

18

berupa pengambilan suatu unsur dari satu bahasa dan digunakan dalam

hubungannya dengan bahasa lain. Interferensi dapat terjadi pada pengucapan, tata

bahasa, kosakata, dan makna bahasa lain. Interferensi dianggap sebagai gejala

tutur, terjadi hanya pada dwibahasan dan peristiwanya dianggap sebagai

penyimpangan, jika sekiranya dwibahasawan itu dapat memisahkan kedua bahasa

yang dikuasai dalam arti dwibahasawan adalah dua pembicara yang terpisah

dalam diri atau orang, berarti tidak akan terjadi penyimpangan atau interferensi

(Aslinda dan Syafyahya, 2010: 65).

Interferensi dibagi empat jenis, yaitu:

1. pemindahan unsur dari satu bahasa ke bahasa lain;

2. perubahan fungsi dan kategori unsur karena proses pemindahan;

3. penerapan unsur-unsur yang tidak berlaku pada bahasa kedua ke dalam bahasa

pertama;

4. pengabaian struktur bahasa kedua karena tidak terdapat padanannya dalam

bahasa pertama (Weinreich dalam Aslinda dan Syafyahya, 2007: 66).

2.4.2 Integrasi

Menurut Mackey (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 128) integrasi adalah

unsur- unsur bahasa lain yang digunakan dalam bahasa tertentu dan dianggap

sudah menjadi bahasa tersebut. Unsur-unsur tersebut tidak dianggap lagi sebagai

unsur- unsur pinjaman atau pungutan. Integrasi adalah penggunaan unsur bahasa

lain secara sistematis seolah-olah merupakan bagian dari suatu bahasa tanpa

disadari oleh pemakainya (Kridalaksana, 2008: 94). Dari dua pendapat tersebut

dapat disimpulkan bahwa integrasi merupakan unsur-unsur bahasa lain yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

19

digunakan pada bahasa tertentu dan dianggap menjadi bagian dari bahasa tersebut.

Proses integrasi ini memerlukan waktu yang cukup lama, sebab unsur yang

berintegrasi tersebut harus disesuaikan, baik lafalnya, ejaannya, ataupun tata

bentuknya.

Berdasarkan hal tersebut penulis mengacu pada pendapat Chaer dan Agustina

yang mengemukkan bahwa integrasi penerapan unsur bahasa lain yang digunakan

dalam bahasa tertentu dan dianggap sudah menjadi bahasa tersebut.

2.4.3 Campur Kode (code mixing)

Ciri yang menandai adanya ketergantungan hubungan timbal balik antara

peranan dan fungsi kebahasaaan. Peranan artinya yang menggunakan kode bahasa

tersebut. Fungsi kebahasaan berarti apa yang hendak dicapai oleh penuturnya.

Seorang penutur yang banyak menguasai bahasa akan mempunyai kesempatan

bercampur kode lebih banyak daripada penutur yang menguasai satu atau dua

bahasa saja. Tetapi tidak berarti bahwa penutur yang menguasai lebih banyak

bahasa selalu banyak melakukan campur kode. Campur kode atau code mixing

adalah percampuran dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak

bahasa tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran

bahasa itu (Nababan, 1991: 32).

Sedikit berbeda dengan pandangan Nababan, Aslinda dan Syafyahya (2007:

86) menyatakan bahwa campur kode terjadi ketika seorang penutur bahasa,

misalnya bahasa Indonesia memasukkan unsur-unsur bahasa daerahnya ke dalam

pembicaraan bahasa daerahnya ke dalam pembicaraan bahasa Indonesia. Apabila

seseorang berbicara dengan kode utama bahasa Indonesia yang memiliki fungsi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

20

keotonomian, sedangkan kode bahasa daerah yang terlibat dalam kode utama

merupakan serpihan-serpihan saja tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah

kode.

2.4.4 Alih Kode (Code Switching)

Hymes (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 107) menyatakan bahwa alih kode

adalah gejala bahasa yang bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat juga

terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa.

Hampir sama dengan teori Hymes, Nababan (dalam Suandi, 2014: 133)

mengatakan bahwa alih kode merupakan penggantian peralihan pemakaian bahasa

atau ragam fungsiolek ke dalam ragam yang lain.

Dengan demikian, alih kode adalah gejala peralihan pemakaian bahasa yang

terjadi karena situasi dan terjadi antar bahasa serta antarragam dalam satu bahasa.

Pemaparan lebih lanjut dari Hymes, tentang penggunaan dua bahasa atau lebih

dalam alih kode sebagai berikut.

1. Alih kode terjadi akibat adanya kontak bahasa dan saling ketergantungan

bahasa (language dependency).

2. Alih kode itu akan mungkin terjadi bila masyarakat atau peserta pembicaraanya

adalah orang-orang yang bilingual atau multilingual dan atau glosik. Hal ini

disebabkan syarat yang dituntut oleh pengertian alih kode itu sendiri, yaitu suatu

pembicaraan yang beralih dari satu kode ke kode yang lain. Kode adalah salah

satu varian dalam tataran bahasa. Dengan demikian, peralihan kode di sini

dimaksudkan bisa beralih bahasa, varian, gaya, ragam, atau dialek.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

21

3. Di dalam alih kode pemakaian bahasa atau kode disesuaikan dengan situasi

yang terikat dengan perubahan isi pembicaraan.

4. Alih kode itu terjadi disebabkan oleh tuntutan yang berlatar belakang tertentu

baik yang ada pada diri penutur pertama, orang kedua, maupun situasi yang

mewakili terjadinya pembicaraan itu.

2.5 Variasi - Variasi Bahasa

Abdul Chaer dan Leonie Agustina (1995:79), menyatakan bahwa variasi

bahasa ditentukan oleh faktor waktu, tempat, sosiokultural, situasi dan medium

pengungkapan. Faktor waktu menimbulkan perbedaan bahasa dari masa ke masa.

Faktor daerah membedakan bahasa yang dipakai di suatu tempat dengan di tempat

lain. Faktor sosiokultural membedakan bahasa yang dipakai di suatu tempat

dengan di tempat lain. Faktor sosiokultural membedakan bahasa yang dipakai

suatu kelompok sosial. Faktor situasional timbul karena pemakai bahasa memilih

ciri-ciri bahasa tertentu dalam situasi tertentu. Faktor medium pengungkapan

membedakan bahasa lisan dan bahasa tulisan.

Terjadinya variasi bahasa bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya

yang heterogen, tetapi karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan

sangat beragam (Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 1995: 80).

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa variasi bahasa

adalah wujud pemakaian bahasa yang berbeda oleh penutur karena faktor-faktor

tertentu dan terjadinya variasi bahasa bukan hanya disebabkan oleh para penutur

yang hetrogen tetapi karena kegiatan interaksi sosial.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

22

Chaer dan Agustina dan Agustina (2010:62) membedakan variasi bahasa

menjadi variasi bahasa dari segi penutur, variasi bahasa dari segi penggunaannya,

variasi bahasa dari segi keformalan, dan variasi dari segi sarana.

2.5.1. Variasi Bahasa dari Segi Penutur

a. Idiolek

Idiolek adalah variasi bahasa yang bersifat perseorangan (Chaer dan

Agustina, 2010:62). Setiap orang, memiliki ideoleknya masing-masing. Hal ini

sejalan dengan yang diungkapkan oleh Aslinda (2010:17) yang menyatakan

bahwa setiap individu mempunyai sifat-sifat khas yang tidak dimiliki oleh

individu lain. Aslinda (2010:18) juga menambahkan bahwa perbedaan sifat-sifat

khas antar individu disebabkan oleh faktor fisik dan psikis. Perbedaan fisik

misalnya, karena perbedaan bentuk alat-alat bicara, sedangkan perbedaan faktor

psikis biasanya disebabkan oleh perbedaan tempramen, watak, intelektual, dan

lainnya. Variasi idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya

bahasa, dan sebagainya, tetapi yang paling dominan adalah “warna” suaranya

(Chaer dan Agustina, 2010:62).

b. Dialek

Menurut Chaer dan Agustina (2010:63) dialek adalah variasi bahasa dari

sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat,

wilayah, atau area tertentu. Sedangkan menurut Aslinda (2010:18) dialek adalah

variasi bahasa dari sekelompok individu yang merupakan anggota masyarakat dari

suatu daerah tertentu atau kelas sosial tertentu. Sumarsono (2012:21)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

23

menyebutkan dialek adalah bahasa sekelompok masyarakat yang tinggal di suatu

daerah tertentu.

Perbedaan dialek di dalam sebuah bahasa ditentukan oleh letak geografis

kelompok pemakainya. Karena itu, dialek disebut dialek geografis atau dialek

regional (Sumarsono, 2012:22). Para penutur dalam suatu dialek, memiliki

kesamaan ciri yang menandai bahwa mereka berada dalam satu dialek yang

berbeda dengan kelompok penutur lain (Chaer dan Agustina, 2010:63). Misalnya

bahasa Jawa dialek Banyumas memiliki ciri tersendiri yang berbeda dengan ciri

yang dimiliki bahasa Jawa dialek Pekalongan, dialek Semarang, atau juga

dialek Surabaya.

c. Kronolek atau Dialek Temporal

Kronolek atau dialek temporal merupakan variasi bahasa yang digunakan

oleh kelompok sosial pada masa tertentu (Chaer dan Agustina, 2010:

64). Misalnya, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun 1945-1950, akan

berbeda baik dari segi lafal, ejaan, morfologi maupun sintaksis dengan bahasa

yang digunakan pada tahun 1970-1980. Namun, yang paling tampak biasanya

dari segi leksikon, karena bidang ini mudah sekali berubah akibat perubahan

sosial budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi (Chaer dan Agustina, 2010:64).

d. Sosiolek atau Dialek Sosial

Sosiolek atau dialek sosial yaitu variasi bahasa yang berkenaan dengan status,

golongan dan kelas sosial para penuturnya (Chaer dan Agustina,

2010:64). Menurut Soemarsono (2012:25) sosiolek bisa ditentukan oleh jenis

kelamin, umur, pekerjaan, status ekonomi (membedakan kelompok kaya dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

24

kelompok miskin), status sosial (masyarakat yang mengenal kasta), atau adanya

kelompok terdidik dan tidak terdidik.

1) Berdasarkan usia

Kita bisa melihat perbedaan variasi bahasa yang digunakan oleh kanak-

kanak, para remaja, orang dewasa dan orang-orang yang tergolong lansia (Chaer

dan Agustina, 2010:64).Perbedaan variasinya bukan yang berkenaan dengan isi

pembicaraannya, melainkan perbedaan dalam bidang morfologi, sintaksis, dan

juga kosakatanya. Variasi bahasa yang digunakan berdasarkan tingkat usia.

Misalnya, variasi bahasa anak-anak akan berbeda dengan variasi bahasa remaja

atau orang dewasa. Kata maem misalnya digunakan oleh anak-anak untuk

menyatakan aktivitas makan yang berbeda dengan orang dewasa. Kata bobok juga

merupakan variasi bahasa anak-anak untuk menyatakan aktivitas tidur.

2) Berdasarkan pendidikan

Para penutur yang memiliki pendidikan tinggi, akan berbeda variasi bahasanya

dengan mereka yang berpendidikan menengah, rendah, atau yang tidak

berpendidikan sama sekali (Chaer dan Agustina, 2010:65). Perbedaannya dalam

bidang kosa kata, pelafalan, dan juga morfologi dan sintaksis. Misalnya, orang

yang hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar akan berbeda variasi bahasanya

dengan orang yang lulus sekolah tingkat atas. Kata spesifik, implementasi, dan

proporsional misalnya digunakan oleh masyarakat yang memiliki pendidikan

tinggi. Masyarakat yang hanya lulusan SD umumnya tidak menggunakan kata-

kata tersebut, tetapi mereka menggunakan kata khusus untuk menggantikan kata

spesifik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

25

3) Berdasarkan seks atau jenis kelamin

Contoh variasi bahasa berdasarkan seks atau jenis kelamin antara lain yang

digunakan oleh mahasiswi dan ibu-ibu akan berbeda dengan variasi bahasa yang

digunakan oleh mahasiswa dan sekelompok bapak-bapak (Chaer dan Agustina,

2010:65). Misalnya variasi yang digunakan oleh wanita akan berbeda dengan

variasi bahasa yang digunakan oleh pria. Variasi bahasa wanita umumnya lebih

lembut dibandingkan laki-laki. Variasi bahasa berdasarkan jenis kelamin juga

dapat dilihat dari kosa kata yang diproduksi. Kosa kata seperti sarung, udeng,

peci, koteka, kumis, dan lain-lain berhubungan dengan laki-laki, sedangkan kosa

kata seperti menstruasi, sanggul, lipstik, bra, hamil, kerudung, dan lain-lain

berhubungan dengan wanita..

4) Berdasarkan perbedaan pekerjaan, profesi jabatan, atau tugas para

penutur

Perbedaan bahasa mereka dikarenakan lingkungan tugas mereka dan apa yang

mereka lakukan (Chaer dan Agustina 2010:65). Contohnya, bahasa yang

digunakan oleh guru akan berbeda dengan bahasa yang digunakan oleh bos

perusahaan. Perbedaan variasi bahasa ini biasanya pada aspek kosa kata. Guru

misalnya menggunakan kata-kata siswa, kurikulum, ujian semester, rapor, dan

lain-lain, yang berbeda dengan variasi bahasa dokter yang menggunakan jarum

suntik, resep, obat dan lain-lain.

5) Berdasarkan tingkat kebangsawanan

Di dalam masyarakat tutur yang mengenal tingkat-tingkat kebangsawanan

dapat terlihat variasi bahasa yang digunakan (Chaer dan Agustina 2010:65).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

26

Contohnya adalah bahasa Jawa dan bahasa Bali. Misalnya, adanya perbedaan

variasi bahasa yang digunakan oleh raja (keturunan raja) dengan masyarakat biasa

dalam bidang kosakata, seperti kata mati untuk masyarakat biasa, sedangkan para

raja menggunakan kata mangkat. Di Bali, contohnya masyarakat yang memiliki

kasta brahmana mengunakan kata ngajeng untuk aktivitas makan, sedangkan

masyarakat sudra menggunakan kata medaar untuk aktivitas makan.

6) Berdasarkan tingkat ekonomi para penutur

Keadaan sosial ekonomi para penutur dapat menyebabkan adanya variasi

bahasa (Chaer dan Agustina 2010:66). Misalnya orang yang memiliki tingkat

sosial lebih tinggi akan memiliki variasi bahasa yang berbeda dengan orang yang

bertingkat sosial rendah.

Sehubungan dengan variasai bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan

status dan kelas sosial para penuturnya, biasanya dikemukakan orang variasi

bahasa yang disebut akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon,

argot, dan ken (Chaer dan Agustina 2010:66).

2.5.2. Variasi Bahasa dari Segi Pemakaian

Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaan, pemakaiannya atau fungsinya

disebut fungsiolek (Nababan, 1984:22), ragam, atau register. Fungsiolek adalah

ragam bahasa yang didasarkan atas perbedaan fungsi ragam itu (Sumarsono,

2012:27). Variasi ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya,

atau tingkat keformalan dan sarana penggunaan (Chaer dan Agustina,

2010:68). Misalnya, bidang sastra, jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

27

perekonomian, perdagangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuan. Setiap bidang

tersebut biasanya memiliki kosakata yang berbeda dengan bidang lainnya.

a. Ragam Bahasa Sastra

Ragam bahasa sastra biasanya menekankan penggunaan bahasa dari segi

estetis, sehingga dipilih dan digunakan kosakata yang secara estetis memiliki ciri

eufoni serta daya ungkap yang paling tepat (Chaer dan Agustina, 2010:68).

Berbeda dengan ragam bahasa umum yang mengungkapkan bahasa dengan lugas,

ragam bahasa sastra akan mengungkapkan sesuatu dengan menonjolkan segi

estetisnya. Dengan kata lain bahasa sastra lebih mengutamakan keindahan

tulisannya, karena hal yang utama dilihat dari suatu karya sastra adalah pilihan

bahasa yang tepat dan indah ketika dibaca.

b. Ragam Bahasa Jurnalistik

Ragam bahasa jurnalistik memiliki ciri bersifat sederhana, komunikatif dan

ringkas (Chaer dan Agustina, 2010:69). Sederhana karena harus dipahami dengan

mudah komunikatif karena jurnalistik harus menyampaikan berita secara tepat dan

ringkas karena keterbatasan ruang (media cetak) dan keterbatasan waktu (media

elektronik). Seperti yang kita ketahui dalam jurnalistik, pembaca menuntut untuk

mendapatkan informasi yang lengkap dan jelas tanpa harus membuang waktu

mereka, sebab itu dalam jurnalistik bahasa yang digunakan harus singkat padat

dan jelas.

c. Ragam Bahasa Militer

Ragam bahasa militer memiliki ciri ringkas dan bersifat tegas, sesuai dengan

tugas dan kehidupan kemiliteran yang penuh dengan disiplin dan instruksi (Chaer

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

28

dan Agustina, 2010:69). Dalam bahasa Indonesia, ragam bahasa militer

ditunjukkan dengan banyaknya singkatan dan akronim. Digunakanya banyak

singkatan karena dalam kemiliteran setiap informasi sifatnya adalah rahasia,

dengan singkatan, informasi akan tetap terjaga.

d. Ragam Bahasa Ilmiah

Ragam bahasa ilmiah memiliki ciri-ciri lugas, jelas, dan bebas dari

keambiguan, serta segala macam metafora dan idiom (Chaer dan Agustina,

2010:69). Ragam bahasa ilmiah tidak boleh ambigu karena harus memberikan

informasi secara jelas.

Variasi bahasa berdasarkan fungsi ini lazim disebur register (Chaer dan

Agustina, 2010:69). Alwasilah (melalui Aslinda, 2010:19) mengatakan register

adalah satu ragam tertentu yang digunakan untuk maksud tertentu, sebagai

kebalikan dari dialek sosial atau regional. Jika dialek berkenaan dengan bahasa itu

digunakan oleh siapa, di mana, dan kapan, maka register berkenaan dengan

masalah bahasa itu diungkapkan untuk kegiatan apa (Chaer dan Agustina,

2010:69). Dalam kehidupan sosial di masyarakat, mungkin saja orang hanya

mengenal satu dialek saja, akan tetapi ia pasti mengenal beberapa register karena

dalam kehidupan dalam masyarakat bidang kegiatan yang dilakukan pasti lebih

dari satu.

2.5.3. Variasi Bahasa dari Segi Keformalan

Martin Joos (melalui Chaer dan Agustina, 2010:70) membuat lima klasifikasi

bahasa menurut tingkat keformalannya, yaitu:\

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

29

a. Ragam Beku (frozen)

Ragam bahasa beku ialah ragam bahasa yang paling resmi yang digunakan

dalam situasi-situasi yang khidmat dan upacara-upacara resmi (Nababan,

1984:22). Aslinda (2010:20) menyebut ragam ini dengan sebutan ragam beku

karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara tetap dan tidak dapat diubah.

Contoh penggunaan ragam bahasa ini adalah: upacara kenegaraan, tata cara

pengambilan sumpah, undang-undang dasar, akta notaris, naskah perjanjian jual-

beli, dan lain-lain. Susunan kalimat dalam ragam beku biasanya panjang-panjang,

bersifat kaku, serta kalimatnya lengkap (Chaer dan Agustina, 2010:70).

b. Ragam Resmi (formal)

Ragam bahasa resmi/formal adalah ragam bahasa yang digunakan dalam

buku-buku pelajaran, rapat dinas, dan surat menyurat resmi (Aslinda,

2010:20). Pola dan kaidah ragam resmi sudah ditetapkan secara mantap sebagai

standar (Chaer dan Agustina, 2010:70). Contoh lain penggunaan ragam bahasa

resmi adalah pinangan, seorang mahasiswa berbicara dengan dosen di kantor,

diskusi dalam ruang kuliah, pidato-pidato resmi, rapat resmi pimpinan, dan lain-

lain.

c. Ragam Usaha (consultative)

Ragam usaha atau ragam konsultatif merupakan ragam bahasa yang lazim

digunakan dan bahasa yang paling operasional (Chaer dan Agustina,

2010:71). Ragam ini biasanya digunakan dalam pembicaraan biasa di

sekolah, perusahaan, rapat usaha, atau suatu pembicaraan yang berorientasi pada

sebuah hasil atau produksi. Menurut Chaer dan Agustina (2010:71) keberadaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

30

ragam ini berada di antara bahasa formal dan bahasa informal. Sejalan dengan hal

tersebut, Aslinda (2010:20) juga mengungkapkan bahwa ragam ini berada di

antara ragam bahasa formal dan ragam bahasa santai. Contohnya adalah Saudara

boleh mengambil buku-buku ini yang Saudara sukai!.

d. Ragam Santai (casual)

Ragam santai adalah ragam bahasa santai antar teman dalam berbincang-

bincang, rekreasi, berolahraga, dan sebagainya (Nababan, 1984:22). Ragam ini

banyak menggunakan bentuk alegro, yaitu bentuk atau ujaran kata yang

dipendekkan (Chaer dan Agustina, 2010:71). Kosakata dalam bahasa santai

ini banyak dipengaruhi oleh unsur leksikal dialek (Aslinda, 2010:20). Contoh

penggunaan bahasa ini adalah Ambillah kalau kamu suka!

e. Ragam Akrab (intimate)

Ragam akrab/intimate adalah ragam bahasa yang digunakan antara teman

yang sudah akrab, karib, dan keluarga (Aslinda, 2010:20). Ragam ini ditandai

dengan penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan terkadang

artikulasi tidak jelas (Chaer dan Agustina, 2010:71). Contoh penggunaan ragam

ini adalah Kalau mau ambil aja!. Dari tuturan tersebut terlihat bahwa penggunaan

bahasa tidak dibatasi perasaan segan atau tak berjarak, hal ini dikarenakan

hubungan antara penutur dan lawan tutur yang begitu dekat.

