7.antropologi psikologi
TRANSCRIPT
Antropologi Psikologi
Bab IPENDAHULUAN
A. Hakikat Ilmu Antropologi Psikologi
Antropologi Psikologi (Psycological Anthropology) adalah subdisiplin ilmu antropologi.
Ilmu antropologi psikologi adalah ilmu yang menjembatani kebudayaan dan kepribadian,
yang menjadi fokus dari dua ilmu yang berbeda (antropologi dan psikologi), yang sebenarnya
sangat erat hubungannya.
Antropologi dan psikologi adalah subdisiplin ilmu antropologi. Nama subdisiplin ilmu
antropologi ini, sebenarnya nama baru dari ilmu yang dahulu dikenal dengan dengan nama
Culture dan Personality (kebudayaan dan kepribadian), atau kadang juga disebut Ethno-
psychology (psikologi suku bangsa). Subdisiplin ini sejak lahirnya sudah bersifat
antardisiplin. Hal ini disebabkan karena bukan saja teori, konsep, serta metode penelitiannya
dipinjam dai berbagai disiplin seperti antropologi, psikologi, psikiatri, dan psikoanalisa;
melainkan juga para pendirinya berasal dari disiplin yang bermacam-macam, sebelum
mereka menjadi ahli antropologi. Mereka itu antara lain adalah Margaret Mead (ahli
antropologi), Abram Kardiner (ahli psikiatri), W.H.R. River (ahli psikologi), Erik H. Erikson
(ahli psikoanalisa neo freudian), dan lain lain. Berdasarkan tokoh-tokoh yang berasal dari
berbagai disiplin ilmu menunjukan bahwa di sanalah ilmu antropologi budaya dan sosial
dapat berhubungan dengan ilmu psikologi kepribadian, psikologi perkembangan, ilmu
psikiatri, dan psikoanalisa secara sangat akrab dan produktif.
Beberapa peneliti berusaha melakukan penelitian yang berkenaan dengan antropologi
psikologi. Menurut Singer penelitian antropologi psikologi dapat dikategorikan ke dalam tiga
kelompok permasalahan besar,yaitu:
1. Kelompok hubungan kebudayaan dengan sifat pembawaan manusia (human nature).
2. Kelompok hubungan kebudayaan dengan kepribadian khas kolektif tertentu (typical
personality), dan
3. Kelompok hubungan kebudayaan dengan kepribadian individual (individual personality).
Dari ketiga kelompok permasalahan besar itu timbul beberapa pokok permasalahan
penelitian lainnya, yaitu:
a. Hubungan antara perubahan kebudayaan dengan perubahan kepribadian, dan
b. Hubungan kebudayaan dengan kepribadian abnormal.
B. Sejarah Perkembangan Ilmu Antropologi Psikologi
Ada dua salah anggapan yang harus dikoreksi sehubungan dengan sejarah
perkembangan ilmu antropologi psikologi: a) menganggap ilmu Antropologi Psikologi adalah
subdisiplin baru dari ilmu Antropologi Umum; b) menganggap ilmu Antropologi Psikologi
adalah suatu ilmu yang diciptakan oleh sarjana Amerika Serikat saja.
Jika lebih tepat lagi, lahir ilmu ini sudah sejak diadakan ekspedisi Cambridge ke selat
Torres pada 1898 (Hunt, 1967: ix).
Yang paling penting bagi perkembangan ilmu Antropologi psikologi adalah Spengler,
karena ia adalah teoritikus pertama yang telah mengajukan untuk pertama kali berpendapat
tentang peminjaman unsur-unsur kebudayaan secara selektif, yakni suatu bangsa jika
meminjam unsur kebudayaan lain akan memilih yang sesuai dengan kebudayaannya sendiri.
Jika kurang sesuai, unsur kebudayaan asing tersebut akan dirombak sesuai dengan
kebudayaan pribuminya.
C. Penelitian Antropologi Psikologi di Indonesia
Penelitian antropologi psikologi di Indonesia sedikitnya dibagi menjadi dua masa, yaitu: 1)
sebelum perang dunia kedua, dan 2) setelah perang dunia kedua.
1. Masa Sebelum Perang Dunia Kedua
Penelitian antropologi psikologi di Indonesia, telah dimulai jauh sebelum orang di AS dan
Inggris (antara 1920-1935) memulainya. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan
seorang ahli antropologi Belanda bernama A.W. Niewenhuis terhadap sifat pembawaan
manusia daro beberapa suku bangsa di Indonesia. Akan tetapi penelitian antropologi
psikologi di Indonesia secara intensif bukanlah dilakukan oleh orang Belanda tersebut,
melainkan oleh orang Amerika yang sekaligus merintis antropologi psikologi di negara
mereka bahkan juga di dunia. Mereka itu adalah Cora Dubois dan Margaret Mead yang
dibantu dengan Gregory Bateson. Tujuan penelitian Margaret Mead dan Gregory Bateson
adalah untuk mengetahui kepribadian khas orang Bali, dengan jalan mempelajari cara
pengasuhan anak di desa Bayung Gede.
