wasiat kepada ahli waris menurut hukum islam dan ...repository.uinjambi.ac.id/2257/2/ahmad ridha...

74
WASIAT KEPADA AHLI WARIS MENURUT HUKUM ISLAM DAN PENGAMALANNYA DI DESA KUALA TELEMONG, MALAYSIA Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Dalam Ilmu Syariah Pada Fakultas Syariah Oleh: AHMAD RIDHA BIN ALIAS NIM: SPM 160024 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2020

Upload: others

Post on 12-Feb-2021

9 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • WASIAT KEPADA AHLI WARIS MENURUT HUKUM ISLAM DAN

    PENGAMALANNYA DI DESA KUALA TELEMONG, MALAYSIA

    Skripsi

    Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat

    Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)

    Dalam Ilmu Syariah

    Pada Fakultas Syariah

    Oleh:

    AHMAD RIDHA BIN ALIAS

    NIM: SPM 160024

    PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

    FAKULTAS SYARIAH

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SULTHAN THAHA SAIFUDDIN

    JAMBI 2020

  • II

  • III

  • IV

    MOTTO

    ِ ٱلَرهِنَٰمۡح ٱلَرهِحيِم ِمۡسِب ٱّلَله

    Artinya: “ Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara

    kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia

    meninggalkan harta yang banyak, berwasiat kepada

    ibu bapanya dan karib kerabatnya secara baik, ini, (ini

    adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa”

    (QS. Al-Baqarah: 180)

    م حه ه هه م ِ ه حه ه ٱل هِ ي ِ هره ه ه ٱل ه ِ ه ه هي

    ره ِ ه لِ ه ِ ه ِ ه ه ر ِ ِ ٱ ه ٱل ه ٱل ِ ه حه ه

  • V

  • VI

    ABSTRAK

    Skripsi ini berjudul Wasiat Kepada Ahli Waris Mengikut Hukum Islam Dan

    Pengamalannya Di Desa Kuala Telemong. Penelitian ini dilaksanakan sebagai syarat

    memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Fakultas Syariah di Universitas Islam

    Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia. Dari penjelasan di atas,

    permasalahan yang diteliti adalah dari segi bagaimana masyarakat Desa Kuala

    Telemong mengamalkan wasiat kepada ahli waris sebagai jalan penyelesaian kepada

    masalah harta pusaka. Di samping itu juga penulisan skripsi ini bertujuan untuk

    mengetahui tentang pemahaman dan pengamalan masyarakat desa penulis tentang

    hukum wasiat kepada ahli waris dan mengetahui tentang hukum sebenar tentang

    permasalahan wasiat kepada ahli waris menurut pandangan ulama mazhab dan juga

    ulama kontemporer. Penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah kualitatif

    dengan menggunakan pendekatan normatif sosiologis. Instrument pengumpulan data

    adalah melalui kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Berdasarkan penelitian yang

    dilakukan diperoleh hasil dan kesimpulan sebagai berikut: pertama, masyarakat Desa

    Kuala Telemong tidak mengamalkan pengamalan wasiat kepada ahli waris ini, hal ini

    terjadi karena masyarakat Desa Kuala Telemong masih lagi belum mengetahui tentang

    hukum wasiat yang sebenar secara mendalam. Sebanyak 45% mengatakan bahwa

    mereka kurang mengetahui tentang hukum wasiat, dan sebanyak 36% menyatakan

    bahwa mereka langsung tidak mengetahui tentang hukum wasiat. Maka ini sangat

    memberi pengaruh kepada hasil kajian penulis tentang pemahaman dan pengamalan

    wasiat yang dikaji penulis. Kedua, jumhur ulama khususnya ulama syafie menyatakan

    bahwa wasiat kepada ahli waris ini dibolehkan jika semua ahli waris yang lain setuju

    dan mengizinkan dan tidak melebihi sepertiga dari harta waris. Sedang menurut

    pendapat kontemporer antaranya fatwa dari Dar al Ifta Al-Misriyyah, boleh berwasiat

    walaupun tanpa izin ahli waris selagimana tidak melebihi sepertiga dari harta waris.

    Jika lebih sepertiga maka perlu dengan izin dari para ahli waris yang lainnya.

  • VII

    PERSEMBAHAN

    Kupersembahkan skripsi ini untuk keluargaku yang tercinta yaitu bondaku Zairah

    binti Hassan yang telah bersusah payah mendidik dan mengasuh daku dari kecil

    hingga dewasa dengan penuh kasih sayang, karena ingin melihat anaknya ini bisa

    berbakti pada masyarakat dan menjadi orang yang bermanfaat bagi agama, nusa dan

    bangsa dan dapat meraih cita-cita.

    Tidak lupa kepada guru-guru yang sering memberikan semangat dan memberikan

    ilmu kepada daku sehingga mampu untuk daku berjalan dan menyelesaikan skripsi

    ini atas bimbingan mereka semua terutama Ustaz Ahmad Fahmi bin Che Nordin

    karena tiad henti-henti memberikan masukan dan idea-idea untuk menyempurnakan

    skripsi ini. Tanpa mereka maka tidaklah daku kenal apa aitu kemanisan ilmu.

    Setinggi-tinggi penghargaan juga kepada dosen pembimbingku Ibu Dr Rahmi

    Hidayati. S.Ag., MHI Pembimbing I dan Ibu Dian Mustika. S.HI., M.A Pembimbing

    II karena membimbing daku dengan penuh sabar bagi menyiapkan skripsi ini.

    Serta tidak dilupakan juga kepada teman-teman seperjuangan dalam jurusan

    perbandingan mazhab serta teman-teman yang lain yang tergabung dalam Persatuan

    Kebangsaan Pelajar Malaysia di Indonesia Cabang Jambi, serta teman-teman dari satu

    lokal yang setia bersama memberikan tunjuk ajar bagi menyelesaikan skripsi ini.

    Semoga penulisan ini bias memberikan manfaat buat kalian semua sama ada di dunia

    dan juga di akhirat. Moga Allah Taala membalas budi kalian dengan sebaik-baik

    balasan. Terima kasih atas segalanya.

  • VIII

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, segala puja dan puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih

    dan Penyayang, penulis panjatkan sebagai ungkapan rasa syukur atas segala limpahan

    hidayah, rahmat dan nikmat-Nya kepada penulis, sehingga dengan kudrat dan iradatnya

    penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

    Salawat serta salam semoga Allah SWT limpahkan kepada Nabi

    Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia untuk mengikuti petunjuk

    dengan risalahnya yakni Agama Islam, yang akan menyelamatkan dan menghantarkan

    pemeluknya menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat.

    Dibalik selesainya skripsi yang berjudul “Wasiat Kepada Ahli Waris

    Menurut Hukum Islam dan Pengamalannya di Desa Kuala Telemong”, yang

    merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) Prodi

    Perbandingan Mazhab (PM), Fakultas Syariah, UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    Banyak pihak yang membimbing dan membantu dalam proses

    penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu ucapan terima kasih yang tiada hingga penulis

    sampaikan kepada yang terhormat :

    1. Bapak Prof. Dr. H. Su’aidi, MA., Ph.D Rektor UIN STS Jambi, Indonesia.

    2. Bapak Dr. Sayuti, MH Dekan Fakultas Syariah UIN STS Jambi, Indonesia.

    3. Bapak Agus Salim, S.Th.I.,MA., M.IR Wakil Dekan Bidang Akademik dan

    Kelembagaan, Bapak Dr. Ruslan Abdul Gani, SH Wakil Dekan Bidang

    Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan, Bapak Dr. H. Ishaq, SH.,

    M.Hum, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas

    Syariah UIN STS Jambi, Indonesia.

    4. Bapak AlHusni, S.Ag., M.HI Ketua Jurusan Perbandingan Mazhab dan Bapak

    Tasnim Rahman Fitra, S.Sy., M.H, Sekretaris Jurusan Perbandingan Mazhab,

    Fakultas Syariah UIN STS Jambi, Indonesia.

  • IX

    5. Ibu Dr. Rahmi Hidayati. S.Ag., MHI Pembimbing I dan Ibu Dian Mustika.

    S.HI., M.A Pembimbing II skripsi ini yang telah banyak memberi masukan,

    tunjuk ajar dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

    6. Bapak dan ibu dosan yang telah banyak mengajar sepanjang perkuliahan seta

    seeluruh karyawan dan karyawati yang telah banyak membantu dalam

    memudahkan proses penyusun skripsi di Fakultas Syariah UIN STS Jambi,

    Indonesia.

    Di samping itu, penulis menyedari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan dan

    jauh dari kesempurnaan baik dari segi teknis, analisis data, penyusunan

    maklumat maupun dalam mengukapkan argumentasi pada bahan skripsi ini.

    Oleh karenanya di harapkan kepada semua pihak dapat memberikan kontribusi

    pemikiran, tanggapan dan masukan berupa saran, nasihat dan kritik demi

    kebaikan skripsi ini. Semoga apa yang diberikan dicatatkan sebagai amal

    jariyah di sisi Allah Taala dan mendapatkan ganjaran yang selayaknya kelak.

    Jambi, Januari 2020

    Penulis ,

    AHMAD RIDHA BIN ALIAS

    SPM160024

  • X

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL………………………………………………..…………...……i

    PERSUTUJUAN PEMBIMBING…………………………………………………..ii

    NOTA DINAS…………....………………………………………………………….iii

    PENGESAHAN SKRIPSI……...…………………………………………………...iv

    SURAT PERNYATAAN…………………………………………………………….v

    MOTTO………………………………………………………………………...........vi

    ABSTRAK………………………………………………………………………..…vii

    PERSEMBAHAN……………………………………………………………...…..viii

    KATA PENGANTAR………………………………………………..……………...ix

    DAFTAR ISI……………………………………………………...…………………xi

    TRANSLITERASI………………………………………………………………...xiii

    BAB I : PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………...1 B. Rumusan Masalah…………………………………………………………5 C. Batasan Masalah…………………………………………………………..5 D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian………………………………………….6 E. Kerangka Teori……………………………………………………………7 F. Tinjauan Pustaka…………………………………………………………17

    BAB II : METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian…………………………………………………………..21 B. Pendekatan Penelitian…………………………………………………...22 C. Sumber Data……………………………………………………………..22 D. Instrumen Pengumpulan Data…………………………………………...23 E. Teknik Analisis data……………………………………………………..25 F. Sistematika Penulisan…………………………………………………...26

    BAB III: GAMBARAN UMUM DESA KUALA TELEMONG

    A. Latar Belakang Desa Kuala Telemong…………………………………28 B. Sejarah dan Perkembangan Terengganu……………………………….29 C. Gambaran dan Hasil Pencarian Masyarakat Desa Kuala Telemong…..34

    BAB IV : PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

    A. Pengamalan wasiat kepada ahli waris di Desa Kuala Telemong……..35 B. Pandangan Ulama Mazhab khususnya Mazhab Syafi’i Tentang Hukum

    Wasiat kepada Ahli Waris ……………………………………………42

    BAB V : PENUTUP

    A. Kesimpulan…………………………………………………………….51 B. Saran-Saran…………………………………………………………….53

  • XI

    C. Penutup………………………………………………………………...54

    DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….56

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • XII

    TRANSLITERASI

    اa

    خkh

    شsy

    غgh

    نn

    بb

    دd

    صsh

    فf

    وw

    تt

    ذdz

    ضdh

    قq

    هh

    ثts

    رr

    طth

    كk

    ’ ء

    جj

    زz

    ظzh

    لl

    يy

    حh

    سs

    m م ’ ع

    â

    =

    a

    panjang

    î = u panjang

    û = u panjang

    au =او

    =ayىا َ

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan alam ini untuk manusia

    supaya manusia sentiasa berusaha untuk mengubah kehidupan mereka untuk

    menjadi yang lebih baik. Sehingga mereka mampu untuk mengumpul harta-harta

    untuk diri mereka dan keluarga mereka agar mendapat kesenangan dunia dan

    akhirat. Namun perlu diketahui bahwa manusia tidak akan kekal di dunia ini,

    karena dunia ini hanyalah persinggahan dan mereka akan mati meninggalkan

    dunia menuju alam akhirat.

