31 bab ii penentuan lahirnya hak atas tanah dan

55
BAB II PENENTUAN LAHIRNYA HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PADA HIBAH WASIAT YANG DAPAT DIKENAKAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN A. Hibah Wasiat menurut Hukum Perdata di Indonesia. 1. Pewarisan berdasarkan Wasiat (Testament). Menurut Klaassen-Eggens, hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang perpindahan harta kekayaan dan terjadinya hubungan-hubungan hukum sebagai akibat kematian seseorang dengan atau tanpa perubahan. 54 Dalam ketentuan Pasal 131 juncto Pasal 163 IS (het Indische Staatsregelling) penduduk dibagi dalam 3 (tiga) golongan dan menetapkan hukum perdata yang berlaku pada masing-masing golongan penduduk yakni sebagai berikut 55 : 1. Golongan Eropah atau yang disamakan, 2. Golongan Timur Asing yang dibagi atas 2 (dua) bagian yaitu golongan Timur Asing Cina dan golongan Timur Asing Bukan Cina. 3. Golongan Bumiputra. Pembagian golongan penduduk tersebut membuat perbedaan hukum waris yang diterapkan. Bagi golongan Eropah atau yang dipersamakan dan Golongan Timur Asing Cina berlaku hukum waris yang ditentukan dalam Buku II Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Bagi golongan Timur Asing Bukan Cina berlaku hukum 54 R.Soetojo Prawirohamidojo, Hukum Waris Kodifikasi, (Surabaya: Airlangga University Press, 2000), hal.1. 55 Asis Safioedin, Beberapa hal tentang Burgerlijk Wetboek, (Bandung:PT. CitraAditya Bakti, 1994), hal 7 31 Universitas Sumatera Utara

Upload: vohanh

Post on 30-Dec-2016

228 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

31

BAB II

PENENTUAN LAHIRNYA HAK ATAS TANAH DAN BANGUNANPADA HIBAH WASIAT YANG DAPAT DIKENAKAN BEA PEROLEHAN

HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

A. Hibah Wasiat menurut Hukum Perdata di Indonesia.

1. Pewarisan berdasarkan Wasiat (Testament).

Menurut Klaassen-Eggens, hukum waris adalah hukum yang mengatur

tentang perpindahan harta kekayaan dan terjadinya hubungan-hubungan hukum

sebagai akibat kematian seseorang dengan atau tanpa perubahan. 54

Dalam ketentuan Pasal 131 juncto Pasal 163 IS (het Indische Staatsregelling)

penduduk dibagi dalam 3 (tiga) golongan dan menetapkan hukum perdata yang

berlaku pada masing-masing golongan penduduk yakni sebagai berikut 55:

1. Golongan Eropah atau yang disamakan,

2. Golongan Timur Asing yang dibagi atas 2 (dua) bagian yaitu golongan Timur

Asing Cina dan golongan Timur Asing Bukan Cina.

3. Golongan Bumiputra.

Pembagian golongan penduduk tersebut membuat perbedaan hukum waris

yang diterapkan. Bagi golongan Eropah atau yang dipersamakan dan Golongan Timur

Asing Cina berlaku hukum waris yang ditentukan dalam Buku II Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata. Bagi golongan Timur Asing Bukan Cina berlaku hukum

54 R.Soetojo Prawirohamidojo, Hukum Waris Kodifikasi, (Surabaya: Airlangga UniversityPress, 2000), hal.1.

55 Asis Safioedin, Beberapa hal tentang Burgerlijk Wetboek, (Bandung:PT. CitraAditya Bakti,1994), hal 7

31

Universitas Sumatera Utara

32

waris adatnya masing-masing dan sepanjang pengaruh agama lebih dominan dalam

kehidupan mereka sehari-hari, maka diberlakukan hukum waris yang ditentukan oleh

hukum agamanya itu. Bagi golongan Bumiputra berlaku hukum waris adat menurut

lingkungan hukum adatnya masing-masing.

Hukum waris diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

yang mengatur mengenai benda, karena mempunyai hubungan erat dengan

pandangan dari Pasal 528 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menunjukkan

hak-hak apa saja yang dapat dimiliki atas suatu benda, antara lain hak waris. Pasal

528 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi atas benda, orang dapat

memiliki hak bezit, hak eigendom, hak waris, suatu vruchtgenot, hak

erfdienstbaarheid, hak pand atau hipotek, dan oleh karenanya hal tersebut

memberikan kesan seakan-akan hak waris ini adalah suatu hak kebendaan.56

Jika dilihat dari unsur-unsur harta benda dalam hukum waris bukan

merupakan unsur satu-satunya, akan tetapi masih terdapat unsur-unsur lain, yaitu

pewaris, ahli waris, dan perbuatan-perbuatan hukum tertentu dari pewaris pada masa

hidupnya yang menyebabkan seseorang yang bukan ahli waris menjadi ahli waris.

Perbuatan-perbuatan hukum tertentu yang mengakibatkan seseorang yang bukan ahli

waris menjadi ahli waris meliputi pengakuan anak, pengangkatan anak atau adopsi

dan testamen.57

56 Ibid, hal.157Anisitus,Amanat, Membagi warisan berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada), hal.4-5

Universitas Sumatera Utara

33

Dalam hukum waris Perdata Barat, hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban

dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. Dalam

hukum waris tersebut berlaku pula asas bahwa apabila seseorang meninggal, maka

seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih pada sekalian ahli warisnya.58

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, prinsip pewarisan adalah :

1. Harta warisan baru terbuka atau dapat diwariskan kepada pihak lain apabila

terjadi suatu kematian ( Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

2. Adanya hubungan darah antara pewaris dengan ahli waris, kecuali untuk suami

atau istri pewaris (Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dengan

ketentuan mereka masih terikat dengan perkawinan ketika pewaris meninggal

dunia. Artinya apabila mereka sudah bercerai pada saat pewaris meninggal dunia,

maka suami/istri tersebut bukan merupakan ahli waris.59

3. Untuk dapat menikmati sesuatu berdasarkan surat wasiat, seseorang harus sudah

ada saat pewaris meninggal, dengan mengindahkan peraturan Pasal 2 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (Pasal 899 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata).

Ahli waris adalah mereka-mereka yang menggantikan kedudukan si pewaris

dalam bidang hukum kekayaan, karena meninggalnya pewaris. Warisan adalah

kekayaan yang berupa kompleks aktiva dan passiva si pewaris yang pindah kepada

58 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta:PT.Intermasa,1980),hal.95-96.59 Irma Devita Purnama Sari, Kiat-kiat cerdas, Mudah dan Bijak memahami masalah Hukum

Waris, (Bandung:PT Mizan Pustaka, 2012), hal.3

Universitas Sumatera Utara

34

para ahli waris. Kompleks aktiva dan passiva yang menjadi milik bersama beberapa

orang ahli waris disebut boedel.60

Dalam Hukum Waris Perdata Barat terdapat 2 (dua) macam ahli waris, yaitu:

1. Ahli Waris Ab-Intestato

Ahli waris Ab-intestato ialah ahli waris menurut Undang-Undang. Berdasarkan

Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menurut Undang-Undang yang

berhak untuk menjadi ahli waris adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun

luar kawin, dan si suami atau istri yang hidup terlama. Suami atau istri yang hidup

terlama maksudnya adalah suami atau istri yang hidup lebih lama daripada suami

atau istri yang mati (janda atau duda yang masih hidup), yang diatur dalam Pasal

852a Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sehingga pada asasnya, menurut

Undang-Undang, untuk dapat mewaris orang harus mempunyai hubungan darah

dengan si pewaris. Hubungan darah tersebut dapat sah atau luar kawin, baik

melalui garis ibu maupun garis bapak. Hubungan darah yang sah adalah hubungan

darah yang ditimbulkan sebagai akibat dari suatu perkawinan yang sah. Hubungan

darah yang tidak sah timbul sebagai akibat hubungan antara seorang laki-laki

dengan seorang perempuan dan pengakuan anak secara sah.

2. Ahli Waris Ad-Testamento

Ahli Waris Ad-Testamento ialah ahli waris menurut wasiat atau testament. Jadi,

ahli waris testamenter ditetapkan dengan adanya surat wasiat yang merupakan

kehendak dari si pewaris, yang dibuat sebelum si pewaris meninggal dunia.

60 J.Satrio, Hukum Waris, (Bandung:Alumni, 1992), hal. 8

Universitas Sumatera Utara

35

Perbedaan penting antara ahli waris menurut Undang-Undang (ab-intestaat)

dengan ahli waris yang diangkat dengan suatu testament (ad-testamenter), yaitu :

1. Pewarisan testamenter tidak mengenal penggantian tempat (plaatsvervulling).

Akibatnya adalah jika seorang yang sedianya mendapat warisan berdasarkan

testament meninggal lebih dahulu dari si pewaris, maka warisan tersebut

sepanjang mengenai bagian dari orang yang meninggal lebih dahulu dari

pewaris, tidak dapat dilaksanakan (gugur). Dalam pewarisan testamenter juga

dikenal adanya asas yang mengatakan bahwa dalam hal si pewaris dan si

penerima wasiat meninggal dalam kecelakaan yang sama tanpa diketahui

terlebih dahulu siapa di antara mereka yang telah meninggal lebih dahulu,

maka mereka dianggap mati pada saat yang sama dengan akibat tidak terjadi

perpindahan warisan karena wasiat atau testament.

2. Ahli waris testamenter tidak menikmati inbreng.

Wasiat (testament) juga merupakan perbuatan hukum yang sepihak. Hal ini

erat hubungannya dengan sifat “herroepelijkheid” (dapat dicabut) dari

ketetapan wasiat (testament) itu. Disini berarti bahwa wasiat (testament) tidak

dapat dibuat oleh lebih dari satu orang karena akan menimbulkan kesulitan

apabila salah satu pembuatnya akan mencabut kembali wasiat (testament).

Hal ini seperti ternyata dalam Pasal 930 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, yang menyatakan bahwa dalam satu-satunya akta, dua orang atau lebih tidak

diperbolehkan menyatakan wasiat mereka, baik untuk mengaruniai seorang ke tiga,

maupun atas dasar penyataan bersama atau bertimbal balik.

Universitas Sumatera Utara

36

Ketetapan dalam wasiat (testament) memiliki 2 (dua) ciri, yaitu dapat dicabut

dan berlaku berhubung dengan kematian seseorang.61 Bagi ketetapan kehendak yang

memiliki dua ciri itu maka bentuk testament adalah syarat mutlak.

Menurut Kamus Hukum, wasiat (testament) merupakan surat yang

mengandung penetapan-penetapan kehendak si pembuat wasiat atau pesan-pesan

yang baru akan berlaku pada saat si pembuatnya meninggal.62

Adapun yang dinamakan surat wasiat atau testament ialah suatu akta yang

memuat pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia

meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali.63

Kehendak terakhir adalah suatu pernyataan kehendak yang sepihak dan suatu

perbuatan hukum yang mengandung suatu “beschikkingshandeling” (perbuatan

pemindahan hak milik) mengenai harta kekayaan si pewaris yang dituangkan dalam

bentuk tertulis yang khusus, yang setiap waktu dapat dicabut dan berlaku dengan

meninggalnya si pewaris serta tidak perlu diberitahukan kepada orang yang

tersangkut.64

Kehendak terakhir memang tidak secara langsung tertuju pada orang-orang

tertentu. Orang yang diuntungkan karena suatu surat wasiat mungkin baru

mengetahui adanya kehendak terakhir si pewaris beberapa lama setelah si pewaris

meninggal dunia (dari seorang notaris). Oleh karena itu, daya kerja suatu kehendak

61 Hartono Soerjopratiknjo, Op.cit, hal. iv62 R. Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramitha, Cetakan ke-

12,1996), hal. 10663 Pasal 875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata64 Hartono Soerjopratiknjo, Op. cit., hal. 18

Universitas Sumatera Utara

37

terakhir tidak tergantung pemberitahuannya kepada pihak lainnya. Seperti yang telah

disebutkan dalam Pasal 875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa kehendak

terakhir merupakan kehendak yang benar-benar sepihak. Dalam kehendak terakhir

tersebut, si pewaris benar-benar berkehendak dan harus ternyata tentang apa yang

telah dikehendaki sebenarnya.