2. Masa Setelah Perang Dunia Kedua
Setelah usai perang dunia kedua, topik akulturasi dan kontak sosial telah mendapat
perhatian besar dari para ahli antropologi, terutama agi mereka yang mengadakan penelitian
di daerah Pasifik dan Indonesia. Hampir semua kepustakaan di mengenai akulturasi di
Indonesia berkesimpulan, fenomena akulturasi di Indonesia adalah juga krisis sosial. Ahli
antripologi Belanda, J. Van Baal, misalnya menganggap krisis sosial karena usaha pihak
Indonesia untuk menyesuaikan diri mereka dengan zaman baru. Utnuk mencapai itu orang-
orang Indonesia harus mengubah dasar pandangan hidup serta dasar cara berfikir kunonya ke
yang bersifat modern. Bagi J. Van Baal, proses akulturasi bukan hanya merupakan suatu
proses masuknya unsur kebudayaan asing ke dalam kebudayaan pribumi semata-mata,
melainkan juga merupakan suatu proses tambahan dan penyesuaian diri kembali dari cara
hidup pribumi ke cara hidup modern.
Penelitian antropologi psikologi uang dilakukan ahli antropologi berkebangsaan Indonesia
sendiri masih sedikit sekali, namun hasilnya cukup menarik. Dua orang ahli antropologi
lulusan Universitas Indonesia misalnya, dalam rangka penulisan skripsi mereka telah
mengadakan penelitian di bidang antropologi psikologi.
D. Peranan Penelitian Antropologi Dalam Pembangunan Indonesia
Penelitian Antropologi Psikologi di Indonesia ,empinyai peranan penting dalam
pembangunan bangsa, karenadapat memberi bahan keterangan untuk kepentingan juga
sebagai bahan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dalam arti sebagai individu
sekaligus makhluk sosial yang merupakan kesatuan bulat, yang harus dikembangkan secara
imbang, selaras, dan serasi (lihat Buku I: Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila,
1978: 41).
Metode penelitian yang dipergunakan untuk penelitian terdebut, adalah seperti apa yang
telah dikembangkan ahli-ahli Antropologi Psikologi AS Florence R. Kluckkhohn dan Clyde
Kluckkhohn, yang dapat dibaca dalam buku Variations in Value Orientations (Kluckkhohn &
Strodbeck, 1961). Penelitian Koentjaraningrat itu sampai saat 1986 masih terus dilanjutkan
dan belum diterbitkan. Koentjaraningrat telah pula mencoba untuk meneliti nilai-nilai
budaya yang terkandung dalam folklor suku bangsa masing-masing.
Bab II
BEBERAPA TEORI DAN KONSEP ANTROPOLOGI PSIKOLOGI
A. Beberapa Teori Pembawaan Manusia
1) Teori Seksualitas Kanak-kanak Sigmund Freud
Tahap Oral
Perasaan seksual anak yang pertama kali muncul adalah ketika sang anak mengemut
puting payudara ibunya. Pada tahap yang sangat dini dan dimulai sejak anak dilahirkan
hingga sekitar usia satu tahun ini , ibu merupakan objek seksual sang anak. Periode ini pun
kemudian berlanjut pada tahap seksualitas masa kecil dimana sang anak akan terkesan akan
penginderaan tubuhnya sendiri yang ditandai dengan kebiasaan bayi mengemut banyak
bagian tubuhnya terutama jempolnya sendiri. Kebiasaan mengemut jempol dan benda-benda
lain yang menempel di bagian tubuhnya seperti baju yang ia pakai dan sebagainya ini adalah
merupakan kelanjutan dari mengemut puting susu ibunya. Emutan ini bersifat ritmis dan
seringkali juga disertai dengan gesekan. Freud mengatakan bahwa hal ini akan mengarah
pada masturbasi. Kegiatan ini sangat mengasyikan dan nyaman serta sering kali mengantar
sang bayi pada tidur nyenyaknya.
Tahap Anal
Tahap ini berlangsung antara umur 1 hingga 3 tahun yang oleh Freud disebut sebagai fase
latihan kamar kecil yakni fase ketika sang anak belajar untuk mengendalikan kandung kemih
dan isi perutnya. Menurut Freud pada tahap ini anak-anak akan merasa sangat bangga karena
bisa menghasilkan kotorannya sendiri. Ketika menjalani latihan kamar kecil ini, anak-anak
seringkali memegang-megang kotorannya sendiri, karena ia ingin menikmati kesenangan
erotis ketika mampu menghasilkan kotoran secara pribadi.