    Sebagaimana dinyatakan di dalam Al-Quran di dalam Surah al-Anbiya’

    ayat 351, Allah SWT berfirman:

    َوإِلَۡينَا تُۡرَجعُوَن ٗۖ ُكلُّ نَۡفٖس ذَآئِقَةُ ٱۡلَمۡوِتِۗ َونَۡبلُوُكم بِٱلشَّر ِ َوٱۡلَخۡيِر فِۡتنَة

    Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan

    menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan

    (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu

    dikembalikan.”

    Apabila jenazah si mati telah selamat disemadikan, maka segala harta

    peninggalannya akan diuruskan oleh ahli keluarganya sama ada suami atau istri,

    1 Anonim, Al-Quran dan terjemahan Departemen Agama RI,( Bandung: CV Diponegoro,2010),

    hlmn.499.

  • 2

    atau anak-anak jika dia mempunyai zuriat, yang mana segala harta miliknya

    tadi kini menjadi milik ahli warisnya.

    Namun realitas yang berlaku pada masa kini, iaitu berlaku perebutan harta

    di kalangan ahli waris sendiri yang akhirnya menyebabkan pembagian harta

    waris tidak mempunyai jalan penyelesaian. Di Negara Malaysia, menurut Prof

    Datin Dr Azizan Baharuddin, beliau menyatakan di dalam Seminar Faraid dan

    Perancangan Pewarisan bahwa sebanyak RM 60 bilion harta umat islam yang

    tidak dituntut sama ada dalam bentuk uang dan hartanah2.

    Ramai yang menyalahkan karena sistem faraid yang menyebabkan

    berlakunya permasalahan ini. Namun jika diteliti itu bukanlah punca utama,

    tetapi kerana kurangnya kesedaran masyarakat tentang kepentingan wasiat dan

    perancangan kepada pengurusan harta warisan adalah punca utama. Menurut Prof

    Datin Dr Azizan lagi, hasil kajian yang telah dilakukan menunjukkan masalah

    harta tidak dituntut adalah karena kejahilan waris tentang prosedur sistem faraid

    dan sikap waris yang tidak menghiraukan aspek wasiat.

    Masyarakat tidak melihat wasiat ini adalah perkara yang penting dalam

    menguruskan harta warisan sedangkan Rasulullah S.A.W. sangat menganjurkan

    untuk kita berwasiat. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a

    bahwa Rasulullah SAW bersabda

    2 Berita Harian, 20 Maret 2016, hlm. 23.

  • 3

    َما َحقُّ اْمِرٍئ ُمْسِلٍم لَهُ َشْيٌء يُوِصي فِيِه يَبِيُت لَْيلَتَْيِن إاِلَّ َوَوِصيَّتُهُ

    َمْكتُوبَةٌ ِعْندَهُ

    Artinya: "Tidak sepatutnya bagi seorang muslim yang miliki sesuatu yang

    ingin ia wasiatkan, lalu ia menginap dua malam, kecuali wasiat

    itu telah tertulis di sisinya." (Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah)3

    Syari’at Islam telah mengatur dengan baik tentang perlaksanaan hukum

    wasiat ini sebagaimana yang terkandung di dalam Al-Quran dan Hadits. Sumber

    hukum bagi berwasiat ini telah dinyatakan dalam beberapa tempat di dalam Al-

    Quran dan Hadits antaranya di dalam surat Al-Maidah Ayat 1064, Allah Taala

    telah berfirman:

    م ٱل ه ِحي ه ٱل هِ َيه ِ ٱث نه ِ ه ه حه ه هره ضه م ِ ه حه ة بهي نِ هه ه ن ْ شه هه ٱَلهِذ ه ءه مه َي

    هأ يه َٰٓ

    ِصيبه م َم صه به هۡرِض فهأ

    هره م فِي ٱل أ ن م ضه

    هم ِ ي رِك ره ِ ِم غه ءه ه

    هم ٖل َمِن ه بِس نه ه ٱل ه ِ ِۚ هح ل ٗن ه ش هرِي بِهِۦ ثه ه

    ه ِ ِِ ٱر هب م له ن ِس ه ِ بِٱّلَله ي ِ ٱلَصه ه ةِ فه ه ه ِمۢ به َهِ ه ٱٓأۡلثِِ ي ه ِ َِنه َٰٓ ِٗ ل ةه ٱّلَله هه ه له نه م شه َبه ه ٦٠١ ه ه ه ر

    Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu

    menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah

    (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua

    orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan

    dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi

    itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya

    bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) kami

    tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk

    kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula)

    kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau

    demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa".

    3 Hafidz Al Munzdiry,Mukhtashar Sunan Abi Daud, alih Bahasa H. Bey Arifin dan A. Syinqithy

    Djamaluddin, jilid 3, (Semarang: CV. Asy Sifa’, 1992), hlm. 527. 4 Anonim, Al-Quran dan terjemahan Departemen Agama RI,( Bandung: CV Diponegoro,2010),

    hlmn.180.

  • 4

    Ada beberapa pendapat daripada ulama tentang hukum berwasiat kepada

    ahli waris ini. Pendapat pertama menyatakan bahwa boleh berwasiat pada ahli

    waris dengan syarat mendapat keizinan daripada kesemua ahli waris yang lain.

    Jika semua ahli waris bersetuju tentang wasiat tersebut, maka hukumnya

    diperbolehkan dan sah. Berdalilkan daripada Hadis Nabi SAW yang diriwayat

    dari Ibnu Abbas:

    اْلَوَرثَةُ يُِجيزَ أَنْ إاِلَّ ِلَواِرثٍ َوِصيَّةَ الَ

    Artinya: “Tidak boleh diberikan wasiat kepada ahli waris kecuali para ahli

    waris lainnya menyetujui,” 5

    Walaupun begitu, terdapat pendapat daripada ulama kontemporer

    mengenai masalah ini. Fatwa ini telah dikeluarkan oleh lembaga fatwa Mesir Dar

    Al-Ifta Al-Mishriyyah yang menyatakan bahwa boleh berwasiat kepada ahli

    waris walaupun tidak mendapat izin daripada ahli waris selagi tidak melebihi

    sepertiga harta.

    Namun apa yang terjadi di Desa Kuala Telemong, kebanyakan masyarakat

    di Kuala Telemong beranggapan bahwa hukum wasiat kepada ahli waris adalah

    haram dalam Islam. Sedangkan semua yang berada di Desa Kuala Telemong

    bermazhab dengan Mazhab Syafi’i yang mana dalam Mazhab Syafi’i tidaklah

    haram secara menyeluruh.

    5 Abu Bakar Ahmad bin Al-Husain al-Baihaqi, Al Sunan Al Kubro lil Imam Baihaqi,jilid 6, (Beirut:Dar Al Kutub Al Ilmiyyah, 2010), hlmn. 263

  • 5

    Melihat kepada situasi di Desa Kuala Telemong dan hukum tentang wasiat

    kepada ahli waris ini, bahwa hukum berwasiat kepada ahli waris ini bukanlah

    haram secara total dan terdapat kebolehan yang telah dinyatakan oleh ulama,

    maka penulis tertarik untuk menulis skripsi yang berjudul “Wasiat Kepada Ahli

    Waris Menurut Hukum Islam Dan Pengamalannya di Desa Kuala

    Telemong”.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan huraian dari latar belakang masalah diatas, maka penulis

    merumuskan beberapa permasalahan di antaranya sebagai berikut:

    1. Bagaimanakah pengamalan hukum wasiat kepada ahli waris pada masyarakat

    Desa Kuala Telemong?

    2. Bagaimanakah pandangan ulama mazhab khususnya Mazhab Syafi’i tentang

    wasiat kepada ahli waris?

    C. Batasan Masalah

    Mengingat luasnya permasalahan yang penulis bahas, maka fokus

    penelitian penulis berkisar tentang pemberian waris kepada ahli waris menurut

    hukum islam serta bagaimana masyarakat desa Kuala Telemong mengetahui

    tentang hukum ini dan mengamalkan dalam kehidupan mereka.

  • 6

    D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Agar tidak menyimpang dari rumusan masalah yang diutarakan di atas

    maka, penulis mempunyai tujuan:

    a. Ingin mengetahui pengamalan hukum wasiat kepada ahli waris pada

    masyarakat Desa Kuala Telemong.

    b. Ingin mengetahui pandangan ulama mazhab khususnya Mazhab Syafi’I

    tentang wasiat kepada ahli waris.

    2. Kegunaan Penelitian

    Berdasarkan tujuan diatas, apabila dapat dicapai dengan baik dan dapat

    dirumuskan, maka penulisannya akan digunakan:

    a. Sebagai salah satu upaya untuk memberikan pengertian dan penjelasan tentang

    masalah yang ditanggapi oleh masyarakat Desa Kuala Telemong tentang hukum

    berwasiat kepada ahli waris, serta untuk menambah ilmu dan wawasan penulis

    dalam bidang hukum dalam membuat dan menyusun karya ilmiah yang baik dan

    benar.

    b. Sebagai salah satu syarat bagi memperoleh Sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas

    Syariah , Jurusan Perbandingan Mazhab, UIN STS Jambi.

  • 7

    E. Kerangka Teori

    Kerangka teoritas dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-

    batasan tentang teori-teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang akan

    dilakukan. Menurut kamus Bahasa Indonesia Poerwadarminta, teori adalah

    pendapat yang dikemukakan sebagai suatu keterangan mengenai sesuatu

    peristiwa (kejadian), dan asas-asas, hukum-hukum umum yang menjadi dasar

    sesuatu kesenian atau ilmu pengetahuan; serta pendapat cara-cara dan aturan-

    aturan untuk melakukan sesuatu.

    Adapun kerangka teori ini digunakan penulis adalah karena ingin

    menjelaskan pengertian,tentang wasiat, ahli waris, dan hukum islam.

    1. Wasiat

    Wasiat berasal dari bahasa Arab washaitu bi kadzaa aushaltuhu (saya

    menjadikan sesuatu itu untuknya). Berarti orang yang berwasiat adalah orang

    yang menyambung apa yang telah ditetapkan pada waktu hidupnya sampai

    dengan sesudah wafatnya. Secara istilah syar’i pula ialah seseorang memberi

    barang, atau piutang, atau sesuatu yang bermanfaat, dengan catatan bahwa

    pemberian termaksud akan menjadi hak milik si penerima wasiat setelah

    meninggalnya si pemberi wasiat.6

    6 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu jilid 10, (Kuala Lumpur: Darul Fikri, 2011), hlmn.

