repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45699/1/siti...

88
PESAN MORAL DARI KISAH NABI SULAIMAN DAN SEMUT (KAJIAN KOMPARATIF ANTARA TAFSIR KEMENTERIAN AGAMA DAN TAFSIR AL-MISHBÂH) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Agama (S.Ag.) Oleh: Siti Nur Azizah Wijayani NIM. 11140340000079 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H / 2019 M

Upload: phungkhanh

Post on 06-Aug-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PESAN MORAL DARI KISAH NABI SULAIMAN DAN SEMUT

(KAJIAN KOMPARATIF ANTARA TAFSIR KEMENTERIAN AGAMA

DAN TAFSIR AL-MISHBÂH)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh:

Siti Nur Azizah Wijayani

NIM. 11140340000079

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H / 2019 M

i

ABSTRAK

Siti Nur Azizah Wijayani

Pesan Moral dari Kisah Nabi Sulaiman dan Semut (Kajian Komparatif

Antara Tafsir Kementerian Agama dan Tafsir al-Mishbâh)

Ada banyak cerita mengenai kisah hewan di dalam al-Qur’an. Bahkan ada

beberapa hewan yang dijadikan nama-namanya menjadi nama surah di dalam al-

Qur’an. Sebagian darinya dijadikan perumpamaan atau tamsil, dan sebagian lagi

memberi sedikit penjelasan mengenai perikehidupannya. Salah satunya yaitu kisah

al-Naml (semut). Di dalam kisah tersebut membahas tentang Nabi Sulaiman yang

melewati lembah semut. Di dalam kisah Nabi Sulaiman dan perikehidupan semut

terdapat pelajaran dan petunjuk untuk manusia. Penyebutan ini bertujuan agar

manusia dapat memahami pesan Allah swt dan manusia juga dapat mengambil

pelajaran dari hewan tersebut. Penelitian ini bermaksud mencari tau apa saja pesan

moral kisah Nabi Sulaiman dan semut di dalam kehidupan yang dapat dijadikan

pelajaran untuk manusia.

Dalam penelitian ini penulis melakukan riset kepustakaan (library

research) yaitu mengumpulkan data-data yang akan dibahas dan menelaah

referensi dari yang berhubungan dengan permasalahan. Dengan menggunakan

sumber primer Tafsir al-Mishbâh karya M. Quraish Shihab dan Tafsir Ilmî

Kementerian Agama. Sedangkan analisis data kualitatif menggunakan metode

komparatif (muqâran). Adapun langkah-langkah muqâran menurut al-Farmâwi,

Pertama, Mengumpulkan sejumlah ayat al-Qur’an. Kedua, mengemukakan

penjelasan para mufassir. Ketiga, membandingkan pendapat-pendapat yang

mereka kemukakan. Keempat, menjelaskan siapa diantara mereka yang

penafsirannya dipengaruhi secara subyektif oleh mazhab tertentu.Pada penelitian

ini penulis mengkomparasi bagian yang ketiga yaitu membandingkan pendapat

para mufassir.

Adapun kesimpulan dari apa yang telah didapatkan oleh penulis adalah

pesan moral yang dapat dijadikan pelajaran dari kisah Nabi Sulaiman dan semut

dalam al-Qur’an adalah tolong menolong antar sesama, menabung atau menyimpan

untuk kebaikkan, sabar, dan memiliki etos kerja yang tinggi serta nikmat

bersyukur. Selanjutnya Persamaan di dalam penafsiran Tafsir Ilmî Kementerian

Agama dengan Tafsir al-Mishbâh terletak pada tafsirannya yaitu membahas

Zoologi dari semut. Perbedaan dalam penafsiran terlihat bahwa Tafsir Kementerian

Agama membahas rangkaian objek semut di beberapa hadis. Tafsir al-Mishbâh

membahas rangkaian dari keunikkan semut serta keistimewaannya. Tafsir Ilmî

Kementerian Agama menggunakan metode tematik (maudhȗ ’î) Dan corak yang

digunakan adalah corak Ilmî. Sedangkan Tafsir al-Mishbâh menggunakan metode

Tahlîlî dan bercorak adabî ijtimâ’î (sosial kemasyarakatan). Karena perbedaan

dari metode penafsiran tersebut makan berbeda juga hasil yang dikemukakan oleh

kedua kitab tafsir tersebut.

Kata Kunci: Pesan Moral, Nabi Sulaiman, Semut.

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillâhirabbil’âlamîn segala puji hanya milik Allah Sang Pencipta

alam semesta Sang Pengatur segala makhluk-Nya. Kepada-Nyalah penulis

meminta dan memohon kemudahan disetiap langkah dan urusan yang sedang

dihadapi. Semoga Allah senantiasa memberikan pertolongan kepada para hamba-

Nya dan hidup senantiasa dalam keridhaan-Nya. Shalawat serta salam semoga

selalu tercurahkan kepada sosok Rahmatan li al-‘ Âlamîn, cahaya di atas cahaya,

manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw. serta do’a untuk keluarga,

sahabat, dan para pengikutnya hingga zaman menutup mata.

Akhirnya penulis telah sampai dirangkaian akhir skripsi ini. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa usaha yang terus menerus,

repalan do’a, semangat dan motivasi yang tak ada henti-hentinya, serta bantuan

dari keluarga, sahabat-sahabat penulis, teman seperjuangan, teman satu organisasi,

teman seperantauan, teman kumpul bareng, maupun dosen pembimbing yang telah

membantu menyelesaikan skripsi ini hingga akhir. Semoga Allah senantiasa

memberikan keberkahan, nikmat sehat, dan balasan yang baik atas kebaikan-

kebaikan dan do’a-do’a mereka. Aamiin.

Disamping itu penulis menyadari sepenuhnya bahwa keberadaan skripsi ini

tidak akan terwujud tanpa bantuan dan kontribusi dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang sedalam-

dalamnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, M.A selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A., selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an

dan Tafsir dan Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd, selaku Sekretaris

Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. Hasani Ahmad Said, M.A., selaku dosen pembimbing yang telah

bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing skripsi ini hingga

selesai.

iii

5. Bapak Drs. Harun Rasyid M.Ag selaku dosen pembimbing akademik. Serta

seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kedua Orang Tua penulis yang telah memberikan keteladanan, yang telah

memberikan seluruh hidupnya dengan kasih sayang, do’a yang tak pernah

putus, memberikan segala kebutuhan dalam hidup, nasihat, serta bimbingan

kepada penulis, semoga Allah memberikan balasan terbaik untuk keduanya.

7. Sahabat-sahabat penulis Tria Meldiana, Sholihatina Sadita, Husnil

Mardyah, Laila Firdaus, Imas Maulida, Nur Fikriyah, Himmaturif’ah, Mia

Milatus Sa’adah, Qurrata ‘Ayun, Muawwanah, Nindya Putri Rismayanto,

Rifkiatul Fajriah, Siti Sobariah, Desi Aryani, Evi Latifah, Fadhilah Idzni A.

Lutfah Nuraliyah, Kak doko, Ka Solihin, Ka Tati, Ima, Aang. Terimakasih

orang baik, yang masih membersamai penulis hingga akhir.

8. Teman-teman angkatan 2014 Tafsir Hadits, teman-teman kelas Tafsir

Hadits B. Family KKN Rangkul Rabak Rumpin (3R) terimakasih atas

perjuangan hingga akhir yang telah menyemangati dan saling

mengingatkan. Semoga Allah senantiasa memudahkan urusan kalian.

9. Teman-teman organisasi Ikatan Remaja Masjid Fathullah (IRMAFA),

Lembaga Ta’lim dan Tahfizh al-Qur’an (LTTQ) Masjid Fathullah, serta

keluarga besar Masjid Fathullah.

10. Terakhir teruntuk orang-orang yang mengenal penulis, bertukar pikiran

kepada penulis, saling mengingatkan dikala lupa, saling memberikan

informasi terkait penulisan penelitian ini.

Semoga Allah membalas dengan sebaik-baik balasan. Harapan penulis,

mudah-mudahan karya ini bermanfaat dan mempunyai kontribusi yang signifikan

bagi penelitian selanjutnya. Aamiin

Jakarta, 24 Januari 2019

Siti Nur Azizah Wijayani

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................ i

KATA PENGANTAR .............................................................................. ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iv

PEDOMAN TRANSLITERASI .............................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................ 1

B. Indentifikasi Masalah ................................................................ 7

C. Pembatasan Masalah .................................................................. 8

D. Perumusan Masalah .................................................................... 8

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 8

F. Tinjauan Pustaka......................................................................... 9

G. Metodelogi Penelitian ................................................................. 13

H. Sistematika Penulisan ................................................................. 14

BAB II MENGENAL TAFSIR ILMÎ KEMENTERIAN AGAMA DAN

TAFSIR AL-MISHBÂH

A. Tafsir Ilmî Kementerian Agama ................................................. 16

a. Sekilas Tentang Tafsir Ilmî Kementerian Agama ................. 16

b. Latar Belakang Penulisan Tafsir Ilmî Kementerian Agama .. 19

c. Metode dan Corak Tafsir Ilmî Kementerian Agama ............. 21

d. Sistematika Penulisan Tafsir Ilmî Kementerian Agama ........ 23

B. Tafsir al-Mishbâh ....................................................................... 24

a. Biografi Singkat dan Pemikirannya ....................................... 24

b. Sekilas Tentang Tafsir al-Mishbâh ........................................ 26

c. Latar Belakang Penulisan Tafsir al-Mishbâh ......................... 27

d. Metode dan Corak Tafsir al-Mishbâh ................................... 29

e. Sistematika Penulisan Tafsir al-Mishbâh .............................. 29

v

BAB III GAMBARAN TENTANG AL-NAML

A. Gambaran Tentang al-Naml (Semut) ......................................... 33

a. Definisi Serangga ........................................................... 33

b. Pengertian al-Naml ......................................................... 34

c. Al-Naml Nama Surah dalam al-Qur’an .......................... 35

d. Al-Naml dalam Pandangan Sains ................................... 37

a) Sistem Kasta Semut ............................................ 38

b) Komunikasi Antar Semut ................................... 40

c) Rumah dan Makanan Semut ............................... 41

B. Kisah Kehidupan Semut dan Sulaiman ...................................... 42

BAB IV ANALISIS TAFSIR KEMENTERIAN AGAMA DAN TAFSIR

AL-MISHBÂH TENTANG PESAN MORAL DARI KISAH NABI

SULAIMAN DAN SEMUT

A. Penafsiran Tafsir Ilmî Kementerian Agama Tentang Semut dalam

Prespektif al-Qur’an ........................................................................ 45

B. Penafsiran Tafsir al-Mishbâh Tentang Kisah Nabi Sulaiman dan

Semut .............................................................................................. 50

C. Persamaan dan Perbedaan Penafsiran Tafsir Ilmî Kementerian

Agama dan Tafsir al-Mishbâh ......................................................... 55

D. Pesan Moral dari Kisah Nabi Sulaiman dan Semut ........................ 58

a. Tolong Menolong Antar Sesama ........................................ 59

b. Menabung Sebagai Amal Kebaikkan .................................. 61

c. Sabar .................................................................................... 61

d. Etos Kerja ............................................................................ 63

e. Bersyukur Atas Nikmat ....................................................... 65

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................... 67

B. Saran dan Kritik .............................................................................. 68

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 69

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Dalam skripsi, tesis,dan disertasi bidang keagamaan (baca: Islam), alih

aksara atau transliterasi, adalah keniscayaan. Oleh karena itu, untuk menjaga

konsistensi, aturan yang berkaitan dengan alih aksara ini penting diberikan.

Pengetahuan tentang ketentuan ini harus diketahui dan dipahami, tidak saja

oleh mahasiswa yang akan menulis tugas akhir, melainkan juga oleh dosen,

khususnya dosen pembimbing dan dosen penguji, agar terjadi saling control dalam

penerapn dan kosistensinya.

Dalam dunia akademis, terdapat beberapa versi pedoman alih aksara, antara

lain versi Turabian, Library of Congress, Pedoman dari Kementrian Agama dan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, serta versi Paramadina. Umumnya

jenis huruf (font) tertentu, seperti font Transliterasi, Times New Roman, atau

Times New Arabic.

Untuk memudahkan penerapan alih aksara dalam penulisan tugas akhir,

pedoman alih aksara ini disusun dengan tidak mengikuti kententuan salah satu

versi di atas, melainkan dengan mengkombinasikan dan memodifikasi beberapa

cirri hurufnya. Kendati demikian, alih aksara versi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ini disusun dengan logika yang sama.

1. Padanan Aksara

Berikut adalah aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ts Te dan es ث

J Je ج

H Ha dengan garis di bawah ح

Kh Ka dan ha خ

vii

D De د

Dz de dan zet ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy es dan ye ش

S es dengan garis di bawah ص

D de dengan garis di bawah ض

T te dengan garis di bawah ط

Z zet dengan garis di bawah ظ

Koma terbalik di atas ‘ ع

hadap kanan

Gh ge danha غ

F Ef ف

Q Ki ق

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

H Ha ه

Koma atas hadap ke kiri , ء

Y Ye ي

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vocal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal

tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal,

ketentuan alih aksanya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fathah

I Kasrah

viii

U Dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah

sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي Ai a dan i

و Au a dan u

3. Vokal Panjang

Kententuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

 a dengan topi di atas ــا

Î I dengan topi di atas ــي

ȗ ـــو u dengan topi di atas

4. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,

yaitu dialih aksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun

huruf kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.

5. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda ( ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal

ini tidak berlaku jikahuruf yang menerima tanda syaddah itu terletak kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiah. Misalnya, kata ( الضرورة )

tidak ditulis ad-darȗ rah melainkan al-darȗ rah, demikian seterusnya.

ix

6. Ta Marbȗ tah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbȗ tah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi hruf /h/

(lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbȗ tah

tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika hruf ta

marbȗ tah tersebut diikuti kata benda (ism),maka huruf tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

1 Tarîqah

2 al-jâmî’ah al-islâmiyyah

3 Wahdat al-wujȗ d

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih

aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan

yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk

menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bukan, nama

diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahukui oleh kata sandang, maka yang

ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf

awal atau kata sandang. Contoh: Abȗ Hâmid al-Ghazâlî bukan Abȗ Hâmid

Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam

alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau

cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak

miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal

dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar

katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani

x

tidak’Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nȗ r al-Dîn al-

Rânîrî.

8. Cara Penulisan Kata

Setiap kata,baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf (harf)

ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara kalimat-

kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di

atas:

Kata Arab Alih Aksara

Dzahaba al-ustâdzu

Tsabata al-ajru

al-harakah al-‘asriyyah

Asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh

Maulâna Malik al- Sâliẖ

Yu`atstsrukum Allâh

Al-maẕ âhir al-‘Aqliyyah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an secara harfiah berarti “bacaan sempurna”1. Al-Qur’an

merupakan mukjizat Islam yang abadi dimana semakin maju ilmu

pengetahuan, semakin terlihat validitas kemukjizatannya.2 Al-Qur’an

diturunkan untuk menjadi petunjuk seluruh manusia hingga akhir zaman3. Al-

Qur’an memberikan hidayahnya menunjukkan kemukjizatan kepada makhluk

yang selalu mengarahkan manusia agar menggunakan akal mereka dan

membuka mata mereka untuk melihat alam dan segala isinya.4

Sains tentang kehidupan binatang mendapatkan perhatian yang tidak

kurang besarnya dalam al-Qur’an dibandingkan tentang aspek-aspek

kehidupan lainnya. Dalam kehidupan binatang banyak mengungkapkan

keagungan dan kebesaran Sang Pencipta dalam ranah-ranah yang baru serta

mendorong manusia memerhatikan dunia hewan ini. Ada banyak ayat dalam

al-Qur’an yang menguraikan kehidupan binatang dalam berbagai konteks.5

Dalam ajaran Islam hewan banyak digunakan sebagai ilustrasi dalam

mukjizat-mukjizat pada banyak kisah dalam Al-Qur’an6. Hewan selain

1M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Tematik Atas Pelbagi Persoalan Umat

(Bandung: Mizan, 2007), h. 3. 2Mannā Khalīl al-Qattān, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Terj Aunur Rafiq El-Mazni,

(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), h.3. 3Hasani Ahmad Said, “Menggagas Munasabah Al-Qur’an Peran dan Model Penafsiran al-

Qur’an”, Jurnal Studia Islamika, Vol. 13, No.1, Juni 2016, h.2. 4Muhammad ‘Abd al-‘Azim al-Zarqânî, Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, Terj

Qadirun Nur Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), jilid 1, h.15. 5Afzalur Rahman, Ensiklopediana Ilmu Dalam al-Qur’an: Rujukan Terlengkap Isyarat-

Isyarat Ilmîah Dalam Al-Qur’an. Perj Taufik Rahman (Bandung: Mizan, 2007), h.191-193. 6Seperti burung gagak yang dikirimkan kepada putra Nabi Adam untuk mengajari cara

menguburkan mayat saudaranya. Burung yang dibunuh dan ditempatkan bagian-bagian tubuhnya

oleh Ibrahim di beberapa puncak gunung, menjadi contoh kekuasaan Allah untuk menghidupkan

makhluk yang sudah mati, Burung gagak milik Bani Israil diperintahkan Nabi Musa untuk

mengungkap indentitas pembunuhan misterius. Serigala atau anjing hutan yang dituduh sebagai

pembunuh Nabi Yusuf. Burung bulbul atau hupu yang memberitahu sulaiman tentang Ratu Sheba

(Saba’). Rayap yang memakan tongkat Sulaiman dan mengungkapkan kenyataan bahwa Suliaman

telah wafat. Ikan besar yang menelan Nabi Yunus dan mengeluarkannya kembali karena dia

adalah salah seorang penyembah Allah. Anjing yang tidur bersama Ashabul Kahfi selama 309

tahun. Semut yang memperingatkan teman-temannya akan kedatangan Nabi Sulaiman dan

pasukannya. Gajah pasukan Abraahah yang gagal saat diperintahkan untuk menghancurkan

2

diposisikan sebagai permisalan dan mukjizat, dalam banyak ayatnya al-Qur’an

juga menjelaskan proses dan perikehidupannya. Al-Qur’an menjadikan hewan

sebagai “guru bagi manusia”. Al-Qur’an pun mengingatkan manusia bahwa

hewan juga memiliki nurani, dan karenanya harus diperlakukan dengan baik.7

Kehidupan hewan yang sangat beragam di dunia ini, semua itu

merupakan salah satu bukti kekuasaan Allah Swt. dari beberapa studi yang

membahas mengenai ekologi binatang pada masa kini dapat diketahui bahwa

berbagai jenis binatang hidup dalam bentuk masyarakat tersendiri.8 Penciptaan

manusia telah banyak diuraikan oleh para ulama. Penciptaan binatang sebagai

tanda kekuasaan Allah belum mendapatkan apresiasi sewajarnya. Hal ini dapat

dimaklumi karena untuk dapat memahami dunia binatang dibutuhkan

pengetahuan lain, salah satu bagian bidang biologi, yaitu zoologi.9

Di dalam al-Qur’an banyak hewan yang disebutkan. Sebagian darinya

dijadikan perumpamaan atau tamsil, dan sebagaian lagi memberi sedikit

penjelasan mengenai perikehidupannya. Penyebutan ini bertujuan agar

manusia dapat memahami pesan Allah dan mempelajarinya demi kepentingan

manusia sendiri.10

Salah satu hewan yang menunjukkan tanda dari

perikehidupannya adalah semut.

Hasil penemuan terbaru menunjukkan bahwa terdapat tatanan sosial

yang sistematis di kalangan hewan salah satunya yaitu semut.11

Semut hewan

yang sering ditemukan di tanah, pepohonan, dan rumah. Mereka hidup di

koloni besar dan anggota yang berjumlah hingga jutaan.12

Ka’bah. Perbandingan antara jarring laba-laba dan rumah manusia dan masih banyak lagi. (Lihat.

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains (Jakarta:

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012), h. 3-4). 7Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains,

h. 4 8Khotib Munawar, “Konsep Sarang Semut Dalam Pengembangan Arsitektur Islami

(Kajian Q.S. Al-Naml),” dalam Jurnal Qaf: Ilmu-Al-Qur’an dan Tafsir no. 2 (Januari 2017): h.

176. 9Kementerian Agama RI, Pelestarian Lingkungan Hidup (Tafsir al-Qur’an Tematik)

(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012), h. 154. 10

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains,

h. 25 11

Munawar, “Konsep Sarang Semut Dalam Pengembangan Arsitektur Islami (Kajian Q.S.

Al-Naml,”) dalam Jurnal Qaf: Ilmu-Al-Qur’an dan Tafsir h. 176. 12

Thoriq Aziz Jayana, Meneladani Semut dan Lebah (Jakarta: PT Elex Media

Komputindo, 2015), h. 52-53.

3

Semut mengajarkan kepada manusia suatu pelajaran berharga tentang

tolong-menolong.13

Semut mengenal sistem pertenakan.14

Semut dikenal

serangga yang memiliki pola hidup teratur, aktif, dan efisien. Setiap bentuk

aktivitas mereka didasari oleh aturan-aturan tertentu. Mereka satu-satunya

serangga yang bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup.

Selain itu, mereka juga satu-satunya serangga yang selalu menguburkan

rekan-rekannya yang mati.15

Al-Qur’an menyebut semut dalam rangkaian

kisah Sulaiman melintasi suatu lembah.

ساكنكم ل يطمنىكم سليمان حتى إذا أت وا على واد النىمل قالت نلة يا أي ها النىمل ادخلوا م ن ق ولا وقال رب أوزعن أن أشكر نعمتك الىت (18)وجنوده وهم ل يشعرون م ضاحكا م ف تبسى

(19)ني أن عمت عليى وعلى والديى وأن أعمل صالا ت رضاه وأدخلن برحتك ف عبادك الصىال

“Hingga ketika mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor

semut, “Wahai semut-semut! Masuklah ke dalam sarang-sarangmu,

agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya,

sedangkan mereka tidak menyadarinya.” (18) Maka dia tersenyum

dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia

berdo’a: “Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri

nikmat-Mu yang telah engkau anugerahkan kepadaku dan kepada

kedua orang tuaku dan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau

ridhai, dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan

hamba-hamba-Mu yang shaleh. (19). (Al-Naml/27 : 18-19)16

Di dalam tafsir al-Mishbâh karya M. Quraish Shihab menafsirkan

kata ل يشعرون la yasy’urun yang berarti mengesankan betapa semut itu tidak

mempersalahkan Nabi Sulaiman as. dan tentara beliau seandainya mereka

terinjak-injak. “bila itu terjadi kata semut itu pastilah Nabi Sulaiman as. tidak

menyadari keberadaan mereka disana”.17

13

Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an. Terj M. Zaenal Arifin,

Nurkaib, dkk (Jakarta: Zaman, 2013), h. 591. 14

Agus Purwanto, Ayat-Ayat Semesta Sisi-Sisi Al-Qur’an Yang Terlupakan (Jakarta:

Mizan, 2008), h.214. 15

Muhammad Kaamil Abdushsamad, Mukjizat Ilmîah Dalam al-Qur’an. Perj Alimin,

Gha’neim, dkk (Jakarta: Akbar Eka Sarana, 2003), h. 170. 16

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains,

h. 254. 17

M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:

Lentera Hati, 2002) h.423.

