repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45699/1/siti...
TRANSCRIPT
PESAN MORAL DARI KISAH NABI SULAIMAN DAN SEMUT
(KAJIAN KOMPARATIF ANTARA TAFSIR KEMENTERIAN AGAMA
DAN TAFSIR AL-MISHBÂH)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh:
Siti Nur Azizah Wijayani
NIM. 11140340000079
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
i
ABSTRAK
Siti Nur Azizah Wijayani
Pesan Moral dari Kisah Nabi Sulaiman dan Semut (Kajian Komparatif
Antara Tafsir Kementerian Agama dan Tafsir al-Mishbâh)
Ada banyak cerita mengenai kisah hewan di dalam al-Qur’an. Bahkan ada
beberapa hewan yang dijadikan nama-namanya menjadi nama surah di dalam al-
Qur’an. Sebagian darinya dijadikan perumpamaan atau tamsil, dan sebagian lagi
memberi sedikit penjelasan mengenai perikehidupannya. Salah satunya yaitu kisah
al-Naml (semut). Di dalam kisah tersebut membahas tentang Nabi Sulaiman yang
melewati lembah semut. Di dalam kisah Nabi Sulaiman dan perikehidupan semut
terdapat pelajaran dan petunjuk untuk manusia. Penyebutan ini bertujuan agar
manusia dapat memahami pesan Allah swt dan manusia juga dapat mengambil
pelajaran dari hewan tersebut. Penelitian ini bermaksud mencari tau apa saja pesan
moral kisah Nabi Sulaiman dan semut di dalam kehidupan yang dapat dijadikan
pelajaran untuk manusia.
Dalam penelitian ini penulis melakukan riset kepustakaan (library
research) yaitu mengumpulkan data-data yang akan dibahas dan menelaah
referensi dari yang berhubungan dengan permasalahan. Dengan menggunakan
sumber primer Tafsir al-Mishbâh karya M. Quraish Shihab dan Tafsir Ilmî
Kementerian Agama. Sedangkan analisis data kualitatif menggunakan metode
komparatif (muqâran). Adapun langkah-langkah muqâran menurut al-Farmâwi,
Pertama, Mengumpulkan sejumlah ayat al-Qur’an. Kedua, mengemukakan
penjelasan para mufassir. Ketiga, membandingkan pendapat-pendapat yang
mereka kemukakan. Keempat, menjelaskan siapa diantara mereka yang
penafsirannya dipengaruhi secara subyektif oleh mazhab tertentu.Pada penelitian
ini penulis mengkomparasi bagian yang ketiga yaitu membandingkan pendapat
para mufassir.
Adapun kesimpulan dari apa yang telah didapatkan oleh penulis adalah
pesan moral yang dapat dijadikan pelajaran dari kisah Nabi Sulaiman dan semut
dalam al-Qur’an adalah tolong menolong antar sesama, menabung atau menyimpan
untuk kebaikkan, sabar, dan memiliki etos kerja yang tinggi serta nikmat
bersyukur. Selanjutnya Persamaan di dalam penafsiran Tafsir Ilmî Kementerian
Agama dengan Tafsir al-Mishbâh terletak pada tafsirannya yaitu membahas
Zoologi dari semut. Perbedaan dalam penafsiran terlihat bahwa Tafsir Kementerian
Agama membahas rangkaian objek semut di beberapa hadis. Tafsir al-Mishbâh
membahas rangkaian dari keunikkan semut serta keistimewaannya. Tafsir Ilmî
Kementerian Agama menggunakan metode tematik (maudhȗ ’î) Dan corak yang
digunakan adalah corak Ilmî. Sedangkan Tafsir al-Mishbâh menggunakan metode
Tahlîlî dan bercorak adabî ijtimâ’î (sosial kemasyarakatan). Karena perbedaan
dari metode penafsiran tersebut makan berbeda juga hasil yang dikemukakan oleh
kedua kitab tafsir tersebut.
Kata Kunci: Pesan Moral, Nabi Sulaiman, Semut.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillâhirabbil’âlamîn segala puji hanya milik Allah Sang Pencipta
alam semesta Sang Pengatur segala makhluk-Nya. Kepada-Nyalah penulis
meminta dan memohon kemudahan disetiap langkah dan urusan yang sedang
dihadapi. Semoga Allah senantiasa memberikan pertolongan kepada para hamba-
Nya dan hidup senantiasa dalam keridhaan-Nya. Shalawat serta salam semoga
selalu tercurahkan kepada sosok Rahmatan li al-‘ Âlamîn, cahaya di atas cahaya,
manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw. serta do’a untuk keluarga,
sahabat, dan para pengikutnya hingga zaman menutup mata.
Akhirnya penulis telah sampai dirangkaian akhir skripsi ini. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa usaha yang terus menerus,
repalan do’a, semangat dan motivasi yang tak ada henti-hentinya, serta bantuan
dari keluarga, sahabat-sahabat penulis, teman seperjuangan, teman satu organisasi,
teman seperantauan, teman kumpul bareng, maupun dosen pembimbing yang telah
membantu menyelesaikan skripsi ini hingga akhir. Semoga Allah senantiasa
memberikan keberkahan, nikmat sehat, dan balasan yang baik atas kebaikan-
kebaikan dan do’a-do’a mereka. Aamiin.
Disamping itu penulis menyadari sepenuhnya bahwa keberadaan skripsi ini
tidak akan terwujud tanpa bantuan dan kontribusi dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, M.A selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A., selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an
dan Tafsir dan Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd, selaku Sekretaris
Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Hasani Ahmad Said, M.A., selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing skripsi ini hingga
selesai.
iii
5. Bapak Drs. Harun Rasyid M.Ag selaku dosen pembimbing akademik. Serta
seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kedua Orang Tua penulis yang telah memberikan keteladanan, yang telah
memberikan seluruh hidupnya dengan kasih sayang, do’a yang tak pernah
putus, memberikan segala kebutuhan dalam hidup, nasihat, serta bimbingan
kepada penulis, semoga Allah memberikan balasan terbaik untuk keduanya.
7. Sahabat-sahabat penulis Tria Meldiana, Sholihatina Sadita, Husnil
Mardyah, Laila Firdaus, Imas Maulida, Nur Fikriyah, Himmaturif’ah, Mia
Milatus Sa’adah, Qurrata ‘Ayun, Muawwanah, Nindya Putri Rismayanto,
Rifkiatul Fajriah, Siti Sobariah, Desi Aryani, Evi Latifah, Fadhilah Idzni A.
Lutfah Nuraliyah, Kak doko, Ka Solihin, Ka Tati, Ima, Aang. Terimakasih
orang baik, yang masih membersamai penulis hingga akhir.
8. Teman-teman angkatan 2014 Tafsir Hadits, teman-teman kelas Tafsir
Hadits B. Family KKN Rangkul Rabak Rumpin (3R) terimakasih atas
perjuangan hingga akhir yang telah menyemangati dan saling
mengingatkan. Semoga Allah senantiasa memudahkan urusan kalian.
9. Teman-teman organisasi Ikatan Remaja Masjid Fathullah (IRMAFA),
Lembaga Ta’lim dan Tahfizh al-Qur’an (LTTQ) Masjid Fathullah, serta
keluarga besar Masjid Fathullah.
10. Terakhir teruntuk orang-orang yang mengenal penulis, bertukar pikiran
kepada penulis, saling mengingatkan dikala lupa, saling memberikan
informasi terkait penulisan penelitian ini.
Semoga Allah membalas dengan sebaik-baik balasan. Harapan penulis,
mudah-mudahan karya ini bermanfaat dan mempunyai kontribusi yang signifikan
bagi penelitian selanjutnya. Aamiin
Jakarta, 24 Januari 2019
Siti Nur Azizah Wijayani
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
PEDOMAN TRANSLITERASI .............................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Indentifikasi Masalah ................................................................ 7
C. Pembatasan Masalah .................................................................. 8
D. Perumusan Masalah .................................................................... 8
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 8
F. Tinjauan Pustaka......................................................................... 9
G. Metodelogi Penelitian ................................................................. 13
H. Sistematika Penulisan ................................................................. 14
BAB II MENGENAL TAFSIR ILMÎ KEMENTERIAN AGAMA DAN
TAFSIR AL-MISHBÂH
A. Tafsir Ilmî Kementerian Agama ................................................. 16
a. Sekilas Tentang Tafsir Ilmî Kementerian Agama ................. 16
b. Latar Belakang Penulisan Tafsir Ilmî Kementerian Agama .. 19
c. Metode dan Corak Tafsir Ilmî Kementerian Agama ............. 21
d. Sistematika Penulisan Tafsir Ilmî Kementerian Agama ........ 23
B. Tafsir al-Mishbâh ....................................................................... 24
a. Biografi Singkat dan Pemikirannya ....................................... 24
b. Sekilas Tentang Tafsir al-Mishbâh ........................................ 26
c. Latar Belakang Penulisan Tafsir al-Mishbâh ......................... 27
d. Metode dan Corak Tafsir al-Mishbâh ................................... 29
e. Sistematika Penulisan Tafsir al-Mishbâh .............................. 29
v
BAB III GAMBARAN TENTANG AL-NAML
A. Gambaran Tentang al-Naml (Semut) ......................................... 33
a. Definisi Serangga ........................................................... 33
b. Pengertian al-Naml ......................................................... 34
c. Al-Naml Nama Surah dalam al-Qur’an .......................... 35
d. Al-Naml dalam Pandangan Sains ................................... 37
a) Sistem Kasta Semut ............................................ 38
b) Komunikasi Antar Semut ................................... 40
c) Rumah dan Makanan Semut ............................... 41
B. Kisah Kehidupan Semut dan Sulaiman ...................................... 42
BAB IV ANALISIS TAFSIR KEMENTERIAN AGAMA DAN TAFSIR
AL-MISHBÂH TENTANG PESAN MORAL DARI KISAH NABI
SULAIMAN DAN SEMUT
A. Penafsiran Tafsir Ilmî Kementerian Agama Tentang Semut dalam
Prespektif al-Qur’an ........................................................................ 45
B. Penafsiran Tafsir al-Mishbâh Tentang Kisah Nabi Sulaiman dan
Semut .............................................................................................. 50
C. Persamaan dan Perbedaan Penafsiran Tafsir Ilmî Kementerian
Agama dan Tafsir al-Mishbâh ......................................................... 55
D. Pesan Moral dari Kisah Nabi Sulaiman dan Semut ........................ 58
a. Tolong Menolong Antar Sesama ........................................ 59
b. Menabung Sebagai Amal Kebaikkan .................................. 61
c. Sabar .................................................................................... 61
d. Etos Kerja ............................................................................ 63
e. Bersyukur Atas Nikmat ....................................................... 65
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 67
B. Saran dan Kritik .............................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 69
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Dalam skripsi, tesis,dan disertasi bidang keagamaan (baca: Islam), alih
aksara atau transliterasi, adalah keniscayaan. Oleh karena itu, untuk menjaga
konsistensi, aturan yang berkaitan dengan alih aksara ini penting diberikan.
Pengetahuan tentang ketentuan ini harus diketahui dan dipahami, tidak saja
oleh mahasiswa yang akan menulis tugas akhir, melainkan juga oleh dosen,
khususnya dosen pembimbing dan dosen penguji, agar terjadi saling control dalam
penerapn dan kosistensinya.
Dalam dunia akademis, terdapat beberapa versi pedoman alih aksara, antara
lain versi Turabian, Library of Congress, Pedoman dari Kementrian Agama dan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, serta versi Paramadina. Umumnya
jenis huruf (font) tertentu, seperti font Transliterasi, Times New Roman, atau
Times New Arabic.
Untuk memudahkan penerapan alih aksara dalam penulisan tugas akhir,
pedoman alih aksara ini disusun dengan tidak mengikuti kententuan salah satu
versi di atas, melainkan dengan mengkombinasikan dan memodifikasi beberapa
cirri hurufnya. Kendati demikian, alih aksara versi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ini disusun dengan logika yang sama.
1. Padanan Aksara
Berikut adalah aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ا
B Be ب
T Te ت
Ts Te dan es ث
J Je ج
H Ha dengan garis di bawah ح
Kh Ka dan ha خ
vii
D De د
Dz de dan zet ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy es dan ye ش
S es dengan garis di bawah ص
D de dengan garis di bawah ض
T te dengan garis di bawah ط
Z zet dengan garis di bawah ظ
Koma terbalik di atas ‘ ع
hadap kanan
Gh ge danha غ
F Ef ف
Q Ki ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha ه
Koma atas hadap ke kiri , ء
Y Ye ي
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vocal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal,
ketentuan alih aksanya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah
I Kasrah
viii
U Dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah
sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي Ai a dan i
و Au a dan u
3. Vokal Panjang
Kententuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
 a dengan topi di atas ــا
Î I dengan topi di atas ــي
ȗ ـــو u dengan topi di atas
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu dialih aksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun
huruf kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.
5. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda ( ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal
ini tidak berlaku jikahuruf yang menerima tanda syaddah itu terletak kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiah. Misalnya, kata ( الضرورة )
tidak ditulis ad-darȗ rah melainkan al-darȗ rah, demikian seterusnya.
ix
6. Ta Marbȗ tah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbȗ tah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi hruf /h/
(lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbȗ tah
tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika hruf ta
marbȗ tah tersebut diikuti kata benda (ism),maka huruf tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
1 Tarîqah
2 al-jâmî’ah al-islâmiyyah
3 Wahdat al-wujȗ d
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan
yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk
menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bukan, nama
diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahukui oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf
awal atau kata sandang. Contoh: Abȗ Hâmid al-Ghazâlî bukan Abȗ Hâmid
Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam
alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau
cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak
miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar
katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani
x
tidak’Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nȗ r al-Dîn al-
Rânîrî.
8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata,baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf (harf)
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara kalimat-
kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di
atas:
Kata Arab Alih Aksara
Dzahaba al-ustâdzu
Tsabata al-ajru
al-harakah al-‘asriyyah
Asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh
Maulâna Malik al- Sâliẖ
Yu`atstsrukum Allâh
Al-maẕ âhir al-‘Aqliyyah
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an secara harfiah berarti “bacaan sempurna”1. Al-Qur’an
merupakan mukjizat Islam yang abadi dimana semakin maju ilmu
pengetahuan, semakin terlihat validitas kemukjizatannya.2 Al-Qur’an
diturunkan untuk menjadi petunjuk seluruh manusia hingga akhir zaman3. Al-
Qur’an memberikan hidayahnya menunjukkan kemukjizatan kepada makhluk
yang selalu mengarahkan manusia agar menggunakan akal mereka dan
membuka mata mereka untuk melihat alam dan segala isinya.4
Sains tentang kehidupan binatang mendapatkan perhatian yang tidak
kurang besarnya dalam al-Qur’an dibandingkan tentang aspek-aspek
kehidupan lainnya. Dalam kehidupan binatang banyak mengungkapkan
keagungan dan kebesaran Sang Pencipta dalam ranah-ranah yang baru serta
mendorong manusia memerhatikan dunia hewan ini. Ada banyak ayat dalam
al-Qur’an yang menguraikan kehidupan binatang dalam berbagai konteks.5
Dalam ajaran Islam hewan banyak digunakan sebagai ilustrasi dalam
mukjizat-mukjizat pada banyak kisah dalam Al-Qur’an6. Hewan selain
1M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Tematik Atas Pelbagi Persoalan Umat
(Bandung: Mizan, 2007), h. 3. 2Mannā Khalīl al-Qattān, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Terj Aunur Rafiq El-Mazni,
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), h.3. 3Hasani Ahmad Said, “Menggagas Munasabah Al-Qur’an Peran dan Model Penafsiran al-
Qur’an”, Jurnal Studia Islamika, Vol. 13, No.1, Juni 2016, h.2. 4Muhammad ‘Abd al-‘Azim al-Zarqânî, Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, Terj
Qadirun Nur Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), jilid 1, h.15. 5Afzalur Rahman, Ensiklopediana Ilmu Dalam al-Qur’an: Rujukan Terlengkap Isyarat-
Isyarat Ilmîah Dalam Al-Qur’an. Perj Taufik Rahman (Bandung: Mizan, 2007), h.191-193. 6Seperti burung gagak yang dikirimkan kepada putra Nabi Adam untuk mengajari cara
menguburkan mayat saudaranya. Burung yang dibunuh dan ditempatkan bagian-bagian tubuhnya
oleh Ibrahim di beberapa puncak gunung, menjadi contoh kekuasaan Allah untuk menghidupkan
makhluk yang sudah mati, Burung gagak milik Bani Israil diperintahkan Nabi Musa untuk
mengungkap indentitas pembunuhan misterius. Serigala atau anjing hutan yang dituduh sebagai
pembunuh Nabi Yusuf. Burung bulbul atau hupu yang memberitahu sulaiman tentang Ratu Sheba
(Saba’). Rayap yang memakan tongkat Sulaiman dan mengungkapkan kenyataan bahwa Suliaman
telah wafat. Ikan besar yang menelan Nabi Yunus dan mengeluarkannya kembali karena dia
adalah salah seorang penyembah Allah. Anjing yang tidur bersama Ashabul Kahfi selama 309
tahun. Semut yang memperingatkan teman-temannya akan kedatangan Nabi Sulaiman dan
pasukannya. Gajah pasukan Abraahah yang gagal saat diperintahkan untuk menghancurkan
2
diposisikan sebagai permisalan dan mukjizat, dalam banyak ayatnya al-Qur’an
juga menjelaskan proses dan perikehidupannya. Al-Qur’an menjadikan hewan
sebagai “guru bagi manusia”. Al-Qur’an pun mengingatkan manusia bahwa
hewan juga memiliki nurani, dan karenanya harus diperlakukan dengan baik.7
Kehidupan hewan yang sangat beragam di dunia ini, semua itu
merupakan salah satu bukti kekuasaan Allah Swt. dari beberapa studi yang
membahas mengenai ekologi binatang pada masa kini dapat diketahui bahwa
berbagai jenis binatang hidup dalam bentuk masyarakat tersendiri.8 Penciptaan
manusia telah banyak diuraikan oleh para ulama. Penciptaan binatang sebagai
tanda kekuasaan Allah belum mendapatkan apresiasi sewajarnya. Hal ini dapat
dimaklumi karena untuk dapat memahami dunia binatang dibutuhkan
pengetahuan lain, salah satu bagian bidang biologi, yaitu zoologi.9
Di dalam al-Qur’an banyak hewan yang disebutkan. Sebagian darinya
dijadikan perumpamaan atau tamsil, dan sebagaian lagi memberi sedikit
penjelasan mengenai perikehidupannya. Penyebutan ini bertujuan agar
manusia dapat memahami pesan Allah dan mempelajarinya demi kepentingan
manusia sendiri.10
Salah satu hewan yang menunjukkan tanda dari
perikehidupannya adalah semut.
Hasil penemuan terbaru menunjukkan bahwa terdapat tatanan sosial
yang sistematis di kalangan hewan salah satunya yaitu semut.11
Semut hewan
yang sering ditemukan di tanah, pepohonan, dan rumah. Mereka hidup di
koloni besar dan anggota yang berjumlah hingga jutaan.12
Ka’bah. Perbandingan antara jarring laba-laba dan rumah manusia dan masih banyak lagi. (Lihat.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012), h. 3-4). 7Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains,
h. 4 8Khotib Munawar, “Konsep Sarang Semut Dalam Pengembangan Arsitektur Islami
(Kajian Q.S. Al-Naml),” dalam Jurnal Qaf: Ilmu-Al-Qur’an dan Tafsir no. 2 (Januari 2017): h.
176. 9Kementerian Agama RI, Pelestarian Lingkungan Hidup (Tafsir al-Qur’an Tematik)
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012), h. 154. 10
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains,
h. 25 11
Munawar, “Konsep Sarang Semut Dalam Pengembangan Arsitektur Islami (Kajian Q.S.
Al-Naml,”) dalam Jurnal Qaf: Ilmu-Al-Qur’an dan Tafsir h. 176. 12
Thoriq Aziz Jayana, Meneladani Semut dan Lebah (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2015), h. 52-53.
3
Semut mengajarkan kepada manusia suatu pelajaran berharga tentang
tolong-menolong.13
Semut mengenal sistem pertenakan.14
Semut dikenal
serangga yang memiliki pola hidup teratur, aktif, dan efisien. Setiap bentuk
aktivitas mereka didasari oleh aturan-aturan tertentu. Mereka satu-satunya
serangga yang bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup.
Selain itu, mereka juga satu-satunya serangga yang selalu menguburkan
rekan-rekannya yang mati.15
Al-Qur’an menyebut semut dalam rangkaian
kisah Sulaiman melintasi suatu lembah.
ساكنكم ل يطمنىكم سليمان حتى إذا أت وا على واد النىمل قالت نلة يا أي ها النىمل ادخلوا م ن ق ولا وقال رب أوزعن أن أشكر نعمتك الىت (18)وجنوده وهم ل يشعرون م ضاحكا م ف تبسى
(19)ني أن عمت عليى وعلى والديى وأن أعمل صالا ت رضاه وأدخلن برحتك ف عبادك الصىال
“Hingga ketika mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor
semut, “Wahai semut-semut! Masuklah ke dalam sarang-sarangmu,
agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya,
sedangkan mereka tidak menyadarinya.” (18) Maka dia tersenyum
dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia
berdo’a: “Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri
nikmat-Mu yang telah engkau anugerahkan kepadaku dan kepada
kedua orang tuaku dan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau
ridhai, dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan
hamba-hamba-Mu yang shaleh. (19). (Al-Naml/27 : 18-19)16
Di dalam tafsir al-Mishbâh karya M. Quraish Shihab menafsirkan
kata ل يشعرون la yasy’urun yang berarti mengesankan betapa semut itu tidak
mempersalahkan Nabi Sulaiman as. dan tentara beliau seandainya mereka
terinjak-injak. “bila itu terjadi kata semut itu pastilah Nabi Sulaiman as. tidak
menyadari keberadaan mereka disana”.17
13
Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an. Terj M. Zaenal Arifin,
Nurkaib, dkk (Jakarta: Zaman, 2013), h. 591. 14
Agus Purwanto, Ayat-Ayat Semesta Sisi-Sisi Al-Qur’an Yang Terlupakan (Jakarta:
Mizan, 2008), h.214. 15
Muhammad Kaamil Abdushsamad, Mukjizat Ilmîah Dalam al-Qur’an. Perj Alimin,
Gha’neim, dkk (Jakarta: Akbar Eka Sarana, 2003), h. 170. 16
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains,
h. 254. 17
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta:
Lentera Hati, 2002) h.423.
4
Kemudian di dalam Tafsir Kementerian Agama menerangkan bahwa
ayat ini memperlihatkan adanya komunikasi di antara semut dan kehidupan
sosial di bawah kepemimpinan rajanya penelitian mengungkapkan bahwa
untuk melaksanakan kehidupan sosial yang sangat terorganisasi ini, semut
mempunyai kemampuan komunikasi canggih.18
Allah Swt juga telah mengisyaratkan, bahwa sesungguhnya semut
merupakan makhluk sosial yang hidup di berbagai marga. Mereka adalah
makhluk koperatif dan memiliki solidaritas yang dirasakan oleh setiap anggota
terhadap yang lain. Hal ini terbukti dari deskripsi ayat yang menjelaskan bahwa
seekor semut memberikan peringatan kepada anggota lain.19
Penelitian terhadap semut memperlihatkan bahwa semut memiliki
organisasi sosial yang sangat rumit yang memungkinkan mereka
berkomunikasi satu sama lain.20
Begitu banyak informasi lain yang
menakjubkan bisa dipelajari tentang makhluk ini. Tatanan organisasi mereka
memiliki peradaban yang mirip peradaban manusia.21
Dalam rangka mengajak manusia untuk menyayangi semua makhluk,
Nabi mengaitkannya dengan pahala. Dikatakan oleh beliau bahwa Tuhan Yang
Maha Penyayang akan memberikan kasih sayang-Nya kepada orang yang
penyayang. Jika seseorang menunjukkan kasih sayang kepada semua makhluk
yang ada di muka bumi, maka Allah yang singgasana-Nya berada di langit
akan mencurahkan kasih sayang kepadanya.22
18
Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan) (Jakarta:
Kementerian Agama, 2007) h.188. 19
Zaglul An-Najjar dan Abdul Daim Kahil, Ensiklopedia Mukjizat Ilmîah Al-Qur’an dan
Hadis (Jakarta: PT Lentera Abadi, 2012), h.44. 20
Caner Taslaman, Miracle Of The Quran: Keajaiban Al-Quran Mengungkapkan
Penemuan-Penemuan Ilmîah Modern. Perj Ary Nilandari (Bandung: Mizan, 2011), h. 184. 21
Harun Yahya, Keajaiban Pada Semut. Perj Femmy Syahrani, Astutiati Nurhasanah
(Bandung: Dzikra, 2002), h.1. 22
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains.
h. 431-432.