    155

  • 8

    Untuk menjelaskan lagi tentang pengertian wasiat ini, di sini dikemukakan

    beberapa definisi yang diberikan para ulama mazhab dan pakar dalam

    menta’rifkan secara syara antara lain:7

    a. Ulama Hanafiyah memberikan pengertian tentang wasiat sebagai berikut:

    .الموت بطريق التبرع الوصية تمليك مضاف إلي ما بعدArtinya: “Wasiat adalah memberikan hak milik kepada orang lain setelah

    (‘aqid) meninggal dunia dengan jalan sukarela”.

    b. Ulama Malikiyah mendefinisikan wasiat adalah sebagai berikut:

    الوصية في عرف الفقهاء عقد يوجب حقا في ثلث المال

    .يلزم بموتهعاقده Artinya: “Wasiat adalah suatu ‘aqad perjanjian yang menimbulkan suatu

    dalam memperoleh sepertiga harta dari orang yang memberikan

    janji yang bisa dilangsungkan ketika yang memberikan itu

    meninggal dunia.”

    c. Ulama Syafi’iyah menyatakan wasiat sebagai berikut:

    .الوصية تبرع بحق مضاف إلي ما بعد الموتArtinya: “Wasiat adalah sama dengan amal shadaqah dengan satu hak

    yang disandarkan pada keadaan setelah mati.”

    d. Ulama Hanabilah memberi pengertian wasiat seperti berikut:

    ت كان يوصي الوصية هي األمر بالتصرف بعد المو

    الصغار أو يزوج بناته أو شحصا بأن يقوم علي أوالده

    .يفرق ثلث ماله أو نحو ذلكArtinya: “Suatu perkara dengan berpindahnya (sesuatu) setelah kematian.

    Seperti seseorang berwasiat untuk memberikan kepada anak-

    anaknya yang masih kecil, atau akan menikahkan anak

    perempuannya atau akan memisahkan sepertiga hartanya atau

    yang lainnya.”

    7 Ilham Ismail, “Wasiat Kepada Ahli Waris Studi Komparatif Pasal 195 Kompilasi Hukum Islam Dengan Hukum Islam”, Skripsi UIN Sultan Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, hlmn. 17

  • 9

    Dari definisi-definisi di atas dapat kita fahami bahwa para ulama

    bersepakat dan senada pada menyatakan wasiat itu ialah suatu akad dari

    seseorang untuk memindahkan sebagian hartanya atau hak-haknya kepada orang

    lain setelah dia meninggal dunia.

    Para ulama Kontemporer juga sependapat dengan apa yang dinyatakan oleh

    para Imam Mazhab. Ini suarakan oleh Syeikh San’ani dalam kitab beliau Subul

    As-Salam mendefinisikan wasiat sebagai:

    اْلَمْوتِ بَْعدَ َما إلَى ُمَضافٌ َخاص َعْهدٌ الشَّْرعِ فِي َوِهيَ Artinya: “Perjanjian tertentu yang disandarkan kepada sesuatu

    sesudah meninggal.”

    Wasiat merupakan suatu akad yang boleh dan tidak mengikat sehingga

    wasiat dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yaitu dari pihak pemberi wasiat.

    Dengan demikian wasiat dapat dikatakan menghibahkan atau menghadiahkan

    harta dari seseorang kepada orang lain apabila si pewasiat meninggal dunia, baik

    dijelaskan dengan lafadz atau pun tanpa lafadz.8 Begitu juga yang dinyatakan

    oleh Wan Abdul Halim tentang makna wasiat ini yaitu memberikan sebagian

    daripada harta kepada seseorang yang berhak menerima wasiat apabila si

    pewasiat meninggal dunia.9

    Setelah dikemukakan kesemua definisi wasiat menurut pandangan para

    ulama di atas maka semuanya kembali pada satu definisi saja yaitu pada

    menyatakan pesanan tentang peninggalan seseorang baik berupa harta ataupun

    8 Ibnu Rushd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Terjemahan ‘Abdurrahman,(Semarang:

    asy-syifa, 1990), Juz 3, hlmn. 40. 9 Wan Abdul Halim, Mengurus Harta Pusaka,(Terengganu: Ikon Syabab, 2018), hlmn. 113.

  • 10

    perkara yang bermanfaat yang akan diberikan kepada orang lain bila dirinya

    meninggal dunia yang mana perlaksanaannya akan berlaku setelah kematiannya.

    2. Dasar Hukum Wasiat

    Dasar-dasar pengambilan hukum wasiat adalah berdasarkan Al-Quran, Al-

    Hadis, Ijma’ dan Ijtihad para Ulama.

    a. Al-Quran

    Dalam Al-Quran penjelasan tentang wasiat terdapat dalam surat al-

    Baqarah ayat 180 yakni:

    م حه ه هره ضه م ِ ه حه ي ر ٱل ه ِ ه ه هي ٱل هِ َيه ِ هره ه ه

    ره ِي ه لِ ه لِ ه ِ ه هِ ٱل أ ر ِ ب ه

    َ ه هي ٱل َ ه ِي ه حه ٦٨٠ ٱل Artinya: “ Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara

    kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia

    meninggalkan harta yang banyak, berwasiat kepada

    ibu bapanya dan karib kerabatnya secara baik, (ini

    adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”

    (QS. Al-Baqarah: 180)10

    Ayat ini menunjukkan kewajiban untuk berwasiat kepada

    kedua orang tua dan kerabat yang dekat, yaitu hanya kepada ahli

    waris yang tidak mendapatkan harta waris baik karena dzawil

    arham dan mahjub yang orang tuanya telah meninggal terlebih

    dahulu dari pewaris maupun karena mahram. Tetapi apabila

    10 Anonim, Al-Quran dan terjemahan Departemen Agama RI,( Bandung: CV Diponegoro,2010), hlmn.44.

  • 11

    turunnya ayat yang menerangkan tentang pembagian waris,

    maka ayat yang menyatakan kewajiban berwasiat telah menjadi

    mansukh dan hukum berwasiat juga bertukar menjadi sunah.

    Dan keutamaan untuk berwasiat kepada Ahli Waris juga telah

    bertukar karena adanya hadis Nabi Muhammad SAW yang

    bersabda yang artinya “tidak ada wasiat bagi ahli waris”.

    Kemudian dalam surah yang lain ada menyatakan

    dianjurkan berwasiat itu dengan membawa kepada dua saksi

    yaitu dalam surah Al-Maidah ayat 106:

    م ٱل ه ِحي ه ٱل هِ َيه ِ حه ه هره ضه م ِ ه حه ة بهي نِ هه ه ْ شه ن هه ٱَلهِذ ه ءه مه َي

    هأ يه َٰٓ

    ۡرِض هره م فِي ٱل أ ن م ضه

    هم ِ ي رِك ره ِ ِم غه ءه ه

    هم ٖل َمِن ٱث نه ِ ه ه ه

    بِس نه ِصيبه ٱل ه ِ ِۚ هح م َم صه به هِ ِِ فهأ ِس ه ِ بِٱّلَله ي ةِ فه ِ ٱلَصه ه ه ه ِمۢ به

    َهِ ه َٰٓ ِٗ ل ِ َِنه ةه ٱّلَله هه ه له نه م شه َبه ه ه ه ه ه ر ل ٗن ه ش هرِي بِهِۦ ثه هه ٱر هب م له ن ٦٠١ٱٓأۡلثِِ ي ه

    Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang

    kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat,

    Maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang

    adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama

    dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu

    kamu ditimpa bahaya kematian. kamu tahan kedua saksi itu

    sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka

    keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-

    ragu: "(Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan

    sumpah Ini harga yang sedikit (untuk kepentingan

    seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula)

    kami menyembunyikan persaksian Allah; Sesungguhnya

    kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang

  • 12

    berdosa" (QS. Al-Maidah/05: 106).11

    b. Al-Hadis

    Di samping ayat Al-Quran, terdapat juga hadis Nabi SAW

    yang menjelaskan tentang hal wasiat di antaranya sebagai

    berikut:

    حدثنا عبد الله بن يوسف اخبرنا مالك عن نافع عن عبد الله

    بن عمر رضي الله عنهما ان رسول الله صلى الله عليه وسلم

    يَبِيْتُ فِْيهِ يُْوِصيَ أَنْ يُِرْيدُ َشْيءٌ لَهُ ُمْسِلمٍ اْمِرئٍ َحقُّ َماقال :

    ِعْندَهُ َمْكتُْوبَةٌ َوَوِصيِ تُهُ إاِلَّ لَْيلَتَيْنِ

    Artinya: “Dari Abdullah bin Yusuf dari Malik dari Nafi’ dari

    Abdullah bin Umar R.A, Ia berkata: bahwa Rasulullah

    S.A.W. Bersabda: bukankah hak seorang muslim yang

    mempunyai sesuatu yang ingin diwasiatkan bermalam

    (diperlambatkan) selama dua malam, kecuali

    wasiatnya telah tercatat di sisinya”. (H.R. al-

    Bukhari)12

    Imam Syafi’i menyatakan bahwa orang islam yang berwasiat

    sebaiknya wasiat tersebut ditulis dan berada di sisinya, sebab hal tersebut

    dapat menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan. Bila tidak berhati-hati

    dalam hal berwasiat ini, bias memungkinkan Hasrat si pewasiat tidak

    tercapai karena kematian seseorang hanya Allah Taala yang mengetahui.

    11 Ibid, hlmn.180. 12 Abi ‘Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhary, Shahih al-Bukhary, (Beyrut: Dar al- Fikr, Tt), Juz I, hlmn.124

  • 13

    c. Ijma’

    Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid di antara umat islam pada satu

    masa sesudah zaman Rasulullah terhadap hukum syara’ tentang suatu

    masalah atasu kejadian. Para ahli fiqh ada yang menganggap bahwa Ijma’

    wajib di amalkan dan tidak boleh ada kajian ulang dalam menilai hukum

    yang telah diputuskan oleh generasi berikutnya.13

    Perbuatan berwasiat ini tidak ada yang mengingkarinya dan tidak ada

    pengingkaran tersebut menjukkan bahwa ada Ijma’ antara ulama. Bahkan

    para ulama juga bersepakat dalam menanggapi hadis Rasulullah S.A.W.

    tentang kadar wasiat yang tidak boleh lebih daripada sepertiga harta

    peninggalan si pewasiat.14

    d. Ijtihad

    Ijtihad berasal dari kata Bahasa Arab yaitu jahada yang berarti

    mencurahkan segala kemampuan atau menghabiskan segala daya dalam

    upaya untuk mengeluarkan hokum. Sedang ijtihad menurut istilah adalah

    usaha atau ikhtiar yang sungguh-sungguh dengan menggunakan segenap

    kemampuan yang ada dilakukan oleh orang (ahli hukum) yang memenuhi

    13 Hasbi Umar, Filsafat Hukum Islam Kontemporer,(Medan: Perdana Publishing, 2016),hlmn. 143 14 Ibid,hlmn. 11

  • 14

    syarat untuk mendapatkan ketentuan hukum yang belum jelas atau tidak ada

    ketentuannya di dalam al-Quran dan al-Sunnah.15

    Timbul beberapa ijtihad di antara ulama tentang pengizinan para ahli waris yang

    lain untuk penerimaan wasiat kepada ahli waris. Sebahagian ulama menyatakan

    pendapat mereka bahwa perlu meminta izin kepada semua ahli waris barulah

    wasiat kepada ahli waris itu diterima, sebagian lagi menyatakan bahwa wasiat

    pada ahli waris itu tidak sah sama sekali. Sedang sebagian yang lain berijtihad

    bahwa boleh berwasiat kepada ahli waris sekalipun tidak meminta izin dari

    kesemua ahli waris yang lain

    3. Hal-hal Pembatalan Wasiat

    Ada beberapa perkara yang boleh menyebabkan terbatalnya wasiat.

