a. harta warisan dan ahli...

6
Halaman 1 dari 6 WARISAN DAN WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA DI INDONESIA Oleh : Kunto Prabowo, S.H., M.Kn. dan Rima Gravianty Baskoro, S.H., ACIArb. A. HARTA WARISAN DAN AHLI WARIS Harta warisan adalah harta peninggalan pewaris yang telah meninggal dunia, dimana harta warisan ini baru dapat dibuka atau dapat diwariskan kepada ahli waris (ab intestato atau testamenter) setelah terjadinya kematian. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 830 Burgerlijk Wetboek yang menyatakan sebagai berikut: Pewarisan hanya terjadi karena kematian.” Perlu diingat bahwa yang termasuk dalam harta warisan hanyalah harta milik pewaris. Dengan kata lain, pewaris tidak bisa mewariskan harta yang bukan miliknya. Untuk itu, bukti kepemilikan atas benda-benda maupun aset milik pewaris adalah hal yang sangat penting guna pembagian harta warisan. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 584 Burgerlijk Wetboek, sebagai berikut: Hak milik atas suatu kebendaan tidak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan kepemilikan, karena perlekatan, karena daluwarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat , dan karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu .Orang-orang yang berhak menerima warisan menurut Hukum Perdata Indonesia dibedakan menjadi dua macam, yaitu: I. Ditentukan oleh undang-undang, atau disebut juga ahli waris ab-intestato Ketentuan Pasal 852 Burgerlijk Wetboek mengatur antara lain mengenai pihak-pihak yang berhak untuk menjadi ahli waris (mewarisi), berikut dengan porsi pembagian warisan yang sama rata tanpa membedakan jenis kelamin atau kelahiran yang lebih dulu. Berdasarkan prinsip tersebut, maka yang berhak mewaris hanyalah orang- orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Baik itu berupa keturunan langsung maupun orang tua, saudara, nenek/kakek atau keturunannya dari saudara- saudaranya. Sehingga, apabila dimasukkan dalam kategori, maka yang berhak mewaris ada empat golongan besar, yaitu: a. Golongan I : suami/isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya; b. Golongan II: orangtua dan saudara-saudara (kakak dan adik) dari pewaris yang meninggal; c. Golongan III: Anggota keluarga pihak ibu atau pihak ayah dari pewaris yang meninggal.

Upload: lethu

Post on 03-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: A. HARTA WARISAN DAN AHLI WARISrimabaskoroandpartners.com/wp-content/uploads/2018/12/Warisan-dan... · a. Surat wasiat yang dibuat di hadapan notaris dan notaris ... kepada suami/istri

Halaman 1 dari 6

WARISAN DAN WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA DI INDONESIA

Oleh: Kunto Prabowo, S.H., M.Kn. dan Rima Gravianty Baskoro, S.H., ACIArb.

A. HARTA WARISAN DAN AHLI WARIS

Harta warisan adalah harta peninggalan

pewaris yang telah meninggal dunia,

dimana harta warisan ini baru dapat

dibuka atau dapat diwariskan kepada ahli

waris (ab intestato atau testamenter)

setelah terjadinya kematian. Hal ini

sebagaimana diatur dalam ketentuan

Pasal 830 Burgerlijk Wetboek yang

menyatakan sebagai berikut:

“Pewarisan hanya terjadi karena kematian.”

Perlu diingat bahwa yang termasuk

dalam harta warisan hanyalah harta milik

pewaris. Dengan kata lain, pewaris tidak

bisa mewariskan harta yang bukan

miliknya. Untuk itu, bukti kepemilikan atas

benda-benda maupun aset milik pewaris

adalah hal yang sangat penting guna

pembagian harta warisan. Hal ini

sebagaimana diatur dalam ketentuan

Pasal 584 Burgerlijk Wetboek, sebagai

berikut:

“Hak milik atas suatu kebendaan tidak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan kepemilikan, karena perlekatan, karena daluwarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu.”

Orang-orang yang berhak menerima

warisan menurut Hukum Perdata

Indonesia dibedakan menjadi dua

macam, yaitu:

I. Ditentukan oleh undang-undang, atau

disebut juga ahli waris ab-intestato

Ketentuan Pasal 852 Burgerlijk

Wetboek mengatur antara lain

mengenai pihak-pihak yang berhak

untuk menjadi ahli waris (mewarisi),

berikut dengan porsi pembagian

warisan yang sama rata tanpa

membedakan jenis kelamin atau

kelahiran yang lebih dulu.

