157965972 referat kor pulmonal dan aritmia

Upload: stephanie-dian-tanjung

Post on 10-Feb-2018

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    1/36

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Kor pulmonale, atau penyakit jantung pulmonalis, adalah penyakit

    rongga jantung kanan akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit

    pembuluh darah paru atau parenkim paru. Kor pulmonale dapat terjadi secara akut

    maupun kronik. Penyebab akut tersering adalah emboli paru masif dan biasanya

    terjadi dilatasi ventrikel kanan. Penyebab kronik tersering adalah penyakit paru

    obstruktif kronik (PPOK) dan biasanya terjadi hipertrofi ventrikel kanan.

    (Kurt.2002).

    Meski prevalensi PPOK di AS mencapai 15 juta jiwa, frekuensi pasti

    kor pulmonale sulit ditentukan karena keadaan ini tidak terjadi pada semua kasus

    PPOK, selain juga karena pemeriksaan-pemeriksaan rutin relatif tidak sensitif

    untuk mendeteksi hipertensi pulmonal. Kor pulmonale diestimasikan terjadi pada

    6-7% pada semua bentuk penyakit jantung di AS, dengan PPOK (bronkitis kronis

    dan emfisema) sebagai penyebab utama pada lebih dari 50% kasus. Selain itu,

    kor pulmonale merupakan 10-30% bentuk dekompensasi kordis di AS

    (Khozsnevis, 1999).

    Aritmia ventrikular dan aritmia supraventrikular sering terjadi pada

    pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Insidensi yang dilaporkan

    oleh seumlah penelitian berbeda-beda karena variasi dalam populasi (pasien

    PPOK stabil atau pasien dengan eksaserbasi), ada atau tidaknya gagal ventrikel

    atau penyakit jantung yang mendasari, atau pengobatan yang digunakan sebagai

    manajemen aritmia (Francis, 2003).

    Terjadinya aritmia pada pasien dengan kor pulmonal yang telah

    mengalami gagal jantung kanan akan semakin memperburuk angka mortalitas.

    Angka mortalitas pasien dengan PPOK yang memiliki komplikasi kor

    pulmonalsudah cukup buruk, yakni harapan hidup 5 tahun hanya sebesar 30%.

    Timbulnya aritmia akan makin memperburuk survival rate pasien. Penelitian

    Hudson et al pada 70 pasien kor pulmonal menunjukkan bahwa terjadi perbedaan

    angka mortalitas yang bermakna antara pasien yang tidak menderita aritmia

    dengan pasien aritmia dalam 2 tahun periode penelitian. Hudson melaporkan 11

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    2/36

    2

    orang pasien kor pulmonal tanpa aritmia mortalitasnya adalah 0%. Tiga belas

    pasien dengan takikardi supraventrikuler memiliki angka mortalitas 46%, dan 10

    pasien dengan takikardi ventrikular memiliki angka mortalitas 100% (Francis,

    2003).

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    3/36

    3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    1. Kor pulmonale

    1.1. Definisi

    Istilah kor pulmonale, atau penyakit jantung pulmonalis, digunakan

    untuk menjelaskan penyakit rongga jantung kanan akibat hipertensi pulmonal

    yang disebabkan oleh penyakit pembuluh darah paru atau parenkim paru. Yang

    tidak termasuk dalam definisi ini adalah kasus hipertensi pulmonal yang

    disebabkan oleh gagal ventrikel kiri atau penyakit primer lain di sisi kiri antung

    serta hipertensi pulmonal yang disebebkan penyakit jantung kongenital. Penyakit

    paru primer menyebabkan pembesaran ventrikel kanan, mengakibatkan hipertrofi

    dan pada akhirnya terjadi gagal ventrikel kanan (Kumar, 2002; Fauci et al, 2008).

    Hipertensi pulmonal sekunder akibat penyakit paru kronis terjadi jika

    tekanan arteri pulmonal rata-rata saat istirahat lebih dari 20 mmHg. Nilai ini

    sedikit berbeda dengan hipertensi pulmonal primer, pulmonal arterial pressure

    (PAP) > 25 mmHg. Pada individu muda (

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    4/36

    4

    dan emfisema) sebagai penyebab utama pada lebih dari 50% kasus. Selain itu,

    kor pulmonale merupakan 10-30% bentuk dekompensasi kordis di AS.

    Kor pulmonale akut umumnya disebabkan oleh emboli paru masif.

    Kasus emboli paru masif akut merupakan kondisi yang paling berbahaya. Terjadi

    50.000 kematian per tahun di AS akibat emboli paru dan setengahnya terjadi

    pada jam pertama akibat gagal jantung kanan akut. Secara global insidensi kor

    pulmonal bervariasi pada beberapa negara, tergantung prevalensi merokok,

    polusi udara, dan faktor risiko lain terjadinya bermacam penyakit paru (Sovari,

    2011).

    1.3. EtiologiPenyebab utama terjadinya kor pulmonal adalah emboli paru, penyakit

    paru obstrukif dan restriktif kronik, dan penyakit vaskular paru. Kor pulmonale

    akut paling sering disebabkan oleh embolisme paru. Apabila embolus secara akut

    menyumbat lebih dari 50% jaringan vaskuler paru, peningkatan beban mendadak

    di sisi kanan jantung menyebabkan gagal ventrikel kanan. Ventrikel kanan

    biasanya mengalami dilatasi, namun tidak hipertrofi. Penyebab lain dari kor

    pulmonal akut adalah acute respiratory distress syndrome(ARDS), hal ini terjadi

    akibat aspek patologik ARDS sendiri atau akibat ventilasi mekanik, khususnya

    dengan kebutuhan volume tidal yang lebih tinggi, menyebabkan peningkatan

    tekanan transpulmonal (Kumar, 2002; Sovari, 2011)

    Kor pulmonale kronis paling sering disebabkan oleh penyakit paru

    obstruktif kronik (PPOK). Pada kor pulmonale kronis, berbeda dengan kor

    pulmonale akut, hipertensi pulmonal yang menetap memungkinkan terjadinyahipertrofi ventrikel kanan kompensatorik. Ventrikel kanan kurang mampu

    mengakomodasi peningkatan beban tekanan dibanding ventrikel kiri. Seiring

    berjalannya waktu, ventrikel kanan secara progresif mengalami dilatasi dan

    akhirnya tidak mampu mempertahankan curah jantung pada tingkat normal. Jika

    hal ini terjadi, timbul gejala dan tanda khas untuk gagal jantung kongestif sisi

    kanan. Dekompensasi akut dapat terjadi setiap saat pada pasien dengan kor

    pulmonal kronis (Kumar, 2002).

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    5/36

    5

    Terdapat dua mekanisme esensial yang mendasari timbulnya hipertensi

    pulmonal yang menyebabkan kor pulmonale. Yang pertama adalah reduksi atau

    kerusakan pada sejumlah besar pembuluh darah paru, menyebabkan terjadinya

    aliran darah secara paksa ke pembuluh darah yang lebih sedikit, menyebabkan

    kongesti dan hipertensi. Yang kedua adalah reflek vasokonstriksi dari arteriol

    pulmonal sebagai respon terhadap hipoksia, hiperkapnea, atau asidosis yang

    sering terjadi bersamaan dengan penyakit paru (Nowak, 2008)

    Tabel. Penyakit yang memudahkan timbulnya kor pulmonale

    Penyakit paru Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

    Fibrosis interstisium paru difus

    Ateletaksis luas persisten

    Fibrosis kistik

    Penyakit pembuluh darah paru Embolisme paru

    Sklerosis primer pembuluh darah paru

    Arteritis pulmonalis ekstensif

    (granulomatosis Wegener)

    Sklerosis pembuluh darah akibat radiasi,

    toksin, atau obat

    Penyakit yang mempengaruhi gerakan

    dada

    Kifoskoliosis

    Kegemukan berat (pickwickian syndrome)

    Penyakit neuromuskulus

    Gangguan yang memicu konstriksi

    arteriol paru

    Asidosis metabolik

    Hipoksemia

    Altitude sickness kronis, obstruksi saluran

    nafas besar

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    6/36

    6

    Tabel. Penyebab kor pulmonale berdasarkan proses akut dan kronis

    1.4. Patogenesis

    1.4.1 Patogenesis Kor Pulmonale

    Sejumlah mekanisme patofisiologi berbeda dapat menyebabkan

    hipertensi pulmonal dan pada akhirnya kor pulmonal, sebagai berikut : (Sovari,

    2011)

    - Vasokonstriksi pulmonar akibat hipoksia, menyebabkan hipertensipulmonar dan jika hipertensinya cukup berat, dapat mengakibatkan kor

    pulmonale.