Tahap Phallic
Tahap ini berlangsung antara umur 3 hingga 5 tahun. Sekarang genital menjadi zona
erogen dan anak mulai melakukan masturbasi. Zona genital anak kecil oleh ibunya sering
dicuci, digesek dan sebagainya ketika sehabis buang kotoran atau pun mandi yang tanpa
disadari oleh ibunya bahwa ketika terjadi gesekan, bilasan dan sebagainya ini membuat sang
anak merasa nyaman dan terangsang. Dan dengan segera sang anak pun kemudian mencoba
untuk melakukannya sendiri dengan gesekan tangan atau dengan merapatkan paha.
Disamping perpindahan zina rangsangan yang mengarah ke zona genital, pada masa ini pun
menurut Freud semua anak pada tahap ini khusus untuk anak perempuan merasakan ‘penis
envy’ yaitu sebuah kecemburuan kepada anak laki-laki yang memiliki penis. Para anak
perempuan melihat diri mereka sendiri telah dikebiri oleh orang tuanya. Dalam tahap ini juga
berkembang kompleks Oedipus yakni sang anak akan jatuh cinta pada ibunya sendiri dan
menjadi cemburu terhadap ayahnya serta ingin membunuh serta menyingkirkan ayahnya agar
tak menghalanginya.
Tahap Latensi
Menurut Freud, perasaan dari tahap Oedipal akhirnya ditekan dan dorongan dorongan
seksual mereda hingga tibanya masa pubertas.
Tahap Genital
Tahap terakhir pada perkembangan seksual pun adalah tahap genital ini yang berlangsung
sejak pubertas dan seterusnya. Pada tahap ini terjadi pembaharuan terhadap minat seksual dan
objek yang baru pun ditemukan untuk pelampiasan dorongan seksnya.
2) Teori Gejala Akil Balig Margaret Mead
Menurut hasil penelitian, Mead berkesimpulan bahwa para gadis di Samoa tidak
mengalami gejala akil baligh, karena keluarga orang samoa buka termasuk keluarga inti,
sehingga seorang anak tidak selalu harus berhubungan terus-menerus dengankedua
orangtuanya, tetapi juga mendapat kesempatan untuk berhubungan secara bebas dengan
anggota kerabatnya yang lain. Penelitiannya di Papua, Mead berkesimpulan bahwa perbedaan
sifat-sifat kepribadian atau temperamen antar laki-laki dan wanita tidak bersifat universal,
karena dalam kebudayaan Arapesh tidak ada perbedaan temperamen antar laki-laki dan
perempuan, keduanya mempunyai kepribadian yang halus, lembut, dan pasif. Sebaliknya
pada masyarakat Mundugumor, kedua jenis kelamin mempunyai kepribadian yang kasar,
keras, dan agresif seperti yang dimiliki laki-laki pada umumnya masyarakat Eropa-Amerika.
Pada masyarakat Tchambuli, kaum wanita pada umumnya berkepribadian kasar, keras, dan
aktif, dan melaksanakan tugas berat, sedangkan laki-laki sebaliknya.
B. Benerapa Teori Kepribadian Khas Kolektif Tertentu
1) Teori Pola Kebudayaan Ruth Benedict
Teori Pola Kebudayaan (Pattern of Culture) dapat juga disebut sebagai teori konfigurasi
kebudayaan, teori mozaik kebudayaan, teori representation colletive, atau teori etos
kebudayaan. Teori benedict dapat diringkas sebagai berikut: “Di dalam setiap kebudayaan
ada aneka ragam tipe temperamen, yang telah ditentukan oleh faktor keturunan (genetic) dan
kebutuhan (konstitusi), yang timbul berulang-ulang secara universal. Namun setiap
kebudayaan hanya memperbolehkan jumlah terbatas dari tipe temperamen tersebut
berkembang. Dantipe-tipe temperamen tersebut hanya yang cocok dengan konfigurasi
dominan. Mayoritas dari orang-orang dalam segala masyarakat akan berbuat sesuai terhadap
tipe dominan dari masyarakatnya. Hal ini disebabkan karena temperamen mereka cukup
plastis untuk dibentuk tenaga pencetak dari masyarakat. Ini adalah apa yang disebut tipe
kepribadian normal. Benedict berpendapat bahwa tidak ada kriteria yang shahih(valid)
mengenai tipe kepribadian “normal” dan “abnormal”. Suatu kepribadian dianggap normal
apabila sesuai dengan tipe kepribadian yang dominan, sedangka tipe kepribadian yang sama
jika tidak sesuai dengan kepribadian yang dominan akan dianggap abnormal alias tidak
normal atau penyimpangan (derivant).