5
“…berkatalah seekor semut…” di dalam Tafsir fi Zhilalil-Qur’an
Sayyid Qutb mengungkapkan bahwa semut itu adalah sesuatu yang memiliki
sifat kepemimpinan dan pengelolaan disiplin atas semut-semut yang
bertebaran di lembah itu. Kerajaan semut hampir sama dengan kerajaan lebah
dalam keteraturan disiplin dan pembagian tugas-tugas. Tugas-tugas itu
dilaksanakan dengan disiplin yang luar biasa. Kebanyakan manusia tidak
mampu mengikuti disiplin itu walaupun mereka dianugerahkan Allah dengan
akal yang maju dan pengetahuan yang tinggi.23
Ibn Katsîr juga mengungkapkan bahwa, para semut masuk ke dalam
sarang-sarangnya agar tidak terinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, walaupun
mereka tidak menyadarinya. Kemudian Sulaiman tersenyum karena mendengar
dan memahami perkataan semut tersebut. Dan berdo’a agar Allah selalu
memberinya ilham untuk tetap selalu mensyukuri nikmat kepadanya dan kedua
orangtuanya.24
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua kitab tafsir sebagai
bahan kajian perbandingan yaitu kitab Tafsir Ilmî Kementerian Agama dan
kitab Tafsir al-Mishbâh karya M. Quraish Shihab. Tafsir Ilmî Kementerian
Agama memuat sekian banyak ahli tafsir di Indonesia. Tafsir Kementerian
Agama menyusun al-Qur’an dan Tafsirannya dengan harapan dapat membantu
umat Islam untuk memahami kandungan Kitab suci al-Qur’an secara
mendalam.25
Sedangkan Tafsir al-Mishbâh sangat kontekstual dengan kondisi ke-
Indonesiaan, dalam banyak merespon beberapa hal yang aktual di dunia islam
Indonesia atau internasional. Dan dalam menafsirakan ayat beliau tidak
23
Sayyid Qutb, Tafsir fi Zilalil Qur’an, Terj As’ad Yasin, dkk (Jakarta: Gema Insani,
2004) h.393. 24
Ibnu Katsir, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Terj Syihabuddin (Jakarta : Gema Insani
Press, 1999) h.626. 25
M. Shohib Tanar, Telaah tentang Tafsir al-Qur’an Kementerian Agama RI, dalam
jurnal Lektur al-Qur’an, (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang Agama dan Diklat
Keagamaan Kementerian Agama RI, 2003), Vol 1, No, 1, h.54
6
menghilangkan korelasi antar ayat dan antar surat. Sehingga memberikan
kemudahan kepada pembacanya untuk memahami makna yang tersirat di
dalam al-Qur’an26
Pada surah al-Naml ayat 18, jika seseorang tidak mengetahui makna
dari al-Naml pada ayat tersebut pastilah hanya dimaknai dengan perkataan
semut yang menyuruh semut-semut yang lain masuk ke dalam sarang. Atau
sebagian orang mungkin hanya melihat semut adalah hewan yang tidak
berguna dan kerjanya hanya mengerubungi gula yang ada di dalam dapur
setiap rumah. Akan tetapi, jika mempelajari dan merenunginya, maka akan
menemukan bahwa semut adalah hewan yang sangat hebat dan mulia, bahkan
bisa dibilang bahwa manusia bisa belajar dari gerak gerik kehidupan para
semut.27
Dari gambaran tersebut penulis tertarik untuk meneliti tentang pesan-
pesan moral yang dapat dipelajari dari kisah Nabi Sulaiman dan semut. Penulis
tertarik meneliti dari tema surah al-Naml ayat 18-19. Ketika menjelaskan
tentang kehidupan semut dibutuhkan ilmu pengetahuan alam namun
kebanyakan mufassir membahas semut bukan dari sisi Ilmu pengetahuan
alamnya. Sedangkan pembahasan semut termasuk bagian dari ilmu
pengetahuan alam. Untuk mendapatkan informasi yang lebih komprehensif
maka dibutuhkan penafsiran yang bercorak ‘Ilmî28
terkait penjelasan semut.
Uraian tentang semut dan sulaiaman pada surah al-naml ayat 18-19,
dalam kandungan ayat ini dapat ditarik dalam bentuk tafsir corak ‘Ilmî dan
26
Andri Yulyanto “Konsep Asbab Nuzul dan Aplikasinya Dalam Tafsir Al-Mishbâh”
(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2016) h. 56 27
Samir Abdul Halim dkk, Ensiklopedia Sains Islami (Tangerang: Kamil Pustaka, 2015),
h.181. 28
Tafsir ‘Ilmî merupakan sebuah upaya memahami ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung
isyarat Ilmîah dari perspektif ilmu pengetahuan modern. Lihat Lajnah Pentashihan Mushaf Al-
Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-
Qur’an, 2012), h. xxii
7
tafsir bercorak adabî ijtimâ’î 29
. Tafsir ‘Ilmî dari Penafsiran Kementerian
Agama kemudian di komperatifkan dengan Tafsir al-Mishbâh karya M.
Quraish Shihab. Oleh karena itu penulis mengambil judul “Pesan Moral dari
Kisah Nabi Sulaiman dan Semut (Kajian Komparatif Antara Tafsir
Kementerian Agama dan Tafsir Al-Mishbâh)”
B. Indentifikasi Masalah
Terdapat permasalahan-permasalahan yang ada dalam latar belakang
masalah, pertama, pada surah al-naml ayat 18 menjadi ayat yang menarik.
Argumen penerjemahan yang mengartikan … وايا أي ها النىمل ادخل dari tinjauan
balaghah ada yang menerjemahkan bahwa yang memerihtahkan para
kawanan semut masuk ke dalam sarang yaitu Raja semut. Padahal jika di
analisis lagi kajian kebahasaannya bahwa yang memerihtahkan masuk
kedalam sarang yaitu Ratu semut.
Kedua, semut sebagai mukjizat / I’jaz karena berkaitan dengan
pengetahuan Nabi Sulaiman atas peringatan yang disampaikan oleh semut
terhadap bangsanya, dan mukjizat pengetahaun semut itu bahwa orang-orang
yang berada di pawai adalah Nabi Sulaiman dan tentaranya.30
Ketiga,
persamaan dan perbedaan penafasiran dari segi corak ‘ilmi. Keempat, al-naml
sebagai nama surah.
29
Menurut al-Dzahabî yang dimaksud Tafsir adabî ijtimâ’î adalah corak penafsiran yang
menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan ketelitian ungkapan yang disusun dengan bahasa
yang lugas, dengan menekankan tujuan pokok diturunkannya Al-Qur’an, lalu mengaplikasikannya
pada tatanan sosial, seperti pemecahan masalah-masalah umat islam dan bangsa pada umumnya,
sejalan dengan perkembangan masyarakat. (Lihat ‘Ali al-Shâbȗnî, Kamus Al-Qur’an Quraanic
Explorer (Jakarta: Shahih, 2016) h.769.) 30
Sayyid Qutb, Tafsir fi Zilalil Qur’an, Terj As’ad Yasin, dkk. h. 394.
8
C. Pembatasan Masalah
Dari permasalahan-permasalahan yang tertuang dalam identifikasi
masalah, penulis membatasi pada permasalahan penafsiran kisah semut dan
Nabi Suliaman pada surah al-naml ayat 18-19. Dalam menjelaskan penafsiran
al-naml dan kisah Nabi Sulaiman, penulis membatasi pada kitab tafsir yang
digunakan untuk menganalisa. Yaitu penulis menggunakan kitab Tafsir Ilmi
Kementerian Agama dan kitab Tafsir al-Mishbâh karya M. Quraish Shihab.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan
permasalahan pada:
1. Apa saja pesan moral yang dapat diambil dari kisah kehidupan semut
dan Nabi Sulaiman dalam perspektif al-Qur’an?
2. Apa persamaan dan perbedaan dari tafsir Ilmî Kementerian Agama dan
tafsir Al-Mishbâh tentang ayat yang berkaitan dengan semut dan Nabi
Sulaiman dalam al-Qur’an?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengungkapkan pesan-pesan moral dari kehidupan semut.
2. Mengetahui bagaimana kesamaan dan perbedaan penafsiran
Kementerian Agama dan Tafsir al-Mishbâh terhadap ayat-ayat yang
berkaitan dengan semut dalam al-Qur’an.
3. Untuk memperkaya khazanah keilmuan tentang pesan moral dalam
kehidupan semut.
4. Untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan dalam mencapai gelar S1
jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang
menyeluruh dan benar tentang makna semut dalam al-Qur’an.
9
2. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif
dalam pemahaman tentang penafsiran ayat-ayat yang berkaitan tentang
semut.
F. Tinjauan Pustaka
Tafsir ayat-ayat kauniyah khususnya dalam penelitian ini adalah ayat-
ayat yang merupakan membahas tentang ilmu pengetahuan alam atau sains
yang sampai saat ini masih menarik untuk dikaji.
Dalam penelusuran penulis ada beberapa bentuk tulisan yang berkaitan
tentang ayat-ayat kauniyah (tafsir Ilmî) terutama tentang hewan dalam al-
Qur’an dalam bentuk yang berbeda-beda. Di antara beberapa karya tulis yang
membahas tentang ini secara komprehensif adalah dapat dilihat dalam
Keajaiban Pada Semut karya Harun Yahya, dan kitab atau buku-buku ilmu
al-Qur’an lainnya seperti Tafsir al-Mishbâh karya M. Quraish Shihab, Tafsir
Ilmî Kementerian Agama karya Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an.
Di samping itu, karya tulis yang membahas tentang ayat-ayat kauniyah
(Tafsir Ilmî) juga tidak asing lagi di kalangan mahasiswa, baik berupa skripsi,
tesis, jurnal, dan lain-lain. Untuk menghindari terjadinya kesamaan
pembahasan pada skripsi ini dengan skripisi yang lain, penulis menelusuri
kajian-kajian yang telah dilakukan atau memiliki kesamaan diantaranya:
Pertama, karya Muhammad Rifki yang berjudul “Matsal Serangga
dalam al-Qur’an (Studi Kritis Tafsir Kementerian Agama)”. Skripsi Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017. Di dalam skripsi ini berisi
tentang perumpamaan serangga dalam al-Qur’an. Penulis hanya menguraikan
pada serangga lalat, nyamuk, dan laba-laba. Penelitian ini fokus
menggunakan tafsir karya Kementerian Agama yang menjelaskan
keistimewaan dari serangga yang dijadikan perupamaan tersebut.31
Kedua, karya Mahmudi Aziz yang berjudul “Al-Ankabut sebagai
Mathal dalam al-Qur’an (Studi Komparasi atas Interpretasi Para Mufassir”.
Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016. Di
dalam skripsi ini membahas tentang al-‘ankabut yang di jadikan
31
Muhammad Rifki , “Matsal Serangga dalam al-Qur’an (Studi Kritis tafsir Kementerian
Agama)”. (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017).
10
perumpamaan di dalam al-Qur’an. Dalam al-Qur’an al-‘ankabut banyak
digunakan sebagai perumpamaan yang berkonotasi negativ. Padahal jika
diteliti lebih jauh maka banyak ‘ibrah dan filosofi kehidupan yang dapat
diambil sebagai pelajaran. Penelitian ini membahas tentang mengapa bait al-
‘ankabut diartikan rumah yang paling lemah. Mengapa al-‘ankabut dijadikan
nama surah di dalam al-Qur’an dan apa hikmah dari kehidupan al-‘ankabut
tersebut.32
Ketiga, Karya Novi Puspitasari yang berjudul ““Serangga” dalam al-
Qur’an (Kajian Atas Penafsiran Fakhr al-Din al-Razi dalam Kitab Mafatih
al-Gaib)”. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2017. Di dalam
skripsi ini berisi tentang penafsiran Ar-Razi yang menjelaskan tentang
serangga yang mengarah pada ilmu sains pada surah an-Nahl : 68 yaitu lebah
dengan ungkapan kelebihan dari sarang dengan bentuk yang demikian.
Kemudian menjelaskan peran kedua serangga yaitu belalang dan kutu karena
merupakan serangga yang Allah turunkan sebagai hukuman fir’aun serta
kaumnya yang membangkang Nabi Harun dan Nabi Musa. Ayat tentang
semut dan rayap yang menjelaskan dari segi kisahnyanya saja yaitu kisah
Nabi Sulaiman. Ayat tentang lalat dan nyamuk yang merupakan sebuah
perumpamaan. Menjelaskan tentang perumpamaan manusia ketika
dibangkitkan pada hari kiamat yaitu pada belalang dan anai-anai. Di dalam
skripsi ini memaparkan hikmah dari serangga sebagai wujud tanda kekuasaan
Allah.33
Keempat, karya Mohd Sukki Othman dan M. Y. Zulkifli bin Haji
Mohd Yusoff yang berjudul “Perumpamaan Serangga dalam Al-Qur’an :
Analisis I’jāz”. International Journal On Quranic Research, University Of
Malaya, Vol 2, No 1, Tahun 2012. Jurnal ini berisi tentang menganalisis ayat,
isi kandungan dari setiap ayat tentang nyamuk dan lalat dan dikaitkan dengan
sabab nuzul serta hikmah adanya nyamuk dan lalat. Kemudian kajian ini
32
Mahmudi Aziz, “Al-Ankabut sebagai Mathal dalam al-Qur’an (Studi Komparasi atas
Interpretasi Para Mufassir)”. (Skripsi S1Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2017). 33
Novi Puspitasari, “ “Serangga” dalam al-Qur’an (Kajian Atas Penafsiran Fakhr al-Din
al-Razi dalam Kitab Mafatih al-Gaib),” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga,
2017).
11
membincangkan tentang perumpamaan serangga dalam al-Qur’an. Secara
khususnya kajian ini memfokuskan kepada I’jāz bayaniy dan I’jāz Ilm
terhadap serangga dalam al-Qur’an. Melalui analisis I’jāz bayanî dan I’jāz
‘Ilmî terhadap serangga dalam al-Qur’an pula telah menunjukkan kewujudan
I’jāz dalam ayat-ayat tersebut yang sekaligus membuktikan kehebatan dan
mukjizat al-Qur’ān yang mempunyai fakta yang tidak pernah bercanggah dan
sesuai di sepanjang zaman.34
Kelima, Jurnal karya Subur yang berjudul “Amtsal dalam al-Qur’an –
Hadits dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam” Jurnal Kependidikan,
IAIN Purwokerto, Vol 1, No 1, Mei 2016. Jurnal ini berisi tentang amtsal
yang bisa menjadi bahan ajar untuk guru-guru di sekolah. Karena tamsil
mempunyai redaksi yang singkat, indah dan menyentuh perasaan. Tamsil
banyak ditemukan dalam teks al-Qur’an, Hadits bahkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Keenam, karya Qoni’atun Qismah yang berjudul “Relasi Hewan dan
Manusia dalam al-Qur’an (Tela’ah Kisah Nabi Sulaiman dan Hewan dalam
Surah An-Naml” Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, 2012.
Skripsi ini berisi tentang relasi manusia dan hewan yang dilakukan dengan
pembacaan semiotika. Sebagai contoh dalam kisah Nabi Sulaiman, semut dan
burung sebagai simbol hewan pada umumnya. An-naml dalam pembacaan
tingkat pertama yang berarti semut pada umumnya yang dapat kita jumpai
dalam kehidupan. Tetapi dalam pembacaan tingkat kedua Naml bukan lagi
sekedar semut yang biasa kita temui dalam kehidupan, akan tetapi lebih pada
penggambaran prilaku manusia. Sedangakan penggunaan hewan seperti
burung hud-hud, menggambarkan sisi lain dari hewan pada umumnya,
dimana hewan memiliki nilai manfaat dalam kehidupan manusia,
bagaimanapun bentuk hewan tersebut dan sekecil apapun bentuknya.35
34
Mohd Sukki Othman dan M. Y. Zulkifli bin Haji Mohd Yusoff, “Perumpamaan
Serangga dalam Al-Qur’an : Analisis I’jaz,” International Journal On Quranic Research,
University Of Malaya, No 1, Tahun 2012. 35
Qoni’atun Qismah, “Relasi Hewan dan Manusia dalam al-Qur’an (Tela’ah Kisah Nabi
Sulaiman dan Hewan dalam Surah Al-Naml,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, IAIN Walisongo
Semarang, 2012).
12
Ketujuh, karya Shubhi Rosyad yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan
Akhlak Dalam Buku “Keajaiban Pada Semut” Karya Harun Yahya”.
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sunan Kalijaga. 2013.
Pembahasan pada skripisi ini lebih di fokuskan kepada nilai-nilai pendidikan
akhlak yaitu nilai pendidikan akhlak terhadap diri sendiri, nilai pendidikan
akhlak terhadap sesama, nilai pendidikan akhlak terhadap lingkungan.
Dengan hubungan antara nilai-nilai pendidikan dalam buku keajaiban pada
semut dengan pendidikan agama islam. Relevansinya dengan pendidikan
agama Islam, mengenai guru, murid, metode,dan lembaga pendidikan.
Kemudian dapat menggunakan metode sebagai alat pembelajaran36
Kedelapan, Jurnal karya Khotib Munawar yang berjudul “Konsep
Ruang Sarang Semut dalam Pengembangan Arsitektur Islami (Kajian Q.S
An-Naml). Jurnal Qaf, Vol 1, No 02, Januari 2017. Jurnal ini membahas
tentang konsep hunian sarang semut yang menarik. Konsep sarang tersebut
mengusung semangat silaturahmi yang mengharuskan manusia untuk
menjaga hubungan lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Penelitian ini juga
membahas isyarat al-Qur’an terkait dengan arsitektur bangunan sebagaimana
diispirasikan oleh semut. Dengan melakukan kajian terhadap ayat-ayat al-
Qur’an yang berkaitan semut melalui pendekatan tafsir Ilmî, kajian ini juga
ingin dikembangankan sebagai alternatif baru dalam pilihan mendesain atau
membuat rumah yang sesuai dengan nilai-nilai islam.37
Kesembilan, Tesis karya Mohd Hafizullah bin MD Abas yang berjudul
“Haiwan dalam al-Qur’an menurut Tafsir Ilmî Kajian Terhadap Lebah
,Semut dan Laba-Laba”. Fakulti Tamadun Islam, Universitas Teknologi
Malaysia. 2015. Pembahasan ini menjurus kepada Tafsir Ilmî terhadap ayat-
ayat yang berkaitan haiwan dalam al-Qur’an khususnya lebah,semut, dan
laba-laba. Kajian ini menggunakan analisis pendapat para mufassirun
terhadap tafsir Ilmî dan seterusnya di aplikasikan konsep tafsir Ilmî yang
36
Shubhi Rosyad, “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Keajaiban Pada Semut”
Karya Harun Yahya,”(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sunan Kalijaga.
2013). 37
Khotib Munawar, “Konsep Ruang Sarang Semut dalam Pengembangan Arsitektur
Islami (Kajian Q.S Al-Naml).”Jurnal Qaf, No 2, Tahun 2017.
13
berkaitan dengan ayat yang bertema haiwan dalam al-Qur’an. Kajiannnya
berbentuk kualitatif menggabungkan kaidah tafsir tematik dan tafsir Ilmî.38
Kesepuluh, Skripsi karya Elok Faiqoh yang berjudul “Nilai-nilai
Pendidikan Islam dalam Surah Al-Naml ayat 15-19”. Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 2015. Pembahasan ini
mengambil kisah Nabi Sulaiman untuk mengingat kembali kisah Nabi
Sulaiman dan dapat diambil pelajaran dan bisa dijadikan tauladan. Skripsi ini
juga mengkaji surah an-Naml ayat 15-19 yang mengandung nilai-nilai
pendidikan Islam khususnya nilai etika / akhlak.39
Berdasarkan literatur-literatur diatas, penulis belum menemukan kajian
yang lebih spesifik mengenai pesan moral kisah kehidupan semut dan
sulaiman, khususnya yang merujuk pada penafsiran Tafsir Ilmî Kementerian
Agama dan Tafsir al-Mishbâh karya M. Quraish Shihab.
G. Metodelogi Penelitian
Penelitian skripsi ini dilakukan melalui riset kepustakaan (library
research) yaitu mengumpulkan data-data yang akan dibahas dan menelaah
referensi dari yang berhubungan dengan permasalahan.40
Dan kajiannya secara deksriptif-analitis. Dimana untuk media penulis
dalam mengkaji dan memaparkan hasil dari penelitian dari data-data yang
tersedia baik data primer maupun data sekunder, kemudian mengolahnya dan
menjelaskannya dengan proposional.
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari data primer (primary
resources) dan sekunder (secondary resources). Adapun yang menjadi data
sumber primer yaitu Tafsir al-Mishbâh karya M. Quraish Shihab dan Tafsir
Ilmî Kementerian Agama sedangkan sumber sekundernya yaitu penulis
merujuk kepada kitab-kitab ataupun buku-buku, skripsi, tesis, maupun jurnal
yang berkaitan dengan penelitian ini.
38
Mohd Hafizullah bin MD Abas , “Haiwan dalam al-Qur’an Menurut Tafsir llmi Kajian
Terhadap Lebah Semut dan Laba-laba ”. (Tesis Fakultas Tamadun, University Tenologi Malaysia,
2015). 39
Elok Faiqoh yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Surah Al-Naml ayat 15-
19”. (Skripsi S1FakultasTarbiyah dan Keguruan, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2015). 40
J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik, dan Keunggulan (Jakarta:
Grasindo, 2010) h.60.
14
Sedangkan analisis data penelitian ini menggunakan metode
komparatif (Muqâran). Metode ini dibagi menjadi tiga aspek menurut
Muhammad Amin Suma yaitu Pertama, membandingkan ayat-ayat al-Qur’an
yang memiliki redaksi yang sama tetapi maksudnya sama atau ayat-ayat yang
memiliki redaksi mirip tapi maksudnya berlainan, Kedua, membandingkan
ayat al-Qur’an dengan hadis. Ketiga, membandingkan pendapat para
mufassir.41
Adapun langkah-langkah Metode Muqâran menurut al-Farmâwi
adalah Pertama, Mengumpulkan sejumlah ayat al-Qur’an. Kedua,
mengemukakan penjelasan para mufassir. Ketiga, membandingkan pendapat-
pendapat yang mereka kemukakan. Keempat, menjelaskan siapa diantara
mereka yang penafsirannya dipengaruhi secara subyektif oleh mazhab
tertentu.42
Pada penelitian ini penulis mengkomparasi bagian yang ketiga
yaitu membandingkan pendapat para mufasir.
Adapun teknis penulisan dalam skripsi ini berdasarkan pedoman
akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
2017 Program Strata 1, yang diterbitkan oleh Biro Administrasi Akademik
dan Kemahasiswaaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
H. Sistematika Penulisan
Untuk menghindari kerancuan dalam pembahasan dan alur penelitian,
penulisan skripsi ini dibagi lima bab. Kelima bab tersebut secara ringkas dan
sederhana akan penulis uraikan dibawah ini.
