penentuan isi kurikulum-1

31
MAKALAH PENENTUAN ISI KURIKULUM PTK Oleh : HARRIASENTA / 55456 MUHAMMAD AHYA ANSYARI YUSLI / 18658 REFDINAL MARCOS / 55455 PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI PADANG

Upload: refdinal-marcos

Post on 25-Oct-2015

267 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penentuan Isi Kurikulum-1

MAKALAH

PENENTUAN ISI KURIKULUM PTK

Oleh :

HARRIASENTA / 55456

MUHAMMAD AHYA ANSYARI YUSLI / 18658

REFDINAL MARCOS / 55455

PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2013

Page 2: Penentuan Isi Kurikulum-1

PENENTUAN ISI KURIKULUM

PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

A.PENDAHULUAN

Transisi antara proses perencanaan kurikulum ditingkat mikro yang lebih sempit

cakupannya dan dimensi permasalahannya tidak semata-mata berarti perpindahan lembaga

pengambil keputusan dan pergeseran dari masalah nasional kemasalah lokal di masing-

masing sekolah. Untuk dapat menjabarkan misi dan tujuan umum yang sudah ditetapkan

sebagai hasil analisis makro ke dalam wujud operasional kurikulum sekolah, haruslah

dipahami terlebih dahulu konsep dan strategi penentuan isi kurikulum sekolah. Konsep dan

strategi ini sudah semestinya merupakan penjabaran dari orientasi atau penekanan utama dari

kurikulum pendidikan teknologi kejuruan, yaitu relevansi baik terhadap konteks pendidikan

maupun konteks lapangan kerja.

Relevansi kurikulum tehadap konteks pendidikan berkaitan dengan persoalan-

persoalan yang menyangkut dukungan masyarakat kependidikan, ketersediaan tenaga guru

dan jajaran kependidikan yang lain untuk mendukung implementasi kurikulum, kualitas

masukan calon siswa dan aspirasi pendidikannya, dan juga hal-hal yang menyangkut

administrasi akademik pelaksanaan kurikulum tersebut.

Relevansi kurikulum terhadap konteks lapangan kerja menyangkut persoalan-

persoalan yang berkaitan dengan daya dukung masyarakat dunia kerja baik dalam hal

ketersediaan bantuan fisik maupun nonfisik, kemungkinan pengumpulan sumber informasi

untuk masukan perencanaan dan penyempurnaan kurikulum, serta kesediaan masyarakat

dunia usaha dan industri untuk membantu sebagai anggota dewan penasehat kurikulum

(advisory committee).

Kedua aspek diatas tidak jarang menimbulkan adanya tekanan-tekanan yang

mempengaruhi proses penentuan isi kurikulum dan penjabarannya kedalam pelaksanaan

operasional.belum lagi depertimbangkan masalah kebutuhan individu anak didik yang untuk

berbagai jenjang pendidikan akan sangat berbeda. Terlepas dari faktor-faktor tersebut diatas,

strategi penentuan isi kurikulum sangat menentukan sejauh mana kurikulum yang akan

dihasilkan nantinya mampu menjawab permasalahan yang melingkupi mekanisme

Page 3: Penentuan Isi Kurikulum-1

pengembangan sumber daya manusia sekaligus mekanisme penyediaan tenaga kerja dengan

memadai.

Dalam uraian berikut akan dibahas beberapa strategi yang banyak dimanfaatkan oleh

para perencana kurikulum untuk mengidentifikasi isi kurikulum.akan dibahas berturut-turut :

1) Pendekatan filosofis

2) Pendekatan instropektif

3) Pendekatan DACUM

4) Pendekatan fungsional

5) Analisis tugas (task anaysis)

Tidak ada satupun pendekatan yang mampu secara sempurna memenuhi kebutuhan

dan tujuan perencanaan kurikulum pendidikan teknologi kejuruan. Dengan membahas

berbagai strategi tersebut diharapkan akan dipergunakan suatu pendekatan khusus yang lebih

merupakan sintesis dari kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing pendekatan.

Dengan kata lain, apa yang diuraikan dibawah bukanlah semacam pedoman selangkah demi

selangkah, namun merupakan suatu komparasi strategi yang satu dengan yang lain dengan

harapan dapat diketahui kelemahan dan kelemahan masing-masing. Ini akan berguna untuk

bahan pertimbangan dalam proses perencanaan yang sebenarnya dilakukan di masing-masing

lembaga pendidikan teknologi dan kejuruan.

B.ISI (PEMBAHASAN)

1. PENDEKATAN FILOSOFIS

Dalam sejarah penentuan isi kurikulum,pemikiran para ahli filsafah pernah menjadi

faktor dominan dalam penentuan isi kurikulum pendidikan .bahkan di masyarakat yang

belum menemukan strategi yang lebih sistematis dan obyektif, pendapat yang bukan ahli

filsafatpun dapat mendominasi penentuan isi kurikulum.ini jelas nampak pada kurikulum

yang dijabarkan dari filsafat seseorang, mislanya seorang pejabat atau orang terkemuka

dalam masyarakat, yang mempunyai keyakinan akan “apa yang baik” dan “apa yang buruk”

apa yang patut dilestarikan dan apa yang harus ditinggalkan,apa yang “penting” untuk masa

depan dan apa yang “kurang penting”, yang kesemuanya lalu dijabarkan menjadi isi

kurikulum yang mengisi program pendidikan di sekolah. Tidak jarang filsafat perorangan

Page 4: Penentuan Isi Kurikulum-1

yang terpandang di mata msyarakat akan menjadi satu-satunya sumber inspirasi untuk

menentukan misi sistem pendidikan dan perencanaan isi kurikulumnya.

