agama islam

33
1. B. Ruang Lingkup Akhlak Adapun ruang lingkup akhlaq terbagi dalam beberapa bagian : 1. 1. Akhlaq terhadap Kholik Allah menciptakan manusia hanya untuk menghiasi dan meramaikan dunia. Tidak hanya sebagai kelengkapan, tetapi berfungsi sebagai makhluk. Allah SWT adalah Al-Khaliq (Maha pencipta) dan manusia adalah makhluk (yang diciptakan). Manusia wajib tunduk kepada peraturan Allah. Hal ini menunjukkan kepada sifat manusia sebagai hamba. Kewajiban manusia terhadap Allah SWT Di antaranya : Kewajiban diri kita terhadap Allah, dengan ibadah shalat, dzikir, dan doa Kewajiban keluarga kita terhadap Allah, adalah dengan mendidik mereka , anak dan isteri agar dapat mengenal Allah dan mampu berkomunikasi dan berdialog dengan Allah. Kewajiban harta kita dengan Allah adalah agar harta yang kita peroleh adalah harta yang halal dan mampu menunjang ibadah kita kepada Allah serta membelanjakan harta itu dijalan Allah. 1. 2. Akhlaq terhadap Mahkluk Prinsip hidup dalam Islam termasuk kewajiban memperhatikan kehidupan antara sesama orang-orang beriman. Kedudukan seorang muslim dengan muslim lainnya adalah ibarat satu jasad, dimana satu anggaota badan dengan anggota badan lainnya mempunyai hubungan yang erat. Hak orang Islam atas Islam lainnya ada 6 perkara : Apabila berjumpa maka ucapkanlah salam Apabila ia mengundangmu maka penuhilah undangan itu Apabila meminta nasehat maka berilah nasihat Apabila ia bersin lalu memuji Allah maka doakanlah Apabila ia sakit maka tengoklah Apabila ia meninggal dunia maka iringilah jenazahnya.

Upload: rahayunefo

Post on 28-Jan-2016

264 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Agama

TRANSCRIPT

Page 1: Agama Islam

1. B.    Ruang Lingkup Akhlak

Adapun ruang lingkup akhlaq terbagi dalam beberapa bagian :

1. 1.     Akhlaq terhadap Kholik

Allah menciptakan manusia hanya untuk menghiasi dan meramaikan dunia. Tidak hanya sebagai kelengkapan, tetapi berfungsi sebagai makhluk. Allah SWT adalah Al-Khaliq (Maha pencipta) dan manusia adalah makhluk (yang diciptakan). Manusia wajib tunduk kepada peraturan Allah. Hal ini menunjukkan kepada sifat manusia sebagai hamba. Kewajiban manusia terhadap Allah SWT Di antaranya :Kewajiban diri kita terhadap Allah, dengan ibadah shalat, dzikir, dan doaKewajiban keluarga kita terhadap Allah, adalah dengan mendidik mereka , anak dan isteri agar dapat mengenal Allah dan mampu berkomunikasi dan berdialog dengan Allah.

Kewajiban harta kita dengan Allah adalah agar harta yang kita peroleh adalah harta yang halal dan mampu menunjang ibadah kita kepada Allah serta membelanjakan harta itu dijalan Allah.

 

1. 2.     Akhlaq terhadap Mahkluk

Prinsip hidup dalam Islam termasuk kewajiban memperhatikan kehidupan antara sesama orang-orang beriman. Kedudukan seorang muslim dengan muslim lainnya adalah ibarat satu jasad, dimana satu anggaota badan dengan anggota badan lainnya mempunyai hubungan yang erat. Hak orang Islam atas Islam lainnya ada 6 perkara :

Apabila berjumpa maka ucapkanlah salamApabila ia mengundangmu maka penuhilah undangan ituApabila meminta nasehat maka berilah nasihatApabila ia bersin lalu memuji Allah maka doakanlahApabila ia sakit maka tengoklahApabila ia meninggal dunia maka iringilah jenazahnya.

Akhlaq terhadap makhluk terbagi menjadi 3 bagian:

1. 1.      Akhlaq terhadap diri sendiri.

Manusia yang bertanggung jawab ialah pribadi yang mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri . bertanggung jawab atas tugas dan kewajiban yang dipikul diatas pundaknya, kewajibannya –kewajibannya : tanggungjawab terhadap kesehatannya, pakaiannya, minuman & makanannya dan bahkan yang menjadi apa yang menjadi miliknya.

2. Akhlaq terhadap Ibu & BapakSeorang muslim wajib memberi penghormatan yang secukupnya terhadap ayah dan ibunya.

Page 2: Agama Islam

Memelihara mereka dihari tuanya, mencintai mereka dengan kasih sayang yang tulus serta mendoakan setelah mereka tiada.

Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah ra Nabi bersabda : yang artinya “ seorang laki-laki menghadap Rasulullah SAW Saw dan menanyakan siapakah yang berhak atas penghormatan dan perlakuan baik dari seseorang ?”“Rasulullah SAW menjawab ibumu“Lalu laki-laki itu bertanya lagi kemudian siapa pula ya Rasulullah SAW, Rasulullah SAW menjawab ibumu”“Laki –laki itu bertanya lagi, kemudian sipa pula ya Rasulullah SAW , Rasulullah SAW menjawab, “Ibumu, Ibumu, ibumu”.

Ketika laki-laki itu menambah pertanyaannya, “siapa lagi ya Rasulullah SAW?” Beliau menjawab, “ayahmu”. Dari hadis ini jelas bahwa tugas dan penghormatan yang wajib diberikan kepada ibu adalah tiga kali lipat dari penghormatan yang diberikan kepada bapaknya.

Selain harus berperilaku baik dalam kehidupan manusia, akhlak juga melingkupi cara bersikap terhadap alam, binatang, tumbuhan, kepada yang ghaib, dan semesta alam.

 

1. C.     Pembagian Akhlak

Adapun akhlak terhadap makhluk dibagi atas akhlak terhadap manusia, dan akhlak terhadap bukan manusia. Akhlak terhadap manusia dibagi atas akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak terhadap orang lain. Sedangkan akhlak terhadap bukan manusia dipecah menjadi akhlak terhadap makhluk hidup bukan manusia, dan akhlak terhadap benda mati. Berikut adalah sistematika beserta beberapa contohnya:

1. Akhlak kepada Allah

1. Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikan ketundukkan terhadap perintah Allah.

2. Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.

3. Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan do’a dalam ajaran Islam sangat luar biasa, karena ia mampu menembus kekuatan akal manusia. Oleh karena itu berusaha dan berdo’a merupakan dua sisi tugas hidup manusia yang bersatu secara utuh dalam aktifitas hidup setiap muslim.Orang yang tidak pernah berdo’a adalah orang yang tidak menerima keterbatasan dirinya sebagai manusia karena itu dipandang sebagai orang yang sombong, suatu perilaku yang tidak disukai Allah.

