varicella zooster virus

28
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit cacar air (Varicela) merupakan penyakit yang sudah tidak asing lagi dan merupakan penyakit yang mendunia. Varicela merupakan penyakit menular yang dapat menyerang siapa saja, terutama mereka yang belum mendapatkan imunisasi. Di Indonesia, tidak banyak data yang mencatat kasus varicela atau cacar air secara nasional. Data yang tercatat merupakan data epidemi cacar air pada daerah tertentu saja. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas menyebutkan, selama periode Januari hingga November 2007, sedikitnya 691 warga terkena penyakit cacar air terdiri dari kecamatan Kembaran dengan 155 pasien, kemudian kecamatan Kalibagor 79 penderita, dan kecamatan Karanglewas 75 orang. Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Dinkes mengatakan terdapat lebih dari lima ratus penderita, akan tetapi jumlah tersebut menurun dibandingkan tahun 2006. Data Dinkes tahun 2006 mencatat, jumlah penderita penyakit cacar air sebanyak 1.771 orang. Berdasarkan data-data tersebut, diperlukan adanya usaha pencegahan dengan vaksinasi yang telah terbukti sangat efektif untuk mengontrol penyebaran penyakit varicela. Vaksin ini mempunyai kemampuan 70-90% untuk mencegah varicela dengan efektifitas 95% dalam mencegah varicella berat. B. TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah pengetahuan kita mengenai definisi, etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, pemeriksaan penun- jang, tatalaksana dan prognosis dari Varicella Zoster.

Upload: dimas-windu-jati

Post on 13-Sep-2015

247 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

virus varicela zoster

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Penyakit cacar air (Varicela) merupakan penyakit yang sudah tidak asing

    lagi dan merupakan penyakit yang mendunia. Varicela merupakan penyakit

    menular yang dapat menyerang siapa saja, terutama mereka yang belum

    mendapatkan imunisasi. Di Indonesia, tidak banyak data yang mencatat kasus

    varicela atau cacar air secara nasional. Data yang tercatat merupakan data

    epidemi cacar air pada daerah tertentu saja. Data Dinas Kesehatan Kabupaten

    Banyumas menyebutkan, selama periode Januari hingga November 2007,

    sedikitnya 691 warga terkena penyakit cacar air terdiri dari kecamatan

    Kembaran dengan 155 pasien, kemudian kecamatan Kalibagor 79 penderita,

    dan kecamatan Karanglewas 75 orang. Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit

    Menular dan Penyehatan Lingkungan Dinkes mengatakan terdapat lebih dari

    lima ratus penderita, akan tetapi jumlah tersebut menurun dibandingkan tahun

    2006. Data Dinkes tahun 2006 mencatat, jumlah penderita penyakit cacar air

    sebanyak 1.771 orang. Berdasarkan data-data tersebut, diperlukan adanya

    usaha pencegahan dengan vaksinasi yang telah terbukti sangat efektif untuk

    mengontrol penyebaran penyakit varicela. Vaksin ini mempunyai kemampuan

    70-90% untuk mencegah varicela dengan efektifitas 95% dalam mencegah

    varicella berat.

    B. TUJUAN PENULISAN

    Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah pengetahuan kita

    mengenai definisi, etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, pemeriksaan penun-

    jang, tatalaksana dan prognosis dari Varicella Zoster.

  • 2

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. ANATOMI KULIT

    1. Lapisan Epidermis1

    a. Stratum Korneum (lapisan tanduk) : lapisan kulit paling luar yang terdiri

    dari sel gepeng yang mati, tidak berinti, protoplasmanya berubah menjadi

    keratin (zat tanduk).

    b. Stratum Lusidum : terletak di bawah lapisan korneum, lapisan sel gepeng

    tanpa inti, protoplasmanya berubah menjadi protein yang disebut eleidin.

    Lapisan ini lebih jelas tampak pada telapak tangan dan kaki.

    c. Stratum Granulosum (lapisan keratohialin) : merupakan 2 atau 3 lapis sel

    gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya.

    Butir kasar terdiri dari keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai

    lapisan ini.

    d. Stratum Spinosum (stratum Malphigi) atau prickle cell layer (lapisan

    akanta ) : terdiri dari sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih

    karena banyak mengandung glikogen, selnya akan semakin gepeng bila

    semakin dekat ke permukaan. Di antara stratum spinosum, terdapat

    jembatan antar sel (intercellular bridges) yang terdiri dari protoplasma

    dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan ini membentuk

    penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel

    spinosum juga terdapat pula sel Langerhans.

    e. Stratum Basalis : terdiri dari sel kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal

    pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Sel

    basal bermitosis dan berfungsi reproduktif.

    Sel kolumnar : protoplasma basofilik inti lonjong besar, di hubungkan

    oleh jembatan antar sel.

  • 3

    Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell : sel berwarna

    muda, sitoplasma basofilik dan inti gelap, mengandung pigmen

    (melanosomes)

    2. Lapisan Dermis (korium, kutis vera, true skin) : terdiri dari lapisan elastik

    dan fibrosa pada dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut.1

    Pars Papilare bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut

    saraf dan pembuluh darah.

    Pars Retikulare bagian bawah yang menonjol ke subkutan. Terdiri dari

    serabut penunjang seperti kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar (matriks)

    lapisan ini terdiri dari cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat,

    dibagian ini terdapat pula fibroblas.

    3. Lapisan Subkutis (hipodermis) merupakan lapisan paling dalam, terdiri dari

    jaringan ikat longgar berisi sel lemak yang bulat, besar, dengan inti men-

    desak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel ini berkelompok

    dan dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut

    dengan panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan.1

    B. FISIOLOGI KULIT

    1. Fungsi Proteksi1

    Kulit punya bantalan lemak, ketebalan, serabut jaringan penunjang yang

    dapat melindungi tubuh dari gangguan :

    Fisis/mekanis : tekanan, gesekan, tarikan.

    Kimiawi : iritan seperti lisol, karbil, asam, alkali kuat

    Panas : radiasi, sengatan sinar UV

    Infeksi luar : bakteri, jamur

    Beberapa macam perlindungan :

    Melanosit : lindungi kulit dari pajanan sinar matahari dengan mengada-

    kan tanning (penggelapan kulit)

    Stratum korneum impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air.

  • 4

    Keasaman kulit karena ekskresi keringat dan sebum perlindungan

    kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur

    Proses keratinisasi : sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel mati

    melepaskan diri secara teratur.

