a1 menjadikan teknologi sebagai instrumen pemberdaya - tatang at

28
MENJADIKAN TEKNOLOGI SEBAGAI INSTRUMEN PEMBERDAYA: MENYIKAPI DINAMIKA PERUBAHAN ERA OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI Tatang A Taufik *) 1. PENDAHULUAN Beberapa waktu lampau, isu di atas barangkali akan mengundang banyak orang untuk memandangnya setidaknya dengan mengerutkan dahi atau memicingkan mata. Boleh jadi sekarang pun masih banyak yang akan mencibir sinis. Tengok saja indikator ekonomi nasional sebelum krisis ekonomi (pra pertengahan 1997). Di situ sekilas mungkin angka-angka “baik” yang diyakini (saat itu) memang tidak akan menyuratkan (secara eksplisit) atau menyiratkan (secara implisit) urgensi atau mungkin bahkan relevansi isu ini. Dengan pertumbuhan ekonomi yang mengesankan banyak pihak, termasuk lembaga-lembaga internasional, potensi problematika yang laten memang sangat mungkin terabaikan. Dengan kemampuan bisnis nasional yang mulai mengglobal dan anggapan bahwa teknologi mudah dibeli (dalam aliran bebas globalisasi), upaya peningkatan kemampuan teknologi boleh dikatakan termarjinalkan. Kalaupun ada, mungkin lebih karena personifikasi figur individu-individu tertentu saja, tetapi belum * ) Dr. Tatang A Taufik, Msc., Direktur Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Unggulan Daerah dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat (P2KT PUDPKM) – BPPT. 1

Upload: tatang-taufik

Post on 06-Jun-2015

347 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Bahasan dalam buku “Menumbuhkembangkan Pemanfaatan Sumber Daya Lokal dan Perlindungan Aset Intelektual Bangsa”

TRANSCRIPT

Page 1: A1 Menjadikan Teknologi sebagai Instrumen Pemberdaya - Tatang AT

MENJADIKAN TEKNOLOGI SEBAGAIINSTRUMEN PEMBERDAYA:

MENYIKAPI DINAMIKA PERUBAHANERA OTONOMI DAERAH DAN

GLOBALISASI

Tatang A Taufik*)

1. PENDAHULUAN

Beberapa waktu lampau, isu di atas barangkali akan mengundang banyak orang untuk memandangnya setidaknya dengan mengerutkan dahi atau memicingkan mata. Boleh jadi sekarang pun masih banyak yang akan mencibir sinis. Tengok saja indikator ekonomi nasional sebelum krisis ekonomi (pra pertengahan 1997). Di situ sekilas mungkin angka-angka “baik” yang diyakini (saat itu) memang tidak akan menyuratkan (secara eksplisit) atau menyiratkan (secara implisit) urgensi atau mungkin bahkan relevansi isu ini. Dengan pertumbuhan ekonomi yang mengesankan banyak pihak, termasuk lembaga-lembaga internasional, potensi problematika yang laten memang sangat mungkin terabaikan.

Dengan kemampuan bisnis nasional yang mulai mengglobal dan anggapan bahwa teknologi mudah dibeli (dalam aliran bebas globalisasi), upaya peningkatan kemampuan teknologi boleh dikatakan termarjinalkan. Kalaupun ada, mungkin lebih karena personifikasi figur individu-individu tertentu saja, tetapi belum dapat dianggap sebagai komitmen nasional dalam arti sesungguhnya. Salah satu indikator yang paling mudah barangkali (walaupun kurang tepat kalau dilihat hanya satu-satunya) adalah relatif kecilnya porsi anggaran pendidikan dan iptek dalam struktur APBN dan APBD pada umumnya. Ironisnya, kesadaran urgensi, pernyataan kehendak, dan prioritas pembangunan sektor ini sebenarnya secara formal juga telah tertuang dalam dokumen penting nasional seperti GBHN, Propenas, Propeda, Repelita, Poldas (Pola Dasar Pembangunan Daerah) maupun Repelita Daerah. Kini bahkan sebagian menganggap konteks iptek dalam beragam dokumen resmi perencanaan pembangunan terkesan makin termajinalkan, atau kalaupun dicetakbirukan, “muncul” sekedar sebagai proforma.

* ) Dr. Tatang A Taufik, Msc., Direktur Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Unggulan Daerah dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat (P2KT PUDPKM) – BPPT.

1

Page 2: A1 Menjadikan Teknologi sebagai Instrumen Pemberdaya - Tatang AT

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL

Situasi dan kondisi yang serba sulit yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dewasa ini memang sangat dilematis. Agenda reformasi, termasuk pelaksanaan otonomi daerah, menjadi makin tak mudah karena hiruk-pikuk persoalan politik dalam negeri berkepanjangan yang tak kunjung terpecahkan. Sementara di lain pihak, ragam isu internasional pun seperti tekanan berbagai negara/lembaga donor, persaingan global, isu HAM, dan HKI (Hak Kekayaan Intelektual) membombardir tanpa henti. Dalam situasi demikian, pembicaraan teknologi seolah menjadi isu tak populer untuk diangkat dalam wacana publik atau menjadi topik utama di media massa. Analisis dampak AFTA bagi perekonomian Indonesia dan bagaimana menyikapi AFTA yang di depan mata seolah tak sepenting berita tentang manuver politik seseorang di partai politik tertentu.

Dilematis memang, karena tawaran pemikiran yang agak jauh ke depan akan terkesan (dan mungkin dinilai) terlalu muluk. Orang atau pihak yang nekad berbicara soal ini beresiko dicap utopis - bak pemimpi di siang bolong yang tak realistis, ngelantur, tidak membumi, dan tak sensitif dengan problematika riil kekinian yang dihadapi oleh masyarakat.

Tetapi bayangkan apa jadinya kelak bila hampir semua perhatian dan upaya terlanjur terjebak pada isu sesaat (yang boleh jadi muncul dan menghilang cepat) dan berorientasi pada pemikiran-pemikiran serta upaya jangka pendek semata. Tawaran solusi pun acapkali bersifat reaktif-spontan karena kepanikan, sporadis, dan seolah tambal sulam. Akhirnya, waktu dan energi pun tersita dan tak tersisakan lagi untuk mengupayakan proses perbaikan secara lebih cerdas dan sistematis. Mungkin sebagian besar masyarakat cuma terperangah dan kaget serta menyesali diri tatkala implikasi yang tak terkirakan dari ignorance diri sendiri itu disadari semuanya sudah serba terlambat.

Karena itu pesan pertama yang ingin disampaikan oleh tulisan ini adalah ajakan untuk pengembangan proses dialektis yang produktif tentang agenda strategis nasional ke depan yang sedini mungkin patut dikedepankan. Hal ini kontekstual sebagai wacana kekinian karena proses dan waktu yang dibutuhkan serta implikasi strategisnya yang lebih bersifat jangka panjang dan tak cukup direspons dengan pola kesertamertaan.