Page 3: Agama Islam

4. Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.

5. Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.

2. Akhlak kepada makhluk

a. Akhlak terhadap manusia

v  Akhlak kepada diri sendiri

§  Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya. Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketikaditimpa musibah.

§  Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.

§  Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain

v  Akhlak kepada sesama manusia

§  Akhlak terpuji ( Mahmudah )

ü  Husnuzan.

Berasal dari lafal husnun ( baik ) dan Adhamu (Prasangka). Husnuzan berarti prasangka, perkiraan, dugaan baik. Lawan kata husnuzan adalah suuzan yakni berprasangka buruk terhadap seseorang. Hukum kepada Allah dan rasul nya wajib, wujud husnuzan kepada Allah dan Rasul-Nya antara lain: Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua perintah Allah dan Rasul-Nya Adalah untuk kebaikan manusia. Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua larangan agama pasti berakibat buruk. Hukum husnuzan kepada manusia mubah atau jaiz (boleh dilakukan). Husnuzan kepada sesama manusia berarti menaruh kepercayaan bahwa dia telah berbuat suatu kebaikan. Husnuzan berdampak positif berdampak positif baik bagi pelakunya sendiri maupun orang lain.

ü  Tawaduk

Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang merendahkan diri dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur. Allah berfirman , Dan rendahkanlah dirimu

Page 4: Agama Islam

terhadap keduanya, dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ”Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (Q.S. Al Isra/17:24) Ayat di atas menjelaskan perintah tawaduk kepada kedua orang tua.

ü   Tasamu

Artinya sikap tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai sesama manusia. Allah berfirman, ”Untukmu agamamu, dan untukku agamaku (Q.S. Alkafirun/109: 6). Ayat tersebut menjelaskan bahwa masing-masing pihak bebas melaksanakan ajaran agama yang diyakini.

ü  Ta’awun

Ta’awun berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu dengan sesama manusia. Allah berfirman, ”…dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan…”(Q.S. Al Maidah/5:2)

ü  Dll

 

 

 

§  Akhlak tercela ( Mazmumah )

ü  Hasad

Artinya iri hati, dengki. Iri berarti merasa kurang senang atau cemburu melihat orang lain beruntung. Allah berfirman, ”Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain.(Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang merekausahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya…” (Q.S. AnNisa/4:32)

ü  Dendam

Dendam yaitu keinginan keras yang terkandung dalam hati untuk membalas kejahatan. Allah berfirman, ”Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhlah itulah yang terbaik bagi orang yang sabar” (Q.S. An Nahl/16:126)

ü  Gibah dan Fitnah

Membicarakan kejelekan orang lain dengan tujuan untuk menjatuhkan nama baiknya. Apabila kejelekan yang dibicarakan tersebut memang dilakukan orangnya dinamakan gibah. Sedangkan apabila kejelekan yang dibicarakan itu tidak benar, berarti pembicaraan itu disebut fitnah. Allah

Page 5: Agama Islam

berfirman, ”…dan janganlah ada diantara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik…” (Q.S. Al Hujurat/49:12)

ü  Namimah

Adu domba atau namimah, yakni menceritakan sikap atau perbuatan seseorang yang belum tentu benar kepada orang lain dengan maksud terjadi perselisihan antara keduanya. Allah berfirman, ”Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (Q.S. Al Hujurat/49:6)

 

b. Akhlak terhadap bukan manusia

v  Akhlak terhadap makhluk hidup bukan manusia, misalnya terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan.

v  Akhlak terhadap benda mati, misalnya akhlak terhadap tanah, air, udara, dan sebagainya.

 

 

 

Ada begitu banyak manfaat mempunyai akhlak yang mulia. Akhlak yang mulia demikian ditekekankan karena disamping akan membawa kebahagiaan bagi individu, juga sekaligus membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain bahwa akhlak utama yang ditampilkan seseorang, manfaatnya adalah untuk orang yang bersangkutan.

Al-Aqur’an banyak sekali memberi informasi tentang manfaat akhlak yang mulia itu. Allah berfirman :

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S. An-Nahl, 16 : 97).

Ayat tersebut diatas dengan jelas menggambarkan keuntungan atau manfaat dari akhlak mulia, yang dalam hal ini beriman dan beramal shaleh. Mereka itu akan memperoleh kehidupan yang baik, mendapat rezeki yang berlimpah ruah, mendapatkan pahala yang berlipat ganda akhirat dengan masuknya ke dalam surga. Hal ini menggambarkan bahwa manfaat dari akhlak mulia adalah keberuntungan hidup di dunia dan di akhirat.

Page 6: Agama Islam

 

Selanjutnya banyak di jumpai keterangan tentang datangnya keberuntungan dari akhlak, diantaranya:

1. Memperkuat dan menyempurnakan agama.

2. Mempermudah perhitungan amal di akhirat.

3. Menghilangkan kesulitan.

4. Selamat hidup di dunia dan akhirat.

http://bacaebookgratis.wordpress.com/2012/05/06/akhlak-dan-ruang-lingkupnya/

Amin, Ahmad. 1975. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang.

 

Anwar, Rosihan. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia.

 

http://culturepai.blogspot.com/

 

http://ibnuummi.blogspot.com/

 

Mustafa. 1999. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia.

 

http://dinamika-kita.blogspot.com/2012/04/al-haya-sifat-malu.html

http://achmadfaisol.blogspot.com/2009/02/rendah-hati-sifat-kitakah.html

http://dc238.4shared.com/doc/vc5Cqml1/preview.html

http://www.anneahira.com/akhlak.htm

Page 7: Agama Islam

PENANAMAN NILAI-NILAI AKHLAK MULIA DI KALANGAN MAHASISWAMELALUI PERKULIAHAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAMDI PERGURUAN TINGGI UMUMOleh: Dr. Marzuki, M.AgAbstrakTujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agarmenjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlakmulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratisserta bertanggung jawab. Sebagai bagian dari pendidikan nasional, Pendidikan Agama Islammempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam rangka mewujudkan fungsi dantujuan pendidikan nasional. Karena itulah, Pendidikan Agama Islam menjadi salah satu matakuliah pokok dari mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK). Salah satu tujuan yangpaling mendasar dari perkuliahan Pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi umum (PTU)adalah terbentuknya manusia yang memiliki akhlak mulia dengan didasari iman yangtangguh dan aturan-aturan syariah yang memadai. Penanaman nilai akhlak mulia di kalanganmahasiswa, karena itu, menjadi penting untuk memfasilitasi mahasiswa agar benar-benarterbina akhlaknya di samping berkembang intelektualitas dan kreativitasnya.Kata kunci: Penanaman nilai, akhlak mulia, perkuliahan PAI, dan mahasiswa.PendahuluanPendidikan Agama di lembaga pendidikan baik sekolah maupun perguruan tinggimerupakan bagian integral dari pelaksanaan pendidikan yang diselenggarakan di lembagapendidikan formal dan sekaligus menjadi bagian dari pendidikan nasional. Dalam UUD 1945pasal 31 ayat 2 dinyatakan bahwa pemerintah menyelenggarakan satu sistem pendidikannasional yang diatur dengan undang-undang. Hampir setengah abad setelah itu keluarlahUndang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu Undang-Undang No. 2 tahun1989 yang kemudian diperbarui dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2003.Pada pasal 4 Undang-Undang No. 2 tahun 1989 ditegaskan bahwa tujuan pendidikannasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesiaseutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa danberbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani,kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan2kebangsaan. Pada pasal 3 Undang-undang No. 20 tahun 2003 dipertegas lagi bahwapendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak sertaperadaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Adapuntujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadimanusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis sertabertanggung jawab.Sebagai bagian dari pendidikan nasional, Pendidikan Agama mempunyai peran yangsangat penting dan strategis dalam rangka mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikannasional. Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama danPendidikan Keagamaan pasal 2 ayat (1) secara tegas menyatakan bahwa Pendidikan Agamaberfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YangMaha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubunganinter dan antarumat beragama.

