ajaran mistik wahdah al-wujÛd dalam l-razzÂq al...

134
AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM TAFSIR ‘ABD AL-RAZZÂQ AL-QÂSYÂNȊ (STUDI ANALITIS SURAT AL-HADȊD 1-6) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: M. Aristo Rahman 11130340000182 JURUSAN ILMU AL-QUR’ÂN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2018 M

Upload: truongtuong

Post on 05-Apr-2019

266 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM

TAFSIR ‘ABD AL-RAZZÂQ AL-QÂSYÂNȊ (STUDI

ANALITIS SURAT AL-HADȊD 1-6)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat-syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

M. Aristo Rahman

11130340000182

JURUSAN ILMU AL-QUR’ÂN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2018 M

Page 2: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

AJARAN MISTIK WAHDAH AL― WUJUD DALAM

TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ AL口 QASYANI

(KAJIAN ATAS SURAT AL… HADID l¨ 6)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas UshuluddinUntuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ahli Agama (S.Ag)

Olch:

PI.Aristo Rahmall

ll130340000182

Di bawah Bimbingan:

PROGRAⅣ ISTUDIILPIU AL…QUR'AN DAN TAFSIRFAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITASISLAPI NEGERISYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA

1439H。/2018 ⅣI。

Moh. Anwar S

NIP.:19720518

Page 3: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

PERSETUJUAII PARA PENGUJI

Skripsi berjudul "AJARAN MISTIK \|rAHDAH AL-WafdD DALAM

TAFSTR 'ABD Ar-RAZZAQ Ar,-qASVAM (STUDT ANALTTTS

SURAT AL-HADiD l-6)" telah diujikan dalam sidang munaqasyah

Fakultas Ushuluddin UN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada 16 April2018.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Ahli Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilrnu al-Qur'an dan Tafsir.

Jak魏 16 Ap五 12018

Sidang Munaqasyah,

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

y

Dr.Lilik Ummi Kultsuln、 M.A.blIP.197110031999032100

Dr.Lilik Ummi Kultsum,M.A.NIP. 19711003 1999032100

Penguji I

Anggota,

Pembimbing,

Penguji II

Ahmad Rifqi Muchtar,MANIP: 19690821997031002

1999032001

■lIP.19720518998031003

Page 4: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ili saya menyzrtakarr bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN

S yarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua surnber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatuliah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, ntaka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullair Jakarta.

Jakarta,FcbrLla五 2018

M. Aristo Rahman

Page 5: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

v

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini

berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh

Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2015.

1. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b Be ب

t Te ت

ts te dan es ث

j Je ج

h h dengan garis di bawah ح

kh ka dan ha خ

d De د

dz de dan zet ذ

r Er ر

z Zet ز

s Es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis di bawah ص

ḏ de dengan garis di bawah ض

ṯ te dengan garis di bawah ط

Page 6: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

vi

ẕ zet dengan garis di bawah ظ

koma terbalik di atas hadap ‘ ع

kanan

gh ge dan ha غ

f Ef ف

q Ki ق

k Ka ك

l El ل

m Em م

n En ن

w We و

h Ha ه

Apostrof ` ء

y Ye ي

2. Vokal Tunggal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri

dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk

vokal tunggal alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fathah

I Kasrah

U Dammah و

Page 7: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

vii

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai

berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i ي

au a dan u و

3. Vokal panjang

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas ا

î i dengan topi di atas ي

û u dengan topi di atas و

4. Kata Sandang

Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti

huruf syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh: al-syamsiyyah bukan

asy-syamsiyyah, al-rijāl bukan ar-rijāl.

5. Tasydîd

Huruf yang ber-tasydîd ditulis dengan dua huruf serupa secara

berturut-turut, seperti السنة = al-sunnah.

6. Ta marbûṯah

Page 8: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

viii

Jika ta marbūṯah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka

huruf tersebut dialih-aksarakan menjadi huruf /h/, seperti أبو هريرة = Abû

Hurairah.

7. Huruf Kapital

Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan

oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap

huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata

sandangnya, seperti البخاري = al-Bukhâri.

Page 9: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

ix

ABSTRAK

M. Aristo Rahman

Ajaran Mistik Wahdah al-Wujûd Dalam Tafsir ‘Abd ar-Razzâq al-

Qâsyânî (Studi Analitis Surat al-Hadîd 1-6)

Penulisan ini dilatarbelakangi oleh pentingnya ilmu tasawuf, sebagai

ilmu yang mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang dapat

membersihkan diri untuk menuju kepada Allah. Banyak sekali muslim di

zaman sekarang yang cenderung mengabaikan ilmu ini, sehingga tidak

mengenal metode perjalanan ma’rifah seperti yang di ajarkan oleh Zûn Nûn

al-Misrî, kemudian metode perjalanan mahabbah yang diajarkan oleh

Rabî’ah ‘Adawiyyah, metode perjalanan fanâ wa al-baqa seperti yang

diajarkan oleh Abû Yazîd al-Bustâmi, metode perjalanan hulûl seperti yang

diajarkan oleh al-Hallâj, dan metode perjalanan wahdah al-wujûd seperti

yang diajarkan oleh Ibn ‘Arabî. Dalam penelitian ini penulis ingin meneliti

perjalanan ajaran wahdah al-wujûd dalam penafsiran yang dilakukan oleh

al-Qâsyânî dalam tafsir yang dinisbahkan kepada Ibn ‘Arabî. Tema ini tentu

sangatlah berguna untuk masyarakat modern seperti saat ini, dalam

mengawal dan memandu perjalanan hidup umat agar selamat dunia dan

akhirat. Mengkaji kembali ke dalam sumber utama Islam, yakni al-Qur’ân

untuk memperoleh kembali pemahaman tujuan hidup yang sesuai dengan

fitrah manusia, bagi penulis merupakan keharusan yang mendasar, demi

kesejatian manusia dan tercabutnya alienasi manusia. Al-Qur’ân

mengaktualisasi gagasan ideal kebahagian menjadi tindakan-tindakan

kongkrit menuju kebahagian itu sendiri.

Dalam paham wahdah al-wujûd, ada yang namanya khalq (makhluk)

dan lahut menjadi haq (Allah). Khalq dan haq adalah dua aspek bagi tiap

sesuatu. Aspek yang sebelah luar disebut khalq dan aspek yang sebelah

dalam disebut haq. Kata-kata khalq dan haq merupakan sinonim dari ‘ard

,الظاهر) dan dari al-zahir ,(substance ,الجوهر) dan al-jauhar (accident ,العرض)

lahir, luar) dan al-batin (الباطن, batin, dalam). Dengan kata lain dalam tiap-

tiap yang berwujud itu terdapat sifat ketuhanan atau haq dan sifat

kemakhlukan atau khalq.

Untuk mendapatkan pemahaman yang tepat, penulis menggunakan

metode deskriptif analitis, yakni data yang dikumpulkan pertama-tama

disusun, dijelaskan dan baru kemudian dianalisa. Dengan rincian bahwa

untuk menggali penafsiran al-Qâsyânî terhadap wahdah al-wujûd diperlukan

tafsir itu sendiri dan karya-karya al-Qâsyânî lainnya seperti Latâ`if al-‘Alâm

fi Isyârâti Ahl al-Ilhâm, Manâzil al-Sâ`irîn, dan lain-lain. Setelah data-data

terkumpul, lalu dijelaskan serta dianalisis secara mendalam, sehingga akan

tampak jelas jawaban atas persoalan yang berhubungan dengan pokok

permasalahannya. Kajian ini juga menggunakan pendekatan tahlili, metode

penelitian yang berangkat dari pemikiran ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî secara

umum, kemudian digunakan untuk mencari Konsep Ajaran Wahdah al-

Wujûd menurut ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî dalam QS. Al-Hadîd ayat 1-6,

lalu menganalisanya lewat ilmu-ilmu bantu yang relevan, untuk kemudian

melahirkan konsep wahdah al-wujûd yang utuh dalam perspektif al-

Qâsyânî.

Page 10: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

x

Kata kunci: keotentikan tafsir, wahdah, wujûd, wahdah al-wujûd, al-

Qâsyânî.

Page 11: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

xi

KATA PENGANTAR

الرحيمبسم هللا الر حمن

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah

mencurahkan kasih sayang, kesehatan dan ridho-Nya serta memberikan

istiqomah, keikhlasan dan kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini yang berjudul: Ajaran Mistik Wahdah al-Wujûd Dalam Tafsir

‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî (Studi Analitis Surat al-Ḥadid 1-6) Shalawat

dan salam kepada nabi Muhammad Saw junjungan para umat yang berpikir,

di mana mencari sebuah kebenaran dalam sebuah konsep ketuhanan yang

telah dikonsep secara rapi dan sistematis untuk umatnya hingga akhir

zaman.

Penulis sangat bersyukur atas selesainya tugas akhir untuk jenjang

pendidikan Strata Satu (S1) yang penulis tempuh. Penulis yakin di dalam

penulisan skripsi ini pasti banyak kekurangan di dalam menyelesaikannya.

Maka dari itu penulis menyadari dan mempunyai kewajiban untuk

menghaturkan permintaan maaf kepada pembaca atas ketidaksempurnaan

yang memang itu telah kodrat bagi manusia itu sendiri.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah mungkin

dapat tercapai tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari

itu sebagai ungkapan rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih

kepada yang terhormat:

1. Segenap civitas akademika Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta: Bapak Prof. Dede Rosyada, MA. Selaku

Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya dan

Page 12: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

xii

Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA. Selaku Dekan Fakultas

Ushuluddin, Ibu Dr. Lilik Ummi Kultsum, MA. Selaku Ketua

Jurusan Ilmu al-Qur`an dan Tafsir dan Ibu Dra. Banun

Binaningrum, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu al-Qur`an

dan Tafsir.

2. Bapak Moh. Anwar Syarifuddin, M.A, selaku dosen

pembimbing penulis yang telah memberikan arahan, saran dan

dukungan kepada penulis, sehingga skripsi dapat terselesaikan.

Mohon maaf yang sebesar-besarnya jika selama proses

bimbingan penulis banyak merepotkan. Semoga ibu selalu

sehat dan diberikan kelancaran dalam segala urusannya. Amin.

3. Bapak Muhammad Zuhdi Zaini, M.Ag., selaku dosen

pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dari

semester satu hingga selesai.

4. Seluruh dosen pada Fakultas Ushuluddin khususnya di

Program Studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir atas segala motivasi,

ilmu pengetahuan, bimbingan wawasan dan pengalaman yang

telah diberikan. Kepada seluruh staf dan karyawan Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Pimpinan dan segenap karyawan Perpustakaan Umum,

Perpustakaan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

6. Terkhusus kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai dan

sayangi ayahanda Syamsuri M. Zien S. Pd.I dan ibunda

Page 13: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

xiii

tercinta Maimunah S, Pd.I yang selalu memberikan masukan

kepada saya untuk selalu semangat dan sabar dalam

menyelesaikan skripsi ini dan tidak lupa mereka selalu

mendoakan saya agar selalu diberikan kesehatan dan waktu

luang agar dapat mengerjakan skripsi ini dengan baik dan

benar. Kedua orang tua adalah sumber inspirasi bagi penulis

dalam menjalankan hidup dan menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada saudara-saudara penulis yang tersayang Fikri Haidadi,

Fadilah Febriyanti, serta keluarga besar penulis yang selalu

memberikan semangat dan mendoakan penulis dalam

penyelesaian penulisan skripsi ini.

8. Kepada Kiyai Pondok Pesantren KH. Mahfudz Asirun an-

Nadawi yang telah membimbing saya serta guru yang selalu

mengingatkan santrinya dalam hal apa pun, semoga selalu

dipanjangkan umurnya dan bermanfaat ilmunya. Amiin.

9. Kepada Ustadz Siroji As’ad, S. AG. yang telah membimbing

penulis dan juga sekaligus mengoreksi penelitian ini dari awal

sampai akhir, semoga Allah selalu merahmati. Amiin.

10. Kepada sahabat perjalanan Sirru al-Asrar, Ahmad Mubarok,

Aizza Faqih, Bang Farid, Ahmad Sobri, Jamaluddin, Bang

Lail, Bang Asep, Haikal, Mujib, Asrul, Bang Iwan, Bang Adi,

yang telah menyemangatkan dan membantu penulis dalam

menyelesaikan penelitian ini. semoga kita menjadi pertemanan

yang tulus persahabatan yang ikhlas. Amiin.

Page 14: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

xiv

11. Kepada Kaum Jenggot (Haikal, Feby, Fauzi, dan As’ad) yang

telah membantu serta menjadi penghibur disaat penulis sedang

pusing dalam penelitian ini semoga kalian selalu dirahmati

Allah. Amiin.

12. Dan kepada teman-teman yang penulis tidak dapat sebutkan

namanya satu persatu yang mana selalu memberikan semangat

dan motivasi penulis dalam menyelasaikan karya ilmiah ini.

Semoga amal baik mereka semua dibalas berlipat ganda oleh Allah

SWT. Sungguh hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka

dengan kebaikan yang berlipat ganda.

Jakarta, Maret 2018

M. Aristo Rahman

Page 15: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

xv

Daftar Isi

PEDOMAN TRANSLITERASI ....................................................................... v

ABSTRAK ............................................................................................................ ix

KATA PENGANTAR ........................................................................................ xi

Daftar Isi .............................................................................................................. xv

BAB I Pendahuluan ................................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah................................................................................ 1

B. Batasan Masalah ......................................................................................... 11

C. Rumusan Masalah ....................................................................................... 11

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................... 11

A. Tinjauan Kepustakaan ................................................................................. 12

B. Metodologi Penelitian ................................................................................. 14

C. Sistematika Penulisan Skripsi ..................................................................... 15

BAB II ANTARA ORTODOKSI DAN HETERODOKSI TAFSIR ................ 17

A. Pengertian Ortodoksi dan Heterodoksi Tafsir ............................................. 17

B. Sejarah Ortodoksi dan Heterodoksi Tafsir .................................................. 21

C. Legalitas dan Otoritas Tafsir Sufi ............................................................... 31

D. Prokontra Tafsir Sufi yang bercorak Isyari ................................................. 38

BAB III AKTIFITAS DAN PEMIKIRAN ‘ABD AL-RAZZÂQ

AL-QÂSYÂNÎ ....................................................................................................... 49

A. Perjalanan hidup ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî ............................................. 49

B. Guru-guru ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî ....................................................... 51

C. Profil Kitab Tafsir al-Qâsyânî yang dinisbahkan kepada Ibn ‘Arabi .......... 55

D. Pengertian Wahdah al-Wujûd ..................................................................... 65

BAB IV MAKNA AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM

TAFSIR ‘ABD AL-RAZZÂQ AL-QÂSYÂNÎ (STUDI ANALITIS SURAT

AL-HADÎD AYAT 1-6) ........................................................................................ 78

A. Makna Ajaran Mistik .................................................................................. 78

B. Makna Kata al-Hadîd .................................................................................. 90

C. Korelasi Makna Ayat Wahdah al-Wujûd dan Ayat Kauniyah dalam

Penafsiran ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî Surat al-Hadîd Ayat 1-6 ........................ 91

D. Nilai Sufistik dalam tafsir al-Qâsyânî dari ayat Waḥdah al-Wujûd dan

Kauniyyah pada surah al-Hadîd ayat 1-6 .......................................................... 103

BAB V .................................................................................................................. 111

Page 16: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

xvi

PENUTUP ............................................................................................................ 111

A. Kesimpulan ............................................................................................... 111

B. Saran-saran ................................................................................................ 113

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 115

Page 17: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara tradisional terdapat tiga cabang ilmu pengetahuan Islam, yaitu

kalam, fikih, dan tasawuf. Ketiganya lahir secara sendiri-sendiri, tetapi

saling mengait. Ilmu kalam lahir sebagai kelanjutan dari kontroversi sekitar

pembunuhan ‘Utsmân ibn ‘Affân. Kontroversi tersebut melahirkan teori

tentang prilaku dosa besar. Golongan Khawârij menyatakan bahwa orang

mukmin yang melakukan dosa besar adalah kâfir sehingga harus dibunuh.

Bagi Ahl al-Sunnah pelaku dosa besar tidaklah kâfir tetapi fâsiq. Orang

fâsiq harus bertobat. Selanjutnya jika tobatnya diterima ia menjadi ahli

surga, kalau tidak diterima ia mendapat hukuman di akhirat sesuai dengan

dosanya. Berbeda dengan dua kelompok di atas, Mu’tazilah berpendapat

bahwa pelaku dosa besar bukan mukmin bukan kâfir. Kelompok ini

mengambil posisi di antara keduanya (al-manzilah baina al-manzilatain).1

Sedangkan, ilmu fikih menurut bahasa itu paham, artinya Allah

memberikan sebuah pemahaman, sedangkan menurut istilah adalah ilmu

yang mempelajari hukum-hukum syari’at melalui ijtihad yang dilakukan

oleh para ulama fikih yang di bawa oleh Nabi Muhammad Saw, dan perlu

diketahui ilmu fikih itu bersifat eksoteris (menekankan aspek lahir). Tidak

selalu memuaskan zauq (rasa) para pengamalnya, sehingga muncul dimensi

tasawuf yang memberikan alternatif pemenuhan kebutuhan rohani manusia.

Tasawuf adalah ilmu yang mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang

1 Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, (Jakarta:

UI Press, 1987).

Page 18: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

2

muslim dapat membersihkan diri untuk menuju kepada Allah yang berwatak

esoteris (menekankan aspek batin), seperti menghilangkan kotoran-kotoran

yang ada dalam hati, agar apa-apa yang diperintahkan oleh Allah dan

nabiNya berjalan dengan stabil.

Tasawuf yang semula berorientasi pada prilaku praktis, seperti yang

dicontohkan oleh Rasulûllah dan para sahabatnya dengan al-Qur’ân dan

Sunnah sebagai landasannya, dalam perkembangan selanjutnya mengalami

perluasan. Hal tersebut karena tasawuf sebagai sebuah disiplin ilmu, analisis

teologis, dan filosofis kemudian mewarnai keberadaannya. Ketika tasawuf

masih berupa realitas tanpa nama, ia menjadi bagian yang tak terpisahkan

dari kehidupan Rasulȗllah dan para sahabatnya. Ketaatan Rasulȗllah kepada

segala titah Allah, kedermawanan Abȗ Bakr al-Siddiq, kepedulian ‘Umar

ibn al-Khattâb, keistiqomahan ‘Utsmân ibn ‘Affân, dan ketawadhu’an ‘Alî

ibn Abî Talib adalah realitas tasawuf yang mewarnai kehidupan saat itu.

Realitas itu kemudian membentuk karakteristik dalam satu komunitas umat

Islam yang banyak mewarnai kesejukan dan kedamaian yang disebut

sebagai Zuhhâd, Nussâk, ‘Ubbâd, Faqîr.2

Kemudian tasawuf, merupakan salah satu khazanah intelektual Islam

yang kehadirannya saat ini, semakin dirasakan. Secara historis dan teologis

tasawuf mengawal dan memandu perjalanan hidup umat agar selamat dunia

dan akhirat. Tasawuf merupakan salah satu bidang studi Islam yang

memusatkan perhatian pada pembersihan aspek kerohanian manusia yang

selanjutnya menimbulkan kebaikan akhlak mulia. Pembersihan aspek rohani

2 Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakrata: Pustaka Panjimas,

1984), h. 74.

Page 19: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

3

manusia selanjutnya dikenal sebagai dimensi esoterik dari diri manusia.

Melalui tasawuf seseorang dapat mengetahui tentang cara-cara melakukan

pembersihan diri serta mengamalkannya, dan tampil sebagai manusia yang

dapat mengendalikan dirinya, dapat menjaga kejujuran hatinya, keikhlasan

dan tanggung jawab.3

Ketika Nabi Mûsa as. bermunajat ke hadirat Allah Swt, ia memohon

agar diberi kesempatan untuk melihat-Nya. Namun tatkala ber-tajalli pada

sebuah gunung, maka Mûsa melihat gunung itu menjadi hancur dan Musa

tersungkur tak sadarkan diri. Allah memang bukan untuk dilihat secara

indrawi sebab apa yang indrawi sering bias dan memberikan keputusan

salah kepada kita. Mendekati Allah dengan demikian selamanya tidak akan

pernah tercapai, karena indra yang serba terbatas, tetapi lebih dari itu karena

segala keputusan indrawi adalah merupakan hasil dari produk rasional yang

cendrung deskriptif empirik, sementara Allah adalah hakikat mutlak yang

tak terhingga. Dengan demikian mendekati Tuhan melalui indrawi berarti

telah membatasi ulûhiyah-Nya yang tak terhingga, mempersempit

rubûbiyah-Nya yang tak terbatas dan memperkecil huwiyah-Nya yang

bersifat mutlak. Namun demikian bukan berarti bahwa menghubungi Allah

ibarat berada dalam tabung kosong yang tak bisa didekati secara manusiawi,

karena ternyata banyak para ulama sufi yang mampu menceritakan

pengalaman rohaninya bersama keagungan dan kebesaran Allah melalui

mujâhadah, dan muqarâbah. Pengamalan rohani mereka yang berupa

3 Abduddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012).

Page 20: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

4

kedamaian bersama keagungan-Nya disebut ḥulûl, ittiḥâd, wahdah al-

wujûd.4

Ajaran tasawuf terus berkembang seiring dengan lahirnya para tokoh

tasawuf pada setiap generasi. Pada abad pertama dan kedua, tasawuf identik

dengan paham asketisme (zuhd), pada abad ketiga tasawuf mulai

membicarakan latihan spiritual (riyâdoh) yang dapat membawa manusia

dekat dengan Tuhan, berbeda antara konsep yang satu dengan konsep yang

lainnya, ada yang sampai ke tingkat ma’rifah, seperti Zûn Nûn al-Misrî. Ia

juga dikenal dengan panggilan Tsauban bin Ibrâhîm. Ia dilahirkan di

Akhmim, Mesir Selatan pada tahun 156 H. dan meninggal dunia pada tahun

245 H. Abû al-Faydh Tsauban bin Ibrâhīm al-Mishrî sebagai sufi pertama

yang banyak menonjolkan konsep ma’rifah dalam ajaran tasawufnya.

Meskipun sebelumnya, paham ma’rifah sudah dikenal di kalangan para sufi,

Zûn Nûn al-Mishrî lah yang sebenarnya lebih menekankan paham ma’rifah

dalam tasawuf.5 Menurut Zûn Nûn al-Misrî ada tiga macam pengetahuan

tentang Tuhan:

1. Pengetahuan awam: Tuhan satu dengan perantaraan ucapan

syahadat.

2. Pengetahuan ulama: Tuhan satu menurut logika akal.

3. Pengetahuan sufi: Tuhan satu dengan me riyâdoh kan hati

sanubari.

4 M. Hasyim Syamhudi, “Hulûl, Ittihâd, dan Wahdah al-Wujûd dalam

Perbincangan Ulama Zahir dan Batin”, Al-Tahrîr Vol. 13, No. 1 Mei 2013: 107-126. 5 Bahdar, “Zûn Nûn al-Mishrî Riwayat Hidup dan Konsep Ma’rifahnya”, Hunafa

Vol. 3, No. 2, Juni 2006: 206-214.

Page 21: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

5

Menurutnya dalam pengetahuan dalam arti satu dan dua belum

merupakan pengetahuan hakiki tentang Tuhan. Keduanya disebut ilmu

bukan ma’rifah. Pengetahuan dalam arti ketigalah yang merupakan

pengetahuan hakiki tentang Tuhan dan pengetahuan itu disebut ma’rifah.

Ma’rifah hanya terdapat pada kaum sufi, yang sanggup melihat Tuhan

dengan hati sanubari mereka. Ketika Zûn Nûn al-Misrî pernah ditanya,

bagaimana ia memperoleh ma’rifah tentang Tuhan, ia menjawab:

عرفت ربي بربي ولول ربي لما عرفت ربي

Aku mengenal Tuhanku dengan Tuhanku dan jikalau bukan karena

Tuhanku sungguh aku tidak pernah kenal dengan Tuhanku.6

Ada yang sampai ke tingkat al-fanâ` wa al-baqâ` seperti Abû Yazîd

al-Bustâmi (200-261 H), al-Bustâmi adalah orang pertama yang memakai

istilah fanâ’sebagai kosakata sufistik. Dia mengadopsi teori monisme dari

gnostisisme hindu-budha. Konsep murâqabah (pendekatan spiritual) yang

dipahaminya disejajarkan dengan ajaran samadi (meditation) yang pada

puncaknya mencapai ekstasi (fanâ`) di mana terjadi penyatuan antara yang

mendekat (murâqib, yakni sufi) dan yang didekati (muraqab, yakni Allah).

Pada konteks ini diketahui bahwa Bustāmi memilah antara konsep ibadah

dan ma’rifah di mana ahli ibadah (ritual normatif) dipersepsikan sebagai

orang yang jauh untuk dapat meraih ma’rifah (tingkat spiritualitas hasil

pendakian sufistik). Ittihâd (yang menjadi teori sentral dari al-Bustâmi)

tampak sebagai suatu tingkatan dalam tasawuf di mana yang mencintai dan

yang dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu kepada yang lainnya

6 Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: PT Bulan

Bintang, 2008), h. 60.

Page 22: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

6

dapat saling berkata: hai aku (ya Ana!).7 Konsep ittihâd ini merupakan

pengembangan dari konsep fanâ’ dan baqâ’ yang dicetuskannya.

Menurutnya, setelah mencapai ma’rifat, seseorang dapat melanjutkan

kepada maqam selanjutnya yaitu fanâ`, baqâ` dan akhirnya ittihâd. Fanâ’

adalah penyirnaan diri dari sifat keduniawian yang dilukiskan laksana

kematian jasad dan lepasnya ruh menuju kepada kekekalan (baqâ’) dan dari

sini dapat melangkah kepada penyatuan dengan Allah (ittihâd). Pada titik ini

kerap terjadi apa yang diistilahkan dalam dunia sufi sebagai syatahat atau

keadaan tidak sadar karena telah terjadi penyatuan dimana dia seolah

menjadi Allah itu sendiri. Konsep fanâ` sebenarnya memiliki beberapa

pemaknaan yang dapat diikhtisarkan menjadi tiga. Pertama, ungkapan

majazi bagi penyucian jiwa dari hasrat-hasrat keduniawian. Kedua,

pemusatan akal untuk berfikir tentang Allah semata dan bukan selainnya.

Ketiga, peniadaan secara total kesadaran atas eksistensi diri dengan

meleburkan kesadaran dalam eksistensi Allah semata. Inilah yang disebut

sebagai fi al-fanâ` fanâ` (peniadaan dalam peniadaan) atau baqâ` fi Allah

(menyatu dalam Allah). Salah satu perkataan beliau adalah:

أعرفه بي حتى فنيت ثم عرفته به فحييت

Aku kenal Tuhan dengan ku, hingga aku hancur, kemudian aku aku

mengenalNya melalui diriNya, maka aku pun hidup.8

Ada yang sampai ke tingkat hulûl seperti al-Hallâj (332-396 H).

Hulûl menurut keterangan Abû Nasr at-Tûsi dalam al-Luma ialah paham

yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu

7H.Sujeta, Sufisme Lokal Mencari Akar Tradisi Tasawuf Indonesia, (Cirebon:

Pangger Publishing 2015), h. 41. 8Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, h. 64.

Page 23: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

7

untuk mengambil tempat di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang

ada dalam tubuh itu dilenyapkan, di dalam teks arabnya:

بوبية وأزال عنها معاني البشرية ان هللا اصطفى اجساما حل فيها بمعاني الر

Sesungguhnya Allah memilih tubuh-tubuh manusia untuk bertempat

di dalamnya dengan makna rubûbiyyah dan menghilangkan darinya

tentang sifat-sifat basyariyyah (manusia).9

Al-Hallâj membuat syair tentang ajaran hulūlnya, sebagai berikut:

سر سنا ل هوته الثاقب

في صورة الكل والشارب

#

#

سبحان من اظهر ناسوته

ثم بدا لخلقه ظاهرا

Mahasuci zat yang sifat kemanusiaanNya, membukakan rahasia

cahaya ketuhananNya yang gemilang. Kemudian kelihatan bagi

makhlukNya dengan nyata dalam bentuk manusia yang makan dan

minum.10

Menurutnya, dalam diri manusia terdapat ketuhanan dan dalam diri

Tuhan terdapat sifat kemanusiaan. Dengan demikian persatuan antara Tuhan

dan manusia bisa terjadi, dan dari sinilah di dalam falsafat al-Hallâj disebut

dengan hulûl. Dan agar dapat bersatu itu, manusia harus terlebih dahulu

menghilangkan sifat-sifat kemanusiaannya dengan fanâ`.11

Ada yang sampai ke tingkat wahdah al-wujûd seperti Ibn ‘Arabî 560-

638 H.12

Dalam paham wahdah al-wujûd, nasut yang ada dalam hulûl

diubah oleh Ibn ‘Arabî menjadi khalq, dan lahut mejadi haq yang sebelah

luar disebut khalq dan aspek yang sebelah dalam disebut haq. Makhluk

dijadikan dan wujudnya bergantung pada wujud Tuhan, sebagai sebab dari

9 Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, h. 71.

10 Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, h. 72.

11 Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, h. 73.

12 Tafsir al-Qâsyânî, Tafsîr al-Qur’ân al-Karîm, juz II, (Lebanon: Dar al-Kutub al-

Ilmiyyah 2011), h. 3-7.

Page 24: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

8

segala yang berwujud selain Tuhan. Yang berwujud selain Tuhan tak akan

mempunyai wujud. Tuhanlah sebenarnya yang mempunyai wujud hakiki.

Dengan demikian yang mempunyai wujud sebenarnya hanyalah Tuhan

danwujud yang dijadikan ini pada hakikatnya bergantung kepada wujud

Tuhan.yang dijadikan sebenarnya tidak mempunyai wujud. Yang

mempunyai wujud sebenarnya hanyalah Allah. Dengan demikian hanya ada

satu wujud, yaitu wujud Tuhan. Sebagaimana Ibn ‘Arabî berkata:

مكانه لنفسه فوجوده ان المحدث قد ثبت حدوثه وافتقاره الى محدث احدثه ل

من غيره ول بد ان يكون المسند اليه واجب الوجود لذاته غني ا في وجوده بنفسه

الحديث, الحديث واجب الوجود ولكن غير مفتقر, وهو الذي اعطى الوجود بذاته لهذا

وجوبه بغيره ل بنفسه

Sudah menjadi kenyataan bahwa makhluk adalah dijadikan dan bahwa

ia berhajat kepada Khalik yang menjadikannya karena ia hanya

mempunyai sifat mumkin (mungkin ada dan mungkin tidak ada), dan

dengan demikian wujudnya bergantung pada sesuatu yang lain, dan

sesuatu yang lain tempat ia bersandar ini haruslah sesuatu yang pada

esensinya mempunyai wujud yang bersifat wajib, berdiri sendiri dan

tak berhajat kepada yang lain dalam wujudnya, bahkan ialah yang

dalam esensinya memberikan wujud bagi yang dijadikan, dengan

demikian yang dijadikan mempunyai sifat wajib, tetapi sifat wajib ini

bergantung pada suatu yang lain, dan tidak pada dirinya sendiri.13

Dengan demikian ilmu tasawuf adalah suatu ilmu agar seseorang

dapat mengetahui tentang cara-cara melakukan pembersihan diri melalui

zikir dan riyâdoh serta mengamalkannya, dan tampil sebagai manusia yang

dapat mengendalikan dirinya, dapat menjaga kejujuran hatinya, keikhlasan,

tanggung jawab, dan mengetahui esensi segala sesuatu.

Dalam konteks ini, dan berbagai macam konsep yang telah ditawarkan

oleh para tokoh sufi, penulis tertarik untuk membahas tema wahdah al-

13

Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,

1978), h. 77.