    2. Fungsi Absorpsi : permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air me-

    mungkinkan kulit ikut mengambil fungsi respirasi. Kemampuan absorbsinya

    bergantung pada ketebalan kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme, dan

    jenis vehikulum. Penyerapan dapat melalui celah antar sel, menembus sel

    epidermis, melalui muara saluran kelenjar.

    3. Fungsi Ekskresi : mengeluarkan zat yang tidak berguna bagi tubuh seperti

    NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Pada fetus, kelenjar lemak dengan

    bantuan hormon androgen dari ibunya memproduksi sebum untuk

    melindungi kulitnya dari cairan amnion, pada waktu lahir ditemui sebagai

    Vernix Caseosa.

    4. Fungsi Persepsi : kulit mengandung ujung saraf sensori di dermis dan

    subkutis.

    Badan Ruffini di dermis dan subkutis : peka rangsangan panas

    Badan Krause di dermis : peka rangsangan dingin

    Badan Meissner di papila dermis : peka rangsangan rabaan

    Badan Ranvier di epidermis : peka rangsangan rabaan

    Badan Paccini di epidemis : peka rangsangan tekanan

    5. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (termoregulasi) dengan cara mengeluarkan

    keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit

    kaya pembuluh darah sehingga mendapat nutrisi yang baik. Tonus vaskuler

    dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi, dinding pembuluh

    darah belum sempurna sehingga terjadi ekstravasasi cairan dan membuat

    kulit bayi terlihat lebih edematosa (banyak mengandung air dan Na).

    6. Fungsi Pembentukan Pigmen karena terdapat melanosit (sel pembentuk

    pigmen) yang terdiri dari butiran pigmen (melanosomes).

  • 5

    7. Fungsi Keratinisasi : keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan

    pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah

    bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel makin menjadi gepeng

    dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti makin menghilang

    dan keratinosit menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung 14-21

    hari dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis

    fisiologik.

    8. Fungsi Pembentukan Vitamin D : kulit mengubah 7 dihidroksi kolesterol

    dengan pertolongan sinar matahari. Tapi kebutuhan vit D tubuh tidak hanya

    cukup dari hal tersebut. Pemberian vit D sistemik masih tetap diperlukan.

    C. DEFINISI

    Varicella Zoster adalah infeksi akut primer oleh virus varisela zoster

    yang menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan

    kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.2,3

    Virus varicella-zoster dapat menyebabkan infeksi primer, laten, dan

    rekuren. Infeksi primer bermanifestasi sebagai varicella (chickenpox); re-

    aktivasi dari infeksi laten menyebabkan herpes zoster (shingles). Penyakit ini

    sangat menular dengan karakteristik lesi-lesi vesikel kemerahan. Reaktivasi

    laten dari virus varicella-zoster umumnya terjadi pada dekade ke enam dengan

    munculnya shingles yang berkarakteristik sebagai lesi vesikular terbatas pada

    dermatom tertentu dan disertai rasa sakit yang hebat.4

    D. ETIOLOGI

    Varicella Zoster Virus (VZV) merupakan family human (alpha) herpes

    virus. Virus terdiri atas genome DNA double-stranded, tertutup inti yang

    mengandung protein dan dibungkus oleh glikoprotein.4

    Virus Varicella Zoster dapat menyebabkan dua jenis infeksi, yaitu infeksi

    primer dan sekunder. Varicella (chicken pox) merupakan suatu bentuk infeksi

    primer virus Varicella Zoster yang pertama kali pada individu yang berkontak

  • 6

    langsung dengan virus tersebut sedangkan infeksi sekunder/rekuren disebut

    Herpes Zoster/shingles.5

    Virus Varicella Zoster masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan

    terjadinya infeksi primer, setelah infeksi primer sembuh, virus akan tinggal

    secara laten pada dasar akar ganglia dan nervus spinalis. Virus tersebut dapat

    menjadi aktif kembali dalam tubuh individu dan menyebabkan terjadinya

    Herpes Zoster.5

    Pada tahun 1767, Heberden dapat membedakan dengan jelas antara

    chickenpox dan smallpox. Pada tahun 1888, Von Bokay menemukan hubungan

    antara varicella dan herpes zoster. Dia menemukan bahwa varicella dicurigai

    berkembang dari anak-anak yang terpapar dengan seseorang yang menderita

    herpes zoster akut. Pada tahun 1943, Garland mengetahui terjadinya herpes

    zoster akibat reaktivasi Virus Varicella Zoster yang laten. Pada tahun 1952,

    Weller dan Stoddard melakukan penelitian secara in vitro, mereka menemukan

    varicella dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama.5

    Faktor risiko terjadinya varicella pada neonatus :

    Bulan pertama kehidupan: neonates pada bulan pertama kehidupan adalah

    masa-masa rentan terhadap kejadian varicella yang parah, terutama jika ibu

    seronegatif.

    Kehamilan preterm: kehamilan preterm terutama sebelum usia kehamilan 28

    minggu juga membuat bayi rentan terhadap infesi karena proses transfer

    antibodi imunoglobulin G (IgG) transplasenta terjadi setelah waktu ini.

    Faktor risiko varicella pada remaja dan orang dewasa adalah sebagai

    berikut :

    Terapi steroid: dosis tinggi (seperti, pemberian prednison dengan dosis 1-2

    mg/kg BB/hari) selama 2 minggu atau lebih adalah faktor risiko keparahan

    penyakit ini. Bahkan terapi jangka pendek pada dosis ini segera sebelum

    atau selama masa inkubasi varicella dapat menyebabkan varicella yang

    parah.

  • 7

    Keganasan: Semua anak dengan penyakit kanker memiliki risiko tinggi

    untuk terjadi varicella yang berat. Risiko tertinggi pada anak-anak dengan

    leukemia. Hampir 30% dari pasien yang mengalami immunocompromised

    dan yang mengalami leukemia dapat menjadi sumber infeksi varicella, dan

    sekitar 7% dari populasi tersebut dapat terjadi kematian.

    Keadaan mmunocompromised misalnya, keganasan, konsumsi obat

    antimalignancy, infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), kondisi

    imunodefisiensi bawaan atau diperoleh lainnya, diyakini membuat orang

    rentan terhadap varicella yang berat.

    Kehamilan: Wanita hamil memiliki risiko tinggi mengalami infeksi Virus

    Varicella yang parah.