Menurut J. Satrio, unsur-unsur wasiat (testament) ada 4 (empat), antara lain

sebagai berikut :65

1. Suatu wasiat (testament) adalah suatu “akta”. Akta menunjuk pada syarat bahwa

wasiat (testament) harus berbentuk suatu tulisan atau sesuatu yang tertulis. Surat

wasiat (testament) dapat dibuat baik dengan akta dibawah tangan maupun dengan

akta otentik. Namun, mengingat bahwa suatu wasiat (testament) mempunyai

akibat yang luas dan baru berlaku setelah si pewaris meninggal, maka suatu

wasiat (testament) terikat pada syarat-syarat yang ketat.

2. Suatu wasiat (testament) berisi “pernyataan kehendak”, yang berarti merupakan

suatu tindakan hukum yang sepihak. Tindakan hukum sepihak adalah pernyataan

kehendak satu orang yang sudah cukup menimbulkan akibat hukum yang

dikehendaki. Jadi, wasiat (testament) bukan merupakan suatu perjanjian karena

dalam suatu perjanjian mensyaratkan adanya kesepakatan antara dua pihak, yang

berarti harus ada paling sedikitnya dua kehendak yang saling sepakat. Namun

wasiat (testament) menimbulkan suatu perikatan, dan karenanya ketentuan-

65 J.Satrio, Hukum Waris, Op.Cit, hal.16.

Universitas Sumatera Utara

38

ketentuan mengenai perikatan berlaku terhadap testament, sepanjang tidak secara

khusus ditentukan lain.

3. Suatu wasiat (testament) berisi mengenai “apa yang akan terjadi setelah ia

meninggal dunia.” Artinya wasiat (testament) baru berlaku kalau si pembuat

wasiat (testament) telah meninggal dunia. Itulah sebabnya seringkali suatu wasiat

(testament) disebut kehendak terakhir karena setelah meninggalnya si pembuat

wasiat (testament) maka wasiatnya tidak dapat diubah lagi.

4. Suatu wasiat (testament) “dapat dicabut kembali.”Unsur ini merupakan unsur

terpenting karena syarat inilah yang pada umumnya dipakai untuk menetapkan

apakah suatu tindakan hukum harus dibuat dalam bentuk akta wasiat (testament

acte) atau cukup dalam bentuk lain.

Isi ketentuan dari yang diwasiatkan harus lebih didahulukan pelaksanaannya

daripada menyampaikan hak ahli waris menurut ketentuan Undang-Undang. Hal

tersebut dengan tegas dinyatakan di dalam Pasal 874 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata bahwa segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia adalah

kepunyaan sekalian ahli waris menurut Undang-Undang, sekedar terhadap itu dengan

surat wasiat tidak telah diambilnya sesuatu ketentuan yang sah. Dapat dijelaskan

maksud Pasal tersebut adalah bahwa aturan yang tetap mula-mula sekali, isi maksud

dari wasiat pewaris dilaksanakan, sesudah itu diadakan pembagian harta untuk para

ahli waris. Dari ketentuan demikian akan mungkin sekali kalau misalnya pelaksanaan

Universitas Sumatera Utara

39

wasiat diselenggarakan sehingga mereka yang menurut Undang-Undang yang

ditentukan sebagai ahli waris sekalipun tidak mendapatkan apa-apa.66

Satu-satunya alat bukti berupa petunjuk tertulis yang dapat digunakan untuk

membuktikan bahwa seorang pewaris memang ada atau tidak ada meninggalkan surat

wasiat yang dibuatnya semasa hayatnya menurut sistem hukum yang berlaku di

Indonesia, adalah Surat Keterangan dari Kepala Seksi Daftar Pusat Wasiat

Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Jakarta. Keterangan tertulis berupa

jawaban itu diterima oleh yang menanyakannya ke Daftar Pusat wasiat dalam bentuk

Surat Resmi yag diterbitkan oleh Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pihak

yang menanyakan dapat ahli waris sendiri (dengan melampirkan bukti bahwa yang

bersangkutan memang benar ahli waris peninggal harta) maupun Notaris yang

jasanya diminta untuk melaksanakan akta penyelesaian warisan dengan melampirkan

akta kematian yang relevan.67

Keterangan tertulis dari Kepala Seksi Daftar Pusat wasiat ini berisi substansi

atau menerangkan bahwa mendiang yang disebutkan ada atau tidak-ada

meninggalkan wasiat. Bila dinyatakan ada meninggalkan surat wasiat, sekaligus

diterangkan disana wasiat itu dibuat dihadapan Notaris mana, dengan akta tanggal

berapa dan nomor berapa sekaligus nomor repertorium dari akta Notaris yang

berkenaan untuk memudahkan pencarian minuta akta untuk urusan selanjutnya.

Selanjutnya dengan menggunakan wasiat yang ada itu dapat ditelusuri apa yang

66 Ahmad Kuzari, Sistem Asabah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 19). hal. 52.67 Hasbalah Thaib dan Syahril Sofyan, Teknik Pembuatan Akta Penyelesaian Warisan

Menurut hukum waris Islam di Indonesia, (Bandung:Ciptapustaka Media, 2014),hal.48.

Universitas Sumatera Utara

40

dikehendaki pewaris dalam rangka upaya mencari cara penyelesaian atas warisan

yang ditinggalkannya.68

Testamen atau surat wasiat itu hanya berisi janji yang baru dilaksanakan

setelah pembuat surat wasiat wafat, maka testament dapat didefenisikan sebagai

pemberian atau penunjukan atau pemecatan atau pencabutan hak sebagai ahli waris

yang dilakukan semasa pewaris masih hidup dan baru bisa berlaku efektif setelah

pembuat surat wasiat meninggal dunia. Oleh karena testament itu hanya berisi janji,

maka tidak otomatis bisa dilaksanakan setelah pembuat surat wasiat meninggal dunia.

Penyebab tidak bisa dilaksanakannya janji dalam surat wasiat bisa bersumber dari

pembuat surat wasiat itu sendiri dan bisa bersumber dari ketentuan Undang-Undang

yang melarang dipenuhi atau dilaksanakannya isi atau janji yang tercantum dalam

testamen.69

Penyebab-penyebab tidak bisa dilaksanakannya janji atau isi dalam testamen

yang bersumber dari pembuat testamen sendiri meliputi:70

1. Testamen yang telah dibuat sebelumnya dicabut kembali oleh pembuattestamen berdasarkan testamen atau akta notaris yang dibuat kemudian (Pasal992);

2. Harta kekayaan yang diberikan kepada orang lain berdasarkan penunjukansurat wasiat kemudian dialihkan hak miliknya oleh pembuat surat wasiatkepada orang lain (Pasal 996). Namun kalau harta kekayaan yang telahditunjuk dalam testamen itu suatu saat kembali lagi menjadi milik pembuattestamen karena dibeli kembali misalnya, maka isi testamen masih bisadilaksanakan sepanjang tidak ada halangan lain berdasarkan ketentuanUndang-Undang.

68 Ibid69 AnisitusAmanat, op.cit, hal.8270 Ibid,hal.83

Universitas Sumatera Utara

41

3. Testamen yang telah dibuat sebelumnya bertentangan isinya dengan testamenyang dibuat kemudian (Pasal 994).

Penyebab-penyebab tidak bisa dilaksanakan testamen karena ketentuan

Undang-Undang meliputi :71

1. Penerima testamen telah menolak harta warisan pemberi testamen secara resmi(Pasal 1001).

2. Wasiat yang diberikan kepada teman hidup bersama tanpa ikatan perkawinan sah(Pasal 901).

3. Penerima wasiat meninggal lebih dulu dari pemberi wasiat (Pasal 899).4. Penerima wasiat adalah anak luar kawin yang telah diakui secara sah oleh

pemberi wasiat (pewaris).5. Penerima wasiat telah dihukum karena membunuh si pembuat wasiat, telah

membinasakan atau memalsukan surat wasiat atau penerima wasiat telahmemaksa dengan kekerasan mencegah si pembuat wasiat mencabut ataumengubah wasiat.

6. Penerima wasiat adalah kawan zina (Pasal 909).7. Penerima dan pemberi wasiat meninggal dunia bersama dengan tidak diketahui

siapa diantara keduanya yang meninggal dunia terlebih dahulu (Pasal 894).8. Wasiat dari anak yang belum dewasa (Pasal 330).9. Wasiat kepada anak yang belum dewasa kepada guru yang seasrama atau

serumah dengannya (Pasal 905 ayat 2).10. Wasiat yang diberikan pewaris ketika ia dirawat menjelang kematiannya kepada

siapa saja yang merawatnya selama sakit (Pasal 906).11. Pembuat akta wasiat dan saksinya (Pasal 907).12. Pemberian wasiat yang merugikan legiteme portie (Pasal 920).13. Wasiat kepada anak tiri .14. Wasiat kepada orang perantara dengan tidak terdapat penyebab-penyebab diatas,

baik bersumber dari pewaris sendiri maupun karena ketentuan Undang-Undangmaka ahli waris dengan wasiat berhak akan harta warisan sebagaimana ahliwarisnya secara Undang-Undang.

Menurut Pasal 931 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa suatu wasiat

hanya boleh dinyatakan, baik dengan akta tertulis sendiri atau olografis, baik dengan

akta umum, ataupun akta rahasia atau tertutup. Dari Pasal tersebut dapat disimpulkan

71 Ibid

Universitas Sumatera Utara

42

bahwa Undang-Undang pada dasarnya mengenal 3 (tiga) macam bentuk wasiat

(testament), yaitu :

1. Testament Terbuka atau Umum (Openbaar Testament).

Testament ini dibuat dihadapan seorang Notaris. Orang yang akan meninggalkan

warisan menghadap pada Notaris dan menyatakan kehendaknya. Kemudian

Notaris membuat suatu akta dengan dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi. Notaris

dalam hal ini mengawasi isi testament tersebut agar isinya tidak bertentangan

dengan Undang-Undang. Bagi Timur Asing Bukan Cina berlaku ketentuan

menurut Stb. 1924/556 Pasal (4) bahwa orang-orang Timur asing selain

Tionghua tidak dapat menyatakan kehendak terakhir mereka selain dengan akta

umum yang terbuka menurut peraturan-peraturan yang tercantum dalam Pasal

938 dan Pasal 939 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata kecuali dalam hal-hal

luar biasa yang diuraikan dalam Pasal 946, 947 dan 948 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata. Penarikan kembali terhadap surat wasiat hanya dapat dilakukan

dengan akta yang bersifat umum yang dibuat dalam bentuk yang sama.

2. Testament Tertulis (Olographis Testament).

Testament ini harus ditulis dengan tangan orang yang akan meninggalkan

warisan itu sendiri (eigenhandig) dan harus diserahkan sendiri kepada notaris

untuk disimpan (gedeponeerd). Penyerahan testament tersebut juga harus

disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi. Sebagai tanggal testament berlaku maka

diambil tanggal akta penyerahan (acte van depot). Penyerahannya dapat

dilakukan secara tertutup maupun terbuka. Jika diserahkan tertutup, maka bila si

Universitas Sumatera Utara

43

pewaris meninggal, testament harus diserahkan oleh notaris pada Balai Harta

Peninggalan (BHP), yang kemudian akan membuka testament tersebut. Jika si

pembuat testament hendak menarik kembali testamentnya, ia cukup meminta

kembali surat wasiat yang disimpan oleh notaris dan notaris mengusahakan agar

pengembalian tersebut dibuktikan dengan akta otentik.