Page 25: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

9

wujâd, karena banyak ayat-ayat al-Qur’ân yang mengindikasikan tentang

wahdah al-wujûd, dan ayat-ayat tersebut tak bisa dilepaskan dari penafsiran

para ulama sufi, karena kepedulian meraka terhadap sistem yang ada dalam

persada bumi ini. Para sufi mengadaikan bahwa eksistensi manusia dan

seluruh alam semuanya adalah hasil emanasi Tuhan, sehingga manusia

harus benar-benar memahami betul dari mana mereka berasal, untuk apa

mereka ada di persada bumi ini, dan hanya kepada Nya mereka di

kembalikan. Pengandaian tersebut agar manusia tahu tujuan hidup di bumi

ini, dengan berbagai macam cara latihan spiritual (riyâdoh) di antaranya,

mujâhadah, dan muqarâbah.14

Dalam membahas tema ini penulis memilih salah seorang ulama abad

ke-8 yaitu ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî .15

Penulis memilihnya karena beliau

adalah seorang tokoh ulama sufi yang berasal dari Iran yang di mana

pemikirannya telah terpengaruhi oleh Ibn ‘Arabî dan beliau juga sudah tidak

diragukan lagi kedalaman dan keluasan ilmunya. ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî

adalah seorang yang mulia, guru besar, beliau dianggap tokoh tasawuf yang

dipengaruhi pemikirannya oleh Ibn’Arabî dengan konsep wahdah al-wujûd.

Konsep wahdah al-wujûd nya telah banyak menjadi alat dalam menjelaskan

berbagai masalah. Sejak kecil al-Qâsyânî tidak pernah merasa puas dengan

ilmu yang dimilikinya, ia mencurahkan hidupnya untuk menuntut ilmu

bersama orang yang ahli dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, sehingga

ia menjadi seorang yang ahli dalam berbagai hal. Beliau sempat

14

M. Hasyim Syamhudi, “Hulûl, Ittihâd, dan Wahdah al-Wujûd dalam

Perbincangan Ulama Zahir dan Batin”, al-Tahrîr Vol. 13, No. 1 Mei 2013: 107-126. 15

‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî, Latâ`if al-‘Alâm fi Isyârâti Ahl al-Ilhâm, jilid 1, cet 1,

(Kairo : Maktabah al-Saqâfah al-Dîniyyah, 2005), h. 8.

Page 26: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

10

mengajarkan kepada manusia ilmu tentang ushul fiqh, ilmu ushul kalam,

sampai suatu saat beliau merasa janggal di dalam mengajarkan ilmi-ilmu

tersebut, karena beliau mendapatkan sebuah kekeringan spiritual ajaran

Islam, sehingga beliau hijrah menuju kepada jalan hakikat untuk

menyeimbangi ilmu-ilmu yang beliau pelajari dan beliau ajarkan.16

Dalam visi sufistiknya, beliau banyak menuangkan pemikirannya

dalam sebuah karya intelektualnya, dan juga ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî

mempunyai sebuah kitab tafsir al-Qur’ân dengan nama Ta`wilât al-Qur’ân

yang kemudian dinisbahkan kepada Ibn ‘Arabi menjadi Tafsir Ibn ‘Arabî.

Mengkaji pandangan wahdah al-wujûd ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî

yang demikian tentu sangatlah berguna untuk masyarakat modern seperti

saat ini, karena mengawal dan memandu perjalanan hidup umat agar

selamat dunia dan akhirat.

Mengkaji kembali ke dalam sumber utama Islam, yakni al-Qur’ân

untuk memperoleh kembali pemahaman tujuan hidup yang sesuai dengan

fitrah manusia, bagi penulis merupakan keharusan yang mendasar. Demi

kesejatian manusia dan tercabutnya alienasi manusia, al-Qur’ân

mengaktualisasi gagasan ideal kebahagian menjadi tindakan-tindakan

kongkrit menuju kebahagian itu sendiri. Dari sini akhirnya penulis tertarik

untuk menulis skripsi dengan judul: “Ajaran Mistik Wahdah al-Wujûd

dalam Tafsir ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî (Studi Analitis Surat al-Hadîd 1-

6)”

16

‘Abdullah al-Ansâri, Manâzil al-Sâ`irin, (Lebanon: Mussasah al-Târikh al-‘Arabi

t. t.), hal. 19.

Page 27: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

11

B. Batasan Masalah

Dari latar belakang Pembahasan yang berhubungan dengan tasawuf

kemudian menimbulkan konsep-konsep yang dicetuskan oleh para tokoh

sufi, penulis ingin membahas berbagai macam konsep yang ditawarkan oleh

para tokoh sufi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, sehingga orang-

orang seperti itu mengetahui secara proporsional hakekat wujud, dan juga

penulis ingin membahas “Ajaran Mistik Wahdah al-Wujûd ‘Abd al-Razzâq

al-Qâsyânî dalam QS. Al-Hadîd ayat 1-6.”

C. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah di atas dan agar dalam pembahasan nantinya

lebih terarah dengan baik dalam menjelaskan objek yang dimaksud. Maka

peneliti perlu mengidentifikasi pokok masalah yang akan menjadi objek

pembahasan. Maka permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

“Bagaimana Penafsiran ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî Tentang Doktrin

Wahdah al-Wujûd dalam QS. Al-Hadîd ayat 1-6.”?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam suatu penelitian atau kajian tentu mempunyai tujuan yang

mendasari tulisan ini, yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apa itu Wahdah al-Wujûd dikalangan para ‘Ulama

Sufi.

2. Untuk mengetahui Konsep Ajaran Wahdah al-Wujûd menurut ‘Abd al-

Razzâq al-Qâsyânî dalam QS. Al- Hadîd ayat 1-6.

3. Untuk mengetahui kitab Tafsir yang dinisbhakan kepada Ibn ‘Arabî.

Page 28: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

12

4. Untuk memenuhi tugas dan syarat dalam menyelesaikan gelar sarjana

strata satu (SI) pada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri

(UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sedangkan manfaatnya, yaitu sebagai berikut :

2. Dengan adanya kajian ini, dapat menambah wawasan keilmuan

khususnya dalam bidang tafsir.

3. Dengan adanya kajian ini, dapat memberikan kontribusi bagi pembaca

dalam memahami Wahdah al-Wujûd.

4. Dengan adanya kajian ini penulis berharap mudah-mudahan dapat

dijadikan sebagai literatur dan dorongan untuk mengkaji masalah

tersebut lebih lanjut.

A. Tinjauan Kepustakaan

Kajian tentang wahdah al-wujûd banyak dikaitkan dengan Ibn ‘Arabi,

dari sini lah kemudian dikenal beberapa yang mengkaji Ibn ‘Arabi, seperti

disertasi “Wahdah al-Wujûd Ibn ‘Arabi dan Panteisme” karya Kautsar

Azhari Noer, dalam disertasi tersebut membahas tentang pemikiran wahdah

al-wujûd Ibn ‘Arabi dan panteisme, apakah wahdah al-wujûd

dikategorikan sebagai panteisme atau tidak, kemudian disertasi berjudul

“Falsafat al-Ta’wil” karya Nasr Abu Zayd, dalam disertasi tersebut

menjelaskan pemikiran Ibn ‘Arabi dalam menafsirkan al-Qur’an yang di

kaji secara filsafat hermeuneutika, kemudian jurnal dengan judul “Wahdah

al-Wujûd dalam Pemikiran Ibn ‘Arabi”, karya Abd Halim Rofi’i, dalam

jurnal tersebut membahas tentang wahdah al-wujûd, wujud, dan martabat,

kemudian jurnal “Doktrin Teosofi Wahdah al-Wujûd “, Jurnal Hunafa,

Page 29: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

13

Vol. 2 No. 1 April 2005, karya Sagir M. Amin, dalam jurnal tersebut

membahas tentang wahdah al-wujûd, mahiyah, sufisme, dan intelektual Ibn

‘Arabi, dari sini pula ketika ada satu kitab tafsir yang itu mengkaji atau

menggali banyak memuat ajaran-ajaran wahdah al-wujûd tafsir ini

dinisbahkan kepada Ibn ‘Arabi.

Dalam temuan filologi terbaru menegaskan bahwa tafsir itu bukan

dikarang oleh Ibn ‘Arabi sendiri tetapi oleh al-Qâsyânî, ini dibuktikan oleh

Jonathan dalam artikelnya yang berujudul “The Palm Tree of The Soul: The

Mystical-Philosophical Tafsir of ‘Abd al-Razzâq al-Kâsyânî”, artikel

tersebut menjelaskan tentang kecendrungan al-Qâsyânî dengan pemikiran

Ibn ‘Arabi dan menganalisis sebuah tafsir yang diberi nama tafsir Ibn

‘Arabi, kemudian tesis yang berjudul “Concept of Chivalry (Futuwwah)

According to ‘Abd al-Razzâq al-Kâsyânî: Analysis on His Tuhfah al-

Ikhwân fi Khasa`is al-Fityân” karya Fatemeh Tayefeh Aghakhan

Hashtroodi, dalam tesis tersebut menjelaskan tentang sebuah kesopanan

yang berasaskan wahdah al-wujûd menurut Abd al-Razzâq al-Qâsyânî

dengan menganalisis sebuah karyanya yang berjudul Tuhfah al-Ikhwân fi

Khasa`is al-Fityân, kemudian jurnal yang berjudul “Symbolism in Tafsir

Attributed to Ibn ‘Arabi” karya Beman Ali Mongabadi, Sara Naderi dan

Ahmad Zeinal, Journal of IslamicStudies and Culture, Juni 2016, Vol. 4,

No. 1, dalam jurnal tersebut menjelaskan tentang simbolik dalam tafsir yang

dinisbahkan atau dikaitkan oleh Ibn ‘Arabi.

Kajian penulis dalam skripsi ini berbeda, terutama dengan artikel yang

ditulis oleh Jonathan, saya tidak mengkaji persoalan jiwa tetapi penulis

Page 30: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

14

mengkaji wahdah al-wujûd dari asma Allah yang bersifat tasybih dan tanzih

di dalam surah Al- Hadîd ayat 1-6, yang disitu disebutkan bahwa asma

Allah itu dimaknai sebagai kesatuan Tauhid, sehingga kemudian penulis

ingin mengkaji tentang konsep wahdah al-wujûd menurut al-Qâsyânî.

B. Metodologi Penelitian

Untuk menyelesaikan skripsi ini, penulis menggunakan beberapa

metode, diantaranya:

1. Jenis Penelitian

Dalam melakuan penelitian baik penelitian atau penelitian

kepustakaan dibutuhkan metode yang akurat, sehingga hasilnya bisa

diterima secara akademik dan ilmiah. Demikan halnya dalam penelitian ini,

penulis melakukan langkah-langkah ilmiah. Dalam penyusunan karya tulis

ini, jenis penelitian yang digunakan dilihat dari tempat aktivitasnya adalah

kepustakaan (library reseach).17

Metode ini dimulai dengan mengumpulkan

data primer untuk digunakan sebagai landasan dari penelitian ini yang

kemudian didukung dengan menggunakan data-data lain yang bersumber

dari data sekunder yang berkaitan dengan tema dari penelitian ini. Sumber

data primer adalah buku atau literatur yang menjadi rujukan dalam

penelitian ini adalah kitab Tafsir al-Syaikh al-Akbar Muhyi al-Dîn Ibn

‘Arabi atau disebut juga Tafsir Ibn ‘Arabî. al-Futûhât al-Makiyyah, Fusûs

al-Hikam, Latâif al-‘Alâm fi Isyârâti Ahl al-Ilhâm, Manâzil al-Sâi`rîn dan

data-data primer lainnya. Sedangkan sumber data sekunder adalah Akhlak

Tasawuf karya Abudin Nata, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya

17

Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, cet. ke 9,(Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2004), h. 173.

Page 31: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

15

karya Buya Hamka, Merajut Tradisi Syari’ah Sufisme karya Muhammad

Abd Haq Anshâri, Disertasi Doktor, Waḥdat al-Wujûd Ibn ‘Arabî dan

Panteisme karya Noer Kautsar Azhari, al-Fiqh ‘Inda al-Syaikh al-Akbar

Muhyi al-Dîn Ibn ‘Arabî karya Mahmud Al-Gharîb, Îdâh al-Maqsûd min

Wahdah al-Wujûd karya ‘Abd al-Ghâni An-Nâbulisî, juga karya-karya

penulis lain yang membahas baik secara dekriptif atau pun dalam bentuk

kritik terhadap ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî, serta bahan-bahan lain yang

mendukung.

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan bersifat eksploratif dalam artian

menggali data yang berkaitan untuk kemudian menganalisis konsep dan

karakteristik pemikirannya dengan mengacu pada berbagai data dari

sumber-sumber yang diperoleh.

3. Metode Analisis Data

Metode yang dipakai oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini

nantinya adalah metode deduktif atau dalam metode tafsir disebut dengan

metode tahlili, yaitu metode penelitian yang berangkat dari pemikiran ‘Abd

al-Razzâq al-Qâsyânî secara umum, kemudian digunakan untuk mencari

Konsep Ajaran Wahdah al-Wujûd menurut ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî

dalam QS. Al-Hadîd ayat 1-6.

C. Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk memudahkan pembahasan dan lebih terarah kajian ini, perlu

dibuat sistematika penulisan sebagaimana di bawah ini:

Page 32: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

16

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, kajian pustaka, tujuan

penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua, biografi ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî yang memuat,

sejarah hidup dan keilmuan ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî, guru, murid serta

karya-karya ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî, analisa tafsir yang dinisbhakan Ibn

‘Arabî, corak penafsiran ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî, prokontra para ‘Ulama

terhadap Tafsir Isyârî

Bab ketiga, tinjauan umum Waḥdah al-Wujūd, defenisi Wahdah al-

Wujûd, pemikiran ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî tentang Wahdah al-Wujûd,

definisi Wahdah, definisi Wujûd, dan definisi Wahdah al-Wujûd.

Bab keempat, makna kata al-Hadid menurut ‘Ulama Sufi, memuat

ajaran mistik Wahdah al-Wujûd dalam Tafsir ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî,

penafsiran Wahdah al-Wujûd ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî dalam surah Al-

Hadid ayat 1-6.

Bab kelima, merupakan bab penutup yang merupakan kesimpulan dan

saran-saran yang menjadi jawaban atas pokok permasalahan.

Page 33: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

17

BAB II

ANTARA ORTODOKSI DAN HETERODOKSI TAFSIR

A. Pengertian Ortodoksi dan Heterodoksi Tafsir

Secara etimologis ortodoksi berarti ajaran yang benar, heterodoksi

berarti ajaran yang seperti benar padahal tidak.18

Secara terminologi

ortodoksi berarti ketaatan kepada ajaran resmi, sedangkan heterodoksi

penyimpangan kepada ajaran resmi. Dalam Islam dikenal misalnya sunnah

dan bid’ah dalam bidang teologi dan fiqh, mu’tabarah dan ghair

mu’tabarah dalam bidang tasawuf, mu‟tamad dan ghair mu‟tamad dalam

bidang fatwa dan lain-lain.19

Dalam definisi Arkoun ortodoksi adalah ajaran

yang menjadi kesadaran kelompok mayoritas yang dengannya kelompok itu

melihat berbagai kesadaran lain yang dikembangkan oleh kelompok

minoritas sebagai heterodoks.20

Secara etimologi tafsir bisa berarti: االيضاح والبيان (penjelasan), atau

.(pengungkapan) الكشف21

Sedangkan tafsir dalam pengertian istilah

sebagaimana disebutkan Abȗ Hayyan dalam pendahuluan tafsirnya yaitu

suatu ilmu yang membahas tentang al-Qur’an (menyangkut bacaan lafaz dan

maknanya), menjelaskan kaidah struktur kalimatnya, serta aspek lain dalam

18

Ortodoksi berasal dari bahasa Yunani orth yang berarti benar dan doxa yang

berarti ajaran.Jadi ortodoksi berarti ajaran yang benar. Sedangkan heterodoksi berasal dari

kata hetero yang berarti mirip dan doxa yang berarti ajaran. Jadi heteredoksi berarti ajaran

yang mirip namun tidak benar. William L. Reese, Dictionary of Philoshopy and Religion,

Eastern and Western Thought, (New York: Humanity Books, 1996), hal. 540. 19

Fazlur Rahman, Islam (London: The University of Chicago Press, 1979), hal. 236-

237. 20

Muhammed Arkoun, Nalar Islami dan Nalar Modern: Berbagai Tantangan dan

Jalan Baru, (Jakarta: INIS, 1994), hal.264. 21

Muhammad Abu Salma, Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Islam House,

2009).

Page 34: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

18

‘ulȗm al-Qur’an, seperti naskh, asbâb al-nuzȗl, dan lain-lain.22

Tafsir

sebagai proses berarti menerangkan makna al-Qur’an dan seluk-beluknya,

juga kisah di dalamnya serta asbâb al-nuzȗl-nya.23

Ada juga yang

berpendapat bahwa tafsir adalah ilmu untuk memahami dan menjelaskan

makna al-Qur’an, juga untuk mengeluarkan hukum-hukum serta hikmah-

hikmahnya.24

Berbicara mengenai tafsîr berarti membicarakan pula mengenai istilah

ta’wîl25

yang digunakan oleh para ulama untuk menjelaskan makna yang

terkandung dalam al-Qur’an. Karena dalam hipotesis yang dilakukan oleh

Nasr Hamid Abu Zaid peradaban Arab-Islam adalah peradaban teks atau

ta’wîl (sisi lain dari teks).26

Istilah ta’wîl dalam pemikiran agama resmi telah

berubah menjadi istilah yang dibenci demi istilah tafsîr. Di balik perubahan

ini ada upaya memberangus semua orientasi pemikiran agama “oposisi”

baik pada tataran intelektual maupun tataran perdebatan kontemporer dalam

kebudayaan. Cap sebagai pemikiran ta’wîlî yang ditunjukan oleh pemikiran

yang dominan terhadap lawannya, bertujuan mengklasifikasikan para

22

Abȗ Hayyan, Al-Bahr al-Muhît fî al-Tafsîr, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1992), juz 1, hal.

14. 23

‘Ali bin Muhammad Al-Jurjâni, Al-Ta’rifât (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t), hal. 87. 24

Abȗ al-Faḍl ‘Abd al-Raḥmân Ibn Abî Bakr Ibn Muhammad Jalâl al-Dîn al-

Khudairî al-Suyȗtî, Al-Itqân fî ‘Ulȗm al-Qur’an, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1951), juz II, hal.

174. 25

Ta’wîl menurut bahasa berasal dari al-awl. Pengertian dari ungkapan: Mâ ta’wîlu

hâdza al-kalâm? maksud dari kalam ini berakibat (bertujuan) ke mana? ‘ala al-amru ilâ

kadzâ, artinya masalah tersebut menjadi demikian. Kata tersebut berasal dari kata al-ma’âl,

yaitu akibat dari kondisi akhir. Awwaltuhu fa’âla, artinya saya mengubahnya maka ia pun

berubah, sehingga kata ta’wîl berarti mengalihkan ayat ke makna yang dimungkinkannya.

Ada yang mengayakan asalnya dari iyâlah, yaitu mengatur, sehingga seolah-olah orang

yang men-ta’wîl ujaran, mengatur ujaran, dan meletakan ujaran pada tempatnya. Lihat. Abȗ

Abdillah Badr al-Dîn Muhammad Ibn Abdillah Ibn Bahâdur al-Zarkasyî, Al-Burhân fî

‘Ulȗm al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1957), juz.II, hal. 148-149. 26

Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Qur’an; Kritik terhadap Ulumul Qur’an/

Mafhȗm al-Nash; Dirâsah fî ‘Ulȗm al-Qur’an, penerjemah. Khiron Nahdiyyin,

(Yogyakarta: LkiS, 2002), hal. 275.

Page 35: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

19

penganjur pemikiran tersebut ke dalam wilayah mereka yang dalam hatinya

terdapat kebimbangan kemudian mereka mengikuti apa yang tidak jelas

untuk membuat fitnah. Klasifikasi semacam ini pararel dengan wacana

politik praktis yang mencap semua gerakan oposisi atau protes politik

menentang kebijakan eksekutif sebagai gerakan yang bertujuan

membangkitkan fitnah (kekacauan). Sebaliknya ta’wîl-ta’wîl dari pemikiran

resmi disebut sebagai tafsîr, bertujuan menyematkan “objektifitas” dan

“kebenaran” mutlak terhadap ta’wîlnya tersebut. Seolah-olah meresahkan

sikap ulama-ulama pemerintah.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maksud dari istilah ortodoksi

tafsir sejauh yang dipakai dalam tulisan ini berarti ketaatan karya-karya

tafsir terhadap ajaran resmi agama Islam. Sebaliknya heterodoksi tafsir

berarti penyimpangan suatu karya tafsir dari ajaran resmi agama Islam.

beberapa istilah lain telah digunakan untuk menyebut ortodoksi dan

heterodoksi tafsir ini. Muhammad Husain al-Dzahabi misalnya

menggunakan istilah al-tafsîr al-sahîh dan al-tafsîr al-munharifah untuk

menyebut ortodoksi dan heterodoksi tafsir ini.27

Berbicara mengenai ortodoksi dan heterodoksi berarti berbicara

mengenai apa yang disebut episteme oleh Michel Foucault, yaitu aturan-

aturan penyisihan yang diakui dan dipakai oleh suatu masyarakat. Aturan-

aturan itu meliputi: (1) pelarangan, (2) pembagian dan penolakan, (3)

27

Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Ittijâhat al-Munharifah fî Tafsîr al-Qur’an al-

Karîm Dawâfi’uha wa Dâfihâ (Kairo: Dâr al-I’tisâm, 1978), bab I dan II.

Page 36: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

20

oposisi antara benar dan salah.28

Walaupun dapat dibedakan, namun dalam

kenyataan ketiga episteme ini saling berkaitan. Suatu ajaran yang dianggap

salah atau sesat misalnya, sudah barang tentu akan ditolak masyarakat, dan

dilarang untuk berkembang. Episteme menurut Michel Foucault adalah

semacam kacamata yang dipakai masyarakat untuk melihat dan memaknai

kenyataan. Bila struktur epistme ini berubah maka berubah pula

kenyataan.29

Dilihat dari pendekatan ini, maka ortodoksi dan heteredoksi tafsir

adalah semacam pembagian, yang diikuti oleh penolakan, bahkan

pelarangan terhadap tafsir yang dianggap heterodoks karena telah

menyimpang dari ajaran resmi agama Islam. Tentu saja apa yang disebut

ajaran resmi agama Islam itu mengalami perubahan dan perkembangan,

sehingga batas-batas ortodoksi dan heterodoksi tafsir pun mengalami

perubahan dan perkembangan. Apa yang dikelompokkan terhadap tafsir

yang heterodoks pada suatu masa, dapat berubah menjadi tafsir yang

ortodoks di masa yang lain. Sebaliknknya tafsir yang diangggap ortodoks

pada suatu masa, boleh jadi akan dianggap sebagai tafsir yang heterodoks di

kemudian masa. Misalnya tafsir al-kasysyâf yang membela pemikiran

mu’tazilah. Ketika Mu‟tazilah menjadi ajaran resmi dinasti Abbasiyyah,

tafsir al-kasysyâf dipandang sebagai bagian dari tafsir yang ortodoks.

28

Michael Foucault, Archeology of Knowlage and The Discaurse on Language

(New York: Pantheon Books, 1971), hal. 149-150. 29

F.R. Ankersmit, Pendapat-Pendapat Modern tentang Filsafat Sejarah, terj. Dick

Hartoko, (Jakarta: PT Gramedia, 1987), hal. 310-311.

Page 37: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

21

Namun ketika ajaran resmi dinasti tersebut berubah, tafsir semacam itu tiba-

tiba digolongkan ke dalam tafsir yang heterodoks.30

Dengan demikian, ortodoksi dan heterodoksi tafsir itu sesuatu yang

relative sifatnya, tergandung pada perkembangan ajaran resmi agama Islam

dalam alur sejarah. Untuk dapat memahami kenapa sebuah tafsir ditolak

oleh suatu masyarakat diperlukan pemahaman yang memadai tentang

pandangan dunia (Welthanschaung) masyarakat tersebut. Harus diselami

bagaimana masyarakat itu melihat kenyataan, dengan ukuran apa mereka

memilah kenyataan, lalu menyisihkan apa yang mereka anggap salah, tabu

atau gila dari kenyataan yang mereka hadapi. Hal ini karena kenyataan

bukanlah sekedar apa yang terjadi, tapi terutama adalah pemaknaan terhadap

apa yang terjadi. Foucault menyebut “proses yang bekerja” itu sebagai

wacana, yaitu sebuah area pembicaraan, diskusi, polemik di mana pihak-

pihak yang terlibat bertarung memerebutkan hegemoni kebenaran. Sekali

hegemoni kebenaran berubah, maka berubah pula batas-batas ortodoksi dan

heterodoksi.

B. Sejarah Ortodoksi dan Heterodoksi Tafsir

Islam adalah agama yang telah berusia 14 abad pernah mengalami

perubahan batas-batas ortodoksi dan heterodoksi. Pembicaraan mengenai

mana Islam yang sebenar-benarnya dan mana Islam yang menyimpang

adalah masalah klasik yang terus berlanjutan hingga saat ini. Karena itu

30

Dadang Darmawan, “Ortodoksi dan Heteredoksi Tafsir”, dalam Jurnal Refleksi,

V. 13, No. 2 (April 2012), hal. 181-182.

Page 38: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

22

Islam sebagai sebuah ajaran agama dalam perjalanan sejarahnya niscaya

mengalami kontinuitas dan perubahan.

Telah menjadi konsensus bahwa ajaran Islam yang telah diwariskan

oleh Rasulullah sudah sempurna. Ia mewariskan dua hal yang merupakan

inti agama yaitu al-Qur’an dan Hadis. Perubahan dan perkembangan

apapun, akan kehilangan label Islamnya jika tidak mendasarkan diri pada al-

Qur’an dan Hadis ini.31

Keduanya adalah unsur yang secara

berkesinambungan menjiwai keseluruhan ajaran Islam.

Setiap ajaran agama yang dipahami dan dipraktikan pasti mengalami

perubahan dan perkembangan.32

Walaupun sumber ajaran agamanya tidak

mengalami perubahan, namun penafsiran dan implementasinya terus

berubah dari zaman ke zaman. Ada yang resmi ada pula yang tidak.

Pembagian resmi dan tidak resmi ini adalah instrument yang digunakan oleh

otoritas keagamaan untuk mengontrol perubahan dan perkembangan. Oleh

karena itu batasan resmi atau ridak resminya suatu ajaran agama sangat

tergantung pada siapa yang memegang otoritas. Bergantinya pemegang

otoritas biasanya diikuti pula dengan bergesernya batas-batas resmi ajaran

itu. Karena itu wacana keagamaan pada awalnya merupakan pertarungan elit

yang kemudian menyebar ke akar rumput lewat propaganda. Elit yang

berhasil membentuk hegemoni kebenaran di kalangan penguasa dan

31

Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Ibtellectual

Tradition, (Chicago: The University of Chicago Press, 1982), hal. 23. 32

Telah diketahui besama bahwa masyarakat dari zaman ke zaman mengalami

proses sosial menuju bentuk kehidupan yang lebih sempurna. Proses ini menimbulkan arus

perubahan yang tidak bisa dibendung. Agar dapat mempertahankan fungsinya sebagai

institusi sosial, agama dituntut agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan dan

perkembangan sosial ini. Agama yang tidak punya potensi dan energi untuk berubah akan

mati. Lihat. Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1990), hal.

127-150.

Page 39: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

23

masyarakat akan memperoleh otoritas untuk melempar ajaran yang berbeda

ke dalam wilayah heterodoksi, sementara ia sendiri dapat dengan leluasa

mengklaim bahwa ajarannya lah yang benar.33

Pemegang otoritas yang pertama dan utama dari suatu agama adalah

pendirinya. Ajaran resmi suatu agama adalah ajaran asli yang disampaikan

dan dibangu oleh pendiri agama itu. Dalam Islam, ajaran resmi agama

tersebut dibangun oleh Nabi Muhammad yang kemudian dikodifikasikan

dalam dua buah korpus: al-Qur’an dan Hadis. Rasulullah menegaskan

sendiri hal ini melalui sabdanya terkenal bahawa ia akan meninggalkan

untuk umatnya dua buah pusaka, mereka tidak akan tersesat selama

berpegang teguh pada keduanya, yakni Kitab Allah dan sunnah Nabi.34

Walaupun matan hadis tersebut diragukan keabsahannya oleh kalangan

Syiah,35

namun sudah menjadi keyakinan bersama seluruh umat bahwa al-

Qur’an dan Hadis adalah ajaran resmi Islam yang ditinggalkan Rasulullah.

Sepeninggal Rasulullah otoritas untuk menentukan ajaran resmi

agama diwarisi oleh al-Khulafâ’ al-Râsyidîn. Kata khâlifah sendiri berarti

pengganti yaitu pengganti Rasulullah baik secara politik, sosial, maupun

agama. Pada masa ini batas-batas ortodoksi masih berkutat pada al-Qur’an

33

Muhammed Arkoun, Nalar Islami dan Nalar Modern: Berbagai Tantangan dan

Jalan Baru, hal. 265. 34

Mâlik bin Anas, Muwatta’ Mâlik, (Mesir: Dâr al-Ihyâ al-Turâts al-‘Arabi, t.t),

vol.II, h. 899, hadis no.1594; Al-Hâkim, Al-Mustadrak ‘Ala al-Sâhihain (Beiut: Dâr al-

Kutȗb al-‘Ilmiyyah, 1441 H/1990 M), vol. I, hal. 172, hadits no. 319. 35

Menurut kaum Syi’ah matan hadis ini betentangan dengan matan hadits yang

lebih shahih yaitu hadits tsaqalain yang diriwayatkan oleh Muslim (w. 261H/874 M), Sahîh

Muslim (Beirut: Dâr al-Ihyâ al-Turâts al-‘Arabi, t.t), vol. IV, hal. 1873, hadits no. 2408.

Page 40: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

24

dan Hadis. Tidak ada pergeseran besar kecuali mengenai definisi Islam dan

kodifikasi al-Qur’an.36

Sejak saat itu, yakni pasca mepat khalifah, otoritas untuk menentukan

kebenaran agama tidak lagi terpusan di tangan khalifah, karena para

khalifah terbukti keliru. Otoritas itu mulai diklaim dan menyebar ke tangan

para elit intelektual. Para elit intelektual ini mulai merumuskan Islam yang

benar versi mereka sendiri sebagai oposisi terhadap pemahaman Islam yang

dianut para khalifah, dan mulai mempropagandakannya ke tengah

masyarakat. Sejak saat itu lahirlah berbagai madzhab yang saling berseteru

merebutkan batas-batas ortodoksi.37

Secara normatif, ortodoksi tafsir dapat dilacak akarnya pada hadis-

hadis anti tafsîr bi al-ra’y. Hadis-hadis itu berisi kecaman Rasulullah

terhadap orang-orang yang menafsirkan al-Qur’an dengan ra’y (opini

pribadi). Rasulullah mengancam mereka dengan neraka, sebanding dengan

ancamannya terhadap para pemalsu hadis.38

Hampir satu abad lamanya

tafsîr bi al-ra’y dihindari dan baru muncul kemudian pada awal era dinasti

36

Lihat. Hamdani Anwar, “Masa al-Khulafa al-Rasyidin”, dalam Taufiq Abdullah,

Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2002), juz.II,

hal.38-40. 37

Dadang Darmawan, “Ortodoksi dan Heteredoksi Tafsir”, dalam Jurnal Refleksi,

V. 13, No. 2 April 2012), hal. 190-191. 38

Contoh hadis larangan menafsirkan al-Qur’an dengan ra’y

ثنا سويد بن عمرو الكلب ثنا سفيان بن وكيع قال: حد ثنا أبو عوانة, عن عبد األعلى, عن سعيد ب حد ن جبير, ي قال: حد

أ , عن الن بي صل ى هللا عليه وسل م, قال: اتقوا الحديث عن ي ال ما علمتم, فمن كذب علي متعم عن ابن عب اس دا فليتبو

أ مقعده من النار, )هذا حديث حسن( مقعده من الن ار, ومن قال في القران برأيه فليتبو

Hadis-hadis anti tafsir bi al-ra’y ini jumlahnya ada dua puluh lima. Tujuh belas

diriwayatkan dari Ibn ‘Abbâs delapan dari Jundab Ibn Abdillah. Lihat. Abȗ ‘Îsâ

Muhammad bin ‘Îsâ al-Tumȗzi al-Silmî, Sunan al-Turmȗzi, (Kairo: Dâr al-Hadîs, 2010).

