akibat dikejar anjing

Upload: putu-dwi-nurjayadhi

Post on 13-Oct-2015

132 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Keadaan di mana manusia harus memilih antara kabur atau melawan yang dikenal juga dengan fight or flight membutuhkan cukup banyak energi terlepas dari pilihan mana yang akan diambil. Sistem ini diatur oleh tubuh khususnya di bagian hipotalamus sebagai pusat pengaturan hormon pada tubuh manusia. Hormon apa yang harus dikeluarkan dan organ apa yang menjadi target, semuanya diterima dan diatur oleh hipotalamus dengan bantuan saraf dan juga sirkulasi darah.Selain itu, kemampuan organ dalam menerima dan melaksanakan perintah dari hipotalamus juga berperan penting untuk kelancaran dari proses fight or flight itu sendiri. Tubuh membutuhkan reaksi yang cepat dan tiba-tiba yang otomatis juga membutuhkan kemampuan organ-organ dalam tubuh untuk bekerja lebih cepat baik itu organ jantung sebagai pompa darah maupun organ-organ lainnya. Semua kerja organ tersebut diperintah oleh hipotalamus. Perintah ini kemudian disampaikan melalui bantuan suatu substansi atau zan yang disebut hormon. Hormon nantinya berisi informasi yang harus dilaksanakan oleh organ. Namun, hormon ini tidak mempengaruhi seluruh organ dalam tubuh karena tiap organ juga memiliki reseptor atau penerima sinyal dari hormon yang sifatnya spesifik. Bagaikan kunci dan gembok, semua sudah memiliki pasangannya masing-masing dan tidak akan bekerja jika tidak sesuai dengan pasangannya. Dalam laporan kali ini, kami akan membahas hormon-hormon yang bekerja pada keadaan genting atau yang disebut fight or flight.

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keadaan di mana manusia harus memilih antara kabur atau melawan yang dikenal juga dengan fight or flight membutuhkan cukup banyak energi terlepas dari pilihan mana yang akan diambil. Sistem ini diatur oleh tubuh khususnya di bagian hipotalamus sebagai pusat pengaturan hormon pada tubuh manusia. Hormon apa yang harus dikeluarkan dan organ apa yang menjadi target, semuanya diterima dan diatur oleh hipotalamus dengan bantuan saraf dan juga sirkulasi darah.Selain itu, kemampuan organ dalam menerima dan melaksanakan perintah dari hipotalamus juga berperan penting untuk kelancaran dari proses fight or flight itu sendiri. Tubuh membutuhkan reaksi yang cepat dan tiba-tiba yang otomatis juga membutuhkan kemampuan organ-organ dalam tubuh untuk bekerja lebih cepat baik itu organ jantung sebagai pompa darah maupun organ-organ lainnya. Semua kerja organ tersebut diperintah oleh hipotalamus. Perintah ini kemudian disampaikan melalui bantuan suatu substansi atau zan yang disebut hormon. Hormon nantinya berisi informasi yang harus dilaksanakan oleh organ. Namun, hormon ini tidak mempengaruhi seluruh organ dalam tubuh karena tiap organ juga memiliki reseptor atau penerima sinyal dari hormon yang sifatnya spesifik. Bagaikan kunci dan gembok, semua sudah memiliki pasangannya masing-masing dan tidak akan bekerja jika tidak sesuai dengan pasangannya. Dalam laporan kali ini, kami akan membahas hormon-hormon yang bekerja pada keadaan genting atau yang disebut fight or flight.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Glandula SuprarenalKedua glandula suprarenal (adrenalis) masing-masing terletak pada bagian kraniomedial ren. Masing-masing glandula suprarenalis terbungkus dalam capsula fibrosa dan diliputi oleh fascia renalis. Bentuk dan topografi masing-masing glandula suprarenalis berbeda. Glandula suprarenalis dextra yang berbentuk segitiga, terletak ventral terhadap diapragma dan ke arah ventral menyentuh vena cava inferior di sebelah medial, dan hepar di sebelah lateral. Glandula suprarenal sinistra yang berbentuk seperti bulan sabit, berbatas pada lien, gaster, pankreas, dan crus diafragma.Kedua glandula suprarenalis memiliki vaskularisasi yang amat luas melalui arteria suprarenalis, yakni cabang arteria phrenica inferior, melalui arteria suprarenalis media (satu atau lebih) dari aorta abdominalis, dan melalui arteria suprarenalis inferior dari arteria renalis. Darah dari masing-masing glandula suprarenalis disalurkan keluar oleh vena suprarenalis yang besar, dan seringkali banyak vena kecil. Vena suprarenalis dextra yang pendek bermuara ke vena cava inferior sedangkan yang lebih panjang di sebelah kiri bersatu dengan vena renalis sinistra.Kedua glandula suprarenalis dipersarafi secara luas dari plexus coeliacus ddan nervi splanchnici thoracici.

B. Histologi Glandula SuprarenalKelenjar adrenal (suprarenal ) adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub tas ginjal, dan terbenam dalam jaringan adiposa perirenal. Kelenjar adrenal merupakan struktur pipih terbentuk bulan sabt, dengan panjang sekitar 4-6 cm, dan lebar 1-2 cm dan tebal 4-6 mm pda organ dewasa. Bersama- sama, kelenjar adrenal memiliki berat sekitar 8 gram, tetapi berat dan ukurannya bervariasi sesuai umur dan keadaan fisiologis perorangan. Kelnjar adrenal masing - masing dibungkus oleh simpai jaringan ikat padat yang mengirimkan sepa tipis ke dalam bagian kelenjar sebagai trabekula. Stroma terdiri atas jalinan serat reticular yang menopong sel sekretoris. Kelenjar terdiri atas dua lapisan konsentrasi: lapisan perifer keuningannya, yaitu korteks adrenal, dan lapisan coklat kemerahan, yaitu medulla adrenalis.Gambar 1, Topografi Glandula SuprarenalGambar 2, Vaskularisasi Glandula Suprarenal

Korteks dan medulla adrenalis dapat di pandang sebagai dua organ dengan asal, fungsi dan cirri marfologis yang bersatu selama massa perkembangan embrional. Kedua struktur tersebut berasal dari germina yang berada. Korteks berasal dari mesoderem da medulla terdiri atas sel-sel yang berasal dari Krista neuralis, yang juga merupakan asal dari sel-sel ganglion simpatis.Gambar 3, Diagram organisasi sel dalam kelenjar adrenal dan hubungannya dengan pembuluh darah