2) Teori Gaya Hidup Petani Desa Robert Redfield
Menurutnya masyarakat di kelompokkan menjadi 3 bagian:
a. Folk, masyarakat primitif yang belum memiliki kebudayaan;
b. Person society, masyarakat petani desa yang memiliki ketergantungan dengan masyarakat
kota;
c. Urban society: ketergantungan pada masyarakat desa, kebudayaan kompleks, mengenal
peradanab.
3) Teori Kepribadian Status Ralph Linton
Kepribadian status adalah seperangkat kepribadian tipikal yang sesuai dengan status
seseorang di dalam masyarakatnya. Status tersebut berkaitan dengan pekerjaannya. Seorang
pribadi yang menduduki status sosial harus mengembangkan sikap dan emosi yang sesuai dan
berguna bagi status tersebut.
Pribadi-pribadi yang dapat membawakan kepribadian statusnya dengan baik dan tepat, adalah
orang yang penyesuaian dirinya baik.
4) Teori Struktur Kepribadian Dasar Kardiner Linton dan DuBois
Struktur Kepribaduian Dasar ini sebenarnya adalah alat penyesuaian diri individu, yang
umum bagi semua individu di dalam suatu masyarakat.
Yang termasuk dalam struktur kepribadian dasar adalah: (1) teknik berfikir (technique of
thinkings), misalnya apakah ilmiah atau animistis; (2) sikap terhadap benda hidup atau mati
(attitude toward objects), misalnya menerima atau menolak, tergantung dari pengalaman
sewaktu masih kanak-kanak (anak yang semasa kecilnya dikejami ibunya, setelah dewasa
akan menolak wanita misalnya); (3) sistem keamanan dan kesejahteraan (security system),
yang dapat dinilai dari kecemasan (axciety) dan kekecewaan karena ketidak berdayaan
(frustration) sewaktu masih kanak-kanak (seorang anak yang semasa kanak-kanaknya selalu
dalam keadaan kelaparan, akan menjadi orang yang bersifat hemat setelah dewasa misalnya);
dan pembentukan super ego, atau bagian dari kepribadian dari individu yang terbentuk
dengan jalan mengambil-alih pandangan hidup dari orang tuanya (Kardiner, 1961: 230).
5) Teori Kepribadian Rata-rata DuBois
Teori Kepribadian Rata-rata timbul sebagai akibat penelitian ai pulau Alor yang
dilakukan Cora DuBois.
Terjadinya tipe kepribadian rata-rata, menurut Cora DuBois, adalah sebagai hasil saling
pengaruh-mempengaruhi antara kecenderungan dan pengalaman dasar, yang ditentukan oleh
proses fisiologis neurologis. Tipe kepribadian rata-rata pada umumnya ada pada kolektif
manusia dalam usaha menghadapi lingkungan kebudayaan, yang menolaknya, mengarahnya,
dan memuaskan segala kebutuhan.
6) Teori Kepribadian Orang Modern Alex Inkeles
Menurut ia tujuan utama pembangunan ekonomi adalah memungkinkan setiap orang
untuk mencapai suatu taraf hidup yang layak. Namun pada akhirnya ide pembangunan
mengharuskan adanya perubahan watak manusia—suatu perubahan yang merupakan alat
untuk mencapai tujuan yang berupa pertumbuhan yang lebih lnjut lagi, dan bersamaan itu
juga merupakan tujuan besar proses pembangunan itu sendiri. Perubahan watak tersebut
adalah perubahan dari yang tradisional menjadi yang modern. Apa yang dimaksud dengan
manusia modern itu? Dan apa yang membuatnya modern?
o Pertama, peerubahan dari manusia yang leih tradisional menjadi manusia yang modern,
seiring berarti melepaskan cara berfikir dan berperasaan.
o Kedua, sifat yang membuat seorang menjadi modern itu tidak sering tampak sebagai suatu
ciri yang netral, tetapi merupakan ciri dari orang barat pada umumnya yang hendak
dipaksakan pada orang lain, untuk menjadikan mereka sama seperti orang barat tersebut.
o Ketiga, tidak berguna atau cocok bagi kehidupan dan keadaan dari mereka.
Ciri khas orang modern ada dua, yaitu:
Pertama ciri luar, mengenai lingkungan alam. Seperti;URBANISASI, PENDIDIKAN,
politikasi, komunikasi massa dan industrialisasi.
Kedua ciri dalam, yaitu mengenai sikap, nilai dan perasaan. Seorang baru dapat
menjadi modern apabila telah mengalami perubahan ciri dalam, dari yang tradisional menjadi
modern.
7) Teori Determinisme Masa Kanak-kanak Dalam Hubungan Kajian Watak Bangsa
Selama Perang Dunia ke II banyak antropolog Amerika dan Inggris, di antaranya
Margaret Mead, Geofrey Gorer, Gregory Bateson dan Ruth Benedict diperbantukan pada
pemerintah. Mereka mencoba untuk merumuskan konsep watak bangsa (national character)
dari beberapa negara, seperti Uni Soviet, Rumania, Thailand dan Jepang.
