upaya masyarakat di sekitaran lokalisasi dalam memepertahankan rumah tangga
DESCRIPTION
upaya dimana masyarakat mempertahankan rumahtangga yang sakinah mawadah warohmahTRANSCRIPT
UPAYA MASYARAKAT SEKITAR LOKALISASI DALAM MEMPERTAHANKAN KEHARMONISAN RUMAH TANGGA
(Study di Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung)
SKRIPSI
Oleh:
Siti Nur Azizah NIM. 05210063
JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2009
UPAYA MASYARAKAT SEKITAR LOKALISASI DALAM MEMPERTAHANKAN KEHARMONISAN RUMAH TANGGA
(Study di Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Gelar
Sarjana Hukum Islam (S.H.I)
Oleh:
Siti Nur Azizah NIM 05210063
JURUSAN AL-AHWAL AL- SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2009
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Demi Allah,
Dengan kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap pengembangan keilmuan,
penulis menyatakan bahwa skripsi dengan judul:
UPAYA MASYARAKAT SEKITAR LOKALISASI DALAM
MEMPERTAHANKAN KEHARMONISAN RUMAH TANGGA
(Study di Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung)
Benar-benar merupakan karya ilmiah yang disusun sendiri, bukan duplikat atau
memindah data milik orang lain. Jika dikemudian hari terbukti disusun orang lain,
ada penjiplakan, duplikasi, atau memindah data orang lain, baik secara
keseluruhan atau sebagian, maka skripsi dan gelar sarjana yang diperoleh
karenanya, batal demi hukum.
Malang, 4 Agustus 2009
Penulis,
Siti Nur Azizah
NIM: 05210063
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Pembimbing penulisan skripsi saudari Siti Nur Azizah, NIM 05210063,
Mahasiswa Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah Fakultas Syari’ah Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, setelah membaca, mengamati
kembali berbagai data yang ada di dalamnya, dan mengore ksi, maka skripsi yang
bersangkutan dengan judul:
UPAYA MASYARAKAT SEKITAR LOKALISASI DALAM
MEMPERTAHANKAN KEHARMONISAN RUMAH TANGGA
(Study di Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung)
Telah di anggap memenuhi syarat-syart ilmiah untuk disetujui dan diajukan pada
Sidang Majelis Penguji Skripsi.
Malang, 4 Agustus 2009
Pembimbing,
Dr. Umi Sumbulah, M.Ag.
NIP. 150 278 262
HALAMAN PERSETUJUAN
UPAYA MASYARAKAT SEKITAR LOKALISASI DALAM
MEMPERTAHANKAN KEHARMONISAN RUMAH TANGGA
(Studi di Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung)
SKRIPSI
Oleh:
Siti Nur Azizah
05210063
Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh
Dosen Pembimbing,
Dr. Umi Sumbullah, M. Ag
NIP 150 278 262
Mengetahui,
Ketua Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah
Zaenul Mahmudi, MA
NIP 150 295 155
PENGESAHAN SKRIPSI
Dewan Penguji Skripsi saudari Siti Nur Azizah, NIM 05210063, Mahasiswa
Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang, angkatan tahun 2005 dengan judul:
UPAYA MASYARAKAT SEKITAR LOKALISASI DALAM
MEMPERTAHANKAN KEHARMONISAN RUMAH TANGGA
(Studi di Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung)
Telah dinyatakan LULUS dengan nilai A (Sangat Memuaskan), dan berhak
menyandang gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI)
Dengan Dewan Penguji:
1. Drs. Hj. Tutik Hamidah, M.Ag ( ) NIP 150 224 886 (Penguji Utama)
2. Dr. Umi Sumbulah, M.Ag ( ) NIP. 150 278 262 (Sekretaris)
3. Dra. Jundiani, SH., M.Hum ( ) NIP 150 294 455 (Ketua Penguji)
Malang, 10 Agustus 2009
Dekan Fakultas Syari’ah
Dra. Hj. Tutik Hamidah, M. Ag
NIP 150 224 886
PERSEMBAHAN
Untaian puji syukur Alhamdulillah Rabbil A’lamin kehadirat Allah swt atas segala nikmat yang melimpah, rasanya hamba tak mampu menghitungnya. Dengan kekuasaanNya, keajaibanNya telah memberiku kekuaatan melalui pikiran, tenaga dan hati, ikhlas untuk dapat menyelesaikan tugas akhir yang insyaAllah akan menemani langkah hidup mulia sampai akhir hayat melalui rahasia-rahasiaNya. Shalawat serta salam untuk junjungan baginda mulia Rosulullah Muhammad saw, berkah syafaat yang kita nantikan di Yaumul Akhirat, tak elak jihadnya membakar semangatku untuk selalu dalam menuangkan wacana keilmuan dan argument yang jitu mempercantik akhir karyaku yang insyaAllah akan memberikan manfaat besar kepada pembaca yang budiman dan untuk saya sendiri.
Salam ta’dzim dan terimakasihku buat Ibunda tersayang (Hj. Mi’Rojul Asyarah)
BapakQ (H. Muhaimin) di Blitar, Ibu Bapak Mertuaku (Hj. Istiqomah dan H. Mahfuddin)
yang selalu memberiku dukungan, semangat, jasa-jasa, doa-doanya dan air mata yang tak pernah terbalaskan.
Semoga Allah swt selalu melimpahkan rahmat-Nya, dan kasih sayang-Nya hingga hari Yaumul Qiyamah. Amin.
Untukmu SuamiQ tercinta dan tersayang, Mas Nur Kholis Aziz
yang tak pernah lelah. trimakasih yang terdalam atas semua jerih payahmu,
dukungan, doa dan bantuanmu terhadap isterimu. Semoga Allah swt selalu merahmatimu dan melindungimu dimana saja
SuamiQ berada. Dan Semoga Allah membalas semua jasa-jasamu terhadap isterimu. Buat anakku tersayang yang saat ini berumur tujuh Bulan, Semoga
engkau nanti kelak menjadi anak sholih-sholihah, berbakti pada Allah, Rosul dan juga bakti terhadap kedua orang tuamu
Dan kelak menjadi anak yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. bahagia dunia akhirat. Amin
Untuk kakakku dan Adik-adikku
D’ Sobah (yang sedang menimba ilmu di Yaman) semoga Allah selalu melindungimu, mempermudahmu untuk mencari
ilmu yang bermanfaat berhasil, sukses fiddini waddun-ya hattal akhirah,
kepada D’ Iqbal yang sekarang di MAK.NU. D’ Diyak yang saat ini menimba ilmu di Darul Hikmah.
Semoga Allah swt selalu melindungi, mencintai dan mempermudahkanmu
mencari Ilmu yang bermanfaat. Amin. Dan untuk mbak ulfa beserta keluarganya trimakasih kuucapakan. Semua sahabat-sahabatku di kos, trimakasih untuk ibu, bapak kos.
Untuk semua temen-temenku syari’ah angkatan 2005/2006 yang telah memberiku dukungan motifasi, semangat hingga aku lulus dari kampus tercinta UIN Malang.
Mbak Irma, Ismi, Diyah, Fatimah, Veri, Zi2, Rahma, Rofik dan seluruh anggota
kelas syari’ah A dan B. Trimakasih untuk semuanya. I LOVE YOU ALL
Tak lupa untuk semua teman-teman Ma’had Sunan Ampel Al-A’li musyrif-musyrifah, murabbi-murabbiyah,
yang selalu memberiku motifasi, dan saling berbagi dikala senang, tertawa, susah, sedih dan menangis.
Trimakasih untuk semuanya semoga kenangan-kenangan indah takkan pernah terlupakan.
MOTTO
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(AT-TAHRIM AYAT: 6)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT.
Penguasa Semesta Alam yang meluapkan samudera cinta, rahmat, rahim-Nya.
taufik, serta hidaya-Nya. sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
skripsi sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjanah Hukum Islam (SHI)
ini dengan baik, dan lancar.
Shalawat serta salam selalu dan senantiasa terlimpahkan kepada revolusi
akbar, kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Seluruh keluarga, kerabat,
sahabat, dan ummat Rasulullah SAW, serta orang-orang yang telah mengikuti
jejak langkah Beliau sampai akhir zaman, amin. Beliau, Nabi Muhammad SAW.
Yang telah menyingkap tabir jahiliyah menuju era kebebasan berpikir, yakni Din
al-Islam.
Sesungguhnya, penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi
tugas akhir perkuliaha sebagai wujud dari partisipasi kami dalam
mengembangkan, serta mengaktualisasikan ilmu yang telah kami peroleh selama
menimba ilmu dibangku perkuliahan, sehingga dapat bermanfaat bagi penulis
sendiri, dan juga masyarakat pada umumnya.
Penulis juga menghaturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan tugas ini, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, perkenankan penulis
menyampaikan ungkapan terima kasih, khususnya kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. Imam Suprayogo, selaku pimpinan Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim Malang.
2. Drs. Hj. Tutik Hamidah, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah (UIN)
Maulana Malik Ibrahim Malang.
3. Dr. Umi Sumbullah, M. Ag, selaku Dosen Pembimbing Skripsi ini. Terima
kasih penulis haturkan atas segala bimbingan, arahan, dan motivasi. Semoga
Beliau beserta seluruh anggota keluarga besar selalu diberi kemudahan
dalam menjalani kehidupan, baik dunia sampai akhirat nanti oleh Allah
SWT. amin.
4. Ust Jaiz Komkelo, selaku Dosen Wali penulis selama kuliah di Fakultas
Syari’ah Universitas Islama Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.
Terima kasih penulis haturkan kepada Beliau atas semua bimbingan, arahan,
saran, motivasi, dan kesabaran. Penulis haturkan Jazakumullah Ahsanal
Jaza’.
5. Dosen Fakultas Syari’ah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang seluruhnya,
yang mana telah mendidik, membimbing, mengajarkan, dan mengamalkan
ilmu-ilmunya kepada penulis. Semoga Allah SWT. melipat gandakan amal
kebaikan kepada Beliau semua, amin.
6. Ibu dan Bapak, Ibu Mertua dan Bapak Mertua yang selalu saya muliakan.
Trimakasih atas doa-doa dan dukungannya selama ini. Serta SuamiQ Mas
Nur Kholis Aziz, yang selalu memberiku semangat dukungan, dorongan,
dan bantuannya, dan adik-adikku tercinta Sobah, Iqbal, Diyak, mbak Ulfa
beserta keluarganya serta seluruh keluarga besar penulis. Terima kasih
penulis haturkan kepada Beliau semua yang telah membimbing, mencintai,
memberi semangat, memberi harapan, memberi arahan, memberi motivasi.
7. Segenap anggota kelompok V PKLI PA Blitar 2008, penulis haturkan terima
kasih yang telah memberi pengalaman baru bagi penulis yang tak bisa
terlupakan.
8. Semua sahabat, dan teman-teman mahasiswa Fakultas Syari’ah 2005/2006,
yang telah membantu, menyemangati, menghargai, melindungi penulis,
terima kasih.
9. Semua pihak yang berpartisipasi dan membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT. melimpahkan anugerah rahman, rahim, dan cinta, serta
cahaya surga-Nya. pada kita semua sebagai ummat Rasulullah SAW, sehingga
kita memiliki hati nurani yang senantiasa bersih, lapang, dan dipenuhi oleh aura
cinta kasih-Nya. amin.
Penulis sebagai manusia biasa yang takkan pernah luput dari salah dan dosa,
menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurnah. Oleh karena
itu, dengan penuh kerendahan hati, penulis sangat mengharap kritik dan saran
konkrutif demi kesempurnaan skripsi ini.
Malang, 2 Mei 2009
Penulis,
Siti Nur Azizah
NIP. 05210063
DAFTAR ISI Halaman judul.................................................................................................................. ii Pernyataan Keaslian Skripsi........................................................................................... iii Persetujuan Dosen Pembimbing..................................................................................... iv Persetujuan Dosen Pembimbing dan Dekan ................................................................. v Pengesahan Skripsi .......................................................................................................... vi Persembehan..................................................................................................................... vii Motto ................................................................................................................................. ix Kata Pengantar ................................................................................................................ x Daftar Isi ........................................................................................................................... xiii Daftar Tabel...................................................................................................................... xv Abstrak.............................................................................................................................. xvi BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 8 C. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 8 D. Kegunaan Penelitian ........................................................................................ 9 E. Definisi Operasional ........................................................................................ 9 F. Sistematika Pembahasan .................................................................................. 12
BAB II: KAJIAN PUSTAKA.......................................................................................... 14 A. Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 14 B. Pelacuran/ Lokalisasi ....................................................................................... 18 C. Faktor-faktor Timbulnya Pelacuran ................................................................. 26 D. Keharmonisan Rumah Tangga......................................................................... 30
1. Tujuan Rumah Tangga......................................................................... 42 2. Fungsi Keluarga ................................................................................... 48
a. Keluarga Sebagai Unit Islam ................................................... 48 b. Keluarga Sebagai Sendi Membangun Masyarakat .................. 49
3. Kriteria Keberhasilan Dalam Perkawinan............................................ 51 E. Kewajiban Suami Istri Dalam Rumah Tangga................................................. 55
BAB III: METODE PENELITIAN................................................................................ 64 A. Lokasi Penelitian........................................................................................ 64 B. Jenis dan Pendekatan Penelitian ................................................................ 65 C. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 66 D. Sumber Data............................................................................................... 67 E. Metode Sampling ....................................................................................... 68 F. Pengolahan Data dan Analisis Data ........................................................... 69
BAB IV: PAPARAN DAN ANALISIS DATA .............................................................. 72 A. Gambaran Objek Penelitian ................................................................................... 72
1. Keadaan Geografis ............................................................................... 72 2. Keadaan Penduduk............................................................................... 72 3. Keadaan Keagamaan............................................................................ 74 4. Keadaan Pendidikan............................................................................. 75 5. Keadaan Ekonomi ................................................................................ 77
B. Temuan Penelitian.................................................................................................. 78
C. Klasifikasi Data...................................................................................................... 91 D. Analisis Data .......................................................................................................... 100
1. Sejarah Lokalisasi di Desa Kaliwungu Kec. Ngunut Kab. Tulungagung .................................................................................. 100
2. Pemahaman Masyarakat sekitar Lokalisasi Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga....................................................... 109
3. Upaya Masyarakat Sekitar Lokalisasi Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga....................................................... 114
BAB V: PENUTUP .......................................................................................................... 129 A. Kesimpulan ............................................................................................................ 129 B. Saran-saran............................................................................................................. 130
Daftar Rujukan Lampiran-lampiran
DAFTAR TABEL
4.1 Keadaan Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
4.2 Keadaan Jumlah Penduduk Menurut Agama
4.3 Tempat-tempat Peribadatan
4.4 Tingkat Pendidikan Penduduk
4.5 Kualitas Angkatan Kerja
4.6 Struktur Mata Pencaharian Penduduk
4.7 Status Mata Pencaharian Penduduk di bidang Jasa/ Perdagangan
4.8 Pemahaman dan Upaya Masyarakat Sekitar Loklisasi Dalam Mempertahankan
Keharmonisan Rumah Tangga
4.9 Jadwal pembinaan Lokalisasi di Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut
Kabupaten Tulungagung tahun 2008
Abstrak Siti Nur Azizah. 05210063. 2009. Upaya Masyarakat Sekitar Lokalisasi Dalam Mempertahankan Keharmonisan Rumah Tangga (Studi di Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung). Skripsi. Jurusan Al Akhwal Al Syakhshiyyah. Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Dosen pembimbing: Dr. Umi Sumbulah, M. Ag. Kata Kunci: Upaya Masyarakat Sekitar Lokalisasi, Keharmonisan Rumah Tangga
Pernikahan merupakan perjanjian untuk menciptakan keluarga sakinah mawaddah warahmah yang mana di dalamnya terdapat unsur keharmonisan, tanpa ada gangguan dari faktor lain. dan setiap orang mendambakan keluarganya selalu diliputi rasa tentram, tenang dan bahagia. Dan bagaimana jika kita melihat fenomena yang ada yaitu, munculnya praktik pelacuran (lokalisasi) di lingkungan sekitar penduduk yang dilindungi pemerintah setempat, dan ini bisa berkibat buruk, bagi penduduk lingkungan terutama di sekitar lokalisasi, karena disamping memiliki dampak positif juga berdampak negatif, sehingga masyarakat merasa khawatir. Dalam konteks ini adalah pelacuran di Desa Kaliwungu Kec. Ngunut Kab. Tulungagung. Oleh sebab itu, peneliti bertujuan untuk meneliti bagaimana pemahaman masyarakat sekitar lokalisasi dan bagaimana upaya masyarakat sekitar lokalisasi dalam mempertahankan keharmonisan rumah tangga.