    Antaranya adalah:16

    a. Dibatalkan oleh pembuat wasiat.

    b. Penerima wasiat meninggal terlebih dahulu

    c. Harta yang diwasiatkan telah dilupuskan sama ada dijual, dihibah dan

    sebagainya.

    d. Penarikan diri oleh penerima wasiat.

    4. Ahli Waris

    15 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum di Indonesia Edisi ketiga),(Jakarta:PT. Raja Grafindo, 1993),hlmn. 104 16 Ibid, hlmn 120

  • 15

    Menurut Kompilasi Hukum Islam ahli waris adalah orang yang saat

    meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkahwinan

    dengan pewaris, beragama islam dan tidak terhalang karena hukum untuk

    menjadi ahli waris.

    Secara keseluruhannya waris ini terbagi kepada beberapa kategori yaitu

    waris utama, waris ganti dan waris kedua.17 Waris utama adalah waris yang pasti

    akan mewarisi harta pusaka jika mereka hidup ketika pemilik harta meninggal

    dunia. Mereka tidak terhalang oleh sesiapa pun daripada mewarisi harta pusaka.

    Mereka yang berada dalam golongan waris utama adalah:

    a. Ibu

    b. Bapa

    c. Suami/istri

    d. Anak laki-laki

    e. Anak perempuan.

    Mereka yang dikatakan sebagai waris ganti adalah waris yang akan

    menjadi pengganti kepada waris utama sekiranya waris utama tiada atau telah

    meninggal dunia terlebih dahulu. Mereka terdiri daripada keturunan ke atas dan

    keturunan ke bawah dan tiada waris ganti kepada pasangan suami atau istri. Yang

    di maksudkan mereka yang dalam keturunan ke atas , sekiranya ibu telah mati

    dahulu, maka nenek sebelah ibu akan menggantikannya. Sekiranya yang tiada

    17 Ibid, hlmn. 48.

  • 16

    adalah bapa, maka yang menggantikan adalah kakek sebelah bapa. Sekiranya

    yang tiada adalah ibu dan bapa, maka yang menggantikan mereka adalah nenek

    sebelah ibu, nenek sebelah bapa dan kakek sebelah bapa. Bagi keturunan ke

    bawah pula, sekiranya si mati tidak mempunyai anak laki-laki, maka tempat anak

    laki-laki diganti oleh cucu. Cucu daripada anak laki-laki menjadi keutamaan

    sedang cucu dari anak perempuan yang mati dahulu tidak mewarisi pusaka.

    Waris kedua pula adalah waris yang lebih jauh tetapi masih boleh mewarisi

    pusaka sekiranya harta itu masih belum dapat dihabiskan oleh waris utama dan

    waris ganti dengan syarat-syarat tertentu. Waris kedua terdiri daripada:

    a. Waris sisi kepada si mati, yaitu adik beradik dan keturunannya seperti anak

    saudara dan seterusnya.

    b. Waris sisi kepada bapa si mati yaitu paman saudara dan keturunannya seperti

    sepupu.

    c. Waris sisi kepada kakek si mati sebelah bapa yaitu kakek saudara dan

    keturunannya.

    5. Hukum Islam

    Hukum Islam adalah koleksi daya upaya para ahli hukum untuk

    menerapkan peraturan-peraturan yang diambil dari wahyu yang akhirnya

    menghasilkan fiqh, fatwa, keputusan pengadilan dan undang-undang atas

  • 17

    kebutuhan masyarakat. Hukum islam juga mencakupi hukum syari’ah dan

    hukum fiqh, karena arti syarak dan fiqh terkandung di dalamnya.18

    Hukum Islam yang diteliti adalah pandangan daripada para ulama mazhab

    yang silam khususnya Mazhab Syafi’i dan pandangan ulama kontemporer

    tentang hukum berwasiat kepada ahli waris yang mana terdapat beberapa

    pandangan daripada ulama Syafi’iyyah dan ulama kontemporer tentang perkara

    ini. Antara pandangan tersebut adalah:

    f. Sebagian daripada Ulama Syafi’iyyah mengatakan boleh berwasiat kepada ahli

    waris tetapi mestilah mendapat izin daripada semua ahli waris yang lain dahulu.

    g. Sebagian daripada Ulama Syafi’iyyaj yang lain pula berpendapat bahwa tidak

    boleh sama sekali untuk berwasiat kepada ahli waris walaupun telah mendapat

    izin daripada semua ahli waris.

    h. Ulama kontemporer iaitu Syeikh Ali Jum’ah menyatakan pandangannya yang

    mana dikeluarkan oleh lembaga fatwa Mesir Dar Al-Ifta Al-Mishriyyah yang

    menyatakan bahwa boleh berwasiat kepada ahli waris walaupun tidak mendapat

    izin daripada ahli waris.

    F. Tinjauan Pustaka

    Mengenai masalah ini, penulis telah menemui ada penulisan skripsi yang

    terkesan mirip dengan penulisan skripsi yang ditulis oleh penulis yakni skripsi

    yang ditulis oleh Ilham Ismail, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Syariah

    18 Baharuddin Ahmad dan Illy Yanti, Eksistens dan Implementasi Hukum Islam Di Indonesia,

    (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 5-6.

  • 18

    dan Hukum, Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum Tahun 2011 yang

    berjudul “Wasiat Kepada Ahli Waris Studi Komparatif Pasal 195 Kompilasi

    Hukum Islam Dengan Hukum Islam”. Pada penulisan skripsi ini, penulis

    membahas tentang kajian komparatif tentang wasiat kepada ahli waris antara

    hukum Islam dengan yang ada dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang

    menjadi bagian dari sumber rujukan hukum positif Islam yang berlaku di

    Indonesia. Kesimpulan dan hasil dari penulisan ini, penulis menyatakan bahwa

    hukum wasiat yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan pendapat

    mazhab syafi’i adalah seragam dan selari yaitu pemberian wasiat kepada ahli

    waris adalah boleh setelah mendapat izin dari ahli waris lainnya.

    Penulis juga membandingkan skripsi penulis dengan penulisan skripsi yang

    ditulis oleh Ria Ramadhani, Universitas Sam Ratulangi, Fakultas Hukum tahun

    2015 yang berjudul “Pengaturan Wasiat Wajibah Terhadap Anak Angkat

    Menurut Hukum Islam”. Dalam penulisan ini penulis membahaskan bagaimana

    status anak angkat menurut islam adakah ia dibenarkan atau bagaimana aturan

    sebenar bagi mengambil anak angkat. Penulis juga membicarakan tentang

    bagaimana pengaturan wasiat wajibah terhadap anak angkat menurut hukum

    islam. Hasil daripada penilitian ini, penulis menyatakan bahwa Hukum Islam

    memperbolehkan mengangkat anak selama tidak membawa akibat hukum dalam

    hal hubungan darah, wali-mewali dan waris mewaris dari orang tua angkat.

    Penulis juga menyatakan bahwa dalam Kompilasi Hukum Islam bahwa anak

  • 19

    angkat berhak memperoleh wasiat wajibah dengan syarat tidak melebihi 1/3 harta

    waris.

    Seterusnya penulis juga meneliti sebuah skripsi daripada Nurul Asyikin

    Binti Adnan, UIN STS Jambi, Fakultas Syariah, Jurusan Perbandingan Mazhab

    Tahun 2017 yang berjudul “Wasiat Wajibah Menurut Jabatan Kemajuan Islam

    Malaysia (Studi Tentang Metode Istinbat Hukum)”. Dalam skripsi ini penulis

    membahaskan tentang bagaimana metode istinbat hukum yang digunakan oleh

    JAKIM bagi menentukan hukum wasiat wajibah. Hasil dari penelitian ini

    menyatakan bahwa JAKIM lebih cenderung untuk menurut pandangan daripada

    Ibnu Hazm yang menyatakan bahwa wasiat wajibah itu wajib karena bagi

    menjaga kemaslahatan setelah anak yang kematian ibu atau bapaknya. Seorang

    anak yang kematian ayah dan ibunya terlebih dahulu dari kakeknya atau

    neneknya, maka anaknya yaitu cucu kepada si mati berhak untuk menerima

    wasiat wajibah dengan mengambil bagian faraid ayah atau ibunya pada kadar

    tidak nelebihi 1/3 warisan kakek atau nenek. Jika bagian orang tua adalah 1/3

    atau kurang dari 1/3, maka pembagian tersebut harus dilaksanakan pada kadar

    tersebut. Jika bagian tersebut melebihi 1/3 maka harus dikurangi pada kadar tidak

    melebihi 1/3.

    Berbeda dengan penulisan-penulisan skripsi yang telah dinyatakan

    tersebut, dalam penulisan skripsi penulis lebih mendiskripsikan kajian penulis

    tentang kajian lapangan di tempat tinggal penulis. Penulis lebih cenderung untuk

    mengkaji tentang bagaimana pandangan atau fatwa antara ulama mazhab

  • 20

    khususnya dalam mazhab syafi’i mengenai hukum wasiat kepada Ahli waris dan

    bagaimana pengamalan masyarakat Desa Kuala Telemong mengenai wasiat

    kepada ahli waris. Penulis lebih terarah untuk melihat adakah masyarakat Desa

    Kuala Telemong ini mengetahui secara menyeluruh tentang hukum wasiat dalam

    mazhab Syafi’I dan adakah mereka mengetahui bahwa dalam mazhab syafi’i

    membolehkan hukum wasiat kepada ahli waris.

  • 21

    BAB II

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian

    Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah Penelitian

    Lapangan (Field Research) dengan melaksanakan langkah-langkah seperti

    berikut:

    Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

    kualitatif dengan menggunakan menggunakan metode survey, yang bermaksud

    dengan penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan dalam melakukan penelitian

    yang berorientasi pada gejala-gejala yang bersifat ilmiah, maka sifatnya

    naturalistic dan mendasar atau bersifat kealamiahan serta tidak bisa dilakukan di

    labatirium saja melainkan harus terjun di lapangan.19

    Metode survey ini diguna pakai untuk mengumpulkan data secara langsung

    karena yang menjadi populasi sangat besar untuk diobservasi secara langsung,

    penelitian ini termasuk ke dalam penelitian penjelasan (explanatory reserch)

    sebab dalam penelitian ini dilakukan pengujian terhadap hubungan kausal antara

    beberapa variable berdasarkan hipotesis penelitian. Oleh karena ini, penulis

    memilih untuk turun ke desa penulis untuk membuat kajian di Desa Kuala

    Telemong, Terengganu, Malaysia.

    19 Muhammad Nazir, Metode Penelitian, (Bandung:Remaja Rosdakarya,1986), hlmn 159

  • 22

    B. Pendekatan Penelitian

    Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    pendekatan normatif sosiologis. Analisis deskriptif kualitatif ditujukan untuk

    mendapatkan informasi tentang beberapa kondisi dan menjelaskan serta

    menggambarkan hasil penelitian yang dilakukan di linkungan penelitian.

    Lingkungan penelitian yaitu di Desa Kuala Telemong.20

    C. Sumber Data

    1. Data Primer

    Data primer adalah data pokok yang dikutip dari Al-quran dan Hadits yang

    erat kaitannya dengan pembahasan skripsi ini dan informasi yang diperoleh dari

    hasil wawancara dan observasi dokumen-dokumen berkaitan di Desa Kuala

    Telemong.

