repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · web viewmaka...

62
31 BAB III ORIENTASI POLITIK ERA MADINAH 1.Membangun Dasar-Dasar Politik Penghijrahan ( exodus ) umat Islam dari Mekah ke Madinah terjadi pada hari Senen tanggal 12 Rabiul awal tahun pertama Hijriyah, bertepatan dengan tahun 622 M. Peristiwa penghijrahan umat Islam dari Mekah ke Yatsrib tersebut menandai dimulainya babak baru bagi umat Islam. Umat Islam saat di Mekah berada dalam kondisi yang tertekan, dimusuhi, dihina, disiksa, bahkan dikucilkan dan diimbargo, dan tindakan-tindakan lain yang menyebabkan umat Islam tidak berdaya, tidak bisa banyak berbuat untuk merencanakan kehidupan masa depan mereka yang lebih baik, hal ini berbeda dengan di Yatsrib (Madinah). Periode Yatsrib Islam merupakan kekuatan politik, di mana ajaran Islam yang terkait dengan peraturan kehidupan sosial kemasyarakatan banyak turun di sini. Hal ini dapat ditegaskan bahwa peristiwa hijrah Nabi bersama umat Islam dari Mekah ke Madinah merupakan era baru dalam sejarah peradaban umat Islam. Sejak saat itu muncul pemikiran politik Islam 1 yang berbeda dari 1 . Pemikiran politik Islam adalah pemikiran tentang politik yang didasarkan pada ajaran-ajaran yang bersumberkan al-Qur`an dan Sunnah Nabi.

Upload: dinhdang

Post on 09-Apr-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

31

BAB IIIORIENTASI POLITIK

ERA MADINAH

1.Membangun Dasar-Dasar Politik

Penghijrahan ( exodus ) umat Islam dari Mekah ke Madinah terjadi pada hari Senen tanggal 12 Rabiul awal tahun pertama Hijriyah, bertepatan dengan tahun 622 M. Peristiwa penghijrahan umat Islam dari Mekah ke Yatsrib tersebut menandai dimulainya babak baru bagi umat Islam. Umat Islam saat di Mekah berada dalam kondisi yang tertekan, dimusuhi, dihina, disiksa, bahkan dikucilkan dan diimbargo, dan tindakan-tindakan lain yang menyebabkan umat Islam tidak berdaya, tidak bisa banyak berbuat untuk merencanakan kehidupan masa depan mereka yang lebih baik, hal ini berbeda dengan di Yatsrib (Madinah). Periode Yatsrib Islam merupakan kekuatan politik, di mana ajaran Islam yang terkait dengan peraturan kehidupan sosial kemasyarakatan banyak turun di sini. Hal ini dapat ditegaskan bahwa peristiwa hijrah Nabi bersama umat Islam dari Mekah ke Madinah merupakan era baru dalam sejarah peradaban umat Islam. Sejak saat itu muncul pemikiran politik Islam1 yang berbeda dari pemikiran politik sebelumnya,2 bahkan sebenarnya sejak peristiwa baiat Aqabah satu dan dua gerakan-gerakan politik yang terkordinasi telah dilakukan di bawah pimpinan seorang Nabi. Maka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan memperoleh kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama ( agamawan ), tetapi juga sekaligus pada saat yang sama sebagai pemimpin umat. Realitas ini menunjukkan bahwa dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan; kekuasaan spiritual dan kekuasaan untuk mengelola kehidupan masyarakat atau umat (duniawiy). Hal ini sebagaimana ditegaskan Harun Nasution bahwa kedudukan Nabi Muihammad saw. sebagai rasul secara otomatis merupakan kepala negara3.

1. Pemikiran politik Islam adalah pemikiran tentang politik yang didasarkan pada ajaran-ajaran yang bersumberkan al-Qur`an dan Sunnah Nabi.

2. Lihat Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, h. 36

Page 2: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

32

Pada periode Madinah, kaidah-kaidah Islam yang dulunya bersifat umum berhasil dirinci, dan ketentuan-ketentuan (hukum-hukum) yang diperlukan oleh sebuah negara ditetapkan, baik yang berkaitan dengan urusan-urusan public ataupun yang menyangkut urusan privat. Kaidah-kaidah umum berdasarkan wahyu yang menjadi sumber rujukan hukum-hukum tafsili senantiasa turun. Semuanya ini bertujuan untuk menyediakan perangkat-perangkat aturan atau tatanan yang akan dipergunakan untuk mengatur kehidupan masyarakat dan negara baru.4

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa baiat Aqabah satu dan kedua ternyata secara psikologis menjadikan umat Islam memiliki kekuatan dan percaya diri, serta mendorong mereka segera melakukan langkah-langkah strategis, yaitu hijrah ke Madinah. Maka penghijrahan umat Islam ke Madinah merupakan rangkaian langkah-langkah yang berorientasi pada pembentukan masyarakat yang menerima transformasi positif secara cepat. Dari dua langkah strategis itu ( baiat pertama dan kedua ) memunculkan tiga landasan pokok yang berimplikasi lahirnya dominasi politik bagi umat Islam. Tiga landasan pokok tersebut, ialah;

1. Ikatan daerah atau wilayah.Dengan menjadikan Madinah sebagai tempat tinggal bagi umat Islam, baik Muhajirin atau Anshor, berarti umat Islam telah memiliki tempat tinggal, yaitu tanah air yang memungkinkan umat Islam beraktivitas dalam membangun ekonomi yang dapat dipergunakan untuk kepentingan bersama.

2. Jiwa kemasyarakatan.Artinya pemikiran, idea dan persepsi umat Islam Madinah dapat diorientasikan untuk tujuan yang sama sesuai dengan yang dikehendaki.

3. Dominasi politik.

3. Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya ( Jakarta: UI-Press, 1985 ), h. 25

4. Muhammad Salim al-Awwa, Fiy al-Nizam al-Siyasah Lid Daulah al-Islamiyah, h. 47

Page 3: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

33

Dominasi politik dapat diraih setelah berhasil merubah sikap masyarakat Islam dari masyarakat yang tidak terlibat secara langsung dalam urusan-urusan politik menjadi masyarakat yang aktif melibatkan diri secara langsung dalam hal-hal yang berkaitan dengan politik.5

Ketiga landasan tersebut telah terealisasi setelah umat Islam seluruhnya berada di Madinah dan setelah penguasaan terhadap hal-hal yang terkait dengan politik berada di tangan mereka. Setelah penghijrahan umat Islam Muhajirin ke Madinah, maka Madinah membuka lahan subur untuk pengembangan pemikiran, wawasan dan pembangunan masyarakat yang sesuai dengan harapan dan cita-cita mulia ajaran Islam. Dalam kaitan ini Antony Black menegaskan bahwa gagasan Islam merupakan dobrakan yang menentukan sejarah pemikiran manusia tentang politik dan masyarakat.6

Kondisi baru di Madinah dari aspek sosio politik dan sosio ekonomi, menuntut tanggung jawab Nabi serta peletakan dasar kebijakan, dasar kemasyarakatan dan dasar ekonomi untuk menghentikan perpecahan dan konflik yang terjadi di antara beberapa suku, agar mayarakat dapat memulai pembangunannya dalam berbagai aspek kehidupan, terutama yang terkait dengan pengelolaan urusan kehidupan umat. Karena hal inilah yang dapat memberikan nuansa baru bagi Madinah sendiri dan wilayah-wilayah yang berada di sekitarnya dalam rangka terciptanya kehidupan yang aman dan damai. Dalam rangka memperkokoh solidaritas masyarakat yang baru saja dibentuk di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad. Nabi Muhammad saw. kemudian melakukan kebijakan-kebijakan strategis yang dianggap sangat efektif bagi membangun kehidupan sosial politik dan keagamaan sekaligus, yaitu; Membangun mesjid, mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dengan orang-orang Anshor dan menetapkan konstitusi. Beberapa kebijakan Nabi ini akan dijelaskan pada topik pembinaan strategi pembangunan Madinah.

5. Ibid. h. 496. Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa

Kini, h. 36

Page 4: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

34

2. Rekonstrukri Madinah Sebagai Pusat Kekuasaan

Nabi Muhammad saw. memasuki Yastrib ( Madinah ) disertai dengan semangat untuk melakukan transformasi besar-besaran meliputi berbagai aspek kehidupan. Hal utama dari transformasi ini adalah terkait penanganan masalah sosial (social problems) yang sudah terjadi dan berakar di tengah-tengah kehidupan masyarakat, antaranya; masalah irihati, dengki, hasad, dendam, egoistik, dan sebagainya. Dari aspek sosial kemasyarakatan, di Yastrib terjadi kerusakan pada setiap level (tingkatan) penduduk Yastrib. Pada aspek sosial ekonomi juga terjadi kerusakan, seperti kebiasaan melakukan penimbunan pangan dan barang-barang pokok keperluan hidup sehari-hari, mentradisinya praktik riba yang berleluasa dan mencekik dalam transaksi pinjam meminjam, hutang piutang, dan perdagangan. Kondisi penduduk Yastrib juga terpecah-pecah atau terkotak-kotak, sehingga tidak memiliki kekuatan jika sewaktu-waktu ada serangan musuh yang datang dari luar.7 Demikian, gambaran umum tentang kondisi sosial masyarakat Yatsrib atau Madinah dalam berbagai aspek kehidupan mereka sebelum Nabi Muhammad saw. bertempat tinggal di Madinah.

Kehadiran Nabi Muhammad ke Yastrib sebenarnya dihadapkan pada tanggung jawab berat untuk memperbaiki kondisi masyarakat yang sudah rusak, maka tugas Nabi Muhammad dalam menyikapi tantangan ini semua sebenarnya adalah bagaimana menciptakan umat agar memiliki kemampuan untuk mengemban risalah Islam, serta bagaimana dapat melahirkan generasi yang melupakan permusuhan, sehingga tercipta kondisi masyarakat yang rukun, damai, aman dan sejahtera, sehingga dengan demikian akan wujud generasi terdidik (educated) yang diwarnai dengan warna al-mahabbah (kasih sayang) dan al-ikha (rasa persaudaraan). Transformasi dan reformasi yang dicanangkan Nabi Muhammad meliputi berbagai aspek kehidupan, termasuk perubahan nama kota Yastrib dirubah menjadi kota Madinah atau Madinatur Rasul, nama

7. Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Madinah al-Munawwarah `Ashimah al-Islam al-Ula ( Jeddah: Dar al-Mujtama, 1406 H. / 1986 M. ), r. 19

Page 5: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

35

Aus dan Khazraj ( dua Qabilah di Yastrib ) menjadi al-Anshar.8 Keberhasilan upaya transformasi ini dapat terlihat pada karakter masyarakat muslim dan akhlak, serta perilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari setelah kondisinya menjadi kondusif, akhirnya mereka hidup dengan penuh persaudaraan dan saling menyayangi. Dari sini kemudian direalisasikan keadilan dan persamaan hak dalam kehidupan mereka, maka berdasarkan langkah-langkah tersebut Nabi Muhammad berhasil menciptakan umat Islam yang unggul di Madinah.9 Berikut ini disampaikan langkah-langkah strategis Nabi Muhammad terkait pembentukan dan pembinaan masyarakat dan warga Madinah sebagai langkah-langkah umum dan khusus, 10 yaitu;

2.1. Langkah-Langkah Umum

1. al-Ikha ( Persaudaraan )Al-Ikha; artinya mempersaudarakan antara dua orang atau komunitas, kelompok yang berbeda. Upaya ini merupakan prinsip utama yang melandasi pembentukan masyarakat dan warga Madinah. Nabi Muhammad saw. mempersaudarakan antara sesama umat Islam, kaya, miskin, tua, muda, semuanya adalah bersaudara. Langkah Nabi ini mendapatkan justifikasi al-Qur`an pada surat al-Hujurat, ayat 10 yang artinya; sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah di antara saudara-saudara kamu.11 Ikatan yang dibangun atas dasar persaudaraan (al-Ikha) ini dalam realitas kehidupan tidak mudah putus, maka setiap individu dalam masyarakat merasa ada ikatan dengan individu-individu yang lain. Persaudaraan di antara sesama

8. Perubahan nama Qabilah Aus dan Khazraj menjadi al-Anshar bertujuan untuk terciptanya persatuan, karena menggunakan satu nama. Dengan demikian perpecahan dan permusuhan menjadi hilang. Upaya ini pada akhirnya berhasil.

9. Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Madinah al-Munawwarah `Ashimah al-Islam al-Ula. h. 19

10. Yang dimaksud dengan langkah-langkah umum, ialah upaya-upaya penataan masyarakat dalam rangka restrukturisasi pembangunan masyarakat sebagaimana pada umumnya. Sementara langkah-langkah khusus dimaksudkan upaya penataan masyarakat secara politis mengarah pada pembentukan kekuasaan.

11. Al-Qur`an: al-Hujurat; 10

Page 6: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

36

umat Islam di Madinah begitu kokohnya sampai ke tingkat yang lebih jauh sehingga terjadi saling mewarisi harta kekayaan jika salah satu di antara mereka meninggal dunia, tetapi setelah turun ayat mawaris barulah ada aturan yang jelas bahwa dalam hal waris mewairis hanyalah berdasarkan alur kerabat hubungan darah dan terdekat. Persaudaraan di antara sesama umat Islam ini sebagai salah satu langkah strategis dalam rangka menciptakan persatuan masyarakat Islam seluruhnya, di mana Islam menjadi dasar acuan untuk persatuan ini, yaitu persatuan yang didasarkan atas kesedaran iman atau akidah. Dalam komteks ini Antony Black menyatakan bahwa Muhammad mendakwahkan persaudaraan spiritual plus hukum yang merangkul semua golongan, dan realitas berbicara bahwa kendali politik universal harus diraih oleh umat Islam.12 Dengan demikian seluruh umat Islam adalah bersaudara.13

2. al-Mahabbah ( Kasih Sayang )Islam belum menganggap cukup dengan mendeklarasikan persaudaraan di antara sesama warga Madinah yang muslim, Nabi Muhammad juga belum rela sepenuh hati dengan persaudaraan saja sebagai ikatan yang mengikat orang-orang Islam, karena kadang-kadang meskipun sudah wujud persaudaraan tetapi tetap saja sesekali terjadi permusuhan. Oleh karena itu persaudaraan ini harus diintensifkan melalui interaksi (`alaqah) yang kokoh. Interaksi yang intensif menjadi faktor perekat persaudaraan yang kuat. Kasih sayang sebagai prinsip kedua menjadi dasar yang melandasi kokohnya persaudaraan dalam tatanan kehidupan masyarakat Madinah. Nabi Muhammad menanamkan kasih sayang (mahabbah) ini ke dalam jiwa umat Islam, karena rasa mahabbah lahir dari jiwa yang dalam.

12. Lihat Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, h. 37

13. Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Madinah al-Munawwarah `Ashimatul al-Islam al- Ula. h. 19 - 20

Page 7: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

37

Kemudian agar mahabbah ini menjadi kokoh dan tidak mudah pudar, maka rasa mahabbah ini harus lahir dari kesadaran atas dasar cinta dan kasih sayang karena Allah, bukan karena faktor lain. Oleh karena itu Nabi Muhammad bersabda dalam salah satu haditsnya yang diriwayatkan Imam Bukhari, yang artinya; Seseorang tidak akan merasakan manisnya iman sehingga dia dapat melahirkan rasa mahabbah karena Allah.14 Terciptanya rasa mahabbah yang berdasarkan karena Allah adalah merupakan kekuatan yang memperkokoh persaudaraan di antara sesama umat Islam. Karena rasa mahabbah yang sudah tertanam dalam jiwa secara otomatis dapat menghapus permusuhan dan kedengkian. Akhirnya umat Islam hidup dalam kondisi yang bebas dari malapetaka permusuhan, dengki, irihati dan sebaginya.

3. al-`Adalah ( Keadilan )Menegakkan keadilan merupakan prinsip ketiga menjadi landasan pembentukan konstruksi masyarakat dan warga Madinah. Adil dimaksudkan; sikap seimbang dan terhindar dari perbuatan zalim.15 Allah mewajibkan kepada manusia agar bersikap adil dalam setiap kondisi dan situasi, hal in sebagaimana Allah berfirman dalam surat al-Nahal, ayat 90 yang artinya; Sesungguhnya Allah senantiasa memerintahkan untuk berbuat adil dan baik.16 Dalam surat al-Nisa, ayat 58 Allah juga berfirman yang artinya; . . . . dan jika kamu memutuskan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.17 Dalam hal ucapan atau perkataan, Allah memerintahkan agar bersikap adil, sebagaimana ditegaskan dalam surat al-An`am, ayat 152, . . . . dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil sekalipun kepada ahli kerabat,18 maksudnya; 14. Al-Bukhariy, Sahih Bukhariy, dalam Kitab al-Adab, Bab al-Hubbu

Fillah, ( T.tpt: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiy, T.th. ), Juz 4, h. 56 -5715. Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Madinah al-Munawwarah

`Ashimah al-Islam al-Ula. h. 2116. Al-Qur`an: 16; 90.17. Al-Qur`an: 4; 5818. Al-Qur`an: 6; 152

Page 8: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

38

mengatakan yang sebenarnya meskipun kepada orang-orang terdekat, seperti ahli kerabat. Dalam hal tulis menulis apapun bentuknya; Allah juga memerintahkan agar bersikap adil, sebagaimana ditegaskan di dalam surat al-Baqarah, ayat 282, yang artinya; . . . dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menulisnya dengan adil ( benar ).19 Dalam hal mendamaikan dua orang yang sedang konflik, Allah juga memerintahkan agar mendamaikannya dengan adil, artinya tidak berpihak kepada seseorang karena ada imbalan jasa yang akan diterima. Hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam surat al-Hujurat, ayat 9 yang artinya; . . . Jika golongan itu telah kembali (kepada Allah), maka damaikanlah keduanya dengan adil. Demikianlah bahwa sesungguhnya sikap adil itu merupakan sifat yang harus melekat pada setiap umat Islam kapan saja dan di mana saja. Umat yang komitmen dan berpegang teguh dengan sikap adil, dengan sendirinya akan tercipta kehidupan yang aman, baik jiwanya, hartanya, dan kehormatannya.20 Tentu tidak ada yang lebih membahagiakan dalam kehidupan umat manusia selain keamanan atau rasa aman, baik jiwa, harta, kehormatan, dan termasuk jabatan atau kedudukan.

4. al-Musawa ( Persamaan )Persamaan adalah prinsip ke empat sebagai landasan pembentukan konstruksi masyarakat dan warga Madinah. Persamaan dimaksudkan adalah persamaan di dalam hak dan kewajiban tanpa membedakan keturunan, warna kulit, bangsa dan sebagainya. Dengan demikian, dalam perspektif Islam persamaan merupakan upaya tatanan yang menjadikan sistem kemasyarakatan ideal. Oleh karenanya, persamaan merupakan sesuatu yang harus exist di dalam kehidupan masyarakat. Reasoningnya berdasarkan akidah Islam yang biasa berlaku dalam konteks ini adalah bahwa semua manusia adalah berasal dari satu keturunan, yaitu dari Adam ( Nabi Adam as. ). Oleh karena itu semuanya sama dalam

19. Al-Qur`an: 2; 28220. Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Madinah al-Munawwarah

`Ashimah al-Islam al-Ula. h. 21

Page 9: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

39

hak dan kewajiban dan semuanya sama di hadapan Allah, maka dari aspek ini ( kesamaan hak dan kewajiban ) dapat ditegaskan bahwa tidak ada keistimewaan bagi orang-orang tertentu dari yang lainya, tidak ada keistimewaan orang-orang Arab dari orang-orang non Arab, tidak ada keistimewaan bagi orang-orang yang berkulit putih dari orang-orang yang berkulit hitam atau sawo matang.21 Maka berdasarkan ajaran ( doctrin ) ini sesungguhnya hubungan darah ( darah biru misalnya ) di dalam perspektif Islam tidak ada. Demikian juga karena hubungan nasab tidak menjadikan seseorang lebih istimewa walau dengan alasan apapun, melainkan yang menjadi kriteria keistimewaan adalah ketaqwaan dan amal saleh. Kriteria inilah yang memungkinkan setiap individu muslim berkompetisi ( bersaing ) untuk menjadikan dirinya lebih baik dari yang lainnya. Hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam al-Qur`an yang artinya;

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Mengena.l22

Dengan demikian, taqwa merupakan kriteria yang menjadikan setiap individu untuk berkompetisi, karena dengan kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu memungkinkan dia melakukannya dan memperoleh hasil yang lebih baik dan maksimal. Berlainan dengan warna kulit, keturunan ( bangsa ), hubungan darah adalah sesuatu yang bersifat nisbi atau subjektif, maka tidak bisa menjadi ukuran.23 Oleh karenanya, dapat ditegaskan bahwa semua

21. Ibid. h. 2222. Al-Qur`an: 49; 1323. Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Madinah al-Munawwarah

`Ashimah al-Islam al-Ula. h. 22

Page 10: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

40

manusia di dalam persepektif Islam adalah sama dalam melaksanakan perintah, aturan atau undang-undang, meninggalkan larangan, sama dalam hak dan kewajiban, tidak ada beda antara pemimpin dan yang dipimpin, antara majikan dan pekerja, antara lelaki dan perempuan.24 Atas dasar ini, Islam membangun umatnya dan meletakkan dasar-dasar peradaban yang kokoh. Persaudaraan berlaku untuk umum, tidak dikhususkan kepada satu komunitas, sementara komunitas yang lain tidak. Kasih sayang ( mahabbah ) adalah perekat yang mengikat antara sesama muslim di satu sisi, dan di sisi lain secara umum antara sesama warga Madinah, yaitu antara orang-orang muslim dengan orang-orang non muslim. Keadilan adalah asas dalam pergaulan di antara sesama masyarakat, dan persamaan adalah hak bagi masyarakat Islam.25 Langkah-langkah strategis sebagaimana disebutkan di atas yang menjadi landasan dalam melakukan restukturisasi masyarakat Madinah merupakan langkah yang efektif dan berdampak pada lahirnya ketertiban bermasyarakat.

2.2. Langkah-langklah Khusus

Sesampainya Nabi Muhammad saw. bersama umat Islam di Madinah setelah melakukan penghijrahan atau exodus dari Mekkah. Nabi kemudian melakukan restrukturisasi masyarakat Madinah agar menjadi tertata dan teratur sehingga di kemudian hari dapat mengemban amanat dan risalah. Terkait dengan upaya restrukturisasi masyarakat Madinah secara khusus, berikut ini disampaikan beberapa langkah strategis sebagai berikut;

1. Pembangunan MasjidLangkah pertama yang dilakukan Nabi Muhammad saw. sesampainya di Madinah adalah membangun masjid. Masjid yang pertama didirikan adalah Mesjid Quba, kemudian disusul dengan membangun Masjid Nabi (Masjid al-24. Ibid. 25. Ibid.