    Gambar 1. Virus Yang Tinggal Secara Laten Pada Dasar Akar Ganglia

    dan Nervus Spinalis (Dikutip dari Kimberlin dan Richard, 2007)

    E. EPIDEMIOLOGI

    Manusia merupakan satu-satunya sumber infeksi. Varicella hampir

    terjadi pada semua anak di seluruh dunia yang tidak memiliki kekebalan

    terhadap virus ini. Kejadian tahunan diperkirakan pada 80-90 juta kasus.

  • 8

    Sebagian besar negara berkembang yang memiliki tingkat imunisasi rendah

    akibat tingginya biaya, merupakan faktor risiko bagi wisatawan ke negara-

    negara tersebut.

    Epidemiologi varicella berbeda antara negara-negara dengan daerah

    beriklim sub tropis dan mereka dengan iklim tropis. Di sebagian besar negara

    dengan daerah beriklim sub tropis, lebih dari 90% orang yang terinfeksi adalah

    remaja, tetapi di negara-negara dengan iklim tropis, proporsi yang lebih tinggi

    terjadi pada usia yang lebih tua, dan mengakibatkan kecenderungan yang lebih

    tinggi pada orang dewasa. Sumber lain menyebutkan tingkat serangan tertinggi

    varicelaa pada negara-negara beriklim tropis ada pada anak usia 5-9 tahun,

    sedangkan sumber yang lain menyebutkan serang tertinggi terdapat pada anak

    usia 5 10 tahun.6

    Sebuah survei dari 1.473 kasus di Jepang menunjukkan bahwa 81,4%

    penyakit varicella terjadi pada anak-anak usia 6 tahun. Di Jepang, prevalensi

    tahunan memuncak antara Maret dan Mei, dengan prevalensi yang lebih rendah

    berikutnya antara Agustus dan Oktober.6

    Data dari Kementerian Kesehatan Australia menunjukkan anak-anak usia

    10 14 tahun memiliki frekuensi sedikit berbeda, yakni 83%. Sebelum dimulai

    program penggunaan vaksin varicella ada sekitar 240.000 kasus infeksi

    Varicella, 1.500 kasus rawat inap dan sekitar 7 kematian setiap tahunnya

    terjadi di Australia. Meskipun risiko tingkat keparahan penyakit dan

    komplikasi lebih besar pada remaja dan orang dewasa, atau orang-orang

    dengan sistem kekebalan yang menurun, mayoritas penderita rawat inap sering

    terjadi pada anak-anak.7

    Di Amerika Serikat, program vaksinasi varicella telah ada sejak 1995.

    Program ini telah menghasilkan penurunan angka penyakit varicella sebesar

    85% dan rawat inap sebesar 91% pada anak dengan umur kurang dari 10 tahun,

    yang merupakan kelompok usia yang ditargetkan untuk program vaksinasi.

    Selain itu, penurunan tingkat insidensi dan angka rawat inap juga telah

    menunjukkan angka penurunan pada anak-anak di atas umur 10 tahu dan juga

  • 9

    pada orang dewasa. Penurunan jumlah kematian sebesar 92% akibat varicella

    juga terlihat pada kelompok usia 1-4 tahun dengan penurunan juga terlihat

    pada semua kelompok umur di bawah 50 tahun.7

    Di Amerika Serikat, Varicella telah dihapus dari daftar Penyakit Nasional

    sejak tahun 1981, tetapi beberapa negara bagian masih melaporkan adanya

    kasus tersebut ke CDC. Mayoritas kasus (sekitar 85%) terjadi di kalangan

    anak-anak dengan umur kurang dari 15 tahun, dengan prevalensi tertinggi pada

    anak-anak umur 1-4 tahun, yang menyumbang 39% dari semua kasus.

    Distribusi umur ini mungkin akibat dari paparan sebelumnya untuk VZV pada

    masa pra sekolah. Anak-anak umur 5-9 tahun menyumbang 38% dari kasus.

    Dewasa 20 tahun dan lebih tua menyumbang hanya 7% dari kasus (data

    National Health Interview Survey, 1990-1994). Data dari tiga bidang

    surveilans mengenai varicella menunjukkan bahwa angka kejadian varicella,

    serta kasus rawat inap akibat varicella, telah menurun secara signifikan sejak

    vaksin varicella mendapat lisensi pada tahun 1995. Pada tahun 2004, cakupan

    vaksinasi varicella antara anak-anak umur 19-35 bulan dari dua daerah

    surveilans aktif diperkirakan 89% dan 90%. Dibandingkan dengan tahun 1995,

    kasus varicella menurun 83% -93% pada tahun 2004.7

    Di Indonesia, tidak banyak data yang mencatat kasus varicela atau cacar

    air secara nasional. Data yang tercatat merupakan data epidemi cacar air pada

    daerah tertentu saja. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas

    menyebutkan, selama periode Januari hingga November 2007, sedikitnya 691

    warga terkena penyakit cacar air atau kecamatan Kembaran dengan 155

    pasien, kemudian kecamatan Kalibagor 79 penderita, dan kecamatan

    Karanglewas 75 orang. Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan

    Penyehatan Lingkungan Dinkes mengatakan terdapat lebih dari lima ratus

    penderita, akan tetapi jumlah tersebut menurun dibandingkan tahun 2006. Data

    Dinkes tahun 2006 mencatat, jumlah penderita penyakit cacar air sebanyak

    1.771 orang.3

  • 10

    F. PATOGENESIS

    Masa inkubasi varicella 10 - 21 hari pada anak imunokompeten (rata -

    rata 14 - 17 hari) dan pada anak yang imunokompromais biasanya lebih singkat

    yaitu kurang dari 14 hari. VZV masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara

    inhalasi dari sekresi pernafasan (droplet infection) ataupun kontak langsung

    dengan lesi kulit.2 Droplet infection dapat terjadi 2 hari sebelum hingga 5 hari

    setelah timbul lesi dikulit. VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui

    mukosa saluran pernafasan bagian atas, orofaring ataupun conjungtiva. Siklus

    replikasi virus pertama terjadi pada hari ke 2 - 4 yang berlokasi pada lymph

    nodes regional kemudian diikuti penyebaran virus dalam jumlah sedikit

    melalui darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan terjadinya viremia

    primer (biasanya terjadi pada hari ke 4 - 6 setelah infeksi pertama). Pada

    sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat

    mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan

    berlanjut dengan siklus replikasi virus ke dua yang terjadi di hepar dan limpa,

    yang mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. VZV yang ada dalam sel

    mononuklear mulai menghilang 24 jam sebelum terjadinya ruam kulit; pada

    penderita imunokompromise, virus menghilang lebih lambat yaitu 24-72 jam

    setelah timbulnya ruam kulit. Virus-virus ini bermigrasi dan bereplikasi dari

    kapiler menuju ke jaringan kulit dan menyebabkan lesi makulopapular,

    vesikuler, dan krusta. Infeksi ini menyebabkan timbulnya fusi dari sel epitel

    membentuk sel multinukleus yang ditandai dengan adanya inklusi eosinofilik

    intranuklear.3,5

    Seorang anak yang menderita varicella akan dapat menularkan kepada

    yang lain yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit.