2.5.4. Variasi Bahasa dari Segi Sarana

Berdasarkan sarana yang digunakan, ragam bahasa terdiri atas dua bagian,

yaitu ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulisan (Aslinda, 2010:21). Adanya

ragam bahasa lisan dan bahasa tulis didasarkan pada kenyataan bahwa bahasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

31

lisan dan bahasa tulis memiliki wujud struktur yang tidak sama (Chaer dan

Agustina, 2010:72). Ragam bahasa lisan disampaikan secara lisan dan dibantu

oleh unsur-unsur suprasegmental, sedangkan ragam bahasa tulis unsur

suprasegmental diganti simbol dan tanda baca (Aslinda, 2010:21). Dalam

berbahasa tulis kita harus lebih menaruh perhatian agar kalimat-kalimat yang kita

susun bisa dapat dipahami pembaca dengan baik (Chaer dan Agustina, 2010:73).

Berbeda dengan Aslinda (2010:21) yang hanya membagi variasi bahasa ini

menjadi ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis, Chaer dan Agustina

(2010:72) juga menambahnya dengan ragam dalam berbahasa dengan

menggunakan sarana atau alat tertentu, yakni, misalnya dalam bertelepon atau

bertelegraf. Ragam bahasa bertelepon sebenarnya termasuk dalam ragam bahasa

lisan dan ragam bahasa tulis sebenarnya termasuk dalam bahasa tulis (Chaer dan

Agustina, 2010:73). Akan tetapi, kedua sarana tersebut mempunyai ciri dan

keterbatasan sendiri-sendiri serta syarat tertentu sehingga dikenal adanya bahasa

telepon dan bahasa telegraf. Kedua ragam tersebut berbeda dengan ragam bahasa

yang lainnya.

2.6 Kode

Menurut Kridalaksana (1984:102) kode diartikan sebagai (1) lambang

suatu sistem ungkapan yang dipakai untuk menggambarkan makna tertentu, (2)

sistem bahasa dalam satu masyarakat, (3) suatu varian tertentu dalam satu bahasa.

Berbeda dari penjelasan Kridalaksana, Poedjosoedarmo (1982:30)

menyatakan bahwa kode merupakan suatu sistem tutur yang penerapan unsur

bahasanya mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

32

lawan tutur, dan situasi tutur yang ada. Jadi dalam kode itu terdapat unsur bahasa

seperti kalimat, kata, morfem, dan fonem.

Dari uraian di atas mengenai kode dapat disimpulkan bahwa, (1)

Kridalaksana mengartikan kode sebagai lambang suatu sistem ungkapan yang

dipakai untuk menggambarkan makna tertentu, sistem bahasa dalam satu

masyarakat, dan varian dalam suatu bahasa. (2) Poedjosoedarmo memberikan

gambaran lebih rinci mengenai kode yakni suatu system tutur yang penerapan

unsur bahasanya memiliki ciri khas sesuai latar belakang penutur dan lawan tutur.

Dalam penelitian ini teori yang akan digunakan adalah teori milik

Poedjosoedarmo, karena dianggap sesuai dengan penelitian ini. Kode yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah kode merupakan lambang, sistem bahasa,

varian bahasa dalam suatu kelompok masyarakat dimana penerapan unsur

bahasanya mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur dengan

lawan tutur, dan situasi yang ada, didalam kode juga terdapat beberapa unsur

bahasa seperti kalimat, kata, morfem, dan fonem.

2.7 Pengertian Alih Kode

Jendra (dalam Padmadewi, Merlyna, dan Saputra, 2014: 64) mengatakan

bahwa alih kode sebagai peralihan atau pergantian dari satu varian bahasa satu ke

bahasa lain. Sedikit berbeda dengan pendapat Jendra, Dell Hymes (dalam

Suandi, 2014: 133) mengungkapkan bahwa pengertian alih kode merupakan

suatu istilah umum yang digunakan untuk menyatakan pergantian (peralihan)

pemakaian dua bahasa atau lebih beberapa variasi dari satu bahasa atau bahkan

beberapa ragam dari satu gaya. Hampir sama dengan pendapat Dell Hymes,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

33

Nababan (dalam Suandi, 2014: 133) mengatakan bahwa alih kode merupakan

penggantian peralihan pemakaian bahasa atau ragam fungsiolek ke dalam ragam

yang lain. Selaras dengan pendapat Nababan, Suwito (dalam Wijana dan

Rohmandi, 2006: 171) mengatakan pula alih kode adalah peristiwa peralihan dari

kode satu ke kode lain. Apabila sorang penutur mula-mula menggunakan bahasa

kode A dan kemudian beralih menggunakan kode B. Adapun batasan dari alih

kode itu sendiri, Fasold (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 115) menawarkan

kriteria gramatika untuk membedakan campur kode dari alih kode. Apabila satu

klausa jelas-jelas memiliki struktur gramatika satu bahasa, dan klausa berikutnya

disusun menurut gramatika bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih

kode.

Berdasarkan definisi yang dipaparkan para ahli tersebut, maka yang dimaksud

alih kode adalah pergantian bahasa dari satu bahasa tertentu ke bahasa lain atau

berubahnya ragam santai menjadi resmi atau sebaliknya, pengalihan itu dilakukan

oleh seseorang dalam keadaan sadar karena sebab-sebab tertentu. Alih kode

merupakan penanda dari sebuah sikap, intensitas emosi, atau beragam jenis

identitas.

Berikut disajikan contoh yang dikutip dari Abdul Chaer dan Leonie Agustina

(diangkat dari Widjajakusumah 1981).

Latar belakang : Komplek perumahan guru di Bandung

Para Pembicara : ibu-ibu rumah tangga. Ibu S dan Ibu H Orang Sunda, dan Ibu N

orang Minang yang tidak bisa berbahsa Sunda.

Topik : air ledeng tidak keluar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

34

Sebab alih kode : Kahadiran Ibu N dalam peristiwa tutur Peristiwa tutur

Ibu S : Bu H, kumaha cai tadi wengi? Di abdi mah tabuh sepuluh nembe

ngocor, kitu ge alit (Bu H, bagaimana air ledeng tadi malam? Di

rumah saya sih pukul sepuluh baru keluar, itupun kecil)

Ibu H : Sami atuh. Kumaha Ibu N yeuh, kan biasanya baik (Samalah.

Bagaimana Bu N ni, kan biasanya baik).

Terlihat di situ, begitu pembicaraan ditujukan kepada Ibu N alih kodepun

langsung dilakukan dari bahasa Sunda ke bahasa Indonesia. Berikut contoh lain

dari tuturan yang mengandung alih kode.

Bu Inem : “Selamat pagi bu Ijah? Menurut ibu, ada acara apa di rumah

Anita?”

Bu Ijah : “Pagi, eh buk Inem. Acara doa untuk almarhum ayah angkat

Anita Buk.”

Bu Inem : “Oh ayah angkat Anita, sing jare wong kampung ninggal

garagara digebuk wong sak RT opas konangan maling motor

ya Bu? (Oh ayah angkat Anita, yang kata orang kampung

meninggal karena dipukulin orang satu RT waktu mencuri

motor ya Bu?).”

Bu Ijah : “Eh ya Buk, lah deneng sampean ngerti Buk? (Oh iya Buk, kok

tau Buk?).

Pada contoh percakapan di atas, dapat dilihat bahwa ketika topiknya tentang

mendoakan seseorang yang telah meninggal maka percakapan itu berlangsung

dalam bahasa Indonesia, tetapi ketika membicarakan pribadi orang yang didoakan

terjadi alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Sejalan dengan hal itu,

Suandi (2014: 133) mengemukakan ciri-ciri alih kode sebagai berikut.

1) Alih kode terjadi akibat adanya kontak bahasa dan saling ketergantungan

bahasa (language dependency).

2) Alih kode itu akan mungkin terjadi bila masyarakat atau peserta pembicaranya

adalah orang-orang yang bilingual atau multilingual dan atau diglosik. Hal ini

disebabkan syarat yang dituntut oleh pengertian alih kode itu sendiri, yaitu suatu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

35

pembicaraan yang beralih dari satu kode ke kode yang lain. Kode adalah salah

satu varian di dalam tataran bahasa. Dengan demikian, peralihan kode di sini

dimaksudkan bisa beralih, varian, gaya, ragam, atau dialek.

3) Dalam alih kode pemakaian bahasa atau kode itu masih mendukung fungsinya

sendiri-sendiri sesuai dengan isi (konteks) yang dipendamnya.

4) Fungsi tiap-tiap bahasa atau kode disesuaikan dengan situasi yang terkait

dengan perubahan isi pembicaraan.

5) Alih kode itu terjadi disebabkan oleh tuturan yang berlatar belakang

tertentu,baik yang ada pada diri penutur pertama, orang kedua, maupun situasi

yang mewadahi terjadinya pembicaraan itu.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa alih kode secara

umum memiliki ciri, yaitu pemakaian bahasa atau kode itu masih mendukung

fungsinya sendiri-sendiri sesuai dengan isi (konteks). Alih kode itu akan mungkin

terjadi bila masyarakat atau peserta pembicaranya adalah orang-orang yang

bilingual atau multilingual dan atau diglosik. Hal ini disebabkan syarat yang

dituntut oleh pengertian alih kode itu sendiri, yaitu suatu pembicaraan yang

beralih sari satu kode ke kode yang lain.

2.7.1 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode

Banyak ahli bahasa yang menerangkan bahwa faktor-faktor alih kode secara

umum dapat diperinci sebagai berikut: (1) alih kode karena mensitir, (2) alih kode

secara tidak langsung, (3) hubungan yang tidak pasti antara penutur dan lawan

tutur, (4) ketidakmampuan menguasai kode tertentu, (5) pengaruh kalimat-kalimat

yang mendahului penuturnya, (6) pengaruh situasi, (7) pengaruh materi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

36

percakapan, (8) pengaruh orang ketiga, (9) bersandiwara, (10) pengaruh maksud

tertentu. Menurut Appel (dalam Pateda, 1987: 86) faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi terjadinya alih kode antara lain, (1) siapa pembicara dan

pendengar, (2) pokok pembicaraan, (3) konteks verbal, (4) bagaimana bahasa

yang dihasilkan, dan (5) lokasi. Sementara itu, menurut Chaer dan Agustina

(2010: 108) alih kode dapat terjadi karena beberapa faktor, yakni pembicara atau

penutur, pendengar atau mitra tutur, perubahan situasi karena hadirnya orang

ketiga, perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya, dan perubahan topik

pembicaraan.

Dari faktor-faktor yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa alih kode

diakibatkan oleh hal-hal sebagai berikut.

1. Siapa yang berbicara

2. Siapa yang diajak berbicara

3. Kehadiran orang ketiga

4. Topik pembicaraan

5. Situasi pembicaraan

6. Maksud atau tujuan pembicara

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, penulis lebih mengacu pada teori dari

Chaer dan Agustina penyebab terjadinya alih kode sebagai berikut.

1. Pembicara atau Penutur

Seorang pembicara atau penutur sering kali melakukan alih kode untuk

memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindakannya tersebut. Alih kode

memperoleh biasnaya dilakukan penutur dalam keadaan sadar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

37

2. Pendengar atau Lawan Tutur

Pendengar atau lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode, misalnya

karena si penutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa lawan tutur.

Biasanya hal ini terjadi karena kemampuan berbahasa mitra tutur kurang atau

karena memang bukan bahasa pertamanya. Jika lawan tutur itu berlatar belakang

bahasa yang sama dengan penuturnya, maka alih kode yang terjadi hanya berupa

peralihan varian (baik regional ataupun sosial), ragam, gaya, atau register. Alih

kode ini juga dapat dipengaruhi sikap atau tingkah laku lawan tutur.

3. Perubahan Situasi karena Hadirnya Orang Ketiga

Kehadiran orang ketiga atau orang lain yang memiliki latar belakang bahasa

berbeda bahasa yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur dapat menyebabkan

terjadinya peristiwa alih kode. Status orang ketiga dalam alih kode juga

menentukan bahasa atau varian yang harus digunakan dalam suatu pembicaraan.

4. Perubahan Situasi dari Formal ke Informal atau Sebaliknya

Perubahan situasi bicara dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Alih kode

yang terjadi biasanya bisa dari ragam formal ke informal atau sebaliknya,

misalnya dari ragam bahasa Indonesia formal menjadi ragam bahasa santai, atau

dari bahasa Indonesia ke bahasa daerah atau sebaliknya.

Berikut contoh alih kode karena perubahan situasi dari situasi formal ke

nonformal tampak pada peristiwa tutur berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

38

Guru : “Saya rasa semua sudah jelas dengan tugas kelompoknya masing-

masing, baiklah kita lanjutkan besok, selamat siang.”

Murid : ”Siang pak.”

Guru : (Menghampiri salah satu siswa) “Deni tolong jipo‟ne minum

bapak, delehne neng mejo bapak yo. Bapak arep sholat ndisek.”

Deni : ”Nggeh Pak.”

5. Berubahnya Topik Pembicaraan

Peristiwa alih kode dipengaruhi juga oleh pembicaraan. Pokok pembicaraan ini

biasanya bersifat formal dan informal. Misalnya, seorang pegawai sedang

berbincang-bincang dengan atasannya mengenai surat, bahasa yang digunakan

adalah bahasa Indonesia resmi. Namun, ketika topiknya berubah pada pribadi

orang yang dikirimkan surat, maka terjadilah alih kode ke dalam bahasa Indonesia

ragam santai. Alih kode ini terjadi karena topik pembicaraan telah berbeda, yaitu

dari hal-hal yang bersifat formal menjadi informal. Peristiwa alih kode dilakukan

oleh penutur dalam keadaan sadar dan dilakukan dengan faktor-faktor tertentu.

Sebagai salah satu strategi verbal antarpenutur bilingual, memperlihatkan bahwa

di Indonesia (khususnya dari Jawa ke bahasa Indonesia).Perpindahan kode atau

alih kode terjadi karena ingin mengakrabkan hubungan atau untuk

merenggangkan hubungan. Suatu perpindahan kode tidak tepat antara lain dapat

menimbulkan hal yang lucu atau menggelikan lawan bicara dan pendengar

lainnya, tentu dapat pula menimbulkan kesan lain. Alih kode yang biasanya

dipakai dalam situasi informal atau akrab dapat menimbulkan bahwa si pembicara

ingin mencapai tujuan bicaranya dengan meyakinkan lawan bicara bahwa antara

mereka banyak terdapat persamaan. Bila lawan bicara tidak setuju akan tindakan

orang pertama, dapatlah dia umpamanya memberikan jawaban dalam kode yang

biasa dipakai dalam situasi formal (Anwar, 1990).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

39

Contoh peristiwa alih kode yang dikutip dari Chaer dan Agustina (2010:

106), terdapat dua mahasiswa yakni nanang dan ujang. Keduanya berasal dari

Priangan, lima belas menit sebelum kuliah dimulai sudah hadir di ruang kuliah.

Keduanya terlibat dalam percakapan yang topiknya tidak menentu dengan

menggunakan bahasa Sunda, bahasa ibu keduanya. Sekali bercampur dengan

bahasa Indonesia jika topik pembicaraannya menyangkut masalah pelajaran.

Ketika mereka sedang asyik bercakap-cakap, masuklah Togar, teman kuliahnya

yang berasal dari Tapanuli, yang tentu saja tidak dapat berbahasa Sunda. Togar

menyapa mereka dengan bahasa Indonesia. Lalu, segera mereka terlibat

percakapan dengan bahasa Indonesia. Tidak lama kemudian masuklah teman-

teman mereka yang lain sehingga suasana menjadi riuh dan percakapan tak terarah

lagi. Dari contoh tersebut jelas terlihat telah terjadi peralihan bahasa (alih kode)

dalam berkomunikasi. Alih kode juga dapat terjadi di ragam bahasa daerah,

misalnya pada penduduk di Sumatra Barat cenderung menunjukkan bahwa

bertemu dua orang dari daerah dialek yang berlainan, maka mereka berbicara

dalam suatu ragam bahasa Minang yang dianggap ragam umum. Hal ini mereka

lakukan antara lain tentulah untuk mempermudah pengertian dan menunjukan

bahwa mereka masing-masing sudah biasa keluar dari kampungnya. Anggapan ini

mungkin benar tetapi kita baru berbicara secara umum saja. Ragam bahasa yang

akan dipilih seseorang dalam suatu pembicaraan ditentukan oleh pembicaraan,

tempat pembicaraan itu dilakukan, formal atau tidak formalnya pembicaraan,

bagaimana penilaian si pembicara terhadap dirinya dalam hubungan dengan lawan

bicaranya. Selama pembicaraan berlangsung, bisa saja satu pihak atau kedua belah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

40

pihak menukar ragam bahasa yang dipakai untuk tujuan tertentu, misalnya untuk

menunjukkan kekesalan, kemesraaan, dan sebagainya (Anwar, 1990: 42).

Menurut Anwar (1990: 42) mengenai topik pembicaraan, tentu banyak

pula ragamnya. Bila seorang ahli ekonomi membahas suatu masalah yang

bersangkutan dengan keahliannya mungkin dia akan menggunakan ragam bahasa

atau bahasa tertentu. Seorang pembicara ada yang terbatas sekali mengenai topik

yang akan dibicarakan tetapi ada pula yang menguasi mengenai semua topik yang

dibicarakan. Orang yang terbatas topik pembicaraannya tentulah terbatas pula

penggunaan ragam bahasanya begitu pun sebaliknya. Tempat pembicaraan terjadi

yang mempengaruhi ragam bahasa yang dipakai. Pemilihan ragam bahasa ini

ditentukan oleh topik dan domain. Selanjutnya, status si pembicara dalam

hubungannya dengan status lawan bicara juga ikut berperan di samping ragam

bahasa dan bahasa yang dikuasai oleh peserta pembicara. Perpindahan kode atau

alih kode digunakan untuk mengakrabkan hubungan atau merenggangkannya.

Perpindahan kode atau alih kode dapat menimbulkan hal yang lucu, menggelikan

lawan bicara, dan kesan yang lain. Alih kode biasa digunakan dalam situasi

formal kepada kode yang biasa dipakai situasi informal dapat menimbulkan

bahwa si pembicara ingin mencapai tujuan bicaranya meyakinkan lawan

bicaranya (Anwar, 1990: 44).

2.7.2 Bentuk-Bentuk Alih Kode

Alih kode merupakan gejala peralihan bahasa dan gaya yang terdapat dalam

satu bahasa (Hymes dalam Aslinda dan Syafyahya). Soewito (dalam Chaer dan

Agustina, 2010:114) membedakan alih kode menjadi dua macam, yaitu alih kode

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

41

intern dan alih kode ekstren. Alih kode intern adalah alih kode yang berlangsung

antar bahasa sendiri, seperti dari bahasa Indonesia kebahasa Jawa, atau sebaliknta.

Sedangkan alih kode ekstren adalah alih kode yang terjadi antara bahasa sendiri

dan bahasa asing, seperti dari bahasa Indonesia kebahasa Inggris atau sebaliknya.