Page 11: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

41

Nabawiy).26 suatu pertanyaan muncul terkait dengan realitas ini ialah; kenapa yang pertama kali dibangun masjid ?. Karena masjid dilihat dari aspek fungsinya sangat vital, ia memiliki fungsi ganda atau multy function, yaitu (a). Fungsi keagamaan; ialah sebagai sarana berkumpulnya masyarakat muslim dalam rangka melakukan ibadah shalat dan tempat belajar ilmu-ilmu agama. (b). Fungsi politis; yaitu mesjid pada saat itu berfungsi juga sebagai pusat aktivitas kemasyarakatan ( as a Centre for social activities ). Yaitu sebagai tempat pertemuan-pertemuan komunitas muslim dalam rangka melahirkan upaya-upaya memupuk rasa persaudaraan, toleransi dan persatuan. Ini karena mesjid pada waktu itu merupakan tempat yang paling efektif untuk tujuan tersebut, selain sebagai sarana untuk beribadah, diskusi masalah-masalah keagamaan, juga menjadi tempat pertemuan-pertemuan musyawarah tentang masalah-masalah yang terkait dengan kehidupan masayarakat Madinah, baik yang berkenaan dengan masalah internal sesama umat Islam sendiri ataupun secara eksternal menyangkut hubungan antara komunitas muslim dengan komunitas-komunitas non muslim.27 Berdasarkan fakta ini dapat ditegaskan bahwa masjid pada permulaan Islam fungsinya sangat vital sebagai sarana untuk mewujudkan rencana besar. Oleh karenanya mesjid pada waktu itu dalam persepektif politik meskipun secara keagamaan sebagai sarana tempat beribadah pada satu sisi dan pada sisi lain ternyata sebagai sarana untuk merencanakan orientasi-orientasi politis. Shalat di mesjid dilakukan secara berjamaah, secara otomatis umat Islam bertemu pada permulaan hari dalam shalat berjamaah di belakang seorang imam, mengarah ke arah Qiblat yang satu, dipersartukan oleh tempat yang satu, semuanya dilakukan lima kali dalam sehari semalam.

Dengan demikian, shalat berjamaah di masjid merupakan salah satu aktivitas yang paling efektif dalam

26. Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah. Juz 2, h. 520 -52227.Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Madinah al-Munawwarah

`Ashimah al-Islam al-Ula. h. 27 - 28

Page 12: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

42

rangka mempersatukan umat, memperkuat tali ikatan sesama umat Islam. Selain dari itu mesjid bukan saja sebagai sarana tempat ibadah, tetapi juga masjid dijadikan oleh Nabi Muhammad sebagai tempat semacam Dar al-Nadwah ( balai pertemuan ) untuk membicarakan hal-hal penting yang menyangkut kemaslahatan umat, kemudian umat Islam bermusyawarah. Masjid juga berfungsi sebagai tempat untuk melakukan pengangkatan atau pelantikan panglima perang. Mesjid juga dijadikan tempat memutuskan hukum dalam persengketaan. Masjid juga menjadi tempat menerima utusan atau duta yang diutus oleh pemerintah luar negeri, antaranya Kerajaan Persia, Raja Najjasi di Habsah ( Ethofia ) untuk bertemu Nabi Muhammad saw. sebagai penguasa Madinah dari satu sisi.28 Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa masjid yang dibangun Nabi Muhammad bukan saja sebagai tempat pelaksanaan aktivitas keagamaan, tetapi juga sekaligus sebagai tempat untuk merumuskan program-program yang berkaitan dengan masalah-masalah kehidupan sosial masyarakat, karena itu dapat dikatakan bahwa pembangunan aspek keagamaan melalui pendekatan pembangunan masjid yang digerakkan Nabi Muhammad merupakan langkah strategis dan efektif.29 Dengan demikian, pembangunan masjid pada saat itu menjadi pondasi bagi pembangunan masayarakat Madinah secara keseluruhan.

2. Mempersaudarakan Komunitas Muhajirin Dengan Anshar

Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa setelah peristiwa penghijrahan umat Islam dari Mekah ke Madinah, Nabi Mauhammad saw. kemudian melakukan restrukturisasi dan pembentukan masyarakat Madinah. Tujuan dari upaya ini 28. Ibid. h. 27 - 2829. Ibid. h. 28

Page 13: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

43

adalah wujudnya persatuan, dan adanya perlindungan terhadap umat Islam karena jumlahnya yang masih relatif kecil, di samping bertujuan memperkuat kehadiran Islam di bumi Madinah, serta menyebarkannya ( berdakwah ) ke wilayah-wilayah yang berada di sekitarnya.30 Maka langkah strategis selanjutnya adalah bagaimana menanggung kebutuhan orang-orang Muhajirin yang barangkali sebagian mereka ada yang baru mmenginjak kaki ke daerah yang baru dan belum ada pendapatan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Hal ini sebagai rasa tanggung jawab Nabi kepada mereka, karena Nabi sebagai seorang pemimpin harus mencarikan solusi terhadap masalah yang mereka hadapi. Kemudian Nabi menyampaikan solusi terbaik dan menawarkan kepada orang-orang Aus dan Khazraj, karena Nabi yakin bahwa mereka memiliki hati nurani dan niat baik. Nabi kemudian meminta kepada orang-orang Aus dan Khazraj untuk memberikan sebagian apa yang diperlukan orang-orang Muhajirin. Permintaan Nabi kemudian direspon dengan baik oleh orang-orang Aus dan Khazraj dan kemudian mereka merealisasikan janjinya, yaitu memberikan sebagian harta kepada orang-orang Muhajirin, bahkan orang-orang Aus dan Khazraj memberikan kesempatan kepada orang-orang Muhajirin untuk bekerja, berdagang dan menjalankan bisnis mereka.31

Ketika orang-orang Anshar sudah benar-benar memberikan apa yang diperlukan orang-orang Muhajirin, maka kemudian Nabi mengubah nama Aus dan Khazraj; dua qabilah di Madinah yang sudah masuk Islam dengan sebutan orang-orang Anshar ( al-Anshar ). Anshar merupakan kata jamak atau plural yang artinya orang-orang yang memberikan bantuan atau pertolongan, karena orang-orang Aus dan Khazraj telah memberikan bantuan mengenai apa-apa yang diperlukan orang-orang Muhajirin untuk mempertahankan hidup mereka di daerah Madinah.32 Dan ketika Nabi Muhammad saw. menyaksikan bahwa hubungan yang

30. Ibid. h. 5431. Lihat, Ahmad Ibrahim al-Syarif, Makkah wa al-Madinah Fiy al-`Ashri

al-Jahiliy wa al-Rasul, ( T.tpt.: Dar al-fikr al-`arabiy, T.th. ) h. 292

Page 14: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

44

berdasarkan keturunan darah telah gagal menjadi perekat antara sesama suku di Madinah sebagaimana yang terjadi sebelum kedatangan umat Islam, maka Nabi Muhammad kemudian mengganti hubungan yang berdasarkan keturunan itu dengan hubungan yang berdasarkan akidah dan iman. Dalam konteks ini Antony Black cukup tajam melihat fakta sejarah awal Islam dan dia menegaskan bahwa apa yang terjadi pada saat itu adalah sesuatu yang bersifat spiritual sekaligus politis, atau dalam bahasa lain; Iman dengan kekuasaan politik.33 Setelah itu Nabi mengadakan perdamaian atau islah antara suku Aus dan Khazraj, serta berusaha menghilangkan faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya konflik.34

Implikasi dari langkah strategis ini adalah masyarakat Madinah, terutama orang-orang Anshar terhindar dari sikap panatisme golongan, ashabiyah atau primordialisme. dan secara otomatis menjadikan suku Aus dan Khazraj berada di bawah nama hubungan yang berdasarkan akidah, dan ini jelas memiliki tujuan atau hadaf mulia, yaitu lahirnya dukungan mereka terhadap prinsip-prinsip ajaran Islam. Langkah kongrit ke arah ini Nabi Muhammad saw. mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dengan orang-orang Anshar. Nabi melakukan acara persaudaraan ini di Masjid Nabawiy, agar persaudaraan ini menjadi persaudaraan karena Allah, bukan karena yang lain-lain, dan oleh karena pelaksanaan acara persaudaraan ini di Mesjid Nabawiy yang suci paling tidak Masjid Nabi menjadi saksinya. Ketika pelaksanaan acara mempersaudarakan komunitas muslim Madinah, yaitu orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar di Masjid Nabawiy, Nabi mencohtohkan sendiri dengan mengulurkan tangannya dan kemudian memegang tangan Ali bin Abi Thalib sambil berkata; Ini saudaraku.35 Dengan cara seperti ini setiap individu masyarakat muslim ikut mencontohi apa yang dilakukan Nabi sehingga

32.Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Madinah al-Munawwarah `Ashimah al-Islam al-Ula. h. 29

33. Lihat, Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, h. 36

34. Ibid. h. 38735. Lihat Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah. Juz 2, h. 531 - 534

Page 15: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

45

kemudian terjalin ikatan yang kokoh antara satu dengan yang lainnya,36 dan oleh karena persaudaraan yang digagas Nabi itu dimaksudkan agar tidak dianggap ringan, maka persaudaraan tidak mudah pudar.37 Persaudaraan ini ternyata kemudian berdampak positif terhadap proses penyatuan umat Islam, karena salah satu tujuan dari persaudaraan ini ialah terealisasinya ikatan yang kokoh dalam kehidupan masyarakat Madinah. Dan ternyata persaudaraan ini telah berhasil dan terealisasikan sepenuhnya.

Maka berdasarkan penjelasan di atas tentang upaya persatuan yang digagas Nabi adalah persatuan yang didasarkan pada akhlak atau moral, bukan atas dasar kepentingan sesaat yang berujung pada pragmatisme kalkulasi untung rugi, karena tujuan Nabi Muhammad dalam upaya mempersaudarakan ini adalah mengubah konfederasi kesukuan menjadi sebuah masyarakat baru yang diorientasikan oleh ajarannya tentang akhlak.38 Dengan terciptanya persatuan ini akan berimplikasi lahirnya suasana kondusif yang diwarnai dengan sikap saling pengertian, toleransi, saling menghargai dan saling mengasihani antara sesama umat muslim. Pencapaian ini seperti ditegaskan Antony Black, dibangun atas dasar agama dan gagasan-gagasan baru yang menggabungkan iman dengan kekuasaan politik.39

3. Menetapkan Piagam Madinah

Tidak lama setelah Nabi bertempat tinggal di Madinah, dan menurut Munawir Sjadzali,40 belum cukup dua tahun dari

36. Pertalian persahabatan dan persaudaraan ini sampai ke tingkat di mana di antara mereka saling mewarisi harta kekayaan jika salah satunya meninggal dunia. Namun kondisi ini tidak berlangsung lama, karena sistem waris mewarisi kemudian ditentukan berdsasarkan hubungan kerabat yang sebenarnya. Lihat, Ahmad Ibrahim al-Syarif, Makkah wa al-Madinah Fiy al-`ashri al-Jahiliyah wa `Ahd al-Rasul. h. 387

37. Ibid. h. 3038. Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa

Kini, h. 3739. Ibid. h. 3540. Lihat, Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara; Ajaran, Sejarah dan

Pemikiran ( Jakarta: UI-Press, 1993 ), h.10

Page 16: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

46

kedatangan Nabi di kota ini, beliau mempermaklumkan suatu Piagam yang bertujuan untuk mengatur kehidupan dan hubungan antar komunitas-komunitas yang merupakan komponen masyarakat Madinah. Penduduk Madinah ketika Nabi Muhammad saw. sampai di kota ini dilihat dari aspek sosio-keagamaan dan struktur masyarakatnya menunjukkan adanya masyarakat yang plural ( majmuk ) atau multy etnic, yaitu;

a. Komunitas muslim; terdiri dari orang-orang yang beragama Islam, yaitu orang-orang Muhajirin dan Anshar.

b. Komunitas Yahudi; yaitu orang-orang yang beragama Yahudi yang terdiri dari Bani ( suku ) Nadhir, Bani Quraidhah, Bani Qiniqa dan lain-lain.

c. Orang-orang munafik. d. Orang-orang penyembah berhala ( Paganis ).41

e. Orang-orang yang beragama Kristiani.

