actio pauliana dalam kepailitan

Upload: herman-adriansyah-al-tjakraningrat

Post on 07-Apr-2018

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/3/2019 Actio Pauliana Dalam Kepailitan

    1/5

    ACTIO PAULIANA DALAM KEPAILITAN (CLAW BACK PROVISION)

    - Hak yang merupakan perlindungan yang diberikan oleh hukum bagi Kreditor

    atas perbuatan Debitor yang dapat merugikan Kreditor. Hak tersebut diatur oleh

    KUH Perdata dalam Pasal 1341.

    - Yaitu berupa tindakan Debitor yang karena merasa akan dinyatakan pailit

    melakukan tindakan hukum memindahkan haknya atas sebagian dan harta

    kekayaannya yang dapat merugikan para Kreditornya.

    - Peraturan pelaksanaannya dalam UUK terdapat dalam ketentuan Pasal 41 s.d.

    Pasal 51 UUK. Yang harus dibuktikan hanyalah bukti bahwa pada saat Debitor

    melakukan tindakan hukum tersebut, ia dan pihak dengan siapa Debitor

    melakukan tersebut mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatannya

    itu akan merugikan Kreditor.

    Menurut Pasal 1341 KUHPerdata:

    Meskipun demikian, tiap orang berpiutang (Kreditor) boleh mengajukan batalnya

    segala perbuatan yang tidak diwajibkan dilakukan oleh si berutang (Debitor)

    dengan nama apa pun juga, yang merugikan orang-orang berpiutang (Kreditor),

    asal dibuktikan, bahwa ketika perbuatan itu dilakukan, baik si berutang (Debitor)

    maupun orang dengan atau untuk siapa si berutang (Debitor) itu berbuat,

    mengetahui bahwa perbuatan itu membawa akibat yang merugikan orang-orang

    berpiutang (Kreditor).

    Hak-hak yang diperoleh dengan itikad baik oleh orang-orang pihak ketiga atas

    barang-barang yang menjadi pokok perbuatan yang batal itu, dilindungi.

    Untuk mengajukan hal batalnya perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan

    cuma-cuma oleh si berutang (Debitor), cukuplah si berpiutang (Kreditor)

    membuktikan bahwa si berutang (Debitor) pada waktu melakukan perbuatan itu

    tahu, bahwa ia dengan berbuat demikian merugikan orang-orang yang

    mengutangkan kepadanya, tak peduli apakah orang yang menerima keuntungan

    itu juga mengetahuinya atau tidak.

    Seperti dikemukakan oleh Fred B.G. Tumbuan, S.H., bila kita simak, Pasal 41UUK terdapat lima persyaratan yang harus dipenuhi agar pauliana itu

    berlaku:

    a. Debitor telah melakukan suatu perbuatan hukum;

    b. perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan Debitor;

    c. perbuatan hukum dimaksud telah merugikan Kreditor;

    d. pada saat melakukan perbuatan hukum tersebut Debitor mengetahui atau

    sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan merugikan

    Kreditor; dan

    e. pada saat melakukan perbuatan hukum tersebut dilakukan pihak dengan siapa

    perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui

  • 8/3/2019 Actio Pauliana Dalam Kepailitan

    2/5

    bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi

    Kreditor.

    - Fred B.G. Tumbuan berpendapat, adalah tugas Kurator untuk membuktikantelah terpenuhinya kelima persyaratan tersebut.

    - Apabila pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan hanya Debitor saja yang

    mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan

    mengakibatkan kerugian bagi Kreditor, sedangkan pihak dengan siapa perbuatan

    hukum itu diiakukan ternyata beriiikad baik? Hal ini tidak diatur oleh UUK.

    - Biasanya, apabila Debitor itu adalah Perseroan Terbatas, maka berdasarkan

    Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Pengurus dari

    Perseroan Terbatas itu harus bertanggung jawab secara pribadi.

    Pasal 42 UUK adalah sebagai berikut:

    Apabila perbuatan hukum yang merugikan para Kreditor dilakukan dalam jangka

    waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit ditetapkan sedangkan

    perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan Debitor, maka kecuali dapat dibuktikan

    sebaliknya, Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan

    dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan

    mengakibatkan kerugian bagi Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41

    ayat (2), dalam hal perbuatan tersebut:

    a. merupakan perikatan dimana kewajiban Debitor jauh melebihi kewajiban

    pihak dengan siapa perikatan tersebut dilakukan;

    b. merupakan pembayaran atas, atau pemberian jaminan untuk utang yang

    belum jatuh tempo dan belum dapat ditagih;

    c. dilakukan oleh debitor perorangan, dengan atau terhadap:

    1) suami atau istrinya, anak angkat atau keluarganya sampai derajat ketiga;

    2) suatu badan hukum dimana Debitor atau pihak-pihak sebagaimana

    dimaksud dalam angka 1) adalah anggota direksi atau pengurus atau

    apabila pihak-pihak tersebut, baik sendiri-sendiri ataupun bersama-sama,

    ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan

    hukum tersebut paling kurang sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari

    modal disetor;

    d. dilakukan oleh Debitor yang merupakan badan hukum, dengan atau terhadap:1) anggota direksi atau pengurus dari Debitor atau suami/istri atau anak

    angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota atau pengurus

    tersebut.