3. Testament Tertutup atau Rahasia.

Testament ini juga dibuat sendiri oleh si pewaris, tetapi tidak diharuskan ia

menulis dengan tangannya sendiri. Testament ini harus selalu tertutup dan

disegel. Penyerahannya kepada notaris harus dihadiri oleh 4 (empat) orang saksi.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pewarisan selain dengan

Undang-Undang dapat juga melalui wasiat (testament). Testemen yang merupakan

suatu akta yang berisikan pernyataan kehendak terakhir yang dibuat secara sepihak

dan mengandung “beschikkingshandeling” (perbuatan pemindahan hak milik)

mengenai harta kekayaan si pewaris yang dituangkan dalam bentuk tertulis yang

khusus. Akan tetapi pemindahan hak milik tersebut tidak secara otomatis terjadi sejak

pewaris (pembuat wasiat) menandatangani wasiat atau terstamentair tersebut karena

dua hal yaitu :

a. Testemant tersebut akan berlaku jika meninggalnya si pewaris dan,

b. Testament tidak dapat dilaksanakan yang disebabkan oleh pembuat testamen

sendiri atau ketentuan Undang-Undang.

2. Hibah Wasiat sebagai salah satu jenis pewarisan melalui wasiat

Universitas Sumatera Utara

44

Berdasarkan isinya, wasiat (testament) digolongkan menjadi 2 (dua) jenis,

yaitu :

a. Wasiat (testament) yang berisi “erfstelling” atau wasiat pengangkatan waris.

Seperti yang dinyatakan dalam Pasal 954 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

bahwa :

“Suatu wasiat, dengan mana si yang mewasiatkan, kepada seorang atau lebih,memberikan harta kekayaan yang akan ditinggalkannya apabila ia meninggaldunia baik seluruhnya maupun sebagian seperti misalnya, setengahnya,sepertiganya.”

Erfstelling diberikan dengan alas hak umum, artinya suatu pemberian meliputi

hak-hak (aktiva) maupun kewajiban-kewajibannya (pasiva) pewaris, tidak harus

meliputi seluruh warisan, asal penunjukan tersebut besarnya meliputi suatu

bagian yang sebanding dengan warisan. Dan orang yang mendapat erfstelling

tersebut benar-benar merupakan ahli waris.

b. Wasiat (testament) yang berisi hibah (hibah wasiat) atau legaat.

Seperti yang dinyatakan dalam Pasal 957 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

bahwa :

Hibah wasiat adalah suatu penetapan yang khusus, dengan nama si yangmewariskan kepada seseorang atau lebih memberikan beberapa barang-barangnya dari suatu jenis tertentu, seperti misalnya segala barang-barangnyabergerak atau tak bergerak atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atausebagian harta peninggalannya.

Suatu hibah wasiat atau legaat diberikan dengan alas hak khusus, artinya

bahwa barang- barang yang dihibah wasiatkan disebutkan secara tegas dan jelas,

karena disyaratkan adanya penunjukan barang-barang tertentu atau semua barang-

Universitas Sumatera Utara

45

barang dari jenis tertentu. Legataris (orang yang menerima hibah wasiat) menerima

legaatnya dengan alas hak khusus sehingga ia hanya menerima aktiva tertentu saja,

dan ia tidak menanggung pasivanya.

Apabila si pembuat wasiat menamakan suatu hibah wasiat prae-legaat maka

ini dapat berarti bahwa si pewaris menghendaki agar hibah wasiat tersebut terakhir

sekali menjadi objek dari pemotongan sebab mungkin saja bahwa harta warisan tidak

mencukupi untuk memenuhi semua atau seluruh legaat. Jadi pewaris dapat

menentukan bahwa apabila harta warisan tidak mencukupi untuk membayar semua

legaat maka satu atau beberapa legaat harus dibayar terlebih dahulu, jadi paling akhir

dikenakan pemotongan atau pengurangan. Legaat yang didahulukan tersebut disebut

Prae-legaat.72

Sublegaat adalah legaat yang memberati legataris (penerima hibah wasiat).

Meskipun Undang-Undang tidak menggunakan istilah sublegaat tetapi dikenal juga

pengertian itu, sebagaimana ternyata dari Pasal 959 ayat (1) BW dan Pasal 999

ayat(2) BW sublegaat terdiri dari hal-hal yang serupa dengan legaat. Jadi obyek

legaat dapat terdiri dari sejumlah benda yang dapat diganti dan barang tertentu dari

harta peninggalan. Contohnya jika legaat kepada A seluruh perpustakaan akan tetapi

seluruh buku hukum diberikan kepada B, maka dalam kedua peristiwa itu B menjadi

Sublegataris.73

72 Hartono Soerjopratiknjo, Op.cit 190.73 Ibid, hal.191-192.

Universitas Sumatera Utara

46

Hibah wasiat yang dibuat dapat gugur sebagaimana yang diuraikan dalam

Pasal 999 sampai dengan Pasal 1001 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Disebutkan oleh Undang-Undang dua sebab bagi gugurnya hibah wasiat yaitu tidak

adanya benda yang diberikan dan tidak adanya orang yang diuntungkan.74

Suatu hibah wasiat akan gugur, apabila sebelum meninggalnya pewasiat

benda yang diwasiatkan itu musnah sama sekali. Apabila benda itu musnah

sebahagian, maka hibah wasiat itu tetap berlaku untuk bagian yang tersisa. Hibah

wasiat juga akan gugur, apabila benda yang dihibah wasiatkan itu musnah sesudah

meninggalnya pewasiat tanpa bantuan debitur (biasanya ahli waris), bahkan saat

debitur (ahli waris) lalai untuk menyerahkan benda yang dihibahkan sedangkan benda

itu jikalau ia berada dalam tangan legataris, juga akan musnah. Untuk benda yang

musnah diadakan penggantian. Akan tetapi Pasal ini bersifat hukum pengatur

(regelend recht). Pewaris dapat menetapkan dalam wasiatnya, bahwa kalau benda

yang diberikan itu musnah, legataris berhak atas penggantiaannya. Hal ini dapat

dicantumkan dalam wasiat dengan kata-kata yang tegas.75

Suatu pemberian akan gugur apabila orang yang diuntungkan menolak atau

dianggap tidak mampu untuk menikmatinya. Tidak mampu berarti juga tidak pantas

(onwaardig) dan meninggal lebih dahulu.76

3. Hibah Wasiat (Legaat) Bukan Merupakan Suatu Cara Untuk Memperoleh

Hak Milik.

Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan :

74 Hartono Soerjopratiknjo, Op.cit, hal 28375 Ibid, hal.28476 Ibid

Universitas Sumatera Utara

47

“Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain,melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluwarsa, karenapewarisan baik menurut Undang-Undang maupun menurut surat wasiat dankarena penunjukan atau penyerahan atas suatu peristiwa perdata untukmemindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebasterhadap kebendaan itu”.

Menurut Pasal tersebut pewarisan berdasarkan surat wasiat merupakan salah

satu cara untuk memperoleh hak milik atas suatu benda. Walaupun dalam Pasal 584

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak disebutkan dengan jelas bahwa hibah

wasiat merupakan cara memperoleh hak milik atas suatu benda akan tetapi hibah

sebagai salah satu pewarisan menurut surat wasiat maka hibah wasiat dapat dikatakan

merupakan suatu cara memperoleh hak milik suatu kebendaan.

Dalam memberikan penafsiran terhadap Pasal 584 KUH Perdata

menyebabkan adanya perbedaan yang ditimbulkan oleh hibah wasiat mengenai

apakah hibah wasiat merupakan suatu cara memperoleh hak milik. Mengenai hal ini

terdapat 2 (dua) pendapat yang berbeda, yaitu :

1. Menganut pendapat Hoge Raad dalam arresnya tanggal 19 April 1861 Nomor

W.226 dan Nomor 3765 dan tanggal 04 Maret 1881 Nomor W.4622

sebagaimana diikuti vonisrecht Brenda tertanggal 29 Januari 1865

Tijds.Rg.XI hal.12lv, berpendapat bahwa kata-kata testamentair erfoploving

(dalam Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) harus diberi arti

luas sehingga mencakup hibah wasiat (legaat) sehingga dengan meninggal

dunianya pemberi hibah wasiat, legataris memperoleh hak-hak milik atas

barang-barang yang dilegateer padanya. Dengan demikian untuk memperoleh

Universitas Sumatera Utara

48

hak milik atas benda tersebut tidak diperlukan adanya penyerahan (levering).

Penyerahan yang dimaksud dalam Pasal 959 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata hanya dimaksudkan untuk memperoleh bezit (penguasaan atas benda

yang dilegateer. Pendapat Hoge Raad tersebut mendasarkan pada argumen

bahwa Pasal 711 Code Civil yang pernah berlaku di Nederland secara tegas

menyebutkan bahwa hibah wasiat sebagai cara untuk memperoleh hak milik.

Walaupun asas hukum yang berlaku di Nederland sekarang berbeda dengan

asas hukum Prancis, tidak boleh diabaikan bahwa asal mula Pasal mengenai

perolehan hak milik Pasal 639 BW (lama) Nederland atau Pasal 584 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata tidak ternyata adanya penyimpangan dengan

asas hukum Nederland (lama) dan Prancis.77

2. Pendapat umum (heersende leer) mengatakan bahwa hibah wasiat (legaat)

bukan merupakan suatu cara untuk memperoleh hak milik (een wijze van

eigendom verklaring), bukan memberikan suatu hak kebendaan (zakerlijk

recht) melainkan hanya memberikan kepada legataris suatu hak perorangan

(personlijk recht) yaitu hak untuk menuntut penyerahan barang yang dihibah

wasiatkan dari para ahli waris (atau pelaksana wasiat yang diberi bezit atas

harta warisan).78 Hal tersebut pada dasarnya merupakan ketentuan Pasal-Pasal

yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu :

77Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan,(Bandung:PT.Citra Aditya Bakti, 2008), hal.359.

78Albertus, Sutjipto Budiharjoputra, Penyerahan Hibah Wasiat, Majalah Triwulan, MediaNotariat Edisi Oktober-Desember 2001, Ikatan Notaris Indonesia, Pendekar Lima, Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

49

a. Pasal 958 :

“..memberikan hak kepada mereka yang dihibah wasiati, semenjak harimeninggalnya si yang mewasiatkan, untuk menuntut kebendaan yangdihibah wasiatkannya hak mana menurun kepada sekalian ahli waris ataupengganti hak-haknya.”

b. Pasal 959 :

“Penerima hibah wasiat harus meminta barang yang dihibahkan itukepada para ahli waris atau penerima wasiat yang diwajibkan untukmenyerahkan barang yang dihibahkan itu. Ia berhak atas hasil danbunganya sejak hari kematian pewaris, bila tuntutan untuk penyerahandilakukan dalam waktu satu tahun sejak hari tersebut, atau bilapenyerahan itu dilakukan secara sukarela dalam jangka waktu yang sama.Bila tuntutan itu diajukan setelah itu, ia hanya berhak atas hasil danbunganya saja, terhitung dari hari pengajuan tuntutan itu”

c. Pasal 972 :

“Bila warisan tidak seluruhnya atau sebagian diterima, atau bila warisanitu diterima dengan hak khusus atas perincian harta peninggalan,dan hartayang ditinggalkan ini tidak mencukupi untuk memenuhi hibah-hibahwasiat seluruhnya, maka hibah-hibah itu harus dikurangin, sebandingdengan besarnya masing-masing , kecuali bila pewaris menetapkan lainmengenai hal itu “.

d. Pasal 999 :

“..si waris atau orang-orang lain yang harus menyerahkan barang tadi..”.

e. Pasal 1039 :

“Para penerima hibah wasiat taklah dapat menuntut dipenuhinya hibah-hibah mereka, selainnya setelah lewatnya tenggang waktu yangditetapkan dalam Pasal 1036 KHUPerdata (tiga bulan) dan sesudahnyadilakukan pembayaran yang disebutkan dalam Pasal 1037 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (pelunasan kepada para kreditor).