Page 41: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

25

Abbasiyyah.39

Namun ada beberapa sahabat yang menafsirkan al-Qur‟an

dengan ijtihad. Hal ini berdasarkan hadis riwayat Muâdz berikut:

ووا أراد أن يبعووث معوواا الووى الوويمن قووال: كيوو أن رسووول هللا صوول ى هللا عليووه وسوول م لم

ا عرض لك قضاء؟ قال: أقضوي بكتواب هللا, قوال: فوان ود فوي كتواب هللا؟ تقضي ا لوم ي

ود فوي سونة رسوول هللا قال: فبسون ة رسوول هللا صول ى هللا عليوه وسولم, قوال: فوان لوم ت

هللا صل ى هللا عليه وسلم, ول في كتاب هللا؟ قال: أجتهد رأيي, ول آلو فضرب رسوو ل

وي رسوول صل ى هللا عليه وسلم صدره, وقال: الحمد لل الذي وفق رسول هللا لموا ير

هللا40

“Bahwasanya Rasulullah Saw ketika mengutus Mu’adz ke Yaman

bersabda: “Bagaimana engkau berhukum apabila datang kepadamu

suatu perkara? Ia menjawab: Saya akan berhukum dengan kitab Allah.

beliau bersabda: Bagaimana tidak engkau temukan dalam kitab

Allah?. Ia menjawab: Maka saya berhukum dengan sunnah Rasulullah

Saw. Beliau bersabda: Bagaiman bila tidak engkau temukan dalam

sunnah Rasulullah Saw dan tidak pula dalam kitab Allah? Ia

menjawab: Saya akan berijtihad dengan pikiran saya dan tidak akan

mundur. Maka Rasulullah saw memukul dadanya dan bersabda:

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufiq kepada

utusannya, utusan Allah yang diridahi oleh Rasulullah.”

Indikasi penafsiran al-Qur’an dengan ra’y memang telah ada pada

awal abad pertama hijriyah seperti yang terdapat dalam hadis di atas, namun

tafsîr bi al-ma’tsûr lebih banyak digandrungi dan merupakan mainstream

ulama pada saat itu. Kecuali hanya beberapa sahabat saja yang menafsirkan

al-Quran dengan ra’y, seperti ‘Abdullah bin Mas’ûd dan Ibnu ‘Abbâs.

Merka berdua dipandang ahli dalam tafsir, bahkan Ibn Abbas diberi gelar

Turjumân al-Qur’an (Penafsir al-Qur’an). Hal ini berdasarkan barokah doa

Nabi Saw:

ين وعل مه التأويل اللهم فق هه في الد

39 Muhammad Husain al-Dzahabi, Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, (Mesir: Maktabah

Wahbah, 2000), juz I, hal.146. 40

Sulaimân bin al-Asy’ats al-Sijistânî, Sunan Abû Dâud, (Kairo: Dâr al-Hadîs,

2010), juz III, hal.303.

Page 42: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

26

“Semoga Allah menganugrahinya kecerdasan dalam agama, dan

pengetahuan tentang ta’wîl.”

Ijitihad yang dilakukan oleh para sahabat tersebut telah menyebabkan

perbedaan pendapat dalam menafsirkan lafadz dan ayat.Adab-adab jahîly

(kesusasteraan Arab), baik sya’ir maupun natsar, sebab nuzûl dan adat-adat

kebiasaan orang Arab dalam mempergunakan tutur kata, menjadi sumber

tafsir bagi golongan tafsîr bil ra’y. Selain itu, para sahabat ini menjadikan

kisah-kisah isra’iliyyat dan penjelasan-penjelasannya sebagai dasar bagi

tafsir. Ibn Abbas banyak bertanya kepada Ka’ab al-Ahbar (orang Yahudi

yang telah masuk Islam).41

Setelah tafsîr bi al-ra’y mengukuhkan diri sebagai bagian dari tafsir

yang ortodoks pada abad ke-III H, masuklah kemudian ke dalam batas

ortodoksi corak tafsîr bi al-isyârî, yaitu pentakwilan ayat-ayat al-Qur’an

yang berbeda dengan makna lahirnya untuk menunjukkan makna yang

tersembunyi sesuai dengan petunjuk khusus yang diterima seorang sufi.42

Al-Dzahabi menggunakan kata sufi (وفي dalam menyebut tafsir sufi. Ia (الص

mengungkapkan bahwa tafsir sufi ( تفسير صوفي ) adalah:

ا ف عملي كان له أثره في تفسير القرآن الكريم مم ف نظري وتصو وكل من تصو

وفي جعل التفسير الص

“Tasawuf terbagi menjadi dua bagian yaitu nazarî dan ‘amalî, masing-

masing mempunyai pengaruh dalam penafsiran ayat al-Qur’an

sehingga membentuk penafsiran sufistik.”43

41

Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, (Semarang: PT. Pustaka Rizki

Putra, 2011), hal. 179. 42

Muhammad Husain al-Dzahabi, Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz II, hal. 261. 43

Muhammad Husain al-Dzahabi, Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz II, hal. 251.

Page 43: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

27

Tafsir semacam ini telah ada semenjak abad ke III hijriah, ulama sufi

yang menempuh jalan tasawuf berupaya menafsirkan makna ayat secara

sufistik dan menulis dalam kitab tafsir. Abȗ Muhammad Sahl bin Abdullah

bin Yunus bin ‘Isa bin Abdullah al-Tustarî telah mengarang kitab tafsir yang

berjudul Tafsîr al-Qur’an al-Azîm atau Tafsîr al-Tustarî. Ia lahir pada tahun

200 H di daerah Ahwaz dan wafat di Basrah tahun 283 H. Ia termasuk orang

‘ârifîn terkenal dengan sikap wara’ dan mendapat anugrah karamah. Dalam

hidupnya, Tustarî (w. 283 H) pernah bertemu dengan sufi besar yaitu

Dzunnûn al-Misrî.44

Sufi lain yang menyusun kitab tafsir adalah al-Sulamî dengan nama

kitabnya Hâqaiq al-Tafsîr. Al-Sulami merupakan seorang tokoh sufi

Khurasan yang lahir pada tahun 330 H dan wafat tahun 412 H, termasuk

sufi periode abad IV H. Menurut al-Dzahabi, kitab tafsir al-Sulamî ini

polanya sama dengan tafsir al-Tustarî yaitu tidak setiap ayat yang diberikan

penafsiran. al-Sulamî menyusun kitab tafsir berdasarkan kumpulan

penafsiran dari ahli hakikat/ para sufi kemudian disusun menurut tertib surat

dalam al-Qur’an. Nama kitabnya Hâqaiq al-Tafsîr terbatas pada

penggunaan pola isyârî dan tidak berlandaskan makna zahir.45

Tafsir al-

Sulamî ini lebih lengkap ketimbang tafsir sebelumnya yakni Tafsîr al-

Tustarî, karena merangkum penafsiran para sufi sebelumnya yang bercorak

isyârî termasuk Tafsîr al-Tustarî.

44

Al-Dzahabi, Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz II, hal. 281. Dzunnûn al-Misrî (w.

860 M) dikenal peletak ajaran ma’rifah. Pengetahuan sufi tentang tuhan itu Esa, melalui

perantaraan hati sanubari. Inilah pengetahuan hakiki tentang tuhan yang disebut dengan

ma’rifah. Lihat. Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1992), hal. 76. 45

Muhammad Husain al-Dzahabi, Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz II, hal. 284.

Page 44: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

28

Kemudian abad abad ke V hijriah, ‘Abd al-Karîm bin Hawazin al-

Qusyairî (w. 465 H) mengarang kitab tafsir yang berjudul Latâif al-Isyârat.

Tafsirnya ini mencerminkan tafsir sufistik yang menyingkapkan tentang

zauq dan memunculkan perasaan yang diperoleh dalam mujâhadah. Di

dalamnya mengandung makna halus al-Qur’an dari penjelasan para sufi.46

Disebutkan oleh Iyazi bahwa al-Qusyairi juga pernah belajar pada al-Sulamî

(w. 412 H).47

Tafsir Sufistik yang muncul pada perkembangan berikutnya yaitu

pada abad VI hijriah yang disusun oleh Ibnu ‘Arabi dengan nama Tafsîr al-

Qur’an al-Azîm. Ibn ‘Arabi lahir di Murcia, Andalus pada tahun 560 H/

1165 M dan lama tinggal di Isybili yaitu sekitar 30 tahun. Di sini ia banyak

menimba ilmu dari beberapa guru di antaranya Abȗ Muhammad ‘Abd al-

Haq bin ‘Abd al-Rahmân al-Isybillî dan al-Qâdî Abȗ Muhammad Abdullah

al-Bazillî sehingga Ibn ‘Arabi dikenal dengan ketinggian ilmunya.39 Dari

perjalanan hidupnya di wilayah timur dan di saat itu pulalah ia

memperdalam pengetahuan tasawufnya maka daerah terakhir yang menjadi

ujung perjalanan hidupnya adalah di Damaskus. Ia wafat dan dikuburkan di

kota itu pada tahun 638 H/1240 M.48

Ibn ‘Arabi adalaah seorang yang

menguasai bermacam ilmu pengetahuan di samping tasawuf. Ia juga dikenal

mengarang kitab hukum, sejarah, sastera, dan yang mengesankan karangan

46

Disebutkan juga di belakang namanya denhan Naisyaburi dimana ia memang

berasal dari daerah Naisyabur (376-465 H). Dalam madzhab fiqh, ia pengikut ajaaran

Syafi’i dan dalam madzhab kalam ia masuk aliran Asy’ari. Lihat. Muhammad ‘Ali ‘Iyâzi,

Al-Mufassirûn Hayâtuhum wa Manhajuhum, (Taheran: Wizârah Thaqâfah Islamiyah, 1414

H/ 1994 M), hal. 603-605. 47

Nama al-Qusyairi sangat terkenal dengan kitab risalahnya yaitu Risalah al-

Qusyairi. Lihat. ‘Iyâzi, Al-Mufassirûn Hayâtuhum wa Manhajuhum, hal. 604. 48

Mustafa bin Sulaiman, Syarh Fusȗs al-Hikâm, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah,

2007), h. 9. Lihat juga. Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, hal. 92.

Page 45: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

29

tasawufnya yang bercorak filsafat yaitu al-Futȗhat al-Makkiyyah, Fusȗs al-

Hikâm serta kitab tafsir yang bercorak sufistik. Karena itu ia dikenal dengan

filsuf sufi.49

Pada abad ke V H penafsiran para sufi masih dianggap heterodoks.

Abû al-Hasan al-Wahidî (w. 468 H./1075 M.) ketika mengomnetari Haqâiq

al-Tafsîr mengatakan bahwa siapapun yang meyakini kitab itu adalah tafsir

maka sungguh ia telah kafir. Komentar yang lebih baik terhadap tafsîr bi al-

isyâri baru muncul pada abad ke-7. Ibn al-Salâh (w. 645 H./ 1247 M.)

berkata bahwa berdasarkan prasangka baiknya terhadap orang-orang

terpercaya di kalangan sufi, ia menganggap perkataan para sufi itu sebagai

sisi lain dari isi kandungan al-Qur’an. Hanya saja para sufi tidak boleh

mengklaim pendapat mereka sebagai tafsir, atau berupaya menafsirkan kata-

kata al-Qur’an secara sewenang-wenang seperti yang dilakukan kaum

Bâtiniyyah.50

Al-Qurtubî (w. 671H) menuduh tafsir kaum Bâtiniyyah

sebagai tafsir heterodoks, karena kaum Bâtiniyyah ini terlebih dahulu

meyakini suatu ra’y, baru kemudian mencari dalilnya dalam al-Qur’an.

Selain itu mereka tidak memedulikan konteks ayat, sehingga mereka

menafsirkan ayat semata-mata berdasarkan keumuman lafaznya, tanpa

memerhatikan berbagai atsar yang mungkin membawa informasi penting

tentang makna ayat yang sesungguhnya.51

49

‘Abd al-A’lâ ‘Afifî, Ta’liq Fusȗs al-Hikâm, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Arabi,

1980), hal. 9. 50

Badruddin Abȗ Abdullah Muhammad bin Abdullah bin Bahadur bin Abdullah al-

Mihaji al-Zarkasyi, Al-Burhân fi ‘Ulȗm al-Qur’an, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1980), hal. 187. 51

Abȗ Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Ansarî al-Qurtubî,Ta’liq. Muhammad

Ibrahim al-Hifnawi, Takhrij. Mahmud Hamid Utsmân, Tafsîr al-Qurtubî, (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2008), vol 1, hal. 34.

Page 46: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

30

Pada abad ke VIII H, tafsir kaum sufi ini telah diakui secara penuh

sebagai bagian dari ortodoksi. Hal ini besar kemungkinan disebabkan usaha

al-Ghâzali (w. 505 H) dua abad sebelumnya yang membela habis-habisan

tafsir kaum sufi ini dalam karyanya, Ihyâ ‘Ulȗm al-Dîn.52

Selain itu setelah

abad ke VI H, ajaran-ajaran sufi telah diterima dan dipraktikan secara luas

oleh masyarakat muslim. Akibatnya, resistensi terhadap tafsir kaum sufi ini

semakin lama semakin memudar, sedang dukungan terhadapnya terus

bermunculan.

Ibn ‘Atâillah al-Sakandarî (w.709 H./ 1309 M.). seorang sufi

masyhur dari Mesir, menyatakan bahwa al-Qur’an selain mengandung

makna eksoterik juga mengandung makna esoterik. Disebutkan dalam hadis

bahwa setiap ayat itu memiliki makna zâhir dan bâtin. Karena itu, kita

hendaknya tidak mengabaikan adanya tafsir esoterik hanya karena hasutan

orang yang menentangnya.

Menurut al-Sakandarî, tafsir kaum sufi ini tidak bermaksud memutar

balikkan isi al-Qur’an. Kecuali tafsir tersebut mengklaim bahwa hanya

makna esoterik yang benar sedang makna eksoteriknya keliru. Ia juga

berpendapat bahwa tafsir kaumini sufi ini tidak bermaksud menggantikan

tafsir eksoterik. Pernyataan ini disebut lebih jauh oleh al-Taftâzanî (w. 791

H./1388 M.). Menurutnya, menafsirkan al-Qur’an dengan makasud

menghilangkan syariat seperti yang dilakukan kaum Bâtiniyyah. Apa yang

dilakukan para sufi tidak demikian. Mereka meyakini bahwa al-Qur’an

pertama-tama harus ditafsirkan berdasarkan makna-makna eksoteriknya

52

Al-Ghâzali, Ihya ‘Ulȗm al-Dîn, (Kairo: Dâr al-Hadîs), juz 1, hal. 290-297.

Page 47: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

31

terlebih dahulu, baru sejalan dengan itu dikemukakan pula makna-makna

esoteriknya. Menurut al-Taftâzanî, yang demikian itu tidak termasuk tafsir

yang heterodoks, justru merupakan ciri kesempurnaan iman dan kejernihan

pengetahuan.53

C. Legalitas dan Otoritas Tafsir Sufi

Salah satu perspektif yang lahir dari usaha untuk memahami al-Qur’an

adalah tafsir dengan corak sufistik. Sebuah tafsir yang mencoba membedah

noktah-noktah al-Qur’an berdasarkan sudut pandang mistis.54

Kehadiran

tafsir dengan corak ini tidak terlepas dari perkembangan ajaran tasawuf

yang menekankan seseorang untuk mengolah sisi spritualitas dirinya degan

berbagai latihan ruhani, dalam istilah para sufi biasa disebut dengan

mujâhadah dan riyâdah.55

Selain itu, kegelisahan para sufi melihat adanya

segolongan umat Islam yang merasa puas dengan pendekatan diri kepada

Tuhan melalui ibadah lahiriyah semata dan mengabaikan esensi batin dari

ibadah.56

Seperti shalat misalnya, bagi para sufi tidak dapat dipandang

hanya sebagai aktifitas gerak badan semata melainkan juga sebagai media

perjumpaan hamba dengan Allah (liqâ ila Allah), dengan khusu’ dan

kesungguhan. Bahkan lebih dari itu, shalat seorang hamba Allah akan

53

‘Abdurrahman ibn Abî Bakr Jalâl al-Dîn al-Suyȗtî, al-Itqân fi ‘Ulȗm al-Qur’an,

(Mesir: al-Haiah al-‘Âmmah li al-Kitâb, 1974 M), juz II, hal. 184-185. 54

Moh. Azwar Hairul, Mengkaji Tafsir Sufi Ibn ‘Ajîbah: Kitâb al-Bahr al-Madîd fî

Tafsîr al-Qur’an al-Majîd, (Tangerang Selatan: Young Progressive Muslim, 2017), hal. 27. 55

Sebagaimana disebutkan bahwa tasawuf merupakan representasi dari dimensi

mistisisme Islam. Tujuan utama dari ajarannya adalah agar menjadikan seorang hamba

dapat berhubungan langsung dengan Tuhan. Harun Nasution mengunggkapkan bahwa

intisari dari dari mistisme ialah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh

manusia dengan Tuhan dengan mengasingkan diri dan berkontemplasi. Harun Nasution,

Falsafah dan Mistisme dalam Islam (Jakarta:Bulang Bintang, 2014), hal.43 56

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press,

1986), juz II, hal. 9.

Page 48: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

32

mengantarnya menyaksikan Allah (musyâhadah ila Allah) dengan

penglihatan spritual.57

Ada beberapa istilah yang dipakai ulama untuk menyebut tafsir sufi

dan sejenisnya. Secara umum seluruh istilah ini dipakai untuk penafsiran

yang menekankan dimensi esoterik ayat, termasuk diantaranya penafsiran

para filosof dan mu’tazilah. Istilah-istilah tersebut adalah Tafsîr al-Bâtinî

atau Bâtiniyah, Tafsîr Isyârî, al- Tafsîr al-Faidî, al- Tafsîr al-Ramzî, al-

Tafsîr bi Bâtini al-Qur’an, al-Manhâj al-Ramzî, al- Tafsîr al-Sȗfi, dan al-

Manhâj al-Tamtsîlî, dan Tafsîr al-Irsyâdî. Perbedaan istilah ini disebabkan

masing-masing memiliki karakteristik yang digunakan dalam menakwilkan

al-Qur’an. Namun secara teknis, semua jenis tafsir ini memiliki persamaan,

yaitu berusaha menggali makna esoterik yang tersembunyi dibalik makna

lahir ayat.58

Muhammad Husain al-Dzahabi membagi corak tafsir sufi

berdasarkan kategori tasawuf yang dikemukakannya menjadi tasawuf ‘amali

dan nazâri. Kedua aliran tasawuf ini membentuk jenis tafsir sufi isyârî dan

tafsir sufi nazârî.59

Tafsir sufi isyârî merupakan pengungkapan makna isyârî

ayat oleh para sufi. Secara definitif dinyatakan bahwa:

57

Tamrin, Tasawuf Irfâni: Tutup Nasut Buka Lahut, (Malang: UIN Maliki Press,

2010), hal. 100. 58

Berbagai istilah di atas dikemukakan oleh beberapa ulama dan sarjana: seperti

tafsir al-Batini di populerkan oleh ‘Alî al-Sabuni, Tafsîr Isyârî yang disebutkan Subhi al-

Shalih dan oleh Manna al-Qattân yang diidentikkannya sebagai tafsir Faidi. Untuk istilah

tafsir al-Ramzi dipakai oleh al-Dzahabi dan al-Shirazi. Adapun al-Alûsi menyebut dengan

istilah Tafsîr al-Irsyâdi. Ketiga istilah terakhir dipopulerkan oleh Ahmad Khalil, Manhaj al-

Ramzi, Tafsîr al-Sûfî, dan al-Manhaj al-Tamtsili. Lihat. Habibi Al-Amin, Emosi Sufistik

Dalam Tafsir Isyari: Melacak Kejiwaan Mufassir, (Ponorogo: SPIP Press, 2015), hal. 23. 59

Muhammad Husain al-Dzahabi, Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz II, hal. 251.

Page 49: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

33

هو تأويل ايات القرآن الكريم على خلف مايظهر منها بمقتضي اشارة خفية تظهر

لوك ويمكن التطبيق منها بينها و بين الظواهر المرادة ألرباب الس

“Menakwilkan ayat al-Qur’an di luar makna zahirnya melalui isyarat

tersembunyi yang nyata bagi suluk (pelaku tasawuf), dan

dimungkinkan menguatkan makna isyârî dan makna zahir yang

dimaksud ayat.”60

Definisi di atas dapat dipahami bahwa tafsir sufi isyârî adalah

menjelaskan ayat al-Qur’an dengan jalan menakwilkan ayat di luar makna

zahirnya yang dipahami oleh pelaku tasawuf (sulȗk) melalui isyarat yang

terkandung (terselubung) di dalam susunan ayatnya. Disamping itu selain

mengambil ayat secara isyârî diambil juga makna zahirnya. Proses

menafsirkan ayat baginya berangkat dari hati dengan latihan rohani dan

memperoleh pengetahuan rabbanî, sehingga ia mampu menangkap isyarat

suci dari ayat.61

Bila dicermati penggunaan makna zahir dalam tafsir sufi,

tidak sama dalam implementasinya. Ada yang menggunakan makna zahir

serta makna isyârî nya, ada yang dominan pendekatan makna zahirnya

bahkan ada yang mengabaikan makna zahirnya.62

Sedangkan tafsir sufi nazârî adalah:

فه علوى مباحوث نظريوة وتعوالم فلسوفية فكوان مون البودهي أن ينظور هو مون بنوى تصوو

فة الى القرآن نظرة تتمشى مع نظا ري اتهم وتعاليمهم هؤلء المتصو

Ahli sufi yang membangun ajaran tasawufnya berdasarkan pada

pemahaman teoritis dan ajaran filsafat sehingga mereka para ahli

tasawuf itu memandang ayat al-Qur’an dengan pandangan yang

cenderung larut dalam teori dan ajaran filsafatnya.

60

Muhammad Husain al-Dzahabi, Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz II, hal. 261. 61

Al-Alȗsi, Rȗh al-Ma’âni fi Tafsîr al-Qur’an al-‘Azîm wa Sab‟i al-Matsâni

(Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2001), juz I, hal. 6. 62

Septiawadi, Tafsir Sufistik Said al-Hawwa dalam al-Asâs fi al-Tafîr, (Jakarta:

Lectura Press, 2004), hal. 101.

Page 50: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

34

Para sufi nazârî menjelaskan makna sufistik al-Qur’an berdasarkan

pada kajian teoritis dan ajaran filsafat. Proses memahami ayat baginya

beranjak dari pikiran dan pengetahuan teoritisnya yang kemudian

diwujudkan dalam menjelaskan ayat.

Dalam diskursus ilmu al-Qur’an, tafsir sufi sering dicurigai secara

berlebihan oleh para penolaknya. Sehingga dalam ketegorisasi dalam

memilah antara tafsir yang dinilai telah memenuhi syarat (mahmȗd/

ortodoks) dan penafsiran yang dinilai tercela (mazmȗm/ heterodoks), tasir

sufi ada yang mengatakan termasuk dalam kategori kedua, yaitu tafsir yang

tercela dinilai telah menyimpang dan terkadang disebut sebagai bid’ah. Hal

ini disebabkan penafsiran sufi berusaha menguak makna batin al-Qur’an

yang terkadang dalam beberapa kasus tafsir sufi tidak terikat dengan

ketentuan makna literal atau lahiriah teks. Dari sinilah kemudian

mengilhami beberapa sarjana seperti Ignaz Goldziher yang secara simplistik

menyamakan tafsir sufi dan tafsir Bâtiniyah.63

Paling tidak penolakan terhadap tafsir sufi berlandaskan beberapa

alasan: pertama, adanya kekhawatiran tafsir jenis sufi hanya berpijak pada

makna batin (esoterik) saja dan mengabaikan makna zahirnya (eksoterik)

akibatnya dimensi syari’at dilecehkan. Kedua, makna yang diproduksi para

mufassir, dalam hal ini para sufi terkadang mengabaikan kaidah bahasa

Arab. Makna denotatif ditundukkan dengan oleh makna konotatif yang

diperoleh oleh sufi berdasarkan pengalaman spritualnya. Walhasil, makna

63 Ignaz Goldziher, Mazhab Tafsir: Dari Aliran Klasik Hingga Modern, Terj. M.

Alaika Salamullah dkk, (Yogyakarta: el-Saq, 2006), hal. 306.

Page 51: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

35

yang dihasilkan sangat bersifat subjektif dan irasional dan sangat sulit

dipahami. Terlebih lagi para sufi mengklaim makna tersebut merupakan

limpahan langsung dari Tuhan (given/mauhubah). Ketiga, tafsir jenis ini

juga kerap dicurigai bagian dari tasawuf, sementara tasawuf sendiri masih

sering dianggap sebagai ajaran menyimpang dari al-Qur’an dan Hadits.

Bahkan lebih dari itu, tasawuf dianggap sebagai ajaran kaum musyrikin

yang dimasukkan dalam ajaran Islam.64

Keempat, bagi sebagian kelompok

menilai tafsir sufi merupakan produk paham syiah, yang dalam doktrinnya

meyakini para imam mereka memiliki otoritas mutlak dalam penafsiran al-

Quran. Bagi mereka, para imam tidak lain adalah mata rantai pewaris ilmu

batin al-Qur’an dari Rasulullah. Sedangkan kelompok yang menolak tafsir

sufi ini mengatakan bahwa yang memiliki otoritas menjelaskan kandungan

ayat al-Qur’an hanyalah Rasulullah dan para sahabatnya.65

Agaknya untuk

alasan yang keempat ini tidak terlepas dari problem sentimen sektarian

dalam Islam, khususnya antara mazhab sunni dan syiah.

Adapun kalangan yang mengakui tafsir sufi menyatakan bahwa upaya

penyingkapan makna batin al-Qur’an yang dilakukan oleh penafsir sufi

sejatinya berpedoman langsung dari ayat-ayat al-Qur’an, salah satunya pada

QS. Muhammad ayat 24:

64 M. Ulinnuha Khusman, “Tafsir Esoterik: Sebuah Metode Penafsiran Elit yang

Terlupakan,” Suhuf : Jurnal Kajian al-Quran dan Kebudayaan, Vol, 3, No 2, 2012, hal.20. 65 Salman Fadlullah, “Tafsir Ishari: Menguak Aspek yang Terabaikan dari al-

Qur’an. Mulla Shadra,” Jurnal Filsafat Islam dan Mistisisme, Vol. I, No. 4, 2011, hal. 175 .

Page 52: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

36

Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati

mereka terkunci?

Bagi para sufi ayat ini mengisyaratkan bahwa al-Qur’an memiliki

makna lahir dan batin. Ayat ini dianggap sebagai dorongan untuk menyibak

makna terdalam al-Qur’an hingga mencapai puncak pemahaman yang

tertinggi tentang Tuhan (ma’rifatullah). Bagi para sufi membaca (tilâwah al-

Qur’an) saja tidak cukup, tetapi juga diperlukan tadabbur al-Qur‟an yang

dalam pengertiannya; mengkaji, mempelajari, dan melihat secara mendalam

dengan kalbu.66

Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan oleh al-

Qusyairi dalam tafsirnya bahwa dengan tadabbur al-Qur’an akan membuka

jalan menuju hakikat pengetahuan tentang Tuhan (irfân).67

Di samping itu, para sufi juga menjustifikasi pemikiran mereka

berlandaskan pada salah satu riwayat yang berbunyi:

مطلع ما أنزل هللا اية ال لها ظاهر و باطن وكل حرف حد ولكل حد

Allah tidak menurunkan satu pun, setiap ayat memiliki makna lahir

dan batin. Setiap huruf memiliki batasan-batasan tertentu. Dan setiap

batasan memiliki tempat untuk melihatnya.68

66 Kautsar Azhari Noer, “Hermenutik Sufi: Sebuah Kajian atas Pandangan Ibnu

‘Arabi tentang Takwil al-Qur’an”, Jurnal Kanzphilosophia: a journal for Islamic

philosophy and Mysticism, Vol 2, No. 2, December, 2012, hal. 319. 67 Abȗ Qâsim al-Qusyairî, Latâif al-Isyârât (Beirut: Dâr al-Kutȗb al-‘Ilmiyyah,

1971), juz III, hal. 204. 68 Dari riwayat ini kemudian menginspirasi seorang mufassir sufi klasik Sahl al-

Tustari untuk membagi makna ayat al-Qur’an menjadi empat: zâhir, bâtin hadd, dan matla’. Makna lahir zahir berarti makna yang dihasilkan sesuai dengan bacaan. Makna batin lebih

mengarah kepada pemahaman yang dihasilkan dari makna lahir oleh kerenaya Tustari

menyebutnya sebagai fahm. Adapun makna hadd adalah makna yang menunjukkan hukum

dari suatu ayat, seperti halal dan haram dari suatu ayat al-Qur’an, dan matla’ adalah makna

yang diperoleh dari bimbingan hati (isyârât al-Qalbi) untuk mencapai makna yang

dimaksud oleh Allah swt. Lihat Muhammad Ḥusain al-Dzahabi, Tafsir wa Al-Mufassirun,

(Kairo: Maktabah Wahbah 2000), juz II, hal. 282.

Page 53: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

37

Dalam riwayat lain juga mengindikasikan adanya contoh penafsiran

dengan pemgambilan makna isyarat yang terkandung di balik kandungan

tekstual al-Qur’an, berdasarkan Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Abbas yang

dikisahkan dapat memahami secara langsung makna tersirat dari Qur’an

surah al-Nasr: ayat 1-3. Yang menurut Ibnu ‘Abbas mengisyaratkan tanda-

tanda kedatangan ajal nabi Muhammad. Menurut beberapa ulama’, riwayat

tersebut mengindikasikan adanya pemahaman yang tersirat di balik zahir

ayat. Sekalipun penafsiran yang dilakukan oleh Ibn Abbas tersebut secara

metodologis tidak sama persis seperti penafsiran yang dilakukan oleh para

sufi, namun beberapa ulama sepakat riwayat tesebut sebagai bukti adanya

peluang untuk menggali makna-makna al-Qur’an atau isyarat yang

tersembunyi dibalik makna tekstualnya.69

Kendati argumen para sufi dibangun berdasarkan al-Qur’an dan

Hadits, keberadaan tafsir sufi tetap saja dicurigai, dengan kekhawatiran

adanya berbagai penafsiran yang melenceng. Oleh sebab itu, agar menjaga

tidak terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam tafsir ini, maka para

ulama memperketat persyaratan-persyaratan agar dapat diterima dikalangan

umum. Husain al-Dzahabi misalnya mengemukakan syarat-syarat tersebut

antara lain: Pertama, tidak menafikan makna zahir ayat (kandungan

tekstualnya). Kedua, penafsiran itu diperkuat oleh dalil syara’. Ketiga,

penafsiran itu tidak bertentangan dengan dalil ‘aqli atau rasio. Keempat,

para sufi yang menafsirkan al-Qur’an tidak mengklaim bahwa hanya

69 Manna al-Qattân, Mabâhits fî ‘Ulȗm al-Qur’an, (al-Qâhirah: Maktabah Wahbah),

h. 347; Muhammad ‘Ali Al-Sabunî, al-Tibyân fi ‘Ulȗm al-Qur’an, (Pakistan: Maktabah al-

Busra, 2011), hal.121; Nur al-Din, ‘Ulȗm al-Quran al-Karîm, (Damaskus : Matba’ah al-

Sibl, 1993), hal. 97-98.