    - Perubahan anatomi dari pembuluh darah paru sekunder karena penyakitparenkim atau alveolar paru (seperti emfisema, tromboemboli paru,

    penyakit paru interstisial, ARDS, dan penyakit reumatoid). Kondisi-

    kondisi ini dapat menyyebabkan peningkatan tekanan darah pulmonar,

    yang pada akhirnya juga menyebabkan kor pulmonale.

    - Peningkatan viskositas darah sekunder akibat gangguan hematologi(polisitemia vera, anemia sickle cell).

    - Hipertensi pulmonar primer idiopatik.

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    7/36

    7

    Akibat dari mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan arteri pulmonar.

    Curah jantung dari ventrikel kanan seperti halnya di kiri disesuaikan

    denganpreload, kontraktilitas dan afterload. Meski dinding ventrikel kanan tipis,

    namun masih dapat memenuhi kebutuhan saat terjadi aliran balik vena yang

    meningkat mendadak (seperti saat menarik nafas). Peningkatan afterload akan

    menyebabkan perbesaran yang berlebihan. Hal ini terjadi karena tahanan di

    pembuluh darah paru sebagai akibat gangguan di pembuluh sendiri maupun akibat

    kerusakan parenkim paru. Peningkatan afterload ventrikel kanan dapat terjadi

    karena hiperinflasi paru akibat PPOK, sebagai akibat kompresi kapiler alveolar

    dan pemanjangan pembuluh darah dalam paru. Peningkatan ini juga dapat terjadi

    ketika volume paru turun mendadak akibat reseksi paru demikian pula pada

    restriksi paru ketika pembuluh darah mengalami kompresi dan berubah bentuk.

    Afterload meningkat pada ventrikel kanan juga dapat ditimbulkan pada

    vasokonstriksi dengan hipoksia atau asidosis (Sudoyo,W.2006).

    1.4.2 Patologi hipertrofi ventrikel kanan

    Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respon adaptif lokal mulai

    terpacu dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respon tersebut mencakup

    reaksi neurohumoral serta perubahan molekular dan morfologik di dalam

    jantung. Salah satu respon neurohumoral yang paling dini terhadap penurunan

    curah jantung adalah peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis. Katekolamin

    menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung (efek inotropik positif) dan

    peningkatan kecepatan jantung (Kumar, 2002).

    Seiring dengan waktu, jantung yang kelebihan beban akan berespondengan mengalami berbagai remodelling, termasuk hipertrofi dan dilatasi.

    Karena serat otot jantung pada orang dewasa tidak lagi mampu berproliferasi

    secara bermakna, adaptasi struktural awal terhadap beban kerja yang terus

    menerus tinggi adalah hipertrofi setiap serat otot. Secara morfologi terdapat 2

    jenis hipertrofi, yakni :

    - Hipertrofi konsentrik. Pola hipertrofi ini terjadi akibat jantung hanyamendapat beban tekanan (misal, hipertensi, stenosis katup). Hipertrofi

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    8/36

    8

    ditandai dengan peningkatan garis tengah setiap serat otot, menyebabkan

    ketebalan dinding ventrikel meningkat tanpa peningakatan ukuran rongga

    jantung.

    - Hipertrofi eksentrik. Pola hipertrofi ini terjadi apabila jantung mendapatbeban volume abnormal, bukan beban tekanan (misal, regurgitasi katup

    atau pirau abnornal). Pada keadaan ini panjang setiap serat bertambah,

    ditandai dengan peningkatan ukuran jantung serta peningkatan ketebalan

    dinding.

    Hipertrofi mulanya berfungsi sebagai respon adaptif positif, hampir

    sama dengan hipertrofi serat otot rangka yang memungkinkan seorang atlet

    mengakomodasi peningkatan beban kerja. Meski memiliki efek hemodinamik

    potensial, hipertrofi ini harus dibayar mahal oleh sel. Kebutuhan oksigen

    miokardium yang mengalami hipertrofi meningkat, karena massa sel miokard

    dan tegangan di dinding ventrikel meningkat. Hal ini pada akhirnya

    menyebabkan iskemia miokardium yang akan mengganggu kontraktilitas miosit,

    bahkan kematian prematur miosit (Kumar, 2002).

    Peningkatan beban kerja jantung memudahkan terjadinya dilatasi

    jantung, atau pembesaran rongga. Miokardium menjadi lebih tebal, kurang

    elastis, dan tonus normal miokard menurun. Hal inilah yang kemudian

    menyebabkan kardiomegali pada CHF. Saat miokard mengalami dilatasi,

    kemampuan miokard untuk berkontraksi secara adekuat juga menurun, yang

    kemudian menyebebkan terjadi dekompensasi (Francis, 2003).

    1.4.3 Patogenesis gagal jantung

    Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan

    terganggunya struktur dan atau fungsi jantung, menyebabkan dispnea atau fatik

    saat istirahat atau beraktivitas. Keadaan ini terjadi karena jantung tidak mampu

    memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

    metabolisme jaringan. Yang tidak termasuk dalam definisi ini adalah kondisi

    yang gangguan curah jantungnya terjadi akibat kekurangan darah arau proses lain

    yang mengakibatkan gangguan aliran balik darah ke jantung (Nowak, 2004)

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    9/36

    9

    Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure,

    hampir selalu disertai dengan peningkatan kongsti (bendungan) di sirkulasi vena

    (backward failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu menyemprotkan

    dalam jumlah normal darah vena yang disalurkan ke dalamnya sewaktu diastol

    (Nowak, 2004).

    Penyebab tersering gagal jantung sisi kiri adalah hipertensi sistemik,

    penyakit katup mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik, dan penyakit

    miokardium primer. Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal

    ventrikel kiri, yang menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria

    pulmonalis. Gagal jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai gagal ventrikel

    kiri, seperti pada pasien dengan penyakit intrinsik parenkim paru dan / pembuluh

    paru (kor pulmonale) dan pada pasien dengan penyakit katup pulmonal atau

    trikuspid. Keadaan ini kadang terjadi pada penyakit jantung kongenital.

    Faktor-faktor penyebab gagal jantung kongestif (Nowak, 2004) :

    1. Kelemahan miokardKelemahan miokard terutama disebabkan oleh atherosklerosis dan

    stenosis pada arteri koroner. Ketika stenosis mencapai 50-70%, hanya

    kebutuhan oksigen miokard pada istirahat yang dapat dipenuhi.

    Atheroskerosis secara progresif akan menyebabkan hipoksia jaringan dan

    nekrosis. Miokard yang mengalami nekrosis akan akan digantikan oleh

    jaringan ikat fibrosa yang lebih kaku, mengakibatkan penurunan

    compliance ventrikular.