    2. Data Sekunder

    Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh penelitian

    secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak

    lain) yang berkaitan dengan penelitian. Yaitu data-data atau informasi yang

    diambil dari buku, jurnal, koran dan lain-lain lagi yang berbentuk dengan

    penulisan akademik.

    20 Ishaq, Metode Penelitian Hukum, Bandung 2017.

  • 23

    D. Instrumen Pengumpulan Data

    Untuk memudahkan dan menghimpunkan data-data dan fakta di lapangan,

    maka penulis akan menggunakan beberapa teknik, antara lain :

    1. Wawancara

    Wawancara merupakan alat pengumpulan data untuk memperoleh

    informasi langsung dari responden. Wawancara yang dimaksudkan disini adalah

    wawancara untuk kegiatan ilmiah, yang dilakukan secara sistematis dan runtut

    serta memiliki nilai validitas dan reliabilitas21 . Teknis yang digunakan untuk

    mengumpulkan data adalah dengan wawancara terpimpin. Wawancara terpimpin

    adalah wawancara yang menggunakan pedoman kerja yang sudah dipersiapkan

    sebelumnya, yakni pertanyaan diajukan menurut daftar pertanyaan yang telah

    disusun.22 Penulis akan mewawancara pihak yang terkait yaitu masyarakat di

    Desa Kuala Telemong mengenai pendapat mereka tentang kajian penulis

    2. Dokumentasi

    Metode dokumentasi yang dimaksud dalam peroses pengumpulan data

    penelitian ini adalah suatu metode atau cara untuk mencari data dari dokumen

    resmi internal yang berupa memo, kwitansi, nota, pengumuman, instruksi,

    disposisi dan aturan organisasi, termasuk masalah atau laporan rapat dan

    keputusan dan program kerja pemerintah.

    21 Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi,(Bandung: Alfabeta,

    2017), hlmn. 115. 22 Ibid, hlmn. 117.

  • 24

    Tidak kalah penting dari metode-metode lain, adalah metode dokumentasi,

    yaitu mencari data mengenai hal-hall atau variabel yang berupa catatan, transkip,

    buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, langger, agenda, dan

    sebagainya.23

    Untuk studi kasus, penggunaan dokumen yang paling penting adalah

    sebagai berikut:

    a. Dokumen membantu penyertifikasian ejaan dan judul atau nama yang benar

    dari organisasi-organisasi yang telah disinggung dalam wawancara.

    b. Dokumen dapat menambah rincian secara spesifik lainnya guna mendukung

    informasi dari sumber-sumber lain. Jika bukti documenter bertentangan dan

    bukannya mendukung, peneliti mempunyai alasan meneliti lebih jauh topik

    yang bersangkutan.

    Inferensi dapat dibuat dari dokumen-dokumen, sebagai contoh, dengan

    mengobservasi pola tembusan karbon dokumen tertentu. Seorang peneliti dapat

    mulai mengajukan pertanyaan baru tentang komunikasi jaringan kerja suatu

    organisasi. Studi dokumentasi ini dapat memperoleh data tentang komunikasi

    dan jaringan kerja suatu organisasi. Studi dokumentasi ini dapat memperoleh

    data tentangbudaya di Desa Kuala Telemong, dan bagaimana pemahaman islam

    masyarakat Desa Kuala Telemong ini.

    23Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), hlmn. 274.

  • 25

    E. Teknik Analisis data.

    Teknik Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

    koleksi data, display data,reduksi data,dan verifikasi.

    1. Koleksi data

    Dalam tahap ini, Penulis mengumpulkan data-data secara kasar tentang

    pemahaman masyarakat di Desa Kuala Telemong khususnya yang berkaitan

    dengan wasiat kepada ahli waris ini.

    2. Reduksi data (data reduction),

    Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

    memfokuskan hal-hal penting yang penting, dicari tema dan polanya24.Dalam

    tahap ini penulis melakukan pemilihan, dan pemusatan perhatian untuk

    penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh.

    3. Penyajian data (data display).

    Setelah data direduksi,maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan

    data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan bentuk uraian

    singkat, bagan, hubungan antara kategori.25Display data atau penyajian data yang

    lazim digunakan pada langkah ini adalah dalam bentuk teks naratif .Dalam

    24Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D,cet. ke-15,(Bandung :Alfabeta,

    Bandung ), hlm 247. 25 Ibid, hlm 249

  • 26

    menyempurnakan kajian ini, penulis mengembangkan sebuah deskripsi

    informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan.

    4. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing and verification).

    Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan

    berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap

    pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan

    pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti

    kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan

    adalah kesimpulan yang kredibel.26Dalam membuat penelitian, penulis berusaha

    menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi dengan mencari makna setiap

    gejala yang diperolehnya dari lapangan, mencatat keteraturan dan konfigurasi

    yang mungkin ada, alur kausalitas dari fenomena, dan proposisi.

    F. Sistematika Penulisan

    Penyusunan skripsi ini terbahagi pada lima bab yang mana setiap bab

    terdiri dari sub-sub bab. Masing-masing bab membahas permasalahan-

    permasalahan tertentu tetapi saling berkait antara satu sub bab dengan sub bab

    yang lainnya.

    Bab pertama membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

    batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori dan tinjauan

    pustaka. Bab kedua membahas tentang metodologi penelitian, tempat dan waktu

    26 Ibid. , hlm.252

  • 27

    penelitian, jenis penelitian, sumber data, instrumen pengumpulan data, teknis

    analisis data, sistematika penulisan dan jadwal penelitian.

    Seterusnya, bab membahas gambaran umum lokasi di Desa Kuala

    Telemong, Malaysia sebagai berikut: Sejarah Terengganu, letak geografis Negeri

    Terengganu dan Desa Kuala Telemong, Desa Kuala Telemong, keadaan

    penduduk serta mata pencarian, dan keadaan agama serta pendidikan Kuala

    Telemong.

    Bab keempat pula adalah Bab akhir dari pembahasan masalah pokok dan

    analisis penulis sebagai beriku: pengamalan masyarakat Desa Kuala Telemong

    dalam hal wasiat kepada ahli waris, sama ada mereka mengamalkan system

    wasiat ini ataupun tidak. Pandangan ulama-ulama mazhab khususnya Mazhab

    Syafi’i tentang wasiat kepada ahli waris, pengamalan hukum wasiat kepada ahli

    waris ini di dalam masyarakat Desa Kuala Telemong.

    Bab kelima merupakan penutup terdiri daripada kesimpulan, saran-saran

    dan kata penutup.

  • 28

    BAB III

    GAMBARAN UMUM DESA KUALA TELEMONG

    A. Latar Belakang Desa Kuala Telemong

    1. Geografi Desa Kuala Telemong

    Desa Kuala Telemong adalah sebuah desa di Provinsi Terengganu,

    Malaysia. Yang berada di posisi 103° 02' 00" Bujur Timur dan 5° 13' 00" Lintang

    Utara dengan Batasan-batasan wilayah adalah sebagian berikut:

    a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kubang Palas, Kuala Terengganu

    b. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Imam Lapar

    c. Sebelah Baratnya adalah Sungai Desa Kuala Telemong

    d. Sebelah Selatan adalah Desa Pasir Tinggi.

    Jarak tempuh dari Desa Kuala Telemong ke Ibu Kota Provinsi Terengganu

    iaitu Kuala Terengganu adalah 23 Km dengan jarak waktu tempuh lebih kurang

    40 menit perjalanan berkenderaan mobil. Desa Kuala Telemong juga

    berhampiran dengan Sungai Terengganu yang bersambung dengan Laut Cina

    Selatan.

    Di desa Kuala Telemong, pelbagai fasilitas telah disediakan untuk untuk

    menjadikan Desa Kuala Telemong ini sebuah desa yang membangun seiring

  • 29

    dengan kemajuan negeri dan negara. Antara fasilitas yang ada di Desa Kuala

    Telemong adalah :

    a. Klinik Desa Kuala Telemong

    b. Kolej Giatmara Kuala Telemong

    c. Balairaya Desa Kuala Telemong

    d. Pusat Komuniti Desa Kuala Telemong

    e. Kantor Pos Desa Kuala Telemong

    f. Sekolah Kebangsaan Kuala Telemong

    g. Sekolah Menengah Kebangsaan Kuala Telemong

    h. Kantor Veterina Kuala Telemong

    i. Lebuhraya Kuala Telemong

    j. Dewan Sivik Desa Kuala Telemong

    k. Masjid Desa Kuala Telemong

    B. Sejarah dan Perkembangan Terengganu

    1. Sejarah dan Lokasi Provinsi Terengganu

    Negeri Terengganu adalah sebuah negeri yang di Semenanjung Malaysia

    yang berada di Pantai Timur Semenanjung Malaysia. Terengganu terletak di

    antara garisan bujur 102.25 dengan 103.50 dan garisan lintang 4 hinggan 5.50,

    di bahagian Selatan dan Barat Daya pula bersempadan dengan Negeri Pahang.

    Dinyatakan bahwa keluasan Terengganu adalah 1,295,638.3 hektar / 1,295,512.1

  • 30

    hektar. Sedang jaluran pantai pula sejauh 225 kilometer dari Utara (Besut) ke

    Selatan (Kemaman).

    Terengganu mempunyai sejarah yang menarik karena Terengganu adalah

    negeri terawal yang menerima kemasukan Islam di Tanah Melayu yang dapat

    dibuktikan dengan penemuan batu bersurat di Kuala Berang bertarikh 1303M

    (702H) membuktikan bahwa Terengganu telah mengamalkan undang-undang

    islam di bawah pemerintahan Raja Raja Mandalika. Namun setelah

    pemerintahan Raja Mandalika, pemerintahan Terengganu mengalami

    kemunduran karena tidak dikahui siapakah pengganti kepada Raja Mandalika

    sebagai Raja Terengganu, sehinggalah pada tahun 1708M Tun Zainal Abidin

    anak kepada Tun Habib Abdul Majid Johor ditabalkan menjadi Sultan

    Terengganu.27 Sultan Zainal Abidin I adalah Sultan Terengganu yang pertama

    dan merupakan pengasas kepada kesultanan di Terengganu. Baginda dilantik

    oleh Daeng Menampuk atau Raja Tua di atas perintah Sultan Sulaiman Badrul

    Alam Shah yaitu Sultan Johor. Bahkan sehingga kini Terengganu masih lagi

    mengamalkan sistem kesultanan sebagai sistem pemerintahan negeri sambil di

    bantu oleh menteri-menteri lantikan daripada sultan dan para menteri diketuai

    oleh Menteri Besar.

    27 Perpustakaan Negara Malaysia, Pembangunan Terengganu Dahulu dan Sekarang,(Terengganu: PYIT, 1999), hlmn. 3.

  • 31

    Jata Negeri Terengganu membawa makna-makna yang tersendiri. Bulan

    dan bintang itu adalah membawa makna bahwa Provinsi Terengganu adalah

    Negeri Islam. Mahkota pula membawa makna bahwa Terengganu adalah negeri

    yang dibawah pemerintahan Diraja yaitu Sultan sebagai Ketua Negeri. Pedang,

    Keris Panjang dan Cokmar pula merupakan Alat Kebesaran Negeri. Al-Quran di

    sebelah kanan melambangkan bahwa Agama Islam adalah agama rasmi negeri.