Page 54: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

38

penafsiran batinlah yang dikehendaki Allah, sementara kandungan

tekstualnya tidak.70

Adapun ‘Ali al-Sabunî menambahkan tiga persayaratan

lagi, yaitu: (1) makna zahirnya tidak bertentangan dengan makna batinya,

(2) penakwilannya tidak melampaui konteks kata, (3) tidak mengacaukan

pemahaman orang awam.71

Berdasarkan syarat-syarat yang ditetapkan di atas akan memunculkan

kerumitan dalam menilai kebenaran tafsir isyârî, hal ini disebabkan oleh

cara pandang tafsir sufi berbeda dengan yang lainnya. Pasalnya,

karakteristik utama tafsir sufi bersifat wijdanî, sehingga amat sulit

diidentifikasi dengan akal semata. Bahkan jika ditinjau dalam beberapa

kasus tafsir sufi sama sekali tidak terikat dengan kaidah kebahasaan ataupun

kaidah-kaidah lain yang biasa digunakan oleh mufassir pada umumnya.

Namun paling tidak dengan syarat-syarat demikian, dapat ditarik

kesimpulan bahwa tafsir sufi pada hakikatnya adalah tafsir yang sangat

eksklusif. Hanyalah orang-orang tertentu yang telah mencapai kematangan

ilmu hakikat (tasawuf) yang dapat melakukannya. Ini sejalan dengan esensi

tasawuf sebagai hubungan antara Allah dan hambanya. Selain, itu yang

tidak kalah penting dalam tujuan tasawuf adalah kebersihan hati dan

kesucian jiwa.

D. Prokontra Tafsir Sufi yang bercorak Isyari

Dalam penelitian ini, penulis ingin memaparkan prokontra para Ulama

terhadap tafsîr isyârî. Sebelum membahas lebih lanjut tentang tafsîr isyârî,

70 Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz II, hal.279. 71

‘Ali Al-Sabunî, al-Tibyân fi ‘Ulȗm al-Qur’an, hal. 121.

Page 55: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

39

Penulis akan memaparkan latar belakang timbulnya tafsîr isyârî.

Perkembangan sufisme yang kian marak di dunia Islam, di tandai oleh

praktik-praktik asketisme dan askapisme dan dilakukan oleh generasi awal

Islam, hal ini dimulai sejak munculnya konflik politis peninggal Nabi

Muhammad SAW, praktik seperti ini berkembang pada masa berikutnya.

Seiring berkembangnya aliran sufi merekapun menafsirkan al-Qur’an

sesuai dengan paham sufi yang mereka anut. Pada umumnya kaum sufi

memahami ayat-ayat al-Qur’an bukan sekedar dari lahir yang tersurat saja,

namun mereka memahami secara batin atau secara tersurat.

Para sufi pada umumnya berpedoman pada hadis Rasulullah SAW:

حد ولكل حد مطلع لكل أية ظهر وبطن ولكل حرف

Setiap ayat itu mempunyai makna zahir dan batin dan setiap huruf itu

mempunyai batasan dan setiap batasan ada tempat melihatnya.

Hadis di atas adalah merupakan dalil yang digunakan oleh para sufi

untuk menjustifikasi tafsir mereka yang eksentrik menurut mereka di balik

makna zahir dalam redaksi teks al-Qur’an tersimpan makna batin, mereka

menganggap penting makna batin ini, mereka mengklaim bahwa penfasiran

seperti itu bukan lah unsure asing (ghaib) melainkan sesuatu yang indra

dengan al-Qur’an.72

Tafsir jenis ini telah dikenal sejak awal turunnya al-Qur’an kepada

Rasulullah SAW sehingga dasar yang dipakai dalam penafsiran ini

umumnya juga mengacu pada penafsiran al-Qur’an melalui hirarki sumber-

72

Nana Mahrani, “Tafsir al-Isyari”, Jurnal Hikmah, Vol. 14, No. 1 Januari, Juni

2017, hal. 58.

Page 56: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

40

sumber Islam tradisional yang disandarkan kepada nabi, para sahabat dan

kalangan tabi’in.

Di samping itu, selain penafsiran yang disandarkan melalui jalan

periwayatan secara tradisional, ada sebuah doktrin yang cukup kuat yang

dipegangi kalangan sufi, yaitu bahwa para wali merupakan pewaris

kenabian. Mereka mengaku memiliki tugas yang serupa, meski berbeda

secara subtansial. Jika para rasul mengemban tugas untuk menyampaikan

risalah ilahiyah kepada umat manusia dalam bentuk ajaran-ajaran agama,

maka para sufi memikul tugas guna menyebarkan risalah akhlaqiyah, ajaran-

ajaran moral yang mengacu kepada keluhuran budi pekerti.

Klaim sebagai pengemban risalah akhlaqiyah memberi peluang bagi

kemungkinan bahwa para sufi mampu menerima pengetahuan Tuhan berkat

kebersihan hati mereka ketika mencapai tahap ma’rifat dalam tahap-tahap

muroqobah kepada Allah SWT. Wal hasil, dalam penafsiran sufi

mufassirnya tidak menyajikan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an melalui jalan

I’tibari dengan menela’ah makna harfiyah ayat secara zahir. Tapi lebih pada

menyuarakan signifikansi moral yang tersirat melalui penafsiran secara

simbolik atau dikenal dengan penafsiran isyari.

Ketika ilmu-ilmu agama dan sains mengalami kemajuan pesat serta

kebudayaan Islam menyebar keseluruh pelosok dunia dan mengalami

kebangkitan dalam segala seginya, maka berkembanglah ilmu tasawuf.

1. Pengertian Tafsîr al-Isyârî

Isyârah adalah merupakan masdar dari kalimat asyâra yusyîru

isyâratan yang berarti penunjukan, memberi isyarat. Sedangkan tafsîr isyârî

Page 57: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

41

adalah menakwilkan (menafsirkan) ayat al-Qur’an al-Karim tidak seperti

zahirnya, tapi berdasarkan isyarat yang samar yang bisa diketahui oleh

orang yang berilmu dan bertakwa, yang pentakwilan itu selaras dengan

makna zahir ayat–ayat Al-Qur’an dari beberapa sisi.73

Adapun isyârah menurut istilah adalah apa yang ditetapkan (sesuatu

yang bisa ditetapkan/dipahami, diambil) dari suatu perkataan hanya dari

mengira-ngira tanpa harus meletakkannya dalam konteksnya74

(sesuatu yang

ditetapkan hanya dari bentuk kalimat tanpa dalam konteksnya. Menurut al-

Jahizh bahwa ’isyarat dan lafal adalah dua hal yang saling bergandeng,

isyarat banyak menolong lafal (dalam memahaminya), dan tafsiran

(terjemahan) lafal yang bagus bila mengindahkan isyaratnya, banyak isyarat

yang menggantikan lafal, dan tidak perlu untuk dituliskan.75

Tafsîr al-isyârî menurut Imam Ghazâlî adalah usaha mentakwilkan

ayat-ayat al-Qur’an bukan dengan makna zahirnya melainkan dengan suara

hati nurani, setelah sebelumnya menafsirkan makna zahir dari ayat yang

dimaksud.76

Penafsiran al-Qur’an yang berlainan menurut zahir ayat karena

adanya petunjukpetunjuk yang tersirat dan hanya diketahui oleh sebagian

ulama, atau hanya diketahui oleh orang yang mengenal Allah yaitu orang

yang berpribadi luhur dan telah terlatih jiwanya (mujahadah).77

73

Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus

2001), hal. 97. 74

Muslih Maruzi, Wahyu Al-Qur’an, Sejarah dan Perkembangan Ilmu Tafsir.

(Jakarta: Pustaka Amani 1987), hal. 78. 75

Syeikh Khalid ‘Abd al-Rahman, Usul Tafsîr wa Qawâ’iduhu, ( Damaskus: Dâr al-

Nafâis. 1994), hal. 207. 76

Ahmad Zuhri, Risalah Tafsir, Berinteraksi dengan Al-Qur’an versi Imam Al-

Ghazali, (Bandung: Citapusaka Media 2007), hal. 190. 77

Muhammad Ali al-Sabunî, Studi Ilmu Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia 1999),

hal. 142.

Page 58: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

42

2. Pandangan ‘Ulama terhadap Tafsîr al-Isyârî

Hukum tafsîr bi al-isyârah: Para ‘ulama berselisih pendapat dalam

menghukumi tafsîr al-isyârî, sebagian mereka ada yang memperbolehkan

(dengan syarat), dan sebagian lainnya melarangnya.78

Tafsîr al-isyârî dapat dibenarkan selama:

1. Maknanya lurus, tidak bertentangan dengan hakikat-hakikat

keagamaan, tidak juga dengan lafaz ayat.

2. Tidak menyatakan bahwa itulah satu-satunya makna untuk ayat

yang ditafsirkan.

3. Ada korelasi antara makna yang ditarik itu dengan ayat.

Sementara ‘ulama menambah syarat keempat bahwa ada dukungan

dari sumber ajaran agama yang mendukung makna isyari yang ditarik.

Badruddin Muhammad Ibn Abdullâh al-Zarkasyi adalah termasuk golongan

orang yang tidak mendukung tafsîr al-isyârî (menolak tafsîr al-isyârî),

hingga beliau mengatakan: “Adapun perkataan golongan sufi dalam

menfasirkan al-Qur’an itu bukan tafsir, melainkan hanya makna penemuan

yang mereka peroleh ketika membaca”. Seperti kata sebagian mereka

tentang firman Allah QS. Al-Taubah ayat 123:

78

Syaikh Muhammad ‘Abd al-Azîm al-Zarqâni, Manâhil al ‘Irfân fi ‘Ulum Al-

Qur’an, (Beirut: Dâr Ihya al-Turats al-Arabi) cet.II, juz I. hal. 546.

Page 59: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

43

“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di

sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan

daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang

yang bertaqwa.”

Yang dimaksudkan di sini adalah ”nafsu”. Alasannya: Illat perintah

memerangi orang yang disekeliling kita itu adalah karena ”dekat”. Padahal

tidak ada satu yang lebih dekat kepada manusia daripada nafsunya sendiri.

Demikian juga al-Nasâfi mengatakan, sebagaimana dijelaskan al-

Zarqânî dan al-Suyûti bahwa: ”Nas-nas itu harus berdasarkan zahirnya,

memutarkan pada arti lain yang dilakukan oleh orang kebatinan adalah

merupakan bentuk penyelewangan”.79

3. Contoh-contoh Sampel Tafsir al-Isyari

1. Contoh bentuk penafsiran secara isyârî antara lain adalah pada

QS. al-Baqarah ayat 67:

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi

betina.

Beberapa karya tafsîr al-isyârî yang terkenal antara lain: tafsîr al-

Naisabûrî, tafsîr al-‘Alûsi, tafsîr al-Tustarî, tafsir Ibn ‘Arabi.

2. Contoh bentuk penfasiran secara isyari antara lain adalah QS. al-

Nasr ayat 1:

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan

79

Ahmad Musthofa Hadnan, Problematika Menafsirkan Al-Qur’an, (Semarang:

Toha Putra 1993), hal. 46.

Page 60: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

44

Tetapi dalam tafsîr al-isyârî diberi makna bahwa ayat tersebut

menunjukkan isyarat dekatnya ajal nabi SAW.

3. Contoh bentuk penfasiran secara isyârî antara lain adalah QS.

Thaha ayat 24:

Pergilah kepada Fir'aun; Sesungguhnya ia telah melampaui batas.

Dalam hal ini para sufi menta’wilkan Fir’aun dengan hati. Maksudnya

bahwa Fir’aun itu sebenarnya hati setiap manusia yang mempunyai sifat

melampaui batas.

4. Contoh bentuk penfasiran secara isyârî antara lain adalah QS. al-

Qasas ayat 31:

Dan lemparkanlah tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular

dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seolah-olah Dia seekor ular

yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Kemudian

Musa diseru): "Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu

takut. Sesungguhnya kamu Termasuk orang-orang yang aman.

Para sufi meta’wilkan bahwa tongkat itu dilemparkan kepada siapapun

yang ada dimuka bumi dan orang yang bergantung kepada selain Allah.80

4. Kelebihan Tafsîr al-Isyârî

80

Jadi para sufi dalam menafsirkan al-Qur’an melalui makna zahir dan di bawa

kepada makna batin, karena makna zahir dan batin itu senantiasa bergandengan laksana dua

rel kereta api. Lihat jurnal Nana Mahrani, “Tafsir al-Isyari”, Jurnal Hikmah, Vol. 14, No. 1.

Page 61: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

45

Mempelajari beberapa pokok bahasan di atas terutama terhadap ulama

yang mendukung dan memperbolehkan penafsiran secara isyârî terlihat

beberapa kelebihan yang dimiliki tafsîr al-isyârî, yaitu:81

1. Tafsîr al-isyârî mempunyai kekuatan hukum dari Syara`

sebagaimana telah dijelaskan mengenai beberapa contoh penafsiran

secara Isyari, seperti penafsiran Ibn `Abbâs terhadap firman Allah

QS. al-Nasr ayat 1. Sehingga hamper semua sahabat dalam kasus

tersebut tidak ada yang memahami maknanya melainkan makna

secara zahir atau tekstual.

2. Apabila tafsîr isyârî ini, memenuhi syarat-syarat tafsir sebagaimana

yang telah disepakati para ulama tafsir, maka akan bertambah

wawasan dan pengetahuan terhadap isi kandungan Al-Qur’an dan

Hadits.

3. Penafsiran secara isyârî tidaklah menjadi aneh kalau Allah

melimpahkan ilmu pengetahuan kepada orang yang ia kehendaki

serta memberikan pemahaman kepada orang-orang pilihan, seperti

Abû Bakr, ‘Umar, Ibn `Abbâs dan Nabi Khidir AS.

4. Penafsiran isyârî mempunyai pengertian-pengertian yang tidak

mudah dijangkau sembarangan ahli tafsir kecuali bagi mereka yang

memiliki sifat kesempurnaan Iman dan kemurnian ma`rifat.

Tafsîr Isyârî atau tafsir golongan yang ma`rifat kepada Allah jelas

telah memahami makna tekstual atau makna lahir dari al-Qur’an, sebelum

menuju kepada makna secara isyarat. Hal ini mereka memiliki dua

81

Abu Wahid, “Tafsir Isyari dalam Pandangan Imam Ghazali”, Jurnal Ushuluddin,

Vol. XVI No. 2, Juli 2010.

Page 62: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

46

kelebihan, yaitu: Pertama, menguasai makna lahir ayat atau hadits. Kedua,

memahami makna isyaratnya.

Menelaah kembali perbedaan pandangan ulama tafsir terhadap tafsîr

al-isyârî terutama pendapat yang menganggap tafsîr al-isyârî tergolong ke

dalam tafsir mardud atau tertolak penuh dengan rekayasa dan khayalan para

penafsir. Disini terlihat beberapa kelemahan yang dimiliki tafsîr al-isyârî,

yaitu sebagai berikut :

1. Apabila tafsîr al-isyârî ini, tidak memenuhi syarat-syarat

sebagaimana telah disebutkan di atas, maka tafsir ini dapat dikatakan

tafsir dengan hawa nafsu atau rasio bertentangan dengan lahir ayat

yang dilarang oleh Allah.

2. Tafsîr al-isyârî yang telah kemasukan pena`wilan yang rusak

sebagaimana dipergunakan oleh aliran kebatinan. Tidak

memperhatikan beberapa persyaratan yang telah ditetapkan Ulama

sehingga berjalan bagaikan unta yang buta, yang akhirnya orang

yang awam berani mencecerkan kitab Allah, menakwilkan menurut

bisikan hawa nafsunya atau menurut bisikan setan. Orang-orang

tersebut menduga bahwa hal itu termasuk tafsîr al-isyârî akibat

kebodohan dan kesesatan mereka karena telah menyelewengkan

kitab Allah dan berjalan di atas pengaruh aliran kebatinan dan ateis.

Hal semacam itu kalaupun bukan merupakan penyelewengan

terhadap arti.

3. Penafsiran secara isyârî, kadang-kadang maknanya sangat jauh dari

ketentuan-ketentuan agama yang sudah qath`i atau pasti

Page 63: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

47

keharamannya. Seperti anggapan Ibn `Arabi terhadap orang-orang

musyrik yang menyembah patung.

Menurutnya mereka pada hakikatnya menyembah Allah bukan

menyembah patung dan patung adalah sebagai pengganti Allah. Penafsiran

secara isyârî tidak dapat dijangkau atau sulit dipahami oleh kaum awam

yang berakibat pada rusaknya agama orang-orang awam. Sebagaimana

ungkapan Ibn Mas`ûd ra, “Seseorang yang mengatakan kata-kata dihadapan

orang lain tidak dimengerti hal itu akan menjadi fitnah buat mereka.”

Dari penjelasan di atas jelas, bahwa tafsîr al-isyârî adalah salah satu

jenis tafsir yang dalam memberikan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an kental

dengan takwil, aspek-aspek esoterik dan isyarat-isyarat yang terkandung

dalam teks ayat-ayat al-Qur’an. Terlepas dari kontroversi yang terjadi dalam

mengomentari jenis tafsir ini, yang jelas tafsîr al-isyârî adalah merupakan

bentuk dari kontribusi dari ulama dalam memperkaya pembendaharaan

literatur tafsir yang sekaligus juga memperluas pemahaman tentang makna

al-Qur’an. Tafsîr al-isyârî telah memberi warna yang khas dalam diskursus

tafsir dari masa ke masa. Sebagaimana aliran tafsir lainnya yang berpaling

untuk dikembangkan, tafsîr al-isyârî pun berkemungkinan bagi upaya

pengembangannya untuk masa kini dan masa mendatang.

Tentu saja perhatikan terhadap rambu-rambu penafsiran supaya

termasuk tafsir isyâri al-maqbûl bukan tafsir isyâri al-mardûd. Berbeda

dengan tafsîr bi al-ma’sûr dan tafsîr bi al-ra’yi yang kebenaran (termasuk

pengembangannya) relatif mudah untuk diukur penerapan kriteria kebenaran

tafsîr al-isyârî sangatlah sulit. Ini terjadi karena sumbernya lebih

Page 64: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

48

mengandalkan hati atau intuisi yang juga sangat sulit untuk dibedakan dari

kemungkinan terkontaminasi dengan hawa nafsu yang keliru.

Page 65: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

49

BAB III

AKTIFITAS DAN PEMIKIRAN ‘ABD AL-RAZZÂQ AL-QÂSYÂNÎ

A. Perjalan hidup ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî

Kamâluddîn ‘Abd al-Razzâq bin Abî Fadî`il Jamâl al-Dîn Muhammad

al-Qâsyânî atau al-Kâsyânî, dia adalah pembesar-pembesar dari ulama

tasawuf di negeri Iran di abad ke-8 H. Dijuluki al-Qâsyânî karena dia

berasal dari kota Kāsyān atau Qâsyân, kota tersebut berdekatan dengan kota

Isfahâni. Qâsyân atau Kâsyân adalah sebuah kota yang di kenal dengan

kemuliaan jumlah para ulama dan ahli fiqh. Di antaranya adalah: Abû Ja’far

bin Muhammad al-Qâsyânî al-Râzî, ‘Izzu al-Dîn Mahmûd al-Qâsyânî.82

Secara spesifikasi tidak diketahui sejarah tentang kelahiran al-

Qâsyânî, dan akan tetapi menurut ahlu al-Ikhtisâs (para ulama sufi) bahwa

dia dilahirkan di pertengahan kedua dari abad ke-7 H, dan diwafatkan pada

tanggal 3 di bulan Muharram tahun 736 H. Al-Qâsyânî menceritakan

tentang dirinya, sesungguhnya dia belajar ilmu-ilmu tentang syari’at dan

filsafat, dan akan tetapi dia tidak mendapatkan di dalam dirinya

ketentraman yang terus-menerus di dalam ilmu-ilmu tersebut, dan kemudian

dia memutuskan untuk memasuki jalan tasawuf dan dia menulis surat untuk

menceritakan kejadian yang dia alami kepada Syaikh ‘Alâ al-Daulah al

Simnânî (659-736 H) beliau adalah salah satu ulama sufi di kota Simnân,

Khurasan sebuah kota di Selatan Persia.83

Isi suratnya adalah:

82

‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî, Latâ`if al-‘Alâm fi Isyârâti Ahl al-Ilhâm, jilid 1, cet 1,

(Kairo : Maktabah as-Saqâfah al-Dîniyyah, 2005), hal. 8. 83

Azyumardi Azra, dkk., Ensiklopedi Tasawuf, (Bandung: Penerbit Angkasa, 2008),

hal. 212.

Page 66: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

50

“Aku menyatakan sesuatu, kekhawatiran menghampiri kepadaku

semoga terhasil bagiku kemantapan hati dalam ma’rifah dari ilmu tentang

filsafat dan ketuhanan.”84

Kemudian beliau memulai perjalanan spiritualnya untuk bersahabat

kepada para sufi dan orang-orang yang senantiasa melakukan perjalanan

spiritual menuju kepada Allah dan kepada orang-orang yang senantiasa

bermujahadah, dan orang-orang yang menuntun kepada Taufiq yang Haq.

Dalam perjalanannya untuk mengetahui esensi wujud, beliau pertama-

tama berguru kepada: Maulânâ Nûr al-Dîn ‘Abd Al-Shamad al-Natnazî

(Qaddasallahu Ta’ala Rûhah), ‘Abd al-Razzâq belajar kepada nya tentang

tauhid yakni (Wahdah al-Wujûd),85 dan setelah beliau belajar kepada

Maulânâ Nûr al-Dîn ‘Abd Al-Samad al-Natnazî, beliau belajar kepada

Syamsu al-Dîn Al-Kisyi, yang di mana guru pertama beliau yakni Maulânâ

Nûr al-Dîn ‘Abd Al-Samad al-Natnazî pernah berkata tentang Al-Kisyi:

“Tidak ada orang yang lebih ma’rifah pada zaman ini kecuali Syamsu al-

Dîn Al-Kisyi, dan beliau belajar kepadanya tentang waḥdah al-wujûd pula,

guna untuk mempertajam perjalanannya menuju kepada Allah, dan dia

berkata: Sungguh telah terbuka bagiku tentang waḥdah al-wujûd setelah

aku melakukan ibadah selama 40 hari.86

Kemudian beliau menekuni atau mempelajari kitab-kitabnya Ibn

‘Arabî kepada Syaikh Nûr al-Dîn, salah satunya adalah Fusûs al-Hikam, dan

84

‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî, Latâ`if al-‘Alâm fi Isyârâti Ahl al-Ilhâm, hal. 8. 85

‘Abdullah Al-Ansâri, Manâzil al-Sâ`irîn, (Lebanon: Mussasah at-Târikh al-‘Arabi

t.t.), hal. 19. 86

‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî, Latâ`if al-‘Alâm fi Isyârâti Ahl al-Ilhâm, hal. 9.

Page 67: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

51

beliau merasa haus dalam mempelajari ilmu tentang wahdah al-wujûd, dan

tatkala beliau dalam proses mempelajari kitab-kitab syaikh sufi al-akbar

yakni Ibn ‘Arabî gurunya meninggal dunia.87

Kemudian beliau hijrah ke Baghdad untuk berguru kepada Syaikh

‘Abd al-Rahmân al-Jâmi’ (817-898 H)88 qaddasa sirrah, dan Allah telah

memberikan al-Qâsyânî ilmu tentang kejadian-kejadian yang terjadi dan

tentang ungkapan-ungkapan mimpi,89 dan Aku tidaklah mencapai maqam

yang paling tinggi kecuali setelah mengamalkan ilmu tentang wahdah al-

wujûd, dan dia tidak mungkin meniadakan makna ini (wahdah al-wujûd)

yang beliau hasilkan dengan penyaksian, dengan pembahasan-pembahasan

yang tidak ada di dalamnya itu perjalanan aqal.90

B. Guru-guru ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî

‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî banyak berguru kepada para ulama di

masanya, baik itu dari kalangan ahli fiqh, dan tasawuf, diantaranya:

1. Syaikh Najm al-Dîn Mahmûd al-Isfahânî

2. Syaikh ‘Izzu al-Dîn Muhammad al-Qâsyânî

3. Syaikh ‘Alâ al-Daulah al-Simnânî

4. Syaikh Ẕâhir al-Dîn ‘Abd al-Rahmân

5. Syaikh Sa’îd al-Dîn Muhammad bin Ahmad al-Farghânî

6. Al-Wazîr Muhammad bin Abî al-Khair, dan lain sebagainya.

87

‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî, Latâ`if al-‘Alâm fi Isyârâti Ahl al-Ilhâm, hal. 9. 88

Azyumardi Azra, dkk., Ensiklopedi Tasawuf, (Bandung: Penerbit Angkasa, 2008),

h. 28. 89

‘Abdullah Al-Ansâri, Manâzil al-Sâ`irîn, hal. 20-21. 90

‘Abdullah Al-Ansâri, Manâzil al-Sâ`irîn, hal. 21.

Page 68: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

52

Al-Qâsyânî belajar, dan mengambil tariqoh kepada dua ulama sufi di

kota Kâsyân, di antaranya:

1. Syaikh Maulânâ Nûr al-Dîn ‘Abd al-Samad al-Natnazî.

2. Syaikh Ẕâhir al-Dîn ‘Abd al-Rahmân bin Burghus, beliau senantiasa

mengajar, mengarang kitab, dan meriwayatkan hadis, ayah beliau

adalah syaikh Najîb al-Dîn ‘Alî bin Burghus beliau adalah guru

Tariqoh Suhrawardiyyah,91 di hubungkan kepada syaikh Shihâb al-

Dîn Suhrawardi.92 Al-Qâsyânî belajar kepada Najîb al-Dîn ‘Alî bin

Burghus dan mengambil Tariqoh yang diajarkan kepadanya dan

kemudian al-Qâsyânî mendapatkan ijazah dengan dipakaikan sebuah

kain, dan begitu seterusnya bagi orang-orang yang hendak

mengambil ijazah tariqoh tersebut.93 Kemudian al-Qâsyânî kembali

ke kampung halamannya dan berguru lagi kepada Syaikh Nûr al-Dîn

‘Abd al-Samad al-Natnazî dengan membawa ijazah yang beliau

dapatkan dari syaikh Najîb al-Dîn ‘Alî bin Burghus, setelah maha

91

Tariqoh ini di dirikan oleh Syihâb al-Dîn ahyâ Ibn Habasy Ibn Amira’

Suhrawardi al-Maqtûl istilah al-Maqtûl untuk membedakannya dengan dua tokoh

Suhrawardi yang lain lahir di desa Suhraward, sebuah desa kecil dekat Zinjan di Timur

Laut Iran, tahun 545 H/ 1153 M. Tokoh lain yang sama-sama bernama Suhrawardi adalah

(1) `Abd Qâdir Abû Najîb Suhrawardi (w. 564 H/1168 M), pendiri tarekat Suhrawardiyah.

Ia murid Ahmad al-Ghazâlî, adik kandung Imam Ghazâlî. (2) Syihâb al-Dîn Abû Hafs

`Umar Suhrawardi (1145-1234 M), keponakan sekaligus murid Suhrawardi pertama. Ia

lebih berpengaruh di banding pamannya dan menjadi maha-guru (syaikh al-syuyûkh) ajaran

sufi resmi di Baghdad pada masa khalifah al-Nasir. Tokoh ini adalah pengarang kitab

Awârif al-Ma`ârif yang terkenal dalam sufisme. (3) Syihâb al-Dîn Yahyâ ibn Habasy, tokoh

yang dikaji dalam bahasan ini adalah yang digelari al-Maqtȗl atau al-Syahîd karena

dihukum mati oleh Mâlik al-Zâhir, penguasa Aleppo, atas perintah Shalâh al-Dîn al-

Ayyûbi. Annemarie Schimmel, Mystical Dimension of Islam, (Chapel Hill, The University

of North Carolina Press, 1975), 244-5; Abû al-Wafâ` al-Ghanimi, Sufi Dari Zaman ke

Zaman, terj. Ahmad Rafi`, (Bandung, Pustaka, 1985), hlm. 193. Di kutip dari Jurnalnya

Ahmad Khudari Sholeh “Filsafat Isyraqi Suhrawardi”, Universitas Islam Negeri Maulana

Malik Ibrahim, (Malang: Esensia Vol XII No. 1 Januari 2011). 92

‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî, Latâ`if al-‘Alâm fi Isyârâti Ahl al-Ilhâm, hal. 10. 93

‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî, Latâ`if al-‘Alâm fi Isyârâti Ahl al-Ilhâm, hal. 10.

Page 69: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

53

guru tariqoh Suhrawardiyyah meninggal, beliau memberikan ijazah

tersebut kepada syaikh Nûr al-Dîn ‘Abd al-Samad.94

Tatkala guru beliau yang bernama Nûr al-Dîn al-Natnazī meninggal,

ijazah tariqoh tersebut di kembalikan lagi kepada beliau, untuk memimpin

tariqoh tersebut di kampung halamannya.95 Banyak para ulama yang banyak

berguru kepada beliau, untuk belajar ilmu tentang tasawuf, di antaranya

yang termasyhur adalah:

i. Syaikh Dâud Muhammad al-Qaysarî, beliau menjelaskan pemikiran

gurunya yang telah dipengaruhi pemikirannya oleh Ibn ‘Arabî, yang

di mana al-Qâsyânî mensyarahkan kitab Fusûs al-Hikam milik Ibn

‘Arabî. Al-Qaysarî mengatakan bahwa ada jeda al-Qâsyânî di dalam

mensyarahkan kitab-kitab Ibn ‘Arabî, sebagaimana tertera di dalam

sebagian kitabnya yang diberi judul, Tamhîd Muqaddimât al-

Tasawwuf, beliau menjelaskan hal tersebut tatkala beliau bersama

‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî Karya-karya ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî.

‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî mengarang 25 kitab di dalam perbedaan

sisi pemikiran orang-orang sufi, di antaranya ada yang berbentuk karangan

dan ada yang bentuknya syarahan, menampakkan sebuah pemikiran seorang

ahli tasawuf di masanya tatkala mereka berhidmah kepada mereka dengan

keilmuan mereka dan ritual-ritual mereka.96

Di antara karya ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî, adalah:

94

‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî, Latâ`if al-‘Alâm fi Isyârâti Ahl al-Ilhâm, hal. 11. 95

‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî, Latâ`if al-‘Alâm fi Isyârâti Ahl al-Ilhâm, hal. 11. 96

‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî, Latâ`if al-‘Alâm fi Isyârâti Ahl al-Ilhâm, hal. 11.

Page 70: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

54

1. Istilâhât al-Sûfiyyah. Di dalam kitab tersebut beliau menjelaskan

istilah-istilah sufi yang ada di dalam kitab Syarah Fusûs al-Hikam,

Syarah Manâzil al-Sâ`irin, dan Ta’wilât al-Qur’ân al-Hakîm. Dari

masing-masing kitab tersebut beliau membagi kepada dua bagian,

bagian pertama tentang istilah-istilah, dan bagian kedua tentang

cabang-cabang maqam yang disebutkan di dalam kitab Manâzil al-

Sâ`irin.