Page 8: Agama Islam

Melihat demikian pentingnya Pendidikan Agama di sekolah dan perguruan tinggisebagaimana dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan di atas, maka PendidikanAgama, khususnya Pendidikan Agama Islam, memainkan peran dan tanggung jawab yangsangat besar dalam ikut serta mewujudkan tujuan pendidikan nasional, terutama untukmempersiapkan peserta didik dalam memahami ajaran-ajaran agama dan berbagai ilmu yangdipelajari serta melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan Agamahendaknya lebih ditekankan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki budi pekertiatau akhlak yang mulia (al-akhlaq al-karimah), yang ditunjang dengan penguasaan ilmudengan baik kemudian mampu mengamalkan ilmunya dengan tetap dilandasi oleh iman yangbenar (tauhid). Dengan kriteria seperti ini, diharapkan Pendidikan Agama mampumengangkat derajat para peserta didik sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuninya.3Untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Agama di atas, bukanlah hal yang mudah.Banyak hal yang harus diperhatikan mulai dari materinya, pengelolaan atau manajemennya,metodologinya, sarana dan prasarananya, hingga guru/dosen dan peserta didiknya.Pendidikan Agama Islam sebagai salah satu mata kuliah Pendidikan Agama sudahdiupayakan agar bisa mengikuti perkembangan dan tuntutan zaman sehingga mampumengemban fungsi dan tujuan pendidikan nasional seperti yang ditegaskan di atas.Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi UmumUndang-Undang No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa isi kurikulum semua jenjangpendidikan wajib memuat Pendidikan Agama (Pasal 37 ayat (1) a dan (2) a). Hal inidipertegas lagi dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar NasionalPendidikan, terutama pasal 6 ayat (1) dan pasal 9 ayat (2). Dalam struktur mata kuliah diperguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi umum (PTU), Pendidikan Agama masuk dalamkelompok mata kuliah umum (MKU) yang mulai tahun 2000 hingga sekarang berkembangmenjadi mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK). MKU atau MPK merupakan matakuliah pokok atau wajib yang harus diikuti oleh setiap mahasiswa dalam menunjangpembentukan kepribadian dan profesionalitas lulusan perguruan tinggi. Karena itulahPendidikan Agama Islam (PAI) diharapkan mampu mengemban tugas yang amat berat tetapiamat mulia.Sebagai mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK), Pendidikan Agama Islam diPTU memiliki posisi yang strategis, karena aktivitas perkuliahannya tidak hanya berorientasipada pengembangan intelektualitas dan ketrampilan mahasiswa, tetapi juga mengasah kalbu(hati) mahasiswa yang menunjang peningkatan iman, takwa, dan akhlaknya. Atas dasar inilahmaka visi mata kuliah PAI di PTU adalah menjadikan ajaran Islam sebagai sumber nilai danpedoman yang mengantarkan mahasiswa dalam mengembangkan profesi dan kepribadianIslami. Sedang misi mata kuliah PAI di PTU adalah terbinanya mahasiswa yang beriman,4bertakwa, berilmu, dan berakhlak mulia, serta menjadikan ajaran Islam sebagai landasanberpikir dan berperilaku dalam pengembangan profesi (M. Abduh Malik dkk., 2009: ix).Berdasarkan visi dan misi tersebut, maka kompetensi yang harus dicapai oleh mahasiswasetelah mengikuti perkuliahan PAI adalah: 1) menguasai ajaran agama Islam dan mempumenjadikannya sebagai sumber nilai dan pedoman serta landasan berpikir dan berperilakudalam menerapkan ilmu dan profesi yang dikuasainya; dan 2) menjadi “intellectual capital”yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt., berakhlak mulia, dan berkepribadian Islami.Atas dasar visi, misi, dan kompetensi pokok PAI di atas maka substansi kajian PAI di

Page 9: Agama Islam

PTU adalah sebagai berikut:1. Konsep Ketuhanan dalam Islam;2. Hakikat Manusia Menurut Islam;3. Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), dan Demokrasi dalam Islam;4. Etika, Moral, dan Akhlak;5. Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni (IPTEKS) dalam Islam;6. Kerukunan Antar Umat Beragama;7. Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat;8. Kebudayaan Islam; dan9. Sistem Politik Islam.Substansi atau materi PAI yang demikian itu tentu sangat sedikit jika dibandingkan dengankeluasan Islam yang takterhingga, namun, materi-materi pokok itu sudah cukup mendasardan akan memberikan fondasi kepada mahasiswa tentang Islam, jika materi-materi itudikemas dan disajikan dengan baik. Jika demikian, maka harapan dan tujuan PendidikanAgama Islam yang sudah dirumuskan seperti di atas bukanlah suatu yang otopis. Untuk itudibutuhkan kerja keras dan semangat yang besar didasari keikhlasan yang tinggi untuk bisamengemban tugas yang berat itu bagi para dosen PAI di PTU. Secara teknis para dosen PAI5di PTU juga harus profesional baik dalam penguasaan materi maupun metodologipembelajaran.Pendidikan Islam dan Pembinaan Akhlak MuliaAkhlak mulia merupakan buah yang dihasilkan dari proses penerapan ajaran Islam yangmeliputi akidah dan syariah (ibadah dan muamalah). Terwujudnya akhlak mulia di tengahtengahmasyarakat manusia merupakan misi pokok kehadiran Nabi Muhammad saw. di mukabumi ini. Melalui proses panjang dan dengan perjuangan yang takkenal lelah akhirnya Nabiberhasil mewujudkan akhlak mulia itu di tengah-tengah masyarakatnya dan terus menyebarke masyarakat yang lebih luas lagi hingga ke berbagai penjuru dunia. Seiring berjalannyawaktu, eksistensi akhlak mulia semakin menurun kualitasnya, dan jika terus dibiarkan, akhlakmulia ini akan terus menurun bahkan menjadi hilang. Jika demikian, bukan tidak mungkinmasyarakat manusia akan menjadi masyarakat yang tidak berperadaban lagi (biadab)takubahnya seperti kawanan binatang (QS. al-A’raf [7]: 179). Salah satu cara yang cukupefektif untuk bisa mempertahankan akhlak mulia ini di tengah-tengah masyarakat manusiaadalah melalui pendidikan, khususnya pendidikan Islam.Islam sangat mementingkan pendidikan terutama pendidikan akhlak yang sekarangpopuler dengan istilah pendidikan karakter. Terkait dengan ini, M. Athiyah al-Abrasyimengatakan bahwa inti pendidikan Islam adalah pendidikan budi pekerti (akhlak). Jadi,pendidikan budi pekerti (akhlak) adalah jiwa pendidikan dalam Islam. Mencapai akhlakmulia (al-akhlaq al-karimah) adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan Islam. Di sampingmembutuhkan kekuatan dalam hal jasmani, akal, dan ilmu, peserta didik juga membutuhkanpendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan, cita rasa, dan kepribadian (al-Abrasyi, 1987: 1).Sejalan dengan konsep ini maka semua mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkankepada peserta didik haruslah mengandung muatan pendidikan akhlak dan setiap guru ataudosen haruslah memerhatikan akhlak atau tingkah laku peserta didiknya.6Islam memberikan penghargaan yang tinggi terhadap ilmu, akan tetapi yang dimaksudadalah ilmu yang amaliyah. Artinya, seorang yang memperoleh suatu ilmu akan dianggap