    Di sebelah kiri pula adalah kitab undang-undang bagi memberi makna keadilan

    merupakan teras pemerintahan negeri. Dan Wali menandakan Alatan Istiadat

    Kebesaran.28

    2. Sejarah Islam di Terengganu

    Perkembangan Islam di Terengganu dapat diketahui dengan penemuan

    sebuah batu yang mengandungi beberapa undang-undang Islam yang menjadi

    pengamalan di negeri Terengganu, batu tersebut digelar Batu Bersurat

    Terengganu. Batu Bersurat yang telah berusia lebih dari 700 ratus tahun ini

    mempunyai ukiran yang paling tua dan tulisan jawi pertama ditemui di Malaysia.

    Ini membuktikan bahwa Islam telah sampai ke Terengganu sebelum 1326 atau

    1386 Masihi.

    Terengganu berusaha dengan sedaya upaya mempertahankan dan

    mengembangkan ajaran islam dan nilai-nilai murni yang ada dalam Islam kepada

    28 https://ms.wikipedia.org/wiki/Identiti_Terengganu, diakses tanggal 19 Januari 2020

  • 32

    masyarakat Terengganu. Antara ulama Terengganu yang terkenal dengan usaha

    dakwahnya bagi menjaga agama Islam di Terengganu adalah Syeikh Abdul

    Malik bin Abdullah (Tok Pulau Manis), Haji Wan Abdullah bin Wan Muhammad

    Amin (Tok Syeikh Duyung), Syed Muhammad bin Zainal Abidin al-Idrus (Tok

    ku Tuan Besar), Syed Abdul Rahman bin Syed Muhammad al-Idrus (Tok Ku

    Paloh).

    Suatu perkara yang pasti adalah Pendidikan Islam secara sistematik telah

    diasaskan oleh Tok Pulau Manis semenjak abad ke 17 dan telah dikembangkan

    oleh ulama-ulama yang terkemudian sehingga Terengganu terkenal sebagai

    provinsi bergelar Darul Iman.

    3. Sejarah Kesultanan Terengganu

    b. Sultan Zainal Abidin I (1708-1733)

    c. Sultan Mansur (1733-1794)

    d. Sultan Zainal Abidin II (1794-1808)

    e. Sultan Ahmad (1808-1830)

    f. Sultan Abdul Rahman (1830-1830)

    g. Sultan Daud (1830-1831)

    h. Sultan Mansur II (1831-1837)

    i. Sultan Omar (1839-1875)

    j. Sultan Ahmad II (1875-1881)

    k. Sultan Zainal Abidin III (1881-1918)

  • 33

    l. Sultan Muhammad II ( 1918-1942)

    m. Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah (1920-1942)

    n. Sultan Ismail Nasiruddin Shah (1942-1979)

    o. Sultan Mahmud al-Muktafi Billah Shah (1981-1998)

    p. Sultan Mizan Zainal Abidin (1998- Kini)

  • 34

    C. Gambaran Penduduk dan Hasil Pencarian Masyarakat Desa Kuala

    Telemong

    Menurut Pengerusi Majlis Pengurusan Komuniti Kampung (MPKK) bagi

    Desa Kuala Telemong, Hj Wan Mazelan bin Wan Nawang, beliau menyatakan

    anggaran penduduk Kuala Telemong yang terkini masih lagi belum dikemaskini.

    Walau bagaimanapun beliau menyatakan anggaran Penduduk Kuala Telemong

    ini dalam lingkungan 400-500 orang. Oleh kerana kedudukan Desa Kuala

    Telemong yang tidak jauh daripada pusat bandar, maka sebahagian penduduk di

    desa ini bekerja sebagai karyawan di kantor negeri. Sebahagiannya lagi bekerja

    sebagai petani dan pekebun kerana di desa ini mempunyai tanah yang subur. Ada

    yang memiliki kebun karet dan ada yang memiliki ladang sawit. Jika dahulu desa

    ini juga terkenal dengan penanaman sawah padi, namun kini kerana arus

    pembangunan menyebabkan tidak ada lagi yang bekerja sebagai pesawah.

    Penduduk Desa Kuala telemong pula adalah 100% adalah orang melayu

    bumiputera dan 100% beragama Islam yang bermazhab kepada mazhab Syafie.

    Di desa ini tidak didiami oleh mereka yang berbangsa lain selain melayu dan

    kesemuanya mengikuti fahaman Ahli Sunnah wal Jamaah. Maka tidak timbul isu

    berbilang bangsa dan berbilang agama di desa ini. Bahkan sejak dahulu lagi

    masyarakat di Desa Kuala Telemong ini mendapat didikan daripada Ulama

    terkenal di Terengganu iaitu bermula daripada Tok Pulau Manis sehinggalah

    Tuan Guru Haji Abdul Rahman Limbong. Ini menjadi bukti bahwa penduduk

    masyarakat di desa ini mendapat didikan agama daripada para tokoh agama ini.

  • 35

    BAB IV

    PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

    A. Pengamalan wasiat kepada Ahli waris di Desa Kuala Telemong.

    Pengamalan wasiat itu adalah sesuatu yang tidak asing dalam mazhab

    Syafi’i kerana hukumnya adalah Sunnah. Maka ia adalah sesuatu yang tidak bisa

    ditolak oleh mereka yang berfahaman dengan Mazhab Syafi’i. Namun, apa yang

    terjadi di Desa Kuala Telemong adalah berbeda, karena kebanyakan masyarakat

    desa Kuala Telemong tidak mengamalkan pewarisan harta pusaka mereka

    dengan cara wasiat sama ada wasiat kepada bukan ahli waris ataupun bukan ahli

    waris. Bagi mereka pengamalan wasiat kepada ahli waris ini adalah sesuatu yang

    asing dan baru dalam masyarakat desa Kuala Telemong.

    Penulis ada mewawancara tokoh masyarakat Desa Kuala Telemong. Beliau

    adalah Hj Wan Mazelan bin Wan Nawang29. Beliau juga merupakan Pengerusi

    Majlis Pengurusan Komuniti Kampung (MPKK) bagi Desa Kuala Telemong.

    Daripada wawancara berlangsung selama 1 jam 40 menit bersama beliau, beliau

    menyatakan bahwa beliau jika pertama kali mendengar bahwa dalam Mazhab

    Syafi’i menyatakan boleh berwasiat kepada ahli waris dengan beberapa syarat.

    Ini kerana sudah menjadi adat dan pegangan masyarakat desa ini termasuk beliau

    29 Wan Mazelan bin Wan Nawang, Pengerusi MPKK Desa Kuala Telemong, wawancara, Kuala Telemong, pada tanggal 25 Oktober 2019.

  • 36

    beranggapan bahwa tidak boleh dan haram untuk berwasiat kepada ahli waris

    karena bagi beliau wasiat ini hanya berlaku bagi bukan ahli waris.

    Beliau juga menyatakan bahwa masyarakat Desa Kuala Telemong

    sekarang ini masih kurang dengan ilmu pengetahuan berkaitan agama terutama

    terkait dengan fiqih. Ini kerana kebanyakan masyarakat desa ini hanya

    menfokuskan diri mereka untuk bekerja mencari nafkah dan duit tanggungan

    bagi menanggung perbelanjaan keluarga. Ini memberikan kesan karena kurang

    memperuntukkan waktu kepada ilmu agama kepada diri, ahli keluarga sehingga

    memberi kesan kepada masyarakat dalam memahami hukum-hukum agama.

    Disamping itu, pengajian tentang ilmu faraid atau ilmu mawaris tidak

    begitu populer di Desa Kuala Telemong ini. Karena pengajian agama di masjid

    dan di sekolah hanya menfokuskan kepada fiqh ibadah sehinggan masyarakat

    tidak terlalu mengambil berat soal fiqh mawaris ini. Akhirnya masyarakat desa

    memandang bahwa fiqh mawaris ini bukanlah sesuatu yang penting untuk di

    ketahui dan di dalami.

    Penulis cuba mendapatkan jawaban daripada masyarakat Desa Kuala

    Telemong tentang pengetahuan mereka tentang wasiat kepada ahli waris ini agar

    penulis boleh mendapatkan jawaban yang jelas tentang kajian yang telah

    dilakukan. Di bawah berikut penulis melampirkan jawaban responden mengenai

    pemahaman masyarakat Desa Kuala Telemong tentang hukum wasiat kepada

    ahli waris.

  • 37

    Tabel 1

    No Jantina Frequensi Prestasi

    1 Lelaki 39 42 %

    2 Perempuan 54 58 %

    Jumlah 93 100 %

    Penulis telah mendapatkan responden seramai 93 orang untuk menjawab

    soal kaji selitik yang telah penulis sediakan. Yang mana dari 93 orang itu

    sebanyak 42 % yang mewakili seramai 39 orang adalah dari golongan lelaki,

    manakala selebihnya iaitu sebanyak 58 % yang mewakili seramai 54 orang

    adalah dari golongan perempuan.

    Tabel 2

    Pengetahuan anda tentang hukum wasiat

    No Altermatif Jawaban Frequensi Prestasi

    1 Mengetahui 19 21 %

    2 Kurang Mengetahui 57 61 %

    3 Tidak mengetahui 17 18 %

    Jumlah 93 100 %

  • 38

    Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat kita ketahui bahwa hanya 21 % mewakili

    19 orang dari responden yang mengetahui tentang hukum wasiat dalam Islam dan

    selebihnya adalah 61 % iaitu sebanyak 57 orang mewakili golongan yang kurang

    mengetahui dan 18 % yang mewakili 17 orang yang tidak mengetahui tentang

    hukum wasiat dalam Islam.

    Kebanyakan dari mereka mendedahkan bahwa mereka kurang di dedahkan

    oleh para agamawan tentang hukum wasiat ini. Karena itu mereka menyatakan

    bahwa mereka tidak begitu arif tentang hukum wasiat ini.

    Tabel 3

    Apakah anda faham tentang hukum wasiat dalam Mazhab Syafi’i?

    No Alternatif Jawaban Frekuensi Prestasi

    1 Mengetahui 18 19 %

    2 Kurang Mengetahui 42 45 %

    3 Tidak Mengetahui 33 36 %

    Jumlah 93 100

    Berdasarkan jadwal 2 dapat diperhatikan tentang bagaimana masyarakat di

    Desa Kuala Telemong memahami hukum wasiat dalam Mazhab Syafi’i. Yaitu

    hanya 19 % daripada masyarakat Desa Kuala Telemong yang mengetahui tentang

    hukum wasiat dalam Mazhab Syafi’i. Sebanyak 45 % daripada warga Desa Kuala

    Telemong beranggapan bahwa diri mereka kurang mengetahui tentang hukum

  • 39

    wasiat ini dan sebanyak 36 % tidak mengetahui tentang hukum wasiat dalam

    Mazhab Syafi’i.

    Tabel 4

    Apakah hukum wasiat dalam mazhab Syafi’i menurut pandangan anda?

    No Alternatif Jawaban Frekuensi Prestasi

    1 Wajib 32 34 %

    2 Sunat 10 11 %

    3 Makruh 0 0 %

    4 Mubah 28 30 %

    5 Haram 0 0 %

    6 Tidak Pasti 23 25 %

    Jumlah 93 100 %

    Daripada jadual di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 34 % yaitu seramai

    32 orang beranggapan bahwa hukum wasiat adalah wajib. Manakala sebanyak

    11 % mewakili 10 orang beranggapan bahwa hukum wasiat adalah sunat, yang

    beranggapan bahwa hukum wasiat ini adalah mubah adalah seramai 28 orang

    mewakili 30 % daripada responden. Dan 25 % dari responden, yaitu sebanyak 23

    orang menyatakan bahwa mereka tidak pasti dengan hukum wasiat dalam

    mazhab Syafi’i.