2. Ta’wilât al-Qur’ân al-Hakîm. Kitab ini adalah karya al-Qâsyânî

dengan tanpa ada sanggahan, dan kitab tersebut berkali-kali dicetak,

di India, Mesir, dan Libanon yang dinisbahkan kepada Ibn ‘Arabî.

3. Tuhfah al-Ikhwân fi Adâb al-Fityân. Kitab ini dikarang dengan

Bahasa Arab, kemudian beliau menerjemahkan ke dalam Bahasa

Paris.

4. Tafsîr Ayat al-Kursî

5. Khulâshah al-Tadbîr fi Riâ`satu al-Wazîr

6. Risâlah fi al-Sunnah al-Sarmadiyyah

7. Rasyhu al-Zilal fi Syarh al-Alfâz Mutadawilah baina Arbâb al-

Adzwâq wa al-Ahwâl

8. Syarh Hadîs Kâmil

9. Syarh Hadîs Nabawî

10. Syarh al-Fushûs al-Hikam karya Ibn ‘Arabî

11. Syarh Manâzil al-Sâ`irin

12. Fawâidu ‘Irfaniyyah

Page 71: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

55

13. Al-Qadâ` wa al-Qadar.97

14. Ta’wilât Bismillah al-Rahmân al-Rahīm

15. Tahqîq al-Zât al-Ahadiyyah

16. Tazkiyyah al-Arwâh ‘an Mawâni’ al-Iflâh

17. Risâlah ila ‘Alâ al-Daulah

18. Risâlah fi Bayân al-Haqîqah

19. Risâlah fi al-Mahabbah

20. Haqâiq al-Qur’ân

21. Lathâ`if al-‘Alâm fi Isyârâti Ahl al-Ilhâm, dan lain-lain.98

C. Profil Kitab Tafsir al-Qâsyânî yang dinisbahkan kepada Ibn

‘Arabi

1. Analisa Tafsir yang dinisbahkan kepada Ibn ‘Arabî

Tafsir ini dicetak secara sendiri-sendiri terdiri dari 2 jilid, tafsir ini

dicetak berdasarkan pinggiran halaman kitab ‘Arâ`is al-Bayân fi Haqâiq al-

Qur’ân karya Abî Muhammad bin Abî al-Nasr al-Syairâzî al-Sûfî yang di

mana beliau mengutip pendapatnya al-Qâsyânî di dalam menafsirkan surah

al-Nâzi’ât ayat 5,99 tafsir tersebut dinisbhakan kepada Ibn ‘Arabî, ada

97

Abdullah Al-Ansâri, Manâzil al-Sâ`irîn, hal. 28. 98

‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî, Latâ`if al-‘Alâm fi Isyârâti Ahl al-Ilhâm, hal. 12. 99

Abî Muhammad bin Abî al-Nasr as-Syairâzî al-Sûfî, ‘Arâ`is al-Bayân fi Haqâiq

al-Qur’ân , (Lebanon: Dar al-Kutub ‘Ilmiyyah, 2008), Juz 3, hal. 481. Diedit oleh Ahmad

Farîd al-Mazîdi, bunyi teksnya sebagai berikut:

أقسم بالنفوس المشتاقة التي غلب عليها النزوع الى جناب الحق, غريقة فوي بحور الشووا والمحبوة

خور مون قيوود صوفاتها وعول بوق البودن كقوولهم : التي تنشط من مقر النفس وأسور الطبيعوة أي : ت

ثور ناشط اا خر من بلد الى البلد, أو من قولهم : نشط من عقاله. والتي تسبح في بحار الصوفات

فتسبق الى عين الذات ومقام الفناء في الواحودة فتودبر بوالرجوع الوى الكثورة أمور الودعوة الوى الحوق

بعد المع. والهداية وأمر النظام في مقام التفصيل Penulis menemukan di Tafsir al-Qâsyânî, “Tafsir al-Qur’ân al-Karîm”, dan

ternyata ada di dalam surah an-Nâzi’ât juz II, hal. 380. Maka daripada itu tafsir yang

selama ini dianggap sebagai tafsir Ibn ‘Arabî adalah karya salah satu ulama sufi dari Iran

yakni al-Qâsyânî bukan karyanya Ibn ‘Arabî.

Page 72: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

56

sebagaian ulama yang mengira atau berkeyakinan bahwa tafsir tersebut

adalah karyanya Ibn ‘Arabî, ada juga sebagian ulama yang mengira atau

berkeyakinan bahwa Tafsîr al-Qur’ân al-Azîm karya Ibn ‘Arabî itu semata-

mata hanya dinisbahkan kepada Ibn ‘Arabî, bahkan ada yang berpendapat

bahwa tafsir tersebut adalah karya ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî, dan tafsir

karangannya tersebut itu dinisbahkan kepada Ibn ‘Arabi untuk menyebarkan

paham wahdah al-wujûd yang diusung Ibn ‘Arabî kepada manusia, dan

untuk memashurkan dirinya dengan kemashuran Ibn ‘Arabî. Muhammad

‘Abduh berpendapat bahwa itu adalah tafsir karyanya al-Qâsyânî, dan

kemudian pendapatnya di cantumkan oleh Rasyid Ridho dalam

Muqaddimah Tafsîr al-Manâr sesuai apa yang Muhammad ‘Abduh katakan,

dan Rasyîd Ridho berpendapat bahwa “Telah samar di kalangan manusia

perkataan batiniyyah dan sufiyyah”, dan Rasyīd Ridho berpendapat bahwa

al-Qâsyânî adalah kalangan orang-orang batiniyyah, dan ada juga sebagian

ulama yang mengatakan bahwa al-Qâsyânî terbebas dari tuduhan tersebut.100

Di sini penulis, menemukan bantahan orang-orang yang mengatakan

bahwa tafsir itu adalah milik Ibn ‘Arabî dan juga menemukan bantahan

orang-orang yang menganggap al-Qâsyânî adalah golongan batiniyyah, di

antaranya: Pertama, semua teks yang sudah ditulis itu dinisbahkan kepada

Ibn ‘Arabî, berpegangan kepada teks yang ditulis itu lebih kuat daripada

teks yang sudah dicetak, Kedua, di dalam kitab Kasyf al-Ẕunûn karyanya

100

Muhammad Ḥusain al-Dzahabi, Tafsir wa Al-Mufassirun, (Kairo: Maktabah

Wahbah 2000), juz II, hal. 295.

Page 73: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

57

Haji Khalîfah (1609-1657) beliau adalah salah satu sejarawan dari Turki101:

kitab Ta’wilât al-Qur’ân yang dikenal dengan Ta’wilât al-Qâsyânî,

penafsiran al-Qâsyânî dalam kitab tersebut berdasarkan istilah ahli tasawuf

sampai surah Shad dengan teks sebagai berikut:

حمد لل ال ذين جعل مناظم كلمه مظاهر حسن صفاته ال 102

Segala puji hanya milik Allah Dzat yang menjadikan susunan

perkataan, dan Dia lah Dzat yang menampakkan keelokan sifat-

sifatNya.

Ketiga, dalam tafsir al-Qâsyânî surah al-Qasas ayat 32,

Dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada) mu bila ketakutan.103

Nûr al-Dîn ini adalah anak dari Alî al-Natnazî al-Isfahânî, Nûr al-Dîn

ini adalah gurunya al-Qâsyânî, sedangkan Alî al-Natnazî al-Isfahânî adalah

gurunya Ibn ‘Arabî (w. 638).104 Dari ketiga alasan yang dipaparkan, bisa

ditarik kesimpulan bahwa tafsir Ibn ‘Arabî ini adalah karyanya al-Qâsyânî

al-sûfî bukan karyanya Ibn ‘Arabî, dan juga al-Qâsyânî bukan lah golongan

batiniyyah akan tetapi beliau adalah golongan orang-orang sufi.

2. Metode dan Corak Tafsir al-Qâsyânî

101

Artikel di akses pada hari Senin 25 Desember 2017 dari

http://www.gateofturkey.com/section/en663/7/culture-and-art-masters-of-our-culture-katip-

celebi, 102

Teks tersebut tertera dalam tafsir al-Qâsyânî atau tafsir yang dinisbahkan kepada

Ibn ‘Arabî di bagian muqaddimahnya, hal 23. 103

Penafsiran al-Qâsyânî ada di tafsir Ibn ‘Arabî atau tafsir yang dinisbahkan

kepada Ibn ‘Arabî di dalam surah al-Qasas ayat 32 di halaman 115, sebagai berikut:

ومد قودس روحوه العزيوز فوي شوهود الوحودة ومقوام الفنواوقد ين عبد الص ء عون سمعت شيخنا نور الد

أبيه ... الخ104

Muhammad Ḥusain al-Dzahabi, Tafsir wa al-Mufassirun, juz II, hal. 296.

Page 74: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

58

Corak tafsir al-Qâsyânî adalah dan isyâri105, dan beliau tidak

menyinggung di dalam penafsirannya makna zahir, akan tetapi makna zahir

yang dilakukan al-Qâsyânî adalah untuk menghantarkan beliau kepada

makna batin.106

Adapun orang-orang yang menafsirkan al-Qur’ân dengan corak tafsir

sȗfî nazarî mayoritas pemikirannya di bangun dengan paham wahdah al-

wujûd, yang di mana orang-orang tersebut dianggap salah di dalam

menafsirkan al-Qur’ân.107 Adapun corak Isyari di dalam penafsiran al-

Qâsyânî sulit untuk di pahami dan al-Qâsyânî tidak mena’wilkan ayat

menurut zahirnya, namun disertai dengan usaha menggabungkan antara

yang zahir dan yang tersembunyi.

Di sini penulis, mendapatkan beberapa sampel yang menjadi corak al-

Qâsyânî dalam menafsirkan al-Qur’an, di antaranya:

a) Sampel-sampel teks tafsir Isyari di dalam tafsir ‘Abd al-Razzâq

al- Qâsyânî

Di sini penulis akan memaparkan sampel-sampel teks penafsiran al-

Qâsyânî yang bercorak Isyari, di antaranya:

- Surah al-Baqarah ayat 126

105

Menurut Subhi al-Salih sebagaimana di kutip dalam buku Pengantar Ilmu al-

Qur’ân dan Tafsir mendefinisikan tafsir Isyari adalah: “Tafsir Isyari adalah tafsir yang

menta’wilkan ayat tidak menurut zahirnya namun disertai usaha menggabungkan antara

yang zahir dan yang tersembunyi. Lihat bukunya Muhammad Sofyan, Tafsir al-

Mufaasirun, yang telah di edit oleh Syamsul Amri Siregar, cet 1, h. 68. 106

Muhammad Ḥusain al-Dzahabi, Tafsir wa al-Mufassirun, hal. 296 107

Muhammad Ḥusain al-Dzahabi, Tafsir wa al-Mufassirun, hal. 296

Page 75: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

59

“(Ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri

ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan

kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan

hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun

aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani

siksa neraka dan Itulah seburuk-buruk tempat kembali".

Al-Qâsyânî mena’wilkan ayat tersebut bahwa jadikanlah hati ini

bersih, supaya senantiasa hati ini aman dari sifat-sifat diri yang menguasai,

dan kekejaman musuh yang dilaknat, dan angkatlah penutup-penutup atau

hijab-hijab diri bagi orang-orang yang melakukan jalan menuju kepada

Allah. Dan limpahkanlah kepadanya dari buah-buah kema’rifatan ruh atau

hikmah-hikmah dan cahaya-cahaya yang ada di dalam ruh tersebut kepada

orang yang mengesakan Allah dan mengetahui hari akhir, dan bagi orang-

orang yang hatinya tenang-tenang saja dan tidak mau naik kepada sebuah

maqam yang tidak dapat di sentuh oleh siapapun, karena terhijabnya mereka

dengan sebuah ilmu yang mereka pegang teguh dalam hatinya baik itu yang

bersifat rasio ataupun ilmu-ilmu yang lainnya, maka hal tersebut hanya

merupakan kesenangan yang sifat nya sementara, kemudian Allah

memberikan efek jera kepada mereka menuju api siksaan dan hijab-hijab

yang ada di dalam dirinya, itulah seburuk-buruk tempat kembali mereka.108

108

Muhammad Ḥusain al-Dzahabi, Tafsir wa al-Mufassirun, hal. 298-299.

Page 76: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

60

- Surah al-An’âm ayat 95:

Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji

buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan

mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (yang memiliki sifat-sifat)

demikian ialah Allah, Maka mengapa kamu masih berpaling?

Al-Qâsyânî mena’wilkan ayat tersebut, bahwa sesungguhnya Allah

menumbuhkan di dalam hati manusia dengan sebuah ilmu untuk mengenal

Allah, dan Allah mengeluarkan hati yang hidup dari kematian, dan

mengeluarkan yang mati dari kehidupan, begitulah Allah membolak balikan

keadaan kalian. Maka mengapa kalian berpaling kepada selainnya.109

b) Sampel-sampel teks tafsir Wahdah al-Wujûd di dalam tafsir

‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî

- Di dalam surah Ali Imran ayat 191

"Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,

Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.

Al-Qâsyânî mena’wilkan “ lafaz, yakni sesuatu ربنا ما خلقت هذا با طل

selainmu (Allah), maka sesungguhnya selain Haq itu adalah batil/salah,

akan tetapi engkau menjadikannya itu dengan nama-namamu, penampakan

sifat-sifatmu, Mahasuci engkau: “Kami mensucikan engkau dari sesuatu

109

Muhammad Ḥusain al-Dzahabi, Tafsir wa al-Mufassirun, hal. 299.

Page 77: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

61

selain engkau, yakni kesesuaian sesuatu dengan keMaha Esaanmu atau

berdua sesuatu dengan sifat WahdahMu.110

- Di dalam surah al-Wâqi’ah ayat 57

“Kami telah menciptakan kamu, Maka mengapa kamu tidak

membenarkan?”

Al-Qâsyânî mena’wilkan bahwa kami menciptakan kalian dan

menampakkan kalian dengan wujud kami, dan penampakan kami berada di

dalam bentuk-bentuk kalian.111

- Di dalam surah al-Hadîd ayat 4

“Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada.

Al-Qâsyânî mena’wilkan bahwa Dia bersama kamu, di mana saja

kalian berada, kalian bersama denganNya, dan penampakkanNya di dalam

penampakkan kalian.112

- Di dalam surah al-Mujâdalah ayat 7

110

Muhammad Ḥusain al-Dzahabi, Tafsir wa al-Mufassirun, hal. 299. 111

Muhammad Ḥusain al-Dzahabi, Tafsir wa al-Mufassirun, hal. 299. 112

Muhammad Ḥusain al-Dzahabi, Tafsir wa Al-Mufassirun, hal. 299.

Page 78: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

62

“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui

apa yang ada di langit dan di bumi? tiada pembicaraan rahasia antara

tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan

antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula)

pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak,

melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada.

kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat

apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha

mengetahui segala sesuatu.

Al-Qâsyânî mena’wilkan bahwa tidak ada bilangan dan perbandingan,

bahkan hak paten kalian dariNya dengan segala ketentuan-ketentuanNya,

dan hijab mereka dengan hakikat mereka dan niat mereka itu dariNya, dan

penyambung mereka dengan ketetapan yang lazim bagi hakekat mereka dan

identitas mereka itu adalah dariNya, dan hakikat mereka berada di dalam

ZatNya dengan kewajibaNya yang pasti, dan ketersambungan mereka

dengan identitasNya yang masuk di dalam identitas mereka, dan

penampakkanNya di dalam penampakkan mereka, dan penabiranNya

dengan hakikat mereka dan wujud-wujud mereka yang di khususkan, dan

tegaknya Wujûdat al-Syakhsiyyah (wujud-wujud perorangan) di dalam Zat

WujudNya dan kewajiban mereka berada dibawah kewajibanNya, maka

dengan ibarat-ibarat ini yaitu Dialah yang keempatnya berada bersama

mereka, dan jikalau diibaratkan dengan hakikat maka adalah Dia itu Zat

Page 79: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

63

mereka, dan karena ini di katakan: Jikalau tidak ada ibarat-ibarat maka tidak

terangakat/tersingkep Hikmah.113

- Di dalam surah al-Muzammil ayat 8-9

“Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan

penuh ketekunan. (Dia-lah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan

(yang berhak disembah) melainkan Dia, Maka ambillah Dia sebagai

Pelindung.”

Al-Qâsyânî mena’wilkan bahwa ingatlah nama Tuhanmu yang Dia itu

adalah Engkau yakni kenalilah olehmu akan dirimu, dan ingatlah olehmu

kepadaNya, dan jangan sekali-kali kau melupakanNya, niscaya Allah akan

melupakanmu, dan bersungguh lah olehmu untuk menghasilkan kepada sifat

kesempurnaanNya setelah mengenal hakikat kepadaNya, Dia lah Tuhan

masriq dan magrib yakni Dia lah Zat yang nampak padamu dengan

cahayaNya, maka Dia lah yang muncul dari setiap cakrawala wujudmu

dengan keberadaanmu, atau dari magrib Dia lah Zat yang tersembunyi

dengan wujudmu, dan cahayaNya tersebut tersembunyi di dalam wujudmu

dan terhijablah kamu.114

Inilah adalah sebagian sampel-sampel yang dijelaskan atau

diklarifikasikan tentang intisari tafsir ini, dan jikalau kita membuka atau

menela’ah tafsir tersebut maka akan menemukan atau mendapatkan bahwa

al-Qâsyânî itu adalah termasuk golongan-golongan yang berpaham wahdah

113

Muhammad Ḥusain al-Dzahabi, Tafsir wa al-Mufassirun, hal. 299. 114

Muhammad Ḥusain al-Dzahabi, Tafsir wa al-Mufassirun, hal. 300.

Page 80: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

64

al-wujûd yang terpengaruhi paham wahdah al-wujûd nya itu oleh wahdah

al-wujûd Ibn ‘Arabî, dan sebagian sampel ini adalah merupakan rahasia

yang karenanya tafsir tersebut dinisbahkan kepada Ibn ‘Arabi, maka

sesungguhnya Ibn ‘Arabî di dalam pemikirannya terdapat perkataannya

yang mengindikasikan paham wahdah al-wujûd, dan Ibn ‘Arabî

membangun pemikirannyan di dalam menafsirkan sebagian ayat-ayat al-

Qur’ân berdasarkan paham wahdah al-wujûd, maka karena penyatuan

mazhab-mazhab tersebut maka terjadilah keserupaan tafsir bisa terjadi

kerancuan atau sebuah kebingungan, maka tafsir tersebut dinisbahkan

kepada Ibn ‘Arabî atau bermaksud untuk menyebarkan paham wahdah al-

wujûd yang telah mempengaruhi pemikirannya al-Qâsyânî.115

3. Sistematika Penulisan Tafsir al-Qâsyânî

Adapun sistematikan tafsir ini yaitu: Judulnya Ta’wilât al-Qur’an

dengan tafsir yang dinisbahkan kepada Ibn ‘Arabi. Pengarang kitab ini

adalah Kamâluddīn ‘Abd al-Razzâq bin Abî Fadî`il Jamâl al-Dîn

Muhammad. Editor, Syaikh ‘Abd al-Wârits Muhammad ‘Ali. Kitab ini

diterbitkan oleh Dâr al-Kutub al-‘Alamiyyah, Beirut pada tahun 2011

menggunakan hard cover bewarna merah dan memakai kertas warna putih

tulang. Berjumlah 2 jilid. Jilid 1 dari surat al-Fâtihah sampai dengan surat

al-Kahfi, jilid 2 dari surat maryam sampai dengan surat al-Ikhlas,

Tafsir ini ditulis dengan urutan mushafi yakni dimulai dari surat al-

Fâtihah dan diakhiri dengan surat al-Nâs. Pada setiap surat selalu diawali

dengan basmalah dan setelahnya diteruskan dengan mencantumkan

115

Muhammad Ḥusain al-Dzahabi, Tafsir wa al-Mufassirun, hal. 300.

Page 81: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

65

beberapa surat dan di bawahnya dicantumkan penafsiran ayat tersebut yang

dianggap penting oleh ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî.

D. Pengertian Wahdah al-Wujûd

Dunia tasawuf dikenal banyak memiliki konsep tentang al-Wahdah

(kesatuan), seperti Wahdah al-Wujûd, Wahdah al-Adyân, Wahdah al-

Syuhûd, Wahdah al-Ummah. Konsep ini diperkirakan berawal dari

penjabaran formulasi kalimat tauḥid : Lâ Ilâha Illallâ, yang mempunyai

implikasi sangat dalam bagi kehidupan umat Islam, sebab kalimat ini

merangkum secara universal bagaimana seharusnya manusia hidup

memandang diri, manusia dan alam dalam kaitannya dengan Yang Mutlak

(Tuhan). Segala sesuatu dipandang sebagai wujud dari karya Tuhan dan

fenomena kebesaranNya. Bagi seorang sufi tidak apa-apa dan tidak

mencintai apapun kecuali Dia. Para sufi bahkan memandang dirinya dan

manusia pada umumnya hanya semata-mata sebagai hamba Allah.116

Berbicara tentang konsep Yang Satu (al-wahîd) dan yang banyak (al-

katsîr), kalangan sufi memulainya dari konsep Wahdah al-Wujûd (kesatuan

wujud), dasar filosofis dalam memahami Tuhan dalam hubunganya dengan

alam, karena Tuhan tidak bisa dipahami kecuali dengan memadukan dua

sifat yang berlawanan padaNya. Bahwa wujud hakiki hanyalah satu, yakni

Tuhan al-Haq. Meski wujudNya hanya satu, Tuhan menampakkan diriNya

(tajallâ) dalam banyak bentuk yang tidak terbatas pada alam.

116

Uswatun Hasanah, “Konsep Waḥdah al-Wujūd Ibn ‘Arabi dan Manunggaling

Kawulo Lan Gusti Ranggawarsita”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Walisongo

Semarang, 2015), hal. 25.

Page 82: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

66

Wahdah al-Wujûd adalah pendekatan sufi dalam mengekspresikan

tauhid, bagi para penganutnya, istilah ini adalah sinonim dengan tauhid

yang paling tinggi.117

1. Makna Wahdah al-Wujûd

Secara etimologi (bahasa), kata waḥdah al-wujûd adalah ungkapan

yang terdiri dari dua kata yakni waḥdah dan al-wujûd. Waḥdah berasal dari

kata wahada yahidu wahdah wahdatan, waḥdah adalah merupakan bentuk

masdar marrah yang berarti untuk menunjukkan berlakunya perbuatan itu

sekali, maknanya adalah Allah sekali Esa tetap lah Esa dalam setiap diri

manusia dengan kemahasucianNya, yaitu perhimpunan tanzih atau asli

seperti laut dengan ombak, Allah dengan Muhammad, zat dengan sifat,

sedangkan al-Wujûd secara etimologi (bahasa) berasal dari kata wajada

yajidu wajidan wajidatan wujudan artinya ada,118

keberadaan atau

eksistensi. Semua alam itu tidak ada dengan ketiadaannya yang asli, dan

semua alam diadakan dengan keberadaan dan eksistensiNya, dan Dia Allah

Zat Yang Maha Ada, dan semua alam tidak ada sama sekali, dahulu semua

alam itu tidak ada dan kemudian diadakan oleh Allah dan dinamakan

dengan wujûd hadîs, yang di mana wujûd hadîs ini bersifat ‘Adam (tiada)

artinya ada awal dan akhir, sedangkan Allah adalah wujûd yang qadîm

artinya Allah senantiasa ada tanpa ada pengawalan dan pengakhiran

117

Kautsar Azhari Noer, Ibn ‘Arabî Waḥdah al-Wujûd Dalam Perdebatan, (Jakarta:

Paramadina, 1995), hal. 40. Dikutip dari Usawatun Hasanah dalam skripsinya yang

berjudul: “Konsep Waḥdah al-Wujûd Ibn ‘Arabi dan Manunggaling Kawulo Lan Gusti

Ranggawarsita”, hal. 26. 118

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Surabaya: Penerbit Pustaka

Progressif, 1984), hal. 1542.

Page 83: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

67

bagiNya.119

Secara terminologi (istilah) waḥdah al-wujûd berarti keEsaan

eksistensi. Tema sentral pembicaraan wahdah al-wujûd adalah mengenai

keEsaan Tuhan dengan alam atau dengan kata lain sifat, af’al dan asma

Allah meliputi sekalian alam, dengan demikian pengertian secara benar,

kata wahdah al-wujûd berarti paham yang cenderung mengesakan Tuhan

dari segi sifatNya, af’alNya dan asmaNya dengan alam semesta, paham ini

mengakui bahwa antara Tuhan dengan makhluk tidak sama, karenaa hanya

ada keyakinan bahwa Tuhan itu adalah totalitas, sedangkan makhluk adalah

obyek dari totalitas tersebut, dan Tuhan menampakkan Diri pada apa saja

yang ada di dalam semesta, semuanya adalah penjelamaanNya, tidak ada

sesuatu apapun di alam ini kecuali Dia.120

Pada tingkatan tertinggi wujud adalah realitas Tuhan yang absolute

dan tak terbatas yakni wâjib al-wujûd. Dalam pengertian ini wujud

menandakan esensi Tuhan atau hakikat satu-satunya realitas yang nyata

disetiap sisi. Sedangkan pada tingkatan terbawah, wujud merupakan

subtansi yang meliputi segala sesuatu selain Tuhan, dalam pengertian ini

wujud menunjuk pada keseluruhan kosmos, kepada segala sesuatu yang

eksis, karena wujud juga dapat digunakan untuk merujuk pada eksistensi

setiap dan segala sesuatu yang ditemukan dalam jagat raya ini.

2. Pandangan Para ‘Ulama Tentang Wahdah al-Wujûd

Beberapa pengalaman rohani, sebagai hasil nalar intuitif para sufi

yang disimbolkan dengan kata-kata dan karenanya kemudian di­ anggap

ganjil adalah hulûl, ittihâd, dan wahdah al-wujûd.

119

‘Abd al-Ghânî al-Nûbulisi, Îdāh al-Maqsûd min Waḥdah al-Wujûd, (Damaskus:

al-‘Ilm, 1969), hal. 8 120

‘Abd al-Ghânî al-Nûbulisi, Îdāh al-Maqsûd min Waḥdah al-Wujûd, hal. 10.

Page 84: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

68

Hulûl adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-

tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya, setelah sifat-

sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.121 Pemahaman

ini dikembangkan oleh al-Hallâj yang mengatakan bahwa ketika Tuhan

berdialog terhadap dirinya sendiri dalam suatu dialog yang di dalamnya tak

terdapat kata-kata dan huruf. Ketika itu Tuhan sebenarnya cinta kepada

DzatNya sendiri dan dari cinta inilah, adanya wujud yang banyak ini. Tuhan

lalu mengeluarkan dari yang tiada, tiruan dari diriNya yang mempunyai

segala sifat dan namaNya. Bentuk salinan itulah Adam, dan dari Adam itulah

Tuhan muncul dalam bentukNya.122 Di samping kata-kata di atas, ia juga

mengatakan bahwa telah bercampur roh-Mu dengan rohku laksana

bercampurnya khamr dan air yang jernih. Bila sesuatu menyentuh-Mu,

tersentuhlah aku. Oleh sebab itu, engkau adalah aku dalam segala hal.123

Masih banyak lagi ungkapannya yang dianggap ganjil ulama zâhir dan tak

sedikit yang menuduhnya sebagai zindiq, mulhid, dan sebagainya.

Ittihâd adalah satu keadaan dalam tasawuf ketika seorang sufi

merasa bersatu dengan Tuhannya. Ittihâd merupakan tingkatan tatkala

pihak yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu.124 Pemahaman

ini dikembangkan oleh Abû Yazîd al-Bustâmi dalam ucapannya,

“Konsentrasi terputus. Kata telah menjadi satu, bahkan seluruhnya telah

121 Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam (Bandung: Bulan Bintang,

1983), hal. 88. 122

Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam, hal. 88. 123 Hamka, Tasawuf, Perkembangan, dan Pemurniannya (Jakarta: Pustaka Panjimas,

1984), hal. 121. 124

Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam, hal. 83.

Page 85: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

69

menjadi satu.125 ”Persatuan yang dimaksudkan adalah bersatunya Abû

Yazîd al-Bustâmi bersama Tuhannya. Karenanya, ketika dikunjungi oleh

seseorang ia berkata bahwa Abû Yazîd al-Bustâmi tidak ada, yang ada

adalah Allah.126 Perbedaan antara hulûl dan ittihâd adalah bahwa hulûl al-

Hallâj merupakan dua wujud yang menyatu dalam satu tubuh, sedangkan

ittihâd Abû Yazîd al-Bustâmi adalah satu wujud. Baik hulûl maupun ittihâd

adalah sama-sama merupakan suatu keganjilan bahkan ada yang

memandangnya sebagai suatu kekufuran.

Wahdah al-wujûd adalah kesatuan yang wujud. Paham ini

dikembangkan oleh Ibnu ‘Arabi. Menurutnya, setiap sesuatu mem­ punyai

dua aspek, yaitu aspek luar yang disebut al-khalq dan aspek dalam yang

disebut al-Haq.127 Seperti dalam hulûl, paham ini mengatakan bahwa

Tuhan ingin melihat diriNya di luar diriNya dan karenanya diciptakanlah

alam ini. Jadi, alam ini tak lebih dari cermin bagi Tuhan, sehingga ketika

Tuhan ingin melihat DzatNya, Ia melihat alam yang di dalamnya terdapat

sifat-sifat ketuhanan. Dalam cermin itu diriNya kelihatan banyak tetapi

sebenarnya Ia adalah satu adanya.128 Wujûd al-khalq banyak bergantung

kepada wujûd al-Haq, sehingga sebenarnya yang punya wujud hanyalah

satu (Tuhan), sedangkan yang lain adalah wujud bayangan.

Seperti dijelaskan pada bagian awal bahwa kesejukan dalam tasawuf

bergeser kepada kekeruhan, serta kedamaian bergeser kepada

pertentangan setelah analisis teologis dan filosofis yang banyak

125

Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam, hal. 85. 126

Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam, hal. 86. 127

Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam, hal. 92. 128

Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam, hal. 93.

Page 86: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

70

berorientasikan nalar rasional mempengaruhi keadaan tasawuf yang

berorientasikan nalar intuitif. Pemikiran filsafat yang banyak dipergunakan

dalam analisis tasawuf adalah paham emanasi Neo Platonisme dalam semua

variasinya.129 Untuk itu, hulûl, ittihâd, maupun wahdah al-wujûd dianggap

sesat, zindiq, mulhid, dan bahkan ada yang dihukumi kufur. Hal tersebut

sangat wajar karena para ulama zâhir menyatakan bahwa Tuhan tidak

mungkin mengambil tempat (hulûl), apalagi bersatu (ittihâd) dengan

manusia. Demikian juga, tidak mungkin alam semesta ini adalah merupakan

wujud Tuhan (wahdah al-wujûd) sebab alam semesta adalah ciptaan atau

makhlukNya. Kalau hal itu terjadi, maka akan mengurangi kesempurnaan

Tuhan karena Tuhan akan tercemari oleh kekotoran makhlukNya. Karena

itu, ulama zâhir menentangnya sebab hal tersebut tidak bisa diterima baik

secara aqli maupun naqli. Para ulama yang menentang hulûl, ittihâd, dan

wahdah al-wujûd adalah Ibn Taymiyah, Ibn al-Qayyim al-Jawziyah, Ibn

Khaldun, Ibrâhim al-Biqâ’i, dan lain-lain.130 Pertanyaannya, benarkah

beberapa pandangan tasawuf yang menggunakan analisis filosofis tersebut

berŧentangan dengan teks dasar keislaman sehingga mereka pantas diŧuduh

zindiq, mulhid, dan bahkan kufur.

Al-Ghazâlî mengatakan bahwa wujud itu terbagi menjadi dua,

yang wujud pada dirinya sendiri dan yang wujud dari sesuatu selainnya.