    Pada herpes zoster, patogenesisnya belum seluruhnya diketahui. Selama

    terjadinya varicella, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan

    mukosa ke ujung saraf sensoris dan ditransportasikan secara centripetal melalui

    serabut syaraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi

    infeksi laten (dorman), dimana virus tersebut tidak lagi menular dan tidak

  • 11

    bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi

    infeksius apabila terjadi reaktivasi virus. Reaktivasi virus tersebut dapat

    diakibatkan oleh keadaan yang menurunkan imunitas seluler seperti pada

    penderita karsinoma, penderita yang mendapat pengobatan immunosuppressive

    termasuk kortikosteroid dan pada orang penerima organ transplantasi. Pada

    saat terjadi reaktivasi, virus akan kembali bermultiplikasi sehingga terjadi

    reaksi radang dan merusak ganglion sensoris. Kemudian virus akan menyebar

    ke sumsum tulang serta batang otak dan melalui syaraf sensoris akan sampai ke

    kulit dan kemudian akan timbul gejala klinis.5

    Histopatologi varicella dan lesi herpes zoster memiliki karakterisitik

    yang sama, lesi pada herpes zoster mengandung Virus Varicella yang infeksius,

    tetapi penyebarannya tidak melalui sekresi pernafasan. Setelah infeksi

    varicella, maka akan timbul imunitas humoral dan seluler yang sangat protektif

    terhadap infeksi berulang.2

    Gambar 2. Kompliasi Neurologis Reaktivasi Virus Varicella Zoster

    (Dikutip dari Gilden, Williams, dan Cohrs, 2005)

  • 12

    G. GAMBARAN KLINIS

    Varicella pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang dewasa

    biasanya didahului dengan gejala prodormal yaitu demam, malaise, nyeri

    kepala, mual dan anoreksia, yang terjadi 1 - 2 hari sebelum timbulnya lesi

    dikulit sedangkan pada anak kecil (usia lebih muda) yang imunokompeten,

    gejala prodormal jarang dijumpai hanya demam dan malaise ringan dan timbul

    bersamaan dengan munculnya lesi.3

    Lesi pada varicella, diawali pada daerah wajah dan scalp, kemudian

    meluas ke dada (penyebaran secara centripetal) dan kemudian dapat meluas ke

    ekstremitas. Lesi juga dapat dijumpai pada mukosa mulut dan genital. Lesi

    pada varicella biasanya sangat gatal dan mempunyai gambaran yang khas yaitu

    terdapatnya semua stadium lesi secara bersamaan pada satu saat.5

    Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada daerah wajah

    dan dada, dan kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 12 14 jam

    menjadi papul dan kemudian berkembang menjadi vesikel yang mengandung

    cairan yang jernih dengan dasar eritematosa. Vesikel yang terbentuk dengan

    dasar yang eritematous mempunyai gambaran klasik yaitu letaknya superfisial

    dan mempunyai dinding yang tipis sehingga terlihat seperti kumpulan tetesan

    air diatas kulit (tear drop), berdiameter 2-3 mm, berbentuk elips, dengan aksis

    panjangnya sejajar dengan lipatan kulit atau tampak vesikel seperti titik- titik

    embun diatas daun bunga mawar (dew drop on a rose petal). Cairan vesikel

    cepat menjadi keruh disebabkan masuknya sel radang sehingga pada hari ke 2

    akan berubah menjadi pustula. Lesi kemudian akan mengering yang diawali

    pada bagian tengah sehingga terbentuk umbilikasi (delle) dan akhirnya akan

    menjadi krusta dalam waktu yang bervariasi antara 2-12 hari, kemudian krusta

    ini akan lepas dalam waktu 1 - 3 minggu. Pada fase penyembuhan varicella

    jarang terbentuk parut (scar), apabila tidak disertai dengan infeksi sekunder

    bakterial. Varicella yang terjadi pada masa kehamilan, dapat menyebabkan

    terjadinya varicella intrauterine ataupun varicella neonatal.3

  • 13

    Gambar 3. Manifestasi Klinis Varicella (Dikutip dari Betchel, 2013)

    Varicella intrauterine, terjadi pada 20 minggu pertama kehamilan, yang

    dapat menimbulkan kelainan kongenital seperti ke dua lengan dan tungkai

    mengalami atropi, kelainan neurologik maupun ocular dan retardasi mental,

    dimana kelainan ini disebut juga dengan sindroma varicella kongenital.

    Diketahui hanya 2% fetus dengan ibu terinfeksi varicella yang menampilkan

    VZV embriopati.

    Fetus yang terinfeksi pada usia 6-12 minggu dapat menyebabkan

    gangguan pada pertumbuhan ekstremitas. Infeksi pada fetus 16-20 minggu

    dapat menyebabkan gangguan pada mata dan otak. Infeksi pada fetus juga

    dapat menyebabkan gangguan pada saraf simpatis pada servikal dan

    lumbosakral sehingga menyebabkan sindroma horner dan disfungsi dari uretra

    dan sfingter anal. Gejala yang khas biasanya terlihat pada kulit, ekstremitas,

    mata, dan otak. Gejala pada kulit sikatriks, malformasi ekstremitas. Kelainan

    pada mata berupa katarak; serta afasia bila mengenai otak secara keseluruhan

    Pada pemeriksaan histology ditemukan adanya proses nekrosis pada otak.