Kemultidimensian dan kompleksitas soal teknologi termasuk yang patut dicermati dalam agenda ini. Tak perlu malu atau ragu untuk mengakui dengan jujur bahwa kemampuan Bangsa Indonesia dalam soal iptek merupakan salah satu di antara titik lemah nasional. Tengok saja misalnya indikator daya saing yang dikeluarkan oleh Institute for Management Development (IMD) atau World Economic Forum (WEF) – meskipun memang angka demikian selalu dapat diperdebatkan. Dengan menggunakan perhitungan konvensional tentang indikator kinerja ekonomi nasional pun, mungkin relatif tak sulit mengidentifikasi bahwa di luar sektor bisnis yang kebetulan memiliki basis dukungan melimpahnya natural endowments sehingga memberikan keunggulan komparatif yang signifikan, sedikit saja sektor

MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DANPERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA

2

Page 3: A1 Menjadikan Teknologi sebagai Instrumen Pemberdaya - Tatang AT

P2KT PUDPKMDB PKT

MENJADIKAN TEKNOLOGI SEBAGAI INSTRUMEN PEMBERDAYA:MENYIKAPI DINAMIKA PERUBAHAN ERA OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI

Tatang A Taufik

bisnis yang benar-benar memiliki daya saing tinggi, itupun barangkali dengan sederet catatan.

2. DI ANTARA HIMPITAN PERUBAHAN: OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI

Kehendak politik untuk melaksanakan otonomi daerah dewasa ini secara positif membuka lebar peluang bagi upaya perbaikan yang disadari menjadi salah satu persoalan klasik bangsa. Dalam proses belajar yang harus dilalui bersama ini, memang marak mengemuka pernyataan yang mengesankan berlebihan dalam mempersepsikan dan menterjemahkannya. Hal demikian ditengarai banyak pihak lebih merupakan euphoria sesaat sebagai salah satu akibat rasa ketertindasan dan ketidakberdayaan yang juga menggumpal sebagai frustasi setelah sekian lama di bawah kekuasaan sentralistik.

Dengan pandangan sempit, persepsi kewenangan yang diperoleh dengan otonomi daerah secara mendadak, dan tuntutan untuk berubah di tengah lingkungan perubahan yang serba cepat dan dinamis memang sangat mudah mengelabui siapapun untuk terjebak menghasilkan bukan sekedar keinginan tetapi juga tindakan yang seolah progresif tapi konyol. Di saat iklim kondusif untuk investasi diperlukan, beberapa daerah “dicurigai” lebih bersemangat mengeluarkan aturan-aturan yang justru membuat calon investor lebih merasa khawatir, ragu atau bahkan merasa terancam sehingga menimbang-nimbang untuk berpindah. Di saat sinergi daerah makin dibutuhkan, beberapa daerah dianggap seolah lebih disibukkan dengan persoalan mengkavling diri dan tak menilai pentingnya hubungan dengan daerah lain. Beberapa Pemerintah Kabupaten/Kota konon bahkan tak lagi mengindahkan silaturahim dengan Pemerintah Propinsi karena kini merasa “independen”. Bila fenomena demikian benar terjadi dan terus berlanjut (yang sebenarnya tidak lucu tetapi justru menggelikan) sangat boleh jadi yang diperoleh dari otonomisasi adalah kemunduran (setback).

Dramatisnya, agenda otonomi ini harus dihadapi secara bersamaan dengan arus globalisasi. Apa jadinya jika globalisasi yang tak terhindari juga disikapi dengan asal-asalan atau bahkan kelalaian (ignorance). Mudah-mudahan saja fenomena demikian tidak terus kebablasan dan membutakan upaya melangkah ke masa depan yang lebih baik, karena sangat mungkin hal ini justru menjadi kontra produktif.

Pewujudan otonomi daerah merupakan salah satu bentuk reformasi atas kesalahan/kelemahan pola pembangunan yang dilaksanakan di masa lampau. Otonomi daerah sudah sewajarnya diharapkan mampu memperbaiki pembangunan manusia. Artinya, otonomi daerah perlu menjadi upaya yang lebih

3

Page 4: A1 Menjadikan Teknologi sebagai Instrumen Pemberdaya - Tatang AT

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL

baik menempatkan manusia sebagai subyek dan obyek (sasaran kemanfaatan) pembangunan.

Inovasi teknologi dan pembangunan manusia, seperti diungkapkan dalam UNDP (2001), dapat saling memperkuat (Gambar 1). Kemajuan teknologi secara empiris terbukti menjadi faktor penting (walaupun bukan satu-satunya) dalam peningkatan kualitas hidup, penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pertumbuhan ekonomi, penyediaan pangan dan nutrisi, partisipasi masyarakat dalam pembangunan, dan sebagainya. Karenanya, inovasi teknologi sangatlah urgen dalam pewujudan otonomi daerah untuk pembangunan manusia.

Di era baru ini, kecenderungan perubahan tata krama pergaulan dunia makin memaksa semua untuk mematuhinya tanpa pandang bulu. Di tengah himpitan kedua tantangan ini, memang pola pikir, sikap, dan tindak bangsa mau tak mau harus berubah. Walaupun bukan hanya pemerintah saja yang harus menjalani proses perbaikan ini, namun jelas kemauan dan kemampuan pemerintah untuk membenahi diri merupakan salah satu faktor kunci dalam membawa ke situasi yang lebih baik. Karenanya, pesan penting kedua tulisan ini adalah bahwa upaya-upaya pemerintah yang dituangkan melalui kebijakan memerlukan perubahan paradigma dan harus makin secara cerdas merespon dan mengantisipasi dinamika perubahan dan tantangan yang berkembang.

Gambar 1 Keterkaitan antara Teknologi dan Pembangunan Manusia.

MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DANPERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA

4

Page 5: A1 Menjadikan Teknologi sebagai Instrumen Pemberdaya - Tatang AT

P2KT PUDPKMDB PKT

MENJADIKAN TEKNOLOGI SEBAGAI INSTRUMEN PEMBERDAYA:MENYIKAPI DINAMIKA PERUBAHAN ERA OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI

Tatang A Taufik

3. SISI STRATEGIS YANG TERABAIKAN

Dalam konstelasi regional dan dari perspektif historis perjalanan Bangsa Indonesia, “klaim” kesejajaran dengan negara lain, sebut saja negara-negara Asia/ASEAN, sejak tahun 60-an hingga saat ini berubah lebih karena kecepatan berlari mereka yang harus diakui jauh lebih baik. Bahkan dewasa ini, Negeri Jiran yang di masa 70-an dengan rendah hati merasakan perlunya belajar banyak dari saudara serumpunnya, dengan cerdas dan melalui kerja kerasnya mampu “mensejajarkan dengan dan bahkan kini mendahului” Seniornya. Sudah barang tentu, dengan segala excuse yang boleh jadi bisa senantiasa terjastifikasi, Bangsa Indonesia tetap patut mensyukuri apa yang dicapai dan dimiliki (setidaknya) hingga hari ini.