Di tengah-tengah kemajmukan masyarakat Madinah ini, Nabi Muhammad membangun struktur kehidupan yang meliputi semua elemen masyarakat yang berbeda-beda dari segi agama, etnik atau keturunan, dan adat budaya. Ketika Nabi berhasil meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat sebagaimana tertuang di dalam Piagam Madinah, maka itu artinya sebuah keberhasilan dalam rangka proses persatuan umat.42 Langkah strategi ke arah ini, Nabi Muhammad meletakkan Piagam sebagai dasar persatuan kehidupan bagi seluruh komponen masyarakat Madinah tanpa membeda-bedakan keturunan, bangsa dan agama. Berikut ini disampaikan Piagam Madinah atau Dustur Madinah sebagai berikut;

Piagam Madinah43

41. Lihat, Muhammad al-`Aid al-Khathrawiy, al-Madinah Fiy Shadr al-Islam, al-Hayat al-Ijtima`iyyah wa al-Siyasiyah wa al-Tsaqafiyah ( Qahirah: Dar al-Fikr al-Arabiy, 1977 ), h. 18 - 35

42. Muhammad Jamaluddin Surur, Qiyam al-Daulah al-Arabiyah al-Islamiyah Fiy Hayati Muhammad saw. ( Qahirah: Dar al-Fikr al-Arabiy, 1977 ), h. 95

43. Teks naskah dalam bahasa Arab bisa dillihat pada al-Sirah al-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam, Juz 2, h. 527 - 528

Page 17: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

47

Bismillahirrahmannirrahim

1. Ini adalah Piagam (Kitab / Shahifah) dari Muhammad yang berkedudukan sebagai Nabi dan Rasul di antara orang-orang mukmin dan muslim dari keturunan Quraisy dan penduduk Yastrib ( Madinah ), serta para pengikut mereka dan berjuang dengan mereka.

2. Mereka semua adalah satu umat, lain dari pada yang lain ( dalam identitas dan karakternya ).

3. Orang-orang Muhajirin dari keturunan Quraisy yang tetap komitmen dengan akidah Islam, mereka harus saling bantu membantu untuk membayar denda yang perlu dibayar dengan cara yang baik dan adil antara sesama mereka ( orang-orang mukmin ).

4. Orang-orang keturunan suku Auf, yang tetap komitmen dengan prinsip akidah Islam harus saling bantu membantu untuk membayar denda. Setiap golongan harus membayar denda dengan cara yang baik dan adil antara mereka.

5. Orang-orang suku al-Harits dari keturunan Khazraj yang tetap komitmen dengan prinsip akidah Islam harus saling bantu membantu membayar denda dengan cara yang baik dan adil bagi tebusan pembebasan warganya yang tertawan.

6. Orang-orang keturunan suku Saidah yang tetap komitmen dengan prinsip akidah Islam, mereka harus saling bantu membantu membayar denda mereka. Setiap golongan membayar denda dengan cara yang baik dan adil bagi pembebasan warganya yang tertawan.

7. Orang-orang keturunan Jusyam yang tetap komitmen dengan prinsip akidah Islam, mereka harus bantu membantu membayar denda mereka. Setiap golongan membayar denda dengan cara yang baik dan adil untuk pembebasan warganya yang tertawan.

8. Orang-orang keturunan suku al-Najjar yang tetap komitmen dengan prinsip akidah Islam, mereka harus bahu membahu membayar denda mereka. Setiap golongan membayar denda dengan cara yang baik dan adil untuk pembebasan warganya yang tertawan.

9. Orang-orang suku Amr bin `Auf yang tetap komitmen dengan akidah Islam, mereka harus bahu membahu membayar denda

Page 18: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

48

mereka. Setiap golongan harus membayar denda dengan cara yang baik dan adil untuk pembebasan warganya yang tertawan.

10. Orang-orang suku al-Nabit yang tetap komitmen dengan prinsip akidah Islam, mereka harus bantu membantu untuk membayar denda mereka. Setiap golongan harus membayar denda dengan cara yang baik dan adil untuk pembebasan warganya yang tertawan.

11. Orang-orang suku al-Aus yang tetap komitmen dengan akidah Islam, mereka harus bahu membahu untuk membayar denda dengan cara yang baik dan adil bagi pembebasan warganya yang tertawan.

12. (a).Orang-orang muslim tidak boleh membiarkan seorang muslim yang lain dibebani dengan menanggung hutang berat, mereka harus memberi bantuan dengan cara yang baik untuk keperluan membayar tebusan atau denda.

(b). Seorang mukmin tidak akan bertindak kurang ajar terhadap hamba sahaya mukmin.

13. Sesungguhnya orang-orang mukmin yang bertaqwa mempunyai wewenang / otoritas untuk mengambil tindakan terhadap orang mukmin yang lain, yang menyimpang dari kebenaran atau berusaha menyebarkan kezaliman, dosa, permusuhan atau kerusakan di kalangan sesama mukmin. Orang-orang mukmin berwenang untuk bertindak terhadap yang bersangkutan meskipun ia anak sendiri.

14. Orang mukmin tidak diperbolehkan membunuh orang lain untuk kepentingan orang kafir, dan tidak diperbolehkan pula menolong orang kafir dengan merugikan orang mukmin.

15. Sesungguhnya jaminan (perlindungan) Allah hanya satu, Allah berada dipihak nereka yang lemah dalam menghadapi yang kuat, orang-orang mukmin ( dalam pergaulannya dengan pihak lain ) adalah pelindung bagi yang lain.

16.Orang-orang Yahudi yang mengikuti kita ( memeluk agama Islam ) akan memperoleh bantuan dan hak persamaan serta akan terhindar dari perlakuan zalim dan perbuatan makar yang merugikan.

17.Perdamaian bagi orang-orang mukmin hanya satu, seorang mukmin tidak akan mengadakan perdamaian dengan pihak lain

Page 19: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

49

dalam menegakan agama Allah, kecuali atas dasar persamaan dan keadilan.

18. Keikut sertaan wanita dengan kita (umat Islam) dalam berperang dilakukan secara bergiliran.

19.Orang-orang mukmin dalam rangka menegakan agama Allah, menjadi pelindung bagi mukmin yang lain di saat menghadapi hal-hal yang mengancam keselamatan jiwanya.

20. (a). Orang-orang mukmin dan bertaqwa berada dalam hidayah (petunjuk) yang paling baik dan benar.

(b). Seorang musyrik tidak diperbolehkan melindumngi harta dan jiwa orang Quraisy dan tidak diperbolehkan berbuat sesuatu yang merugikian orang mukmin.

21. Seorang yang nyata berdasarkan bukti-bukti yang jelas membunuh seorang mukmin, wajib diqisas (hukuman yang setimpal sesuai yang dilakukan). Kecuali jika wali (kerabat) terbunuh memaafkannya, dan semua orang-orang mukmin bersetuju, maka mereka tidak diperbolehkan mengambil keputusan kecuali dengan mempertimbangkan pendapatnya.

22. Setiap muslim yang telah mengakui ketentuan yang termaktub di dalam naskah ( Piagam ) ini dan ia beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka tidak diperkenankan membela atau melindungi pelaku kejahatan (tindak pidana), dan siapa saja yang membela dan melindungi orang tersebut, maka akan mendapat laknat dan murka Allah di hari akhirat. Mereka tidak akan mendapat pertolongan dan tebusannya tidak dianngap ( tidak sah ).

23. Jika kamu sekalian berbeda pendapat dalam sesuatu masalah, maka hendaknya kembali kepada Allah dan Muhammad saw. ( al-Qur`an dan Sunnah Nabi ).

24. Orang-orang Yahudi (harus) bekerja sama dengan orang-orang mukmin dalam menanggung pembiyaan di kala mereka melakukan perang bersama.

25. Orang-orang Yahudi etnik `Auf adalah satu umat bersama orang-orang mukmin. Orang-orang Yahudi tetap pada agama mereka dan orang-orang Islam tetap berpegang pada agama mereka (agama Islam). Demikian pula halnya dengan para sekutu mereka masing-masing, kecuali jika mereka melakukan

Page 20: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

50

kezaliman dan dosa, maka akibatnya ditanggung oleh diri dan warganya sendiri.

26. Orang-orang Yahudi suku al-Najjar berlaku ketentuan sebagimana yang berlaku kepada orang-orang Yahudi suku `Auf.

27. Orang-orang Yahudi suku al-Harits berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku kepada orang-orang Yahudi suku `Auf.

28. Orang-orang Yahudi suku Sa`idah berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku kepada orang-orang Yahudi suku `Auf.

29. Orang-orang Yahudi suku Jusyam berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku kepada orang-orang Yahudi suku `Auf.

30. Orang-orang Yahudi suku Tha`labah berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku kepada orang-orang Yahudi suku `auf, kecuali jika mereka melakukan kezaliman dan dosa, maka akibatnya ditanggung oleh diri dan warganya sendiri.

31. Orang-orang Yahudi suku al-Aus berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku kepada orang-orang Yahudi suku `Auf.

32. Warga Jafnah merupakan bagian dari suku Yahudi Tha`labah, berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku kepada suku Tha`labah.

33. Orang-orang suku Syuthaibah berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku kepada orang-orang Yahudi suku `Auf. Dan sesungguhnya hal yang baik itu berbeda dengan perbuatan dosa.

34. Para hamba sahaya suku Tha`labah tidak berbeda dengan suku Tha`labah itu sendiri.

35. Kelompok-kelompok keturunan Yahudi tidak berbeda dengan orang-orang Yahudi itu sendiri.

36. a.Tidak dibenarkan seseorang menyatakan keluar dari kelompoknya kecuali ada izin dari Muhammad saw.

b.Tidak diperbolehkan melukai ( membalas ) orang lain yang melebihi kadar perbuatan jahat yang telah diperbuatnya. Siapa saja yang membunuh orang lain sama dengan membunuh diri dan keluarganya sendiri, kecuali jika orang

Page 21: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

51

itu melakukan kezaliman. Sesungguhnya Allah memperhatikan ketentuan yang paling baik dalam hal ini.