    Diagnosis dapat mengunakan pemeriksaan DNA virus dengan metode PCR. 6

  • 14

    Varicella neonatal terjadi apabila seorang ibu mendapat varicella

    (varicella maternal) kurang dari 5 hari sebelum atau 2 hari sesudah

    melahirkan. Bayi akan terpapar dengan viremia sekunder dari ibunya yang

    didapat dengan cara transplasental tetapi bayi tersebut belum mendapat

    perlindungan antibodi disebabkan tidak cukupnya waktu untuk terbentuknya

    antibodi pada tubuh si ibu yang disebut transplasental antibodi. Sebelum

    penggunaan varicella zoster immunoglobulin (VZIG), angka kematian varicella

    neonatal sekitar 30%, hal ini disebabkan terjadinya pneumonia yang berat dan

    hepatitis yang fulminan. Tetapi jika si ibu mendapat varicella dalam waktu 5

    hari atau lebih sebelum melahirkan, maka si ibu mempunyai waktu yang cukup

    untuk membentuk dan mengedarkan antibodi yang terbentuk (transplasental

    antibodi) sehingga neonatus jarang menderita varicella yang berat.3

    Herpes zoster pada anak-anak jarang didahului gejala prodormal. Gejala

    prodormal yang dapat dijumpai yaitu nyeri radikuler, parestesia, malese, nyeri

    kepala dan demam, biasanya terjadi 1-3 minggu sebelum timbul ruam dikulit.

    Lesi kulit yang khas dari herpes zoster yaitu lokalisasinya biasanya unilateral

    dan jarang melewatii garis tengah tubuh. Lokasi yang sering dijumpai yaitu

    pada dermatom T3 hingga L2 dan nervus ke V dan VII.3

    Gambar 4. Manifestasi Klinis Varicella pada Orang Dewasa (Dikutip dari

    Medscape, 2013)

  • 15

    H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

    Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa

    test yaitu5 :

    1. Tzanck smear

    Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru,

    kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,

    Giemsas, Wrights, toluidine blue ataupun Papanicolaous. Dengan

    menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant

    cells.

    Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.

    Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan

    herpes simpleks virus.

    2. Direct fluorescent assay (DFA)

    Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah

    berbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.

    Hasil pemeriksaan cepat.

    Membutuhkan mikroskop fluorescence.

    Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.

    Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks

    virus.

    3. Polymerase chain reaction (PCR)

    Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.

    Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti

    scraping dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga

    digunakan sebagai preparat, dan CSF.

    Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%.

    Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster.

  • 16

    4. Biopsi kulit

    Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal dengan

    degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas

    dijumpai adanya lymphocytic infiltrate.

    I. PENEGAKKAN DIAGNOSIS

    Diagnosis penyakit varicella biasanya dibuat hanya berdasarkan pada

    anamnesa, dan pemeriksaan fisik. Faktor-faktor lain yang diperhitungkan

    dalam menentukan diagnosis antara lain adalah onset lesi (akut atau kronis),

    lamanya waktu kemunculan lesi, kejadian berdasarkan siklus, daerah lain yang

    terkena lesi seperti kulit, mata dan organ genital, daerah asal pasien serta

    riwayat pemakaian obat-obatan. Penampakan klinis dapat memberikan kriteria

    untuk menegakkan diagnosis.2

    1. Gambaran Klinis

    Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yaitu adanya

    lesi vesikuler dengan adanya area eritematous yang muncul setelah adanya

    gejala demam dan malaise. Gambaran klinis ditandai dengan terjadinya

    erupsi kulit berupa perubahan yang cepat dari bentuk makula ke bentuk

    papula, vesikel (bentuk khas berupa tetes embun/tear drops), pustula dan

    krusta yang waktu peralihannya membutuhkan waktu 8-12 jam. Sementara

    proses ini berlangsung timbul lagi vesikel-vesikel baru.

    2. Gambaran Histologis

    Prosedur laboratoris dengan pemeriksaan sitologis cairan vesikuler

    dengan menggunakan metode Tzank (mengerok dasar lesi) yang diwarnai

    giemsa akan menunjukkan sel raksasa multinuklear. Tampak sel epithelial

    yang mengandung inklusi jasad asidofilik intranuklei.

    3. Laboratorium

    Isolasi virus melalui tes kultur yang diambil dari darah, cairan vesikel,

    atau cairan serebrospinal.

    Polymerase Chain Reaction : Deteksi DNA virus varicella zoster.

  • 17

    Latex agglutination test : Deteksi antibody pada membrane antigen virus.

    ELISA: Enzyme linked immunosorbent assay.

    J. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

    1. Herpes Zoster

    Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus

    varicella zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan

    reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.2

    Penyebarannya sama seperti varicella. Penyakit ini seperti varicella.

    Penyakit ini, seperti yang diterangkan dalam definisi merupakan reaktivasi

    virus yang terjadi setelah mendapat varicella.

    Virus varicella zoster yang hidup secara laten pada ganglia dorsalis

    susunan saraf tepi dan ganglion kranialis. Kelainan kulit yang timbul

    memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persarafan ganglion

    tersebut. Kadang-kadang virus ini menyerang ganglion anterior, bagian

    motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan motorik.2

    Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal, walaupun

    daerah-daerah lain tidak jarang. Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita

    sama, sedangkan mengenai umur lebih sering pada orang dewasa. Sebelum

    timbul gejala kulit, terdapat gejala prodromal baik sistemik (demam, pusing,

    malese), maupun gejala prodromal local (nyeri otot-tulang, gatal, pegal, dan

    sebagainya). Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi

    vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema.

    Vesikel ini berisi cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh (berwarna

    abu-abu), dapat menjadi pustul dan krusta.2

    2. Impetigo

    Impetigo adalah pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis).

    Terdapat dua bentuk impetigo, yakni impetigo krustosa dan impetigo

    bulosa.6

  • 18

    Impetigo krustosa disebut juga impetigo kontangiosa, impetigo

    vulgaris, atau impetigo Tillbury Fox. Penyakit ini disebabkan oleh

    Streptococcus B hemolyticus. Biasanya tidak terdapat gejala umum, hanya

    terdapat pada anak. Termpat predileksi di muka, yakni sekitar lubang hidung

    dan mulut karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan

    kulit berupa eritema an vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita

    dating berobat yang terlihat adalah krusta tebal berwarna kuning seperti

    madu. Jika dilepaskan tampak erosi di bawahnya.2

    Impetigo bulosa disebut juga cacar monyet. Biasanya penyakit ini

    disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Keadaan umum tidak terpengaruh

    oleh adanya penyakit ini. Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung.

    Sering bersama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan orang dewasa.