Page 10: Agama Islam

berarti apabila ia mau mengamalkan ilmunya. Terkait dengan hal ini, al-Ghazali (dalam al-Abrasyi, 1987: 46) mengatakan, “Manusia seluruhnya akan hancur, kecuali orang-orang yangberilmu. Semua orang yang berilmu akan hancur, kecuali orang-orang yang beramal. Semuaorang yang beramal pun akan hancur, kecuali orang-orang yang ikhlas dan jujur”. Al-Ghazalimemandang pendidikan sebagai teknik atau skill, bahkan sebagai sebuah ilmu yang bertujuanuntuk memberi manusia pengetahuan dan watak (disposition) yang dibutuhkan untukmengikuti petunjuk Tuhan sehingga dapat beribadah kepada Tuhan dan mencapaikeselamatan dan kebahagiaan hidup (Alavi, 2007: 312).Sementara itu, Isma’il Raji al-Faruqi (1988: 16) menegaskan bahwa esensi peradabanIslam adalah Islam itu sendiri, dan esensi Islam adalah tauhid atau pengesaan Tuhan,tindakan yang menegaskan Allah sebagai Yang Esa, Pencipta Yang Mutlak dan Transenden,dan Penguasa segala yang ada. Bagi kaum Muslimin, tidak dapat diragukan lagi, bahwaIslam, kebudayaan Islam, dan peradaban Islam memiliki esensi pengetahuan, yaitu tauhid(Q.S. al-Dzariyat [51]: 56; al-Nahl [16]: 36; al-Isra’ [17]: 23; al-Nisa’ [4]: 36; dan al-An’am[6]: 151). Dengan demikian, ada tiga komponen penting yang harus diperhatikan di dalammengelola pendidikan, yaitu ilmu itu sendiri, kemudian pengamalan ilmu tersebut, dan tauhidyang menjadi dasar utamanya. Kalau ketiga komponen ini tidak dipahami dan tidak diberikansecara integral, maka akan sulit tercapai tujuan pendidikan sebagaimana yang disebutkan diatas, yakni akhlak mulia.Konsep Dasar Akhlak Mulia dalam IslamDalam uraian di atas sudah dinyatakan bahwa tujuan akhir dari proses pendidikanIslam adalah terwujudnya akhlak mulia dalam sikap dan perilaku umat Islam. Lalu apa7sebenarnya yang dimaksud akhlak mulia dalam Islam? Secara singkat di bawah ini akandipaparkan konsep dasar akhlak mulia dalam pandangan Islam.Kata akhlak berasal dari bahasa Arab al-akhlaq yang merupakan bentuk jamak darikata al-khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat (Ya’qub, 1988:11). Secara terminologis, Ibnu Maskawaih mendefinisikan akhlak sebagai keadaan gerak jiwayang mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran (Djatnika,1996: 27). Sedang menurut al-Ghazali akhlak adalah suatu sifat yang tetap pada jiwa yangmemungkinkan seseorang melakukan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan seketika(Alavi, 2007: 313).Kata akhlak banyak ditemukan dalam hadits Nabi Saw. Dalam salah satu haditsnyaRasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlakyang mulia”. (HR. Ahmad). Sedangkan dalam al-Quran hanya ditemukan bentuk tunggal dariakhlaq yaitu khuluq. Allah menegaskan, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudipekerti yang agung.” (QS. al-Qalam (68): 4). Khuluq adalah ibarat dari kelakuan manusiayang membedakan baik dan buruk, lalu disenangi dan dipilih yang baik untuk dipraktikkandalam perbuatan, sedang yang buruk dibenci dan dihilangkan (Ainain, 1985: 186).Kata yang setara maknanya dengan akhlak adalah moral dan etika. Kata-kata ini seringdisejajarkan dengan budi pekerti, tata susila, tata krama atau sopan santun (Faisal Ismail,1998: 178). Satu kata lagi yang sekarang menjadi lebih populer adalah karakter yang jugamemiliki makna yang hampir sama dengan akhlak, moral, dan etika. Pada dasarnya secarakonseptual kata etika dan moral mempunyai pengertian serupa, yakni sama-samamembicarakan perbuatan dan perilaku manusia ditinjau dari sudut pandang nilai baik danburuk. Akan tetapi dalam aplikasinya etika lebih bersifat teoritis filosofis sebagai acuan untuk