    Proses lain yang menyebabkan kelemahan miokard adalah

    trombosis di arteri koroner, vasospasme yang berkembang pada penderita

    infark miokard, miokarditis atau kardiomiopati.2. Restriksi sistem pompa

    Bahkan saat mikardium tidak mengalami kerusakan dan secara

    adekuat disuplai oleh oksigen, jantung masih tidak dapat menjalankan

    fungsi pompanya secara adekuat karena adanya restriksi pada sistem

    pompa. Malfungsi katup jantung adalah salah satu penyebabnya. Katup

    yang inkompeten, tidak dapat menutup dengan kuat, akan menyebabkan

    aliran balik (backward) dalam sirkulasi jantung atau paru. Jika katup

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    10/36

    10

    tidak dapat terbuka secara nomal, penurunan aliran darah menuju jantung

    dapat menyebabkan penurunan cardiac output.

    Keadaan lain yang dapat mengganggu sistem pompa jantung

    antara lain malformasi kongenital, massa intrakardia (tersering adalah

    myxoma, tumor endotel pada atrium kiri; 35-50% tumor primer kardia),

    atau disritmia. Disritmia dapat disebabkan oleh iskemia, infark, imbalans

    elektrolit, atau keadaan lain yang dapat mengganggu sistem konduksi

    jantung.

    3. Peningkatan afterloadKegagalan mempertahankan cardiac output juga dapat terjadi akibat

    overload. Saat miokardium secara konstan mengalami beban fisik yang

    tinggi, volume sekuncup dan kontraktilitas jantung akan menurun secara

    bermakna. Penurunan ini terjadi terutama saat terjadi peningkatan

    afterload. Keadaan ini dijumpai pada kor pulmonale atau hipertensi

    sistemik. Pada kor pulonale, ventrikel kanan dihadapkan pada penyakit

    paru tertentu yang menyababkan hipertensi pulmonal. Pada kasus

    hipertensi sistemik, peningkatan tekanan darah akan menyebabkan

    peningkatan resistensi yang harus diatasi oleh ventrikel kiri untuk

    mempertahankan cardiac output.

    Gambar. Ilustrasi penyebab terjadinya gagal jantung kongestif

    CHF

    Kelemahan

    miokardium

    Atherosklerosis

    Kardiomiopati

    Vasospasme

    koroner

    Restriksi sistem

    pompa

    Kelainan katup

    Obstruksi

    intrakardia

    Disritmia

    Peningkatan

    afterload

    Cor pulmonale

    Hipertensi

    sistemik

    Defek kongenital

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    11/36

    11

    1.5. Manifestasi Klinis

    Manifestasi klinis kor pulmonale umumnya non spesifik. Pasien bisa

    asimptomatik, khususnya pada awal perjalanan penyakit, dan sering kali tanda

    dan gejala penyakit ditutupi oleh penyakit paru yang mendasari.

    Gejala

    Pasien dapat mengeluhkan cepat letih, teakipnea, sesak saat beraktivitas

    (dyspnea deffort) dan batuk. Nyeri dada angina juga dapat terjadi dan sering

    disebabkan akibat iskemia ventrikel kanan (biasanya nyeri dada tidak respon

    dengan nitrat) atau peregangan arteri pulmonal.

    Hemoptosis dapat terjadi akibat ruptur arteri pulmonal yang mengalami

    dilatasi atau athrosklerotik. Kondisi lain yang dapat meyebabkan hemoptoe

    seperti infark paru, tumor, dan bronkiektasis harus dieksklusikan terlebih dahulu.

    Pada sejumlah kecil kasus pasien mengeluhkan suara serak (hoarseness) akibat

    kompresi nervus laringeal rekuren kiri akibat dilatasi arteri pulmonal.

    Pada kasus yang lanjut, kongesti hepatik sekunder akibat gagal ventrikel

    kanan dapat menyebabkan timbulnya anoreksia, rasa tidak enak pada daerah

    hipokondrium kanan, dan ikterik. Selain itu, pingsan saat beraktivitas, yang juga

    terjadi pada kasus yang berat, menandakan kegagalan dalam meningkatkan COP

    selama exercise, menyebabkan hipotensi yang bermakna.

    Peningkatan tekanan arteri paru dapat menyebabkan peningkatan

    tekanan atrium kanan, vena perifer dan kapiler. Akibat peningkatan gradien

    hidrostatik, terjadi transudasi cairan dan terakumulasi menjadi edema perifer.Selain itu hipoksemia yang sering terjadi pada pasien PPOK juga dapat

    menyebabkan penurunan GFR dan retensi garam dan air, sehingga menyebabkan

    edema perifer.

    Membedakan gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    12/36

    12

    Berdasarkan gejala yang timbul, dapat dibedakan sisi jantung yang

    mengalami kegagalan (failure), apakah gagal jantung sisi kiri atau sisi kanan.

    Atrium kiri menerima oksigen dari paru dan meneruskannya ke ventrikel kiri,

    yang kemudian memompanya ke seluruh tubuh. Jika ventrikel kiri tidak

    memompa secara efisien, darah akan kembali masuk ke pembuluh darah paru,

    dan kadang cairan dapat masuk ke ruang pernafasan, menyebabkan kongesti.

    Kongesti paru yang terjadi dapat menyebabkan sesak nafas. Gejala lain dari

    gagal ventrikel kiri adalah lemas (fatik), dispnea (orthopnea, paroksismal

    nokturnal dispnea), dan produksi sputum (kadang disertai darah) akibat kongesti

    paru.

    Gagal jantung kanan terjadi saat resistensi aliran darah dari jantung

    kanan (atrium kanan, ventrikel kanan, paru atau arteri pulmonal) menuju paru

    atau saat katup trikuspid, yang memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan

    tidak berfungsi dengan baik. Hal ini kemudian akan menyebabkan aliran balik

    dan peningkatan tekanan jantung kanan. Tekanan juga akan meningkat di hati

    dan vena tungkai, menyebabkan pembesaran hati disertai nyeri, asites dan edema

    tungkai . Gejala utama dari gagal jantung kanan adalah edema dan nokturia

    (buang air kecil berlebihan pada malam hari karena terjadi redistribusi cairan saat

    pasien berbaring).

    Karena CHF menyebabkan tubuh terisi oleh cairan yang berlebihan,

    ginjal mungkin tidak lagi dapat membuang natrium dan air, manimbulkan gagal

    ginjal akut (dalam kasus CHF, gagal ginjal dapat besifat sementara dan akan

    membaik jika diberikan terapi yang tepat). Natrium yang normalnya dielimansi

    melalui urin akan tetap berada dalam tubuh, sehingga menyebabkan semakin

    banyak cairan terakumulasi dalam tubuh (Soufer, 2007).

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    13/36

    13

    Tabel. Membedakan gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan

    Tanda

    Pemeriksaan fisik dapat membrikan gambaran penyakit paru yang

    mendasari atau menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kanan.

    - Inspeksi : peningkatan diameter dinding dada antero-posterior (barrelchest), retraksi dinding dada, distensi vena leher, sianosis.

    - Perkusi : hipersonor, asites (shifting dullness)- Auskultasi : wheezingdan crackles dapat terdengar karena penyakit paru

    yang mendasari (misal pada PPOK), turbulensi yang terjadi akibat

    thromboemboli paru dapat terdengar sebagai bunyi systolic bruits pada

    paru, murmur ejeksi sistolik di regio arteri pulmonum, murmur sistolik

    pada kusus regurgitasi trikuspid.

    1.6. Pemeriksaan Penunjang (emedicine)- Laboratorium

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    14/36

    14

    Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mengetahui etiologi atau

    komplikasi yang ditimbulkan dari kor pulmonale, meliputi :

    a. Pemeriksaan hematokrit. Peningkatan hematokrit menandakanpolisitemia, yang menandakan penyakit paru yang mendasari atau

    akibat peningkatan tekanan arteri pulmonum akibat peningkatan

    viskositas darah.

    b. Serum alfa 1-antitrypsin (PPOK) dan antibodi antinuklear (penyakitkolagen vaskuler) bila diindikasikan.

    c. Analisa gas darah. Bertujuan untuk menilai oksigenasi dangangguan asam basa.