    Kelainan kulit berupa eritema, bula dan bula hipopion. Kadang-kadang

    waktu penderita datang berobat, vesikel/bula telah memecah sehingga yang

    tampak hanya koleret dan dasarnya masih eritematosa.2

    K. TERAPI

    Asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir adalah agen antiviral yang telah

    diakui untuk penanganan terhadap infeksi varicella. Nukleotida ini telah

    menggantikan vidarabin dan IFN-, yang merupakan antivirus pertama yang

    diketahui memiliki efek klinis untuk mengatasi infeksi primer dan rekurens

    dari VZV.5

    Asiklovir hanya terfosforilasi ketika bertemu dengan timidin kinase dari

    virus, obat ini cenderung inaktif di dalam tubuh kecuali bila tersensitisasi

    dengan sel yang terinfeksi VZV atau yang telah memiliki enzim virus. Setelah

    terjadi penggabungan antara asiklovir dengan timidine kinase, maka selular

    kinase akan memetabolisme monofosfat menjadi trifosfat yang bersifat

    kompetitif inhibitor dan menjadi rantai terminasi DNA virus polimerase.5,9

    Konsentrasi yang biasanya diperlukan untuk menginhibisi VZV adalah

    sekitar 1 hingga 2 mg/ml. Obat lainnya adalah famsiklovir yang merupakan

  • 19

    diasetil, 6-deoksi ester penciclovir, yang merupakan analog dari guanosin

    nukleotida. Metabolisme dari obat ini dimulai dari uptake di sel usus dan

    diselesaikan di hati. Cara kerjanya serupa dengan asiklovir.5

    Valasiklovir adalah asiklovir dengan derivate valin ester yang

    memungkinkan absorbi secara oral lebih baik dari asiklovir biasa, valasiklovir

    berubah kembali menjadi asiklovir pada saat proses absorbsi dan memiliki

    cara kerja yang sama terhadap VZV dengan derivat asiklovir biasa. Selain itu,

    terdapat pula BvaraU yang merupakan nukleosida lain yang juga memiliki

    kemampuan tinggi untuk menginhibisi aktivitas VZV in vitro.

    Untuk mereka yang mengalami resistensi terhadap asiklovir maka dapat

    diberikan foskarnet sebagai penggantinya.

    Pada anak imunokompeten, biasanya tidak diperlukan pengobatan yang

    spesifik dan pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis yaitu :

    Lesi masih berbentuk vesikel, dapat diberikan bedak agar tidak mudah

    pecah.

    Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan salap

    antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.

    Dapat diberikan antipiretik dan analgetik, tetapi tidak boleh golongan

    salisilat (aspirin) untuk menghindari terjadinya terjadi sindroma Reye.

    Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah terjadinya infeksi

    sekunder akibat garukan.

    Obat antivirus

    Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan waktu

    penyembuhan akan lebih singkat.

    Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48 72 jam

    setelah erupsi dikulit muncul.

    Golongan antivirus yang dapat diberikan yaitu asiklovir, valasiklovir dan

    famasiklovir.

    Dosis anti virus (oral) untuk pengobatan varicella dan herpes zoster :

  • 20

    Neonatus : Asiklovir 500 mg / m2 IV setiap 8 jam selama 10 hari.

    Anak ( 2 -12 tahun) : Asiklovir 4 x 20 mg / kg BB / hari / oral selama 5

    hari.

    Pubertas dan dewasa :

    - Asiklovir 5 x 800 mg / hari / oral selama 7 hari.

    - Valasiklovir 3 x 1 gr / hari / oral selama 7 hari.

    - Famasiklovir 3 x 500 mg / hari / oral selama 7 hari.

    L. PENCEGAHAN

    Tiga vaksin varicella yang sekarang disetujui untuk gunakan di Amerika

    Serikat: vaksin varicella (VARIVAX), kombinasi vaksin campak-gondong-

    rubela-varicella (MMRV) (ProQuad), dan vaksin herpes zoster vaksin

    (ZOSTAVAX).

    Vaksin varicella (VARIVAX, Merck) adalah virus hidup yang

    dilemahkan, yang berasal dari strain Oka VZV. Virus diisolasi oleh Takahashi

    pada awal tahun 1970 dari cairan vesikel dari anak yang terjangkit penyakit

    varicella. Vaksin varicella ini dilisensikan untuk digunakan secara umum di

    Jepang dan Korea pada tahun 1988. Vaksin ini baru diijinkan untuk digunakan

    di Amerika Serikat pada tahun 1995 untuk anak-anak usia 12 bulan keatas.

    Virus adalah dilemahkan oleh bagian berurutan dalam embrio manusia kultur

    sel paru-paru, embrio marmut fibroblast, dan di WI-38 sel diploid manusia.

    Vaksin ini mengandung sejumlah kecil sukrosa, porcine gelatin, natrium

    klorida, monosodium glutamat L-, natrium difosfat, kalium fosfat, dan kalium

    klorida, dan komponen sisa dari sel MRC-5 (DNA dan protein), EDTA,

    neomisin, dan serum bovine. Vaksin ini dilarutkan dengan air steril dan tidak

    mengandung bahan pengawet.8

    Vaksin varicella direkomendasikan untuk semua anak dengan tanpa

    kontraindikasi pada umur 12 hingga15 bulan. Vaksin ini dapat diberikan

    kepada anak pada usia ini tanpa memperhatikan adanya riwayat varicella atau

    tidak. Vaksin varicella yang kedua harus diberikan pada umur 4 sampai dengan

  • 21

    6 tahun. Vaksin kedua dapat diberikan lebih awal sebelum umur 4 sampai 6

    tahun dengan interval 3 bulan setelah vaksinasi pertama (berlaku untuk anak-

    anak dengan umur kurang dari 13 tahun). Namun, jika kedua dosis diberikan

    minimal 28 hari setelah dosis pertama, dosis kedua tidak perlu diulang. Dosis

    vaksin varicella yang diberikan kepada orang-orang 13 tahun atau lebih tua

    harus diberi interval 4 sampai 8 minggu. Penggunaan vaksin ini adalah melalui

    rute subkutan. Vaksin varisela telah terbukti aman dan efektif pada anak-anak

    yang sehat bila diberikan bersamaan dengan vaksin MMR. Jika vaksin

    varicella dan MMR tidak diberikan pada saat bersamaan, vaksin tersebut harus

    dipisahkan oleh setidaknya 28 hari. Vaksin Varicella juga dapat diberikan

    secara bersamaan dengan semua vaksin anak lainnya. Advisory Committee on

    Immunization Practices (ACIP) sangat menganjurkan bahwa vaksin varicella

    diberikan bersamaan dengan vaksin wajib lainnya pada anak-anak dengan usia

    12 sampai 15 bulan. Anak-anak dengan riwayat didiagnosis cacar air dapat

    dianggap telah memiliki kekebalan terhadap varicella. Riwayat cacar air bukan

    merupakan kontraindikasi untuk vaksinasi varicella. Orang dengan usia 13

    tahun dan lebih tua harus menerima dua dosis vaksin varicella yang berbeda

    dengan dipisahkan jarak 4 minggu. Jika ada selang lebih dari 4 minggu setelah

    dosis pertama diberikan, maka dosis kedua dapat diberikan setiap saat tanpa

    mengulangi dosis pertama. ACIP merekomendasikan agar semua tenaga

    kesehatan memiliki kekebalan terhadap varicella.8,9

    Pada bulan September 2005, Food and Drug Administration (FDA)