Secara praktis dapat dikatakan bahwa filosofi adalah seperangkat keyakinan yang

dimiliki oleh seseorang atau kelompok yang kemudian mendasari segenap sikap dan

perbuatannya. Ini membawa implikasi bahwa antara seseorang dengan orang lain banyak

terdapat kemungkinan perbedaan filosofi, karena tumbuhnya filosofi itu merupakan proses

kompleks yang dipengaruhi banyak faktor.

Dengan demikian perencanaan isi kurikulum dengan berdasarkan filosofi ini salah

satu kelemahannya adalah sulitnya menemukan konsensus atau kesepakatan antara para ahli

atau para perencana kurikulum tentang pemikiran-pemikiran mereka yang berkenaan dengan

“apa yang seharusnya diajarkan disekolah kejuruan?”

Dalam literatur banyak sekali dijumpai pernyataan-pernyataan filosofi yang

berkenaan dengan pendidikan teknologi dan kejuruan dan dari pernyataan-pernyataan

tersebut kemudian dapat dijadikan petunjuk menentukan isi kurikulum sekolah. Sebagai

contoh sederhana,apabila diyakini bahwa pendidikan kejuruan harus menekankan

penyesuaian anak didik dengan jenis pekerjaan yang ada dilapangan kerja, maka isi

kurikulumnya bisa diramalkan akan sangat didominasi oleh penumbuhan kemampuan-

kemampuan transisional seperti bagaimana beradaptasi dengan lingkungan, bagaimana

mengatasi problem mobilitas pekerjaan, dan kemampuan berhubungan dengan sesama orang

(human relations skill).

Di lain pihak , apabila pendidikan kejuruan diyakini sebagai pendidikan yang

menyiapkan anak didik untuk dapat memasuki beberapa lapangan kerja sejenis (occupational

clusters), maka dapat diharapkan isi kurikulumnya akan banyak mencakup aspek-aspek

kemampuan dasar teknik yang relatif umum dan dapat digeneralisasikan kebeberapa lapangan

pekerjaan yang sejenis. Kemampuan seperti itu dapat diperoleh lewat mata pelajaran seperti

Matematika,Sains,komunikasi dan dasar-dasar keteknikan, yang hampir pasti diperlukan di

semua jenis pekerjaan. Di lain pihak proporsi kemampuan khusus atau spesialisasi tidak akan

begitu menonol, kerena penonjolan bidang spesialisasi akan dianggap bertentangan dengan

pemikiran filosofi yang dianut.

Contoh lain yang senada adalah adanya keyakinan filosofis bahwa pendidikan

kejuruan pada dasarnya adalah bukan pendidikan terminal tetapi salah satu mata rantai saja

Page 5: Penentuan Isi Kurikulum-1

dari serangkaian upaya pendidikan yang bersifat Developmental. Ini akan membawa

konsekuensi langsung dalam menentukan mata pelajaran yang menjadi isi kurikulumnya.

Akan kontradiktif misalnya jika filosofi ini kemudian dijabarkan menjadi kurikulum yang

isinya tidak memungkinkan sama sekali bagi lulusan sekolah kejuruan untuk melanjutkan

belajar ke tingkat yang lebih tinggi.

Sifat Developmental yang terkandung dalam rumusan filosofis diatas menghendaki

adanya komponen kurikulum yang membekali anak didik bukan saja untuk melanjutkan

ketingkat lebih tinggi,tetapi bahkan lebih luas lagi kemampuan yang menjamin terus

tumbuhnya aspirasi, kemauan untuk terus belajar dan kemampuan untuk dapat terus belajar

baik melalui jalur pendidikan formal maupun memanfaatkan jalur pendidikan yang lain diluar

sekolah formal, seperti misalnya konsep belajar sambil bekerja.

Dengan adanya beberapa contoh di atas nampak suatu gambaran bahwa penentuan isi

kurikulum berlandaskan pemikiran filosofis ini selain mengandung konotasi subyektif atau

kurang obyektif,juga sering mengalami kesulitan teknis dalam mengidentifikasikan perangkat

pemikiran filosofis yang komprehensif dan merupakan konsensus paling tidak diantara

mereka yang terlibat dalam pendidikan teknologi dan kejuruan itu sendiri.

Sifat konfrehensif dituntut jika diinginkan kurikulum yang merupaka suatu kebulatan

integral, tidak terpotong-potong sehingga membuka kemungkinan kontradiksi antara maksud

dan tujuan mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya. Kesepuluh butir landasan

konseptual yang dikemukakan di bab sebelumnya dapat dipandang sebagai pemikiran-

pemikiran dasar atau keyakinan-keyakinan yang tumbuh dari analisi konteks dunia

pendidikan dan dunia kerja yang kemudian berkembang menjadi filosofi. Dari sini

diharapkan dapat dijabarkan isi kurikulum yang nantinya dapat dikembalikan kepada sumber

analisis yang menghasilkan pemikiran – pemikiran dasar tersebut.

Sifat konsensus diperlukan dan tidak kalah pentingnya karena suatu usaha besar untuk

meningkatkan efektifitas dan mengembangkan pola peran serta pendidikan kejuruan di era

pembangunan ini hanya mungkin dapat terlaksana jika ada keyakinan yang diyakini oleh

orang-orang yang terliabat di dalam sistem (sharet beliefs). Ini akan dapat memberikan

landasan yang kokoh untuk implementasi, keseragaman kerangka berpikir yang menunjang

arah dan orientasi pengembangan,serta kesamaan pandangan dalam menentukan apakah

tujuan yang dicanangkan bersama sudah dapat dicapai.

