al-hulul & wahdat al-wujud

15
Disusun oleh : Nama : ABDUL MALIK, S.Pd.I NIS : 21030901100471 PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 2013 MAKALAH Al-Hulul & Wahdat Al-wujud Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam: Mata kuliah : Rekonstruksi Pemikiran Islam

Upload: michael-black

Post on 27-Oct-2015

410 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Penjelasan tentang Al-Hulul dan juga penjelasan tentang Wahdat Al-wujud dilengkapi dengan berbagai sumber

TRANSCRIPT

Page 1: Al-Hulul & Wahdat Al-wujud

Disusun oleh :

Nama : ABDUL MALIK, S.Pd.I

NIS : 21030901100471

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2013

MAKALAH

Al-Hulul & Wahdat Al-wujud

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam:

Mata kuliah : Rekonstruksi Pemikiran IslamDosen : Dr. Ahmad Syehabuddin, MA.

Page 2: Al-Hulul & Wahdat Al-wujud

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akhlak Tasawuf merupakan disiplin ilmu murni dalam Islam. Akhlak dan

Tasawuf mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebelum bertasawuf, seseorang

harus berakhlak sehingga bisa dikatakan bahwasanya At tashawwufu nihayatul

akhlaq sedangkan al-akhlaqu bidayatut tashawwuf. Dalam tasawuf, digunakan

pendekatan suprarasional yaitu dengan intuisi/wijdan. Intuisi disini maksudnya

adalah mengosongkan diri dari dosa. Dalam makalah ini dijelaskan mengenai Al-

Hulul dan Wahdat Al-Wujud yang merupakan salah satu komponen dari akhlak

tasawuf.

Tasawuf ada beberapa aliran, seperti tasawuf Akhlaqi, tasawuf Sunni dan

tasawuf Falsafi. Adapula yang membagi tasawuf kedalam tasawuf 'Amali,

tasawuf Falsafi dan tasawuf 'Ilmi.1 Namun dalam makalah ini hanya akan dibahas

secara lebih fokus tentang tasawuf Falsafi saja.

Secara garis besar tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya

memadukan antara visi mistis dan visi rasional. Tasawuf ini menggunakan

terminologi filosofis dalam pengungkapannya, yang berasal dari berbagai macam

ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.2

Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang bersandarkan pada pemaduan antara

intuisi para sufi dengan cara pandang rasional mereka, serta menggunakan terma-

terma filsafat dari berbagai macam sumber untuk mengungkapkan tasawufnya itu.

Bisa juga dikatakan bahwa tasawuf falsafi adalah tasawuf yang kaya dengan

pemikiran-pemikiran filsafat.

1 Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), Cet. III, hlm. 63

2 M. Sobirin dan Rosihan Anwar, Kamus Tasawuf, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 224

1

Page 3: Al-Hulul & Wahdat Al-wujud

2

Dalam pandangan mereka yang beraliran tasawuf falsafi, manusia masih

dapat melewati tahap ma’rifah, dan naik ke jenjang yang lebih tinggi yaitu

persatuan dengan Tuhan, yang kemudian disebut dengan ittihad, hulul, wahdah al-

wujud, dan isyraq.3

B. Rumusan Masalah

Berikut ini adalah beberapa permasalahan utama yang akan dibahas dalam

makalah ini, antara lain:

1. Apa pengertian, tujuan dan kedudukan Al-Hulul?

2. Apa pengertian, tujuan dan kedudukan Wahdah Al-wujud?

C. Tujuan

Berikut ini beberapa tujuan yang ingin dicapai dengan penyusunan

makalah ini, antara lain:

1. Mengetahui pengertian, tujuan dan kedudukan Al-Hulul?

2. Mengetahui pengertian, tujuan dan kedudukan Wahdah Al-wujud?

3 Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), cet. II, hlm. 101-102

Page 4: Al-Hulul & Wahdat Al-wujud

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Al-hulul

Hulûl secara etimologis berasal dari kata hall-yahull-hulûl berarti berhenti

atau diam. Secara harfiah, hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh

manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat

kemanusiaannya melalui fana.4

Pada sumber yang berbeda, Abû Manshûr al-Hallaj dalam tasawuf

filosofis menyatakan bahwa hulûl adalah pengalaman spiritual seorang sufi

sehingga ia dekat dengan Allah, lalu Allah memilih kemudian menempati dan

menjelma padanya. Konsep hulûl dibangun di atas landasan teori lâhût5 dan

nâsût6. Al-Hallaj mengambil teori hulûl dari kaum Nasrani yang menyatakan

bahwa Allah memilih tubuh Nabi Isa, menempati, dan menjelma pada diri Isa

putra Maryam. Nabi Isa menjadi Tuhan, karena nilai kemanusiaannya telah

hilang. Hulûl Allah pada diri Nabi Isa bersifat fundamental dan permanen.