Jenis penelitian ini adalah penelitian sosiologis, yaitu dengan melihat dan berusaha mengemukakan fenomena sosial terkait dengan lokalisasi yang ada di sekitar masyarakat terhadap keharmonisan keluarga dengan menggabungkan konsep dan menghimpun fakta sosial dilapangan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara, observasi, dokumentasi. Adapun mengenai metode analisis data peneliti menggunakan analisis deskriptif kualitatif, yaitu penulis berusaha memecahkan permasalahan dalam sebuah rumusan masalah dengan menganalisa data-data yang sudah diperoleh.
Dari hasil penelitian ini, menurut Pemahaman masyarakat sekitar lokalisasi dalam mempertahankan keharmonisan Rumah tangga yakni, mereka bisa mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari, mendidik anak dengan baik dan sungguh-sungguh, dalam keluarga tidak ada perselingkuhan, apalagi sampai terjadi perceraian, dan tidak pernah ada pertengkaran hebat diantara keluarga, tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan yang kurang baik. Disamping kebutuhan keluarga sehari-hari dapat tercukupi.
Sedangkan upaya masyarakat sekitar lokalisasi dalam mempertahankan keharmonisan rumah tangga, diantaranya:Keluarga harus menjadi prioritas utama, menjaga keutuhan anggota keluarganya, Selain itu komunikasi antar anggota keluarga, upaya lain Saling pengertian, Sabar dan Jujur. Saling percaya terhadap pasangan, tidak mudah berprasangka buruk terhadap pasangan, dan menghormati pendapatnya. Saling mencintai, dan menyayangi seluruh anggota keluarganya, upaya lain yaitu Bersyukur atas nikmat Allah dengan ikhlas, bekerja keras, ulet tidak mudah putus asa selalu menghidupi keluarga dengan penuh kesabaran. Upaya yang sering terlupakan oleh pasangan suami istri yakni, penampilan harus selalu menarik pasangan, bersih, rapi dan tidak mudah terpengaruh pasangan lain. Pondasi agama harus kuat, dan selalu menjalankan sholat 5 waktu, yang terakhir yaitu tanggung jawab dalam keluarga.
DEPARTEMEN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM FAKULTAS SYARI’AH
Jalan Gajayana No. 50 Telepon (0341) 552398 Faksimile (0341) 552398
BUKTI KONSULTASI
Nama : Siti Nur Azizah
Nim : 05210063
Fakultas : Syari’ah/ Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah
Dosen Pembimbing : Dr. Umi Sumbulah, M.Ag
Judul : Upaya Masyarakat Sekitar Lokalisasi Dalam
Mempertahankan Keharmonisan Rumah Tangga (Studi
di Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut Kabupaten
Tulungagung)
Malang, 3 Agustus 2009 Mengetahui, a.n Dekan Ketua Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah
Zainul Mahmudi, MA NIP. 150 295 155
PEDOMAN WAWANCARA
Wawancara dengan Masyarakat Sekitar Lokalisasi Desa Kaliwungu
Kec. Ngunut Kab. Tulungagung.
1. Apakah anda sudah lama bertempat tinggal di Desa Kaliwungu?
2. Bagaimana sejarah adanya lokalisasi di Desa Kaliwungu Kecamatan
Ngunut Kabupaten Tulungagung, yang anda ketahui?
3. Apa pandangan anda terkait adanya lokalisasi yang ada di dekat rumah
anda?
4. Bagaimana pendapat anda mengenai adanya lokalisasi di sekitar rumah
penduduk?
5. Apakah anda merasa khawatir adanya lokalisasi, atau malah merasa
bersyukur?
6. Bagaimana pendapat keluarga anda, setelah adanya lokalisasi yang telah
dilegalkan oleh pemerintah setempat?
7. Apa yang menyebabkan anda bekerja di lokalisasi yang ada disekitar
rumah warga?
8. Bagaimana pendapat anda dan keluarga mengenai keharmonisan rumah
tangga?
9. Apa yang paling anda prioritaskan dalam hidup anda?
10. Bagaimana upaya anda dan keluarga dalam mempertahankan
keharmonisan rumah tangga setelah adanya lokalisasi di Desa Kaliwungu
Kecamatan Ngnut Kabupaten Tulungagung?
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan adalah jalan pertemuan lawan jenis yang diinginkan Allah swt,
dalam rangka membangun rumah tangga dan mendirikan institusi keluarga. Dan
menikmati pertemuan tersebut dalam suasana bersih, suci dan kesungguhan yang
paralel dengan kebesaran statusnya. Demi menjaga masyarakat dari pencemaran,
atau campur aduk nasab, yang bersumber dari komunisme hubungan seksual, dan
juga perzinahan yang akhir-akhir ini marak, di kalangan masyarakat elit maupun
kelas menengah ke bawah. Pernikahan yang dipilih dan diakui Islam adalah, jika
seorang pria menghadap ke pria lain untuk meminang gadis atau saudara
perempuannya, lalu ia memberikan maskawin, kemudian menikahinya dengan
akad serah terima resmi, dihadapan banyak orang. Inilah model pernikahan yang
sesuai dengan Rosulullah saw, hingga Adam as.1
1 Mahmud Muhammad Al-Jauhari, Muhammad Abdul Hakim Khayyal, Membangun Keluarga Qur’an, Jakarta, Penerbit Amzah, 2005. hal 161.
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang pal ing mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Sebenarnya Allah swt mampu menciptakan jutaan manusia sekaligus.
Akan tetapi takdir-Nya menghendaki hikmah lain yang tersembunyi, dalam fungsi
keluarga yang sangat besar bagi kelangsungan hidup makhluk ini. Keluarga
menurut konsepsi Islam menguak penggabungan fitrah antara kedua jenis
kelamin, yaitu untuk mengarahkan penggabungan tersebut kearah pembentukan
keluarga dalam rumah tangga.
Pernikahan merupakan perjanjian untuk menciptakan keluarga sakinah
(ketentraman hidup), mawaddah (rasa cinta), warahmah (kasih sayang), yang
mana di dalamnya terdapat unsur keharmonisan, dengan adanya pondasi
komitmen dan komunikasi yang baik, tanpa ada gangguan dari faktor lain.
Mewujudkan kehidupan rumah tangga yang harmonis bukanlah melalui proses
kebetulan, melainkan sesuatu yang direncanakan, diprogram dan diantisipasi.
Terciptanya sebuah keluarga yang harmonis, di antaranya adanya saling
mencintai, saling pengertian, komunikasi yang lancar, adanya visi yang jelas
terhadap masa depan anak. Rumah tangga yang harmonis merupakan harapan,
dambaan dan idaman setiap insan. Agar mencapai impian itu tidaklah semudah
membalikkan telapak tangan, karena banyak faktor seperti hukum, kesetiaan,
kesadaran, dan pengertian yang harus diterapkan oleh pasangan suami istri.
Di tengah kelapangan iklim keluarga, masing-masing pasangan suami istri
bisa menemukan rasa kasih sayang, cinta simpati yang tidak akan bisa mereka
dapatkan di tempat lain. Perasaan ini juga tidak akan bisa ditemukan sempurna
oleh laki-laki pada diri laki-laki sejenisnya, begitu juga oleh perempuan pada diri
perempuan sejenisnya. Ketenangan jiwa dan kasih sayang yang dirasakan
manusia, terhadap pasangannya merupakan salah satu tuntunan psikologis, yang
tidak pernah lepas dari setiap jenis diri manusia, dan tidak ditemukan selain dalam
institusi pernikahan. Ini merupakan jenis ketenangan ruh yang didasarkan saat
bersama dengan ruh pasangannya. Sehingga, seolah-olah ruh keduanya menyatu,
dan hati mereka pun berpadu menjadi satu ruh dan satu hati.
Setiap pasangan suami istri pasti sangat mendambakan, memiliki keluarga
yang harmonis, keluarga yang mampu membuat rasa letih berkurang bahkan
hilang saat berkumpul dengan mereka. Keluarga yang menyegarkan kepenatan
dan kejenuhan, keluarga yang menjadi sumber ke bahagiaan, yang menjadi
sumber semangat inspirasi, menjadikan keindahan yang paling indah dalam hidup
ini. Dalam Al-Qur’an, Allah swt Berfirman dalam (Q.S Ar-Ruum: 21)
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
Dari petunjuk ayat Al-Qur’an jelaslah bahwa perempuan diciptakan untuk
laki-laki, dan laki-laki untuk perempuan, agar satu sama lain memperoleh
ketenangan, jika kita perhatikan alam ini. Maka kita akan mengatakan bahwa laki-
laki tanpa perempuan dan perempuan tanpa laki-laki merupakan bentuk yang
tidak lengkap (naqis). Pada hakikatnya perempuan dan laki-laki satu sama lain
saling mengikat, wujud yang sempurna, dan tempat bergantung satu sama lain.
Tempat berpijak laki-laki, menurut Al-Qur’an secara kejiwaan dan alamiah adalah
perempuan. Demikian pula dengan tempat berpijak perempuan adalah laki-laki.
Secara alamiah, seseorang harus mendapatkan orang lain untuk mencurahkan isi
hatinya.2
Rasa kasih sayang suami istri berbeda, dengan rasa kasih sayang antara
manusia lainnya. Rasa kasih sayang suami istri benar-benar menjadi satu rahasia
Allah tersendiri, yang hanya bisa dirasakan oleh pasangan yang menikah. Untuk
menyatukan ruh dengan ruh, bukan jasad dengan jasad, juga oleh pasangan yang
hatinya ingin sesuci dan sebersih hati pasangannya, begitu pula ruhnya. Dan oleh
pasangan yang menikahi pasangannya dengan nama Allah swt, dan dengan tujuan
menyempurnakan perintah Allah, serta membuktikan hikmah dan tanda-tanda
kekuasan-Nya. Dari lubuk jiwa ini tidak akan menemukan titik tolaknya. Kecuali
di dalam iklim yang tenang dan damai yang tidak bisa dicukupi oleh tempat lain,
selain keluarga dan tidak bisa dicukupi oleh hubungan lain selain hubungan suami
istri. Fitrah sebagai manusia selalu ingin merasakan nikmat dunia yang berarti
hubungan seks antar lain jenis.
2 Ayatullah Husain Mazhahiri. Membangun Surga Dalam Rumah Tangga. Bogor. Jawa Barat. Penerbit Cahaya. 2001. hal 142.
Manusia selalu menginginkan hasratnya terpenuhi, maka Islam
memerintahkan untuk menikah. Akan tetapi, tidak semua orang yang siap untuk
menghadapi pernikahan karena membutuhkan ekonomi yang tidak sedikit.
Banyak sekali orang yang mempunyai iman lemah sehingga berani menghalalkan
berbagai cara, asalkan kebutuhan hasrat seksualnya dapat terpenuhi.
Dan bagaimana jika kita melihat fenomena yang ada yaitu, munculnya
praktik pelucuran (lokalisasi) di lingkungan penduduk yang seolah dilindungi
pemerintah, dan ini bisa berkibat buruk, bagi penduduk lingkungan terutama di
sekitar lokalisasi. Dalam konteks ini adalah pelacuran di Desa Kaliwungu
Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.
Pelacuran merupakan suatu hal yang sangat meresahkan masyarakat,
karena berbagai sebab pula, dengan adanya pelacuran sering terjadi hal-hal yang
dapat menimbulkan gangguan. Diantaranya bidang kriminalitas yakni keamanan,
pencurian, perampokan, pembunuhan, serta akibat lain misalnya gangguan
ekonomi, budaya dan sebagainya.
Selain itu dilihat dari segi yang lain, dapat menimbulkan gangguan
terhadap keharmonisan rumah tangga yang akhirnya mengarah pada perceraian,
sebab pelacuran adalah bentuk perhubungan kelamin di luar pernikahan.
Sebagaimana yang dikutip oleh Rukmini Kusuma Astuti:
“Pelacuran adalah suatu bentuk perhubungan kelamin diluar pernikahan dengan pola tertentu, yakni kepada siapapun secara terbuka dan hampir selalu dengan pembayaran baik untuk perbedaan, maupun untuk kegiatan seks lainnya yang memberikan kepuasan yang diinginkan oleh yang bersangkutan.”3
3 Rukmini Kusuma Astuti. Proses Terjadinya Pelacuran di Masyarakat. Thesis Fakultas Psikologi Universitas Gadjahmada. Jogyakarta. 1984.
Pemerintah memang secara tidak langsung menghendaki adanya lokalisasi
pelacuran, dimaksudkan agar para pelacur tidak menyebar atau beroperasi di
jalan-jalan umum. Sehingga, akan mengganggu kenyamanan, keamanan, dan
ketertiban masyarakat. Pelacuran yang merupakan penyakit masyarakat bisa
melanggar norma, susila, kesopanan dan melanggar larangan agama. Karena
pelacuran itu sendiri adalah perbuatan zina, yaitu persetubuhan yang dilakukan
oleh laki-laki atau perempuan yang belum atau telah kawin, dengan perempuan
atau laki-laki yang bukan isteri atau suaminya.