Page 6: Penentuan Isi Kurikulum-1

2. PENDEKATAN INTROSPEKTIF

Agak berbeda dengan pendekatan filosofis yang diuraikan di atas, pendekatan

introspektif masih juga mendasarkan penentuan isi kurikulum pada pemikiran perorangan

atau kelompok, tetapi difokuskan pada pemikiran dan perasaan dari mereka yang terlibat

langsung dalam penyelenggaraan pendidikan teknologi kejuruan, seperti misalnya para guru

dan administrator yang sehari-harinya bekerja di lingkungan sekolah kejuruan .mereka ini

secara individual maupun secara berkelompok merenungkan kembali apa yang sebaiknya

mereka anggap baik untuk dimasukkan sebagai isi kurikulum sekolah, dengan

mempertimbangkan pengalaman dan informasi yang langsung dapat mereka kumpulkan dan

diolah sesuai dengan konteks dimana mereka bekerja.

Biasanya pemikiran ini dimulai dengan mempelajari apa yang selama ini sudah

berjalan, mungkin dengan dibumbui data komparatif dengan program yang serupa ditempat

lain dalam suatu negara maupun dibandingkan dengan negara lain, meskipun hanya lewat

literatur. Dengan sendirinya katalog sekolah, buku laporan tahunan atau sumber informasi

lain melalui jurnal atau makalah termasuk dalam kajian komparatif ini untuk memperluas

wawasan sebelum para guru dan administrator tersebut sampai pada langkah pengambilan

keputusan tentang isi kurikulum mereka.

Kecenderungan untuk bekerja dalam kelompok dan kemudian secara bersama

memikirkan masalah ini timbul dari kenyataan praktis bahwa beberapa orang guru lebih

berpengalaman dan mempunyai latar belakang pekerjaan yang lebih banyak dari pada

sebagian yang lain, sehingga keragaman masukan ini akan memperkaya bahan pertimbangan

bersama. lagi pula dengan adanya diskusi kelompok yang melibatkan beberapa orang akan

dapat terhindar adanya pandangan subyektif atau bias.

Meskipun cara pendekatan ini sudah lebih baik dari pendekatan filosofis dalam arti

lebih dekat dengan situasi persekolahan yang akan digarap, namun karena yang terlibat dalam

proses tersebut terbatas dari kalangan dalam, biasanya tidak dapat dijamin bahwa isi

kurikulum yang dihasilkan akan dapat valid dalam arti memenuhi apa yang dibutuhkan oleh

calon pemakai. Ini akan terasa apabila para guru dan administrator tersebut kebetulan kurang

mengikuti apa yang terjadi di luar dinding sekolah., sehingga tidak atau kurang dapat

menyesuaikan dengan perkembangan dunia luar. Apa yang mereka anggap sudah baik selama

ini, karena tidak pernah dikaji relevansinya secara langsung dengan kebutuhan dunia luar,

Dengan sendirinya tidak menjamin hasil yang diharapkan.

Page 7: Penentuan Isi Kurikulum-1

Hal ini kembali mengingatkan pentingnya guru dan administrator pendidikan

teknologi dan kejuruan mengembangkan sikap atau kebiasaan belajar langsung dengan

mengunjungi lokasi-lokasi industri secara periodik, sebagai bagian dari pemeliharaan atau

pemantapan tingkat profesionalisasi mereka sebagai guru. Hanya dengan demikian

pemikiran, sikap dan pengetahuan mereka tentang dunia kerja dapat kemudian ditransfer

menjadi prilaku mengajar dan kompetensi lain yang menunjang,termasuk partisipasi aktif

mereka dalam memikirkan masalah kurikulum.

Untuk menghindari kelemahan ini dapat ditempuh jalan melibatkan personalia dari

industri atau dunia usaha dalam dewan penasehat kurikulum (curriculum advisory committe).

Ini secara praktis akan mendekatkan hubungan antara sekolah dan dunia kerja melalui kontak

perorangan berupa hubungan dekat antar pribadi, dan sekaligus memberi lebih banyak

peluang untuk mendiskusikan masalah isi kurikulum dengan para pemakai tenaga kelulusan

pendidikan teknologi dan kejuruan . kemacetan yang sering timbul pada advisory committee

ini lebih banyak disebabkan karena hubungan pribadi yang kurang harmonis antar para

anggotanya, yang seharusnya dapat dihindari demi kepentingan yang lebih besar.

3. PENDEKATAN DACUM

Variasi lain dari pendekatan instropektif adalah apa yang dikembangkan oleh para

ahli kurikulum di Canada dalam penentuan isi kurikulum ,yaitu yang disebut DACUM

(Developing A Curriculum). Proyek pengembangannya berawal dari usaha bersama antara

Departemen Tenaga Kerja dan Imigrasi dengan General Learning Corporation di Canada,

tetapi kemudian diseminasinya dilaksanakan di banyak lembaga kejuruan.

Menggunakan gagasan yang persis sama dengan pendekatan introspektif di atas, para

ahli yang diminta untuk memikirkan isi kurikulum ini didatangkan khusus dari para

pengusaha atau pekerja dari industri dan dunia usaha dengan tanpa melibatkan personil

sekolah sama sekali. Ini didasarkan pada asumsi bahwa dalam proses penentuan isi

kurikulum pendidikan teknologi dan kejuruan yang diharapkan mempunyai relevansi yang

tinggi dengan kebutuhan lapangan kerja, biasanya guru dan instruktur yang sehari-hari

terlibat dalam mengajar saja kurang dapat memberi konstribusi yang positif.