37. Orang-orang Yahudi dan orang-orang Islam membiayai pihaknya masing-masing. Kedua belah pihak akan membela yang lainnya dalam menghadapi pihak yang memerangi kelompok-kelompok masyarakat yang menyetujui naskah konstitusi ( Piagam ) ini. Kedua belah pihak juga saling memberikan saran dan nasehat dalam kebaikan, bukan perbuatan dosa.

38. Seseorang tidak dipandang berdosa karena dosa sekutunya. Dan orang teraniaya akan mendapatkan pembelaan.

39. Orang-orang Yahudi bersama-sama dengan orang-orang Islam saling menanggung pembiayaan ketika dalam situasi perang.

40. Daerah-daerah Yastrib ( Madinah ) adalah tanah terhormat ( haram ) bagi orang-orang yang menyetujui naskah konstitusi (Piagam) ini.44

41. Tetangga itu seperti halnya diri sendiri, selama tidak membahayakan ( merugikan ) dan tidak berbuat dosa.

42. Suatu kehormatan tidak dilindungi, kecuali atas izin orang yang berhak atas kehormatan itu45.

43. Suatu peristiwa atau konflik yang terjadi antara pihak-pihak yang menyetujui naskah Piagam (al-Shahifah) ini dan dikhawatirkan membahayakan kehidupan bersama harus diselesaikan dengan merujuk kepada Allah dan Muhammad rasulullah saw. ( Al-Qur`an dan sunnah Nabi ). Allah akan memperhatikan isi naskah Piagam yang dapat memberikan perlindungan dan kebijakan.

44. Dalam menentukan tanah haram Madinah, Nabi Muhammad mengeluarkan perintah kepada salah seorang sahabat untuk membangun batas-batas tanah haram Madinah dengan tembok yang merentang dari sebelah Timur ke Barat. Dari sebelah Selatan dengan batas Gunung Thur, dan dari sebelah Utara dengan batas Gunung Iir dan Wadi al-Aqiq ( Jurang al-Aqiq ) berada dalam tanah haram. Lihat. Muhammad Hamidullah: Majmu`ah al-Watha`iq al-Siyasiyah Li al-`Ahd al-Nabawiy wa al-Khilafah al-Rasyidah ( Beirut: T.pt.; 1969 ), h. 441 - 442

45. Muhammad Hamidullah mengartikan poin (42) dengan haramnya bertetangga atau tidak diperbolehkan bertetangga dengan seseorang, kecuali atas izinnya. Lihat, Muhammad Hamidullah, Majmu`ah al-Watha`iq al-Siyasiyah. h. 442

Page 22: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

52

44. Dalam hubungan ini warga yang berasal dari etnik Quraisy dan warga lain yang mendukungnya tidak akan mendapat pembelaan.

45. Semua warga saling bahu membahu dalam menghadapi pihak-pihak yang melancarkan serangan terhadap Yastrib (Madinah).

46. Jika mereka ( penyerang ) mau diajak untuk berdamai dan mereka memenuhi ajakan itu serta melaksanakan perdamaian, maka perdamaian tersebut dianggap sah. Jika mereka mengajak berdamai, maka komunitas muslim wajib memenuhi ajakan serta melaksanakan perdamaian tersebut. Setiap orang wajib melaksanakan ( kewajiban ) masing-masing sesuai dengan fungsi dan tugasnya.

47. Orang-orang Yahudi suku Aus sekutu ( hamba sahaya) dan dirinya masing-masing memiliki hak sebagaimana kelompok-kelompok lainnya yang terikat dengan perjanjian ini ( sebagaimana tertuang di dalam Piagam ini ) untuk mendapatkan perlakuan yang baik sesuai dengan yang semestinya dari kelompok-kelompok tersebut. Sesungguhnya kebaikan itu berbeda dengan perbuatan dosa. Setiap orang harus bertanggung jawab atas setiap perbuatan yang dilakukannya, dan sesungguhnya Allah menyetujui isi Piagam yang paling murni dan paling baik.

48. Sesungguhnya Piagam ini tidak dapat mencegah atau menghalang, selain terhadap orang-orang yang berbuat aniaya dan dosa (penghianat). Dan sesungguhnya setiap orang dijamin keamanannya, baik orang yang sedang berada di Madinah maupun yang sedang berada di luar Madinah, kecuali orang yang berbuat aniaya dan dosa. Allah pelindung bagi orang-orang yang berbuat kebaikan dan taqwa.46

Muhammad Rasulullah saw.

46. Salinan teks Piagam Madinah ke dalam bahasa Indonesia hampir seluruhnya mengikuti terjemahan Munawwir Sjadzali, dalam Islam dan Tata Negara. h. 10 – 15.

Page 23: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

53

Para sarjana muslim dan non muslim banyak yang menyebut naskah politik ini dengan berbagai nama. Ibnu Hisyam menyebutnya al-Shahifah.47 Muhammad al-`Aid al-Khathrawiy menyebutnya al-Dustur al-Madaniy.48 Muhammad al-Sayyid al-Wakil menyebutnya al-Mu`ahad. 49 C.W. Montgomery Watt menyebutnya The Constitusion of Madina.50 R.A Nicholson menyebutnya The Charter.51 Majid Khadduri menyebutnya The Treaty.52 Philip K. Hitti menyebutnya The Agreement.53 Zainal Abidin Ahmad menyebutnya Piagam.54

Piagam Madinah ini, sebagaimana dijelaskan di atas digagas oleh Nabi Muhammad saw. sebelum cukup dua tahun kedatangannya di Madinah. Kemudian dalam rangka memberikan tanggapan terhadap Piagam ini terkait kedudukannya sebagaia perangkat atau aturan bagi kehidupan masyarakat Madinah untuk tujuan kedamaian dan ketentraman hidup sehingga tercipta persatuan dan kesatuan umat. Dalam konteks ini, Munawir Sjadzali menyatakan; banyak para ahli ilmu politik Islam berpendapat bahwa Piagam Madinah ini adalah konstitusi atau undang-undang dasar bagi negara Islam pertama yang didirikan Nabi Muhammad di Madinah. Maka atas dasar ini, Munawir Sjadzali selanjutnya menegaskan bahwa telaah yang seksama atas Piagam ini menjadi sangat penting dalam rangka kajian ulang tentang hubungan antara Islam dan ketata negaraan dalam Islam.55

4. Prinsip-Prinsip Piagam Madinah 47. Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, Juz 2, h. 527 – 531.48. Muhammad al-`Aid al-Khathrawiy, al-Madinah Fiy Shadr al-Islam,

al-Hayat al-Ijtima`iyah wa al-Siyasiyah wa al-Tsaqafiyah, h. 5849. Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Madinah al-Munawwarah

`Ashimah al-Islam al-Ula, h. 31 - 3350. C.W. Montgomery Watt, Muhammad at Medina ( London: Oxford

University Press, 1972 ), h. 93 51. R.A. Nicholson, 1969, h. 17352. Majid Khadduri, War and Peace in The Law of Islam ( Baltimor: The

Jonh Hopkins Press, 1955 ), h. 453. Philip K. Hitti, 1973, h. 3554. Zainal Abidin Ahmad, 197355. Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara. h. 10

Page 24: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

54

Piagam ini merupakan naskah politik yang kedudukanya sebagai Dustur atau Konstitusi. Piagam ini memiliki tiga bagian dan empat puluh tujuh atau empat puluh delapan poin ( bundan ).56 Tiga bagian itu ialah; Pertama; Aturan-aturan yang mengatur secara khusus terkait orang-

orang Islam Muhajirin dan Anshar, Kedua; Aturan-aturan yang mengatur secara khusus terkait orang-

orang Yahudi yang terdiri dari berbagai etnik, Ketiga; Aturan-aturan yang diberlakukan secara umum meliputi

seluruh warga Madinah.57

Beberapa ketentuan di dalam Piagam ini antaranya; Semua orang Islam dengan berbagai perbedaannya, baik dari aspek kecendrungan dan suku adalah satu umat ( bangsa). Di dalam Piagam ini terdapat adanya toleransi dan saling pengertian antara sesama umat beragama yang berbeda, yaitu adanya pengakuan terhadap kebebasan beragama dan keyakinan bagi orang-orang Yahudi. Dari aspek tanggung jawab terhadap warga Madinah dalam hal menjaga stabilitas dan ketentraman warga, maka seluruh penduduk Madinah tanpa terkecuali diwajibkan mempertahankan Madinah dari segala bentuk ancaman musuh. Dalam rangka terciptanya persatuan dan solidaritas bagi seluruh warga Madinah, maka Piagam ini menetapkan bahwa setiap individu dari penduduk Madinah memiliki ikatan dan tanggung jawab bersama terhadap yang lainnya. Sebagai bukti adanya sikap inklusivitas umat Islam, Piagam ini memberi kesempatan kepada orang-orang Yahudi untuk memeluk agama Islam. Dalam rangka memupuk solidaritas dan tanggung jawab bersama bagi semua penduduk Madinah, maka ketika sewaktu-waktu terjadi kondisi darurat, di mana Madinah dinyatakan dalam keadaan bahaya ( perang ), Piagam ini menetapkan bahwa pembiayaan perang ditanggung bersama oleh seluruh penduduk Madinah. 58

56. Lihat, Muhammad al-`Aid al-Khathrawiy, al-Madinah Fiy Shadr al-Islam. h. 59

57. Lihat, Muhammad al-`Aid al-Khathrawiy, al-Madinah Fiy Shadr al-Islam, h. 58

58. Ibid. h. 59 - 60

Page 25: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

55

Senada dengan di atas, Munawir Sjadzali dalam analisisnya menyatakan bahwa landasan-landasan dasar yang telah diletakkan melalui Piagam Madinah bagi kehidupan bernegara untuk masyarakat majemuk adalah semua penduduk Islam, meskipun berasal dari banyak suku tetapi merupakan satu komunitas. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dengan anggota komunitas-komunitas lainnya didasarkan atas prinsip-prinsip; a). Bertetangga baik. b). Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama. c). Membela mereka yang teraniaya. d). Saling menasihati, dan e). Menghormati kebebasan beragama.59

Prinsip-prinsip utama yang terkandung di dalam Piagam Madinah dapat disampaikan sebagai berikut;

1. Piagam atau Konstitusi Madinah telah menetapkan hubungan antara sesama komunitas muslim berdasarkan akidah Islam sebagai pengganti dari hubungan yang sebelumnya berdasarkan keturunan atau qabilah. Oleh karenanya Piagam Madinah telah menjadikan umat Islam sebagai satu umat yang diikat dengan ikatan keimanan. Ikatan ini melahirkan sikap komitmen terhadap aturan-aturan yang disampaikan Nabi Muhammad saw.

2. Piagam Madinah tidak membatasi warga ( penduduk ) Madinah hanya komunitas muslim saja, tetapi meliputi seluruh elemen masyarakat, termasuk etnik Yahudi. Oleh karena itu dari segi sosial keagamaan Piagam Madinah mengakui perbedaan keyakinan dan agama, maka Piagam Madinah mengakui kehidupan masyarakat yang plural atau majemuk.