Di samping itu, mereka (orang tua) sangat khawatir terhadap anak-
anaknya, terutama para ibu-ibu yang memiliki anak remaja, atau bisa jadi
khawatir terhadap suami-suaminya yang suka selingkuh. Karena melihat latar
belakang penduduk yang masih awam dalam hal agama. Masyarakat di Desa
Kaliwungu pada awalnya adalah termasuk masyarakat yang harmonis, keluarga
yang penuh ketenangan dan damai. Akan tetapi, setelah dibuka tempat pelacuran
(lokalisasi) masyarakat menjadi khawatir, terutama para ibu-ibu rumah tangga,
takut bila diantara suami atau anaknya terlibat di tempat haram itu, sebab
pelacuran adalah bentuk hubungan kelamin laki-laki dan perempuan di luar akad
nikah, yang hanya menginginkan kepuasan dengan suatu pembayaran. Sehingga,
penduduk sekitar terutama keluarga di lingkungan lokalisasi sangat berharap
keharmonisan rumah tangga terus berlanjut, mesti setelah adanya lokalisasi yang
dipertahankan pemerintah di daerah tersebut.
Lokalisasi pelacuran di Desa Kaliwungu tersebut menurut keberadaannya
sudah ada sejak lama. Hal ini tampak dari catatan data dinas sosial Kecamatan
Ngunut Kabupaten Tulungagung, yang menyebutkan bahwa sejarah lokalisasi
Kaliwungu pada tahun 1972. Asal mulanya terdapat 3 (tiga) tempat praktik liar
dipinggiran kali brantas, tepatnya di wilayah Desa Pulosari dan Kaliwungu.
Karena praktik seks semakin meluas dan meningkat waktu itu, akhirnya pihak
muspika Kecamatan berkoordinasi dengan muspika Kabupaten Tulungagung,
untuk menentukan langkah antisipasi dengan dibuatkan gedung pertemuan yang
sederhana. Tempatnya di luar (sebelah) lokalisasi pelacuran. Sampai pada
akhirnya pada Bulan Agustus tahun 1991, gedung untuk pemeriksaan kesehatan
para Pekerja Seks Komersial (PSK) tersebut diresmikan oleh Bupati
Tulungagung.
Keberadaan lokalisasi pelacuran tersebut hingga kini solusinya tetap
dipertahankan Pemerintah Daerah, dengan memberikan perhatian serius, baik
berupa keamanan maupun memberikan pembinanaan. Hal ini dapat dilihat dari
latar belakang sejarah adanya tim pengawasan dalam pembentukan lokalisasi,
yang meliputi antara lain: Kecamatan, Koramil, Polsek, dinas kesehatan, dinas
sosial.
Pengaruh adanya lokalisasi di Desa Kaliwungu mempunyai dampak
negatif dan juga positif. Penduduk merasa mendapat lapangan pakerjaan yang
hasilnya cukup memuaskan, karena bisa berjualan, membuka warung, dan tempat-
tempat parkir dengan memanfaatkan pengunjung di lokalisasi yang relatif ramai.
Pengunjung rata-rata berasal dari daerah perkampungan, kecamatan, dan
perkotaan, baik dari kota Tulungagung hingga luar kota seperti Kediri, Blitar, dan
Jombang. Hal ini menyebabkan sebagian besar masyarakat Kaliwungu merasa
khawatir, dan cemas dengan adanya lokalisasi di daerah tersebut, pasalnya suami
atau anak-anak remaja bisa terpengaruh dengan semakin brutal, suka minum, dan
sering “jajan” ke lokalisasi tersebut.
Kondisi tersebut memicu seringnya pertengkaran yang terjadi antara suami
isteri, dan berakibat fatal yaitu timbul perceraian. Sehingga hal ini sangat
mengkhawatirkan masyarakat di lingkungan sekitar lokalisasi, terutama dalam hal
keharmonisan dalam rumah tangga.
B. Rumusan Masalah
Penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana masyarakat sekitar lokalisasi, di Desa Kaliwungu Kecamatan
Ngunut Kabupaten Tulungagung, memahami keharmonisan dalam rumah
tangga?
b. Bagaimana upaya masyarakat sekitar Lokalisasi, di Desa Kaliwungu
Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung, dalam mempertahankan
keharmonisan rumah tangganya?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Memahami pendapat masyarakat sekitar lokalisasi di Desa Kaliwungu
Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung terhadap keharmonisan
rumah tangga.
b. Memahami bagaimana upaya masyarakat lingkungan sekitar lokalisasi, di
Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung, dalam
mempertahankan keharmonisan rumah tangga.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis.
1. Kegunaan secara Teoritis
Untuk menambah wawasan tentang pemahaman masyarakat lingkungan
sekitar lokalisasi, di Desa Kaliwungu Ngunut Kabupaten Tulungagung. Dalam
memahami keharmonisan rumah tangga, dan dengan hasil penelitian yang di
peroleh diharapkan dapat dijadikan rujukan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.
2. Kegunaan secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat dilingkungan
sekitar lokalisasi, terhadap kejadian yang serupa dan mampu memberikan
solusi terhadap permasalahan masyarakat, tentang bagaimana upaya
mempertahankan keharmonisan dalam rumah tangga.
E. Definisi Operasional
Uraian umum beberapa istilah pelacuran, lokalisasi dan rumah tangga harmonis
1. Pelacuran
Pelacuran adalah suatu perbuatan dimana seorang perempuan
menyerahkan dirinya. Untuk berhubungan kelamin dengan jenis kelamin lain
dengan mengharapkan bayaran, baik berupa uang ataupun bentuk lain. Dapatkah
pelacuran tersebut dikatakan zina? Untuk menjawabnya marilah kita menelaah
pengertian zina yang dikatakan R. Sosilo sebagai berikut:
“Zina adalah persetujuan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin, dengan perempuan atau laki-laki yang bukan isteri atau suaminya.”4
Dengan demikian, dapat dirumuskan jika kita mengacu pengertian
pelacuran. Maka perzinaan masuk dalam pelacuran, asalkan hubungan tersebut
dengan meminta imbalan bayaran uang/ barang lain. Dari batasan tersebut dapat
disimpulkan beberapa unsur untuk terjadinya pelacuran:
1) Adanya perbuatan yang berupa perhubungan campur aduk antara laki-laki
dan wanita.
2) Dari pihak perempuan biasanya disebut WTS, menyerahkan diri kepada
hampir setiap laki-laki yang menginginkan hubungan kelamin dengannya.
3) Adanya bayaran uang yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada WTS.
Iwan Bloch berpendapat: “Pelacuran adalah suatu bentuk perhubungan
kelamin di luar pernikahan dengan pola tertentu, yakni kepada siapapun secara
terbuka dan hampir selalu dengan pembayaran baik untuk perbedaan, maupun
untuk kegiatan seks lainnya yang memberikan kepuasan yang diinginkan oleh
yang bersangkutan.5
2. Lokalisasi
Dimana terpusatnya sejumlah rumah bordir (tempat tertentu yang didiami
oleh para WTS,6 untuk melakukan pelacuran). Penunjukan tempat pelacuran ini
4 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, hal 209. 5 Rukmini Kusuma Astuti, Op., Cit, hal 17. 6 Pengertian WTS sangat erat hubungannya dengan pengertian yang baru disebutkan. WTS menunjukkan kepada “orangnya”, sedangkan pelacuran menunjukkan kepada kegiatannya. WTS hanya merupakan salah satu unsur untuk terjadinya pelacuran, meskipun kedudukan unsur ini sangat penting artinya. Di Rusia setelah revolusi dan berdirinya pemerintahan Republik, WTS dianggap sebagai barang dagangan dalam bentuk tubuh manusia, dan sebagai barang dagangan
berdasarkan campur tangan pemerintah daerah, dalam hal ini baik secara langsung
ataupun tidak langsung memberikan izin kepada germo7 (mucikari8 / orang-orang
yang mengadakan bordir-bordir atau tempat pelacuran) untuk mendirikan rumah
bordir.9 Sebuah lokalisasi biasanya dilengkapi dengan sarana dan prasarana
pendidikan, olah raga, rekreasi serta diadakan pemerikasaan kesehatan secara
teratur. Berbeda dengan pusat rehabilitasi WTS, dimana para WTS tidak hanya
melakukan pelacuran, di daerah-daerah lokalisasi perempuan tetap melakukan
pekerjaan melacur.
Dari penjelasan yang ada dapat disimpulkan beberapa unsur yang
mendukung pengertian lokalisasi, sebagai berikut: 1) suatu daerah khusus, agak
terpisah dari perumahan penduduk (biasanya), dimana dipusatkan rumah-rumah
bordir, 2) adanya campur tangan pemerintah di dalam pengelolaannya.
3. Rumah tangga harmonis
Rumah tangga yang senantiasa memelihara janji suci kedua pasangan yang
berlandaskan tuntutan agama. Dalam melangsungkan kehidupannya, sepasang
lainnya. Di tawarkan di pasar untuk di beli, dengan demikian timbullah harga pasar setiap jenis pelacur. Untuk lebih memberikan penjelasan berikut ini adalah hal-hal yang dapat disimpulkan dari batasan jenis wanita susila (WTS):
a. Orang (biasanya wanita) yang menyediakan diri kepada banyak orang, untuk mengadakan hubungan kelamin.
b. Mengharapkan imbalan yang berupa uang. c. Adanya “standard” harga secara relatif untuk setiap layanan yang diberikan.
7 Ada beberapa penjelasan mengenai germo diantaranya: (1) orang yang mengasuh sejumlah WTS. (2) mengambil sebagian pembayaran laki-laki langganan WTS. (3) memberikan layanan tertentu kepada WTS baik berupa penyediaan tempat, menghubungi tamu maupun memberikan perlindungan tertentu. 8 Pengertian mengenai mucikari mencakup hal-hal sebagai berikut: (1) seseorang (umumnya laki-laki) yang secara aktif mencarikan tamu bagi WTS, (2) mendapatkan sebagian uang dari pembayaran tamu kepada WTS sebagai imbalan jasa yang diberikan. 9 Yang dapat dikategorikan rumah bordir, harus memiliki unsur-unsur sebagai berikut: (1) tempat tersebut dihuni oleh dua orang atau lebih wanita pelacur. (2) di rumah tersebut ia menerima tamu untuk maksud melakukan hubungan kelamin. (3) sedikitnya dikenal oleh orang banyak, sebagai rumah dimana orang dapat mengadakan hubungan kelamin dengan WTS.
suami istri selalu berdiri pada batasan mereka masing-masing, dan berdasarkan
hak dan kewajiban yang telah ditentukan.
F. Sistematika Pembahasan
Dalam suatu penelitian ilmiah, menurut adanya suatu pembahasan yang
sistematis, guna mempermudah pembaca dalam memahami penelitian ini. Maka
keseluruhan bentuk pembahasan dalam penulisan ini disusun secara sistematis
sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan
Dalam bab I ini dibahas mengenai latar belakang masalah, disamping itu
juga menjelaskan rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, definisi operasional dan sistematika pembahasan.
BAB II: Kajian Pustaka
Dalam bab ini terdapat penelitian terdahulu, pelacuran (lokalisasi), faktor-
faktor timbulnya pelacuran, keharmonisan rumah tangga yang terdiri dari
tujuan rumah tangga, fungsi keluarga dan kriteria keberhasilan
perkawinan, selanjutnya hak dan kewajiban suami isteri dalam rumah
tangga.
BAB III: Metode Penelitian
Akan membahas metode penelitian, antara lain rancangan penelitian yang
meliputi lokasi penelitian, jenis dan pendekatan penelitian, metode
pengumpulan data, sumber data, pengolahan data dan analisis data.
BAB IV: Pemaparan dan Analisis Data.
Dalam bab ini memaparkan hasil penelitian yang meliputi: kondisi
obyektif lokasi penelitian, keadaan geografis, keadaan penduduk, keadaan
pendidikan, keadaan agama, keadaan ekonomi, sejarah lokalisasi di Desa
Kaliwungu Kec. Ngunut Kab. Tulungagung, pemahaman masyarakat
terhadap keharmonisan rumah tangga, dan juga upaya masyarakat sekitar
lokalisasi dalam mempertahankan keharmonisan rumah tangga.
BAB V: Kesimpulan dan Penutup
Bab terakhir yang berisi tentang penutup yang meliputi, kesimpulan dan
saran-saran. Hasil penelitian yang diambil dari hasil penelitian mulai dari
judul hingga proses pengambilan kesimpulan, dan saran-saran bagi
berbagai pihak yang bersangkutan dalam penelitian ini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Untuk mengetahui lebih jelas tentang penelitian ini, kiranya penting untuk
mengkaji terlebih dahulu hasil penelitian terdahulu, yang terkait dengan penelitian
ini, baik secara teori maupun kontribusi keilmuan. Ada beberapa pembahasan
skripsi mengenai keharmonisan rumah tangga, diantaranya:
a. Iis Inayatul Affiyah meneliti sebelumnya dengan judul skripsi “Dampak
Bencana Lumpur Panas ‘Lapindo Brantas Inc’ Terhadap Keharmonisan
Rumah Tangga” (Study Di Desa Jatirejo Kecamatan Porong Kabupaten
Sidoarjo). Hasil dari penilitiannya ada 2 kesimpulan utama. (1) Adanya
bencana Lumpur panas yang diakibatkan eksplorasi oleh PT “Lapindo
Brantas Inc” sangat berpengaruh terhadap keharmonisan rumah tangga,
para pengungsi yang masih berada di tempat pengungsian pasar baru
porong, yang sebelumnya keluarga tersebut berjalan dengan baik.