  • 40

    Pendapat ini di ambil mengikut nalar mereka dalam memahami hukum

    wasiat di dalam mazhab Syafi’i. Dan peratus tertinggi menyatakan mereka

    beranggapan bahwa hukum wasiat itu adalah wajib.

    Tabel 5

    Apakah hukum wasiat kepada ahli waris menurut Mazhab Syafi’i?

    No Alternatif Jawaban Frekuensi Prestasi

    1 Wajib 38 41 %

    2 Sunat 8 9 %

    3 Makruh 0 0 %

    4 Mubah 35 38 %

    5 Haram 0 0 %

    6 Tidak Pasti 12 13 %

    Jumlah 93 100 %

    Berdasarkan Jadwal 4 di atas 41 % daripada 100 % responden yang

    mewakili 38 orang yang menyatakan bahwa hukum wasiat kepada ahli waris

    adalah wajib dan selebihnya 38 % mewakili seramai 35 orang yang berpendapat

    bahwa ia hanyalah mubah. Sebanyak 9 % beranggapan bahwa hukum wasiat

    adalah sunat dan seramai 13 % yaitu mewakili seramai 12 orang responden

    menyatakan bahwa mereka tidak pasti dengan hukum wasiat kepada ahli waris

    tersebut.

  • 41

    Tabel 6

    Adakah anda akan berwasiat kepada ahli waris anda suatu hari nanti?

    No Alternatif Jawaban Frekuensi Prestasi

    1 Ya 15 16 %

    2 Tidak 19 20 %

    3 Tidak Pasti 59 64 %

    Jumlah 93 100 %

    Berdasarkan jadwal di atas menunjukkan prestasi masyarakat Desa Kuala

    Telemong untuk berwasiat kepada ahli waris. Hanya 16 % mewakili 15 orang

    responden yang menyatakan bahwa mereka bersedia untuk berwasiat kepada ahli

    waris. Selebihnya yaitu sebanyak 20 % yang mewakili seramai 19 orang

    responden menyatakan bahwa mereka tidak mahu berwasiat kepada ahli waris

    dan sebanyak 64 % yang mewakili seramai 59 responden menyatakan bahwa

    mereka masih tidak pastu untuk berwasiat atau tidak.

    Berdasarkaan responden yang telah dinyatakan ini, maka penyebab utama

    kenapa penduk Desa Kuala Telemong tidak mengamalkan wasiat kepada ahli

    waris ini adalah karena kurangnya pengetahuan mereka tentang fiqh mawaris.

    Maka ia memberi pengaruh kepaga pengamalan penduduk di desa ini sehingga

    mereka beranggapan bahwa wasiat kepada ahli waris ini adalah sesuatu yang

  • 42

    tidak penting untuk mereka amalkan walaupun di sisi mazhab Syafi’i

    memembolehkan wasiat kepada ahli waris.

    B. Pandangan Ulama Mazhab khususnya Mazhab Syafi’i Tentang Hukum

    Wasiat Kepada Ahli Waris.

    Hukum berwasiat telah disepakati oleh kesemua mazhab bahwa ianya

    adalah sah di sisi Islam. Wasiat disyariatkan bagi membolehkan seseorang itu

    memberikan sebagian dari pada hartanya kepada seseorang yang tidak berhak

    mewarisi hartanya apabila beliau meninggal dunia.

    Walau bagaimana pun, terdapat berbedaan di antara mazhab-mazhab

    dalam menanggapi perlaksanaan wasiat kepada ahli waris, antaranya:

    1. Dalam Mazhab Syafi’i yang mana mazhab yang menjadi pegangan mazhab umat

    Islam di kawasan Nusantara ini yang mana telah di warisi secara turun temurun

    sejak islam di Nusantara. Bahkan pengaruh Mazhab Syafi’i dalam undang-

    undang Islam di Malaysia khususnya di Negeri Terengganu mempunyai

    hubungan yang rapat dengan sejarah kedatangan dan penyebaran Islam ke

    Kepulauan Melayu. Bahkan mazhab Syafi’i adalah mazhab utama di rantau

    Melayu dan menjadi pilihan di wilayah Asia Tenggara. Ini kerana dapat di lihat

    Mazhab Syafi’i adalah sebuah mazhab yang bersifat bersederhana berbanding

    dengan mazhab-mazhab yang lain.30

    30 Jasni Sulong, “Kedudukan Mazhab Syafi’I Dalam Amalan Pembagian Pusaka Dan Wasiat Islam Di Malaysia”, Jurnal Syariah Jil. 16, No.1 (2008), hlmn. 164

  • 43

    Di dalam kitab induk Mazhab Syafi’i yaitu kitab (al-Umm), mengatakan bahwa

    boleh berwasiat kepada ahli waris jika disetujui oleh ahli waris lainnya.

    Sebagaimana ungkapan beliau: “apabila seseorang bermaksud berwasiat kepada

    ahli waris lalu ia berkata kepada ahli waris: “Saya bermaksud wasiat dengan

    sepertiga harta saya kepada sifulan ahli waris saya. Jika kalian membolehkan

    maka saya akan lakukan dan jika kalian tidak membolehkannya, maka saya akan

    berwasiat kepada orang yang boleh menerima wasiat”, kemudia para ahli waris

    memberikan persaksian kepada orang yang berwasiat bahwa mereka

    membolehkan segala sesuatunya dan mereka mengetahuinya, lalu yang

    berwasiat itu meninggal dunia, maka kebaikanlah yang ada pada mereka (para

    ahli waris) atas pembolehan wasiat itu. Karena pada yang demikian itu ada

    kebenaran, menepati janji, jauh dari tipu-menipu, dan termasuk suatu bentuk

    ketaatan. Jika mereka tidak melakukan itu, maka mereka tidak dapat dipaksa

    oleh hakim agar membolehkannya. Ia juga tidak mengeluarkan sedikitpun dari

    sepertiga harta orang yang meninggal dunia, jika tidak dikeluarkan sendiri oleh

    orang yang meninggal dunia.31Pandangan Imam Syafi’i membolehkan wasiat

    kepada ahli waris jika mendapat izin dari ahli waris yang lain adalah karena pada

    dasarnya wasiat kepada ahli waris itu dianggap sesuatu yang tidak ada, sehingga

    jika diizinkan atas wasiat itu berarti para ahli waris telah merelakan harta

    bagiannya kepada orang yang diberi wasiat tersebut.

    31 Muhammad bin Idris al-Syafi’i, al-Umm jilid 5, (Kuala Lumpur: Voctory Agencie, 2000), hlmn. 465

  • 44

    Begitu juga pandangan Syafi’iyyah dalam hal mengenai wasiat ahli waris ini.

    Dalam kitab Fiqh Sunnah Imam Syafi’i pula menyatakan bahwa wasiat pada

    kepada ahli waris itu tidak diperbolehkan kecuali jika ahli waris yang lain

    menyetujuinya dengan syarat bahwa wasiat itu tidak boleh lebih daripada

    sepertiga dari harta. Berdasarkan dari hadis Rasulullah SAW “Wasiat tidak

    diperbolehkan untuk ahli waris kecuali ahli waris yang lain menghendakinya.”

    32

    Dan apabila seseorang meminta izin untuk berwasiat kepada ahli waris, sewaktu

    ia masih sihat atau sakit, lalu mereka ahli waris lainnya mengizinkan atau tidak

    mengizinkan kepadanya, maka yang demikian itu adalah sama saja. Alasannya

    adalah karena menurut mereka wasiat itu boleh kepada siapa saja termasuklah

    kepada ahli waris asalkan ahli waris yang lain mengizinkannya, ketika seorang

    memberi wasiat pada salah satu ahli waris maka ahli waris yang lainnya juga

    berhak dengan bagian tersebut itu.

    2. Mazhab yang empat juga sepakat, mengatakan bahwa pihak yang menerima

    wasiat harus bukan yang terdiri dari ahli waris yang mendapat pembagian harta

    pusaka bilamana dalam kasus tersebut terdapat ahli waris yang lain. Sehingga

    wasiat kepada ahli waris tidak sah. Para imam juga menggunakan dalil daripada

    hadis ( ارثصي ة لووال ) sebagai alasan kepada perkara ini karena hadis ini jelas

    menyatakan bahwa wasiat kepada ahli waris tidak sah kecuali atas izin ahli waris

    32 Rizki Fauzan, Fikih Sunnah Imam Syafi’I karya Syeikh Dr. Mustafa Dieb al-Bigha,(Sukmajaya: Fathan

    Media Prima, ), hlmn. 191

  • 45

    yang lain.33 Menurut pandangan mereka, ayat wasiat kepada ahli waris dalam

    surah al-Baqarah ayat 180 yang mana Allah Taala telah berfirman:

    ي ر م ٱل ه ِ هره ه ه حه ه هره ضه م ِ ه حه ِ ه ه هي

    ر ِ ٱل هِ َيه لِ ه لِ ه ِ ره ِي ه بِٱل ه هَ ه ِي ه هٱل أ َ ه هي ٱل ٦٨٠حه

    Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan

    (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak,

    berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini

    adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”34

    Ayat ini telah pun dinasakhkan oleh ayat pembagian harta warisan, yakni

    Surat an-Nisa ayat 11-14, yaitu:35

    نثهيهي ِ ِۚ فهإِ َظِ ٱل أ رِ ِمث ل حه

    ۖۡ لِ َذه ه م له ِ ك هم ٱّلَله فِيَٰٓ ِ ي

    ٗة ۖۡ ِإَو ه نهت وه ِح ه َ ه ث ثه مه هره ه قه ٱث نه هي ِ فه هه َٰٓٗء فه َ ه نِسه س ِمَ ه هره ه ِ َلِ وه ِحٖ َمِن ه ه ٱلَس

    ي هِ لِك به ههلِأ ُۚ ه ف هه ٱلَنِص

    فه ه به ه ه فه ِأ

    هٰٓۥَ أ رِثهه لهٞ ه ه ۥ ه لهٞ ُۚ فهإِ َلهم ه َلهه ۥ ه ُۚ ه ه لهه َمِهِ ٱلَث ث

    َٰٓ ِ هِ َيه ٖ ِ ي بِهه ُۚ ِمۢ به س َمِهِ ٱلَس ٰٓۥَ ِ هةٞ فه ِأ فهإِ ه ه لهه

    ُۚ ٗ م نهف ره له هم ه َي هر ه أ م له ه ب نه َٰٓؤ

    هأ م ه ٍۗ ءه به َٰٓؤ ده

    ه

    ِكي ه ه ه ه ِي حه ِِۗ َِ ه ٱّلَله ٗ َمِ ه ٱّلَله ف ٦٦ٗ فهرِيضه م نِص له ۞ ه

    لهٞ َ ه ه هه لهٞ ُۚ فهإِ ه ه ل َ ه ه ه َه م ِ َلهم ه ل وه ج ز

    همه هره ه

    33 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlmn. 351 34 Ibid, hlmn. 27. 35 Anonim, Al-Quran dan terjemahan Departemen Agama RI,( Bandung: CV Diponegoro,2010), hlmn.116-118