    melisensi vaksin hidup yang dilemahkan, yang merupakan gabungan dari virus

    campak-gondong-rubela dan varicella (ProQuad, Merck) untuk digunakan pada

    anak-anak umur 12 sampai dengan anak-anak umur 12 tahun Setiap 0,5 mL

    mengandung sebagian kecil sukrosa, gelatin dihidrolisis, natrium klorida,

    sorbitol, monosodium glutamat L-, natrium, albumin, natrium bikarbonat,

    kalium fosfat, kalium klorida, komponen residu dari sel MRC-5 (DNA dan

    protein) neomycin, serum bovine, dan bahan penyangga lainnya. Vaksin ini

    dilarutkan dengan air steril dan tidak mengandung bahan pengawet.8,9

  • 22

    Pada bulan Mei 2006, FDA menyetujui penggunaan vaksin herpes zoster

    (ZOSTAVAX, Merck) untuk digunakan pada orang-orang berumur 60 tahun

    ke atas. Pada Maret 2011, FDA menyetujui perubahan label untuk vaksin

    zoster pada orang-orang dengan umur 50 sampai 59 tahun. Vaksin ini

    mengandung virus yang dilemahkan sama seperti virus yang ada di vaksin

    Varicella dan vaksin MMRV tetapi memiliki kadar titer jauh lebih tinggi (titer

    minimal 19.400 PFU dibandingkan titer pada vaksin varricella 1.350 PFU).

    Setiap dosis 0,65 mL mengandung sejumlah kecil sukrosa, dihidrolisis babi

    gelatin, natrium klorida, monosodium glutamat L-, natrium fosfat dibasa,

    kalium fosfat monobasa, kalium klorida; komponen sisa sel MRC-5 termasuk

    (DNA dan protein); neomycin dan serum bovine serum. Vaksin ini dilarutkan

    dengan air steril dan tidak mengandung bahan pengawet.8,9

    Pada anak imunokompeten yang telah menderita varicella tidak

    diperlukan tindakan pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditujukan pada

    kelompok yang beresiko tinggi untuk menderita varicella yang fatal seperti

    neonatus, pubertas ataupun orang dewasa, dengan tujuan mencegah ataupun

    mengurangi gejala varicella. Tindakan pencegahan yang dapat diberikan yaitu :

    1. Imunisasi pasif

    a. Menggunakan VZIG (Varicella zoster immunoglobulin). Pemberiannya

    dalam waktu 3 hari (kurang dari 96 jam) setelah terpajan VZV, pada

    anak-anak imunokompeten terbukti mencegah varicellla sedangkan pada

    anak imunokompromais pemberian VZIG dapat meringankan gejala

    varicella.

    b. VZIG dapat diberikan pada yaitu :

    - Anak - anak yang berusia < 15 tahun yang belum pernah menderita

    varicella atau herpes zoster.

    - Usia pubertas > 15 tahun yang belum pernah menderita varicella atau

    herpes zoster dan tidak mempunyai antibody terhadap VZV.

    - Bayi yang baru lahir, dimana ibunya menderita varicella dalam kurun

    waktu 5 hari sebelum atau 48 jam setelah melahirkan.

  • 23

    - Bayi premature dan bayi usia 14 hari yang ibunya belum pernah

    menderita varicella atau herpes zoster.

    - Anak - anak yang menderita leukaemia atau lymphoma yang belum

    pernah menderita varicella.

    c. Dosis : 125 U / 10 kg BB. Dosis minimum : 125 U dan dosis maximal :

    625 U.

    d. Pemberiannya secara IM

    e. Perlindungan yang didapat bersifat sementara.

    2. Imunisasi aktif

    a. Vaksinasinya menggunakan vaksin varicella virus (Oka strain) dan

    kekebalan yang didapat dapat bertahan hingga 10 tahun.

    b. Digunakan di Amerika sejak tahun 1995.

    c. Daya proteksi melawan varicella berkisar antara 71 - 100%.

    d. Vaksin efektif jika diberikan pada umur 1 tahun dan direkomendasikan

    diberikan pada usia 12 18 bulan.

    e. Anak yang berusia 13 tahun yang tidak menderita varicella

    direkomendasikan diberikan dosis tunggal dan anak lebih tua diberikan

    dalam 2 dosis dengan jarak 4 - 8 minggu.

    f. Pemberian secara subcutan.

    Efek samping : Kadang - kadang dapat timbul demam ataupun reaksi

    lokal seperti ruam makulopapular atau vesikel, terjadi pada 3- 5% anak -

    anak dan timbul 10 - 21 hari setelah pemberian pada lokasi penyuntikan.

    g. Vaksin varicella : Varivax.

    Tidak boleh diberikan pada wanita hamil oleh karena dapat menyebabkan

    terjadinya kongenital varicella.

    M. KOMPLIKASI

    Komplikasi yang paling sering ditemukan akibat infeksi varicella adalah

    infeksi bakteri S. aureus atau Streptococcus pyogenes (grup A beta hemolitik

    streptococcus). Antibiotik sebenarnya dapat dipakai untuk mengurangi resiko

  • 24

    kematian, namun pada keadaan sepsis kurang berguna. Infeksi sekunder akibat

    bakteri biasanya ditandai dengan munculnya bula atau selulitis, limfadenitis

    regional dan abses subkutan dapat muncul. S. pyogenes umumnya menyebab-

    kan varicela gangrenosa yang bersifat invasif.

    Manifestasi lain yang adalah pneumonia, arthritis, dan osteomyelitis.

    Sindroma Reye, yang merupakan ensefalopati non inflamasi dengan degenerasi

    lemak pada hati dapat merupakan komplikasi yang menyulitkan. Anak yang

    menderita varicela tidak boleh diberikan aspirin, karena dapat meningkatkan

    resiko terjadinya sindroma Reye.3

    Komplikasi neurologis seperti meningoensefalitis dan serebelar ataxia

    merupakan gejala utama yang biasa terjadi. Komplikasi pada susunan saraf

    pusat biasanya terjadi pada anak dibawah 5 tahun dan lebih dari usia 20 tahun.