Menurut Suandi (2014: 135) alih kode internal adalah alih kode yang terjadi

bila si pembicara dalam pergantian bahasanya menggunakan bahasa-bahasa yang

masih dalam ruang lingkup bahasa nasional atau antardialek dan bahasa dalam

satu bahasa daerah atau antara beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam satu

dialek. Misalnya, ketika pembicaraan si A mula-mula berbahasa Indonesia baku

karena situasi menuntut dia beralih kode kedalam bahasa Indonesia dialek Jakarta.

Berdasarkan definisi dari beberapa pakar, dapat disimpulkan bahwa alih kode

internal terjadi antarbahasa sendiri, sedangkan alih kode eksternal adalah alih

bahasa yang terjadi antarbahasa sendiri ke bahasa asing.

Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori milik Hymes, seperti

yang sudah dipaparkan di atas bahwa pengertian alih kode merupakan suatu

istilah umum yang digunakan untuk menyatakan pergantian (peralihan)

pemakaian dua bahasa atau lebih beberapa variasi dari satu bahasa atau bahkan

beberapa ragam dari satu gaya. Tak hanya itu untuk mendukung teori Hymes

digunakan pula teori milik Nababan untuk memperjelas fokus penelitian yaitu

peralihan bahasa.

2.8 Wujud Alih Kode

Rahardi, (2001: 105) menyatakan bahwa pemerian wujud alih kode itu akan

mencakup dua hal, yakni peralihan dari kode yang berstatus tinggi (vous) ke

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

42

dalam kode yang berstatus rendah (tu) dan sebaliknya dari kode yang berstatus

rendah (tu) ke dalam kode yang berstatus tinggi (vous). Berbeda dengan Rahardi,

Kamaruddin (1989: 59) mengatakan bahwa alih kode terjadi pada tingkat frasa,

klausa, kalimat atau antar kalimat. Dengan demikian wujud alih kode dalam

tulisan ini sejalan dengan teori Rahardi, yakni alih kode adalah peralihan dari

kode yang berstatus tinggi (vous) ke dalam kode yang berstatus rendah (tu) dan

sebaliknya dari kode yang berstatus rendah (tu) ke dalam kode yang berstatus

tinggi (vous). Yang dimaksud dengan kode berstatus tinggi adalah kode yang

memiliki makna rasa penuh sopan santun, sedangkan yang dimaksud dengan kode

berstatus rendah adalah kode yang memiliki makna rasa yang tak berjarak antara

penutur dengan mitra tutur

2.8.1 Alih Tingkat Tutur

Menurut Poedjasoedarma, (1979: 3) , tingkat tutur adalah variasi bahasa yang

perbedaan antar tingkat satu dengan yang lain ditentukan oleh perbedaan

kesopanan penutur terhadap mitra tutur. Berbeda dengan pendapat Soepomo,

Rahardi,(2001: 107) menyatakan bahwa alih tingkat tutur dalam bahasa Jawa

dapat berupa perpindahan dari tingkat tutur ngoko ke madya, madya ke ngoko.

Seperti dijelaskan oleh Rahardi, (2001: 59) yang dimaksud dengan tingkat tutur

ngoko adalah tingkat tutur yang memiliki makna rasa tak berjarak antara orang

pertama atau penutur dengan orang kedua atau mitra tutur. Dengan perkataan lain

hubungan antara keduanya tidak dibatasi oleh semacam rasa segan atau

“pekewuh”. Sedangkan yang dimaksud dengan tingkat tutur madya menurut

Rahardi (2001: 60) adalah tingkat tutur menengah yang berada di antara tingkat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

43

tutur karma dan tingkat tutur ngoko. Tingkat tutur madya ini menunjukkan

perasaan sopan tetapi tingkatnya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah.

Berdasarkan teori diatas dalam tulisan ini sejalan dengan yang dikemukakan

oleh Rahardi yakni alih tingkat tutur dalam bahasa Jawa dapat berupa perpindahan

dari tingkat tutur ngoko ke madya, madya ke ngoko. Dipilihnya teori ini karena

dianggap sesuai dengan penelitian ini.

2.8.2 Alih Bahasa

Alih bahasa merupakan peralihan dari bahasa satu ke bahasa yang lain,

seperti yang terjadi dalam proses belajar mengajar di SD Negeri 1 Lendah

mencakup peralihan dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa

Indonesia ke dalam bahasa Jawa. Alih kode berwujud alih bahasa sering

ditemukan dalam interaksi guru – siswa dalam proses belajar mengajar dikelas.

Adapun uraian tentang alih bahasa akan dijelaskan lebih rinci sebagai berikut.

2.8.2.1 Alih Bahasa dari Bahasa Jawa ke dalam Bahasa Indonesia

Rahardi (2001: 119) menyatakan bahwa fungsi bahasa dari kedua bahasa

itupun sering dapat saling menggantikan. Maksudnya adalah bahwa dalam suatu

kesempatan bahasa Jawa dapat berfungsi sebagai bahasa yang berstatus tinggi

(vous) dan bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa yang berstatus rendah (tu).

Rahardi juga memberikan contoh percakapan antara penjual dengan

pembeli, sebagai penjelas dari teorinya. Adapun salah satu contohnya sebagai

berikut.

‘Ini daster, ya.’

Penjual : Ya daster, ya rok.’

‘Ya daster, ya rok.’

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

44

Pembeli : Pinten niki ?

‘Berapa ini.’

Penjual : Niku sekawan setengah.

‘Itu empat setengah.’

Pembeli : Kalau yang ini berapa bu?

Dari cuplikan percakapan di atas terlihat bahwa pembeli beralih kode dari

bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia. Jelas dalam percakapan antara penjual

dengan pembeli di atas dari awal mereka menggunakan bahasa Jawa kemudian di

akhir percakapan menggunakan bahasa Indonesia, hal ini menunjukkan bahwa

bahasa Jawa sebagai bahasa yang berstatus tinggi (vous) dan bahasa Indonesia

sebagai bahasa yang berstatus rendah (tu).

2.8.2.2 Alih Bahasa dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Jawa

Rahardi (2001: 120) menyatakan pada kesempatan yang lain bahasa

Indonesia dapat berfungsi sebagai bahasa yang berstatus tinggi (vous) dan bahasa

Jawa berfungsi sebagai bahasa yang berstatus rendah (tu).

Lebih jelas Rahardi memberikan contoh percakapan anatara penjual dengan

pembeli, salah satunya adalah sebagai berikut.

Pembeli : Ini berapa, bu?

Penjual : Tiga setengah.

Pembeli : Ndak boleh kurang?

Pembeli :Daster, to iki.

Penjual : Badhe pinten to mundhute?

‘Mau berapa belinya?’

Pembeli : Setunggal mawon. Pase pinten?

‘Satu saja. Pasnya berapa?

Penjual : Kalih setengah

‘Dua setengah’

Dari percakapan di atas terlihat bahwa adanya alih kode yang dilakukan

oleh pembeli. Dari awal percakapan mereka menggunakan bahasa Indonesia

kemudian beralih ke bahasa Jawa dalam tingkat madya. Hal ini menunjukkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

45

bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa yang berstatus tinggi (vous) dan bahasa

Jawa sebagai bahasa yang berstatus rendah (tu).

2.9 Konteks

Uraian mengenai konteks dipaparkan secara rinci oleh Dell Hymes (1974)

dalam jurnal berjudul Konteks dan Jembatan Komunikasi milik Annisa dan

Handayani (2013). Hymes menyebutkan konteks ini sebagai komponen tutur

(component of speech). Komponen tutur mencakup delapan elemen yang

dirumuskan dalam teori SPEAKING. Teori SPEAKING merumuskan faktor-faktor

penentu peristiwa tutur. Adapun yang dimaksud dengan teori SPEAKING adalah

Setting and scene (S), Participant (P), End (E), Act Sequences (A), Key (K),

Instrumentalities (I), Norms (N), Genres (G). Hymes dalam Rahardi (2001: 29-35)

menjelaskan konsep SPEAKING sebagai berikut:

1). Setting and Scene, yaitu latar dan suasana. Latar (setting) bersifat fisik, yaitu

meliputi tempat dan waktu terjadinya tuturan. Sementara Scene adalah latar psikis

yang lebih mengacu pada suasana psikologis yang menyertai peristiwa tutur.

2). Participant, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan, baik langsung

maupun tidak langsung. Hal-hal yang berkaitan dengan partisipan seperti usia,

pendidikan, latar sosial, dan sebagainya, juga menjadi perhatian. Pihak pertama

adalah penutur dan pihak kedua adalah mitra tutur. Dalam waktu dan situasi

tertentu dapat juga terjadi bahwa jumlah peserta tutur lebih dari dua, yakni dengan

hadirnya pihak ketiga.

3). End, yaitu hasil atau tanggapan dari suatu pembicaraan yang memang

diharapkan oleh penutur (ends as outcomes), dan tujuan akhir pembicaraan itu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

46

sendiri (end in views goals). Sebuah tuturan mungkin sekali dimaksudkan untuk

menyampaikan informasi atau buah pikiran, tuturan itu dipakai untuk membujuk,

merayu, mendapatkan kesan, dan sebagainya. Sebuah tuturan mungkin juga

ditujukan untuk mengubah perilaku sesorang dalam dalam masyarakat. Tuturan

yang dimaksudkan untuk mengubah perilaku dari seseorang itu sering disebut

tujuan konatif dari penutur.

4). Act sequences (pesan/amanat), terdiri dari bentuk pesan (messages form) dan

isi pesan (messages content).

5). Key, meliputi cara, nada, sikap, atau semangat dalam melakukan percakapan.

6). Instrumentalities (sarana), yaitu sarana percakapan. Maksudnya, dengan media

apa percakapan tersebut disampaikan, misalnya: dengan cara lisan, surat, radio,

dan sebagainya.

7). Norms merujuk pada norma atau aturan yang membatasi percakapan.

Misalnya, apa yang boleh dibicarakan dan tidak, bagaimana cara

membicarakannya: halus, kasar, terbuka, jorok, dan sebagainya.

8). Genres, yaitu jenis tutur menunjuk pada jenis kategori kebahasaan yang

sedang dituturkan. Jenis tutur yang menyangkut kategori wacana, misalnya:

wacana telepon, wacana koran, wacana puisi, ceramah, dan sebagainya.

Poedjosoedarmo dalam Rahardi (2001: 35-36) memiliki konsep komponen

tutur yang merupakan pengembangan dari konsep Dell Hymes. Menurut

Poedjosudarmo, terdapat tiga belas komponen tutur yaitu: 1) pribadi si penutur

atau orang pertama, 2) anggapan penutur terhadap kedudukan sosial dan relasinya

dengan orang yang diajak bicara, 3) kehadiran orang ketiga, 4) maksud dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

47

kehendak si penutur, 5) warna emosi si penutur, 6) nada suasana bicara, 7) pokok

pembicaraan, 8) urutan bicara, 9) bentuk wacana, 10) sarana tutur, 11) adegan

tutur, 12) lingkungan tutur, dan 13) norma kebahasaan lainnya. Berikut ini uraian

mengenai ketigabelas komponen tutur tersebut.

1). Pribadi Si Penutur atau Orang Pertama

Pribadi si penutur atau orang pertama banyak menentukan kuantitas tuturan

yang disampaikan seseorang. Berkenaan dengan hal ini terdapat dua hal penting

yang perlu di sebutkan. Pertama adalah siapakah kejatian atau identitas orang

pertama itu dan yang kedua adalah dari manakah asul-usul penutur itu. Identitas

orang pertama akan ditentukan oleh tiga hal penting yakni (1) keadaan fisiknya,

(2) keadaan mentalnya, dan (3) kemampuan berbahasanya.

Kedua hal penting yang telah dipaparkan Poedjosudarmo di atas sangat

berpengaruh pada kuantitas tuturan. Sebagai contoh, seorang balita yang baru bisa

berbicara banyak mengeluarkan celoteh. Orang yang mentalnya terganggu juga

sering menuturkan sesuatu namun sangat sulit dipahami oleh pendengarnya.

Seorang warga yang bertemu dengan turis asing di lokasi wisata dan tidak dapat

berbahasa Inggris hanya menggunakan bahasa isyarat ketika menanggapi ujaran

turis yang hanya bisa berbahasa Inggris.

2). Anggapan Penutur terhadap Kedudukan Sosial dan Relasinya dengan Orang

yang Diajak Bicara

Masalah latar belakang penutur, perlu dikaitkan dengan masalah jenis

kelamin, daerah asal, suku, umur, golongan kelas dalam masyarakat, dan agama

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

48

atau kepercayaan. Seseorang yang berjenis kelamin wanita tentu akan

menggunakan bahasa yang berbeda dengan pria.

Menurut Wardhaugh, dalam Rahardi (2001: 37), seorang pria memiliki

kecenderungan untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan olah raga,

politik, dan sebagainya sedangkan wanita cenderung membicarakan masalah

rumah tangga, perhiasan, pakaian, dan semacamnya. Demikian juga masyarakat

golongan atas akan berbicara dengan cara yang berbeda dengan anggota

masyarakat golongan bawah. Orang-orang golongan atas dapat berbicara ihwal

bisnis besar, barang mewah, dan semacamnya sedangkan anggota masyarakat

golongan bawah tidak mmungkin melakukan hal yang demikian itu.

3) Kehadiran Orang Ketiga

Kehadiran orang ketiga kadang-kadang dapat juga dipakai sebagai penentu

berubahnya kode yang dipakai seseorang dalam berkomunikasi. Sebagai contoh,

dalam peristiwa tawar-menawar yang berbahasa Jawa dalam tingkat tutur Krama

bercampur dengan Ngoko, mendadak berubah menjadi bahasa Jawa Krama tanpa

dicampuri dengan variasi Ngoko karena datangnya teman pedagang yang

barangkali juga bisa berbahasa Jawa dengan semua langganannya. Kedatangaan

sang teman pedagang dalam peristiwa tutur itu akan menuntutnya menggunakan

bahasa yang sama dengan pedagang itu.

Uraian di atas menunjukkan bahwa kehadiran orang ketiga berpengaruh pada

bahasa yang digunakan. Seringkali penutur harus mengubah kode tuturannya

supaya orang yang memiliki latar belakang kebahasaan berbeda dapat terlibat

dalam komunikasi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

49

4) Maksud dan Kehendak Si Penutur

Faktor maksud dapat pula berpengaruh terhadap kode bahasa yang dipilih

seseorang dalam bertutur. Seorang anak yang biasanya berbicara dengan bahasa

Jawa ngoko kepada ibunya, sekejap dapat berubah berbahasa dengan

menggunakan variasi bahasa dalam tingkat krama karena maksud-maksud tertentu

yang penentuan hasilnya adalah pada pihak sang Ibu. Pada saat anak minta

dibelikan pakaian baru oleh ibunya, anak itu akan mengubah kodenya supaya

maksudnya tercapai.

Dari uraian di atas, diketahui bahwa perubahan kode berkaitan pula dengan

maksud tuturan. Supaya maksud tuturan dapat dipahami oleh lawan bicara,

seorang penutur harus menggunakan kode tertentu yang mendukung maksud.

5) Warna Emosi Si Penutur

Terkait erat dengan faktor maksud dan kehendak dari penutur adalah warna

emosi. Penutur yang sedang gugup barangkali akan menimbulkan tuturan yang

tidak jelas ditangkap oleh mitra tutur. Ketidakjelasan itu mungkin dikarenakan

oleh banyaknya frasa yang terpenggal, banyaknya tuturan yang tidak lengkap,

banyaknya pengulangan tuturan yang bahkan membingungkan, dan sebagainya.

Dalam bahasa Jawa, hal yang demikian itu dikatakan sebagai tumpang suh

yang artinya tuturan yang tidak memiliki keteraturan urutan. Faktor warna emosi

ini barangkali menjadi amat jelas manakala orang sedang marah. Orang yang

sedang marah atau dalam keadaan emosi tingkat tinggi dapat dipastika kesulitan

dalam mengontrol tuturannya. Dengan emosi yang demikian itu si penutur akan

banyak mengeluarkan kata-kata yang terlepas dari pilihan tingkat tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

50

6) Nada Suasana Bicara

Terkait dengan emosi adalah nada suasana bicara. Nada suasana dapat

berpengaruh terhadap perasaan dan emosi penutur dan lawan tutur sehingga

akhirnya akan berpengaruh juga terhadap tuturan.

Sebagai contoh adalah manakala terjadi peristiwa kematian dalam suatu

keluarga. Nada suasana yang ada pada saat itu adalah kesedihan. Suasana yang

demikian sudah barang tentu mewarnai perasaan para anggota keluarga bahkan

anggota masyarakat itu. Apabila mereka bertutur, sudah barang tentu perasaan

sedih itu tidak dapat disembunyikan. Dengan kata lain tuturan mereka pada saat

berkomunikasi dan mengadakan kontak dengan yang lain dipengaruhi oleh nada

suasana yang melingkunginya.

7) Pokok Pembicaraan

Agak dekat dengan masalah nada suasana tutur adalah masalah bidang atau

masalah yang dibicarakan. Membicarakan masalah politik sudah barang tentu

berbeda dengan membicarakan masalah olah raga. Berbicara ihwal politik pasti

disertai dengan unsur keseriusan, kendatipun hanya dalam batas-batas tertentu,

sedangkan berbicara masalah olah raga cenderung untuk bersifat santai dan tidak

menegangkan.

Dari uraian di atas, diketahui bahwa pokok pembicaraan juga memengaruhi

situasi pembicaraan. Topik pembicaraan yang serius akan menciptakan suasana

yang serius. Topik pembicaraan yang santai akan menciptakan suasana

pembicaraan yang santai pula.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

51

8) Urutan Bicara

Masalah urutan dalam bertutur juga sangat berpengaruh terhadap tuturan.

Pada saat terjadi percakapan antara dosen dengan seorang mahasiswa yang sedang

berkonsultasi tentang penulisannya tesisnya sudah barang tentu sang dosen itu

akan berbicara dengan lebih leluasa. Di lain pihak mahasiswa akan berbicara

dengan lebih hati-hati dan cenderung hanya menjawab apa yang ditanyakan oleh

dosennya.Artinya bahwa karena urutan bicara sang mahasiswa adalah di belakang

sang dosen, maka urutan yang muncul dari mahasiswa itu pun cenderung terbatas.

Dari uraian di atas diketahui bahwa urutan bicara berkaitan pula dengan status

atau kedudukan sosial. Dosen merupakan orang yang dihormati oleh

mahasiswanya dari segi usia maupun ilmu yang dimilikinya.

9) Bentuk Wacana

Di dalam suatu masyarakat biasanya terdapat tuturan dalam bentuk yang

sudah mapan (established speech form). Bentuk tutur orang berpidato, orang

memberikan sambutan, orang mengundang kenduri (dalam masyarakat Jawa)

mengandung urut-urutan tutur yang sudah hampir pasti dan selalu sama. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa bentuk tuturan dalam wacana-wacana itu sudah

mapan dan orang tidak demikian mudah mengganti urutan bentuk tuturan itu.

Uraian di atas menunjukkan perbedaan dengan ragam lisan yang bentuk

kebahasaannya dapat berubah sesuai dengan situasi pemakaian. Sementara

wacana merupakan ragam tulis yang umumnya memiliki ketetapan bentuk dan

urutan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

52

10) Sarana Tutur

Sarana tutur menunjuk kepada saluran dan media disampaikannya tuturan itu

kepada lawan tutur, juga menentukan tuturan yang muncul dari seseorang. Orang

berbicara dengan berhadapan langsung antara penutur dan lawan tutur tentu

berbeda dengan tuturan orang yang berbicara melalui pesawat telepon. Berbicara

melalui telepon akan cenderung bersifat membatasi tuturan yang harus

disampaikan oleh penutur. Hal demikian disebabkan oleh berbagai faktor seperti

ekonomi, etika, dan sebagainya.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa proses komunikasi menggunakan

sarana tertentu berbeda dengan proses komunikasi secara langsung. Seseorang

tentu lebih leluasa mengutarakan maksudnya secara langsung daripada

menggunakan sarana atau media misalnya melalui telepon.

11) Adegan Tutur

Komponen adegan tutur yang menunjuk pada aspek tempat, waktu, dan

peristiwa tutur yang juga banyak berpengaruh terhadap tuturan. Tempat terjadinya

percakapan sudah barang tentu menentukan tuturan yang akan dimunculkan oleh

penutur dan lawan tutur.

Orang di pasar atau di pinggir jalan besar pasti akan bertutur dengan cara

yang berbeda dengan di tempat-tempat keramat misalnya makam, tempat ziarah,

dan sebagainya.