4

Kemudian di dalam Tafsir Kementerian Agama menerangkan bahwa

ayat ini memperlihatkan adanya komunikasi di antara semut dan kehidupan

sosial di bawah kepemimpinan rajanya penelitian mengungkapkan bahwa

untuk melaksanakan kehidupan sosial yang sangat terorganisasi ini, semut

mempunyai kemampuan komunikasi canggih.18

Allah Swt juga telah mengisyaratkan, bahwa sesungguhnya semut

merupakan makhluk sosial yang hidup di berbagai marga. Mereka adalah

makhluk koperatif dan memiliki solidaritas yang dirasakan oleh setiap anggota

terhadap yang lain. Hal ini terbukti dari deskripsi ayat yang menjelaskan bahwa

seekor semut memberikan peringatan kepada anggota lain.19

Penelitian terhadap semut memperlihatkan bahwa semut memiliki

organisasi sosial yang sangat rumit yang memungkinkan mereka

berkomunikasi satu sama lain.20

Begitu banyak informasi lain yang

menakjubkan bisa dipelajari tentang makhluk ini. Tatanan organisasi mereka

memiliki peradaban yang mirip peradaban manusia.21

Dalam rangka mengajak manusia untuk menyayangi semua makhluk,

Nabi mengaitkannya dengan pahala. Dikatakan oleh beliau bahwa Tuhan Yang

Maha Penyayang akan memberikan kasih sayang-Nya kepada orang yang

penyayang. Jika seseorang menunjukkan kasih sayang kepada semua makhluk

yang ada di muka bumi, maka Allah yang singgasana-Nya berada di langit

akan mencurahkan kasih sayang kepadanya.22

18

Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan) (Jakarta:

Kementerian Agama, 2007) h.188. 19

Zaglul An-Najjar dan Abdul Daim Kahil, Ensiklopedia Mukjizat Ilmîah Al-Qur’an dan

Hadis (Jakarta: PT Lentera Abadi, 2012), h.44. 20

Caner Taslaman, Miracle Of The Quran: Keajaiban Al-Quran Mengungkapkan

Penemuan-Penemuan Ilmîah Modern. Perj Ary Nilandari (Bandung: Mizan, 2011), h. 184. 21

Harun Yahya, Keajaiban Pada Semut. Perj Femmy Syahrani, Astutiati Nurhasanah

(Bandung: Dzikra, 2002), h.1. 22

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains.

h. 431-432.

5

“…berkatalah seekor semut…” di dalam Tafsir fi Zhilalil-Qur’an

Sayyid Qutb mengungkapkan bahwa semut itu adalah sesuatu yang memiliki

sifat kepemimpinan dan pengelolaan disiplin atas semut-semut yang

bertebaran di lembah itu. Kerajaan semut hampir sama dengan kerajaan lebah

dalam keteraturan disiplin dan pembagian tugas-tugas. Tugas-tugas itu

dilaksanakan dengan disiplin yang luar biasa. Kebanyakan manusia tidak

mampu mengikuti disiplin itu walaupun mereka dianugerahkan Allah dengan

akal yang maju dan pengetahuan yang tinggi.23

Ibn Katsîr juga mengungkapkan bahwa, para semut masuk ke dalam

sarang-sarangnya agar tidak terinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, walaupun

mereka tidak menyadarinya. Kemudian Sulaiman tersenyum karena mendengar

dan memahami perkataan semut tersebut. Dan berdo’a agar Allah selalu

memberinya ilham untuk tetap selalu mensyukuri nikmat kepadanya dan kedua

orangtuanya.24

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua kitab tafsir sebagai

bahan kajian perbandingan yaitu kitab Tafsir Ilmî Kementerian Agama dan

kitab Tafsir al-Mishbâh karya M. Quraish Shihab. Tafsir Ilmî Kementerian

Agama memuat sekian banyak ahli tafsir di Indonesia. Tafsir Kementerian

Agama menyusun al-Qur’an dan Tafsirannya dengan harapan dapat membantu

umat Islam untuk memahami kandungan Kitab suci al-Qur’an secara

mendalam.25

Sedangkan Tafsir al-Mishbâh sangat kontekstual dengan kondisi ke-

Indonesiaan, dalam banyak merespon beberapa hal yang aktual di dunia islam

Indonesia atau internasional. Dan dalam menafsirakan ayat beliau tidak

23

Sayyid Qutb, Tafsir fi Zilalil Qur’an, Terj As’ad Yasin, dkk (Jakarta: Gema Insani,

2004) h.393. 24

Ibnu Katsir, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Terj Syihabuddin (Jakarta : Gema Insani

Press, 1999) h.626. 25

M. Shohib Tanar, Telaah tentang Tafsir al-Qur’an Kementerian Agama RI, dalam

jurnal Lektur al-Qur’an, (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang Agama dan Diklat

Keagamaan Kementerian Agama RI, 2003), Vol 1, No, 1, h.54

6

menghilangkan korelasi antar ayat dan antar surat. Sehingga memberikan

kemudahan kepada pembacanya untuk memahami makna yang tersirat di

dalam al-Qur’an26

Pada surah al-Naml ayat 18, jika seseorang tidak mengetahui makna

dari al-Naml pada ayat tersebut pastilah hanya dimaknai dengan perkataan

semut yang menyuruh semut-semut yang lain masuk ke dalam sarang. Atau

sebagian orang mungkin hanya melihat semut adalah hewan yang tidak

berguna dan kerjanya hanya mengerubungi gula yang ada di dalam dapur

setiap rumah. Akan tetapi, jika mempelajari dan merenunginya, maka akan

menemukan bahwa semut adalah hewan yang sangat hebat dan mulia, bahkan

bisa dibilang bahwa manusia bisa belajar dari gerak gerik kehidupan para

semut.27

Dari gambaran tersebut penulis tertarik untuk meneliti tentang pesan-

pesan moral yang dapat dipelajari dari kisah Nabi Sulaiman dan semut. Penulis

tertarik meneliti dari tema surah al-Naml ayat 18-19. Ketika menjelaskan

tentang kehidupan semut dibutuhkan ilmu pengetahuan alam namun

kebanyakan mufassir membahas semut bukan dari sisi Ilmu pengetahuan

alamnya. Sedangkan pembahasan semut termasuk bagian dari ilmu

pengetahuan alam. Untuk mendapatkan informasi yang lebih komprehensif

maka dibutuhkan penafsiran yang bercorak ‘Ilmî28

terkait penjelasan semut.

Uraian tentang semut dan sulaiaman pada surah al-naml ayat 18-19,

dalam kandungan ayat ini dapat ditarik dalam bentuk tafsir corak ‘Ilmî dan

26

Andri Yulyanto “Konsep Asbab Nuzul dan Aplikasinya Dalam Tafsir Al-Mishbâh”

(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2016) h. 56 27

Samir Abdul Halim dkk, Ensiklopedia Sains Islami (Tangerang: Kamil Pustaka, 2015),

h.181. 28

Tafsir ‘Ilmî merupakan sebuah upaya memahami ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung

isyarat Ilmîah dari perspektif ilmu pengetahuan modern. Lihat Lajnah Pentashihan Mushaf Al-

Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-

Qur’an, 2012), h. xxii

7

tafsir bercorak adabî ijtimâ’î 29

. Tafsir ‘Ilmî dari Penafsiran Kementerian

Agama kemudian di komperatifkan dengan Tafsir al-Mishbâh karya M.

Quraish Shihab. Oleh karena itu penulis mengambil judul “Pesan Moral dari

Kisah Nabi Sulaiman dan Semut (Kajian Komparatif Antara Tafsir

Kementerian Agama dan Tafsir Al-Mishbâh)”

B. Indentifikasi Masalah

Terdapat permasalahan-permasalahan yang ada dalam latar belakang

masalah, pertama, pada surah al-naml ayat 18 menjadi ayat yang menarik.

Argumen penerjemahan yang mengartikan … وايا أي ها النىمل ادخل dari tinjauan

balaghah ada yang menerjemahkan bahwa yang memerihtahkan para

kawanan semut masuk ke dalam sarang yaitu Raja semut. Padahal jika di

analisis lagi kajian kebahasaannya bahwa yang memerihtahkan masuk

kedalam sarang yaitu Ratu semut.

Kedua, semut sebagai mukjizat / I’jaz karena berkaitan dengan

pengetahuan Nabi Sulaiman atas peringatan yang disampaikan oleh semut

terhadap bangsanya, dan mukjizat pengetahaun semut itu bahwa orang-orang

yang berada di pawai adalah Nabi Sulaiman dan tentaranya.30

Ketiga,

persamaan dan perbedaan penafasiran dari segi corak ‘ilmi. Keempat, al-naml

sebagai nama surah.

29

Menurut al-Dzahabî yang dimaksud Tafsir adabî ijtimâ’î adalah corak penafsiran yang

menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan ketelitian ungkapan yang disusun dengan bahasa

yang lugas, dengan menekankan tujuan pokok diturunkannya Al-Qur’an, lalu mengaplikasikannya

pada tatanan sosial, seperti pemecahan masalah-masalah umat islam dan bangsa pada umumnya,

sejalan dengan perkembangan masyarakat. (Lihat ‘Ali al-Shâbȗnî, Kamus Al-Qur’an Quraanic

Explorer (Jakarta: Shahih, 2016) h.769.) 30

Sayyid Qutb, Tafsir fi Zilalil Qur’an, Terj As’ad Yasin, dkk. h. 394.

8

C. Pembatasan Masalah

Dari permasalahan-permasalahan yang tertuang dalam identifikasi

masalah, penulis membatasi pada permasalahan penafsiran kisah semut dan

Nabi Suliaman pada surah al-naml ayat 18-19. Dalam menjelaskan penafsiran

al-naml dan kisah Nabi Sulaiman, penulis membatasi pada kitab tafsir yang

digunakan untuk menganalisa. Yaitu penulis menggunakan kitab Tafsir Ilmi

Kementerian Agama dan kitab Tafsir al-Mishbâh karya M. Quraish Shihab.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan

permasalahan pada:

1. Apa saja pesan moral yang dapat diambil dari kisah kehidupan semut

dan Nabi Sulaiman dalam perspektif al-Qur’an?

2. Apa persamaan dan perbedaan dari tafsir Ilmî Kementerian Agama dan

tafsir Al-Mishbâh tentang ayat yang berkaitan dengan semut dan Nabi

Sulaiman dalam al-Qur’an?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengungkapkan pesan-pesan moral dari kehidupan semut.

2. Mengetahui bagaimana kesamaan dan perbedaan penafsiran

Kementerian Agama dan Tafsir al-Mishbâh terhadap ayat-ayat yang

berkaitan dengan semut dalam al-Qur’an.

3. Untuk memperkaya khazanah keilmuan tentang pesan moral dalam

kehidupan semut.

4. Untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan dalam mencapai gelar S1

jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang

menyeluruh dan benar tentang makna semut dalam al-Qur’an.

9

2. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif

dalam pemahaman tentang penafsiran ayat-ayat yang berkaitan tentang

semut.

F. Tinjauan Pustaka

Tafsir ayat-ayat kauniyah khususnya dalam penelitian ini adalah ayat-

ayat yang merupakan membahas tentang ilmu pengetahuan alam atau sains

yang sampai saat ini masih menarik untuk dikaji.

Dalam penelusuran penulis ada beberapa bentuk tulisan yang berkaitan

tentang ayat-ayat kauniyah (tafsir Ilmî) terutama tentang hewan dalam al-

Qur’an dalam bentuk yang berbeda-beda. Di antara beberapa karya tulis yang

membahas tentang ini secara komprehensif adalah dapat dilihat dalam

Keajaiban Pada Semut karya Harun Yahya, dan kitab atau buku-buku ilmu

al-Qur’an lainnya seperti Tafsir al-Mishbâh karya M. Quraish Shihab, Tafsir

Ilmî Kementerian Agama karya Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an.

Di samping itu, karya tulis yang membahas tentang ayat-ayat kauniyah

(Tafsir Ilmî) juga tidak asing lagi di kalangan mahasiswa, baik berupa skripsi,

tesis, jurnal, dan lain-lain. Untuk menghindari terjadinya kesamaan

pembahasan pada skripsi ini dengan skripisi yang lain, penulis menelusuri

kajian-kajian yang telah dilakukan atau memiliki kesamaan diantaranya:

Pertama, karya Muhammad Rifki yang berjudul “Matsal Serangga

dalam al-Qur’an (Studi Kritis Tafsir Kementerian Agama)”. Skripsi Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017. Di dalam skripsi ini berisi

tentang perumpamaan serangga dalam al-Qur’an. Penulis hanya menguraikan

pada serangga lalat, nyamuk, dan laba-laba. Penelitian ini fokus

menggunakan tafsir karya Kementerian Agama yang menjelaskan

keistimewaan dari serangga yang dijadikan perupamaan tersebut.31

Kedua, karya Mahmudi Aziz yang berjudul “Al-Ankabut sebagai

Mathal dalam al-Qur’an (Studi Komparasi atas Interpretasi Para Mufassir”.

Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016. Di

dalam skripsi ini membahas tentang al-‘ankabut yang di jadikan

31

Muhammad Rifki , “Matsal Serangga dalam al-Qur’an (Studi Kritis tafsir Kementerian

Agama)”. (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017).

10

perumpamaan di dalam al-Qur’an. Dalam al-Qur’an al-‘ankabut banyak

digunakan sebagai perumpamaan yang berkonotasi negativ. Padahal jika

diteliti lebih jauh maka banyak ‘ibrah dan filosofi kehidupan yang dapat

diambil sebagai pelajaran. Penelitian ini membahas tentang mengapa bait al-

‘ankabut diartikan rumah yang paling lemah. Mengapa al-‘ankabut dijadikan

nama surah di dalam al-Qur’an dan apa hikmah dari kehidupan al-‘ankabut

tersebut.32

Ketiga, Karya Novi Puspitasari yang berjudul ““Serangga” dalam al-

Qur’an (Kajian Atas Penafsiran Fakhr al-Din al-Razi dalam Kitab Mafatih

al-Gaib)”. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2017. Di dalam

skripsi ini berisi tentang penafsiran Ar-Razi yang menjelaskan tentang

serangga yang mengarah pada ilmu sains pada surah an-Nahl : 68 yaitu lebah

dengan ungkapan kelebihan dari sarang dengan bentuk yang demikian.

Kemudian menjelaskan peran kedua serangga yaitu belalang dan kutu karena

merupakan serangga yang Allah turunkan sebagai hukuman fir’aun serta

kaumnya yang membangkang Nabi Harun dan Nabi Musa. Ayat tentang

semut dan rayap yang menjelaskan dari segi kisahnyanya saja yaitu kisah

Nabi Sulaiman. Ayat tentang lalat dan nyamuk yang merupakan sebuah

perumpamaan. Menjelaskan tentang perumpamaan manusia ketika

dibangkitkan pada hari kiamat yaitu pada belalang dan anai-anai. Di dalam

skripsi ini memaparkan hikmah dari serangga sebagai wujud tanda kekuasaan

Allah.33

Keempat, karya Mohd Sukki Othman dan M. Y. Zulkifli bin Haji

Mohd Yusoff yang berjudul “Perumpamaan Serangga dalam Al-Qur’an :

Analisis I’jāz”. International Journal On Quranic Research, University Of

Malaya, Vol 2, No 1, Tahun 2012. Jurnal ini berisi tentang menganalisis ayat,

isi kandungan dari setiap ayat tentang nyamuk dan lalat dan dikaitkan dengan

sabab nuzul serta hikmah adanya nyamuk dan lalat. Kemudian kajian ini

32

Mahmudi Aziz, “Al-Ankabut sebagai Mathal dalam al-Qur’an (Studi Komparasi atas

Interpretasi Para Mufassir)”. (Skripsi S1Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2017). 33

Novi Puspitasari, “ “Serangga” dalam al-Qur’an (Kajian Atas Penafsiran Fakhr al-Din

al-Razi dalam Kitab Mafatih al-Gaib),” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga,

2017).

11

membincangkan tentang perumpamaan serangga dalam al-Qur’an. Secara

khususnya kajian ini memfokuskan kepada I’jāz bayaniy dan I’jāz Ilm

terhadap serangga dalam al-Qur’an. Melalui analisis I’jāz bayanî dan I’jāz

‘Ilmî terhadap serangga dalam al-Qur’an pula telah menunjukkan kewujudan

I’jāz dalam ayat-ayat tersebut yang sekaligus membuktikan kehebatan dan

mukjizat al-Qur’ān yang mempunyai fakta yang tidak pernah bercanggah dan

sesuai di sepanjang zaman.34

Kelima, Jurnal karya Subur yang berjudul “Amtsal dalam al-Qur’an –

Hadits dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam” Jurnal Kependidikan,

IAIN Purwokerto, Vol 1, No 1, Mei 2016. Jurnal ini berisi tentang amtsal

yang bisa menjadi bahan ajar untuk guru-guru di sekolah. Karena tamsil

mempunyai redaksi yang singkat, indah dan menyentuh perasaan. Tamsil

banyak ditemukan dalam teks al-Qur’an, Hadits bahkan dalam kehidupan

sehari-hari.

Keenam, karya Qoni’atun Qismah yang berjudul “Relasi Hewan dan

Manusia dalam al-Qur’an (Tela’ah Kisah Nabi Sulaiman dan Hewan dalam

Surah An-Naml” Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, 2012.

Skripsi ini berisi tentang relasi manusia dan hewan yang dilakukan dengan

pembacaan semiotika. Sebagai contoh dalam kisah Nabi Sulaiman, semut dan

burung sebagai simbol hewan pada umumnya. An-naml dalam pembacaan

tingkat pertama yang berarti semut pada umumnya yang dapat kita jumpai

dalam kehidupan. Tetapi dalam pembacaan tingkat kedua Naml bukan lagi

sekedar semut yang biasa kita temui dalam kehidupan, akan tetapi lebih pada

penggambaran prilaku manusia. Sedangakan penggunaan hewan seperti

burung hud-hud, menggambarkan sisi lain dari hewan pada umumnya,

dimana hewan memiliki nilai manfaat dalam kehidupan manusia,

bagaimanapun bentuk hewan tersebut dan sekecil apapun bentuknya.35

34

Mohd Sukki Othman dan M. Y. Zulkifli bin Haji Mohd Yusoff, “Perumpamaan

Serangga dalam Al-Qur’an : Analisis I’jaz,” International Journal On Quranic Research,

University Of Malaya, No 1, Tahun 2012. 35

Qoni’atun Qismah, “Relasi Hewan dan Manusia dalam al-Qur’an (Tela’ah Kisah Nabi

Sulaiman dan Hewan dalam Surah Al-Naml,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, IAIN Walisongo

Semarang, 2012).

12

Ketujuh, karya Shubhi Rosyad yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan

Akhlak Dalam Buku “Keajaiban Pada Semut” Karya Harun Yahya”.

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sunan Kalijaga. 2013.

Pembahasan pada skripisi ini lebih di fokuskan kepada nilai-nilai pendidikan

akhlak yaitu nilai pendidikan akhlak terhadap diri sendiri, nilai pendidikan

akhlak terhadap sesama, nilai pendidikan akhlak terhadap lingkungan.

Dengan hubungan antara nilai-nilai pendidikan dalam buku keajaiban pada

semut dengan pendidikan agama islam. Relevansinya dengan pendidikan

agama Islam, mengenai guru, murid, metode,dan lembaga pendidikan.

Kemudian dapat menggunakan metode sebagai alat pembelajaran36

Kedelapan, Jurnal karya Khotib Munawar yang berjudul “Konsep

Ruang Sarang Semut dalam Pengembangan Arsitektur Islami (Kajian Q.S

An-Naml). Jurnal Qaf, Vol 1, No 02, Januari 2017. Jurnal ini membahas

tentang konsep hunian sarang semut yang menarik. Konsep sarang tersebut

mengusung semangat silaturahmi yang mengharuskan manusia untuk

menjaga hubungan lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Penelitian ini juga

membahas isyarat al-Qur’an terkait dengan arsitektur bangunan sebagaimana

diispirasikan oleh semut. Dengan melakukan kajian terhadap ayat-ayat al-

Qur’an yang berkaitan semut melalui pendekatan tafsir Ilmî, kajian ini juga

ingin dikembangankan sebagai alternatif baru dalam pilihan mendesain atau

membuat rumah yang sesuai dengan nilai-nilai islam.37

Kesembilan, Tesis karya Mohd Hafizullah bin MD Abas yang berjudul

“Haiwan dalam al-Qur’an menurut Tafsir Ilmî Kajian Terhadap Lebah

,Semut dan Laba-Laba”. Fakulti Tamadun Islam, Universitas Teknologi

Malaysia. 2015. Pembahasan ini menjurus kepada Tafsir Ilmî terhadap ayat-

ayat yang berkaitan haiwan dalam al-Qur’an khususnya lebah,semut, dan

laba-laba. Kajian ini menggunakan analisis pendapat para mufassirun

terhadap tafsir Ilmî dan seterusnya di aplikasikan konsep tafsir Ilmî yang

36

Shubhi Rosyad, “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Keajaiban Pada Semut”

Karya Harun Yahya,”(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sunan Kalijaga.

2013). 37

Khotib Munawar, “Konsep Ruang Sarang Semut dalam Pengembangan Arsitektur

Islami (Kajian Q.S Al-Naml).”Jurnal Qaf, No 2, Tahun 2017.

13

berkaitan dengan ayat yang bertema haiwan dalam al-Qur’an. Kajiannnya

berbentuk kualitatif menggabungkan kaidah tafsir tematik dan tafsir Ilmî.38

Kesepuluh, Skripsi karya Elok Faiqoh yang berjudul “Nilai-nilai

Pendidikan Islam dalam Surah Al-Naml ayat 15-19”. Fakultas Tarbiyah dan

Keguruan, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 2015. Pembahasan ini

mengambil kisah Nabi Sulaiman untuk mengingat kembali kisah Nabi

Sulaiman dan dapat diambil pelajaran dan bisa dijadikan tauladan. Skripsi ini

juga mengkaji surah an-Naml ayat 15-19 yang mengandung nilai-nilai

pendidikan Islam khususnya nilai etika / akhlak.39

Berdasarkan literatur-literatur diatas, penulis belum menemukan kajian

yang lebih spesifik mengenai pesan moral kisah kehidupan semut dan

sulaiman, khususnya yang merujuk pada penafsiran Tafsir Ilmî Kementerian

Agama dan Tafsir al-Mishbâh karya M. Quraish Shihab.

G. Metodelogi Penelitian

Penelitian skripsi ini dilakukan melalui riset kepustakaan (library

research) yaitu mengumpulkan data-data yang akan dibahas dan menelaah

referensi dari yang berhubungan dengan permasalahan.40

Dan kajiannya secara deksriptif-analitis. Dimana untuk media penulis

dalam mengkaji dan memaparkan hasil dari penelitian dari data-data yang

tersedia baik data primer maupun data sekunder, kemudian mengolahnya dan

menjelaskannya dengan proposional.

Sumber data dalam penelitian ini berasal dari data primer (primary

resources) dan sekunder (secondary resources). Adapun yang menjadi data

sumber primer yaitu Tafsir al-Mishbâh karya M. Quraish Shihab dan Tafsir

Ilmî Kementerian Agama sedangkan sumber sekundernya yaitu penulis

merujuk kepada kitab-kitab ataupun buku-buku, skripsi, tesis, maupun jurnal

yang berkaitan dengan penelitian ini.

38

Mohd Hafizullah bin MD Abas , “Haiwan dalam al-Qur’an Menurut Tafsir llmi Kajian

Terhadap Lebah Semut dan Laba-laba ”. (Tesis Fakultas Tamadun, University Tenologi Malaysia,

2015). 39

Elok Faiqoh yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Surah Al-Naml ayat 15-

19”. (Skripsi S1FakultasTarbiyah dan Keguruan, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2015). 40

J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik, dan Keunggulan (Jakarta:

Grasindo, 2010) h.60.

14

Sedangkan analisis data penelitian ini menggunakan metode

komparatif (Muqâran). Metode ini dibagi menjadi tiga aspek menurut

Muhammad Amin Suma yaitu Pertama, membandingkan ayat-ayat al-Qur’an

yang memiliki redaksi yang sama tetapi maksudnya sama atau ayat-ayat yang

memiliki redaksi mirip tapi maksudnya berlainan, Kedua, membandingkan

ayat al-Qur’an dengan hadis. Ketiga, membandingkan pendapat para

mufassir.41

Adapun langkah-langkah Metode Muqâran menurut al-Farmâwi

adalah Pertama, Mengumpulkan sejumlah ayat al-Qur’an. Kedua,

mengemukakan penjelasan para mufassir. Ketiga, membandingkan pendapat-

pendapat yang mereka kemukakan. Keempat, menjelaskan siapa diantara

mereka yang penafsirannya dipengaruhi secara subyektif oleh mazhab

tertentu.42

Pada penelitian ini penulis mengkomparasi bagian yang ketiga

yaitu membandingkan pendapat para mufasir.

Adapun teknis penulisan dalam skripsi ini berdasarkan pedoman

akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun

2017 Program Strata 1, yang diterbitkan oleh Biro Administrasi Akademik

dan Kemahasiswaaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

H. Sistematika Penulisan

Untuk menghindari kerancuan dalam pembahasan dan alur penelitian,

penulisan skripsi ini dibagi lima bab. Kelima bab tersebut secara ringkas dan

sederhana akan penulis uraikan dibawah ini.