Bab pertama berisi pendahuluan dari penelitian ini. Pada bab ini akan
dijelaskan gambaran umum tentang permasalahan yang akan diteliti. Gambaran
ini meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan
masalah yang dimaksudkan untuk mempertegas pokok-pokok masalah,
kemudian dilanjutkan dengan kajian pustaka, tujuan dan manfaat penelitian,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
41
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an ( Jakarta: Rajawali Press, 2013), h. 383-388. 42
Abdul Hayy al-Farmâwi, Metode Tafsir Maudhu’I dan Cara Penerapannya, Perj
Rosihon Anwar (Bandung : CV Pustaka Setia, 2002), h.39
15
Bab kedua merupakan lanjutan dari bab sebelumnya, tetapi pada
pembahasan bab ini, lebih kepada pengenalan dan biografi tokoh tafsir yang
penulis gunakan. Yaitu berisi tentang sub latar belakang penulisan tafsir,
metode penafsiran dan corak penafsiran, serta sistematika penulisan yang
digunakan oleh kedua tokoh tersebut.
Bab ketiga masuk kepada pembahasan mengenai ciri khas seranggga,
gambaran tentang al-Naml yang meliputi pengertian al-Naml (semut),
Pengertian al-Naml, al-Naml nama surah dalam al-Qur’an, al-Naml perspektif
al-Qur’an, al-Naml dalam pandangan sains, kemudian terdapat sub sistem kasta
semut, komunikasi antar semut, rumah dan makanan semut. Kemudian
dilanjutkan dengan kisah kehidupan semut.
Bab keempat, berisi tentang analisis Tafsir Kementerian Agama dan
Tafsir al-Mishbâh tentang kisah semut dan sulaiman dalam al-Qur’an yang
meliputi penafsiran Tafsir Ilmî Kementerian Agama dan Tafsir al-Mishbâh
tentang kisa semut dan sulaiman dalam al-Qur’an. Kemudian persamaan dan
perbedaan kedua tafsir tersebut, analisis pesan moral dari kehidupan semut dan
sulaiman, kemudian menjelaskan tentang sikap tolong menolong, menabung,
kerja keras, sabar, dan etos kerja.
Bab kelima, merupakan penutup dan hasil dari setiap bab pertama
sampai keempat. di dalam bab ini meliputi kesimpulan dari keseluruhan
pembahasan yang dibuat oleh penulis. Bab ini berusaha menjawab pertanyaan
yang dibuat pada perumusan masalah sehingga para pembaca dapat
mengetahui jawaban dari masalah tersebut.
16
BAB II
MENGENAL TAFSIR ILMÎ KEMENTERIAN AGAMA DAN TAFSIR Al-
MISHBÂH
A. Tafsir Ilmî Kementerian Agama
a. Sekilas Tentang Tafsir Ilmî Kementerian Agama
Tafsir secara bahasa adalah menjelaskan, menyingkap dan
menerangkan makna yang abstrak1. Menurut al-Zarkasyî tafsir adalah ilmu
untuk memahami kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad,
menerangkan makna-maknanya serta mengeluarkan hukum dan hikmah-
hikmahnya.2 Tafsir Ilmî merupakan sebuah upaya memahami ayat-ayat al-
Qur’an yang mengandung isyarat Ilmîah dari perspektif ilmu pengetahuan
modern.3
Tafsir Ilmî Kementerian Agama merupakan karya hasil perpaduan
Tafsir Al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan modern yang digagas oleh
Kementerian Agama RI melalui Bidang Litbang dan Diklat yang
dilaksanakan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur ’an (LPMA)
bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).4
Tafsir Ilmî ini mengeksplorasi ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara
mengenai alam dan fenomenanya.5 Metode yang digunakan mengikuti
kajian tafsir tematik yang lebih dahulu telah digarap. Hanya saja dalam
tafsir Ilmî fokus pada kajian saintifik ayat-ayat kauniyah dalam al-Qur’an.6
Tafsir Ilmî Kementerian Agama merupakan karya Tim yang melibatkan
1Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2006) h.282. Lihat Yusuf
Qardhawi, Berinteraksi dengan al-Qur’an, Terj Abdul Ayyie al-Kattani (Jakarta: Gema Insani
Press, 1999), h.283. 2Mannā Khalīl al-Qattān, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Terj Aunur Rafiq El-Mazni,
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), h.409. 3Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012), h.xxii. 4Faizin, “Integrasi Agama dan Sains dalam Tafsir Ilmî Kementerian Agama,” Jurnal
Ushuluddin, no. 1 (Januari-Juni 2017): h. 24. 5Muhammad Shohib dkk, Profil Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik
Indonesia, 2013), h.52. 6Ahmad Muttaqien, “Konstruksi Tafsir Ilmî Kemenag RI-LIPI: Melacak Unsur
Lepentingan Pemerintah dalam Tafsir,” no. 1 (Oktober, 2016): h.75.
17
banyak pihak, Tim pelaksana penyusun ini secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi dua Tim yaitu Tim Syar’i dan Tim Kauni.7
Tim Syar’i adalah tim yang menguasai persoalan kebahasaan dan hal
lain yang terkait penafsiran al-Qur’an seperti Asbâb al-Nuzȗl8, Munâsabah
ayat9, riwayat-riwayat dalam penafsiran, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya.
Tim Kauni adalah tim yang menguasai persoalan-persoalan saintifik,
seperti fisika, biologi, astronomi, farmasi dan lain-lainnya.10
Adapun tim penyusunan Tafsir Ilmî Hewan dalam Perspektif Al-
Qur’an dan Sains adalah terdiri atas pengarah, Kepala Badan Litbang dan
Diklat Kementerian Agama RI, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia dan Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.
Dan narasumber yaitu Prof. Dr. Umar Anggara Jenie, Apt, M.Sc. 11
,
Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA12
, Prof. Dr. M. Atho Mudzhar13
, Prof.
7Muhammad Julkarnain, “Epistemologi Tafsir Ilmî Kemenag: Tumbuhan dalam
Perspektif Al-Qur’an dan Sains,” Jurnal Penelitian Keislaman, no. 1 (Januari, 2014): h. 4. 8Asbâb al-Nuzȗl adalah peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat atau surat pada
waktu proses penurunan Al-Qur’an, lalu turun satu atau beberapa ayat yang menjelaskan hukum
pada peristiwa tersebut atau seperti pertanyaan yang dihadapkan kepada Rasul Saw, lalu turunlah
satu ayat atau beberapa ayat Al-Qur’an yang di dalamnya terrdapat jawabannya. (Lihat Anshori,
Ulumul Qur’an : Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta: Rajawali Press, 2016), h
.101. Lihat juga Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2009), h.89.) 9Munâsabah dari segi bahasa bermakna kedekatan. Ulama-ulama al-Qur’an menggunakan
kata munâsabah untuk dua makna. Pertama, hubungan kedekatan antara ayat atau kumpulan ayat-
ayat al-Qur’an satu dengan lainnya. Ini dapat mencakup banyak ragam, antara lain : a) Hubungan
kata demi kata dalam satu ayat. b) Hubungan ayat dengan ayat sesudahnya. c) Hubungan
kandungan ayat dengan fâshilah/penutupnya. d) Hubungan surah dengan surah berikutnya. e)
Hubungan awal surah dengan penutupnya. f) Hubungan nama surah dengan tema utamanya. g)
Hubungan uraian akhir surah dengan uraian awal surah berikutnya. Kedua, hubungan makna satu
ayat dengan ayat lain, misalnya pengkhususannya, atau penetapan syarat terhadap ayat lain yang
tidak bersyarat, dan lain-lain. (Lihat M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang: Lentera Hati,
2013), h.243-244.) 10
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012), h.xiv. 11
Beliau adalah Guru Besar Fakultas Farmasi UGM Prof. Dr. Umar Anggara Jenie
merupakan satu di antara 14 tokoh nasional yang mendapatkan penghargaan dari Komis Nasional
Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta. Beliau
juga menerima penghargaan UNESCO di bidang Sains. 12
Mengungkap sosok M. Quraish Shihab beliau adalah seorang ulama yang sangat piawai
di hampir semua bidang kajian ilmu agama, seperti nahwu, sharaf, ilmu hadis, ilmu al-Qur’an,
ilmu kalam, bahasa, fiqh,balâghah, dan tafsir. (Lihat Hasani Ahmad Said, Diskurusus Munasabah
al-Qur’an dalam Tafsir al-Mishbâh (Jakarta: Amzah, 2015), h.81.) sosoknya juga sering tampil di
berbagai media untuk memberikan siraman ruhani dan intelektual. Beliau juga Dosen (Guru Besar)
Pascasarjana UIN Jakarta dan Direktur Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ) Jakarta. (Lihat M. Quraish
Shihab, Lentera al-Qur’an Kisah dan Hikmah Kehidupan (Bandung: Mizan, 2008), h.5.
18
Dr. dr. M. Kamil Tajudin14
, Dr. Ahsin Sakho Muhammad, MA15
. Yang di
Ketuai oleh Prof. Dr. Hery Harjono16
dan wakil ketua Dr. Muchlis M.
Hanafi, MA17
, serta sekretaris Prof. Dr. Muhammad Hisyam18
.
Adapun anggota-anggotanya yaitu Prof. Dr. Thomas Djamaluddin19
,
Prof. Dr. Arie Budiman20
(alm.), Prof. Safwan Hadi, Ph.D21
, Prof. Dr.
Hamdani Anwar, MA22
, Prof. Dr. M. Darwis Hude, M.Si23
, Prof. Dr. E.
13
Mohamad Atho Mudzar beliau adalah guru besar dalam Sosiologi Hukum Islam di
Fakultas Syari’ah dan Hukum (FSH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beliau juga pernah
menjabat sebagai rektor di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dan menjadi Kepala Badan Litbang
dan Diklat Kementerian Agama (2002-2007). (Lihat Mohammad Atho Mudzhar, Muhammad
Maksum, Fikih Responsif Dinamika Integrasi Ilmu Hukum, Hukum Ekonomi dan Hukum
Keluarga (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), h.349. dan Mohammad Atho Mudzhar, Fatwa-
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Jakarta: INIS, 1993), h.167.) 14
Beliau adalah mantan rektor Universitas Indonesia (1994-1998), Ketua Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Beliau di anugerahkan penghargaan emas pada acara
“Golden Annyversary 50 Tahun mengabdi untuk bangsa (1962-2012)” Penghargaan diberikan
berkat dedikasi, peranan, dan pengabdian dalam bidang kedokteran dan pendidikan selama 50
tahun untuk bangsa Indonesia. 15
Beliau adalah seorang pakar bidang Qiraat dan Ilmu-Ilmu al-Qur’an, penguasaannya
yang mendalam tentang ilmu-ilmu al-Qur’an menarik perhatian banyak kalangan. Beliau mengajar
di Perguruan Ilmu al-Qur’an (PTIQ) dan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Lihat Ahsin Sakho
Muhammad, Oase al-Qur’an Penyejuk Kehidupan (Jakarta: Qaf, 2017), h. 5-7.) 16
Beliau adalah peneliti utama di Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI) beliau membawahi
bidang penelitian geofisika teoritik. 17
Dr. Muchlis M. Hanafi, MA seorang lulusan Universitas Kairo S1 hingga S3 di jurusan
Tafsir dan Ilmu-Ilmu al-Qur’an beliau saat ini menjabat sebagai Kepala Lajnah Petashihan Mushaf
al-Qur’an beliau merupakan pakar tafsir al-Qur’an, beliau sering menjadi penerjemah, salah
satunya ketika beliau menjadi penerjemah Presiden Jokowi ketika ada Raja Salman datang ke
Indonesia. 18
Beliau adalah ilmuan LIPI dan profesor riset yang berasal dari bidang ilmu oseanografi,
politik dan komunikasi antar budaya. Beliau memberikan orasi Ilmiah dalam bidang komunikasi
antar budaya dengan judul Dinamika Pelaksanaan Syariah di Indonesia. 19
Beliau adalah lulusan Astronomi ITB masuk LAPAN menjadi peneliti antariksa.
Kemudian beliau melanjutkan program S2-S3 ke Jepang di Departemen Of Astronomy, Kyoto
University. Sekarang beliau menjadi Kepala LAPAN hingga saat ini. Lihat (Thomas Djamaluddin,
Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Umat (Jakarta: Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (LAPAN), 2011). 20
Beliau adalah peneliti di bidang Zoologi dan seorang Kepala Pusat Penelitian Biologi
LIPI. Bidang Zoologi ini mempelajari setiap jenis Jism yang bergerak, makan, tumbuh, dan
merasakan yang berjalan diatas bumi, dan di dalam bumi terbang di udara, berenang di air, atau
merangkak dan melata di tanah (Lihat Khumadi, Paradigma Sains Integratif Al-Farabi :
Pendasaran Filosofis Bagi Relasi Sains, Filsafat, dan Agama (Jakarta: Sandra Press, 2015), h. 88. 21
Beliau adalah Guru besar teknik Oseanografi ITB Oseanografi atau ilmu kelautan
merupakan bidang ilmu yang mempelajari tentang sifat, fenomena, penggambaran terhadap
laut/samudra, serta bentangan irisannya. Ilmu ini merupakan keilmuan yang relatif muda terutama
di Indonesia. (Lihat Noir Primadona Purba, Widodo Setiyo Pranowo, Dinamika Oseanografi
Deskripsi Karakteristik Massa Air dan Sirkulasi Air Laut (Bandung: Unpad Press, 2015), h.i. 22
Beliau ahli dalam bidang kepakarannya adalah ilmu-ilmu Al-Quran (Ulum al-Quran)
dan ilmu pengetahuan keagamaan yang sudah tidak diragukan lagi. 23
Saat ini beliau sebagai Direktur Program Pascasarjana, beliau juga aktif sebagai
konsultan, supervisor, dewan pakar, Pembina di beberapa lembaga pendidikan dan kajian. Beliau
juga tercatat sebagai Dewan Hakim Nasional MTQ. Beberapa jabatan juga pernah disandang
19
Syibli Syarjaya, LML , Prof. Dr. M. Rahman Djuwansah24
, Dr. H. Meodji
Raharto25
, Dr. Soemanto Imamkhasani (alm.)26
, Dr. Hoeman Rozie Sahil,
Dr. Ali Akbar, dan Dra. Endang Tjempakasari, M.Lib . Dan staf
sekretariatan terdiri dari H. Zarkasi, MA; H. Deni Hudaeny AA, MA; Joni
Syatri, MA; Muhammad Musadad, S.Th.I.; dan Muhammad Fatichuddin,
S.S.I.27
b. Latar Belakang Penulisan Tafsir Ilmî Kementerian Agama
Tafsir Ilmî termasuk pada bidang pengkajian Al-Qur’an yang
muncul karena masyarakat Islam Indonesia tidak saja memerlukan mushaf
Al-Qur’an yang shahih dan benar dari sisi penulisannya, tetapi juga shahih
dan benar dari sisi pemahamannya. Bidang pengkajian Al-Qur’an bertugas
menyusun rencana dan program, melaksanakan program, melaksanakan
pengembangan dan pengkajian Al-Qur’an, penerbitan mushaf, terjemah,
dan tafsir Al-Qur’an, serta melakukan sosialisasi dan pelaporan hasil
pengkajian Al-Qur’an.28
Di dalam sambutan yang disampaikan oleh menteri agama, H.
Suryadharma Ali setidaknya pembuatan tafsir Ilmî mensiratkan beberapa
tentang mengapa Kementerian Agama RI merasa perlu untuk membuat
seperti sebagai Manajer Departemen Manhaj Islami, Ketua Pusat Bimbingan Psikologi dll (Lihat
M Darwis Hude, Emosi Penjelajah Religio Psikologis Tentang Manusia di Dalam al-Qur’an
(Jakarta: Erlangga, 2006) 24
Beliau ahli di bidang kepakaran Pertanian Kedokteran Hewan dan Lingkuan, Ilmu
Tanah dan Air selain itu beliau juga menjadi bagian Tim Tafsir Ayat Kauniyah LIPI Kementerian
Agama. 25
Dr. H. Meodji Raharto ia merupakan salah satu astronom /ahli falak Indonesia yang
menaruh perhatian besar terhadapkalender Islam. Ia menjadi dosen di Departemen Astronomi
FMIP ITB. Ia banyak terlibat dalam berbagai penelitian astronomi salah satunya
pengalaman menjadi peneliti tamu di Observatorium Kiso-Universitas Tokyo, Jepang tahun 1982-
1983. ( Lihat https://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita/mengenal-lebih-dekat-moedji-raharto-
maestro-astronom-indonesia, di akses pada 30Januari 2019) 26
Beliau adalah Kepala Balai Kimia Analitik Puslitbang Kimia Terapan LIPI pada 1993-
1996. Pengalaman beliau dalam bidang penelitian dan pendidikan kimia serta pengembang
labotarium, telah mendorong pengembangan berbagai paket kursus/training sejak 1983 dalam
bidang keselamatan dan kesehatan kerja kimia serta metode analisis kimia. 27
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains,
h.xiv. 28
Nidaa Uikhusna, “Konsep Penciptaan Alam Semesta (Studi Komparatif Antara Teori M
Stephen Hawking dengan Tafsir Ilmî Penciptaan Jagat Raya, Kementerian Agama RI),” (Skripsi
S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013) h. 54-55.
20
Tafsir Ilmî, diantaranya adalah “Iqra”; masukan dari para ulama dan
pakar-pakar ilmu; menghadirkan misi Islam yang universal.
Pertama, kesadaran “Iqra” dalam pandangan kementerian agama.
Merupakan perintah Allah untuk membaca. Kesadaran membaca ini
dimaknai secara mendalam dan menjadi basis bagi revolusi ilmu
pengetahuan (scientific revolution). Al-Qur’an menjadi ispirasi penting
(bahkan wajib) untuk memahami al-Qur’an dengan perspektif ilmu
pengetahuan mengenai ayat-ayat tersurat dan tersirat.29
Kedua, kaya tafsir Ilmî oleh Kementerian Agama RI ini ditulis atas
dorongan dan masukan para ulama dan pakar-pakar ilmu pengetahuan atas
alasan yang mendasar yaitu mengajak masyarakat Indonesia untuk
mengamati dan memerhatikan alam semesta yang terbentang luas,
termasuk pengamatan diri sendiri dengan melakukan pendekatan teori-
teori ilmu pengetahuan yang telah teruji dan berefek pada kokohnya
keimanan kepada Allah dengan segala kekuasaannya dalam penciptaan
dan pemeliharaan alam semesta.
Ketiga, Kementerian Agama RI merasa perlu untuk menghadirkan
Islam yang universal, kesan yang ingin dimunculkan dalam pembuatan
karya Tafsir Ilmî ini adalah nilai-nilai universalitas yang terkandung dalam
al-Qur’an dan kaitannya dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam kehidupan manusia modern melalui petunjuk-petunjuk al-
Qur’an.30
Penyusunan Tafsir Ilmî ini dilakukan melalui serangkaian kajian
yang dilakukan secara kolektif dengan melibatkan para ulama dan ilmuan,
baik dari Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, LIPI, LAPAN,
Observatorium Bosscha, dan beberapa perguruan tinggi. Para ulama,
akademisi, dan peneliti yang terlibat dibagi dalam dua tim, yaitu Tim
29
Julkarnain, “Epistemologi Tafsir Ilmî Kemenag: Tumbuhan dalam Perspektif Al-Qur’an
dan Sains,” h. 6. 30
Julkarnain, “Epistemologi Tafsir Ilmî Kemenag: Tumbuhan dalam Perspektif Al-Qur’an
dan Sains,” h. 6.
21
Syar’I dan Tim Kauni, yang keduanya mempunyai tugas dan tanggung
jawabnya masing-masing. 31
c. Metode dan Corak Tafsir Ilmî Kementerian Agama
Dinamika penafsiran al-Qur’an tidak pernah mengalami stagnasi,
sejak kitab suci tersebut diturunkan kepada Nabi Muhammad. Berbagai
macam metodologi dan corak penafsiran telah ditawarkan oleh para
mufasir. Aktivitas penafsiran akan selalu mengalami dinamika
perkembangan dan tidak akan sampai pada titik final, hal itu seiring
dengan tuntutan perkembangan zaman.32
Menurut al-Farmâwî sampai saat
ini terdapat empat metode penafsiran yaitu metode Tahlîlî33
, metode
Ijmâlî34
, metode Muqâran35
,dan metode Maudhȗ’î36
.Bagian Tahlîlî sendiri
mencankup beberapa aliran lagi, yaitu bi al-mat’sȗr37
, al-ra’y38
, Shȗfî39
,
fiqhî40
, falsafî41
, ilmî dan adabî ijtimâ’î.42
31
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains,
h.xxv 32
Jauhar Azizy, “Pluralisme Agama dalam Al-Qur’an: Telaah Terhadap Tafsir
Kementerian Agama,” (Tesis Sekolah Pascasarjana, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h. 45-
46. 33
Tafsir Tahlîlî adalah tafsir yang menyoroti ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan
segala makna dan aspek yang terkandung di dalamnya sesuai urutan bacaan yang terdapat dalam
al-Qur’an Mushaf ‘Utsmani. (Lihat M. Quraish Shihab, dkk, Sejarah dan Ulumul Qur’an
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013) h.172. Lihat Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya
(Jakarta: Kementerian Agama RI, 2012), h.68. Lihat Anshori, Ulumul Qur’an Kaidah-Kaidah
Memahami Firman Tuhan (Jakarta: Rajawali Press, 2013). h.208.) 34
Tafsir Ijmâlî yaitu menafsirkan al-Qur’an secara singkat dan global, tanpa uraian
panjang lebar. (Ali Hasan Al-‘Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Terj Ahmad Arkom. (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 1994), h.73.) 35
Metode muqâran yaitu membandingkan ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki persamaan
atau kemiripan redaksi yang berbicara tentang masalah atau kasus yang berbeda, dan yang
memiliki redaksi yang berbeda bagi masalah atau kasus yang sama atau diduga sama. (Lihat
Anshori, Tafsir Bil Ra’yi Memahami Al-Qur’an dengan Ijtihad (Jakarta: Gaung Persada, 2010),
h.86.) 36
Metode maudhȗ’î ialah metode yang menafsirkan dengan menghimpun semua ayat dari
berbagai surah yang berbicara tentang suatu masalah tertentu yang dianggap menjadi tema sentral.
( Lihat Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan) (Jakarta:
Kementerian Agama RI, 2012) h.70 37
Tafsir bil al-mat’sȗr adalah penjelasan Al-Qur’an sendiri dari Rasulullah Saw, yang
disampaikan kepada para sahabat, dari para sahabat berdasarkan ijtihadnya, dan dari para tabi’in
juga berdasarkan ijtihadnya. (Lihat Abdul Hayy al-Farmâwi, Metode Tafsir Maudhu’I dan Cara
Penerapannya, Terj Rosihon Anwar (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002) h.24 38
Tafsir al-ra’y adalah tafsir yang di dalam nya menjelaskan maknanya mufasir yang
hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan menyimpulkan (istinbât) yang didasarkan pada
ra’yu semata. (Lihat Mannâ Khalîl al-Qaṯṯân, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Perj Mudzakir (Jakarta:
Litera ANtarNusa, 2010), h.488.)