12) Lingkungan Tutur

Komponen lain yang juga ikut menentukan tuturan seseorang adalah

lingkungan di mana tuturan itu terjadi. Sebagai contoh tuturan yang terjadi dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

53

sebuah ruangan keluarga yang terdapat sejumlah anggota keluarga menikmati

acara kethoprak dalam televisi pasti akan menentukan tuturan yang muncul.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa lingkungan memengaruhi

penggunaan bahasa. Ragam bahasa yang digunakan seseorang tentunya harus

disesuaikan dengan lingkungan yang melingkupi ujaran.

13) Norma Kebahasaan

Norma kebahasaan masyarakat juga sangat menentukan ujaran anggota

masyarakatnya. Dalam masyarakat Jawa, terdapat semacam norma yang tidak

tertulis bahwa berbicara dengan seseorang yang lebih tua harus pelan-pelan dan

tidak boleh dengan suara yang lantang. Norma dalam masyarakat Jawa ini

kadang-kadang disertai juga dengan hal yang sifatnya paralinguistik, seperti

bungkukan tubuh, pengedepanan kedua tangan, senyuman, dan sebagainya.

Norma yang dimaksud dalam uraian di atas tentunya disesuaikan dengan

norma di mana penutur berada. Norma suatu kelompok masyarakat tentunya

berbeda dengan norma kelompok masyarakat yang lain.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

54

2.10 Kerangka Berpikir

ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM

PROSES BELAJAR MENGAJAR DI KELAS V SD

NEGERI 1 LENDAH,

KULON PROGO SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN

2018/2019

SOSIOLINGUISTIK

ALIH KODE

WUJUD ALIH KODE MAKSUD ALIH KODE

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

55

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah metode penelitian kualitatif jenis

deskriptif dengan tujuan untuk mendapatkan deskripsi objektif tentang alih kode

pertuturan guru – siswa pada proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1

Lendah,Kulon Progo. Penelitian kualitatif merupakan aktivitas atau suatu proses

“memahami” hakikat fenomena dengan alamiah, dengan berporos pada data

deskriptif yang disediakan dengan triangulasi untuk dianalisis sehingga

menghasilkan pemahaman yang holistik berdasarkan perspektif partisipan yang

sesuai dengan konteksnya (Muhamad (2010:31). Metode penelitian kualitatif jenis

deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada

fakta-fakta yang ada atau fenomena yang secara empiris hidup pada penuturnya

sehingga yang dihasilkan atau dicatat berupa perian bahasa yang bisa dikatakan

sifatnya seperti potret atau paparan seperti apa adanya Sudaryanto (dalam

Muhamad 2014:192). Sementara ,Muhamad (2010:23) menyebutkan bahwa salah

satu fenomena yang dapat menjadi objek penelitian adalah peristiwa komunikasi

atau berbahasa karena peristiwa ini melibatkan tuturan, makna semantik tutur,

orang bertutur, maksud yang bertutur, situasi tutur, peristiwa tutur, tindak tutur,

dan latar tutur.

Berdasarkan metode penelitian kualitatif jenis deskriptif diatas, sangat

membantu peneliti untuk memperoleh data yang berupa alih kode pertuturan guru

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

56

– siswa pada proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon

Progo.

3.2 Sumber Data dan Data Penelitian

Sumber data adalah tempat ditemukannya data yang hendak diteliti. Dalam

penelitian, sumber data harus jelas supaya mendapatkan data yang valid dan

akurat. Penelitian ini sumber data yang digunakan adalah guru dan siswa SD

Negeri 1 Lendah, Kulon Progo di kelas V. Sedangkan data merupakan pertuturan

guru – siswa pada proses belajar mengajar di SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo

kelas V yang mengandung alih kode.

3.3 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian

adalah peneliti itu sendiri. Peneliti menjadi alat pengumpul data utama karena

mampu menyesuaikan diri dengan kenyataan-kenyataan dilapangan. Selain itu

peneliti juga mampu memahami, menilai, menyadari masing-masing kenyataan

itu (Muhamad, 2014:32). Dalam pemerolehan data penelitian kualitatif, peneliti

berperan sebagai alat yang mampu mengumpulkan data. Apabila peneliti

memanfaatkan alat yang bukan manusia atau peneliti itu sendiri, sangat tidak

mungkin untuk bisa menyesuaikan terhadap kenyataan yang ada di lapangan.

Hanya manusia sebagai alat saja yang dapat memahami kenyataan di lapangan

dan dapat menyadari berbagai bentuk faktor yang merugikan maupun

menguntungkan di lapangan serta mampu mengatasinya. Pengukuran dalam dunia

pendidikan tentu saja akan melibatkan objek-objek dalam lingkungan pendidikan.

Objek-objek yang terdapat dalam proses pengukuran disebut responden.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

57

Responden dalam penelitian yang kaitannya dengan pendidikan dapat berupa

manusia maupun hasil karya manusia. Dalam penelitian yang hendak dilakukan

peneliti dengan menggunkana human instrument atau peneliti sebagai alat, yang

menjadi responden atau objek penelitian adalah manusia, yakni para guru dan

siswa dalam pembelajaran di kelas V SD Negeri 1 Lendah.

3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.

Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan

berbagai cara.

Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat

dokumen.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode simak. Metode simak

dijabarkan dalam berbagai wujud teknik sesuai dengan macam alatnya.

Penggunakan metode simak atau penyimakan memang harus digunakan.

Mengingat hasil simakan tersebut menjadi data yang akan diolah oleh peneliti.

Peneliti menyimak atau mengamati bahasa yang digunakan saat interaksi guru dan

siswa dalam pembelajaran di Kelas V SD Negeri 1 Lendah Kulon Progo.

Adapun teknik yang dimaksud berdasarkan pada tahapan penggunaannya,

dibedakan menjadi dua :teknik dasar dan teknik lanjutan (Sudaryanto, 1988:2).

Teknik dasar yang digunakan adalah teknik sadap. Teknik sadap disebut teknik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

58

dasar dalam metode simak karena hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan

penyadapan. Dalam arti, peneliti dalam upaya mendapatkan data dilakukan

dengan menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang (Mahsun,

2007:242). Dalam penyadapan ini, peneliti menyadap penggunaan bahasa yang

dituturkan oleh guru dan siswa dalam proses belajar mengajar.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data . teknik

Simak Bebas Libat Cakap (SBLC),teknik rekam, dan teknik catat . (Sudaryanto,

2015:204-206) berikut pemaparannya.

a. Teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC)

Pada penelitian ini, peneliti tindak bertindak sebagai pembicara yang

berhadapan dengan penutur dan mitra tutur. Peneliti hanya sebagai pemerhati

penuh tekun mendengarkan apa yang dikatakan (dan bukan apa yang dibicarakan)

oleh orang-orang yang hanyut dalam proses berdialog. Dalam teknik SBLC ini,

peneliti tidak dilibatkan langsung untuk ikut menemukan pembentukan dan

pemunculan data. Kecuali hanya sebagai pemerhati terhadap calon data yang

terbentuk dan muncul dari peristiwa kebahasaan yang berada di luar peneliti.

Berdasarkan pada topik penelitian ,teknik ini membantu peneliti untuk

memperoleh data yang berupa alih kode pertuturan guru – siswa pada proses

belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo.

b. Teknik rekam

Teknik pencatatan dalam metode observasi tidak dapat dilakukan secara

lengkap dan sempurna oleh peneliti, yang dimaksud peneliti tidak bisa mencatat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

59

semua kejadian saat observasi. Penggunaan teknik rekaman untuk memperoleh

data untuk menunjang metode observasi itu sendiri. Hal-hal yang sebelumnya

belum tercatat oleh peneliti akan dikonfirmasikan dan dilengkapi melalui hasil

rekaman. Kedua metode ini menjadi alat untuk peneliti saat melakukan observasi

subjek untuk memperoleh data yang bersifat fakta atau asli. Data yang diperoleh

merupakan data asli dan tidak dibuat-buat. Teknik ini membantu peneliti untuk

memperoleh data dengan cara merekam apa saja yang terjadi ketika interaksi guru

dan siswa dalam pembelajaran di Kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo.

c. Teknik Catat

Teknik catat digunakan saat proses pembelajaran berlangsung. Walaupun

teknik rekam juga digunakan akan tetapi teknik catat juga perlu digunakan.

Mengingat teknik rekam hanya digunakan untuk melihat ulang tuturan-tuturan

yang belum dicacat oleh peneliti. Dengan teknik ini peneliti akan mencatat

tuturan-tuturan yang diutarakan saat interaksi guru dan siswa dalam pembelajaran

di Kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo.

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data

Tahapan analisis data adalah tahapan yang sangat menentukan, karena pada

tahapan ini kaidah-kaidah yang mengatur keberadaan objek penelitian harus sudah

diperoleh. Adapun data yang dianalisis oleh peneliti berupa tuturan yang

digunakan oleh guru dan murid dalam proses belajar mengajar di kelas V SD

Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Dalam proses menganalisis data peneliti

menggunakan metode padan. Metode padan alat penentunya diluar, terlepas dan

tidak menjadi bagian dari bahasa (langue). Metode ini dibagi menjadi lima sub-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

60

jenis berdasarkan macam alat penentu yang dimaksud. Sub-jenis yang pertama,

alat penentunya ialah kenyataan yang ditunjuk atau diacu oleh bahasa atau

referent bahasa; sub-jenis kedua, alat penentunya organ pembentuk bahasa atau

organ wicara; dan sub-jenis bahasa ketiga, keempat, dan kelima berturut-turut alat

penentunya bahasa lain atau langue.

Dalam hal ini, peneliti menggunakan metode padan dengan alat penentunya

referensial. Referent yaitu suatu hal atau apa yang dibicarakan, organ wicara atau

mulut beserta dengan bagian-bagiannya, tulisan, dan orang yang menjadi mitra

wicara secara jelas kesemuannya bukanlah bahasa. Sedangkan teknik dasar

penelitian ini menggunakan teknik pilah unsur penentu atau teknik (PUP).

Adapun alatnya ialah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh

penelitinya. Sesuai dengan jenis penentu yang akan dipilah-pilahkan atau dipisah-

pisahkan atau dibagi menjadi berbagai unsur. Dasar pembagian atau pemilahan

sudah disesuaikan dengan sifat atau watak unsur penentu itu masing-masing.

Dilanjutkan dengan menggunakan teknik lanjutan yaitu teknik Hubung Banding

Menyamakan hal Pokok (HBSP). Teknik ini digunakan untuk menemukan fungsi

atau maksud dalam tuturan guru dan siswa di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon

Progo.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

61

3.6 Triangulasi

Moloeng (dalam Andi,2014: 269) menjelaskan bahwa triangulasi merupakan

teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar

data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data

tersebut. Menurut Moloeng (2005: 178) terdapat empat macam triangulasi yaitu

triangulasi dengan sumber, metode, penyidik, dan teori. Dalam penelitian ini,

triangulasi data menggunakan peran penyidik. Penyidik berperan sebagai

pengecek maupun evaluator terkait kajian objek penelitian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

62

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, peneliti akan menyajikan hasil dan pembahasan dari data yang

peneliti peroleh dari proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon

Progo. Peneliti membahas wujud alih kode dan maksud dari alih kode, adapun

uraianya sebagai berikut:

4.1 Deskripsi Data

Data penelitian ini berupa tuturan yang mengandung alih kode dalam

pertuturan guru – siswa pada proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah,

Kulon Progo yang diperoleh selama semester ganjil 2018. Dari penelitian dapat

dikatakan bahwa kode bahasa yang paling sering digunakan dalam proses belajar

mengajar adalah bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Hal ini dikarenakan kedua

bahasa itu relatif lebih dikuasai baik dari penutur maupun mitra tutur.

Dari penelitian didapatkan 35 analisis data yang ditabulasikan. Data tersebut

meliputi 30 data berupa alih kode berwujud alih bahasa dari bahasa Indonesia ke

dalam bahasa Jawa dan 5 data alih kode berwujud alih bahasa dari bahasa Jawa ke

dalam bahasa Indonesia. Berikutnya adalah data berupa maksud alih kode dalam

pertuturan guru-siswa kelas V SD Negeri 1 Lendah, yakni memfokuskan perhatian

siswa, menciptakan rasa humor, melakukan klarifikasi, meningkatkan pemahaman

siswa, mempermudah penyampaian materi pelajaran

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

63

Dari hasil penelitian didapatkan beberapa wujud kode diantaranya kode yang

berwujud bahasa, kode tingkat tutur, kode dialek, dan kode ragam. Adapun kode yang

berwujud bahasa meliputi bahasa Jawa dan bahasa Jawa non-jawa, kode yang

berwujud bahasa non-Jawa yakni bahasa Indonesia. Kode yang berwujud tingkat tutur

dibedakan menjadi tiga yakni tingkat tutur ngkoko, madya, krama. Kode yang

berwujud dialek dibedakan menjadi dua yakni dialek bahasa Jawa standar dan dialek

bahasa Jawa nonstandar. Selanjutnya kode yang berwujud ragam dibedakan menjadi

dua yakni ragam ilmiah dan ragam usaha. Dari penelitian didapatkan bahwa

penggunaan kode dalam bahasa Jawa lebih sedikit dibandingkan kode dalam bahasa

Indonesia, hal ini dikarenakan dalam setiap pelajaran guru selalu menggunakan kode

bahasa Indonesia dalam penyampaian pelajaran untuk melatih keterampilan

berbahasa Indonesia para siswa. Selanjutnya kode berwujud tingkat tutur paling

banyak ditemukan pada tingkat tutur ngoko sedangkan kode dalam tingkat tutur

karma ditemukan hanya beberapa saja, dan kode dalam tingkat tutur madya sangat

sulit ditemukan dalam pertuturan guru-siswa di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon

Progo. Kemudian penggunaan kode yang berwujud dialek hanya ditemukan kode

dalam dialek bahasa Jawa standar sedangkan kode dalam dialek bahasa Jawa non-

standar sama sekali tidak ditemukan dalam penelitian. Hal ini dikarenakan guru dan

siswa kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo, sama-sama berasal dari masyarakat

Jawa. Dari penelitian juga didapatkan bahwa penggunaan kode berwujud ragam

usaha lebih banyak digunakan oleh guru ketika mengajar di kelas. Hal ini

dikarenakan ragam usaha merupakan ragam bahasa yang lazim digunakan dan bahasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

64

yang paling operasional. Selain itu ragam ini biasanya digunakan dalam pembicaraan

biasa di sekolah, perusahaan, rapat usaha, atau suatu pembicaraan yang berorientasi

pada sebuah hasil atau produksi.

Dari penelitian didapatkan pula 35 data meliputi 30 data alih kode yang

berwujud alih bahasa dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa dan 5 data alih

kode yang berwujud alih bahasa dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia.

Penggunaan dua bahasa tersebut terlihat sangat dominan dalam pembelajaran, hal ini

dikarenakan kedua bahasa tersebut sangat dikuasai dengan baik dari guru maupun

siswa. Selain wujud alih kode tersebut didapatkan pula 5 maksud alih kode yang

meliputi 12 data alih kode dengan maksud memfokuskan perhatian siswa, 4 data alih

kode dengan maksud menciptakan rasa humor, 5 data alih kode dengan maksud

melakukan klarifikasi, 11 data alih kode dengan maksud meningkatkan pemahaman

siswa, dan 3 data alih kode dengan maksud mempermudah penyampaian materi

pelajaran.

4.2 Hasil Penelitian

Analisis data dalam penelitian ini meliputi wujud kode dan alih kode beserta

dengan maksud alih kode. Dalam analisis ini peneliti menggunakan teori dari

beberapa ahli untuk mempertajam analisis. Sebelum masuk dalam pembahasan

tentang wujud dan maksud alih kode akan dipaparkan terlebih dahulu mengenai

wujud kode yang terdapat pada proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1

Lendah, Kulon Progo. Dari hasil penelitian didapatkan beberapa wujud kode

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

65

diantaranya kode yang berwujud bahasa, kode tingkat tutur, kode dialek, dan kode

ragam. Adapun kode yang berwujud bahasa meliputi bahasa Jawa dan bahasa non-

Jawa, kode yang berwujud bahasa non-Jawa yakni bahasa Indonesia. Kode yang

berwujud tingkat tutur dibedakan menjadi tiga yakni tingkat tutur ngkoko, madya,

karma. Kode yang berwujud dialek dibedakan menjadi dua yakni dialek bahasa Jawa

standar dan dialek bahasa Jawa nonstandar. Dan kode yang berwujud ragam

dibedakan menjadi dua yakni ragam ilmiah dan ragam usaha. Kemudian wujud alih

kode yang ditemukan hanya berupa alih kode berwujud alih bahasa, sedangkan alih

ragam, alih tingkat tutur, dan alih dialek sangat sulit ditemukan dalam penelitian, oleh

karena itu ketiga wujud alih kode tersebut tidak dipaparkan dalam tulisan ini.

Kemudian maksud alih kode yang didapatkan yakni, memfokuskan perhatian siswa,

menciptakan rasa humor, melakukan klarifikasi, meningkatkan pemahaman siswa,

mempermudah penyampaian materi pelajaran.

4.2.1 Kode Berwujud Bahasa

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa penggunaan kode berwujud bahasa

sangat dominan penggunaannya dalam proses belajar mengajar dikelas V SD Negeri

1 Lendah. Kode bahasa yang dominan digunakan adalah bahasa Jawa dan bahasa

Indonesia. Hal ini dikarenakan kedua bahasa tersebut dikuasai dengan baik antara

kedua belah pihak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

66

4.2.1.1 Kode Berwujud Bahasa Jawa

Meskipun penggunaan kode bahasa Jawa lebih sedikit dibandingkan dengan

kode bahasa Indonesia, namun dari penelitian didapatkan penggunaan kode bahasa

Jawa cukup sering digunakan oleh guru. Adapun cuplikan percakapan berikut yang

terdapat kode bahasa Jawa.

(1)Dt 1

P1 : Kui kreseke sopo?

(Itu plastik siapa?)

P2 : Udu gonku.

(Bukan punya saya)

P1 : Diambil, buang ketempat sampah!

Cuplikan di atas merupakan kegiatan pembelajaran di kelas V SD Negeri 1

Lendah, Kulon Progo. Penutur merupakan guru yang berjenis kelamin perempuan

berumur 23 tahun. Sedangkan mitra tutur merupakan siswa yang berjenis kelamin

laki-laki berumur 11 tahun. Tuturan terjadi saat pagi hari dengan suasana formal

ketika guru menyuruh siswa untuk membuang sampah yang ada di lantai.

Dari cuplikan percakapan di atas terlihat bahwa adanya penggunaan kode

bahasa Jawa dalam komunikasi antara guru dengan siswa yakni ‘ Kui kreseke sopo?’

yang bermakna ‘Itu plastik siapa?’ dan ‘Udu gonku.’ yang bermakna ‘Bukan punya

saya’, penggunaan kode bahasa Jawa tersebut karena penutur dan mitra tutur sama-

sama berasal dari masyarakat Jawa yang menggunakan bahasa Jawa dalam

komunikasi sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjosoedarmo (1982:30)

yang menyatakan bahwa kode merupakan suatu sistem tutur yang penerapan unsur

bahasanya mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur dengan lawan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

67

tutur, dan situasi tutur yang ada. Jadi dalam kode itu terdapat unsur bahasa seperti

kalimat, kata, morfem, dan fonem.

Selanjutnya, data (2) merupakan cuplikan percakapan dalam pembelajaran di

kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Penutur merupakan siswa yang berjenis

kelamin laki-laki berumur 12 tahun. Sedangkan mitra tutur adalah guru kelas V yang

berjenis kelamin perempuan berumur 23 tahun. Tuturan terjadi saat siang hari dengan

suasana formal. Tuturan terjadi ketika siswa menanyakan letak kota Makah. Berikut

cuplikan percakapan tersebut.

(2)Dt 8

P2 : Bu nek Mekah ki nandi?

(Bu Makah itu dimana?)

P1 : Makah itu di Arab Saudi.

Mekah ki kota sek ono nang Arab Saudi.

(Makah itu kota yang ada di Arab Saudi.)