3. Piagam Madinah secara konstitusional telah menetapkan Nabi Muhammad sebagai kepala negara ( rais al-daulah ). Hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam teks Piagam jika dalam situasi apapun terjadi perbedaan pendapat tentang suatu masalah, maka harus diputuskan berdasarkan ketentuan Allah (al-Qur`an) dan Muhammad saw. Dan jika terjadi konflik di antara elemen masyarakat yang mengakibatkan terjadinya

59. Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 15 - 16

Page 26: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

56

kehancuran, maka harus merujuk kepada Allah dan Muhammad saw. Dalam konteks ini terdapat dua pernyataan yang berbeda. Pertama; Jika terjadi perbedaan pendapat di anatara penduduk yang mematuhi ketentuan-ketentuan Piagam Madinah ini, tidak serta merta dilaporkan kepada Nabi, kecuali jika menimbulkan fitnah di antara sesama penduduk. Sementara pernyataan kedua; yaitu adanya perbedaan apapun bentuknya supaya dirujuk kepada Allah dan Nabi, agar Nabi memberikan keputusan. Secara konstitusional hal ini memberi pengertian bahwa Nabi Muhammad saw. memiliki otoritas untuk mengeluarkan keputusan, kebijakan atau perintah terkait hal-hal yang menyangkut kepentingan orang banyak. Keputusan yang dikeluarkan Nabi adalah keputusan yang bermuatan hukum yang bersifat mengikat dan harus dipatuhi oleh seluruh warga Madinah tanpa melihat perbedaan status sosial, etnik dan penganut agama apapun.

4. Prinsip keadilan dan persamaan. Kedua prinsip ini banyak ditegaskan di dalam al-Qur`an dan Hadits-hadits Nabi. Dalam beberapa ayat al-Qur`an yang berkaitan dengan prinsip keadilan, antaranya ditegaskan di dalam surat al-Nahl, ayat 90 yang artinya sebagai berikut;

Sesungguhnya Allah memerintahkan (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.60

Di dalam surat al-Nisa Allah menegaskan yang artinya;

Sesungguhnya Allah memerintah (kamu) menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila menetapkan hukum di antara orang-orang hendaknya kamu menetapkan (memutuskan) dengan adil . . . . .61

Implementasi keadilan yang diwajibkan al-Qur`an dan Hadist-hadist Nabi. bukan saja terkait masalah keadilan dalam putusan hukum, terkait adil dalam tindakan pidana, tetapi juga adil dalam ucapan.62 Prinsip persamaan ternyata merupakan prinsip yang paling penting dalam penyusunan konstitusi di era modern

60. Al-Qur`an, 16: 90.61. Al-Qur`an, 4: 58

Page 27: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

57

dan kontemporer. Prinsip persamaan dimaksudkan bahwa setiap individu dalam masyarakat adalah sama di dalam menunaikan hak-hak asasi, kebebasan, tanggung jawab dan kewajiban. Oleh karenanya tidak ada perbedaan antara individu di dalam masyarakat hanya karena perbedaan status sosial, keturunan, etnik, bahasa dan kepercayaan. Prinsip-prinsip yang menjadi dasar kehidupan adalah persamaan di depan hukum dan undang-undang, bukan persamaan di dalam pekerjaan atau dalam status sosial. Persamaan di depan undang-undang artinya bahwa setiap individu dalam masyarakat secara keseluruhan harus tunduk dan petuh kepada undang-undang yang berlaku.

5. Pengakuan terhadap keberadaan tradisi (adat istiadat ). Piagam Madinah memberi pengakuan terhadap tradisi masyarakat atau adat istiadat (budaya) yang sudah wujud di dalam masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam, antaranya seperti sistem qabilah atau etnik yang sudah eksis sejak sebelum kedatangan Islam. Kehadiran Nabi Muhammad saw. di Madinah tidak lantas membatalkan keseluruhan praktik-praktik adat istiadat sebagian masyarakat yang sudah berlangsung sekian lama, tetapi dengan catatan selama adat istiadat tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam, bahkan adat istiadat yang mengandung potensi adanya kerja sama (saling bantu membantu) dalam kebaikan, justeru mendapatkan justifikasi. Realitas ini sebagaimana ditegaskan oleh Prof. Muhammad Musthofa Syalabiy; bahwa salah satu pendekatan yang dilakukan dalam rangka syariatisasi umat adalah adanya pengakuan terhadap praktik-praktik adat kebiasaan masyarakat sepanjang mengarah kepada kebaikan. Islam pada awal kelahirannya mengakui istiadat masyarakat Arab sebelum Islam jika itu kebiasaan yang baik dan Islam membatalkan adat istidat yang mengarah kepada kerusakan.63

62. Muhammad Salim al-awwa, Fiy al-Nidham al-Siyasiy Li-al-Daulah al-Islamiyah ( Beirut: Dar al-Syuruq, 1989 ), h. 206

63. Muhammad Musthofa Syalabiy, al-Fiqh al-Islamiy Bayna al-Misaliyah wa al-Waqi`iyah ( Iskandariah: T.pt., 1960 ), h. 68

Page 28: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

58

6. Penataan perangkat-perangkat kekuatan politik. Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan di dalam Piagam Madinah, secara politis negara Madinah telah terbentuk. Dengan serentak negara melakukan penataan perangkat-perangkat dalam rangka memenej atau mengatur berbagai aktivitas politik.64 Oleh karena itu, Negara Madinah melakukan penegakan keadilan dengan melaksanakan supremasi hukum, sistem pertahanan dan menciptakan strategi perang, baik yang dikomandoi langsung oleh Nabi Muhammad sendiri atau oleh panglima perang yang diangkat Nabi. Penataan sistem pendapatan, antaranya melalui pengelolaan zakat secara sistematik. Penataan hasil rampasan perang (al-Ghanimah ), Jizyah atau pajak yang dikenakan kepada orang-orang non muslim yang bertempat tinggal di wilayah yang dikuasai umat Islam.65 Melakukan negosiasi dan perjanjian damai atau genjatan senjata dengan kelompok-kelompok yang berseteru dengan umat Islam. Mengutus para Diplomat (safir atau duta) ke pemerintah luar negeri yang kemudian tercipta dasar-dasar hubungan Internasional di era kontemporer.66

7. Piagam Madinah menegaskan prinsip-prinsip persamaan, menolak tirani dan sama-sama memelihara hukum, bahkan bagi kaum beriman pada umumnya.

64. Pemahaman negara pada awal-awal Islam masih dalam bentuk sederhana, tidak seperti di era modern atau kontemporer, karena kompleksitas permasalahan pada setiap aspek kehidupan yang dihadapi. Walau bagaimanapun, penataan negara pada awal-awal peradaban Islam dengan distribusi jabatan yang masih terbatas, seperti Raja, Khalifah, Sultan (Kepala negara) dibantu oleh beberapa staff atau pembantu. Pemerintah daerah diselenggarakan oleh seorang Amir atau Wali (Gubernur) dengan dibantu oleh beberapa orang staffnya, serta Komandan perang yang memimpin pasukan perang, baik ditingkat pusat atau di tingkat daerah.

65. Lihat, M. Salim al-Awwa, Fiy al-Nizom al-Siyasiy Li-Daulah al-Islamiyah. h. 55 – 62. Lihat juga, Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mu`thi Muhammad, al-Fikr al-Siyasiy Fiy al-Islam; Shakhshiyyat wa Madhahib ( Iskandariyah: Dar al-Ma`rifah al-Jami`iyyah, T.th. ), h. 62

66. Syaikh Abdul Hayyi menjelaskan secara rinci tentang pengutusan para Diplomat pada masa Nabi Muhammad saw. dalam karyanya; al-Taratib al-Idariyah (Sistem Menejemen). Bukunya diterbitkan di Rabat tahun 1346, kemudian diulang terbit di Beirut.

Page 29: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

59

8. Orang-orang Yahudi diintegrasikan ke dalam badan politik tanpa mencabut hak kebebasan keagamaan mereka.67

9. Piagam Madinah mengakui eksistensi kesukuan, marga atau etnik yang sudah menjadi tradisi sekian lamanya pada masyarakat waktu itu. Walau bagaimanapun, tradisi kesukuan ini tidak dijadikan kriteria dalam menentukan tinggi rendahnya martabat seseorang, karena ketinggian martabat seseorang ditentukan oleh kualitas ketakwaannya kepada Allah.

Berdasarkan fakta-fakta di atas terkait aturan-aturan yang terkandung di dalam Piagam Madinah atau konstitusi Madinah dapat ditegaskan bahwa sistem perpolitikan di Madinah meskipun sangat sederhana telah mengakar pada masyarakat bawah (grasrut). Sebagai pemimpin keagamaan dan temporal Nabi Muhammad saw. mengatur hubungan-hubungan sosial, membuat aturan atau undang-undang berdasarkan al-Qur`an dan melaksanakannya, mengangkat komandan pasukan perang, dan kadang Nabi sendiri memimpin pasukan perang.68 Dan ketika wilayah kekuasaan Madinah meluas, Nabi Muhammad mengaturnya melalui musyawarah dengan para sahabatnya. Realitasnya, semua masalah penting yang tidak terungkap di dalam wahyu Allah, baik al-Qur`an atau Sunnah Nabi sendiri, ditetapkan oleh Nabi melalui proses musyawarah, seringkali Nabi mengundang masyarakat untuk berkumpul mendiskusikan masalah dan kemudian Nabi sendiri mengikuti pendapat mayoritas yang disampaikan dalam musyawarah meskipun pendapat tersebut bertentangan dengan pendapatnya sendiri, sebagaimana dicontohkan di dalam musyawarah untuk mengatur strategi perang Uhud pada tahun ke tiga Hijriyah atau tahun 625 M.

Kelengkapan struktur penduduk Madinah dalam beberapa hal sangat menentukan keberhasilan penataan penduduk yang sesuai

67. Abdul Rasyid Moten, Ilmu Politik Islam ( terj. ) Political Science an Islamic Perspective, ( Bandung: Penerbit Pustaka, 2001 ), h. 110

68. Nabi Muhammad saw. memimpin pasukan perang sebanyak dua puluh lima kali, meskipun perang yang sebenarnya terjadi sembilan kali. Lihat, Maulana Jauhar Rahman, Islami Siyasat ( Lahore: al-Manar Book Center, 1982 ), h. 189

Page 30: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

60

dengan tujuan risalah Nabi. Keanggotaannya didasarkan pada keimanan, di mana semua orang beriman adalah saudara satu sama lain dan dengan demikian, mereka membentuk satu kesatuan (al-wahdah), baik dilihat dari aspek sosial keagamaan ataupun sosial kemasyarakatan. Di bawah panji kesatuan ini, semua orang adalah sama tanpa ada perbedaan, kecuali yang membedakannya adalah ketakwaan, kesalehan dan kebaikan seseorang berdasarkan ajaran-ajaran agama. Oleh karena itu, dalam konteks ini sebenarnya tidak ada perjuangan hanya untuk memperoleh kekuasaan semata, karena manusia-manusia tidak lain adalah ciptaan Allah, Allah-lah Zat Penguasa yang sebenarnya. Posisi manusia di muka bumi adalah sebagai khalifah, baik dalam pengertian sosiologis, ataupun dalam pengertian politis, dalam arti pengganti dan penerus perjuangan Nabi yang missinya tidak lain adalah memenej kehidupan yang baik sesuai dengan tuntutan ajaran yang mulia.69

Sebagai khalifah, setiap individu muslim bertanggung jawab untuk mencapai tujuan-tujuan yang baik, maka konsekuensinya masyarakat yang telah ditata dengan sistem tatanan politik turut berpartisipasi dalam hal-hal penting yang menyangkut urusan publik.70 Keputusan-keputusan diambil sesuai dengan tuntutan al-Qur`an dan musyawarah dengan anggota-anggota masyarakat. Dalam sepuluh tahun kemudian umat Islam pada waktu itu telah mengembangkan aparat pemerintahan yang memiliki potensi untuk perluasan wilayah selanjutnya,71 maka tidak mengherankan jika dalam masa tersebut kebanyakan penduduk wilayah di Jazirah Arab (Semenanjung Arab) bergabung di bawah kekuasaan Madinah.72 Dari sinilah pula telah terbangun kaidah-kaidah asas atau nilai-nilai dasar sebagai landasan bagi pengelolaan negara Madinah, dan ini sudah dimulai sejak era ke-Nabian yang kemudian dilanjutkan di era Khulafa al-Rasyidin, dalam artian bahwa sejak era ke-Nabian semua aktivitas dalam kehidupan kenegaraan telah dibentuk berdasarkan

69. Lihat, Abdul Rasyid Moten, Ilmu olitik Islam, terj. Political Science: An Islamic Perspective, h. 111

70. Ibid.71. Ibid.72. Lihat, Muhammad Salim al-Awwa, Fiy al-Nidham al-Siyasiy Li-

Daulah al-Islamiyah. h. 61 - 62

Page 31: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

61

petunjuk al-Qur`an, di mana di dalamnya terkandung prinsip-prinsip dasar, undang-undang dasar, konstitusi, dustur yang kesemuanya itu berkaitan dengan kehidupan perpolitikan ( siyasah dauliyah ).