Gambaran umum hiologi kelaenjar adrenal sangat khas seperti kelnjar endokrin, dengan sel-sel korteks dan medulla yang berkelompok berupa korda ( deretan ) di sepanjang kapiler. Kelenjar adrenal disuplai oleh sejumlah arteri yang masuk di berbagai tempat di sekitar bagian tepinya. Cabang arteri ini membentuk tiga kelompok pembuluh: pembuluh darah yang menyupla sampai; arteriol korteks, yang segera membentuk kapiler dan sinusoid yang mengirigasi semua sel korteks dan semua sel korteks dan akhirnya menyatukan kapiler medulla; dan arteriol medulla, yang langsung melintasi korteks dan membentuk jalinan kapiler yang luas di medulla.Jadi, sel medulla ardenalis menerima darah arteri dari arteri medulla dan darah vena yang berasal dari kapiler korteks. Endotel kapiler ini sangat tipis yang dan sinusoid yang bertingkap. Kapiler korteks dan medulla membentuk vena medularis sel penyekresi hormon steroid tidak menyimpan produknya di dalam glanul. Sebagai molekul larut lipid dengan berat molecular rendah, steroid berdifusi bebas melalui membrane plasma dan tidak memrlukan eksositosit yang akan di lepaskan dari sel.Korteks adrenal memiliki tiga zona konsentrasi dengan deretan sel epitel yang tersusun agak berbeda dan dikhususkan untuk menghasilkan berbagai kelas hormon steroid.1. Lapisan yang berada tepat di dalam sampai jaringan ikat adalah zona glomerulosa, dengan deretan sel-sel kolumnar atau peramidal yang berhimpitan yang membentuk deretan bundar atau melengkung, yang dikelilingi kapiler dan membentuk sekitar 15% korteks. Steroid yang di bentuk oleh sel-sel ini disebut mineralokortikoid karena hormon ini memengaruhi ambilan Na+,K+, dan air oleh sel epitel. Produk utama adalah aldosteron, regulator utama keseimbangan garam, yang bekerja merangsang reabsorpi Na+ pada tubulus kontortus distal ginjal. Sekresi aldosteron dalam zona glomelulosa terutama di rangsang oleh angiotensin II dan juga peningkatan kadar K+ plasma, tetapi hanya sedikit dirangsang oleh ACTH.2. Zona tengah yaitu zona fasciculata, menepati 65-80% korteks dan terdiri atas deretan panjang setebal satau atau dua sel polyhedral panjang yang di pisahkan oleh kapiler-kapiler sinusoid bertingkap. Sel-sel tersebut paling padat terisi dengan droplet lipid dlam sitoplasma dan sebagai akibat disolusi lipid selama proses persiapan jaringan, sering tampak bervkuol atau berbusa pada sediaan histology rutin. Sel-sel zona ini menyekresikan glukokortikuid, terutama kortisol, yang terutama mensntral, yang bergabung dan meninggalkann kelenjar sebagai vena adrenalis atau vena suprarenalis.3. Zona reticulais yang terdalam membentuk sekitar 10% korteks dan berontak dengan medulla. Zona ini terdiri atas sel kecil yang terbesar di suatu jalinan korda irregular dengan kapiler yang lebar. Sel-sel ini biasnya terpulus lebih kuat ketimbang zona yang lain karena mengandung lebih sedikit droplet lipid dan lebih banyak pigmen lifopuscin. Sel-sel zona reticularis juga menghasilka kortisol, tetapi terutama enyekresikan androgen lemah, dehidroepiandrosteron (DHEA) yang di ubah menjadi tostesteron pada beberapa jaringan lain. Sekreesi oleh sel-sel tersebut juga di rangsang oleh ACTH dan di ataur oleh umpan balik dengan hipofisis dan hipotalamus.Medulla adrenalis terdiri atas sel-sel polyhedral besar yang terpulus dan pucat tersusun beberapa derean atau kelompok dan tujang jalinan serat reticular. Sejumlah besar suplai kapiler sinusoid terdapat di antara deretan- deretan yang bersebelahan, dan terdapat sejumlah sel ganglion parasimpatis. Sel parenkim medulla, yag di kenal sebgai sel kromafin, berasal dari sek Krista neurlis, seperti hal neurn pascanglionik dari ganglion simpatis dan parasimpatis. Sel parenkim medela ardenalis dapat dipandang sebgai modifikasi dan dendris serta khususkan sebagai sel sekreoris.Tidak seperti korteks, sel kromofin medulla meiliki banyak glandula padat elktro yang berdiameter 150-350 nm untuk sekresi dan penympanan hormon. Glandula-glandula mengndung salah satu dari dua katekolanin, epinefrin atau neropinefrin. Secara ultrastruktural, granula sel penyekresi epinefrin kurang bersifat padat electron dan ummnya lebih kecil dari pada sel penyekresi neropinerin. Katekolamin, beserta Ca2+ dan ATp, terikat pada konpleks simpanan granula dengan protein 49 kDa yang di sebut chromogranin. Sel penyekresi nerepinefrin juga ditemukan di paraganglia (kumpulan sel penyekresi katekolanin yang berdekatan dengan ganglia autonom) konversi norepinefrin menjadi epinefrin menjadi (ardenalis) hanya terjadi pada sel kromafin medulla ardenalis. Sekir 80% katekolamin yang disekresikan dari adrenal adlah epinefrin.Sel kromafin medulla di persarafi oleh ujung saraf kolinerik dari neuron simpatis pranglionik; dari neuron ini, implus memicu pelepasan hormon melalui eksositosis. Epinefrin dan neropinefrin dilepaskan ke darah dalam jumlah besar selama reaksi emosional yang intens, seperti ketakutan, dan menbulkn vasokontrksi, peningkatan tekanan darah, perubah frekuensi denyut jantung dan efek metaboli seperti pengikat kadar gula darah. Efek ini mempermudah berbagai reaksi rekasi terhadap stressor (gifht or flight response). Selama aktivitas normal, medulla ardenalis secara kontinu menyekresikan sejumlah kecil hormon.

Gambar 4, Foto mikroskopis dari korteks dan medulla adrenalGambar 5, Anatomi Kelenjar Adrenal