Keunikan lain dari proses identifikasi isi kurikulum dengan pendekatan DACUM ini

ialah urutan dan intensitas partisipasi peserta yang harus ditargetkan sedemikian rupa

sehingga yang dihasilkan selama proses tersebut bukan terbatas hanya pada inventarisasi skill

atau pengetahuan spesifik yang akan menjadi kerangka isi kurikulum, tetapi juga sampai pada

tingkat kemahiran atau kompetensi sesuai dengan apa yang diperlukan dalam situasi kerja

Page 8: Penentuan Isi Kurikulum-1

yang nyata. Ini adalah kelebihan dari cara pendekatan yang seluruhnya melibatkan pihak

pengusaha dari industri dan dunia kerja. Urutan prosesnya secara garis besar dapat diuraikan

sebagai berikut :

1. Orientasi bagi anggota komisi atau peserta tentang program yang akan direncanakan

kurikulumnya dan apa yang diharapkan dari mereka.

2. Mengkaji / mereview deskripsi pekerjaan dan tugas atau tanggung jawab pekerjaan

tersebut dalam situasi tempat kerja yang riel.

3. Mengidentifikasi kategorisasi kompetensi umum dalam bidang kerja yang dimaksud,

yang biasanya merupakan ranah kompetensi yang nanti akan dapat dijabarkan lebih

lanjut ke dalam kompetensi-kompetensi yang lebih spesifik.

4. Mengidentifikasi seperangkat kompetensi khusus dalam tiap kategori kompetensi

umum, baik itu berujud skill, pengetahuan atau keterampilan tertentu.

5. Mengorganisir kompetensi-kompetensi tersebut dalam urutan atau struktur yang

memungkinkannya untuk dijabarkan menjadi urutan belajar yang sesuai dengan

prinsip dan psikologi belajar.

6. Menentukan tingkat kecakapan atau “level of competence” untuk masing-masing

kompetensi sebagai sebagai acuan proses penilaian hasil belajar anak didik.

Keenam langkah atau urutan proses tersebut selalu dilakukan dengan memaparkannya

secara keseluruhan sehingga dapat dilihat oleh semua peserta dalam suatu ruangan yang

diatur khusus. Dengan demikian dapat dimungkinkan pertukaran gagasan dan pendapat

sebanyak mungkin untuk menghindari juga terjadinya saling tumpang tindih antara satu

kompetensi dengan yang lain.

Keuntungan dari proses perencanaan isi kurikulum pendidikan teknologi kejuruan

menggunakan pendekatan DACUM ini adalah :

1) Biaya pengembangan yang relatif murah, apalagi kalau dari pihak industri dan dunia

usaha yang tersedia “meminjamkan” ahlinya dengan Cuma-Cuma sebagai akibat

baiknya hubungan yang sudah terjalin sebelumnya.

2) Waktu yang relatif singkat dengan hasil yang langsung bisa dipakai, karena biasanya

sikap kerja efisien dan konsentrasi yang tinggi yang dimiliki oleh orang-orang dari

industri dan dunia usaha tersebut terbawa pada waktu mereka bekerja sebagai

anggota komisi DACUM.

Page 9: Penentuan Isi Kurikulum-1

3) Peluang untuk menghasilkan kurikulum yang tinggi relevansinya dengan kebutuhan

dunia kerja karena minimalnya intervensi dari kalangan akademik.

Namum yang menjadi tantangan berikutnya adalah kemampuan para guru dan

administrator untuk menerapkan apa yang sudah diidentifikasikan tersebut dan

menjabarkannya menjadi kegiatan instruksional yang dapat dilaksanakan dalam konteks

kependidikan yang mempunyai iklum dan peraturan-peraturan tersendiri. Ini memerlukan

tidak saja keberanian mental tetapi juga kejelian untuk memanfaatkan segenap peluang yang

ada agar hasil sumbangan para ahli diluar kalangan tersebut benar-benar dapat

dimanfaatkan,karena pihak yang membantu tentu tidak akan bersedia membantu lagi jika

hasil jerih payah mereka sekedar menjadi dokumen tertulis yang tidak dapat

diimplementasikan.

Dalam halaman berikutnya diutarakan suatu contoh hasil perangkat kompetensi yang

dihasilkan dari proses DACUM, meskipun karena keterbatasan ruang tidak dapat

dicantumkan semua. Setiap kompetensi yang merupakan blok-blok dalam profile DACUM

tersebut adlah kompetensi yang harus dikuasai anak didik lengkap dengan keterangan tentang

level atau tingkat penguasaan dan yang nantinya harus dijabarkan oleh para guru dan

instruktur menjadi kegiatan atau pengalaman belajar yang secara efektif dapat membantu

anak didik menguasai kompetensi yang dimaksud.

GAMBAR

FORMAT PROFIL DACUM

Page 10: Penentuan Isi Kurikulum-1

4. PENDEKATAN FUNGSIONAL

Kedua pendekatan yang dijelaskan diatas boleh dikatakan cenderung ke penentuan isi

kurikulum secara subyektif,dimana subyektivitas para penyusun kurikulum itu dapat

dikatakan lebih menonjol dari pada faktor-faktor lainnya. Dalam pendekatan fungsional yang

akan diuraikan ini maka yang akan terjadi adalah sebaliknya, yaitu penentuan isi kurikulum

dilakukan dengan cara yang lebih obyektif.pendekatan ini didasari oleh asumsi bahwa anak

didik yang belajar melalui pendidikan teknologi dan kejuruan harus mempelajari fungsi-

fungsi apa yang harus ada untuk menjamin kelangsungan kerja suatu industri atau dunia

usaha tertentu, dan kemudian dijabarkan menjadi penampilan-penampilan (performance)

yang terkait dengan fungsi atau tugas tertentu untuk dijadikan masukan bagi perencanan

kurikulum.