Salah satunya komunikasi yang kurang, di tempat pengungsian
tersebut seseorang tidak bisa melakukan komunikasi dengan baik, karena
tempat yang serba terbatas, dan dalam keadaan keluarga penuh dengan
masalah yang disebabkan adanya bencana. (2) Dengan adanya bencana
tersebut, peneliti memberikan solusi yang berkaitan dengan keharmonisan
rumah tangga, yaitu: adanya relokasi/ tempat yang layak untuk para
pengungsi. Dan adanya komunikasi yang baik, dengan itu seseorang akan
mengetahui keadaan keluarganya, mempertahankan komitmen, dan selalu
bersabar dan berfikir positif.10
b. Rahmawati penelitiannya dengan judul skripsi “Upaya Istri Yang Bekerja
di Pabrik Dalam Menciptakan Harmonisasi Keluarga” (Study di Desa
Ringinpitu Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung) dengan
hasil penelitian sebagai berikut: 1) Walaupun istri bekerja di luar rumah,
akan tetapi ia tetap melaksanakan tugasnya dalam rumah tangga dengan
baik, sehingga hak dan kewajiban dalam rumah tangga tidak terabaikan; 2)
Komunikasi aktif di antara anggota keluarga, dengan demikian anggota
keluarga bisa menyalurkan pendapatnya, dan di dalam keluarga tersebut
tidak ada hal yang disembunyikan; 3) Ketika suami-istri bekerja, mereka
tetap mengutamakan keluarga karena keluarga adalah tempat untuk
mencurahkan kasih sayang dan menjadi motifasi dalam kehidupan; 4)
Memupuk rasa cinta kasih, saling percaya, pengertian, menerima keadaan,
10Iis Inayatul Affiyah.“Dampak Bencana Lumpur Panas ‘Lapindo Brantas Inc’ Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga” (Study Di Desa Jatirejo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo). Fakultas Syari’ah UIN Malang. Skripsi. 2007.
saling membantu, saling mengingatkan dan memaafkan karena hal tersebut
penting untuk menciptakan rumah tangga yang harmonis.11
c. Imroatus Sholihah dengan judul skripsi “Upaya Pelaku Poligini dalam
Mewujudkan Kelurga Sakinah” (Study di Desa Banjardowo Kecamatan
Jombang Kabupaten Jombang), berdasarkan hasil analisa peneliti ada 2
kesimpulan; a) Dalam pernikahan poligini yang terdapat di Desa
Banjardowo dapat ditarik kesimpulan. Bahwa yang melatarbelakangi
pelaku poligini melakukan pernikahan ini, dikarenakan ada dua faktor:
yang pertama adalah karena seorang istri yang tidak dapat memberikan
keturunan yang sudah lama menikah, dan kedua karena seorang istri yang
sudah sakit-sakitan, sehingga sudah tidak bisa melayani suaminya seperti
sebelumnya. Oleh karena itu, terjadi pernikahan poligini, dan diantara lima
orang yang melakukan poligini yang kami teliti, tiga pasang menjadi
sakinah dan dua pasang tidak sakinah, karena dalam suatu pernikahan
poligini tidak semua orang laki-laki, yang melakukannya itu dapat
mewujudkan keluarganya menjadi sakinah mawaddah waramah; b) dan
dalam pernikahan poligini jika ingin mewujudkan kelurga yang sakinah
mawaddah, wa rahamah maka harus ada sikap saling pengertian, saling
sabar, saling terbuka, saling toleransi, adanya saling kasih sayang, adanya
komunikasi dan adanya kerjasama.12
11 Rahmawati“Upaya Istri Yang Bekerja di Pabrik Dalam Menciptakan Harmonisasi Keluarga” (Study di Desa Ringinpitu Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung). Skripsi. Fakultas Syari’ah UIN Malang. 2007. 12 Imroatus Sholihah“Upaya Pelaku Poligini dalam Mewujudkan Kelurga Sakinah” (Study di Desa Banjardowo Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang). Skripsi. Fakultas Syari’ah UIN Malang. 2006.
d. Nur Kholis Aziz “Tinjauan Pasal 296 KUHP Terhadap Pengaturan
Lokalisasi Pelacuran di Kabupaten Tulungagung”. Dalam isi skripsi
tersebut. Bahwa sebenarnya tidak ada landasan hukum yang menjadi
pertimbangan, sehingga dibukanya lokalisasi pelacuran di Kabupaten
Tulungagung, namun pertimbangan Pemerintah Daerah melokalisasi
pelacuran melalui Peraturan Daerah Nomor 29 tahun 2002, tentang
penyelenggaraan Ketertiban Umum adalah: pertama, untuk
penyelenggaraan ketertiban umum, dalam rangka menciptakan kebersihan,
ketertiban dan menanggulangi praktik-praktik pelacuran liar di tempat-
tempat umum. Kedua, sebab-sebab timbulnya pelacuran karena adanya
faktor ekonomi, lingkungan, urbanisasi, dan problem keluarga yang saling
berkaitan, untuk itu harus dipahami.
Meskipun pelacuran dikatakan penyakit masyarakat yang dengan
perlakuannya berakibat pelanggaran ketertiban umum, namun pelacuran
tidak dapat hanya diselesaikan secara hukum, tapi juga melalui jalan
memahami kehidupan sosial. Karena terkait antara pencakupan biologis
dan nafkah hidup bagi warga Negara. Pembinaan ketrampilan juga
menjadikan upaya memberi solusi pekerjaan bagi mereka. Payung hukum
yang dijadikan perlindungan lokalisasi pelacuran di Kabupaten
Tulungagung adalah, Peraturan Daerah Nomor 29 Tahun 2002 tentang
penyelenggaraan ketertiban umum, dimana melacurkan diri perbuatan
asusila yang hanya dijerat kalau dilakukan ditempat umum. Misalnya
dilakukan di jalan-jalan dan tempat-tempat terbuka. Adanya 2 (dua)
lokalisasi pelacuran di Ngujang dan Kaliwungu Tulungagung ternyata
selama ini tidak ada payung hukum yang kuat, yang dijadikan
perlindungan lokalisasi. Sedangkan, keberadaan lokalisasi pelacuran
tersebut masih eksis selama ini di dua lokalisasi Ngujang dan Kaliwungu,
hal tersebut hanya karena pertimbangan sosial dari Pemerintah Dearah
sebagai jalan alternatif saat ini.13
Para peneliti diatas membahas mengenai upaya keluarga sakinah, dan
lokalisasi dengan latar belakang dan hasil penelitian yang berbeda-beda. Maka
penelitian ini akan mengangkat, bagaimana pemahaman masyarakat sekitar
lokalisasi, mengenai keharmonisan rumah tangga dan bagaimana upaya
masyarakat sekitar lokalisasi, dalam mempertahankan keharmonisan rumah
tangga. Di Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung, pada
penelitian awal, upaya masyarakat dengan mengadakan rutinan keagamaan,
seperti tahlilan, yasinan, pengajian bersama yang diadakan oleh tokoh agama
sekitar.
B. Pelacuran/ Lokalisasi
1. Sejarah Tentang Pelacuran/ Lokalisasi
Sejarah profesi prostitusi merupakan profesi yang tua dalam sejarah, hanya
saja tidak dapat dipastikan siapa yang lebih tua antara profesi prostitusi/ pelacur
dan profesi lawyer/ advokad. Profesi pelacur dan juga hakim, lawyer, serta dokter
bersama-sama dengan dukun para normal disebut-sebut sebagai 4 (empat) profesi
13 Nur Kholis Aziz, Tinjauan Pasal 296 KUHP Terhadap Pengaturan Lokalisasi Pelacuran di Kabupaten Tulungagung, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Tulungagung, 2007.
yang tertua dalam sejarah dunia.14 Sama halnya dengan kemiskinan, pelacuran
merupakan masalah sosial yang tertua, sejak adanya norma-norma perkawinan
dalam pergaulan hidup manusia. Sejak itu pula gejala masyarakat yang dikenal
dengan pelacuran, dan penyimpangan dari norma-norma perkawinan yang sah
bisa merupakan zina/ pelacuran.15
Timbulnya pelacuran sama tuanya dengan sejarah timbulnya tata tertib
masyarakat seperti perkawinan atau pernikahan. Perwujudan saat itu berlainan
dengan praktik pada saat ini, hal ini tentunya berkembang sesuai dengan tingkat
perkembangan peradaban itu sendiri di berbagai daerah. Pelacuran telah lama ada
dan dikenal, dalam sejarah manusia seperti diantaranya: Amerika Serikat, Yunan
dan Romawi Kuno, serta di kerajaan Tiongkok lama dan sejak berabad-abad
silam. Sejalan dengan perkembangan sejarah pada masa-masa dahulu, dimana
masyarakat masih sederhana, sebagai suatu gejala. Hal ini lebih banyak dijumpai
di negara Amerika Serikat.
Sejak zaman koloni banyak perempuan masuk daerah Amerika Serikat,
dari Eropa bersama dengan kaum pendatang lainnya. Beberapa diantaranya datang
bersama-sama dengan kaum penjahat. Tulisan dan kotbah-kotbah kaum pendatang
semuanya memberikan gambaran, tentang kejahatan dan pelacuran di daerah-
daerah Amerika Serikat. Sepanjang pantai Gading dan beberapa suku Indian
Amerika, masyarakat memiliki kebiasaan untuk melacurkan istri, dan putri
mereka guna mendapatkan keuntungan tertentu.
14 Munir Fuady, Aliran Hukum Kritis, PT. Adya Bakti, Bandung, 2003, hal 70. 15 Soejono D, Pathologi Sosial, Alumni, Bandung, hal 102.
Penggantian dari pihak suami menjadi hak seorang dewa menyebabkan
adanya suku-suku dahulu, melakukan pelacuran keagamaan atau dikenal dengan
istilah “religious prostitusi”. Sebagai contoh, yang terdapat di dalam buku Ewe
Tshi yang mendiami pantai Afrika Barat. Bahwa pendeta perempuan menganggap
dirinya sebagai istri dari dewa yang mereka sembah, dan untuk itu mereka
melakukan hubungan kelamin dengan laki-laki yang bukan suaminya. Perbuatan
itu dianggap bukan sebagai perbuatan yang tercela. Demikian halnya di India
sejak abad ke-8 dan ke-9, penyanyi-penyanyi di biara sering melakukan hubungan
kelamin sebagai bentuk pemujaan.
“Pada zaman kerajaan Yunani Kuno pelacuran merupakan suatu lembaga sosial yang terhormat dan diakui oleh publik. Istri-istri raja Yunani Kuno, harus berdiam diri terus di rumah dan tidak boleh keluar serta dilarang berada di tempat-tempat umum seperti pada pertandingan-pertandingan dan teater-teater, dan kalau mereka boleh keluar oleh suaminya harus memakai kerudung muka. Mereka menganggap sebagai penghasil anak yang akhirnya pria-pria Yunani Kuno, yang terhormat mencari wanita-wanita pelacur untuk hiburan”16
Di Negara Roma hubungan badan (seksual) di luar perkawinan adalah
dianggap sebagai perbuatan penyelewengan moral, dan hal tersebut merupakan
perbuatan yang harus dikenakan sanksi hukuman berat. Meskipun kenyataan pada
akhirnya diadakan hukuman berat, namun pelacuran menjadi gejala sosial yang
dianggap lumrah. Apalagi ketika Kaisar Roma sendiri melanggar hukum dengan
main perempuan-perempuan pelacur, di tempat tertentu/ khusus yang mewah,
lengkap dengan tempat pemandian dan pemijatan. Maka akhirnya, larangan
pelacuran itu menjadi tidak berlaku, dan kesucian terhadap perkawinan yang sah
menjadi rusak. 16 B. Simanjutak, Pengantar Kriminologi dan Pathologi Sosial, Penerbit Tarsito, 1981. hal 22.
Di Yunani perzinaan dianggap adat kebiasaan hak istimewa seorang laki-
laki, dan perempuan ulung bisa menjadi perempuan yang mempunyai kedudukan
tinggi dalam masyarakat. Di Roma pada masa kekuasaan kekaisaran terakhir,
ketika kerajaan lama mengalami keruntuhan, perzinaan menjadi praktik umum
dan biasa bagi laki-laki maupun perempuan, yang belum atau sudah kawin. Dan
perempuan dari kelas tinggi/ kalangan mewah bisa turun pangkat menjadi pelacur
yang menawarkan dirinya, pada siapa saja asal dapat kepuasan.
Setelah pengakuan dan penyebaran agama Nasrani, timbul pandangan baru
terhadap pelacur, dan berusaha mengembalikan mereka kejalan yang benar.
Pandangan demikian ini pada dasarnya mempersamakan kedudukan perempuan
dan laki-laki di hadapan Tuhan. Jadi, berbeda dengan masalah sebelumnya,
pelacuran pada hakikatnya tidak dapat di terima dan menjadi masalah sulit.
Di Eropa raja-raja pertama abad pertengahan, selain memperkenalkan
sistem selir, pelacuran juga pada abad pertengahan, mungkin hanya dapat
dimengerti bila dihubungkan dengan tiga macam kepentingan sosial. Pertama,
adalah dihubungkan dengan kesejahteraan keluarga, yaitu dengan menjaga anak
istri dari pengaruh-pengaruh pelacuran, dan juga untuk kepentingan agama. Dan
kepentingan ini merupakan pencegahan. Kedua adalah, untuk mencegah rumah
pelacuran menjadi tempat pusat kekacauan, kejahatan. Untuk kepentingan ini
rumah pelacuran diawasi oleh petugas pemerintah, dengan mengharuskan pelacur
yang berpraktik mendapat izin terlebih dahulu dari pemerintah. Ketiga, adalah
kepentingan keuangan, dimana pemerintah ingin mendapat bagian.
Pada permulaan abad XV ditandai dengan munculnya anggapan-anggapan
baru mengenai pelacuran, yaitu dengan kesadaran akan bahaya penularan penyakit
kelamin, yang telah melanda Eropa Selatan menjalang akhir abad XV dan
mengganaskan di abad XVI. Telah di perkirakan sepertiganya penduduk Eropa
telah meninggal, akibat penyakit kelamin dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun.
Ketakutan ini diperbesar lagi dengan adanya tindakan pendeta-pendeta Gereja
yang tidak mampu untuk mengatasi persoalan pelacuran.
Kemudian diadakan pengawasan yang keras dan ketat, bahkan ditetapkan
undang-undang yang berisi tentang penghukuman para pelacur. Di Paris
contohnya dengan ordonansi 1635 yang menyebutkan bahwa, tanpa pengadilan
resmi, pelacuran dapat dibuang keluar daerah seumur hidup. Selanjutnya bahwa
diharuskan pemeriksaan bagi pelacuran yang untuk berobat di kota Paris, tetapi
penyakit kelamin tersebut telah menjalar dengan cepat di abad XIX, sedang
undang-undang itu sendiri tidak mampu menghapuskan sesuai dengan harapan.
Tetapi, dengan pelacuran itu sendiri bukan merupakan penyebab satu-satunya
penyakit kelamin. Pelacuran hanya merupakan bentuk yang paling nyata
dibanding hubungan-hubungan kelamin di luar pernikahan. Sumber penyakit itu
sendiri bukan berasal dari para pelacur saja, melainkan dari laki-laki dengan siapa
berhubungan.
Pada perang dunia ke-II, penyakit kelamin yang tidak terkontrol oleh
pemerintah menjadi banyak, maka pada tahun 1919 liga bangsa-bangsa
mengambil keputusan, mempercayakan persetujuan mengenai perdagangan-
perdagangan wanita, dan pelacuran di bawah pengawasan Internasional.