22
Metode yang digunakan dalam Tafsir Ilmî ini adalah metode
tematik (Maudhȗ’î). Metode ini mengarah pada tema tertentu kemudian
mencari pandangan al-Qur’an mengenai tema tersebut dengan cara
menghimpun semua ayat yang membicarakannya, menganalisis, dan
memahami ayat demi ayat. Jika tafsir tematik Kemenag sebelumnya lebih
fokus mengangakat isu-isu komtemporer, maka tema-tema yang diangkat
dalam Tafsir Ilmî Kemenag ini adalah persoalan kauniyah atau kosmos.43
Seiring dengan berjalannya waktu, ilmu tafsir al-Qur’an telah
menelurkan beragam corak penafsiran, sesuai dengan keahlian dan
kecenderungan mufassir serta perkembangan zaman yang
melingkupinya44
. Setiap penafsir akan menghasilkan corak tafsir yang
berbeda tergantung dari latar belakang ilmu pengetahuan, aliran kalam,
mahzab fikih, kecenderungan sufisme dari mufassir itu sendiri sehingga
kitab tafsir yang dihasilkan akan mempunyai berbagai corak.45
Tafsir bercorak Ilmî berusaha untuk membahas istilah-istilah ilmu
pengetahuan dalam penuturan ayat-ayat Al-Qur’an, serta upaya untuk
menggali dimensi-dimensi keilmuan dan mengungkap pandangan-
pandangan secara falsafi. Penafsiran dalam corak Ilmî berusaha untuk
memahami ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan sains modern dan
selanjutknya menyingkap kemukjizatannya (petunjuk-petunjuk) terkait
39
Tafsir Shȗfî adalah tafsir yang ditulis oleh para sufi. (Lihat Gus Arifin dan Suhendri
Abu Faqih, Al-Qur’an Sang Mahkota Cahaya (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010), h.75). 40
Tafsir fiqhî yakni salah satu corak tafsir yang membahas dan berorientasi pada
persoalan-persoaln hukum islam. (Lihat M. Alfatih Suryadilaga dkk, Metodologi Ilmu Tafsir
(Yogyakarta: Teras, 2005), h.44). 41
Tafsîr al-Falâsifah, yakni menafsirkan ayat-ayat Alquran berdasarkan pemikiran atau
pandangan falsafi, seperti tafsir bi al-Ra`yi. (Lihat Syafieh, “Perkembangan Tafsir Falsafi dalam
Ranah Pemikiran Islam,” Jurnal At-Tibyan Vol 2, no 2 ( Juli-Desember 2017): h.4.) 42
Racmat Syafe’I, Pengantar Ilmu Tafsir (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h.253. 43
Muttaqien, “Konstruksi Tafsir Ilmî Kemenag RI-LIPI: Melacak Unsur Kepentingan
Pemerintah dalam Tafsir,” h. 78. 44
Wahyudin, “Corak dan Metode Tafsir Bint Al-Shati’ Studi atas al-Tafsir al-Bayâniy li
al-Qur’an al-Karîm,” (Jurnal Episteme, no 1 (Juni 2014): h. 118. 45
Ed., Hasani Ahmad Syamsuri, Studi Ulumul Qur’an (Jakarta: Zikra Multi Service,
2009) h. 230.
23
dengan informasi-informasi sains. Argumentasi ini didukung oleh
pendekatan dominan yang digunakan dalam menuliskan karya tafsir ini. 46
d. Sistematika Penulisan Tafsir Ilmî Kementerian Agama
Tim penyusunan Kementerian Agama menggunakan poin-poin
yang ditetapkan oleh Lembaga Pengembangan al-I’jâz al-Qur’an dan
Sunnah yang diselenggarakan oleh Râbitah ‘Âlam Islâmî, langkah-langkah
tersebut adalah Pertama memerharikan arti dan kaidah-kaidah kebahasaan.
Kedua, Memerhatikan konteks ayat yang ditafsirkan, sebab ayat-ayat dan
surah Al-Qur’an, bahkan kata dan kalimatnya, saling berkorelasi. Ketiga,
Memperhatikan hasil-hasil penafsiran dari Rasulullah Saw selaku
pemegang otoritas tertinggi, para sahabat, tabiin, dan para ulama tafsir,
terutama yang menyangkut ayat yang akan dipahaminya. Keempat, Tidak
menggunakan ayat-ayat yang mengandung isyarat Ilmîah untuk
menghukumi benar atau salahnya sebuah hasil penemuan Ilmîah. Kelima,
Memperhatikan kemungkinan satu kata atau ungkapan mengandung
sekian makna, kendatipun kemungkinan makna itu sedikit jauh (lemah),
seperti dikemukakan pakar bahasa Arab, Ibnu Jinnî, dalam al-Khasâ’is
(2/488). Al-Gamrawî, seorang pakar tafsir Ilmiah Al-Qur’an Mesir,
mengatakan, “Penafsiran al-Qur’an hendaknya tidak terpaku pada satu
makna. Selama ungkapan itu mengandung berbagai kemungkinan dan
dibenarkan secara bahasa, maka boleh jadi itulah yang dimaksud Tuhan.”.
Keenam, Untuk bisa memahami isyarat-isyarat Ilmîah hendaknya
memahami betul segala sesuatu yang menyangkut objek bahasan ayat,
termasuk penemuan-penemuan Ilmîah yang berkaitan dengannya. Ketujuh,
Sebagai ulama menyarankan agar tidak menggunakan penemuan-
penemuan Ilmîah yang masih bersifat teori dan hipotesis, sehingga dapat
berubah.47
Sebab, teori tidak lain adalah hasil sebuah “pukul rata” terhadap
46
Julkarnain, “Epistemologi Tafsir Ilmî Kemenag: Tumbuhan dalam Perspektif Al-Qur’an
dan Sains,” h. 10-11 47
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains,
h. xxiv-xxv.
24
gejala alam yang terjadi. Begitupun hipotesis masih dlam taraf ujicoba
kebenarannnya. Dalam kasus ini yang digunakan adalah penelitian-
penelitian yang telah mencapai tingkat hakikat kebenaran Ilmîah yang
tidak bisa ditolak lagi oleh akal manusia.48
B. Tafsir al-Mishbâh
a. Biografi Singkat dan Pemikirannya
Muhammad Quraish Shihab, lahir di Rappang, Sulawesi Selatan,
16 Febuari 1944.49
Beliau berasal dari keturunan Arab terpelajar. Ayahnya,
Abdurrahman Shihab (1905-1986) adalah seorang ulama tafsir dan guru
besar dalam bidang tafsir di IAIN Alaudin, Ujung Pandang. Di samping
sebagai wiraswastawan, Abdurrahman Shihab sudah aktif mengajar dan
berdakwah sejak masih muda. Bahkan di tengah kesibukkan beliau, beliau
selalu menyempatkan diri untuk membaca al-Qur’an dan kitab tafsir.50
Quraish Shihab menyelesaikan sekolah dasarnya di kota Ujung
Pandang. Ia kemudian melanjutkan sekolah menengahnya di kota Malang
sambil belajar agama di Pesantren Dar al-Hadits al-Fiqhiyah.51
Pada awal
1958 ia berangkat ke kairo, Mesir untuk melanjutkan studi, dan beliau
diterima di kelas II Tsanawiyah Al-Azhar. Setelah itu pada 1967, beliau
meraih gelar Lc (S-1) di jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin
Universitas al-Azhar Kairo Mesir. Kemudian beliau melanjutkan
pendidikannya S2 di fakultas yang sama. Pada tahun 1969 beliau berhasil
meraih gelar Master of Art (MA) untuk spesialisasi bidang Tafsir al-
Qur’an dengan tesis berjudul al-I’jaz al-Tasyri’I li al-Qur’an al-Karim.52
Pada tahun 1980 beliau melanjutkan pendidikannya di Universitas
yang sama yaitu Universitas Al-Azhar, Kairo. Dalam jangka dua tahun
48
Julkarnain, “Epistemologi Tafsir Ilmî Kemenag: Tumbuhan dalam Perspektif Al-Qur’an
dan Sains,” h. 12 49
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 2013), h.7. 50
Mahfudz Masduki, Tafsir al-Mishbâh M. Quraish Shihab: Kajian Atas Amtsal Al-
Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2012), h.9. 51
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT
Raja Grafindo3, 2005), h. 363. 52
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), h.270.
25
beliau berhasil menyelesaikan program doktoral dan memperoleh gelar
doktor pada 1982. Disertasinya berjudul Nazm al-Durar li al-Biqa’iy,
Tahqiq wa Dirasah. Dan beliau lulus dengan yudisium Summa Cum Laude
dengan penghargaan tingkat 1 (Mumtaz ma’a martabat as-Syaraf al-
Ula).53
Sekembalinya ke Indonesia, tahun 1984 beliau melanjutkan
karirnya. Beliau pindah tugas dari IAIN Ujung Pandang ke Fakultas
Ushuluddin di IAIN Jakarta. Di sini beliau aktif mengajar bidang Tafsir
dan Ulum Al-qur’an di program S1, S2, dan S3 sampai tahun 1988. Di
samping melaksanakan tugas pokoknya sebagai dosen, ia juga dipercaya
menduduki jabatan sebagai rector IAIN Jakarta selama dua periode (1922-
1996 dan 1977-1998). Setelah itu beliau dipercaya menduduki jabaatan
sebagai Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan di awal tahun
1998, hingga kemduian diangakat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan
berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk negara Republik Arab
merangkap Republik Djibauti berkedudukan di Kairo.54
Quraish Shihab sangat aktif sebagai penulis. Di harian umum
Pelita, pada setiap rabu beliau menulis dalam rubric “Pelita Hati”. Beliau
juga mengasuh rubrik “Tafsir Al-Amanah” dalam majalah dua mingguan
yang terbit di Jakarta. Beliau juga tercatat sebagai anggota Dewan Redaksi
majalah Ulumul Qur’an dan Mimbar Ulama keduanya terbit di Jakarta.55
Quraish Shihab mendapatkan motivasi awal dan benih kecintaan
terhadap bidang studi tafsir dari ayahnya yang sering mengajak anak-
anaknya duduk bersama setelah magrib. Pada saat-saat seperti inilah sang
ayah menyampaikan nasihatnya yang kebanyakan berupa ayat-ayat al-
Qur’an. Beliau kecil telah mempelajari dan menjalani kecintaan terhadap
al-Qur’an sejak umur 6-7 tahun. Beliau juga mengikuti pengajian al-
Qur’an yang diadakan oleh ayahnya sendiri. Beliau mengaji membaca al-
Qur’an, dan ayahnya pun menguraikan secara sepintas kisah-kisah dalam
53
Mahfudz Masduki, Tafsir al-Mishbâh M. Quraish Shihab: Kajian Atas Amtsal Al-
Qur’an, h.12. 54
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, h. 364. 55
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h.272.
26
al-Qur’an. Di sinilah benih-benih kecintaannya terhadap al-Qur’an mulai
tumbuh.56
Gagasan dan pemikiran Quraish Shihab dapat ditelusuri pada
sejumlah karya Ilmîahnya dan pesan-pesan dakwah yang
disampaikannya.57
Beliau sangat aktif dalam berbagai kegiatan yang
berhubungan dengan pengembangan pendidikan, juga memiliki pemikiran
yang berkaitan dengan pendidikan. Pemikiran beliau dalam bidang
pendidikan tersebut dipengaruhi oleh keahliannya dalam bidang tafsir Al-
Qur’an yang dipadukan dengan penguasaanya yang mendalam terhadap
berbagai ilmu lainnya baik ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu pengetahuan
umum serta konteks masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, beliau telah
berhasil membumikan gagasan al-Qur’an tentang pendidikan dalam arti
yang sesungguhnya,yakni sesuai dengan alam pikiran masyarakat
Indonesia.58
b. Sekilas Tentang Tafsir Al-Mishbâh
Tafsir Al-Mishbâh adalah tafsir Al-Quran lengkap 30 juz yang
ditulis oleh ahli tafsir terkemuka Indonesia yaitu M. Quraish Shihab. Ke-
Indonesiaan penulis memberi warna yang menarik dan khas serta sangat
relevan untuk memperkaya khazanah pemahaman dan penghayatan kita
terhadap rahasia makna ayat-ayat Allah.59
Selain itu, tafsir ini juga
merupakan sumber rujukan utama dalam bidang tafsir dan referensi
penting di Indonesia.60
Di dalam tafsir al-Mishbâh ini beliau berusaha untuk
memperkenalkan al-Qur’an dengan model dan gaya berbeda. Perbedaan
yang dimaksud ialah bahwa ia berusaha untuk menghidangkan bahasan
56
Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an (Yogyakarta, Pustaka Insan
Madani, 2008), h.238. 57
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, h. 367 58
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, h. 373-374 59
Asep Hilmi, “Konsep Hidup Sejahtera Perspektif Al-Qur’an (Studi Komparatif
Penafsiran M. Quraish Shihab dan Hamka),”(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam
Negeri Jakarta, 2018), h. 29. 60
Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir al-Mishbâh
(Jakarta: Amzah, 2015), h.117.
27
setiap surah pada apa yang disebut dengan tujuan surah atau tema pokok
surah. Sebab, setiap surah memiliki tema pokok-nya sendiri-sendiri, dan
pada tema itulah berkisar uraian-uraian ayat-ayatnya.61
Disisi lain, buku tafsir ini juga sebagai tanggapan terhadap kritikan
masyarakat yang menilai karya Quraish Shihab sebelumnya “Tafsir al-
Qur‟an al-Karim” yang dianggap terlalu banyak pembahasan dalam
uraian tentang pengertian kosa kata atau kaidah-kaedah yang disajikan.
Maka, tafsir al-Mishbâh ini tidak lagi menguraikan pengertian
penekananya dari kitab tafsir sebelumnya.62
Ada beberapa prinsip yang dipegang oleh beliau dalam karya
tafsirnya ini, diantaranya bahwa al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat terpisahkan. Di dalam tafsir al-Mishbâh, Quraish Shihab tidak
pernah luput dari pembahasan ‘Ilmu al-Munasabah yang tercermin dalam
enam hal, yaitu: keserasian kata demi kata dalam satu surah, keserasian
kandungan ayat dengan penutup ayat (fawasil), keserasian hubungan ayat
dengan ayat berikutnya, keserasian uraian awal/mukaddimah satu surah
dengan penutupnya, keserasian penutup surah dengan uraian
awal/mukaddimah surah sesudahnya, dan keserasian tema surah dengan
nama surah.63
c. Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Mishbâh
Mengenal sosok M. Quraish Shihab tidak bisa terluput dari
perhatian terhadap tafsir al-Mishbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-
Qur’an sebagai karya terbesarnya dalam bidang tafsir. Beliau termasuk
ulama Indonesia yang banyak menulis berbagai disiplin ilmu pengetahuan,
seperti ‘ulȗm al-Qur’an, tafsir, hadis, fiqh,dan sosial kemasyrakatan.64
61
Mahfudz Masduki, Tafsir al-Mishbâh M. Quraish Shihab: Kajian Atas Amtsal Al-
Qur’an, h.19. 62
Hilmi, “Konsep Hidup Sejahtera Perspektif Al-Qur’an (Studi Komparatif Penafsiran M.
Quraish Shihab dan Hamka),” h. 29-30. 63
Muhammad Iqbal, Jurnal Tsaqafah Metode Penafsiran Al-Qur’an M. Quraish
Shihab.h.260 64
Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir al-Mishbâh. h.117.
28
M. Quraish shihab memulai penulisan Tafsir Al-Mishbâh pada
Jum’at 18 Juni 1999. Awalnya hanya ingin menulis maksimal 3 volume,
tapi kenikmatan ruhani yang direguknya dari mengkaji Ilahi, seperti
membiusnya untuk terus menulis dan menulis. Dan tepat pada Jum’at, 5
september 2003 penulisan jilid terakhir Tafsir al-Mishbâh itu tuntas.65
Tafsir al-Mishbâh berjumlah 15 volume yang dicetak oleh Lentera Hati.
Jika dilihat lebih jauh, tafsir ini disusun berdasarkan sistematika yang
dimulai dari penamaan surat disertai penjelasannya, kemudian masuk ke
penjabaran ayat dalam sebuah kelompok yang terdiri atas beberapa ayat.
Dari setiap ayat dijelaskan secara panjang lebar. Selain itu, disuguhkan
munasabah dengan ayat lain, termasuk juga dengan pengelompokkan
berikutnya.66
Latar belakang penulisan tafsir al-Mishbâh karena beliau ingin
membantu manusia untuk memperdalami pemahaman dan penghayatan
mengenai islam dan ingin menjadikan tafsir ini sebagai pelita bagi umat
Islam yang menghadapi berbagai persoalan hidup.67
Motivasi beliau dalam penulisan tafsir al-Mishbâh adalah beliau
merasa terpanggil untuk memperkenalkan al-Qur’an dan meyuguhkan
pesan-pesannya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat itu.68
Kemudian motivasi beliaupunsejalan dengan penegasan yang disampaikan
oleh Ibn Katsir dalam muqaddimah tafsirnya, “menjadi kewajiban para
ulama untuk mengungkapkan maksud dari kalam Ilahi, menafsirkannnya,
mempelajarinya, dan mengajarkannya”.69
65
Mauluddin Anwar dkk, Cahaya, Cinta dan Canda (Ciputat: Lentera Hati, 2015), h.282. 66
Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir al-Mishbâh. h.118. 67
Nurdin, Kajian Tafsir Kontemporer di Indonesia : Studi Terhadap Pemikiran M.
Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Mishbâh, h.29 68
Mahfudz Masduki, Tafsir al-Mishbâh M. Quraish Shihab: Kajian Atas Amtsal Al-
Qur’an, h.18. 69
Monaya Fathiyyah, “Study Komparatif Pemikiran Quraish Shihab dan Sayyid Qutb
Tentang Makna Kamal dan Tamam dalam Al-Qur’an,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011), h.29.
29
d. Metode dan Corak Tafsir Al-Mishbâh
Metode dalam bahasa arab dikenal sebagai tharîqah yaitu cara atau
jalan yang teratur untuk mencapai suatu maksud70
. Studi atas hasil karya
penafsiran para ulama sekarang ini, secara umum menunjukkan bahwa
mereka menggunakan metode-metode penafsiran yaitu metode tahlîlî,
metode ijmâlî, metode muqâran,dan metode maudhȗ’î.71
M. Quraish Shihab di dalam tafsir al-Mishbâh menggunakan
metode tahlîlî, karena dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an beliau
memberikan perhatian sepenuhnya kepada semua aspek yang terkandung
dalam ayat yang ditafsirkannya dengan tujuan menghasilkan makna yang
benar dari setiap ayat sesuai urutan bacaan yang terdapat dalam mushaf al-
Qur’an.72
Dan terdapat penekanan dalam uraian-uraian tafsir itu adalah
pada pengertian kosa-kata dan ungkapan-ungkapan al-Qur’an dengan
merujuk kepada pandangan pakar bahasa dan ulama tafsir, kemudian
memperhatikan kosa-kata atau ungkapan itu digunakan oleh al-Qur’an.73
Corak dapat diartikan sebagai kecenderungan atau spesifikasi
keilmuan seorang mufassir. Hal ini tentu dilatarbelakangi oleh pendidikan,
lingkungan dan akidahnya (keyakinannya).74
Tafsir al-Mishbâh dapat
dikategorikan dalam corak adab al-ijtimâ’î (sosial kemasyrakatan). Tafsir
dengan corak ini tidak hanya menekankan pada tafsir lughawî, tafsir fiqhî,
tafsir ‘ilmî, dan tafsir isyârî, tetapi juga menekankan pada kebutuhan sosial
masyarakat.75
e. Sistematika Penulisan Tafsir Al-Mishbâh
Sistematika penulisan Tafsir al-Mishbâh dimulai dari pengantar
yang menjelaskan surah secara global. Kemudian penulisan ayat-ayat
dikelompokkan ke dalam tema-tema tertentu sesuai dengan urutannya, lalu
70
Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir al-Mishbâh. h.121.
Lihat Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an (Jakarta: Rajawali Press,2014), h 378. 71
Abdul Hayy al-Farmâwî, Metode Tafsir Maudhu’I dan Cara Penerapannya, Terj
Rosihon Anwar, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002), h.23. 72
Mahfudz Masduki, Tafsir al-Mishbâh M. Quraish Shihab: Kajian Atas Amtsal Al-
Qur’an, h.36. 73
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h.284. 74
Anshori, Ulumul Qur’an Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan. h.217. 75
Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir al-Mishbâh. h.124.
30
diikuti dengan terjemahannya. Beliau juga menguraikan kosa kata yang di
pandang perlu dalam menafsirkan makna ayat. Ayat dan hadis yang
dijadikan penguat atau bagian dari tafsirnya hanya ditulis terjemahannya
saja. Adapaun jumlah keseluruhan tafsir al-Mishbâh sebagai berikut:76
Volume Isi Jumlah Halaman
1 Q.S al-Fâtihah – QS. al-Baqarah 624
2 Q.S Âli Imrân – QS. an-Nisâ’ 659
3 Q.S Al-Mâidah 257
4 Q.S Al-An’âm 366
5 QS. al-A’râf, QS. al-Anfâl, QS. at-Taubah 756
6 QS. Yȗnus, QS. Hȗd, QS. Yȗsuf, QS. Ar-
Ra’d
611
7 QS. Ibrâhîm, QS. Al-Hijr, QS. An-Nahl,
QS Al-Isrâ’
585
8 QS. Al-Kahfi, QS. Maryam, QS. Thâhâ,
QS. Al-Anbiyâ’
524
9 QS. Al-Hajj, QS. Al-Mu’minȗn, QS. An-
Nȗr, QS. Al-Furqân
554
10 QS. Asy-Syu’arâ’, QS. An-Naml, QS Al-
Qashah, QS. Al-‘Ankabȗt
547
11 QS. Ar-Rȗm, QS.Luqmân, QS. As-
Sajdah, QS Al-Ahẑab, QS. Saba’, QS.
Fâthir, QS. Yâsîn
582
12 QS. Ash-Shâffât, QS. Shâd, QS. Az-
Zumar, QS. Ghâfir, QS. Fushshilat, QS.
601
76
Awalia, “Keshahihan Hadits Dalam Tafsir al-Mishbâh (Studi Kualitas Sanad dan Matan
Hadits dalam Menafsirkan Q.S al-Fatihah),” h.22.
31
Asy-Syȗrâ, QS. Az-Zukhruf
13 QS. Ad-Dukhân, QS. Al-Jâtsiyah, QS Al-
Ahqâf, QS. Muhammad, QS Al-Fath, QS.
Al-Hujurat, QS. Qaf, QS. Adz-Dzâriyât,
QS. Ath-Thȗr, QS. An-Najm, QS. Al-
Qamar, QS. Ar-Rahmân, QS. Al-Wâqiah,
QS. Al-Hadîd, QS. Al-Mujâdalah, QS Al-
Hasyr, QS. Al-Mumtahanah,
586
14 QS. As-Saff, QS. Al-Jumu’ah, QS. Al-
Munâfiqȗn, QS. At-Taghâbȗn, QS. Ath-
Thalâq, QS. At-Tahrîm, QS. Tabaraq, QS.
Al-Qalam, QS. Al-Hâqqah, QS. Al-
Ma’ârij, QS. Nȗh, QS. Al-Jinn, QS. Al-
Muzzammil, QS. Al-Muddatsir, QS. Al-
Qiyâmah, QS. Al-Insân, QS. Al-Mursalât,
965
15 QS. An-Naba, QS. An-Nâzi’ât, QS.
‘Abasa QS. At-Takwîr, QS. Al-Infitâr,
QS. Al-Muthaffifîn, QS. Al-Insyiqâq, QS.
Al-Burȗj, QS. Ath-Thâriq, QS. Al-‘Alâ,
QS. Al-Ghâsyiyah, QS. Al-Fajr, QS. Al-
Balad, QS. Asy-Syams, QS. Al-Lail, QS.
Ad-Dhuhâ, QS. Asy-Syarh, QS. At-Tin,
QS. Al-‘Alaq, QS. Al-Qadr, QS. Al-
Bayyinah, QS. Az-Zalzalah, QS. Al-
‘Âdiyât, QS. Al-Qâri’ah, QS. At-
Takâtsur, QS. Al-‘Asr, QS. Al-Humazah,
QS. Al-Fill, QS. Quraisy, QS. Al-Mâ’ȗn,
QS. Al-Kautsar, QS. Al-Kâfirȗn, QS. An-
644
32
Nashr, al-Masad, QS. Al-Ikhlâs, QS. Al-
Falaq, QS. An-Nâs. 77
77
Mahfudz Masduki, Tafsir al-Mishbâh M. Quraish Shihab: Kajian Atas Amtsal Al-
Qur’an, h.22.