Bab pertama berisi pendahuluan dari penelitian ini. Pada bab ini akan

dijelaskan gambaran umum tentang permasalahan yang akan diteliti. Gambaran

ini meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan

masalah yang dimaksudkan untuk mempertegas pokok-pokok masalah,

kemudian dilanjutkan dengan kajian pustaka, tujuan dan manfaat penelitian,

metode penelitian dan sistematika penulisan.

41

Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an ( Jakarta: Rajawali Press, 2013), h. 383-388. 42

Abdul Hayy al-Farmâwi, Metode Tafsir Maudhu’I dan Cara Penerapannya, Perj

Rosihon Anwar (Bandung : CV Pustaka Setia, 2002), h.39

15

Bab kedua merupakan lanjutan dari bab sebelumnya, tetapi pada

pembahasan bab ini, lebih kepada pengenalan dan biografi tokoh tafsir yang

penulis gunakan. Yaitu berisi tentang sub latar belakang penulisan tafsir,

metode penafsiran dan corak penafsiran, serta sistematika penulisan yang

digunakan oleh kedua tokoh tersebut.

Bab ketiga masuk kepada pembahasan mengenai ciri khas seranggga,

gambaran tentang al-Naml yang meliputi pengertian al-Naml (semut),

Pengertian al-Naml, al-Naml nama surah dalam al-Qur’an, al-Naml perspektif

al-Qur’an, al-Naml dalam pandangan sains, kemudian terdapat sub sistem kasta

semut, komunikasi antar semut, rumah dan makanan semut. Kemudian

dilanjutkan dengan kisah kehidupan semut.

Bab keempat, berisi tentang analisis Tafsir Kementerian Agama dan

Tafsir al-Mishbâh tentang kisah semut dan sulaiman dalam al-Qur’an yang

meliputi penafsiran Tafsir Ilmî Kementerian Agama dan Tafsir al-Mishbâh

tentang kisa semut dan sulaiman dalam al-Qur’an. Kemudian persamaan dan

perbedaan kedua tafsir tersebut, analisis pesan moral dari kehidupan semut dan

sulaiman, kemudian menjelaskan tentang sikap tolong menolong, menabung,

kerja keras, sabar, dan etos kerja.

Bab kelima, merupakan penutup dan hasil dari setiap bab pertama

sampai keempat. di dalam bab ini meliputi kesimpulan dari keseluruhan

pembahasan yang dibuat oleh penulis. Bab ini berusaha menjawab pertanyaan

yang dibuat pada perumusan masalah sehingga para pembaca dapat

mengetahui jawaban dari masalah tersebut.

16

BAB II

MENGENAL TAFSIR ILMÎ KEMENTERIAN AGAMA DAN TAFSIR Al-

MISHBÂH

A. Tafsir Ilmî Kementerian Agama

a. Sekilas Tentang Tafsir Ilmî Kementerian Agama

Tafsir secara bahasa adalah menjelaskan, menyingkap dan

menerangkan makna yang abstrak1. Menurut al-Zarkasyî tafsir adalah ilmu

untuk memahami kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad,

menerangkan makna-maknanya serta mengeluarkan hukum dan hikmah-

hikmahnya.2 Tafsir Ilmî merupakan sebuah upaya memahami ayat-ayat al-

Qur’an yang mengandung isyarat Ilmîah dari perspektif ilmu pengetahuan

modern.3

Tafsir Ilmî Kementerian Agama merupakan karya hasil perpaduan

Tafsir Al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan modern yang digagas oleh

Kementerian Agama RI melalui Bidang Litbang dan Diklat yang

dilaksanakan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur ’an (LPMA)

bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).4

Tafsir Ilmî ini mengeksplorasi ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara

mengenai alam dan fenomenanya.5 Metode yang digunakan mengikuti

kajian tafsir tematik yang lebih dahulu telah digarap. Hanya saja dalam

tafsir Ilmî fokus pada kajian saintifik ayat-ayat kauniyah dalam al-Qur’an.6

Tafsir Ilmî Kementerian Agama merupakan karya Tim yang melibatkan

1Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2006) h.282. Lihat Yusuf

Qardhawi, Berinteraksi dengan al-Qur’an, Terj Abdul Ayyie al-Kattani (Jakarta: Gema Insani

Press, 1999), h.283. 2Mannā Khalīl al-Qattān, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Terj Aunur Rafiq El-Mazni,

(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), h.409. 3Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains

(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012), h.xxii. 4Faizin, “Integrasi Agama dan Sains dalam Tafsir Ilmî Kementerian Agama,” Jurnal

Ushuluddin, no. 1 (Januari-Juni 2017): h. 24. 5Muhammad Shohib dkk, Profil Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (Jakarta: Lajnah

Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik

Indonesia, 2013), h.52. 6Ahmad Muttaqien, “Konstruksi Tafsir Ilmî Kemenag RI-LIPI: Melacak Unsur

Lepentingan Pemerintah dalam Tafsir,” no. 1 (Oktober, 2016): h.75.

17

banyak pihak, Tim pelaksana penyusun ini secara garis besar dapat

dikelompokkan menjadi dua Tim yaitu Tim Syar’i dan Tim Kauni.7

Tim Syar’i adalah tim yang menguasai persoalan kebahasaan dan hal

lain yang terkait penafsiran al-Qur’an seperti Asbâb al-Nuzȗl8, Munâsabah

ayat9, riwayat-riwayat dalam penafsiran, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya.

Tim Kauni adalah tim yang menguasai persoalan-persoalan saintifik,

seperti fisika, biologi, astronomi, farmasi dan lain-lainnya.10

Adapun tim penyusunan Tafsir Ilmî Hewan dalam Perspektif Al-

Qur’an dan Sains adalah terdiri atas pengarah, Kepala Badan Litbang dan

Diklat Kementerian Agama RI, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia dan Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.

Dan narasumber yaitu Prof. Dr. Umar Anggara Jenie, Apt, M.Sc. 11

,

Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA12

, Prof. Dr. M. Atho Mudzhar13

, Prof.

7Muhammad Julkarnain, “Epistemologi Tafsir Ilmî Kemenag: Tumbuhan dalam

Perspektif Al-Qur’an dan Sains,” Jurnal Penelitian Keislaman, no. 1 (Januari, 2014): h. 4. 8Asbâb al-Nuzȗl adalah peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat atau surat pada

waktu proses penurunan Al-Qur’an, lalu turun satu atau beberapa ayat yang menjelaskan hukum

pada peristiwa tersebut atau seperti pertanyaan yang dihadapkan kepada Rasul Saw, lalu turunlah

satu ayat atau beberapa ayat Al-Qur’an yang di dalamnya terrdapat jawabannya. (Lihat Anshori,

Ulumul Qur’an : Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta: Rajawali Press, 2016), h

.101. Lihat juga Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Al-Qur’an

dan Tafsir (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2009), h.89.) 9Munâsabah dari segi bahasa bermakna kedekatan. Ulama-ulama al-Qur’an menggunakan

kata munâsabah untuk dua makna. Pertama, hubungan kedekatan antara ayat atau kumpulan ayat-

ayat al-Qur’an satu dengan lainnya. Ini dapat mencakup banyak ragam, antara lain : a) Hubungan

kata demi kata dalam satu ayat. b) Hubungan ayat dengan ayat sesudahnya. c) Hubungan

kandungan ayat dengan fâshilah/penutupnya. d) Hubungan surah dengan surah berikutnya. e)

Hubungan awal surah dengan penutupnya. f) Hubungan nama surah dengan tema utamanya. g)

Hubungan uraian akhir surah dengan uraian awal surah berikutnya. Kedua, hubungan makna satu

ayat dengan ayat lain, misalnya pengkhususannya, atau penetapan syarat terhadap ayat lain yang

tidak bersyarat, dan lain-lain. (Lihat M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang: Lentera Hati,

2013), h.243-244.) 10

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains

(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012), h.xiv. 11

Beliau adalah Guru Besar Fakultas Farmasi UGM Prof. Dr. Umar Anggara Jenie

merupakan satu di antara 14 tokoh nasional yang mendapatkan penghargaan dari Komis Nasional

Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta. Beliau

juga menerima penghargaan UNESCO di bidang Sains. 12

Mengungkap sosok M. Quraish Shihab beliau adalah seorang ulama yang sangat piawai

di hampir semua bidang kajian ilmu agama, seperti nahwu, sharaf, ilmu hadis, ilmu al-Qur’an,

ilmu kalam, bahasa, fiqh,balâghah, dan tafsir. (Lihat Hasani Ahmad Said, Diskurusus Munasabah

al-Qur’an dalam Tafsir al-Mishbâh (Jakarta: Amzah, 2015), h.81.) sosoknya juga sering tampil di

berbagai media untuk memberikan siraman ruhani dan intelektual. Beliau juga Dosen (Guru Besar)

Pascasarjana UIN Jakarta dan Direktur Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ) Jakarta. (Lihat M. Quraish

Shihab, Lentera al-Qur’an Kisah dan Hikmah Kehidupan (Bandung: Mizan, 2008), h.5.

18

Dr. dr. M. Kamil Tajudin14

, Dr. Ahsin Sakho Muhammad, MA15

. Yang di

Ketuai oleh Prof. Dr. Hery Harjono16

dan wakil ketua Dr. Muchlis M.

Hanafi, MA17

, serta sekretaris Prof. Dr. Muhammad Hisyam18

.

Adapun anggota-anggotanya yaitu Prof. Dr. Thomas Djamaluddin19

,

Prof. Dr. Arie Budiman20

(alm.), Prof. Safwan Hadi, Ph.D21

, Prof. Dr.

Hamdani Anwar, MA22

, Prof. Dr. M. Darwis Hude, M.Si23

, Prof. Dr. E.

13

Mohamad Atho Mudzar beliau adalah guru besar dalam Sosiologi Hukum Islam di

Fakultas Syari’ah dan Hukum (FSH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beliau juga pernah

menjabat sebagai rektor di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dan menjadi Kepala Badan Litbang

dan Diklat Kementerian Agama (2002-2007). (Lihat Mohammad Atho Mudzhar, Muhammad

Maksum, Fikih Responsif Dinamika Integrasi Ilmu Hukum, Hukum Ekonomi dan Hukum

Keluarga (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), h.349. dan Mohammad Atho Mudzhar, Fatwa-

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Jakarta: INIS, 1993), h.167.) 14

Beliau adalah mantan rektor Universitas Indonesia (1994-1998), Ketua Badan

Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Beliau di anugerahkan penghargaan emas pada acara

“Golden Annyversary 50 Tahun mengabdi untuk bangsa (1962-2012)” Penghargaan diberikan

berkat dedikasi, peranan, dan pengabdian dalam bidang kedokteran dan pendidikan selama 50

tahun untuk bangsa Indonesia. 15

Beliau adalah seorang pakar bidang Qiraat dan Ilmu-Ilmu al-Qur’an, penguasaannya

yang mendalam tentang ilmu-ilmu al-Qur’an menarik perhatian banyak kalangan. Beliau mengajar

di Perguruan Ilmu al-Qur’an (PTIQ) dan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Lihat Ahsin Sakho

Muhammad, Oase al-Qur’an Penyejuk Kehidupan (Jakarta: Qaf, 2017), h. 5-7.) 16

Beliau adalah peneliti utama di Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI) beliau membawahi

bidang penelitian geofisika teoritik. 17

Dr. Muchlis M. Hanafi, MA seorang lulusan Universitas Kairo S1 hingga S3 di jurusan

Tafsir dan Ilmu-Ilmu al-Qur’an beliau saat ini menjabat sebagai Kepala Lajnah Petashihan Mushaf

al-Qur’an beliau merupakan pakar tafsir al-Qur’an, beliau sering menjadi penerjemah, salah

satunya ketika beliau menjadi penerjemah Presiden Jokowi ketika ada Raja Salman datang ke

Indonesia. 18

Beliau adalah ilmuan LIPI dan profesor riset yang berasal dari bidang ilmu oseanografi,

politik dan komunikasi antar budaya. Beliau memberikan orasi Ilmiah dalam bidang komunikasi

antar budaya dengan judul Dinamika Pelaksanaan Syariah di Indonesia. 19

Beliau adalah lulusan Astronomi ITB masuk LAPAN menjadi peneliti antariksa.

Kemudian beliau melanjutkan program S2-S3 ke Jepang di Departemen Of Astronomy, Kyoto

University. Sekarang beliau menjadi Kepala LAPAN hingga saat ini. Lihat (Thomas Djamaluddin,

Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Umat (Jakarta: Lembaga Penerbangan dan Antariksa

Nasional (LAPAN), 2011). 20

Beliau adalah peneliti di bidang Zoologi dan seorang Kepala Pusat Penelitian Biologi

LIPI. Bidang Zoologi ini mempelajari setiap jenis Jism yang bergerak, makan, tumbuh, dan

merasakan yang berjalan diatas bumi, dan di dalam bumi terbang di udara, berenang di air, atau

merangkak dan melata di tanah (Lihat Khumadi, Paradigma Sains Integratif Al-Farabi :

Pendasaran Filosofis Bagi Relasi Sains, Filsafat, dan Agama (Jakarta: Sandra Press, 2015), h. 88. 21

Beliau adalah Guru besar teknik Oseanografi ITB Oseanografi atau ilmu kelautan

merupakan bidang ilmu yang mempelajari tentang sifat, fenomena, penggambaran terhadap

laut/samudra, serta bentangan irisannya. Ilmu ini merupakan keilmuan yang relatif muda terutama

di Indonesia. (Lihat Noir Primadona Purba, Widodo Setiyo Pranowo, Dinamika Oseanografi

Deskripsi Karakteristik Massa Air dan Sirkulasi Air Laut (Bandung: Unpad Press, 2015), h.i. 22

Beliau ahli dalam bidang kepakarannya adalah ilmu-ilmu Al-Quran (Ulum al-Quran)

dan ilmu pengetahuan keagamaan yang sudah tidak diragukan lagi. 23

Saat ini beliau sebagai Direktur Program Pascasarjana, beliau juga aktif sebagai

konsultan, supervisor, dewan pakar, Pembina di beberapa lembaga pendidikan dan kajian. Beliau

juga tercatat sebagai Dewan Hakim Nasional MTQ. Beberapa jabatan juga pernah disandang

19

Syibli Syarjaya, LML , Prof. Dr. M. Rahman Djuwansah24

, Dr. H. Meodji

Raharto25

, Dr. Soemanto Imamkhasani (alm.)26

, Dr. Hoeman Rozie Sahil,

Dr. Ali Akbar, dan Dra. Endang Tjempakasari, M.Lib . Dan staf

sekretariatan terdiri dari H. Zarkasi, MA; H. Deni Hudaeny AA, MA; Joni

Syatri, MA; Muhammad Musadad, S.Th.I.; dan Muhammad Fatichuddin,

S.S.I.27

b. Latar Belakang Penulisan Tafsir Ilmî Kementerian Agama

Tafsir Ilmî termasuk pada bidang pengkajian Al-Qur’an yang

muncul karena masyarakat Islam Indonesia tidak saja memerlukan mushaf

Al-Qur’an yang shahih dan benar dari sisi penulisannya, tetapi juga shahih

dan benar dari sisi pemahamannya. Bidang pengkajian Al-Qur’an bertugas

menyusun rencana dan program, melaksanakan program, melaksanakan

pengembangan dan pengkajian Al-Qur’an, penerbitan mushaf, terjemah,

dan tafsir Al-Qur’an, serta melakukan sosialisasi dan pelaporan hasil

pengkajian Al-Qur’an.28

Di dalam sambutan yang disampaikan oleh menteri agama, H.

Suryadharma Ali setidaknya pembuatan tafsir Ilmî mensiratkan beberapa

tentang mengapa Kementerian Agama RI merasa perlu untuk membuat

seperti sebagai Manajer Departemen Manhaj Islami, Ketua Pusat Bimbingan Psikologi dll (Lihat

M Darwis Hude, Emosi Penjelajah Religio Psikologis Tentang Manusia di Dalam al-Qur’an

(Jakarta: Erlangga, 2006) 24

Beliau ahli di bidang kepakaran Pertanian Kedokteran Hewan dan Lingkuan, Ilmu

Tanah dan Air selain itu beliau juga menjadi bagian Tim Tafsir Ayat Kauniyah LIPI Kementerian

Agama. 25

Dr. H. Meodji Raharto ia merupakan salah satu astronom /ahli falak Indonesia yang

menaruh perhatian besar terhadapkalender Islam. Ia menjadi dosen di Departemen Astronomi

FMIP ITB. Ia banyak terlibat dalam berbagai penelitian astronomi salah satunya

pengalaman menjadi peneliti tamu di Observatorium Kiso-Universitas Tokyo, Jepang tahun 1982-

1983. ( Lihat https://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita/mengenal-lebih-dekat-moedji-raharto-

maestro-astronom-indonesia, di akses pada 30Januari 2019) 26

Beliau adalah Kepala Balai Kimia Analitik Puslitbang Kimia Terapan LIPI pada 1993-

1996. Pengalaman beliau dalam bidang penelitian dan pendidikan kimia serta pengembang

labotarium, telah mendorong pengembangan berbagai paket kursus/training sejak 1983 dalam

bidang keselamatan dan kesehatan kerja kimia serta metode analisis kimia. 27

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains,

h.xiv. 28

Nidaa Uikhusna, “Konsep Penciptaan Alam Semesta (Studi Komparatif Antara Teori M

Stephen Hawking dengan Tafsir Ilmî Penciptaan Jagat Raya, Kementerian Agama RI),” (Skripsi

S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013) h. 54-55.

20

Tafsir Ilmî, diantaranya adalah “Iqra”; masukan dari para ulama dan

pakar-pakar ilmu; menghadirkan misi Islam yang universal.

Pertama, kesadaran “Iqra” dalam pandangan kementerian agama.

Merupakan perintah Allah untuk membaca. Kesadaran membaca ini

dimaknai secara mendalam dan menjadi basis bagi revolusi ilmu

pengetahuan (scientific revolution). Al-Qur’an menjadi ispirasi penting

(bahkan wajib) untuk memahami al-Qur’an dengan perspektif ilmu

pengetahuan mengenai ayat-ayat tersurat dan tersirat.29

Kedua, kaya tafsir Ilmî oleh Kementerian Agama RI ini ditulis atas

dorongan dan masukan para ulama dan pakar-pakar ilmu pengetahuan atas

alasan yang mendasar yaitu mengajak masyarakat Indonesia untuk

mengamati dan memerhatikan alam semesta yang terbentang luas,

termasuk pengamatan diri sendiri dengan melakukan pendekatan teori-

teori ilmu pengetahuan yang telah teruji dan berefek pada kokohnya

keimanan kepada Allah dengan segala kekuasaannya dalam penciptaan

dan pemeliharaan alam semesta.

Ketiga, Kementerian Agama RI merasa perlu untuk menghadirkan

Islam yang universal, kesan yang ingin dimunculkan dalam pembuatan

karya Tafsir Ilmî ini adalah nilai-nilai universalitas yang terkandung dalam

al-Qur’an dan kaitannya dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi dalam kehidupan manusia modern melalui petunjuk-petunjuk al-

Qur’an.30

Penyusunan Tafsir Ilmî ini dilakukan melalui serangkaian kajian

yang dilakukan secara kolektif dengan melibatkan para ulama dan ilmuan,

baik dari Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, LIPI, LAPAN,

Observatorium Bosscha, dan beberapa perguruan tinggi. Para ulama,

akademisi, dan peneliti yang terlibat dibagi dalam dua tim, yaitu Tim

29

Julkarnain, “Epistemologi Tafsir Ilmî Kemenag: Tumbuhan dalam Perspektif Al-Qur’an

dan Sains,” h. 6. 30

Julkarnain, “Epistemologi Tafsir Ilmî Kemenag: Tumbuhan dalam Perspektif Al-Qur’an

dan Sains,” h. 6.

21

Syar’I dan Tim Kauni, yang keduanya mempunyai tugas dan tanggung

jawabnya masing-masing. 31

c. Metode dan Corak Tafsir Ilmî Kementerian Agama

Dinamika penafsiran al-Qur’an tidak pernah mengalami stagnasi,

sejak kitab suci tersebut diturunkan kepada Nabi Muhammad. Berbagai

macam metodologi dan corak penafsiran telah ditawarkan oleh para

mufasir. Aktivitas penafsiran akan selalu mengalami dinamika

perkembangan dan tidak akan sampai pada titik final, hal itu seiring

dengan tuntutan perkembangan zaman.32

Menurut al-Farmâwî sampai saat

ini terdapat empat metode penafsiran yaitu metode Tahlîlî33

, metode

Ijmâlî34

, metode Muqâran35

,dan metode Maudhȗ’î36

.Bagian Tahlîlî sendiri

mencankup beberapa aliran lagi, yaitu bi al-mat’sȗr37

, al-ra’y38

, Shȗfî39

,

fiqhî40

, falsafî41

, ilmî dan adabî ijtimâ’î.42

31

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains,

h.xxv 32

Jauhar Azizy, “Pluralisme Agama dalam Al-Qur’an: Telaah Terhadap Tafsir

Kementerian Agama,” (Tesis Sekolah Pascasarjana, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h. 45-

46. 33

Tafsir Tahlîlî adalah tafsir yang menyoroti ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan

segala makna dan aspek yang terkandung di dalamnya sesuai urutan bacaan yang terdapat dalam

al-Qur’an Mushaf ‘Utsmani. (Lihat M. Quraish Shihab, dkk, Sejarah dan Ulumul Qur’an

(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013) h.172. Lihat Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya

(Jakarta: Kementerian Agama RI, 2012), h.68. Lihat Anshori, Ulumul Qur’an Kaidah-Kaidah

Memahami Firman Tuhan (Jakarta: Rajawali Press, 2013). h.208.) 34

Tafsir Ijmâlî yaitu menafsirkan al-Qur’an secara singkat dan global, tanpa uraian

panjang lebar. (Ali Hasan Al-‘Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Terj Ahmad Arkom. (Jakarta:

PT RajaGrafindo Persada, 1994), h.73.) 35

Metode muqâran yaitu membandingkan ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki persamaan

atau kemiripan redaksi yang berbicara tentang masalah atau kasus yang berbeda, dan yang

memiliki redaksi yang berbeda bagi masalah atau kasus yang sama atau diduga sama. (Lihat

Anshori, Tafsir Bil Ra’yi Memahami Al-Qur’an dengan Ijtihad (Jakarta: Gaung Persada, 2010),

h.86.) 36

Metode maudhȗ’î ialah metode yang menafsirkan dengan menghimpun semua ayat dari

berbagai surah yang berbicara tentang suatu masalah tertentu yang dianggap menjadi tema sentral.

( Lihat Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan) (Jakarta:

Kementerian Agama RI, 2012) h.70 37

Tafsir bil al-mat’sȗr adalah penjelasan Al-Qur’an sendiri dari Rasulullah Saw, yang

disampaikan kepada para sahabat, dari para sahabat berdasarkan ijtihadnya, dan dari para tabi’in

juga berdasarkan ijtihadnya. (Lihat Abdul Hayy al-Farmâwi, Metode Tafsir Maudhu’I dan Cara

Penerapannya, Terj Rosihon Anwar (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002) h.24 38

Tafsir al-ra’y adalah tafsir yang di dalam nya menjelaskan maknanya mufasir yang

hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan menyimpulkan (istinbât) yang didasarkan pada

ra’yu semata. (Lihat Mannâ Khalîl al-Qaṯṯân, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Perj Mudzakir (Jakarta:

Litera ANtarNusa, 2010), h.488.)