    Varicella ensefalitis biasanya dapat hilang dengan sendirinya dalam waktu 24

    hingga 72 jam. Begitu pula dengan ataksia serebelum, biasanya hilang dalam

    beberapa waktu. Gejala seperti perdarahan, petekie, purpura, epistaksis,

    hematuria, perdarahan gastrointestinal, dan DIC disebabkan karena komplikasi

    yang berupa trombositopenia, terjadi 1 sampai 2 minggu setelah infeksi

    varicella. Dapat juga terjadinya arthritis virus, yang disebabkan karena adanya

    virus varicella di dalam sendi. Infeksi sendi biasanya sembuh dalam 3 hingga 5

    hari. Komplikasi lain yang mungkin pula terjadi, namun jarang sekali

    ditemukan adalah myocarditis, pericarditis, pancreatitis.5

    N. PROGNOSIS

    Varicella dan herpes zoster pada anak imunokompeten tanpa disertai

    komplikasi prognosis biasanya sangat baik sedangkan pada anak imuno-

    kompromais, angka morbiditas dan mortalitasnya signifikan. Pada anak sehat

    usia 1-14 tahun, angka kematian diperkirakan sebesar 2 kematian per 100.000

    kasus. Anak-anak dengan kondisi immunocompromised, memiliki pada risiko

    untuk mengalami sakit yang berat dan kematian. Tingkat kematian pada anak-

    anak yang mengalami immunocompromised jauh lebih tinggi dibandingkan

  • 25

    anak sehat. Di antara anak-anak dengan leukemia, angka kematian varicella

    adalah 7%.5,6

    Satu studi menunjukkan bahwa hampir 1 dari 50 kasus varicella yang ada

    mengalami komplikasi. Diantara komplikasi paling serius adalah pneumonia

    dan ensefalitis, keduanya dapat mengakibatkan kematian. Sebelum adanya

    program vaksinasi kasus kematian akibat komplikasi varicella di Amerika

    Serikat berasal dari ensefalitis, pneumonia, infeksi bakteri sekunder, dan

    sindrom Reye.6

    Penyakit ini bisa mengalami keparahan pada neonatus, hal ini tergantung

    pada waktu terjadinya infeksi pada ibu. Varicella selama kehamilan dapat

    menyebabkan berbagai hasil yang merugikan bagi ibu dan bayi, tergantung

    pada tahap kehamilan. Angka kematian neonatus akibat varicella bisa

    mencapai 30%.

  • 26

    BAB III

    RINGKASAN

    1. Varicella Zoster adalah Infeksi akut primer oleh virus varisela zoster yang

    menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit

    polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. Infeksi VZV dapat

    menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varicella dan herpes zoster.

    2. Infeksi sekunder dari Virus Varicella Zoster akan bermanifestasi sebagai

    penyakit herpes zoster. Biasanya penyakit varicella zoster lebih sering me-

    nyerang anak-anak dibandingkan orang dewasa. Apabila terjadi varicella pada

    orang dewasa maka dapat menimbulkan penyakit yang parah.

    3. Diagnosis varicella dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yaitu adanya

    lesi vesikuler dengan adanya area eritematous yang muncul setelah adanya

    gejala demam dan malaise. Gambaran klinis ditandai dengan terjadinya erupsi

    kulit berupa perubahan yang cepat dari bentuk makula ke bentuk papula,

    vesikel (bentuk khas berupa tetes embun/tear drops), pustula dan krusta yang

    waktu peralihannya membutuhkan waktu 8-12 jam.

    4. Penanganan yang tepat dari ke dua penyakit diatas, dengan memberikan salah

    satu obat antiviral berikut ini asiklovir, famsiklovir, atau valasiklovir dengan

    dosis yang sesuai, dapat mencegah timbulnya komplikasi yang berat pada

    anak-anak.

    5. Pemberian imunisasi pasif maupun aktif pada anak - anak, dapat mencegah dan

    mengurangi gejala penyakit yang timbul.

  • 27

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Adhi Djuanda dkk.. 2007. Anatomi dan Fisiologi Kulit. Ilmu Penyakit Kulit

    dan Kelamin. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

    2. Handoko, Ronny P.. 2007. Varicella Zoster. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

    Edisi Kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

    3. Arvin M. Ann, Robert. 1996. Varicella Zoster. Ilmu Kesehatan Anak Nelson

    Volume 1. Jakarta : EGC.

    4. Kurniawan, Martin, Dessy, Norberta dan Tatang, Matheus. 2009. Varicela

    Zoster Pada Anak. Medicinus. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

    Pelita Harapan; Vol. 3; No.1.

    5. Dumasari, Lubis Ramona. 2009. Varicella dan Herpes Zoster. Medan :

    Departemen Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin Fakultas Kedokteran

    Universitas Sumatera Utara.

    6. Kirsten Betchel. 2013. Pediatric Chickenpox. Didownload dari http://

    emedicine.medscape.com/article/969773-overview. Pada tanggal 29 Agustus

    2013.

    7. NCIRS. 2009. Varicella (Chickenpox). Didownload dari https://www.

    google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ved=

    0CDMQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.ncirs.edu.au%2Fimmunisation%

    2Ffact-sheets%2Fvaricella-fact-sheet.pdf&ei=D_EvUrqPM8a5rgfez4CIBQ

    &usg=AFQjCNHR3f7Y8cgx7YJ2hssgGXjhyneiTw&bvm=bv.51773540,d.b

    mk. Pada tanggal 29 Agustus 2013.

    8. CDC. 2012. Varicella. Didownload dari https://www.google.co.id/

    url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDIQFjAB

    &url=http%3A%2F%2Fwww.vaclib.org%2Flegal%2FMTstate%2Fvaricella.

    pdf&ei=pfcvUrDtH4bSrQekpYDIDQ&usg=AFQjCNG21oZqRN9kdKLep7

    VD9YpANQk0sw. Pada tanggal 29 Agustus 2013.

  • 28

    9. Federal Bureau of Prisons. 2011. Management of Varicella Zoster Virus

    (VZV) Infections. Didownload dari http://www.bop.gov/news/

    medresources.jsp. Pada tanggal 29 Agustus 2013.

    10. Gilden, Williams, Lisa, dan Chors. 2005. Clinical Features of Varicella Zoster

    Virus Infection of the Nervous System; Vol. 2, No. 2

    11. Kimberlin, David W. dan Richard J. Whitley. 2007. VaricellaZoster Vaccine

    for the Prevention of Herpes Zoster. New England Journal of Medicine; 356:

    1338-43.