Kesukaran yang dihadapi ialah sulit mengadakan perjalanan ke negara-negara yang akan
diteliti karena situasi perang. Karenanya, cara yang dilakukan adalah mewawancarai orang-
orang yang tinggal di AS, dan mengadakan studi literatur. Selain itu mempelajari sejarah
Jepang, dan mencoba melihat dunia seperti yang diamati orang Jepang. Metode semacam itu
dapat disebut meneliti suatu kebudayaan dari kejauhan. Dari penelitian tersebut dihasilkan
beberapa teori, antara lain :
a. Hipotesa Latihan Buang Air Besar Geofrey Gorer
Tahun 1943 Gorer menerbitkan artikel berjudul “Themesin Japanese Culture” yang
mengungkapkan keterpukauan perhatian berlebihan dari orang Jepang terhadap upacara
kerapihan dan ketertiban, sehingga dapat dibandingkan dengan sifat gangguan jiwa
compulsive neurotic (gangguan jiwa yang berbuat sesuatu di luar keinginannya) yang
menghinggapi beberapa penduduk di Eropa.
Hipotesa : Penyebab utama gangguan jiwa tersebut adalah latihan buang air besar (toilet
training) yang diperoleh semasa kanak-kanak.
Menurut Gorer, dibalik sifat orang Jepang yang rapih dan tertib itu ada keinginan
tersembunyi untuk berbuat agresif. Upacara yang bersifat teliti merupakan penyaluran dari
dorongan hati yang berbahaya (dangerous urge) itu.
Sifat agresif yang terpendam itu akibat kebencian sewaktu bayi yang dipaksa melakukan
sesuatu yang tidak dimengertinya, karena harus mengendalikan otot lubang dubur. Kebencian
itu akan tetap merupakan sebagian dari kepribadiannya setelah dewasa nanti. Dalam keadaan
normal, rasa kebencian tersebut tak tersalurkan dan ditekan. Akibatnya, jika ada peluang sifat
agresif itu akan meletup kuat sehingga dapat bertindak kejam dan sadistis.
Kritik : Menurut Robert N.Bellah, penyebab terbentuknya sifat tertib dan rapih orang
Jepang ialah kode Samurai (samurai code) yang berkembang sejak zaman Tokugawa, dan
mempengaruhi masyarakat melalui gerakan keagamaan. Kode Samurai ini dapat
dibandingkan dengan Etika Protestan yang mempunyai ciri sifat suka bekerja keras dan
pengingkaran pada kenikmatan diri (self denial).
b. Hipotesa Pembedungan Anak Geogrey Gorer
Penelitian ditekankan pada praktek pengasuhan anak orang Rusia. Hasilnya memperoleh
“kunci” dari watak mayoritas orang Rusia (The Great Russian Character) yang berupa
pembedungan (swaddling), sehingga timbul sifat manic depressive masal pada orang Rusia
dewasa pada umumnya.
Hipotesa : Penyebab utama gangguan jiwa tersebut adanya kekangan fisik semasa kanak-
kanak melalui praktek pembedungan.
Menurut Gorer, pembedungan ini sangat menghambat gerak-gerik si anak dan juga
ekspresi emosionalnya melalui seluruh tubuhnya. Sifat depressive timbul sebagai akibat
terkekang perasaan selama dibedung sehingga frustasi dan putus asa. Sifat manic timbul
waktu anak dilepas bedungnya, sewaktu disusui dan memperoleh kasih ibunya. Itulah
sebabnya di satu sisi orang Rusia senang pesta bermabuk-mabukan (orgiastic feast), tapi di
sisi lain merasa sedih dan berdosa sehingga sering mengadakan pengakuan dosa atas dosa
yang tidak mereka lakukan.
Generalisasi kepribadian tipikal orang Rusia ini hanya berlaku pada orang Rusia dari
golongan petani dan kaum buruh saja. Pada bangsa lain yang juga mempraktekan
pembedungan tidak sampai mengakibatkan manic depressive, karena (1) cara pembedungan
beraneka ragam, (2) lama pembedungan tidak sama.
Kritik : Menurut Bertram D.Wolfe, pengakuan dosa dilakukan pula oleh para pendeta
Katolik Roma di Cekoslovakia kepada penguasa komunis. Jadi bukan dibedung, tapi
mungkin dari tekanan dan siksaan kejam dari pihak penguasa totalitarian. Di Rusia banyak
kaum intelek tidak pernah dibedung, tapi mengakui kesalahan yang tidak mereka lakukan
dengan harapan agar diperingan hukuman.