Lantas pelajaran apa yang dapat dari pengalaman perjalanan bangsa sejauh ini? Selain pertikaian elit politik yang sepertinya makin terpisah dari kepentingan sebenarnya, dari keterlibatan dan pembelajaran masyarakat serta cenderung menjadi tontonan yang tak lagi menarik bagi sebagian besar rakyat sendiri, mestinya bangsa ini bisa tetap optimis walaupun yang tersisakan barangkali makin sedikit dengan waktu yang relatif sempit.

Sejauh ini barangkali salah satu yang banyak pihak tidak/belum cukup berani dan mampu mengkristalkannya adalah komitmen dan kesungguhan tindakan untuk meletakkan landasan pengembangan kompetensi bangsa ini. Ibarat di arena kompetisi, nyaris hampir di semua lini tak ada kemampuan yang patut diandalkan untuk dapat mengakselerasi atau menstimulasi kemajuan signifikan dalam membangun keunggulan daya saing, atau setidaknya mempertahankan kinerja yang telah dicapai. Barangkali melimpahnya kekayaan alam yang dimiliki (dan karena relatif murahnya sumber daya tersebut, termasuk tenaga kerja) terlalu membuai hampir semua pihak yang dengan bangga mampu meraih devisa tanpa harus bersusah payah memeras otak untuk secara lebih cerdas dan bertanggungjawab memanfaatkan dan mengembangkannya.

Kini, dengan makin menipisnya kekayaan alam tersebut dan beragam degradasi lingkungan, belum lagi mampu menyejahterakan bangsa ini secara lebih adil (karena konon kue ekonomi yang dibesarkan dan akan dibagikan itu lebih bersifat sebagai gelembung hampa dan sebagian diparkir entah di mana), rakyat dihimpit dengan krisis multidimensi berkepanjangan dan disodori paksa tontonan hiruk-pikuk elit politik, ancaman disintegrasi serta dengan rasa was-was atas pertikaian dan pembantaian antar sesama. Nampak seolah wajar saja jadinya jika membangun keunggulan daya saing menjadi agenda yang makin terpinggirkan. Semoga saja excuse yang nampak logis ini tak menjadikan Bangsa Indonesia yang pesimis untuk melangkah ke depan.

Pemberdayaan masyarakat, yang mengandung pengertian sebagai upaya atau proses untuk membangun atau meningkatkan keberdayaan masyarakat,

5

Page 6: A1 Menjadikan Teknologi sebagai Instrumen Pemberdaya - Tatang AT

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL

menunjukkan bahwa upaya atau proses tersebut semestinya membuat manusia sebagai individu atau kelompok lebih mampu menentukan/memutuskan apa yang terbaik bagi dirinya dan bagaimana cara terbaik mencapai/mewujudkannya, atau sering dikatakan sebagai lebih mampu menolong dirinya sendiri (self-help). Dalam keutuhan sebagai pengambil keputusan terbaik bagi dirinya sendiri, maka pemberdayaan akan melahirkan (membawa kepada) pola pikir, sikap dan tindak masyarakat yang makin cerdas dan makin mampu beradaptasi sejalan dengan perkembangan potensi dirinya dalam menghadapi/mengantisipasi dinamika perubahan tantangan/persoalan yang dihadapi.

Pemberdayaan secara umum membutuhkan upaya peningkatan keberdayaan satu atau sekelompok orang/lembaga atau sistem secara internal dan eksternal. Hal mendasar pertama (lihat misalnya Kartasasmita, 1996) yang diperlukan adalah memungkinkan pihak yang diberdayakan lebih mampu mendayagunakan dan mengembangkan potensi dan kapasitas dirinya (enabling). Kedua, memperkuat segi-segi (karakteristik) positif yang telah dimiliknya (strengthening). Ketiga, dalam kondisi tertentu acapkali diperlukan upaya untuk melindungi pihak yang relatif tertinggal (kurang beruntung) terutama dari eksploitasi pihak lain (protecting).

Teknologi, yang dalam pengertian praktisnya adalah sehimpunan pengetahuan, alat, metode, informasi, dan pengorganisasian yang dimanfaatkan untuk menghasilkan produk (barang dan/atau jasa), memiliki potensi luar biasa sebagai instrumen pemberdaya, baik sebagai enabler ataupun value-adding/productivity tool.1 Sebagai enabler, teknologi tak selalu memberikan hasil langsung secara nyata pada keluaran bagi si pengguna dalam bidang yang ditekuninya, tetapi sangat penting dalam memungkinkan potensi yang dimiliki untuk berkembang, meningkatkan kapasitas atau kemampuan dirinya untuk berkarya makin cerdik dan produktif. Dengan kata lain, dalam hal ini teknologi berpotensi meningkatkan keberdayaan seseorang, kelompok, lembaga dan/atau daerah/negara secara umum dan tidak secara langsung (indirectly) atas produk (barang dan/atau jasa) yang dihasilkannya.

Sebagai value-adding/productivity tool, sebagaimana telah dipahami secara umum, teknologi merupakan instrumen penting dalam peningkatan nilai tambah produk (barang dan/atau jasa) yang dihasilkan. Dengan kata lain, dalam hal ini teknologi berpotensi meningkatkan keberdayaan seseorang, kelompok, lembaga dan/atau daerah/negara secara khusus dan secara langsung (directly) atas produk (barang dan/atau jasa) yang dihasilkannya.

Kemanfaatan kemajuan teknologi yang bisa bersisi ganda, positif dan negatif, makin ditentukan oleh faktor manusianya. Kemajuan teknologi yang makin memungkinkannya sebagai instrumen pemberdaya, sekaligus berpotensi menjadi faktor yang turut “memperburuk” kompleksitas persoalan yang dihadapi. Pesatnya

1 “Pembedaan” ini bukan dimaksudkan untuk menciptakan dikotomis dengan garis batas tegas tentang jenis teknologi, melainkan lebih untuk memberikan pengertian atas peran dan kemanfaatan teknologi pada perspektif yang lebih tepat.

MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DANPERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA

6

Page 7: A1 Menjadikan Teknologi sebagai Instrumen Pemberdaya - Tatang AT

P2KT PUDPKMDB PKT

MENJADIKAN TEKNOLOGI SEBAGAI INSTRUMEN PEMBERDAYA:MENYIKAPI DINAMIKA PERUBAHAN ERA OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI

Tatang A Taufik

kemajuan teknologi komputer dan telekomunikasi yang turut berkontribusi atas perkembangan internet misalnya, merupakan salah satu contoh fenomenon ini. Potensi akses terhadap informasi, pengetahuan dan sumber daya produktif lainnya serta pasar bagi yang mampu memanfaatkannya misalnya, sekaligus juga berpotensi memberi dampak negatif memperlebar jarak kesenjangan dalam berbagai bentuk, selain bentuk dampak negatif lainnya.