Page 11: Agama Islam

mengkaji sistem nilai, sedang moral bersifat praktis sebagai tolok ukur untuk menilai8perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (Muka Sa’id, 1980: 23-24). Etika memandangperilaku secara universal, sedang moral secara memandangnya secara lokal.Adapun karakter lebih ditekankan pada aplikasi nilai-nilai positif dalam kehidupansehari-hari. Jadi, karakter lebih mengarah kepada sikap dan perilaku manusia. Konseppendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-an. Thomas Lickona (dalam AryGinanjar Agustian, 2005) dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika ia menulis bukuyang berjudul The Return of Character Education. Melalui buku ini, ia menyadarkan duniaBarat akan pentingnya pendidikan karakter. Pendidikan karakter, menurut Ryan dan Bohlin,mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintaikebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Pendidikan Karaktertidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi lebihdari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehinggasiswa paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Jadi, pendidikan karaktermembawa misi yang sama dengan Pendidikan Akhlak atau Pendidikan Moral.Sumber untuk menentukan akhlak dalam Islam, apakah termasuk akhlak mulia atauakhlak tercela, sebagaimana keseluruhan ajaran Islam lainnya adalah al-Quran dan SunnahNabi Muhammad saw. Baik dan buruk dalam akhlak Islam ukurannya adalah baik dan burukmenurut kedua sumber itu, bukan baik dan buruk menurut ukuran manusia. Sebab jikaukurannya adalah manusia, maka baik dan buruk itu bisa berbeda-beda. Seseorangmengatakan bahwa sesuatu itu baik, tetapi orang lain belum tentu menganggapnya baik.Begitu juga sebaliknya, seseorang menyebut sesuatu itu buruk, padahal yang lain bisa sajamenyebutnya baik.Kedua sumber ajaran Islam yang pokok itu (al-Quran dan Sunnah) diakui oleh semuaumat Islam sebagai dalil naqli yang tinggal mentransfernya dari Allah Swt. dan RasulullahSaw. Keduanya hingga sekarang masih terjaga keautentikannya, kecuali Sunnah Nabi yang9memang dalam perkembangannya banyak ditemukan hadis-hadis yang tidak benar(dla’if/palsu). Melalui kedua sumber inilah kita dapat memahami bahwa sifat-sifat sabar,tawakkal, syukur, pemaaf, dan pemurah termasuk sifat-sifat yang baik dan mulia. Sebaliknya,kita juga memahami bahwa sifat-sifat syirik, kufur, nifaq, ujub,takabur, dan hasad merupakansifat-sifat tercela. Jika kedua sumber itu tidak menegaskan mengenai nilai dari sifat-sifattersebut, akal manusia mungkin akan memberikan nilai yang berbeda-beda.Namun demikian, Islam tidak menafikan adanya standar lain selain al-Quran danSunnah untuk menentukan baik dan buruknya akhlak manusia. Standar lain yang dapatdijadikan untuk menentukan baik dan buruk adalah akal dan nurani manusia serta pandanganumum masyarakat. Manusia dengan hati nuraninya dapat juga menentukan ukuran baik danburuk, sebab Allah memberikan potensi dasar kepada manusia berupa tauhid (QS. al-A’raf(7): 172 dan QS. al-Rum (30): 30). Dengan fitrah tauhid inilah manusia akan mencintaikesucian dan cenderung kepada kebenaran. Hati nuraninya selalu mendambakan danmerindukan kebenaran, ingin mengikuti ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya, karenakebenaran itu tidak akan dicapai kecuali dengan Allah sebagai sumber kebenaran mutlak.Namun demikian, harus diakui bahwa fitrah manusia tidak selalu dapat berfungsi denganbaik. Pendidikan dan pengalaman manusia dapat memengaruhi eksistensi fitrah manusia itu.Dengan pengaruh tersebut tidak sedikit fitrah manusia menjadi kotor dan tertutup sehingga

Page 12: Agama Islam

tidak lagi dapat menentukan baik dan buruk dengan benar. Karena itulah ukuran baik danburuk tidak dapat diserahkan kepada hati nurani belaka, tetapi harus dikembalikan kepadawahyu yang terjamin kebenarannya (Yunahar Ilyas, 2004: 4).Akal pikiran manusia juga sama kedudukannya seperti hati nurani di atas. Kebaikanatau keburukan yang diperoleh akal bersifat subjektif dan relatif. Karena itu, akal manusiatidak dapat menjamin ukuran baik dan buruknya akhlak manusia. Hal yang sama juga terjadipada pandangan umum masyarakat. Yang terakhir ini juga bersifat relatif, bahkan nilainya10paling rendah dibandingkan kedua standar sebelumnya. Hanya masyarakat yang memilikikebiasaan (tradisi) yang baik yang dapat memberikan ukuran yang lebih terjamin.Akhlak Islam secara umum dibagi menjadi dua, yaitu akhlak mulia (al-akhlaq almahmudah/al-akhlaq al-karimah) dan ahlakk tercela (al-akhlaq al-madzmumah/al-akhlaq alqabihah).Akhlak mulia adalah akhlak yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,sedang akhlak tercela adalah akhlak yang harus dijauhi jangan sampai dipraktikkan dalamkehidupan sehari-hari. Dilihat dari ruang lingkupnya, akhlak Islam dibagi menjadi duabagian, yaitu akhlak terhadap Khaliq (Allah swt.) dan akhlak terhadap makhluq (ciptaanAllah). Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi menjadi beberapa macam, seperti akhlakterhadap sesama manusia, akhlak terhadap makhluk hidup selain manusia (seperti tumbuhandan binatang), serta akhlak terhadap benda mati (Marzuki, 2009: 22).Yang menjadi persoalan penting di sini adalah bagaimana akhlak mulia ini bisa menjadikultur atau budaya, khususnya bagi mahasiswa. Artinya, kajian tentang akhlak mulia inipenting, tetapi yang lebih penting lagi adalah bagaimana nilai-nilai akhlak mulia bisateraplikasi dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi habit mahasiswa. Kata ‘kultur’terambil dari kata berbahasa Inggris, culture, yang berarti kesopanan, kebudayaan, ataupemeliharaan (Echols dan Shadily, 1995: 159; Tim Penyusun Kamus, 2001: 611). Kulturkampus bisa dipahami sebagai tradisi kampus yang tumbuh dan berkembang sesuai denganspirit dan nilai-nilai yang dianut kampus. Tradisi itu mewarnai kualitas kehidupan sebuahkampus. Oleh karena itu, nilai-nilai yang ditunjukkan dari yang paling sederhana, misalnyacara mengatur parkir kendaraan dosen, karyawan, mahasiswa, dan tamu, memasang hiasan didinding-dinding ruangan, sampai persoalan-persoalan teknis lainnya, merupakan bagianintegral dari sebuah kultur kampus (Depdiknas RI, 2004: 11). Dengan demikian kulturmerupakan kebiasaan atau tradisi yang sarat dengan nilai-nilai tertentu yang tumbuh danberkembang dalam kehidupan sehari-hari dalam berbagai aspek kehidupan. Kultur dapat11dibentuk dan dikembangkan oleh siapa pun dan di mana pun. Pembentukan kultur akhlakmulia berarti upaya untuk menumbuh-kembangkan tradisi atau kebiasaan di suatu tempatyang diisi oleh nilai-nilai akhlak mulia.Pengalaman Nabi Muhammad membangun masyarakat Arab hingga menjadi manusiayang berakhlak mulia (masyarakat madani) memakan waktu yang cukup panjang.Pembentukan ini dimulai dari membangun aqidah mereka selama kurang lebih tiga belastahun, yakni ketika Nabi masih berdomisili di Makkah. Selanjutnya selama kurang lebihsepuluh tahun Nabi melanjutkan pembentukan akhlak mereka dengan mengajarkan syariah(hukum Islam) untuk membekali ibadah dan muamalah mereka sehari-hari. Dengan modalaqidah dan syariah serta didukung dengan keteladanan sikap dan perilaku Nabi, masyarakatmadani (yang berakhlak mulia) berhasil dibangun Nabi yang kemudian terus berlanjut padamasa-masa selanjutnya sepeninggal Nabi.