Dari Pasal-Pasal tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penerima

hibah wasiat hanya merupakan post concurrente crediteur yang mempunyai hak

Universitas Sumatera Utara

50

perorangan, yaitu hak menagih penyerahan hibah wasiat dan baru menjadi milik

setelah adanya penyerahan.79

Perbedaaan pendapat tersebut juga dikemukakan oleh Tan Thong Kie tentang

hibah wasiat ada dua pendapat, yaitu :80

a. Menurut pendapat pertama, penerima hibah wasiat adalah pemilik barang yangdihibahwasiatkan segera setelah pewaris meninggal dunia, sama seperti para ahliwaris yang segera setelah pewaris meninggal dunia menjadi pemilik warisan.

b. Menurut pendapat kedua, suatu warisan, termasuk hibah wasiat yang terkandungdi dalamnya, demi Undang-Undang menjadi milik para ahli waris, sedangkanlegataris (penerima hibah wasiat) mempunyai tagihan pribadi (persoonlijkvordering), terhadap mereka untuk menyerahkan apa yang dihibahwasiatkankepadanya (Pasal 959 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Jadi hakseorang legataris dapat disamakan dengan hibah sewaktu hidup yang diberikankepada seseorang, tetapi belum diserahkan kepadanya.

Menurut Tan Thong Kie terhadap kedua pendapat di atas, yang dianut di

Indonesia adalah pendapat kedua. Sehingga sebelum pembagian dan pemisahan

diadakan, hibah wasiat itu harus diserahkan oleh semua ahli waris kepada penerima

hibah wasiat dengan suatu akta penyerahan.

Oleh karena itu hibah wasiat bukan merupakan suatu cara untuk memperoleh

hak milik karena tidak melahirkan hak kebendaan (zakerlijk recht) melainkan hanya

memberikan kepada legataris suatu hak perorangan (personlijk recht) yaitu hak untuk

menuntut penyerahan barang yang dihibah wasiatkan dari para ahli waris (atau

pelaksana wasiat yang diberi bezit atas harta warisan)

79 Herlien Budiono,Ibid, hal.360.80Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, Buku II, Cetakan Kedua,

(Jakarta : Ichtiar Baru van Hoeve, 2000), hal. 133.

Universitas Sumatera Utara

51

4. Penyerahan Legaat (Hibah Wasiat).

Dalam sistem Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang selalu memperinci

suatu proses pemindahan hak milik menjadi dua tahapan yaitu tahapan Obligatoir dan

tahapan Zakelijke overseenkomst (yaitu leveringnya).81

Vollmar berpendapat bahwa cara-cara untuk mendapatkan eigendom dalam

Pasal 584, yang terpenting adalah penyerahan dan diatur dalam Pasal

612-618 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.82

Subekti mengemukakan penyerahan yang sering juga disebut dengan istilah

“levering” atau “overdracht” mempunyai dua arti. Pertama perbuatan yang berupa

penyerahan kekuasaan belaka (“feitelijke levering”). Kedua perbuatan hukum yang

bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain (juridische levering”).

Penyerahan adalah pengalihan suatu benda oleh pemiliknya atas namanya

kepada orang lain sehingga orang lain itu memperoleh hak kebendaan atas benda itu.

Misalnya dalam jual beli, jual beli tersebut baru ditaraf menimbulkan hak dan

kewajiban saja (obligatoir), tetapi belum mengalihkan hak mililk. Hak milik baru

beralih kepada pembeli setelah dilakukan penyerahan benda itu oleh penjual kepada

pembeli. Jadi penyerahan adalah perbuatan yuridis mengalihkan atau memindahkan

hak milik (transfer of ownership). 83

Penyerahan (levering) dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Code Civil Prancis tidak mengenal penyerahan (levering). Hak milik langsung beralih

81 Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung:PT.Citra Aditiya Bakti,1995), hal.102.82 H.F.A.Vollmar I., Hukum Benda, (Bandung: Tarsito, 1987), hal 98.83 Abdul Kadir Muhammad., Hukum Perikatan , (Bandung :Alumni, 1982), hal. 156

Universitas Sumatera Utara

52

pada saat terjadinya perjanjian terjadi. Dengan demikian dalam jual beli hak milik

atas benda yang dijual langsung beralih kepada pembeli ketika perjanjian jual beli itu

terjadi (sah).84

Kedua pengertian tersebut akan tampak lebih jelas dalam pemindahan hak

milik atas benda tak bergerak, karena pemindahan hak milik atas benda itu tidak

cukup hanya dilakukan dengan pengalihan atau pengoperan kekuasaan atas bendanya

tetapi harus dibuat surat penyerahan yang disebut akte van transport dan harus

didaftar di lembaga pendaftaran yang diperuntukkan untuk itu.85

Penyerahan (Levering) adalah sah bila memenuhi beberapa syarat,

yaitu : 86

1. Harus ada perjanjian yang zakelijk(kebendaan).Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian yang mana menyebabkanpindahnya hak-hak kebendaan misalnya hak milik, bezit, hipotek, gadai. Dariperjanjian yang zakelijk ini tidak bisa timbul verbintenis, berbeda denganperjanjian yang terdapat dalam Buku III BW. Perjanjian dalam Buku III ituumumnya bersifat obligatoir perjanjian yang menimbulkan perikatan(verbintenis) yaitu perjanjian yang salah satu pihak harus memberikan prestasidan yang lain berhak atas prestasi. Perjanjian obligatoir tidak menimbulkan ataumenyebabkan pindahnya hak kebendaan, melainkan hanya menimbulkan hakpersoonlijk.

2. Harus ada titel (alas hak).Alas hak dari pemindahan hak milik. Titel atau alas hak adalah hubunganhukum yang mengakibatkan peralihan benda dalam jual-beli, tukar-menukar.Pasal 583 BW mensyaratkan suatu penyerahan sebagai akibat dari suatu alashak dari pemindahan eigendom, artinya dalam penyerahan eigendom dianggapadanya suatu kewajiban obligatoir untuk itu. Pengertian alas hak dalam Pasal584 BW ialah adanya hubungan hukum untuk penyerahan eigendom.

3. Harus dilakukan oleh orang yang berwenang menguasai benda-benda tersebut.

84 Ibid.85 R.Subekti I., Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT.Intermasa, 1980), hal 71.86 Sri Soedewi, op.cit,hal.72.

Universitas Sumatera Utara

53

Kewenangan Berhak (beschikkingsbevoegdheid). Dalam Pasal 584 BWmensyaratkan suatu penyerahan sebagai akibat adanya suatu alas hakberpindahnya eigendom yang berasal dari yang berhak atas eigendom-nya. Disamping suatu titel yang sah juga disyaratkan adanya beschikkingsbevoegdheiddari orang yang memindahkan itu sebagai suatu syarat untuk sahnya suatupenyerahan. Syarat ini tidak lain dari pelaksanaan suatu asas hukum yaitu asasnemoplus, bahwa seseorang itu tidak dapat mengalihkan hak melebihi apa yangmenjadi haknya. Dan, lazimnya yang wenang untuk menguasai benda itu adalahpemilik.

4. Penyerahan nyata (feitelijke levering) dan penyerahan yuridis (juridischelevering). Penyerahan nyata, yaitu penyerahan dari tangan ke tangan. Padabenda bergerak, penyerahan yuridis dan penyerahan nyata biasanya jatuhbersamaan, sedangkan pada benda tidak bergerak, kedua macam penyerahantersebut terpisah, penyerahan nyata dengan cara penyerahan kunci rumahsedangkan penyerahan yuridis pada saat dibuatnya akta perpindahan hak dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Perbuatan penyerahan atas sesuatu benda bukanlah suatu perbuatan yang berdiri

sendiri melainkan merupakan suatu perbuatan yang mengikuti perbuatan yang

mendahuluinya yang disebut sebagai peristiwa perdata untuk memindahkan hak

milik. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata tersebut di atas yang menyatakan bahwa berdasar atas suatu peristiwa perdata

untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas

terhadap kebendaan itu.

Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa hibah wasiat merupakan suatu

perbuatan perdata yang berlaku bila pemberi hibah meninggal dunia. Melalui

testament atau surat wasiat merupakan perbuatan pemindahan hak yang diikuti oleh

perbuatan penyerahan secara yuridis dari pelaksana wasiat (executrice testamentair)

atau para ahli waris kepada penerima hibah wasiat (legataris) melalui akta

penyerahan legaat. Pelaksana wasiat (executeur testamentair) merupakan nama yang

Universitas Sumatera Utara

54

diberikan Undang-Undang kepada orang yang diangkat sebagai pelaksana surat

wasiat yang mempunyai tugas utama untuk melaksanakan kehendak terakhir

seseorang yang membuat wasiat.87

Dasar pembuatan akta penyerahan legaat adalah Pasal 959 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata yaitu

“Penerima hibah wasiat harus meminta barang yang dihibahkan itu kepadapara ahli waris atau penerima wasiat yang diwajibkan untuk menyerahkanbarang yang dihibahkan itu. Ia berhak atas hasil dan bunganya sejak harikematian pewaris, bila tuntutan untuk penyerahan dilakukan dalam waktu satutahun sejak hari tersebut, atau bila penyerahan itu dilakukan secara sukareladalam jangka waktu yang sama. Bila tuntutan itu diajukan setelah itu, iahanya berhak atas hasil dan bunganya saja, terhitung dari hari pengajuantuntutan itu.”

Berdasarkan Pasal tersebut maka dapat dikatakan bahwa cara untuk

memperoleh hak milik berdasarkan hibah wasiat diharuskan dengan adanya

penyerahan (levering ) terlebih dahulu dari pelaksana hibah wasiat atau dari para ahli

waris kepada penerima hibah (legataris).

Penyerahan (levering) suatu hibah wasiat (legaat) dilakukan sebagai

berikut :88

1. Jika legaat tersebut terdiri atas barang bergerak yang berwujud, hanya dengan

penyerahan barangnya.

2. Jika terdiri atas barang bergerak tidak berwujud, diperlukan akta yang harus

ditandatangani oleh yang menyerahkannya dan yang menerimanya, sehingga

perjanjian itu harus diberitahukan secara resmi kepada debitor.

87 Tan TiongKie, Op.Cit, hal. 534.88 Gregor Van der Burght,diterjemahkan oleh Tengker, Seri Plito, Hukum Waris Buku Kesatu,

(Bandung:PT.Citra Aditya Bakti), hal.109

Universitas Sumatera Utara

55

3. Jika terdiri atas barang tidak bergerak, diperlukan akta dengan memperhatikan

aturan khusus untuk penyerahan harta tetap yang berkenaan.

Ketentuan yang mengatur mengenai penyerahan legaat tersebut diatas dapat

dilihat dasar hukumnya yaitu :

1. Leegaat barang bergerak berdasarkan Pasal 612 ayat (1) Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, bahwa penyerahan barang-barang bergerak kecuali yang tidak

bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata oleh atau atas nama pemilik

atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu

berada.

2. Legaat atas barang bergerak tak berwujud berdasarkan Pasal 613 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata bahwa penyerahan yang demikian itu baru mempunyai

akibat sejak saat diadakan pemberitahuan kepadanya atau disetujui secara tertulis

atau diakuinya.