Berdasarkan prinsip tersebut, maka

yang berhak mewaris hanyalah orang-

orang yang mempunyai hubungan

darah dengan pewaris. Baik itu berupa

keturunan langsung maupun orang

tua, saudara, nenek/kakek atau

keturunannya dari saudara-

saudaranya. Sehingga, apabila

dimasukkan dalam kategori, maka

yang berhak mewaris ada empat

golongan besar, yaitu:

a. Golongan I : suami/isteri yang

hidup terlama dan

anak/keturunannya;

b. Golongan II: orangtua dan

saudara-saudara (kakak dan adik)

dari pewaris yang meninggal;

c. Golongan III: Anggota keluarga

pihak ibu atau pihak ayah dari

pewaris yang meninggal.

Page 2: A. HARTA WARISAN DAN AHLI WARISrimabaskoroandpartners.com/wp-content/uploads/2018/12/Warisan-dan... · a. Surat wasiat yang dibuat di hadapan notaris dan notaris ... kepada suami/istri

Halaman 2 dari 6

Pada ahli waris ab intestato, Golongan

II berhak atas harta warisan dalam hal

Golongan I tidak ada, begitu pula

Golongan III berhak atas harta warisan

dalam hal Golongan 2 tidak ada.

II. Ahli Waris Testamenter atau Ahli

Waris Berdasarkan Wasiat Pewaris

Merupakan pihak yang ditunjuk

sebagai ahli waris oleh pewaris

melalui surat wasiat. Wasiat adalah

suatu pernyataan dari seseorang

tentang apa yang ia kehendaki apabila

ia meninggal dunia. Menurut

bentuknya, wasiat terbagi menjadi:

a. Surat wasiat yang dibuat di

hadapan notaris dan notaris

mencatatnya dengan disaksikan

oleh dua orang saksi, disebut juga

Openbaar Testamen (Pasal 932

Burgerlijk Wetboek);

b. Surat wasiat yang dibuat sendiri,

dengan tulisan tangan sendiri,

ditandatangani, disimpan dalam

amplop, dan diserahkan kepada

notaris dengan dua orang saksi

(Pasal 932 Burgerlijk Wetboek);

c. Testamenter tertutup / rahasia

(Pasal 940 Burgerlijk Wetboek)

B. SURAT WASIAT DAN TUGAS

NOTARIS

Ketentuan formil tentang wasiat adalah

bahwa surat wasiat harus dibuat tertulis

di hadapan Notaris atau

dititipkan/disimpan oleh Notaris.

Berdasarkan ketentuan Pasal 935

Burgerlijk Wetboek, apabila terdapat

wasiat yang ditulis, diberi tanggal dan

ditandatangani oleh pewaris, dibolehkan

tanpa perlu dilengkapi formalitas-

formalitas lainnya, dengan catatan wasiat

tersebut hanya terkait pakaian, perhiasan

tertentu dan perkakas rumah. Selain

daripada itu, maka Pasal 953 Burgerlijk

Wetboek mengamanatkan bahwa wasiat

yang dibuat harus memenuhi persyaratan

formalitas sebagaimana diatur dalam

Undang-undang. Bila tidak, maka surat

wasiat tersebut terancam batal.

Berikut adalah proses pembuatan surat

wasiat:

2. Wasiat dengan Akta Umum

Berdasarkan ketentuan Pasal 938

Burgerlijk Wetboek, pembuatan wasiat

dengan akta umum ini harus dibuat di

hadapan Notaris dengan 2 (dua) orang

saksi. Akta tersebut kemudian

ditandatangani oleh pewaris, Notaris,

dan 2 (dua) orang saksi tersebut.

Notaris harus menulis atau meminta

pewaris untuk menulis kehendak

pewaris dengan kata-kata yang jelas

menurut apa adanya yang

disampaikan oleh pewaris kepadanya.

Setelah itu, di depan para saksi dan

pewaris, Notaris harus membacakan

1. Wasiat Olografis

Wasiat Olografis yang seluruhnya

ditulis dan ditandatangani oleh pewaris

ini harus dititipkan oleh pewaris

kepada Notaris untuk disimpan.