Page 13: Agama Islam

Michele Borba juga menawarkan suatu pola atau model untuk pembudayaan akhlakatau karakter mulia. Michele Borba menggunakan istilah membangun kecerdasan moral. Diamenulis sebuah buku dengan judul Building Moral Intelligence: The Seven Essential VituesThat Kids to Do The Right Thing, yang dicetak dalam edisi berbahasa Indonesia dengan judulMembangun Kecerdasan Moral: Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral Tinggi(2008). Kecerdasan moral, menurut Michele Borba (2008: 4), adalah kemampuan seseoranguntuk memahami hal yang benar dan yang salah, yakni memiliki keyakinan etika yang kuatdan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut, sehingga ia bersikap benar dan terhormat.adalah sifat-sifat utama yang dapat mengantarkan seseorang menjadi baik hati, berkarakterkuat, dan menjadi warga negara yang baik.Bagaimana cara menumbuhkan karakter yang baik dalam diri anak-anakdisimpulkannya menjadi tujuh cara yang harus dilakukan anak untuk menumbuhkankebajikan utama (karakter yang baik), yaitu empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat,12kebaikan hati, toleransi, dan keadilan. Ketujuh macam kebajikan inilah yang dapatmembentuk manusia berkualitas di mana pun dan kapan pun. Meskipun sasaran buku iniadalah anak-anak, namun bukan berarti tidak berlaku untuk orang dewasa, termasuk paramahasiswa di perguruan tinggi. Dengan kata lain tujuh kebajikan yang ditawarkan olehMichele Borba ini berlaku untuk siapa pun dalam rangka membangun kecerdasan moralnya.Adapun nilai-nilai pokok akhlak mulia sebagaimana ditemukan dalam ayat-ayat al-Quran yang dapat digunakan untuk membedakan perilaku seorang Muslim cukup banyak,seperti perintah berbuat kebajikan (QS. al-Maidah [5]: 2), menepati janji (QS. al-Maidah [5]:1), sabar (QS. al-Baqarah [2]: 45), jujur (QS. al-Baqarah [2]: 177), takut kepada Allah Swt.(QS. al-Baqarah [2]: 189), bersedekah di jalan Allah, berbuat adil, pemaaf (QS. al-Baqarah[2]: 177; QS. al-Mu’minun [23]: 1–11; QS. al-Nur [24]: 37; QS. al-Furqan [25]: 35–37; QS.al-Fath [48]: 39; QS. Ali ‘Imran [3]: 134), dan toleran (QS. al-Baqarah [2]: 256; QS. al-Kahfi[18]: 29; QS. Yunus [10]: 99) . Ayat-ayat ini merupakan ketetapan dan ketentuan yangmewajibkan pada setiap orang Islam untuk melaksanakan nilai akhlak mulia dalam berbagaiaktivitas kehidupannya. Nilai-nilai itu sebenarnya tidak hanya bisa dilakukan oleh seorangMuslim saja, tetapi siapa pun dapat melakukannya. Itulah nilai-nilai akhlak mulia yanguniversal yang harus diwujudkan dalam kehidupan manusia untuk dapat terbinanya harmonidi antara mereka.Penanaman Nilai-nilai Akhlak Mulia di Kalangan Mahasiswa PTU: Studi Kasus diUniversitas Negeri YogyakartaPerkuliahan PAI di UNY ditempuh dengan empat cara yang kesemuanya menjadi satukesatuan, yaitu perkuliah pokok PAI di kelas, kuliah umum PAI, tutorial PAI, dan pesantrensehari. Perkuliahan pokok merupakan kegiatan pokok yang dilakukan oleh para dosen PAIyang berhadapan langsung dengan para mahasiswa di kelas. Kuliah umum PAI atau seringdisebut Studium Generale PAI juga merupakan bagian penting dari perkuliahan PAI di UNY.13Kuliah umum ini dikemas dalam bentuk seminar umum secara panel. Adapun tutotial PAIadalah rangkaian aktivitas perkuliahan PAI yang dikelola oleh para tutor PAI (mahasiswasenior) yang wajib diikuti oleh setiap mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah PAI.Program tutorial PAI dilaksanakan selama satu semester, baik semester gasal maupun genap,bersama-sama dengan pelaksanaan kuliah pokok PAI. Program tutorial PAI dimaksudkanuntuk membantu para mahasiswa dalam penguasaan materi PAI, terutama terkait dengan

Page 14: Agama Islam

konsep-konsep dasar PAI dan ibadah praktis. Rangkaian akhir dari perkuliahan PAI adalahpesantren sehari, yakni berupa kegiatan perkuliahan PAI yang dikemas seperti halnyapengajaran di pesantren.Empat aktivitas itulah yang menjadi satu kesatuan dalam perkuliahan PAI di UNY.Dengan empat macam kegiatan itu diharapkan perkuliahan PAI tidak hanya sekedar memberimahasiswa pemahaman tentang PAI (pencapaian kompetensi kognitif), akan tetapi yang lebihpenting lagi adalah mahasiswa bisa memiliki kompetensi sikap dan perilaku yang dibentukoleh pemahaman ajaran agamanya, yakni memiliki budi pekerti yang luhur atau akhlak mulia(pencapaian kompetensi afektif dan psikomotorik).Tujuan akhir dari pembelajaran PAI yang hakiki sebenarnya bukan hanya paramahasiswa dapat menyelesaikan perkuliahan PAI dengan baik dan memperoleh nilaimaksimal (misalnya A), tetapi yang sangat diharapkan bahwa pembelajaran PAI mampumengantarkan mahasiswa memiliki pengetahuan yang cukup tentang PAI dan dapatmengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pengamalan ini bisa dalam hal pengamalanketentuan hukum dalam Islam (syariah) dan juga pengamalan dalam hal sikap dan perilaku(akhlak).Dari penelitian yang sudah penulis lakukan terlihat bahwa perkuliahan PAIberpengaruh besar kepada mahasiswa dalam bersikap dan bertingkah laku. Di awalperkuliahan, misalnya, mahasiswa masih belum begitu antusias dalam mengkaji ajaran-ajaran14Islam, tetapi setelah mendapatkan motivasi yang cukup baik melalui kajian materi yang lebihmendalam maupun proses internalisasi nilai yang dicobakan oleh dosen PAI, mahasiswamulai bertambah antusias. Contoh yang lain dalam hal berpakaian, khususnya di kalanganmahasiswi, sering terjadi perubahan yang mencolok. Di awal perkuliahan, mahasiswibiasanya masih cukup banyak yang belum berbusana muslimah, tetapi di akhir perkuliahanmahasiswi sudah hampir semuanya berbusana muslimah, kecuali di fakultas-fakultas tertentu,misalnya di Fakultas Ilmu Kelolahragaan (FIK) dan Fakultas Bahasa dan Seni (FBS),terutama jurusan-jurusan seni (Marzuki, Laporan Penelitian, 2008).Semua mahasiswa (100%) menjawab “ya”, ketika ditanyakan kepada mereka apakahmateri-materi atau kompetensi-kompetensi yang ada dalam mata kuliah PAI bertujuan untukpembentukan akhlak mulia, Namun, mereka berbeda-beda dalam memberikan rincian materiatau kompetensi apa saja yang memiliki tujuan pembentukan akhlak mulia. Memang semuamateri dalam PAI bermuatan akhlak, karena tujuan pembelajaran PAI bermuara padaterbentuknya akhlak mulia mahasiswa. Semua dosen PAI memang sudah sepakat bahwasemua materi dalam PAI harus bermuatan akhlak mulia. Ini harus tercermin dalam setiappembelajaran (kuliah) PAI tentang materi atau topik kajian apapun. Karena itulah, dosen PAIselalu menyelipkan pesan-pesan moral di setiap perkuliahan PAI dalam semua materi yangdikaji (Marzuki, Laporan Penelitian, 2008).Pembelajaran mata kuliah PAI di UNY menggunakan strategi atau metode yangbervariasi, tergantung dosennya masing-masing. Namun demikian, ada beberapa kesepakatanyang dilakukan di antara dosen PAI untuk pembelajaran PAI di kelas, di antaranya terkaitdengan strategi atau metode. Secara umum metode yang digunakan di antaranya adalahceramah dan diskusi (tanya jawab), diskusi kelompok dan diskusi kelas, penugasan, danpenelaahan. Strategi atau cara yang dilakukan oleh dosen PAI dalam rangka pembentukankultur akhlak mulia di kalangan mahasiswa juga berbeda-beda tetapi sama-sama mengarah15