3. Legaat atas benda tidak bergerak diatur dalam Pasal 616 sampai Pasal 620 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Akan tetapi Pasal tersebut tidak pernah berlaku

karena menurut Peraturan Peralihan Perundang-undangan (S.1848 Nomor 10)

yang tetap berlaku adalah Ordonansi Baliknama (S.1834 Nomor 27). Kemudian

berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria penyerahan hak milik atas Tanah

diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran

Tanah. Menurut Pasal 19 dalam Peraturan Pemerintah ini maka setiap perjanjian

yang bermaksud untuk memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan

suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri

Universitas Sumatera Utara

56

Agraria. Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 telah direvisi

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tetang Pendaftaran Tanah.

Dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 bahwa setiap

perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan

suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Berdasarkan uraian diatas penyerahan (levering) hibah wasiat dengan objek

hibah wasiat adalah tanah dan bangunan dapat dibuat melalui dua alternatif yaitu akta

yang dibuat oleh Notaris atau akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT). Akta penyerahan ini juga berperan dalam hal balik nama di Badan

Pertanahan Nasional dan hal tersebut diatur dalam Pasal 111 dan Pasal 112 Peraturan

Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan pelaksanaan Peraturan

Pemerintah Nomor 24 tahun 1997.

5. Lahirnya Hak atas Objek yang diwasiatkan bagi Legataris.

Menurut Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa pewaris

hanya terjadi atau berlangsung dengan adanya kematian. Kematian seseorang dalam

hal ini orang yang meninggal dengan meninggalkan harta kekayaan merupakan unsur

yang mutlak untuk adanya pewarisan, karena dengan adanya kematian seseorang

maka pada saat itu pula mulailah harta warisan itu dapat dibuka atau dibagikan. Dan

pada saat itu pula para ahli waris sudah dapat menentukan haknya untuk diadakan

pembagian warisan, karena dengan meninggalnya perwaris maka seluruh aktiva atau

Universitas Sumatera Utara

57

seluruh harta kekayaanya maupun seluruh pasiva atau seluruh hutang-hutangnya

secara otomatis akan jatuh atau beralih kepada ahli waris yang ada.

Bagi ahli waris ab intestato Pasal diatas dijelaskan kembali dalam Pasal 833

ayat (1), bahwa :

“Sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik

atas segala barang, segala hak dan segala piutang si yang meninggal”.

Peralihan hak dan kewajibannya dari yang meninggal dunia kepada ahli

warisnya disebut saisine yaitu ahli waris memperoleh segala hak dan kewajiban dari

yang meninggal dunia, tanpa memerlukan suatu tindakan tertentu, bahkan juga

apabila ahli waris tersebut belum mengetahui tentang kematian pewaris.

Asas yang berlaku dalam Pasal 833 ayat 1 tersebut tidak saja berlaku bagi

pewaris ab intestato saja tetapi berlaku juga untuk ahli waris ad testemento

,berdasarkan Pasal 955 KUH Perdata bahwa:

“Pada waktu pewaris meninggal dunia, baik para ahli waris yang diangkat

dengan wasiat maupun mereka yang oleh Undang-Undang diberi sebahagian

harta peninggalan itu, demi hukum memperoleh besit atas benda-benda yang

ditinggalkan”.

Hak saisine yang dalam aturan Prancis kuno terkenal dengan istilah “let mort

saisit le vif” yang artinya orang yang mati menguasai orang yang hidup, si mati

digantikan oleh orang yang hidup juga berlaku pada pewarisan ad testamento.89

Hal tersebut ditegaskan kembali melalui Pasal 874 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata yaitu

89 A.Pittlo, Hukum Waris (Jakarta: PT.Intermas, 1986), hal 18-19

Universitas Sumatera Utara

58

“Segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan

sekalian ahli waris menurut Undang-Undang, sekedar terhadap itu dengan

surat wasiat tidak telah diambilnya sesuatu ketetapan yang sah”.

Sehingga sejak pewaris meninggal dunia maka semua ahli waris, apakah

terpanggil untuk mewaris oleh Undang-Undang atau oleh testament, mempunyai hak

yang sama, mereka sama-sama mengantikan kedudukan si pewaris. Oleh karena itu

ahli waris Ab Intestato dan ahli waris Ad Testamento sama-sama mempunyai hak atas

harta peninggalan pewaris. Peristiwa terbukanya warisan itu memerlukan perhatian

dan tindakan hukum dari segenap para ahli waris secara bersama-sama untuk

melakukan penyelesaian atas warisan yang sudah terbuka menurut hukum waris yang

berlaku, lebih khusus lagi apabila atas kekayaan yang menjadi harta warisan yang

ditinggalkan pewaris itu terkait atau ada hubungannya dengan pihak-pihak lain.

Selain hak-hak dari sesama (para) ahli waris atau teman sesama ahli waris atau teman

sewarisan, atas harta peninggalan atau harta warisan yang sudah terbuka itu turut

berhak legataris, maupun kreditur ataupun instansi pemerintah (kantor pelayanan

pajak).90

Pada umumnya seluruh sistem hukum yang ada hanya mengenal peristiwa

hukum kematian sebagai dasar untuk menentukan ukuran terbukanya warisan.91

Peristiwa kematian menurut hukum mengakibatkan terbukanya warisan dan sebagai

konsekuensinya seluruh harta kekayaan pewaris menjadi hak ahli waris. Bila

90Syahril Sofyan, Beberapa Dasar Teknik Pembuatan Akta (Khusus Warisan),(Medan:Pustaka Bangsa Press, 2012), hal.6.

91 Hasbalah Thaib dan Syahril Sofyan, Teknik Pembuatan Akta Penyelesaian WarisanMenurut hukum waris Islam di Indonesia, (Bandung:Ciptapustaka Media, 2014),hal.9.

Universitas Sumatera Utara

59

berkaitan dengan pewarisan dengan menggunakan wasiat yang berisikan hibah wasiat

maka sejak terbukanya warisan maka penerima hibah wasiat (legataris) mempunyai

hak terhadap objek yang dihibah wasiatkan. Jika objek tersebut dalam bentuk benda

tidak bergerak yaitu bangunan dan atau tanah maka sejak saat kematian pewaris, lahir

hak legataris terhadap objek yang dihibah wasiatkan. Hak tersebut lebih kepada hak

untuk menuntut penyerahan karena hibah wasiat bukan merupakan suatu cara untuk

memperoleh hak milik karena tidak melahirkan hak kebendaan (zakerlijk recht)

melainkan hanya memberikan kepada legataris suatu hak perorangan (personlijk

recht) yaitu hak untuk menuntut penyerahan barang yang dihibah wasiatkan dari para

ahli waris (atau pelaksana wasiat yang diberi bezit atas harta warisan). Hal tersebut

didasarkan pada pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata antara lain

Pasal 959 yang berisikan bahwa (legataris) harus meminta barang yang dihibahkan

itu kepada para ahli waris atau penerima wasiat yang diwajibkan untuk menyerahkan

barang yang dihibahkan itu.

Oleh karena itu sejak meninggalnya legater maka saat tersebut lahir hak

legataris terhadap objek yang dihibah wasiatkan. Hak tersebut adalah hak untuk

menuntut penyerahan objek yang dihibah wasiatkan sehingga masih memerlukan lagi

penyerahan dari para ahli waris atau pelaksana wasiat kepada legataris yang

merupakan proses peralihan hak lebih lanjut.

B. Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan melalui Hibah Wasiat.

Terdapat 2 (dua) cara dalam mendapatkan ataupun memperoleh hak atas

tanah, yakni :

Universitas Sumatera Utara

60

1. Dengan pengalihan, yang meliputi beralih dan dialihkan. Dalam hal ini berarti

ada pihak yang kehilangan yaitu pemilik semula dan pihak lain yang

mendapatkan suatu hak milik.

2. Terjadinya hak milik sesuai dengan Undang–Undang Pokok Agraria Nomor 5

Tahun 1960 pada Pasal 22, yaitu:

a. Terjadinya hak milik menurut hukum adat yang diatur dengan Peraturan

Pemerintah. Dalam hal ini berarti terjadinya hak milik tesebut, diawali

dengan hak seorang warga untuk membuka hutan dalam lingkungan

wilayah masyarakat hukum adat dengan persetujuan Kepala Desa.

Dengan dibukanya tanah tesebut, belum berarti orang tersebut langsung

memperoleh hak milik. Hak milik akan dapat tercipta jika orang tersebut

memanfaatkan tanah yang telah dibukanya, menanami dan memelihara

tanah tersebut secara terus menerus dalam waktu yang sangat lama. Dari

sinilah hak milik dapat tercipta, yang sekarang diakui sebagai hak milik

menurut UUPA. Terjadinya hak milik dengan cara ini memerlukan waktu

yang cukup lama dan tentunya memerlukan penegasan yang berupa

pengakuan dari pemerintah.

b. Terjadinya hak milik karena penetapan pemerintah, yaitu yang diberikan

oleh pemerintah dengan suatu penetapan menurut cara dan syarat-syarat

yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini berarti

pemerintah memberikan hak milik yang baru sama sekali. Pemerintah

juga dapat memberikan hak milik berdasarkan perubahan dari suatu hak

Universitas Sumatera Utara

61

yang sudah ada. Misalnya dengan peningkatan dari Hak Guna Usaha

menjadi Hak Milik, Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, Hak Pakai

menjadi Hak Milik.

Bila ada kehendak yang disengaja dan disepakati atas sebidang tanah, maka

didalamnya ada pengalihan hak atas tanah tersebut. Peralihan hak atas tanah menurut

Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahn 1997 dapat dilakukan melalui

perbuatan hukum seperti jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam

perusahaan dan perbuatan hukum lainnya yang dibuktikan dengan akta Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT).92

1. Hak atas Tanah dan Bangunan

Di dalam Burgerlijk Wetboek (yang selanjutnya disebut BW) ada dua istilah,

yaitu benda (zaak) dan barang (goed).93 Pengertian yang paling luas dari istilah zaak

ialah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang. Disini benda berarti objek sebagai

lawan dari subjek atau orang dalam hukum. Ada perkataan benda itu dipakai dalam

artian sempit, yaitu sebagai barang yang terlihat saja, juga dipakai dengan maksud

kekayaan seseorang. Jika perkataan benda dipakai dalam arti kekayaan seseorang

maka perkataan itu meliputi barang-barang yang tak terlihat yaitu hak, misalnya hak

piutang atau penagihan. 94

92Mhd.Yamin Lubis dan Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung:CV.MandarMaju,2010), hal.276

93 Mariam Darus, Badrulzaman , Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, (Alumni:Bandung,2010) hal.35

94 Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Benda, (Yogyakarta: Liberty,1981)hal.14

Universitas Sumatera Utara

62

Pengertian tentang benda diatur pada Pasal 499 BW bahwa yang dinamakan

kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.

Secara garis besar jenis-jenis benda yang dikenal BW adalah sebagai berikut :95

a. Benda berwujud dan benda tak berwujud (lihat Pasal 503 BW);

b. Benda bergerak dibedakan atas benda bergerak karena sifatnya menurut Pasal

509 BW, yang kedua benda bergerak karena ketentuan Undang-Undang menurut

Pasal 511 BW, dan benda tidak bergerak dibedakan atas tak bergerak menurut

sifatnya dan tak bergerak karena tujuannya ialah segala apa yang meskipun tidak

secara sungguh-sungguh digabungkan dengan tanah atau bangunan dimaksudkan

untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang agak lama, yaitu

misalnya mesin-mesin dalam suatu pabrik, selanjutnya ialah tak bergerak karena

memang demikian, diatur dalam Pasal 507 BW, dan tak bergerak menurut

ketentuan Undang-Undang ini berwujud hak-hak atas benda yang tak bergerak,

misal: hak memungut hasil atas benda tak bergerak, hak memakai atas benda tak

bergerak, hipotik dan lain-lain.

c. Benda habis pakai dan Benda tidak habis pakai terdapat dalam Pasal 505 BW

Perbedaan antara benda bergerak dengan benda tidak bergerak penting karena

adanya ketentuan-ketentuan hukum yang berbeda antara benda yang tidak bergerak

dan benda bergerak yang berkaian dengan bezit, levering (penyerahan), verjaring

(lewat waktu atau kadaluwarsa), dan bezwaring (pembebanan).