Adapun yang wujud dari sesuatu selainnya, maka perwujudannya itu

adalah pinjaman yang tidak bernilai dengan sendirinya. Apabila

129 HA. Rivay Siregar, Tasawuf: Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme (Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 1999), hal. 143. 130

Hamka, Tasawuf, Perkembangan, dan Pemurniannya, hal. 159.

Page 87: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

71

perwujudannya itu ditinjau dari dirinya sendiri, maka sesungguhnya ia

adalah ketiadaan yang murni. Perwujudannya adalah nisbi belaka, bukan

wujud yang sebenarnya. Artinya, sesuatu yang ada dengan sebenar-

benarnya adalah Allah.131

Di samping itu, setiap sesuatu memiliki dua wajah, yaitu wajah ke

arah dirinya sendiri dan wajah ke arah Tuhannya. Maka dari itu, ditinjau

dari arah dirinya sendiri sesuatu itu adalah ‘adam (ketidaadaan), dan

ditinjau dari arah Allah, sesuatu itu adalah wujud (keberadaan). Jadi, tidak

ada maujud, kecuali Allah dan wajahNya. Dengan itu pula, segala sesuatu

binasa, kecuali wajahNya secara azali dan abadi.132 Menurut al-Ghazâlî,

ketika para sufi mi’raj ke langit hakikat, mereka tidak pernah melihat

dalam wujud ini kecuali yang Maha Tunggal dan Maha Benar. Namun

demikian, mereka berbeda dalam hal religious experience (pengalaman

ruhani) bersama Allah. Ada yang mengalami secara ma’rifah dan ilmu,

sedangkan yang lain mendapatkannya dengan dhawq (cinta batiniah) dan hal

(suatu keadaan luar biasa yang meliputi diri seseorang). Pada saat yang

demikian, kemajemukan lenyap sama sekali dari mereka dan tenggelamlah

mereka dalam ketunggalan yang murni (al-fardiyah al-mahdah), terpesona

dalam keindahannya, kehilangan kesadaran diri sehingga tidak lagi

tertinggal pada diri mereka kemampuan untuk mengingat sesuatu selain

Allah, bahkan tidak pula untuk diri mereka sendiri. Mereka menjadi

mabuk kepayang sehingga di antara mereka pada saat seperti ini berkata,

“Aku al-Haq”, sedangkan yang lain berkata, “Maha suci aku, alangkah

131 Al-Ghazâlî, Miskât al-Anwâr, terj. Moh Bagir (Bandung: Mizan, 1984), hal. 38. 132

Al-Ghazâlî, Miskât al-Anwâr, hal. 39.

Page 88: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

72

agungnya keadaanku” atau “Tiada sesuatu di balik jubah ini, selain Allah”.

Keadaan seperti ini dalam bahasa majaz, menurut al-Ghazâlî dinamakan

ittihâd, sedangkan dalam bahasa haqiqah dinamakan tauhid.133

Secara filosofis, pertemuan Tuhan dengan mahluk (hulûl, ittihâd, dan

wahdah al-wujûd) tidak akan mengurangi kesucian dan kesempurnaanNya.

Terlalu naif kalau dikatakan bahwa Tuhan dapat terpengaruh oleh perilaku

hambaNya. Sifat baqâ’ dan kesempurnaan Tuhan tidak akan pernah

berkurang hanya karena kekotoran dan kekurangan mahlukNya. Ibarat

cahaya matahari yang masuk ke tempat manapun tanpa harus ada yang

menghalangi, seperti dalam masjid, sekolah, rumah, dan bahkan tempat

perjudian, pelacuran, kandang babi atau anjing, dan lain-lainnya.134 Semua

secara adil dan sempurna sama-sama mendapatkan cahayanya. Kondisi

seperti ini tidak akan ada orang yang berkata bahwa cahaya matahari

menjadi kotor dan terhina karena masuk ke dalam kandang babi dan tempat

pelacuran. Demikian sebaliknya, tidak akan ada orang yang berkata bahwa

cahaya matahari menjadi semakin bagus dan sempurna karena dapat

menyinari masjid dan tempat-tempat ibadah lainnya. Kalau cahaya

matahari saja tidak pernah kotor dan terhina, apalagi cahaya di atas segala

cahaya, yang dalam hal ini, adalah Allah. Tentu kesucian Allah tidak akan

pernah berkurang hanya karena kehinaan perilaku makhlukNya. Sebaliknya,

tentu kebesaranNya tidak akan menjadi semakin berjaya hanya karena

semua makhluk bersembah sujud kepadaNya. Sungguhpun demikian,

133

Al-Ghazâlî, Miskât al-Anwâr, hal. 43. 134 M. Hasyim Syamhudi, “Hulûl, Ittihâd, dan Wahdah al-Wujûd dalam

Perbincangan ‘Ulama Zâhir dan Bâtin”, Al-Tahrir, Vol. 13, No. 1 Mei 2013, hal. 11.

Page 89: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

73

cahaya matahari akan terus menyertai apa dan siapa saja yang ada di

kolong bumi ini secara adil dan seksama tanpa harus memandang siapa

yang pantas diberi cahaya dan siapa yang tidak. Demikianlah Allah dengan

rahmân dan rahîmNya akan terus menyertai makhlukNya, memberikan

kehidupan dengan segala fasilitas dan kelengkapan yang telah

dipersiapkan. Allah menjelaskan dalam firmanNya:

Ingatlah bahwa Sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan tentang

Pertemuan dengan Tuhan mereka. ingatlah bahwa Sesungguhnya Dia

Maha meliputi segala sesuatu.

Dalam hadis Qudsi disebutkan:135

ي هللا قال رسوول هللا صول ى هللا عليوه وسولم قوال مون عواد عن أبي هريرة ر

وت عليو وا فر ب الوي عبودي بشويء أحوب الوي مم نته باالحرب وماتقر ه لي ولي ا فقد آ

ا أحببته ب الي بالنوافل حتى أحب فا كنت سمعه الذي يسومع بوه وما يزال عبدي يتقر

نوه وبصره الذي يبصر به ويده التي يبطش ورجله التي يمش بها ولئن سوألني ألعطي

ني ألعيذنه )رواه البخاري( ولئن استعا

Dari sahabat Abu Hurairah, Rasulullah Saw. bersabda,Barang siapa

memusuhi waliku, maka aku umumkan perang kepadanya.Senantiasa

hambaku mendekatkan diri kepadaku dengan amal-amal yang aku

fardukan dan yang aku sunahkan, sehingga aku cintai dia. Maka

apabila aku telah cinta kepadanya, jadilah aku pendengarannya yang

dengan dia mereka mendengar, jadilah aku matanya,yang dengan dia

mereka melihat, jadilah aku lidahnya yang dengan dia mereka berkata,

jadilah aku tangannya yang dengan dia mereka memukul, jadilah aku

kakinya yang dengan dia mereka berjalan,dan jika ia meminta

kepadaku, maka aku berikan dan jika ia minta dilindungi dari segala

kerusakan,aku lindungi.

135 Muhyi al-Dîn Abû Zakaria al-Nawawî, Riyâd al-Sâlihîn (Surabaya: Salim

Nabhan, 1966), hal. 47.

Page 90: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

74

Dengan demikian, anggapan bahwa Allah akan terkotori oleh perilaku

makhluk yang mengaku telah menyatu dengan-Nya dalam religious

experience yang ditekuni melalui ibadah dan amal shalih, tidak dapat

diterima. R.A. Nicholson mengatakan: “Keliru untuk menganggap bahwa

ucapan subhani (maha suci aku) dari al-Bustami,ana al-haq (aku adalah

Tuhan) dari al-Hallâj, dan ana hiya (aku adalah dia) dari Ibn ‘Arabi

merupakan panteisme”. Demikian juga pengakuan al-Hallâj dalam al-

Tawasin yang mengungkapkan transendensi Tuhan dan immanenNya dalam

hati manusia.136

Dari uraian Nicholson dipahami bahwa Tuhan tidak identic dengan

manusia atau makhluk yang lain sehingga apa yang dikatakan al-Hallâj, al-

Bustami, dan Ibn ‘Arabi tidak bisa dikatakan sebagai panteisme. Dalam

panteisme segala yang ada (makhluk) diyakini sebagai Tuhan dan karenanya

mereka disembah. Adapun dalam tasawuf, Tuhan tetap transenden tetapi

Dia immanen dalam hati manusia, sehingga pada tasawuf bersifat

isnayniyah atau dualisme. Artinya, ada dua wujud yang berbeda sehingga

hal ini tidak bisa dikatakan satu wujud atau monisme. Mahluk bukan Tuhan.

Tuhan juga bukan mahluk, dan mahluk tidak bisa menyerupai Tuhan.137

Allah menjelaskan dalam Qs. al-Hadîd ayat 4:

Dia bersama kamu di mama saja kamu berada, dan Allah Maha

melihat apa yang kamu kerjakan.

136

Kautsar Azhari Noer, Tasawuf Perenial (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta,

2003), hal. 18. 137

M. Hasyim Syamhudi, “Hulûl, Ittihâd, dan Wahdah al-Wujûd dalam

Perbincangan ‘Ulama Zâhir dan Bâtin”, hal. 12.

Page 91: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

75

Allah menjelasakan juga dalam Qs. al-Baqarah ayat 115:

Kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu

menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas

(rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui.

Dari beberapa penjelasan di atas dipahami bahwa selama perbedaan

antara Tuhan dan mahluk masih diakui dan hubungan yang ada masih

bersifat transenden, maka tuduhan bahwa para sufi meyakini serba Tuhan,

panteisme ataupun monisme tidak dapat dibenarkan. Bahkan dari sini

semakin jelas tapal batas antara sufi dan mulhid, zindiq, maupun kafir yang

panteistis dan monistis.138

Analisis filosofis, terhadap pemahaman al-Hallâj, Abû Yazîd dan Ibn

‘Arabi yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam karena pahamnya yang

mengembangkan wahdah al-wujûd, ittihâd dan hulûl ternyata bila

dikembalikan kepada sumber ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan hadis,

mendapatkan kejelasan bahwa yang mereka ucapkan sebenarnya telah

berjalan di atas konsep keislaman. Hanya saja, apa yang mereka ucapkan itu

berada di luar kemampuan orang awam. Hal tersebut bisa dipahami oleh

karena pengalaman kerohanian sufistik yang banyak dihasilkan dari produk

nalar intuitif dikembangkan secara bersama dengan pemikiran filosofis yang

merupakan hasil dari produk nalar rasionalis. Untuk itu, Hamka mengakui

138

M. Hasyim Syamhudi, “Hulûl, Ittihâd, dan Wahdah al-Wujûd dalam

Perbincangan ‘Ulama Zâhir dan Bâtin”, hal. 13.

Page 92: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

76

bahwa keberadaan orang-orang yang merasa dirinya bersatu dengan Tuhan,

hidupnya berada di luar garis yang dilalui oleh manusia biasa, mabuk

kepayang dan hangus.139

Kondisi seperti inilah yang menjadikan al-Ghazâlî bersikap hati-hati

menyikapi pemikiran wahdah al-wujûd, ittihâd dan hulûl. Ia tidak langsung

menuduh mulhid, zindiq, maupun kafir. Sebagai seorang sufi besar dan

sebagai orang yang memiliki keluasan filsafat, al-Ghazâlî tidak mau

memberikan hukuman kepada mereka dan ia tidak mencela al-Hallâj,

bahkan ia memberikan maafnya. Hal itu karena mereka sangat cinta.

Bukankah cinta itu buta.140 Sikap hati-hati al-Ghazâlî ini nampaknya

merupakan kelanjutan dari sikap al-Junayd yang hidup pada generasi

sebelumnya.

Al-Junayd mengakui bahwa ketika nalar intuitif seorang sufi mulai

meningkat naik, kadang-kadang sangat berbahaya jika dinyatakan kepada

orang umum. Untuk itu, al-Junaid mulai mengendalikan dengan tidak

mengumumkan isi pengajian dan tidak menyiarkan kepada orang yang tidak

sanggup menerimanya, dan ia menjelaskan kepada mereka sesuai dengan

ukuran kecerdasannya dengan tidak melepaskan tali hubungan dengan yang

mereka cintai, yaitu Allah.141 Sungguhpun paham wahdah al-wujûd, ittihâd

dan hulûl banyak yang menentang tetapi banyak juga yang mendukungnya

seperti, Majd al-Dîn al Firûz al-Zabadi, Qutb al-Dîn al-Humawi, Sâlih al-

Dîn al-Safadi, Syihâb al Dîn ‘Umar al-Suhrawardi (bukan Suhrawardi

139

Hamka, Tasawuf, Perkembangan, dan Pemurniannya, hal. 151. 140

Hamka, Tasawuf, Perkembangan, dan Pemurniannya, hal. 151. 141

Hamka, Tasawuf, Perkembangan, dan Pemurniannya, hal.108.

Page 93: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

77

pembangun hikmat al-Ishrâq), Fakhr al-Dîn al-Râzi, Jalâl al-Dîn al-Suyûti,

‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî, dan ‘Abd al-Ghâni al-Nâbulisi.142

142

Hamka, Tasawuf, Perkembangan, dan Pemurniannya, hal. 159.

Page 94: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

78

BAB IV

MAKNA AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM

TAFSIR ‘ABD AL-RAZZÂQ AL-QÂSYÂNÎ (STUDI ANALITIS

SURAT AL-HADÎD AYAT 1-6)

A. Makna Ajaran Mistik

Mistis adalah pengetahuan yang tidak rasional, yaitu pengetahuan

(ajaran atau keyakinan) tentang Tuhan yang diperoleh melalui latihan

meditasi atau latihan spiritual, bebas dari ketergantungan indera atau rasio.

Pengetahuan mistis ialah pengetahuan yang tidak dapat dipahami rasio.

Dalam Islam yang termasuk pengetahuan mistis ialah pengetahuan yang

diperoleh melalui jalan tasawuf. Pengetahuan mistis ialah pengetahuan yang

supra rasional tetapi kadang-kadang mempunyai bukti empiris.143

Pengetahuan mistis ialah pengetahuan yang diperoleh tidak melalui

indera dan bukan melalui rasio. Pengetahuan ini diperoleh melalui rasa dan

hati. Yang menjadi objek pengetahuan mistis ialah objek yang abstrak-

supra-rasional, seperti alam gaib, Tuhan, malaikat, surga, neraka dan jin.

Pada umumnya cara memperoleh pengetahuan mistis adalah latihan yang

disebut dengan riyadhah (latihan), dari situlah manusia dapat memperoleh

pencerahan, memperoleh pengetahuan. Kebenaran pengetahuan mistis

diukur dengan berbagai ukuran. Ada kalanya ukuran kebenaran pengetahuan

mistis itu kepercayaan. Jadi, sesuatu dianggap benar jika kita

mempercayainya. Ada kalanya juga kebenaran suatu teori diukur dengan

143

Hambali, “Pengetahuan Mistis dalam Konteks Islam dan Filsafat Ilmu

Pengetahuan”, Jurnal Substantia, Vol. 13, No. 2, Oktober 2011.

Page 95: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

79

bukti empiris, yaitu ukuran kebenaran. Sulit memahami jika sesuatu teori

dalam pengetahuan mistis bila pengetahuan itu tidak punya bukti empirik,

sulit diterima karena secara rasional tidak terbukti dan bukti empiris pun

tidak ada. Pengetahuan mistis itu amat subjektif, yang paling tahu

penggunaannya ialah pemiliknya. Di kalangan sufi kegunaannya yaitu dapat

menentramkan jiwa mereka, mereka menggunakan pengetahuannya untuk

kebaikan. Mistis magis hitam dikatakan hitam karena penggunaannya untuk

kejahatan. Cara pengetahuan mistis menyelesaikan masalah tidak melalui

proses inderawi dan tidak juga melalui proses rasio. Ada dua macam mistis

yaitu mistis yang biasa dan mistis magis. Mistis magis adalah kegiatan

mistis yang mengandung tujuan-tujuan untuk memperoleh sesuatu yang di

inginkan penggunanya. Dunia mistis magis dalam dunia Islam yaitu ’ulum

al-hikmah yang berisi antara lain rahasia-rahasia huruf al-Qur’an yang

mengandung kekuatan magis, rahasia wafaq dan rahasia Asma Ilahiyah.

Pada kenyataannya tokoh-tokoh mistis-magis itu kebanyakan para

sufi. Kekuatan alam akhirnya tunduk di bawah sinar Ilahi dan dukungan-

Nya melalui huruf-huruf dan nama indah-Nya. Melalui kalam Ilahi inilah

jiwa-jiwa Ilahiyah yang aktif dapat digunakan manusia untuk tujuan yang

dikehendakinya. Pada perkembangannya dunia mistis-magis Islam terbagi

dua kelompok, yaitu mistis-magis dalam bentuk wirid-wirid dan mistis-

magis dalam bentuk benda-benda yang telah di formulasikan sedemikian

rupa biasanya berupa wafaq-wafaq atau isim-isim.

Page 96: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

80

Ada dua aliran yang terdapat pada pengetahuan Mistis Magis yaitu

Mistis Magis Putih dan Mistis Magis Hitam. Adapun cara kerja dari masing-

masing aliran tersebut adalah:144

1. Cara kerja Mistis-Magis-Putih

Para ahli hikmah menyadari bahwa kekuatan Tuhan baik yang ada

dalam diri-Nya atau yang ada dalam firman-Nya dapat digunakan oleh

manusia. Ayat-ayat al-Qur’an atau kitab langit lainnya sering digunakan

sebagai perantara untuk menghubungkan manusia dengan Tuhannya,

bahkan Asma-asma Tuhan sering digunakan untuk meminta sesuatu. Jika

seseorang dapat atau sanggup mempraktekkan wirid atau do’a sesuai dengan

rumusan maka kekuatan Ilahiyah (khadam atau malaikat) akan dapat

dimanfaatkan untuk mencapai tujuan yang kehendaki terlebih jika diikuti

oleh jiwa yang bersih. Cara kedua ialah dengan cara memindahkan jiwa-

jiwa Ilahiyah atau khadam yang ada dalam huruf-huruf al-Qur’an atau di

dalam asma-asma Allah, cara ini disebut wafaq atau isim dimana ditulis

dengan menggunakan tinta tertentu dan pada kondisi tertentu. Pada dasarnya

mereka menggunakan supra natural yang ada pada khadam dalam wirid atau

doa, wafaq atau isim untuk tujuan tertentu.145

2. Cara kerja Mistis-Magis-Hitam

Mereka membuat simbol-simbol atau nama atau atribut-atribut, lalu ia

bacakan mantra. Selama mengucapkan kata-kata buruk itu, ia

144

Hambali, “Pengetahuan Mistis dalam Konteks Islam dan Filsafat Ilmu

Pengetahuan”, hal. 3. 145

Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 5-6.

Page 97: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

81

mengumpulkan ludahnya untuk disemburkan pada gambar itu. Lalu ia

ikatkan buhul pada simbol menurut sasaran yang telah disiapkan tadi. Ia

menganggap ikatan buhul itu memiliki kekuatan dan efektif dalam praktik

sihir. Ia meminta jin-jin kafir untuk berpartisipasi, ia memunculkan lebih

banyak roh jahat sehingga segala sesuatu yang dituju benar-benar terjadi.146

Kata mistis, menurut De Jong, seperti juga kata "misteri" berasal dari

kata kerja Yunani mu-ein yang mempunyai dua arti. Arti pertama adalah

menutup mata dan mulut, dan arti kedua adalah mengantarkan seseorang ke

dalam suatu rahasia lewat upacara. Pada awal penggunaannya di Barat pada

abad ke-5 kata mystical menunjukkan suatu corak teologi yang hanya

mengindahkan pendekatan yang melampaui akal dan pengalaman manusia.

Pada pendekatan etimologis ini tampak bahwa mistis tidak akrab dengan

corak berpikir analitis akali yang menjadi watak ilmu pengetahuan.147

Sebagai sebuah kenyataan dalam cakrawala hidup, keberadaan daya-daya

gaib dengan atau tanpa mistis magis tidak bisa ditampik. Namun itu tidak

berarti harus melupakan dampak-dampak yang muncul dari penggunaannya

secara sosial. Persoalannya pun lebih dari sekedar menyangkut etika

maupun ketepatgunaan mistis magis bagi masa kini. Sehingga jika mencoba

berikhtiar untuk mengelola daya-daya gaib untuk kepentingan yang sesuai

dengan tema zaman.

Ada pakar kebudayaan yang memandang mistis magis sebagai benih-

benih aktivitas teoritis dan ilmiah yang muncul dari rasa heran manusia.

Namun pada magis, rasa heran tersebut tidak mampu menyingkap sebab-

146

Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, hal. 5-6. 147

Hambali, “Pengetahuan Mistis dalam Konteks Islam dan Filsafat Ilmu

Pengetahuan”, hal. 4.

Page 98: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

82

musabab yang sesungguhnya, bahkan menjebak orang untuk puas dengan

sebab-musabab khayali. Pengetahuan dalam arti yang di pahami zaman

sekarang, tidak mampu dicapai lewat magis. Kalaupun belakangan terdapat

upaya-upaya yang sukses dalam memberikan secara ilmiah fenomena daya-

daya gaib maka pada saat bersamaan hal tersebut telah menjadi kenyataan

ilmiah di luar magis.148

Sampai langkah ini saja sudah dapat teraba potensi

konfrontasi antara watak penalaran mistis magis dengan trend zaman

sekarang yang berpihak pada corak berpikir analitis akali. Terlebih lagi

karena ternyata telah terjadi pembalikan teori Malinowski yang

menyebutkan bahwa magis hanya beraksi kalau pengetahuan gagal, menjadi

bahwa berkembangnya magis telah menghambat perkembangan ilmu

pengetahuan.

Kepercayaan dan praktek-praktek mistis magis secara luas

menghindarkan orang dari telaah akali, yang menjadi salah satu corak

kebudayaan umat manusia kini dan esok. Persoalannya bukan terletak pada

bagaimana kebudayaan kita bisa beriringan dengan trend kebudayaan dunia

belaka. Melainkan bahwa sampai saat ini terbukti ilmu pengetahuan masih

sanggup memberikan konstribusinya yang besar kepada kebudayaan dan

peradaban umat manusia. Watak berpikir akali dalam ilmu pengetahuan

telah memungkinkan manusia untuk melakukan petualangan dan

penjelajahan dalam semesta kehidupan sambil terus menerus membuka

wawasan baru pengalamannya. Cahaya akal mempunyai watak kritis,

evaluatif dan selalu disertai dengan semangat menisbikan batas-batas

148

Hambali, “Pengetahuan Mistis dalam Konteks Islam dan Filsafat Ilmu

Pengetahuan”, hal. 4.

Page 99: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

83

kemampuan manusia sehingga sejarah kebudayaan dan peradaban manusia

selalu ditandai dengan terbukanya hubungan-hubungan baru. Watak ilmu

pengetahuan adalah memahami dan mengelola fakta-fakta lama maupun

fakta-fakta baru yang ditemukan, karena cahaya akal menolak setiap

kekuatan yang mencoba meresap diri manusia ke dalam alam semesta. Jarak

antara manusia dan alam semesta tersebut sama sekali tidak dapat

ditemukan pada watak penalaran mistis magis.

Dalam mistis magis, manusia lebur ke dalam alam semesta.

Tinggallah dua kemungkinan dalam hal ini, yakni manusia menyerap atau

diserap oleh daya-daya alam. Dengan demikian kebudayaan kemudian

digiring kepada etika yang mengunggulkan sikap dan tindakan menguasai.

Konsep kekuasaan dalam mistis magis memiliki corak yang berbeda dengan

pemahamannya dalam ilmu pengetahuan. Ignas Kleden melihat magis

sebagai bersifat estetis, namun kiranya lebih tepat memahaminya -termasuk

soal kekuasaan- sebagai bersifat emotif. Hal ini tampak pada persepsi dan

praktek-prakteknya, seperti ditulis Cassirer, "Hanya jika mengalami

ketegangan emosional yang luar biasa, maka manusia mencari bantuan pada

upacara magis". Barangkali memang harus dicatat bahwa kepercayaan dan

praktek mistis magis secara hakiki bercorak sosial. Sangat jarang atau

bahkan tidak ada mistis magis yang sejak awal keberangkatannya bercorak

individual atau personal, dan justru pada coraknya itulah muncul beberapa

kerepotan sosial. Kerepotan ini muncul, pertama-tama, dengan asumsi

bahwa masyarakat saat ini semakin heterogen dalam berbagai hal. Sehingga

dalam komunikasi sosial perlu suatu kesamaan bahasa yang mengatasi

Page 100: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

84

segala macam perbedaan, sebuah epistemologi sosial untuk merumuskan

kenyataan obyektif.

Dalam masyarakat modern hal tersebut di tunjukkan lewat kenyataan

obyektif yang empirik dan akali. Kepercayaan dan praktek mistis magis tak

bisa memenuhinya, karena watak penalarannya yang mengatasi akal dan

pengalaman sehingga realitas pun nisbi secara subyektif. Dunia mistis masih

cukup kental dengan sebagian masyarakat tanah air kita. Keyakinan

terhadap penguasa yang mampu mendatangkan keberuntungan dan

menyingkirkan marabahaya selain Allah SWT tetap mengakar pada mereka

ini. Guna melancarkan roda kehidupan, hajatan, atau urusan mereka, mereka

menghidupkan ritual-ritual persembahan tumbal dan sesaji. Persembahan

tumbal biasanya dalam bentuk binatang ternak, baik disembelih terlebih

dahulu maupun dipersembahkan dalam keadaan hidup-hidup. Sementara

persembahan sesaji dilakukan dengan selain hewan bernyawa.149

Mistisisme dapat ditemukan dalam Islam melalui jalan tasawuf dan

oleh kaum orientalis Barat disebut sufisme. Kata sufisme dalam istilah

orientalis Barat khususnya dipakai untuk mistisme Islam. Sufisme tidak

dipakai untuk mistisme yang terdapat dalam agama-agama lain.150

Tasawuf adalah istilah yang berkembang di dunia Arab. Sementara sufisme

lebih populer di Barat, yang dinisbahkan kepada seorang pelaku tasawuf,

sufi. Tujuannya pun satu, dan sama dengan tujuan syari’at, yaitu kesalehan

batin dan perilaku dengan berbagai maqamnya, yang menjadikan sufisme

149

Hambali, “Pengetahuan Mistis dalam Konteks Islam dan Filsafat Ilmu

Pengetahuan”, hal. 5. 150

Harun Nasution, Falsafah dan Mistisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,

1992, hal. 47

Page 101: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

85

menyimpang adalah ketika salah satu maqamnya, wihdatul wujud,

berkembang ke arah ittihad atau hulul, yang kemudian lebih sering berkaitan

dengan sinkrestisme. Ini, yang menyalahi tauhid.151

Ontologi membicarakan Hakikat pengetahuan mistis serta struktur

dari pengetahuan mistis itu sendiri. Mistis adalah pengetahuan yang tidak

rasional, ini pengertian yang umum. Adapun pengertian mistis bila dikaitkan

dengan agama adalah pengetahuan (ajaran atau keyakinan) tentang Tuhan

yang diperoleh melalui meditasi atau latihan spiritual, bebas dari

kebergantungan pada indera dan rasio.152

Pengetahuan mistis adalah

pengetahuan yang tidak dapat dipahami rasio, maksudnya, hubungan sebab-

akibat yang terjadi tidak dapat dipahami rasio. Pengetahuan ini kadang-

kadang memiliki bukti empiris tetapi kebanyakan tidak dapat dibuktikan

secara empiris. Dilihat dari segi sifatnya mistis terbagi menjadi dua, mistis

biasa dan mistis magis. Mistis biasa adalah mistis tanpa kekuatan tertentu.

Contohnya dalam Islam adalah tasawuf. Mistis magis adalah mistis yang

mengandung kekuatan. Mistis magis ini dapat dibagi dua, mistis-magis-

putih dan mistis-magis-hitam. Mistis magis putih dalam Islam contohnya

mukjizat, karamah, ilmu hikmah, sedangkan mistis-magis-hitam contohnya

adalah santet dan sejenisnya yang mengarah ke sihir, bahkan boleh jadi

merupakan sihir. Mistis-magis-putih dalam segi filsafatnya selalu dekat

dengan Tuhan, sehingga dukungan Ilahi sangat menentukan. Hal ini berjalan

sejak kenabian disebut mukjizat dan selain nabi disebut karamah, sedangkan

151

‘Abd Qâdir Îsâ, Hakekat Tasawuf, (Jakarta Timur: Qisthi Press, 2005), hal. 2. 152

Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, hal. 112.

Page 102: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

86

mistis magis hitam bersandar dan bergantung pada kekuatan setan dan roh

jahat.

Jiwa-jiwa yang memiliki kemampuan magis dapat digolongkan

menjadi tiga. Pertama, mereka yang memiliki kekuatan mental atau hikmah.

Itu disebabkan jiwa mereka telah menyatu dengan jiwa setan atau roh jahat.

Para filosof menyebut mereka ini sebagai ahli sihir dan kekuatan mereka

luar biasa. Kedua, mereka yang melakukan pengaruh magisnya dengan

menggunakan watak benda-benda atau elemen-elemen yang ada di

dalamnya, baik benda angkasa atau benda yang ada di bumi. Inilah yang

disebut jimat-jimat yang biasa disimbolkan dalam bentuk benda-benda

material atau rajah. Ketiga, mereka yang melakukan pengaruh magisnya

melalui kekuatan imajinasi sehingga menimbulkan berbagai fantasi pada

orang yang dipengaruhi. Kelompok ini disebut kelompok pesulap.153

Bagaimana pengetahuan mistis diperoleh. Objek empiris dapat

diketahui sains, objek abstrak rasional dapat diketahui filsafat, sisanya, yaitu

yang abstrak-supra-rasional diketahui dengan apa. Mistis di sini bukan lagi

kata sifat tetapi nama, sejajar dengan sains dan filsafat.154

Pengetahuan

mistis ialah pengetahuan yang diperoleh tidak melalui indera dan bukan

melalui rasio. Pengetahuan ini diperoleh melalui rasa, melalui hati sebagai

alat merasa. Sehingga hal-hal yang tidak dapat dipahami oleh indera dapat

diterima oleh hati dan rasa.155

Adapun objek dari pengetahuan mistis adalah

objek yang abstrak-supra-rasional, seperti alam ghaib termasuk Tuhan,

malaikat, surga, neraka dan jin. Termasuk objek-objek yang hanya dapat

153

Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, hal. 116. 154

Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, hal. 112. 155

Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, hal. 118.

Page 103: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

87

diketahui melalui pengetahuan mistis ialah objek-objek yang tidak dapat

dipahami oleh rasio, yaitu objek-objek supra-natural seperti kebal, debus,

pelet, penggunaan jin dan santet. Pada umumnya cara memperoleh

pengetahuan magis adalah latihan yang disebut riyadhah. Dari riyadhah itu

manusia memperoleh pencerahan, mem-peroleh pengetahuan yang dalam

tasawuf disebut ma’rifah.

Mustahil pengetahuan mistis mendapat pengikut yang begitu banyak

dan berkembang sedemikian pesat bila tidak ada gunanya. Uraian tentang

kegunaan pengetahuan mistis seharusnya menyangkut mistis biasa, mistis

putih, dan mistis hitam. Kegunaannya mencakup area yang sangat luas.

Pengetahuan mistis itu amat subjektif, yang paling tahu penggunaannya

ialah pemiliknya. Secara kasar kita dapat mengetahui bahwa mistis yang

biasa digunakan untuk memperkuat keimanan, mistis-magis-putih di

gunakan untuk kebaikan, sedangkan mistis-magis-hitam digunakan untuk

tujuan yang jahat. Pengetahuan mistis menyelesaikan masalah tidak melalui

proses indrawi dan tidak juga melalui proses rasio. Itu berlaku untuk mistis

magis putih dan mistis magis hitam. Hampir seluruh masyarakat beragama

di dunia mengakui adanya kehidupan mistis, termasuk jenis-jenis mistis

yang mengandung magis.