Page 15: Agama Islam

pada tujuan yang sudah digariskan. Keberadaan aktivitas tutotial yang dipandu para tutor PAIjuga cukup membantu dalam penanaman akhlak mulia di kalangan mahasiswa UNY. Dalamtutorial mahasiswa lebih intensif mengkaji hal-hal praktis dalam pengamalan agama, mulaidari pemahaman dasar tentang al-Quran dan ibadah-ibadah mahdlah yang praktis, hinggapenyadaran-penyadaran akan pentingnya berakhlak mulia (Marzuki, Laporan Penelitian,2008). Melalui berbagai cara yang dilakukan tutor, para mahasiswa UNY diarahkan untukmenjadi mahasiswa yang baik (muhsin), yakni yang bersikap dan berperilaku mulia(berakhlak mulia).Dalam memberikan penilaian, dosen PAI melakukan penilaian yangberkesinambungan. Penilaian dilakukan mulai awal proses perkuliahan hingga akhirperkuliahan. Penilaian tidak hanya didasarkan pada satu aspek ranah saja, tetapi semua aspekranah yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penilaian berkesinambunganbisa dilakukan mulai dari kuliah pertama hingga kuliah terakhir dengan memerhatikan sikapdan perilaku mahasiswa di dalam ruang kuliah baik ketika memerhatikan penjelasan dosen,ketika bertanya, menyampaikan pendapat dalam diskusi, maupun keseriusan dan kedisiplinandalam mengikuti perkuliahan. Sambil memberi kuliah, dosen dapat melakukan penilaiandengan mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait. Cara bertutur kata maupun caraberpakaian dan penampilan mahasiswa sewaktu kuliah juga dapat dijadikan dasar untukmemberikan penilaian. Hal lain yang juga diperhatikan dalam penilaian PAI adalah presensimahasiswa yang menunjukkan tingkat keaktifannya dan juga keaktifan dalam mengikutitutorial yang hasilnya dilaporkan oleh para tutor PAI. Semua aspek inilah yang menjadiperhatian dosen PAI dalam memberikan penilaian tentang akhlak mahasiswa. Hasil penilaianakhlak seperti ini menjadi bagian penting yang bersama-sama dengan aspek penilaianlainnya, yakni hasil pembuatan makalah, presentasi, dan ujian semester, menjadi satu16kesatuan nilai dalam penilaian PAI secara utuh (komprehensif) (Marzuki, LaporanPenelitian, 2008).Adapun beberapa problem dalam pembentukan kultur akhlak mulia, terutama melaluipembelajaran PAI di UNY. Dari penelitian yang penulis lakukan, teridentifikasi empatproblem yang cukup menghambat kelancaran perkuliahan PAI di UNY. Empat problem ituadalah: 1) heterogenitas kemampuan dasar para mahasiswa UNY; 2) kurangnya perhatianpara mahasiswa terhadap masalah akhlak; 3) materi pembelajaran PAI lebih banyakmenekankan aspek kognitif; dan 4) kontrol terhadap mahasiswa di luar perkuliahan cukupsulit. Problem-problem ini selalu muncul dalam prose perkuliahan PAI di UNY. Karena itudosen PAI selalu berusaha untuk mengantisipasi dengan menempuh berbagai cara agarproblem-problem itu teratasi, minimal bisa berkurang. Melalui sharing dan pertemuan disetiap awal semester, para dosen PAI mengkaji setiap problem yang muncul dalamperkuliahan PAI sehingga ada kesadaran di antara mereka tentang hal itu dan sekaligusberusaha untuk mengantisipasinya (Marzuki, Laporan Penelitian, 2008).Itulah beberapa catatan penting yang bisa dikemukakan dalam penanaman nilai akhlakmulia di UNY melalui perkulaian PAI. Pengalaman di kampus-kampus lain tentu sajaberbeda dengan pengalaman di UNY, namun tujuan dan arah yang akan dituju tentu sajasama, yakni terlaksananya perkuliahan PAI dengan baik dan terbinanya akhlak mulia dikalangan para mahasiswa.PenutupDi akhir uraian ini perlu dipertimbangkan pendapat salah seorang tokoh pendidikan