Sebagai contoh identifikasi fungsi yang berkaitan dengan bidang kerja pertanian atau

peternakan mungkin akan menghasilkan inventarisasi fungsi-fungsi seperti :

Menjual hasil produksi langsung di pasaran bebas

Mengenal tanda-tanda dini gangguan kesehatan binatang ternak

Merencanakan sistem pemberian makanan binatang ternak yang efisien

Memenuhi syarat kesehatan serta kebersihan lingkungan

Mengelola kebun pembibitan sayur mayur tropis

Hal-hal seperti tersebut diatas adalah fungsi-fungsi pekerjaan diindustri pertanian atau

peternakan yang memiliki jangkauan luas, tidak terbatas pada skill-skill yang spesifik. Dari

langkah identifikasi ini kemudian dapat dirinci lagi menjadi daftar kegiatan-kegiatan dalam

setiap fungsi, untuk kemudian dikaitkan dengan kompetensi atau keterampilan yang harus

dimiliki oleh orang yang akan mengerjakan kegiatan-kegiatan tersebut.kompetensi ini

dirumuskan baik dalam bentuk pengetahuan, pemahaman dan kemampuan dengan tingkat

yang bervariasi.

Selanjutnya kompetensi-kompetensi atau kemampuan pemahaman atau yang lain ini

dekelompokkan menurut klasifikasi tertentu yang nanti akan membantu para guru dan

instruktur dalam menyusun pengalaman belajar atau kombinasi kegiatan belajar yang akan

membantu anak didik memperoleh kompetensi-kompetensi tersebut. Inilah yang kemudia

harus dikembalikan ke komisi yang terdiri dari wakil-wakil pihak industri,pihak sekolah dan

pihak-pihak lain yang terkait untuk peninjauan menyeluruh verivikasi lanjut tentang

ketepatan dan kelayakannya.

Page 11: Penentuan Isi Kurikulum-1

Meskipun pendekatan ini secara sekilas nampaknya menenpatkan sekolah atau dunia

pendidikan pada ujung ketergantungan pada dunia usaha industri dan penentuan isi

kurikulum sangat diorientasikan ke lapangan yang ada, namun sebenarnya dengan hanya

mengidentifikasi fungsi-fungsi umum tidaklah tepat jika dikatakan sekolah hanyalah menjadi

kepanjangan tangan industri. Disini ada kemungkinan bahwa kompetensi umum untuk

beberapa cabang pekerjaan yang termasuk dalam kelompok sejenis justru akan menjamin

keluasan pilihan bagi anak didik yang telah menyelesaikan program pendidikannya. Salah

satu kelemahan pokok adalah lamanya waktu pelaksanaan dan konsekuensi biaya yang tinggi

yang diakibatkan oleh proses yang panjang itu.

5. PENDEKATAN ANALISIS TUGAS (TASK ANALYSIS)

Diantara sekian banyak cara atau pendekatan yang digunakan untuk menentukan isi

kurikulum,mungkin pendekatan analisis tugas (task analysis) adalah yang paling banyak

diterapkan untuk pendidikan teknologi dan kejuruan di negara yang sudah maju. Dengan

pedoman dari hasil penelitian dan buku panduan yang dikembangkan selama beberapa

tahunterakhir,sudah dapat dilakukan kajian secara sistematis tentang aspek-aspek perilaku

dari persyaratan kerja tertentu yang dijabarkan langsung dari deskripsi pekerjaan dan

deskripsi tugas. Konsorsium pendidikan kejuruan di Amerika Serikat misalnya, yang

beranggotakan beberapa negara bagian sudah banyak mengembangkan kurikulum program

studi kejuruan yang didasarkan dari analisis tugas ini.

Sebelum melangkah lebih jauh ke proses penentuan isi kurikulum dengan pendekatan

analisis tugas,terlebih dahulu perlu dipertegas perbedaan istilah yang sering dipakai dibanyak

literatur yang kemungkinan besar menimbulkan kerancuan penafsiran dikalangan

masyarakat. Kerancuan ini sering timbul dari penterjemahan yang kurang tepat,tetapi juga

tidak jarang timbul karena pemakaian istilah yang memang sulit dipisahkan satu sama lain,

terutama dalam praktek kehidupan sehari-hari.

Untuk keperluan analisis tugas ini akan di bedakan antara istilah pekerjaan (job),

kewajiban, (duties),tugas (task), kegiatan (activity),pengoperasian (operations) dan langkah-

langkah (step), dari yang paling umum atau yang paling utuh ke bagian yang terkecil, istilah

di atas dapat digambarkan seperti bagan dibawah ini:

Page 12: Penentuan Isi Kurikulum-1

Gambar

Hirarki Analisis Pekerjaan Untuk Analisis Tugas

Page 13: Penentuan Isi Kurikulum-1

Dalam praktek yang sesungguhnya kerancuan timbul karena ada pekerjaan yang

sangat kompleks yang terdiri dari hirarki lengkap seperti yang tertera pada gambar diatas,

tetapi ada pula pekerjaan yang mungkin hanya terdiri dari beberapa langkah kerja yang

tergabung dalam satu kegiatan. Karena semuanya diterjemahkan menjadi pekerjaan, maka

tidak heran jika kerancuan penafsiran sering terjadi.

Untuk menghindari hal itu hendaklah diingat bahwa perangkap istilah yang

membingungkan itu bukanlah prinsip yang utama dalam melakukan analisis tugas, namun

yang terpenting adalah menggunakan diagram dalam gambar diatas untuk menganalisis suatu

pekerjaan, kalau suatu tugas tertentu dapat mewakili dengan representatif suatu kewajiban

(duty) tertentu, maka hendaknya dapat dimengerti kalau dalam kasusu tersebut kewajiban dan

tugas menjadi satu pengertian dan istilahnya dipakai atau dipertukarkan satu sama lain.