Walaupun begitu, “pengakuan” bahwa teknologi memiliki peran penting sebagai instrumen pemberdaya secara umum, harus diakui masih sebatas proforma pernyataan. Ini bisa tampak dalam beragam komitmen dan konsistensi sejak konsep hingga implementasi di berbagai tataran/bentuk. Ironisnya memang, kebijakan pemerintah pun acapkali mengundang kritik terutama untuk yang tak kondusif, bahkan adakalanya justru menimbulkan kesimpangsiuran dan kebingungan serta bersifat paradoks satu dengan lainnya.2 Mau tak mau harus diakui bahwa dibutuhkan semacam grand strategy agar turunan kebijakan dan programnya pun dapat lebih jelas dan saling bersinergi.

Konsensus atas platform pembangunan seyogyanya menjadi pijakan kokoh bagi terjalinnya kompatibilitas dan konvergensi beragam upaya sehingga menghasilkan sinergi positif dalam pencapaian sasaran pembangunan. Di tengah dinamika beragam lingkungan perubahan yang makin kompleks, pengembangan kompetensi merupakan elemen kritis grand strategy yang perlu dikembangkan dalam upaya pembangunan yang multidimensi, baik peningkatan kesejahteraan rakyat yang makin adil, pencerdasan bangsa, hingga perwujudan kemandirian dan keunggulan, serta kesiapan menghadapi tantangan global. Agenda otonomi daerah dan antisipasi proaktif globalisasi mau tak mau harus dimotori dengan membangun kompetensi. Inilah pesan ketiga, dan sebagai tawaran yang diajukan dari tulisan ini.

4. REORIENTASI STRATEGI DAN KEBIJAKAN DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI

Kehendak politik (political will) yang tak sekedar keinginan sekelompok tertentu di kalangan pemerintahan merupakan unsur penting yang perlu dikristalkan dan tak sekedar berhenti di sini. Tanpa komitmen, hal ini hanya menjadi retorika belaka. Pengembangan kompetensi tak sekedar perlu konseptualisasi pilihannya namun juga penjabaran pragmatis implementasi yang realistis mampu dilakukan.

2 Kritik atas beragam inkonsistensi kebijakan (tanpa menyebutkan secara khusus) dapat ditemui dalam beragam bentuk, baik bersifat kajian ilmiah atau di lingkungan akademis yang terbatas maupun wacana publik secara umum.

7

Page 8: A1 Menjadikan Teknologi sebagai Instrumen Pemberdaya - Tatang AT

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL

Kompetensi pada dasarnya merupakan karakter mendasar dari seseorang atau tatanan kelembagaan (termasuk organisasi atau daerah) yang menyebabkan sanggup menunjukkan kinerja yang efektif atau superior di dalam suatu pekerjaan/bidang/hal tertentu. Kompetensi juga merupakan karakter mendasar yang memberikan kontribusi terhadap kinerja menonjol dalam suatu pekerjaan/bidang/hal tertentu. Dengan demikian, dalam konteks organisasi atau daerah misalnya, kompetensi inti yang dibangun atas dan juga menjadi sumber daya dan kemampuan organisasi atau daerah, merupakan modal kekuatan utama keunggulan daya saing suatu organisasi/daerah terhadap pesaingnya. Ilmu manajemen mengajarkan bahwa dalam konteks persaingan, kompetensi inti (core competence) sering dinilai sebagai dasar bagi keunggulan daya saing yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage).

Teknologi yang merupakan turunan atas pengetahuan dalam memecahkan persoalan manusia, tentunya menjadi inherent dalam pengembangan kompetensi3

(hal ini tentu saja jangan diartikan bahwa teknologi adalah panacea bagi segala persoalan). Kelimpahan sumber daya suatu negara/daerah saja tak serta-merta menjamin kompetensi negara/daerah yang bersangkutan. Sebaliknya, ketidaktepatan kebijakan teknologi serta kebijakan terkait lainnya pun bukan saja bisa justru mempersulit terbangunnya kompetensi, tetapi boleh jadi hanya bermuara pada pemborosan atau bahkan disparitas dalam masyarakat yang makin melebar.

Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, ibarat manajemen yang dihadapkan pada keputusan portfolio tertentu, keperluan untuk melakukan priority setting memang tak terhindarkan. Bila dicermati, tanpa maksud mengecilkan arti atas berbagai upaya yang telah dilakukan, patut diakui bahwa upaya pemanfaatan, penguasaan, dan pengembangan teknologi dalam konteks agenda pengembangan kompetensi sejauh ini belum diletakkan secara memadai dalam perspektif sesuai dengan heterogenitas dan kekhususan daerah, serta kondisi sebagian besar masyarakat yang juga diwarnai keragaman budaya. Penguatan kelembagaan keilmuan atau penelitian, pengembangan dan rekayasa (litbangyasa) yang cukup intensif sejak akhir 80-an hingga pertengahan 90-an, kini perlu diimbangi dengan memberikan perhatian lebih pada sisi daerah dan masyarakat pelaku sekaligus beneficiaries teknologi. Dengan meminjam terminologi ekonomi, keseimbangan pasar yang sehat dan kompetitif membutuhkan juga penguatan sisi permintaan (demand)-nya, bukan sekedar dorongan penguatan penawaran (supply) semata. Inilah pesan keempat dari tulisan ini.

Telaahan atas peta kemampuan daerah untuk merealisasikan otonomi daerah yang diungkap banyak pihak mengisyaratkan betapa sedikit sebenarnya daerah

3 Kompetensi juga mempunyai arti sebagai suatu atau sehimpunan sifat/karakteristik tertentu yang menunjukkan kelebihan seseorang, kelompok, organisasi, unit/kelompok usaha, negara atau daerah dibanding dengan orang, kelompok, organisasi, unit/ kelompok usaha, negara atau daerah lainnya.

MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DANPERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA

8

Page 9: A1 Menjadikan Teknologi sebagai Instrumen Pemberdaya - Tatang AT

P2KT PUDPKMDB PKT

MENJADIKAN TEKNOLOGI SEBAGAI INSTRUMEN PEMBERDAYA:MENYIKAPI DINAMIKA PERUBAHAN ERA OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI

Tatang A Taufik

yang diperkirakan benar-benar siap melaksanakannya dan betapa beragam sebenarnya gambaran dari suatu daerah ke daerah lainnya. Patut diakui bahwa kemajuan ekonomi dari pembangunan selama ini tidak serta-merta dibarengi dengan kemajuan atau peningkatan kemampuan sebagian besar masyarakat dalam memanfaatkan dan menciptakan peluang pembangunan. Kehadiran industri atau kawasan industri yang justru umumnya sedikit memberikan kemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat sekitar (yang terkadang justru seolah terisolasi dari kegiatan bisnis industri tersebut, bahkan acapkali terpaksa makin terpinggirkan), hanyalah salah satu contoh kecil dari fenomena ini. Pengusaha kecil dan menengah (PKM) yang konon berjumlah sekitar 98% dari pelaku ekonomi di negara ini, kenyataannya belum bisa dianggap sebagai pelaku utama atau “tulang punggung” ekonomi nasional yang sebenarnya.4 Memang dalam keadaan sulit seperti dewasa ini mereka sering dipuji karena dinilai dapat menjadi katup pengaman yang tahan banting.5

Karenanya, mencermati perjalanan sejarah yang dilalui sejauh ini dan menyikapi dinamika perubahan yang tengah dialami serta antisipasi atas kecenderungan tantangan yang mungkin dihadapi, agenda penting yang mestinya tak lagi ditunda di antara priority setting bangsa ini adalah pengembangan unggulan daerah6 dan peningkatan kapasitas masyarakat dan dunia usaha. Dukungan kebijakan sangat penting dalam hal ini, yang tentunya, pilihan kebijakannya pun perlu dilakukan dengan arif.7

Di tengah lingkungan perubahan yang serba dinamis dan makin kompleks, dan bagaimana pun pemerintah bukanlah pihak yang serba tahu dan serba mampu, maka pergeseran paradigma kebijakan pun sangat penting dilakukan. Selain itu, fokus strategis dibutuhkan bukan semata karena saatnya pemerintah menyerahkan beberapa bidang/kegiatan yang telah mampu dilakukan oleh

4 Kenyataan tentang penyerapan tenaga kerja dan kontribusi output pada perekonomian (terutama tahun-tahun belakangan ini) oleh UKM di satu sisi, dan beragam kesimpangsiuran penyikapan, apresiasi, dan diskriminasi terhadap UKM di sisi lainnya, ibarat paradoks yang bermuara pada “kesimpulan” bahwa secara jujur harus diakui, UKM belumlah dianggap sebagai tulang punggung perekonomian nasional.

5 Sangat boleh jadi ini lebih karena terbiasa terbanting oleh iklim persaingan yang belum sehat atau efek samping kebijakan, namun tetap saja mereka (sebagian) masih bisa bangkit kembali.

6 Unggulan daerah dalam konteks ini perlu diartikan secara luas sebagai suatu atau sehimpunan karakteristik/hal positif menonjol dan kompetitif dari suatu daerah (termasuk misalnya: produk, klaster industri, kompetensi).

7 Secara umum, terminologi kebijakan pemerintah didefiniskan secara bebas sebagai “intervensi” pemerintah dalam hal tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Di arena ini spektrum debat, dari debat kusir dengan polemik berkepanjangan hingga yang paling produktif – baik pada tataran konsep maupun implementasi pragmatis, tumbuh subur berkembang. Di dunia akademis bahkan, ragam keyakinan dan perspektif acapkali berkembang menjadi semacam “mazab” keilmuan.

Kebijakan yang secara konvensional (khususnya dalam disiplin ekonomi) mempunyai tiga fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi, juga memiliki peran strategis meletakkan reorientasi strategis tentang gambaran masa depan dan tumpuan dan jalan pencapaian yang perlu ditempuh.

9

Page 10: A1 Menjadikan Teknologi sebagai Instrumen Pemberdaya - Tatang AT

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL

masyarakat sendiri secara lebih efektif dan efisien, tetapi juga karena urgensi pemihakan yang sekaligus penting bagi konvergensi dan sinergi atas fokus pengembangan kompetensi yang diharapkan.

Dalam kaitan ini, agenda kebijakan teknologi menurut penulis perlu diarahkan pada tiga fokus isu utama (Gambar 2). Pertama, kebijakan diperlukan untuk mendorong peningkatan kapasitas masyarakat dan dunia usaha. Kedua, pemanfaatan dan pengembangan potensi spesifik lokal serta peningkatan teknologi masyarakat (indigenous technology) harus ditangani secara serius, sebelum semuanya terlanjur serba terlambat. Ketiga, pengembangan usaha kecil dan menengah. Ekonomi kerakyatan hanya akan menjadi slogan kosong tanpa bangunan kokoh kompetensi UKM (termasuk koperasi) yang berdaya saing sebagai tulang punggungnya. Inilah yang menjadi pesan kelima tulisan ini. Upaya dan proses dalam mewujudkan otonomi daerah dan menghadapi kecenderungan globalisasi melalui ketiga agenda, perlu diupayakan menjadi virtuous cycle. Ketiga agenda kebijakan ini perlu menjadi agenda bersama semua pihak, yang tak berhenti pada tataran konsep dan kehendak, tetapi diimplementasikan ~ quod erat faciendum.

Gambar 2 Skema Ilustratif Agenda Strategis.

A. Peningkatan Kapasitas Masyarakat dan Dunia Usaha

Teknologi diharapkan akan dapat lebih bisa terakseskan seiring dengan perkembangan/kemajuan masyarakat. Namun tentunya hal ini juga erat terkait dengan sejauh mana kapasitas masyarakat itu sendiri dalam menyerap, memanfaatkan, menguasai dan mengembangkannya.

MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DANPERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA

10

Page 11: A1 Menjadikan Teknologi sebagai Instrumen Pemberdaya - Tatang AT

P2KT PUDPKMDB PKT

MENJADIKAN TEKNOLOGI SEBAGAI INSTRUMEN PEMBERDAYA:MENYIKAPI DINAMIKA PERUBAHAN ERA OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI

Tatang A Taufik

Kapasitas masyarakat (dan dunia usaha) merupakan konsep dinamis menyangkut pengetahuan, kemampuan, dan keberdayaan masyarakat untuk menciptakan dan memanfaatkan peluang untuk makin mampu menolong dirinya sendiri. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan hasil pembangunan lainnya di Indonesia, sayangnya memang belum bisa diklaim seiring sejalan dengan perkembangan peningkatan kapasitas masyarakat dan dunia usaha (terutama UKM).