Dari cuplikan percakapan di atas terlihat bahwa adanya penggunaan kode

bahasa Jawa dalam komunikasi antara guru dengan siswa yakni ‘Bu nek Mekah ki

nandi?’ yang bermakna ‘Bu Makah itu dimana?’ dan ‘Mekah ki kota sek ono nang

Arab Saudi.’ yang bermakna ‘Makah itu kota yang ada di Arab Saudi.’, penggunaan

kode bahasa Jawa tersebut karena penutur dan mitra tutur sama-sama berasal dari

masyarakat Jawa yang menggunakan bahasa Jawa dalam komunikasi sehari-hari. Hal

ini sesuai dengan pendapat Wardhaugh (1986) (dalam Suandi 2014) yang

menyebutkan bahwa kode sebagai sebuah sistem yang digunakan untuk

berkomunikasi antara dua penutur atau lebih yang berupa sebuah dialek atau bahasa

tertentu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

68

4.2.1.2 Kode Berwujud Bahasa Indonesia

Kode bahasa Indonesia didapatkan cukup dominan penggunaannya dalam

pertuturan guru - siswa pada proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah,

Kulon Progo. Hal ini dikarenakan bahasa Indonesia digunakan untuk pembelajaran

disetiap sekolah. Cuplikan percakapan berikut diharapkan dapat menjadi contoh

adanya kode berwujud bahasa Indonesia dalam proses belajar mengajar di kelas V SD

Negeri 1 Lendah.

(3)Dt 10

P1 : Sekarang belajar saja dulu!.

Tak kei wektu go sinau.

(Saya beri waktu untuk belajar.)

P2 : Kan kuisnya buka buku bu?

P1 : Ya biar cepat carinya.

P2 : Ya buu.

Percakapan di atas merupakan percakapan antara guru dan siswa pada proses

belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Guru tersebut

berjenis kelamin perempuan yang berumur 23 tahun. Sedangkan siswa berjenis

kelamin laki-laki yang berumur 11 tahun. Tuturan terjadi saat siang hari dengan

suasana formal ketika guru menyuruh siswa belajar untuk persiapan kuis.

Menurut Kridalaksana (1984:102) kode diartikan sebagai (1) lambang suatu

sistem ungkapan yang dipakai untuk menggambarkan makna tertentu, (2) sistem

bahasa dalam suatu masyarakat, (3) suatu varian tertentu dalam satu bahasa.

Berdasarkan penjelasan dari Kridalaksana dapat dilihat bahwa percakapan diatas

terdapat kode dalam bahasa Indonesia. Penutur maupun mitra tutur sama-sama

berasal dari masyarakat Indonesia dimana bahasa Indonesia menjadi suatu sistem

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

69

ungkapan yang banyak digunakan dalam komunikasi terutama di sekolah-sekolah.

Kode dalam bahasa Indonesia digunakan karena baik dari guru maupun siswa

menguasai dengan baik bahasa tersebut.

Adapun contoh lain dari kode yang berwujud bahasa Indonesia terdapat pada

data (4), berikut adalah cuplikan percakapan tersebut.

(4)Dt 22

P1 : Kalau pembagian, jika yang bawah dicoret dua yang atas juga

harus dicoret dua. Raoleh bedo mengko ndak meri. (Tidak boleh beda

karena nanti bisa iri)

P2 : Jadi coretnya harus sama bu?

P1 : Iya.

Cuplikan di atas merupakan percakapan antara guru dan siswa pada proses

belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Penutur merupakan

guru yang berjenis kelamin perempuan berumur 23 tahun. Sedangkan mitra tutur

merupakan siswa kelas V di SD Negeri 1 Lendah berjenis kelamin laki-laki berumur

12 tahun. Tuturan terjadi saat pagi hari dengan suasana formal ketika guru

menjelaskan kepada siswa tentang pembagian.

Pada suatu aktivitas bicara yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari,seseorang

yang melakukan pembicaraan sebenarnya mengirimkan kode-kode kepada lawan

bicaranya (Pateda 1990:83). Kode-kode yang dihasilkan oleh tuturan harus

dimengerti oleh kedua belah pihak. Berdasarkan teori tersebut dapat dilihat bahwa

percakapan diatas guru maupun siswa menggunakan kode dalam bahasa Indonesia

dalam komunikasi. Penutur maupun mitra tutur sama-sama berasal dari masyarakat

Indonesia dimana bahasa Indonesia menjadi suatu sistem ungkapan yang banyak

digunakan dalam komunikasi terutama di sekolah-sekolah. Kode dalam bahasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

70

Indonesia digunakan karena baik dari guru maupun siswa menguasai dengan baik

bahasa tersebut.

4.2.2 Kode Berwujud Tingkat Tutur

Dalam proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, terlihat

adanya penggunaan kode yang berwujud tingkat tutur. Biasanya penggunaan kode

berwujud tingkat tutur terlihat antara tingkat tutur ngoko dan krama sedangkan

tingkat tutur madya tidak ditemukan pada komunikasi guru dengan siswa.

4.2.2.1 Kode Berwujud Tingkat Tutur Ngoko

Penggunaan kode berwujud tingkat tutur ngoko dalam proses belajar mengajar

di kelas cukup banyak ditemukan. Penggunaan kode berwujud tingkat tutur ngoko

banyak dilakukan oleh guru, hal ini dipengaruhi oleh faktor usia. Adapun contoh

percakapan yang terdapat kode berwujud tingkat tutur ngoko adalah sebagai berikut:

(5)Dt 9

P1 : Sekarang kita kuis!.

Jajal mau do nggatekke ora?

(Coba semuanya tadi memperhatikan tidak?)

P2 : Ya bu.

Cuplikan di atas merupakan kegiatan pembelajaran di kelas V SD Negeri 1

Lendah, Kulon Progo. Penutur merupakan guru yang berjenis kelamin perempuan

berumur 23 tahun. Sedangkan mitra tutur adalah para siswa kelas V. Tuturan terjadi

saat siang hari dengan suasana formal ketika guru menanyakan kesiapan siswa untuk

mengikuti kuis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

71

Dari cuplikan percakapan di atas dapat dilihat bahwa terdapat kode yang

berwujud tingkat tutur ngoko, yakni pada kalimat ‘Jajal mau do nggatekke ora?’

yang bermakna ‘Coba semuanya tadi memperhatikan tidak?’. Seperti dijelaskan oleh

Rahardi, (2001: 59) yang dimaksud dengan tingkat tutur ngoko adalah tingkat tutur

yang memiliki makna rasa tak berjarak antara orang pertama atau penutur dengan

orang kedua atau mitra tutur. Dengan perkataan lain hubungan antara keduanya tidak

dibatasi oleh semacam rasa segan atau “pekewuh”. Penggunaan kode berwujud

tingkat tutur ngoko oleh guru karena usia guru lebih tua dari siswa.

Selanjutnya, data (6) merupakan percakapan antara guru dan siswa pada

proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Penutur

merupakan guru yang berjenis kelamin perempuan berumur 23 tahun. Sedangkan

mitra tutur merupakan para siswa kelas V di SD Negeri 1 Lendah. Tuturan terjadi saat

pagi hari dengan suasana formal ketika guru menanyakan kepada siswa tentang nama

burung. Berikut cuplikan percakapan tersebut.

(6)Dt 4

P1 : Siapa yang tau burung Pelikan?

P2 : Tidak bu.

P1 : Kae lho manuk sek nang film Nemo.

(Itu burung yang ada di film Nemo)

P2 : Ohhh

Dari cuplikan di atas dapat dilihat terdapat kode yang berwujud tingkat tutur

ngoko, yakni pada kalimat ‘Kae lho manuk sek nang film Nemo.’ yang bermakna

‘Itu burung yang ada di film Nemo’. Menurut Sasangka (2004: 95) tingkat tutur

ngoko yaitu unggah ungguh bahasa Jawa yang berintikan leksikon ngoko. Ragam

ngoko dapat digunakan oleh mereka yangsudah akrab dan oleh mereka yang merasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

72

dirinya lebih tinggi status sosialnya daripada lawan bicara. Dari teori tersebut dapat

dilihat bahwa penggunaan kode berwujud tingkat tutur ngoko oleh guru karena usia

guru lebih tua dari siswa.

4.2.2.2 Kode Berwujud Tingkat Tutur Krama

Penggunaan kode berwujud tingkat tutur krama dalam proses belajar

mengajar di kelas hanya sedikit ditemukan. Penggunaan kode berwujud tingkat tutur

krama banyak dilakukan oleh siswa, hal ini dipengaruhi oleh faktor usia. Adapun

contoh percakapan yang terdapat kode berwujud tingkat tutur ngoko adalah sebagai

berikut:

(7)Dt 14

P1 : PR bahasa Indonesianya selesai belum?

P2 : Sampun bu.

(Sudah bu)

P1 : Ditumpok wae yo!

(Ayo dikumpulkan!)

ayo PRnya dikumpulkan!

P2 : Ya bu.

Cuplikan di atas merupakan kegiatan pembelajaran di kelas V SD Negeri 1

Lendah, Kulon Progo. Penutur merupakan guru yang berjenis kelamin perempuan

berumur 23 tahun. Sedangkan mitra tutur adalah para siswa kelas V. Tuturan terjadi

saat pagi hari dengan suasana formal ketika guru menyuruh para siswa untuk

mengumpulkan pekerjaan rumah.

Dari cuplikan percakapan di atas dapat dilihat bahwa terdapat kode yang

berwujud tingkat tutur krama, yakni pada kalimat ‘Sampun bu.’ yang bermakna

‘Sudah bu’. Seperti yang dijelaskan oleh Poedjasoedarma, (1979: 3), tingkat tutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

73

adalah variasi bahasa yang perbedaan antar tingkat satu dengan yang lain ditentukan

oleh perbedaan kesopanan penutur terhadap mitra tutur. Dari percakapan di atas siswa

menggunakan bahasa Jawa krama untuk menunjukkan kesopan terhadap guru.

Selanjutnya, data (8) merupakan kegiatan pembelajaran di kelas V SD Negeri

1 Lendah, Kulon Progo. Penutur merupakan guru yang berjenis kelamin perempuan

berumur 23 tahun. Sedangkan mitra tutur adalah para siswa kelas V. Tuturan terjadi

saat pagi hari dengan suasana formal ketika guru menyuruh para siswa untuk

membuka buku pelajaran.

(8)Dt 26

P1 : Sekarang buka buku IPSnya !.

Nek iseh arep omongan nang ngarep kene !

(Kalau masih mau bicara didepan sini !)

P2 : Mboten Bu.

(Tidak Bu)

Menurut Sasangka (2004: 95) yang dimaksud dengan ragam krama adalah

bentuk unggah ungguh bahasa Jawa yang berintikan leksikon krama, atau yang

menjadi unsur inti di dalam ragam krama, bukan leksikon lain. Berdasarkan teori

tersebut dapat dilihat dari percakapan di atas terdapat kode yang berwujud tingkat

tutur krama, yakni pada kata ‘Mboten Bu.’ yang bermakna ‘Tidak Bu’ dan kata

tersebut berintikan pada leksikon krama.. Dari percakapan di atas siswa

menggunakan bahasa Jawa krama untuk menunjukkan kesopan terhadap guru.

4.2.3 Kode Berwujud Dialek

Dari penelitian didapatkan bahwa penggunaan kode berwujud dialek banyak

digunakan dalam proses belajar mengajar dikelas. Dialek yang dimaksud adalah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

74

dialek bahasa Jawa yang dibedakan atas dialek bahasa Jawa standard dan dialek

bahasa Jawa non-standar. Dari hasil penelitian hanya didapatkan kode yang berwujud

dialek bahasa Jawa standar, sedangkan kode berwujud dialek bahasa Jawa non-

standard amat sulit ditemukan. Oleh karena itu disini tidak dipaparkan kode berwujud

dialek bahasa Jawa non-standar.

4.2.3.1 Kode Berwujud Dialek Bahasa Jawa Standar

Penggunaan kode berwujud dialek bahasa Jawa standar banyak ditemukan

dalam proses belajar mengajar dikelas. Baik dari guru maupun siswa yang sama-sama

berasal dari masyarakat Jawa akan menggunakan dialek bahasa Jawa standar. Berikut

adalah cuplikan percakapan yang terdapat kode berwujud dialek bahasa Jawa standar.

(9)Dt 4

P1 : Siapa yang tau burung Pelikan?

P2 : Tidak bu.

P1 : Kae lho manuk sek nang film Nemo.

(Itu burung yang ada di film Nemo)

P2 : Ohhh

Cuplikan di atas merupakan percakapan antara guru dan siswa pada proses

belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Penutur merupakan

guru yang berjenis kelamin perempuan berumur 23 tahun. Sedangkan mitra tutur

merupakan para siswa kelas V di SD Negeri 1 Lendah. Tuturan terjadi saat pagi hari

dengan suasana formal ketika guru menanyakan kepada siswa tentang nama burung.

Sumarsono (2012:21) menyebutkan dialek adalah bahasa sekelompok

masyarakat yang tinggal di suatu daerah tertentu. Berdasarkan pendapat Sumarsono

tersebut, percakapan di atas dilakukan oleh guru dan siswa yang berasal dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

75

masyarakat Jawa, dimana dalam keseharian masyarakat Jawa berkomunikasi dengan

bahasa Jawa. Dari percakapan tersebut dapat dilihat bahwa terdapat kode yang

berwujud dialek bahasa Jawa standar yakni pada kalimat ‘Kae lho manuk sek nang

film Nemo.’ yang bermakna ‘Itu burung yang ada di film Nemo.’ Sesuai dengan

penjelasan Rahardi, (2001: 102) bahwa kata-kata seperti kok, lho, lho nggih, mbok yo,

to, to yo, dan sebagainya merupakan salah satu ciri penggunaan bahasa Jawa dialek

standar.

Selanjutnya, data (10) merupakan percakapan antara guru dan siswa pada

proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Penutur

merupakan guru yang berjenis kelamin perempuan berumur 23 tahun. Sedangkan

mitra tutur merupakan siswa berjenis kelamin laki-laki berumur 12 tahun. Tuturan

terjadi saat pagi hari dengan suasana formal ketika guru mencocokkan pekerjaan

rumah para siswa. Berikut adalah cuplikan percakapan tersebut:

(10)Dt 28

P1 : Imam nomor 4 apa jawabannya ?

P2 : Tidak merendahkan bangsa lain.

P1 : Nomer papat lho!

(Yang nomor empat!)

P2 : Haah

(Iya)

P1 : Salah

Menurut Chaer dan Agustina (1995: 62) menyatakan bahwa dialek adalah

variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada

suatu tempat, wilayah, atau area tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut, percakapan

di atas dilakukan oleh guru dan siswa yang berasal dari masyarakat Jawa, dimana

dalam keseharian masyarakat Jawa berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

76

percakapan di atas dapat dilihat bahwa terdapat kode yang berwujud dialek bahasa

Jawa standar yakni pada kalimat ‘Nomer papat lho!’ yang bermakna ‘Yang nomor

empat!’ Sesuai dengan penjelasan Rahardi, (2001: 102) bahwa kata-kata seperti kok,

lho, lho nggih, mbok yo, to, to yo, dan sebagainya merupakan salah satu ciri

penggunaan bahasa Jawa dialek standar.

4.2.4 Kode Berwujud Ragam

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa adanya penggunaan kode berwujud

ragam dalam proses belajar mengajar dikelas, ragam yang dimaksud disini adalah

ragam ilmiah dan ragam usaha.

4.2.4.1 Kode Berwujud Ragam Ilmiah

Kode berwujud ragam ilmiah cukup banyak ditemukan dalam proses belajar

mengajar dikelas. Penggunaan kode berwujud ragam ilmiah digunakan oleh guru

untuk memperjelas materi pelajaran. Adapun contoh percakapan yang terdapat kode

berwujud ragam ilmiah adalah sebagai berikut:

(11)Dt 22

P1 : Kalau pembagian, jika yang bawah dicoret dua yang atas juga

harus dicoret dua. Raoleh bedo mengko ndak meri. (Tidak boleh

beda karena nanti bisa iri)

P2 : Jadi coretnya harus sama bu ?

P1 : Iya.

Cuplikan di atas merupakan percakapan antara guru dan siswa pada proses

belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Penutur merupakan

guru yang berjenis kelamin perempuan berumur 23 tahun. Sedangkan mitra tutur

merupakan siswa kelas V di SD Negeri 1 Lendah berjenis kelamin laki-laki berumur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

77

12 tahun. Tuturan terjadi saat pagi hari dengan suasana formal ketika guru

menjelaskan kepada siswa tentang pembagian.

Dari percakapan di atas dapat dilihat bahwa terdapat kode yang berwujud

ragam ilmiah yakni pada kalimat ‘Kalau pembagian, jika yang bawah dicoret dua

yang atas juga harus dicoret dua.’ Hal ini sesuai dengan teori Chaer dan Agustina,

(2010: 69) yang menyatakan bahwa ragam bahasa ilmiah memiliki ciri-ciri lugas,

jelas, dan bebas dari keambiguan, serta segala macam metafora dan idiom.

Contoh lain adalah data (12) yang merupakan percakapan antara guru dan

siswa pada proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo.

Penutur merupakan guru yang berjenis kelamin perempuan berumur 23 tahun.

Sedangkan mitra tutur merupakan siswa yang berjenis kelamin perempuan berumur

11 tahun. Tuturan terjadi saat siang hari dengan suasana formal ketika guru

menjelaskan tentang bahaya lalat hijau. Berikut merupakan percakapan yang terdapat

kode berwujud ragam ilmiah.

(12)Dt 7

P1 : Nek laler ijo ki bahaya.

(Kalau lalat hijau itu berbahaya)

Soalnya ketika hinggap terkadang juga bertelur. P2 : Ohh, seperti itu ya bu ?

P1 : Iya

Dari percakapan di atas dapat dilihat bahwa terdapat kode yang berwujud

ragam ilmiah yakni pada kalimat ‘Soalnya ketika hinggap terkadang juga

bertelur.’. Hal ini sesuai dengan teori Moeliono (1989) yang mengatakan bahwa

bahasa ilmiah itu lugas dan menghindari kesamaran dalam pengungkapan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

78

Berdasarkan teori tersebut terlihat bahwa guru menggunakan bahasa yang jelas dalam

memberi pelajaran kepada siswa.

4.2.4.2 Kode Berwujud Ragam Usaha

Penggunaan kode berwujud ragam usaha ditemukan sangat dominan dalam

proses belajar mengajar di kelas. Hal ini dikarenakan ragam ini merupakan ragam

bahasa yang lazim digunakan dan bahasa yang paling operasional (Chaer dan

Agustina, 2010:71). Adapun contoh percakapan yang terdapat kode berwujud ragam

usaha adalah sebagai berikut:

(13)Dt 10

P1 : Sekarang belajar saja dulu!.

Tak kei wektu go sinau.

(Saya beri waktu untuk belajar.)

P2 : Kan kuisnya buka buku bu?

P1 : Ya biar cepat carinya.

P2 : Ya buu.

Data di atas merupakan percakapan antara guru dan siswa pada proses belajar

mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Guru tersebut berjenis

kelamin perempuan yang berumur 23 tahun. Sedangkan siswa berjenis kelamin laki-

laki yang berumur 11 tahun. Tuturan terjadi saat siang hari dengan suasana formal

ketika guru menyuruh siswa belajar untuk persiapan kuis.

Ragam usaha merupakan ragam bahasa yang lazim digunakan dan bahasa

yang paling operasional (Chaer dan Agustina, 2010:71). Berdasarkan pengertian

tersebut dari percakapan di atas dapat dilihat bahwa terdapat kode yang berwujud

ragam usaha yakni pada kalimat ‘Sekarang belajar saja dulu!.’ Hal ini sesuai

dengan pendapat Aslinda (2010:20) yang mengungkapkan bahwa ragam ini berada di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

79

antara ragam bahasa formal dan ragam bahasa santai. Contohnya adalah Saudara

boleh mengambil buku-buku ini yang Saudara sukai!.

Selanjutnya, data (14) merupakan percakapan antara guru dan siswa pada

proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Guru tersebut

berjenis kelamin perempuan yang berumur 23 tahun. Sedangkan siswa berjenis

kelamin laki-laki yang berumur 12 tahun. Tuturan terjadi saat siang hari dengan

suasana formal ketika guru menyuruh siswa mencocokkan pekerjaan rumah. Berikut

adalah cuplikan percakapan tersebut.

(14)Dt 27

P1 : Sekarang kita bahas PR yang kemarin!

P2 : Baik bu

P1 : Ayo Fajar jawabannya nomer 1 apa?

P2 : Agar tercipta keharmonisan.

P1 : Sek sero!(Yang keras!)