22

Metode yang digunakan dalam Tafsir Ilmî ini adalah metode

tematik (Maudhȗ’î). Metode ini mengarah pada tema tertentu kemudian

mencari pandangan al-Qur’an mengenai tema tersebut dengan cara

menghimpun semua ayat yang membicarakannya, menganalisis, dan

memahami ayat demi ayat. Jika tafsir tematik Kemenag sebelumnya lebih

fokus mengangakat isu-isu komtemporer, maka tema-tema yang diangkat

dalam Tafsir Ilmî Kemenag ini adalah persoalan kauniyah atau kosmos.43

Seiring dengan berjalannya waktu, ilmu tafsir al-Qur’an telah

menelurkan beragam corak penafsiran, sesuai dengan keahlian dan

kecenderungan mufassir serta perkembangan zaman yang

melingkupinya44

. Setiap penafsir akan menghasilkan corak tafsir yang

berbeda tergantung dari latar belakang ilmu pengetahuan, aliran kalam,

mahzab fikih, kecenderungan sufisme dari mufassir itu sendiri sehingga

kitab tafsir yang dihasilkan akan mempunyai berbagai corak.45

Tafsir bercorak Ilmî berusaha untuk membahas istilah-istilah ilmu

pengetahuan dalam penuturan ayat-ayat Al-Qur’an, serta upaya untuk

menggali dimensi-dimensi keilmuan dan mengungkap pandangan-

pandangan secara falsafi. Penafsiran dalam corak Ilmî berusaha untuk

memahami ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan sains modern dan

selanjutknya menyingkap kemukjizatannya (petunjuk-petunjuk) terkait

39

Tafsir Shȗfî adalah tafsir yang ditulis oleh para sufi. (Lihat Gus Arifin dan Suhendri

Abu Faqih, Al-Qur’an Sang Mahkota Cahaya (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010), h.75). 40

Tafsir fiqhî yakni salah satu corak tafsir yang membahas dan berorientasi pada

persoalan-persoaln hukum islam. (Lihat M. Alfatih Suryadilaga dkk, Metodologi Ilmu Tafsir

(Yogyakarta: Teras, 2005), h.44). 41

Tafsîr al-Falâsifah, yakni menafsirkan ayat-ayat Alquran berdasarkan pemikiran atau

pandangan falsafi, seperti tafsir bi al-Ra`yi. (Lihat Syafieh, “Perkembangan Tafsir Falsafi dalam

Ranah Pemikiran Islam,” Jurnal At-Tibyan Vol 2, no 2 ( Juli-Desember 2017): h.4.) 42

Racmat Syafe’I, Pengantar Ilmu Tafsir (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h.253. 43

Muttaqien, “Konstruksi Tafsir Ilmî Kemenag RI-LIPI: Melacak Unsur Kepentingan

Pemerintah dalam Tafsir,” h. 78. 44

Wahyudin, “Corak dan Metode Tafsir Bint Al-Shati’ Studi atas al-Tafsir al-Bayâniy li

al-Qur’an al-Karîm,” (Jurnal Episteme, no 1 (Juni 2014): h. 118. 45

Ed., Hasani Ahmad Syamsuri, Studi Ulumul Qur’an (Jakarta: Zikra Multi Service,

2009) h. 230.

23

dengan informasi-informasi sains. Argumentasi ini didukung oleh

pendekatan dominan yang digunakan dalam menuliskan karya tafsir ini. 46

d. Sistematika Penulisan Tafsir Ilmî Kementerian Agama

Tim penyusunan Kementerian Agama menggunakan poin-poin

yang ditetapkan oleh Lembaga Pengembangan al-I’jâz al-Qur’an dan

Sunnah yang diselenggarakan oleh Râbitah ‘Âlam Islâmî, langkah-langkah

tersebut adalah Pertama memerharikan arti dan kaidah-kaidah kebahasaan.

Kedua, Memerhatikan konteks ayat yang ditafsirkan, sebab ayat-ayat dan

surah Al-Qur’an, bahkan kata dan kalimatnya, saling berkorelasi. Ketiga,

Memperhatikan hasil-hasil penafsiran dari Rasulullah Saw selaku

pemegang otoritas tertinggi, para sahabat, tabiin, dan para ulama tafsir,

terutama yang menyangkut ayat yang akan dipahaminya. Keempat, Tidak

menggunakan ayat-ayat yang mengandung isyarat Ilmîah untuk

menghukumi benar atau salahnya sebuah hasil penemuan Ilmîah. Kelima,

Memperhatikan kemungkinan satu kata atau ungkapan mengandung

sekian makna, kendatipun kemungkinan makna itu sedikit jauh (lemah),

seperti dikemukakan pakar bahasa Arab, Ibnu Jinnî, dalam al-Khasâ’is

(2/488). Al-Gamrawî, seorang pakar tafsir Ilmiah Al-Qur’an Mesir,

mengatakan, “Penafsiran al-Qur’an hendaknya tidak terpaku pada satu

makna. Selama ungkapan itu mengandung berbagai kemungkinan dan

dibenarkan secara bahasa, maka boleh jadi itulah yang dimaksud Tuhan.”.

Keenam, Untuk bisa memahami isyarat-isyarat Ilmîah hendaknya

memahami betul segala sesuatu yang menyangkut objek bahasan ayat,

termasuk penemuan-penemuan Ilmîah yang berkaitan dengannya. Ketujuh,

Sebagai ulama menyarankan agar tidak menggunakan penemuan-

penemuan Ilmîah yang masih bersifat teori dan hipotesis, sehingga dapat

berubah.47

Sebab, teori tidak lain adalah hasil sebuah “pukul rata” terhadap

46

Julkarnain, “Epistemologi Tafsir Ilmî Kemenag: Tumbuhan dalam Perspektif Al-Qur’an

dan Sains,” h. 10-11 47

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains,

h. xxiv-xxv.

24

gejala alam yang terjadi. Begitupun hipotesis masih dlam taraf ujicoba

kebenarannnya. Dalam kasus ini yang digunakan adalah penelitian-

penelitian yang telah mencapai tingkat hakikat kebenaran Ilmîah yang

tidak bisa ditolak lagi oleh akal manusia.48

B. Tafsir al-Mishbâh

a. Biografi Singkat dan Pemikirannya

Muhammad Quraish Shihab, lahir di Rappang, Sulawesi Selatan,

16 Febuari 1944.49

Beliau berasal dari keturunan Arab terpelajar. Ayahnya,

Abdurrahman Shihab (1905-1986) adalah seorang ulama tafsir dan guru

besar dalam bidang tafsir di IAIN Alaudin, Ujung Pandang. Di samping

sebagai wiraswastawan, Abdurrahman Shihab sudah aktif mengajar dan

berdakwah sejak masih muda. Bahkan di tengah kesibukkan beliau, beliau

selalu menyempatkan diri untuk membaca al-Qur’an dan kitab tafsir.50

Quraish Shihab menyelesaikan sekolah dasarnya di kota Ujung

Pandang. Ia kemudian melanjutkan sekolah menengahnya di kota Malang

sambil belajar agama di Pesantren Dar al-Hadits al-Fiqhiyah.51

Pada awal

1958 ia berangkat ke kairo, Mesir untuk melanjutkan studi, dan beliau

diterima di kelas II Tsanawiyah Al-Azhar. Setelah itu pada 1967, beliau

meraih gelar Lc (S-1) di jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin

Universitas al-Azhar Kairo Mesir. Kemudian beliau melanjutkan

pendidikannya S2 di fakultas yang sama. Pada tahun 1969 beliau berhasil

meraih gelar Master of Art (MA) untuk spesialisasi bidang Tafsir al-

Qur’an dengan tesis berjudul al-I’jaz al-Tasyri’I li al-Qur’an al-Karim.52

Pada tahun 1980 beliau melanjutkan pendidikannya di Universitas

yang sama yaitu Universitas Al-Azhar, Kairo. Dalam jangka dua tahun

48

Julkarnain, “Epistemologi Tafsir Ilmî Kemenag: Tumbuhan dalam Perspektif Al-Qur’an

dan Sains,” h. 12 49

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 2013), h.7. 50

Mahfudz Masduki, Tafsir al-Mishbâh M. Quraish Shihab: Kajian Atas Amtsal Al-

Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2012), h.9. 51

Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT

Raja Grafindo3, 2005), h. 363. 52

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), h.270.

25

beliau berhasil menyelesaikan program doktoral dan memperoleh gelar

doktor pada 1982. Disertasinya berjudul Nazm al-Durar li al-Biqa’iy,

Tahqiq wa Dirasah. Dan beliau lulus dengan yudisium Summa Cum Laude

dengan penghargaan tingkat 1 (Mumtaz ma’a martabat as-Syaraf al-

Ula).53

Sekembalinya ke Indonesia, tahun 1984 beliau melanjutkan

karirnya. Beliau pindah tugas dari IAIN Ujung Pandang ke Fakultas

Ushuluddin di IAIN Jakarta. Di sini beliau aktif mengajar bidang Tafsir

dan Ulum Al-qur’an di program S1, S2, dan S3 sampai tahun 1988. Di

samping melaksanakan tugas pokoknya sebagai dosen, ia juga dipercaya

menduduki jabatan sebagai rector IAIN Jakarta selama dua periode (1922-

1996 dan 1977-1998). Setelah itu beliau dipercaya menduduki jabaatan

sebagai Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan di awal tahun

1998, hingga kemduian diangakat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan

berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk negara Republik Arab

merangkap Republik Djibauti berkedudukan di Kairo.54

Quraish Shihab sangat aktif sebagai penulis. Di harian umum

Pelita, pada setiap rabu beliau menulis dalam rubric “Pelita Hati”. Beliau

juga mengasuh rubrik “Tafsir Al-Amanah” dalam majalah dua mingguan

yang terbit di Jakarta. Beliau juga tercatat sebagai anggota Dewan Redaksi

majalah Ulumul Qur’an dan Mimbar Ulama keduanya terbit di Jakarta.55

Quraish Shihab mendapatkan motivasi awal dan benih kecintaan

terhadap bidang studi tafsir dari ayahnya yang sering mengajak anak-

anaknya duduk bersama setelah magrib. Pada saat-saat seperti inilah sang

ayah menyampaikan nasihatnya yang kebanyakan berupa ayat-ayat al-

Qur’an. Beliau kecil telah mempelajari dan menjalani kecintaan terhadap

al-Qur’an sejak umur 6-7 tahun. Beliau juga mengikuti pengajian al-

Qur’an yang diadakan oleh ayahnya sendiri. Beliau mengaji membaca al-

Qur’an, dan ayahnya pun menguraikan secara sepintas kisah-kisah dalam

53

Mahfudz Masduki, Tafsir al-Mishbâh M. Quraish Shihab: Kajian Atas Amtsal Al-

Qur’an, h.12. 54

Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, h. 364. 55

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h.272.

26

al-Qur’an. Di sinilah benih-benih kecintaannya terhadap al-Qur’an mulai

tumbuh.56

Gagasan dan pemikiran Quraish Shihab dapat ditelusuri pada

sejumlah karya Ilmîahnya dan pesan-pesan dakwah yang

disampaikannya.57

Beliau sangat aktif dalam berbagai kegiatan yang

berhubungan dengan pengembangan pendidikan, juga memiliki pemikiran

yang berkaitan dengan pendidikan. Pemikiran beliau dalam bidang

pendidikan tersebut dipengaruhi oleh keahliannya dalam bidang tafsir Al-

Qur’an yang dipadukan dengan penguasaanya yang mendalam terhadap

berbagai ilmu lainnya baik ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu pengetahuan

umum serta konteks masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, beliau telah

berhasil membumikan gagasan al-Qur’an tentang pendidikan dalam arti

yang sesungguhnya,yakni sesuai dengan alam pikiran masyarakat

Indonesia.58

b. Sekilas Tentang Tafsir Al-Mishbâh

Tafsir Al-Mishbâh adalah tafsir Al-Quran lengkap 30 juz yang

ditulis oleh ahli tafsir terkemuka Indonesia yaitu M. Quraish Shihab. Ke-

Indonesiaan penulis memberi warna yang menarik dan khas serta sangat

relevan untuk memperkaya khazanah pemahaman dan penghayatan kita

terhadap rahasia makna ayat-ayat Allah.59

Selain itu, tafsir ini juga

merupakan sumber rujukan utama dalam bidang tafsir dan referensi

penting di Indonesia.60

Di dalam tafsir al-Mishbâh ini beliau berusaha untuk

memperkenalkan al-Qur’an dengan model dan gaya berbeda. Perbedaan

yang dimaksud ialah bahwa ia berusaha untuk menghidangkan bahasan

56

Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an (Yogyakarta, Pustaka Insan

Madani, 2008), h.238. 57

Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, h. 367 58

Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, h. 373-374 59

Asep Hilmi, “Konsep Hidup Sejahtera Perspektif Al-Qur’an (Studi Komparatif

Penafsiran M. Quraish Shihab dan Hamka),”(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam

Negeri Jakarta, 2018), h. 29. 60

Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir al-Mishbâh

(Jakarta: Amzah, 2015), h.117.

27

setiap surah pada apa yang disebut dengan tujuan surah atau tema pokok

surah. Sebab, setiap surah memiliki tema pokok-nya sendiri-sendiri, dan

pada tema itulah berkisar uraian-uraian ayat-ayatnya.61

Disisi lain, buku tafsir ini juga sebagai tanggapan terhadap kritikan

masyarakat yang menilai karya Quraish Shihab sebelumnya “Tafsir al-

Qur‟an al-Karim” yang dianggap terlalu banyak pembahasan dalam

uraian tentang pengertian kosa kata atau kaidah-kaedah yang disajikan.

Maka, tafsir al-Mishbâh ini tidak lagi menguraikan pengertian

penekananya dari kitab tafsir sebelumnya.62

Ada beberapa prinsip yang dipegang oleh beliau dalam karya

tafsirnya ini, diantaranya bahwa al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang

tidak dapat terpisahkan. Di dalam tafsir al-Mishbâh, Quraish Shihab tidak

pernah luput dari pembahasan ‘Ilmu al-Munasabah yang tercermin dalam

enam hal, yaitu: keserasian kata demi kata dalam satu surah, keserasian

kandungan ayat dengan penutup ayat (fawasil), keserasian hubungan ayat

dengan ayat berikutnya, keserasian uraian awal/mukaddimah satu surah

dengan penutupnya, keserasian penutup surah dengan uraian

awal/mukaddimah surah sesudahnya, dan keserasian tema surah dengan

nama surah.63

c. Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Mishbâh

Mengenal sosok M. Quraish Shihab tidak bisa terluput dari

perhatian terhadap tafsir al-Mishbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-

Qur’an sebagai karya terbesarnya dalam bidang tafsir. Beliau termasuk

ulama Indonesia yang banyak menulis berbagai disiplin ilmu pengetahuan,

seperti ‘ulȗm al-Qur’an, tafsir, hadis, fiqh,dan sosial kemasyrakatan.64

61

Mahfudz Masduki, Tafsir al-Mishbâh M. Quraish Shihab: Kajian Atas Amtsal Al-

Qur’an, h.19. 62

Hilmi, “Konsep Hidup Sejahtera Perspektif Al-Qur’an (Studi Komparatif Penafsiran M.

Quraish Shihab dan Hamka),” h. 29-30. 63

Muhammad Iqbal, Jurnal Tsaqafah Metode Penafsiran Al-Qur’an M. Quraish

Shihab.h.260 64

Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir al-Mishbâh. h.117.

28

M. Quraish shihab memulai penulisan Tafsir Al-Mishbâh pada

Jum’at 18 Juni 1999. Awalnya hanya ingin menulis maksimal 3 volume,

tapi kenikmatan ruhani yang direguknya dari mengkaji Ilahi, seperti

membiusnya untuk terus menulis dan menulis. Dan tepat pada Jum’at, 5

september 2003 penulisan jilid terakhir Tafsir al-Mishbâh itu tuntas.65

Tafsir al-Mishbâh berjumlah 15 volume yang dicetak oleh Lentera Hati.

Jika dilihat lebih jauh, tafsir ini disusun berdasarkan sistematika yang

dimulai dari penamaan surat disertai penjelasannya, kemudian masuk ke

penjabaran ayat dalam sebuah kelompok yang terdiri atas beberapa ayat.

Dari setiap ayat dijelaskan secara panjang lebar. Selain itu, disuguhkan

munasabah dengan ayat lain, termasuk juga dengan pengelompokkan

berikutnya.66

Latar belakang penulisan tafsir al-Mishbâh karena beliau ingin

membantu manusia untuk memperdalami pemahaman dan penghayatan

mengenai islam dan ingin menjadikan tafsir ini sebagai pelita bagi umat

Islam yang menghadapi berbagai persoalan hidup.67

Motivasi beliau dalam penulisan tafsir al-Mishbâh adalah beliau

merasa terpanggil untuk memperkenalkan al-Qur’an dan meyuguhkan

pesan-pesannya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat itu.68

Kemudian motivasi beliaupunsejalan dengan penegasan yang disampaikan

oleh Ibn Katsir dalam muqaddimah tafsirnya, “menjadi kewajiban para

ulama untuk mengungkapkan maksud dari kalam Ilahi, menafsirkannnya,

mempelajarinya, dan mengajarkannya”.69

65

Mauluddin Anwar dkk, Cahaya, Cinta dan Canda (Ciputat: Lentera Hati, 2015), h.282. 66

Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir al-Mishbâh. h.118. 67

Nurdin, Kajian Tafsir Kontemporer di Indonesia : Studi Terhadap Pemikiran M.

Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Mishbâh, h.29 68

Mahfudz Masduki, Tafsir al-Mishbâh M. Quraish Shihab: Kajian Atas Amtsal Al-

Qur’an, h.18. 69

Monaya Fathiyyah, “Study Komparatif Pemikiran Quraish Shihab dan Sayyid Qutb

Tentang Makna Kamal dan Tamam dalam Al-Qur’an,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011), h.29.

29

d. Metode dan Corak Tafsir Al-Mishbâh

Metode dalam bahasa arab dikenal sebagai tharîqah yaitu cara atau

jalan yang teratur untuk mencapai suatu maksud70

. Studi atas hasil karya

penafsiran para ulama sekarang ini, secara umum menunjukkan bahwa

mereka menggunakan metode-metode penafsiran yaitu metode tahlîlî,

metode ijmâlî, metode muqâran,dan metode maudhȗ’î.71

M. Quraish Shihab di dalam tafsir al-Mishbâh menggunakan

metode tahlîlî, karena dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an beliau

memberikan perhatian sepenuhnya kepada semua aspek yang terkandung

dalam ayat yang ditafsirkannya dengan tujuan menghasilkan makna yang

benar dari setiap ayat sesuai urutan bacaan yang terdapat dalam mushaf al-

Qur’an.72

Dan terdapat penekanan dalam uraian-uraian tafsir itu adalah

pada pengertian kosa-kata dan ungkapan-ungkapan al-Qur’an dengan

merujuk kepada pandangan pakar bahasa dan ulama tafsir, kemudian

memperhatikan kosa-kata atau ungkapan itu digunakan oleh al-Qur’an.73

Corak dapat diartikan sebagai kecenderungan atau spesifikasi

keilmuan seorang mufassir. Hal ini tentu dilatarbelakangi oleh pendidikan,

lingkungan dan akidahnya (keyakinannya).74

Tafsir al-Mishbâh dapat

dikategorikan dalam corak adab al-ijtimâ’î (sosial kemasyrakatan). Tafsir

dengan corak ini tidak hanya menekankan pada tafsir lughawî, tafsir fiqhî,

tafsir ‘ilmî, dan tafsir isyârî, tetapi juga menekankan pada kebutuhan sosial

masyarakat.75

e. Sistematika Penulisan Tafsir Al-Mishbâh

Sistematika penulisan Tafsir al-Mishbâh dimulai dari pengantar

yang menjelaskan surah secara global. Kemudian penulisan ayat-ayat

dikelompokkan ke dalam tema-tema tertentu sesuai dengan urutannya, lalu

70

Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir al-Mishbâh. h.121.

Lihat Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an (Jakarta: Rajawali Press,2014), h 378. 71

Abdul Hayy al-Farmâwî, Metode Tafsir Maudhu’I dan Cara Penerapannya, Terj

Rosihon Anwar, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002), h.23. 72

Mahfudz Masduki, Tafsir al-Mishbâh M. Quraish Shihab: Kajian Atas Amtsal Al-

Qur’an, h.36. 73

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h.284. 74

Anshori, Ulumul Qur’an Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan. h.217. 75

Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir al-Mishbâh. h.124.

30

diikuti dengan terjemahannya. Beliau juga menguraikan kosa kata yang di

pandang perlu dalam menafsirkan makna ayat. Ayat dan hadis yang

dijadikan penguat atau bagian dari tafsirnya hanya ditulis terjemahannya

saja. Adapaun jumlah keseluruhan tafsir al-Mishbâh sebagai berikut:76

Volume Isi Jumlah Halaman

1 Q.S al-Fâtihah – QS. al-Baqarah 624

2 Q.S Âli Imrân – QS. an-Nisâ’ 659

3 Q.S Al-Mâidah 257

4 Q.S Al-An’âm 366

5 QS. al-A’râf, QS. al-Anfâl, QS. at-Taubah 756

6 QS. Yȗnus, QS. Hȗd, QS. Yȗsuf, QS. Ar-

Ra’d

611

7 QS. Ibrâhîm, QS. Al-Hijr, QS. An-Nahl,

QS Al-Isrâ’

585

8 QS. Al-Kahfi, QS. Maryam, QS. Thâhâ,

QS. Al-Anbiyâ’

524

9 QS. Al-Hajj, QS. Al-Mu’minȗn, QS. An-

Nȗr, QS. Al-Furqân

554

10 QS. Asy-Syu’arâ’, QS. An-Naml, QS Al-

Qashah, QS. Al-‘Ankabȗt

547

11 QS. Ar-Rȗm, QS.Luqmân, QS. As-

Sajdah, QS Al-Ahẑab, QS. Saba’, QS.

Fâthir, QS. Yâsîn

582

12 QS. Ash-Shâffât, QS. Shâd, QS. Az-

Zumar, QS. Ghâfir, QS. Fushshilat, QS.

601

76

Awalia, “Keshahihan Hadits Dalam Tafsir al-Mishbâh (Studi Kualitas Sanad dan Matan

Hadits dalam Menafsirkan Q.S al-Fatihah),” h.22.

31

Asy-Syȗrâ, QS. Az-Zukhruf

13 QS. Ad-Dukhân, QS. Al-Jâtsiyah, QS Al-

Ahqâf, QS. Muhammad, QS Al-Fath, QS.

Al-Hujurat, QS. Qaf, QS. Adz-Dzâriyât,

QS. Ath-Thȗr, QS. An-Najm, QS. Al-

Qamar, QS. Ar-Rahmân, QS. Al-Wâqiah,

QS. Al-Hadîd, QS. Al-Mujâdalah, QS Al-

Hasyr, QS. Al-Mumtahanah,

586

14 QS. As-Saff, QS. Al-Jumu’ah, QS. Al-

Munâfiqȗn, QS. At-Taghâbȗn, QS. Ath-

Thalâq, QS. At-Tahrîm, QS. Tabaraq, QS.

Al-Qalam, QS. Al-Hâqqah, QS. Al-

Ma’ârij, QS. Nȗh, QS. Al-Jinn, QS. Al-

Muzzammil, QS. Al-Muddatsir, QS. Al-

Qiyâmah, QS. Al-Insân, QS. Al-Mursalât,

965

15 QS. An-Naba, QS. An-Nâzi’ât, QS.

‘Abasa QS. At-Takwîr, QS. Al-Infitâr,

QS. Al-Muthaffifîn, QS. Al-Insyiqâq, QS.

Al-Burȗj, QS. Ath-Thâriq, QS. Al-‘Alâ,

QS. Al-Ghâsyiyah, QS. Al-Fajr, QS. Al-

Balad, QS. Asy-Syams, QS. Al-Lail, QS.

Ad-Dhuhâ, QS. Asy-Syarh, QS. At-Tin,

QS. Al-‘Alaq, QS. Al-Qadr, QS. Al-

Bayyinah, QS. Az-Zalzalah, QS. Al-

‘Âdiyât, QS. Al-Qâri’ah, QS. At-

Takâtsur, QS. Al-‘Asr, QS. Al-Humazah,

QS. Al-Fill, QS. Quraisy, QS. Al-Mâ’ȗn,

QS. Al-Kautsar, QS. Al-Kâfirȗn, QS. An-

644

32

Nashr, al-Masad, QS. Al-Ikhlâs, QS. Al-

Falaq, QS. An-Nâs. 77

77

Mahfudz Masduki, Tafsir al-Mishbâh M. Quraish Shihab: Kajian Atas Amtsal Al-

Qur’an, h.22.