    - Foto rontgenHipertensi pulmonum harus dicurigai jika diameter arteri pulmonal kanan

    descenden lebih dari 16 mm dan diameter arteri pulmonal kiri lebih dari

    18 mm. Pembesaran ventrikel kanan menyebabkan peningkatan diameter

    transversum bayangan jantung bagian kanan pada foto PA dan ventrikel

    kanan mengisi ruang udara pada foto lateral.

    Gambar. Gambaran foto rontgen kor pulmonale

    - EKGBeberapa gambaran EKG yang dapat ditemukan pada cor pulmonal,

    antara lain :

    a.

    Deviasi aksis ke kanan ( 90

    0

    )

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    15/36

    15

    b. P pulmonal di lead II, III, AVFc. Gelombang QRS rendah akibat hiperinflasi paru karena PPOKd. Hipertrofi ventrikel kanan yang berat dapat menghasilkan

    gelombang Q patologis yang sering disalah artikan sebagai infark

    miokard anterior. Namun karena aktivitas listrik ventrikel kanan

    jauh lebih rendah dari ventrikel kiri, perubahan kecil pada ventrikel

    kanan mungkin tidak dapat dideteksi melalui EKG.

    Gambar. Gambaran EKG hipertrofi ventrikel kanan

    - EchocardiografiMenunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kanan. Fungsi ventrikel kiri

    umumnya normal. tekanan sistolik ventrikel kanan bisa dinilai melaluiEcho Doppler melaui penilaian aliran regurgitan katup trikuspid. Jika

    imaging sulit dilakukan karena paru yang terdistensi karena udara, dapat

    dinilai ketebalan dinding ventrikel kanan dan volumenya melalui

    pemeriksaan MRI (Fauci, 2008)

    1.7. Diagnosis diferensialHipertensi vena pulmonal yang biasanya diderita penderita stenosis katup

    mitral.

    Gambaran foto toraks berupa pembesaran atrium kiri, pelebaran arteri

    pulmonal karena peninggian tekanan aorta yang relatif kecil (pada fase

    lanjut), pembesaran ventrikel kanan, pada paru-paru terlihat tanda-tanda

    bendungan vena. ( Matsum,2011)

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    16/36

    16

    1.8. Penatalaksanaan

    Tujuan pengobatan kor pulmonal pada PPOK ditinjau dari aspek jantung

    sama dengan pengobatan kor pulmonal pada umumnya yaitu untuk : (1)

    Mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas; (2) Menurunkan hipertensi pulmonal;

    (3) Meningkatkan kelangsungan hidup; (4) Pengobatan penyakit dasar dan

    komplikasinya (Sudoyo,W.2006).

    Pengobatan kor pulmonal dari aspek jantung bertujuan untuk menurunkan

    hipertensi pulmonal, pengobatan gagal jantung kanan dan meningkatkan

    kelangsungan hidup. Untuk tujuan tersebut pengobatan yang dapat dilaksanakan

    diawali dengan menghentikan rokok serta tatalaksana lanjut adalah sebagai

    berikut (Sudoyo,W.2006).

    - Terapi oksigenTerapi oksigen sangat penting pada pasien dengan PPOK, khususnya

    ketika diberikan secara kontinu. Terapi oksigen dapat meredakan

    vasokonstriksi paru hipoksemik, yang pada akhirnya dapat meningkatkan

    cardiac output, menurunkan vasokonstriksi simpatetik, dan meningkatkan

    perfusi renal.

    Secara umum, pada pasien dengan PPOK, terapi oksigen jangka panjang

    direkomendasikan jika PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi O2

    kurang dari 88%. Namun pada keadaan kor pulmonal, terapi oksigen

    jangka panjang tetap diindikasikan meski PaO2lebih dari 55 mmHg atau

    saturasi O2 lebih dari 88%.

    - MedikamentosaDiuretik digunakan untuk menurunkan volume pengisian ventrikel

    kanan pada pasien dengan kor pulmonum kronik. Calsium channel

    blocker merupakan vasodilator arteri pulmonal yang telah terbukti

    efikasinya pada penatalaksanaan jangka panjang pasien kor pulmonal

    sekunder akibat hipertensi arteri pulmonum primer.

    Indikasi utama pemberian antikoagulan oral pada manajemen kor

    pulmonal adalah pada kondisi kor pulmonal yang disebabkan oleh

    tromboemboli atau hipertensi pulmonal primer. Metilxantin, seperti

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    17/36

    17

    halnya teofilin, dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada kor

    pulmonal sekunder akibat PPOK. Selain memiliki efek bronkodilator,

    golongan ini dapat meningkatkan kontraktilitas miokardium,

    menyebabkan efek vasodilatasi paru ringan dan meningkatkan

    kontraktilitas diafragma.

    1. VasodilatorVasodilator telah digunakan sebagai terapi jangka panjang pada kor

    pulmonale kronikum dengan hasil yang cukup memuaskan. Golongan

    calcium channel blocker, seperti sustained release nifedipine dan

    diltiazem, dapat menurunkan tekanan pulmonum, meski obat golongan ini

    lebih efektif digunakan pada pasien hipertensi pulmonale primer dibanding

    sekunder.

    Golongan vasodilator lain, seperti beta agonis, nitrat, dan ACE inhibitor

    telah dicoba, namun tidak menunjukkan efek yang menguntungkan pada

    pasien PPOK, sehingga tidak digunakan secara rutin (Sovari, 2011).

    2. DiuretikaDiuretik digunakan sebagai terapi kor pulmonale, terutama jika volume

    pengisian ventrikel kanan meningkat secara bermakna dan terjadi edema

    perifer. Golongan diretik dapat meningkatkan fungsi kedua ventrikel.

    Meski demikian, diuretik dapat dapat merugikan status hemodinamik jika

    tidak digunakan secara hati-hati. Penurunan volume cairan dalam jumlah

    banyak dapat menurunkan cardiac output.

    Komplikasi potensial lain dari diuretik adalah terjadinya hipokalemidisertai alkalosis metabolik. Gangguan elektrolit dan asam basa yang

    terjadi juga dapat menyebabkan aritmia jantung, yang pada akhirnya juga

    memperburuk cardiac output. Jadi, diuretik dapat digunakan sebagai

    manajemen kor pulmonale namun harus digunakan secara hati-hati.

    3. Flebotomi

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    18/36

    18

    Tindakan flebotomi pada pasien kor pulmonal dengan hematokrit yang

    tinggi diindikasikan jika hematokrit > 55%. Sasarannya adalah penurunan

    Hct di bawah 50% (Sudoyo,W.2006).

    4. AntikoagulanPemberian antikoagulan pada kor pulmonal berdasarkan atas kemungkinan

    terjadinya tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi ventrikel kanan

    dan adanya faktor imobilisasi pada pasien.

    Di samping terapi diatas pasien korpulmonal pada PPOK harus mendapat

    terapi standar untuk PPOK, komplikasi dan penyakit penyerta (Sudoyo,W.2006).

    1.9. PrognosisPrognosis dari kor pulmonal bervariasi tergantung patologi yang

    mendasari. Perkembangan kor pulmonal yang disebabkan penyakit primer pada

    paru dapat menimbulkan prognosis yang lebih buruk. Contohnya, pasien dengan

    PPOK yang memiliki komplikasi kor pulmonal memiliki angka harapan hidup 5

    tahun sebesar 30%. Prognosis pada keadaan akut akibat emboli paru masif atau

    ARDS belum diketahui bersifat dependen atau independen terhadap kor pulmonal.

    Namun, sebuah penelitian prospektif oleh Volschan et al mengindikasikan bahwa

    pada kasus emboli paru, kor pulmonal dapat meningkatkan mortalitas.