33
BAB III
GAMBARAN TENTANG AL-NAML
A. Gambaran Tentang al-Naml (Semut)
a. Definisi Serangga
Serangga merupakan kelompok terbesar di dalam dunia hewan di
bumi. Diperkirakan jumlah serangga ada lebih dari 800.000 jenis yang
sudah dikenal dan dideskripsi. Serangga pada umumnya mempunyai enam
kaki, dan banyak di antaranya bersayap empat. Kebanyakan dari serangga
hidup di kawasan tropis, dan hanya beberapa jenis yang hidup di kawasan
dingin atau lautan. Tubuh serangga terdiri dari tiga bagian besar, yaitu
kepala, dada (thorax), dan tubuh bagian belakang ( abdomen ). Serangga
pada umumnya memiliki enam kaki dan banyak di antara mereka bersayap
empat. Kebanyakan serangga hidup di kawasan tropis, dan hanya beberapa
jenis yang hidup di kawasan dingin ataupun lautan. Serangga umumnya
mengalami metamorfosis. Kebanyakan mereka berasal dari telur.1
Tubuh serangga yang terdiri dari tiga bagian besar memiliki
fungsinya masing-masing. Bagian kepala menopang mulut dan banyak
perangkat sensor, termasuk mata majemuk dan antenna. Rongga dada,
yang meliputi kaki dan sayap dibanyak spesies, sangat penting sebagai
daya penggerak. Bagian abdomen terdiri dari organ percernaan,
pembuangan, dan repoduksi. Semua serangga dewasa bernafas melalui
udara, yang memasuki tubuh melalui bukaan (disebut spirakel) di kedua
sisi abdomen dan toraks. Spesies air yang belum dewasa kerap memiliki
insang. Organ internal terendam cairan yang disebut haemolymph, yang
mengayangkut nutrisi dari limbah, serta dipompa kebagian lain melalui
jantung yang berbentuk tabung.2
Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri khas dari
serangga yaitu Pertama, serangga memiliki tiga komponen utama kepala,
1Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012), h.228. 2 Ensiklopedia Dunia Hewan, Jilid 7 (Jakarta: Lentera Abadi, 2008), h.548
34
dada dan perut. Yang disetiap komponen tersebut memiliki fungsinya
masing-masing. Kedua, beberapa ciri-ciri serangga yang lainnya yaitu
serangga memiliki enam kaki, dan banyak di antara mereka bersayap
empat, mengalami metamorfosis, memiliki antenna, dan mempunyai mata
majemuk.
b. Pengertian Al-Naml
Makna al-Naml dalam Kamus Munawwir disebutkan bahwa الن مل
yang berarti semut.3 Kata naml (ل adalah nama salah satu surah di dalam (نم
al-Qur’an, berasal dari kata namila – yanmalu – namalan wa namilan ( وملا -نمملا– نم لم - ي منمملم -berarti ‘banyak semutnya’ seperti kata namila al (نم
makan ( الممكمان لم ) banyak semutnya), dan akata yadus-shabî = نم لمتيمد نم tangan bayi itu lemah lembut). Kata al-Naml adalah bentuk jamak = الص بى
dari al-namlah ( الن ملة ) dan al-namulah ( الن ملمة ). Selain al-naml, al-nimâl (
juga merupakan bentuk jamak dari an-namlah tetapi bentuk jamak ( النمال
seperti ini tidak dijumpai di dalam al-Qur’an.4
Kata al-namlah5 dengan segala derivasinya disebutkan sebanyak
empat kali di dalam al-Qur’an, yang tersebar di dua ayat dan dua surah.
Empat kata an-namlah tersebut, tiga diantaranya bermakna semut yang
makna tersebut terdapat di dalam satu ayat di dalam QS. An-Naml [27] :
18, yaitu
إذماأمت مواعملمىوماد ن كمالنمل يماأمي همانملة قمالمتالنمل حمت يمطمم ادخلواممسماكنمكملم
يمشعرونم سلميممانومجنودهومهملم
Ayat ini berkaitan dengan kisah Nabi Sulaiman yang mempunyai
kekuasaan dan kerajaan yang tidak ada tandingannnya.6
3Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 1466.
4M. Quraish Shihab, ed., Ensiklopedia Al-Qur’an : Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera
Hati, 2007), h.703. 5Fu’ad Abdul Baqi’, Mu‘jam al-Mufahras li al-fāẓ al-Qur’ān al-Karīm (Kairo: Maktabah
Dar Kutub al-Misriyyah, 1364 H.), h. 812. 6M. Quraish Shihab, ed., Ensiklopedia Al-Qur’an : Kajian Kosakata, h.703.
35
Bentuk kedua adalah al-anâmil yang juga seakar dengan an-naml
yang berarti ujung jari-jari, yang terdapat di dalam QS. Âli ‘Imrân [3]:
119, “..dan apabila mereka menyendiri mereka menggigit ujung jari
apabila lantaran marah bercampur benci terhadap kamu..”. Kata al-
anâmi jauh sekali pengertiannya dengan an-naml tetapi ada unsure
persamaannya sesuai pendapat Ibnu Zakaria yaitu keduanya menunjukkan
kepada ash-shigar wal-khiffah ( الصغمروالف ة = kecil dan halus serta tipis).
Ayat ini digunakan di dalam kaitan larangan mengambil orang Yahudi
sebagai teman kepercayaan, karena orang-orang Yahudi tersebut
senantiasa menimbulkan kemudharatan.7
Dari penjelasan diatas maka yang akan menjadi fokus penelitian
penulis adalah al-naml (semut) yang berkaitan dengan kisah Nabi
sulaiman pada surah an-naml ayat 18-19.
c. Al-Naml Nama Surah dalam al-Qur’an
Al-Naml surah ke-27 yang terdiri atas 98 ayat dan diturunkan di
Mekah pada urutan ke-48, sesudah surah Asy-Syu’arâ dan sebelum surah
al-Qashash. Nama surah ini diambil dari kata naml yang berarti semut tapi
juga berarti orang-orang pandai. Surah ini juga disebut surah Sulaiman
dan surah Hud-Hud, sebutan untuk burung8. Surah ini dimulai dengan
surah muqaththa’at: thâ-sîn.9 Dikatakan al-Naml sendiri diambil dari
perkataan al-Naml yang terdapat pada ayat 18 dan 19. Dalam ayat ini
dikisahkan, bahwa raja semut mengatakan kepada anak buahnya agar
masuk sarangnya masing-masing.10
7M. Quraish Shihab, ed., Ensiklopedia Al-Qur’an : Kajian Kosakata, h.704.
8Ini karena kedua binatang tersebut semut dan hud-hud disebut dalam surah ini. Di
samping itu, ia juga dikenal dengan nama “Surah Sulaiman”. Boleh jadi karena tentang uraian
Nabi yang raja itu diuraikan pada surah ini dengan sedikit lebih rinci dibanding dengan uraian
tentang beliau pada surah-surah yang lain. (Lihat M. Quraish Shihab, Al-Lubab Makna, Tujuan,
dan Pelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an (Tangerang: Lentera Hati, 2012), h.3.) 9Djohan Effendi, Pesan-Pesan al-Qur’an (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2012),
h.182. 10
Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2006), h.218.
36
Di dalam surah ini terdapat kisah-kisah yang menceritakan Nabi
Sulaiman dengan semut, dengan burung hud-hud, dan dengan ratu Balqis,
kisah Nabi Shaleh dengan kaumnya, dan kisah Nabi Luth dengan
kaumnya.11
Sayyid Quthub mengatakan bahwa penekanan utama pada
surah ini adalah tentang ilmu Allah yang mutlak, lahir dan batin. Lebih-
lebih tentang yang ghaib serta ayat-ayat kauniyah yang diungkap-Nya
kepada Daud dan Sulaiman pengajaranNya kepada sulaiman “bahasa
burung” dan karena itu dinyatakan pada ayat keenam bahwa:
Sesungguhnya engkau benar-benar dipertemukan dengan al-Qur’an dari
sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui, dan masih
begitu banyak lagi ayat-ayat yang berbicara tentang ilmu Allah.12
Surah al-Naml dimulai dengan penegasan bahwa Al-Qur’an
diturunkan sebagai kabar gembira bagi orang-orang yang beriman, yakni
mereka mendirikan shalat dan membayar zakat serta meyakini Hari
Kemudian. Sebaliknya mereka yang tidak beriman dengan Hari Akhirat,
yang tertipu dengan perbuatannnya sendiri, akan berada dalam
kebingungan, dan mendapat azab yang buruk dan kelak di Akhirat akan
merugi. Kemudian surah ini ditutup dengan pernyataan bahwa segala puji
kepunyaan Allah yang menunjukkan ayat-ayat-Nya kepada Nabi dan Dia
tidak akan melupakan apa yang Nabi dan kaum muslimin lakukan.suatu
peringatan khususnya kepada mereka yang berkuasa untuk tidak gila
hormat dan mengejar pujian.13
Tema utama surah ini serupa dengan tema utama surah-surah yang
turun sebelum hijriah, yaitu keimanan kepada Allah swt.pengesaan-Nya,
keniscayaan Hari Kiamat, serta ganjaran dan balasannya. Namun,
penekanannya yang utama adalah tentang ilmu Allah swt. yang mutlak
lahir dan batin. Hal ini tercermin, antara lain pada uraiannya tentang al-
Qur’an dan keistimewaannya serta tokoh-tokoh yang diketengahkan
kisahnya. Tujuannya adalah menanamkan kesadaran tentang kehadiran
11
Abdul Chaer, Perkenalan Awal Degan al-Qur’an (Jakarta: RinekaCipta, 2014), h.142. 12
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an
(Jakarta: Lentera Hati, 2007), Vol 9, h. 376. 13
Djohan Effendi, Pesan-Pesan al-Qur’an, h.182-184.
37
Allah swt. dalam segala aktivitas dan pengetahuaan-Nya yang
menyeluruh.14
d. Al-Naml dalam Pandangan Sains
Semut adalah serangga suku Formicidae, ordo Hymenoptera15
. Ia
memiliki lebih dari 12.000 spesies di dunia.16
Ada kelompok masyarakat
semut yang anggotanya mencapai setengah juta semut. Mereka
kebanyakan hidup di bawah tanah atau batu-batuan, dan ada juga yang
tinggal di atas tanah.17
Pada dasarnya, semut adalah serangga yang hidup
bermasyarakat jika ia terpisah dari kelompoknya, ia akan mati meskipun
diberi makakanan yang enak dan tempat yang nyaman. Sama seperti
manusia apabila diasingkan di suatu tempat yang jauh dari cahaya, suara
jam, waktu, malam, siang selama 20 hari, ia akan kehilangan
keseimbangannya.18
Dalam siklus kehidupannya, semut mengalami suatu metamorfosis.
Perubahan bentuk fisik yang dialami semut sangat tampak dalam
metamorfosisnya19
, karena perubahannya tidak hanya dari telur yang
menetas lalu bertumbuh besar, namun setelah menetas dari telur dan
menjadi larva, semut akan berubah menjadi pupa/kepompong sebelum
berubah menjadi semut yang sering dijumpai disekitar kita. Hal inilah
14
M. Quraish Shihab, Al-Lubab Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-
Qur’an (Tangerang: Lentera Hati, 2012), h.4. 15
Hymenoptera adalah serangga-serangga yang memiliki sayap selaput. Tidak semua
semut memiliki sayap, hanya semut jantan dan semut ratu yang memiliki sayap. (Lihat Syerif
Nurhakim, Dunia Burung dan Serangga : Mengenal Fakta Sains dan Keunikkannya, (Jakarta:
Bestari, 2014), h.89.) 16
Fabel al-Qur’an : 16 Kisah Binatang Istimewa yang Diabadikan dalam al-Qur’an,
(Tangerang: Lentera Hati, 2014), h.285. 17
M. Quraish Shihab, Dia Dimana-Mana: Tangan Tuhan Di Balik Setiap Fenomena
(Jakarta: Lentera Hati, 2010), h. 304. 18
Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an. Terj M. Zaenal Arifin,
Nurkaib, dkk (Jakarta: Zaman, 2013), h. 591. 19
Metamorfosis perubahan bentuk atau susunan secara total dalam waktu singkat,
misalnya serangga dari bentuk larva hingga menjadi dewasa (Lihat Wahyu Untara, Kamus Sains
(Jakarta: Indonesia Tera, 2014), h.257. dan M Idris dkk, Kamus MIPA : Matematika, Fisika,
Kimia, Biologi (Jogjakarta: Ar-ruz Media, 2016), h.393.)
38
yang menjadikan metamorfosis semut disebut sebagai metamorfosis
sempurna, karena semut melewati tahap pupa sebelum menjadi dewasa.20
Semut memiliki tiga bagian besar di dalam tubuhnya yang terdiri
dari kepala (head), dada (thorax), dan perut (abdomen). Di bagian kepala
semut terdapat mata majemuk, mulut, rahang, dan sepasang antena yang
menekuk sebagai alat sensor dan alat berkomunikasi. Dan dibagian dada
semut terdapat tiga pasang kaki. Disetiap kaki semut memiliki semacam
cakar kecil. Adapun semut ratu dan semut jantan memiliki dua pasang
sayap yang terletak pada dadanya. Adapun alat reproduksi semut terletak
di perut. Beberapa spesies semut juga memiliki sengat dan kelenjar
penghasil asam di perutnya, yang bisa saja disemprotkan kearah musuh
sebagai alat pertahanan dari semut.21
a) Sistem Kasta Semut
Semut di dalam kehidupannya tidak pernah hidup sendiri-sendiri. Ia
selalu hidup dalam komunitas yang jumlahnya mencapai ratusan ribu
semut. Semut saling berbagi pekerjaan dengan tegas dan jelas. Masing-
masing jenis semut sudah mengetahui tugas masing-masing sejak lahir.
Semut pertama menerima seluruh ilmu semut itu dari Allah sejak semut itu
diciptakan.22
Dan Setiap koloni semut tunduk pada sistem kasta mereka secara
ketat. Sistem kasta ini terdiri dari tiga bagian besar dalam sebuah koloni.
Anggota kasta Pertama yaitu ratu dan semut-semut jantan, yang
memungkinan untuk berkembang biak. Dalam satu koloni ini bisa terdapat
lebih dari satu ratu.23
Ratu semut memiliki tubuh yang besar.24
Tugasnya
bertelur25
dan memberikan pengarahan. Ratu juga mengemban tugas
20
Antonius Prasetya Adi, “Metamorfosis Semut sebagai Inspirasi Penciptaan Seni
Lukis,”Jurnal Pendidikan Seni Rupa, no 5 (2016): h. 2. 21
Syerif Nurhakim, Dunia Burung dan Serangga : Mengenal Fakta Sains dan
Keunikkannya, h. 91. 22
Fabel al-Qur’an : 16 Kisah Binatang Istimewa yang Diabadikan dalam al-Qur’an,
h.290-291. 23
Harun Yahya, Pustaka Sains Populer Islami Dunia Semut, Perj Femmy Syahrani,
Astutiati Nurhasanah, (Bandung: Dzikra, 2004), h.6. 24
Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an. Terj M. Zaenal Arifin, h.591 25
Ratu semut dapat bertelur sebanyak 100.000 hingga 300.000 telur. Telur semut
berwarna putih susu dan berbentuk lonjong. Ratu semut akan merawat telur pertama hingga
39
reproduksi untuk meningkatkan jumlah individu yang membentuk
koloni.26
Ia mendapatkan fasilitas yang begitu nyaman di perumahan
semut dan saling berinteraksi dengan sejumlah anggota kerajaan semut.27
Sedangkan semut jantan hanyalah membuahi sang ratu28
. Dan hampir
semua semut jantan mati setelah kawin.29
Bentuk tubuh semut jantan
disebut semut sosis, jantan kerap tertarik pada cahaya setelah gelap.30
Kasta Kedua, adalah semut prajurit merupakan semut dewasa yang
bertugas membangun sarang dan menjaga koloni, berburu, dan mencari
tempat baru untuk membuat sarang. Kasta Ketiga, terdiri dari semut
pekerja. Semut pekerja ini adalah semut betina yang tidak bisa
menghasilkan keturunan. Kebanyakan semut pekerja tidak hidup lebih dari
satu tahun.31
Tugas mereka beraneka macam, seperti mendidik bayi-bayi
semut, membersihkan perumahan dan jalanan, ada pula yang bertugas
mendatangkan makanan dari luar, menanam tumbuh-tumbuhan, merawat
serangga-serangga yang akan dijadikan sumber makanan,32
hingga
menguburkan rekannya yang mati seperti manusia.33
Selain semut pekerja,
ada juga semut tentara. Tubuh mereka lebih besar dan kepala mereka keras
mereka tumbuh menjadi semut pekerja yang nantinya akan merawat semut ratu serta telur-
telurnya. (Syerif Nurhakim, Dunia Burung dan Serangga : Mengenal Fakta Sains dan
Keunikkannya, h.92.) 26
Harun Yahya, Pustaka Sains Populer Islami Dunia Semut, Perj Femmy Syahrani,
Astutiati Nurhasanah, h.6. 27
Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an. Terj M. Zaenal Arifin, h. 592 28
Proses perkawinan semut ratu dan semut jantan saat musim kawin, semut ratu akan
terbang ke udara dan diikuti oleh semut jantan. Kemudian, mereka akan melakukan perkawinan
baik di udara maupun di darat. Setelah perkawinan selesai, semut jantan akan mati. Sedangkan
semut ratu akan terbang mencari tetap yang cocok untuk bertelur. Semut ratu akan menggali
sebuah lubang dengan rahangnya untuk membuat sarang, bertelur, dan melepaskan sayapnya.
(Syerif Nurhakim, Dunia Burung dan Serangga : Mengenal Fakta Sains dan Keunikkannya, h.92.) 29
Harun Yahya, Pustaka Sains Populer Islami Dunia Semut, Perj Femmy Syahrani,
Astutiati Nurhasanah, h.6. 30
Ensiklopedia Dunia Hewan, Jilid 7 (Jakarta: Lentera Abadi, 2008), h.576. 31
Syerif Nurhakim, Dunia Burung dan Serangga : Mengenal Fakta Sains dan
Keunikkannya, h.90. 32
Para ilmuan juga menemukan fakta bahwa jika semut mati, ia akan menebarkan zat
berbau khusus untuk menyiarkan kabar kematiannya kepada semut-semut yang lain. Bau inilah
yang menyebabkan semut-semut lain segera mengetahui kematiannya dan menguburkannya
sebelum serangga-serangga datang. (Lihat Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-
Qur’an. Terj M. Zaenal Arifin, h. 594) 33
Zakir Naik, Miracles of al-Qur’an dan as-Sunnah, Terj Dani Ristanto (Solo: Aqwam,
2015), h. 52.
40
seperti memakai helm yang baja. Tugas mereka menjaga kelansungan
kerajaan, menjaga keamanaan,dan menghalau musuh.34
b) Komunikasi Antar Semut
Seperti manusia, semut juga butuh bahasa agar bisa dapat
berkomunikasi dengan sesama mereka. Secara umum, baik bagi manusia
maupun semut, bahasa digunakan untuk memudahkan mereka membagi
tugas teamwork (tim kerja) dan membantu mereka menegakkan sistem
sosial yang mereka bangun.35
Ketika bertemu mereka juga sesekali
melakukan obrolan. Mereka juga memiliki metode komunikasi khusus
antar sesama semut.36
Di bagian kepala semut terdapat seperangkat peraba yang dapat
mengenali sinyal kimia maupun visual. Otak semut terdiri atas sekitar
setengah juta simpul syaraf, mempunyai mata yang berfungsi sangat baik,
dan sebuah sungut yang berfungsi sebagai hidung untuk mencium atau
ujung jari mereka untuk meraba. Tonjolan-tonjolan yang terletak di bawah
mulut mereka berfungsi sebagai pencepap. Sedangkan rambut-rambut
yang ada di tubuh mereka berfungsi sebagai sentuhan.37
Pada kepala semut terdapat sebuah antena, antena tersebut
mengeluarkan feromon38
, yaitu semacam zat kimiawi yang membantu
semut mendeteksi rangsangan dari luar. Antena tersebut digunakan untuk
berkomunikasi dan mendeteksi feromon yang dikeluarkan oleh semut lain.
Antena semut juga dapat berfungsi sebagai alat penukaran informasi dan
alat peraba untuk mendeteksi segala sesuatu yang berada disekitarnya.39
Semut juga berkomunikasi satu sama lain di antara mereka dengan
cara menari berputar-putar. Misalnya, mereka berkomunikasi untuk
34
Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an. Terj M. Zaenal Arifin, h. 592. 35
Thoriq Aziz Jayana, Meneladani Semut dan Lebah, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2015), h.72. 36
Zakir Naik, Miracles of al-Qur’an dan as-Sunnah, Terj Dani Ristanto, h. 52. 37
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan) (Jakarta:
Departemen Agama Ri, 2007), Jilid 7, H.188. 38
Feromon berasal dari kata Fer (membawa) dan Hormon (hormon) dan artinya
“pembawa hormon” (Lihat Harun Yahya, Pustaka Sains Populer Islami Dunia Semut, Perj Femmy
Syahrani, Astutiati Nurhasanah, h.17.) 39
Thoriq Aziz Jayana, Meneladani Semut dan Lebah, h.58.
41
menunjukkan lokasi bunga-bunga yang ada di tempat tertentu dengan jarak
tertentu secara pasti kepada sekelompok semut lain.40
c) Rumah dan Makanan Semut
Serangga kecil semut memiliki anggota yang mencapai setengah
juta semut. Kebanyakan dari mereka hidup di bawah tanah atau bebatuan,
dan ada juga yang tinggal di atas tanah.41
Ada satu jenis semut yang
membangun tempat tinggal di atas tanah dari dedaunan dan ranting-ranting
pohon. Semut jenis ini dapat ditemukan di bawah pohon cemara. Semut
menggunakan semacam gunting yang ada di dalam mulut mereka. Lalu di
kunyah dalam berbentuk adonan. Cara ini bisa saja telah mengispirasi
orang-orang mesir kuno dahulu dalam membangun rumah dan piramida.42
Semut yang membangun sarang dari dedaunan. Dari dedaunan
yang bercerai berai mereka satukan menjadi sarang. Dan ada semut yang
mampu menganyamnya yaitu semut rangrang (Oecophylla Smaragdina)
mereka membuat keteramilan sendiri. Keseimbangan dan keeleganan
ruang di dalamnya terukur dengan tepat. Semut rangrang menyukai udara
yang segar, ruang terbuka, serta alam yang bebas. Itulah salah satu alasan
mereka membuat sarang di pepohinan dan buan di dalam tanah.43
Ada semut yang tinggal di dalam tanah. Sarang semut di dalam
tanah memiliki sistem udaranya sendiri. Sarang semut berupa terowongan
yang panjang. Dan terowongan tersebut memiliki udara menjaga agar suhu
dan kelembapan di dalam sarang tetap stabil.44
Beberapa semut merupakan herbivora atau pemakan jamur. Spesies
lainnya merupakan karnivora atau omnivore. Sejumlah spesies bergantung
sepenuhnya pada madu yang dihasilkan oleh serangga pengisap getah.45
Para semut menyimpan biji-bijian untuk waktu yang lama pada musim
dingin. Jika mulai tumbuh tunas, maka mereka akan segera memotong
40
Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an. Terj M. Zaenal Arifin, h. 571 41
M. Quraish Shihab, Dia Dimana-Mana: Tangan Tuhan Di Balik Setiap Fenomena, h.
304. 42
Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an. Terj M. Zaenal Arifin, h. 593. 43
Thoriq Aziz Jayana, Meneladani Semut dan Lebah, h.70. 44
Ensiklopedia Pengetahuan Popular, jilid.5 (Jakarta: Lentera Abadi, 2008), h.408. 45
Ensiklopedia Dunia Hewan, Jilid 7 (Jakarta: Lentera Abadi, 2008), h.576.
42
akarnya. Seolah-olah mereka sudah memahami jika hal tersebut dibiarkan
maka akan membusuk. Jika biji-bijian tersebut basah karena hujan, para
semut akan membawanya keluar untuk dijemur dan dikeringkan di bawah
sinar matahari. Kemudian setelah kering, para semut akan membawanya
kembali ke dalam sarang mereka, seolah-olah mereka sudah memahami
bahwa kelembapan akan menyebabkan pembusukkan.46
B. Kisah Kehidupan Semut dan Nabi Sulaiman
Allah menyebut semut di dalam surah al-Naml agar manusia dapat
mengambil pelajaran dari kisah kehidupan semut. Sebagaimana Allah
mengajarkan Sulaiman a.s bahasa binatang. Allah berfirman, “Hingga ketika
mereka sampai di Lembah Semut , berkatalah ratu semut, “Wahai kawanan
semut, masuklah ke rumah kalian masing-masing. Jangan sampai sulaiman
dan pasukannya memecahkanmu, sedangkan mereka tidak merasa” (QS al-
Naml [27] : 18).47
Az-Zamakhsyari berkata, “Sulaiman a.s mendengar perkataan semut
tersebut dari jarak tiga mil. Semut tersebut berjalan pincang mengedap-endap.