C. Fisiologi Hormon Adrenokortikal1. Fungsi Mineralokortikoid AldosteronBila adrenokortikal sama sekali tidak disekresi maka biasanya akan menyebabkan kematian dalam waktu 3 hari sampai 2 minggu kecuali bila pasien mendapatkan pengobatan dengan garam berlebihan atau penyuntikan mineralokortikoid.Tanpa mineralokortikoid, maka besarnya konsentrasi ion kalium dalam cairan ekstasel meningkat secara bermakna, konsentrasi natrium dan klorida akan cepat hilang dari tubuh, dan volume total cairan ekstrasel dan volume darah juga akan sangat berkurang. Pasien segera mengalami penurunan curah jantung, yang berlanjut menjadi keadaan seperti syok, yang disusul dengan kematian. Seluruh rangkaian ini dapat dicegah dengan pemberian aldosteron atau beberapa meneralokortikoid lainnya. Oleh karena itu, mineralokortikoid dikatakan merupakan bagian penyelamat nyawa dari hormone adrenokortikal. Namun, glukokortikoid juga sama pentingnya, membuat seseorang mampu melawan efek destruktif dari stress mental dan fisik yang intermiten dalam kehidupan.Sedikit 90 persen aktivitas mineralokortikoid yang disekresi oleh adrenokortikal terdapat dalam aldosterone, namun kortisol, yang merupakan glukokortikoid yang utama disekresi oleh korteks adrenal, juga mempunyai sejumlah aktivitas mineralokortikoid yang bermakna. Aktivitas mineralokortikoid aldosteron adalah sekitar 3000 kali lebih besar daripada kortisol, namun konsentrasi kortisol plasma mendekati 2000 kali dari konsentrasi plasma aldosteron.A. Efek Aldosteron pada Ginjal dan SirkulasiAldosterone meningkatkan absorpsi natrium dan secara bersamaan meningkatkan sekresi kalium oleh sel epitel tubulus ginjal, terutama sel principal di sel tubulus kolektivus dan sedikit di tubulus distal dan duktus koligentes. Oleh karena itu, aldosterone menyebabkan natrium disimpan dalam cairan ekstrasel sementara meningkatkan ekskresi kalium di dalam urin.Bila konsentrasi aldosterone dalam plasma tinggi maka keadaan ini akan mengurangi jumlah natrium yang hilang secara sementara ke dalam urin sedemikian kecil sehingga hanya beberapa miliekuivalen tisp hari. Pada saat yang sama, kalium yang hilang dalam urin meningkatkan beberapa kali lipat. Oleh karena itu, hasil akhir efek aldosteron dalam plasma adalah untuk meningkatkan jumlah total natrium dalam cairan ekstrasel sementara menurunkan jumlah kalium.Sebaliknya, tidak disekresikan aldosteronsama sekali dapat menyebabkan natrium yang hilang dalam urin mencapai 10 sampai 20 gram per hari, jumlah yang sesuai dengan sepersepuluh sampai seperlima dari jumlahseluruh natrium dalam tubuh. Pada saat yang sama, kalium akan disimpan secara kuat di dalam cairan ekstrasel.Walaupun aldosteron mempunyai efek yang poten dalam menurunkan kecepatan sekresi ion natrium oleh ginjal, konsentrasi natrium di dalam cairan ekstasel sering kali hanya meningkatkan beberapa miliekuilaven. Alasannya karena ketika natrium direabsorbsi oleh tubulus, secara bersamaan terjadi absorpsi air dalam jumlah yang hamper sama melalui proses osmotik. Sedikit peningkatan konsentrasi natrium cairan ekstrasel juga merangsang rasa haus dan meningkatkan asupan air, jika tersedia air. Oleh karena itu, volume cairan ekstrasel hampir sama banyak dengan natrium yang tertinggal tetapi tanpa banyak mengubah kpnsentrasi natrium.Walaupun aldosteron di dalam tubuh merupakan hormone penahan-natrium yang paling kuat, hanya sedikit natrium saja yang sementara tertahan saat natrium tersebut disekresi dalam jumlah yang besar. Peningkatan jumlah cairan ekstrasel yang diperantarai aldosteron yang berlangsung selama lebih dari 1 sampai 2 hari juga dapat mengarah kepada peningkatan tekanan arteri, seperti yang dijelaskan. Peningkatan tekanan arteri kemudian meningkatkan ekskresi garam ( disebut natriuresis ), dan air ( disebut diuresis tekanan ). Jadi, setelah volume cairan ekstrasel meningkat kira-kira 5 sampai 15 persen di atas normal, tekanan arteri juga meningkat 15 sampai 25 mmHg, dan peningkatan tekanan darah ini mengembalikan keluaran garam dan air oleh ginjal kembali ke normal walaupun ada kelebihan aldosteron.Kembalinya ekskresi air dan garam kembali ke normal oleh ginjal sebagai akobat dari natriuresis dan netriuresis disebut sebagai pelolosan aldosteron ( aldosterone escape ). Selain itu, kecepatan perolehan garam dan air oleh tubuh adalah nol, dan keseimbangan dipertahankan antara asupan dsn keluaran garam dan air oleh ginjal walaupun aldosterone berlebihan terus belanjut. Tetapi, untuk sementara waktu orang tersebut sudah mengalami hipertensi, yang berlangsung selama orang tersebut terpapar dengan aldosteron berkadar tinggi.Sebaliknya ketika seksresi aldosterone menjadi nol, sejumlah besar garam hilang dalam urin, tidak hanya mengurangi jumlah natrium klorida di dalam cairan ekstrasel tetapi juga mengurangi volume cairan ekstrasel. Hasilnya adalah dehidrasi cairan ekstrasel yang sangat berat dan volume darah yang rendah, mengarah kepada syok sirkulasi. Tanpa pengobatan, keadaan ini biasanya akan menyebabkan kematian dalam beberapa hari setelah kelenjar adrenal tiba-tiba menghentikan sekresi aldosteron.Aldosteron berlebihan tidak hanya menyebabkan hilangnya ion kalium secara berlebihan dari cairan ekstrasel ke dalam urin namun juga merangsang pengangkutan kalium dari cairan ekstrasel ke dalam banyak sel tubuh. Oleh karena itu, sekresi aldosterone berlebihan, seperti yang terjadi pada beberapa tumor adrenal, dapat menyebabkan penurunan besar-besaran konsentrasi kalium plasma, kadang-kadang akan menurunkan konsentrasi tersebut dari nilai normal 4,5 mEq /L sampai serendah 1 sampai 2 mEq /L. keadaan ini disebut sebagai hipokalemia. Bila konsentrasi ion kalium turun sampai kira-kira di bawah setengah nilai normalnya, kelemahan otot yang berat sering timbul. Keadaan ini disebabkan oleh timbulnya perubahan eksitasi listrik membran saraf dan membran serabut otot, yang akan mencegah penjalaran potensial aksi yang normal.Sebaliknya, bila ada defisiansi aldosterone,maka besarnya konsentrasi ion kalium dalam cairan ekstrasel akan meningkat sampai jauh di atas nilai normal. Bila kenaikan mencapai 60 sampai 100 persen di atas nilai normalnya, keracunan jantung yang berat, meliputi kelemahan kontraksi jantung dan timbulnya aritmia janutng, akan menjadi lebih jelas; konsentrasi kalium yang secara berangsur-angsur meningkat lebitinggi tidak terelakkan lagi akan menyebabkan gagal jantung.Aldosterone tidak hanya menyebabkan sekresi kalium ke dalam tubulus untuk di tukar dengan reabsorpsi natrium ke dalam sel prinsipal tubulus kolektivus ginjal tetapi juga menyebabkan sekresi ion hydrogen yang ditukar dengan natrium di dalam sel interkalasi tubulus kolektivus korteks. Penurunan konsentrasi ion hydrogen dalam cairan ekstrasel ini menimbulkan keadaan alkalosis ringan.B. Aldosteron Merangsang Transpor Natrium dan Kalium di Kelenjar Keringat, Kelenjar Liur, dan Sel Epitel KhususPengaruh aldosterone terhadap kelenjar keringat dan kelenjar liur hampir mirip dengan pengaruhnya sekresi yang terutama mengandung banyak sekali natrium klorida, tetapi sewaktu melewati duktus ekskretorius, sebagian besar natrium klorida direabsorpsi sedang ion kalium dan ion bikarbonat akan disekresikan. Aldosterone sangat meningkatkan reabsorpsi natrium klorida dan sekresi kalium oleh duktus tersebut. Efek aldosterone terhadap kelenjar keringat penting untuk menyimpan garam tubuh dalam lingkungan yang panas, dan efeknya terhadap kelenjar liur adalah menyimpan garam sewaktu liur hilang secara berlebihan.Aldosteron juga sangat meningkatkan absorpsi natrium oleh usus, terutama di dalam kolon, yang mencegah hilangnya natrium di dalam tinja. Sebaliknya, bila sangat buruk, yang menuju kepada kegagalan absorpsi klorida dan anion lain serta air. Namun klorida dan air yang tidak diabsorpsi kemudian menyebabkan diare, disertai kehilangan garam lebih lanjut dari tubuh.