33

BAB III

GAMBARAN TENTANG AL-NAML

A. Gambaran Tentang al-Naml (Semut)

a. Definisi Serangga

Serangga merupakan kelompok terbesar di dalam dunia hewan di

bumi. Diperkirakan jumlah serangga ada lebih dari 800.000 jenis yang

sudah dikenal dan dideskripsi. Serangga pada umumnya mempunyai enam

kaki, dan banyak di antaranya bersayap empat. Kebanyakan dari serangga

hidup di kawasan tropis, dan hanya beberapa jenis yang hidup di kawasan

dingin atau lautan. Tubuh serangga terdiri dari tiga bagian besar, yaitu

kepala, dada (thorax), dan tubuh bagian belakang ( abdomen ). Serangga

pada umumnya memiliki enam kaki dan banyak di antara mereka bersayap

empat. Kebanyakan serangga hidup di kawasan tropis, dan hanya beberapa

jenis yang hidup di kawasan dingin ataupun lautan. Serangga umumnya

mengalami metamorfosis. Kebanyakan mereka berasal dari telur.1

Tubuh serangga yang terdiri dari tiga bagian besar memiliki

fungsinya masing-masing. Bagian kepala menopang mulut dan banyak

perangkat sensor, termasuk mata majemuk dan antenna. Rongga dada,

yang meliputi kaki dan sayap dibanyak spesies, sangat penting sebagai

daya penggerak. Bagian abdomen terdiri dari organ percernaan,

pembuangan, dan repoduksi. Semua serangga dewasa bernafas melalui

udara, yang memasuki tubuh melalui bukaan (disebut spirakel) di kedua

sisi abdomen dan toraks. Spesies air yang belum dewasa kerap memiliki

insang. Organ internal terendam cairan yang disebut haemolymph, yang

mengayangkut nutrisi dari limbah, serta dipompa kebagian lain melalui

jantung yang berbentuk tabung.2

Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri khas dari

serangga yaitu Pertama, serangga memiliki tiga komponen utama kepala,

1Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains

(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012), h.228. 2 Ensiklopedia Dunia Hewan, Jilid 7 (Jakarta: Lentera Abadi, 2008), h.548

34

dada dan perut. Yang disetiap komponen tersebut memiliki fungsinya

masing-masing. Kedua, beberapa ciri-ciri serangga yang lainnya yaitu

serangga memiliki enam kaki, dan banyak di antara mereka bersayap

empat, mengalami metamorfosis, memiliki antenna, dan mempunyai mata

majemuk.

b. Pengertian Al-Naml

Makna al-Naml dalam Kamus Munawwir disebutkan bahwa الن مل

yang berarti semut.3 Kata naml (ل adalah nama salah satu surah di dalam (نم

al-Qur’an, berasal dari kata namila – yanmalu – namalan wa namilan ( وملا -نمملا– نم لم - ي منمملم -berarti ‘banyak semutnya’ seperti kata namila al (نم

makan ( الممكمان لم ) banyak semutnya), dan akata yadus-shabî = نم لمتيمد نم tangan bayi itu lemah lembut). Kata al-Naml adalah bentuk jamak = الص بى

dari al-namlah ( الن ملة ) dan al-namulah ( الن ملمة ). Selain al-naml, al-nimâl (

juga merupakan bentuk jamak dari an-namlah tetapi bentuk jamak ( النمال

seperti ini tidak dijumpai di dalam al-Qur’an.4

Kata al-namlah5 dengan segala derivasinya disebutkan sebanyak

empat kali di dalam al-Qur’an, yang tersebar di dua ayat dan dua surah.

Empat kata an-namlah tersebut, tiga diantaranya bermakna semut yang

makna tersebut terdapat di dalam satu ayat di dalam QS. An-Naml [27] :

18, yaitu

إذماأمت مواعملمىوماد ن كمالنمل يماأمي همانملة قمالمتالنمل حمت يمطمم ادخلواممسماكنمكملم

يمشعرونم سلميممانومجنودهومهملم

Ayat ini berkaitan dengan kisah Nabi Sulaiman yang mempunyai

kekuasaan dan kerajaan yang tidak ada tandingannnya.6

3Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 1466.

4M. Quraish Shihab, ed., Ensiklopedia Al-Qur’an : Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera

Hati, 2007), h.703. 5Fu’ad Abdul Baqi’, Mu‘jam al-Mufahras li al-fāẓ al-Qur’ān al-Karīm (Kairo: Maktabah

Dar Kutub al-Misriyyah, 1364 H.), h. 812. 6M. Quraish Shihab, ed., Ensiklopedia Al-Qur’an : Kajian Kosakata, h.703.

35

Bentuk kedua adalah al-anâmil yang juga seakar dengan an-naml

yang berarti ujung jari-jari, yang terdapat di dalam QS. Âli ‘Imrân [3]:

119, “..dan apabila mereka menyendiri mereka menggigit ujung jari

apabila lantaran marah bercampur benci terhadap kamu..”. Kata al-

anâmi jauh sekali pengertiannya dengan an-naml tetapi ada unsure

persamaannya sesuai pendapat Ibnu Zakaria yaitu keduanya menunjukkan

kepada ash-shigar wal-khiffah ( الصغمروالف ة = kecil dan halus serta tipis).

Ayat ini digunakan di dalam kaitan larangan mengambil orang Yahudi

sebagai teman kepercayaan, karena orang-orang Yahudi tersebut

senantiasa menimbulkan kemudharatan.7

Dari penjelasan diatas maka yang akan menjadi fokus penelitian

penulis adalah al-naml (semut) yang berkaitan dengan kisah Nabi

sulaiman pada surah an-naml ayat 18-19.

c. Al-Naml Nama Surah dalam al-Qur’an

Al-Naml surah ke-27 yang terdiri atas 98 ayat dan diturunkan di

Mekah pada urutan ke-48, sesudah surah Asy-Syu’arâ dan sebelum surah

al-Qashash. Nama surah ini diambil dari kata naml yang berarti semut tapi

juga berarti orang-orang pandai. Surah ini juga disebut surah Sulaiman

dan surah Hud-Hud, sebutan untuk burung8. Surah ini dimulai dengan

surah muqaththa’at: thâ-sîn.9 Dikatakan al-Naml sendiri diambil dari

perkataan al-Naml yang terdapat pada ayat 18 dan 19. Dalam ayat ini

dikisahkan, bahwa raja semut mengatakan kepada anak buahnya agar

masuk sarangnya masing-masing.10

7M. Quraish Shihab, ed., Ensiklopedia Al-Qur’an : Kajian Kosakata, h.704.

8Ini karena kedua binatang tersebut semut dan hud-hud disebut dalam surah ini. Di

samping itu, ia juga dikenal dengan nama “Surah Sulaiman”. Boleh jadi karena tentang uraian

Nabi yang raja itu diuraikan pada surah ini dengan sedikit lebih rinci dibanding dengan uraian

tentang beliau pada surah-surah yang lain. (Lihat M. Quraish Shihab, Al-Lubab Makna, Tujuan,

dan Pelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an (Tangerang: Lentera Hati, 2012), h.3.) 9Djohan Effendi, Pesan-Pesan al-Qur’an (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2012),

h.182. 10

Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2006), h.218.

36

Di dalam surah ini terdapat kisah-kisah yang menceritakan Nabi

Sulaiman dengan semut, dengan burung hud-hud, dan dengan ratu Balqis,

kisah Nabi Shaleh dengan kaumnya, dan kisah Nabi Luth dengan

kaumnya.11

Sayyid Quthub mengatakan bahwa penekanan utama pada

surah ini adalah tentang ilmu Allah yang mutlak, lahir dan batin. Lebih-

lebih tentang yang ghaib serta ayat-ayat kauniyah yang diungkap-Nya

kepada Daud dan Sulaiman pengajaranNya kepada sulaiman “bahasa

burung” dan karena itu dinyatakan pada ayat keenam bahwa:

Sesungguhnya engkau benar-benar dipertemukan dengan al-Qur’an dari

sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui, dan masih

begitu banyak lagi ayat-ayat yang berbicara tentang ilmu Allah.12

Surah al-Naml dimulai dengan penegasan bahwa Al-Qur’an

diturunkan sebagai kabar gembira bagi orang-orang yang beriman, yakni

mereka mendirikan shalat dan membayar zakat serta meyakini Hari

Kemudian. Sebaliknya mereka yang tidak beriman dengan Hari Akhirat,

yang tertipu dengan perbuatannnya sendiri, akan berada dalam

kebingungan, dan mendapat azab yang buruk dan kelak di Akhirat akan

merugi. Kemudian surah ini ditutup dengan pernyataan bahwa segala puji

kepunyaan Allah yang menunjukkan ayat-ayat-Nya kepada Nabi dan Dia

tidak akan melupakan apa yang Nabi dan kaum muslimin lakukan.suatu

peringatan khususnya kepada mereka yang berkuasa untuk tidak gila

hormat dan mengejar pujian.13

Tema utama surah ini serupa dengan tema utama surah-surah yang

turun sebelum hijriah, yaitu keimanan kepada Allah swt.pengesaan-Nya,

keniscayaan Hari Kiamat, serta ganjaran dan balasannya. Namun,

penekanannya yang utama adalah tentang ilmu Allah swt. yang mutlak

lahir dan batin. Hal ini tercermin, antara lain pada uraiannya tentang al-

Qur’an dan keistimewaannya serta tokoh-tokoh yang diketengahkan

kisahnya. Tujuannya adalah menanamkan kesadaran tentang kehadiran

11

Abdul Chaer, Perkenalan Awal Degan al-Qur’an (Jakarta: RinekaCipta, 2014), h.142. 12

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an

(Jakarta: Lentera Hati, 2007), Vol 9, h. 376. 13

Djohan Effendi, Pesan-Pesan al-Qur’an, h.182-184.

37

Allah swt. dalam segala aktivitas dan pengetahuaan-Nya yang

menyeluruh.14

d. Al-Naml dalam Pandangan Sains

Semut adalah serangga suku Formicidae, ordo Hymenoptera15

. Ia

memiliki lebih dari 12.000 spesies di dunia.16

Ada kelompok masyarakat

semut yang anggotanya mencapai setengah juta semut. Mereka

kebanyakan hidup di bawah tanah atau batu-batuan, dan ada juga yang

tinggal di atas tanah.17

Pada dasarnya, semut adalah serangga yang hidup

bermasyarakat jika ia terpisah dari kelompoknya, ia akan mati meskipun

diberi makakanan yang enak dan tempat yang nyaman. Sama seperti

manusia apabila diasingkan di suatu tempat yang jauh dari cahaya, suara

jam, waktu, malam, siang selama 20 hari, ia akan kehilangan

keseimbangannya.18

Dalam siklus kehidupannya, semut mengalami suatu metamorfosis.

Perubahan bentuk fisik yang dialami semut sangat tampak dalam

metamorfosisnya19

, karena perubahannya tidak hanya dari telur yang

menetas lalu bertumbuh besar, namun setelah menetas dari telur dan

menjadi larva, semut akan berubah menjadi pupa/kepompong sebelum

berubah menjadi semut yang sering dijumpai disekitar kita. Hal inilah

14

M. Quraish Shihab, Al-Lubab Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-

Qur’an (Tangerang: Lentera Hati, 2012), h.4. 15

Hymenoptera adalah serangga-serangga yang memiliki sayap selaput. Tidak semua

semut memiliki sayap, hanya semut jantan dan semut ratu yang memiliki sayap. (Lihat Syerif

Nurhakim, Dunia Burung dan Serangga : Mengenal Fakta Sains dan Keunikkannya, (Jakarta:

Bestari, 2014), h.89.) 16

Fabel al-Qur’an : 16 Kisah Binatang Istimewa yang Diabadikan dalam al-Qur’an,

(Tangerang: Lentera Hati, 2014), h.285. 17

M. Quraish Shihab, Dia Dimana-Mana: Tangan Tuhan Di Balik Setiap Fenomena

(Jakarta: Lentera Hati, 2010), h. 304. 18

Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an. Terj M. Zaenal Arifin,

Nurkaib, dkk (Jakarta: Zaman, 2013), h. 591. 19

Metamorfosis perubahan bentuk atau susunan secara total dalam waktu singkat,

misalnya serangga dari bentuk larva hingga menjadi dewasa (Lihat Wahyu Untara, Kamus Sains

(Jakarta: Indonesia Tera, 2014), h.257. dan M Idris dkk, Kamus MIPA : Matematika, Fisika,

Kimia, Biologi (Jogjakarta: Ar-ruz Media, 2016), h.393.)

38

yang menjadikan metamorfosis semut disebut sebagai metamorfosis

sempurna, karena semut melewati tahap pupa sebelum menjadi dewasa.20

Semut memiliki tiga bagian besar di dalam tubuhnya yang terdiri

dari kepala (head), dada (thorax), dan perut (abdomen). Di bagian kepala

semut terdapat mata majemuk, mulut, rahang, dan sepasang antena yang

menekuk sebagai alat sensor dan alat berkomunikasi. Dan dibagian dada

semut terdapat tiga pasang kaki. Disetiap kaki semut memiliki semacam

cakar kecil. Adapun semut ratu dan semut jantan memiliki dua pasang

sayap yang terletak pada dadanya. Adapun alat reproduksi semut terletak

di perut. Beberapa spesies semut juga memiliki sengat dan kelenjar

penghasil asam di perutnya, yang bisa saja disemprotkan kearah musuh

sebagai alat pertahanan dari semut.21

a) Sistem Kasta Semut

Semut di dalam kehidupannya tidak pernah hidup sendiri-sendiri. Ia

selalu hidup dalam komunitas yang jumlahnya mencapai ratusan ribu

semut. Semut saling berbagi pekerjaan dengan tegas dan jelas. Masing-

masing jenis semut sudah mengetahui tugas masing-masing sejak lahir.

Semut pertama menerima seluruh ilmu semut itu dari Allah sejak semut itu

diciptakan.22

Dan Setiap koloni semut tunduk pada sistem kasta mereka secara

ketat. Sistem kasta ini terdiri dari tiga bagian besar dalam sebuah koloni.

Anggota kasta Pertama yaitu ratu dan semut-semut jantan, yang

memungkinan untuk berkembang biak. Dalam satu koloni ini bisa terdapat

lebih dari satu ratu.23

Ratu semut memiliki tubuh yang besar.24

Tugasnya

bertelur25

dan memberikan pengarahan. Ratu juga mengemban tugas

20

Antonius Prasetya Adi, “Metamorfosis Semut sebagai Inspirasi Penciptaan Seni

Lukis,”Jurnal Pendidikan Seni Rupa, no 5 (2016): h. 2. 21

Syerif Nurhakim, Dunia Burung dan Serangga : Mengenal Fakta Sains dan

Keunikkannya, h. 91. 22

Fabel al-Qur’an : 16 Kisah Binatang Istimewa yang Diabadikan dalam al-Qur’an,

h.290-291. 23

Harun Yahya, Pustaka Sains Populer Islami Dunia Semut, Perj Femmy Syahrani,

Astutiati Nurhasanah, (Bandung: Dzikra, 2004), h.6. 24

Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an. Terj M. Zaenal Arifin, h.591 25

Ratu semut dapat bertelur sebanyak 100.000 hingga 300.000 telur. Telur semut

berwarna putih susu dan berbentuk lonjong. Ratu semut akan merawat telur pertama hingga

39

reproduksi untuk meningkatkan jumlah individu yang membentuk

koloni.26

Ia mendapatkan fasilitas yang begitu nyaman di perumahan

semut dan saling berinteraksi dengan sejumlah anggota kerajaan semut.27

Sedangkan semut jantan hanyalah membuahi sang ratu28

. Dan hampir

semua semut jantan mati setelah kawin.29

Bentuk tubuh semut jantan

disebut semut sosis, jantan kerap tertarik pada cahaya setelah gelap.30

Kasta Kedua, adalah semut prajurit merupakan semut dewasa yang

bertugas membangun sarang dan menjaga koloni, berburu, dan mencari

tempat baru untuk membuat sarang. Kasta Ketiga, terdiri dari semut

pekerja. Semut pekerja ini adalah semut betina yang tidak bisa

menghasilkan keturunan. Kebanyakan semut pekerja tidak hidup lebih dari

satu tahun.31

Tugas mereka beraneka macam, seperti mendidik bayi-bayi

semut, membersihkan perumahan dan jalanan, ada pula yang bertugas

mendatangkan makanan dari luar, menanam tumbuh-tumbuhan, merawat

serangga-serangga yang akan dijadikan sumber makanan,32

hingga

menguburkan rekannya yang mati seperti manusia.33

Selain semut pekerja,

ada juga semut tentara. Tubuh mereka lebih besar dan kepala mereka keras

mereka tumbuh menjadi semut pekerja yang nantinya akan merawat semut ratu serta telur-

telurnya. (Syerif Nurhakim, Dunia Burung dan Serangga : Mengenal Fakta Sains dan

Keunikkannya, h.92.) 26

Harun Yahya, Pustaka Sains Populer Islami Dunia Semut, Perj Femmy Syahrani,

Astutiati Nurhasanah, h.6. 27

Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an. Terj M. Zaenal Arifin, h. 592 28

Proses perkawinan semut ratu dan semut jantan saat musim kawin, semut ratu akan

terbang ke udara dan diikuti oleh semut jantan. Kemudian, mereka akan melakukan perkawinan

baik di udara maupun di darat. Setelah perkawinan selesai, semut jantan akan mati. Sedangkan

semut ratu akan terbang mencari tetap yang cocok untuk bertelur. Semut ratu akan menggali

sebuah lubang dengan rahangnya untuk membuat sarang, bertelur, dan melepaskan sayapnya.

(Syerif Nurhakim, Dunia Burung dan Serangga : Mengenal Fakta Sains dan Keunikkannya, h.92.) 29

Harun Yahya, Pustaka Sains Populer Islami Dunia Semut, Perj Femmy Syahrani,

Astutiati Nurhasanah, h.6. 30

Ensiklopedia Dunia Hewan, Jilid 7 (Jakarta: Lentera Abadi, 2008), h.576. 31

Syerif Nurhakim, Dunia Burung dan Serangga : Mengenal Fakta Sains dan

Keunikkannya, h.90. 32

Para ilmuan juga menemukan fakta bahwa jika semut mati, ia akan menebarkan zat

berbau khusus untuk menyiarkan kabar kematiannya kepada semut-semut yang lain. Bau inilah

yang menyebabkan semut-semut lain segera mengetahui kematiannya dan menguburkannya

sebelum serangga-serangga datang. (Lihat Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-

Qur’an. Terj M. Zaenal Arifin, h. 594) 33

Zakir Naik, Miracles of al-Qur’an dan as-Sunnah, Terj Dani Ristanto (Solo: Aqwam,

2015), h. 52.

40

seperti memakai helm yang baja. Tugas mereka menjaga kelansungan

kerajaan, menjaga keamanaan,dan menghalau musuh.34

b) Komunikasi Antar Semut

Seperti manusia, semut juga butuh bahasa agar bisa dapat

berkomunikasi dengan sesama mereka. Secara umum, baik bagi manusia

maupun semut, bahasa digunakan untuk memudahkan mereka membagi

tugas teamwork (tim kerja) dan membantu mereka menegakkan sistem

sosial yang mereka bangun.35

Ketika bertemu mereka juga sesekali

melakukan obrolan. Mereka juga memiliki metode komunikasi khusus

antar sesama semut.36

Di bagian kepala semut terdapat seperangkat peraba yang dapat

mengenali sinyal kimia maupun visual. Otak semut terdiri atas sekitar

setengah juta simpul syaraf, mempunyai mata yang berfungsi sangat baik,

dan sebuah sungut yang berfungsi sebagai hidung untuk mencium atau

ujung jari mereka untuk meraba. Tonjolan-tonjolan yang terletak di bawah

mulut mereka berfungsi sebagai pencepap. Sedangkan rambut-rambut

yang ada di tubuh mereka berfungsi sebagai sentuhan.37

Pada kepala semut terdapat sebuah antena, antena tersebut

mengeluarkan feromon38

, yaitu semacam zat kimiawi yang membantu

semut mendeteksi rangsangan dari luar. Antena tersebut digunakan untuk

berkomunikasi dan mendeteksi feromon yang dikeluarkan oleh semut lain.

Antena semut juga dapat berfungsi sebagai alat penukaran informasi dan

alat peraba untuk mendeteksi segala sesuatu yang berada disekitarnya.39

Semut juga berkomunikasi satu sama lain di antara mereka dengan

cara menari berputar-putar. Misalnya, mereka berkomunikasi untuk

34

Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an. Terj M. Zaenal Arifin, h. 592. 35

Thoriq Aziz Jayana, Meneladani Semut dan Lebah, (Jakarta: PT Elex Media

Komputindo, 2015), h.72. 36

Zakir Naik, Miracles of al-Qur’an dan as-Sunnah, Terj Dani Ristanto, h. 52. 37

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan) (Jakarta:

Departemen Agama Ri, 2007), Jilid 7, H.188. 38

Feromon berasal dari kata Fer (membawa) dan Hormon (hormon) dan artinya

“pembawa hormon” (Lihat Harun Yahya, Pustaka Sains Populer Islami Dunia Semut, Perj Femmy

Syahrani, Astutiati Nurhasanah, h.17.) 39

Thoriq Aziz Jayana, Meneladani Semut dan Lebah, h.58.

41

menunjukkan lokasi bunga-bunga yang ada di tempat tertentu dengan jarak

tertentu secara pasti kepada sekelompok semut lain.40

c) Rumah dan Makanan Semut

Serangga kecil semut memiliki anggota yang mencapai setengah

juta semut. Kebanyakan dari mereka hidup di bawah tanah atau bebatuan,

dan ada juga yang tinggal di atas tanah.41

Ada satu jenis semut yang

membangun tempat tinggal di atas tanah dari dedaunan dan ranting-ranting

pohon. Semut jenis ini dapat ditemukan di bawah pohon cemara. Semut

menggunakan semacam gunting yang ada di dalam mulut mereka. Lalu di

kunyah dalam berbentuk adonan. Cara ini bisa saja telah mengispirasi

orang-orang mesir kuno dahulu dalam membangun rumah dan piramida.42

Semut yang membangun sarang dari dedaunan. Dari dedaunan

yang bercerai berai mereka satukan menjadi sarang. Dan ada semut yang

mampu menganyamnya yaitu semut rangrang (Oecophylla Smaragdina)

mereka membuat keteramilan sendiri. Keseimbangan dan keeleganan

ruang di dalamnya terukur dengan tepat. Semut rangrang menyukai udara

yang segar, ruang terbuka, serta alam yang bebas. Itulah salah satu alasan

mereka membuat sarang di pepohinan dan buan di dalam tanah.43

Ada semut yang tinggal di dalam tanah. Sarang semut di dalam

tanah memiliki sistem udaranya sendiri. Sarang semut berupa terowongan

yang panjang. Dan terowongan tersebut memiliki udara menjaga agar suhu

dan kelembapan di dalam sarang tetap stabil.44

Beberapa semut merupakan herbivora atau pemakan jamur. Spesies

lainnya merupakan karnivora atau omnivore. Sejumlah spesies bergantung

sepenuhnya pada madu yang dihasilkan oleh serangga pengisap getah.45

Para semut menyimpan biji-bijian untuk waktu yang lama pada musim

dingin. Jika mulai tumbuh tunas, maka mereka akan segera memotong

40

Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an. Terj M. Zaenal Arifin, h. 571 41

M. Quraish Shihab, Dia Dimana-Mana: Tangan Tuhan Di Balik Setiap Fenomena, h.

304. 42

Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an. Terj M. Zaenal Arifin, h. 593. 43

Thoriq Aziz Jayana, Meneladani Semut dan Lebah, h.70. 44

Ensiklopedia Pengetahuan Popular, jilid.5 (Jakarta: Lentera Abadi, 2008), h.408. 45

Ensiklopedia Dunia Hewan, Jilid 7 (Jakarta: Lentera Abadi, 2008), h.576.