Ada yang mengatakan nama semut itu adalah Thâkhiah”.48
Sulaiman berjalan bersama bala tentaranya yang terdiri atas jin,
manusia, dan burung di wilayah kekuasaannya. Kemudian dia melewati
lembah semut49
. Seekor semut melihat sulaiman dan bala tentaranya yang
berjumlah begitu besar. Dia mengkhawatirkan kawanannya, khawatir akan
terinjak. Dia pun kemudian berteriak agar kawanannya segera masuk ke
dalam sarang. Dengan kuasa Allah, Sulaiman a.s mendengarnya.50
46
Zakir Naik, Miracles of al-Qur’an dan as-Sunna, Terj Dani Ristanto, h. 52. 47
Mashur ‘Abdul Hakim, Sulaiman The World’s Greatest Kingdom History, Terj Umi
Nurun Ni’mah (Bandung: Mizania, 2016), h.59. 48
Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, Terj Muhyiddin Mas Rida dan Muhammad Rana
Mengala, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h.429. 49
Ahli tafsir menyebutkan bahwa lembah semut itu terdapat di Syam, di mana lembah
tersebut dihuni oleh banyak semut sehingga disebut wâdin-naml. (Lihat M. Quraish Shihab, ed.,
Ensiklopedia Al-Qur’an : Kajian Kosakata, h.704.) Lembah semut an-Naml (tempat Nabi
Sulaiman mendengar percakapan sekawanan semut) terletak di daerah Ashqelon, antara Ashdod
dan Gazzah. (Lihat Syauqi Abu Khalil, Atlas al-Qur’an, Perj Ahsin Sakho Muhammad dan Sayuti
Anshari Nasution (Jakarta: PT Kharisma Ilmu, 2006), h.121. 50
Mashur ‘Abdul Hakim, Sulaiman The World’s Greatest Kingdom History, Terj Umi
Nurun Ni’mah, h.60.
43
Kemudian Sulaiman tersenyum tertawa51
karena perkataan semut
yang juga mengatakan bahwa Sulaiman as dan tentaranya tidak bermaksud
membinasakan mereka dan berbuat jahat, dan dikatakan pula oleh Raja Semut
itu bahwa seandainya ada diantara semut-semut itu terinjak oleh Sulaiman
dan tentaranya, padahal itu bukanlah sengaja dilakukan tetapi adalah karena
Sulaiman dan tentaranya tidak melihat mereka, karena tubuh mereka amat
kecil52
. Kemudian Sulaiman berdo’a
ومعملمىوم عملمي ال تأمن عممتم نعممتمكم أموزعنأمنأمشكرم رمب ضماحكاامنق مولماومقمالم ف متمبمس مم ي الدم
الص النيم فعبمادكم ومأمنأمعمملمصمالاات مرضماهومأمدخلنبرمحمتكم
Artinya: Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar)
perkataan semut itu. Dan dia berdo’a: “Ya Tuhanku berilah aku
ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah engkau
anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan untuk
mengerjakan amal shaleh yang Engkau ridhai, dan masukkanlah aku
dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang
shaleh. (Q.S al-naml [27] : 19).53
Dari do’a Nabi Sulaiman itu dapat dipahami bahwa yang diminta oleh
Sulaiman kepada Allah swt ialah kebahagiaan yang abadi di akhirat nanti.
Sekalipun Allah telah melimpahkan beraneka ragam kesenangan dan
kekuasaan duniawi kepadanya, namun ia tidak terpesona dengan kekuasaan
dan kesenangan duniawi itu adalah kesenangan sementara sifatnya yang tidak
kekal.54
Amal soleh juga merupakan karunia Allah dimana setiap orang yang
bersyukur kepada Allah diberi taufik untuk melakukan amal soleh. Nabi
Suliaman yang pandai bersyukur memohon pertolongan kepada Allah agar
menghimpun segenap jiwa dan dirinya serta memberinya taufik untuk
51
Tawa nabi sulaiman adalah bukanlah tawa yang disertai dengan suara, tetapi hampir
saja senyum beliau itu disertai dengan suara. (M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh Pesan,
Kesan, dan Keserasian al-Qur’an(Jakarta: Lentera hati, 2002),Vol 15, h.425. 52
Zaini Dahlan, dkk. Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid VII, (Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia, 1991), h.219. 53
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj Ahsan Askan
dkk (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), jilid 19, h. 801. 54
Zaini Dahlan, dkk., Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid VII, h.219.
44
mensyukuri nikmat-Nya. Nabi Sulaiman sangat menyadari bahwa amal soleh
itu merupakan taufik dan nikmat lain dari Allah.55
Di dalam sebuah hadits Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi saw. melarang
membunuh lebah, semut, burung ash-shurad, dan burung hud-hud, أمن الن ب الدهد النىملمةومالصرمدوم ن مهمىعمنق متلالن حلمةوم Menurut Ibrahim al-Harbi صمل ىاللىهعملميهومسمل مم
bahwa nabi melarang membunuh mereka karena keempatnya tidak menyakiti
manusia, begitu pula mudharatnya bagi manusia sangat kecil. Menurutnya,
semut yang sering menggigit di dalam bahasa Arab disebut adz-dzarr bukan
al-namlah, sehingga adz-dzarr tersebut jika menyakiti manusia harus
dibunuh. Dan al-namlah bentuknya kecil tipis berkaki empat panjang yang
banyak hidup di gurun pasir dan tidak menyakiti manusia.56
55
Sayyid Qutb, Tafsir fi Zilalil Qur’an, Terj As’ad Yasin, dkk (Jakarta: Gema Insani,
2004) h.394. 56
M. Quraish Shihab, ed., Ensiklopedia Al-Qur’an : Kajian Kosakata, h.703.
45
BAB IV
ANALISIS TAFSIR KEMENTERIAN AGAMA DAN TAFSIR Al-
MISHBÂH TENTANG PESAN MORAL DARI KISAH NABI SULAIMAN
DAN SEMUT
A. Penafsiran Tafsir Ilmî Kementerian Agama Tentang Semut
dalam Perspektif al-Qur’an
Al-Qur‟an menyebut semut dalam rangakaian kisah perjalanan Nabi
Sulaiman melintasi suatu lembah.
“Hingga ketika mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor
semut, “Wahai semut-semut! Masukklah ke dalam sarang-
sarangmu,agar kamu tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan bala
tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” (An-naml/27:
18)
Bila kita mengikuti pendapat ulama yang menafsirkan zarrah sebagai
semut, maka semut tidak hanya disebut dalam ayat di atas, tapi juga adalah
surah az-Zalzalah [99] : 7-8. Dua ini berbicara mengenai tentang adanya
balasan dari Allah bagi siapa saja yang berbuat baik atau berbuat jahat,
sekecil apa pun perbuatan baik atau jahat itu.1
فمن يعمل مثقال ذرة خيرا يره
“Maka barang siapa mengerjakan kebaikkan seberat zarrah,
niscahaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa
mengerjakan kejahatan seberatzarrah, niscahaya dia akan melihat
(balasan)nya (az-Zalzalah/99: 7-8)
Berikut ini adalah beberapa hadis yang juga menjadikan semut
sebagai objek pembicaraan.
1Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2012) h.254.
46
“Pada suatu saat, seorang nabi di antara para nabi beristirahat di
bawah pohon. Tiba-tiba seekor semut menggigitnya. Dia lantas
menyuruh teman-teman untuk memindahkan barang-barangnya dari
bawah pohon itu, dan meminta agar sarang semut itu dibakar. Allah
lalu mewahyukan kepadanya, “Mengapa tidak kau bunuh satu semut
saja?” (Riwayat -Bukhâri dan Muslim dari Abu Hurairâh)2
“Allah berfirman, “Tidak ada yang lebih zalim daripada orang yang
mencoba menciptakan apa yang telah Ku-ciptakan. Aku tantang
mereka untuk menciptakan semut yang paling kecil, sebutir gandum,
atau sebutir jelai3.” (Riwayat al-Bukhâri dan Muslim dari Abu
Hurairâh)
Bila kita mengikuti pendapat mereka yang memahami kata qarŝah
sebagai semut. (Beberapa ulama lain memahaminya sebagai cubitan), maka
semut juga disebut dalam hadis berikut.
“Orang yang mati syahid tidak merasakan sakitnya mati kecuali
sebagaimana salah seorang dari kalian merasakan sakitnya digigit
semut. (Riwayat Ahmad dan at-Turmuzi dan Abu Hurairâh).4
2Ringkasan Hadis Shahih al-Bukhari, Perj Achmad Zaidun (Jakarta: Pustaka Amani,
2002), h. 610. 3Jelai adalah sejenis serealia untuk pakan ternak, penghasil malt, dan sebagai makanan
kesehatan. Jelai merupakan anggota suku padi - padian. (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Jelai
diakses pada 15 Mei 2019) 4Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains,
h.255.
47
Perikehidupan Semut
Semut hidup berkelompok, dengan struktual sosial dan pembagian kerja
yang sangat efisien. Banyak hal yang dapat direnungkan setelah kita mengetahui
perikehidupan semut, seperti kesediaan berkorban bagi sesama dan tidak adanya
diskriminasi. Penelitian-penelitian yang dilakukan hingga saat ini belum sanggup
mengungkap semua kehidupan perikehidupan sosial semut. Karena itu, bagaimana
semut dapat mengelola kelompok yang kadangkala terdiri dari individu-individu
yang sangat banyak, belum seluruhnya terungkap.
Koloni semut tidak memerlukan polisi untuk mengatur kehidupannya.
Apabila kita berpikir semut ratu adalah pimpinan tertinggi kelompok maka
kenyataanyanya tidaklah demikian. Tugas ratu hanyalah menjamin
keberlansungan jenis. Tampaknya tidak ada struktur kepemimpinan yang
berdasarkan rantai komando yang berdasarkan rantai komando dalam koloni
semut. Jika begitu, siapa yang memberi perintah?
Semut mengenal sistem kasta. Ada tiga kasta besar dalam tiap koloni
menduduki kasta pertama adalah ratu dan pejantan. Dalam satu koloni dapat
didapati satu ratu dan pejantan. Dalam satu koloni dapat didapati satu ratu atau
lebih, berbeda dari lebah yang hanya memiliki satu ratu semut dalam tiap sarang.
Satu-satunya tugas ratu semut adalah bereproduksi. Ukuran tubuh ratu lebih besar
daripada semut lainnya.5
Sementara itu, pejantan bertugas mengawini ratu. Kebanyakan pejantan
akan mati setelah melakukan tugas ini. Kasta kedua ditempati semut prajurit.
Tugas mereka adalah berburu, mencari daerah baru untuk tempat tinggal, juga
membangun sarang. Menempati kasta ketiga adalah semut pekerja, yang
semuanya merupakan betina mandul. Tugas primer semut pekerja ialah melayani
(membersihkan dan member makan) ratu dan larva. Mereka juga mencari makan
dan membersihkan sarang sebagai tugas tamabahan. Kadang mereka juga bertugas
memperluas sarang apabila hal itu dirasa perlu. Kasta prajurit dan pekerja
mempunyai beberapa tingkatan di bawahnya. Tiap sub kelompok mempunyai
5Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains,
h.255-256.
48
tugas yang jenis, misalnya satu kelompok bertugas melawan musuh, satu
kelompok berburu, kelompok lain membangun sarang dan seterusnya.
Mereka tidak mempersoalkan posisi dan pekerjaan yang harus mereka
jalani. Keberlanjutan koloni adalah hal yang paling penting bagi mereka. Jelas
tidak ada istilah atasan-bawahan dalam sistem yang dianut oleh kelompok semut.
Sistem komando dalam koloni semut diketahu tidak terpusat, namun bagaimana
kegiatan di sana tidak simpang siur dan tumpang tindih, belum dapat dijelaskan
oleh ilmu pengetahuan.
Semut adalah pekerja keras. Semut pemotong daun mengangkut daun
untuk dijadikan media bagi perkebunan jamur. Mereka juga membuat rumah
daridaun yang dijahit satu sama lain. Makanan semut bisa berupa hewan, misalnya
serangga dan hewan kecil lainnya. semut juga sudah mengenal cara berternak kutu
daun penghasil cairan gula, dan ulat kupu tertentu yang sangat mereka sukai.
Sebagai ganti dari layanan yang diberikan oleh kutu daun atau ulat kupu itu,
semut memberi mereka perlindungan dari pemangsa dan parasit. Penelitian
menemukan bahwa untuk menjalani kehidupan sosial yang sangat terorganisasi ini
semut dibekali kemampuan berkomunikasi yang canggih.6
Di bagian kepala semut terdapat seperangkat alat peraba yang dapat
mengenali sinyal kimia maupun visual. Otaknya terdiri dari sekitar setengah juta
simpul saraf. Mereka juga dibekali mata yang berfungsi sekaligus sebagai hidung
untuk mencium maupun ujung jari untuk meraba. Tonjolan-tonjolan di bawah
mulutnya berfungsi sebagai pencecap, sedang rambut-rambut ditubuhnya
berfungsi sebagai organ penyentuh.
Banyak hal mengejutkan akan ditemui bila manusia memperhatikan lebih
saksama hewan ini. Diantaranya adalah kenyataan bahwa semut telah mengenal
konservasi energi, dengan cara menggendong semut pekerja lain saat tidak
membawa beban, sehingga energi dapat dihemat untuk kesempatan lain. Meski
semut mempunyai banyak organ untuk berkomunikasi, namun komunikasi utama
yang dilakukan bersifat kimiawi. Mereka berkomunikasi dengan feromon, suatu
6Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains,
h. 256-258
49
hormon yang mengeluarkan baud an dihasilkan oleh salah satu kelenjar pada
semut. Begitu seekor semut mengeluarkan feromon maka semut lainnya akan
menerimanya dengan cara mencium baunya atau menyentuhnya,lantas bereaksi
terhadapnya.7
Dalam dunia hewan, feromon bermanfaat lebih dari sekadar untuk menarik
lawan jenis. Feromon bisa mereka gunakan sebagai penanda jalan. Untuk maksud
ini, cairan feromon dijatuhkan semut sepanjang jalan yang dipilihnya. Cairan ini
kemudian dicirioleh sungut penerima sinyal feromon pada semut lainnya. Itulah
sebabnya, apabila diperhatikan, barisan semut terlihat berjalan zigzag, mereka
menyimbangkan sinyal yang diterima oleh sungut kiri dan sungut kanan. Apabila
salah satu atau kedua sungut itu hilang, mereka akan mengalami disorientasi dan
tidak dapat tetap berada dalam kelompoknya. Tidak semua jenis semut dapat
“memanggil” semut lainnya. Ada jenis yang tidak dapat memanggil semut lainnya
untuk membantu melakukan sesuatu, misalnya meminta bantuan untuk
mengangkut makanan yang berukuran besar. Semut-semut yang paling maju
dalam hal penggunaan feromon adalah mereka yang masuk dalam kasta tentara.
Dikatakan paling canggih karena hanya dengan satu sinyal kimia, seekor semut
tentara dapat memanggil kawan sejawatnya dalam jumlah ribuan ekor.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa semut mestilah punya pengetahuan
kimia yang sangat canggih untuk melakukan apa yang dikerjakannya. Faktanya,
al-Qur‟an telah mengungkap hal itu lebih dari 1.400 tahun lalu, ketika
pengetahuan tentangnya belum dikuasai manusia. Diperlukakan inspirasi dari
“supervisor” tertentu bagi semut untuk sampai pada capaian demikian. Dia-lah
Allah, supervisor atas apa saja yang dikerjakan oleh makhluk hidup, seperti yang
dinyatakan dalam firman-Nya
“Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu.
Tidak satu pun makhluk bergerak yang bernyawa melainkan Dialah yang
7Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains,
h. 258.
50
memegang ubun-ubun (menguasainya). Sungguh, Tuhanku dijalan yang
lurus (adil). (Hud/11 : 56)”8
B. Penafsiran Tafsir al-Mishbâh Tentang Kisah Nabi Sulaiman dan
Semut
Artinya: Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentara-tentaranya dari jin,
dan manusia serta burung lalu mereka diatur dengan tertib.(17)
Hingga ketika mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor
semut: “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarang kamu,
agar kamu tidak dibinasakan oleh Sulaiman dan tentara-tentaranya,
sedangkan mereka tidak menyadari.” (18) Maka dia tersenyum dengan
tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdo‟a:
“Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu
yang telah engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang
tuaku dan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau ridhai, dan
masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-
hamba-Mu yang shaleh. (Q.S al-naml [27] : 17-19).
Ayat yang lalu menginformasikan secara umum anugerah Allah kepada
Nabi Sulaiman as, yakni beliau dianugerahi segala sesuatu. Dan ayat-ayat di atas
menjelaskan sebagian dari anugerah itu. Ayat di atas menyatakan: Dan
dihimpunkan dengan sangat mudah dan dengan demikian rupa sehingga tidak ada
yang dapat mengelak, dihimpun untuk sulaiman tentara-tentaranya dari jenis jin
yakni makhluk halus yang tercipta dari api. Mereka dikumpul tak dapat
menghindar kendati mereka berwatak sering membangkang,dan dihimpunkan
juga manusia dengan berbagai macam kepentingannya yang berbeda-beda serta
begitu juga burung yang jinak atau yang liar, lalu mereka semua diatur dengan
tertib oleh satu petugas atau komando dalam barisan masing-masing. Setelah
semua terhimpun, mereka bergerak menuju satu arah hingga ketika mereka yang
8Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains,
h. 258 -259.
51
demikian banyak dan dengan tangkas lagi perkasa hampir sampai di lembah semut
berkatalah seekor semut: hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarang
kamu sebelum pasukan Nabi Sulaiman as itu datang, agar kamu tidak dibinasakan
oleh injakan kaki Sulaiman dan tentara-tentaranya, sedangkan mereka tidak
menyadari keberadaan kamu di bawah telapak kaki mereka, karena kita begitu
kecil dan mereka begitu perkasa.
Kata ( ) husyira terambil dari kata ( ) hasyr yakni menghimpun
dengan tegas dan kalau perlu paksa sehingga tidak ada satu pun yang dapat
mengelak. Di hari kiamat ada tempat yang dinamai Mahsyar di mana semua
manusia akan dihimpun, tanpa dapat mengelak. 9
Kata ( ) yȗ za‟ȗ n terambil dari kata ( ) al-waza‟u yakni
menghalangi atau melarang. Kata ini mengesankan adanya petugas yang
mengatur – memerintah dan melarang serta menghalangi adanya ketidaktertiban
dan dengan demikian, semua terlaksana dengan teratur serta tunduk penuh
disiplin. Yang melarang akan dijauhi sanksi oleh komandannya.
Penyebutan ketiga jenis makhluk jin, manusia dan burung sebagai tentara-
tentara Nabi Sulaiman as, padahal tentu saja ada binatang lainnya yang
merupakan alat-alat perang beliau katakanlah seperti kuda karena ketiga jenis
makhluk ini saja yang akan ditampilkan peranannya yang besar dalam kisah ini.
Burung hud-hud yang diutus kepada Ratu Saba‟, Jin „Ifrit yang menawarkan
membawa singgasana ratu dalam tempo setengah hari, dan manusia hamba Allah
yang membawanya hanya dalam sekejap mata. Perlu dicatat bahwa ini bukan
berarti bahwa seluruh jin, manusia dan burung apalagi makhluk-makhluk lain,
semuanya tunduk kepada Nabi Sulaiman as. Tidak! Bukankah kerajaan Nabi
Sulaiman as. hanya meliputi beberapa daerah di Timur Tengah, yaitu yang dikenal
dewasa ini dengan nama “Palestina, Suriah, Libanon, dan Irak”.
9M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an
(Jakarta: Lentera Hati, 2007), Vol 9, h. 422-423.
52
Kata ) la yasy‟urun mengesankan betapa semut itu tidak
mempermasalahkan Nabi Sulaiman as. dan tentara beliau seandainya mereka
terinjak-injak. “Bila itu terjadi kata semut itu pastilah Nabi Sulaiman as. tidak
menyadaari keberadaan mereka di sana.”10
Dari ayat ini dipahami bahwa semut merupakan jenis hewan yang
hidupnya bermasyarakat dan berkelompok. Hewan ini memiliki keunikan antara
lain ketajaman yang sangat tinggi. Mereka tidak jarang melakukan kegiatan
bersama misalnya membangun “jalan-jalan panjang” yang mereka kerjakan
dengan penuh kesabaran dan ketabahan, sepanjang hari dan malam kecuali
malam-malam gelap, di mana bulan tidak memancarkan sinarnya. Semut mampu
memikul beban yang jauh lebih besar dari badannya. Jika ia merasa berat
membawa dengan mulutnya, maka dia akan menggerakkan barang itu dengan
dorongan kaki belakang dan mengangkatnya dengan lengannya. Biji-bijian yang
mereka akan simpan dilubangi terlebih dahulu, serta dipecahkan bila terlalu besar.
Makanan yang basah mereka keluarkan agar dapat diterpa sinar matahari sehingga
kering kembali. Kelompok-kelompok semut menentukan waktu-waktu tertentu
untuk bertemu dan saling menukar makanan. Keunikkan lain semut, adalah
menguburkan anggotanya yang mati. Itu merupakan sebagian keistimewaan semut
yang terungkap melalui pengamatan ilmuan. Namun demikian ada yang unik dari
semut yang dibicarakan ayat ini, yaitu penggetahuannya bahwa yang datang
adalah pasukkan di bawah pimpinan seorang yang bernama Sulaiman dan yang
tidak bermaksud buruk bila menggilas dan menginjak mereka. Keunikkan inilah
yang menjadikan Sayyid Quthub berpendapat bahwa kisah yang diuraikan al-
Qur‟an ini adalah peristiwa luar biasa yang tidak terjangkau hakikatnya oleh nalar
manusia.11
Mendengar perintah semut kepada rekan-rekannya serta sikap mereka
semua.kepada Nabi Sulaiman as. Dan tentara beliau, kemudian Nabi Sulaiman
10M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, Vol
9, h.423. 11M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, Vol
9, h.424.
53
tersenyum dengan tertawa karena memahami gerak gerik semua yang merupakan
perkataannya itu. Dan dia berdoa kepada Allah dengan berkata: “Tuhanku,
anugerahilah aku kemampuan untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah
Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua ibu-bapakku dan anugerahilah
aku kemampuan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau restui serta
ridahi;dan masukkanlah aku dengan berkat rahmat sayang-Mu, bukan karena
amalku yang sangat sederhana ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.”
Kata ( ) tabassama berarti tersenyum, sedangkan kata ( )
dhâhikam berarti tertawa. Kata terakhir ini lebih umum dari kata tersenyum.
Senyum adalah geraktawa ekspresif tanpa suara untuk menunjukkan rasa senang
atau gembira dengan mengembangkan bibir ala kadarnya. Sedangkan tawa adalah
bermula dari senyum sampai dengan yang disertai oleh suara dari yang kecil
sampai kepada suara yang keras meledak-ledak melalui alat ucap karena senang,
gembira, atau geli. Kerena itu, setiap tawa mengandung senyum.
Ayat diatas bermaksud menggambarkan bahwa tawa Nabi Sulaiman
bukanlah tawa yang disertai dengan suara, tetapi hampir saja senyum beliau itu
disertai dengan suara. Tentu saja, bukan yang meledak-meledak karena senyum
tersebut baru akan sampai pada tahap tawa. Memang demikian itulah tawa para
nabi. Ayat ini menunjukkan bahwa agama tidak melarang seseorang untuk
tertawa.