95Usanti, Trisadini P., et.al., Buku Ajar Hukum Perdata,( Surabaya: FH UniversitasAirlangga. 2012) hal.40

Universitas Sumatera Utara

63

Menurut hukum Perdata yang dimaksud dengan penyerahan (levering) itu

adalah penyerahan suatu benda oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain,

sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas benda itu. Dalam sistem hukum

perdata Prancis tidak mengenal lembaga penyerahan ini. Misalnya dalam jual beli

dengan adanya perjanjian jual beli saja haknya sudah beralih, tanpa adanya

penyerahan. Sedangkan menurut sistem hukum Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata dalam perjanjian jual beli harus diikuti penyerahan supaya terjadi

pemindahan hak. Perjanjian jual beli hanya bersifat obligatoir saja yaitu hanya

melahirkan kewajiban saja, ialah kewajiban untuk menyerahkan barangnya bagi

penjual dari kewajiban untuk membayar harganya bagi pembeli, tidak berakibat

berpindahnya hak milik atas barang. Hak milik atas barang baru berpindah kepada

pembeli setelah adanya penyerahan. Penyerahan disini adalah perbuatan yuridis

dalam arti transfering of ownership.96

Levering (penyerahan) benda bergerak dapat dilakukan dengan penyerahan

nyata (fitelijk levering) sedangkan levering benda tidak bergerak harus dengan balik

nama, misalnya hak milik atas tanah harus balik nama di Badan Pertanahan Nasional

(BPN).97

Juridische levering adalah perbuatan hukum yang bertujuan untuk

memindahkan hak kebendaan kepada orang lain. Perbuatan ini merupakan

penyerahan secara formal atau resmi. Penyerahan hak kebendaan atas tanah secara

96 Sri Soedewi Masjchoen,op.cit.hal.6797 Komariah, Hukum Perdata, (Malang:UMM Press, 2005), hal.91

Universitas Sumatera Utara

64

fisik saja tidak cukup karena harus ada penyerahan secara yuridis untuk

memindahkan hak kepada orang lain, yaitu dengan membuat surat penyerahan yang

disebut dengan balik nama. Dengan membuat akta otentik, penyerahan hak

kebendaan atas tanah harus dilakukan secara yuridische levering.98

Sebagai benda yang tidak bergerak tanah dan bangunan penyerahannya diatur

dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan berdasarkan

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa benda

tidak bergerak berupa tanah penyerahannya dilakukan dihadapan PPAT dengan

pembuatan akta PPAT dan didaftarkan ke kantor pendaftaran tanah. Dengan demikian

berarti bahwa penyerahan kebendaan tidak bergerak selain dilakukan secara nyata

juga harus diikuti dengan penyerahan secara yuridis.

Tanah dan bangunan merupakan benda yang tidak bergerak yang memiliki

keunikan yang berbeda dengan benda pada umumnya. Perbedaan antara tanah

dengan benda-benda lain terlihat bentuk tubuh masing-masing benda. Benda yang

bukan tanah selalu dapat dilihat kepribadiannya, sebagai contoh bahwa sebuah buku,

meja, kursi terlihat dari batas-batasnya dari barang-barang yang ada disekitarnya,

berbeda dengan tanah dan batas-batasnya dengan tanah sekitarnya hanya ada dalam

pikiran manusia, artinya batas-batas yang diadakan antara berbagai bidang tanah

98Arus Akbar Silondae & Wirawan B. Ilyas, Pokok-Pokok Hukum Bisnis, (Jakarta: SalembaEmpat,2012), hal.18.

Universitas Sumatera Utara

65

hanya merupakan tanda bahwa dalam pikiran orang hak seseorang atas tanah hanya

meluas sebatas itu.99

Tanah merupakan hal yang sangat kompleks karena menyangkut banyak segi

kehidupan masyarakat. Setiap orang hidup membutuhkan tanah, baik sebagai tempat

tinggal maupun tempat usaha. Semakin meningkatnya jumlah penduduk, semakin

meningkat pula kebutuhan atas tanah, padahal luas tanah wilayah Negara adalah tetap

atau terbatas.

Selanjutnya dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA ditentukan bahwa atas dasar hak

menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya

macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut dengan “tanah” hanya

permukaan bumi yang merupakan bagian kecil dari sumber daya alam agraria.

Selain tanah, bangunan juga merupakan benda yang penting bagi manusia.

Beragam aktifitas yang dapat dilakukan didalam bangunan utnuk memenuhi

kebutuhan manusia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan

secara tetap pada tanah dan/atau perairan pendalaman dan/atau laut.100

Hak atas tanah yang berlaku di Indonesia saat ini adalah hak atas tanah yang

diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Berdasarkan asal tanahnya

hak atas tanah dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu hak atas tanah yang bersifat

primer dan hak atas tanah yang bersifat sekunder. Hak atas tanah yang bersifat primer

99 Marihot Pahala Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Teori dan Praktek,(Jakarta:Raja Grafindo Persada,2003),hal.30

100 Pasal 1 ayat (39) Undang-Undang 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan RetribusiDaerah

Universitas Sumatera Utara

66

adalah hak atas tanah yang berasal dari tanah negara, yaitu hak milik, hak guna usaha,

hak guna bangun atas tanah negara, dan hak pakai atas tanah negara. Hak atas tanah

yang bersifat sekunder adalah hak atas tanah yang berasal dari tanah pihak lain, yaitu

hak guna bangun atas hak pengelolaan, hak guna bangun atas tanah hak milik, hak

pakai atas tanah pengelolaan, hak pakai atas tanah hak milik, hak sewa untuk

bangunan, hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah

pertanian.101

Berdasarkan Pasal 85 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 bahwa

perolehan hak atas tanah yang dapat dikenakan Bea Perolehan Hak atas tanah dan

Bangunan adalah perolehan atas :

a. Hak Milik.

Hak milik adalah turun temurun, terkuat dan terpenuhi yang dapat dipunyai

orang atas tanah dengan mengingat fungsi sosial. Pada asasnya hanya warga

negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik atas tanah baik sendiri

maupun bersama-sama dengan orang lain. Disamping itu badan hukum yang

bergerak dalam lapangan sosial dan keagamaan yang telah ditunjuk oleh

pemerintah dapat memiliki hak milik atas tanah sepanjang tanahnya digunakan

langsung dalam bidang sosial dan keagamaan.

b. Hak Guna Usaha

101 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, (Jakarta:Kencana, 2011),hal.52

Universitas Sumatera Utara

67

Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah untuk perkebunan dan

pertanian, dan lain-lain. Yang dapat mempunyai Hak Guna Usaha ialah Warga

Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia.

c. Hak Guna Bangun.

Hak Guna adalah hak mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang

bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu tertentu. Yang dapat mempunyai

Hak Guna Bangunan adalah Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang

didirikan menurut hukum Indonesia serta berkedudukan di Indonesia.

d. Hak Pakai

Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut dari hasil tanah

yang langsung dikuasai oleh negara atau tanah milik orang lain yang

memberikan wewenangan dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan

dalam pemberiannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan

perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah.

e. Hak Milik atas satuan Rumah Susun.

Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan rumah susun

yang bersifat perorangan dan terpisah.

f. Hak Pengelolaan

Hak Pengelolaan adalah hak untuk menguasai atas tanah yang langsung dikuasai

oleh Negara yang memberikan wewenang kepada pemegang haknya untuk

merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan,

menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksana tugasnya, menyerahkan

Universitas Sumatera Utara

68

bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga dengan hak pakai dengan

jangka waktu 6 Tahun (Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1965),

menerima uang pemasukan dan/atau uang wajib tahunan.

2. Peralihan atau pemindahan hak atas tanah

Suatu perolehan hak atas tanah dan bangunan pada dasarnya merupakan hasil

dari proses peralihan hak. Peralihan hak dapat terjadi karena dua hal yaitu beralih dan

dialihkan. Beralih adalah suatu peralihan hak yang dikarenakan seseorang yang

mempunyai salah satu hak meninggal dunia sehingga haknya dengan sendirinya

beralih menjadi hak ahli warisnya. Dengan kata lain bahwa peralihan hak itu terjadi

dengan tidak sengaja dimana pihak yang satu tidak melakukan perbuatan untuk

mendapatkan hak atas tanah tersebut atau terjadi karena proses alamiah. Sebaliknya

yang dimaksud dengan dialihkan adalah suatu peralihan hak yang dilakukan dengan

sengaja supaya hak tersebut terlepas dari pemilik asalnya dan menjadi hak pihak lain.

Dengan kata lain terjadi karena adanya suatu perbuatan hukum tertentu seperti,

wasiat, hibah, jual beli, tukar menukar, hibah dan hibah wasiat.102

Istilah peralihan hak atas tanah dengan pemindahan hak atas tanah tidak ada

perbedaan yang tegas sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 3 Tahun 1997. Terkadang peralihan terkesan bahwa peralihan hak dan

pemindahan hak diartikan sama, terkadang peralihan hak bagian dari pemindahan hak

dan sebaliknya, misalnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 pada

102 K.Wantjik Saleh, Hak atas Anda Atas Tanah, (Jakarta:Galia Indonesia,1982)., hal. 180-190

Universitas Sumatera Utara

69

Pasal 37 diberi judul pemindahan hak sedangkan dalam isi Pasalnya disebut peralihan

hak.103

Untuk memudahkan pemahaman praktisnya, maka peralihan hak atas tanah

adalah suatu perbuatan hukum yang dikuatkan dengan akta otentik yang dibuat oleh

dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang mengakibatkan beralihnya

pemegang hak atas tanah kepada pihak lain. Pemindahan hak atas tanah adalah

perbuatan hukum atau peristiwa hukum yang dikuatkan selain dengan akta Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT) seperti risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang,

akta otenik mengenai penyerahan hak dan ganti rugi dan juga tukar guling yang

dibuat oleh Notaris, Surat Keterangan Ahli Waris, dan putusan pengadilan yang

mengakibatkan berpindahnya pemegang hak kepada pihak lain.104

Perbuatan hukum Peralihan Hak untuk memindahkan hak atas tanah yang

dimiliki kepada orang lain dapat dilakukan dengan cara:

a. Jual beli.

Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa jual beli

adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang

telah dijanjikan.

b. Pemasukkan dalam Perusahaan atau Inbreng.

c. Tukar-menukar.

103 Mhd.Yamin Lubis dan Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung:CV.MandarMaju,2010), hal.275.

104 Ibid, hal.276.

Universitas Sumatera Utara

70

Pasal 1541 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa tukar-

menukar ialah suatu perjanjian, dengan mana kedua belah pihak mengikatkan

dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal-balik, sebagai

gantinya suatu barang lain.

d. Hibah.

Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa hibah

adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, diwaktu hidupnya, dengan

cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda

guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu

e. Hibah wasiat (legaat).

Hibah wasiat adalah suatu pemberian yang dinyatakan ketika yang memberi itu

masih hidup tetapi pelaksanaannya setelah yang memberi itu meninggal dunia.

3. Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah karena Perubahan data Yuridis

yang disebabkan oleh Hibah Wasiat.