42

akarnya. Seolah-olah mereka sudah memahami jika hal tersebut dibiarkan

maka akan membusuk. Jika biji-bijian tersebut basah karena hujan, para

semut akan membawanya keluar untuk dijemur dan dikeringkan di bawah

sinar matahari. Kemudian setelah kering, para semut akan membawanya

kembali ke dalam sarang mereka, seolah-olah mereka sudah memahami

bahwa kelembapan akan menyebabkan pembusukkan.46

B. Kisah Kehidupan Semut dan Nabi Sulaiman

Allah menyebut semut di dalam surah al-Naml agar manusia dapat

mengambil pelajaran dari kisah kehidupan semut. Sebagaimana Allah

mengajarkan Sulaiman a.s bahasa binatang. Allah berfirman, “Hingga ketika

mereka sampai di Lembah Semut , berkatalah ratu semut, “Wahai kawanan

semut, masuklah ke rumah kalian masing-masing. Jangan sampai sulaiman

dan pasukannya memecahkanmu, sedangkan mereka tidak merasa” (QS al-

Naml [27] : 18).47

Az-Zamakhsyari berkata, “Sulaiman a.s mendengar perkataan semut

tersebut dari jarak tiga mil. Semut tersebut berjalan pincang mengedap-endap.

Ada yang mengatakan nama semut itu adalah Thâkhiah”.48

Sulaiman berjalan bersama bala tentaranya yang terdiri atas jin,

manusia, dan burung di wilayah kekuasaannya. Kemudian dia melewati

lembah semut49

. Seekor semut melihat sulaiman dan bala tentaranya yang

berjumlah begitu besar. Dia mengkhawatirkan kawanannya, khawatir akan

terinjak. Dia pun kemudian berteriak agar kawanannya segera masuk ke

dalam sarang. Dengan kuasa Allah, Sulaiman a.s mendengarnya.50

46

Zakir Naik, Miracles of al-Qur’an dan as-Sunna, Terj Dani Ristanto, h. 52. 47

Mashur ‘Abdul Hakim, Sulaiman The World’s Greatest Kingdom History, Terj Umi

Nurun Ni’mah (Bandung: Mizania, 2016), h.59. 48

Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, Terj Muhyiddin Mas Rida dan Muhammad Rana

Mengala, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h.429. 49

Ahli tafsir menyebutkan bahwa lembah semut itu terdapat di Syam, di mana lembah

tersebut dihuni oleh banyak semut sehingga disebut wâdin-naml. (Lihat M. Quraish Shihab, ed.,

Ensiklopedia Al-Qur’an : Kajian Kosakata, h.704.) Lembah semut an-Naml (tempat Nabi

Sulaiman mendengar percakapan sekawanan semut) terletak di daerah Ashqelon, antara Ashdod

dan Gazzah. (Lihat Syauqi Abu Khalil, Atlas al-Qur’an, Perj Ahsin Sakho Muhammad dan Sayuti

Anshari Nasution (Jakarta: PT Kharisma Ilmu, 2006), h.121. 50

Mashur ‘Abdul Hakim, Sulaiman The World’s Greatest Kingdom History, Terj Umi

Nurun Ni’mah, h.60.

43

Kemudian Sulaiman tersenyum tertawa51

karena perkataan semut

yang juga mengatakan bahwa Sulaiman as dan tentaranya tidak bermaksud

membinasakan mereka dan berbuat jahat, dan dikatakan pula oleh Raja Semut

itu bahwa seandainya ada diantara semut-semut itu terinjak oleh Sulaiman

dan tentaranya, padahal itu bukanlah sengaja dilakukan tetapi adalah karena

Sulaiman dan tentaranya tidak melihat mereka, karena tubuh mereka amat

kecil52

. Kemudian Sulaiman berdo’a

ومعملمىوم عملمي ال تأمن عممتم نعممتمكم أموزعنأمنأمشكرم رمب ضماحكاامنق مولماومقمالم ف متمبمس مم ي الدم

الص النيم فعبمادكم ومأمنأمعمملمصمالاات مرضماهومأمدخلنبرمحمتكم

Artinya: Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar)

perkataan semut itu. Dan dia berdo’a: “Ya Tuhanku berilah aku

ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah engkau

anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan untuk

mengerjakan amal shaleh yang Engkau ridhai, dan masukkanlah aku

dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang

shaleh. (Q.S al-naml [27] : 19).53

Dari do’a Nabi Sulaiman itu dapat dipahami bahwa yang diminta oleh

Sulaiman kepada Allah swt ialah kebahagiaan yang abadi di akhirat nanti.

Sekalipun Allah telah melimpahkan beraneka ragam kesenangan dan

kekuasaan duniawi kepadanya, namun ia tidak terpesona dengan kekuasaan

dan kesenangan duniawi itu adalah kesenangan sementara sifatnya yang tidak

kekal.54

Amal soleh juga merupakan karunia Allah dimana setiap orang yang

bersyukur kepada Allah diberi taufik untuk melakukan amal soleh. Nabi

Suliaman yang pandai bersyukur memohon pertolongan kepada Allah agar

menghimpun segenap jiwa dan dirinya serta memberinya taufik untuk

51

Tawa nabi sulaiman adalah bukanlah tawa yang disertai dengan suara, tetapi hampir

saja senyum beliau itu disertai dengan suara. (M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh Pesan,

Kesan, dan Keserasian al-Qur’an(Jakarta: Lentera hati, 2002),Vol 15, h.425. 52

Zaini Dahlan, dkk. Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid VII, (Yogyakarta: Universitas Islam

Indonesia, 1991), h.219. 53

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj Ahsan Askan

dkk (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), jilid 19, h. 801. 54

Zaini Dahlan, dkk., Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid VII, h.219.

44

mensyukuri nikmat-Nya. Nabi Sulaiman sangat menyadari bahwa amal soleh

itu merupakan taufik dan nikmat lain dari Allah.55

Di dalam sebuah hadits Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi saw. melarang

membunuh lebah, semut, burung ash-shurad, dan burung hud-hud, أمن الن ب الدهد النىملمةومالصرمدوم ن مهمىعمنق متلالن حلمةوم Menurut Ibrahim al-Harbi صمل ىاللىهعملميهومسمل مم

bahwa nabi melarang membunuh mereka karena keempatnya tidak menyakiti

manusia, begitu pula mudharatnya bagi manusia sangat kecil. Menurutnya,

semut yang sering menggigit di dalam bahasa Arab disebut adz-dzarr bukan

al-namlah, sehingga adz-dzarr tersebut jika menyakiti manusia harus

dibunuh. Dan al-namlah bentuknya kecil tipis berkaki empat panjang yang

banyak hidup di gurun pasir dan tidak menyakiti manusia.56

55

Sayyid Qutb, Tafsir fi Zilalil Qur’an, Terj As’ad Yasin, dkk (Jakarta: Gema Insani,

2004) h.394. 56

M. Quraish Shihab, ed., Ensiklopedia Al-Qur’an : Kajian Kosakata, h.703.

45

BAB IV

ANALISIS TAFSIR KEMENTERIAN AGAMA DAN TAFSIR Al-

MISHBÂH TENTANG PESAN MORAL DARI KISAH NABI SULAIMAN

DAN SEMUT

A. Penafsiran Tafsir Ilmî Kementerian Agama Tentang Semut

dalam Perspektif al-Qur’an

Al-Qur‟an menyebut semut dalam rangakaian kisah perjalanan Nabi

Sulaiman melintasi suatu lembah.

“Hingga ketika mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor

semut, “Wahai semut-semut! Masukklah ke dalam sarang-

sarangmu,agar kamu tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan bala

tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” (An-naml/27:

18)

Bila kita mengikuti pendapat ulama yang menafsirkan zarrah sebagai

semut, maka semut tidak hanya disebut dalam ayat di atas, tapi juga adalah

surah az-Zalzalah [99] : 7-8. Dua ini berbicara mengenai tentang adanya

balasan dari Allah bagi siapa saja yang berbuat baik atau berbuat jahat,

sekecil apa pun perbuatan baik atau jahat itu.1

فمن يعمل مثقال ذرة خيرا يره

“Maka barang siapa mengerjakan kebaikkan seberat zarrah,

niscahaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa

mengerjakan kejahatan seberatzarrah, niscahaya dia akan melihat

(balasan)nya (az-Zalzalah/99: 7-8)

Berikut ini adalah beberapa hadis yang juga menjadikan semut

sebagai objek pembicaraan.

1Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains

(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2012) h.254.

46

“Pada suatu saat, seorang nabi di antara para nabi beristirahat di

bawah pohon. Tiba-tiba seekor semut menggigitnya. Dia lantas

menyuruh teman-teman untuk memindahkan barang-barangnya dari

bawah pohon itu, dan meminta agar sarang semut itu dibakar. Allah

lalu mewahyukan kepadanya, “Mengapa tidak kau bunuh satu semut

saja?” (Riwayat -Bukhâri dan Muslim dari Abu Hurairâh)2

“Allah berfirman, “Tidak ada yang lebih zalim daripada orang yang

mencoba menciptakan apa yang telah Ku-ciptakan. Aku tantang

mereka untuk menciptakan semut yang paling kecil, sebutir gandum,

atau sebutir jelai3.” (Riwayat al-Bukhâri dan Muslim dari Abu

Hurairâh)

Bila kita mengikuti pendapat mereka yang memahami kata qarŝah

sebagai semut. (Beberapa ulama lain memahaminya sebagai cubitan), maka

semut juga disebut dalam hadis berikut.

“Orang yang mati syahid tidak merasakan sakitnya mati kecuali

sebagaimana salah seorang dari kalian merasakan sakitnya digigit

semut. (Riwayat Ahmad dan at-Turmuzi dan Abu Hurairâh).4

2Ringkasan Hadis Shahih al-Bukhari, Perj Achmad Zaidun (Jakarta: Pustaka Amani,

2002), h. 610. 3Jelai adalah sejenis serealia untuk pakan ternak, penghasil malt, dan sebagai makanan

kesehatan. Jelai merupakan anggota suku padi - padian. (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Jelai

diakses pada 15 Mei 2019) 4Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains,

h.255.

47

Perikehidupan Semut

Semut hidup berkelompok, dengan struktual sosial dan pembagian kerja

yang sangat efisien. Banyak hal yang dapat direnungkan setelah kita mengetahui

perikehidupan semut, seperti kesediaan berkorban bagi sesama dan tidak adanya

diskriminasi. Penelitian-penelitian yang dilakukan hingga saat ini belum sanggup

mengungkap semua kehidupan perikehidupan sosial semut. Karena itu, bagaimana

semut dapat mengelola kelompok yang kadangkala terdiri dari individu-individu

yang sangat banyak, belum seluruhnya terungkap.

Koloni semut tidak memerlukan polisi untuk mengatur kehidupannya.

Apabila kita berpikir semut ratu adalah pimpinan tertinggi kelompok maka

kenyataanyanya tidaklah demikian. Tugas ratu hanyalah menjamin

keberlansungan jenis. Tampaknya tidak ada struktur kepemimpinan yang

berdasarkan rantai komando yang berdasarkan rantai komando dalam koloni

semut. Jika begitu, siapa yang memberi perintah?

Semut mengenal sistem kasta. Ada tiga kasta besar dalam tiap koloni

menduduki kasta pertama adalah ratu dan pejantan. Dalam satu koloni dapat

didapati satu ratu dan pejantan. Dalam satu koloni dapat didapati satu ratu atau

lebih, berbeda dari lebah yang hanya memiliki satu ratu semut dalam tiap sarang.

Satu-satunya tugas ratu semut adalah bereproduksi. Ukuran tubuh ratu lebih besar

daripada semut lainnya.5

Sementara itu, pejantan bertugas mengawini ratu. Kebanyakan pejantan

akan mati setelah melakukan tugas ini. Kasta kedua ditempati semut prajurit.

Tugas mereka adalah berburu, mencari daerah baru untuk tempat tinggal, juga

membangun sarang. Menempati kasta ketiga adalah semut pekerja, yang

semuanya merupakan betina mandul. Tugas primer semut pekerja ialah melayani

(membersihkan dan member makan) ratu dan larva. Mereka juga mencari makan

dan membersihkan sarang sebagai tugas tamabahan. Kadang mereka juga bertugas

memperluas sarang apabila hal itu dirasa perlu. Kasta prajurit dan pekerja

mempunyai beberapa tingkatan di bawahnya. Tiap sub kelompok mempunyai

5Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains,

h.255-256.

48

tugas yang jenis, misalnya satu kelompok bertugas melawan musuh, satu

kelompok berburu, kelompok lain membangun sarang dan seterusnya.

Mereka tidak mempersoalkan posisi dan pekerjaan yang harus mereka

jalani. Keberlanjutan koloni adalah hal yang paling penting bagi mereka. Jelas

tidak ada istilah atasan-bawahan dalam sistem yang dianut oleh kelompok semut.

Sistem komando dalam koloni semut diketahu tidak terpusat, namun bagaimana

kegiatan di sana tidak simpang siur dan tumpang tindih, belum dapat dijelaskan

oleh ilmu pengetahuan.

Semut adalah pekerja keras. Semut pemotong daun mengangkut daun

untuk dijadikan media bagi perkebunan jamur. Mereka juga membuat rumah

daridaun yang dijahit satu sama lain. Makanan semut bisa berupa hewan, misalnya

serangga dan hewan kecil lainnya. semut juga sudah mengenal cara berternak kutu

daun penghasil cairan gula, dan ulat kupu tertentu yang sangat mereka sukai.

Sebagai ganti dari layanan yang diberikan oleh kutu daun atau ulat kupu itu,

semut memberi mereka perlindungan dari pemangsa dan parasit. Penelitian

menemukan bahwa untuk menjalani kehidupan sosial yang sangat terorganisasi ini

semut dibekali kemampuan berkomunikasi yang canggih.6

Di bagian kepala semut terdapat seperangkat alat peraba yang dapat

mengenali sinyal kimia maupun visual. Otaknya terdiri dari sekitar setengah juta

simpul saraf. Mereka juga dibekali mata yang berfungsi sekaligus sebagai hidung

untuk mencium maupun ujung jari untuk meraba. Tonjolan-tonjolan di bawah

mulutnya berfungsi sebagai pencecap, sedang rambut-rambut ditubuhnya

berfungsi sebagai organ penyentuh.

Banyak hal mengejutkan akan ditemui bila manusia memperhatikan lebih

saksama hewan ini. Diantaranya adalah kenyataan bahwa semut telah mengenal

konservasi energi, dengan cara menggendong semut pekerja lain saat tidak

membawa beban, sehingga energi dapat dihemat untuk kesempatan lain. Meski

semut mempunyai banyak organ untuk berkomunikasi, namun komunikasi utama

yang dilakukan bersifat kimiawi. Mereka berkomunikasi dengan feromon, suatu

6Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains,

h. 256-258

49

hormon yang mengeluarkan baud an dihasilkan oleh salah satu kelenjar pada

semut. Begitu seekor semut mengeluarkan feromon maka semut lainnya akan

menerimanya dengan cara mencium baunya atau menyentuhnya,lantas bereaksi

terhadapnya.7

Dalam dunia hewan, feromon bermanfaat lebih dari sekadar untuk menarik

lawan jenis. Feromon bisa mereka gunakan sebagai penanda jalan. Untuk maksud

ini, cairan feromon dijatuhkan semut sepanjang jalan yang dipilihnya. Cairan ini

kemudian dicirioleh sungut penerima sinyal feromon pada semut lainnya. Itulah

sebabnya, apabila diperhatikan, barisan semut terlihat berjalan zigzag, mereka

menyimbangkan sinyal yang diterima oleh sungut kiri dan sungut kanan. Apabila

salah satu atau kedua sungut itu hilang, mereka akan mengalami disorientasi dan

tidak dapat tetap berada dalam kelompoknya. Tidak semua jenis semut dapat

“memanggil” semut lainnya. Ada jenis yang tidak dapat memanggil semut lainnya

untuk membantu melakukan sesuatu, misalnya meminta bantuan untuk

mengangkut makanan yang berukuran besar. Semut-semut yang paling maju

dalam hal penggunaan feromon adalah mereka yang masuk dalam kasta tentara.

Dikatakan paling canggih karena hanya dengan satu sinyal kimia, seekor semut

tentara dapat memanggil kawan sejawatnya dalam jumlah ribuan ekor.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa semut mestilah punya pengetahuan

kimia yang sangat canggih untuk melakukan apa yang dikerjakannya. Faktanya,

al-Qur‟an telah mengungkap hal itu lebih dari 1.400 tahun lalu, ketika

pengetahuan tentangnya belum dikuasai manusia. Diperlukakan inspirasi dari

“supervisor” tertentu bagi semut untuk sampai pada capaian demikian. Dia-lah

Allah, supervisor atas apa saja yang dikerjakan oleh makhluk hidup, seperti yang

dinyatakan dalam firman-Nya

“Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu.

Tidak satu pun makhluk bergerak yang bernyawa melainkan Dialah yang

7Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains,

h. 258.

50

memegang ubun-ubun (menguasainya). Sungguh, Tuhanku dijalan yang

lurus (adil). (Hud/11 : 56)”8

B. Penafsiran Tafsir al-Mishbâh Tentang Kisah Nabi Sulaiman dan

Semut

Artinya: Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentara-tentaranya dari jin,

dan manusia serta burung lalu mereka diatur dengan tertib.(17)

Hingga ketika mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor

semut: “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarang kamu,

agar kamu tidak dibinasakan oleh Sulaiman dan tentara-tentaranya,

sedangkan mereka tidak menyadari.” (18) Maka dia tersenyum dengan

tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdo‟a:

“Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu

yang telah engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang

tuaku dan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau ridhai, dan

masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-

hamba-Mu yang shaleh. (Q.S al-naml [27] : 17-19).

Ayat yang lalu menginformasikan secara umum anugerah Allah kepada

Nabi Sulaiman as, yakni beliau dianugerahi segala sesuatu. Dan ayat-ayat di atas

menjelaskan sebagian dari anugerah itu. Ayat di atas menyatakan: Dan

dihimpunkan dengan sangat mudah dan dengan demikian rupa sehingga tidak ada

yang dapat mengelak, dihimpun untuk sulaiman tentara-tentaranya dari jenis jin

yakni makhluk halus yang tercipta dari api. Mereka dikumpul tak dapat

menghindar kendati mereka berwatak sering membangkang,dan dihimpunkan

juga manusia dengan berbagai macam kepentingannya yang berbeda-beda serta

begitu juga burung yang jinak atau yang liar, lalu mereka semua diatur dengan

tertib oleh satu petugas atau komando dalam barisan masing-masing. Setelah

semua terhimpun, mereka bergerak menuju satu arah hingga ketika mereka yang

8Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains,

h. 258 -259.

51

demikian banyak dan dengan tangkas lagi perkasa hampir sampai di lembah semut

berkatalah seekor semut: hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarang

kamu sebelum pasukan Nabi Sulaiman as itu datang, agar kamu tidak dibinasakan

oleh injakan kaki Sulaiman dan tentara-tentaranya, sedangkan mereka tidak

menyadari keberadaan kamu di bawah telapak kaki mereka, karena kita begitu

kecil dan mereka begitu perkasa.

Kata ( ) husyira terambil dari kata ( ) hasyr yakni menghimpun

dengan tegas dan kalau perlu paksa sehingga tidak ada satu pun yang dapat

mengelak. Di hari kiamat ada tempat yang dinamai Mahsyar di mana semua

manusia akan dihimpun, tanpa dapat mengelak. 9

Kata ( ) yȗ za‟ȗ n terambil dari kata ( ) al-waza‟u yakni

menghalangi atau melarang. Kata ini mengesankan adanya petugas yang

mengatur – memerintah dan melarang serta menghalangi adanya ketidaktertiban

dan dengan demikian, semua terlaksana dengan teratur serta tunduk penuh

disiplin. Yang melarang akan dijauhi sanksi oleh komandannya.

Penyebutan ketiga jenis makhluk jin, manusia dan burung sebagai tentara-

tentara Nabi Sulaiman as, padahal tentu saja ada binatang lainnya yang

merupakan alat-alat perang beliau katakanlah seperti kuda karena ketiga jenis

makhluk ini saja yang akan ditampilkan peranannya yang besar dalam kisah ini.

Burung hud-hud yang diutus kepada Ratu Saba‟, Jin „Ifrit yang menawarkan

membawa singgasana ratu dalam tempo setengah hari, dan manusia hamba Allah

yang membawanya hanya dalam sekejap mata. Perlu dicatat bahwa ini bukan

berarti bahwa seluruh jin, manusia dan burung apalagi makhluk-makhluk lain,

semuanya tunduk kepada Nabi Sulaiman as. Tidak! Bukankah kerajaan Nabi

Sulaiman as. hanya meliputi beberapa daerah di Timur Tengah, yaitu yang dikenal

dewasa ini dengan nama “Palestina, Suriah, Libanon, dan Irak”.

9M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an

(Jakarta: Lentera Hati, 2007), Vol 9, h. 422-423.

52

Kata ) la yasy‟urun mengesankan betapa semut itu tidak

mempermasalahkan Nabi Sulaiman as. dan tentara beliau seandainya mereka

terinjak-injak. “Bila itu terjadi kata semut itu pastilah Nabi Sulaiman as. tidak

menyadaari keberadaan mereka di sana.”10

Dari ayat ini dipahami bahwa semut merupakan jenis hewan yang

hidupnya bermasyarakat dan berkelompok. Hewan ini memiliki keunikan antara

lain ketajaman yang sangat tinggi. Mereka tidak jarang melakukan kegiatan

bersama misalnya membangun “jalan-jalan panjang” yang mereka kerjakan

dengan penuh kesabaran dan ketabahan, sepanjang hari dan malam kecuali

malam-malam gelap, di mana bulan tidak memancarkan sinarnya. Semut mampu

memikul beban yang jauh lebih besar dari badannya. Jika ia merasa berat

membawa dengan mulutnya, maka dia akan menggerakkan barang itu dengan

dorongan kaki belakang dan mengangkatnya dengan lengannya. Biji-bijian yang

mereka akan simpan dilubangi terlebih dahulu, serta dipecahkan bila terlalu besar.

Makanan yang basah mereka keluarkan agar dapat diterpa sinar matahari sehingga

kering kembali. Kelompok-kelompok semut menentukan waktu-waktu tertentu

untuk bertemu dan saling menukar makanan. Keunikkan lain semut, adalah

menguburkan anggotanya yang mati. Itu merupakan sebagian keistimewaan semut

yang terungkap melalui pengamatan ilmuan. Namun demikian ada yang unik dari

semut yang dibicarakan ayat ini, yaitu penggetahuannya bahwa yang datang

adalah pasukkan di bawah pimpinan seorang yang bernama Sulaiman dan yang

tidak bermaksud buruk bila menggilas dan menginjak mereka. Keunikkan inilah

yang menjadikan Sayyid Quthub berpendapat bahwa kisah yang diuraikan al-

Qur‟an ini adalah peristiwa luar biasa yang tidak terjangkau hakikatnya oleh nalar

manusia.11

Mendengar perintah semut kepada rekan-rekannya serta sikap mereka

semua.kepada Nabi Sulaiman as. Dan tentara beliau, kemudian Nabi Sulaiman

10M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, Vol

9, h.423. 11M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, Vol

9, h.424.

53

tersenyum dengan tertawa karena memahami gerak gerik semua yang merupakan

perkataannya itu. Dan dia berdoa kepada Allah dengan berkata: “Tuhanku,

anugerahilah aku kemampuan untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah

Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua ibu-bapakku dan anugerahilah

aku kemampuan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau restui serta

ridahi;dan masukkanlah aku dengan berkat rahmat sayang-Mu, bukan karena

amalku yang sangat sederhana ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.”

Kata ( ) tabassama berarti tersenyum, sedangkan kata ( )

dhâhikam berarti tertawa. Kata terakhir ini lebih umum dari kata tersenyum.

Senyum adalah geraktawa ekspresif tanpa suara untuk menunjukkan rasa senang

atau gembira dengan mengembangkan bibir ala kadarnya. Sedangkan tawa adalah

bermula dari senyum sampai dengan yang disertai oleh suara dari yang kecil

sampai kepada suara yang keras meledak-ledak melalui alat ucap karena senang,

gembira, atau geli. Kerena itu, setiap tawa mengandung senyum.

Ayat diatas bermaksud menggambarkan bahwa tawa Nabi Sulaiman

bukanlah tawa yang disertai dengan suara, tetapi hampir saja senyum beliau itu

disertai dengan suara. Tentu saja, bukan yang meledak-meledak karena senyum

tersebut baru akan sampai pada tahap tawa. Memang demikian itulah tawa para

nabi. Ayat ini menunjukkan bahwa agama tidak melarang seseorang untuk

tertawa.