Beragam “ukuran” mengindikasikan lemahnya kualitas SDM nasional secara umum. UNDP (2001) mengungkapkan misalnya bahwa posisi Indonesia berdasarkan: Indeks Kemiskinan Manusia (Human Poverty Index/HPI) yang merupakan indeks komposit untuk mengukur kekurangan dalam tiga dimensi yang diungkap dalam IPM: umur, pengetahuan, dan standar hidup; Indeks Pembangunan Manusia/IPM (Human Development Index/HDI) yang berisikan komponen angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan; Indeks Pencapaian Teknologi (Technology Achievement Index/TAI) yang merupakan indeks komposit berdasarkan delapan indikator pada empat dimensi (kreasi teknologi, difusi inovasi terkini, difusi inovasi lama, dan keterampilan manusia); dan Indeks Kreasi Teknologi (Technology Creation Index/TCI)8 yang menunjukkan jumlah paten per satu juta penduduk dan penerimaan royalti dan fee lisensi, berada di bawah rata-rata negara tetangga dan jauh tertinggal dari negara maju.9

Secara umum akses masyarakat terhadap human capital investment yang kalau ditafsirkan adalah pada pendidikan (dalam arti luas) demikian rendah.10 Akses informasi lewat internet (yang juga sebenarnya merupakan salah satu pangkal tolak proses pembelajaran penting bagi pencerdasan bangsa dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi) saja misalnya, masih demikian rendah.11

Demikian juga information divide atau digital divide yang sebenarnya juga kisahnya berhimpitan atau tak jauh beda dengan kesenjangan pengetahuan, kemampuan (termasuk kemampuan belajar) dan kemandirian dalam masyarakat, boleh jadi merupakan salah satu “akar persoalan” dari kemiskinan struktural yang juga mencerminkan seriusnya persoalan kesenjangan sosial-ekonomi masyarakat (meskipun indikator kuantitatif yang sering disodorkan sering dinilai tak terlalu mengkhawatirkan). Bila dirinci, gambaran klise demikian dapat menjadi sederet panjang. Tapi jelas bahwa persoalan ini harus secara sungguh-sungguh ditanggulangi.

Tabel 1 Perbandingan Indeks Pembangunan dan

8 TCI merupakan bagian dari TAI.9 Contoh lain yang mengindikasikan posisi relatif Indonesia dalam bidang iptek dapat dilihat

dalam Indikator Iptek Nasional dari PAPIPTEK-LIPI.10 Lihat misalnya World Bank (2001) dan IMD (2001).11 Pengguna internet di Indonesia diperkirakan hanya sekitar 1 %.

11

Page 12: A1 Menjadikan Teknologi sebagai Instrumen Pemberdaya - Tatang AT

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL

Teknologi Beberapa Negara.

Negara HPI*) HDI TAI TCI**)

AS 15,8 0,934 0,733 298

Jepang 11,2 0,928 0,698 994

Korea … 0,875 0,666 779

Australia 12,9 0,936 0,587 75

Cina 15,1 0,718 0,299 1

India 34,3 0,571 0,201 1

Singapura … 0,876 0,585 8

Malaysia 10,9 0,774 0,396 …

Thailand 14,0 0,757 0,337 1

Indonesia 21,3 0,677 0,211 …

Sumber: Human Development Report (UNDP, 2001).

Catatan:

*) HPI dihitung dengan formula berbeda untuk negara berkembang (HPI-1) dan OECD (HPI-2).

**) Yang diungkap di sini hanya jumlah paten per satu juta penduduk.

Dalam proses pembelajaran, semakin meningkat kapasitas masyarakat (untuk belajar), diharapkan semakin meningkat pula apa yang dapat diakses/diperoleh dan dikembangkan, dan demikian sebaliknya. Karena itu, capacity building merupakan hal yang sangat fundamental untuk menopang kokoh langkah ke depan dan memperbesar peluang bagi sebagian besar masyarakat dalam mengakses, memanfaatkan dan mengembangkan beragam kemajuan, serta berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan yang dilalui sehingga juga makin mampu menolong dirinya sendiri.

Dalam kaitan ini, agenda kebijakan teknologi setidaknya perlu diarahkan pada upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dan dunia usaha dalam memanfaatkan dan menciptakan peluang pembangunan, kemajuan iptek, dan dinamika perubahan lingkungan; mengembangkan kemandirian masyarakat dan dunia usaha; mengembangkan sistem-sistem produktif; serta mendukung pelaksanaan pembangunan daerah berbasis kompetensi. Ini esensi agenda pertama dari pesan kelima yang ditawarkan dari tulisan ini.

MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DANPERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA

12

Page 13: A1 Menjadikan Teknologi sebagai Instrumen Pemberdaya - Tatang AT

P2KT PUDPKMDB PKT

MENJADIKAN TEKNOLOGI SEBAGAI INSTRUMEN PEMBERDAYA:MENYIKAPI DINAMIKA PERUBAHAN ERA OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI

Tatang A Taufik

Beberapa elemen kunci yang perlu segera ditangani dalam agenda ini terutama adalah:

1. Penyempurnaan peraturan perundangan dan bentuk kebijakan lain yang terkait

2. Penguatan jaringan dan mekanisme alih teknologi

3. Prakarsa pengembangan ekonomi lokal berbasis pengetahuan/teknologi

4. Pengembangan kemampuan pengambilan keputusan tingkat lokal

5. Pengembangan pembelajaran sistemik tingkat lokal (local systemic learning).

B. Pengembangan dan Pemanfaatan Potensi Daerah dan Teknologi Masyarakat

Hingar-bingar banyak pihak dalam menyikapi otonomi daerah bisa dikatakan cukup beragam spektrumnya. Sayangnya, belum tampak upaya yang memadai untuk lebih menelaah pengembangan dan pemanfaatan potensi keragaman spesifik lokal. Bagaimanapun, kekayaan spesifik lokal merupakan anugerah sumber daya yang bukan saja harus dimanfaatkan secara bertanggungjawab untuk kesejahteraan masyarakat tetapi juga bagi pengembangan keunggulan relatif. Demikian halnya dengan kekayaan sosial budaya, khususnya pengetahuan dan teknologi yang mengakar-rumput. Teknologi masyarakat (indigenous technology) perlu dilindungi (termasuk dari ancaman pencurian kekayaan intelektual secara hukum), makin dikembangkan dan dimanfaatkan, serta agar dapat menjadi tumpuan kemampuan teknologi bangsa sendiri dalam membangun daya saing. Karena itu, agenda kebijakan teknologi setidaknya perlu diarahkan pada upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya setempat dan pengembangan unggulan daerah secara berkelanjutan; dan menumbuhkembangkan kemampuan teknologi sendiri; serta mengembangkan keunggulan relatif atas karakteristik spesifik daerah. Inilah esensi agenda kedua dari pesan kelima yang ditawarkan dari tulisan ini.

Beberapa elemen kunci yang perlu segera ditangani dalam agenda ini terutama adalah:

1. Penyempurnaan peraturan perundangan dan bentuk kebijakan lain yang terkait

2. Pemanfaatan dan pengembangan potensi spesifik lokal

13

Page 14: A1 Menjadikan Teknologi sebagai Instrumen Pemberdaya - Tatang AT

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL

3. Pemanfaatan, pengembangan dan perlindungan teknologi masyarakat

4. Pengembangan kompetensi daerah/sistem inovasi daerah

5. Pengembangan keunggulan daerah.

C. Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Pembangunan ekonomi bukan semata menyangkut peningkatan kesejahteraan masyarakat semata, tetapi juga menyangkut efisiensi alokasi sumber daya, keadilan, stabilitas dan daya saing berkelanjutan. Penguatan komitmen nasional dan pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif untuk mendorong pengusaha kecil dan menengah (PKM, termasuk koperasi) sebagai tulang punggung perekonomian nasional haruslah didukung dengan kebijakan yang konsisten. Kenyataan bahwa pelaku terbesar nasional adalah PKM dan beragam kecenderungan, terutama kemajuan iptek, globalisasi dan arah kecenderungan yang kuat kepada ekonomi pengetahuan, menjadikan makin strategisnya peran kebijakan teknologi dalam hal ini. Pendorong utama (prime mover) roda ekonomi yang berdaya saing akan makin ditentukan oleh teknologi. Namun efektivitas hal ini tentunya memerlukan pencerminan pemihakan yang jelas dan konsistensi pada, dan antara kebijakan teknologi dengan kebijakan lain, termasuk kebijakan terkait di daerah.