Sedangkan hulûl Allah pada diri al-Hallaj bersifat sementara; melibatkan emosi

dan spiritual; tidak fundamental dan permanen. Al-Hallaj tidak menjadi Tuhan

dan tidak menyatakan Tuhan, kecuali ucapan yang tidak disadarinya (syathahât)

Paham bahwa Allah mengambil tempat pada diri manusia ini, bertolak dari

dasar pemikiran al-Hajaj yang mengatakan bahwa pada diri manusia terdapat dua

sifat dasar, yaitu lahut (ketuhanan) dan Nasut (kemanusiaan). Ini dapat dilihat dari

teorinya mengenai kejadian manusia dalam bukunya bernama at-thawasin.7

4 Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., op.cit, hlm. 2395 Lâhût berasal dari perkataan ilâh yang berarti tuhan, sedangkan lâhût berarti sifat

ketuhanan6 Nâsût berasal dari perkatan nâs yang berarti manusia; sedangkan nâsût berarti sifat

kemanusiaan7 Ibid, hlm. 240

3

Page 5: Al-Hulul & Wahdat Al-wujud

4

Menurut al-Hallaj8, manusia mempunyai sifat dasar yang ganda, yaitu sifat

ke-Tuhan-an atau lahut dan sifat kemanusiaan atau nasut. Begitu juga dengan

Tuhan memiliki sifat ganda, yaitu sifat-sifat Ilahiyat atau Lahut dan sifat

insaniyah atau nasut. Jika seseorang mampu menghilangkan sifat-sifat

kemanusiaannya dan mengembangkan sifat-sifat Ilahiyatnya melalui fana, maka

terjadilah kesatuan manusia dengan Tuhan dan inilah yang dimaksud dengan

hulul.

Teori lahut dan nasut ini, berangkat dari pemahamannya tentang proses

kejadian manusia. Al-Hallaj berpendapat, bahwa Adam sebagai manusia pertama

diciptakan Tuhan sebagai copy dari diri-Nya –shurrah min nafsih- dengan segenap

sifat dan kebesarannya.

Al-Hallaj mengatakan bahwa konsepsi lahut dan nasut berdasarkan pada

firman Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 34:

م�ن� �ان� و�ك �ر� �ب �ك ت و�اس� �ى ب� أ �ل�يس� �ب إ �ال إ ج�د�وا ف�س� آلد�م� ج�د�وا اس� �ة� �ك �م�الئ �ل ل �ا �ن ق�ل �ذ� و�إ

�اف�ر�ين� �ك ال

Artinya: “Dan ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah

kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan

takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”

Menurut pemahamannya, adanya perintah Allah agar Malaikat sujud

kepada Adam itu adalah karena Allah telah menjelma dalam diri Adam sehingga

ia harus di sembah sebagaimana menyembah Allah.

Ungkapan al-Halaj tersebut dapat dipahami bahwa wujud manusia tetap

ada dan sama sekali tidak hancur atau sirna, bersifat figuratif, tidak riel karena

berlangsung dalam kesadaran psikis dalam kondisi fana dalam iradat Allah.

Manusia diciptakan Tuhan sesuai dengan citra-Nya, maka makna perpaduan itu

adalah munculnya citra Tuhan ke dalam citra-Nya yang ada dalam diri manusia,

8 Al-Hajaj adalah tokoh yang mengembangkan paham al-Hulul. Nama lengkapnya adalah Husein bin Mnsur al-Hajaj. Ia lahir tahun 244 H (858 H) di Baidha, salah satu kot kecil di persia. Nama-nama gurunya adalah Sahl bin Abdullah al-Tustur dinegeri Ahwaz, kemudian bersama Amr al-Maliki di Basrah, dan di kota Baghdad bersama tokoh sufi juga yaitu al-Junaid.

Page 6: Al-Hulul & Wahdat Al-wujud

5

bukan hubungan manusia dengan Tuhan secara riel. Oleh karena itu, ucapan ana

al-Haqq yang meluncur dari lidah al-Hallaj, bukanlah ia maksudkan sebagai

pernyataaan bahwa dirinya adalah Tuhan.9

Berdasarkan uraian diatas, maka al-hulul dapat dikatakan sebagai suatu

tahap dimana manusia dan Tuhan menyatu secara Rohaniah. Dalam hal ini hulul

pada hakikatnnya istilah lain dari al-ittihad sebagaimana telah disebutkan diatas.