Kata ( ) auzi‟i seakar dengan kata ( ) yȗ za‟ȗ n yang telah

dibahas pada ayat 17 diatas. Menurut al-Biqâi, kata ini merupakan permohonan

dari Nabi Sulaiman as. kiranya Allah menganugerahkan kepada beliau dorongan

untuk bersyukur, sekaligus pencegahan dari segala yang bertentangan dengan

kesyukuran itu, yang mengikat hingga tidak terlepas atau luput dari diri beliau

sesaat pun. Bisa juga masih menurut al-Biqâi kalimat itu bermakna membutuhkan,

senang,dan tertarik sehingga penggalan ayat ini berarti: Jadikanlah aku

membutuhkan rasa syukur, senang, dan tertarik melakukannya. Pemahaman ini

54

didasarkan oleh al-Biqâi dari makna lafadz-lafadz yang dibentukoleh ketiga huruf

kata ini yakni: ( ) wauw, ( ) zai, dan (ع) „ain.

Kata ( ) syukur terambil dari kata ( ) syakara yang maknanya

berkisar antara lain pada pujian atas kebijakan serta penuhnya sesuatu. Pakar-

pakar bahasa mengungkapkan bahwa tumbuhan yang tumbuh, walaupun dengan

sedikit air, atau binatang yang gemuk, walau dengan sedikit rumput, keduanya

dinamai syakȗ r.

Syukur manusia kepada Allah dimulai dengan menyadari dari lubuk

hatinya yang terdalam betapa besar nikmat dan anugerah-Nya disertai dengan

ketundukkan dan kekaguman yang melahirkan rasa cinta kepada-Nya dan

dorongan untuk bersyukur dengan lidah dan perbuatan. Syukur juga berarti

sebagai menggunakan anugerah Ilahi sesuai tujuan penganugerahannya. Ini berarti

harus dapat menggunakan segala apa yang telah dianugerahkan Allah di alam raya

ini sesuai dengan tujuan penciptaanya.12

Firman Allah ( ) adkhilnibi rahmatikal masukkanlah aku

dengan rahmat-Mu merupakan permohonan agar beliau diperlakukan dengan

perlakukan yang bersumber dari rahmat Allah, bukan karena dan berdasar amal-

amal beliau. Do‟a Nabi Sulaiman as. agar diberi kemampuan untuk mengerjakan

amal shaleh yang diridhai Allah, dan agar dimasukkan kedalam golongan hamba-

hamba-Nya yang shaleh, dinilai oleh Thabâthabâ‟i sebagai permohonan yang

bertingkat.yakni permohonan kedua lebih tinggi daripada permohonan pertama.

Karena yang kedua merupakan tidak disertai dengan permohonan untuk

melakukan amal shaleh, tetapi hatinya belum sepenuhnya shaleh, sehingga

memungkinkan dia beramal shaleh dan kali lain beramal buruk.13

12M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, Vol

9, h.425-426. 13M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, Vol

9, h.427.

55

C. Persamaan dan Perbedaan Penafsiran Tafsir Ilmî Kementerian

Agama dan Tafsir al-Mishbâh

Persamaan di dalam penafsiran Tafsir Ilmî Kementerian Agama dengan

Tafsir al-Mishbâh terletak pada setiap penafsir sama-sama membahas Zoologi14

dari semut. Zoologi yang dibahas di dalam Tafsir Ilmî Kementerian Agama

terdapat tujuh poin diantaranya yaitu Pertama, Semut mengenal sistem kasta. Dan

setiap kasta sudah saling mengetahui tugas mereka masing-masing. Kedua,

Mereka membuat rumah dari dedaunan yang dijahit satu sama lain. Ketiga,

Makanan semut bisa berupa hewan kecil. Keempat, Semut sudah mengenal sistem

beternak.15

Kelima, Kemampuan berkomunikasi yang canggih. Keenam, Struktur

tubuh semut dan fungsinya. Ketujuh, Semut memiliki pengetahuan kimia yang

sangat canggih untuk melakukan apa yang dikerjakan.

Kemudian Zoologi yang dibahas di dalam Tafsir al-Mishbâh terdapat

empat poin yaitu diantaranya adalah Pertama, Semut mampu memikul beban

yang jauh lebih besar dari badannya.16

Kedua, Biji-bijian yang mereka akan

simpan dilubangi terlebih dahulu, serta dipecahkan bila terlalu besar. Ketiga,

Makanan yang basah mereka keluarkan agar terkena sinar matahari sehingga

kering kembali. Keempat, Kelompok-kelompok semut saling menentukkan waktu

mereka untuk saling bertemu dan menukar makanan. Kemudian di dalam kedua

penafsiran tersebut mereka sama-sama menggunakan bahasa yang mudah

dipahami.

Perbedaan dalam penafsiran terlihat bahwa Tafsir Ilmî Kementerian

Agama membahas rangkaian objek semut di beberapa hadis. Dan membahas

seluruh perikehidupan semut. Sedangkan Tafsir al-Mishbâh membahas rangkaian

dari keunikkan semut serta keistimewaannya. Yang menjadi keunikannya: di

dalam Tafsir al-Mishbâh adalah Ketajaman indra, sikap yang berhati-hati, Etos

14Zoologi adalah cabang biologi yang mempelajari struktur, fungsi, perilaku, serta evolusi

hewan. 15Misalnya beternak kutu daun penghasil gula, dan ulat kupu tertentu yang begitu mereka

sukai. Sebagaiganti dari layanan yang diberikan oleh kutu daun atau ulat kupu itu, semut memberi

mereka perlindungan dari pemangsa dan parasit. 16Jika ia merasa berat membawa dengan mulutnya, ia akan menggerakkan barang itu

dengan dorongan kaki belakang dan mengangkatnya dengan lengannya.

56

kerja yang tinggi, dan keunikkan dari ayat ini bahwa, tentang pengetahuannya

yang datang adalah pasukan di bawah pimpinan seorang yang bernama Sulaiman,

yang tidak bermaksud buruk apabila mengilas dan menginjak mereka.17

Keistimewaannya: mereka saling menguburkan anggotanya yang mati. Hal itu

merupakan sebagian keistimewaan semut yang terungkap melalui pengamatan

ilmuan.

Di dalam Tafsir Ilmî Kementerian Agama, ada yang menafsirkan semut

sebagai Ẑ arrah dan ada yang memahami Qarsah sebagai semut. Ẑ arrah yang

disebutkan terdapat di dalam surah az-Zalzalah [99] : 7-8. Adz-Dzarrah adalah

semut terkecil atau debu yang tampak melalui sinar matahari yang menyinari

jendela. Dan Mitsqaala dzarrah artinya “seberat timbangan”. Maksudnya adalah

sebagai perumpamaan terhadap sesuatu (amal perbuatan) yang sangat kecil. Az-

Zamakhsyari menjelaskan bahwa adz-dzarrah maknanya adalah semut kecil yang

keluar dari celah-celah yang dihasilkan oleh sinar matahari.18

Kemudian Qarsah19

yang dimaksud disebutkan di dalam hadis

“Orang yang mati syahid tidak merasakan sakitnya mati kecuali

sebagaimana salah seorang dari kalian merasakan sakitnya digigit

semut. (Riwayat Ahmad dan at-Turmuzi dan Abu Hurairâh).20

Pada surah al-Naml ayat 18, M. Quraish Shihab di dalam tafsirnya

mengunci pada Kata ) la yasy‟urun yaitu mengesankan betapa semut

itu tidak mempermasalahkan Nabi Sulaiman as. dan tentara beliau seandainya

mereka terinjak-injak. “Bila itu terjadi kata semut itu pastilah Nabi Sulaiman as.

tidak menyadari keberadaan mereka di sana.” Dari ayat ini dipahami bahwa semut

17Keunikkan ini yang menjadikan Sayyid Qutb berpendapat bahwa kisah yang diuraikan

al-Qur‟an ini merupakan peristiwa luar biasa yang tidak terjangkau hakikatnya oleh nalar manusia.

(Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, h.424.) 18Al-Alfaazh Buku Pintar Memahami Kata-Kata dalam al-Qur‟an (Pustaka al-Kautsar:

Jakarta, 2017), h. 292. 19Ada beberapa ulama lain memahaminya sebagai cubitan 20Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains,

h.255.

57

merupakan jenis hewan yang hidupnya bermasyarakat dan berkelompok dan

hewan ini memiliki beberapa keunikan.21

Perbedaan penafsiran Tafsir Ilmî Kementerian Agama dengan Tafsir al-

Mishbâh bisa dilihat dari sisi metode yang digunakan berbeda. Tafsir Ilmî

Kementerian Agama menggunakan metode tematik (maudhȗ ‟î) dan tema-tema

yang digunakan di dalam tafsir tersebut menyangkut persoalan-persoalan

kauniyah atau kosmos. Dan corak yang digunakan menggunakan corak Ilmî, hal

ini sesuai dengan judul Tafsirnya yaitu Tafsir Ilmî Kementerian Agama. Berbeda

dengan Tafsir Kementerian Agama, Tafsir al-Mishbâh menggunakan metode

Tahlîlî dan bercorak adabî ijtimâ‟î (sosial kemasyarakatan).

Karena perbedaan metode yang digunakan dalam penafsiran kedua kitab

tafsir tersebut, maka akan berbeda hasil yang dikemukakan. Dalam menafsirkan

tentang kisah semut Tafsir Ilmi Kementerian Agama menggunakan metode

tematik (maudhȗ ‟î), dengan ditetapkannya judul-judul yang akan dibahas, maka

pemahaman ayat-ayat al-Qur‟an dapat diserap secara utuh. Dalam menafsirkan

kisah Nabi Sulaiman dan Semut Tafsir al-Mishbâh menggunakan metode Tahlîlî,

dengan menggunakan metode ini dapat mengetahui dengan mudah tafsiran suatu

ayat karena mengikuti susunan mushaf utsmani, dan dapat mengetahui secara

mudah korelasi atar ayat dan ayat lainnya

D. Pesan Moral dari Kisah Nabi Sulaiman dan Semut

Arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari

mos yang berarti adat kebiasaan. Moral menurut istilah adalah suatu istilah yang

digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat,

atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, buruk.22

Salah

satu karakteristik moralitas dalam Islam adalah meliputi seluruh perbuatan manusia

21M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, Vol

9, 423. 22Abudin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta:PT Rajagrafindo Persada, 2010), h.77-78.

58

yang berhubungan dengan dirinya sendiri dan orang lain, baik itu individu,

kelompok, masyarakat, maupun negara.23

Nilai-nilai moral yang dimaksud dalam Islam diantaranya adalah cinta-

kasih, persaudaraan, mengutamakan orang lain, tolong-menolong dalam kebaikan

dan ketakwaan, menyerukan persatuan, dan merapatkan barisan.24

Pada pembahasan ini, penulis ingin menjelaskan kembali dan menegaskan

apa yang telah dikemukakan oleh kedua kitab tafsir tersebut tentang pesan moral

dari kisah Nabi Sulaiman dan semut sebagaimana yang terkandung pada surah al-

Naml ayat 18-19.

a. Tolong Menolong Antar Sesama

Tolong menolong di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu

meminta bantuan, membantu meringankan beban.25

Saling tolong menolong

dan membantu merupakan puncak kehidupan masyarakat muslim. Dan Allah

Swt juga memerintahkan agar setiap orang-orang mukmin untuk saling

menolong dalam kebaikkan dan membantu beban saudaranya seiman.26

Allah

Swt berfirman,

(2)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu

melanggar syiar-syiar Allah, dan jangan melanggar kehormatan

bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang

hadya,dan binatang-binatang qala‟id, dan jangan (pula)

mengganggu orang-orang mengujungi Baitullah sedang mereka

mencari karunia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila telah

menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu dan janganlah

sekali-kali kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka

23Muhammad as-Sayyid Yusuf, Muhammad Abdul Qadir Hatim, Ensiklopedi Metodologi

al-Qur‟an: Kehidupan Sosial, Perj Abu Akbar Ahmad dan Iman Firdaus (Jakarta: PT Kalam

Publika, 2010), h.104. 24Muhammad as-Sayyid Yusuf, Muhammad Abdul Qadir Hatim, Ensiklopedi Metodologi

al-Qur‟an: Kehidupan Sosial, Perj Abu Akbar Ahmad dan Iman Firdaus, h.48. 25Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 956. 26Muhammad as-Sayyid Yusuf, Muhammad Abdul Qadir Hatim, Ensiklopedi Metodologi

al-Qur‟an: Kehidupan Sosial, Perj Abu Akbar Ahmad dan Iman Firdaus, h.34.

59

menghalangi-mengahalangimu dari masjidil haram, mendorongmu

berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu

dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-

menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah

kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”

(Q.S al-Mâ‟idah [5] : 2).

Sebagaimana yang dicontohkan semut di dalam perikehidupannya semut

dalam kesahariannya pun memiliki naluri yang baik untuk saling tolong

menolong. Jika ada semut yang kelaparan, semut yang kenyang akan memberikan

sari-sari makanan dari tubuhnya kepada yang lapar. Dalam hal ini, semut

didukung dengan sistem pencernaan yang mempunyai perangkat yang bisa

memberikan makanan kepada semut yang lain. Dan Rasulullah pun bersabda,

“Tidak boleh seorang mukmin menyimpan sesuatu yang mengeyangkan,

sementara tetangga di sampingnya kepalaran.” (HR. Ath-Thabrani dan al-Hakim

dari Ibnu Abbas).27

Sebagai makhluk sosial manusia bisa mengambil pelajaran dari semut

yang selalu tolong-menolong, setia kawanannya yang bisa diambil contoh yang

melekat pada kehidupan sehari-hari. Untuk saling tolong menolong dan

menghidupkan rasa setia kawan (solidaritas), maka manusia yang paling

membutuhkan pertolongan adalah orang-orang fakir, miskin, anak yatim, para

janda dan orang-orang yang hidupnya sangat bergantung pada uluran tangan

orang lain.28

Allah Swt juga memerintahkan manusia untuk saling tolong-menolong

dalam kebaikkan dengan beriringan ketakwaan kepada-Nya. Sebab dalam

ketakwaan, terkandung ridha Allah Swt. sementara saat berbyat baik, orang-orang

akan menyukai. Barang siapa yang memadukan antara ridha Allah dan ridha

manusia, sungguh kebahagiaan telah sempurna dan kenikmatan baginya

melimpah.29

Rasulullah Saw bersabda:

27Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur‟an. Terj M. Zaenal Arifin,

Nurkaib, dkk (Jakarta: Zaman, 2013), h. 59. 28Muhammad as-Sayyid Yusuf, Muhammad Abdul Qadir Hatim, Ensiklopedi Metodologi

al-Qur‟an: Kehidupan Sosial, Perj Abu Akbar Ahmad dan Iman Firdaus, h.36. 29Galuh Widitya dan Armyza Oktasari, “Manifestasi Konsep Ta‟âwun dalam

Zaakwaarneming Perspektif Hukum Perikatan,” Et-Tijarie, no 1, Vol 5 (2018): h.20.

60

Diriwayatkan dari Anas r.a Anas berkata: Rasulullah bersabda:

“Tolonglah saudaramu yang berbuat zhalim atau dizhalimi. Para

sahabat bertanya: “Ya Rasulullah! Kami memang harus menolong

orang yang dizhalimi, tetapi bagaimana cara kami harus

menolong orang yang yang berbuat zhalim?” Rasulullah Saw

bersabda : “Cegah dia dari perbuatan zalim.30

b. Menabung Sebagai Amal Kebaikkan

Semut merupakan hewan yang suka menyimpan makanan di dalam

rumah-rumah mereka. Makanan tersebut mereka simpan untuk memenuhi

kebutuhan mereka dalam jangka panjang terutama pada musim dingin.

Makanan yang mereka simpanpun tidak dimakan untuk mereka sendiri,

melainkan juga berbagi dengan semut yang lainnya yang kelaparan. Dalam

hal ini, semut senantiasa membagikan makanannya kepada semut yang lain.

Sebagaimana apa yang telah dicontohkan semut. Manusia pun bisa

mengambil pelajaran darinya yaitu dengan menabung. Menabung atau

menyimpan berupa makanan atau harta untuk kebutuhan manusia itu sendiri

dalam jangka panjang ataupun pendek. Tetapi disini yang harus ditekankan

adalah, janganlah terus menabung ataupun menyimpan untuk diri sendiri.

Melainkan manusia juga harus saling berbagi yaitu dengan bersedekah untuk

orang lain yang juga membutuhkan. Dan itu merupakan sebagai salah satu

bekal untuk di akhirat. Tujuan dari sedekahpun seharusnya dengan

mengharap ridha dari Allah. Dengan bersedekah termasuk mengurangi

penderitaan orang lain, menanamkan jiwa sosial, menjauhkan sifat sombong,

dan menghilangkan dosa. Dan di akhirat nanti, sedekah menjadi penaung dan

penghalang dari neraka.

Selain menyimpan untuk berbagi. Ada cara untuk selalu menabung

amal kebaikkan yaitu dengan menjalankan kewajiban apa yang sudah Allah

30Ringkasan Hadis Shahih al-Bukhari, Terj Achmad Zaidun (Jakarta: Pustaka Amani,

2002), h.516.

61

perintahkan, dan mengerjakan sunnah-sunnah yang dianjurkan. Serta

Larangan-larangan ditinggalkan, termasuk juga hal-hal yang dimakruhkan.31

c. Sabar

Sabar berasal dari (shabara – yashbiru – shabran)

yang berarti menahan, dan megendalikan.32

Sabar berarti kata umum yang

mempunyai arti berbeda-beda sesuai dengan objek yang dihadapinya.33

Sabar

adalah tabah hati tanpa mengeluh dalam menghadapai cobaan34

, menahan

lisan dari mengadu dan menahan anggota badan dari tindakan yang akan

mengganggu dan juga mengacaukan.35

Sebagaimana yang telah dicontohkan semut di dalam perikehidupannya

bahwa semut selalu bersabar atas apa yang telah ditugaskan di dalam kasta-

kasta mereka masing-masing. Semua yang mereka kerjakan seperti merawat

bayi-bayi semut, membersihkan dan memberi mereka makan,36

membangun

“jalan-jalan panjang” sepanjang hari sepanjang malam kecuali malam-malam

gelap ketika bulan tidak memancarkan sinarnya. Semua yang mereka

kerjakan penuh dengan hati-hati dan penuh dengan kesabaran.37

Oleh karena

itu, sebagai manusia yang berakal seharusnya bisa melihat dan mencontoh

kehidupan semut yang mulia, yang bisa di jadikan pelajaran di dalam

kehidupan. Maka, bersabarlah manusia dalam keadaan apapun. Adapun

bentuk-bentuk sabar terbagi menjadi tiga macam.

31Nurul H.Maarif, Menjadi Mukmin Kualitas Unggul (Ciputat: Alifia Books, 2018),

h.144. Lihat juga, Thoriq Aziz Jayana, Meneladani Semut dan Lebah, h.112 32M. Quraish Shihab, ed., Ensiklopedia Al-Qur‟an : Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera

Hati, 2007), h.891. Lihat Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, „Uddat ash-Shâbir în : Bekal Untuk Orang-

orang yang sabar, Perj Iman Firdaus (Jakarta: Qisthi Press, 2010.) h.11 Lihat juga Abdul Azhim

bin Badawi al-Khalafi, 40 Karakteristik Mereka yang Dicintai Allah Berdasarkan al-Qur‟an dan

as-Sunnah, Perj Endang Saiful Aziz, Taufiq Nuryana (Jakarta: Darul Haq, 2017), h.77. 33M. Quraish Shihab, ed., Ensiklopedia Al-Qur‟an : Kajian Kosakata), h.891. 34Achmad Mubarok, Psikologi al-Qur‟an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), h.73. 35Sudirman Tebba, Hidup Bahagia Cara Sufi (Tangerang: Pustaka Irvan, 2007), h.13. 36M. Quraish Shihab, Dia Dimana-Mana: Tangan Tuhan Di Balik Setiap Fenomena

(Jakarta: Lentera Hati, 2010), h. 305. 37M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,

h.423.

62

Pertama, sabar terhadap ketaatan. Adapun sabar yang dimaksud ialah

sabar dalam ketaatan kepada Allah, karena ketaatan itu banyak dan berulang-

ulang. Dan ia tidak boleh meremehkannya karena terus berulang-ulang.

Apabila kalian telah masuk dalam ketaatan, maka bersabarlah, sempurnakan,

dan janganlah memutuskannya. Berapa banyak orang yang senantiasa ke

masjid dan menjaga shalatnya, kemudian habis kesabarannya, akhirnya

meninggalkan mesjid dan shalatnya. Dan berapa banyak orang yang memulai

menghafal al-Qur‟an kemudian pudar kesabarannya. Maka sudah seharusnya

bersabar terhadap ketaatan.38

Kedua, sabar dari kemaksiatan. Maksiat yang paling membahayakan

manusia adalah zina dan riba. Karena itu Allah memerintahkan untuk

bersabar terhadap keduanya.39

Dalam hidup yang banyak sekali godaan,

seperti hal-hal yang dilarang Allah yaitu berzina, mabuk, berjudi, mencuri

dan korupsi. Sebagai hamba Allah haruslah bisa menahan diri dan bersabar

agar tidak mengerjakan larangan-larangan itu.40

Ketiga, sabar dalam ketentuan takdir (musibah) dari Allah.41

Sabar

ketika mengalami musibah seperti kematian, kecelakaan, usaha bangkrut,

dipecat dari pekerjaan, difitnah, dan sebagainya. Orang harus bersabar dalam

mengahadapi segala bentuk musibah yang menghampirinya, karena musibah

itu merupakan cobaan dari Allah. Apakah ia dapat menjalaninya dalam

berkeluh kesah atau dengan senantiasa bersabar. Kemudian juga harus diingat

bahwa nikmat yang diterima dari Tuhan masih lebih besar daripada musibah

yang menimpanya.42

38Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi, 40 Karakteristik Mereka yang Dicintai Allah

Berdasarkan al-Qur‟an dan as-Sunnah, Perj Endang Saiful Aziz, Taufiq Nuryana, h.83-84. 39Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi, 40 Karakteristik Mereka yang Dicintai Allah

Berdasarkan al-Qur‟an dan as-Sunnah, Perj Endang Saiful Aziz, Taufiq Nuryana, h.88. 40Sudirman Tebba, Hidup Bahagia Cara Sufi, h.4. 41Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi, 40 Karakteristik Mereka yang Dicintai Allah

Berdasarkan al-Qur‟an dan as-Sunnah, Perj Endang Saiful Aziz, Taufiq Nuryana, h.83. 42Sudirman Tebba, Hidup Bahagia Cara Sufi, h.4.

63

d. Etos Kerja

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia etos adalah pandangan hidup

yang khas dari satu golongan sosial. Sedangkan etos kerja adalah semangat

kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok.

Etos menyangkut semangat hidup termasuk semangat bekerja, menuntut ilmu

pengetahuan dan meningkatkan keterampilan agar dapat membangun

kehidupan yang lebih baik di masa depan.43

Etos kerja dalam Islam

merupakan hal yang sangat penting dan mendasar karena dengan etos kerja

umat islam akan mampu mewujudkan apa yang diinginkan sebagai bekal

hidup diakhirat. Hal inilah yang betapa mahal nilai etos kerja sehingga Islam

sangat menghargai orang-orang yang mempunyai karakter etos kerja yang

tinggi sesuai dengan ajaran Islam.44

Seperti halnya semut juga memiliki semangat etos kerja yang tinggi.

Semut tidak mengenal lelah dan tidak mengenal kesulitan. Bekerja sambil

beribadah. Itulah kalimat yang pantas disandingkan dengan etos kerja semut.

Semut bekerja bukan hanya untuk kebaikkan ia sendiri, melainkan untuk

kebersamaan. Semut telah menerima program kerja sejak semut masih

menjadi larva. Oleh karena itu, mereka tidak pernah kebingungan apa yang

seharusnya mereka lakukan setelah menjadi semut kecil.45

Itulah salah satu

bagian dari keiistimewaan semut yaitu sikap etos kerja yang tinggi, dan sikap

berhati-hati

Di dalam prinsip islam, bekerja adalah ibadah, dan bukti pengabdian

dan rasa syukurnya untuk mengolah serta memenuhi panggilan Ilahi agar

mampu menjadi yang terbaik karena mereka sadar bahwasanya bumi

diciptakan sebagai ujian bagi mereka yang memiliki etos yang terbaik.