Hikmah : (1) hipotesa Gorer yang menganggap bahwa 5 sampai 6 tahun pertama dari
kehidupan seorang anak penting bagi pembentukan kepribadian dewasanya kelak, kini
banyak dianut para ahli yang mempelajari perkembangan anak, (2) walau banyak kelemahan,
hipotesa ini penting karena dapat dijadikan permasalahan untuk diuji di lapangan.
c. Konsep Schismogenesis Gregory Bateson
Setelah PD II berakhir, para antropolog yang telah bekerja bagi pemerintah AS tetap
meneruskan penelitiannya mengenai watak bangsa (national character) dengan suatu proyek
penelitian yang disebut Contemporary Culture. Metode penelitian yang digunakan tetap
sama, yaitu Study Culture from Distance. Adapun pendekatan teoritisnya adalah gabungan
dari teori Freud tentang pentingnya pengasuhan anak, dan metode penganalisaan yang
dikembangkan Gregory Bateson yang disebut konsep Schismogenesis (concept of
schismogenesis), yaitu penelitian mengenai dua kutub yang kontras (bipolar interaction).
Konsep Schismogenesis
Schismogenesis adalah suatu proses pembedaan dalam norma-norma kekhasan pribadi
sebagai akibat interaksi antara individu-individu yang terus menerus secara bertimbun
banyak. Menurut Bateson, masyarakat di dunia berbeda dalam sifat pola interaksi bipolar
tersebut. Dengan meneliti cara khas hubungan antar pribadi (interpersonal) dan antar
kelompok (intergroup relationship) dapat menyimpulkan watak tipikal suatu masyarakat.
Seorang individu belajar dengan jalan mengambil alih pola watak (characteristic
pattern) dari hubungan peran (role) dalam masyarakat tempat ia dilahirkan. Misalnya,
seorang anak dalam hubungannya dengan orang tuanya akan berperan sebagai pihak yang
menggantungkan diri (dependence), sedangkan orang tua sebagai pihak yang memberi
bantuan (succoring).
Berdasarkan konsep Schismogenesis, bila kita hendak meneliti pola watak suatu suku
bangsa, maka kita harus melihat interaksi bipolarnya. Interaksi bipolar untuk hubungan
orang tua – anak misalnya dapat bersifat sebagai ; penguasa (dominance) – yang dikuasai
(submission) memberi bantuan (succorance) – menggantungkan diri (dependence)
mempertontonkan diri (exhibitionism) – menjadi penonton (spectatorship).
8) Teori Watak Bangsa
a. Teori Watak Bangsa Dipandang Sebagai Watak Kebudayaan
Teori ini berasumsi bahwa kesamaan sifat di dalam organisasi intra-psikis individu
anggota suatu masyarakat tertentu, yang diperoleh karena mengalami cara pengasuhan yang
sama di dalam kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Ini berarti bahwa di dalam setiap
kebudayaan, suatu kepribadian tipikal (kepribadian kolektif) disalurkan kepada kaum
mudanya, sedikit banyak sesuai dengan konfigurasi yang dominan di dalam kebudayaan
bersangkutan.
b. Teori Watak Bangsa Dipandang Sebagai Watak Masyarakat
Teori watak masyarakat yang mengikuti tentang transmisi kebudayaan, juga menjelaskan
fungsi-fungsi sosio-historikal tipe kepribadian tersebut. Penjelasan ini menghubungkan
kepribadian tipikal dari suatu kebudayaan pada kebutuhan kolektif masyarakat. Unsur watak
bersama tersebut membentuk watak masyarakat dari masyarakat tersebut.
c. Teori Watak Bangsa Dipandang Sebagai Watak Kesukuan dan Kepribadian dari Kelompok-
kelompok Masyarakat
Teori watak suku (kepribadian dari kelompok masyarakat) yang berpendapat bahwa
terdapat perbedaan keprinadian tipikal kelompok masyarakat yang berbeda seperti petani
desa, para birokrat, komunitas perkotaan dan pedesaan. Berdasarkan kajian para ahli,
ditemukan suatu bentuk menonjol yang tidak dapat dianalisis menjadi data individu sehingga
dikategorikan sebagai kerakteristik uatama dari kesatuan sosial.
d. Teori Watak Bangsa Dipandang Sebagai Kepribadian Rata-rata
Teori Kepribadian Rata-rata dimaksudkan sebagai penyempitan teori watak bangsa.
Menurut para ahli bahwa watak bangsa seharusnya disamakan dengan struktur kepribadian
rata-rata. Kesesuaian dengan kehendak masyarakat atau kecocokan dengan pola kebudayaan
tidak usaha merupakan defenisi dari watak bangsa.