Tujuan dari hulul adalah ketuhanan (lahut) menjelma kedalam diri insan

(nasut) dan hal ini terjadi pada saat kebatinan seseorang insan telah suci bersih

dalam menempuh perjalanan hidup kebatinan.

B. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Wahdah Al-Wujud

Wujûd atau wahdat al-wujûd (dalam terjemahan bebas berarti kesatuan

wujud) menurut mutakallim (teolog) adalah sifat wajib bagi Tuhan. Maka Ia

memiliki wujud, alam memiliki wujud. Jadi, ada dua wujud, wujud Tuhan dan

wujud alam. Wujud Tuhan mutlak dan absolut, wujud alam relatif dan nisbi.

Sedangkan wujud menurut Ibn ‘Arabî adalah pandangan bahwa satu-satunya yang

ada di alam ini hanya Allah. Dilihat dari satu sisi yang lain-manusia, dunia, dan

seluruh keberadaan fenomenal lainnya-tidak benar-benar ada. Artinya, semua itu

dan berada secara terpisah dari-dan, sebaliknya, sepenuhnya tergantung kepada

Allah. Selain itu juga, wahdat al-wujûd dipahami dengan dua pemahaman.

Pertama, wujud alam adalah wujud Allah, wujud makhlûq adalah wujud khâliq.

Segala yang ada adalah pengejawantah-Nya.

Wahdat al-wujûd dipandang sama dengan panteisme, paham serba Tuhan.

Namun, paham ini mendapat banyak kritikan dari sebagian besar para ulama yang

salah satunya adalah Ibn Taymiyyah. Kedua, wahdat al-wujûd dipahami bahwa

Tuhan tercermin pada alam dan alam cermin Tuhan. Al-Haqq, Tuhan Yang Maha

Benar, ber-tajallî. Alam ciptaan Allah adalah tempat tajallî Tuhan ( إلهي .(مظهر

Al-Khalq tidak memiliki wujud hakikat (yang sebenarnya), ia tergantung kepada

al-Haqq, wujud yang mutlak atau wujud yang absolut. Adapun korelasi antara

9 Prof. H.A. Rivay Siregar, op.cit, hlm. 155-158

Page 7: Al-Hulul & Wahdat Al-wujud

6

ittihâd, hulûl, dan wahdat al-wujûd adalah persamaan pada tataran esensi yang

manifestasinya berbeda dalam bentuk bahasa.

Dikalangan ulama kalasik ada yang mengartikan wahdat sebagai sesuatu

yang zatnya tidak dapat dibagi-bagi pada bagian yang lebih kecil. Selain itu kata

al-wahdah digunakan pula oleh para ahli filsafat dan sufistik sebagai suatu

kesatuan antara materi dan roh, substansi (hakikat) dan forma (bentuk), antara

yang tampak (lahir) dan yang batin, antara alam dan Allah, karena alam dari segi

hakikatnya qadim dan berasal dari tuhan. Pengertian wahdatul wujud yang

terakhir itulah yang selanjutnya digunakan para sufi, yaitu paham bahwa antara

manusia dan Tuhan pada hakikatnya adalah satu kesatuan wujud.

Selanjutnya paham ini juga mengambil pendirian bahwa dari kedua aspek

batin atau al-haqq yang merupakan hakikat, esensi atau subtansi. Paham ini

selanjutnya membawa kepada timbulnya paham bahwa antara makhluk (manusia)

dan al-haqq (Tuhan) sebenernya satu kesatuan dari wujud Tuhan, dan yang

sebenernya ada adalah wujud Tuhan itu, sedangkan wujud makhluk hanya baying

atau foto copy dari Tuhan.

Dalam wujud lain uraian falsafah ini dapat dikemukakan sebagai berikut.

Bahwa makhluk yang dijadikan Tuhan dan wujudnya bergantung kepadanya,

adalah sebagai sebab dari segala yang berwujud selain Tuhan. Tuhanlah yang

sebenarnya yang memiliki wujud hakiki atau yang wajibul wujud. Sementara itu

makhluk sebagai yang diciptakannya hanya mempunyai wujud yang bergantung

kepada wujud yang berada pada dirinya, yaitu Tuhan. Dengan kata lain yang

mempunyai wujud sebenarnya Tuhan dan wujud yang dijadikan ini sebenarnya

tidak mempunyai wujud. Yang mempunyai wujud sesungguhnya hanyalah Allah.