Sebagaimana firman Allah Swt

43Sudirman Teba, Bekerja dengan Hati (Tangerang: Pustaka Irvan, 2009), h.11. 44Muhammad Djakfar, Etika Bisnis Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral

Ajaran Bumi (Jakarta: Penebar Plus, 2012), h. 100 45Thoriq Aziz Jayana, Meneladani Semut dan Lebah, h.122.

64

Artinya: “Sesungguhnya kami telah menjadikan apa yang di bumi

sebagai perhiasan baginya, agar kami menguji mereka siapakah di

antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (Q.S al-Kahfi [18] : 7)

Ayat diatas memberikan gambaran bahwasanya setiap pribadi muslim

dapat mengaktualisasikan etos kerja dalam bentuk mengerjakan sesuatu

dengan kualitas yang tinggi. Yang sebagaimana agama bertujuan

mengantarkan hidup manusia kepada kesejahteraan dunia maupun akhirat,

lahir dan batin, Islam telah membentangkan dan meretangkan pola hidup

yang ideal dan praktis.46

Adapun ciri-ciri orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja

akan tampak dalam sikap dan tingkah lakunya mereka meyakini bahwa

bekerja merupakan bentuk ibadah, suatu panggilan dan perintah Allah yang

akan memuliakan dirinya, memanusiakan dirinya sebagai bagian dari manusia

pilihan.47

Serta ia akan selalu bermoral bersih, menghargai waktu,

menjunjung tinggi kejujuran, memiliki komitmen yang kuat, dan sebagainya.

Sepatutnya bagi orang islam, untuk mengamalkan apa yang di imani dan

diyakini, sebagai bentuk implementasi dari ajaran etos kerja yang dinamis

dalam islam.48

e. Bersyukur Atas Nikmat

Pada surah al-Naml ayat 19 dijelaskan bahwa Nabi Sulaiman tersenyum

ketika mendengar perkataan semut kepada semut lainnya. Karena hal tersebut,

beliau begitu takjub dan senang hatinya sangat lapang dengan pemahaman atas

perkataan semut itu serta kandungan dari perkataannya. Padahal, di dalam hati

Sulaiman tidak pernah terlintas untuk menyakiti dan menimpakan keburukan

kepadanya serta dengan lapang dada berusaha untuk selalu menyadarinya.49

46Sulaeman Jajuli, Ekonomi dalam al-Qur‟an, (Yogyakarta: Deepublish, 2018), h.207-

208. 47Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim (Jakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1995),

h.29. 48Muhammad Djakfar, Etika Bisnis Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral

Ajaran Bumi, h.100 49Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zilalil Qur‟an, Terj Syihabuddin (Jakarta : Gema Insani Press,

1999) h. 393

65

Atas rahmat dan karunia yang telah Allah berikan kepada Nabi Sulaiman

berupa kemampuan memahami percakapan raja semut itu, dan adanya semacam

anggapan baik dari raja semut terhadap sulaiman dan bala tentaranya, maka

sulaiman berdo‟a

“Ya Tuhanku berilah aku ilham

untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah engkau anugerahkan kepadaku dan

kepada kedua orang tuaku dan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau

ridhai, dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-

hamba-Mu yang shaleh”. Dari do‟a Nabi Sulaiman itu dapat dipahami bahwa

yang diminta oleh Sulaiman kepada Allah swt ialah kebahagiaan yang abadi di

akhirat nanti. Sekalipun Allah telah melimpahkan beraneka ragam kesenangan

dan kekuasaan duniawi kepadanya, namun ia tidak terpesona dengan kekuasaan

dan kesenangan duniawi itu adalah kesenangan sementara sifatnya yang tidak

kekal.50

Sudah sepatutnya manusia senantiasa selalu mensyukuri segala nikmat

yang telah diberikan oleh Sang Pencipta. Bersykur adalah tanda bahwa semua

yang dimiliki sejatinya adalah bukan milik kita, semuanya merupakan titipin oleh

Sang Maha Kuasa. Syukur seorang hamba kepada Allah dapat dilakukan dengan

beberapa tahapan. Pertama, syukur dengan hati, yaitu kepuasan batin atas apa

yang telah Allah berikan. Kedua, syukur dengan lidah, dengan cara mengakui

nikmat dan memuji pemberiannya. Ketiga, syukur dengan perbuatan, dengan cara

memanfaatkan nikmat yang diberikan sesuai tujuannya.51

Oleh karena itu,

sepatutnya manusia bisa mengambil pelajaran dari Nabi Sulaiman untuk selalu

bersyukur atas apa yang telah Allah berikan. Karena tingginya derajat seseorang

di mata Allah bukan karena harta dan pangkatnya, tetapi karena ketakwaannya

kepada Allah.

50Zaini Dahlan, dkk., Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid VII, h.219. 51Muhammad Gufron Hidayat, Berburu Warisan Nabi Yusuf dan Nabi Sulaiman (Media

Pressindo, 2015), h.105.

67

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan apa yang telah dianalisis dan di paparkan maka penulis

berkesimpulan bahwa pesan moral yang dapat dijadikan pelajaran dari kisah

Nabi Sulaiman dan semut dalam al-Qur’an adalah tolong menolong antar

sesama, yang ditunjukkan oleh semut ketika ada semut lain yang kelaparan.

Meyimpan makanan untuk saling berbagi dengan semut yang juga sedang

kelaparan. Sabar dalam keadaan apapun, sifat semut yang selalu dalam

menjalankan tugas, mengerjakan sesuatu hal yang dikerjakan seperti

membuat “jalan-jalan panjang” ia kerjakan dengan hati-hati dan penuh

kesabaran. Seperti halnya semut juga memiliki semangat etos kerja yang

tinggi. Semut tidak mengenal lelah dan tidak mengenal kesulitan. Bekerja

sambil beribadah. Semut bekerja bukan hanya untuk kebaikkan ia sendiri,

melainkan untuk kebersamaan. Kemudian dalam kisah perjalanan Nabi

Sulaiman ketika hendak melewati lembah semut, sulaiman bersyukur atas

segala apa yang telah Allah berikan kepadanya salah satunya adalah di

anugerahi pemahaman bahasa hewan.

Selanjutnya persamaan dan perbedaan dari Tafsir Kementerian Agama

dan Tafsir al-Mishbâh tentang ayat yang berkaitan dengan semut dalam al-

Qur’an adalah Persamaan di dalam penafsiran Tafsir Ilmî Kementerian

Agama dengan Tafsir al-Mishbâh terletak pada tafsirannya sama-sama

membahas Zoologi dari semut. Keduanya sama-sama menggunakan bahasa

yang mudah dipahami. Perbedaan dalam penafsiran terlihat bahwa Tafsir

Kementerian Agama membahas rangkaian objek semut di beberapa hadis.

Dan membahas seluruh perikehidupan semut. Tafsir Ilmi Kementerian

Agama menafsirkan semut sebagai Ẑarrah dan ada yang memahami Qarsah

sebagai semut.

Sedangkan Tafsir al-Mishbâh membahas rangkaian dari keunikkan

semut serta keistimewaannya. Perbedaan metode yang digunakan dalam

penafsiran kedua kitab tafsir tersebut, maka akan berbeda hasil yang

68

dikemukakan. Dalam menafsirkan tentang kisah semut Tafsir Ilmi

Kementerian Agama menggunakan metode tematik (maudhȗ’î), dengan

ditetapkannya judul-judul yang akan dibahas, pemahaman ayat-ayat al-

Qur’an dapat diserap secara utuh. Dalam menafsirkan kisah Nabi Sulaiman

dan Semut Tafsir al-Mishbâh menggunakan metode Tahlîlî, dengan

menggunakan metode ini dapat mengetahui dengan mudah tafsiran suatu ayat

karena mengikuti susunan mushaf utsmani, dan dapat mengetahui secara

mudah korelasi atar ayat dan ayat lainnya

B. Saran dan Kritik

Kisah kehidupan semut dan Nabi Sulaiman merupakan pelajaran yang bisa

dicontohkan di dalam kehidupan manusia. Dari kehidupan semut bisa di ambil

beberapa contoh yang baik-baik yang dapat diaplikasikan di dalam kehidupan.

Penelitian ini berusaha mengungkap pesan moral dari kisah Nabi Sulaiaman dan

Semut yang dapat dijadikan pelajaran. Dari yang dibahas di dalam skripsi ini,

penulis merasa bahwa masih banyak pesan-pesan, dan tujuan yang belum di

ungkapkan.

Hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan ilmu

pengetahuan penulis dan sumber yang penulis gunakan. Oleh karena itu penulis

berharap penelitian ini dapat dijadikan objek penelitian selanjutnya.

69

DAFTAR PUSTAKA

Abdushsamad, Muhammad Kaamil. Mukjizat Ilmiah Dalam al-Qur’an.

Penerjemah Alimin, Gha‟neim, dkk. Jakarta: Akbar Eka Sarana, 2003.

Adi, Antonius Prasetya. “Metamorfosis Semut sebagai Inspirasi Penciptaan Seni

Lukis.” Jurnal Pendidikan Seni Rupa, no 5 (2016).

al-„Âridl, „Ali Hasan. Sejarah dan Metodologi Tafsir. Penerjemah Ahmad Arkom.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994.

Al-Alfaazh Buku Pintar Memahami Kata-Kata dalam al-Qur’an. Pustaka al-

Kautsar: Jakarta, 2017.

Amir, Mafri. Literatur Tafsir Indonesia. Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013.

Anshori, Ulumul Qur’an : Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan. Jakarta:

Rajawali Press, 2016.

Arifin, Gus dan Faqih, Suhendri Abu. Al-Qur’an Sang Mahkota Cahaya. Jakarta:

PT Elex Media Komputindo, 2010.

Awalia, “Keshahihan Hadits dalam Tafsir al-Misbah (Studi Kualitas Sanad dan

Matan Hadits dalam Menafsirkan Q.S al-Fatihah).” Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2015.

Azizy, Jauhar. “Pluralisme Agama dalam Al-Qur‟an: Telaah Terhadap Tafsir

Departemen Agama.” Tesis Sekolah Pascasarjana, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2007.

Basyarahi, Aziz Salim. 22 Masalah Agama. Jakarta: Gema Insani, 1992.

al-Bâqî‟, Fu‟âd „Abd. Mu‘jam al-Mufahras li al-fāẓ al-Qur’ān al-Karīm. Kairo:

Maktabah Dar Kutub al-Misriyyah, 1364 H.

Chaer, Abdul. Perkenalan Awal Degan al-Qur’an. Jakarta: RinekaCipta, 2014.

Dahlan, Zaini. dkk. Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid VII, Yogyakarta: Universitas

Islam Indonesia, 1991.

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan).

Jakarta: Departemen Agama, 2007.

Djakfar. Muhammad, Etika Bisnis Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan

Moral Ajaran Bumi. Jakarta: Penebar Plus, 2012.

70

Djamaluddin, Thomas. Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Umat. Jakarta:

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), 2011.

Effendi, Djohan. Pesan-Pesan al-Qur’an. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,

2012.

Ensiklopedia Dunia Hewan. Jilid 7. Jakarta: Lentera Abadi, 2008.

al-Farmâwi, Abdul Hayy. Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya.

Penerjemah Rosihon Anwar. Bandung : CV Pustaka Setia, 2002.

Fabel al-Qur’an : 16 Kisah Binatang Istimewa yang Diabadikan dalam al-

Qur’an,. Tangerang: Lentera Hati, 2014.

Faizin, “Integrasi Agama dan Sains dalam Tafsir Ilmi Kementerian Agama.”

Jurnal Ushuluddin, no. 1 (Januari-Juni 2017).

Fathiyyah, Monaya. “Study Komparatif Pemikiran Quraish Shihab dan Sayyid

Qutb Tentang Makna Kamal dan Tamam dalam Al-Qur‟an.” Skripsi S1

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011.

Ghafur, Saiful Amin. Profil Para Mufasir Al-Qur’an. Yogyakarta, Pustaka Insan

Madani, 2008.

al-Hafidz, Ahsin W. Kamus Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Amzah, 2006.

Hadi. Nur. “Tafsir A-Qur‟an Al-Azhim Karya Raden Pengulu Tabshir Al-Anam

Karaton Kasunanan Surakarta ( Studi Metode dan Corak Tafsir ).” Tesis

S2 Fakultas Program Pascasarjana, Institut Agama Islam Negeri Surakarta,

2017.

Hakim, Mashur „Abdul. Sulaiman The World’s Greatest Kingdom History.

Penerjemah Umi Nurun Ni‟mah. Bandung: Mizania, 2016.

Halim, Samir Abdul. dkk, Ensiklopedia Sains Islami. Tangerang: Kamil Pustaka,

2015.

Hilmi, Asep. “Konsep Hidup Sejahtera Perspektif Al-Qur‟an (Studi Komparatif

Penafsiran M. Quraish Shihab dan Hamka).” Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2018.

Hude, Darwis. Emosi Penjelajah Religio Psikologis Tentang Manusia di Dalam

al-Qur’an. Jakarta: Erlangga, 2006.

Idris, M. dkk, Kamus MIPA : Matematika, Fisika, Kimia, Biologi. Jogjakarta: Ar-

ruz Media, 2016.

71

Iqbal, Muhammad. Metode Penafsiran Al-Qur’an M. Quraish Shihab. Jurnal

Tsaqafah, no 2, Vol 6 (2010).

al-Jauziyyah, Ibnul Qayyim. ‘Uddat ash-Shâbir în : Bekal Untuk Orang-orang

yang sabar. Penerjemah Iman Firdaus. Jakarta: Qisthi Press, 2010.

Jajuli, Sulaeman. Ekonomi dalam al-Qur’an, Yogyakarta: Deepublish, 2018.

Jayana, Thoriq Aziz. Meneladani Semut dan Lebah. Jakarta: PT Elex Media

Komputindo, 2015.

Julkarnain, Muhammad. “Epistemologi Tafsir Ilmi Kemenag: Tumbuhan dalam

Perspektif Al-Qur‟an dan Sains.” Jurnal Penelitian Keislaman, no. 1

(Januari, 2014).

Katsir, Ibnu. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Terj Syihabuddin. Jakarta : Gema

Insani Press, 1999.

al-Khalafi, Abdul Azhim bin Badawi. 40 Karakteristik Mereka yang Dicintai

Allah Berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Penerjemah Endang Saiful

Aziz dan Taufiq Nuryana. Jakarta: Darul Haq, 2017.

Kementerian Agama RI, Pelestarian Lingkungan Hidup (Tafsir al-Qur’an

Tematik). Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2012.

Khalil, Syauqi Abu. Atlas al-Qur’an, Penerjemah Ahsin Sakho Muhammad dan

Sayuti Anshari Nasution. Jakarta: PT Kharisma Ilmu, 2006.

Khumadi, Paradigma Sains Integratif Al-Farabi : Pendasaran Filosofis Bagi

Relasi Sains, Filsafat, dan Agama. Jakarta: Sandra Press, 2015.

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan

Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2012.

Masduki, Mahfudz. Tafsir al-Misbah M Quraish Shihab: Kajian Atas Amtsal Al-

Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Maarif, Nurul H. Menjadi Mukmin Kualitas Unggul. Ciputat: Alifia Books, 2018.

Mubarok, Achmad. Psikologi al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001.

al-Mundzihir, Abdul Qawi. Ringkasan Shahih Muslim. Penerjemah Pipih Imran

Nutsani. Sukoharjo: Insan Kamil, 2014.

Mudzhar, Mohammad Atho dan Maksum, Muhammad. Fikih Responsif

Dinamika Integrasi Ilmu Hukum, Hukum Ekonomi dan Hukum Keluarga.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017.

72

_____, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Jakarta: INIS, 1993.

Muhammad, Ahsin Sakho. Oase al-Qur’an Penyejuk Kehidupan. Jakarta: Qaf,

2017.

Munawar, Khotib. “Konsep Sarang Semut Dalam Pengembangan Arsitektur

Islami (Kajian Q.S. Al-Naml).” dalam Jurnal Qaf: Ilmu-Al-Qur‟an dan

Tafsir no. 2 (Januari 2017).

Munawwir, Ahmad Warson. al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.

Muttaqien, Ahmad. “Konstruksi Tafsir Ilmi Kemenag RI-LIPI: Melacak Unsur

Lepentingan Pemerintah dalam Tafsir.” Religia Jurnal Ilmu-Ilmu

Keislaman, no. 1 (Oktober 2016).

Naik, Zakir. Miracles of al-Qur’an dan as-Sunnah. Penerjemah Dani Ristanto.

Solo: Aqwam, 2015.

Nata, Abuddin. Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:

PT Raja Grafindo3, 2005.

Nata, Abudin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010.

an-Najjar, Zaglul dan Kahil, Abdul Daim. Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah Al-

Qur’an dan Hadis. Jakarta: PT Lentera Abadi, 2012.

Nurdin, Kajian Tafsir Kontemporer di Indonesia : Studi Terhadap Pemikiran M.

Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah,

Nurhakim, Syerif. Dunia Burung dan Serangga : Mengenal Fakta Sains dan

Keunikkannya. Jakarta: Bestari, 2014.

Purba, Noir Primadona dan Pranowo, Widodo Setiyo. Dinamika Oseanografi

Deskripsi Karakteristik Massa Air dan Sirkulasi Air Laut. Bandung: Unpad

Press, 2015.

Puspitasari, Novi. “ “Serangga” dalam al-Qur‟an (Kajian Atas Penafsiran Fakhr

al-Din al-Razi dalam Kitab Mafatih al-Gaib),” Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2017.

Purwanto, Agus. Ayat-Ayat Semesta Sisi-Sisi Al-Qur’an Yang Terlupakan.

Jakarta: Mizan, 2008.

al-Qattân, Mannā Khalīl. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Penerjemah Aunur

Rafiq El-Mazni. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006.

al-Qaṯ ṯ ân, Mannâ Khalîl. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Penerjemah Mudzakir.

Jakarta: Litera AntarNusa, 2010.

73

al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi. Penerjemah Muhyiddin Mas Rida dan

Muhammad Rana Mengala. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.

Qardhawi, Yusuf. Berinteraksi dengan al-Qur’an, Penerjemah Abdul Ayyie al-

Kattani. Jakarta: Gema Insani Press, 1999.

Qismah, Qoni‟atun.“Relasi Hewan dan Manusia dalam al-Qur‟an (Tela‟ah Kisah

Nabi Sulaiman dan Hewan dalam Surah Al-Naml,” (Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin, IAIN Walisongo Semarang, 2012.

Qutb, Sayyid. Tafsir fi Zilalil Qur’an. Penerjemah As‟ad Yasin, dkk. Jakarta:

Gema Insani, 2004.

Rahman, Afzalur. Ensiklopediana Ilmu Dalam al-Qur’an: Rujukan Terlengkap

Isyarat-Isyarat Ilmiah Dalam Al-Qur’an. Penerjemah Taufik Rahman.

Bandung: Mizan, 2007.

Rifki, Muhammad. “Matsal Serangga dalam al-Qur‟an (Studi Kritis tafsir

Kementerian Agama)”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2017.

ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Sejarah & Pengantar Ilmu Al-Qur’an

dan Tafsir. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2009.

al-Shâbȗ nî, „Ali. Kamus Al-Qur’an Quraanic Explorer. Jakarta: Shahih, 2016.

Said, Hasani Ahmad. Diskursus Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir al-Misbah

(Jakarta: Amzah, 2015.

_______. “Menggagas Munasabah Al-Qur‟an Peran dan Model Penafsiran al-

Qur‟an.” Jurnal Studia Islamika, vol. 13, no.1, (Juni 2016).

Shihab, M. Quraish. Al-Lubab Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah

al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati, 2012.

______. Dia Dimana-Mana: Tangan Tuhan Di Balik Setiap Fenomena. Jakarta:

Lentera Hati, 2010.

______. dkk, Sejarah dan Ulumul Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013.

______. ed., Ensiklopedia Al-Qur’an : Kajian Kosakata. Jakarta: Lentera Hati,

2007.

______. Kaidah Tafsir. Tangerang: Lentera Hati, 2013.

______. Lentera al-Qur’an Kisah dan Hikmah Kehidupan. Bandung: Mizan,

2008.

74

______. Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan

Masyarakat. Bandung: Mizan, 2013.

______. Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. Vol 15.

Jakarta: Lentera hati, 2002.

______ Wawasan al-Qur’an Tafsir Tematik Atas Pelbagi Persoalan Umat.

Bandung: Mizan, 2007.

Shohib, Muhammad. dkk. Profil Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Jakarta:

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Badan Litbang dan Diklat

Kementerian Agama Republik Indonesia, 2013.

Sukiati, “Hukum Melakukan Penimpunan Harta/Monopoli (ihtikâr) dalam

perspektif hadis.” Miqot, no 2 (Juli-Desember 2009).

Suma. Muhammad Amin, Ulumul Qur’an. Jakarta: Rajawali Press, 2013.

Suryanto, Djoko. Hujan Harus Disimpan. Yogyakarta: Deepublish, 2018.

Suryadilaga, M. Alfatih dkk, Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras, 2005.

Suryani, Lilis. “Amtsal dalam al-Qur‟an (Kajian Tafsir Tahlili surat al-A‟raf ayat

175-178”. (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Raden Fatah, 2016).

Syafe‟I, Racmat. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia, 2012.

Syafieh, “Perkembangan Tafsir Falsafi dalam Ranah Pemikiran Islam,” Jurnal At-

Tibyan, vol 2, no 2 ( Juli-Desember 2017).

Syamsuri, Hasani Ahmad, ed. Studi Ulumul Qur’an. Jakarta: Zikra Multi Service,

2009.

Tanar, M. Shohib. “Telaah Tentang Tafsir al-Qur‟an Departemen Agama RI.”

dalam jurnal Lektur al-Qur‟an, Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan

Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI,

2003), Vol 1, No, 1.

Taslaman, Caner. Miracle Of The Quran: Keajaiban Al-Quran Mengungkapkan

Penemuan-Penemuan Ilmiah Modern. Penerjemah Ary Nilandari.

Bandung: Mizan, 2011.

Tasmara, Toto. Etos Kerja Pribadi Muslim. Jakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa,

1995.

Tebba, Sudirman. Bekerja dengan Hati. Tangerang: Pustaka Irvan, 2009.

75

______. Sudirman. Hidup Bahagia Cara Sufi. Tangerang: Pustaka Irvan, 2007.

Thayyarah, Nadiah. Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an. Penerjemah M. Zaenal

Arifin, Nurkaib, dkk. Jakarta: Zaman, 2013.

ath-Thabari, Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir. Tafsir Ath-Thabari. Penerjemah

Ahsan Askan dkk. Jilid 19. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.

Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988.

Uikhusna, Nidaa. “Konsep Penciptaan Alam Semesta (Studi Komparatif Antara

Teori M Stephen Hawking dengan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya,

Kementerian Agama RI).” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas

Islam Negeri Jakarta, 2013.

Untara, Wahyu. Kamus Sains. Jakarta: Indonesia Tera, 2014.

Wahyudin, “Corak dan Metode Tafsir Bint Al-Shati‟ Studi atas al-Tafsir al-

Bayâniy li al-Qur‟an al-Karîm.” Jurnal Episteme, no 1, (Juni 2014).

Widitya, Galuh dan Oktasari, Armyza “Manifestasi Konsep Ta‟âwun dalam

Zaakwaarneming Perspektif Hukum Perikatan.” Et-Tijarie, no 1, Vol 5

(2018).

Yahya, Harun. Keajaiban Pada Semut. Penerjemah Femmy Syahrani, Astutiati

Nurhasanah. Bandung: Dzikra, 2002.

Yulyanto, Andri. “Konsep Asbab Nuzul dan Aplikasinya Dalam Tafsir Al-

Misbah.” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan

Ampel Surabaya, 2016.

Yusuf, Muhammad as-Sayyid dan Hatim, Muhammad Abdul Qadir. Ensiklopedi

Metodologi al-Qur’an: Kehidupan Sosial, Penerjemah Abu Akbar Ahmad

dan Iman Firdaus. Jakarta: PT Kalam Publika, 2010.

al-Zarqânî, Muhammad „Abd al-„Azim. Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qur’ân,

Penerjemah Qadirun Nur Ahmad Musyafiq. Jilid 1. Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2002.

https://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita/mengenal-lebih-dekat-moedji-

raharto-maestro-astronom-indonesia, di akses pada 30 Januari 2019