C. Beberapa Teori Mengenai Kepribadian Individual
Dengan pengetahuan kondisi umum psikologi masyarakat yang ingin dibangun
tersebut dapat mempermudah dalam penentuan prioritas pembangunan serta penyesuaian
proses pembangunan dengan karakteristik masyarakat. Sebenarnya metode ini sudah lama
digunakan ketika era kolonialisme. Ketika itu yang digunakan adalah catatan-catatan
etnografi yang menjadi dasar pengetahuan karakteristik wilayah dan masyarakat yang akan
dijajah. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan ilmu antropologi memang berasal dari
kepentingan kolonialsme yang banyak membawa kesengsaraan. Namun, secara ilmu
pengetahuan perkembangan itu membawa dampak positif dalam pembentukan tradisi
keilmuan yang baru, yaitu yang berorientasi pada masyarakat.
Watak suatu bangsa begitu kompleks karena tersusun dari berbagai watak manusia
yang mungkin bisa saja sama, tetapi terdapat suatu poin di mana mereka memiliki identitas
yang jelas tentang suatu hal yang bersifat umu dalam masyarakat mereka. Misalnya, etnis
Jawa yang terkenal dengan kelemahlembutannya, ramah tamahnya, dan lain-lain, kemudian
orang Batak dengan watak keras dan tegas, dan sebagainya. Dalam bab ini disebutkan bahwa:
Linton yang juga berpendirian bahwa tiap kebudayaan mempunyai kepribadian umum,
menyatakan bahwa kepribadian umum adalah sejumlah ciri watak yang kadang-kadang
seluruhnya dan ada kalanya hanya sebagian berada dalam jiwa dari sebagian besar warga dari
suatu masyarakat. Hal itu disebabkan karena selain ditentukan oleh bakatnya sendiri,
kepribadian individu juga ditentukan oleh latar-belakang kebudayaan dan sub-kebudayaan
dari lingkungan sosial di mana individu itu dibersarkan.
Berbagai macam teknik digunakan dalam menganalisis kepribadian umum suatu
masyarakat. Bahkan beberapa ahli mengadopsi metode dari ilmu lain terutama psikologi
untuk mendapatkan apa yang ingin dicari penliti. Di awal perkembangannya, teknik
pengamatan menjadi metode yang khas dalam mengamati watak masyarakat, contohnya Ruth
Benedict yang meneliti etos kebudayaan di suku Zuni (Indian), Dobu (Papua Nugini), dan
Kwakuitl (Kanada); Malinowsky yang meneliti masyarakat Trobriand; dan Margareth Mead
yang tertarik dengan perbedaan psikologi pria dan wanita di suku Arapesh, Mundugumor dan
Tchambuli. Kemudian mulai tradisi baru antropologi yang berdasarkan teknik eksak
dipelopori oleh Ralph Linton. Lalu ada pula studi data pengalaman individu yang melihat
kepribadian suatu bangsa dari rekaman-rekaman sejarah yang kemudian dianalisis untuk
menentukan alur kepribadiannya. Yang sekarang banyak dikenal dengan biografi.
Teknik-teknik dalam antropologi-psikologi merupakan sutu teknik yang
menggabungkan antara analisis individual dan kolektif, karena suatu masyarakat tidak
mungkin lepas dari pengaruh individu-individu di dalamnya. Oleh karena itu, kompleksitas
dalam analisis diperlukan untuk menguak susunan psikologis suatu masyarakat yang
membentuk watak masyarakat.
Pengetahuan ini berguna dalam menelaah latar belakang psikologis suatu masyarakat,
sehingga pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan dapat terlaksana. Pembangunan
berbasis masyarakat menciptakan masyarakat berdaya dan berbudaya. Keberdayaan
memungkinkan suatu masyarakat bertahan dan mengembangkan diri untuk mencapai
kemajuan. Sebagian besar masyarakat berdaya adalah indifidunya memiliki kesehatan fisik,
mental, terdidik, kuat dan berbudaya. Membudayakan masyarakat adalah meningkatkan
harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu lepas dari
kemiskinan, kebodohan, ketidaksehatan, dan ketertinggalan. Untuk mendorong masyarakat
berdaya dengan cara menciptakan iklim atau suasana yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang. Pengembangan daya tersebut dilakukan dengan mendorong,
memotivasi, dan membangikitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki masyarakat.
Penguatan tersebut meliputi penyediaan berbagai masukan serta membuka akses pada
berbagai peluang yang ada. Masyarakat menjadi pelaku utama pembangunan, dengan inti
pemberdayaan adalah manejemen kearifan lokal komunitas menuju kesejahteraan bersama.
Pemberdayaan ini merupakan sarana ampuh untuk keluar dari kemiskinan, kebodohan dan
ketertinggalan menuju kesejahteraan bersama.
Bab III
BEBERAPA METODE PENELITIAN ANTROPOLOGI PSIKOLOGI
A. Metode-metode Etnografis
(1) Metode wawancara
Wawancara etnografi merupakan jenis peristiwa percakapan (speech event) yang khusus.