Dalam Pasal 19 Ayat (1) UUPA dinyatakan bahwa untuk menjamin Kepastian

Hukum di bidang Pertanahan, maka oleh Pemerintah Indonesia diadakanlah Kegiatan

Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-

ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Menurut A.P. Parlindungan, pendaftaran tanah berasal dari kata Cadastre

(Bahasa Belanda Kadaster) suatu istilah teknis untuk suatu record (rekaman),

menunjukkan kepada luas, nilai, kepemilikan (atau lain-lain atas hak) terhadap suatu

Universitas Sumatera Utara

71

bidang tanah. Kata ini berasal dari bahasa latin “Capistratum” yang berarti suatu

register atau capita atau unit yang dibuat untuk pajak tanah Romawi (Capotatio

Terrens). Dalam arti yang tegas, Cadaster adalah record pada lahan-lahan, nilai

daripada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan. Dengan

demikian, Cadastre merupakan alat yang tepat yang memberikan uraian dan

identifikasi dari tersebut dan juga sebagai Continuous recoding (rekaman yang

berkesinambungan ) dari hak atas tanah.105

Pendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi

pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik

dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan

satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi

bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun

serta hak-hak tertentu yang membebaninya.106

Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah mengatur mengenai tujuan pendaftaran tanah, yaitu :

1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain

yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai

pemegang hak yang bersangkutan;

105 A.P Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung:Mandar Maju, 1999),hal.18-9

106 Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah.

Universitas Sumatera Utara

72

2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan

(Pihak Ketiga) termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh

data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-

bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;

3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Yang dimaksudkan

dalam hal ini adalah data yang tersaji di Kantor Pertanahan adalah merupakan

data yang sama dengan riwayat tanah yang terjadi di masyarakat.

Objek Pendaftaran Tanah sesuai dengan ketentuan Pasal 9 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, meliputi:

1. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak

guna bangunan, dan hak pakai;

2. Tanah hak pengelolaan;

3. Tanah wakaf;

4. Hak milik atas satuan rumah susun;

5. Hak tanggungan;

6. Tanah Negara.

Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah menyatakan bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan:

1. Pendaftaran Tanah untuk pertama kali.

Pendaftaran tanah untuk pertama kali merupakan kegiatan pendaftaran tanah

yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang belum didaftar.

Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi :

Universitas Sumatera Utara

73

a. Pengumpulan dan pengolahan data fisik;

b. Pembuktian hak dan pembukuannya;

c. Penerbitan sertipikat;

d. Penyajian data fisik dan data yuridis;

e. Penyimpanan daftar umum dan dokumen.

2. Pemeliharaan Data pendaftaran tanah.

Pemeliharaan data pendaftaran tanah merupakan kegiatan pendaftaran tanah

untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar

tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan sertipikat dengan perubahan-

perubahan yang terjadi kemudian.

Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi :

a. Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak;

b. Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.

Perubahan data yuridis menurut Pasal 94 ayat (2) Peraturan Menteri Negara

Agraria/kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1995, salah satunya

adalah peralihan hak karena jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukkan dalam

perusahaan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya.107

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, lembaga pendaftaran tidak semata-matamengandung arti untuk memberikan alat bukti yang kuat, akan tetapi jugamenciptakan hak kebendaan. Hak kebendaan atas suatu benda (tanah) terjadi padasaat pendaftaran dilakukan. Tanpa sifat kebendaan hak atas tanah belum mempunyaikaitan dengan milik. Hak milik itu merupakan istilah yang hampa, baru ada miliktetapi belum ada ”hak”. Hal tersebut hanya mempunyai arti terhadap pihak pribadidan belum terhadap bendanya. Umum masih melihat milik itu masih merupakan hak

107Urip Santoso, ibid,hal.343.

Universitas Sumatera Utara

74

dari pemilik asal. Umum belum mengetahui perubahan keadaan hukum dari benda(tanah) tersebut. Melalui pendaftaran ini lahirlah pengakuan umum terhadap sifatkebendaan atas benda (tanah). Pengakuan ini merupakan asas legalitas dari haktersebut.108

Dalam arti selama pendaftaran belum dilakukan, hak hanya mempunyai arti

terhadap para pihak pribadi, dan umum belum mengetahui perubahan status hukum

dari benda. Pengakuan masyarakat baru terjadi pada saat hak milik atas benda

tersebut didaftarkan. Melalui pendaftaran lahirlah pengakuan umum atas hubungan

hak dengan benda.

Sehingga dalam kepemilikan suatu benda terlebih dahulu orang tersebut harus

membuktikan kepemilikan benda tersebut. Hal tersebut juga diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1865 yang menegaskan bahwa :

”Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak, atau gunameneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain,menunjuk suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwatersebut.”.

Berdasarkan isi Pasal tersebut maka jelaslah bahwa dalam suatu peristiwa

yang menimbulkan hak harus dibuktikan terlebih dahulu sehingga terdapat alas hak

kepemilikan atas benda tersebut.

Sistem Pendaftaran tanah dapat dibedakan ke dalam 2 kelompok berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu :109

a. Sistem Pendaftaran Akta (Registration Of Deeds)

108Mariam Darus, Badrulzaman , Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, (Bandung:Alumni,2010) hal.64.

109 Kartini Muljadi dan Gunawan Wijaya, Seri hukum harta kekayaan hak-hak atas tanah,(Jakarta:Prenada Media Group,2004) hal. 89-90

Universitas Sumatera Utara

75

Dalam sistem pendaftaran akta, akta inilah yang didaftar oleh Pejabat

Pendaftaran Tanah (PPT), dalam sistem ini PPT bersifat pasif. Ia tidak

melakukan pengujian kebenaran data yang disebut dalam akta yang didaftar.

b. Sistem Pendaftaran Hak (Registration Of Titles)

Dalam sistem pendaftaran hak tiap pemberian atau menciptakan hak baru serta

pemindahan dan pembebanannya dengan hak lain kemudian, harus dibuktikan

dengan suatu akta.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah yang digunakan dalam sistem pendaftaran hak (Registration Of titles)

pembukuan dalam buku tanah serta pencatatannya pada surat ukur tersebut

merupakan bukti bahwa hak yang bersangkutan beserta pemegang haknya dan bidang

tanahnya yang diuraikan dalam surat ukur secara hukum telah didaftarkan menurut

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Pada pewarisan disertai dengan hibah wasiat, maka jika hak atas tanah yang

dihibahkan sudah tertentu, maka pendaftaran peralihannya dilakukan atas

permohonan penerima hibah dengan melampirkan :110

1. Sertifikat hak atas tanah pewaris, atau apabila hak atas tanah yang dihibahkan

belum terdaftar, bukti kepemilikan tanah atas nama pemberi hibah

sebagimana dimaksud dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997;

110 Mhd.Yamin Lubis dan Rahim Lubis, Op.Cit, hal.517

Universitas Sumatera Utara

76

2. Surat kematian pemberi hibah wasiat dari Kepala Desa/Lurah tempat tinggal

pemberi hibah wasiat tersebut waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas

kesehatan, rumah sakit atau instansi yang berwenang;

3. a. Putusan pengadilan atau penetapan Hakim/Ketua Pengadilan mengenai

pembagian atau waris yang memuat penunjukkan hak atas tanah yang

bersangkutan sebagai telah dihibah wasiatkan kepada pemohon, atau

b. Akta PPAT mengenai hibah yang dilakukan oleh pelaksana wasiat atas

nama pemberi hibah wasiat sebagai pelaksana dari hibah wasiat yang

dikuasakan pelaksanaannya kepada pelaksana wasiat tersebut, atau

c. Akta pembagian waris yang memuat penunjukkan atas tanah yang

bersangkutan sebagai telah dihibah wasiatkan kepada pemohon.

4. Surat kuasa tertulis dari penerima hibah apabila yang mengajukan

permohonan pendaftaran peralihan hak bukan penerimaan hibah.

5. Bukti identitas penerima hibah;

6. Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

dalam hal Bea perolehan tersebut terhutang ;

7. Bukti pelunasan pembayaran pph (Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun

1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996), dalam hal pajak

tersebut terhutang.

Jika hak atas tanah yang dihibahkan belum tertentu, maka pendaftaran

peralihan haknya dilakukan kepada ahli waris dan penerimaan hibah wasiat sebagai

Universitas Sumatera Utara

77

harta bersama. Pencatatan pendaftaran peralihan hak dalam daftar-daftar pendaftaran

tanah dilakukan dengan cara :111

a. Nama pemegang hak lama di dalam buku tanah di coret dengan tinta hitam dandibubuhi paraf kepala kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk;

b. Nama atau nama-nama pemegang hak yang baru dituliskan pada halaman dankolom yang ada dalam buku tanahnya dengan dibubuhi tanggal pencatatan,danbesarnya bagian setiap pemegang hak dalam hal penerima hak beberapa orangdan sebenarnya bagian ditentukan, dan kemudian ditanda tangani oleh kepalakantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk dan cap dinas Kantor Pertanahan.

c. Yang disebut pada huruf a dan b juga dilakukan sertipikat hak yang bersangkutandan daftar-daftar umum lain yang memuat nama pemegang hak lama;

d. Nomor hak dan identitas lain dari tanah yang dialihkan dari daftar namapemegang hak lama dan nomor hak dan identitas tersebut dituliskan pada daftarnama penerima hak.

Pengalihan hak berdasarkan wasiat merupakan balik nama dari pemegang

sertipikat hak yang telah meninggal dunia kepada wasi, yang oleh wasi dengan

menggunakan surat wasiat dan surat keterangan ahli waris dimohon balik namanya

kepada kepala kantor pertanahan setempat melalui prosedur perolehan sertipikat hak

atas tanah dengan pemenuhan persyaratan permohonan sebagai berikut :112

1. Surat permohonan2. Sertipikat hak atas tanah3. Surat keterangan kematian dari yang berwenang.4. Surat keterangan ahli waris dari yang berwenang.

Dalam Pasal 111 Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1997 disebutsebagai surat tanda bukti sebagai ahli waris yaitu :a. Wasiat dari pewaris.b. Putusan Pengadilan.c. Penetapan Hakim/Ketua Pengadilan.d. Bagi warganegara Indonesia penduduk asli : Surat Keterangan Ahli waris

yang dibuat oleh para ahli waris, dengan disaksikan oleh 2 orang saksi

111 Ibid,hal.518112 S.Chandra, Sertipikat Kepemilkan Hak Atas Tanah, Persyaratan Permohonan di Kantor

Pertanahan, (Jakarta:PT.Grasindo, 2005), hal 95.

Universitas Sumatera Utara

78

dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat dari tempat tinggalpewaris pada waktu meninggal dunia;

e. Bagi warganegara Indonesia keturunan Tionghoa : Akta keterangan hakmewaris dari notaris;

f. Bagi warganegara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya : SuratKeterangan Waris dari Balai Harta Peninggalan.

5. Surat hibah wasiat yang bersangkutan6. Fotokopi KTP atau identitas dari para ahli waris.7. Fotokopi KTP atau identitas diri penerimaan kuasa yang disertai surat kuasa

jika permohonannya dikuasakan.8. Fotokopi SPPT-PBB tahun berjalan.9. Bukti pelunasan BPHTB terutang.