Begitu juga halnya jika suatu kegiatan hanya terdiri dari satu macam pengoperasian dan

itupun hanya melakukan suatu langkah tertentu,misalnya memijit tombol komputer tertentu,

maka didalam kasus ini antara kegiatan,operasi dan langkah pengertiannya menjadi satu dan

istilahnya dapat dipertukarkan.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan analisis tugas adalah bahwa

analisi dilakukan terhadap pekerja yang sudah benar-benar menduduki jabatan atau pekerjaan

di tempat kerja (job incumbent). Jadi tidak ada istilah analisis tugas dengan pengandaian

teoritik tentang fungsi atau tugas kewajiban yang dirumuskan secara imajiner, meskipun ini

suatu hal yang mungkin dilakukan , sebagaimana pada pendekatan yang diuraikan pertama

dan kedua. Dengan menganalisis pekerja yang benar-benar masih bertugas ditempat kerja

dapat dijamin bahwa apa yang dijaring adalah data obyektif yang terandalkan tentang apa,

siapa,bagaimana,dan mengapa suatu pekerjaan dilaksanakan.

Hal ketiga yang mempengaruhi keberhasilan pendekatan analisis tugas ini tetapi

sangat sulit dipenuhi adalah sisitimatika dan ketelitian atau kecermatan dalam inventarisasi

data dan pengolahannya nanti. Mungkin inilah sebab yang paling utama mengapa pendekatan

ini tidak banyak dipakai di negara yang belum maju,disamping juga karena makan waktu

yang sangat lama dan biaya penelitian serta pengembangan yang relatif mahal. Sistimatika

atau urutan kerja akan menentukan logika penjabaran selanjutnya menjadi satuan-satuan

kegiatan belajar yang harus diselenggarakan disekolah. Ketelitian dan kecermatan sangat

penting karena biasanya analisis tugas melibatkan pekerjaan banyak orang dengan jumlah

data yang sangat banyak, sehingga hampir merupakan proyek atau pekerjaan raksasa dengan

Page 14: Penentuan Isi Kurikulum-1

rincian yang sampai ke bagian-bagian terkecil dari suatu pekerjaan tertentu yang sedang di

analisis.

Dalam melakukan analisis tugas, perlu diperhatikan pula langkah-langkah atau urutan

prosesnya, yang menurut Finch dan Crunkilton (1979) mencakup hal-hal sebagai berikut :

1. Melakukan kajian literatur dan informasi yang relevan

2. Mengembangkan inventori pekerjaan atau jabatan

3. Memilih sampel atau contoh pekerja sebagai sumber data

4. Melaksanakan survei atau penelitian dilapangan

5. Menganalisis hasil survei untuk dijabarkan menjadi kurikulum dan kegiatan

belajar disekolah

Karena langsung berkaitan dengan perencanaan kurikulum di tingkat mikro,langkah keempat

dan kelima akan diuraikan lebih lanjut.

Pelaksanaan Survei Analisis Tugas

Aspek pertama yang dikerjakan dalam pelaksanaan analisis tugas adalah

mengidentifikasi dari sekian banyak jabatan dalam suatu lapangan kerja tertentu, mana saja

atau pekerjaan jenis apa saja yang akan dipilih untuk dikembangkan pendidikan dan

latihannya dengan menggunakan analisis tugas ini. Pertimbangan untuk ini adalah bahwa

jangka waktu proses dan pengembangan dan pertumbuhan kesempatan kerja harus berada

dalam satu titik seimbang, jangan sampai nantinya setelah hasil analisis selesai dijabarkan

menjadi kurikulum ternyata kesempatan kerja sudah jauh menurun atau sudah tidak ada sama

sekali. Disamping itu juga ada pertimbangan lainnya seperti kelancaran penempatan lulusan.

Daerah penempatan (lokal,regional dan nasional ), biaya investasi permulaan dan biaya

penyelenggaraan selanjutnya. Kalau semua faktor diatas sudah dinilai positif atau mempunyai

kelayakan, maka barulah analisis tugas untuk jabatan atau pekerjaan tersebut dilaksanakan.

Hal ini semua untuk menjaga agar usaha da dana yang sudah diinvestasikan untuk

mengembangkan kurikulum memakai pendekatan analisis tugas ini dapat memberikan hasil

balikan yang menguntungkan dan berjangka panjang. Untuk melakukan hal ini dapat dipakai

instrumen Matriks Analisis Penentuan Prioritas Pengembangan (MAPPP), yang isinya

menilai masing-masing pekerjaan atau jabatan yang dipertimbangkan tersebut diatas

berdasarkan faktor-faktor yang terkait untuk kemudian menyusun skala prioritas dari yang

paling layak dikembangkan sampai ke yang tidak begitu mendesak untuk digarap.

Page 15: Penentuan Isi Kurikulum-1

Tabel

INSTRUMEN MATRIKS ANALISIS PENENTUAN PRIORITAS

PENGEMBANGAN

Jenis jabatan /

pekerjaan

Kebut

lapanga

n

Pk

k

Prospek

penempata

n

Biaya

investas

i

Biaya

implementa

si

Sko

r

tota

l

rangkin

g

1. Sekretaris 5 5 4 5 4 24 1

2. Kapster

Salon

3 4 3 2 3 15 8

3. Pemrogram 4 4 2 3 4 17 6.5

4. Analisis

kimia

5 3 2 3 3 16 7

5. Operator

komputer

5 5 3 3 4 20 3,5

6. Teknisi alat

berat

4 3 3 3 4 17 6,5

7. Teknisi

mesin ind.

5 5 4 4 5 23 2

8. Teknisi

listrik

5 4 5 4 4 22 3

9. Operator

diesel

10. Asiten

apoteker

4

4

4

4

4

5

5

3

3

2

20

18

3,5

5

Keterangan : PKK = pertumbuhan kesempatan kerja

Skor berkisar antara 5 = sangat layak dikembangkan 1= sangat tidak layak

dikembangkan

Kelayakan masing-masing faktor ada kriteria tersendiri

Page 16: Penentuan Isi Kurikulum-1

Dalam matriks yang dipaparkan ditabel,diatas nampak bahwa jabatan sekretaris,

oprator komputer, teknisi listrik dan teknisi mesin industri menduduki urutan prioritas atau

ranking yang tinggi diantara jabtab-jabatan yang lain yang disurvei. Ini kemudian dapat

dipakai sebagai indikator untuk menentukan jabatan atau pekerjaan mana yang harus

dikembangkan lebih lanjut analisis tugasnya sehingga dapat disusun kurikulum pendidikan

atau latihanny.

Angka-angka sekor untuk masing=masing faktor berkisar antara 1 sampai 5 sesuai

dengan kriteria yang telah ditetapkan untuk masing-masing faktor,yang pada intinya

menunjukan makin tinggi sektor pada suatu faktor akan makin tinggi pula kelayakan

pengembangan program ditinjau dari faktor tersebut. Nilai untuk masing-masing faktor

kemudian dijumlahkan dan dijadikan dasar menentukan urutan prioritas.

Untuk setipa pekerjaan atau jabatan yang diputuskan untuk dikembangkan, kemudian

dilakukan langkah lebih lanjut berupa inventarisasi tugas (task inventory), yang kemudian

kepada para responden yang disurvei dimintakan untuk memberikan data tentang frekuensi

mereka mengerjakan tugas-tugas tersebut dan seberapa penting tugas-tugas tersebut masing-

masing dalam keseluruhan kerangka pekerjaan yang mereka lakukan, sebgaimana pada

instrumen dibawah. Disini sengaja tentang kewajiban (duty) tidak diinventarisasikan, sebab

itu hanya merupakan pengelolaan atau kumpulan beberapa tugas saja yang tidak mempunyai

hierarki fungsional dalam kaitannya dengan penyusunan pengalaman belajar.

Stelah dihitung merata nilai untuk aspek frekuensi dan kepentingannya,dapatlah

kemudian disusun lagi urutan atau rangking tugas-tugas tersebut mulai dari urutan tertinggi

sampai terendah. Data ini nantinya akan sangat bermanfaat dalam mempertimbangkan jenis

pengetahuan,keterampilan atau pemahaman yang harus diajarkan sebagai isi kurikulum di

sekolah atau program latihan. Sangatlah tidak efisien mengajarkan anak didik melakukan

suatu tugas apabila dalam kenyataan ditempat kerja tugas tersebut hanya dilakukan oleh

beberapa orang, atau jarang dilakukan,atau tidak dianggap terlalu penting dalam keseluruhan

tugas kerja seorang pekerja tertentu.

Page 17: Penentuan Isi Kurikulum-1

Tabel

INSTRUMEN INVENTARISASI TUGAS (TASK INVENTORY)

SAMPLE n = 65

PENGATUR RAWAT GIGI

No Rincian tugas Frekunsi dilakukan Urgensi dilaksanakan

0 1 2 3 0 1 2 3

1. Membersihkan / sterilisasi alat 3 3 3 56 5 0 6 54

2. Menyimpan dan membungkus alat 4 4 6 51 6 0 5 54

3. Menyiapkan sterilisasi kimia 0 4 9 52 3 1 4 57

4. Menyiapkan alat bedah 2 6 8 49 5 4 10 46

5. Mensucihamakan ruangan operasi 0 2 4 59 0 2 7 56

6. Mencampur oksida seng untuk

base dan gigi palsu sementara

1 1 8 55 3 1 7 54

7. Mencampur amalgam untuk

pekerjaan distorsi

3 1 2 59 4 1 6 54

8. Mencampur silikat untuk

pekerjaan destorsi

6 7 8 44 8 1 6 45

9. Menambal gigi dengan bahan

tambal sementara

12 10 8 30 21 8 12 34

10. Mengelola kartu pasien 7 10 9 39 20 18 7 20

Keterangan :FREKUENSI URGENSI

0 = tidak pernah mengerjaka 0 = sama sekali tidak penting

1 = jarang mengarjakan 1 = sedikit penting

2 = sering mengerjakan 2 = penting

3 = selalu mengerjakan 3 = sangat penting

Dari sektor frekuensi masing – masing pilih jawaban kemudian dihitung

Indeksi frekuensi dan indeks urgensi untuk mencari urutan tugas.

Page 18: Penentuan Isi Kurikulum-1

Keterangan lain yang tidak kalah pentingnya adalah tingkat dan jenis skill dalam

masing-masing tugas, karena ada yang sifatnya keterampilan teknis dan ada pula yang

sifatnya manipulatif, sebgaimana dibedakan oleh Milton Larson (1972). Ahli pendidikan

kejuruan ini membedakan kebutuhan skill untuk mengerjakan suatu tugas menjadi skill

manipulative dan skill teknis, yang masing-masing kemudian dibedakan lebih lanjut menjadi

empat tingkatan seperti dalam contoh Instrumen Analisis Kegiatan dan Tingkat keterampilan

(AKTK) dibawah.

Dalam menganalisa kegiatan dan tingkat keterampilan ini kecuali data yang diperolah

dari wawancara dengan para pekerja juga akan sangat baik sekali kalau dilengkapi dengan

observasi langsung ke lapangan, karena ada data tentang tingkat keterampilan yang akan

sangat tidak valid apabila hanya menggantungkan dari satu sumber saja.