Paham Wahdatul Wujud tersebut mengisyaratkan bahwa pada manusia ada

unsure lahir dan batin dan pada tuhanpun ada unsur lahir dan batin. Dalam

wahdatul wujud ini yang terjadi adalah bersatunya wujud batin manusia dengan

wujud lahir tuhan. Dengan cara demikian maka paham wahdatul wujud ini tidak

Page 8: Al-Hulul & Wahdat Al-wujud

7

menggagu zat Tuhan dan dengan demikian tidak akan membawa keluar dari

islam.

Selanjutnya jika kita buka Al-qur’an, didalamnya akan dijumpai ayat-ayat

yang memberikan petunjuk bahwa Tuhan memilki unsur zahir dan batin.

Misalnya kita membaca beberapa ayat berikut:

QS. Al-Hadid: 3

�يم, ع�ل ي�ء/ ش� �ل2 �ك ب و�ه�و� �اط�ن� �ب و�ال و�الظ7اه�ر� و�اآلخ�ر� األو7ل� ه�و�

Artinya: “Dialah yang awal dan yang ahir yang zahir dan yang batin, dan

Dia maha mengetahui segala sesuatu.”

QS. Luqman: 31

�ات/ آلي ذ�ل�ك� ف�ي �ن7 إ �ه� �ات آي م�ن� �م� �ك �ر�ي �ي ل 7ه� الل �ع�م�ة� �ن ب �ح�ر� �ب ال ف�ي �ج�ر�ي ت �ف�ل�ك� ال ن7� أ �ر� ت �م� ل

� أ

�ور/ ك ش� 7ار/ ص�ب �ل2 �ك ل

Artinya: “Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu

berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu

sebahagian dari tanda-tanda -Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu

benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi

banyak bersyukur.”

Selanjutnya uraian tentang wujud manusia sebagai bergantung kepada

wujud Tuhan sebagaimana dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa manusia

adalah sebagai makhluk yang butuh dan fakir, sedangkan Tuhan adalah sebagai

yang Maha Kaya. Paham yang demikian sesuai pula dengan isyarat ayat dalam

surat al-fatir: 15:

�ح�م�يد� ال Fي� �غ�ن ال ه�و� 7ه� و�الل 7ه� الل �ل�ى إ اء� �ف�ق�ر� ال �م� �ت ن� أ 7اس� الن Fه�ا ي

� أ �ا ي

Artinya: “Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan

Allah Dialah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”

Page 9: Al-Hulul & Wahdat Al-wujud

8

Namun dalam pandangan sufi bahwa yang dimaksud dengan zahir adalah

sifat-sifat Allah yang tampak, sedangkan yang batin adalah zat-Nya. Manusia

dianggap mempunyai unsur tersebut karena manusia berasal dari pancaran Tuhan.

Selanjutnya pada ayat 31 surat Luqman di atas dinyatakan bahwa yang lahir dan

batin itu merupakan nikmat yang dianugerahkan Tuhan kepada Manusia. Ayat

yang demikian itu jelas bahwa pada manusia juga ada unsur Lahir dan Batin.

Page 10: Al-Hulul & Wahdat Al-wujud

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Al-Hulul diartikan sebagai penyatuan hamba dengan tuhannya, setelah zat-

Nya melebur kedalam tubuh hamba-Nya Wihdatu al-wujud yaitu kesatuan dari

dua wujud yang berbeda yaitu wujud pencipta atau tuhan (al-khaliq)dan wujud

ciptaan atau hamba (al makhluq). Wahdat al-wujud adalah ungkapan yang terdiri

dari dua kata, yaitu wahdat dan al-wujud. Wahdat artinya sendiri, tunggal, atau

kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada. Dengan demikian wahdat al-wujud

berarti kesatuan wujud. Kata wahdah selanjutnya digunakan untuk arti yang

bermacam-macam.

9

Page 11: Al-Hulul & Wahdat Al-wujud

Daftar Pustaka

Abd Hakim, Atang, dkk. Metodologi Studi Islam. (2000). Bandung: Remaja Rosda Karya

Al-Aziz, Saifulloh. Risalah Memehami Ilmu Tashawwuf. (1998). Surabaya: Terbit Terang

Asmaran As. Pengantar Studi Tasawuf. (2002). Jakarta: RajaGrafindo Persada

Hadi, Abdul. Tasawuf Yang Tertindas. (2001). Jakarta: Paradigma

M. Sobirin, dkk. Kamus Tasawuf. (2000). Bandung: Remaja Rosda Karya

Nasution, Harun. Falsafah Dan Mistisisme Dalam Islam. (1983) Jakarta: Bulan Bintang

Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. (2010) Jakarta: Rajawali Pers

Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. (2011). Jakarta: RajaGrafindo Persada

Siregar, Rivay. Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme. (2002). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

10