    1.10. Komplikasi- Gagal jantung kanan- Chronic heart failure(CHF)-

    Gagal nafas- Acute Kidney Injury- Hemoptosis- Trombosis vena dalam

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    19/36

    19

    2. Aritmia

    2.1. PendahuluanBila yang dimaksud dengan irama jantung normal adalah irama yang

    berasal dari nodus SA, yang datang secara teratur dengan frekuensi antara 60-100

    kali per menit, dengan hantaran tidak mengalami hambatan pada tingkat manapun,

    maka irama jantung lainnya dapat dikatakan sebagai aritmia.

    Jadi yang dapat didefinisikan sebagai aritmia adalah :

    - Irama yang bukan berasal dari nodus SA- Irama yang tidak teratur, sekalipun berasal dari nodus SA, misalnya sinus

    aritmia.

    - Frekuensi kurang dari 60 kali / menit (sinus bradikardi) atau lebih dari 100kali / menit.

    - Terdapat hambatan impuls baik supra atau intraventrikuler.

    2.2. Klasifikasi aritmiaDari mekanisme terjadmya irama jantung dan aritmia maka dapatlah kita buat

    klasifikasi irama jantung sebagai berikut:

    1) Irama berasal dari nodus SA.- Irama sinus normal, yaitu irama jantung normal pada umumnya.- Sinus aritmia, baik yang disebabkan pemapasan ('`respiratory")

    ataupun tidak.

    - Sinus takikardia, peningkatan aktivitas node SA 100 kali/menit ataulebih.

    2)

    Aritmia Atrial.- Fibrilasi atrial (AFi) dengan respons ventrikel cepat, normal atau

    lambat.

    - Fluter atrial (AH).- Atrial takikardia, biasanya paroksismal (PAT, Paroxysmal Atrial

    Tachychardia). Ada juga yang disertai dengan blok hantarannya,

    dan disebut sebagai PAT dengan blok (PAT dengan blok).

    - Ekstrasistol atrial yaitu bila denyut dari Atrial tersebut hanya

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    20/36

    20

    datang satu per-satu, mungkin dari satu fokus (unifokal) atau lebih

    (multi fokal).

    3) Aritmia AV Jungsional.Ada yang timbul pasif, yaitu karena nodus SA kurang aktif sehingga

    diambil alih:

    - Irama AV Jungsional, biasanya bradikardia; bisa tinggi, sedang ataurendah.

    - AV Jungsional takikardia non paroksismal, yaitu irama dengan HRyang cepat (70-130/menit). Tapi ada pula yang secara aktif

    mendominasi nodus SA dan fokus-fokus lainnya:

    - AV Jungsional ekstrasistol (uni-multi focal).- AV Jungsional takikardia paroksismal, seperti PAT. Seringkali sukar

    membedakan antara irama yang berasal dari atrial atau AV Jungsional,

    sehingga disebut saja sebagai irama supra ventikular, karena memang

    keduanya berasal dari atas ventrikel dan penatalaksanaannyapun tak

    jauh berbeda. Tetapi AFI dan AFi tidak mungkin dari AV Jungsional,

    sebagaimana irama AV Junctional pasif (non paroksismal) dapat

    dikenali bukan Atrial.

    4) Aritmia Supra Ventrikular (SV) lainnya.- Aritmia SV multifokaLlwanderingpace maker.- Multifokal SV takikardia.- Multifokal SV takikardia dengan blok.- SV ekstrasistol "non conducted".

    5) Aritmia Ventrikular-

    Irama Idio Ventrikular. biasanya non paroksismal, dan idio ventrikulartakikardia/non paroksismal ventrikular takikardia (non PVT).

    - Paroksismal ventrikular takikardia (PVT).- Fluter ventrikular (VFl) serta Fibrilasi ventrikular (VFi).- Parasistol ventrikular.

    6) Gangguan hantaran pada sekitar berkas His dan percabangannya(Bundle Branch).

    - Blok AV (AVB) derajat 1, 2 (tipe 1 Wenkebach serta tipe2) dan 3

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    21/36

    21

    (total).

    - Bundle Branch Block (BBB), mungkin kanan (RBBB) atau kiri(LBBB), bisa parsial (incomplete) atau total (complete) dan bisa juga

    tergantung pada HR sehingga disebut sebagai "rate dependent Bundle

    Branch Block".

    Dalam suatu rekaman dari seorang pasien bisa ditemukan irama

    jantung sinus dengan ekstrasistol ventrikel (VES) atau SVES unifokal

    atau multifokal, multi fokal SVES dengan aberantia, atau irama

    jantung yang berganti-ganti ke aritmia AV jungsional atau atrial atau

    ventrikular. tergantung kondisi dan faktor etiologi yang ada. Tidak

    jarang kita mengalami kesukaran dalam mengenali irama ventrikular

    atau supraventrikular yang umumnya terapinya sangat berbeda.

    Kunci dari pembedaan ini adalah menemukan ada tidaknya

    gelombang P dan menentukan posisinva/hubungannya terhadap QRS.

    Irama ventrikular tidak didahului P atau tak ada hubungan antara P

    dan QRS.

    2.3. Takikardi SupraventrikulerTakikardi supraventrikuler (SVT) adalah bentuk takikardi yang cepat dan

    reguler lebih dari 100 kali per menit, namun denyut ventrikel bisa kurang

    dari 100 kali/menit jika terjadi blok atrioventrikular. SVT juga sering

    dikenal sebagai Paroksismal SVT (PSVT). Paroksismal artinya takikardi

    dapat bermulai dan berhenti secara tiba-tiba. Insidensi SVT meningkat

    pada usia tua dan pasien dengan penyakit jantung. Insidensi SVT

    dilaporkan mencapai 76% pada populasi 301 pasien laki-laki denganrataan usia 56 tahun. Sekitar 20% populasi memiliki penyakit jantung

    koroner. Penelitian lain pada populasi sehat dengan rentang usia 16 hingga

    65 tahun, insidens SVT hanya 12% (Fox, 2008).

    - Manifestasi KlinisGejala yang paling sering terjadi adalah palpitasi. Palpitasi dapat

    terjadi dalam beberapa detik hingga beberapa jam. Pasien sering

    kali tidak dapat mengidentifikasi faktor presipatasi yang

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    22/36

    22

    menimbulkan takikardi. Gejala-gejala lain yang dapat muncul di

    antaranya adalah kelemahan, sesak nafas, dan kepala terasa ringan.

    Sinkop jarang terjadi dan biasanya terjadi karena takikardi

    demikian cepat hingga mengganggu cardiac output. Sinkop juga

    dapat disebabkan karena respon vasovagal yang disebabkan oleh

    takikardi itu sendiri. Pasien juga dapat mengeluhkan nyeri dada,

    dan hal ini tidak terkait dengan penyakit jantung koroner. Nyeri

    dada lebih sering timbul pada pasien usia tua dan berhungungan

    dengan iskemia miokard. Sejumlah kecil pasien mungkin tidak

    menyadari adanya keluhan-keluhan tadi dalam jangka panjang

    hingga timbul gejala gagal jantung (Gugneja, 2011; Fox, 2008).

    - Klasifikasi SVTPerkembangan studi elektrofisiologi intrakardia secara dramatis

    telah mengubah klasifikasi SVT. Berdasarkan dari fokus asal

    terjadinya disritmia, SVT dapat diklasifikasikan sebagai takiaritmia

    atrial atau AV (Gugneja, 2011). Digolongkan takiaritmia atrial bila

    sirkuit reentrant terbentuk di atrium, dan tidak terhantung dengan

    nodus AV. Takiaritmia atrioventrikular terjadi jika fokus aritmia

    adalah pada nodus AV atau disekitarnya. Gangguan pada konduksi

    nodus AV akan menterminasi terjadinya aritmia (Fox, 2008).