Konverensi Jenewa tahun 1921 menyarankan rencana persetujuan, yang memohon
dewan liga bangsa-bangsa untuk membentuk komite penasihat, dan menyarankan
supaya wakil-wakil negara yang di undang untuk membuat laporan tahunan,
mengenai pelacuran di negaranya masing-masing. Sementara pelacuran berada di
Indonesia sejak masih berbentuk kerajaan. Dalam hal ini Rukmini Kusuma Astuti
menyatakan:
“Hal tersebut berakar adanya kelas dalam masyarakat, kelas tuan tanah, dan kelas petani miskin. Golongan pertama mempunyai kedudukan ekonomi kuat sehingga mereka mampu memelihara istri dan selir. Selir-selir ini banyak diambil dari keluarga petani dan rakyat kecil. Keadaan yang demikian menimbulkan perguncingan dan pelacuran.”17
2. Problem Pelacuran
a. Pelacuran sebagai masalah sosial
Pelacuran merupakan masalah sosial, karena merugikan masyarakat dalam
hal ketentraman, kemakmuran baik jasmani, rohani maupun sosial dari kehidupan
bersama. Hal ini menjadi nyata bila dihubungkan dengan penularan penyakit
kelamin, ajaran beberapa agama dan adat tradisi suku-suku bangsa Indonesia.
b. Pelacuran dan penyakit kelamin
Pelacuran dapat mendatangkan penyakit kelamin yang amat berbahaya,
seperti misalnya: sipilis dan kencing nanah yang dapat dengan mudah ditularkan
kepada istri, dan anak-anak si penderita. Betapa meluasnya penyakit kelamin
ditengah-tengah masyarakat dapat dilihat dari tulisan Rukmini (1984 :68) yang
menyatakan sebagai berikut:
17 Rukmini Kusuma Astuti, Proses Terjadinya Pelacuran di Masyarakat, Thesis, Fakultas Psikologi Universitas Gadjahmada, Yogyakarta, hal 17.
“Menurut hasil pelaksanaan survey lembaga P4K di Surabaya maka diperoleh data sebagai berikut: diantaranya alat-alat negara didapatkan angka sipilis aktif dan laten sebesar 30,8 persen, buruh-buruh pabrik dan perusahaan 10,5 persen, rakyat bebas di dalam suatu kampung 8 persen, diantaranya mahasiswa 1,61 persen dan diantaranya ibu-ibu hamil yang memeriksakan diri di B.K.I.A di kota Surabaya didapatkan sipilis 11,16 persen.”18
Dari hasil survey di atas kiranya dapat digaris bawahi, bahwa majunya
pengetahuan di bidang obat-obatan, ternyata belum dapat membatasi dan
menjamin melusnya penyakit kelamin di masyarakat. Ada beberapa hal yang
menyulitkan usaha-usaha untuk membatasi meluasnya penyakit kelamin, terutama
karena belum adanya kesadaran dari banyak perempuan pelacur akan bahaya-
bahaya yang dapat di timbulkannya. Adamang Rochim, menuliskan hasil
penelitiannya terhadap 122 orang pelacur sebagi berikut:
“Hampir lima puluh persen diantara mereka tidak dapat injeksi. Berdasarkan hasil observasi penulis ada beberapa wanita pelacur yang memang takut di injeksi, sehingga walaupun datang di tempat penyuntikan itu dia. Hanya membayar uang Rp. 75, 00 dengan menyerahkan kartu kemudian diberi tanda bahwa ia mudah di injeksi yang sebenarnya mereka tidak mau di injeksi.”19
Dari hasil penelitian di atas selanjutnya dapat diberi kesimpulan, bahwa
penyakit kelamin yang menyertai pelacuran mempengaruhi kesejahteraan sebagai
anggota masyarakat, karena penyakit kelamin mengancam keselamatan,
ketentraman dan kemakmuran baik jasmani, rohani, maupun sosial mereka.
Pelacuran sebagai masalah sosial, yang telah dibahas dari segi penyakit
kelamin yang ditimbulkan, juga akan dilihat dari pandangan agama, yakni Agama
Islam. Pelacuran dilihat dari pandangan agama menyangkut nilai-nilai, yakni nilai 18 Rukmini Kusuma Astuti. Op., Cit. hal 68. 19 Adamang Rochim, 19981, Pelacuran Sebagai Salah Satu Faktor Penghambat Kesejahteraan Keluarga, Penerbit Tarsito, Bandung, hal 68.
yang buruk. Pengertian buruk antara lain, disebutkan dalam hukum Islam yang
bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad saw, di dalam Al-Qur’an
tidak ada ayat yang menyebutkan pelacuran tetapi hanya menyebut perzinaan.
Pelacuran merupakan perzinaan menurut pandangan agama Islam.
Mengenai sanksi hukuman yang dijatuhkan kepada orang-orang pezina, Allah swt.
Didalam Surat An-Nur ayat 2, Al-Qur’an dan terjemahannya sebagai berikut:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
Nabi Muhammad saw. Sangat mengutuk perbuatan zina, karena zina
termasuk perbuatan dosa besar dalam Islam. Para Imam empat madzhab didalam
Islam, yaitu Hambali, Hanafi, Maliki, dan Syafi’i bersepakat, bahwa perbuatan
zina adalah suatu dosa besar yang wajib dikenakan hukuman kepada para
pelakunya. Dengan demikian pelacur merupakan masalah yang harus di
tanggulangi karena bertentangan dengan moral Islam.
c. Pelacuran Dilihat dari Pandangan Adat Tradisi.
Pelacuran merupakan masalah sosial, bukan hanya bila ditinjau dari segi
penularan penyakit kelamin dan pandangan Islam. Tetapi juga merupakan
masalah sosial bila dilihat dari segi adat tradisi, sebagaian besar suku-suku bangsa
di Indonesia yang telah mengakui lembaga perkawinan sebagai lembaga yang
luhur. Sehingga setiap perhubungan kelamin di luar perkawinan, merupakan
perbuatan tercela, bahkan dapat menyebabkan pertumpahan darah.
Reaksi masyarakat terhadap delik kesusilaan tidak dapat diabaikan.
Sehingga, hendaknya adat tradisi dapat dijadikan dasar dalam putusan hakim
dalam menerapkan delik kesusilaan ini. Tidak jarang dijumpai pembunuhan yang
terjadi di Madura dengan alasan zina, di mana laki-laki dapat membunuh
perempuannya karena diketahui telah melakukan hubungan gelap dengan laki-laki
lain yang bukan suaminya.20
C. Faktor-faktor Pendorong Timbulnya Pelacuran
1. Faktor Kejiwaan
Sejumlah faktor psikologi tertentu memainkan peranan penting yang
menyebabkan seseorang perempuan melacurkan diri. Bahwa, perempuan-
perempuan yang menjadi pelacur itu, lahir dan dibesarkan dalam lingkungan yang
miskin atau agak miskin. Orang tua mereka berwatak lemah dan kebanyakan
kurang pendidikan. Standar modal keluarga-keluarga mereka pada umumnya
rendah, dan cara orang tua mereka memberikan pembentukan disiplin adalah,
tidak bijaksana dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Keretakan-keretakan di dalam keluarga biasanya disebabkan oleh
kematian, perceraian, dari salah seorang ayah atau ibu. Perempuan-perempuan itu
biasanya terlibat dalam kesedihan atau banyak bersusah hati, ada yang dibebani
pikiran tak waras dan disertai keadaan emosi yang tidak stabil. Pada bidang-
20 Nur Kholis Aziz, Op., Cit. hal 45
bidang pendidikan mereka bertaraf lebih rendah dari pada nilai rata-rata. IQ
dibawah standar dari rata-rata.
Kurangnya kasih sayang dapat membawa pada keadaan tak berdaya. Di
samping itu juga, di dukung sejumlah faktor sosial, misalnya keinginan untuk
melepaskan diri dari kenyataan hidup keluarga, dan masyarakat yang tidak
tertahankan lagi. Adanya keinginan untuk mengikuti cara hidup di kota-kota
dengan segala kemewahaan, juga dapat mendorong seseorang melacurkan diri.
Dalam hal ini Rukmini menyebutkan sebagai berikut:
“Faktor moral individu dan moral masyarakat sebagai faktor yang cukup penting artinya di dalam terjadinya pelacuran. Hal ini dapat dilihat di negara-negara yang telah maju, dimana faktor ekonomi sering dianggap bukan faktor lagi yang menyebabkan bukan wanita melacurkan diri, tetapi dikarenakan juga adanya demoralisasi yang dialami oleh masyarakat dan individu pendukungnya, Di dalam usaha pemuasan nafsu sexsual seseorang, peranan sanksi masyarakat yang tercermin dalam keadaan moralnya sangat menetukan tindakan seseorang dan karenanya itu masalah pemuasan sex untuk mengadakan hubungan kelamin bukan hanya masalah kebutuhan biologis semata. Selanjutnya dikatakan, pembentukan moral individu terutama dalam kehidupan sexnya, sangat ditentukan oleh pendidikan didalam keluarga, dimana individu diperkenankan untuk pertama kalinya dengan baik dan buruk, boleh dan tidak boleh, benar dan salah serta hal lainnya. Kemudian moral seks tersebut terinternanasi oleh si anak tanpa disadari.”21
Kegagalan-kegagalan di dalam hidup individu karena tidak terpuaskan
kebutuhannya (baik biologis maupun sosial), dapat menimbulkan efek psikologis.
Sehingga, mengakibatkan situasi kritis pada diri individu tersebut. Di dalam
keadaan kritis ini mudah mengalami konflik batin, dan sadar atau tidak sadar
mereka mencari jalan keluar dari kesulitan-kesulitannya. Dalam keadaan yang
demikian inilah orang akan mudah terpengaruh ke jalan yang sesat. Seperti yang
21 Rukmini Kusuma Astuti, Op., Cit, hal 35.
telah disebutkan oleh Warauow, berbagai faktor psikologis yang dapat
menyebabkan seorang wanita menjadi pelacur adalah sebagai berikut:
1) IQ rendah sekitar 65 % sebagian besar wanita pelacur mempunyai IQ
rendah, yang terbagi: labilitas, dengan IQ 70-90, imbesil dengan IQ 50-70
dan idiot dengan IQ dibawah 50, mereka yang idiot ini jarang hidup diatas
30 tahun.
2) Kehidupan sosial yang abnormal, misalnya: hipersexual dan sadis sex.
3) Kepribadian yang lemah misalnya meniru.
4) Moralitas rendah dan kurang berkembang, misalnya kurang dapat
membedakan baik dan buruk, benar dan salah, boleh dan tidak boleh dan
lain-lain.
5) Mudah terpengaruh (suggestible).
6) Memiliki motif kemewahan, yakni menjadikan kemewahan sebagai tujuan
utama.
2. Faktor Sosial Ekonomi.
Sejumlah faktor sosial ekonomi sering disebut sebagai faktor pendorong
seseorang melacurkan diri. Faktor ini dapat dikaitkan dengan teori anatomi
Durkheim, yang didasarkan pada anggapan banyak kebutuhan ekonomi tidak
terpenuhi. Dengan demikian diperlukan aturan umum ataupun sesuatu, yang
menjaga tindakan sewenang-wenang dari pada anggota masyarakat yang ingin
memenuhi kebutuhannya itu.
Bila aturan-aturan tidak dapat dilaksanakan ataupun tidak dapat lagi
mengontrol keadaan, timbulllah situasi seolah-olah tidak ada lagi norma,
peraturan-peraturan mengikat dengan sangat lemah. Keadaan anatomipun akan
menguasai masyarakat. Biasanya pelanggaran terhadap depresi ekonomi, ataupun
ketika pesatnya kemajuan teknologi di dalam masyarakat. Teori sosial diatas
secara khusus pula dapat dipakai dalam usaha menjelaskan mengapa seorang
melacurkan diri. Reckless menyebutkan sejumlah kondisi sosial ekonomi yang
amat penting artinya dan menjerumuskan seorang perempuan melacurkan diri.
Keadaan sosial tersebut adalah:
a. Berasal dari keluarga miskin yang umumnya tingal di desa terpencil.
b. Melakukan urbanisasi karena menginginkan perbaikan nasib di kota-
kota besar, diantaranya mereka yang sedang hamil tanpa suami.
c. Pada umumnya mereka tidak memiliki keahlian tertentu.
d. Berasal dari keluarga yang pecah (broken home).
e. Telah dicerai suaminya.
f. Jatuh ke tangan-tangan agen rumah bordil yang sedang giat mencari
mangsa-mangsa baru, untuk dijadikan penghuni tetap rumah-rumah
pelacuran.
Adanya pemupukan kekayaan pada golongan tertentu, terjadinya
kemlaratan pada golongan bawah atau dengan kata lain, adanya hierarki di bidang
kehidupan ekonomi, memudahkan bagi penguasa rumah bordil mencari wanita-
wanita dari kelas melarat. Hubungan faktor tersebut dapat melahirkan pelacuran,
tidak hanya masalah ekonomi saja tetapi faktor sosial dan hukum sangat
menentukan terjadinya proses ini.
D. Keharmonisan Rumah Tangga
a. Dasar-dasar rumah tangga
Rumah tangga atau keluarga adalah suatu struktur dalam masyarakat yang
bersifat khusus, satu sama lain saling mengikat. Dalam sebuah negara, rumah
tangga ibarat sebuah bibit tanaman, jika bibit tanamannya baik dan sehat akan
tumbuh menjadi pohon yang berdaun rindang dan berbuah lebat. Rumah tangga
Muslim yang mampu memancarkan sinar Islam, pasti akan melahirkan sebuah
negara yang benar-benar adil, makmur, dengan ridha Allah swt, Baldatun
Tayyibatun wa Robbun Ghafur.
Gambaran seperti itu diakui oleh seorang sosiologis Barat bernama Bolak,
dia mengatakan:
“Rumah tangga adalah markas atau pusat dari nama denyut-denyut pergaulan hidup, ia adalah susunan yang hidup, yang dapat mengekalkan keturunan. Sebenarnya, rumah tangga itu adalah alam pergaulan menusia yang diperkecil, bukankah dalam rumah tangga lahir dan tumbuh apa yang disebut kekuasaan, agama, pendidikan, hukum dan perusahaan.” Menurut pandangan sosiologis keluarga dalam arti luas, meliputi semua
pihak yang mempunyai hubungan darah dan atau keturunan, sedangkan dalam arti
sempit, keluarga meliputi orang tua dengan anak-anaknya, kedalam pengertian
yang disebut terakhir masuk keluarga kandung (biologis) yang hubungannya
bersifat tetap, oleh Boll disebut family of procreation. Keluarga merupakan
tempat berlindung, bertanya, dan mengarahkan diri bagi anggotanya yang bersifat
hubungannya bisa berubah dari waktu kewaktu. Lima ciri khas yang dimiliki
keluarga, yaitu: (1) adanya hubungan berpasangan antara kedua jenis kelamin, (2)
adanya perkawinan yang mengokohkan hubungan tersebut, (3) pengakuan
terhadap keturunan, (4) kehidupan ekonomi bersama, dan (5) kehidupan berumah
tangga.22
Struktur rumah tangga dapat terbangun melalui hubungan darah ataupun
pernikahan, menurut ajaran Islam, perikatan itu mengandung tanggung jawab dan
sekaligus rasa saling memiliki dan saling berharap. Di samping terikat menurut
hukum Islam, juga terjalin dalam ikatan batin. Jadi sebuah struktur keluarga
menjadi kuat, jika memiliki pondasi yang kokoh, ibarat sebuah bibit tanaman,
akarnya mampu tumbuh ke dalam tanah, ranting-rantingnya berkembang, daunnya
tumbuh subur dan berkembanglah sebatang pohon yang rimbun dan kokoh
batangnya. Pondasi itulah yang melanda kajian kita tentang struktur rumah tangga
atau keluarga Muslim, bukan semata-mata satu susunan keluarga yang
mengelompok dalam satu lokasi. Islam tidak mengenal satu bentuk keluarga
khusus, sebab substansinya terletak pada esensi rasa kasih sayang yang berpijak
pada ajaran agama.