Islam sebagai agama yang memiliki nilai-nilai universal bagi

kehidupan manusia sebenarnya telah memberi jalan cukup jelas tentang

keberadaan mistis yang gaib itu. Masyarakat Islam ketika berhadapan

dengan tradisi-tradisi lokal seperti Yunani, Persia, India, Warisan Arab

Kuno yang kaya dengan praktik mistis-magis terdorong dan terilhami untuk

Page 104: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

88

memformulasikan kembali kegiatan ini dalam bentuk-bentuk yang selaras

dengan nilai-nilai Islam. Dari sinilah agaknya muncul dan berkembangnya

tradisi mistis-magis dalam Islam.156

Ada beberapa cara untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan di

antaranya melalui akal, empiris, wahyu, intuisi, karamah, mukjizat, ilham

maupun sihir. Dalam hal pengetahuan mistis jarang menggunakan akal tapi

lebih menitik beratkan pada perasaan yang mendalam. Adakalanya setiap

fenomena yang mistis tidak semua dapat dirasiokan, sebab itulah peradaban

Barat tidak menjadikan perasaan sebagai landasan suatu ilmu hanya sebatas

pengetahuan yang belum ilmiah keberadaannya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pengetahuan mistis ini terbagi dalam

berbagai kubu, di antara percaya atau tidaknya suatu hal yang terjadi. Tapi

tak terbantahkan jika ada orang-orang yang berpegang teguh pada mistisme

ini contohnya orang-orang sufi. Yang mereka merasa tentram untuk hidup

yang mereka pilih. Perbuatan-perbuatan mistis yang dipraktekkan dalam

kehidupan sosial terkadang melenceng dari aturan, yang mengajarkan

mistisme hitam misalnya. Ini sangat berdampak buruk bagi masyarakat

sosial, dimana yang harusnya pengetahuan mistis ini membantu kehidupan

manusia bukan sebaliknya.

Sufi adalah orang-orang yang selalu menjaga hubungannya dengan

sang Pencipta. Sudah barang tentu jika seseorang yang dekat dengan

Tuhannya, maka Tuhan akan lebih dekat padanya. Tidak mengherankan jika

156

Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, hal. 122-126.

Page 105: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

89

Allah memberikan keistimewaan pada orang-orang yang mengistimewakan

Allah dalam hati mereka, biasanya keistimewaan ini berupa karamah.

Dalil karamah dalam al-Qur’an pertama cerita mengenai Ashabul

Kahfi yang tertidur panjang selama 309 tahun dalam gua. Kedua kisah

Maryam yang menggoyangkan pohon kurma yang kering dan berjatuhanlah

kurma yang masak di luar musimnya. Ketiga, nabi Zakaria As mendapati

makanan dalam mihrabnya Maryam. Dan yang keempat, masa Nabi

Sulaiman As memerintah jin untuk membawakan singgasana Ratu Bilqis

hanya dengan sekejap mata berkedip.

Pengetahuan mistis ialah pengetahuan yang diperoleh tidak melalui

indera dan bukan melalui rasio. Pengetahuan ini diperoleh melalui rasa dan

hati. Yang menjadi objek pengetahuan mistis ialah objek yang abstrak-

supra-rasional, seperti alam gaib, Tuhan, malaikat, surga, neraka dan jin.

Pada umumnya cara memperoleh pengetahuan mistis adalah latihan yang

disebut dengan riyadhah (latihan), dari situlah manusia dapat memperoleh

pencerahan, memperoleh pengetahuan.

Kebenaran pengetahuan mistis diukur dengan berbagai ukuran. Ada

kalanya ukuran kebenaran pengetahuan mistis itu kepercayaan. Jadi, sesuatu

dianggap benar jika kita mempercayainya. Ada kalanya juga kebenaran

suatu teori diukur dengan bukti empiris, yaitu ukuran kebenaran. Sulit

memahami jika sesuatu teori dalam pengetahuan mistis bila pengetahuan itu

tidak punya bukti empirik, sulit diterima karena secara rasional tidak

terbukti dan bukti empirik pun tidak ada.

Page 106: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

90

Pengetahuan mistis itu amat subjektif, yang paling tahu

penggunaannya ialah pemiliknya. Di kalangan sufi kegunaannya yaitu dapat

menentramkan jiwa mereka, mereka menggunakan pengetahuannya untuk

kebaikan. Mistis magis hitam dikatakan hitam karena penggunaannya untuk

kejahatan. Cara pengetahuan mistis menyelesaikan masalah tidak melalui

proses inderawi dan tidak juga melalui proses rasio.

B. Makna Kata al-Hadîd

Berbicara tentang hakikat keEsaan Allah tidak dapat disembunyikan

di alam jagat raya ini, dan selalu terbuka dengan limpahan sifat

SamadiyyahNya (keabadian dan tempat ketergantungan makhlukNya)

keluasan sifat MamlakahNya (kerajaan yang merajai semua makhlukNya),

dan penguasa kerajaan dari segala raja bahwa seluruh sesuatu yang zahir

dan yang batin merupakan suatu yang gaib dan suatu persaksian yaitu

keadaan-keadaanNya yang Dzatiyyah, dan semua penampakkan-

penampakkanNya yang bersifat JamaliyyahNya dan JalaliyyahNya yang

tersusun di atas semua nama-namaNya dan sifat-sifatNya yang yang berupa

Dzatiyyah dan Fi’liyyah.157

Oleh karena itu, bagi seorang hamba harus mentamengkan dirinya

layaknya besi yang kokoh dengan sebuah ketauhidan, agar senantiasa

terbuka sifat limpahan sifat SamdiyyahNya (keabadian dan tempat

ketergantungan makhlukNya) dan keluasan sifat MamlakahNya (kerajaan

yang merajai semua makhlukNya).

157

‘Abd al-Qâdir al-Jilâni, Tafsir al-Jilâni, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah,

2014), Juz 5, hal. 135.

Page 107: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

91

C. Korelasi Makna Ayat Wahdah al-Wujûd dan Ayat Kauniyah

dalam Penafsiran ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî Surat al-Hadîd

Ayat 1-6

Disini penulis, ingin menguraikan penafsiran ‘Abd al-Razzâq al-

Qîsyânî dalam surah al-Hadîd ayat 1-6, bagi penulis ayat 1 yang dipaparkan

oleh beliau berisikan ayat waḥdah al-wujûd, dan ayat 2-6 itu berisikan ayat

kauniyyah. ayat wahdah al-wujûd dengan ayat-ayat kauniyyah mempunyai

hubungan yang sangat erat, ayat wahdah al-wujûd itu adalah aspek

testimonial (batin) dan ayat kauniyyah adalah aspek serimonial (lahir) atau

realita alam. Jikalau al-Qur’an hanya ditafsirkan dari aspek lahiriah saja

maka akan ada kekeringan spiritual ajaran Islam. Dan jikalau hanya dari

aspek batiniyah saja akan mengakibatkan ketimpangan dalam syari’ah.

Selanjutnya penulis akan memaparkan penafsiran beliau dari ayat 1-6,

sebagai berikut:

Maha suci bagi Allah sesuatu yang ada di dalam langit dan bumi, dan

Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Al-Qâsyânî dalam melihat Tuhan tidaklah hanya sebagai Tuhan yang

Satu, akan tetapi Tuhan adalah hakekat dari segala yang ada, Ia merupakan

wujud mutlak, sumber segala maujud. Segala yang ada bersifat baharu,

binasa atau ‘adam, dan semuanya akan kekal kepada-Nya.158

Tidak ada

baginya wujud yang abadi kecuali ‘ain (esensi) zat-Nya yang tunggal. Ia lah

158

Tafsir al-Qâsyânî, Tafsîr al-Qur’an al-Karîm, juz II, (Lebanon: Dar al-Kutub al-

Ilmiyyah 2011), h. 298.

Page 108: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

92

‘ain (esensi) dari segala yang ada. Hal itu dinyatakan Ibn ‘Arabi dalam satu

ungkapan:

سبحان الذي خلق االشياء وهو عينها

Maha suci Allah yang telah menjadikan segala sesuatu sedangkan Dia

adalah hakekatnya.159

Wujud Hakiki atau Wujud Dzat merupakan Wujud mutlak atau Wujud

al-Kulli, Ia adalah pangkal dan akhir dari segala yang ada. Segala sesuatu

adalah makhluk yang wujudnya bergantung pada Wujud Hakiki. Wujud

selain Wujud Hakiki adanya adalah karena di luar dirinya, dan adanya

adalah bergantung pada wujud yang mengadakannya. Karenanya tidak ada

yang mempunyai wujud yang sebenarnya kecuali Wujud Hakiki yang

merupakan wujud Tuhan. Segala sesuatu yang dijadikan dan bersumber dari

hakikat wujud pada esensinya tidak berwujud. Yang mempunyai wujud

sebenarnya sebagai hakikat dari segala yang maujud hanyalah Allah. 160

Allah adalah Zat yang menguasai segala yang maujud, Dia yang

menghidupkan Dia pula yang mematikan, Dia lah yang mempunyai sifat

jaiz kepada semua sesuatu, karena Dia yang mempunyai kuasa terhadap

sesuatu. Dan tidak ada yang punya kuasa kecuali Allah.161 Sebagaimana

Allah berfirman dalam surah al-Hadid ayat 2:

159

Ahmad Daudi, Allah dan Manusia dalam Konsep Syaikh Nūr ad-Dīn ar-Raniri,

(Jakarta: Rajawali Pers 1983), hal. 76. 160

Afandi, “Pemikiran Ibn ‘Arabi Tentang Hakekat Wujud”, hal. 33. 161

Tafsir al-Qâsyânî, Tafsîr al-Qur’an al-Karîm, juz II, hal. 298.

Page 109: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

93

Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan

dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Bagi al-Qâsyânî, bahwa kita harus mengetahui dari mana kita

berasal, sehingga kita mengetahui untuk apa kita diadakan di dalam bumi

ini.162

Dan agar tercipta sebuah kehidupan moral dan esensi dari kehidupan.

Sebagaimana Allah berfirman dalam surah al-Hadîd 3:

Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin, dan

Dia Maha mengetahui segala sesuatu.

Bagi al-Qâsyânî, bahwa Allah lah yang memulai segala sesuatu

dengan Wujûd Idafî yakni dengan menampakkan dirinya di mazhar

(penampakan) yang ada di alam ini. Artinya bahwa Allah menyandarkan

dirinya kepada ciptaan yang ada. Kenapa Allah menyandarkan dirinya

kepada makhluk. Karena satu tujuan nya, yakni supaya Ia di kenal dan

diesakan bahwa alam semesta ini pada esensinya adalah wujud Allah. Dan

Allah pula yang mengakhiri alam ini, karena semua yang ada itu berada di

bawah kekuasannya, Allah lah sang penguasa dari semua penguasa yang

ada. Maka dari pada itu semuanya Dialah yang mengawali dia pula yang

mengakhiri.”163

Bagi al-Qâsyânî, inilah yang menjadi dasar yang terpenting dalam

kehidupan individu seseorang, agar mengetahui identitas diri yang

sesungguhnya dan terciptanya esensi kehidupan yang ada di dalam muka

162

Tafsir al-Qâsyânî, Tafsîr al-Qur’an al-Karîm, juz II, hal. 298. 163

Tafsir al-Qâsyânî, Tafsîr al-Qur’an al-Karîm, juz II, hal. 298.

Page 110: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

94

bumi ini, yang dimaksud dengan dzahir dan bathin menurut al-Qāsyāni,

adalah Allah menampakkan ciptaan yang ada dengan sifat-sifatNya dan

perbuatan-perbuatanNya. Dan bahwasannya wujud ini merupakan

perwujudan dari Allah, bagi orang yang telah mengetahui esensi wujud ini.

Jika tidak maka mereka terhijab (tertutup) dengan wujud yang ada, maka

timbul lah pengakuan diri ini adalah wujud nya bukan wujud Allah.164

Dalam pandangan sufi, yang dimaksud dengan zahir adalah sifat-

sifat Allah yang tampak, sedangkan yang batin adalah dzatNya. Manusia

dianggap mempunyai tersebut karena manusia berasal dari emanasi Allah,

sehingga antara manusia dengan Allah pada hakikatnya satu wujud.

Perbedaannya hanya rupa dan ragam.

Sebagaimana yang tertera didalam surah al-Hadîd ayat 4

Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa:

kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang

masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa

yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. dan Dia

bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat

apa yang kamu kerjakan.

Bagi al-Qâsyânî, beliau mena’wilkan ayat diatas Allah menciptakan

langit dan bumi dalam jangka enam hari, yang dimaksud hari disini adalah

164

Tafsir al-Qâsyânî, Tafsîr al-Qur’an al-Karîm, juz II, hal. 298.

Page 111: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

95

hari-hari ketuhanan, yakni alam yang enam adalah dari zaman Adam sampai

Muhammad Saw, semuanya mempunyai batasan yang disembunyikan,

yakni hijab (penutup) dengan batasan tersebut. Dalam artian bahwa makhluk

yang telah Ia ciptakan tidak mempunyai kemampuan apapun kecuali

kemampuanNya.165

Allah adalah sesuatu dan satu, dia merupakan wujud yang mutlak,

maka nur (cahaya) Allah merupakan bagian dari dirinya. Itulah hakikat

Muhammadiyah. Perlu diketahui disini, pertama-tama Allah menciptakan

Ruh Muhammad dari cahaya JamâlNya, sebagaimana Allah berfirman

dalam hadis qudsi:166

د صلى هللا عليه وسلم من نور و جهي خلقت روح محم

Aku menciptakan ruh Muhammad dari cahaya Dzatku.

Dan Nabi bersabda:

ل ل موا خلوق هللا القلوم و أو ل موا خلوق هللا نووري وأو ل ماخلق هللا روحوي وأو أو

ماخلق هللا العقل

Syaikh ‘Abdul Qâdir al-Jîlânî menjelaskan dalam kitabnya bahwa

Ruh, Nur, Qalam, dan Aqal adalah kesatuan yang satu, dan hakikat

Muhammadiyah dinamai dengan (Nur), karena keadaannya itu bersih, suci

dari kegelapan JalâlNya, sebagaimana Allah berfirman dalam surah al-

Mâidah ayat 15:

165

Tafsir al-Qâsyânî, Tafsîr al-Qur’an al-Karîm, juz II, hal. 298. 166

‘Abdul Qâdir al-Jîlânî, Sirru al-Asrâr wa Mathar al-Anwâr, (Mesir: al-Azhar,

t.t), hal. 6.

Page 112: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

96

Sungguh telah datang kepada kalian dari Allah cahaya dan kitab

yang menerangkan.

Kata Nur disini adalah cahaya yang nampak pada diri Muhammad

bin ‘Abdillah yang dimana beliau adalah orang kecintaanNya Allah sebagai

hamba sekaligus NabiNya yang diberikan syari’at oleh Allah Tuhan semesta

alam, kemudian beliau sampaikan kepada para ummatnya agar mengikuti

ajarannya baik itu yang berupa ketauhidan ataupun pekerjaan syari’at.

Disini penulis menemukan di dalam kitab Tafsîr al-Jîlânî karya

Syaikh ‘Abdul Qâdir al-Jîlânî, bahwa kata Nur disini adalah cahaya

kema’rifatan dengan tanpa perantara dan tanpa dibuat-buat. Orang-orang

yang sudah melakukan perjalanan ketauhidan dengan sebenar-benarnya,

selalu bermujahadah dalam membersihkan kekotoran diri, senantiasa

berzikir kepada Allah baik itu ibadah yang sifatnya formal ataupun yang

non formal, sehingga selalu menyaksikan Allah dalam realita yang ada di

alam ini, dan juga menghadapkan dirinya kepada Allah dengan segenap jiwa

dan raga. Maka Nur Muhammadiyyah mengalir bagi orang-orang

tersebut.167

Dinamai (Akal), karena keadaannya itu meliputi segala sesuatu, dan

dinamai (Qalam) karena keadaanya yang menjadi kunci dalam segala

sesuatu, maka Nur Muhammadiyyah itu adalah intisari ciptaan dan awal

ciptaan,168

sebagaimana Nabi bersabda:

أنا من هللا والمؤمنون مني

Aku dari Allah dan orang-orang mu’min dari ku

167

‘Abdul Qâdir al-Jîlânî, Tafsir al-Jîlânî, (Lebanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah,

1970), hal. 435. 168

‘Abdul Qâdir al-Jîlânî, Sirru al-Asrār wa Mathar al-Anwār, hal. 6-7.

Page 113: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

97

Dari hakikat Muhammadiyah itulah memenuhi tubuh Adam dan

Muhammad. Dan apabila Muhammad telah mati sebagai tubuh, namun

nur Muhammadiyah itu tetap ada ia merupakan bagian dari Tuhan. Jadi

Allah, Adam, Muhammad adalah satu.

Hadis qudsi yang dikutip al-Jîlânî di atas tidak penulis temukan di

dalam kamus takhrij hadis al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fāz al-Hadīs al-

Nabawi melalui lafaz khalaqa169

dan Mausû’ah Atrâf al-Hadîs al-Nabawi

al-Syarîf melalui awal matan170

dan Tuhfah al-Asrâf bi Ma’rifah al-Athrâf

melalui perawi pertama.171

Hadis qudsi tersebut juga dikutip oleh Nizâm al-

Dīn al-Hasan al-Naisâbûrî (850 H) dalam Gharâib al-Qur’an wa Raghâibal-

Furqân dan Ismâ’îl Haqqî bin Mustafâ (1127 H) dalam Rûh al-Bayân.

Namun dalam tafsir-tafsir tersebut juga tidak dicantumkan sanad yang

bersambung hingga Rasulullah, sehingga kehujjahan hadis itu diragukan

bahkan ditolak.172

Memang secara keseluruhan di dalam Kutub at-Tis’ah,

penulis tidak menemukan hadis tentang Nur Muhammadiyyah. Menurut

penulis, Syaikh ‘Abdul Qâdir al-Jîlânî adalah bukanlah seorang yang tidak

mengerti hadis, sehingga beliau tidak sembarangan mencantumkan sebuah

hadis qudsi dalam karyanya yakni Sirru al-Asrâr wa Mathar al-Anwâr.

Akan tetapi disini penulis menemukan, di dalam kitab Kasyf al-

Khafâ` wa Mazîl al-Ilbâs ‘Ammâ Istahara min al-Ahâdis ‘ala Alsinah al-

169

A.J.wensinck, Al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fâz al-Hadîs al-Nabawi (Leiden:

EJ.Brill,1943), hal. 71. 170

Muhammad Said Zaghul, Mausû’ah Atrâf al-Hadîs al-Nabawi al-Syarîf (Beirut:

Dâr al-Fikr,1994), jilid. II, hal. 358; jilid. III, hal. 133, 333; jilid. IV, hal. 304, 388; jilid. V,

hal. 60, 105, 206. 171

Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yusûf al-Mizzî, Tuhfah al-Asrâf bi Ma’rifah al-Athrâf

(Beirut: Dâr al-Gharab al-Islâmî, 1999), hal. 209. 172

Riswan Sulaeman, “Tafsir Isyari tentang Surga Menurut Syaikh ‘Abd al-Qadir al-

Jailani”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Jakarta, 2017),

hal. 85.

Page 114: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

98

Nâs karya al-Imam Ismā’īl bin Muhammad al-‘Ajlūnī (807-1162 H)173

sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Jâbir bin ‘Abdullah al-Ansâri tentang

awal mula ciptaan, kemudian diriwayatkan oleh ‘Abd al-Razzâq di dalam

musannafnya, dengan redaksi:

ل ما خلق هللا نور نبيك ياجابر أو

Awal mula yang Allah ciptakanadalah Nur Nabimu wahai Jābir

Saat Nabi bersama kedua orang tuanya Jâbir, kemudian Jâbir meminta

penjelasan tentang awal mula sesuatu yang Allah ciptakan sebelum segala

sesuatu, kemudian Nabi menjawab, wahai Jâbir sesungguhnya Allah

menciptakan sebelum segala sesuatu itu Nur Nabimu dari Nur cahayaNya.

Kemudian Allah menjadikan Nur tersebut berputar atau beredar dengan

kekuasaanNya sekira Ia menghendaki, dan saat itu belum ada yang namanya

Lauh, Qalam, Surga, Neraka, Malaikat, Langit, Bumi, Matahari, Bulan, Jin,

dan Manusia. Maka tatkala Allah menghendaki untuk menciptakan sesuatu

dari Nur Muhammad tersebut maka tercipta lah Qalam, Lauh, ‘Arsy,

Hamlah al-‘Arsy, Kursi, Malaikat, Jin, Langit, Bumi, Surga, Neraka,

kemudian Allah menciptakan Nur Basyirah orang-orang Mu’min, Nur hati-

hati mereka yaitu Ma’rifah kepada Allah, dan Nur kejinakan yaitu Tauhid,

yakni ال اله اال هللا محمد رسول هللا.174

Dalam kitab Imam al-Sya’râwî (1329 H-1419 H)175

yang berjudul

Anta Tas’alu wa al-Islâm Yujîbu li al-Syaikh al-Sya’râwi, penulis

173

Ismâ’îl bin Muhammad al-‘Ajlûnî, Kasyf al-Khafâ’ wa Mazîl al-Ilbâs ‘Ammâ

Istahara min al-Ahâdis ‘ala Alsinah al-Nâs, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Misriyyah), hal. 2-6. 174

Ismâ’îl bin Muhammad al-‘Ajlûnî, Kasyf al-Khafâ`’ wa Mazîl al-Ilbâs ‘Ammâ

Istahara min al-Ahâdîs ‘ala Alsinah al-Nâs, hal. 265. 175

Sa’id Abu al-‘Ainan, al-Sya’râwî Ana min Sulâlat ahl al-Bait, (Kairo: Akhbar al-

Yawn, 1995), hal. 6.

Page 115: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

99

menemukan sebuah hadis tentang Nur Muhammadiyyah dan awal mula

ciptaan, dengan redaksi sebagai berikut:176

ي هللا عنه سوأل رسوول هللا صول ى هللا عليوه وسولم : موا أن جابر بن عبد هللا ر

ل ما خلق هللا ؟ فقال : ) نور نبيك ياجابر(أو177

Bahwa Jabir bin Abdillah pernah bertanya kepada Rasulullah: apa

yang awal-awal Allah ciptakan? Lalu Rasullullah pun menjawab: Nur

Nabimu wahai Jâbir.

Kemudian bagaimana dapat disesuaikan hadis ini dengan bahwa

seawal makhluk itu Adam dan dia daripada tanah? Disini penulis

menemukan jawaban Imam al-Sya’râwî:

Daripada kesempurnaan yang mutlak dan dari segi tabi’inya, bahwa

Allah memulakan penciptaan dengan menciptakan makhluk yang tinggi,

kemudian diambil daripadanya yang rendah. Tidaklah masuk akal, bahwa

diciptakan bahan baku materi unsur tanah (al-Mâdah al-Tiniyyah) dahulu

kemudian baru Dia menciptakan daripadanya Muhammad, karena

sesungguhnya insan yang paling tertinggi adalah para rasul, danyang

tertinggi daripada mereka adalah Muhammad bin ‘Abdillah. Oleh karena

itu, tidak sah dikatakan bahwa diciptakan unsur materi kemudia diciptakan

daripadanya Muhammad. Tak dapat tiada bahwajadilah Nur Muhammad

176

Al-Sya’râwî, Anta Tas’alu wa al-Islâm Yujîbu li al-Syaikh al-Sya’râwî, (Kairo:

Dar al-Qudsi, 2003), hal. 38. 177

Hadis ini banyak perbedaan pendapat di kalangan ulama hadis di dalam

mengingkari hadis tersebut, mereka mengatakan bahwa hadis tersebut tidak ada atau tidak

tercantum di dalam musannafnya ‘Abd al-Razzâq, dan sebagian para guru sufi dan sebagian

ulama hadis mengakui keberadaan hadis tersebut di dalam musannafnya ‘Abd al-Razzâq

dibagian sebelah kanan, al-Ghazâli memasukan naskah asli hadis tersebut, kemudian beliau

menjelaskan hadis tersebut di dalam kitabnya yang berjudul Syajarah al-Yaqîn fi Nûr

Sayyid al-Mursalîn wa Bayân al-Haq Yaum al-Dîn, dan sebagian ulama-ulama

kontemporer berpendapat bahwa masalah ini tidak di jelaskan secara mendasar dengan

sanad yang lengkap.

Page 116: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

100

itulah yang wujud dahulu, dan daripada Nur Muhammadiyyah timbulnya

segala sesuatu,danjadilah hadis jabir itu benar adanya.178

Jelas daripada jawaban tersebut Syaikh Mutawalli al-Sya’râwî

Termasuk ulama yang menerima kebenaran hadis Jâbir tersebut. Sebenarnya

sandaran untuk konsep Nur Muhammad ini bukanlah hanya pada hadis Jabir

ini saja, tetapi ada lagi hadis yang telah di sebutkan diatas yang dijadikan

sandaran. Jika ada yang menolak tsabitnya hadis Jâbir, maka tidak ada

maknanya mereka menolak konsep Nur Muhammad. Oleh karena itu

selayaknya kita menghormati perbedaan pendapat dengan lapang dada tanpa

saling tuduh-menuduh, karena jari yang kita tuding itu mungkin mencucuk

mata para ulama yang kita disuruh memuliakan mereka.

Al-Qâsyânî mena’wilkan kalimat وهو معكم أين ما كنتم , bahwa wujud

kalian adalah wujud Allah dan mazhar (penampakan) yang ada adalah

mazhar (penampakan wujudNya).179

Konsep kesatuan wujud sendiri sangat kompleks dan sulit ditangkap.

Ibn ‘Arabî memberikan ilustrasi tentang bagaimana hubungan antara tuhan

dan alam dalam konsep wujudnya.” Wajah sebenarnya satu, tapi jika engkau

perbanyak cermin, maka ia akan menjadi banyak.” Segala macam benda dan

makhluk yang terdapat di alam semesta sebagai manfestasi (tajalliyyat)

Allah.180

Kalau khalik dan makhluk bersatu dalam wujudnya mengapa terlihat

dua. Menurut Ibn ‘Arabî tidak memandangnya dari sisi satu, tetapi

178

Al-Sya’râwî, Anta Tas’alu wa al-Islâm Yujîbu li al-Syaikh al-Sya’râwî, hal. 38. 179

Tafsir al-Qîsyânî, Tafsîr al-Qur’an al-Karîm, juz II, hal. 707. 180

Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, hal. 76.

Page 117: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

101

memandang keduanya bahwa khalik dari sisi satu dan makhluk dari sisi

yang lain. Jika mereka memandang dari sisi lain mereka pasti mengetahui

hakikat keduanya yakni dzatnya satu yang tak terbilang dan terpisah.181

Wujud tuhan juga wujud alam dan wujud Tuhan bersatu dengan wujud alam

yang dalam istilah barat disebut panteisme, yang di definisikan oleh Henry

C.Theissen, panteisme adalah teori yang menyatakan bahwa segala sesuatu

yang terbatas adalah aspek modifikasi atau bagian dari satu wujud yang

kekal dan ada dengan sendirinya.182

Menurut Ibn ‘Arabi:

Khalq (makhluk) dan lahut menjadi haq (Allah). Khalq dan haq

adalah dua aspek bagi tiap sesuatu. Aspek yang sebelah luar disebut khalq

dan aspek yang sebelah dalam disebut haq.183

Kata-kata khalq dan haq

merupakan sinonim dari ‘ard (العرض, accident) dan al-jauhar (الجوهر,

substance), dan dari al-ẓahir (الظاهر, lahir, luar) dan al-baṭin (الباطن, batin,

dalam).

Dalam paham waḥdah al-wujûd tiap-tiap yang mempunyai dua aspek.

Aspek luar, yang merupakan ‘ard dan khalq yang mempunyai sifat

kemakhlukan dan aspek dalam yang merupakan jauhar dan haq yang

mempunyai sifat ketuhanan. Dengan kata lain dalam tiap-tiap yang

berwujud itu terdapat sifat ketuhanan atau haq dan sifat kemakhlukan atau

khalq.184

181

Muhammad Mustafa, Al-Hayât ar-Ruhiyyah fi al-Islâm, (Mesir: Dâr al-Kitab,

1984), hal. 182. 182

Kautsar Azhari Noer, Ibn ‘Arabi Waḥdah al-Wujûd dalam Perdebatan, (Jakarta:

Paramadina, 1995), hal. 162. 183

Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, hal. 75. 184

Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, hal. 75.

Page 118: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

102

Dengan kata lain, makhluk atau yang dijadikan, wujudnya tergantung

pada wujud tuhan yang bersifat wajib. Tegasnya yang sebenarnya

mempunyai wujud hanyalah satu, yaitu Tuhan. Wujud selain dari Tuhan

adalah wujûd Idofî (bayangan).185

Sebagaimana Allah berfirman pada ayat berikutnya:

KepunyaanNya-lah kerajaan langit dan bumi. dan kepada Allah-lah

dikembalikan segala urusan.

Bagi al-Qâsyânî bahwa apa yang tercipta adalah bersumber dariNya,

Dialah sang raja yang penguasaanNya tidak ada batasnya, dan kita sebagai

makhluk harus menyadari bahwa kita hidup tidak hanya sebatas lahiriyyah

saja, kita sebagai makhluk harus menyadari juga bahwa di dalam hidup kita

ini ada aspek batiniyyahnya, agar kita mengetahui esensi segala sesuatu, dan

hanya kepadaNya kita menyembah dan kembali.186

Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan

siang ke dalam malam. Dan Dia Maha mengetahui segala isi hati.

Al-Qâsyânî mena’wilkan ayat tersebut bahwa Dialah yang

memasukkan malam kelalaian ke dalam kehadiran siang, dan Dia pulalah

185

Tafsir al-Qâsyânî, Tafsir al-Qur’an al-Karîm, juz II, hal. 298. 186

Tafsir al-Qâsyânî, Tafsîr al-Qur’an al-Karîm, juz II, hal. 299.

Page 119: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

103

yang memasukkan kehadiran siang ke dalam malam kelalaian, dan Dia juga

menutupi sifat jamâlNya ke dalam sifat jalâlNya dan Dia juga lah yang

menutupi sifat jalâlNya ke dalam sifat jamâlNya. Dia lah yang Maha

Mengetahui dengan sesuatu yang Dia pancarkan ke dalam jiwa-jiwa yang

tenang dari rahasia-rahasiaNya dan kelembutan-kelembutan kelalaian dan

kehadiran dan hikmah dari keduanya, dan kelembutan-kelembutan

penutupNya dan penampakkan-penampakkanNya dan dari kejadian seperti

itu ada faedahnya, tidak ada yang mengetahui kecuali Dia.187

Dari penjelasan al- Qâsyânî di atas, penulis menyakini bahwa Tuhan,

Alam dan Manusia itu mempunyai hubungan yang sangat erat, begitu juga

sama halnya dengan ayat-ayat waḥdah al-wujūd dengan ayat-ayat

kauniyyah.

D. Nilai Sufistik dalam tafsir al-Qâsyânî dari ayat Waḥdah al-

Wujûd dan Kauniyyah pada surah al-Hadîd ayat 1-6

Pada sub judul ini, penulis akan menjelaskan nilai sufistik yang

dianalisis dari ayat wahdah al-wujûd dan kauniyyah pada surah al-Hadîd

ayat 1-6. Adapun nilai sufistik yang dijadikan kajian adalah konsep tasawuf

sunni al-Qâsyânî. Di jadikannya konsep tasawuf falsafi al-Qâsyânî sebagai

objek kajian, dengan alasan untuk menemukan nilai sufistik yang

terkandung dalam ayat wahdah al-wujûd dan kauniyyah pada surah al-Hadîd

ayat 1-6 yang dijadikan objek penelitian.