Walaupun dalam jenis akta pemindahan hak diatur dalam Pasal 95 Peraturan

Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997

tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tidak ada

mengatur jenis akta PPAT mengenai hibah wasiat akan tetapi Pasal 112 ayat (1)

angka 3 huruf a Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 1997 menentukan bahwa akta

PPAT mengenai hibah yang dilakukan oleh pelaksana wasiat atas nama pemberi

hibah wasiat sebagai pelaksana dari wasiat yang dikuasakan pelaksanaannya kepada

pelaksana wasiat, dapat dipakai sebagai salah satu syarat atau sebagai alat bukti

peralihan hak karena hibah wasiat yang dapat digunakan dalam pendaftaran balik

nama. Contoh penggunaan akta hibah yang dibuat oleh PPAT adalah di kantor Badan

Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan, akta yang digunakan untuk proses balik

nama akibat hibah wasiat adalah akta Hibah yang dibuat dihadapan PPAT, sehingga

hibah wasiat dikatagorikan sebagai hibah.113

113 Wawancara dengan Syafrudin Chandra, Staff Badan Pertanahan Nasional Kota Medanpada tanggal 21 Juni 2014.

Universitas Sumatera Utara

79

Menurut Herlien Budiono bahwa konsekuensi logis dari pendapat umum

(Heersende leer) mengenai hibah wasiat adalah tindakan hukum untuk beralihnya

hak milik hibah wasiat yaitu akta penyerahan hibah wasiat dan bukannya dalam

bentuk akta hibah ataupun pembagian warisan sebagaimana dimaksud dalam

Peraturan Menteri Negara Agraria/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1997. Materi hukum

yang dimuat dalam akta penyerahan hibah wasiat tidak dapat dipaksakan untuk

dituangkan dalam akta hibah atau akta pembahagian warisan.114 Oleh karena itu

disarankan agar dapat dikeluarkan blanko akta PPAT penyerahan hibah wasiat oleh

Badan Pertanahan Nasioal. Menunggu hingga Badan Pertanahan Nasional

menerbitkan blanko akta PPAT Penyerahan Hibah Wasiat, maka sebagai jalan keluar

permasalahan dapat digunakan blanko akta hibah wasiat PPAT yang ada dengan

mengubah atau merenvoi judulnya menjadi Penyerahan Hibah Wasiat serta

menyesuaikan isinya dengan substansi penyerahan hibah wasiat.115

Berkaitan dengan akta yang digunakan sebagai dasar pendaftaran tanah yaitu

akta penyerahan hibah yang dibuat oleh Notaris atau akta hibah dari pelaksana wasiat

yang dibuat oleh PPAT, sebenarnya hanya berkaitan dengan prosedur pendafaran

yang ditentukan oleh masing-masing Kepala Badan Pertanahan setempat. Jika akta

hibah wasiat yang dijadikan bukti peralihan hak yang dibuat oleh Notaris, menurut

penilaian Kepala Kantor Pertanahan kebenarannya tidak diragukan lagi maka

pendaftarannya peralihan hak dilakukan melalui prosedur pewarisan, yang berarti

114 Herlien Budiono, hal.360115 Ibid, hal. 362-363.

Universitas Sumatera Utara

80

dasar pendaftaran peralihan haknya adalah akta pembagian warisan yang diperkuat

dengan Surat Keterangan waris dan Surat Pernyataan ahli waris. Dalam hal ini fungsi

akta hibah wasiat yang dibuat dihadapan Notaris berfungsi sebagai petunjuk yang

memperkuat penetapan subjek dan objek hak atas tanah yang dihibah wasiatkan.

Akan tetapi jika sebaliknya jika menurut penilaian Kepala Kantor Badan Pertanahan

kebenaran akta hibah wasiat yang dibuat dihadapan Notaris tingkat kebenarannya

diragukan atau tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan maka pendaftaran

peralihan hak atas tanah karena hibah wasiat dilaksanakan berdasarkan akta PPAT

mengenai hibah yang dilakukan oleh pelaksana wasiat hibah atas nama pemberi hibah

wasiat sebagai pelaksanaan dari wasiat yang dikuasakan pelaksanaannya kepada

pelaksana wasiat.116

Sehingga pendaftaran peralihan hak yang disebabkan oleh hibah wasiat dapat

melalui dua cara alternatif, yaitu :

1. Pendaftaran melalui prosedur pewarisan

Dasar pendaftaran peralihan haknya adalah akta pembagian warisan yang

diperkuat dengan Surat Keterangan waris dan Surat Pernyataan ahli waris. Akta

hibah wasiat yang dibuat dihadapan Notaris berfungsi sebagai petunjuk yang

memperkuat penetapan subjek dan objek hak atas tanah yang dihibah wasiatkan.

2. Pendaftaran melalui prosedur hibah

116 Upik Hamidah, Pembaharuan Standart Prosedur Operasi Pengaturan (SOP) PelayananPendaftaran Peralihan Hak Milik atas Tanah karena Hibah wasiat berdasarkan alat bukti peralihanhak, Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum , Volume 6, No. 2, (2012): hal.346-347.

Universitas Sumatera Utara

81

Akta yang digunakan adalah akta PPAT mengenai hibah yang dilakukan oleh

pelaksana wasiat atas nama pemberi hibah wasiat sebagai pelaksanaan dari

wasiat yang dikuasakan pelaksanaannya kepada pelaksana wasiat.

C. Peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan hak atas tanah dan bangunanpada hibah wasiat yang dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah danBangunan

Terdapat hubungan yang erat antara kadaster dan pembayaran pajak karena

data dari kadaster merupakan informasi yang paling tepat untuk pembayaran pajak

atas tanah. Dalam pengertian kadaster yang modern dapat dikatakan sebagai

pendaftaran atau pembukuan bidang-bidang tanah dalam daftar-daftar sesuai dengan

pengukuran dan pemetaan atau pengertian sebagaimana diurakan dalm Pasal 19 ayat

(2) sub a Undang-Undang Pokok Agraria yaitu berupa pengukuran, pemetaan dan

pembukuan tanah.117

Kadaster ini sering dibedakan atas jenis tujuannya. Dilihat dari tujuan ini

maka kadaster yang dimaksud terlihat sebagai berikut : a). Juridicial cadaster; b).

Fiscal cadaster; c). Land use cadaster; d). Multipurpose cadaster.118

Dimulai pada zaman Napoleon, zaman di Prancis dan di Belanda, kadaster

diselengarakan tidak hanya menjamin kepastian hukum tentang objek-objek tetapi

juga untuk keperluan pemungutan pajak. Hubungan antara tanah dan pajak demikian

pula hubungan pendaftaran tanah dan perpajakan tanah telah dikenal lama. Hal ini

117 Wiratni Ahmadi, Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah dengan KebijakanPertanahan di Indonesia, (Bandung: PT.Refika Aditama, 2006), hal.44

118 Mhd.Yamin Lubis dan Rahim Lubis,Op.Cit,hal.117.

Universitas Sumatera Utara

82

ditandai dengan dikenal pendaftaran tanah dengan tujuan memberian jaminan

kepastian hukum (rechts cadaster) dan dikenal pula kegiatan pendaftaran tanah

dengan tujuan yang berbeda yaitu dalam rangka fiscal, kegiatan ini disebut Fiscal

Cadaster.119 Kegiatan pendaftaran tanah dengan Fiscal Cadaster lebih diperuntukan

bagi kepentingan pemerintah yaitu untuk keperluan pengumpulan dana dari pajak

tanah. Keterkaitan diatas dapat menghasilkan dua keuntungan, satu sisi pajak dapat

dipungut dengan lebih tertib dan disisi lain administrasi pertanahan akan tertata

dengan baik.

Setiap suatu perbuatan hukum yang menyebabkan terjadinya peralihan hak

atau pemindahan hak sehingga terjadinya perolehan hak atas tanah dan atau

bangunan maka akan dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Hibah

wasiat yang merupakan perbuatan hukum peralihan hak untuk memindahkan hak atas

tanah yang dimiliki kepada orang lain maka akan dikenakan Bea Perolehan Hak atas

Tanah.

Saat ini Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan diatur dalam Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2009 dalam Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Saat

terutang atau saat dibayarnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan terhadap

pemindahan hak melalui hibah wasiat adalah saat tanggal dan penandatanganan akta.

Jika akta yang dimaksud adalah akta wasiat atau testament yang berisikan hibah

wasiat maka kurang tepat dikatakan bahwa tanggal penandatanganan akta tersebut

119 A.P Parlindungan,Op.cit, hal.72

Universitas Sumatera Utara

83

merupakan saat terutang karena pada saat tersebut belum adanya perolehan hak yang

dapat dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Surat Edaran Bersama Meneteri Keuangan, Menteri dalam Negeri dan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 4/SE/V/2014 tentang petunjuk pemungutan Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dalam kaitannya dengan pendaftaran Hak

Atas Tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah. Bahwa berdasarkan ketentuan

Pasal 101 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 tersebut, Kepala Daerah

atau Pejabat yang ditunjuk dapat melakukan penelitian/ verifikasi atas bukti

pembayaran BPHTB dengan tujuan :

a. Mencocokkan NOP yang dicantumkan dalam SSPD BPHTB dengan NOP yangtercantum dalam fotokopi SPPT atau bukti pembayaran PBB lainnya.

b. Mencocokkan NJOP Bumi dan Bangunan per meter persegi yang dicantumkandalam SSPD BPHTB dengan NJOP bumi per meter persegi pada basis data PBB.

c. Mencocokkan NJOP Bangunan per meter persegi yang dicantumkan dalamSSPD BPHTB dengan NJOP bangunan per meter persegi pada basis data PBB.

d. Meneliti kebenaran pengitungan BPHTB terutang yang meliputi dasar pengenaan(NPOP/NJOP), NPOPTKP, tarif, pegenaan atas objek tertentu, BPHTB terutangyang harus dibayar.

e. Meneliti kebenaran penghitungan BPHTB yang disetor, termasuk besarnyapengurangan yang dihitung sendiri.

f. Bukti pembayaran BPHTB wajib dilakukan penelitian/verifikasi dan ditandatangani oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. Adapun prosespendaftaran hak atas tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah tanahdilakukan sesuai dengan edaran Menteri Badan Pertanahan Nasional Nomor5/SE/IV/2013 tentang Pendaftaran Hak atas Tanah atau Pendaftaran PeralihanHak atas Tanah terkait dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

Melalui surat edaran Menteri Badan Pertanahan Nasional

Nomor 5/SE/IV/2013 tentang Pendaftaran Hak atas Tanah atau Pendaftaran Peralihan

Hak atas Tanah terkait dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Universitas Sumatera Utara

84

tentang Pajak dan Retribusi Daerah, mengatur bahwa berkaitan dengan Pasal 91

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan Retribusi Daerah

dan dalam rangka peningkatan pelayanan dibidang pertanahan, bukti pembayaran

pajak tidak diprasyaratkan pengecekan tanda bukti setoran pembayaran Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan pada instansi yang terkait dan dapat

langsung melakukan proses pendaftaran hak atas tanah atau pendaftaran peralihan

hak atas tanah.

Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan memiliki peranan

yang penting sebagai syarat dalam pendaftaran peralihan hak atas Tanah dan

Bangunan. Badan Pertanahan Nasional di masing-masing daerah akan memeriksa

mengenai bukti pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagai

syarat pendaftaran hak atas Tanah. Bukti tersebut tidak harus dilakukan verifikasi ke

dinas terkait yaitu Dinas Pendapatan Daerah. Walaupun demikian terdapat surat

pernyataan yang harus dibuat oleh pemohon hak atas tanah atau notaris/PPAT, yang

berisikan pernyataan bahwa telah disetorkan bea perolehan hak atas tanah dan

bangunan. Surat pernyataan tersebut gunanya untuk memberikan jaminan bahwa

benar adanya telah dilakukan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan.120

Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara

pendaftaran tanah dengan pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

120 Wawancara dengan Syafrudin Chandra, Staff Badan Pertanahan Nasional Kota Medanpada tanggal 21 Juni 2014.

Universitas Sumatera Utara

85

Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang dikenakan atas

perolehan hak atas tanah karena peralihan hak akibat hibah wasiat merupakan hal

yang penting harus dipenuhi agar dapat dilaksanakannya pendaftaran peralihan hak

atas tanah tersebut.

Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terhadap hibah

wasiat dilakukan pada saat legataris memperoleh hak atas Tanah dan Bangunan.

Dimana perolehan tersebut merupakan hasil dari proses peralihan yaitu proses

penyerahan hibah wasiat dari ahli waris atau pelaksana wasiat kepada penerima hibah

wasiat (legataris).

Universitas Sumatera Utara