Kata ( ) auzi‟i seakar dengan kata ( ) yȗ za‟ȗ n yang telah
dibahas pada ayat 17 diatas. Menurut al-Biqâi, kata ini merupakan permohonan
dari Nabi Sulaiman as. kiranya Allah menganugerahkan kepada beliau dorongan
untuk bersyukur, sekaligus pencegahan dari segala yang bertentangan dengan
kesyukuran itu, yang mengikat hingga tidak terlepas atau luput dari diri beliau
sesaat pun. Bisa juga masih menurut al-Biqâi kalimat itu bermakna membutuhkan,
senang,dan tertarik sehingga penggalan ayat ini berarti: Jadikanlah aku
membutuhkan rasa syukur, senang, dan tertarik melakukannya. Pemahaman ini
54
didasarkan oleh al-Biqâi dari makna lafadz-lafadz yang dibentukoleh ketiga huruf
kata ini yakni: ( ) wauw, ( ) zai, dan (ع) „ain.
Kata ( ) syukur terambil dari kata ( ) syakara yang maknanya
berkisar antara lain pada pujian atas kebijakan serta penuhnya sesuatu. Pakar-
pakar bahasa mengungkapkan bahwa tumbuhan yang tumbuh, walaupun dengan
sedikit air, atau binatang yang gemuk, walau dengan sedikit rumput, keduanya
dinamai syakȗ r.
Syukur manusia kepada Allah dimulai dengan menyadari dari lubuk
hatinya yang terdalam betapa besar nikmat dan anugerah-Nya disertai dengan
ketundukkan dan kekaguman yang melahirkan rasa cinta kepada-Nya dan
dorongan untuk bersyukur dengan lidah dan perbuatan. Syukur juga berarti
sebagai menggunakan anugerah Ilahi sesuai tujuan penganugerahannya. Ini berarti
harus dapat menggunakan segala apa yang telah dianugerahkan Allah di alam raya
ini sesuai dengan tujuan penciptaanya.12
Firman Allah ( ) adkhilnibi rahmatikal masukkanlah aku
dengan rahmat-Mu merupakan permohonan agar beliau diperlakukan dengan
perlakukan yang bersumber dari rahmat Allah, bukan karena dan berdasar amal-
amal beliau. Do‟a Nabi Sulaiman as. agar diberi kemampuan untuk mengerjakan
amal shaleh yang diridhai Allah, dan agar dimasukkan kedalam golongan hamba-
hamba-Nya yang shaleh, dinilai oleh Thabâthabâ‟i sebagai permohonan yang
bertingkat.yakni permohonan kedua lebih tinggi daripada permohonan pertama.
Karena yang kedua merupakan tidak disertai dengan permohonan untuk
melakukan amal shaleh, tetapi hatinya belum sepenuhnya shaleh, sehingga
memungkinkan dia beramal shaleh dan kali lain beramal buruk.13
12M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, Vol
9, h.425-426. 13M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, Vol
9, h.427.
55
C. Persamaan dan Perbedaan Penafsiran Tafsir Ilmî Kementerian
Agama dan Tafsir al-Mishbâh
Persamaan di dalam penafsiran Tafsir Ilmî Kementerian Agama dengan
Tafsir al-Mishbâh terletak pada setiap penafsir sama-sama membahas Zoologi14
dari semut. Zoologi yang dibahas di dalam Tafsir Ilmî Kementerian Agama
terdapat tujuh poin diantaranya yaitu Pertama, Semut mengenal sistem kasta. Dan
setiap kasta sudah saling mengetahui tugas mereka masing-masing. Kedua,
Mereka membuat rumah dari dedaunan yang dijahit satu sama lain. Ketiga,
Makanan semut bisa berupa hewan kecil. Keempat, Semut sudah mengenal sistem
beternak.15
Kelima, Kemampuan berkomunikasi yang canggih. Keenam, Struktur
tubuh semut dan fungsinya. Ketujuh, Semut memiliki pengetahuan kimia yang
sangat canggih untuk melakukan apa yang dikerjakan.
Kemudian Zoologi yang dibahas di dalam Tafsir al-Mishbâh terdapat
empat poin yaitu diantaranya adalah Pertama, Semut mampu memikul beban
yang jauh lebih besar dari badannya.16
Kedua, Biji-bijian yang mereka akan
simpan dilubangi terlebih dahulu, serta dipecahkan bila terlalu besar. Ketiga,
Makanan yang basah mereka keluarkan agar terkena sinar matahari sehingga
kering kembali. Keempat, Kelompok-kelompok semut saling menentukkan waktu
mereka untuk saling bertemu dan menukar makanan. Kemudian di dalam kedua
penafsiran tersebut mereka sama-sama menggunakan bahasa yang mudah
dipahami.
Perbedaan dalam penafsiran terlihat bahwa Tafsir Ilmî Kementerian
Agama membahas rangkaian objek semut di beberapa hadis. Dan membahas
seluruh perikehidupan semut. Sedangkan Tafsir al-Mishbâh membahas rangkaian
dari keunikkan semut serta keistimewaannya. Yang menjadi keunikannya: di
dalam Tafsir al-Mishbâh adalah Ketajaman indra, sikap yang berhati-hati, Etos
14Zoologi adalah cabang biologi yang mempelajari struktur, fungsi, perilaku, serta evolusi
hewan. 15Misalnya beternak kutu daun penghasil gula, dan ulat kupu tertentu yang begitu mereka
sukai. Sebagaiganti dari layanan yang diberikan oleh kutu daun atau ulat kupu itu, semut memberi
mereka perlindungan dari pemangsa dan parasit. 16Jika ia merasa berat membawa dengan mulutnya, ia akan menggerakkan barang itu
dengan dorongan kaki belakang dan mengangkatnya dengan lengannya.
56
kerja yang tinggi, dan keunikkan dari ayat ini bahwa, tentang pengetahuannya
yang datang adalah pasukan di bawah pimpinan seorang yang bernama Sulaiman,
yang tidak bermaksud buruk apabila mengilas dan menginjak mereka.17
Keistimewaannya: mereka saling menguburkan anggotanya yang mati. Hal itu
merupakan sebagian keistimewaan semut yang terungkap melalui pengamatan
ilmuan.
Di dalam Tafsir Ilmî Kementerian Agama, ada yang menafsirkan semut
sebagai Ẑ arrah dan ada yang memahami Qarsah sebagai semut. Ẑ arrah yang
disebutkan terdapat di dalam surah az-Zalzalah [99] : 7-8. Adz-Dzarrah adalah
semut terkecil atau debu yang tampak melalui sinar matahari yang menyinari
jendela. Dan Mitsqaala dzarrah artinya “seberat timbangan”. Maksudnya adalah
sebagai perumpamaan terhadap sesuatu (amal perbuatan) yang sangat kecil. Az-
Zamakhsyari menjelaskan bahwa adz-dzarrah maknanya adalah semut kecil yang
keluar dari celah-celah yang dihasilkan oleh sinar matahari.18
Kemudian Qarsah19
yang dimaksud disebutkan di dalam hadis
“Orang yang mati syahid tidak merasakan sakitnya mati kecuali
sebagaimana salah seorang dari kalian merasakan sakitnya digigit
semut. (Riwayat Ahmad dan at-Turmuzi dan Abu Hurairâh).20
Pada surah al-Naml ayat 18, M. Quraish Shihab di dalam tafsirnya
mengunci pada Kata ) la yasy‟urun yaitu mengesankan betapa semut
itu tidak mempermasalahkan Nabi Sulaiman as. dan tentara beliau seandainya
mereka terinjak-injak. “Bila itu terjadi kata semut itu pastilah Nabi Sulaiman as.
tidak menyadari keberadaan mereka di sana.” Dari ayat ini dipahami bahwa semut
17Keunikkan ini yang menjadikan Sayyid Qutb berpendapat bahwa kisah yang diuraikan
al-Qur‟an ini merupakan peristiwa luar biasa yang tidak terjangkau hakikatnya oleh nalar manusia.
(Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, h.424.) 18Al-Alfaazh Buku Pintar Memahami Kata-Kata dalam al-Qur‟an (Pustaka al-Kautsar:
Jakarta, 2017), h. 292. 19Ada beberapa ulama lain memahaminya sebagai cubitan 20Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains,
h.255.
57
merupakan jenis hewan yang hidupnya bermasyarakat dan berkelompok dan
hewan ini memiliki beberapa keunikan.21
Perbedaan penafsiran Tafsir Ilmî Kementerian Agama dengan Tafsir al-
Mishbâh bisa dilihat dari sisi metode yang digunakan berbeda. Tafsir Ilmî
Kementerian Agama menggunakan metode tematik (maudhȗ ‟î) dan tema-tema
yang digunakan di dalam tafsir tersebut menyangkut persoalan-persoalan
kauniyah atau kosmos. Dan corak yang digunakan menggunakan corak Ilmî, hal
ini sesuai dengan judul Tafsirnya yaitu Tafsir Ilmî Kementerian Agama. Berbeda
dengan Tafsir Kementerian Agama, Tafsir al-Mishbâh menggunakan metode
Tahlîlî dan bercorak adabî ijtimâ‟î (sosial kemasyarakatan).
Karena perbedaan metode yang digunakan dalam penafsiran kedua kitab
tafsir tersebut, maka akan berbeda hasil yang dikemukakan. Dalam menafsirkan
tentang kisah semut Tafsir Ilmi Kementerian Agama menggunakan metode
tematik (maudhȗ ‟î), dengan ditetapkannya judul-judul yang akan dibahas, maka
pemahaman ayat-ayat al-Qur‟an dapat diserap secara utuh. Dalam menafsirkan
kisah Nabi Sulaiman dan Semut Tafsir al-Mishbâh menggunakan metode Tahlîlî,
dengan menggunakan metode ini dapat mengetahui dengan mudah tafsiran suatu
ayat karena mengikuti susunan mushaf utsmani, dan dapat mengetahui secara
mudah korelasi atar ayat dan ayat lainnya
D. Pesan Moral dari Kisah Nabi Sulaiman dan Semut
Arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari
mos yang berarti adat kebiasaan. Moral menurut istilah adalah suatu istilah yang
digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat,
atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, buruk.22
Salah
satu karakteristik moralitas dalam Islam adalah meliputi seluruh perbuatan manusia
21M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, Vol
9, 423. 22Abudin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta:PT Rajagrafindo Persada, 2010), h.77-78.
58
yang berhubungan dengan dirinya sendiri dan orang lain, baik itu individu,
kelompok, masyarakat, maupun negara.23
Nilai-nilai moral yang dimaksud dalam Islam diantaranya adalah cinta-
kasih, persaudaraan, mengutamakan orang lain, tolong-menolong dalam kebaikan
dan ketakwaan, menyerukan persatuan, dan merapatkan barisan.24
Pada pembahasan ini, penulis ingin menjelaskan kembali dan menegaskan
apa yang telah dikemukakan oleh kedua kitab tafsir tersebut tentang pesan moral
dari kisah Nabi Sulaiman dan semut sebagaimana yang terkandung pada surah al-
Naml ayat 18-19.
a. Tolong Menolong Antar Sesama
Tolong menolong di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu
meminta bantuan, membantu meringankan beban.25
Saling tolong menolong
dan membantu merupakan puncak kehidupan masyarakat muslim. Dan Allah
Swt juga memerintahkan agar setiap orang-orang mukmin untuk saling
menolong dalam kebaikkan dan membantu beban saudaranya seiman.26
Allah
Swt berfirman,
(2)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
melanggar syiar-syiar Allah, dan jangan melanggar kehormatan
bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang
hadya,dan binatang-binatang qala‟id, dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang mengujungi Baitullah sedang mereka
mencari karunia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila telah
menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu dan janganlah
sekali-kali kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka
23Muhammad as-Sayyid Yusuf, Muhammad Abdul Qadir Hatim, Ensiklopedi Metodologi
al-Qur‟an: Kehidupan Sosial, Perj Abu Akbar Ahmad dan Iman Firdaus (Jakarta: PT Kalam
Publika, 2010), h.104. 24Muhammad as-Sayyid Yusuf, Muhammad Abdul Qadir Hatim, Ensiklopedi Metodologi
al-Qur‟an: Kehidupan Sosial, Perj Abu Akbar Ahmad dan Iman Firdaus, h.48. 25Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 956. 26Muhammad as-Sayyid Yusuf, Muhammad Abdul Qadir Hatim, Ensiklopedi Metodologi
al-Qur‟an: Kehidupan Sosial, Perj Abu Akbar Ahmad dan Iman Firdaus, h.34.
59
menghalangi-mengahalangimu dari masjidil haram, mendorongmu
berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”
(Q.S al-Mâ‟idah [5] : 2).
Sebagaimana yang dicontohkan semut di dalam perikehidupannya semut
dalam kesahariannya pun memiliki naluri yang baik untuk saling tolong
menolong. Jika ada semut yang kelaparan, semut yang kenyang akan memberikan
sari-sari makanan dari tubuhnya kepada yang lapar. Dalam hal ini, semut
didukung dengan sistem pencernaan yang mempunyai perangkat yang bisa
memberikan makanan kepada semut yang lain. Dan Rasulullah pun bersabda,
“Tidak boleh seorang mukmin menyimpan sesuatu yang mengeyangkan,
sementara tetangga di sampingnya kepalaran.” (HR. Ath-Thabrani dan al-Hakim
dari Ibnu Abbas).27
Sebagai makhluk sosial manusia bisa mengambil pelajaran dari semut
yang selalu tolong-menolong, setia kawanannya yang bisa diambil contoh yang
melekat pada kehidupan sehari-hari. Untuk saling tolong menolong dan
menghidupkan rasa setia kawan (solidaritas), maka manusia yang paling
membutuhkan pertolongan adalah orang-orang fakir, miskin, anak yatim, para
janda dan orang-orang yang hidupnya sangat bergantung pada uluran tangan
orang lain.28
Allah Swt juga memerintahkan manusia untuk saling tolong-menolong
dalam kebaikkan dengan beriringan ketakwaan kepada-Nya. Sebab dalam
ketakwaan, terkandung ridha Allah Swt. sementara saat berbyat baik, orang-orang
akan menyukai. Barang siapa yang memadukan antara ridha Allah dan ridha
manusia, sungguh kebahagiaan telah sempurna dan kenikmatan baginya
melimpah.29
Rasulullah Saw bersabda:
27Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur‟an. Terj M. Zaenal Arifin,
Nurkaib, dkk (Jakarta: Zaman, 2013), h. 59. 28Muhammad as-Sayyid Yusuf, Muhammad Abdul Qadir Hatim, Ensiklopedi Metodologi
al-Qur‟an: Kehidupan Sosial, Perj Abu Akbar Ahmad dan Iman Firdaus, h.36. 29Galuh Widitya dan Armyza Oktasari, “Manifestasi Konsep Ta‟âwun dalam
Zaakwaarneming Perspektif Hukum Perikatan,” Et-Tijarie, no 1, Vol 5 (2018): h.20.
60
Diriwayatkan dari Anas r.a Anas berkata: Rasulullah bersabda:
“Tolonglah saudaramu yang berbuat zhalim atau dizhalimi. Para
sahabat bertanya: “Ya Rasulullah! Kami memang harus menolong
orang yang dizhalimi, tetapi bagaimana cara kami harus
menolong orang yang yang berbuat zhalim?” Rasulullah Saw
bersabda : “Cegah dia dari perbuatan zalim.30
b. Menabung Sebagai Amal Kebaikkan
Semut merupakan hewan yang suka menyimpan makanan di dalam
rumah-rumah mereka. Makanan tersebut mereka simpan untuk memenuhi
kebutuhan mereka dalam jangka panjang terutama pada musim dingin.
Makanan yang mereka simpanpun tidak dimakan untuk mereka sendiri,
melainkan juga berbagi dengan semut yang lainnya yang kelaparan. Dalam
hal ini, semut senantiasa membagikan makanannya kepada semut yang lain.
Sebagaimana apa yang telah dicontohkan semut. Manusia pun bisa
mengambil pelajaran darinya yaitu dengan menabung. Menabung atau
menyimpan berupa makanan atau harta untuk kebutuhan manusia itu sendiri
dalam jangka panjang ataupun pendek. Tetapi disini yang harus ditekankan
adalah, janganlah terus menabung ataupun menyimpan untuk diri sendiri.
Melainkan manusia juga harus saling berbagi yaitu dengan bersedekah untuk
orang lain yang juga membutuhkan. Dan itu merupakan sebagai salah satu
bekal untuk di akhirat. Tujuan dari sedekahpun seharusnya dengan
mengharap ridha dari Allah. Dengan bersedekah termasuk mengurangi
penderitaan orang lain, menanamkan jiwa sosial, menjauhkan sifat sombong,
dan menghilangkan dosa. Dan di akhirat nanti, sedekah menjadi penaung dan
penghalang dari neraka.
Selain menyimpan untuk berbagi. Ada cara untuk selalu menabung
amal kebaikkan yaitu dengan menjalankan kewajiban apa yang sudah Allah
30Ringkasan Hadis Shahih al-Bukhari, Terj Achmad Zaidun (Jakarta: Pustaka Amani,
2002), h.516.
61
perintahkan, dan mengerjakan sunnah-sunnah yang dianjurkan. Serta
Larangan-larangan ditinggalkan, termasuk juga hal-hal yang dimakruhkan.31
c. Sabar
Sabar berasal dari (shabara – yashbiru – shabran)
yang berarti menahan, dan megendalikan.32
Sabar berarti kata umum yang
mempunyai arti berbeda-beda sesuai dengan objek yang dihadapinya.33
Sabar
adalah tabah hati tanpa mengeluh dalam menghadapai cobaan34
, menahan
lisan dari mengadu dan menahan anggota badan dari tindakan yang akan
mengganggu dan juga mengacaukan.35
Sebagaimana yang telah dicontohkan semut di dalam perikehidupannya
bahwa semut selalu bersabar atas apa yang telah ditugaskan di dalam kasta-
kasta mereka masing-masing. Semua yang mereka kerjakan seperti merawat
bayi-bayi semut, membersihkan dan memberi mereka makan,36
membangun
“jalan-jalan panjang” sepanjang hari sepanjang malam kecuali malam-malam
gelap ketika bulan tidak memancarkan sinarnya. Semua yang mereka
kerjakan penuh dengan hati-hati dan penuh dengan kesabaran.37
Oleh karena
itu, sebagai manusia yang berakal seharusnya bisa melihat dan mencontoh
kehidupan semut yang mulia, yang bisa di jadikan pelajaran di dalam
kehidupan. Maka, bersabarlah manusia dalam keadaan apapun. Adapun
bentuk-bentuk sabar terbagi menjadi tiga macam.
31Nurul H.Maarif, Menjadi Mukmin Kualitas Unggul (Ciputat: Alifia Books, 2018),
h.144. Lihat juga, Thoriq Aziz Jayana, Meneladani Semut dan Lebah, h.112 32M. Quraish Shihab, ed., Ensiklopedia Al-Qur‟an : Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera
Hati, 2007), h.891. Lihat Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, „Uddat ash-Shâbir în : Bekal Untuk Orang-
orang yang sabar, Perj Iman Firdaus (Jakarta: Qisthi Press, 2010.) h.11 Lihat juga Abdul Azhim
bin Badawi al-Khalafi, 40 Karakteristik Mereka yang Dicintai Allah Berdasarkan al-Qur‟an dan
as-Sunnah, Perj Endang Saiful Aziz, Taufiq Nuryana (Jakarta: Darul Haq, 2017), h.77. 33M. Quraish Shihab, ed., Ensiklopedia Al-Qur‟an : Kajian Kosakata), h.891. 34Achmad Mubarok, Psikologi al-Qur‟an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), h.73. 35Sudirman Tebba, Hidup Bahagia Cara Sufi (Tangerang: Pustaka Irvan, 2007), h.13. 36M. Quraish Shihab, Dia Dimana-Mana: Tangan Tuhan Di Balik Setiap Fenomena
(Jakarta: Lentera Hati, 2010), h. 305. 37M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,
h.423.
62
Pertama, sabar terhadap ketaatan. Adapun sabar yang dimaksud ialah
sabar dalam ketaatan kepada Allah, karena ketaatan itu banyak dan berulang-
ulang. Dan ia tidak boleh meremehkannya karena terus berulang-ulang.
Apabila kalian telah masuk dalam ketaatan, maka bersabarlah, sempurnakan,
dan janganlah memutuskannya. Berapa banyak orang yang senantiasa ke
masjid dan menjaga shalatnya, kemudian habis kesabarannya, akhirnya
meninggalkan mesjid dan shalatnya. Dan berapa banyak orang yang memulai
menghafal al-Qur‟an kemudian pudar kesabarannya. Maka sudah seharusnya
bersabar terhadap ketaatan.38
Kedua, sabar dari kemaksiatan. Maksiat yang paling membahayakan
manusia adalah zina dan riba. Karena itu Allah memerintahkan untuk
bersabar terhadap keduanya.39
Dalam hidup yang banyak sekali godaan,
seperti hal-hal yang dilarang Allah yaitu berzina, mabuk, berjudi, mencuri
dan korupsi. Sebagai hamba Allah haruslah bisa menahan diri dan bersabar
agar tidak mengerjakan larangan-larangan itu.40
Ketiga, sabar dalam ketentuan takdir (musibah) dari Allah.41
Sabar
ketika mengalami musibah seperti kematian, kecelakaan, usaha bangkrut,
dipecat dari pekerjaan, difitnah, dan sebagainya. Orang harus bersabar dalam
mengahadapi segala bentuk musibah yang menghampirinya, karena musibah
itu merupakan cobaan dari Allah. Apakah ia dapat menjalaninya dalam
berkeluh kesah atau dengan senantiasa bersabar. Kemudian juga harus diingat
bahwa nikmat yang diterima dari Tuhan masih lebih besar daripada musibah
yang menimpanya.42
38Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi, 40 Karakteristik Mereka yang Dicintai Allah
Berdasarkan al-Qur‟an dan as-Sunnah, Perj Endang Saiful Aziz, Taufiq Nuryana, h.83-84. 39Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi, 40 Karakteristik Mereka yang Dicintai Allah
Berdasarkan al-Qur‟an dan as-Sunnah, Perj Endang Saiful Aziz, Taufiq Nuryana, h.88. 40Sudirman Tebba, Hidup Bahagia Cara Sufi, h.4. 41Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi, 40 Karakteristik Mereka yang Dicintai Allah
Berdasarkan al-Qur‟an dan as-Sunnah, Perj Endang Saiful Aziz, Taufiq Nuryana, h.83. 42Sudirman Tebba, Hidup Bahagia Cara Sufi, h.4.
63
d. Etos Kerja
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia etos adalah pandangan hidup
yang khas dari satu golongan sosial. Sedangkan etos kerja adalah semangat
kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok.
Etos menyangkut semangat hidup termasuk semangat bekerja, menuntut ilmu
pengetahuan dan meningkatkan keterampilan agar dapat membangun
kehidupan yang lebih baik di masa depan.43
Etos kerja dalam Islam
merupakan hal yang sangat penting dan mendasar karena dengan etos kerja
umat islam akan mampu mewujudkan apa yang diinginkan sebagai bekal
hidup diakhirat. Hal inilah yang betapa mahal nilai etos kerja sehingga Islam
sangat menghargai orang-orang yang mempunyai karakter etos kerja yang
tinggi sesuai dengan ajaran Islam.44
Seperti halnya semut juga memiliki semangat etos kerja yang tinggi.
Semut tidak mengenal lelah dan tidak mengenal kesulitan. Bekerja sambil
beribadah. Itulah kalimat yang pantas disandingkan dengan etos kerja semut.
Semut bekerja bukan hanya untuk kebaikkan ia sendiri, melainkan untuk
kebersamaan. Semut telah menerima program kerja sejak semut masih
menjadi larva. Oleh karena itu, mereka tidak pernah kebingungan apa yang
seharusnya mereka lakukan setelah menjadi semut kecil.45
Itulah salah satu
bagian dari keiistimewaan semut yaitu sikap etos kerja yang tinggi, dan sikap
berhati-hati
Di dalam prinsip islam, bekerja adalah ibadah, dan bukti pengabdian
dan rasa syukurnya untuk mengolah serta memenuhi panggilan Ilahi agar
mampu menjadi yang terbaik karena mereka sadar bahwasanya bumi
diciptakan sebagai ujian bagi mereka yang memiliki etos yang terbaik.