Menurut Mrtin Joss (dalam Chaer dan Agustina, 2004:70) ragam usaha

merupakan ragam bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan biasa disekolah,

rapat-rapat, atau pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau produksi. Berdasarkan

pengertian tersebut dapat dilihat bahwa percakapan di atas terdapat kode yang

berwujud ragam usaha yakni pada kalimat ‘Sekarang kita bahas PR yang

kemarin!’ Hal ini karena ragam tersebut paling banyak digunakan di sekolah-sekolah

dan sesuai dengan pendapat Aslinda (2010:20) yang mengungkapkan bahwa ragam

ini berada di antara ragam bahasa formal dan ragam bahasa santai. Contohnya

adalah Saudara boleh mengambil buku-buku ini yang Saudara sukai!.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

80

4.2.5 Alih Kode Berwujud Alih Bahasa

Alih kode yang berwujud alih bahasa cukup banyak terjadi dalam proses

belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Alih kode tesebut

dapat berupa alih bahasa yang meliputi peralihan bahasa Indonesia ke dalam bahasa

Jawa, dapat pula dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia.

4.2.5.1 Alih Kode dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Jawa

Nababan (dalam Suandi, 2014: 133) mengatakan bahwa alih kode merupakan

penggantian peralihan pemakaian bahasa atau ragam fungsiolek ke dalam ragam yang

lain. Alih kode yang berupa peralihan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa

cukup banyak ditemukan dalam proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1

Lendah, Kulon Progo. Hal ini dikarenakan penutur dan mitra tutur menguasai kedua

bahasa ini dengan baik. Berikut ini penggalan percakapan yang mengandung alih

kode yang dipakai oleh guru terhadap siswa.

(15)Dt 2

P1 :Siapa yang tau burung elang?

P2 : saya bu

P1 : Paruh burung elang seperti apa? (siswa diam seperti tidak tahu).

Cucuke manuk elang koyo ngopo?, cucuk e elang ki lincip dingo

mangan daging.

(Paruh burung elang seperti apa? Paruh elang tajam buat makan daging)

Percakapan tersebut merupakan percakapan antara guru dan siswa pada proses

belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Guru tersebut

berjenis kelamin perempuan yang berumur 23 tahun. Sedangkan siswa berjenis

kelamin perempuan yang berumur 11 tahun. Tuturan terjadi saat pagi hari dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

81

suasana formal ketika guru menanyakan kepada siswa tentang bagian-bagian tubuh

binatang.

Dell Hymes (dalam Suandi, 2014: 133) mengungkapkan bahwa pengertian

alih kode merupakan suatu istilah umum yang digunakan untuk menyatakan

pergantian (peralihan) pemakaian dua bahasa atau lebih beberapa variasi dari satu

bahasa atau bahkan beberapa ragam dari satu gaya. Dengan demikian dalam

percakapan tersebut dapat dilihat adanya alih kode yang dilakukan oleh guru. Semula

ia menggunakan kode dalam bahasa Indonesia ketika bertutur dengan siswa, namun

akhirnya ia berubah menggunakan kode dalam bahasa Jawa di akhir tuturan yakni

yang berbunyi ‘Cucuke manuk elang koyo ngopo?, Cucuk e elang ki lincip dinggo

mangan daging’ yang maknanya ‘Paruh burung elang seperti apa? Paruh elang tajam

buat makan daging’. Ini dilakukan karena guru melihat siswa merasa kebingungan

dengan tuturan yang diucapakan guru. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa arah

alih kode dalam percakapan itu adalah dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa.

Adapun kasus yang sama dengan percakapan di atas yakni, data (16)

merupakan percakapan antara guru dan siswa pada proses belajar mengajar di kelas V

SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Guru tersebut berjenis kelamin perempuan yang

berumur 23 tahun. Sedangkan siswa berjenis kelamin laki-laki yang berumur 12

tahun. Tuturan terjadi saat pagi hari dengan suasana formal ketika guru menanyakan

kepada siswa tentang bagian-bagian tubuh binatang.

(16)Dt 3

P1 : Paruh burung hantu seperti apa?

P2 : Aku ngerti bu ! paruhnya melengkung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

82

(Aku tau bu ! paruhnya melengkung)

P1 : Hooh betul, cucuke mlengkung

(Iya benar, paruhnya melengkung)

Menurut Suandi (2014: 132) alih kode merupakan peralihan atau pergantian

(perpindahan) dari suatu varian bahasa ke bahasa yang lain. Sesuai dengan pendapat

Suandi tersebut dalam percakapan di atas dapat dilihat adanya alih kode yang

dilakukan oleh guru. Semula ia menggunakan kode dalam bahasa Indonesia ketika

bertutur dengan siswa, namun akhirnya ia berubah menggunakan kode dalam bahasa

Jawa di akhir tuturan yakni yang berbunyi ‘Hooh betul, cucuke mlengkung’ yang

maknanya ‘Iya benar, paruhnya melengkung’. Ini dilakukan karena guru ingin para

siswa lebih mudah memahami penjelasan guru. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa arah alih kode dalam percakapan itu adalah dari bahasa Indonesia ke dalam

bahasa Jawa.

Selanjutnya, data (17) merupakan percakapan antara guru dan siswa pada

proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Penutur

merupakan guru yang berjenis kelamin perempuan berumur 23 tahun. Sedangkan

mitra tutur merupakan para siswa kelas V di SD Negeri 1 Lendah. Tuturan terjadi saat

pagi hari dengan suasana formal ketika guru menanyakan kepada siswa tentang nama

burung. Berikut merupakan percakapan yang terdapat alih kode berwujud alih bahasa.

(17)Dt 4

P1 : Siapa yang tau burung Pelikan?

P2 : Tidak bu.

P1 : Kae lho manuk sek nang film Nemo.

(Itu burung yang ada di film Nemo)

P2 : Ohhh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

83

Suwito (dalam Wijana dan Rohmandi, 2006: 171) mengatakan alih kode

adalah peristiwa peralihan dari kode satu ke kode lain. Berdasarkan teori tersebut

dalam percakapan di atas terdapat alih kode yang berwujud alih bahasa dimana guru

semula menggunakan kode dalam bahasa Indonesia ketika bertutur dengan siswa,

namun akhirnya ia berubah menggunakan kode dalam bahasa Jawa di akhir tuturan

yakni yang berbunyi ‘Kae lho manuk sek nang film Nemo’ yang bermakna ‘Itu

burung yang ada di film Nemo’. Ini dilakukan karena guru ingin para siswa lebih

mudah memahami penjelasan guru. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa arah

alih kode dalam percakapan itu adalah dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa.

4.2.5.2 Alih Kode dari Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia

Alih kode yang berupa alih bahasa dari bahasa Jawa ke dalam bahasa

Indonesia ditemukan tidak terlalu sering dilakukan karena dalam pembelajaran di

kelas guru lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dalam tuturannya kepada

siswa. Adapun cuplikan-cuplikan percakapan yang mengandung alih kode yang

berupa alih bahasa dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia adalah sebagai

berikut:

(18)Dt 1

P1 : Kui kreseke sopo?

(itu plastik siapa?)

P2 : Udu gonku.

(bukan punya saya)

P1 : Diambil, buang ketempat sampah!

Cuplikan di atas merupakan kegiatan pembelajaran di kelas V SD Negeri 1

Lendah, Kulon Progo. Penutur merupakan guru yang berjenis kelamin perempuan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

84

berumur 23 tahun. Sedangkan mitra tutur merupakan siswa yang berjenis kelamin

laki-laki berumur 11 tahun. Tuturan terjadi saat pagi hari dengan suasana formal

ketika guru menyuruh siswa untuk membuang sampah yang ada di lantai.

Suwito (dalam Wijana dan Rohmandi, 2006: 171) mengatakan alih kode

adalah peristiwa peralihan dari kode satu ke kode lain. Berdasarkan teori tersebut

dalam percakapan di atas dapat dilihat adanya alih kode, dari awal percakapan guru

menggunakan kode dalam bahasa Jawa untuk mengawali percakapan ‘Kui kreseke

sopo?’ yang bermakna ‘itu plastik siapa’, kemudian di akhir percakapan guru beralih

kode dalam bahasa Indonesia ‘Diambil, buang ketempat sampah !’. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa arah alih kode dalam percakapan tersebut adalah

dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia.

Data selanjutnya, data (19) merupakan percakapan antara guru dan siswa pada

proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Penutur

merupakan guru yang berjenis kelamin perempuan berumur 23 tahun. Sedangkan

mitra tutur merupakan siswa yang berjenis kelamin perempuan berumur 11 tahun.

Tuturan terjadi saat siang hari dengan suasana formal ketika guru menjelaskan

tentang bahaya lalat hijau. Berikut merupakan percakapan yang terdapat alih kode

berwujud alih bahasa.

(19)Dt 7

P1 : Nek laler ijo ki bahaya.

(Kalau lalat hijau itu berbahaya)

Soalnya ketika hinggap terkadang juga bertelur. P2 : Ohh, seperti itu ya bu ?

P1 : Iya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

85

Nababan (dalam Suandi, 2014: 133) mengatakan bahwa alih kode merupakan

penggantian peralihan pemakaian bahasa atau ragam fungsiolek ke dalam ragam yang

lain. Berdasarkan teori tersebut dari cuplikan diatas dapat dilihat adanya alih kode

yang berwujud alih bahasa dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia. Di awal

percakapan guru memulai dengan kode dalam bahasa Jawa ‘Nek laler ijo ki bahaya’

yang bermakna ‘Kalau lalat hijau itu berbahaya’. Kemudian guru beralih kode dalam

bahasa Indonesia yang berbunyi ‘Soalnya ketika hinggap terkadang juga

bertelur’, dalam tuturan tersebut guru beralih kode dengan alasan yang sangat

tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa arah alih kode dari cuplikan

percakapan tersebut adalah dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia.

Alih kode yang berwujud alih bahasa dari bahasa Jawa ke dalam bahasa

Indonesia juga terjadi dalam data (20), data tersebut merupakan percakapan antara

guru dan siswa pada proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon

Progo. Penutur merupakan guru yang berjenis kelamin perempuan berumur 23 tahun.

Sedangkan mitra tutur adalah para siswa kelas V. Tuturan terjadi saat pagi hari

dengan suasana formal ketika guru menegur para siswa yang ramai. Berikut adalah

cuplikan percakapan tersebut:

(20)Data 11

P1 : Iki sopo sek omongan wae ik ?

( Ini siapa yang bicara terus?)

Ngomongin apa? P2 : Tidak bu.

Menurut Suandi (2014: 132) alih kode merupakan peralihan atau pergantian

(perpindahan) dari suatu varian bahasa ke bahasa yang lain. Berdasarkan teori

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

86

tersebut dari cuplikan diatas dapat dilihat adanya alih kode yang berwujud alih bahasa

dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia. Di awal percakapan guru memulai

dengan kode dalam bahasa Jawa ‘Iki sopo sek omongan wae iki?’ yang bermakna ‘Ini

siapa yang bicara terus?’. Kemudian guru beralih kode dalam bahasa Indonesia yang

berbunyi ‘Ngomongin apa?’, dalam tuturan tersebut guru beralih kode dengan alasan

yang sangat tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa arah alih kode dari

cuplikan percakapan tersebut adalah dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia.

4.2.6 Maksud Guru Beralih Kode

Pada bagaian awal sudah diuraikan tentang wujud alih kode –alih kode yang

terjadi pada

proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Dari penelitian

didapatkan bahawa ternyata guru beralih kode dari kode yang satu ke dalam kode

yang lain memanglah memiliki maksud.

4.2.6.1 Memfokuskan Perhatian Siswa

Seorang guru akan beralih kode jika dia ingin memfokuskan perhatian para

siswa pada intruksi yang diberikannya. Guru beralih kode dari bahasa Jawa ke dalam

bahasa Indonesia begitupun sebaliknya jika dia mengharapkan siswa memperhatikan

intruksinya terutama hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan kelas. Berikut

adalah cuplikan percakapan yang terdapat alih kode dengan maksud untuk

pengelolaan kelas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

87

(21)Dt 9

P1 : Sekarang kita kuis!.

Jajal mau do nggatekke ora?

(Coba semuanya tadi memperhatikan tidak?)

P2 : Ya bu.

Cuplikan di atas merupakan kegiatan pembelajaran di kelas V SD Negeri 1

Lendah, Kulon Progo. Penutur merupakan guru yang berjenis kelamin perempuan

berumur 23 tahun. Sedangkan mitra tutur adalah para siswa kelas V. Tuturan terjadi

saat siang hari dengan suasana formal ketika guru menanyakan kesiapan siswa untuk

mengikuti kuis.

Menurut Poedjosoedarmo dalam Rahardi (2001: 37) faktor maksud dapat pula

berpengaruh terhadap kode bahasa yang dipilih seseorang dalam bertutur. Seorang

anak yang biasanya berbicara dengan bahasa Jawa ngoko kepada ibunya, sekejap

dapat berubah berbahasa dengan menggunakan variasi bahasa dalam tingkat krama

karena maksud-maksud tertentu yang penentuan hasilnya adalah pada pihak sang Ibu.

Pada saat anak minta dibelikan pakaian baru oleh ibunya, anak itu akan mengubah

kodenya supaya maksudnya tercapai. Dengan demikian dapat diketahui bahwa

perubahan kode berkaitan pula dengan maksud tuturan. Supaya maksud tuturan dapat

dipahami oleh lawan bicara, seorang penutur harus menggunakan kode tertentu yang

mendukung maksud. Berdasarkan teori tersebut pada cuplikan percakapan di atas

dapat dilihat bahwa guru beralih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa memiliki

maksud untuk memfokuskan perhatian siswa pada intruksi yang diberikan guru.

Ketika guru menggunakan bahasa Indonesia ‘Sekarang kita kuis !’ siswa belum

tanggap akan intruksi guru, tetapi dengan adanya intruksi dalam kode bahasa Jawa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

88

‘Jajal mau do nggatekke ora?’ yang bermakna ‘Coba semuanya tadi memperhatikan

tidak?’, siswa langsung melakukan intruksi yang diberikan guru. Pada tuturan ini

guru ingin menyuruh siswa mempersiapkan diri untuk mengikuti kuis. Dengan

adanya intruksi dalam bahasa Jawa, para siswa dengan sigap mengambil kertas dan

alat tulis untuk mengikuti kuis yang diberikan guru.

Contoh lain dari alih kode dengan maksud pengelolaan kelas dapat dilihat

pada data (22), data tersebut merupakan percakapan antara guru dan siswa pada

proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Guru tersebut

berjenis kelamin perempuan yang berumur 23 tahun. Sedangkan siswa berjenis

kelamin laki-laki yang berumur 11 tahun. Tuturan terjadi saat siang hari dengan

suasana formal ketika guru menyuruh siswa belajar untuk persiapan kuis. Berikut

adalah cuplikan percakapan tersebut.

(22)Dt 10

P1 : Sekarang belajar saja dulu!.

Tak kei wektu go sinau. (Saya beri waktu untuk belajar.)

P2 : Kan kuisnya buka buku bu?

P1 : Ya biar cepat carinya.

P2 : Ya buu.

Menurut Suwito (1985, 72 – 74) beberapa faktor penyebab alih kode antara

lain penutur, lawan tutur, hadirnya orang ketiga, pokok pembicaraan, untuk

membangkitkan rasa humor dan sekedar untuk bergengsi. Berdasarkan teori tersebut

dapat dilihat pada cuplikan percakapan di atas guru beralih dari bahasa Indonesia

yang berbunyi ‘Sekarang belajar saja dulu!’ ke bahasa Jawa yakni ‘Tak kei wektu go

sinau’ yang bermakna ‘Saya beri waktu untuk belajar’ dengan maksud untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

89

memfokuskan perhatian siswa pada intruksi yang diberikan guru. Pada tuturan ini

guru beralih kode ke bahasa Jawa ketika menyuruh siswa belajar untuk persiapan

kuis. Sebelum ada intruksi dalam bahasa Jawa, ada beberapa siswa yang sibuk

menyiapakan buku dan alat tulis, setelah guru mengintruksi dengan bahasa Jawa para

siswa yang sibuk menyiapakan alat tulis, langsung mengambil buku pelajaran dan

mulai belajar untuk persiapan kuis.

Data selanjutnya, data (23) merupakan kegiatan pembelajaran di kelas V SD

Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Penutur merupakan guru yang berjenis kelamin

perempuan berumur 23 tahun. Sedangkan mitra tutur adalah para siswa kelas V.

Tuturan terjadi saat pagi hari dengan suasana formal ketika guru menyuruh para

siswa untuk mengumpulkan pekerjaan rumah. Berikut adalah cuplikan percakapan

tersebut.

(23)Dt 14

P1 : PR bahasa Indonesianya selesai belum?

P2 : Sampun bu.

(sudah bu)

P1 : Ditumpok wae yo!

(Ayo dikumpulkan!)

Ayo PRnya dikumpulkan!

P2 : Ya bu.

Nababan (1984: 7) menyatakan bahwa unsur-unsur yang menyebabkan alih

kode ada beberapa macam, yaitu pemeran serta, topik, situasi, tujuan, jalur dan ragam

bahasa. Berdasarkan teori tersebut dapat dilihat pada cuplikan percakapan di atas

guru beralih dari bahasa Indonesia ‘PR bahasa Indonesianya selesai belum?’ ke

bahasa Jawa ‘Ditumpok wae yo!’ yang bermakna ‘ayo dikumpulkan!’ dengan

maksud untuk memfokuskan perhatian siswa pada intruksi yang diberikan guru. Guru

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

90

melihat kelas merasa terganggu dengan kegaduhan karena siswa sibuk bicara dengan

teman dan menyiapkan buku pelajaran. Sebelum ada intruksi dalam bahasa Jawa,

siswa masih sibuk berbicara sendiri, setelah guru beralih kode dalam bahasa Jawa

siswa yang berbicara itu langsung diam dan segera mengumpulkan pekerjaan rumah

meraka.

4.2.6.2 Menciptakan Rasa Humor

Humor dan selingan sering dimasukkan guru di sela-sela urutan kegiatan

pembelajaran di kelas dengan maksud agar para siswa tetap terfokus dan tertarik

untuk mengikuti urutan kegiatan pembelajaran dengan baik. Dalam proses

pembelajaran di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo nampaknya guru

cenderung untuk beralih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa jika ia

sedang berusaha memasukkan selingan atau humor pada bagian-bagian tertentu dari

pengajarannya. Digunakannya bahasa Jawa karena bahsa tersebut sangat dimengerti

dan dikuasai dengan baik oleh para siswa yang mayoritas berasal dari masyarakat

Jawa. Berikut adalah cuplikan percakapan yang terdapat alih kode dengan maksud

menciptakan rasa humor.

(24)Dt 15

P2 : Bu Istu, segini boleh tidak?

(sambil menunjukkan tugas seni kepada guru)

P1 : Kurang besar, keciliken kui

(kekecilan itu)

Cuplikan percakapan di atas merupakan kegiatan pembelajaran di kelas V SD

Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Penutur merupakan siswa yang berjenis kelamin

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

91

perempuan berumur 14 tahun. Sedangkan mitra tutur adalah guru yang berjenis

kelamin perempuan berumur 23 tahun. Tuturan terjadi saat siang hari dengan suasana

formal ketika siswa menanyakan tentang tugas seni yang ia buat kepada guru.

Anwar (1990: 44) menyatakan perpindahan kode atau alih kode dapat

menimbulkan hal yang lucu, menggelikan lawan bicara, dan kesan yang lain. Alih

kode biasa digunakan dalam situasi formal kepada kode yang biasa dipakai situasi

informal dapat menimbulkan bahwa si pembicara ingin mencapai tujuan bicaranya

meyakinkan lawan bicaranya. Berdasarkan teori tersebut pada cuplikan percakapan di

atas terlihat bahwa guru dengan sadar beralih kode dari bahasa Indonesia ‘Kurang

besar’ ke dalam bahasa Jawa ‘keciliken kui’ yang bermakna ‘kekecilan itu’ dengan

maksud ingin bergurau atau menciptakan rasa humor. Dan ternyata cara ini berhasil

membuat para siswa tertawa karena bahasa yang digunakan sangat dimengerti oleh

siswa. Sebelum guru menciptakan humor, kelas terasa gaduh karena banyak siswa

yang berkumpul dan berbicara sendiri dengan temannya. Dengan adanya humor,

setelah para siswa tertawa, mereka kembali terfokus pada urutan kegiatan

pembelajaran dan mengikuti dengan baik.