Page 16: Agama Islam

nilai dalam memprogramkan pembentukan akhlak mulia di kalangan para peserta didik.Dalam salah satu bukunya, 100 Ways to Enhance Values and Morality in Schools and YouthSettings (1995), Howard Kirschenbaum menguraikan 100 cara untuk bisa meningkatkan nilaidan moralitas (akhlak mulia) di sekolah yang bisa dikelompokkan ke dalam lima metode,17yaitu: 1) inculcating values and morality (penanaman nilai-nilai dan moralitas); 2) modelingvalues and morality (pemodelan nilai-nilai dan moralitas); 3) facilitating values and morality(memfasilitasi nilai-nilai dan moralitas); 4) skills for value development and moral literacy(ketrampilan untuk pengembangan nilai dan literasi moral; dan 5) developing a valueseducation program (mengembangkan program pendidikan nilai).Dari pendapat Kirschenbaum ini maka para dosen PAI termasuk para dosen yang lainharus berusaha secara bersama-sama untuk meningkatkan kualitas perkuliahan di perguruantinggi. Upaya yang bisa dilakukan misalnya: 1) memperjelas arah penanaman nilai-nilaiakhlak mulia di perguruan tinggi dengan program-program nyata; 2) membangun sarana danprasarana yang dapat memfasilitasi para mahasiswa untuk berakhlak mulia, misalnya denganmenata ulang waktu perkuliahan agar tidak mengganggu melaksanakan ibadah dan membuatperaturan universitas yang lebih tegas; dan 3) Para dosen, karyawan, dan semua pimpinanperguruan tinggi harus menjadi model atau teladan dalam pembentukan akhlak mulia ini dikampus. Jika ini bisa dilakukan upaya penanaman nilai-nilai akhlak mulia di kalanganmahasiswa di PTU akan terealisasi dengan baik, meskipun harus butuh waktu yang lama.Daftar PustakaAinain, Ali Khalil Abu. 1985. Falsafah al-Tarbiyah fi al-Quran al-Karim. T.tp.: Dar al-Fikral-‘Arabiy.Al-Abrasyi, M. Athiyah. 1987. al-Tarbiyyah al-Islamiyyah - Dasar-dasar Pokok PendidikanIslam. Terj. oleh H. Bustami A.Ghani. dan Djohar Bahry. Jakarta: Bulan Bintang.Alavi, Hamed Reza. 2007. “Al-Ghazali on Moral Education”. dalam Jurnal of MoralEducation. Vol. 36, No. 3, September 2007, pp. 309-319. ISSN 1465-3877(online)/07/030309-11. London: Routledge Publisher.Al-Faruqi, Isma’il Raji. 1988. Tawhid: Its Implications for Thought and Life - Tauhid.Terjemah oleh Rahmani Astuti. Bandung: Pustaka.Al-Hadits al-Nabawiy.Al-Qur’an al-Karim.Ary Ginanjar Agustian. 2005. Emotional Spiritual Quotient. Jakarta: Penerbit Arga.18Borba, Michele. (2008). Membangun Kecerdasan Moral: Tujuh Kebajikan Utama Agar AnakBermoral Tinggi. Terj. oleh Lina Jusuf. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2008.Depdiknas RI. 2004. Pengembangan Kultur Sekolah. Jakarta: Depdiknas RI.Echols, M. John dan Hassan Shadily. 1995. Kamus Inggris Indonesia: An English-IndonesianDictionary. Jakarta: PT Gramedia. Cet. XXI.Faisal Ismail. 1988. Paradigma Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Titihan Ilahi Press.Hamzah Ya’qub. 1988. Etika Islam: Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar).Bandung: CV Diponegoro. Cet. IV.Kirschenbaum, Howard. 1995. 100 Ways to Enhance Values and Morality in Schools andYouth Settings. Massachusetts: Allyn & Bacon.M. Abduh Malik dkk. 2009. Materi Pembelajaran Mata Kuliah PengembanganKepribadaian Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum. Jakarta:

Page 17: Agama Islam

Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Ditjen Pendidikan Islam Depag.Marzuki. 2008. “Pembentukan Kultur Akhlak Mulia di Kalangan Mahasiswa UniversitasNegeri Yogyakarta Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam”. LaporanPenelitian. Yogyakarta: FISE UNY.---------------. 2009. Prinsip Dasar Akhlak Mulia: Pengantar Studi Konsep-konsep DasarEtika dalam Islam. Yogyakarta: Debut Wahana Press.Muka Sa’id. 1986. Etika Masyarakat Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita.Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional PendidikanPeraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan PendidikanKeagamaanRachmat Djatnika. 1996. Sistem Etika Islami (Akhlak Mulia). Jakarta: Pustaka Panjimas.Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: BalaiPustaka. Edisi 3 Cet. I.Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan NasionalUndang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Yunahar Ilyas. 2004. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: LPPI UMY. Cet. IV.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Dr.%20Marzuki,%20M.Ag./Dr.%20Marzuki,%20M.Ag_.%20Penanaman%20Nilai-nilai%20Akhlak%20Mulia%20di%20Kalangan%20Mahasiswa%20melalui%20Perkuliahan%20PAI%20di%20PTU.pdf

nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindak lanjut yang dihayati dalam kenyataan hidup sehari-hari. Dari kelakuan itu lahirlah perasaan moral (moralsence) yang terdapat di dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Menurut definisi yang dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia) yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang mudah dilakukan, tanpa terlalu banyak pertimbangan dan pemikiran yang lama. Suri teladan yang diberikan Rasulullah SAW. selama hidup beliau merupakan contoh akhlak yang tercantum dalam Al-Qur’an. Butir-butir Pendidikan Agama Islam – Hal 1

Page 18: Agama Islam

akhlak yang baik yang disebut dalam ayat yang ada di dalam Al-Qur’an terdapat juga dalam Al-Hadits yang memuat perkataan, tindakan dan sikap diam Nabi Muhammad SAW. selama kerasulan beliau 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Menurut Siti ‘Aisyah ra. (Isteri Rasulullah SAW.), bahwa akhlak Rasulullah SAW. adalah Al-Qur’an. Dan di dalam Al-Qur’an pun Rasulullah SAW. dipuji oleh Allah SWT. dengan Firman-Nya : Artinya : “Dan engkau Muhammad, sungguh memiliki akhlak yang agung”. (QS. Al-Qalam ayat 4). Suatu perbuatan baru dapat disebut sebagai cerminan akhlak, jika memenuhi syarat : 1. Dilakukan berulang-ulang sehingga hampir menjadi suatu kebiasaan. 2. Timbul dengan sendirinya, tanpa pertimbangan yang lama dan di pikir-pikir

terlebih dahulu. Secara garis besarnya akhlak dibagi dua, yaitu :

1. Akhlak terhadap Allah SWT. 2. Akhlak terhadap makhluk (semua ciptaan Allah SWT.) Akhlak terhadap makhluk dapat dibagi dua, yaitu : 1. Akhlak terhadap manusia 2. Akhlak terhadap bukan manusia Akhlak terhadap manusia dibagi dua, yaitu : 1. Akhlak terhadap diri sendiri 2. Akhlak terhadap orang lain Akhlak terhadap bukan manusia dibagi dua, yaitu : 1. Akhlak terhadap makhluk hidup bukan manusia, seperti akhlak terhadap

tumbuh-tumbuhan (flora) dan hewan (fauna) Pendidikan Agama Islam – Hal 2

2. Akhlak terhadap makhluk (mati) bukan manusia, seperti akhlak terhadap tanah, air, udara dsb. Akhlak terhadap manusia dan bukan manusia, kini disebut akhlak terhadap lingkungan hidup.

http://ocw.gunadarma.ac.id/course/psychology/study-program-of-psychology-s1/pendidikan-agama-islam/ahklak