Perlu disampaikan di sini bahwa di dalam Piagam Madinah tidak terdapat pernyataan yang menggunakan kata Islam sebagai dasar bernegara. Secara objektif ini menunjukkan pada substansi dan pendekatan strategis, karena jika menggunakan kata Islam barangkali akan menimbulkan masalah hubungan antara masyarakat muslim dan masyarakat non muslim, seperti orang-orang etnik Yahudi, begitu juga dengan penduduk yang masih menganut agama nenek moyang mereka seperti agama penyembah berhala. Dan semua ajaran yang bersumberkan wahyu telah dilaksanakan tanpa ada hambatan yang signifikan. Oleh karena itu negara Madinah tidak didasarkan secara tertulis kepada dasar Islam, meskipun realitasnya Madinah yang dibangun Nabi Muhammad dan diteruskan oleh para Khulafa al-Rasyidin dinyatakan sebagai negara Islam dalam praktiknya. Dari sisi lain bahwa Piagama Madinah sebenarnya bersifat sementara, karena beberapa suku Yahudi sebagai salah satu elemen masyarakat Madinah, setelah dinyatakan menghianati Piagam Madinah yang mengakibatkan mereka diusirdari Madinah,73 ditambah banyaknya penduduk Madinah dari hari ke hari banyak yang masuk Islam, maka Piagam Madinah tidak lagi digunakan sebagai dasar pembinaan hubungan antar masyarakat, karena secara otomatis al-Qur`an menjadi dasar pembinaan kehidupan masyarakat, ketika semua penduduk Madinah sudah beragama Islam.

Atas dasar analisis di atas, dapat ditegaskan bahwa Piagam Madinah adalah konstitusi dasar yang dipergunakan untuk mengatur hubungan antara elemen masyarakat Madinah yang plural atau majemuk. Dalam konteks ini, Ahmad Sukardja dalam karyanya;

73. Orang-orang Yahudi diusir dari Madinah setelah mereka dinyatakan melakukan pengkhianatan terhadap Piagam Madinah, maka Nabi Muhammad saw. yang kapasitasnya sebagai pemimpin umat dan atas dasar otoritas yang ada padanya, mengambil tindakan untuk mengeluarkan orang-orang Yahudi dari kota Madinah. Tidak semua orang Yahudi diusir, ada beberapa orang-orang Yahudi tidak turut diusir. Orang-orang Yahudi yang terusir, mereka keluar dari Madinah menuju ke suatu tempat di Khaibar; suatu daerah yang subur pertanian korma, daerah yang dekat dengan kota Tabuk. Penulis telah mengunjungi tempat ini.

Page 32: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

62

Piagam Madinah dan Undang-undang Dasar 1945, menegaskan bahwa Piagama Madinah ini adalah Konstitusi Negara Madinah yang lahir pada awal klasik Islam, yaitu sekitar tahun 622 M. Konstitusi yang dibuat oleh serang negarawan yang berkedudukan sebagai Rasul, Muhammad ibnu Abdillah dengan dibantuu oleh sahabat-sahabatnya.74 Demikian juga Ahmad Ibrahim al-Syarif menyatakan bahwa; saya tidak tahu, suatu negara sebelum negara Madinah yang dibangun di atas pondasi konstitusi dasar, selain negara Madinah. Pada umumnya lanjut Ahmad Ibrahim al-Syarif lanjut menyatakan; negara-negara lain di era klasik seperti Bizantium, Kerajaan Persia ( Iran saat ini ) dan sebagainya berdiri pada permulaan, kemudian berkembang, lalu baru menetapkan konstitusi dasarnya.75

Piagam Madinah dibuat sebagai perangkat untuk mengatur kehidupan bersama antara sesama elemen masyarakat Madinah, dan sebagai dasar aturan untuk memungkinkan setiap individu warga masyarakat saling berinteraksi76 atas dasar saling menhormati dan pengertian sehingga tercipta kehidupan yang harmonis. Dalam konteks ini suatu pertanyaan bisa dikemukakan; Kenapa Nabi Muhammad saw. melihat perlunya meletakkan dasar-dasar aturan kehidupan bersama ini?. Tentu saja jawabannya adalah agar tercipta kesatuan dan perdamaian bagi seluruh warga dan penduduk Madinah berdasarkan suatu aturan tata tertib, dan mengenakan sanksi kepada orang-orang yang melanggar aturan tersebut. Selain dari itu, atas dasar aturan kehidupan tertulis menjadi lebih efektif dalam menciptakan kehidupan yang teratur dan tertib.77 Berdasarkan Piagam ini, masyarakat Madinah dibangun di bawah

74. Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-undang Dasar 1945,: Kajian Perbandingan Tentang Dasar Hidup Bersama Dalam Masyarakat Yang Majemuk, ( Jakarta: UI-Press, 1995 ), h. 5

75. Lihat, Ahmad Ibrahim al-Syarif, Makkah wa al-Madinah Fiy al-Jahiliyah wa `Ahd al-Rasul, h. 387

76. Ibid. h. 38777. Muhammad Jamaluddin Surur, Qiyam al-Daulah al-Arabiyah al-

Islamiyah Fiy Hayat Muhammad saw. h. 25

Page 33: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

63

kepimpinan Nabi Muhammad saw.78 Persatuan masyarakat Madinah pada akhirnya berhasil direalisasikan dalam kehidupan yang nyata.

Oleh karena itu, berdasarkan Piagam Madinah yang telah disepakati bersama oleh seluruh elemen masyarakat Madinah (setidaknya tidak ada yang menentang), maka secara otomatis Madinah menjadi negara (negara kota) yang berdaulat, di mana Nabi Muhammad sebagai founding fathernya. Dengan demikian, Nabi Muhammad dipandang bukan saja sebagai Nabi dan Rasul dari sudut pandang sosial keagamaan, tetapi juga pada saat yang sama Nabi Mugammad dari perspektif sosial politik adalah sebagai pemimpin umat dan sekaligus sebagai kepala negara,79 meskipun tidak bergelar Presiden, Raja, Perdana Menteri, Sulthan, dan sebagainya, karena hakikatnya gelar Nabi dan Rasul lebih tinggi derajatnya ketimbang gelar yang lain-lainya. Nabi sebagai pemimpin tunggal dengan otoritas berdasarkan kenabian yang bersumberkan wahyu, serta bertanggung jawab atas segala tindakannya kepada Allah dan kepada masyarakatnya.

Legitimasi kepemimpinan Nabi Muhammad saw. diperoleh dari warga dan penduduk Madinah, bahkan legitimasi kepemimpinanya telah diperoleh sejak perjanjian Aqabah di Mina. Sehingga dengan legitimasi yang dimiliki memungkinkan Nabi mengelola (memenej) urusan umat, yaitu kehidupan masyarakat Madinah dalam berbagai aspeknya, bukan saja dalam hal-hal yang berhubungan dengan ritual ibadah, akidah dan keimanan, tetapi juga hal-hal yang menyangkut aktivitas sosial; politik, ekonomi, hukum, termasuk membentuk angkatan perang, dan sebagainya, sehingga tercapainya tujuan hidup, yaitu kehidupan yang aman, nyaman dan damai dalam keharmonisan interaksi antar sesama warga Madinah.

Piagam Madinah sebagai dokumen resmi pada dasarnya merupakan sistem yang bersifat temporer, artinya Piagam yang mengandung peraturan umum dan ikatan-ikatan perjanjian tetap

78. Ahmad Sukardja, Piagama Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, Kajian Perbandingan Tentang Dasar Hidup Bersama Dalam Masyarakat Yang llural, h. 3

79. Lihat Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, h. 22

Page 34: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

64

diberlakukan selagi penduduk Madinah masih majemuk, berbeda agama dan budaya sebagaimana pada tingkat permulaan Madinah dibangun. Tetapi ketika etnik Yahudi keluar dari Madinah karena mereka dianggap menghianati Piagam yang telah disepakati bersama, dan ketika dominasi politik sudah berada di tangan umat Islam, maka umat Islam secara praktis menjadikan al-Qur`an sebagai landasan kehihidupan dalam pembinaan keagamaan, kemasyarakatan, hukum, ekonomi, dan sebagainya. Karena sesungguhnya al-Qur`an merupakan dasar hidup yang sebenarnya.

5. Eksistensi Madinah Sebagai Negara

Dalam naskah Piagam Madinah atau konstitusi Madinah terdapat statmen yang sangat penting berkaitan dengan politik pada alinea pertama, yaitu;

Ini adalah Piagam ( Shahifah / Wathiqah ) dari Muhammad seorang Nabi. Berlaku di antara kaum mukmin dan muslim berasal dari suku Quraisy di Yastrib, serta berlaku kepada siapa saja (dari orang-orang non muslim) yang beriman dan ikut serta berjuang bersama mereka orang-orang muslim, maka mereka adalah satu umat (ummatun wahidatun min duni al-nas).