Struktur keluarga dalam Islam berpusat pada seorang ayah, kemudian
isteri, baru kemudian hubungan vertikal ke atas (ayah, kakek dan seterusnya) dan
kebawah (anak, cucu, dan seterusnya). Satu sama lain saling bergantung dan
melengkapi. Namun, bukan berarti masing-masing tidak dapat berdiri sendiri,
dalam struktur keluarga Islam, kemudian dikenal struktur keluarga utama dan
tambahan. Keluarga struktur keluarga muslim juga tidak lepas dari masyarakat
disekitarnya, memang setiap keluarga mempunyai hak pribadi untuk mengatur
keluarganya sendiri. Namun, mereka tidak dapat memisahkan diri begitu saja dari
22 Hadisubroto Subino dkk, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hal 20.
struktur masyarakat dengan mengabaikan masyarakat. Sebab, masyarakat adalah
kumpulan dari beberapa keluarga. Jika kumpulan keluarga itu bersandar pada
ajaran Islam, akan tercipta persamaan dan harmonis.23
Islam melarang adanya diskriminasi intimasi antar anggota keluarga, baik
pada struktur utama maupun tambahan. Bahkan, jika kedua struktur itu berada
dalam satu lokasi, seseorang tidak boleh berbuat sesuatu tanpa diperkenankan
anggota lain. Misalnya, mengadakan kegiatan di luar rumah tanpa mengabaikan
keluarganya sendiri, ia juga tidak layak memberikan waktunya pada orang lain,
tanpa persetujuan keluarga lainnya. Berarti kokohnya rasa kasih sayang dalam
satu keluarga juga berkaitan dengan kondisi masyarakatnya. Sebab, keluarga itu
terikat dalam satu sistem sosial dari sebuah komunitas. Sistem sosial ini semakin
kokoh jika satu komunitas sama-sama terikat dalam tatanan persaudaraan
seagama.
Persaudaraan seagama mengandung implikasi, yaitu komunitas yang
saling mengikat karena Allah swt, berusaha saling melengkapi dan menjaga diri
menghadapi setiap ancaman yang berasal dari luar komunitas. Kondisi itulah yang
membuat perikatan komunitas lebih menonjol melahirkan rasa saling berharap dan
kasih sayang dari pada struktur keluarga yang lahir karena perikatan darah, besar
kemungkinan suatu ketika akan terpisah karena perbedaan domisili. Misalnya
anak yang telah dewasa dan membentuk kelurga sendiri, besar kemungkinan
terpisah domisilinya dari ayah dan ibu yang melahirkannya.24
23 Anshari Thayyib, Struktur Rumah Tangga Muslim, Surabaya, Penerbit Risalah Gusti, 1992. hal 4. 24 Anshari Thayyib, Ibid.,hal 6.
b. Keluarga Sakinah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat,
memberikan dampak positif, dan juga memberikan dampak negatif terhadap
eksistensi rumah tangga, bahkan dapat merusak nilai-nilai agama dan
menyebabkan timbulnya keretakan dalam suatu rumah tangga itu sendiri.
Sedangkan Islam memberikan ajaran agar rumah tangga menjadi surga yang dapat
menciptakan ketentraman, ketenangan, dan kebahagiaan. Dalam upaya
mengantisipasi pengaruh budaya luar yang negatif, berikut dikemukakan kiat
menciptakan keluarga sakinah, agar citra keluarga tetap terjaga dengan baik.
c. Indikator Keluarga Sakinah
Sebuah keluarga yang dapat disebut keluarga sakinah, apabila telah
memenuhi kriteria antara lain:25 kehidupan keberagamaan dalam keluarga, dari
segi keimanannya kepada Allah swt murni, tidak melakukan kesyirikan, taat
kepada ajaran Allah dan Rosul-Nya, cinta kepada Rosulullah dengan
mengamalkan misi yang diembannya, mengimani kitab-kitab Allah dan Al-
Qur’an, membaca dan memperdalam maknanya, mengimani yang ghaib, hari
pembalasan serta mengimani qadla qadar. Sehingga, ia berupaya untuk mencapai
yang terbaik, sabar tawakkal menerima qadar Allah. Dari segi ibadah, mampu
melaksanakan ibadah, ibadah yang wajib seperti shalat lima waktu, puasa, zakat,
dan sebagainya. Demikian pula ibadah sunnah seperti: shalat dluha, puasa senin
kamis dan sebagainya.
25 Aziz Mushoffa. Untaian Mutiara Buat Keluarga, Yogyakarta, Penerbit Mitra Pustaka, 2001 ,hal 12.
Dari segi pengetahuan agama, memiliki semangat untuk mempelajari,
memahami dan memperdalam ajaran Islam, taat melaksanakan tuntunan akhlak
mulia, disamping itu kondisi rumahnya Islami.
Di samping pendidikan keluarga, dalam suatu keluarga, orang tua
mempunyai kewajiban untuk memberikan motivasi terhadap pendidikan formal
bagi setiap anggota keluarga, membudayakan gemar membaca, mendorong anak-
anak untuk melanjutkan dan menyelesaikan sekolahnya, terutama bila mampu
sampai tingkat sarjana.
Selanjutnya kesehatan keluarga, semua anggota keluarga menyukai oleh
raga, sehingga tidak mudah sakit, kalau ada yang sakit segera menggunakan jasa
pertolongan Puskesmas atau dokter. Mendapatkan imunisasi pokok, keadaan
rumah dan lingkungan memenuhi kriteria lingkungan rumah sehat, mendapatkan
cahaya matahari yang cukup, sanitasi lengkap dan lancar, lingkungan rumah
bersih dan ada saluran air agar tidak terdapat sarang nyamuk dan sebagainya.
Hendaknya rumah itu sehat, menarik dan menyenangkan bagi semua yang masuk
ke rumah itu. Persyaratannya tidak tergantung kepada benda, materi atau isi
rumah yang mahal, bagus dan lux, akan tetapi tergantung kepada pengaturannya.
Mungkin saja rumah itu hanya kecil, terbuat dari bambu, alat perabotannya sangat
sederhana. Akan tetapi, karena persyaratan kesehatan cukup, misalnya bersih,
cukup cahaya dan udara bersih masuk, sudah memadai dari segi kesehatan.26
Kemudian ekonomi keluarga. Suami istri mempunyai penghasilan yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok. Pengeluaran tidak melebihi
26 Dr. Zakiah Daradjat. Perkawinan Yang Bertanggung Jawab, Jakarta, Bulan Bintang, 1975. hal 23.
pendapatan, bahkan kalau cukup bisa ditabung. Kebutuhan makan sehari-hari,
sandang, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan dan sebagainya.
Terakhir hubungan sosial keluarga yang harmonis, hubungan suami istri
yang saling mencintai, menyayangi, saling membantu, menghormati,
mempercayai, saling terbuka dan bermusyawarah bila mempunyai masalah dan
saling memiliki jiwa pemaaf. Demikian pula hubungan orang tua dengan anak,
orang tua mampu menunjukkan rasa cinta dan kasih sayangnya, memberikan
perhatian, bersikap adil, mampu membuat suasana terbuka, sehingga anak merasa
bebas mengutarakan permasalahannya.
Hingga membuat suasana rumah tangga itu mampu menjadi tempat
bernaung yang indah, aman, dan segar. Begitu pula hubungan anak dan orang tua.
Anak terhadap orang tua berkewajiban menghormati, mentaati dan menunjukkan
cinta dan kasih sayangnya terhadap orang tua, dan tak kalah pentingnya, anak
selalu mendoakannya. Sedangkan hubungan dengan tetangga, diupayakan
menjaga keharmonisan dengan saling tolong menolong, menghormati,
mempercayai, dan mampu ikut berbahagia terhadap kebahagiaan tetangganya,
tidak saling bermusuhan dan saling memaafkan.
Jadi keluarga sakinah dapat tercipta apabila lima aspek pokok kehidupan
keluarga terpenuhi, dengan mewujudkan kehidupan bersama, menciptakan
suasana keislaman, pendidikan kelurga yang mantap, kesehatan yang terjamin,
ekonomi keluarga yang stabil, hubungan intern dan antar keluarga yang harmonis
dan terjalin erat. Sehingga demikian dapat menjadi gambaran keluarga sakinah
sebagai upaya membina bangsa. Sebab keluarga merupakan miniatur masyarakat
dan bangsa.27
d. Kelebihan Dialog / Musyawarah antar anggota Keluarga.
Dalam penelitian terbaru menegaskan bahwa 5.093 keluarga menilai
kedalaman dialog, dan kemahiran mengatasi konflik keluarga sebagai fondasi
kerekatan hubungan. Penelitian ini berkesimpulan bahwa pasangan suami istri
yang memiliki pendekatan terbaik dalam memecahkan atau menyelesaikan
perselisihan mereka, dengan menikmati waktu yang lebih lama dalam
perbincangan santai.
Pada tahun 1979 Snider melakukan penelitian terhadap dua ratus keluarga
dengan menggunakan standarnya yang terkenal dalam mengetahui tingkat
kepuasan suami istri. Ia menegaskan bahwa dialog antar suami istri berada di
ranking pertama faktor-faktor yang menetukan tingkat kepuasan dan kebahagiaan
suami istri, sebab dialog membantu mengatasi berbagai perselisihan, meskipun
sebesar apapun, sehingga mempermudah proses keterikatan psikologi antara
suami isteri.28
Dialog atau musyawarah merupakan konsep hidup dalam Islam yang
berlaku di setiap interkasi sosial. Perintah dialog (musyawarah) seakan telah
menjadi sifat utama seorang muslim. Sebab Al-Qur’an telah menanamkan dalam
salah satunya dengan nama “Asy-Syura” (musyawarah). Lebih dari itu, Surat
Asy-Syura adalah Surat Makkiah. Artinya, ini mengilhamkan bahwa kesan
musyawarah terhadap umat muslim itu lebih mendalam dari sekedar sistem politik 27 Aziz Mushoffa, Op., Cit. hal 14 28 Muhammad Ahmad Abdul Jawwad, Kiat Meraih Hati dan Pikiran Pasangan Hidup, Amzah, Jakarta, 2006, hal 72
Negara. Musyawarah adalah karakter dasar semua komunitas sosial, suatu
komunitas dibangun diatas pondasi musyawarah. Tradisi musyawarah di
komunitas akan melebar menjadi tradisi bangsa sebagai konsekuensi alami sebuah
komunitas terutama dalam keluarga.29
Hilangnya dialog keluarga akan menyebabkan timbunan perselisihan dan
ketidakcocokan antara suami istri, dan ini bisa berakibat sangat buruk bagi
keduanya. Mereka akan hidup layaknya orang asing dimana masing-masing hanya
sekedar menjalankan kewajiban-kewajibannya pada keluarga dan anak-anak.
Selanjutnya sedikit demi sedikit mereka akan kehilangan rasa dengan
pasangannya. Perasaan kesepian pun akan lahir di antara keduanya dan kehidupan
mereka menjadi hambar, tanpa rasa maupun warna, dari sini, perpecahan pun
dimulai dan berakhir dengan perceraian, atau kehidupan rumah tangga mereka
masih terus bertahan demi anak-anak. Namun masing-masing harus merasakan
pengorbanan yang mematikan atau keterpisahan psikologis.
Penelusuran faktor-faktor penyebab hilangnya dialog menempatkan
kekeliruan atau ketidakpintaran memilih sebagai tersangka utama, sebab
terkadang proses pemilihan pasangan hidup dilakukan dengan asal atau terburu-
buru. Sehingga, masing-masing belum memahami pasangannya dengan baik.
Egoisme diantara suami istri juga menjadi salah satu faktor penting dalam konteks
ini. Sebab masing-masing hanya berkonsentrasi pada dirinya sendiri, dan
memenuhi keinginan pribadinya tanpa mempertimbangkan yang lain. Ditambah
lagi dengan faktor finansial dan kebutuhan ekonomi yang bertolak dari pepatah
29 D.R Akram Ridha. To Bring Back a Warmth to Our Home. Penerbit Ziyad, Surakarta, 2007, hal 101
“jika kemiskinan datang dari pintu, maka cinta akan keluar dari jendela.” Di
samping itu masih ada faktor lagi yaitu, minimnya bahkan hilangnya kesadaran
beragama pada diri masing-masing, dan tidak adanya saling penghormatan antara
keduanya yang tampak pada pengabaian pihak lain, dan ketidaksudian
mendengarkan perintah-perintahnya. Oleh karena itu, dialog menjadi sarana
penting untuk mempertahankan keharmonisan dalam rumah tangga.30
e. Manajemen Keluarga Harmonis.
Keluarga adalah satu ikatan atau organisasi kehidupan yang dibangun
dengan suatu tujuan mulia, yaitu menuju manusia yang sempurna, dan sejahtera
lahir batin serta mendapatkan ridha Allah swt.
Mengapa perkawinan bisa dikatagorikan sebagai sebuah ikatan yang
mulia? Karena. Pertama, tidak ada yang dapat membahagiakan dengan jelas dan
tegas ketika dua makhluk Tuhan yang berlainan jenis hidup bersama dalam suatu
ikatan, kecuali pernikahan manusia. Kedua, pernikahan adalah untuk menifestasi
terwujudnya dialektika antara sisi-sisi kewanitaan dan kejantanan, dengan maksud
luasnya antara dua sisi yang berbeda, dengan sebuah tujuan menciptakan sebuah
kesempurnan hakikat kehidupan. Ketiga, hanya dengan pernikahan, manusia bisa
mendapatkan pendidikan tentang arti sebuah tanggung jawab, tanggung jawab
terhadap belahan jiwanya, terhadap keturunannya dan khususnya terhadap dirinya
sendiri.
Penjelasan diatas sebenarnya tujuan pernikahan yang ideal. Kemudian,
secara aktual, pernikahan akan diwarnai persepsi-persepsi sebagai berikut.