Selanjutnya Notaris akan membuat

akta penitipan dan dengan disaksikan

oleh dua orang saksi, akta penitipan

tersebut ditandatangani oleh Notaris,

pewaris dan para saksi. Pada bagian

bawah Akta harus dijelaskan apakah

wasiat itu diserahkan secara terbuka

atau disegel.

Page 3: A. HARTA WARISAN DAN AHLI WARISrimabaskoroandpartners.com/wp-content/uploads/2018/12/Warisan-dan... · a. Surat wasiat yang dibuat di hadapan notaris dan notaris ... kepada suami/istri

Halaman 3 dari 6

wasiat tersebut dan memastikan

kepada pewaris bahwa yang

dibacakan itu telah memuat kehendak

si pewaris. Wasiat yang berwujud Akta

Notaris tersebut harus ditandatangani

oleh pewaris, Notaris dan para saksi,

sebagaimana diamanatkan oleh

ketentuan Pasal 939 Burgerlijk

Wetboek.

3. Surat Wasiat tertutup

Berdasarkan ketentuan Pasal 940

BURGERLIJK WETBOEK, dalam hal

pewaris membuat surat wasiat tertutup

atau rahasia, maka pewaris harus

menyampaikannya dalam keadaan

tertutup dan disegel kepada Notaris

dan dihadapan 4 (empat) orang saksi

untuk selanjutnya Notaris akan

membuat akta atas hal tersebut dan

ditandatangani oleh pewaris, notaris,

serta para saksi. atau pewaris harus

menerangkan bahwa dalam kertas

tersebut tercantum wasiatnya, dan

bahwa wasiat itu ditulis dan

ditandatangani sendiri, atau ditulis

oleh orang lain dan ditandatangani

olehnya. Wasiat tertutup ini akan tetap

disimpan oleh Notaris yang menerima

surat tersebut. Setelah pewaris

meninggal dunia, Notaris harus

menyampaikan wasiat rahasia atau

tertutup itu ke Balai Harta Peninggalan

dalam daerah warisan itu dibuka.

Balaih Harta Peninggalan akan

membuka wasiat itu dan membuat

berita acara tentang penyampaian dan

pembukaan wasiat itu serta tentang

keadaanya, kemudian

menyampaikannya kembali kepada

Notaris yang telah menyerahkan

wasiat tertutup tersebut.

Sebagaimana diamanatkan oleh

ketentuan Pasal 943 Burgerlijk Wetboek,

Notaris yang menyimpan surat-surat

wasiat diantara surat-surat aslinya, dalam

bentuk apa pun juga, setelah

meninggalnya pewaris, harus

memberitahukannya kepada orang-orang

yang berkepentingan.

Saksi-saksi yang hadir pada waktu

pembukaan wasiat, harus sudah dewasa

dan merupakan Warga Negara

Indonesia. Mereka harus mengerti

bahasa yang dipergunakan dalam

menyusun wasiat itu atau dalam menulis

akta penjelasan atau akta penitipan.

Khusus para saksi pada pembuatan

wasiat dengan akta terbuka, tidak boleh

diambil ahli waris atau penerima hibah

wasiat, keluarga sedarah atau semenda

sampai derajat keempat, anak atau cucu,

keluarga sedarah dalam derajat yang

sama, dan pembantu rumah tangga

Notaris yang menangani pembuatan

wasiat itu. Hal ini sebagaimana diatur

dalam ketentuan Pasal 944 Burgerlijk

Wetboek.

Meskipun harus mendahulukan kehendak

pewaris, namun dalam pembuatan

wasiat, Hukum Perdata di

Indonesia memberikan pembatasan yaitu:

a. Tidak boleh pengangkatan waris atau

hibah wasiat substitusi

fidelcommissaire, hal ini

sebagaimana diatur dalam ketentuan

Pasal 879 Burgerlijk Wetboek;

b. Tidak boleh memberikan wasiat

kepada suami/istri yang menikah

tanpa izin;

c. Tidak boleh memberikan wasiat

kepada istri kedua melebihi bagian

yang terbesar yang boleh diterima

Page 4: A. HARTA WARISAN DAN AHLI WARISrimabaskoroandpartners.com/wp-content/uploads/2018/12/Warisan-dan... · a. Surat wasiat yang dibuat di hadapan notaris dan notaris ... kepada suami/istri