Dalam konteks ini beberapa sarjana muslim dan non muslim telah memberikan tanggapannya terhadap fakta sejarah ini sebagai tindakan dan kebijakan politis yang terjadi pada masa awal peradaban Islam. Di antara mereka adalah Muhammad al-Sayyid al-Wakil menegaskan bahwa statmen tersebut sebagai deklarasi berdirinya negara Madinah, maka secara otomatis pemerintahan Islam di Madinah telah berdiri.80 Demikian juga W. Montgomery Watt berpendapat bahwa dokumen politik (Piagam Madinah) merupakan sumber idea yang mendasari negara Islam pada awal pembentukannya.81 Selanjutnya Munawir Sjadzali menegaskan bahwa banyak di antara pemimpin dan pakar ilmu politik Islam

80. Lihat, Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Madinah al-Munawwarah `Ashimah al-Islam al-Ula. h. 77

81. W. Montgomery Watt, Muhammad at Medina, h. 228

Page 35: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

65

berpendapat bahwa Piagam Madinah adalah konstitusi atau undang-undang dasar negara Islam yang pertama yang didirikan Nabi Muhammad di Madinah.82

Terkait dengan unsur-unsur pembentukan negara sebagaimana menjadi syarat berdirinya sebuah negara di era modern dan kontemporer, Madinah telah memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai sebuah negara, paling tidak ada lima ( 5 ) syarat yang sudah terpenuhi, meskipun sebenarnya di era Nabi Muhammad dan Khulafa al-Syidin secara resmi belum ada ketentuan syarat-syarat berdirinya sebuah negara, yang penting jika sudah ada pemimpin yang berdaulat, rakyat yang memberikan loyalitas kepada pemimpin tersebut, dan berada di suatu wilayah, maka sudah bisa dikatakan telah berdiri sebuah negara. Lima syarat berdirinya sebuah negara sebagaimana ditetapkan di era modern, sebagai berikut; 1. Undang-undang dasar atau konstitusi (Dustur), yaitu Piagam

Madinah. 2. Wilayah (tanah air), secara geografis masyarakat Madinah

bertempat tinggal di suatu wilayah, yaitu Yasrib atau Madinah. 3. Rakyat, yaitu masyarakat Madinah yang plural, baik dilihat dari

aspek etnik atau pun sosial keagamaan dan kepercayaan. 4. Pemimpin, yaitu Nabi Muhammad saw. 5. Pengakuan dari pemerintah luar negeri. Dalam hal ini secara

defakto Raja Najjasi dari Habsah atau Abesenia (Ethofia sekarang) Afrika telah memberikan pengakuan terhadap kekuasaan Madinah yang berada di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad saw. bahkan semenjak di Mekah, Raja Najjasyi sudah mengakui kenabian dan kemepinpinan Nabi Muhammad saw. ditambah dengan adanya loyalitas para pemimpin Qabilah di luar kota Madinah adalah sebagai bukti pengakuan mereka terhadap kekuasaan dan otoritas Nabi Muhammad saw.

Unsur-unsur ini benar-benar telah terpenuhi pada saat pembentukan Madinah sebagai sebuah negara, meskipun barangkali tidak disadari bahwa apa yang dilakukan Nabi Muhammad bersama dengan para sahabat-sahabatnya merupakan aktivitas politik yang

82. Lihat, Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. h. 10

Page 36: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

66

mengarah pada terbentuknya sebuah negara, tetapi secara politis bahwa semua tindakan itu, yakni tindakan Nabi bersama para Sahabatnya adalah kebijakan politik. Oleh karena itu tepat apa yang ditegaskan Ahmad Sukardja bahwa; secara de fakto dan de jure Madinah telah terbentuk sebagai sebuah negara.83 Hal ini berbeda dengan pandangan Ali Abd. Al-Raziq yang berpendapat bahwa pada masa Nabi Muhammad tidak terbentuk negara. Hal ini karena menurutnya Nabi hanya berkedudukan sebagai Rasul, bukan Raja, dan oleh karenanya tidak mendirikan negara, negara Islam baru terbentuk bermula sejak Abu Bakar dibaiat sebagai Khalifah.84

Pembentukan angkatan perang yang barangkali bisa dikatakan semi militer adalah mutlak diperlukan sebagai unsur terpenting perangkat negara. Angkatan perang diperlukan dalam rangka mempertahankan, menjamin keselamatan dan kedamaian semua penduduk. Madinah dalam perkembangan selanjutnya ternyata menjadi ibu kota negara ( `Ashimah al-Daulah ), ketika semua wilayah di Jazirah Arab atau Semenanjung Arab memeluk Islam dan menyerahkan mandat kekuasaan mereka kepada Madinah, baik secara damai atau setelah melalui perang, seperti Mekah dan qabilah-qabilah yang ada di sekitar Jazirah Arab.85 Maka berdasarkan fakta sejarah ini, Madinah menjadi pusat kekuasaan yang menjadi perhatian dunia saat itu.

Negara Madinah dipimpin oleh Nabi Muhammad selama kurang lebih sepuluh tahun dan dasar-dasar aturan serta pondasi kekuasaan telah tertata, meskipun masih dalam tataran permulaan sehingga Nabi Muhammad dapat menguasai kehidupan perpolitikan. Madinah kemudian menjadi contoh atau model untuk

83. Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-undang Dasar 1945. h. 97

84. Lihat Ali Abd. Al-Raziq, Islam Dasar-Dasar Pemerintahan, Kajian Khilafah dan Pemerintahan Dalam Islam, terj. al-Islam wa Ushul al-Hukm ( Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2002 ), h. 60 – 61. Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara. h. 142 - 143

85. Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Harakah al-Islamiyah Fiy `Ashr al-Rasul wa Khulafaihi ( Jeddah: Dar al-Mujtamak, 1986 ), h. 156

Page 37: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

67

perbandingan pembentukan masyarakat dan negara di era modern dan kontemporer.86 Oleh karena itu kemudian muncul apa yang disebut dengan konsep masyarakat Madani atau dalam istilah lain civil society, yaitu masyarakat berperadaban yang menerapkan hak-hak asasi, keadilan, persamaan, toleransi, kebebasan berekspresi dan sebagainya.

Dalam rangka mengahadapi kemungkinan-kemungkinan gangguan atau pelanggaran yang datang dari musuh, Nabi Muhammad sebagai pemimpin dan penguasa Madinah mengatur strategi dan membentuk pasukan kekuatan sebagai upaya untuk mempertahankan kedaulatan Madinah. Ketika bahaya ancaman itu jelas-jelas sudah diarahkan kepada umat Islam di Madinah, maka kemudian umat Islam diizinkan berperang dengan dua alasan;

1. Untuk mempertahankan diri dan melindungi hak milikmya.

2. Menjaga keselamatan umat dan akidah, serta mempertahankannya dari orang-orang yang menghalanginya.87

Demikian pembahasan terkait orientasi politik yang muncul dan berproses secara alami dari Nabi Muhammad dan komunitas muslim yang dibina langsung olehnya sebagai bagian masyarakat yang tumbuh dan berkembang untuk mencapai cita-cita agung, yaitu kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat. Dalam upaya mencapai cita-cita ini tentu saja mau atau tidak, harus melalui langkah-langkah strategis dan aktivitas-aktivitas lain yang dipandang perlu, meskipun barangkali tidak disadari bahwa itu adalah aktivitas-aktivitas politik dalam pemahaman kontemporer.

Beberapa hal penting lain yang pernah dilakukan Nabi Muhammas saw. adalah terkait dengan upaya penataan ekonomi, dan apa yang pertama kali dilakukannya adalah penarikan zakat dan pajak ( jizyah ) sebagai bentuk kewajiban bagi orang-orang yang

86. Lihat Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abd. Al-Mu`thi Muhammad, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam: Shakhshiyyat wa Nadhahib, h. 62

87. Lihat Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam ( Yogyakarta: Kota Kembang, 1989 ), h. 28 - 29

Page 38: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

68

sudah ditentukan di dalam kewajiban pengeluaran sebagian harta tersebut. Manfaat harta zakat dan pajak tersebut adalah untuk kepentingan umat Islam itu sendiri dan tentu saja untuk kepentingan operasional negara baru. Beberapa hal penting tersebut sebagai berikut;

1. Zakat dengan berbagai jenisnya; yaitu sebagian harta kekayaan orang-orang Islam yang wajib dikeluarkan, kemudian didistribusikan kepada mustahiknya setelah memenuhi persyaratan.

2. Jizyah; yaitu pajak kepala (dharibah) diwajibkan kepada Ahlul Dhimmah, yaitu orang-orang non muslim yan bertempat tinggal di wilayah kekuasaan Pemerintahan Islam.88

3. Kharraj; yaitu pajak bumi yang dikenakan kepada para petani non muslim yang bertempat tinggal di wilayah kekuasaan Pemerintahan Islam.

4. Pajak harta perdagangan; yaitu pajak yang dikenakan terhadap harta perdagangan yang memiliki nilai tambah dan berkembang, zakat atau pajaknya per sepuluh.

5. Harta Fei; yaitu harta kekayaan yang dihasilkan dari musuh umat Islam tanpa melalui perang. Di antara kekayaan Fei, ialah; Bumi (harta) Bani Nadhir, Bumi (harta) Fadak, dan harta kekayaan daerah Khaibar.

6. Hrta kekayaan ghanimah; yaitu harta kekayaan yang dihasilkan melalui perang yang dimenangkan oleh Tentara Islam.89

Dalam hal pendidikan, Nabi Muhammad saw. seorang pendidik atau murabbi yang senantiasa memberikan bimbingan dan pengajaran kepada masyarakatnya tanpa mengenal lelah dan imimng-iming bayaran (gajih), baik ketika di Mekah ataupun di

88.Ketetapan pajak kepala (Jizyah) ini juga banyak diberlakukan di masa Khalifah Umar bin Khattab kepada penduduk Iraq, Persia (Iran saat ini), Syam (Syria dan Libanon pada saat sekarang), kepada penduduk Mesir dan sebagainya.

89. Lihat Musthofa al-Hamsyariy, al-Nizam al-Iqtishadiy Fiy al-Islam ( Riyadh: Dar al-Ulum, 1985 /1405 ). h. 225 -249. Lihat juga Muhammad al-Aid al-khathrawiy, al-Madinah Fiy Shadr al-Islam: al-Hayat al-Ijtimaiyyah wa al-Siyasiyyah wa al-Thaqafiyyah ( Damsyiq, Beirut: Muassish Ulum al-Qur`an, 1984/1404 ), h. 89 – 90.

Page 39: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41255... · Web viewMaka ketika Nabi Muhammad saw. sudah berada di Madinah tentu saja bisa dipastikan akan

69

Madinah. Keberhasilan pendidikan yang dibangun Nabi Muhammad saw. tidak diragukan lagi. Hal ini dapat dibuktikan dengan lahirnya generasi yang memiliki komitmen keimanan dan ketaqwaan yang sangat kuat, antaranya seperti Abu Bakar al-Siddiq, Umar Ibn Khattab, Uthman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thaalib, dan sebagainya. Hanya saja pendidikan dan pengajaran yang disampaikan Nabi Muhammad saw. bersifat langsung, dan dilakukan di mana saja dan kapan saja, tidak sebagaimana di zaman modern dan kontemporer, di mana pendidikan sudah berdasarkan sistem dan penyediaan berbagai fasilitas, dan oleh karenanya didesains sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan pendidikan sudah terlembagakan dalam lembaga-lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta, .

Sebagai penutup dari pembahasan Bab-3 dapat disampaikan beberapa hal penting, antaranya; bahwa berdasarkan fakta sejarah Nabi Muhammad saw. memiliki kedudukan sebagai pemimpin, bukan saja sebagai pemimpin agama, tetapi juga sekaligus sebagai penguasa Madinah. Dengan kata lain, dalam diri Nabi Muhammad saw. terkumpul dua kekuasaan; kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawiy. Kedudukannya sebagai Rasul secara otomatis merupakan kepala negara.90 Dengan terbentuknya negara Madinah, Islam semakin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu menyebabkan orang-orang Quraisy Mekah dan Qabilah-qabilah lainnya yang tidak suka menjadi riskan terhadap perkembangan situasi di Madinah. Kerisauan ini mendorong mereka melakukan tekanan yang luar biasa dan melakukan apa saja untuk menghalangi pergerakan umat Islam. Kegusaran orang-orang Quaraisy telah terdengar oleh Nabi Muhammad bersama para Sahabat-sahabatnya.

90. Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jld. I, h. 101