30 Muhammad Ahmad Abdul Jawwad, Op. Cit., hal 89
Pertama, pernikahan dianggap sebagai sebuah kehidupan sakral, yang tidak dapat
dianggap main-main dalam menyikapinya. Pernikahan harus didasari dengan
kematangan jiwa dan kesiapan banyak hal, termasuk mental dan material. Tidak
jarang orang-orang yang mempersepsikan pernikahan sebuah “sakralisme.”
Mereka sadar atau tidak telah mencitrakan bahwa kehidupan haruslah bersifat
perfeksionis, termasuk pernikahan.
Kedua, pernikahan dianggap salah satu fase dalam menjalani kehidupan.
Oleh karena itu, pernikahan adalah bersikap wajar, tidak perlu harus berfikir
idealis, perfeksionis, asal bisa saling pengertian, menerima apa adanya, sehingga
kehidupan akan berjalan lancar.31
f. Langkah menuju keharmonisan.
Keharmonisan pemikiran dan pendapat dalam hidup merupakan landasan
kuat yang memungkinkan terbangunnya bangunan hidup kelurga dalam iklim
yang sehat, masalah ini tidaklah tercipta begitu saja, namun terdapat langkah-
langkah yang harus ditempuh untuk menciptakan keharmonisan diantara pasangan
suami istri, yang sebagaiannya dapat ditunjukkan sebagai berikut:
1. Usaha saling mengenal
Tidak diragukan, perbedaan lingkungan suasana hidup pasangan suami
isteri memiliki pengaruh besar dalam menciptakan berbagai selera, perolaku, dan
sikap yang berlainan. Karena itu, para suami-istri harus memahami masalah ini
dan berusaha mengenali pasangan hidupnya. Kemudian, langkahkanlah kaki ke
depan dengan saling mengurangi perbedaan demi mencapai saling pengertian.
31 Ani Ferial, Membina Keluarga Muslim Dengan Penuh Cinta, Media Abadi, Yogyakarta, 2007, hal 34.
2. Kasih sayang
Sang suami dan isteri adalah pasangan dan teman hidup dalam perjalanan
panjang, mereka saling berbagi suka dan duka. Mereka pun sedih bersama dan
bergembira bersama, mereka juga menatap ufuk yang sama, melalui hidup
bersama inilah akan lahir cinta dan terpancar mata air kasih sayang.
Sebagaimana telah dijelaskan, segala sesuatu tidaklah muncul dengan
sendirinya. Namun, hendaknya kita selalu berusaha menumbuhkan benih-benih
cinta kasih. Seorang suami memerlukan cinta isteri dan seorang isteri memerlukan
kasih sayang suami. Hasil penelitian membuktikan bahwa keluarga bahagia
adalah keluarga yang diliputi cinta dan kasih sayang. Karena, kasih sayang
merupakan sungai yang mengalirkan air kehidupan, yang membersihkan semua
kesedihan dan menghanyutkan seluruh kotoran.
3. Saling menghargai
Kehidupan rumah tangga adalah kehidupan alamiah yang jauh dari
kepalsuan, ai adalah kehidupan sejati yang didalamnya pihak suami maupun istri
bertindak secara pasti. Bersamaan dengan itu, kedua belah pihak dituntut untuk
saling menghargai. Sebab, sikap saling menghargai dapat memelihara kemuliaan
pasangan suami istri dan meninggikan martabat mereka. Dalam hal ini, para suami
isteri harus secara bersama mencari aspek-aspek positif dalam diri mereka
masing-masing demi dijadikan landasan bagi pembentukan sikap saling
menghargai itu.
4. Nilai pekerjaan
Dari sudut pandang islam, pekerjaan di pandang sangat mulia, apapun
jenisnya. Pekerjaan adalah kemuliaan manusia. Bahkan pekerjaan dapat
menyamai tingkat jihad apabila dilakukan demi mencari Ridha Allah swt.
Hal penting dalam pekerjaan bukanlah jenis dan tingkatannya, melainkan
pelaksanaanya sebagi kewajiban insani Ilahi. Seorang isteri melakukan urusan-
urusan rumah tangganya untuk mencari keridhaan Allah. Demikian pula seorang
suami bekerja diluar rumah untuk memperoleh kehidupan mulia bagi keluarganya
dan itupun harus dilakukan untuk mencari keridhaan Allah swt.
5. Berusaha menyelesaikan masalah bersama
Pernikahan berarti sejenis persekutuan dalam segala hal. Persekutuan
tersebut dilakukan di atas kebersamaan demi meraih tujuan. Kebersamaan dalam
sikap, kerjasama, dan kesetiakawanan dalam emnyelelsaikan kesulitan yang
dihadapi masing-masing ahrus diarahkan demi kepentingan bersama.
Seorang suami harus berusaha sungguh-sungguh dalam hal pekerjaannya
guna memperoleh sandang pangan bagi isteri dan anak-ankanya, sang isteri pun
harus berusaha menjalankan segenap urusan rumah tangganya secara seimbang.
Dengan demikian, ia telah menunjukkan kesetiaan kepada suaminya dalam
menyelesaikan kesulitan.
6. Kejujuran
Kejujuran, keterbukaan, dan keberanian adalah kunci kebahagiaan yang
dalam hal ini mustahil menghindari dari jebakan kesalahan. Apabila melakukan
suatu kesalahan, anda harus segera meminta maaf dan mengakuinya secara
kesatria, serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi di masa datang. Sikap ini
tidak berarti merendahkan kedudukan anda. Bahkan akan mendorong pihak lain
menghargai dan mencintai anda.32
7. Tujuan Berumah Tangga
Islam dalam memberikan anjuran berumah tangga, serta rangsangan-
rangsangan di dalamnya, terdapat beberapa motivasi dan tujuan yang jelas, yang
tentu saja memberikan dampak positif yang lebih besar dalam kehidupan individu
maupun masyarakat. Sebab berumah tangga merupakan bagian dari nikmat serta
tanda keagungan Allah yang diberikan kepada umat manusia. Dengan berumah
tangga, berarti meraka telah mempertahankan kelangsungan hidup secara turun
temurun, serta melestarikan agama Allah swt.
Perhiasan adalah sesuatu yang indah lagi menyenangkan. Sedangkan
sesuatu yang indah pasti mempunyai sifat memikat. Maka sudah sewajarnya bila
hati manusia senantiasa terpikat pada keindahan, baik berupa wanita maupun harta
kekayaan. Pada hakikatnya manusia terdiri dari satu keturunan, dari sepasang
suami istri, kemudian berkembang biak menjadi banyak.
Tujuan terpenting dalam rumah tangga menurut syariat Islam antara lain:33
a. Mengatur potensi kelamin
Manusia diciptakan Allah ada yang lelaki dan perempuan, hal ini
dimaksudkan agar tercapai suatu tujuan yang agung. Yakni agar mereka dapat
mengembangkan keturunan, hidup beranak cucu, bahkan berkembang menjadi
banyak. Sehingga lestarilah sejarah perkembangan hidup manusia, sedangkan
32 Dr. Ali Qaimi, Singgasana Para Pengantin, Penerbit Cahaya, Bogor, 2002, hal 185 33 Nadhirah Mudjab. Op., Cit. hal 9.
disyariatkannya pernikahan adalah merupakan sarana untuk melestarikan
keturunan. Nikah sebagai alat, sedangkan rumah tangga merupakan wadah yang
bersifat agamis, bersih, langgeng dan kokoh untuk menghadapi serta menentukan
kelestarian sejarah perkembangan hidup manusia. Sebab rumah tangga merupakan
suatu wadah yang sehat, serta mengarahkan umat manusia ke arah keslamatan
yang hakiki.
Hampir semua manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, menginginkan
hubungan seks. Bahkan dunia hewan berprilaku demikian, keinginan demikian
adalah alami. Pemenuhan kebutuahn biologis itu harus diatur melalui lembaga
perkawinan, supaya tidak terjadi penyimpangan tidak lepas begitu saja, sehingga
norma-norma adat istiadat dan agama dilanggar. Kecendrunagn cinta lawan jenis
dan hubungan seksual sudah ada tertanam dalam diri manusia atas kehendak Allah
swt, kalau tidak ada kecendrungan dan keinginan untuk itu, tentu manusia tidak
akan berkembang biak.34
b. Melahirkan keturunan yang mulia
Pernikahan sebagai sarana untuk mencapai tujuan dalam mewujudkan
keturunan yang mulia, adalah sebuah kebenaran dari ajaran Islam, bukan sekedar
banyaknya anak. Tetapi banyaknya amal kebajikan dalam menjalani perintah
Allah swt dan menajauhi larangan-Nya. Jadi, Rosulullah lebih merasa bangga
pada hari kiamat nanti mempunyai umat yang berkualitas, bukan sekedar umat
dalam artian kuantitasnya.
34 M. Ali Hasan, Op., Cit. hal 13
c. Merasakan penderitaan hidup
Akad dalam pernikahan adalah bersifat abadi. Artinya, bukan sekedar
terbatas pada waktu tertentu dan tidak pula akan habis pada masa yang ditentukan.
Jadi maksud dari rumah tangga adalah untuk mencapai kedamaian dan
ketenangan, sekalipun ketenangan merupakan suatu tujuan dalam satu segi, tetapi
dalam segi lain ketenangan merupakan sarana. Sebab tujuan mencari keturunan
yang mulia, tidak mungkin akan terwujud tanpa adanya kasih sayang, kedamaian,
dan ketenangan di antara suami istri, dan kehidupan masa depan tidak mungkin
cemerlang tanpa adanya kedamaian tersebut.
Pada kenyataannya, seorang laki-laki banyak sekali menghadapi
kerepotan, diantaranya kesana kemari mengurus kehidupannya, berjuang
menegakkan agama Allah, menciptakan perdamaian dan keslamatan. Semua tugas
tidak akan bisa dilaksanakan tanpa adanya pendamping di sisinya, yakni seorang
istri shalihah yang senantiasa membantu menyertai serta menghiburnya, atau
bahkan yang mampu meringankan beban hidupnya, menjaga rumah dan
memelihara anak-anaknya. Dengan demikian dapat dimengerti, bahwa bekerja
sama, ringan sama dijinjing berat sama dipikul dalam menanggung beban
kehidupan antara suami istri, merupakan salah satu tujuan pokok dari beberapa
tujuan berkeluarga dalam ajaran Islam.
d. Mendidik generasi baru
Diantara kewajiban-kewajiban dalam berkeluarga, adalah memberikan
didikan-didikan agama kepada anggota keluarga itu sendiri. Pendidikan dan
pengajaran agama harus dimulai dari keluarga. Artinya, anak yang datang dari
sebuah keluarga muslim harus mengetahui serta menerima Islam dari lingkungan
kelurga, bukan dari tempat lain. Jadi, apabila si anak telah mulai mengucapkan
kata-kata, hendaklah dia mulai pula menerima ajaran-ajaran Islam walaupun satu
huruf. Artinya, orang tua harus mulai menanamkan pengertian agama dari yang
sekecil-kecilnya untuk kemudian makin hari makin bertambah sesuai dengan
perkembangan umur anak.
Biasanya suami istri selalu mendambakan anak turunan untuk meneruskan
kelangsungan hidup, anak turunan diharapkan dapat mengambil alih tugas,
perjuangan dan ide-ide yang pernah tertanam di dalam jiwa suami dan istri, fitrah
yang sudah ada dalam diri manusia. Bahwa Allah menciptakan manusia ini
berpasang-pasangan supaya berkembang biak mengisi bumi ini dan
memakmurkannya. Atas kehendak Allah, manusia pun menginginkan demikian.
Kalau dilihat dari ajaran Islam, maka disamping alih generasi secara estafet, anak
cucu pun diharapkan dapat menyelamatkan orang tuanya (nenek moyang) sesudah
meninggal dunia dengan panjatan doa kepada Allah swt.35
e. Menjaga nasab
Nasab merupakan mata rantai dalam hubungan keluarga dari nenek
moyang, hingga turun temurun sampai kepada anak dan cucu, serta keturunan
yang dilahirkannya, dengan adanya nasab itulah muncul dasar-dasar dalam
penetapan hak-hak dan kewajiban, baik dalam masalah pendidikan, penyusuan,
nafkah, harta pusaka maupun yang lain. Oleh karena itu, Islam membentengi hal-
hal tersebut, dengan dinding yang luas. Dari aturan-aturan yang pasti dipenuhi
35 M. Ali Hasan, Op, Cit., hal 13.
untuk membangunnya, memerintahkan, mengajarkan dan sekaligus melarang
menghancurkan tembok kekeluargaan, dengan jalan mengharamkan perzinaan,
dan melarang mengadopsi anak dengan dinasabkan kepada dirinya. Dan masih
banyak lagi aturan-aturan Islam yang melindungi serta menegakkan nilai-nilai
luhur berkeluarga, diantaranya adalah disyariatkannya iddah (masa menanti) bagi
wanita yang telah di tinggal/ dicerai suaminya.
f. Menjaga harta pusaka
Al-Qur’an telah menjelaskan ketentuan mengenai harta pusaka diantara
sanak kerabat. Tetapi tidak bisa dipraktikkan dengan sempurna, apabila tidak ada
penjelasan dan batas-batas yang pasti mengenai hubungan kerabat tersebut. Dan
bilamana kaidah-kaidah ini tidak ada, maka sudah tentu harta pusaka akan hilang
sia-sia. Sebab, bila si pemilik telah meninggal dunia, tentu akan menjadi rebutan
bagi orang-orang yang mengaku sebagai ahli waris.
Mengingat hal tersebut, bila tanpa adanya keluarga atau tanpa mengenali
kedudukan dan tingkatan sanak kerabat, maka sudah bisa dipastikan bahwa
hubungan antar umat manusia akan putus. Bahkan hubungan antar sanak keluarga
pun akan terputus pula. Padahal Allah telah memerintahkan agar mengadakan
hubungan yang erat antar sanak kerabat, maupun antar manusia pada umumnya.
Demikian pula Rosulullah saw telah menganjurkan untuk menyambung
silaturrahmi.
g. Menentramkan jiwa
Allah menciptakan hamba-Nya hidup berpasangan, dan tidak hanya
manusia saja, tetapi juga hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hal itu adalah sesuatu
yang alami, yaitu laki-laki tertarik pada perempuan, dan begitu juga sebaliknya.
Bila sudah tejadi “aqad nikah” seorang perempuan akan merasa jiwanya tentram,
karena merasa ada yang melindungi dan ada yang bertanggung jawab dalam
rumah tangga. Suami pun merasa tenteram, karena ada pendamping untuk
mengurusi rumah tangga, tempat menumpahkan perasaan suka dan duka, dan
teman musyawarah dalam menghadapi berbagai persoalan.
h. Latihan memikul tanggung jawab.