Selanjutnya, data (25) merupakan kegiatan pembelajaran di kelas V SD

Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Penutur merupakan guru yang berjenis kelamin

perempuan berumur 23 tahun. Sedangkan mitra tutur adalah siswa kelas V yang

berjenis kelamin laki-laki berumur 12 tahun. Tuturan terjadi saat siang hari dengan

suasana formal ketika guru memberi penjelasan tentang cara menjahit tugas kesenian.

Berikut adalah cuplikan percakapan tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

92

(25)Dt 17

P1 : Menjahitnya diberi jarak yang sama!, biar rapi.

Ojo nyelot gede. (jangan tambah lebar)

(semua siswa tertawa)

P2 : Jadi jahitnya deket-deket ya bu?

P1 : Iya

Suwito (1985, 72 – 74) menyatakan ada beberapa faktor penyebab alih kode

antara lain penutur, lawan tutur, hadirnya orang ketiga, pokok pembicaraan, untuk

membangkitkan rasa humor dan sekedar untuk bergengsi. Berdasarkan teori tersebut

dari percakapan di atas terlihat bahwa guru mengalihkan kode dari bahasa Indonesia

‘Menjahitnya diberi jarak yang sama, biar rapi’ ke dalam bahasa Jawa ‘Ojo nyelot

gede’ yang bermakna ‘Jangan tambah lebar’ secara sadar dengan maksud untuk

menciptakan rasa humor. Dengan cara ini ternyata guru berhasil membuat seluruh

kelas tertawa karena bahasa yang digunakan oleh guru ketika ingin menciptakan

humor sangat dimengerti oleh para siswa. Sebelum guru menciptakan humor ada

beberapa siswa yang tidak memperhatikan penjelasan yang diberikan guru, setelah

ada humor dan para siswa tertawa, mereka kembali terfokus pada penjelasan yang

diberikan guru tentang cara menjahit tugas kesenian yang benar dan mereka mulai

mengikuti urutan-urutan kegiatan pembelajaran dengan baik.

Data selanjutnya yaitu data (26), data tersebut merupakan kegiatan

pembelajaran di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Penutur merupakan guru

yang berjenis kelamin perempuan berumur 23 tahun. Sedangkan mitra tutur adalah

siswa kelas V yang berjenis kelamin laki-laki berumur 11 tahun. Tuturan terjadi saat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

93

siang hari dengan suasana formal ketika guru memberi pembenaran cara mengerjakan

tugas kesenian. Adapun cuplikan percakapannya sebagai berikut:

(26)Dt 18

P1 : Wah salah ini!

P2 : Terus diapain ini bu?

P1 : Diuculi kabeh jahitane!

(Dilepas semua jahitannya!)

P2 : Teneh gawe meneh ?

(harus buat lagi ini?)

(Semua tertawa)

Menurut Suandi (2014: 136) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang

melatarbelakangi terjadinya alih kode diantaranya yaitu penutur dan pribadi penutur,

perubahan situasi tutur, kehadiran orang ketiga, peralihan pokok pembicaraan,

membangkitkan rasa humor, ragam dan tingkat tutur bahasa, untuk sekedar bergengsi.

Berdasarkan teori tersebut dari percakapan di atas terlihat bahwa guru mengalihkan

kode dari bahasa Indonesia ‘Wah salah ini!’ ke dalam bahasa Jawa ‘Diuculi kabeh

jahitane!’ yang bermakna ‘Dilepas semua jahitannya!’ secara sadar dengan maksud

untuk membangkitkan rasa humor. Dengan cara ini ternyata guru berhasil membuat

seluruh kelas tertawa karena bahasa yang digunakan oleh guru ketika ingin

menciptakan humor sangat dimengerti oleh para siswa. Sebelum guru menciptakan

humor ada beberapa siswa yang hanya berbicara dengan temannya dan tidak

mengerjakan tugas kesenian, setelah ada humor dan para siswa tertawa, mereka

kembali terfokus pada penjelasan yang diberikan guru tentang cara mengerjakan

tugas kesenian yang benar dan mereka mulai mengerjakan tugas keseniannya dengan

baik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

94

4.2.6.3 Melakukan Klarifikasi

Pada alih kode jenis ini guru beralih ke kode lain untuk mengklarifikasi

penjelasanya yang dirasa telah membuat para siswa menjadi kebingungan. Dengan

adanya klarifikasi tersebut siswa mendapat kejelasan tentang apa yang dimaksudkan

oleh guru. Dalam proses pembelajaran di kelas V SD Negeri 1 Lendah, nampaknya

guru sering melakukan peralihan kode ketika dirasa para siswa kebingungan dalam

memahami penjelasan yang telah diberikan oleh guru. Adapun cuplikan percakapan

yang terdapat alih kode dengan maksud melakukan klarifikasi dijelaskan sebagai

berikut:

(27)Dt 6

P1 : Berikutnya adalah lalat. Siapa yang pernah dihinggapi lalat?

(siswa masih diam)

Sopo sek wes tau diencloki laler?

(Siapa yang pernah dihinggapi lalat?)

P2 : Saya bu.

Cuplikan percakapan di atas merupakan kegiatan pembelajaran di kelas V SD

Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Penutur merupakan guru yang berjenis kelamin

perempuan berumur 23 tahun. Sedangkan mitra tutur adalah siswa kelas V yang

berjenis kelamin laki-laki berumur 12 tahun. Tuturan terjadi saat siang hari dengan

suasana formal.

Menurut Chaer dan Agustina (2010: 108) alih kode dapat terjadi karena

beberapa faktor, yakni pembicara atau penutur, pendengar atau mitra tutur, perubahan

situasi karena hadirnya orang ketiga, perubahan dari formal ke informal atau

sebaliknya, dan perubahan topik pembicaraan. Yang dimaksud disini adalah faktor

pembicara atau penutur, seorang pembicara atau penutur sering kali melakukan alih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

95

kode untuk memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindakannya tersebut. Alih

kode biasnaya dilakukan penutur dalam keadaan sadar. Berdasarkan teori tersebut

pada tuturan tersebut terlihat bahwa siswa bingung dengan pertanyaan yang diberikan

guru. Oleh sebab itu guru secara sadar melakukan klarifikasi dengan menggunakan

bahasa yang dimengerti siswa. Pada tuturan ini guru melakukan klarifikasi dengan

beralih kode dari bahasa Indonesia ‘Siapa yang pernah dihinggapi lalat?’ ke dalam

bahasa Jawa ‘Sopo sek wes tau diencloki laler?’. Sebelum adanya klarifikasi dalam

bahasa Jawa, para siswa terlihat kebingungan memahami pertanyaan guru namun

setelah adanya klarifikasi para siswa dengan sigap menjawab dan mengangkat tangan.

Terbukti bahwa dengan adanya klarifikasi dalam bahasa yang sangat dimengerti

siswa penjelasan guru menjadi lebih mudah dimengerti.

Selanjutnya, data (28) merupakan cuplikan percakapan dalam pembelajaran di

kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Penutur merupakan siswa yang berjenis

kelamin laki-laki berumur 12 tahun. Sedangkan mitra tutur adalah guru kelas V yang

berjenis kelamin perempuan berumur 23 tahun. Tuturan terjadi saat siang hari dengan

suasana formal. Tuturan terjadi ketika siswa menanyakan letak kota Makah. Berikut

cuplikan percakapan tersebut.

(28)Dt 8

P2 : Bu nek Mekah ki nandi?

P1 : Makah itu di Arab Saudi.

Mekah ki kota sek ono nang Arab Saudi.

(Makah itu kota yang ada di Arab Saudi.)

Appel (dalam Pateda, 1987: 86) berpendapat ada faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi terjadinya alih kode antara lain, (1) siapa pembicara dan pendengar,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

96

(2) pokok pembicaraan, (3) konteks verbal, (4) bagaimana bahasa yang dihasilkan,

dan (5) lokasi. Yang dimaksud disini adalah faktor siapa pembicara dan pendengar.

seorang pembicara atau penutur sering kali melakukan alih kode untuk memperoleh

keuntungan atau manfaat dari tindakannya tersebut. Alih kode biasnaya dilakukan

penutur dalam keadaan sadar. Berdasarkan teori tersebut dari cuplikan percakapan di

atas terlihat bahwa guru secara sadar beralih kode dari bahasa Indonesia ‘Makah itu

di Arab Saudi. ’ ke dalam bahasa Jawa ‘Mekah ki kota sek ono nang Arab Saudi.’

yang bermakna ‘Makah itu kota yang ada di Arab Saudi.’. Sebelum adanya klarifikasi

dalam bahasa Jawa, para siswa terlihat kebingungan memahami penjelasan guru

namun setelah adanya klarifikasi, para siswa langsung memahami apa yang

dijelaskan oleh guru sebelumnya. Terbukti bahwa dengan adanya klarifikasi dalam

bahasa yang sangat dimengerti siswa penjelasan guru menjadi lebih mudah dipahami.

Contoh lain dari alih kode dengan maksud melakukan klarifikasi juga terdapat

pada data (29). Data tersebut merupakan kegiatan pembelajaran di kelas V SD

Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Penutur merupakan guru yang berjenis kelamin

perempuan berumur 23 tahun. Sedangkan mitra tutur adalah siswa kelas V yang

berjenis kelamin perempuan berumur 11 tahun. Tuturan terjadi saat siang hari dengan

suasana formal. Berikut adalah cuplikan percakapan tersebut.

(29)Dt 12

P1 : Hewan yang mengais untuk mencari makan itu hewan apa?

P2 : Mengais itu apa bu?

P1 : Sopo sek ra ngerti nyekeri?

(Siapa yang tidak tahu nyekeri/mengais?)

P2 : Oalah nyekeri.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

97

Menurut Hymes (1964) (dalam Suandi, 2014: 135) faktor-faktor dalam suatu

imteraksi pembicaraan yang dapat mempengaruhi makna, yaitu: siapa pembicara atau

bagaimana pribadi pembicara, dimana atau kapan pembicaraan itu berlangsung, apa

modus yang digunakan, apa topic atau subtopic yang dibicarakan, apa fungsi dan

tujuan pembicaraan, apa ragam bahasa dan tingkat tutur yang digunakan. Yang

dimaksud disini adalah faktor pembicara atau penutur, seorang pembicara atau

penutur sering kali melakukan alih kode untuk memperoleh keuntungan atau manfaat

dari tindakannya tersebut. Alih kode biasnaya dilakukan penutur dalam keadaan

sadar. Berdasarkan teori tersebut dari cuplikan percakapan di atas terlihat bahwa guru

secara sadar beralih kode dari bahasa Indonesia ‘Hewan yang mengais untuk mencari

makan itu hewan apa?’ ke dalam bahasa Jawa ‘Sopo sek ra ngerti nyekeri?’ yang

bermakna ‘Siapa yang tidak tahu nyekeri/mengais?’. Sebelum adanya klarifikasi

dalam bahasa Jawa, para siswa terlihat kebingungan memahami pertanyaan guru

namun setelah adanya klarifikasi, para siswa langsung memahami apa yang

ditanyakan oleh guru sebelumnya. Terbukti bahwa dengan adanya klarifikasi dalam

bahasa yang sangat dimengerti siswa penjelasan guru menjadi lebih mudah dipahami.

4.2.6.4 Meningkatkan Pemahaman Siswa

Alih kode dengan maksud meningkatkan pemahaman siswa rupanya cukup

sering dilakukan guru dalam proses kegiatan pembelajaran di kelas V SD Negeri 1

Lendah, Kulon Progo. Dengan strategi penerjemahan sebagian kalimat atau seluruh

kalimat dan ditambah dengan adanya perulangan baik dalam kode yang sama atau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

98

kode yang beda akan sangat membantu untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam

belajar. Adapun cuplikan percakapan yang terdapat alih kode dengan maksud

meningkatkan pemahaman siswa dijelaskan sebagai berikut:

(30)Dt 2

P1 :Siapa yang tau burung elang?

P2 : saya bu

P1 : Paruh burung elang seperti apa? (siswa diam seperti tidak tahu).

Cucuke manuk elang koyo ngopo?, cucuk e elang ki lincip dingo

mangan daging.

(Paruh burung elang seperti apa? Paruh elang tajam buat makan

daging)

Percakapan tersebut merupakan percakapan antara guru dan siswa pada proses

belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Guru tersebut

berjenis kelamin perempuan yang berumur 23 tahun. Sedangkan siswa berjenis

kelamin perempuan yang berumur 11 tahun. Tuturan terjadi saat pagi hari dengan

suasana formal ketika guru menanyakan kepada siswa tentang bagian-bagian tubuh

binatang.

Chaer dan Agustina (2010: 108) menyatakan bahwa alih kode dapat terjadi

karena beberapa faktor, yakni pembicara atau penutur, pendengar atau mitra tutur,

perubahan situasi karena hadirnya orang ketiga, perubahan dari formal ke informal

atau sebaliknya, dan perubahan topik pembicaraan. Yang dimaksud disini adalah

faktor pendengar atau mitra tutur, faktor pendengar atau lawan tutur dapat

menyebabkan terjadinya alih kode, misalnya karena si penutur ingin mengimbangi

kemampuan berbahasa lawan tutur. Biasanya hal ini terjadi karena kemampuan

berbahasa mitra tutur kurang atau karena memang bukan bahasa pertamanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

99

Berdasarkan teori tersebut dapat dilihat pada percakapan di atas adanya alih kode

yang dilakukan oleh guru karena melihat lawan tutur atau siswa memiliki

kemampuan berbahasa Indonesia yang kurang baik sehingga guru ingin mengimbangi

kemampuan berbahasa siswa dengan melakukan alih kode dalam bahasa Jawa.

Semula guru menggunakan kode dalam bahasa Indonesia ‘Paruh burung elang seperti

apa?’ ketika bertutur dengan siswa, namun tuturan tersebut dirasa telah membuat

siswa kebingungan, kemudian guru menerjemahkan tuturanya ke dalam bahasa Jawa

yang berbunyi ‘Cucuke manuk elang koyo ngopo?, Cucuk e elang ki lincip dinggo

mangan daging’ yang maknanya ‘Paruh burung elang seperti apa? Paruh elang tajam

buat makan daging’. Dengan penerjemahan dalam bahasa yang sangat dimengerti

siswa ternnyata dapat meningkatkan pemahaman siswa, yang semula siswa

kebingungan untuk memahami penjelasan guru, setelah adanya penerjemahan para

siswa lebih memahami penjelasan yang guru berikan sebelumnya.

Selanjutnya, data (31) merupakan percakapan antara guru dan siswa pada

proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Guru tersebut

berjenis kelamin perempuan yang berumur 23 tahun. Sedangkan siswa berjenis

kelamin laki-laki yang berumur 12 tahun. Tuturan terjadi saat pagi hari dengan

suasana formal ketika guru memberi penjelasan saat pelajaran Matematika. Adapun

cuplikan percakapannya sebagai berikut:

(31)Dt 20

P1 : Sekarang ibu mau tanya.

P2 : Ya bu.

P1 : Kilometer dijadikan ke meter, nol e nambah piro?(angka nol tambah

berapa?)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 113: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

100

P2 : Tiga bu.

Fishman (dalam Chaer. 2014: 49) ada beberapa faktor yang menyebabkan alih

kode diantaranya siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dan

dengan tujuan apa. Yang dimaksud disini adalah faktor mitra tutur atau pendengar,

faktor pendengar atau mitra tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode, misalnya

karena si penutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa lawan tutur. Biasanya

hal ini terjadi karena kemampuan berbahasa mitra tutur kurang atau karena memang

bukan bahasa pertamanya. Berdasarkan teori tersebut dapat dilihat pada percakapan

di atas adanya alih kode yang dilakukan oleh guru karena melihat lawan tutur atau

siswa memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang kurang baik sehingga guru

ingin mengimbangi kemampuan berbahasa siswa dengan melakukan alih kode dalam

bahasa Jawa. Dalam percakapan tersebut dapat dilihat adanya alih kode yang

dilakukan oleh guru dengan maksud meningkatkan pemahaman siswa tentang

penjelasan yang diberikan. Semula guru menggunakan kode dalam bahasa Indonesia

di awal tuturan, kemudian guru beralih kode dalam bahasa Jawa di akhir yang

berbunyi ‘nol e nambah piro?’ yang bermakna ‘angka nol tambah berapa?’. Dengan

peralihan kode ke dalam bahasa yang sangat dimengerti siswa ternyata dapat

meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang dijelaskan guru.

Kemudian, data (32) merupakan percakapan antara guru dan siswa pada

proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Guru tersebut

berjenis kelamin perempuan yang berumur 23 tahun. Sedangkan siswa berjenis

kelamin laki-laki yang berumur 12 tahun. Tuturan terjadi saat pagi hari dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 114: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

101

suasana formal ketika guru memberi penjelasan saat pelajaran Ilmu Pengetahuan

Alam. Adapun cuplikan percakapannya sebagai berikut:

(32)Dt 35

P2 : Bu yang ini bagaimana ?

P1 : Kamu mau mencari apa?

P2 : Kecepatan Bu.

P1 : Nek golekki kecepatan rakyo S diporo T.

(Kalau mencari kecepatan itu ya S dibagi T.)

Appel (dalam Pateda, 1987: 86) berpendapat ada faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi terjadinya alih kode antara lain, (1) siapa pembicara dan pendengar,

(2) pokok pembicaraan, (3) konteks verbal, (4) bagaimana bahasa yang dihasilkan,

dan (5) lokasi. Yang dimaksud disini adalah faktor siapa pembicara dan pendengar.

Yang dimaksud disini adalah faktor pembicara dan pendengar atau mitra tutur, faktor

pendengar atau lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode, misalnya karena

si penutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa lawan tutur. Biasanya hal ini

terjadi karena kemampuan berbahasa mitra tutur kurang atau karena memang bukan

bahasa pertamanya. Berdasarkan teori tersebut dapat dilihat pada percakapan di atas

adanya alih kode yang dilakukan oleh guru karena melihat lawan tutur atau siswa

memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang kurang baik sehingga guru ingin

mengimbangi kemampuan berbahasa siswa dengan melakukan alih kode dalam

bahasa Jawa.Dari cuplikan percakapan di atas dapat dilihat bahwa guru mengalihkan

kode ke dalam bahasa yang sangat dimengerti siswa dengan tujuan agar siswa lebih

mudah memahami penjelasan yang diberikan oleh guru. Pada tuturan ini guru

mengalihkan kode ke dalam bahasa Jawa ‘Nek golekki kecepatan rakyo S diporo

T’yang bermakna ‘Kalau mencari kecepatan itu ya S dibagi T’. Dengan adanya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 115: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

102

peralihan kode dalam bahsa Jawa ternyata dapat membantu meningkatkan

pemahaman siswa tentang penjelasan guru, hal ini dikarenakan bahsa yang digunakan

oleh guru sangat dimengerti dan dikuasai dengan baik oleh para siswa.

4.2.6.5 Mempermudah Penyampaian Materi Pelajaran

Topik pelajaran yang baru memang merupakan suatu yang sulit disajikan

langsung dalam bahasa kedua karena siswa akan menghadapi dua kesulitan pada saat

yang bersamaan yaitu kesulitan tentang isi pelajaran dan bahasa yang digunkan oleh

guru ketika menyajikan isi pelajaran. Untuk itu mungkin guru secara sadar atau tidak

beralih ke dalam kode bahasa Jawa sewaktu memperkenalkan isi pelajaran. Adapun

cuplikan percakapan yang terdapat alih kode dengan maksud menyajikan isi pelajaran

dijelaskan sebagai berikut:

(33)Dt 4

P1 : Siapa yang tau burung Pelikan?

P2 : Tidak bu.

P1 : Kae lho manuk sek nang film Nemo.

(Itu burung yang ada di film Nemo)

P2 : Ohhh

Cuplikan percakapan di atas merupakan percakapan antara guru dan siswa

pada proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Penutur

merupakan guru yang berjenis kelamin perempuan berumur 23 tahun. Sedangkan

mitra tutur merupakan para siswa kelas V di SD Negeri 1 Lendah. Tuturan terjadi saat

pagi hari dengan suasana formal ketika guru menanyakan kepada siswa tentang nama

burung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 116: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

103

Menurut Poedjosoedarmo dalam Rahardi (2001: 37) faktor maksud dapat pula

berpengaruh terhadap kode bahasa yang dipilih seseorang dalam bertutur. Seorang

anak yang biasanya berbicara dengan bahasa Jawa ngoko kepada ibunya, sekejap

dapat berubah berbahasa dengan menggunakan variasi bahasa dalam tingkat krama

karena maksud-maksud tertentu yang penentuan hasilnya adalah pada pihak sang Ibu.