Gambar 6, Fungsi Aldosteron

2. Fungsi GlukokortikoidSedikitnya 95 persen aktivitas glukokortikoid dari sekresi adrenokortikal merupakan hasil dari sekresi kortisol, yang dikenal juga sebagai hidrokortison. Sebagai tambahan terhadap penjelasan ini, sejumlah kecil aktivitas glukokortikoid yang cukup bermakna disediakan oleh kortikosteron.a. Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat Perangsangan glukoneogenesis. Sejauh ini efek metabolik yang paling terkenal dari kortisol dan glukokortikoid lainnya terhadap metabolisme adalah kemampuan hormon ini untuk merangsang proses glukoneogenesis (pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat lain) oleh hati, sering kali meningkatkan kecepatan glukoneogenesis sebesar 6-10 kali lipat. Keadaan ini terutama disebabkan oleh dua efek kortisol. Kortisol meningkatkan enzim-enzim yang dibutuhkan untuuk mengubah asam-asam amino menjadi glukosa dalam sel-sel hati. Hal ini dihasilkan dari efek glukokortikoid untuk mengaktifkan transkripsi DNA di dalam inti sel hati dengan cara yang sama seperti fungsi aldosteron di dalam sel-sel tubulus ginjal, disertai dengan pembentukan RNA messenger yang selanjutnya dapat dipakai untuk menyusun enzim-enzim yang dibutuhkan dalam proses glukoneogenesis. Kortisol menyebabkan pengangkutan asam-asam amino dari jaringan ekstrahepatik, terutama dari otot. Akibatnya, semakin banyak asam amino tersedia dalam plasma untuk masuk dalam proses glukoneogenesis di hati dan oleh karena itu akan meningkatkan pembentukan glukosa. Salah satu efek peningkatan glukoneogenesis adalah sangat meningkatnya jumlah penyimpanan glikogen dalam sel hati. Pengaruh kortisol tersebut membuat hormon glikolitik lain, seperti epinefrin dan glukagon memobilisasi glukosa pada saat diperlukan nanti, seperti pada keadaan saat makan. Penurunan pemakaian glukosa oleh sel. Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa oleh kebanyakan sel tubuh. Walaupun penyebab penurunan ini tidak diketahui, sebagian besar ahli fisiologi percaya bahwa pada suatu tempat yang terletak di antara tempat masuknya glukosa ke dalam sel dan tempat pecahnya yang terakhir, kortisol secara langsung memperlambat keceptan pemakaian glukosa. Dugaan mekanisme ini didasarkan pada pengamatan yang menunjukkan bahwa glukokortikoid menekan proses oksidasi nikotidamid-adenin-dinukleotida (NADH) untuk membentuk NAD+. Karena NADH harus dioksidasi agar menimbulkan glukolisis, efek ini berperan dalam mengurangi pemakaian glukosa sel. Peningkatan konsentrasi glukosa darah, dan diabetes adrenal. Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan berkurangnya kecepatan pemakaian glukosa oleh sel-sel dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Peningkatan glukosa darah selanjutnya merangsang sekresi insulin. Peningkatan kadar plasma insulin, walaupun demikian, menjadi tidak efektif dalam menjaga glukosa plasma seperti ketika dalam kondisi normal. Karena alasan yang belum sepenuhnya jelas, tingginya kadar glukokortikoid menurunkan sensitivitas banyak jaringan, terutama otot rangka dan jaringan lemak, terhadap efek perangsangan insulin pada ambilan dan pemakaian glukosa. Satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa kadar asam lemak yang tinggi, disebebkan pengaruh glukokortikoid memobilisasi lipid dari simpanan lemak, dapat merusak kerja insulin pada jaringan. Dengan cara ini, sekresi glukokortikoid berlebihan dapat menimbulkan gangguan metabolisme karbohidrat dengan cara yang sama, yang ditemukan pada pasien dengan kadar hormon pertumbuhan berlebih. Peningkatan konsentrasi gula darah kadangkala cukup besar (50 persen atau lebih di atas normal) yang merupakan suatu keadaan yang disebut diabetes adrenal. Pada diabetes adrenal, pemberian insulin hanya sedikit menurunkan tingginya konsentrasi glukosa darah-tidak sebanyak seperti diabetes pankreatik-karena jaringan bersifat resisten terhadappengaruh insulin.