Metode wawancara merupakan metode untuk memperoleh data dengan mengajukan beberapa
pertanyaan kepada informan.
a. Jenis-jenis Wawancara
1. Wawancara berencana, yaitu wawancara yang dilaksanakan melalui teknik-teknik tertentu,
antara lain menyusun sejumlah pertanyaan sedemikian rupa dalam bentuk angket questioner.
2. Wawancara tidak berencana, yaitu wawancara yang tidak direncanakan secara sistematis
dan tidak menggunakan pedoman wawancara. Wawancara ini dilaksanakan untuk
memperoleh tanggapan tentang pandangan hidup, system keyakinan, atau keagamaan.
Metode wawancara tidak berencana masih terbagi lagi menjadi 2 macam yaitu :
a. Wawancara terfokus (focused interview), yaitu terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang
tidak berstruktur, tetapi terpusat pada satu pokok.
b. Wawancara bebas (free interview), yaitu pertanyaan yang tidak terpusat, melainkan dapat
berpindah-pindah pokok pertanyaan.
Adapun jika dilihat dari bentuk pertanyaannya, kedua wawancara di atas dapat dibagi lagi
menjadi 2 kategori yaitu :
1. Wawancara tertutup, yaitu terdiri dari berbagai pertanyaan yang jawabannya terbatas.
Terkdang pilihan jawaban hanya berbentuk “ya” dan “tidak”.
2. Wawancara terbuka, yaitu pertanyaan yang jawabannya berupa keterangan atau cerita yang
luas.
(2) Metode Pengamatan
Metode observasi disebut juga metode pengamatan lapangan. Metode ini dilakukan melalui
pengamatan inderawi., yaitu dengan melakukan pencatatan terhadap gejala-gejala pada objek
penelitian secara langsung dilapangan.
Pada metode ini pengumpulan data dilakukan dengan mencatat semua kejadian atau
fenomena yang diamatai ke dalam catatan lapangan ( field notes ).
a. Jenis-jenis metode pengamatan
Ada tiga macam jenis pengamatan, yaitu :
1. Pengamatan biasa
Pengamatan yang dilakukan tanpa terlibat atau kontak langsung dengan informan yang
menjadi sasaran penelitiannya.
2. Pengamatan terkendali
Konsepnya hampir sama dengan pengamatan biasa. Akan tetapi perbedaanya pada
metode ini peneliti terlebih dahulu memilih secara khusus calon informan sehingga mudah
untuk diamati.
3. Pengamatan terlibat
Atau bisa disebut pengamatan partisipasi, yaitu metode di mana selain mengamati,
peneliti juga ikut terlibat dalam kegiatan yang berlangsung serta mengadakan hubungan
emosional dan soial dengan para informannya. Metode yang dalam bahasa Jerman disebut
“verstehen” ini merupakan metode paling umum digunakan dalam penelitian etnografi.
4. Pengamatan penuh
Yaitu penelitian mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang
sedang diteliti. Peneliti sudah diterima dan masuk ke dalam struktur masyarakat yang
diamatinya. Dalam kondisi seperti ini, peneliti dapat dengan mudah bergaul.
B. Metode Ilmu Sosial Lainnya
(1) Metode Pengimpulan Data Riwayat Hidup Individu
Tujuan penelitian Antropologi Psikologi dengan mempergunakan metode pengumpulan dan
menganalisa riwayat hidup untuk memperdalam pengertian dari si peneliti terhadap
masyarakat di mana tokoh-tokoh itu hidup.
Metode analisa riwayat hidup individu sangat berguna bagi penelitian antropologi psikologi,
antara lain:
a) Data riwayat hidup individu penting bagi si peneliti, untuk memperoleh pandangan dari
dalam mengenai gejala-gejala sosial dalam suatu masyarakat melalui pandangan dari para
warga sebagai partisipan dari masyarakat yang bersangkutan.
b) Data riwayat hidup individu penting bagi si peneliti, untuk mencapai pengertian mengenai
masalah individu warga masyarakat yang suka berkelakuan lain.
c) Data riwayat hidup individu penting bagi si peneliti, untuk memperoleh pengertian
mendalam tentang hal-hal psikologis yang tak mudah diamati dari luar, atau dengan metode
wawancara berdasarkan pertanyaan langsung.
d) Data riwayat hidup individu penting bagi si peneliti, untuk mendapat gambaran yang lebih
mengenai detail dari hal yang tidak mudah akan diceritakan dengan metode wawancara
berdasarkan pertanyaan langsung.
(2) Metode Penggunaan Test-test Proyeksi
a. Test Rorschsch
b. Test Apersepsi Tematik
c. Test Proyeksi untuk Penelitian Antropologi Psikologi
(3) Metode Mencatat Mimpi
(4) Metode Survei Lintas Budaya
(5) Metode Mempergunakan Folklor Sebagai Bahan Penelitian Antropologi Psikologi