Halaman 4 dari 6

istri kedua sebagaimana diatur dalam

Pasal 852a Burgerlijk Wetboek;

d. Tidak boleh membuat suatu

ketetapan hibah wasiat yang

jumlahnya melebihi hak pewaris

(testateur) dalam harta persatuan;

e. Tidak boleh menghibahwasiatkan

untuk keuntungan walinya; para guru

dan imam; dokter, ahli

penyembuhan, ahli obat-obatan dan

orang-orang lain yang menjalankan

ilmu penyembuhan, yang

merawat pewaris selama ia

menderita penyakit yang akhirnya

menyebabkan ia meninggal; para

notaris dan saksi-saksi dalam

pembuatan wasiat;

f. Tidak boleh memberikan wasiat

kepada anak luar kawin melebihi

bagiannya yang telah ditentukan

dalam Pasal 863 Burgerlijk Wetboek;

g. Tidak boleh memberikan wasiat

kepada teman berzina pewaris.

Sedangkan mereka yang dianggap tidak

pantas untuk menjadi ahli waris dan

demikian tidak mungkin mendapat

warisan adalah mereka yang

sebagaimana disebut dalam Pasal 828

Burgerlijk Wetboek, yaitu:

a. dia yang telah dijatuhi hukuman

karena membunuh atau mencoba

membunuh orang yang meninggal

itu;

b. dia yang dengan putusan Hakim

pernah dipersalahkan karena dengan

fitnah telah

mengajukan tuduhan terhadap

pewaris, bahwa pewaris pernah

melakukan suatu

kejahatan yang diancam dengan

hukuman penjara lima tahun atau

hukuman yang lebih berat lagi;

c. dia yang telah menghalangi orang

yang telah meninggal itu dengan

kekerasan atau

perbuatan nyata untuk membuat atau

menarik kembali wasiatnya;

d. dia yang telah menggelapkan.

memusnahkan atau memalsukan

wasiat orang yang

meninggal itu.

Selain itu, wasiat juga harus

memperhatikan bagian mutlak (legitieme

portie) dari para ahli waris. Para ahli

waris yang mempunyai bagian mutlak

(legitieme portie) disebut legitimaris.

Wasiat tidak boleh melanggar bagian

mutlak para legitimaris.

C. LEGITIEME PORTIE DAN UPAYA

HUKUMNYA

Adalah bagian mutlak dari harta

peninggalan yang harus diberikan kepada

ahli waris, yang mana si pewaris tidak

diboleh melanggar bagian mutlak ini baik

melalui hibah wasiat atau wasiat (Pasal

913 Burgerlijk Wetboek) Bagian mutlak ini

merupakan bagian dari warisan yang

diberikan oleh Undang-undang kepada

ahli waris dalam garis lurus ke bawah dan

ke atas.

Pemikiran pembuat undang-undang

tentang legitieme portie saat itu adalah

bahwa meskipun pewaris memiliki

kebebasan untuk menentukan

kehendaknya terkait warisannya, namun

rasanya tidak tepat jika tidak ada

perlindungan jatah warisan yang mutlak

bagi ahli waris ab-intestato selaku ahli

waris yang hubungannya paling dekat

dengan pewaris. Hal ini juga untuk

Page 5: A. HARTA WARISAN DAN AHLI WARISrimabaskoroandpartners.com/wp-content/uploads/2018/12/Warisan-dan... · a. Surat wasiat yang dibuat di hadapan notaris dan notaris ... kepada suami/istri

Halaman 5 dari 6

mencegah agar tidak mudah

mengesampingkan ahli waris ab-

intestato. Ahli waris ab-intestato yang

berhak atas bagian yang dilindungi oleh

undang-undang disebut dengan

“legitimaris”, sedangkan bagian waris

yang dilindungi oleh undang-undang

tersebut dinamakan “legitieme portie”.

Dengan demikian jelas bahwa karena

legitieme portie tidak boleh diganggu,

maka pewaris jika ingin memberikan

warisannya kepada ahli waris lain diluar

ahli waris ab-intestato hanya bisa

memberikannya dari bagian warisan yang

tersedia (beschikbaar) yang mana bagian

tersebut di luar dari legitieme portie.

Adapun pembagian legitieme portie ini

diatur dalam ketentuan Pasal 914 s.d.