b. Efek kortisol terhadap metabolisme protein Pengurangan protein sel. Salah satu efek utama kortisol terhadap sistem metabolisme tubuh adalah kemampuannya untuk mengurangi penyimpanan protein di seluruh tubuh kecuali protein dalam hati. Keadaan ini disebebabkan oleh berkurangnya sintesis protein dan meningkatnya katabolisme protein yang sudah ada di dalam sel. Kedua efek ini mungkin sebagai akibat dari berkurangnya pengangkutan asam amino ke dalam jaringan ekstrahepatik. Keadaan ini mungkin bukan merupakan satu-satunya penyebab, oleh karena kortisol juga menekan pembentukan RNA dan sintesis protein selanjutnya di sebagian besar jaringan ekstrahepatik, terutama di otot dan jaringan lomfoid. Kortisol meningkatkan protein hati dan protein plasma. Bersamaan dengan berkurangnya protein di seluruh tubuh, ternyata protein di dalam hati justru menignkat. Selanjutnya, protein plasma (yang dihasilkan oleh hati dan kemudian dilepaskan ke dalam darah) juga akan meningkat. Peningkatan ini merupakan pengecualian untuk pengurangan protein yang terjadi di bagian tubuh lain. Diyakini bahwa perbedaan ini dihasilkan oleh suatu efek kemungkinan dari kortisol dalam meningkatkan pengangkutan asam amino ke dalam sel-sel hati (tetapi bukan ke dalam sebagian besar sel-sel lain) dan dalam meningkatkan junlah enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk sintesis protein. Peningkatan asam amino darah, berkurangnya pengangkutan asam amino ke sel-sel ekstrahepatik, dan peningkatan pengangkutan asam amino ke sel-sel hati. Kortisol menekan pengangkutan asam amino ke dalam sel-sel otot dan mungkin juga ke sel-sel ekstrahepatik lainnya. Berkurangnya asam amino yang diangkut ke sel-sel ekstrahepatik akan mengurangi konsentrasi asam amino intrasel dan akibatnya akan mengurangi sintesis protein. Namun, proses katabolisme protein yang terjadi di dalam sel terus melepaskan asam amino dari protein yang sudah ada, dan asam amino ini akan berdifusi keluar dari sel-sel untuk meningkatkan konsentrasi asam amino dalam plasma. Oleh karena itu, kortisol memobilisasi asam amino dari jaringan-jaringan nonhepatik akan mengurangi simpanan protein di dalam jaringan. Konsentrasi asam amino yang meningkat dalam plasma peningkatan pengangkutan asam amino oleh kortisol ke dalam sel-sel hati dapat juga berperan dalam meningkatkan pemakaian asam amino oleh hati yang menyebabkan timbulnya pengaruh seperti (1) peningkatan kecepatan deaminasi asam amino oleh hati, (2) peningkatan sintesis protein dalam hati, (3) peningkatan pembetukan protein plasma oleh hati, dan (4) peningkatan perubahan asam amino menjadi glukosa-yaitu, meningkatkan glukoneogenesis. Jadi, mungkin sebagian besar efek kortisol terhadap sistem metabolisme tubuh terutama berasal dari kemampuan kortisol untuk memobilisasi asam amino dari jaringan perifer, sementara pada waktu yang sama meningkatkan enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek hepatik.c. Efek kortisol terhadap metabolisme lemak Mobilisasi asam lemak. Dengan pola yang sangat mirip dengan pola yang dipakai oleh kortisol untuk meningkatkan mobilisasi asam amino dari otot, kortisol juga meningkatkan mobilisasi asam lemak dari jaringan lemak. Peristiwa ini akan meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas di dalam plasma, yang juga akan meningkatkan pemakaiannya untuk energi. Kortisol tampaknya juga memiliki efek langsung untuk meningkatkan oksidasi asam lemak di dalam sel. Mekanisme apa yang dipakai oleh kortisol untuk meningkatkan mobilisasi asam lemak masih belum sepenuhnya diketahui. Akan tetapi, sebagian efek itu mungkin dihasilkan dari berkurangnya pengangkutan glukosa ke dalam sel-sel lemak. Ingatlah bahwa -gliserofosfat, yang berasal dari glukosa, dibutuhkan untuk penyimpanan dan mempertahankan jumlah trigliserida di dalam sel-sel lemak, dan bila bahan ini tidak ada maka sel-sel lemak itu akan mulai melepaskan asam-asam lemaknya. Peningkatan mobilisasi lemak oleh kortisol, digabungkan dengan peningkatan oksidasi asam lemak di dalam sel, membantu menggeser sistem metabolisme sel dari penggunaan glukosa untuk energi menjadi penggunaan asam lemak. Akan tetapi, mekanisme kortisol ini membutuhkan waktu beberapa jam untuk bekerja penuh-tidak secepat atau sekuat efek pergeseran yang disebebabkan oleh penurunan insulin. Walaupun demikian, peningkatan penggunaan asam lemak untuk energi metabolisme merupakan faktor yang penting untuk penyimpanan glukosa tubuh dan glikogen jangka panjang. Obesitas akibat kortisol berlebihan. Walaupun kortisol dapat menyebabkan timbulnya mobilisasi asam lemak secukupnya dari jaringan lemak, banyak pasien yang berlebihan sekresi kortisol sering kali menderita kegemukan yang khas, dengan penumpukan lemak yang berlebihan di daerah dada dan di daerah kepalanya, sehingga badannya seperti sapi dan wajah bulat moon face. Walaupun penyebabnya tidak diketahui, ada pendapat yang mengatakan bahwa kegemukan ini disebabkan oleh perangsangan asipan makanan secara berlebihan, disertai pembentukan lemak di beberapa jaringan tubuh yang berlangsung lebih cepat daripada mobilisasi dan oksidasinya. Kortisol penting dalam mengatasi stres dan peradangan. Hampir semua jenis stress, apakah bersifat fisik atau neurogenik, menyebabkan sekresi ACTH dengan segera dan bermakna oleh kelenjar hipofisis anterior yang diikuti dengan peningkatan sekresi hormon adrenokortikoid berupa kortisol dalam waktu beberapa menit. Hal ini diperlihatkan secara dramatis oleh penelitian ketika pembentukan kortisol dan sekresi kortisol me ningkat enam kali lipat pada ekor tikus dalam waktu 4-20 menit setelah fraktur kedua kakinya.Beberapa jenis stres yang meningkatkan pelepasan kortisol adalah sebagai berikut:a. Hampir semua jenis traumab. Infeksic. Kepanasan atau kedinginan yang hebatd. Penyuntikan norepinefrin dan obat-obat simpatomimetik lainnyae. Pembedahanf. Penyuntikan bahan yang bersifat nekrolisis di bawah kulitg. Hampir setiap penyakit yang menyebakan kelemahanPenyebabnya diduga adalah bahwa glukokortikoid dapat menyebabkan pengangkutan awam amino dan lemak dengan cepat dari cadangan sel-selnya, sehingga dapat dipakai untuk energi dan sintesis senyawa lain, termasuk glukosa, yang dibutuhkan oleh berbagai jaringan tubuh yang berbeda. Memang, sudah jelas diketahui dari beberapa penelitian bahwa jaringan-jaringan rusak, yang sementara kekurangan protein, dapat menggunakan asam amino baru yang tersedia untuk membentuk protein baru yang penting untuk kehidupan sel. Selain itu, asam-asam amino itu mungkin dipergunakan untuk mensintesis beberapa bahan intrasel penting lain misalnya purin, pirimidin, dan fosfat kreatin, yang berguna untuk mempertahankan kehidupan sel dan produksi sel-sel baru. Efek antiinflamasi kortisol kadar tinggi. Bila jaringan rusak akibat trauma, infeksi bakteri, atau peristiwa lain, maka jaringan itu hampir selalu akan meradang. Pada beberapa keadaan, seperti artritis reumatioid, radang ini justru lebih merusak daripada trauma atau penyakit penyebabnya sendiri. Pemberian kortisol dalam jumlah besar biasanya dapat menghambat proses inflamasi ini atau malah dapat membalikkan sebagian besar efeknya segera ketika proses inflamasi mulai terjadi. Ada lima tahap utama inflamasi: (1) sel-sel jaringan yang rusak melepaskan bahan kimia yang akan mengaktifkan proses inflamasi (histamin, bradikinin, enzim proteolitik, prostaglandin dan leukotrien); (2) peningkatan aliran darah di daerah yang meradang yang disebabkan oleh pelepasan beberapa produk jaringan, suatuproses yang disebut eritema; (3) kebocoran banyak sekali plasma yang hampir murni keluar dari pembuluh kapiler masuk ke daerah yang merandang karena meningkatnya permeabilitas kapiler, yang akan diikuti oleh membekunya cairan jaringan sehingga menyebabkan edema tipe nonpitting; (4) infiltrasi leukosit ke arah radang tersebut; dan (5) setelah berhari-hari atau berminggu-minggu, penyembuhan jaringan dimulai. Bila ada banyak sekali kortisol yang disekresikan atau yang diinjeksikan pada seseorang, maka kortisol mempunyai dua efek dasar anti-inflamasi: (1) kortisol dapat menghambat tahap awal proses inflamasi bahkan sebelum inflamasi itu sendiri mulai terjadi, atau (2) bila proses inflamasi sudah dimulai, proses ini akan menyebabkan resolusi inflamasi yang cepat dan meningkatkan kecepatan penyembuhan. Kortisol mencegah perkembangan inflamasi dengan menstabilkan lisosom dan efek yang lain Kortisol mempunyai efek berikut ini dalam mencegah proses inflamasi : 1) Kortisol menstabilkan membran lisosom. Hal ini merupakan salah satu efek anti-inflamasi kortisol yang paling prnting, karena kortisol membuat membran lisosm intrasel menjadi lebih sulit pecah daripada keadaan normal. Oleh karena itu, sebagian besar enzim preteolitik yang dilepaskan oleh sel-sel yang rusak untuk menimbulkan inflamasi, yang terutama diseimpan dalam lisosom, dilepaskan dalam jumlah yang sangat berkurang. 2)Kortisol menurunkan permeabilitas kapiler, mungkin sebagai efek sekunder dari penurunan pelepasan sebagai efek sekunder dari penurunan pelepasan enzim proteolitik. Hal ini mencegah terjadinya kehilangan plasma ke dalam jaringan. 3)Kortisol menurunkan migrasi sel darah putih ke daerah inflamasi dan fagositosis sel yang rusak. Efek ini mungkin dihasilkan dari kenyataan bahwa kortisol menghilangkan pembentukan prostaglandin dan leukotrien yang jika tidak, akan meningkatkan vasodilatasi, permeabilitas kapuler, dan mobilitas darah putih. 4)Kortisol menekan sistem imun, menyebabkan reproduksi limfosit menurun secara nyata. Limfosit T terutama sangat ditekan. Selanjutnya, jumlah sel T dan antibodi yang berkurang di daerah inflamasi akan mengurangi reaksi jaringan yang jika tidak, akan mamacu proses inflamasi lebih lanjut. 5) Kortisol menurunkan demam terutama karena kortisol mengurangi pelepasan interleukin-I dari sel darah putih, yang merupakan salah satu perangsang utama terhadap sistem pengatur temperatur hipotalamus. Penurunan temperatur selanjutnya mengurangi derajat vasodilatasi. Kortisol menyebabkan penyembuhan inflamasi. Bahkan setelah timbul proses inflamasi, pemberian kortisol sering kali dapat mengurangi proses inflamasi selama bberapa jam sampai beberapa hari lamanya. Efek yang segera timbul adalah penghambatan sebagian besar faktor yang meningkatkan terjadinya inflamasi. Selanjutnya, kecepatan penyembuhan juga akan ditingkatkan. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh hal yang sama, terutam oleh faktor yang tidak diketahui, yang menyebabkan tubuh dapat melawan berbagai stres fisik sewaktu banyak sekali kortisol disekresikan. Keadaan ini mungkin diakibatkan oleh adanya peningkatan asam amino dan pemakaian bahan ini untuk memperbaiki jaringan yang rusak; keadaain ini mungkin disebabkan oleh penignkatan glukoneogenesis yang membuat cadangan glukosa yang tersedia dlam sistem metabolisme kritis; atau mungkin dihasilkan dari peningkatan jumlah asam lemak yang tersedia untuk energi sel; atau keadaan ini mungkin bergantung pada adanya beberapa efek kortisol yang menginaktivasi atau membuang produk inflamasi. Gambar 7, Fungsi Kortisol