Sebagaimana firman Allah Swt
43Sudirman Teba, Bekerja dengan Hati (Tangerang: Pustaka Irvan, 2009), h.11. 44Muhammad Djakfar, Etika Bisnis Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral
Ajaran Bumi (Jakarta: Penebar Plus, 2012), h. 100 45Thoriq Aziz Jayana, Meneladani Semut dan Lebah, h.122.
64
Artinya: “Sesungguhnya kami telah menjadikan apa yang di bumi
sebagai perhiasan baginya, agar kami menguji mereka siapakah di
antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (Q.S al-Kahfi [18] : 7)
Ayat diatas memberikan gambaran bahwasanya setiap pribadi muslim
dapat mengaktualisasikan etos kerja dalam bentuk mengerjakan sesuatu
dengan kualitas yang tinggi. Yang sebagaimana agama bertujuan
mengantarkan hidup manusia kepada kesejahteraan dunia maupun akhirat,
lahir dan batin, Islam telah membentangkan dan meretangkan pola hidup
yang ideal dan praktis.46
Adapun ciri-ciri orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja
akan tampak dalam sikap dan tingkah lakunya mereka meyakini bahwa
bekerja merupakan bentuk ibadah, suatu panggilan dan perintah Allah yang
akan memuliakan dirinya, memanusiakan dirinya sebagai bagian dari manusia
pilihan.47
Serta ia akan selalu bermoral bersih, menghargai waktu,
menjunjung tinggi kejujuran, memiliki komitmen yang kuat, dan sebagainya.
Sepatutnya bagi orang islam, untuk mengamalkan apa yang di imani dan
diyakini, sebagai bentuk implementasi dari ajaran etos kerja yang dinamis
dalam islam.48
e. Bersyukur Atas Nikmat
Pada surah al-Naml ayat 19 dijelaskan bahwa Nabi Sulaiman tersenyum
ketika mendengar perkataan semut kepada semut lainnya. Karena hal tersebut,
beliau begitu takjub dan senang hatinya sangat lapang dengan pemahaman atas
perkataan semut itu serta kandungan dari perkataannya. Padahal, di dalam hati
Sulaiman tidak pernah terlintas untuk menyakiti dan menimpakan keburukan
kepadanya serta dengan lapang dada berusaha untuk selalu menyadarinya.49
46Sulaeman Jajuli, Ekonomi dalam al-Qur‟an, (Yogyakarta: Deepublish, 2018), h.207-
208. 47Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim (Jakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1995),
h.29. 48Muhammad Djakfar, Etika Bisnis Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral
Ajaran Bumi, h.100 49Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zilalil Qur‟an, Terj Syihabuddin (Jakarta : Gema Insani Press,
1999) h. 393
65
Atas rahmat dan karunia yang telah Allah berikan kepada Nabi Sulaiman
berupa kemampuan memahami percakapan raja semut itu, dan adanya semacam
anggapan baik dari raja semut terhadap sulaiman dan bala tentaranya, maka
sulaiman berdo‟a
“Ya Tuhanku berilah aku ilham
untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah engkau anugerahkan kepadaku dan
kepada kedua orang tuaku dan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau
ridhai, dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-
hamba-Mu yang shaleh”. Dari do‟a Nabi Sulaiman itu dapat dipahami bahwa
yang diminta oleh Sulaiman kepada Allah swt ialah kebahagiaan yang abadi di
akhirat nanti. Sekalipun Allah telah melimpahkan beraneka ragam kesenangan
dan kekuasaan duniawi kepadanya, namun ia tidak terpesona dengan kekuasaan
dan kesenangan duniawi itu adalah kesenangan sementara sifatnya yang tidak
kekal.50
Sudah sepatutnya manusia senantiasa selalu mensyukuri segala nikmat
yang telah diberikan oleh Sang Pencipta. Bersykur adalah tanda bahwa semua
yang dimiliki sejatinya adalah bukan milik kita, semuanya merupakan titipin oleh
Sang Maha Kuasa. Syukur seorang hamba kepada Allah dapat dilakukan dengan
beberapa tahapan. Pertama, syukur dengan hati, yaitu kepuasan batin atas apa
yang telah Allah berikan. Kedua, syukur dengan lidah, dengan cara mengakui
nikmat dan memuji pemberiannya. Ketiga, syukur dengan perbuatan, dengan cara
memanfaatkan nikmat yang diberikan sesuai tujuannya.51
Oleh karena itu,
sepatutnya manusia bisa mengambil pelajaran dari Nabi Sulaiman untuk selalu
bersyukur atas apa yang telah Allah berikan. Karena tingginya derajat seseorang
di mata Allah bukan karena harta dan pangkatnya, tetapi karena ketakwaannya
kepada Allah.
50Zaini Dahlan, dkk., Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid VII, h.219. 51Muhammad Gufron Hidayat, Berburu Warisan Nabi Yusuf dan Nabi Sulaiman (Media
Pressindo, 2015), h.105.
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah dianalisis dan di paparkan maka penulis
berkesimpulan bahwa pesan moral yang dapat dijadikan pelajaran dari kisah
Nabi Sulaiman dan semut dalam al-Qur’an adalah tolong menolong antar
sesama, yang ditunjukkan oleh semut ketika ada semut lain yang kelaparan.
Meyimpan makanan untuk saling berbagi dengan semut yang juga sedang
kelaparan. Sabar dalam keadaan apapun, sifat semut yang selalu dalam
menjalankan tugas, mengerjakan sesuatu hal yang dikerjakan seperti
membuat “jalan-jalan panjang” ia kerjakan dengan hati-hati dan penuh
kesabaran. Seperti halnya semut juga memiliki semangat etos kerja yang
tinggi. Semut tidak mengenal lelah dan tidak mengenal kesulitan. Bekerja
sambil beribadah. Semut bekerja bukan hanya untuk kebaikkan ia sendiri,
melainkan untuk kebersamaan. Kemudian dalam kisah perjalanan Nabi
Sulaiman ketika hendak melewati lembah semut, sulaiman bersyukur atas
segala apa yang telah Allah berikan kepadanya salah satunya adalah di
anugerahi pemahaman bahasa hewan.
Selanjutnya persamaan dan perbedaan dari Tafsir Kementerian Agama
dan Tafsir al-Mishbâh tentang ayat yang berkaitan dengan semut dalam al-
Qur’an adalah Persamaan di dalam penafsiran Tafsir Ilmî Kementerian
Agama dengan Tafsir al-Mishbâh terletak pada tafsirannya sama-sama
membahas Zoologi dari semut. Keduanya sama-sama menggunakan bahasa
yang mudah dipahami. Perbedaan dalam penafsiran terlihat bahwa Tafsir
Kementerian Agama membahas rangkaian objek semut di beberapa hadis.
Dan membahas seluruh perikehidupan semut. Tafsir Ilmi Kementerian
Agama menafsirkan semut sebagai Ẑarrah dan ada yang memahami Qarsah
sebagai semut.
Sedangkan Tafsir al-Mishbâh membahas rangkaian dari keunikkan
semut serta keistimewaannya. Perbedaan metode yang digunakan dalam
penafsiran kedua kitab tafsir tersebut, maka akan berbeda hasil yang
68
dikemukakan. Dalam menafsirkan tentang kisah semut Tafsir Ilmi
Kementerian Agama menggunakan metode tematik (maudhȗ’î), dengan
ditetapkannya judul-judul yang akan dibahas, pemahaman ayat-ayat al-
Qur’an dapat diserap secara utuh. Dalam menafsirkan kisah Nabi Sulaiman
dan Semut Tafsir al-Mishbâh menggunakan metode Tahlîlî, dengan
menggunakan metode ini dapat mengetahui dengan mudah tafsiran suatu ayat
karena mengikuti susunan mushaf utsmani, dan dapat mengetahui secara
mudah korelasi atar ayat dan ayat lainnya
B. Saran dan Kritik
Kisah kehidupan semut dan Nabi Sulaiman merupakan pelajaran yang bisa
dicontohkan di dalam kehidupan manusia. Dari kehidupan semut bisa di ambil
beberapa contoh yang baik-baik yang dapat diaplikasikan di dalam kehidupan.
Penelitian ini berusaha mengungkap pesan moral dari kisah Nabi Sulaiaman dan
Semut yang dapat dijadikan pelajaran. Dari yang dibahas di dalam skripsi ini,
penulis merasa bahwa masih banyak pesan-pesan, dan tujuan yang belum di
ungkapkan.
Hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan ilmu
pengetahuan penulis dan sumber yang penulis gunakan. Oleh karena itu penulis
berharap penelitian ini dapat dijadikan objek penelitian selanjutnya.
69
DAFTAR PUSTAKA
Abdushsamad, Muhammad Kaamil. Mukjizat Ilmiah Dalam al-Qur’an.
Penerjemah Alimin, Gha‟neim, dkk. Jakarta: Akbar Eka Sarana, 2003.
Adi, Antonius Prasetya. “Metamorfosis Semut sebagai Inspirasi Penciptaan Seni
Lukis.” Jurnal Pendidikan Seni Rupa, no 5 (2016).
al-„Âridl, „Ali Hasan. Sejarah dan Metodologi Tafsir. Penerjemah Ahmad Arkom.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994.
Al-Alfaazh Buku Pintar Memahami Kata-Kata dalam al-Qur’an. Pustaka al-
Kautsar: Jakarta, 2017.
Amir, Mafri. Literatur Tafsir Indonesia. Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013.
Anshori, Ulumul Qur’an : Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan. Jakarta:
Rajawali Press, 2016.
Arifin, Gus dan Faqih, Suhendri Abu. Al-Qur’an Sang Mahkota Cahaya. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo, 2010.
Awalia, “Keshahihan Hadits dalam Tafsir al-Misbah (Studi Kualitas Sanad dan
Matan Hadits dalam Menafsirkan Q.S al-Fatihah).” Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2015.
Azizy, Jauhar. “Pluralisme Agama dalam Al-Qur‟an: Telaah Terhadap Tafsir
Departemen Agama.” Tesis Sekolah Pascasarjana, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2007.
Basyarahi, Aziz Salim. 22 Masalah Agama. Jakarta: Gema Insani, 1992.
al-Bâqî‟, Fu‟âd „Abd. Mu‘jam al-Mufahras li al-fāẓ al-Qur’ān al-Karīm. Kairo:
Maktabah Dar Kutub al-Misriyyah, 1364 H.
Chaer, Abdul. Perkenalan Awal Degan al-Qur’an. Jakarta: RinekaCipta, 2014.
Dahlan, Zaini. dkk. Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid VII, Yogyakarta: Universitas
Islam Indonesia, 1991.
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan).
Jakarta: Departemen Agama, 2007.
Djakfar. Muhammad, Etika Bisnis Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan
Moral Ajaran Bumi. Jakarta: Penebar Plus, 2012.
70
Djamaluddin, Thomas. Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Umat. Jakarta:
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), 2011.
Effendi, Djohan. Pesan-Pesan al-Qur’an. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,
2012.
Ensiklopedia Dunia Hewan. Jilid 7. Jakarta: Lentera Abadi, 2008.
al-Farmâwi, Abdul Hayy. Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya.
Penerjemah Rosihon Anwar. Bandung : CV Pustaka Setia, 2002.
Fabel al-Qur’an : 16 Kisah Binatang Istimewa yang Diabadikan dalam al-
Qur’an,. Tangerang: Lentera Hati, 2014.
Faizin, “Integrasi Agama dan Sains dalam Tafsir Ilmi Kementerian Agama.”
Jurnal Ushuluddin, no. 1 (Januari-Juni 2017).
Fathiyyah, Monaya. “Study Komparatif Pemikiran Quraish Shihab dan Sayyid
Qutb Tentang Makna Kamal dan Tamam dalam Al-Qur‟an.” Skripsi S1
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011.
Ghafur, Saiful Amin. Profil Para Mufasir Al-Qur’an. Yogyakarta, Pustaka Insan
Madani, 2008.
al-Hafidz, Ahsin W. Kamus Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Amzah, 2006.
Hadi. Nur. “Tafsir A-Qur‟an Al-Azhim Karya Raden Pengulu Tabshir Al-Anam
Karaton Kasunanan Surakarta ( Studi Metode dan Corak Tafsir ).” Tesis
S2 Fakultas Program Pascasarjana, Institut Agama Islam Negeri Surakarta,
2017.
Hakim, Mashur „Abdul. Sulaiman The World’s Greatest Kingdom History.
Penerjemah Umi Nurun Ni‟mah. Bandung: Mizania, 2016.
Halim, Samir Abdul. dkk, Ensiklopedia Sains Islami. Tangerang: Kamil Pustaka,
2015.
Hilmi, Asep. “Konsep Hidup Sejahtera Perspektif Al-Qur‟an (Studi Komparatif
Penafsiran M. Quraish Shihab dan Hamka).” Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2018.
Hude, Darwis. Emosi Penjelajah Religio Psikologis Tentang Manusia di Dalam
al-Qur’an. Jakarta: Erlangga, 2006.
Idris, M. dkk, Kamus MIPA : Matematika, Fisika, Kimia, Biologi. Jogjakarta: Ar-
ruz Media, 2016.
71
Iqbal, Muhammad. Metode Penafsiran Al-Qur’an M. Quraish Shihab. Jurnal
Tsaqafah, no 2, Vol 6 (2010).
al-Jauziyyah, Ibnul Qayyim. ‘Uddat ash-Shâbir în : Bekal Untuk Orang-orang
yang sabar. Penerjemah Iman Firdaus. Jakarta: Qisthi Press, 2010.
Jajuli, Sulaeman. Ekonomi dalam al-Qur’an, Yogyakarta: Deepublish, 2018.
Jayana, Thoriq Aziz. Meneladani Semut dan Lebah. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2015.
Julkarnain, Muhammad. “Epistemologi Tafsir Ilmi Kemenag: Tumbuhan dalam
Perspektif Al-Qur‟an dan Sains.” Jurnal Penelitian Keislaman, no. 1
(Januari, 2014).
Katsir, Ibnu. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Terj Syihabuddin. Jakarta : Gema
Insani Press, 1999.
al-Khalafi, Abdul Azhim bin Badawi. 40 Karakteristik Mereka yang Dicintai
Allah Berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Penerjemah Endang Saiful
Aziz dan Taufiq Nuryana. Jakarta: Darul Haq, 2017.
Kementerian Agama RI, Pelestarian Lingkungan Hidup (Tafsir al-Qur’an
Tematik). Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2012.
Khalil, Syauqi Abu. Atlas al-Qur’an, Penerjemah Ahsin Sakho Muhammad dan
Sayuti Anshari Nasution. Jakarta: PT Kharisma Ilmu, 2006.
Khumadi, Paradigma Sains Integratif Al-Farabi : Pendasaran Filosofis Bagi
Relasi Sains, Filsafat, dan Agama. Jakarta: Sandra Press, 2015.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Hewan dalam Perspektif Al-Qur’an dan
Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2012.
Masduki, Mahfudz. Tafsir al-Misbah M Quraish Shihab: Kajian Atas Amtsal Al-
Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
Maarif, Nurul H. Menjadi Mukmin Kualitas Unggul. Ciputat: Alifia Books, 2018.
Mubarok, Achmad. Psikologi al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001.
al-Mundzihir, Abdul Qawi. Ringkasan Shahih Muslim. Penerjemah Pipih Imran
Nutsani. Sukoharjo: Insan Kamil, 2014.
Mudzhar, Mohammad Atho dan Maksum, Muhammad. Fikih Responsif
Dinamika Integrasi Ilmu Hukum, Hukum Ekonomi dan Hukum Keluarga.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017.
72
_____, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Jakarta: INIS, 1993.
Muhammad, Ahsin Sakho. Oase al-Qur’an Penyejuk Kehidupan. Jakarta: Qaf,
2017.
Munawar, Khotib. “Konsep Sarang Semut Dalam Pengembangan Arsitektur
Islami (Kajian Q.S. Al-Naml).” dalam Jurnal Qaf: Ilmu-Al-Qur‟an dan
Tafsir no. 2 (Januari 2017).
Munawwir, Ahmad Warson. al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Muttaqien, Ahmad. “Konstruksi Tafsir Ilmi Kemenag RI-LIPI: Melacak Unsur
Lepentingan Pemerintah dalam Tafsir.” Religia Jurnal Ilmu-Ilmu
Keislaman, no. 1 (Oktober 2016).
Naik, Zakir. Miracles of al-Qur’an dan as-Sunnah. Penerjemah Dani Ristanto.
Solo: Aqwam, 2015.
Nata, Abuddin. Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:
PT Raja Grafindo3, 2005.
Nata, Abudin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010.
an-Najjar, Zaglul dan Kahil, Abdul Daim. Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah Al-
Qur’an dan Hadis. Jakarta: PT Lentera Abadi, 2012.
Nurdin, Kajian Tafsir Kontemporer di Indonesia : Studi Terhadap Pemikiran M.
Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah,
Nurhakim, Syerif. Dunia Burung dan Serangga : Mengenal Fakta Sains dan
Keunikkannya. Jakarta: Bestari, 2014.
Purba, Noir Primadona dan Pranowo, Widodo Setiyo. Dinamika Oseanografi
Deskripsi Karakteristik Massa Air dan Sirkulasi Air Laut. Bandung: Unpad
Press, 2015.
Puspitasari, Novi. “ “Serangga” dalam al-Qur‟an (Kajian Atas Penafsiran Fakhr
al-Din al-Razi dalam Kitab Mafatih al-Gaib),” Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2017.
Purwanto, Agus. Ayat-Ayat Semesta Sisi-Sisi Al-Qur’an Yang Terlupakan.
Jakarta: Mizan, 2008.
al-Qattân, Mannā Khalīl. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Penerjemah Aunur
Rafiq El-Mazni. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006.
al-Qaṯ ṯ ân, Mannâ Khalîl. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Penerjemah Mudzakir.
Jakarta: Litera AntarNusa, 2010.
73
al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi. Penerjemah Muhyiddin Mas Rida dan
Muhammad Rana Mengala. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
Qardhawi, Yusuf. Berinteraksi dengan al-Qur’an, Penerjemah Abdul Ayyie al-
Kattani. Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
Qismah, Qoni‟atun.“Relasi Hewan dan Manusia dalam al-Qur‟an (Tela‟ah Kisah
Nabi Sulaiman dan Hewan dalam Surah Al-Naml,” (Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin, IAIN Walisongo Semarang, 2012.
Qutb, Sayyid. Tafsir fi Zilalil Qur’an. Penerjemah As‟ad Yasin, dkk. Jakarta:
Gema Insani, 2004.
Rahman, Afzalur. Ensiklopediana Ilmu Dalam al-Qur’an: Rujukan Terlengkap
Isyarat-Isyarat Ilmiah Dalam Al-Qur’an. Penerjemah Taufik Rahman.
Bandung: Mizan, 2007.
Rifki, Muhammad. “Matsal Serangga dalam al-Qur‟an (Studi Kritis tafsir
Kementerian Agama)”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2017.
ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Sejarah & Pengantar Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2009.
al-Shâbȗ nî, „Ali. Kamus Al-Qur’an Quraanic Explorer. Jakarta: Shahih, 2016.
Said, Hasani Ahmad. Diskursus Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir al-Misbah
(Jakarta: Amzah, 2015.
_______. “Menggagas Munasabah Al-Qur‟an Peran dan Model Penafsiran al-
Qur‟an.” Jurnal Studia Islamika, vol. 13, no.1, (Juni 2016).
Shihab, M. Quraish. Al-Lubab Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah
al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati, 2012.
______. Dia Dimana-Mana: Tangan Tuhan Di Balik Setiap Fenomena. Jakarta:
Lentera Hati, 2010.
______. dkk, Sejarah dan Ulumul Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013.
______. ed., Ensiklopedia Al-Qur’an : Kajian Kosakata. Jakarta: Lentera Hati,
2007.
______. Kaidah Tafsir. Tangerang: Lentera Hati, 2013.
______. Lentera al-Qur’an Kisah dan Hikmah Kehidupan. Bandung: Mizan,
2008.
74
______. Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat. Bandung: Mizan, 2013.
______. Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. Vol 15.
Jakarta: Lentera hati, 2002.
______ Wawasan al-Qur’an Tafsir Tematik Atas Pelbagi Persoalan Umat.
Bandung: Mizan, 2007.
Shohib, Muhammad. dkk. Profil Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama Republik Indonesia, 2013.
Sukiati, “Hukum Melakukan Penimpunan Harta/Monopoli (ihtikâr) dalam
perspektif hadis.” Miqot, no 2 (Juli-Desember 2009).
Suma. Muhammad Amin, Ulumul Qur’an. Jakarta: Rajawali Press, 2013.
Suryanto, Djoko. Hujan Harus Disimpan. Yogyakarta: Deepublish, 2018.
Suryadilaga, M. Alfatih dkk, Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras, 2005.
Suryani, Lilis. “Amtsal dalam al-Qur‟an (Kajian Tafsir Tahlili surat al-A‟raf ayat
175-178”. (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Raden Fatah, 2016).
Syafe‟I, Racmat. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia, 2012.
Syafieh, “Perkembangan Tafsir Falsafi dalam Ranah Pemikiran Islam,” Jurnal At-
Tibyan, vol 2, no 2 ( Juli-Desember 2017).
Syamsuri, Hasani Ahmad, ed. Studi Ulumul Qur’an. Jakarta: Zikra Multi Service,
2009.
Tanar, M. Shohib. “Telaah Tentang Tafsir al-Qur‟an Departemen Agama RI.”
dalam jurnal Lektur al-Qur‟an, Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan
Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI,
2003), Vol 1, No, 1.
Taslaman, Caner. Miracle Of The Quran: Keajaiban Al-Quran Mengungkapkan
Penemuan-Penemuan Ilmiah Modern. Penerjemah Ary Nilandari.
Bandung: Mizan, 2011.
Tasmara, Toto. Etos Kerja Pribadi Muslim. Jakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa,
1995.
Tebba, Sudirman. Bekerja dengan Hati. Tangerang: Pustaka Irvan, 2009.
75
______. Sudirman. Hidup Bahagia Cara Sufi. Tangerang: Pustaka Irvan, 2007.
Thayyarah, Nadiah. Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an. Penerjemah M. Zaenal
Arifin, Nurkaib, dkk. Jakarta: Zaman, 2013.
ath-Thabari, Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir. Tafsir Ath-Thabari. Penerjemah
Ahsan Askan dkk. Jilid 19. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988.
Uikhusna, Nidaa. “Konsep Penciptaan Alam Semesta (Studi Komparatif Antara
Teori M Stephen Hawking dengan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya,
Kementerian Agama RI).” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas
Islam Negeri Jakarta, 2013.
Untara, Wahyu. Kamus Sains. Jakarta: Indonesia Tera, 2014.
Wahyudin, “Corak dan Metode Tafsir Bint Al-Shati‟ Studi atas al-Tafsir al-
Bayâniy li al-Qur‟an al-Karîm.” Jurnal Episteme, no 1, (Juni 2014).
Widitya, Galuh dan Oktasari, Armyza “Manifestasi Konsep Ta‟âwun dalam
Zaakwaarneming Perspektif Hukum Perikatan.” Et-Tijarie, no 1, Vol 5
(2018).
Yahya, Harun. Keajaiban Pada Semut. Penerjemah Femmy Syahrani, Astutiati
Nurhasanah. Bandung: Dzikra, 2002.
Yulyanto, Andri. “Konsep Asbab Nuzul dan Aplikasinya Dalam Tafsir Al-
Misbah.” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya, 2016.
Yusuf, Muhammad as-Sayyid dan Hatim, Muhammad Abdul Qadir. Ensiklopedi
Metodologi al-Qur’an: Kehidupan Sosial, Penerjemah Abu Akbar Ahmad
dan Iman Firdaus. Jakarta: PT Kalam Publika, 2010.
al-Zarqânî, Muhammad „Abd al-„Azim. Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qur’ân,
Penerjemah Qadirun Nur Ahmad Musyafiq. Jilid 1. Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2002.
https://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita/mengenal-lebih-dekat-moedji-
raharto-maestro-astronom-indonesia, di akses pada 30 Januari 2019