Pasal 916 Burgerlijk Wetboek, dengan

perincian sebagai berikut:

1. jika pewaris hanya

meninggalkan 1 orang anak

sah maka legitieme portie-nya

adalah setengah dari bagian warisan

yang menjadi haknya berdasarkan

undang-undang;

2. jika meninggalkan dua orang anak

sah, maka legitieme portie-nya

adalah dua pertiga dari bagian

warisan yang menjadi haknya

berdasarkan undang-undang;

3. jika meninggalkan tiga orang anak

sah atau lebih, maka legitieme portie-

nya adalah tiga perempat dari bagian

warisan yang menjadi haknya

berdasarkan undang-undang;

4. Untuk ahli waris dalam garis

keatas (orang tua, kakek/nenek

pewaris), besarnya legitieme portie-

nya adalah selamanya setengah dari

bagian warisan yang menjadi haknya

berdasarkan undang-undang.

5. Untuk anak di luar perkawinan

namun telah diakui dengan sah,

legitieme portie-nya adalah seperdua

dari bagian warisan yang menjadi

haknya berdasarkan undang-undang.

Dalam hal terjadinya hibah maupun

wasiat yang merugikan bagian legitieme

portie, maka para legitimaris diberikan

hak untuk menuntut agar mereka tetap

mendapatkan bagian legitieme portie-nya

yang telah dijamin oleh undang-undang.

Undang-undang telah memberikan

perlindungan dan jaminan kepada

legitimaris untuk memperoleh legitieme

portie dari warisan pewaris. Oleh karena

itu berdasarkan ketentuan Pasal 834

Burgerlijk Wetboek, legitimaris yang

terlanggar hak mutlaknya dapat

melakukan upaya hukum berupa

pengajuan gugatan perdata ke

pengadilan. Gugatan tersebut pada

intinya bertujuan untuk menuntut supaya

diserahkan apa saja yang dengan alas

hak apa pun ada dalam warisan itu,

beserta segala penghasilan, pendapatan

dan ganti rugi, menurut peraturan-

peraturan yang berlaku di Indonesia.

D. PENOLAKAN WARISAN

Meskipun undang-undang mengatur

pihak-pihak yang berhak menerima waris,

perlu diingat bahwa penerimaan warisan

itu sifatnya tidak imperatif. Hal ini

sebagaimana diatur dalam ketentuan

Pasal 1045 Burgerlijk Wetboek, yang

mengatur sebagai berikut:

“Tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya.”

Page 6: A. HARTA WARISAN DAN AHLI WARISrimabaskoroandpartners.com/wp-content/uploads/2018/12/Warisan-dan... · a. Surat wasiat yang dibuat di hadapan notaris dan notaris ... kepada suami/istri

Halaman 6 dari 6

Undang-undang tetap memberikan

kebebasan bagi para ahli waris untuk

menolak warisan, namun Pasal 1057

Burgerlijk Wetboek mensyaratkan bahwa

penolakan tersebut harus dinyatakan

dengan tegas dalam suatu pernyataan

yang dibuat di kepaniteraan Pengadilan

Negeri dalam daerah hukum warisan

tersebut dibuka.

Penolakan terhadap warisan ini harus

dilakukan terhadap seluruh harta warisan

yang jatuh kepada si ahli waris yang

menolak, tidak bisa dilakukan hanya

terhadap sebagian-sebagian harta

warisan saja. Hal ini karena pasal 1058

Burgerlijk Wetboek mengatur bahwa

dengan adanya penolakan warisan maka

akibat hukumnya adalah si ahli waris

yang menolak tersebut dianggap tidak

pernah menjadi ahli waris.

Akibat hukum dari penolakan warisan

oleh ahli waris ini adalah:

Ahli waris tidak mendapatkan

harta warisan yang seharusnya

menjadi haknya; dan

Ahli waris dibebaskan dari

hutang-hutang pewaris yang

dibebankan kepadanya. Hal ini

sesuai pendapat hukum J.

Satrio, S.H., berjudul “Hukum

Waris”, mengatakan bahwa

warisan adalah kekayaan yang

berupa kompleks aktiva dan

pasiva si pewaris yang

berpindah kepada para ahli

waris. Jadi jika seseorang

menerima warisan dari

pewaris, maka tidak hanya

hartanya yang ia terima, tetapi

ia juga harus memikul utang

pewaris.