D. Pengaturan Sekresi Hormon Aderenokortikal1. Pengaturan Sekresi AldosteronPengaturan Sekresi Aldosteron sangat berkaitan dengan pengaturan besarnya konsentrasi elektrolit dalam cairan ekstrasel dalam cairan ekstrasel, volume cairan ekstrasel, volume darah, tekanan arteri, dan banyak aspek khusus dari fungsi ginjal sehingga sulit untuk membicarakan pengaturan sekresi aldosteron tanpa mengaitkan faktor-faktor di atas. Pengaturan sekresi aldosteron oleh sel-sel zona glomerolusa hampir sama sekali tidak berhubungan dengan hormon kortisol dan androgen oleh zona fasikulata dan zona retikularis,Dikenal empat faktor yang memainkan peranan penting dalam pengaturan aldosteron. Menurut manfaatnya, keempat faktor tersebut adalah sebagai berikut :a. Peningkatan konsentrasi ion kalsium di dalam cairan ekstrasel sangat meningkatkan sekresi aldosteron.b. Peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensin sanagt meningkatkan sekresi aldosteron.c. Peningkatan konsentrasi ion natrium di dalam cairan ekstrasel sangat sedikit mennurunkan sekresi aldosteron.d. ACTH dari kelenjar hipofisis anterior diperlukan untuk sekresi aldosteron tetapi mempunyai efek yang kecil dalam mengatur kecepatan sekresi. 2. Pengaturan Sekresi Kortisol oleh Hormon Adrenokortikotropik dari Kelenjar Hipofisisa. ACTH Merangsang Sekresi Kortisol. Tidak seperti sekresi kortisol aldosteron leh zona gromerulosa, yang terutama di atur oleh kalium dan angiotensin yang bekerja secra langsung terhadap sel-sel adrenokotikal, ternyata hampir tidak ada ragsangan yang mempunyai efek langsung terhadap sel-sel adrenal yang menyekresi kortisol. Sebaliknya, sekresi kortisol hampir seluruhnya di atur oleh ACTH yang di sekresi oleh kelnjar hipofisis anterior. Hormon ini, yang di sebut juga di sebut kortikotropin atau adrenoktikotropin, meningkatkan produksi andogen adrenal.b. Sekresi ACTH Diatur Oleh hormon Pelepas-Kortikotropin dari HipotalamusSeperti hormon hipofisis lain yang di sekresinya di atur oleh factor pelepasan dari hormon hipotalamus, sekresi ACTH juga di atur oleh suatu faktor pelepas kortikotropin (CRF). Faktor kortikotrofin di sekresikan ked lam pleksus kapiler utama dari system prontal hipofisis di eminesia mediana hipotalamus kemudian di bawa ke kelnjar hipofisis anterior, tempat faktor pelepasan kortikotropin akan merangsang sekresi ACTH. CRF merupakan suatu peptide yang terdiri ats 41 asam amino. Badan sel neuron menyekresikan CRF terutama terletak di nucleus ini selnjutnya menerima banyak hubungan saraf dari sistim limbic dan batang otak bagian bawah.Bila tidak ada CRF, maka kelnjar hipofisi ini hanya dapat sedikit menyekresikan ACTH. Sebaliknya sebagian besar kondisi menyebabkan tingginya kecepatan sekresi ACTH, mengawali sekresi ini melalui inya yang d mulai didaerah basal otak, termasuk hipotalamus, dan kemudan di hantarkan oleh CRF ke kelnjar hipotalamus anterior.c. Stress Fisiologis Meningkatkan Sekresi ACTH dan Sekresi AndrenokortikalHampir setiap jenis stress fisik atau stress mental dalam waktu beberapa menit saja sudah dapat sangat meningkat sekresi ACTH dan akibatnya sekresi kortisol juga akan sangat meningkat, seringkali meningkat sampai 20 kali lipat. Efek ini di gambarkan oleh respons sekresi adrenokortikal yang cepat dan kuat setelah trauma.Rangsangan sakit saat di sebabkan oleh jenis stress fisik atau kerusakan jaringan pertamatama di hantarkanke atas melalui batang otak dan akhirnya ke eminesia media hipotalamus, CRF disekresikan ke dalam system portal hipofisis. Dalam beberapa menit, seluruh rangkaian pengaturan mengarah ke pada sejumlah besar kortisol di dalam darah. Stress mental dapat menyebabkan peningkatan secara cepat sekresi ACTH yang sebanding. Keadaan ini di anggap sebagai akibat dari naiknya aktivitas dalam system limbic, khususnya dalam region amigdala dan hipokampus, yang kemudian menjaarkan sinyal ke bagian posterior medial hipotalamus.d. Efek Penghambat kortisol Terhadap Hipotalamus dan Kelenjar Hipofisis Anterior yang merpakan Sekresi ACTH. Kortisol mempunyai efek umpan balik negative langsung terhadap (1) hipotalamus untuk menurunkan pembentukan CRF dan (2) kelnjtar hipofisis anterior utuk menurukan pembentukan ACTH. Kedua umpan balik ini mengatur konsentrasi kortisol menjadi sangat tinggi, maka umpan balik ini secara otomatis kembali lagi ke nilai normalnya. Gambar 8, Feedback Negatife. Sintesis dan Sekresi ACTH dalam Kaitannya dengan Hormon Perangsang Melanosit, Lipotropin, dan Endorfin. Sewaktu terjadi sekresi ACTH oleh kelenjar hipofisis anterior, beberapa jenis hormon lain yang mempunyai sifat-sifat kimiawi yang serupa akan disekresikan juga secara bersamaan. Alasan untuk ini adalah karena gen yang diterjemahkan untuk membentuk molekul RNA yang menyebabkan sintesis ACTH pada awalnya menyebabkan pembentukan suatu molekul protein yang lebih besar, suatu proprehormon, disebut proopiomelanokortin (POMC), yang merupakan prekursor ACTH seperti juga beberapa peptida lainnya, termasuk hormon perangsang melanosit (MSH), -lipotropin, dan -endorfin. Pada keadaan normal, tidak satupun dari hormon-hormon ini disekresikan dalam jumlah yang cukup untuk menimbulkan efek yang bermakna pada tubuh manusia, tetapi bila kecepatan sekresi ACTH sangat tinggi, seperti yang terjadi pada penyakit addison, pembentukan beberapa hormon lainnya yang berasal dari POMC dapat pula meningkat. ACTH, karena mengandung rangkaian MSH, mempunyai efek perangsang melanosit kira-kira sebesar 1/30 dari MSH. Lebih lanjut, karena jumlah MSH murni yang disekresikan oleh manusia itu sangat sedikit, sedangkan sekresi ACTH sangat besar, maka tampaknya ACTH jauh lebih penting daripada MSH dalam menentukan jumlah melanin kulit.