Pada saat anak minta dibelikan pakaian baru oleh ibunya, anak itu akan mengubah

kodenya supaya maksudnya tercapai. Dengan demikian dapat diketahui bahwa

perubahan kode berkaitan pula dengan maksud tuturan. Supaya maksud tuturan dapat

dipahami oleh lawan bicara, seorang penutur harus menggunakan kode tertentu yang

mendukung maksud.

Terlihat dari percakapan tersebut, nampaknya guru dengan sengaja beralih

kode dari bahsa Indonesia ‘Siapa yang tau burung Pelikan?’ ke dalam bahasa Jawa

‘Kae lho manuk sek nang film Nemo’ yang bermakna ‘Itu burung yang ada di film

Nemo’ dengan maksud mempermudah penyampaian materi pelajaran. Hal ini

dilakukan oleh guru karena melihat para siswa kesulitan dalam memahami topik

pelajaran yang baru. Dengan adanya peralihan kode tersebut para siswa lebih mudah

memahami topik pelajaran baru yang disampaikan oleh guru.

Contoh lain dari alih kode dengan maksud untuk menyajikan isi pelajaran

terjadi pada data (34). Data tersebut merupakan percakapan antara guru dan siswa

pada proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Penutur

merupakan guru yang berjenis kelamin perempuan berumur 23 tahun. Sedangkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 117: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

104

mitra tutur merupakan para siswa kelas V di SD Negeri 1 Lendah. Tuturan terjadi saat

pagi hari dengan suasana formal. Berikut adalah cuplikan percakapan tersebut.

(34)Dt 5

P1 : Bertengger, kalian tau apa itu bertengger?

P2 : Tidak bu

P1 : Bertengger ki menclok kae.

(Bertengger itu hinggap)

Nababan (1984 : 7) menyatakan bahwa unsur-unsur yang menyebabkan alih

kode ada beberapa macam, yaitu pemeran serta, topik, situasi, tujuan, jalur dan ragam

bahasa. Berdasarkan teori tersebut dapat dilihat pada cuplikan percakapan di atas,

nampaknya guru dengan sengaja beralih kode dari bahsa Indonesia ‘Bertengger,

kalian tau apa itu bertengger?’ ke dalam bahasa Jawa ‘Bertengger ki menclok kae’

yang bermakna ‘Bertengger itu hinggap’ dengan maksud mempermudah

penyampaian materi pelajaran. Hal ini dilakukan oleh guru karena melihat para siswa

kesulitan dalam memahami pertanyaan tentang topik pelajaran yang baru. Dengan

adanya peralihan kode tersebut para siswa lebih mudah memahami pertanyaan

mengenai topik pelajaran baru yang disampaikan oleh guru.

Selanjutnya, data (35) adalah percakapan antara guru dan siswa pada proses

belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo. Penutur merupakan

guru yang berjenis kelamin perempuan berumur 23 tahun. Sedangkan mitra tutur

merupakan siswa kelas V yang berjenis kelamin perempuan berumur 11 tahun.

Tuturan terjadi saat pagi hari dengan suasana formal. Adapun cuplikan

percakapannya sebagai berikut:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 118: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

105

(35)Dt 29

P1 : Ada yang ditanyakan ?

P2 : Bu bedanya patrilineal dan matrilineal apa bu?

P1 : Le ngeling-ngeling ki ngene ki lho, nek miturut keturunan bapak

ki patrilineal, nek ibu ki matrilineal.

(Cara mengingatnya itu seperti ini, kalau menurut ayah patrilineal,

kalau menurut ibu matrilineal)

P2 : Oohhhh

Menurut Suwito (1985, 72 – 74) beberapa faktor penyebab alih kode antara

lain penutur, lawan tutur, hadirnya orang ketiga, pokok pembicaraan, untuk

membangkitkan rasa humor dan sekedar untuk bergengsi. Berdasarkan teori tersebut

dapat dilihat pada cuplikan percakapan di atas, sepertinya guru dengan sengaja

beralih kode ke dalam bahasa Jawa dengan maksud mempermudah penyampaian

materi pelajaran karena melihat para siswa kesulitan untuk memahami tentang topik

pelajaran yang baru. Dalam hal ini guru beralih kode ke dalam bahasa jawa karena

bahasa tersebut sangat dimengerti dan dikuasai dengan baik oleh para siswa. Dengan

adanya peralihan kode dalam bahasa Jawa ternyata sangat membantu para siswa

dalam memahami topik pelajaran baru yang disampaikan oleh guru sebelumnya.

4.3 Pembahasan

Pada sub bab ini, peneliti akan menjelaskan temuan data-data hasil penelitian

yang secara keseluruhan diambil dari proses analisis data sebelumnya. Penjelasan

dalam sub bab ini berhubungan dengan temuan data-data hasil penelitian yang sudah

sesuai dengan teori-teori yang dipaparkan peneliti. Kesesuaian teori dengan temuan

data-data hasil penelitian tersebut berhubungan dengan pengertian kode menurut

Poedjosoedarmo (1982:30) yang menyatakan bahwa kode merupakan suatu sistem

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 119: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

106

tutur yang penerapan unsur bahasanya mempunyai ciri khas sesuai dengan latar

belakang penutur dengan lawan tutur, dan situasi tutur yang ada. Jadi dalam kode itu

terdapat unsur bahasa seperti kalimat, kata, morfem, dan fonem. Selanjutnya

pengertian alih kode menurut Hymes (dalam Suandi, 2014: 133) yang menyatakan

bahwa pengertian alih kode merupakan suatu istilah umum yang digunakan untuk

menyatakan pergantian (peralihan) pemakaian dua bahasa atau lebih beberapa variasi

dari satu bahasa atau bahkan beberapa ragam dari satu gaya kemudian wujud alih

kode menurut Rahardi, (2001: 105) yang menyatakan bahwa pemerian wujud alih

kode itu akan mencakup dua hal, yakni peralihan dari kode yang berstatus tinggi

(vous) ke dalam kode yang berstatus rendah (tu) dan sebaliknya dari kode yang

berstatus rendah (tu) ke dalam kode yang berstatus tinggi (vous). Serta maksud alih

kode yang sudah dijelaskan oleh peneliti di depan.

Teori yang digunakan oleh peneliti pada sub bab pembahasan ini adalah

wujud alih kode menurut Rahardi (2001) yang membedakan wujud alih kode

menjadi empat yakni alih tingkat tutur, alih bahasa, alih ragam, dan alih dialek.

Namun dalam penelitian ini hanya didapatkan alih kode yang berwujud alih bahasa

saja, sedangkan alih kode berwujud alih tingkat tutur, alih ragam dan alih dialek

tidak ditemukan dalam penelitian.

Selanjutnya, pembahasan akan didasarkan pada dua pokok rumusan masalah

yang diangkat dalam penelitian ini untuk melihat kesesuaian teori yang sudah

dipaparkan di atas dengan hasil temuan data-data hasil penelitian. Kedua rumusan

masalah tersebut meliputi wujud alih kode pertuturan guru - siswa dalam proses

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 120: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

107

belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo dan maksud alih

kode pertuturan guru - siswa dalam proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1

Lendah, Kulon Progo. Pembahasan kedua rumusan tersebut dalam setiap kategori

adalah sebagai berikut.

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa wujud alih kode dibedakan menjadi

dua yakni alih tingkat tutur dan alih bahsa. Namun disini hanya akan dijelaskan

mengenai alih kode yang berwujud alih bahasa sesuai dengan temuan di lapangan.

Dari hasil penelitian didapatkan adanya alih kode berwujud alih bahasa, yakni alih

bahasa dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa dan alih bahasa dari bahasa Jawa

ke dalam bahasa Indonesia. Rahardi (2001: 119) menyatakan bahwa fungsi bahasa

dari kedua bahasa itupun sering dapat saling menggantikan. Maksudnya adalah

bahwa dalam suatu kesempatan bahasa Jawa dapat berfungsi sebagai bahasa yang

berstatus tinggi (vous) dan bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa yang berstatus

rendah (tu) begitupun sebaliknya.

Penjelasan tentang wujud alih kode di atas menjadi dasar peneliti dalam

mengklasifikasikan data tuturan. Selanjutnya dalam analisis, peneliti

mengklasifikasikan data tuturan berjumlah tiga puluh lima(35) ke dalam dua wujud

alih kode yakni alih kode berwujud alih bahasa dari bahasa Indonesia ke dalam

bahasa Jawa dan alih kode berwujud alih bahasa dari bahasa Jawa ke dalam bahasa

Indonesia. Selain itu peneliti juga mengklasifikasi data tersebut ke dalam lima

maksud alih kode, faktor maksud sesuai pendapat Poedjosoedarmo dalam Rahardi

(2001: 37) faktor maksud dapat pula berpengaruh terhadap kode bahasa yang dipilih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 121: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

108

seseorang dalam bertutur. Seorang anak yang biasanya berbicara dengan bahasa Jawa

ngoko kepada ibunya, sekejap dapat berubah berbahasa dengan menggunakan variasi

bahasa dalam tingkat krama karena maksud-maksud tertentu yang penentuan hasilnya

adalah pada pihak sang Ibu. Pada saat anak minta dibelikan pakaian baru oleh ibunya,

anak itu akan mengubah kodenya supaya maksudnya tercapai. Adapun maksud

tersebut yakni memfokuskan perhatian siswa, menciptakan rasa humor,

mempermudah penyampaian materi pelajaran, meningkatkan pemahaman siswa dan

melakukan klarifikasi. Adapun uraian tentang maksud pertuturan guru - siswa dalam

proses belajar mengajar di kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo sebagai

berikut:

(1)Memfokuskan perhatian siswa, seorang guru akan beralih kode jika dia ingin

memfokuskan perhatian para siswa pada intruksi yang diberikannya. Guru beralih

kode dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia begitupun sebaliknya jika dia

mengharapkan siswa memperhatikan intruksinya terutama hal-hal yang berkaitan

dengan pengelolaan kelas. (2)Menciptakan rasa humor, humor dan selingan sering

dimasukkan guru di sela-sela urutan kegiatan pembelajaran di kelas dengan maksud

agar para siswa tetap terfokus dan tertarik untuk mengikuti urutan kegiatan

pembelajaran dengan baik. Dalam proses pembelajaran di kelas V SD Negeri 1

Lendah, Kulon Progo nampaknya guru cenderung untuk beralih kode dari bahasa

Indonesia ke dalam bahasa Jawa jika ia sedang berusaha memasukkan selingan atau

humor pada bagian-bagian tertentu dari pengajarannya. (3)Melakukan klarifikasi,

pada alih kode jenis ini guru beralih ke kode lain untuk mengklarifikasi penjelasanya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 122: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

109

yang dirasa telah membuat para siswa menjadi kebingungan. Dengan adanya

klarifikasi tersebut siswa mendapat kejelasan tentang apa yang dimaksudkan oleh

guru. Dalam proses pembelajaran di kelas V SD Negeri 1 Lendah, nampaknya guru

sering melakukan peralihan kode ketika dirasa para siswa kebingungan dalam

memahami penjelasan yang telah diberikan oleh guru. (4)Meningkatkan pemahaman

siswa, alih kode dengan maksud meningkatkan pemahaman siswa rupanya cukup

sering dilakukan guru dalam proses kegiatan pembelajaran di kelas V SD Negeri 1

Lendah, Kulon Progo. Dengan strategi penerjemahan sebagian kalimat atau seluruh

kalimat dan ditambah dengan adanya perulangan baik dalam kode yang sama atau

kode yang beda akan sangat membantu untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam

belajar. (5)Mempermudah penyampaian materi pelajaran, topik pelajaran yang baru

memang merupakan suatu yang sulit disajikan langsung dalam bahasa kedua karena

siswa akan menghadapi dua kesulitan pada saat yang bersamaan yaitu kesulitan

tentang isi pelajaran dan bahasa yang digunkan oleh guru ketika menyajikan isi

pelajaran.

Adapun kode yang berwujud bahasa meliputi bahasa Jawa dan bahasa Jawa

non-jawa, kode yang berwujud bahasa non-Jawa yakni bahasa Indonesia. Kode yang

berwujud tingkat tutur dibedakan menjadi tiga yakni tingkat tutur ngkoko, madya,

krama. Kode yang berwujud dialek dibedakan menjadi dua yakni dialek bahasa Jawa

standar dan dialek bahasa Jawa nonstandar. Selanjutnya kode yang berwujud ragam

dibedakan menjadi dua yakni ragam ilmiah dan ragam usaha. Dari penelitian

didapatkan bahwa penggunaan kode dalam bahasa Jawa lebih sedikit dibandingkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 123: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

110

kode dalam bahasa Indonesia, hal ini dikarenakan dalam setiap pelajaran guru selalu

menggunakan kode bahasa Indonesia dalam penyampaian pelajaran untuk melatih

keterampilan berbahasa Indonesia para siswa. Selanjutnya kode berwujud tingkat

tutur paling banyak ditemukan pada tingkat tutur ngoko sedangkan kode dalam

tingkat tutur karma ditemukan hanya beberapa saja, dan kode dalam tingkat tutur

madya sangat sulit ditemukan dalam pertuturan guru-siswa di kelas V SD Negeri 1

Lendah, Kulon Progo. Kemudian penggunaan kode yang berwujud dialek hanya

ditemukan kode dalam dialek bahasa Jawa standar sedangkan kode dalam dialek

bahasa Jawa non-standar sama sekali tidak ditemukan dalam penelitian. Hal ini

dikarenakan guru dan siswa kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo, sama-sama

berasal dari masyarakat Jawa. Dari penelitian juga didapatkan bahwa penggunaan

kode berwujud ragam usaha lebih banyak digunakan oleh guru ketika mengajar di

kelas. Hal ini dikarenakan ragam usaha merupakan ragam bahasa yang lazim

digunakan dan bahasa yang paling operasional. Selain itu ragam ini biasanya

digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah, perusahaan, rapat usaha, atau suatu

pembicaraan yang berorientasi pada sebuah hasil atau produksi.

Dari kelima klasifikasi tersebut didapatkan 12 data alih kode dengan maksud

Memfokuskan perhatian siswa, 4 data alih kode dengan maksud menciptakan rasa

humor, 5 data alih kode dengan maksud melakukan klarifikasi, 3 data alih kode

dengan maksud meningkatkan pemahaman siswa, dan 11 data alih kode dengan

maksud Mempermudah penyampaian materi pelajaran. Kelima maksud tersebut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 124: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

111

terdapat pada pertuturan guru - siswa dalam proses belajar mengajar di kelas V SD

Negeri 1 Lendah, Kulon Progo.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 125: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

112

BAB V

PENUTUP

Bab ini terdiri dari dua pokok, yaitu simpulan dan saran, simpulan berisi

mengenai inti dari penelitian ini. Saran berisi tentang hal-hal relevan yang perlu

diperhatikan untuk penelitian selanjutnya, baik dari kalangan mahasiswa Pendidikan

Bahasa Sastra Indonesia, peneliti lain maupun pihak yang lain. Berikut pemaparan

dari kedua hal tersebut.

5.1 Simpulan

Berdasarkan uraian bab IV yang sudah dianalisis dan dibahas oleh peneliti

mengenai alih kode dalam pertuturan guru – siswa pada proses belajar mengajar di

kelas V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo, peneliti menemukan wujud kode dan alih

kode beserta maksud dari alih kode tersebut. Simpulannya adalah sebagai berikut:

Peneliti menemukan wujud kode yang digunakan dalam pembelajaran di kelas

V SD Negeri 1 Lendah, Kulon Progo, diantaranya kode berwujud bahasa meliputi

bahasa Jawa dan bahasa non-Jawa, yang dimaksud bahasa non-Jawa adalah bahasa

Indonesia. Kode berwujud tingkat tutur hanya ditemukan dalam tingkatan ngoko dan

krama. Kemudian kode berwujud dialek ditemukan hanya dialek bahasa Jawa

standar. Selanjutnya kode berwujud ragam didapatkan berupa ragam ilmiah dan

ragam usaha. Selain itu didapatkan pula alih kode berwujud alih bahasa yakni alih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 126: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

113

kode berwujud alih bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa dan alih kode berwujud

alih bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia.

Adapun maksud guru beralih kode dalam pembelajaran yaitu: (1) alih kode

dengan maksud memfokuskan perhatian siswa, (2) alih kode dengan maksud

menciptakan rasa humor, (3) alih kode dengan maksud melakukan klarifikasi, (4) alih

kode dengan maksud meningkatkan pemahaman siswa, (5) alih kode dengan maksud

mempermudah penyampaian materi pelajaran.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang sudah dipaparkan di atas, ada beberapa saran

yang peneliti berikan yaitu:

1. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti lain dapat meneliti maupun mengembangkan penelitian ke ranah dan

subjek penelitian yang lain ataupun menindak lanjuti penelitian alih kode dengan

ruang lingkup yang lebih sempit sehingga kedalaman analisis masalah yang lebih

mendasar dapat diketahui.

2. Bagi pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam memahami wujud dan maksud

alih kode yang ada di masyarakat sehingga pembaca dapat mengetahui maksud

seseorang beralih kode dalam komunikasi sehari-hari.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 127: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

114

3. Bagi pendidik

Semoga para pendidik semakin meningkatkan penggunaan bahasa Indonesia

dalam setiap pembelajaran untuk melatih keterampilan berbahasa Indonesia para

siswa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 128: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

115

Daftar Pustaka

Adi Nugroho.2011.Alih Kode dan Campur Kode Pada Komunikasi Antara Guru-

Siswa Di SMA Negeri 1 Wonosari Klaten di https://eprints.uny.ac.id

(diakses Agustus 2018)

Beardsmore, Hugo Baetens. 1982. Bilingualisme: Basic Principles.

Chaer Abdul, Agustina Leoni. 2010. Sosiolinguistik : Perkenalan Awal. Jakarta:

Rineka Cipta.

Djadjasudarma, T . Fatimah, dkk. 1994. Akulturasi Bahasa Sunda dan Non Sunda

di Daerah Parawisata.

Has’ad Rahman Attamimi.2013. Analisis Tindak Bahasa Campur Kode di Pasar

Labuhan Sumbawa Pendekatan Sosiolinguistik di https://www.scribd.com

(diakses Agustus 2018)

Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu

Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Jendra, M.I.I. 2001. Sosiolinguistics. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kamaruddin. (1989). Panduan Pengajar Buku Kedwibahasaan dan Pendidikan

Dwibahasa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Kridalaksana, Kristen. 1986. The Linguistics Encyclopedia. PP. Giolooli (Ed).

Mahsun .2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Moleong, J. Lexy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Muhammad. 2014. Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.

Nababan, P.W.J. 1986. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 129: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

116

Rahardi, Kunjana. 2001. Sosiolingustik Kode dan Alih Kode. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Sumarsono, 2010. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Suwito. 1983. Sosiolinguistik: Teori dan Problema. Surakarta: Hanary Offset.

Poedjasoedarma, Soepomo, Th. Kundjana, Gloria Soepomo, dan Alip Soeharso.

1979. Tingkat Tutur Bahasa Jawa. Jakarta : Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 130: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

117

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 131: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

118

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 132: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

119

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 133: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

120

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 134: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

121

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 135: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

122

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 136: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

123

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 137: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

124

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 138: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

125

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 139: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

126

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 140: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

127

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 141: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

128

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 142: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

129

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 143: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

130

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 144: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

131

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 145: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

132

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 146: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

133

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 147: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

134

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 148: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

135

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 149: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

136

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 150: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

137

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 151: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

138

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 152: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

139

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 153: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

140

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 154: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

141

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 155: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

142

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 156: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

143

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 157: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

144

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 158: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

145

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 159: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

146

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 160: ALIH KODE PERTUTURAN GURU - SISWA DALAM PROSES …

147

BIOGRAFI PENULIS

Wishnu Herbowo Murty lahir di Kulon Progo pada tanggal 26

Agustus 1994. Ia pada tahun ajaran 2006/2007 menyelesaikan

pendidikan dasar di SD Muhammadiyah Bedoyo, Kulon Progo.

Kemudianpada tahun 2009/2010 menyelesaikan pendidikan

menengah pertama di SMP Negeri 1 Lendah, Kulon Progo, dan pada tahun ajaran

2012/2013 menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMK Negeri 1 Panjatan,

Kulon Progo. Tahun 2013 peneliti melanjutkan studi di Program Pendidikan Bahasa

Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta. Selama menjadi mahasiswa PBSI, penulis aktif mengikuti dan

terlibat dalam berbagai kegiatan baik di dalam maupun di luar prodi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI