document2

14
2.1. Karsinoma Nasofaring 2.1.1. Definisi Karsinoma Nasofaring Karsinoma nasofaring merupakan sebuah kanker yang bermula tumbuh pada sel epitelial- batas permukaan badan internal dan external sel di daerah nasofaring. Ada tiga tipe karsinoma nasofaring (American Cancer Society, 2011): a. Karsinoma sel skuamos keratinisasi. b. Karsinoma berdiferensiasi non-keratinisasi. c. Karsinoma tidak berdiferensiasi. Karsinoma nasofaring merupakan penyakit keganasan (kanker) sel yang terbentuk di jaringan nasofaring, yang merupakan bagian atas pharynx (tengorokan), di belakang hidung. Pharynx merupakan sebuah lembah yang berbentuk tabung dengan panjang 5 inchi dimulai dari belakang hidung dan berakhir di atas trakea dan esofagus. Udara dan makanan melawati pharynx. Karsinoma nasofaring paling sering bermula pada sel skuamos yang melapisi nasofaring (National Cancer Institute, 2011). Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas karsinoma berasal dari epitel nasofaring. Biasanya tumor ganas ini tumbuh dari fossa rosenmuller dan dapat meluas ke hidung, tenggorok, serta dasar tengkorak (Munir, 2010). 2.1.2. Epidemiologi Seperti telah disebutkan dalam Bab Pendahuluan, karsinoma nasofaring jarang sekali ditemukan di benua Eropa, Amerika, ataupun Oseania, insidennya umumnya kurang dari 1/100.000 penduduk. Insiden di beberapa negara Afrika agak tinggi, sekitar 5-10/100.000 penduduk. Namun relatif sering ditemukan di berbagai Asia Tenggara dan China. Di RRC, walaupun karsinoma nasofaring jauh lebih sering ditemukan daripada berbagai daerah lain di dunia, mortalitas rata-rata nasional hanya 1,88/100.000, pada pria 2,49/100.000, dan pada wanita 1,27/100.000 (Desen, 2008). Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal

Upload: sheilla-elfira

Post on 05-Feb-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

knf

TRANSCRIPT

Page 1: Document2

2.1.      Karsinoma Nasofaring

2.1.1.   Definisi Karsinoma Nasofaring

            Karsinoma nasofaring merupakan sebuah kanker yang bermula tumbuh pada sel epitelial- batas permukaan badan internal dan external sel di daerah nasofaring. Ada tiga tipe karsinoma nasofaring (American Cancer Society, 2011):

a.       Karsinoma sel skuamos keratinisasi.b.      Karsinoma berdiferensiasi non-keratinisasi.c.       Karsinoma tidak berdiferensiasi.

            Karsinoma nasofaring merupakan penyakit keganasan (kanker) sel yang terbentuk di jaringan nasofaring, yang merupakan bagian atas pharynx (tengorokan), di belakang hidung. Pharynx merupakan sebuah lembah yang berbentuk tabung dengan panjang 5 inchi dimulai dari belakang hidung dan berakhir di atas trakea dan esofagus. Udara dan makanan melawati pharynx. Karsinoma nasofaring paling sering bermula pada sel skuamos yang melapisi nasofaring (National Cancer Institute, 2011).            Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas karsinoma berasal dari epitel nasofaring. Biasanya tumor ganas ini tumbuh dari fossa rosenmuller dan dapat meluas ke hidung, tenggorok, serta dasar tengkorak (Munir, 2010).           2.1.2.   Epidemiologi

Seperti telah disebutkan dalam Bab Pendahuluan, karsinoma nasofaring jarang sekali ditemukan di benua Eropa, Amerika, ataupun Oseania, insidennya umumnya kurang dari 1/100.000 penduduk. Insiden di beberapa negara Afrika agak tinggi, sekitar 5-10/100.000 penduduk. Namun relatif sering ditemukan di berbagai Asia Tenggara dan China. Di RRC, walaupun karsinoma nasofaring jauh lebih sering ditemukan daripada berbagai daerah lain di dunia, mortalitas rata-rata nasional hanya 1,88/100.000, pada pria 2,49/100.000, dan pada wanita 1,27/100.000 (Desen, 2008).

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), larynx (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam presentase rendah (Roezin, 2010).

Karsinoma nasofaring dapat terjadi pada segala usia, tapi umumnya menyerang usia 30-60 tahun (menduduki 75-90%). Perbandingan proporsi pria dan wanita adalah 2-3,8:1 (Desen, 2008).            Sebagian besar penderita karsinoma nasofaring berumur diatas 20 tahun, dengan umur paling banyak antara 50-70 tahun. Penelitian di Taipe menjumpai umur rata-rata penderita lebih muda yaitu 25 tahun. Insiden karsinoma nasofaring meningkat setelah umur 20 tahun dan tidak ada lagi peningkatan insiden setelah umur 60 tahun.            Sebesar 2% dari kasus. karsinoma nasofaring adalah penderita anak dan di Guangzhou ditemukan 1% karsinoma nasofaring dibawah 14 tahun. Pada penelitian yang dilakukan di medan (2008), kelompok umur penderita karsinoma nasofaring terbanyak adalah

Page 2: Document2

50-59 tahun (29,1%). Umur penderita yang paling muda adalah 21- tahun dan yang paling tua 77 tahun. Rata-rata umur penderita pada penelitian ini adalah 48,8 tahun (Munir, 2010).            Karsinoma nasofaring paling sering ditemukan pada laki-laki dengan penyebab yang masih belum dapat diungkap secara pasti dan mungkin berhubungan dengan adanya faktor genetika, kebiasaan hidup, pekerjaan, dan lain-lain (Roezin, 2010).

2.1.3.   Etiologi

            Terjadinya karsinoma nasofaring mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mencakup banyak tahap. Faktor yang diduga terkait dengan timbulnya karsinoma nasofaring adalah:

a.       Kerentanan genetik            Walaupun karsinoma nasofaring bukan tumor genetik, kerentanan terhadap kanker nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol ras yang banyak sekali menderitanya adalah bangsa China dan memiliki fenomena agregasi familial ( Desen, 2008), Anggota keluarga yang menderita karsinoma nasofaring cendrung juga menderita karsinoma nasofaring. Penyebab karsinoma nasofaring ini belum diketahui apakah karsinoma nasofaring dikarenakan oleh gen yang diwariskan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi ( seperti diet makanan yang sama atau tinggal di lingkungan yang sama), atau beberapa kombinasi diantarnya juga ikut mendukung timbulnya karsinoma nasofaring (American cancer society, 2011). Analisis korelasi menunjukkan gen (Human Leukocyte Antigen) HLA dan gen pengode enzime sitokorm p4502E (CYP2EI) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap kanker nasofaring, Mereka berkaitan dengan timbulnya sebagian besar kanker nasofaring. Tahun 2002, RS Kanker Universitas Zhongshan memakai 382 buah petanda mikrosatelit polimorfisme 22 helai autosom genom manusia. Dengan melakukan pemeriksaan genom total terhadap keluarga insiden tinggi kanker nasofaring berdialek Guangzhou di propinsi Guangdong, gen kerentanan nasofaring ditetapkan berlokasi di 4p1511-q12 (Desen, 2008).

b.      Epstein-Barr Virus            EBV adalah suatu virus yang sangat erat kaitannya dengan timbulnya karsinoma nasofaring. Virus ini memiliki protein, yang diperkirakan memengaruhi DNA sel sehingga mengalami mutasi, khususnya protooncogenmenjadi oncogen (American Cancer Society, 2011 dan Sudiana, 2008).

c.       Faktor ligkungan dan dietFaktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, termasuk asap

sejenis kayu tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu, dan kebiasaan makan makanan terlalu panas. Terdapat hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan makanan dengan mortalitas karsinoma nasofaring, sedangkan adanya hubungan dengan keganasan lain tidak jelas (Roezin, 2010). Tingginya kadar nitrosamin diantaranya dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin yang ada di dalam kandungan ikan asin  Guangzhou juga berhubungan (Desen, 2008).            Orang-orang yang tinggal di Asia, Afrika bagian Utara, dan wilayah Artik dengan karsinoma nasofairng mempunyai kebiasaan makan makanan seperti ikan dan daging yang

Page 3: Document2

tinggi kadar garamnya. Sebaliknya, beberapa studi menyatakan bahwa diet tinggi buah dan sayur mungkin menurunkan resiko karsinoma nasofaring (American Cancer Society, 2011).

d.      Faktor pekerjaanFaktor yang juga ikut berpengaruh adalah pekerjaan yang banyak berhubungan

dengan debu nikel, debu kayu (pada industri mebel atau penggergajian kayu), atau pekerjaan pembuat sepatu. Atau zat yang sering kontak dengan zat yang dianggap karsinogen adalah antara lain: Benzopyrene, Bensoanthracene, gas kimia, asap industri, dan asap kayu (Soetjipto, 1989).

e.       Radang kronis  daerah nasofaring            Dianggap dengan adanya peradangan, mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadap karsinogen lingkungan (Soetjipto, 1989 dan Herawati, 2002).

2.1.4.   Patologi                       Rongga nasofaring diselaputi lapisan mukosa epitel tipis , terutama berupa epitel skuamosa, epitel torak bersilia berlapis semu dan epitel transisional. Di dalam lamina propria mukosa sering terdapat limfosit, di submukosa terdapat kelenjar serosa dan musinosa. Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitel yang melapisi nasofaring.

A.        Tipe Patologik

            Sel karsinoma nasofaring 95% ke atas berdiferensiasi buruk, tingkat keganasan tinggi. Para ahli di RRC menganjurkan penggunaan serentak klasifikasi histologik yang ditetapkan WHO tahun 1991 dan klasifikasi ‘standar diagnosis terapi kanker nasofaring’ dari China (tabel 2.1).

Tabel 2.1. Perbandingan Klasifikasi ‘Standar Diagnosis Dan Terapi Karsinoma Nasofaring’ China Dan Klasifikasi Histologik Karsinoma Nasofaring WHO

Standar diagnosis dan terapi Kalsifikasi WHO

Karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi baikKarsinoma sel skuamosa berdiferensiasi sedangKarsinoma sel skuamosa berdiferensiasi burukKarsinoma sel intivaskularKarsinoma tak berdiferensiasi

Karsinoma sel skuamosa keratinisasiKarsinoma nonkeratinisasi berdiferensiasiKarsinoma tak berdiferensiasi

(Desen, 2008).

Page 4: Document2

B.        Pertumbuhan Dan Ekspansi

            Lokasi predileksi karsinoma nasofaring adalah dinding lateral nasofaring (terutama di recessus pharyngeus) dan dinding supero-posterior.            Tingkat kegananasan karsinoma nasofaring tinggi, tumbuh infiltratif, dapat langsung berekspansi hingga menginfiltrasi ke struktur yang berbatasan. Ke atas, dapat langsung merusak basis kranial. Juga dapat melalui foramen spinosum, kanalis karotis internal atau sinus sfenoid dan selula etmoidal posterior dll. Lubang saluran atau retakan alamiah menginfiltrasi kranial, mengenai saraf kranial; ke anterior menyerang rongga nasal, sinus maksilaris, selula etmoidalis anterior, kemudian ke dalam orbita, juga dapat melalui intrakranium, fisura orbitalis superior atau kanalis pterigoideus, resesus pterigopalatina lalu ke orbita. Ke lateral tumor dapat menginfiltrasi celah parafaring, fosa intratemporal dan kelompok otot kunyah dll. Ke posterior menginfiltrasi jaringan lunak prevertebra servikal, vertebra servikal. Ke inferior mengenai orofaring bahkan laringofaring.

C.        Metastasis

            Submukosa nasofaring kaya akan jaringan limfatik, drainase limfatik dapat melintasi garasi tengah ke sisi leher kontra-lateral. Penyebaran limfogen ke kelenjar limfe leher dari kanker nasofaring terjadi secara dini. Lokasi metastasis kelenjar limfe tersering ditemukan pada kelenjar limfe profunda leher atas di bawah otot digastrik, yang kedua adalah kelenjar limfe leher profunda kelompok tengah dan kelenjar limfe rantai nervus aksesorius di trigonum servikal posterior.            Metasasis jauh kanker nasofaring berkaitan erat dengan metastasis ke kelenjar leher, menyusul limfadenopati servikal, jumlahnya bertambah, peluang metastasis juga meningkat jelas.            Lokasi metastasis jauh tersering adalah ke tulang, lalu ke paru, dan sering terjadi metastais ke banyak organ sekaligus (Desen, 2008) tetapi, jarang ke hati (Brennan, 2006)2.1.5.   Manifestasi Klinis

            Sekitar 3 dari 4 pasien mengeluh benjolan atau massa di leher ketika pertama kali datang ke dokter. Hal ini di sebabkan oleh karena kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di leher, menyebabkan mereka menjadi lebih besar dari normal (kelenjar getah bening yang seukuran kacang mengumpuli sel sistem imun di seluruh tubuh). Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi atas 4 kelompok (Roezin, 2010, American Cancer Society, 2011, Mansjoer, 2003, Herawati, 2002, dan Soetjipto, 1989) yaitu :

1.      Gejala nasofaring: berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung, dan pilek.2.      Gejala telinga: gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor dekat dengan muara tuba

eustachius ( fossa roodden muller). Gangguan dapat berupa tinitus, rasa tidak nyaman di telinga (otalgia) hingga nyeri dan infeksi telinga yang berulang.

3.      Gejala mata dan saraf: gangguan saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke III, 1V,VI dan dapat pula

Page 5: Document2

ke V, sehingga tidak jarang diplopialah yang membawa pasien dahulu ke dokter mata. Neuralgia merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti. Proses karsinoma yang lanjut dapat mengenai saraf ke IX, X, XI, dan XII manifestasi kerusakannya ialah:N IX: gangguan pengecapan yang terjadi pada sepertiga belakang lidah dan terjadi kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior.N X: hiper/hipo/anastesi pada mukosa palatum mole, faring dan laring diikuti gangguan respirasi dan salivasi.N XI: kelumpuhan dan atrofi pada otot-otot trapezius, sternokleidomastoideus, serta hemiparesis palatum mole.N XII: terjadi hemiparalisis dan atrofi pada sebelah lidah.            Jika penjalaran melewati foramen jugulare yang disebut sindrom jackson, dan jika mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral serta dapat terjadi destruksi tulang tengkorak dengan prognosis yang buruk.

4.      Gejala atau metastasis di leher: dalam bentuk benjolan di leher yang mendorong pasien untuk berobat, karena sebelumnya tidak ada keluhan lain.

5.      Gejala metastasis jauh: ke hati, paru, ginjal, limpa, tulang, dsb.

2.1.6.   Stadium

            Untuk penentuan stadium dipakai sistem TIM menurut UICC (2002) dikutip dari buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher Roezin, (lihat Roezin, 2010).

Stadium 0                    T1s                  N0                   M0Stadium I                    T1                    N0                   M0Stadium  IIA               T2a                  N0                   M0Stadium IIB                T1                    N2                   M0                                    T2a                  N1                   M0                                    T2b                  N0,N1             M0Stadium III                 T1                    N2                   M0                                    T2a,T2b           N2                   M0                                    T3                    N2                   M0Stadium IVa               T4                    N0,N1,N2       M0Stadium IVb               semua T               N3               M0Stadium IVc               semua T           semua N          M1

T          = TumorT0         = Tidak tampak tumor.T1         = Tumor terbatas di nasofaring.T2           = Tumor meluas kejaringan lunak.T2a: Perluasan tumor ke orofaring dan/atau rongga hidung tanpa perluasan        ke parafaring (perluasan parafaring menunjukkan infiltrasi tumor kearah postero-lateral melebihi fasia faring-basiler.

Page 6: Document2

T2b: Disertai perluasan ke parafaring.T3         = Tumor menginvasi struktur tulang dan/ atau sinus paranasal.T4         = Tumor dengan perluasan intracranial dan/atau terdapat keterlibatan saraf cranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang masticator.N         = Pembesaran kelenjar getah bening.NX      = Pembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai.N0        = Tidak ada pembesaran.

N1        = Metastasis kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang  atau sama dengan 6 cm, di atasfossa supraclavicular.

N2        = Metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atasfossa supraclavicular.

N3        = Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar, atau terletak dalam fossa supraclavikular.

                N3a: Ukuran lebih dari 6 cm.                N3b: Di dalam fossa supraclavicular.Catatan: kelenjar yang terletak di daerah midline dianggap sebagai kelenjar ipsilateral.M         = Metastasis.MX       = Metastasis jauh tidak dapat dinilai.M0       = Tidak ada metastasis jauh.M1       = Terdapat metastasis jauh.

2.1.7.   Diagnosis Dan Prognosa

Diagnosis                               Karsinoma nasofaring dapat ditegakkan diagnosisnya secara dini, untuk itu harus melakukan hal-hal berikut ini:

a.       Tingkat kewaspadaan, perhatikan keluhan utama pasienPasien dengan epistaksis aspirasi balik, hidung tersumbat menetap, tuli

unilateral, lymphadenopathy leher tak nyeri, cephalgia, ruda paksa saraf kranial dengan kausa tak jelas, dengan keluhan lain harus diperiksa teliti rongga nasofaringnya dengan nasofaringoskop indirek atau elektrik (Desen, 2008).

b.      Pemeriksaan kelenar limfe leher            Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe rantai jugularis interna, rantai nervus aksesorius dan rantai arteri vena transversalis koli apakah terdapat pembesaran (Desen, 2008 dan National Cancer Institute, 2011).

c.       Pemeriksaan nasofaring            Nasofaring diperiksa dengan cara rinoskopi posterior, dengan atau tanpa menggunakan kateter (American Cancer Society, National Cancer Institute, 2011 dan Soetjipto, 1989).

Page 7: Document2

         Rinoskopi posterior tanpa menggunakan kateter            Nasofaringoskopi indirek menggunakan kaca dan lampu khusus untuk menilai nasofaring dan area yang dekat sekitarnya.            Pada pasien dewasa yang tidak sensitif, pemeriksaan ini dapat dilakukan. Tumor yang tumbuh eksofitik dan sudah agak besar akan dapat tampak dengan mudah.

         Rinoskop posterior menggunakan kateter            Nasofaringoskopi direk, dokter menggunakan sebuah fibreoptic scope ( lentur, menerangi, tabung sempit yang dimasukkan ke rongga hidung atau mulut) untuk menilai secara langsung lapisan nasofaring.            Dua buah kateter dimasukkan masing-masing kedalam rongga hidung kanan dan kiri, setelah tampak di orofaring, uung katater tersebut dijepit dengan pinset dan ditarik keluar selanjutnya disatukan dengan masing-masing ujung kateter yang lainnya.

d.      Pemeriksaan saraf kranial            Ditujukan pada kecurigaan paralisis otot mata, kelompok otot kunyah dan lidah kadang perlu diperiksa berulang kali barulah ditemukan hasil positif (Desen, 2008).

e.       Pencitraan         Computed tomography (CT) scan nasofaring

            Makna klinis aplikasinya adalah: (1) membantu diagnosis; (2) memastikan luas lesi, penetapan stadium secara akurat; (3) secara tepat menetapkan zona target terapi; merancang medan radiasi; (4) memonitor kondisi remisi tumor pasca terapi dan pemeriksaan tindak lanjut (Desen, 2008, National Cancer Institute 2011, dan Soetjipto, 1989).

         Chest x-ray            Jika pasien telah didiagnosa karsinoma nasofaring, foto polos x-ray dada mungkin dilakukan untuk menilai penyebaran kanker ke paru (National Cancer Institute, American Cancer Society, 2011 dan Soetjipto, 1989) .

         Magnetic resonance imaging (MRI) scan            MRI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan lunak, dapat serentak membuat potongan melintang, sagital koronal, sehingga lebih baik dari CT. MRI selain dengan jelas memperlihatkan lapisan struktur nasofaring dan luas lesi, juga dapat secara lebih dini menunjukkan infiltrasi ke tulang. Dalam membedakan antara pasca fibrosis pasca radioterapi dan rekurensi tumor, MRI juga lebih bermanfaat (Desen, 2008 dan American Cancer Society, National Cancer Institute, 2011) .

         Foto tengkorak (AP, lateral, dasar tengkorak dan waters)            Untuk memastikan adanya destruksi pada tulang dasar tengkorak serta adanya metastasis jauh (National Cancer Institute, 2011 dan, Soetjipto, 1989).

         Pencitraan tulang seluruh tubuh            Berguna untuk diagnosis kanker nasofaring dengan metastasis ke tulang, lebih sensitif dibandingkan ronsen biasa atau CT, umumnya lebih dini 3-6 bulan dibandingkan ronsen. Setelah dilakukan bone-scan, lesi umumnya tampak  tampak sebagai akumulasi radioaktivitas; sebagian kecil tampak sebagai area defek radioaktivitas (Desen, 2008 dan Soetjipto, 1989).

         (Positron emission tomography) PET            Disebut juga pencitraan biokimia molekular metabolik in vivo. Pasien akan menerima injeksi glukosa yang terdiri dari atom radioaktif. Jumlah radioaktif yang digunakan sangat

Page 8: Document2

rendah. Karena sel kanker di dalam tubuh bertumbuh dengan cepat, kanker mengabsorpsi sejumlah besar gula radioaktif (Desen, 2008 dan National Cancer Institute 2011).

f.       Biopsy nasofaring            Penghapusan sel atau jaringan  sehingga dapat dilihat dibawah mikroskop oleh patologi untuk memastiakan tanda-tanda kanker (National Cancer Institute, 2011).

g.      Pemeriksaan histopatologi            Telah disetujui oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk karsinoma (epidermoid) pada nasofaring yaitu karsinoma sel skuamosa (berkeratinisasi), karsinoma tidak berkeratinisasi dan karsinoma tidak berdiferensiasi ( Roezin, 2010 dan Brennan 2006).

h.      Pemeriksaan serologis EBV            Bagi salah satu kondisi berikut ini dapat dianggap memiliki risiko tinggi kanker nasofaring (Desen, 2008):

         Titer antibodi (Viral Capsid Antigens-Imunoglobulin A) VCA-IgA >= 1:80;         Dari penelitian pemeriksaan VCA-IgA, (Early Antigen-Imunoglobulin) EA-IgA dan EBV-

DNAseAb, dua diantara tiga indikator tersebut positif.         Dari tiga indikator pemeriksaan diatas, salah satu menunjukkan titer yang tinggi kontinu atau

terus meningkat.

Prognosa            Gambaran dengan lymphadenomegali menyiratkan bahwa penyakit telah

meyebar luas keluar dari bagian primer. Beberapa penelitian melaporkan bahwa angka bertahan hidup 5 tahun setelah mendapatkan terapi radiasi adalah 85-95% untuk KNF stadium I dan 70-80% untuk KNF stadium II. Stadium III dan stadium IV yang cuma mendapat terapi radiasi, angka bertahan hidup 5 tahun berkisar antara 24-80%. Kira-kira sepertiga penderita meninggal dunia karena metastasis jauh yang dapat ditemukan di tulang, paru, dan hati ( Lin HS, 2009, Gardjito, 2005, dan Brennan, 2006).

2.1.8.   Diagnosis Banding

a.       Kelainan hiperplastik nasofaring            Dalam keadaan normal korpus adenoid di atap nasofaring umumnya pada usia sebelum 30 tahun sudah mengalami atrofi. Tapi pada sebagian orang dalam proses atrofi itu terjadi infeksi serius yang menimbulkan nodul-nodul gelombang asimetris di tempat itu.

b.      TB nasofaring            Umumnya pada orang muda, dapat timbul erosi, ulserasi dangakal atau benjol granulomatoid, eksudat permukaan banyak dan kotor, bahkan mengenai seluruh nasofaring.

c.       TB kelenjar limfe leher

Page 9: Document2

             Lebih banyak pada pemuda dan remaja, konsistensi agak keras, dapat melekat dengan jaringan sekitarnya membentuk massa, kadang terdapat nyeri tekan atau undulasi (Desen, 2008).

2.1.9.   Terapi Karsinoma Nasofaring

a.       Stadium I                    : Radioterapi.b.      Stadium II&III           : Kemoradiasi (Roezin, 2010 dan National Cancer Institute 2011).c.       Stadium IV dengan N<6cm: Kemoradiasi.d.      Stadium IV dengan N>6cm: kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi (Roezin, 2010).

a.       Radioterapi            Radioterapi adalah pengobatan kanker yang menggunakan X-ray energi atau radiasi tipe lain untuk memusnahkan sel kanker atau menghambat pertumbuhan sel kanker. Ada dua tipe terapi radiasi. Terapi radiasi external menggunakan mesin yang berada di luar tubuh untuk memberikan radiasi kepada kanker. Terapi radiasi internal menggunakan zat radioaktif yang dimasukkan melalui jarum, radioaktive seeds, wires atau kateter yang ditempatkan secara langsung kedalam atau di dekat kanker. Cara pemberian terapi radiasi tergantung pada tipe dan satdium kanker yang diobati.            Sumber radiasi menggunakan radiasi  γ Co-60, radiasi β energi tinggi atau radiasi X energi tinggi dari akselerator linier, terutama dengan radiasi luar isosentrum, dibantu brakiterapi intrakavital, bila perlu ditambah radioterapi stereotaktik (Desen, 2008).

b.      Kemoterapi            Pemberian kemoterapi diberikan dalam banyak siklus, dengan setiap periode diikuti dengan adanya waktu istirahat untuk memberikan kesempatan tubuh melakukan recover. Siklus-siklus kemoterapi umumnya berakhir hingga 3 sampai 4 minggu. Kemoterapi sering tidak dianjurkan bagi pasien yang kesehatannya memburuk. Tetapi umur yang lanjut bukanlah penghalang mendapatkan kemoterapi.            Cisplatin merupakan obat yang paling sering digunakan untuk mengobati karsinoma nasofaring. Cisplatin telah digunakan secara tunggal sebagai bagian dari kemoradiasi, tetapi boleh dikombinasikan dengan obat lain, 5-fluorourasil (5-FU) jika diberikan setelah terapi radiasi. Beberapa obat lain boleh juga berguna untuk mengobati kanker yang telah menyebar. Obat-obat ini termasuk: Carboplatin, Oxaliplatin, Bleomycin, Methotrexate, Doxorubicin, Epirubicin, Docetaxel, dan Gemcitabine. Sering, pengkombinasian 2 atau lebih obat-obat ini yang digunakan (American Cancer Society, 2011). Tetapi berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti (Roezin, 2010).            Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitocyn C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat “radiosensitizer” memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring.

c.       Terapi bedah            Pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik

Page 10: Document2

dan serologi, serta tidak adanya ditemukan metastsis jauh. Juga dilakukan pada karsinoma nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti karsinoma skuamosa grade I, II, adenokarsinoma, komplikasi radiasi (parasinusitis radiasi, dll) (Desen, 2008 dan Roezin, 2010).

d.      Terapi paliatif            Terapi paliatif adalah terapi atau tindakan aktif untuk meringankan beban penderita kanker dan memperbaiki kualitas hidupnya, terutama yang tidak dapat disembuhakn lagi. Tujuan terapi paliatif adalah:

         Meningkatkan kualitas hidup penderita         Menghilangkan nyeri dan keluhan berat lainnya         Menjaga keseimbangan fisik, psikologik, dan sosial penderita         Membantu penderita agar dapat aktif sampai akhir hayatnya         Membantu keluarga mengatasi kesulitan penderita dan ikut berduka cita atas kematian

penderita.            Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi.             Mulut rasa kering disebabkan oleh kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu             penyinaran. Tidak dapat banyak dilakukan selain menasihatkan penderita          untuk makan dengan banyak kuah, membawa minuman kemana pun pergi dan            mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam sehingga             merangsang keluarnya liur (Roezin, 2010 dan Sukardja, 2002).

2.1.10. Pencegahan

a.       Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan risiko tinggi (Roezin, 2010).

b.      Mengurangi konsumsi ikan asin ternyata dapat menurunkan insidens secara nyata (Soetjipto, 1989).

c.       Mengurangi konsumsi alkohol atau berhenti merokok.d.      Makan makanan yang bernutrisi dan mengurangi serta mengeontrol stresse.       Berolahraga secara teratur (American Cancer Society, 2011).

2.1.11. Komplikasi

            Metastasis jauh ke tulang, hati dan paru dengan gejala khas nyeri pada tulang, batuk-batuk, dan gangguan fungsi hati serta gangguan fungsi organ lain (Sudiana, 2008).