    Tabel. Klasifkasi SVT

    Takiaritmia atrial Takiaritmia atrioventrikular

    Sinus takikardi

    Innapropriate sinus tachycardia

    (IST)

    Takikardi re-entran nodus sinus

    Takikardia atrial

    Takikardi atrial multifokal

    Atrial flutter

    Atrial fibrilasi

    Takikardi reentran nodus AV

    Takikardi ektopik junctional

    Takikardi junctional non-paroxysmal

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    23/36

    23

    A. Takiaritmia atriali. Sinus takikardi

    Merupakan bentuk terbanyak dari SVT yang reguler. Pada sinus

    takikardi terjadi akselerasi rate sinus akibat respon fisiologis

    terhadap stressor, seperti hipoksia, hiposemia, ansietas, nyeri,

    demam, hipovolemia, hipertiroidisme, atau akibat olahraga.

    Karakteristiknya denyut jantung lebih dari 100 kali/ menit dengan

    ritme reguler. Beberapa obat-obatan seperti stimulan (kafein,

    nikotin), medikasi (salbutamol, atrofin), dan psikotropika

    (amfetamin, kokain) juga dapat menyebabkan sinus takikardi.

    ii. Innnapropriate sinus tachycardiaIST adalah percepatan ritme sinus tanpa terjadi stress fisiologis.

    Dalam hal ini peningkatan denyut jantung terjadi akibat exrcise

    minimal. Mekanisme terjadinya IST adalah hipersensitivitas atau

    abnormalitas nodus sinus terhadap impuls otonom. Keadaan ini

    biasa terjadi pada wanita muda tanpa kelainan struktural jantung.

    iii. Takikardi re-entran nodus sinusSNRT seringkali mirip dengan IST. Pada SNRT terbentuk sirkuit

    reentry, baik di dalam atau di dekat nodus sinus. Denyut jantung

    berkisar antara 100-150 kali / menit. Gambaran EKG berupa

    morfologi gelombang P sinus normal.

    iv. Takikardia atrial

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    24/36

    24

    Takikardi atrial adalah bentuk yang jarang. Impuls abnormal

    berasal dari atrium miokard. Proses ini dapat disebabkan oleh

    intoksikasi digoksin, yang menyebabkan perubahan automatisitas,

    mekanisme triggered, atau reentry. Denyut jantung regiler dan

    berkisar antara 150-250 kali / menit.

    v. Takikardi atrial multifokalTakiaritmia yang dalam setiap denyut jantung menghsilkan 3 atau

    lebih gelombang P. Bentuk aritmia ini termasuk jarang dan

    biasanya dijumpai pada pasien dengan penyakit paru. Denyut

    jantung lebih dari 100 kali per menit dan irama ireguler. Terapinya

    dengan mengatasi penyakit primer. Verapamil dan magnesium

    kadang efektif digunakan.

    vi. Atrial flutterMerupakan bentuk SVT yang tejadi di atas nodus AV dengan rate

    atrial sekitar 250-350 kali/menit. Mekanisme terjjadi atrial flutter

    berupa proses reentran pada sirkuit atrium kanan. Atrial flutter

    umumnya terjadi pada pasien dengan penyakit jantung iskemik,

    infark miokard, kardiomiopati, miokarditis, embaoli paru, atau

    trauma thoraks. Ritme transisional dapat berkembang menjadi

    atrial fibrilasi.

    vii. Atrial fibrilasiAtrial fibrilasi adalah bentuk aritmia yang terjadi karena

    depolarisasi atrial yang kacau. Rate atrial biasanya 300-600

    kali/menit, sementara rate ventrikular sekitar 170 kali/menit.

    Temuan EKG meliputi ritme iruguler dengan aktivitas atrialfibrilasi. Aritmia tipe ini berhubungan dengan hipertensi, penyakit

    jantung rematik, penyakit jantung iskemik, thyrotoksikosis, prolaps

    katup, dan toksisitas digitalis.

    B. Takiaritmia atrioventrikulerTerdiri dari AV nodal reentrant tachycardi (AVNRT), AV reentrant

    tachycardi (AVRT) dan takikardi ektopik junctional. Bentuk SVT yyang

    paling sering adalah AVNRT. AVNRT ditemui pada 40-60% pasien

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    25/36

    25

    takikardi dengan kompleks QRS yang sempit dan reguler. Pada keadaan

    normal, AV node hanya mempunyai 1 jalur konduksi yang mengantarkan

    impuls menuju bundle of His. Pada kasus AVNRT, nodus AV memiliki 2

    jalur, yaitu jalur alfa (konduksi cepat) dan jalur beta (konduksi lambat).

    AVNRT timbul akibat adanya impuls prematur dari atrium. Normalnya

    impuls yang masuk disebarkan melalui dua arah dari kanan dan kiri. Bila

    terjadi blok pada satu sisi, maka impuls akan berjalan melalui sisi satunya

    lagi. Pada saat blok tersebut menghilang maka impuls tersebut akan

    berjalan terus melintasi area tersebut dan terciptalah suatu sirkuit tertutup

    yang disebut circus movement. Pada saat ini SA node tidak bertindak

    sebagai pacemaker primary namun terdapat jalur aksesori kecil (circus

    movement) yang memiliki impuls yang berputar-putar secara terus-

    menerus dengan cepat. Setiap kali impuls dari sistem ini sampai ke AV

    node makan impuls ini akan diteruskan ke ventrikel. Oleh sebab itu pada

    gambaran ECG komplek QRS tampak normal. Pada gambaran ECG

    gelombang P bisa tampak terbalik (oleh karena lintasan impuls yang

    terbalik).

    Gambar. Ilustrasi circus movementpada AVNRT

    - Penatalaksanaan SVTLangkah awal pada penatalaksanaan SVT adalah penilaian status ABC

    (airway breathing circulation). Penilaian ABC harus dilakukan dengan

    segera dan secara simultan dilakukan pengukuran tanda vital. Jika status

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    26/36

    26

    hemodinamik terganggu atau terjadi syok, harus dilakukan kardioversi.

    Kebanyakan pasien dengan PSVT stabil secara hemodinamik, memberikan

    cukup waktu bagi dokter untuk melakukan anamnesis lengkap,

    pemeriksaan fisik, dan EKG. Kebanyakan dengan takikardi

    supraventrikular adalah pasien dengan AVNRT atau AVRT. Tipe aritmia

    ini tergantung pada konduksi nodus AV, sehingga dapat dihentikan dengan

    memblok konduksi nodus AV

    a. Penanganan jangka pendek- Manuver vagal merupakan penanganan pertama pada pasien

    dengan hemodinamik stabil. Manuver vagal terdiri dari manuver

    valsava dan massage sinus karotis. Stimulasi nervus vagus

    diharapkan dapat memperpanjang konduksi nodus AV sehingga

    menterminasi takikardi. Jika manuver vagal belum dapat

    menghentikan takikardi dapat dilakukan kardioversi elektrik

    synchronized atau terapi farmakologi tergantung status

    hemodinamik pasien (Fox, 2008; Lim et al, 1998).

    a. Manuver valsavaManuver valsava dilakukan dengan cara pasien inspirasi,

    menahan nafas, menutup hidung dan mulut, kemudiann

    mengedan sehingga terjadi kontraksi otot dinding dada dan

    abdomen. Pasien kemdian diminta untuk menghebuskan

    nafas (ekspirasi). Manuver ini diharapkan dapat

    meningkatkan tonus vagal (parasimpatis) sehingga dapat

    menurunkan denyut jantung. Manuver valsava ini berperan

    dalam memperpanjang periode refrakter nodus VA hinggaterjadi blok transien pada nodus AV. Manuver valsava

    mungkin tidak dapat menterminasi takikardi atrial, namun

    dapat menimbulkan blok nodus AV secara transien,

    sehingga dapat dicari mekanisme yang mendasari dengan

    visualisasi gelombang P pada EKG. Jika denyut jantung

    belum menurun dengan manuver ini dapat dimulai

    intervensi farmakologis (Fox, 2008; Mistovich, 2008).

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    27/36

    27

    b. Massase sinus karotisMassase pada sinus karotikus dapat memicu baroreseptor,

    yang kemudian memicu peningkatan aktivitas nervus vagus,

    mensupresi efek simpatis, sehingga memperlambat

    konduksi pada nodus atrioventrikular. Jika pada

    pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya carotid bruits,

    massase sinus dapat dilakukan dengan melakukan

    penekanan di kartilago karotid selama 5 detik secara

    sirkuler. Jika aritmia masih menetap prosedur dapat

    dilakukan pada sisi yang lain. Manuver lain yang dapat

    dilakukan untuk meningkatkan tonus vagal adalah dengan

    melakukan manuver valsava (Delecretaz, 2006).

    c. Perbandingan terapi SVT melalui manuver valsava danmassase sinus karotis

    Penelitian kohort Lim et al tahun 1998 dengan sampel 148

    pasien yang telah menderita SVT dalam 10 tahun,

    menunjukkan hasil sebagai berikut :

    Jenis manuver

    yang dilakukan

    Jumlah pasien

    yang diterapi

    Angka keberhasilan

    (konversi)

    Valsava 62 12 (19,4%)

    CSM 86 9 (10,5%)

    CSM tidak respon,

    dilanjutkan dengan

    Valsava

    77 13 (16,9%)

    Valsava tidak respon,

    dilanjutkan CSM

    50 7 (14,0%)

    Manuver valsava dan massase sinus karotis total

    menghasilkan konversi dari SVT menjadi irama sinus

    normal pada 41 pasien (succes rate 27,7%) (Lim, 1998).

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    28/36

    28

    Gambar. Manuver vagal

    Gambar. Mnuver Valsava

    Gambar. Massase sinus carotis

    - Intervensi farmakologis.Injeksi IV verapamil dan adenosine telah menjadi terapi standar.

    Adenosine memiliki waktu paruh hanya beberapa detik,

    menghasilkan blok AV namun hanya sementara. Adenosine dapat

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    29/36

    29

    digunakan pada pasien dengan penyakit jantung struktural karena

    tidak memiliki efek inotropik negatif. Dosis standar adalah bolus

    6 mg. Dosis 12 mg hingga 18 mg juga dapat digunakan. Harus

    dipastikan pasien tidak memiliki asma atau penyakit paru

    obstruktif karena adnosine dapat menimbulkan bronkospasme.

    Efek adenosine dapat diperkuat oleh dipyridamole.

    Golongan calcium channel blocker dan beta blocker juga dapat

    memberi efek positif. Golongan CCB yang efektif adalah

    diltiazem dan verapamil. Di antara agen beta bloker, metoprolol

    dan atenolol dapat efektif. Verapamil merupakan obat yang paling

    sering digunakan sebagai pengganti adenosine. Verapamil

    diindikasikan pada pasien dengan kontraindikasi terhadap

    adenosine dan PSVT yang secara cepat dapat diterminasi namun

    cepat mengalami rekurensi.

    Penggunaan manuver vagal, adenosine dan verapamil dapat

    mengobati PSVT (termasuk juga takikardi atrial).

    - KardioversiKardioeversi adalah terapi yang paling efektif untuk

    mengembalikan irama sinus. Kardioversi dilakukan jika

    intervensi farmakologi gagal menghentikan SVT.

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    30/36

    30

    Gambar. Algoritma tatalaksana jangka pendek SVT (Delacretaz,

    2006)

    d. Penanganan jangka panjangAblasi kateter memiliki angka keberhasilan yang sangat memuaskan

    pada pasien yang secara klinis mengalami takikardi, mencapai 95%.

    Hanya 5% pasien yang mengalami takikardi rekurens dan

    membutuhkan operasi kedua. Angka keberhasilan sedikit llebih

    rendah pada pasien PSVT dengan tipe takikardi atrial, sekitar 80%.

    Beberapa pasien yang menolak dialkukan operasi, dapat diberikan

    verapamil, diltiazem, atau golongan beta bloker. Obat ant-aritmia

    kelas I, seperti propafenone dan flecainide juga efektif sebagai terapi

    jangka panjang dan memberikan efek menguntungkan sebagai terapi

    profilaksis pada atrial fibrilasi.

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    31/36

    31

    3. Korelasi kor pulmonale dan aritmia

    3.1. PendahuluanAritmia ventrikular dan aritmia supraventrikular sering terjadi pada

    pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Insidensi yang dilaporkan

    oleh seumlah penelitian berbeda-beda karena variasi dalam populasi (pasien

    PPOK stabil atau pasien dengan eksaserbasi), ada atau tidaknya gagal ventrikel

    atau penyakit jantung yang mendasari, atau pengobatan yang digunakan sebagai

    manajemen aritmia.

    PPOK merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kor pulmonale,

    yang kemudaian menyebabkan terjadinya gagal ventrikel kanan. Lebih dari

    setengah kasus kor pulmonal disebabkan oleh PPOK, dan 10-30% kasus

    dekompensasi kordis adalah akibat kor pulmonale. Pada hubungannya dengan

    aritmia, seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat

    mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia

    ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sistem saraf

    simpatis terjadi dan sering merupakan penyebab penting kematian mendadak

    dalam situasi ini.

    Gagal jantung kongestif merupakan penyakit yang bersifat aritmogenik.

    Saat fungsi ventrikel kiri terganggu hingga muncul gejala sesak hingga fatik dan

    secra progresif menjadi semakin parah, hampir semua pasien dengan gagal

    jantung akan mengalami takiaritmia ventrikel dan menurut penelitian Chevalier

    et al tahun 1996, hampir setengahnya meninggal selama follow up jangka

    penjang. Meski agen antiarimia telah diketahui secara luas mencegah terjadinyasudden death pada pasien aritmia, hanya terdapat sedikit bukti agen-agen ini

    bermanfaat mencegah sudden deathpada pasien CHF. Bahkan obat antiaritmia

    dapat meyebabkan eksaserbasi gagal jantung yang juga memicu takiaritmia

    ventrikel. Defisit elektrolit (khususnya kalium dan magnesium) serta faktor

    neurohormonal saling berinteraksi untuk menimbulkan ritme ektopik ventrikel

    sehingga pencegahan terjadinya deplesi ekktrolit dan antagonis neurohormonal

    secara klinis bermakna penting dalam terapi aritmia (Packer, 1986).

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    32/36

    32

    3.2. EpidemiologiBeberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kekerapan

    terjadinya aritmia pada pasien PPOK, khususnya pasien dengan komplikasi kor

    pulmonale. Penelitian oleh Keiger et al. memonitor 24 pasien dengan PPOK

    berat disertai hipertrofi ventrikel kanan. Aritmia ditemukan pada 84% pasien.

    Dari jumlah tersebut, 72% merupakan aritmia ventrikular, dan 52% aritmia

    supraventrikular. Hasil yang serupa juga dilaporkan melalui penelitian Shih et al.

    yang meneliti 69 pasien paisen PPOK berat disertai dengan hipoksia namun

    berada pada kondisi stabil. Takikardi supraventrikular terjadi pada 69% pasien,

    takikardi ventrikular nonsutained pada 22% pasien. Keadaan hiperkapnea dan

    edema tungkai yang terkait dengan kondisi kor pulmonale pada pasien PPOK

    derajat berat, berhubungan peningkatan risiko aritmia ventrikel (Arroliga, 2011).

    Penelitian lain, oleh Hudson et al. pada 70 pasien PPOK disertai gagal

    nafas akut (Pa O2 kurang dar 50 mmHg, atau PCO2lebih dari 50mmHg). Aritmia

    supraventrikular terjadi pada 23 pasien, dan aritmia ventrikular pada 20 pasien.

    Pasien aritmia supraventrikel cenderung mengalami rekurensi untuk terjadi

    aritmia supraventrikel lagi. Angka mortalitas tertinggi adalah pada pasien dengan

    aritmia ventrikel (Hudson,1973).

    Tabel. Angka mortalitas pasien PPOK dengan aritmia (Hudson,1973)

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    33/36

    33

    Tabel. Gambaran EKG (prevalensi aritmia) pada pasien PPOK (Hudson,1973)

    3.3. PatogenesisAritmia ventrikular kompleks terjadi pada sekitar 80% pasien

    dekompensasi kordis, dengan takikardi ventrikuler paroksismal terjadi pada 40%

    pasien. Abnormalitas struktural yang terjadi secara kronis pada dekompensasi

    kordis mungkin merupakan dasar berkembangnya suatu aritmia ventrikel yang

    mengancam jiwa, yang terjadi karena kontraksi prematur ventrikular. Patogenesis

    aritmia bersifat multifaktoral. Abnormalitas elektrolit, iskemia, katekolamin,

    inotropik, dan obat-obatan antiaritmia dapat memperberat suatu aritmia dan

    meningkatkan kerentanan ventrikel untuk mengalami aritmia yang persisten

    (sustained arrythmia).

    Banyak faktor, beberapa di antaranya bersifat reversibel, memainkan

    peranan dalam terjadinya aritmia. Koreksi abnormalitas elektrolit, penghentian

    obat-obatan yang mencetuskan aritmia, dan pengobatan terhadap iskemia

    mungkin sudah cukup untuk mengontrol aritmia ventrikuler pada beberapa pasien.

    Aritmia dapat terjadi secara primer (diinisiasi oleh abnormalitas

    elektrofisiologi primer dan tidak berhubungan dengan gangguan pada ventrikel

    kiri) atau secara sekunder (perubahan fungsi ventrikel yang menginisiasi

    terjadinya aritmia). Kedua konsep ini dapat saling berinteraksi. Kombinasi antara

    miokardium yang telah rentan dan adanya faktor-faktor presipitasi aritmia

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    34/36

    34

    merupakan konsep fundamental terhadap mekanisme inisiasi aritmia yang

    mematikan. Interaksi kedua konsep di atas adalah aktivasi miokard yang tidak

    terorganisasi, biasanya berupa terbentuknya impuls prematur hingga dapat

    berkembang menjadi perjalanan impuls yang tidak terkoordinasi (seperti fibrilasi

    ventrikel). Disfungsi ventrikel juga dapat menyebabkan aliran pembuluh darah

    koroner yang tidak adekuat, hipertensi / hipotensi, hipoksia jaringan, peregangan,

    asidosis, atau pertukaran elektrolit. Meski kurang terdokumentasi, angka kejadian

    aritmia ventrikel dapat menurun dengan pengurangan ukuran jantung dan

    pengobatan dekompensasi kordis secara adekuat. Patofisiologi hubungan aritmia

    ventrikular dan fungsi jantung sangatlah kompleks dan belum jelas.

    Mekanisme lain yang diduga menjadi dasar berkembangnya aritmia

    pada penderita dekompensasi kordis adalah gangguan sistem saraf otonom.

    Sebagai respon terhadap penurunan cardiac outputdan penurunan tekanan darah

    sistemik, input simpatis menuju nodus SA akan menyebabkan peningkatan

    denyut jantung. Pada saat yang sama, stimulasi simpatetik pada miokardium akan

    menimbulkan refleks inotropik positif, meningkatkan volume sekuncup. Kedua

    hal tersebut akan meningkatkan cardiac output dan tekanan darah. Aktivitas

    vagal yang terjadi secara berkepanjangan pada keadaan disfungsi ventrikel

    diduga berpotensi menyebabkan takikardi ventrikuler. Dibuktikan melalui

    penelitian Lu Fei et al. tahun 1994, penggunaan B-bloker dapat menurunkan

    risikosudden deathpada pasien dengan left ventrcular ejection fraction(LVEF)

    yang rendah. Hal ini terjadi karena B-bloker dapat memperbaiki aktivitas sistem

    otonom yang abnormal.

    Beberapa faktor penyebab aritmia ventrikuler pada gagal jantung

    kongestif1. Faktor mekanik : scarr, aneurisma2. Iskemik miokard : angina, infark3. Deplesi elektrolit : hipokalemia, hipomagnesemia4. Faktor hormonal : peningkatan renin, katekolamin5. Drug-induced : digitalis, diuretik, antiaritmia, antidepressan,

    simpatomimetik, phospodiesterase inhibitor

  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    35/36

    35

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Assayag, P. (1997). Compensated cardiac hypertrophy: arrhythmogenicityand the new myocardial phenotype. I. Fibrosis. Cardiovascular Mysteri

    Series, 34, 439-444.

    2. Francis, G., & Tang, W. (2003). Patophysiology of Congestive HeartFailure.MedReviews, 4.

    3. GOLD. (2006). Global Strategy for Diagnosis, Management, and Preventionof COPD.

    4. Kamangar, N. (2010). Chronic Obstructive Pulmonary Disease Retrieved15 Mei, 2010, from http://www.emedicine.medscape.com/article/297604-

    overview

    5. Khozhnevis, R., & Massumi, A. (1999). Ventricular Arrythmia inCongestive Heart Failure.26.

    6. Kumar, V., Cotran, R. S., & Robbins, S. L. (2007). Buku Ajar Patologi (7ed. Vol. 2).

    7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003). Penyakit Paru ObstruktifKronis - Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.

    8. SIGN. (2007). Cardiac Arrhytmia in Coronary Heart Disease.NHS.9. Weitzenbaum, E. (2003). Chronic Cor Pulmonale.BMJ, 89, 225-230.10. Kurt J. Isselbacher, Eugene Braunwald, Jean D. Wilson, Joseph & Martin,

    Anthony S Fauci, Dennis L Kasper, edis bahasa Indonesia; Ahmad H. Asdie

    Prof. dr. Sp.PD, ke : Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison, edisi

    15, volume 3, 2002, hal. 1222-1226.

    11. Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1. Jakarta.Media aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

    12. Soeparman dan Warpadji Sarwono : Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Cetakanketiga, FKUI, Jakarta, 1998. Hal. 882-889.

    13. Sudoyo, W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta. PusatPenerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

    Universitas indonesia.

    http://www.emedicine.medscape.com/article/297604-overviewhttp://www.emedicine.medscape.com/article/297604-overviewhttp://www.emedicine.medscape.com/article/297604-overviewhttp://www.emedicine.medscape.com/article/297604-overviewhttp://www.emedicine.medscape.com/article/297604-overview
  • 7/22/2019 157965972 Referat Kor Pulmonal Dan Aritmia

    36/36

    14. Matsum. Kor Pulmonale. (Online) http://www.matsum.blogspot.com,diakses tanggal 4 oktober 2011.

    15. Dave, R. Cor Pulmonale. http://www.emedicine.com/article_corpulmonale,diakses tanggal 4 Oktober 2011

    16. Delacretaz, E. Clinical Practice Supraventricular Tachycardia. The NewEngland Journal of Medicine, 354, 1039-1051.

    17. Fox, D., Tischenko, A., Krahn, A., Snakes, A., Gulla, L. J., Yee, R., et al.(2008). Supraventricular Tachycardia.Mayo Foundation, 83, 1400-1411.

    http://www.matsum.blogspot.com/http://www.matsum.blogspot.com/http://www.emedicine.com/article_corpulmonalehttp://www.emedicine.com/article_corpulmonalehttp://www.emedicine.com/article_corpulmonalehttp://www.matsum.blogspot.com/