Debat yang mengemuka adakalanya lebih menyoal sisi isu yang sebenarnya kurang esensial, seperti pilihan teknologi canggih atau bukan (high tech vs. low tech) bagi UKM. Padahal, yang barangkali lebih krusial adalah bagaimana menjadikan teknologi (dengan segala kemajuan, dan tentu implikasinya) dapat menjadi instrumen pemberdaya dalam mengembangkan/memperkuat UKM agar kompetitif. Dalam hal ini, pilihan fokus strategis litbangyasa teknologi, sistem insentif, setting kelembagaan, dan kerangka kebijakan lain apa yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan aksesibilitas, pemanfaatan, difusi dan inovasi teknologi bagi UKM (terutama aspek kemanfaatannya dalam pemberdayaan) merupakan isu strategis yang selayaknya ditelaah. Bagaimana kebijakan yang konsisten untuk menstimulasi dan mengakselerasi pendayagunaan kemajuan teknologi informasi, telekomunikasi dan multimedia (telematika) bagi UKM misalnya, akan lebih relevan ketimbang polemik atas apakah telematika (karena “kecanggihannya”) harus menjadi pilihan pengembangan teknologi di Indonesia. Bagaimana peraturan perundangan menjadi instrumen efektif dalam membangun iklim ekonomi yang kondusif dan sebagai pijakan bersama dalam menciptakan dan meningkatkan akses yang adil bagi UKM dan usaha skala besar terhadap informasi, teknologi, pembiayaan dan sumber daya produktif lainnya misalnya, merupakan di antara isu sangat penting dan mendesak untuk dipecahkan.

MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DANPERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA

14

Page 15: A1 Menjadikan Teknologi sebagai Instrumen Pemberdaya - Tatang AT

P2KT PUDPKMDB PKT

MENJADIKAN TEKNOLOGI SEBAGAI INSTRUMEN PEMBERDAYA:MENYIKAPI DINAMIKA PERUBAHAN ERA OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI

Tatang A Taufik

Secara umum, agenda kebijakan teknologi setidaknya perlu diarahkan pada upaya mendorong peningkatan kewirausahaan teknologi di kalangan pelaku UKM dan menumbuhkembangkan UKM baru berbasis teknologi; memberdayakan/ mengembangkan UKM agar kompetitif, termasuk melalui pengembangan sistem dukungan teknologi bagi UKM secara integratif; serta mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang berdaya saing di daerah. Ini esensi agenda ketiga dari pesan kelima yang ditawarkan dari tulisan ini.

Beberapa elemen kunci yang perlu segera ditangani dalam agenda ini terutama adalah:

1. Penyempurnaan peraturan perundangan UKM

2. Peningkatan daya saing UKM existing dan UKM berbasis teknologi

3. Pengembangan kewirausahaan teknologi (technopreneurship)

4. Pengembangan sistem dukungan teknologi UKM.

5. PENUTUP

Menjadikan teknologi sebagai instrumen pemberdaya di berbagai bidang, yang merupakan tantangan kontekstual kekinian maupun masa depan bangsa, adalah tanggung jawab bersama (collective responsibility) sehingga selayaknya menjadi agenda aksi bersama (collective action) baik pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat. Pemihakan dalam menyikapi dinamika perubahan era otonomi daerah dan globalisasi yang tercermin dalam multiaspek kebijakan, termasuk kebijakan teknologi, haruslah jelas dan konsisten. Tentunya menumbuhkembangkan kesadaran politik, komitmen nasional dan konsistensi kebijakan dari setiap lembaga/pihak sangatlah penting dalam proses menghasilkan kebijakan yang efektif.

Adanya konsensus agenda bersama tak serta merta menjadikan semuanya mudah diwujudkan. Akan banyak ragam hambatan potensial yang perlu dihadapi pada berbagai tataran, dimensi ataupun pelaku, dari persoalan hambatan intelektual (rendahnya pendidikan), hambatan material (perangkat keras, lunak, dan sebagainya), hingga hambatan “mental” seperti menyangkut pola pikir (mindset), nilai-nilai, dan sikap, merupakan di antara pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan bersama.

Kemajuan bangsa untuk mampu keluar dari krisis dan mengakselerasi pencapaian kemajuan akan turut ditentukan oleh efektivitas peran pemerintah, termasuk melalui ketepatan kebijakan yang dikeluarkan. Kebijakan sebagai sebuah bentuk intervensi harus dijiwai oleh semangat pemberdayaan, yang apapun instrumennya

15

Page 16: A1 Menjadikan Teknologi sebagai Instrumen Pemberdaya - Tatang AT

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL

harus konsisten dan mampu memberikan sinergi positif. Ungkapan give them tools, not rules barangkali mestinya mewarnai setiap kebijakan yang dikeluarkan apabila keberdayaan masyarakat, dunia usaha, dan keberdayaan daerah hendak jadi tumpuan kekuatan bangsa memasuki hari esok yang lebih baik.

Konteks pemihakan di sini bukan semata ajakan pemberian perhatian lebih besar pada daerah (dengan sangat mengindahkan karakteristik spesifiknya, termasuk kebutuhan, masing-masing) dan pada sekelompok besar masyarakat pelaku (sebagai sumber dan/atau pengguna), melainkan juga pada upaya pemberdayaan yang menyemangati setiap kebijakan teknologi, baik melalui perlindungan tertentu, dorongan yang memperbesar peluang, maupun penguatan karakteristik menonjol yang dimiliki untuk makin berkembang. Kemauan dan kemampuan berintrospeksi dan mengoreksi diri menjadi pangkal tolak yang tak terhindarkan dari setiap prakarsa. Pada akhirnya, penyikapan dan tindakan pemerintah pun harus diletakkan dalam semangat mendorong berkembangnya pemberdayaan diri (self-empowerment) masyarakat itu sendiri. Hal ini merupakan esensi pesan keenam dari tulisan ini. Mudah-mudahan semua yang diungkapkan ini tidak hanya menjadi ungkapan klise dan menjelma sebagai sekedar retorika belaka, tetapi menjadi otokritik bagi semua pihak terkait.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Atkinson, Robert D., Randolph H. Court, dan Joseph M. Ward. 1999. The State New Economy Index: Benchmarking Economic Transformation in the States. Progressive Policy Institute. Technology & New Economy Project. July 1999.