E. Anatomi Sistem Saraf SimpatisSistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis segmen torakolumbal (torakal 1 sampai lumbal 2). Serabut-serabut saraf ini melalui rangkaian paravertebral simpatetik yang berada disisi lateral korda spinalis yang selanjutnya akan menuju jaringan dan organ-organ yang dipersarafi oleh sistem saraf simpatis. Tiap saraf dari sistem saraf simpatis terdiri dari satu neuron preganglion dan saraf postganglion. Badan sel neuron preganglion berlokasi di intermediolateral dari korda spinalis. Serabut saraf simpatis vertebra ini kemudian meninggalkan korda spinalis melalui rami putih menjadi salah satu dari 22 pasang ganglia dari rangkaian paravertebral simpatik. Selanjutnya serat-serat ini dapat mengalami salah satu dari ketiga hal berikut : (1) serat-serat dapat bersinaps dengan neuron postganglionik yang ada didalam ganglion yang dimasukinya. (2) serat-serat dapat berjalan ke atas atau kebawah dal am rantai dan bersi naps pada salah satu ganglia lain dal am rantai tersebut. Atau (3) serat itu dapat berjalan melalui rantai ke berbagai arah dan selanjutnya melalui salah satu saraf simpatis memisahkan diri keluar dari rantai, untuk akhirnya berakhir di salah satu ganglia paravertebral. Akson-akson neuron preganglion kebanyakan bermielin, hantarannya lambat, tipe B. Pada rangkaian paravertebral simpatik, serabut-serabut preganglion dapat bersinap badan sel dari neuron postganglion atau melalui cephalad atau caudal untuk bersinap dengan neuron postganglion (kebanyakan serabut-serabut saraf yang tidak bermielin, tipe C) 3,. Di ganglia paravertebral yang lain, neuron-neuron postganglion kemudian keluar dari ganglia paravertebra menuju ke berbagai organ-organ perifer. Neuron postganglion kembali ke saraf spinal melalui rami abu-abu, neuron ini selanjutnya akan mempengaruhi tonus otot pembuluh darah, otot-otot piloerektor, dan kelenjar keringat.Ganglia prevertebra yang berlokasi di abdomen dan pelvis, terdiri dari ganglia coelica, ganglia aoarticorenal, mesenterica superior dan inferior. Ganglia terminal berlokasi dekat dengan organ yang disarafi contohnya vesica urinaria dan rectum.

F. Sifat- sifat khusus ujung saraf simpatis dalam medula adrenal Serat saraf preganglionik simpatis berjalan tanpa mengadakan sinaps, melalui jalan-jalan dari seluruh jalan dari kornu intermediolateral medula spinalis, melalui rantai simpatis, kemudian melewati rantai splanknikus dan berakhir di medula adrenal. Di medula adrenal, serat-serat saraf ini langsung berakhir pada sel-sel neuron khusus yang mensekresikan epinefrin dan norepinefrin kedalam aliran darah. Secara embriologi, sel-sel sekretorik ini berasal dari jaringan saraf dan analog dengan neuron postganglionik, bahkan sel-sel ini masih mempunyai serat-serat saraf yang rudimenter, dan serat-serat inilah yang mensekresikan hormon-hormon.

BAB IIIPEMBAHASAN

A. Skenario

LBM IIAKIBAT DIKEJAR ANJING

Mina adalah mahasiswi fakultas kedokteran semester pertama. Suatu sore, saat pulang setelah aktivitas dari kampus ia tiba-tiba dikejar anjing di jalan. Seketika itu, Mina lari dengan kecepatan tinggi, padahal sehari-harinya ia cepat mengalami kelelahan saat lari sprint 100 meter meskipun berlangsung hanya beberapa detik. Mina akhirnya bisa melarikan diri setelah berlari tiga blok, dia baru tersadar terdapat luka lecet yang luas pada kedua lututnya. Jantung Mina berdetak cepat, dengan nafas terengah-engah, luka di lututnya yang terasa nyeri pun tidak disadari.Satu minggu kemudian luka di lutut Mina sudah mulai menyembuh, padahal sebelumnya, luka itu kemerahan disertai bengkak.

B. TerminologiC. Permasalahan1. Kenapa Mina dapat berlari di luar kemampuan biasanya?2. Hormon yang paling berperan pada saat dikejar anjing?3. Mengapa jantung Mina berdetak cepat, nafas terengah-engah dan nyeri luka tidak disadari?4. Bagaimana tahap-tahap penyembuhan luka?

D. Pembahasan

1. Respon tanda bahaya atau respon stress pada system saraf simpatis Bila sebagian besar daerah system saraf simpatis melepaskan implus pada saat bersamaan, yakni yang disebut pelepasan implus secara masal dengan berbagai cara, keadaan ini akan meningkatkan kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas otot yang besar. a. Peningkatan tekanan arteri b. Peningkatan aliran darah untuk mengaktifkan otot- otot bersamaan dengan penurunan aliran darah ke organ-organ, seperti taktus gastrointestinal dan ginjal, yang dapat diperlukan untuk aktivitas motorik yang cepat.c. Peningkatan kecepatan metabolism sel di seluruh tubuh d. Peningkatan konsentrasi glukosa darah e. Peningkatan proses glikolisis di hati dan otot f. Peningkatan kekuatan otot g. Peningkatan aktivitas mentalh. Peningkatan kecepatan koagulasi darah Seluruh efek di atas menyebabkan orang tersebut dapat melaksanakan aktivitas fisik yang jauh lebih besar dari pada bila tidak ada efek di atas. Oleh karena baik stress fisik mau pun mineral dapat menggiatkan system simpati untuk menyediakan aktivitas tambahan tubuh pada saat stress keadaan ini sering kali disebut respon stress simpatis.Keadaan di atas merupakan sinergis dari sistem saraf otonom dan juga hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Dimulai dari perangsangan sistem limbik atau lebih tepatnya di bagian amigdala yang merupakan tempat memori yang akan mengaktifkan respon fight or flight. Respon ini berefek pada hipotalamus dan sistem saraf pusat. Hipotalamus akan mensekresikan CRH (Corticotropin Releasing Hormone) yang kemudian merangsang hipofisis anterior untuk mensekresikan ACTH (Adrenocorticotrophin Hormone) yang selanjutnya merangsang kelenjar suprarenal pada ginjal untuk mensekresi hormon-hormonnya. Sedangkan, sistem saraf otonom yang bekerja merupakan sistem saraf simpatis, rangsangan pada hipotalamus akan menyebabkan pengiriman impuls ke formasio reticularis otak dan masuk ke medula spinalis menyebabkan pelepasan impuls massal ke seluruh tubuh untuk mempersiapkan tubuh dalam menghadapi keadaan bahaya. Hal inilah yang menyebabkan Mina, mahasiswi yang ada di dalam skenario dapat berlari lebih cepat dari biasanya.

2. Respons fight or flight atau respon ketika seseorang menghadapi keadaan genting atau berbahaya sangat bergantung pada kelenjar adrenal dan saraf simpatis. a. Efek yang diberikan oleh rangsangan hormon norepinefrin saraf simpatis :Tabel 1, Efek rangsangan saraf otonom

b. Kelenjar adrenal akan mensekresi sesuai dengan lokasinya :i. KorteksAldosteron : Meningkatkan reabsorpsi natrium dan sekresi kalium di ginjal, kelenjar keringat, kelenjar air liur dan usus besar.Kortisol: Efek metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Mengatasi stress dan peradangan Berperan dalam proses penyembuhan lukaii. MedulaNorepinefrin dan Epinefrin : Fungsinya sama dengan peran saraf simpatis namun bekerja secara tidak langsung. Dengan kata lain, ia bersinergi dengan sistem saraf simpatis

3. Jantung berdetak lebih cepat, nafas terengah-engah dan nyeri luka tidak disadaria. Jantung berdetak lebih cepat disebabkan oleh rangsangan dari hormon norepinefrin dan epinefrin yang disekresikan oleh medula adrenal dan juga oleh perangsangan saraf simpatis yang turut mengirimkan neurotransmitter berupa norepinefrin yang memiliki efek untuk meningkatkan kekuatan dan frekuensi kontraksi jantung sehingga didapatkan curah jantung yang lebih tinggi untuk mencukupi kebutuhan tubuh.b. Nafas terengah-engah juga disebabkan oleh perangsangan saraf simpatis secara langsung dan juga secara tidak langsung dirangsang oleh hormon-hormon medula adrenal. Nafas menjadi lebih cepat dan dalam bertujuan untuk mengimbangi kerja jantung, dengan pernafasan yang lebih cepat dan dalam, oksigen akan lebih banyak masuk dan pembuangan karbon dioksida juga menjadi lebih cepat. Hal ini agar dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan oksigen, khususnya pada peristiwa yang dihadapi oleh Mina.c. Nyeri luka tidak disadari lebih berkaitan dengan efek sensorik dari nosiseptor, sel-sel yang mati akibat trauma akan mengeluarkan histamin dan bradikinin yang merupakan penyebab dari terjadinya rasa nyeri. Hormon kortisol berperan dalam pencegahan terjadinya radang. Kortisol yang telah dijelaskan di bagian tinjauan pustaka akan mencegah semakin banyaknya sel yang mati dan menghasilkan substansi penyebab nyeri sehingga nyeri pada luka yang ada di lutut Mina tidak disadari.