    2) Perorangan baik sendiri ataupun bersama-sama dengan suami/istri atau

    anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari perorangan tersebut,

    yang ikut secara langsung ataupun tidak langsung, dalam kepemilikan

    pada Debitor paling kurang sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari

    modal disetor.

    3) perorangan yang suami/istri, atau anak angkat, atau keluarga sampai

    derajat ketiga, yang ikut serta secara langsung ataupun tidak langsung,

  • 8/3/2019 Actio Pauliana Dalam Kepailitan

    3/5

    dalam kepemilikan pada Debitor paling kurang sebesar 50% (lima puluh

    perseratus) dari modal disetor.

    e. dilakukan oleh Debitor yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap

    badan hukum lainnya, apabila:

    1) perorangan anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usahatersebut adalah orang yang sama;

    2) suami/istri, atau anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari

    perorangan anggota direksi atau pengurus Debitor merupakan anggota

    direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya;

    3) perorangan anggota direksi atau pengurus, atau anggota badan

    pengawas pada Debitor, atau suami/istri, atau anak angkat, atau

    keluarga sampai derajat ketiga baik sendiri atau bersama-sama, ikut

    secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum

    lainnya paling kurang sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari modal

    disetor, atau sebaliknya.

    4) Debitor adalah anggota direksi atau pengurus pada badan hukumlainnya, atau sebaliknya;

    5) badan hukum yang sama, atau perorangan yang sama baik bersama,

    atau tidak dengan suami/istrinya, dan atau para anak angkatnya dan

    keluarganya sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung dalam

    kedua badan hukum tersebut paling kurang sebesar 50% (lima puluh

    perseratus) dari modal disetor

    f. dilakukan oleh Debitor yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap

    badan hukum lainnya dalam kelompok badan hukum dimana Debitor adalah

    anggotanya.

    - Pasal 43 UUK, hibah yang dilakukan Debitor dapat dimintakan pembatalannya,

    apabila Kurator dapat membuktikan bahwa pada saat hibah tersebut dilakukan

    Debitor mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan

    mengakibatkan kerugian bagi Kreditor.

    - Pasal 44 UUK, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa

    hibah tersebut merugikan Kreditor apabila hibah tersebut dilakukan dalam jangka

    waktu 1 (satu) tahun sebelum pernyataan pailit ditetapkan

    - Baik Pasal 43 maupun Pasal 44 UUK tidak menentukan bahwa penerima hibah

    harus pula mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akanmengakibatkan kerugian bagi Kreditor.

    - Jadi dapat disimpulkan kalo si penerima hibah wajib mengembalikan apa yang

    telah diterimanya apabila Kurator dapat membuktikan bahwa pada saat hibah

    tersebut dilakukan oleh Debitor mengetahui atau patut mengetahui bahwa

    tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditor.

    - Pasal 46 Fv menentukan bahwa pembatalan pembayaran hanya berlaku apabila

    pembayaran itu memberi keuntungan kepada Kreditor yang bersangkutan yang

    mendahulukan pembayaran tersebut mendahului pembayaran utang kepada para

    Kreditor lainnya.

  • 8/3/2019 Actio Pauliana Dalam Kepailitan

    4/5

    - Pasai 47 ayat (1) Fv menentukan bahwa berdasarkan pasal sebelumnya (Pasal

    46 Fv, penulis), tidak dapat dilakukan penagihan kembali dari seorang pemegang

    surat perintah pembayaran atas order atau surat pembayaran atas unjuk yang

    karena hubungan antara para pemegangnya yang terdahulu, diwajibkan menerimapembayaran tersebut.

    - Pasal 47 ayat (2) Fv, dalam hal ini maka orang yang mendapat keuntungan dari

    penerbitan surat berharga tersebut wajib mengembalikan jumlah uang tersebut

    kepada harta pailit, apabila dapat dibuktikan bahwa surat-surat tersebut

    dikeluarkan atas dasar maksud sebagaimana dimaksud dalam pasal sebelumnya,

    atau apabila surat-surat berharga tersebut merupakan hasil perundingan yang

    dimaksud pasal sebelumnya.

    - Yang berhak mengajukan permohonan pembatalan terhadap perbuatan

    pengalihan harta kekayaan Debitor tersebut adalah Kurator (Pasal 48 ayat (1) Fv).

    - Bila orang yang disebut terakhir itu tidak dapat mengembalikan barang yangtelah diterimanya dalam keadaan seperti semula, Pasal 50 ayat (2) Fv

    mewajibkan dia memberikan ganti rugi kepada harta pailit itu.