  • 46

    ده ٖ ِۚ ه َٰٓ ِ هِ َيه ٖ ِ ي ه بِهه ُۚ ِمۢ به ك ه م ٱلَر ع ِمَ ه هره فه ه

    ك م ِ َلهم ه َله َ ه ٱلَر ع ِمَ ه هره هه ل م ه لهٞ ُۚ فهإِ ه ه له م ه ده ٖ ٍۗ

    ه َٰٓ ِ هِ َيه ٖ ه بِهه ك مِۚ َمِۢ به َ ه ٱلَث ِمَ ه هره لهٞ فه هه ه

    َلِ ٞت فه ِك

    هٌخ هٰٓۥَ لهه ةٞ ه

    هره ِ ٱم

    هله ه ٞل رهث ه ِإَو ه ه رهج ُۚ فهإِ ه ن س ء وه ِحٖ َمِن ه ه ٱلَس

    َٰٓ َكه ره م ش ه ثهره ِم ذه لِكه فه ه ْ َٰٓ

    ُۚ هِ َيهٗ َرَٰٖٓ ضه ي ره م ده غه

    ه َٰٓ ي بِهه ِ هِ َيه ٖ ه فِي ٱلَث ِثِۚ ِمۢ به

    ِِۗ هٱّلَله ه ِيٌم حه ِيٞم ه ٦١َمِ ه ٱّلَله ُِۚ همه ِطِع ٱّلَله ِ كه ح د ٱّلَلهَنه ِ ه جه ۥ رهس لهه ن هه ر خه ِِ ه ه

    هرِي ِم هح ِهه ٱل أ ٖت هج

    ِظيم ز ٱل ه ذه لِكه ٱل فه ُۚ ه َ ه ٦١فِيهه يه ه ه ۥ ه رهس لهه ه ه ِص ٱّلَله همه يه ِهيٞ ذه ٞ َم ۥ ه لهه ِ ه نه ر خه ِٗ فِيهه ه هۥ ٦١ح ده

    Artinya: “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)

    anak- anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan

    bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya

    perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta

    yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia

    memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi

    masing- masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika

    yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal

    tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka

    ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai

    beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-

    pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat

    atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan

    anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang

    lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari

    Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

    (QS. An- Nisa/04: 11)

  • 47

    Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan

    oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-

    isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari

    harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka

    buat atau (dan) sesudahh dibayar hutangnya. para isteri memperoleh

    seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai

    anak. jika kamu mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh

    seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi

    wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu.

    jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak

    meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai

    seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara

    perempuan (seibu saja), Maka bagi masing- masing dari kedua jenis

    saudara itu seperenam harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu itu

    lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,

    sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar

    hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris).

    (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-

    benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.

    (QS. An-Nisa/04: 12)

    (Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah.

    barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah

    memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-

    sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan

    yang besar. (QS. An-Nisa/04: 13)

    Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan

    melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya

    ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa

    yang menghinakan. (QS. An-Nisa/04: 14)

    Mereka berpendapat bahwa dengan turunnya ayat mawaris yaitu ayat 11-

    14 dari surah An-Nisa ini maka berakhirlah masa diwajibkan untuk berwasiat

    kepada ahli waris tersebut.

    3. Al-Muzanni dan Abu Daud al-Zahiri berpendapat bahwa tidak sah berwasiat

    kepada ahli waris walaupun diizinkan oleh ahli waris yang lain, karena Allah

    SWT telah melarang hal itu, maka ahli waris tidak berhak membolehkan

  • 48

    sesuatu yang dilarang Allah SWT melalui lisan Rasul-Nya sebab harta warisan

    ketika itu sudah hak menjadi ahli waris. Jadi wasiat daripada pewasiat kepada

    ahli waris itu menjadi batal dan tidak sah walaupun mendapat persetujuan

    daripada ahli waris yang lain. Dan sekalipun para ahli waris lain mengizinkan

    dan menyetujui, maka hal itu menjadi hibah baru dari mereka, bukan wasiat

    dari pewasiat.36 Ini karena pada saat tersebut harta sudah menjadi milik para

    ahli waris menjadikan hukum pewasiat itu telah menjadi hak ahli waris.

    Penetapan ini berdasarkan hadis Nabi SAW:

    ارث صي ة لووال و حق حق ه ذى عطى كل اهللا قد ان ا

    Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan hak terhadap orang-orang yang mempunyai hak, untuk itu tidak ada wasiat

    bagi ahli waris”. (HR. Al-Nasa’iy) 37

    4. Terdapat pendapat lain dalam Malikiyah dan Zahiriyah yang menyatakan bahwa

    larangan berwasiat kepada ahli waris tidak menjadi gugur dengan adanya izin

    dari ahli waris yang lain. Menurut mereka larangan seperti itu termasuk hak

    Allah SWT yang tidak bisa gugur dengan kerelaan manusia yang dalam hal ini

    adalah ahli waris. Ahli waris tidak berhak untuk membenarkan sesuatu yang

    dilarang Allah SWT. Seandainya ahli waris menyetujuinya juga, begitu aliran

    ini menjelaskan, maka statusnya bukan lagi wasiat, tetapi menjadi hibah

    36 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu jilid 10, (Kuala Lumpur: Darul Fikri, 2011), hlmn. 184 37 Jalaluddin al-Syuyuti, Syarh Sunan Nasa’i, (Beyrut: Dar al-Fikr, Tt), hlmn. 262

  • 49

    (pemberian) dari pihak ahli waris itu sendiri, yang harus memenuhi syarat-syarat

    tertentu sebagaimana lazimnya praktek hibah.38

    5. Berbeda pula pendapat yang dipegang oleh Syiah Imamiyah, pada mereka ayat

    180 dalam surah Al-Baqarah itu tidak ternasakh, meskipun dengan turunnya ayat

    11-14 dalam surah An-Nisa, karena bagi mereka ayat dari surah An-Nisa tu

    hanya menasakhkan kewajibannya bukan menasakhkan kebolehan berwasiat

    kepada ahli waris. Karena itulah mereka berpegang bahwa hukum wasiat kepada

    ahli waris adalah dibolehkan walaupun tanpa mendapat izin atau persetujuan

    daripada ahli waris yang lain dengan syarat harta tersebut tidak melebihi

    sepertiga dari harta waris.

    6. Pendapat dari ulama kontemporer antaranya diambil dari fatwa daripada

    kerajaan Mesir yaitu Dar Al-Ifta Al-Mishriyyah39. Menurut Undang-undang

    Pasal 71 Tahun 1946 khusus dalam bab wasiat, dalam fatwa itu menyatakan

    bahwa wasiat kepada ahli waris itu hukumnya diperbolehkan baik kepada ahli

    waris maupun kepada bukan ahli waris selagi mana tidak melebihi sepertiga

    harta peninggalan. Dan wasiat itu dikira sah walaupun tanpa izin daripada ahli

    waris yang lain. Tapi jika yang diwasiatkan itu lebih dari sepertiga dari harta

    waris, maka harus dipertanyakan dahulu kepada ahli waris yang lain dan jika

    semua ahli waris mengizinkan, maka wasiat itu diperbolehkan. Dan fatwa inilah

    38 Ilham Ismail, “Wasiat Kepada Ahli Waris Studi Komparatif Pasal 195 Kompilasi Hukum Islam Dengan Hukum Islam”, Skripsi UIN Sultan Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, hlmn. 57 39 Ali Jumu’ah, Fatawa Al-Bait al- Muslim,(Cairo: Dar al-Shateby, 2009), hlmn. 327

  • 50

    yang diguna pakai oleh kerajaan Mesir yang agak membedai pendapat daripada

    jumhur ulama bagi menyelesaikan masalah wasiat sehingga kini walaupun

    sebagian ulama di sana menyatakan bahwa mereka tidak setuju dengan fatwa ini.

    Hal ini terjadi adalah karena untuk mengelakkan supaya terjadinya lambakan

    harta peninggalan yang tidak dapat diselesaikan karena berlakunya

    pertelingkahan harta dikalangan ahli keluarga. Selain itu dengan putusan ini

    mampu mendamaikan kesemua pihak agar kesemua mereka berpuas hati dengan

    bahagian peninggalan harta yang dibagikan kepada mereka.40

    40 Ahmad Fahmi Che Nordin, guru agama, wawancara, Bukit Payung, pada 25 November 2019

  • 51

    BAB V

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis bahas di dalam bab iv,

    maka dapat penulis tarik kesimpulan hasil penelitian ini seperti berikut:

    1. Setelah penulis menjalankan kajian dalam masyarakat Desa Kuala

    Telemong, maka penulis mendapati bahwa masyarakat Desa Kuala

    Telemong tidak mengamalkan wasiat kepada ahli waris sebagai jalan solusi

    kepada masalah harta pusaka. Kebanyakan dari mereka masih lagi keliru

    dengan dengan hukum wasiat dan hukum wasiat kepada ahli waris dalam

    mazhab Syafi’i walaupun kesemua masyarakat desa bermazhab dengan

    mazhab Syafi’i. Ini menjadi faktor kepada mengapa penduduk Desa Kuala

    Telemong tidak berminat dan kurang mengambil tahu tentang hukum wasiat

    kepada ahli waris. Akhirnya mereka merasakan bahwa wasiat kepada ahli

    waris ini tidak penting bagi mereka untuk diambil peduli dan dipelajari dan

    didalami. Sebanyak 45 % daripada masyarakat Desa Kuala Telemong

    menyatakan bahwa mereka kurang mengetahui tentang hukum wasiat dan

    sebanyak 36 % menyatakan bahwa mereka langsung tidak mengetahui

    tentang hukum wasiat dalam mazhab Syafi’i. Bahkan mereka terkeliru

    dengan hukum berwasiat dan hukum wasiat kepada ahli waris dalam mazhab

    Syafi’i. Ini menjadi faktor utama yang menjadikan mereka cenderung untuk

    mereka menyatakan bahwa mereka tidak pasti untuk berwasiat kepada ahli

  • 52

    waris yaitu sebanyak 64 % daripada responden dan sebanyak 20 % daripada

    responden menyatakan bahwa mereka tidak akan berwasiat kepada ahli

    waris dan hanya 16 % daripada responden memilih untuk berwasiat.

    2. Setelah penulis melakukan penelitian berkenaan dengan wasiat kepada ahli

    waris Jumhur ulama khususnya ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa

    berwasiat terhadap ahli waris mutlak tidak dapat dilaksanakan kecuali atas

    persetujuan ahli waris lainnya, jika mereka mengizinkan selama tidak lebih

    dari sepertiga harta peninggalan maka wasiat dapat dilaksanakan dan jika

    tidak mengizinkan maka hukum wasiat adalah batal. Walaupun terdapat

    fatwa kontemporer yang digunakan oleh Dar al-Ifta Al-Misriyyah yang

    menyatakan bahwa boleh berwasiat kepada ahli waris walaupun tidak

    mendapat izin dari ahli waris yang lain selagimana tidak melebihi sepertiga

    harta peninggalan, maka pendapat ini masih lagi boleh dibahaskan di

    peringkat majlis fatwa negeri atau majlis fatwa kebangsaan Menurut

    keperluan dan keadaan masyarakat. Tetapi secara umumnya adalah ulama

    sepakat bahwa wasiat yang diberikan kepada selain ahli waris dan wasiat

    tersebut tidak lebih dari sepertiga harta peninggalan, maka dibolehkan tanpa

    harus menunggu persetujuan dari ahli waris.

    Dapat disimpulkan dan dinyatakan bahwa mengapa masyarakat De