1. Tauhîd

187

Tafsir al-Qâsyânî, Tafsîr al-Qur’an al-Karîm, juz II, hal. 299.

Page 120: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

104

Secara etimologi, kata tauhîd berasal dari kata wahhada yuwahhidu

tauhidan mengikuti wazan fa’ala yufa’ilu taf’ilan artinya mengesakan,

mengimankan bahwa “Tiada Tuhan selain Allah”,188

sedangkan secara

terminologi tauhîd adalah mengesakan Dzat Allah dari setiap yang

tergambar baik dari sebuah pemahaman, atau khayalan yang ada di dalam

sangkaan,189

dan juga tauhid adalah menjauhkan langkah dari kebaruan

(ḥudûts), berpaling dari makhluk (hâdîth) dan menghadap kepada yang

qadim, hingga hamba tidak menyaksikan dirinya sendiri atau yang

lainnya.190

Al-Hujwirî (w. 465/469)191

mengatakan bahwa tauhid adalah

menyatakan keesaan sesuatudan memiliki pengetahuan yang sempurna

tentang keesaannya. Karena tuhan itu esa, tanpa ada sekutu, zat dan sifat

sifatnya, tanpa ada yang menyamainya dan tanpa ada sekutunya dalam

tindakan-tindakannya. Pengetahuan tentang keesaan Allah adalah tauhid.192

Disini al-Qâsyânî membagi tauhid kepada 3 bagian,193

Pertama,

tauhid ‘am adalah mentauhidkan Allah hanya sekedar mengucapkan lafaz

,Kedua, tauhid khas adalah mentauhidkan Allah .أن تشهد أن ال اله اال هللا“

melihat Allah dengan melihat sesuatu lainnya, dalam tauhid khas ini,

188

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, hal. 1542. 189

‘Alî bin Muhammad al-Syarîf al-Jurjânî, al-Ta’rifât, (Lebanon: Beirut, 1985),

hal. 72. 190

Suliyono, Tesis: “Penafsiran Ayat-ayat Komunikasi Orang Tua dan Anak: Studi

Analisis Tafsir Laṭâ`if al-Isyârât Karya Al-Qusayrî”, (Jakarta, 03 Januari 2017), hal. 93. 191

Muhsin Ruslan, “Ilmu Tasaswuf dan Manfaatnya: Menelusuri Pandangan al-

Junayd al-Baghdâdî dan Pedoman Tasawuf Masa Kini”, (Fakultas Ushuluddin IAIN

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Media Akademik, Vol. 26, No. 3, Juli 2011), hal. 8. 192

Al-Hujwiri, Kasyful Mahjub, Penerjemaah Abdul Hadi WM (Bandung: Mizan,

2015), hal. 265. Dikutip oleh Suliyono, hal. 93. 193

‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî, Latâ`if al-‘Alâm fi Isyârâti Ahl al-Ilhâm, jilid 1, hal.

299.

Page 121: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

105

menurut Ibn ‘Arabi menuntut dengan “tasybih”, karena Allah bertajalli

lewat asma dan sifatNya. Ketiga, tauhîd khash al-khash adalah

mentauhidkan Allah atau melihat selain Allah itu adalah Dia dengan

kemahasucianNya, karena Allah Maha Luas keEsaanNya dari setiap sesuatu

yang berdiri tegak tanpa ada sesuatu yang menyerupaiNya. Sebagaimana

Ibn ‘Arabi mengatakan:

سبحان الذي خلق األشياء وهو عينها

Maha suci Allah Dzat yang telah menjadikan segala sesuatu dan Dia

adalah sesuatunya itu.194

2. Mujâhadah

Secara etimologi, kata mujâhadah berasal dari kata jâhad yujâhidu

mujâhadatan mengikuti wazan fâ’ala yufâ’ilu mufâ’alatan artinya

bersungguh-sungguh, berjuang, sedangkan secara terminologi mujâhadah

adalah membawa diri untuk membakar kekotoran yang ada di dalam hati,

seperti pelit harus dibakar dan di rubah menjadi lapang dada, takabbur

menjadi tawaddu’, dan pengakuan diri dirubah menjadi penyerahan diri

kepada Allah.195

Kecenderungan para ahli tasawwuf ialah kepada ilmu-ilmu

ilhami bukannya pada ilmu ta’limiah (yang dipelajari). Mereka tidak

berselera mempelajari ilmu dan mengkaji kitab-kitab yang disusun para

pengarangnya, dan membahas pendapat-pendapat mereka beserta dalil-dalil

yang disebutkannya. Mereka mendahulukan mujâhadah dengan

menghapuskan segala sifat yang tercela, dan melepaskan segala kaitan hati

194

Ahmad Daudi, Allah dan Manusia dalam Konsep Syaikh Nûr al-Dīn ar-Raniri,

hal. 76 195

‘Alî Maimun bin Abî Bakr, Risâlah al-Maimuniyyah, (Indonesia Jaya: Haramain,

2005), cet 1, hal. 14.

Page 122: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

106

dengan dunia secara keseluruhan, dan menghadapkan sepenuh hati hanya

pada Allah. Mereka, menurut al-Ghazâlî, tidak tertarik untuk mempelajari

ilmu dari mempelajarai buku-buku, dan membahas pendapat-pendapat

mereka beserta dalil-dalilnya.

Hasrat mereka mengutamakan mujâhadah dan menghilangkan sifat-

sifat tercela, menghindari segala hal-hal duniawiah, dan menghadapkan

muka hanya kepada Allah (tawajjuh). Bila berhasil demikian, maka Allah

sendiri yang akan menguasai hati hambaNya, dan menganugerahkan nur

keilmuan dalam jiwanya. Jika Allah berkenan melimpahkan rahmanNya,

akan memancar cahaya ke jiwanya, mengenal hakikat segala sesuatu yang

bersifat keilahian. Maka, tidak lain tugas hamba hanyalah mempersiapkan

diri dengan penyucian hati, dan menghadapkan mukanya dengan sepenuh

hatinya, dengan kerinduan yang membara, dan dengan penuh kesabaran

menanti rahmat yang akan dibukakan Allah.196

Imam al-Junayd al-Baghdâdî menegaskan, “kami tidak mengambil

tasawwuf sebagai jalan hidup dari sumber ilmu pengetahuan, akan tetapi

kami mengambilnya dari kebiasaan hidup lapar, meninggalkan dunia,

memutuskan segala kesenangan duniawi, dan hal-hal yang digandrungi oleh

nafsu”. Mujâhadah dan riyâdoh adalah metode para sufi atau calon sufi

yang dijalani atas petunjuk dari al-Sunnah dengan penekanan kesesuaian

antara amaliah lahiriah dan amaliah batiniah.197

196

H.Sujeta, Kepribadian Sang Wali Allah, (Cirebon: Pangger Publishing 2016), cet

2, hal. 157. 197

H.Sujeta, Kepribadian Sang Wali Allah, hal. 158.

Page 123: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

107

3. Dzikrullah

Secara etimologi, kata dzikr adalah merupakan masdar dari kata

dzakar yadzkuru dzikran artinya mengingat atau mensucikan Allah.198

Sedangkan secara terminologi sebuah media untuk meninggalkan segala

sesuatu yang sifatnya melalaikan diri kepada Allah dan diisi dengan dzikr

dāim (setiap saat) baik sifatnya formal ataupun non formal, dan diiringi

dengan mujāhadah.199

Sebagaimana Allah berfirman dalam surah al-

Muzammil ayat 8:

Ingatlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepadaNya dengan penuh

ketekunan.

4. Musyâhadah

Secara etimologi, kata musyâhadah berasal dari kata syâhada

yusyâhidu musyâhadatan mengikuti wazan fâ’ala yufâ’ilu mufâ’alatan

artinya penyaksian. Menurut al-Qâsyânî musyâhadah adalah melihat Allah

tanpa beban, tersingkapnya hijab dalam melihat segala sesuatu dengan dalil-

dalil tauhid tanpa keraguan yang ada dalam diri, dan dengan pakaian tauhid

disitu lah wujud yang Haq berada bersama ketiadaan diri.200

Menurut al-Qusyayrî, ma’rifat adalah sifat bagi orang yang mengenal

Allah dengan segala sifat dan nama-Nya, kemudian dia membuktikan dalam

segala mu’amalatnya, membersihkan diri dari akhlak yang tercela dan

penyakit-penyakitnya. Dia berusaha melanggengkan beribadah dan

198

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, hal. 448. 199

‘Alî Maimun bin Abî Bakr, Risâlah al-Maimuniyyah, hal. 11. 200

‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî, Latâ`if al-‘Alâm fi Isyârâti Ahl al-Ilhâm, jilid 11, hal.

645-646.

Page 124: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

108

senantiasa berdzikir dengan hatinya.201

Dengan demikian untuk sampai

kepada ma’rifat harus dilalui jalan mujâhadah, yaitu perang melawan hawa

nafsu, membersihkan diri dari segala akhlak yang hina dan menghiasinya

denganakhlak terpuji.202

Musyâhadah berawal dari mukâsyafah, yakni terbukanya hijab atau

penghalang antara hamba dan Allah. Mula-mula ia tumbuh dari keyakinan

terhadap kehadiran dzat Allah dalam setiap ciptaan-Nya. Pada akhirnya

seorang sufi benar-benar merasakan terbuka (inkisyâf) dapat menyaksikan

dzat Allah dengan mata hatinya (basûrah) ketika ia berada dalam keadaan

fanâ`.203

Tahap penyaksian, Musyāhadah atau syuhūd, menurut al-Banjari,

menunjuk pada peringkat terakhir dari peringkat tauhid yang berhasil

dicapai seorang sufi yang telah mencapai ma’rifat, yakni tauhid dzat. Dalam

keadaan demikian seorang hamba benar-benar menyaksikan bahwa yang

benar-benar ada hanyalah Allah. Ketika itu, perasaan hamba segera fana‘

(sirna) dalam ketuhanan, yang segera diganti dengan perasaan baqâ` (kekal)

bersama-Nya. Dengan demikian pada diri hamba akan terjelma sifat jamâl

dan jalâl Allah.204

Dalam keadaan demikian seseorang merasakan benar-

benar terbuka (inkisyâf) dan merasa benar-benar dekat dengan Allah.

Tingkat keimanan atau tawhidnya sudah benar-benar puncak yaitu tingkat

iman Haqîqatul Yaqin, yang dalam term al-Banjari disebut tauhîd Dzat.

201

Syata, Abû Bakr ibn Muhammad, Menapak Jejak Kaum Sufi, terj. (Surabaya:

Dunia Ilmu, 1997), h. 344. Dikutip oleh H. Suteja, Kepribadian Sang Wali Allah, hal. 199. 202

H. Suteja, Kepribadian Sang Wali Allah, hal. 199. 203

H. Suteja, Kepribadian Sang Wali Allah, hal. 200. 204

Muhammad Nafis al-Banjari, Durr al-Nafi, (Singapura : Haramain, t.t.), hal. 23-

24. Dikutip oleh H. Suteja, Kepribadian Sang Wali Allah”, hal. 201.

Page 125: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

109

Ibn ‘Arabî memandang maqam fanâ` dan baqâ`adalah maqam terakhir

setelah seorang sufi melalui berbagai maqam sebelumnya.205

Dalam

keadaan demikian manusia kembali kepada wujud aslinya, yakni Wujud

Mutlak. Fanâ`dan baqâ` adalah sirnanya kesadaran manusia terhadap segala

alam fenomena, dan bahkan terhadap nama-nama dan sifat-sifat Tuhan

(fanâ` Sifat al-Haqq), sehingga yang betul-betul ada secara hakiki dan abadi

(baqa`) di dalam kesadarannya ialah wujud Yang Mutlak.206

Ketika seorang

sufi sudah mencapai peringkat fana` yang sepenuhnya, yang dirasakannya

ada hanya Dzat Allah. Dalam proses kembali ke asal, fana` dan baqa`,

dalam pandangan Ibn ‘Arabi, seorang sufi harus memulai dengan

perjalanannya menuju tajalli perbuatan-perbuatan (tajalli al-Af’al) dengan

memandang bahwa, kodrat Allah berlaku atas segala sesuatu. Dengan

demikian, segala perbuatannya senantiasa terkendali di bawah kodrat

Allah.207

Setelah itu, ia pun melintasi tajalli nama-nama dimana ia mendapat

sinar dari asma Allah. Dalam taraf ini sufi memandang Dzat Allah sebagai

pemilik nama-nama yang hakiki adalah Dzat Yang Maha Suci. Dengan

demikian, satu demi satu dari nama-nama Allah itu memberikan pengaruh

kepadanya.

205

Ibn ‘Arabî, Fusûs al-Hikam, ed. Abû al-‘Ala al-‘Afifi, (Beirût: Dâr al-Kitab al-

‘Arabi, 1980), vol. l, hal. 366-367. Dikutip oleh H. Suteja, Kepribadian Sang Wali Allah,

hal. 201. 206

Nichlosn, R.A, Fi al-Tasawwuf al-Islâmi wa Tarikhih, ed. Afifi, (Kairo: Lajnah

Ta’lif wa al-Nasyr, 1969), hal. 23-25. Dikutip oleh H. Suteja, Kepribadian Sang Wali

Allah, hal. 201. 207

R.A. Nichlosn, Fi al-Tasawwuf al-Islâmi wa Tarikhih, hal. 173. Dikutip oleh H.

Suteja, “Kepribadian Sang Wali Allah”, hal. 201.

Page 126: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

110

5. Tawâjuh

Tawâjuh adalah manisnya bermu’amalah dengan menghadapkan

wajahnya selalu kepada Allah bukan yang lainnya, dan seorang murid akan

merasakan di dalam perjalanannya dengan kegembiraan dan kemabukan

dalam pengenalan kepada Allah.208

6. Muwâjahah

Muwâjahah adalah cahaya penyaksian yang diberikan Allah kepada

seorang murid dengan rahasia-rahasia DzatNya, kemudian Allah

melenyapkan diri seorang murid dalam melihat selain Dia, yang dia lihat

semuanya adalah Allah Dzat yang penuh dengan KesucianNya.209

Dari penjelasan diatas, al-Qâsyânî mengajarkan kepada manusia agar

mengesakan Allah dari segala sektor, dengan diiringi kesungguhan yang

kuat, dengan selalu berzikir kepada Allah baik itu ibadah yang formal

ataupun yang non formal, agar selalu menyaksikan Allah dalam realita

(kaun) yang ada, agar selalu mengahadapkan diri ini dengan segenap jiwa

kepada Allah, sehingga diri ini mengetahui untuk apa diciptakan di alam

ini, dan dari mana berasal, dan juga siapa sebenarnya diri ini.

208

‘Alî Maimun bin Abî Bakr, Risâlah al-Maimuniyyah, hal. 21. 209

‘Alî Maimun bin Abî Bakr, Risâlah al-Maimuniyyah, hal. 21-22.

Page 127: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

111

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, tafsir tentang wahdah

al-wujûd dalam pemikiran al-Qâsyânî dalam al-Hadîd ayat 1-6, dapat

diselesaikan dengan metode deskriptif analisis. Penulis menarik kesimpulan

bahwa ayat pertama al-Qâsyânî menjelaskan tentang hakekat segala sesuatu

yakni Dia lah Allah Zat yang Esa dengan sesuatu yang ada, dan semua

yang adam, baharu atau binasa semuanya akan kekal kepadaNya, kemudian

ayat keduanya beliau menjelaskan bahwa manusia harus mengetahui untuk

apa diciptakan di alam semesta ini, karena kita semuanya merupakan

hamba yang di mana Tuhan adalah Maha Raja dari para raja yang

menguasai kita semua, kemudian ayat ketiganya beliau menjelaskan makna

asma Allah yang ada pada makhluknya di dalam kesatuan Tauhid yang

berawal dari pentanzihan kemudian kepada pentasybihan, kemudian ayat

keempatnya beliau menjelaskan tentang awal mula penciptaan selama enam

hari, berawal dari langit yaitu terdapat 3 alam yakni alam Jabarut, Malakut,

dan Mulki dan dari ketiga alam tersebut terhimpun di dalam subtansiNya,

kemudian dari bumi juga terdapat 3 alam pula, yakni alam bayangan,

kwantitas, bentuk, dan semuanya terhimpun di dalam alam penampakkan

yang nyata, dari keenam alam tersebut mengalir rahasia-rahasiaNya.

Sebagaimana dijelaskan oleh al-Qâsyânî dalam Fuṣûṣ al-Ḥikam:

و ما الوجه ال واحد غير أنه اا أنت أعددت المرايا تعدد

Page 128: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

112

Wajah sebenarnya satu, tetapi jika engkau perbanyak cermin ia

menjadi banyak.

Penjelasan al-Qâsyânî di atas serupa dengan perkataan

parmenides,beliau adalah salah satu filosof Yunani yang mencetuskan

filsafat “yang ada”:

Yang ada itu satu, yang banyak itu tidak ada, yang kelihatan banyak

dengan pancaindra adalah ilusi.

Kemudian ayat kelimanya beliau menjelaskan bahwa manusia di

suruh kembali ke negri asal, kemudian ayat keenamnya beliau menjelaskan

bahwa selama 24 jam siang dan malam harus senantiasa di isi dengan

kesatuan Tauhid dengan berbagai macam aktifitas. Dari penafsiran al-

Qâsyânî surah al-Hadîd ayat 1-6 ini, beliau mengajarkan ajaran mistik

waḥdah al-wujûd dengan mengkolaborasikan dengan ayat kauniyyah.

Kemudian di sini penulis menemukan bahwa al-Qâsyânî dalam

menafsirkan al-Qur’ân menggunakan pendekatan ta’wil yakni mengalihkan

ayat-ayat al-Qur’ân dari makna lahir ke makna batin karena ada qarinah-

qarinah yang samar yang hanya dapat ditangkap oleh para sufi. Makna lahir

dipahami al-Qâsyânî sebagai syari’ah, sedangkan batin adalah makna

hakikat yang melahirkan mistisisme Islam, dengan pendekatan ta’wil ini, al-

Qâsyânî menghasilkan tafsir yang bercorak tasawuf. Bagi al-Qâsyânî, secara

konseptual tasawuf adalah pindah dari alam lahir ke alam batin. Dalam

bahasan lain ia menjelaskan tasawuf adalah at-Takhalluq bi Akhlāqillah

(berakhlak dengan akhlak Allah).

Dari cara al-Qâsyânî mena’wilkan al-Qur’ân , penulis bisa tarik

kesimpulan bahwa tafsir al-Qâsyânî lebih menekankan pada aspek batin

Page 129: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

113

ketimbang aspek lahir tetapi dengan tidak mengabaikan terhadap aspek

lahir. Aspek lahir harus dipahami untuk bisa masuk ke pemahaman makna

batin, dan di sini penulis juga melakukan penelitian sebuah analisa tafsir,

penulis menemukan sebuah rahasia, yang di mana tafsir yang selama ini

beredar dengan judul Tafsir Ibn ‘Arabî adalah bukan karya Ibn ‘Arabî akan

tetapi karyanya Al-Qâsyânî. Tidak benar jika ada yang mengatakan bahwa

tafsir tersebut adalah karya Ibn ‘Arabi, karena banyak ulama yang mengakui

bahwa karya tersebut adalah bukan karya Ibn ‘Arabi, akan tetapi karya al-

Qâsyânî, seperti Muhammad ‘Abduh dan Muhammad Rasyid Ridho yang

dicantumkan di dalam muqaddimah Tafsir al-Manār, dan juga penulis

menarik kesimpulan bahwa Al-Qâsyânî adalah seorang ulama sufi bukan

batini.

Bagi penulis, ajaran yang ditawarkan oleh al-Qâsyânî sangatlah

penting, untuk menuntun kita dalam melihat wujud Tuhan dari realita-realita

yang nampak, untuk mengajarkan manusia dalam mengetahui esensi dari

segala sesuatu dengan kemahasuciaNya, agar selamat dunia dan akhirat,

karena adanya realitas alam seluruhnya tidaklah terlepas dari keberadaan

diriNya Yang Mutlak sebagai sumber dari segala yang ada.

B. Saran-saran

Ajaran mistik wahdah al-wujûd yang ditawarkan ‘Abd al-Razzâq al-

Qâsyânî dalam surah al-Hadîd ayat 1-6, mengajarkan kita untuk melihat

lebih jauh lagi esensisegala yang punya wujud di dalam kauniyyah ini, agar

hidup ini terhindar dari segala kemusyrikan, baik dalam diri ataupun di luar

diri kita, dengan menjaga visi keIlahianNya.

Page 130: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

114

Bagi peneliti selanjutnya, kajian tentang ajaran mistik wahdah al

wujûd yang ditawarkan ‘Abd al-Razzâq Al-Qâsyânî dalam surah al-Hadîd

ayat 1-6 belum dikatakan sempurna, karena keterbatasan waktu, metode

serta pengetahuan dan ketajaman analisis yang penulis miliki, untuk itu

besar harapan penulis, akan ada banyak penulis-penulis baru yang berkenan

mengangkat judul tentang ajaran mistik wahdah al-wujâd yang ditawarkan

oleh ‘Abd al-Razzâq al-Qâsyânî.

Page 131: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

115

DAFTAR PUSTAKA

Al-‘Alûsi, Syihâbuddin Mahmûd, Rûh al-Ma’âni fi Tafsîr al-Qur’ân

al’Azîm wa al-Sab’i al-Matsâni, Lebanon: Daral-Fikr, 1987.

Al-‘Ajlûnî, Ismâ’âl bin Muhammad, Kasyf al-Khafâ` wa Mazîl al-Ilbâs

‘Ammā Istahara min al-Ahâdîs ‘ala Alsinah al-Nâs, Kairo: Dâr al-

Kutub al-Misriyyah, 1351 H.

Al-Ansâri, Abdullah, ‘Manâzil al-Sâ`irin, Lebanon: Muassah Al-Târikh Al-

‘Arabi, t.t.

‘Abd Haq Anshari, Muhammad. Merajut Tradisi Syari’ah Sufisme. Jakarta:

Grafindo Persada. 1997.

Afandi, “Pemikiran Ibn ‘Arabi Tentang Hakekat Wujud”, Perpustakaan

Digital UIN Sunan Kalijaga, 2008.

Alba, Cecep, “Corak Tafsir Al-Qur’ân Ibn ‘Arabi”, Sosioteknologi, Edisi

21, 9 Desember 2010.

‘Arabi, Ibnu, Fushūsh al-Hikām. Bairût: Dâr al-Kitâb al-‘Arabi, 1980.

-------- ‘Arabi, Ibnu, al-Futûhât al-Makiyyah fi al-Ma’rifah al-Asrâr al-

Makiyyah wa al-Mulukiyyah, Beirût: Dâr al-Kutub al-‘Arabiyyah,

1946.

--------- ‘Arabi, Ibnu, Tafsir al-Qur’ân al-Kabîr, Lebanon: Dâr Al-Kutub

Al-‘Ilmiyah, 2011.

----------- ‘Arabi, Ibnu, “al-Anwar”, Mesir: Al-Jamaliyah: Bihara al-Rumi,

1914.

Atjeh, Abu Bakar, Ibn ‘Arabi Tokoh Tasawuf dan Filsafat Agama, Jakarta:

Tinta Mas, t.t.

Azyumardi Azra, dkk., Ensiklopedi Tasawuf, Bandung: Penerbit Angkasa,

2008. Badawi, ‘Abd al-Rahman Ibn ‘Arabi Hayatuhu wa Madzhabuhu, Kairo:

Maktabah al-Anjalu al-Mishriyah, 1965.

Beman Ali, Mongabadi, Sara Naderi, Ahmad Zeinal “Symbolism in Tafsir

Attributed to Ibn ‘Arabi”, Journal of IslamicStudies and Culture, Juni

2016, Vol. 4, No. 1.

Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran al-Qur’ân , Yogyakarta :

Metodologi Penafsiran al-Qur’ân , 1997.

Daudi, Ahmad, Allah dan Manusia dalam Konsep Syaikh Nūr ad-Dīn ar-

Raniri, Rajawali Pers, Jakarta, 1983.

Al-Dzahabi, Muhammad Husain, Tafsir wa al-Mufassirûn, Kairo: Maktabah

Wahbah 2000.

Farmawi, ‘Abdul Hay, al-Bidâyah fi at-Tafsîr al-Maudû’i, Dirâsah

Manhajiyyah Maudû’iyyah, Mesir : Dar al-Kitab, t.t.

Al-Gharîb, Mahmûd, al-Fiqh ‘Inda al-Syaikh al-Akbar Muhyi al-Dîn Ibn

‘Arabî, Damsiq: Nadhar, 1993.

Al-Ghazâlî, Miskât al-Anwâr, terj. Moh Bagir (Bandung: Mizan, 1984.

Hamka, Tasawuf Pekembangannya dan Pemurniannya, Jakarta: Yasasan

Nurul Islam, 1976.

Page 132: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

116

Hambali, “Pengetahuan Mistis dalam Konteks Islam dan Filsafat Ilmu

Pengetahuan”, Jurnal Substantia, Vol. 13, No. 2, Oktober 2011. Hasanah,Uswatun “Konsep Waḥdah al-Wujūd Ibn ‘Arabi dan Manunggaling

Kawulo Lan Gusti Ranggawarsita”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN

Walisongo Semarang, 2015. Hidayat, Komaruddin, Memahami Bahasa Agama Sebuah Kajian

Hermeneutik, Jakarta: Paramadina, 1996.

Îsâ, ‘Abd Qâdir, Hakekat Tasawuf, (Jakarta Timur: Qisthi Press, 2005.

Al-Hujwirî, Kasyful Mahjub, Penerjemaah Abdul Hadi WM, Bandung:

Mizan, 2015.

Al-Jurjânî, ‘Ali bin Muhammad al-Syarîf, “al-Ta’rifât”, Lebanon: Beirût,

1985.

Al-Jilâni, ‘Abd al-Qâdir, Tafsir al-Jilâni, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2014.

Labib, Muhsin, Mengurai Tasawuf ‘Irfan dan Kebatinan, Jakarta: Lentera

Basritama. 2004.

Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir, Surabaya: Penerbit

Pustaka Progressif, 1984.

Muhammad Solihin dan Rosihan Anwar, “Ilmu Tasawuf”, Bandung:

Pustaka Setia, 2008.

Mahmud, Abdullah, “Filsafat Mistik Ibn ‘Arabi tentang Kesatuan Wujud”,

Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyyah Surakarta, Suhuf,

Vol 24, No 2, November 2012.

Munji, Ahmad, “Tauhid dan Etika Lingkungan Tela’ah atas Pemikiran Ibn

‘Arabi”, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN)

Walisongo Semarang, Teologia, Volume 25, Nomor 2, Juli Desember

2014.

Mutawalli, “Pemikiran Teologi Sufistik Syaikh al-Akbar Ibn ‘Arabi”,

Ulumuna Studi Keislaman, Volume XIV. Nomor 2. Desember 2010.

Maimun, ‘Ali, Risâlah al-Maimuniyyah, Indonesia Jaya: Haramain, 2005.

Musthafa, Muhammad, Al-Hayât ar-Ruhiyyah fi al-Islâm, Mesir: Dar al-

Kitab, 1984.

Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.

Nichlosn, R.A, Fi al-Tasawwuf al-Islâmi wa Târîkhih, ed. Afifi, Kairo:

Lajnah Ta’lif wa al-Nasyr, 1969.

Nata, Abudin, Metodologi Studi Islam.cet. ke 9, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2004.

Nasution, Harun, Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam, Jakarta: Bulan

Bintang, 1973.

--------- Nasution, Harun, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional

Mu’tazilah, Jakarta: UI Press, 1987.

Page 133: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

117

Nasr, Seyyed Hossein, Islam dan Nestapa Manusia Modern. Terjemahan,

Anas Mahyuddin, Bandung: Pustaka, 1983.

Abu Zayd, Nasr, Disertasi Doktor : “Falsafat al-Ta’wil”, Lebanon : Beirut,

1983.

Noer, Kautsar Azhari. Ibnu Arabi, Waḥdah al-Wujûd dalam Perdebatan,

Jakarta: Paramadina,1995.

---------- Noer, Kautsar Azhari, Disertasi Doktor : “Waḥdah al-Wujūd Ibn

‘Arabi dan Panteisme“, Ciputat : IAIN Jakarta, 1993.

---------- Noer, Kautsar Azhari, Tuhan yang Diciptakan dan Tuhan yang

Sebenarnya, Jurnal Paramadina, Vol. I, No. 1, 1998.

Nilyati, Jurnal: Konsep Dasar Filosofis Pemikiran Ibn ‘Arabi, Tajdid Vol.

XI, NO.2, 2012.

Al-Nâbulisi, ‘Abd al-Ghânî, Îdâh al-Maqsûd min Waḥdah al-Wujûd,

Damaskus: al-‘Ilm, 1969.

Al-Qâsyânî, ‘Abd al-Razzâq, “Latâ`if al-‘Alâm fi Isyârâti Ahl al-Ilhâm”,

Kairo : Maktabah al-Saqâfah al-Dîniyyah, 2005.

Riyadi, Abdul Kadir, Antrapologi Tasawuf, (Jakarta: LP3ES, anggota Ikapi,

2014).

Ruslan, Muhsin, “Ilmu Tasaswuf dan Manfaatnya Menelusuri Pandangan

al-Junaid al-Baghdādi dan Pedoman Tasawuf Masa Kini”, Fakultas

Ushuluddin IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Media Akademik,

Vol. 26, No. 3, Juli 2011.

Shihab, Quraish, Membumikan al-Qur’ân , Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat”, Bandung : Mizan, 1992. Siregar, HA. Rivay Tasawuf: Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme, Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 1999. Syamhudi, M. Hasyim, “Ḥulūl, Ittiḥād, dan Waḥdah al-Wujūd dalam

Perbincangan Ulama Zahir dan Batin”, at-Tahrir Pascasarjana IAIN Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Vol. 13, No. 1 Mei 2013: 107-126.

Sulaeman, Riswan, “Tafsir Isyari tentang Surga Menurut Syaikh ‘Abd al-Qâdir al-Jailâni”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Jakarta, 2017.

Suliyono, “Penafsiran Ayat-ayat Komunikasi Orang Tua dan Anak: Studi

Analisis Tafsir Laṭâ`if Al-Isyârât Karya Al-Qushayrî”, (Tesis S2

Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Jakarta, 2017.

Sujeta, Kepribadian Sang Wali Allah, Cirebon: Pangger Publishing 2016.

Syata, Abu Bakr ibn Muhammad, Menapak Jejak Kaum Sufi, terj, Surabaya:

Dunia Ilmu, 1997.

Al-Sya’râwî, Mutawalli, Anta Tas’alu wa al-Islâm Yujîbu li al-Syaikh al-

Sya’râwî, Kairo: Dar al-Qudsi, 2003.

Al-Sirbashi, Ahmad, Sejarah Tafsir al-Qur’ân , penyunting Amak Maljum,

Jakarta : Pustaka Firdaus, 1991.

Takeshita, Masataka, Insan Kamil Pandangan Ibnu ‘Arabi, terj. Harir

Muzakki, Surabaya: Risalah Gusti, 2005.

Tafsir, Ahmad, Filsafat Ilmu, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.

Wensinck, A.J., Al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fâz al-Hadîs al-Nabawi

(Leiden: EJ.Brill,1943.

Page 134: AJARAN MISTIK WAHDAH AL-WUJÛD DALAM L-RAZZÂQ AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39829/1/M... · AJARAN MISTIK WAHDAH AL―WUJUD DALAM TAFSIR`ABD AL‐RAZZAQ

118

Zaghul, Muhammad Said, Mausû’ah Atrâf al-Hadîs al-Nabawi al-Syarîf (Beirut:

Dâr-al-Fikr,1994.