4. Proses Penyembuhan LukaRespon organisme terhadap kerusakan jaringan/organ serta usaha pengembalian kondisi homeostasis sehingga dicapai kestabilan fisiologis jaringan atau organ yang pada kulit terjadi penyusunan kembali jaringan kulit ditandai dengan terbentuknya epitel fungsional yang menutupi luka.

Tahapan penyembuhan lukaTanpa memandang penyebab, tahapan penyembuhan luka terbagi atas : 1. Fase koagulasi : setelah luka terjadi, terjadi perdarahan pada daerah luka yang diikuti dengan aktifasi kaskade pembekuan darah sehingga terbentuk klot hematoma. Proses ini diikuti oleh proses selanjutnya yaitu fase inflamasi. 2. Fase inflamasi : Ada lima tahap utama inflamasi: (1) sel-sel jaringan yang rusak melepaskan bahan kimia yang akan mengaktifkan proses inflamasi (histamin, bradikinin, enzim proteolitik, prostaglandin dan leukotrien); (2) peningkatan aliran darah di daerah yang meradang yang disebabkan oleh pelepasan beberapa produk jaringan, suatuproses yang disebut eritema; (3) kebocoran banyak sekali plasma yang hampir murni keluar dari pembuluh kapiler masuk ke daerah yang merandang karena meningkatnya permeabilitas kapiler, yang akan diikuti oleh membekunya cairan jaringan sehingga menyebabkan edema tipe nonpitting; (4) infiltrasi leukosit ke arah radang tersebut; dan (5) setelah berhari-hari atau berminggu-minggu, penyembuhan jaringan dimulai. Fase inflamasi mempunyai prioritas fungsional yaitu menggalakkan homeostasis, menyingkirkan jaringan mati, dan mencegah infeksi oleh bakteri patogen terutama bakteria. Pada fase ini platelet yang membentuk klot hematom mengalami degranulasi, melepaskan faktor pertumbuhan seperti platelet derived growth factor (PDGF) dan transforming growth factor (TGF), granulocyte colony stimulating factor (G-CSF), C5a, TNF, IL-1 dan IL-8. Leukosit bermigrasi menuju daerah luka. Terjadi deposit matriks fibrin yang mengawali proses penutupan luka. Proses ini terjadi pada hari 2-4.3. Fase proliferatif : Fase proliferatif terjadi dari hari ke 4-21 setelah trauma. Keratinosit di sekitar luka mengalami perubahan fenotif. Regresi hubungan desmosomal antara keratinosit pada membran basal menyebabkan sel keratin bermigrasi kearah lateral. Keratinosit bergerak melalui interaksi dengan matriks protein ekstraselular (fibronectin,vitronectin dan kolagen tipe I). Faktor proangiogenik dilepaskan oleh makrofag, vascular endothelial growth factor (VEGF) sehingga terjadi neovaskularisasi dan pembentukan jaringan granulasi.4. Fase remodeling : Remodeling merupakan fase yang paling lama pada proses penyembuhan luka, terjadi pada hari ke 21- hingga 1 tahun. Terjadi kontraksi luka, akibat pembentukan aktin myofibroblas dengan aktin mikrofilamen yang memberikan kekuatan kontraksi pada penyembuhan luka. Pada fase ini terjadi juga remodeling kolagen. Kolagen tipe III digantikan kolagen tipe I yang dimediasi matriks metalloproteinase yang disekresi makrofag, fibroblas, dan sel endotel. Pada masa 3 minggu penyembuhan, luka telah mendapatkan kembali 20% kekuatan jaringan normal. Dari penjelasan di atas, masa penyembuhan membutuhkan waktu lebih dari 3 minggu dan itupun baru mendapatkan 20% kekuatan jaringan normal. Namun, dalam skenario terjadi penyembuhan mulai dari waktu 1 minggu setelah terluka. Hal ini dapat terjadi karena kadar hormon kortisol yang cukup tinggi akibat adanya peristiwa fight or flight yang meningkatkan sekresinya menjadi 20x lipat dari kadar yang normal. Keadaan penyembuhan yang cepat mungkin disebabkan oleh hal yang sama, terutama oleh faktor yang tidak diketahui, yang menyebabkan tubuh dapat melawan berbagai stres fisik sewaktu banyak sekali kortisol disekresikan. Keadaan ini mungkin diakibatkan oleh adanya peningkatan asam amino dan pemakaian bahan ini untuk memperbaiki jaringan yang rusak; keadaain ini mungkin disebabkan oleh peningkatan glukoneogenesis yang membuat cadangan glukosa yang tersedia dalam sistem metabolisme; atau mungkin dihasilkan dari peningkatan jumlah asam lemak yang tersedia untuk energi sel; atau keadaan ini mungkin bergantung pada adanya beberapa efek kortisol yang menginaktivasi atau membuang produk inflamasi.

BAB IVPENUTUP

KesimpulanJadi, perubahan fisiologis yang terjadi pada tubuh Mina pada saat dikejar anjing termasuk dalam salah satu contoh dari mekanisme fight or flight yaitu mekanisme yang muncul ketika seseorang menghadapi keadaan genting. Mulai dari respon awal melalui sistem limbik di sistem saraf pusat lalu berlanjut ke hipotalamus untuk mensekresikan CRH (Corticotropin Releasing Hormone) kemudian ke hipofisis untuk menngeluarkan ACTH (Adenocortocotropin Hormone) yang akan menstimulasi kelenjar adrenal untuk mensekresi hormonnya. Selain itu, sistem saraf otonom juga langsung merespon dengan cara mengeluarkan impuls simpatis massal ke seluruh tubuh.Hal ini menyebabkan peningkatan metabolisme di seluruh tubuh, pengurangan perfusi darah ke perifer dan juga sistem pencernaan, perkemihan, dan sistem yang lain. Kemudian meningkatkan perfusi ke otot serta meningkatkan kerja cardiorespirasi untuk menunjang kemampuan fight for flight. Mekanisme ini juga menjaga bila terjadi luka pada saat fight or flight maka luka tersebut akan mencegah proses inflamasi ataupun mempercepat proses penyembuhan luka sehingga fungsi jaringan yang terganggu langsung bisa kembali normal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arthur C. Guyton dan John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran-Ed 11. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC (hlm : 787, 793, 797-798, 992-1007)2. Barret, Kim dkk. 2010. Ganongs Review of Medical Physiology-23th Ed. New York : McGraw-Hill Companies (hlm : 342-360)3. Mescher, Anthony L. 2011. Histologi Dasar Junquueira : Teks & Atlas. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC (hlm : 347-349)4. Moore, Keith L. Dan Anne M. R. Agur. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates (hlm : 125-129)5. Ross, Michael H. 2011. Histology : A Text and Atlas with Correlated Cell and Molecular Biology-6th Ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins (hlm : 766-768)

Page 31 of 32