    - Namun menurut Pasal 50 ayat (3) Fv, dalam hal hak kebendaan ya harus

    dikembalikan itu diperoleh oleh pihak ketiga dengan itikad bait maka pihak

    ketiga itu harus dilindungi. Ketentuan Pasal 50 ayat (3) Fv tersebut sejalan

    dengan ketentuan Pasal 1341 ayat (2) KUH Perdata.

    - Pasal 50 ayat (4) Fv, semua barang atau nilai uangnya yang telah diterima oleh

    Debitor pailit, wajib dikembalikan oleh Kurator sepanjang (dengan pengembalian

    tersebut) harta pailit mendapat manfaat- tidak berlaku apabila dengan

    pengembalian tersebut justru harta pailit mengalami kerugian.

    - Pasal 51 ayat (1) Fv menentukan bahwa setiap pembayaran yang telah

    dilakukan oleh seseorang kepada Debitor pailit untuk memenuhi perikatan yang

    telah ada sebelum pernyataan pailit, membebaskannya (dan dengan demikian

    maka pembayaran tersebut) berada di luar harta pailit, sepanjang ia tidak

    mengetahui tentang adanya harta pailit itu.

    - Pasal 51 ayat (2) Fv menentukan bahwa pembayaran sebagaimana dimaksud

    pada ayat (1) yang terjadi sesudah adanya pernyataan pailit, tidak dapatdibebaskan dan (dengan demikian pembayaran tersebut tidak diperlakukan)

    berada di luar harta pailit.

    - Menurut ketentuan Pasal 41 ayat (2) UUK dan Pasal 1341 KUH Perdata,

    keterikatan pembeli rumah untuk mengembalikan rumah tersebut dan menerima

    harga semula adalah tergantung kepada itikad baik pembeli. Apabila pembeli

    memang beritikad baik, yaitu pembeli dapat membuktikan bahwa pada saat jual-

    beli rumah tersebut dilakukan, pembeli tidak mengetahui atau sepatutnya

    memang tidak mungkin mengetahui bahwa perbuatan hukum itu akan

    mengakibatkan kerugian bagi para Kreditor, maka pembeli tidak berkewajiban

    untuk mengembalikan rumah tersebut.

  • 8/3/2019 Actio Pauliana Dalam Kepailitan

    5/5

    - Sebelum berlakunya UU No. 4 tahun 1998, actio pauliana juga telah dianut

    daiara Faillissementsverordening (SA9Q5 No. 217 jo S. 1906 No. 348), hanya

    saja bedanya dengan ketentuan UU No. 4 Tahun 1998 adalah mengenai jangka

    waktunya. Dalam Faillissementsverordenim jangka waktunya adalah 40 (empatpuluh) hari, sedangkan dalam UU No.X Tahun 1998 jangka waktunya adalah 1

    (satu) tahun.

    KEPAILITAN ORANG MATI

    - Apakah setelah seseorang meninggal dunia dapat diajukan permohonan

    pernyataan pailit terhadapnya? Ternyata UUK menentukan bahwa hal yang

    demikian dapat dilakukan oleh para Kreditor dari almarhum.

    Tata Cara Pengajuan Permohonan Pailit terhadap Orang Mati

    - Pasal 197 Fv, harta kekayaan dari seorang yang telah meninggal dunia harus

    dinyatakan dalam keadaan pailit, bila seseorang atau beberapa Kreditormengajukan permohonan dan mengemukakan secara singkat bahwa orang yang

    meninggal dunia itu berada keadaan berhenti membayar utang-utangnya, ataupun

    pada saat meninggal dunia, harta warisannya (peninggalannya) tidak cukup untuk

    membayar utang-utangnya.

    - Menurut ketentuan Pasal 198 ayat (1) Fv, permohonan itu harus diajukan

    kepada PN yang pada waktu meninggalnya Debitor bersangkutan, berwenang

    untk memberikan keputusan pernyataan pailit tersebut.

    - Berdasarkan ketentuan Pasal 199 Fv, pernyataan pailit mengakibatkan harta

    kekayaan orang yang meninggal dunia dipisahkan demi hukum dari harta

    kekayaan pribadi dari para ahli warisnya, dengan cara seperti yang diuraikan

    dalam Pasal 1107 KUH Perdata.

    - Permohonan pernyataan pailit dapat dilakukan dalam waktu 3 (tiga) bulan

    setelah dilakukan penerimaan warisan oleh para ahli waris, atau sebelum 6

    (enam) bulan sejak meninggalnya Debitor yang bersangkutan. Demikian

    ditentukan dalam Pasal 200 Fv.

    - Menurut Pasal 201 Fv, Bagian 6 Bab I UUK tidak berlaku bagi kepailitan harta

    peninggalan (warisan). Begitu pula Bab VIII tidak berlaku bagi kepailitan harta

    peninggalan, kecuali bila harta peninggalan tersebut tidak diberikan secara tidakbersyarat.

    http://hernathesis.multiply.com/reviews/item/29