Tabel

INSTRUMEN ANALISIS KEGIATAN DAN TINGKAT KETERAMPILAN

(AKTK)

MEKANIK OTOMOTIF

No Unit pekerjaan (operation) Tingkat skill

manipulative

Tingkat skill teknis keterangan

1

2

3

4

5

a. Pemasangan

kepala silinder

Membongkar gasket

Menyekor klep dan

dudukan klep

Memperbaiki mekanik

klep

Mendiagnosis kerusakan

mekanik klep

Menyetel saat

pembukaan/penutupan

b. Bongkar pasang

Blok Silinder

1

1

1

1

1

2

2

2

2

2

3

3

3

3

3

4

4

4

4

4

1

1

1

1

1

2

2

2

2

2

3

3

3

3

3

4

4

4

4

4

Page 19: Penentuan Isi Kurikulum-1

1

2

Menyetel ring,torak dan

pentorak

Dst,

1 2 3 4 1 2 3 4

Keterangan : Manipulative :

1. Perlu kecepatan, sedikit keterampilan

2. Kecepatan sedang,keterampilan sedang

3. Kecepatan sedang , keterampilan tinggi

4. Kecepatan tinggi dan keterampilan tinggi semua diperlukan

Teknisi :

1. Dapat mengerjakan dengan instruksi lisan

2. Dapat mengerjakan dibawah bimbingan dengan bantuan chart dan manual tertulis

3. Dapat mengerjakan sendiri dengan chart/manual

4. Mampu mendiagnosis dan memperbaiki kerusakan sendiri

Dengan menggunakan alat-alat atau instrumen survei tersebut di atas, maka akan

diperoleh gambaran keseluruhan maupun rincian informasi tentang suatu pekerjaan atau

jabatan tertentu sampai pada kegiatan dan keterampilan untuk melaksanakannya. Dari sinilah

kemudian para perencana kurikulum mengorganisir bahan atau informasi tersebut untuk

menyusun isi kurikulum pendidikan teknologi kejuruan. Sudah tentu untuk mengolah semua

informasi tersebut tidaklah mudah, karena masing-masing mempunyai bobot sendiri- sendiri

dan harus dipertimbangkan dalam kaitannya antara yang satu dengan yang lain.

Penjabaran Hasil Survei menjadi Kurikulum

Dari hasil survei analisis tugas yang diutarakan di atas, kemudian harus diorganisir

dan diolah sehingga menjadi bahan acuan dalam penyusunan isi kurikulum. Hal ini

dilaksanakan dengan melakukan analisis zone (zone analysis) dan analisis isi (content

analysis). Yang pertama melukiskan gambaran menyeluruh isi kurikulum berdasakan

kelompok mata pelajaran yang dibagi menjadi kelompok spesialisasi, kelompok penunjang

dan kelompok dasar, masing-masing dengan proporsi yang harus dipikirkan masak-masak.

Page 20: Penentuan Isi Kurikulum-1

Yang kedua menyangkut penjabaran rincian hasil analisis tugas menjadi materi belajar atau

unit belajar yang nantinya dilanjutkan dengan desain kegiatan instruksional dan pengadaan

materi instruksionalnya, baik yang berupa lembar informasi,lembar kerja,lembar tugas, dan

lembar pengamatan. Ini semua akan diuraikan dalam bab selanjutnya tentang analisis

instruksional (mikro).

C. PENUTUP

Dari kelima pendekatan untuk menentukan isi kurikulum yang sudah diuraikan diatas

dapat dikatakan dengan tegas mana yang paling baik,karena banyak faktor yang terkait

dengan kelayakan pemakaian masing-masing pendekatan. Ditinjau dari segi falsafah

pendidikan teknologi dan kejuruan, cara kelima (task analysis) mungkin yang paling

mendekati idealisme tentang kurikulum yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Tetapi

ditinjau dari peranan pendidikan teknologi dan kejuruan sebagai sarana pengembangan

sumber daya manusia,ada pertimbangan tertentu yang menyebabkan pendektan yang terlalu

didikte oleh kebutuhan industri ini tidak begitu populer di negara yang sedang berkembang

disamping faktor biaya prosesnya dan juga struktur industrinya yang belum mapan untuk

dapat disurvei secara sistematis.

Dengan kata lain masing-masing pendekatan mempunyai segi untung rugi dan

kelemahan serta kelebihan. Menjadi kewajiban bagi perencana kurikulum untuk dapat

mencari sendiri paradigma pendidikan kejuruan yang paling sesuai dengan konteks

masyarakat dan kemudian mencari pendekatan yang khusus dikembangkan untuk mengisi

paradigma tersebut dengan pelaksanaan operasional. Ini dapat dicapai dengan penggabungan

segi-segi kelebihan dari semua macam pendekatan tersebut diatas, atau dengan

mengembangkan suatu pendekatan yang sama sekali baru sesuai dengan tuntutan kondisi dan

situasi yang ada.

Page 21: Penentuan Isi Kurikulum-1

D REFERENSI

1. Barlow, Mervin (1974),the philosophy for Quality Vocational Education Programs,

Washington,D.C.: The American Vocational Associations, Inc.

2. Beane, J.A; To epfer, C.F. and Alessi, S.J.(1986), Curriculum Planning and

Development. Sydney : Allyn and Bacon, Inc.

3. Buku Petunjuk Pendidikan Menengah Kejuruan (1983), Jakarta : Depdikbud.

4. Indonesia Education and Human Recources sector Review (1986), Jakarta : Ministry

of Education and culture.

5. UNESCO (1982), Curriculum Development in Thechnical and Vocational

Education :Amethodology Guide. Paris : UNESCO.