2. Atkinson, Robert D. dan Randolph H. Court. 1998. The New Economy Index: Understanding America’s Economic Transformation. Progressive Policy Institute. Technology & New Economy Project. November 1998.

3. Beyers, William B., dan Peter B. Nelson. 1998. The Economic Impact of Technology-Based Industries in Washington State In 1997. A Report Prepared for the Technology Alliance, Seattle, WA.

4. Branscomb, L, et al. 1997. Investing in Innovation: Toward A Consensus Strategy for Federal Technology Policy. The Steering Committee of the Project on Technology Policy Assessment. Center for Science and International Affairs.

5. CAE. 1997. Technological Entrepreneurship and Engineering in Canada. Canadian Academy of Engineering. Background Report.

MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DANPERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA

16

Page 17: A1 Menjadikan Teknologi sebagai Instrumen Pemberdaya - Tatang AT

P2KT PUDPKMDB PKT

MENJADIKAN TEKNOLOGI SEBAGAI INSTRUMEN PEMBERDAYA:MENYIKAPI DINAMIKA PERUBAHAN ERA OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI

Tatang A Taufik

6. Carty, Arthur. 1999. The Role of Science and Technology in Innovation. Technology-based Innovation, Small Business and Regional Collaboration. Regional Network Workshop. CITN - NRC of Canada – CTN. Bali, Indonesia. November 1999.

7. CENVC. 2000. The Economic Future Of The San Joaquin Valley: Growing a Prosperous Economy that Benefits People and Place. Collaborative Economics for New Valley Connexions (CENVC). A Partnership of the Great Valley Center and the Office of Strategic Technology, California Trade and Commerce Agency. January 2000.

8. Gera, Surendra, dan Tony Weir. 2001. The Knowledge-Based Economy And Economic Growth: Theory and Empirical Evidence. ISR New Economy Issues Paper No. 3, Juni 2001.

9. GKII. Report of the Global Knowledge Forum Proceedings. Second Global Knowledge Conference (GKII). Kuala Lumpur, Malaysia. 7-10 March 2000.

10. Holthuyzen, Mike. 2000. Policies for Building the Knowledge Economy. Address To The Ceda Seminar On Building The Knowledge Economy - Part 4. Australia.

11. Howkins, John, dan Robert Valantin. 1997. Development and the Information Age: Four Global Scenarions for the Future of Information and Communication Technology. International Development Research Centre / United Nations Commission on Science and Technology for Development. Ottawa. Canada.

12. HPG. (Seri 1 s/d 5). 2000 Eight Imperatives for Leaders in a Networked World: A Series of Guidelines for the 2000 Election and Beyond. The Harvard Policy Group. On Network-Enabled Services and Government. John F. Kennedy School Of Government. Cambridge, Massachusetts. March 2000.

13. IMD. 2001. World Competitiveness Yearbook 2001. Institute for Management Development (IMD). Http://www.imd.ch/

14. Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. CIDES. PT Pustaka CIDESINDO. Jakarta.

15. Moschella, David dan Robert D. Atkinson. 1998. The Internet and Society: Universal Access, Not Universal Service. Progressive Policy Institute (PPI). September 1998.

16. NTIA. 2000, 1999, 1998. Seri Falling Through the Net 1999. Dari http://www.ntia.doc.gov/

17. OECD. 2001c. Understanding the Digital Divide. OECD.

17

Page 18: A1 Menjadikan Teknologi sebagai Instrumen Pemberdaya - Tatang AT

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL

18. OTP. 2000. Update - The Digital Workforce. Office Of Technology Policy. U.S. Department of Commerce.

19. PSRA. 2001. Education, Innovation and the Internet: Nobel Laureates Look To The Future. Final Report. Prepared by Princeton Survey Research Associates for Cisco Systems, Inc. November 2001.

20. UNDP. 2001. Human Development Report 2001: Making New Technologies Work for Human Development. The United Nations Development Programme (UNDP). New York. 2001.

21. World Bank. 2001 World Development Indicators. World Bank.

LAMPIRAN

Peringkat Daya Saing Dunia (IMD, hingga April 2001)

NO NEGARARANKING

2001 2000 1999 1998 1997

MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DANPERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA

18

Page 19: A1 Menjadikan Teknologi sebagai Instrumen Pemberdaya - Tatang AT

P2KT PUDPKMDB PKT

MENJADIKAN TEKNOLOGI SEBAGAI INSTRUMEN PEMBERDAYA:MENYIKAPI DINAMIKA PERUBAHAN ERA OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI

Tatang A Taufik

1 USA 1 1 1 1 1

2 Singapore 2 2 2 2 2

3 Finland 3 4 5 6 7

4 Luxembourg 4 6 3 3 8

5 Netherlands 5 3 4 4 4

6 Hong Kong 6 12 6 5 3

7 Ireland 7 5 8 7 10

8 Sweden 8 14 14 16 19

9 Canada 9 8 10 8 6

10 Switzerland 10 7 7 9 12

11 Australia 11 10 11 12 15

12 Germany 12 11 12 15 16

13 Iceland 13 9 13 18 21

14 Austria 14 15 18 24 20

15 Denmark 15 13 9 10 13

16 Israel 16 21 22 25 25

17 Belgium 17 19 21 23 23

18 Taiwan 18 20 15 14 18

19 U.K. 19 16 19 13 9

20 Norway 20 17 16 11 5

21 New Zealand 21 18 17 17 11

22 Estonia 22 - - - -

23 Spain 23 23 20 26 26

24 Chile 24 25 25 27 24

25 France 25 22 23 22 22

NO NEGARARANKING

2001 2000 1999 1998 1997

26 Japan 26 24 24 20 17

27 Hungary 27 26 26 28 37

19

Page 20: A1 Menjadikan Teknologi sebagai Instrumen Pemberdaya - Tatang AT

PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL

28 Korea 28 28 41 36 30

29 Malaysia 29 27 28 19 14

30 Greece 30 34 32 33 36

31 Brazil 31 31 34 35 34

32 Italy 32 32 30 31 39

33 China 33 30 29 21 27

34 Portugal 34 29 27 29 32

35 Czech Rep. 35 40 37 37 33

36 Mexico 36 33 35 34 40

37 Slovak Rep. 37 - - - -

38 Thailand 38 35 36 41 31

39 Slovenia 39 36 39 - -

40 Philippines 40 37 31 32 29

41 India 41 39 42 38 41

42 South Africa 42 43 43 42 42

43 Argentina 43 41 33 30 28

44 Turkey 44 42 38 39 35

45 Russia 45 47 46 43 46

46 Colombia 46 45 45 45 45

47 Poland 47 38 40 44 43

48 Venezuela 48 46 44 46 44

49 Indonesia 49 44 47 40 38

Sumber: IMD, 2001.

MENUMBUHKEMBANGKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL DANPERLINDUNGAN ASET INTELEKTUAL BANGSA

20