Sesuai dengan maksud penciptaan manusia, dengan segala
keistemewaannya berkarya, maka manusia tidak pantas bebas dari tanggung
jawab. Manusia bertanggung jawab dalam keluarga, masyarakat dan Negara.
Latihan itu dimulai dari ruang lingkup terkecil yaitu keluarga, kemudian
meningkat kepada yang lebih luas. Biasanya orang yang sudah terlatih dan
terbiasa melaksanakan tanggung jawab, dalam suatu rumah tangga, akan sukses
pula dalam masyarakat. Kendatipun ada sebagian kecil orang yang sukses dan
bertanggung jawab, mengemban tugas dalam masyarakat, tetapi tidak sukses dan
tidak bertanggung jawab dalam rumah tangga.36
Kedelapan faktor diatas yang terpenting dari tujuan perkawinan perlu
mendapat perhatian, dan direnungkan matang-matang. Agar kelangsungan hidup
berumah tangga dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.
36 M. Ali Hasan, Op. Cit., Hal 14
2. Fungsi Keluarga.
a. Keluarga Sebagai Unit Islam
Sifat keluarga Islam lebih menganut asas kesinambungan vertikal. Namun,
sesungguhnya Islam tidak mengenal satu bentuk keluarga secara khusus, yang
paling pokok justru peran agama sebagai unit agama. Penerapan rumah tangga
atau keluarga sebagai unit agama berarti, mengaitkan secara fundamental antara
kehidupan dan agama Islam, sebagai kaidah pengatur kehidupan itu. Berarti,
seperti pandangan Prof. A. Mukti Ali. Islam akan berfungsi sebagai motivatif,
liberatif, sublimatif, protektif, dan inovatif.37
Fungsi motivatif artinya, menjadikan ajaran Islam sebagai pendorong
kehidupan, dan dasar-dasar pelaksanaan fungsi setiap anggota keluarga maupun
dalam segala perilaku hidupnya. Fungsi liberatif berarti membebaskan setiap
manusia, dari segala bentuk kebodohan yang menghalangi mereka dari berpikir
bebas dan gerak yang dinamis, untuk mencapai pelaksanaan fungsi-fungsi rumah
tangga dan keluarga yang optimal.
Fungsi sublimatif artinya, menjadikan Allah swt, sebagai sumber
kehidupan dan tujuan serta cita-cita kehidupan manusia, agar dicapai kehidupan
yang sakinah. Fungsi protektif berarti mendasari setiap fungsi dengan tuntunan
dan petunjuk Allah swt, agar terjadi kehidupan yang adil, penuh kasih sayang dan
terhindar dari kezaliman. Fungsi protektif artinya memelihara akal pikiran
manusia agar berfungsi secara fitrah dalam memecahkan masalah kehidupan,
dengan segala problematika yang dihadapinya. Juga memelihara jiwa manusia
37 Anshari Thayyib. Op., Cit. hal 11.
agar hidup berkeseimbangan, akan merusak dan mengancam eksistensi manusia
itu sendiri. Baik dalam dimensi kehidupan duniawi maupun akhiratnya nanti.
Sedangkan inovatif artinya, memberikan daya dorong yang kuat bagi
sebuah rumah tangga, untuk terus mengantisipasi kehidupan masa depannya, baik
yang berkaitan dengan kehidupan dunia maupun akhirat. Fungsi-fungsi itulah
yang benar-benar akan membawa agama Islam, sebagai rahmat bagi semua
kehidupan di alam semesta ini.
Inti dari kebahagiaan hidup rumah tangga dan kelurga memang kasih
sayang Allah swt. Artinya, kehidupan yang penuh kelembutan hati, yang akan
melahirkan sejumlah rasa kasih sayang dan kebaikan hidup.
b. Keluarga Sebagai Sendi Membangun Masyarakat.
Bahwa keluarga merupakan satu kesatuan unit terkecil dari masyarakat, ia
merupakan sendi tempat membangun hidup bermasyarakat dan bernegara. Mutu
suatu masyarakat ditentukan oleh mutu dari kesatuan primer ini. Risalah
membangun umat dengan memperkokoh dan mempertinggi mutu dari batu sendi
itu sendiri, dimulai dengan mendudukkan hakekat, dan status perkawinan dalam
pembangunan keluarga. Disuburkannya hubungan antara suami istri, antara anak-
anak dengan ibu bapak, antara anggota keluarga, satu sama lain atas dasar
mawaddah wa rahmah (cinta kasih) dan rasa tanggung jawab.
Perkawinan bukanlah suatu formalitas seperti minta paspor, atau membeli
karcis kereta api. Perkawinan dengan menegakkan hidup berumah tangga adalah,
suatu amanah suci dari Allah swt. Ikatan janji antara suami istri bukan sembarang
ikatan dan bukan sembarang janji. Tetapi, ikatan janji suci untuk hidup bersama
dalam melampaui kehidupan yang bahagia, tentram dan sejahtera. Saling
memenuhi hak dan kewajiban sebagai seorang suami dan sebagai seorang isteri.
Maka dalam rangka memenuhi hak dan kewajiban antara suami isteri
secara timbal balik, ada pembagian bidang tempat masing-masing dalam
menunaikan kewajibannnya, sesuai dengan fitrah kejadian dan bakat yang
berbeda. Tetapi, satu sama lain saling melengkapi untuk kemaslahatan hidup
keluarga. Sesuai dengan kewajibannya sebagai penerima amanah yaitu, memikul
tanggung jawab mengenai urusan keluarga. Sedangkan, sang istri mengurus
rumah tangganya, dan mengurusi anak yang merupakan amanah Allah swt.
Seorang suami menduduki satu derajat di atas istri, maksudnya satu derajat
di atas bukanlah suami boleh melakukan sesuatu, dengan sewenang-wenang
terhadap istrinya. Akan tetapi, derajat untuk menegaskan di mana tempat
pimpinan dan tanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga. Diperingatkan
kepada suami istri akan tanggung jawab mereka, terhadap anak yang dilahirkan
dengan fitrah suci, dan kemaslahatan hidupnya, tergantung kepada pemeliharaan
dan pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya.
Oleh karena itu, dengan mengingatkan anak kepada pengorbanan, dan
penderitaan ibunya semenjak ia masih dalam kandungan, kemudian semasa ia
disusukan, diasuh dan ditimang semasa kecil. Wahyu Ilahi mengantarkan kepada
kesadaran, bahwa sepatutnyalah dia berkhidmat kepada kedua orang tuanya, guna
menyatakan syukur kepada mereka berdua, sesudah bersyukur pada Allah swt.
Kewajiban bersyukur dan berkhidmat kepada orang tua berulang kali
diperintahkan, sebagai kewajiban yang langsung mengiringi kewajiban bertauhid
dan berbakti, bersyukur pada Allah. Kemudian, disamping itu antara lain dengan
susunan kalimat sederhana, tapi mengharukan. Si Anak harus diajarkan doa yang
isinya memohon rahmat dari Ilahi, serta mencintai dan bersyukur kepada orang
tuanya.
Keseimbangan hak dan kewajiban antara suami istri adalah timbal balik
yang berimbang, yakni kedudukan dan tanggung jawab antara suami isteri adalah
sama. Selain itu, ikatan kekeluargaan merupakan satu kesatuan yang utuh dan
kokoh. Sehingga, yang menjadi tujuan utama adalah terbentuknya skeluarga
sakinah, mawaddah wa rahmah. Yaitu ketenangan jiwa oleh cinta kasih semua
anggota keluarga, yang mengikat secara utuh.38
3. Kriteria Keberhasilan Perkawinan
Di dalam menjalankan kehidupan keluarga, yang di awali oleh kegiatan
perkawinan, adalah wajar kalau orang dalam berkeluarga selalu berupaya
membuat perkawinan itu menjadi berhasil. Dengan perkataan lain, setiap upaya
dalam kehidupan perkawinan dan berkeluarga selalu ditujukan pada pemenuhan
kriteria keberhasilan tersebut. Ada sembilan kriteria keberhasialn suatu
perkawinan, di antaranya:
a. Permanensi
Yang di maksud permanensi di sini adalah lamanya perkawinan yang
berada dalam suasana bahagia dan sejahtera bagi suami dan isteri.
38 Aziz Mushoffa. Op., Cit. hal 42.
b. Penyesuaian dalam kehidupan seksual
Di dalam perkawinan, kehidupan seksual bukan kebutuhan yang “maha”
penting, tetapi penting. Jadi masalah kehidupan seksual perlu mendapat perhatian
yang wajar, seperti juga kebutuhan makan dan minum. Kehidupan ini perlu dibina
dengan sungguh-sungguh dan terhormat dalam nilai manusia yang bermartabat
sebagai manusia yang berbudi luhur.
c. Penyesuaian terhadap sifat kebribadian masing-masing
Kriteria ini menyadarkan pada suami isteri bahwa “tak ada gading yang
tak retak”. Tidak ada dua manusia yang sama dan sebangun. Setiap orang adalah
hukum bagi dirinya. Setiap orang mempunyai sifat kepribadian masing-masing.
Oleh karena itu, usaha mempelajari dan menyesuaikan diri dalam lingkup adanya
perbedaan merupayakan salah satu usaha untuk saling memahami demi mencapai
suatu perkawinan yang berhasil. Perasaan saling membutuhkan yang disadari
dengan baik merupakan sesuatu yang memudahkan tercapainya saling
menyesuaikan diri pada sifat kepribadian masing-masing suami isteri, sementara
sebelumnay suami isteri telah berkembang di lingkungan yang berbeda.
d. Kepuasan Hidup
Kepuasan hidup pada setiap pasangan suami isteri mempunyai ukuran
yang relatif dalam wadah perpaduan kebutuhan dan harapan dari pasangan itu
sendiri. Kepuasan hidup dapat diartikan sebagi adanya rasa syukur akan nikmat
hidup. Namun tidak dapat disangkal oleh siapapun yang pernah hidup berkeluarga
bahwa dalam kehidupan keluarga itu, kepuasan biologis material turut
menentukan berhasilnya suatu perkawinan, disamping adanya kepuasan
psikologis, yaitu lahirnya perasaan aman, terpelihara, adanya pergaulan yang
saling mengakui dan saling membutuhkan.
e. Integrasi Dalam menyelesaikan masalah kehidupan dan dalam mencapai
tujuan kehidupan keluarga.
Integrasi disini dimaksudkan adanya keselarasan dan perpaduan pada
suami isteri tentang kehidupan emosional, amasalah ataupun hal-hal yang harus
diperbuat dalam kehidupan perkawinan. Keselarasan dan perpaduan ini
hendaknya tercermin dalam cara dan usha dalam merencanakan jumlah anak,
mendidik anak, minat, tujuan hidup, dan sebagainya.
f. Memenuhi Harapan-harapan masyarakat dan agama.
Suatu perkawinan dapat dipandang berhasil dari sudut kepentingan
masyarakat apabila perkawinan itu dapat mencapai dan dapat melaksanakan
harapan-harapan dan cita-cita masyarakat serta kebudayaan dimana keluarga itu
hidu. Memenuhi harapan-harapan agama berarti perkawinan memberi kesempatan
kepada suami isteri dan anak-anak yang dilahirkannya untuk beriman dan
bertakwa sesuai dengan akidah agama yang dianutnya.
g. Adanya keakraban di antara pasangan suami isteri.
Keakraban merupakan sesuatu yang selalu didambakan oleh setiap
pasangan suami isteri. Betapa indahnya kalau keakraban ini datang sebagai suatu
resultan dari usaha-usaha penyelesaian masalah kehidupan dan sebagai usaha
memahami makna kehidupan manusia umumnya dan kehidupan keluarga
khususnya.
Pendidikan keagamaan, moral budi pekerti akan membantu penghayatan
terhadap hidup ini. Perkawinan yang berhasil akan melahirkan keakraban yang
mengikat dalam suatu kebebasan, sehingga suami isteri merasa bahwa dirinya dan
pasangannya adalah teman berdiskusi, teman tempat menyatakan suka dan duka,
teman yang dapat diminta bantuan lahir dan batin. Dengan keakraban ini, perasaan
saling membantu dan membutuhkan akan berkembang menjadi kooperasi dalam
mengarungi bahtera kehidupan ini.
h. Adanya kesempatan untuk melanjutkan “perkembangan kepribadian”
bagi suami isteri.
Suatu perkawinan yang berhasil ialah perkawinan yang dapat memberi
kesempatan pada pasangan suami isteri untuk melanjutkan perkemabngan
kepribadiannya. Ciri adanya kesempatan melanjutkan perkembangan ini dapat
diikaji dari adanya keberhasilan dalam pekerjaan dan keberhasilan dalam
emnyelenggarakan hidup berkeluarga, mempunyai pergaulan yang luas,
menambah pengetahuan, bersikap positif terhadap hidup dan lain-lain. Semuai ini
dapat dijadikan ciri bahwa perkawinan memberi keleluasaan berkembang bagi
pasangan suami isteri itu.
Keadaan ini perlu diusahakan dan dirasakan oelh pasangan suami isteri.
Dalam hal ini, grafik perkembangan kepribadian dalam perkawinan harus
menunjukkan pada garis menaik, bukan menunjukkan garis menurun.
Berbahagialah bagi pasangan yang selalu menunjukkan usaha untuk mendapatkan
garis grafik menaik tersebut.
i. Kebahagiaan
Perasaan bahagia dalam suatu perkawinan harus dapat dirasakan oleh
mereka yang sedang menjalankan kehidupan perkawinan itu. Kebahagiaan
merupakan reaksi subjektif. Oleh karena itu, kebahagiaan dalam perkawinan itu
hanya dapat dirasakan dan dihayati oleh masing-masing suami isteri dalam ikatan
berpasangan. Kebahagiaan yang dapat dirasakan dan dihayati oleh suami isteri
merupakan kriteria untuk menilai suatu perkawinan yang berhasil.
Melalui sembilan kriteria ini, seseorang dapat mengetahui dan mengukur
suatu perkawinan yang berhasil dan tidak berhasil. Tolok ukur keberhasilan
perkawinan perlu diketahui oleh setiap orang, khususnya para pendidik dalam
bidang pendiidkan kehidupan keluarga, para orang tua, suami isteri yang sedang
menjalankan kehidupan perkawinan dan mereka yang sedangan menyongsong
masa perkawinan.39
E. Kewajiban Suami Istri Dalam Rumah Tangga
a. Hak bersama suami istri
1. Saling memegang amanah diantara kedua suami istri, dan tidak boleh
mengkhianati.
2. Saling mengikat (menjalin) kasih sayang, sumpah setia sehidup semati,
tanpa kasih sayang sumpah setia rumah tangga akan retak, tidak ada
artinya rumah tangga yang tidak dilandasi oleh kasih sayang.
3. Bergaul dengan baik antara suami istri. Pergaulan yang baik akan terwujud
dalam suatu rumah tangga, sekiranya masing-masing suami istri dapat 39 Jalaluddin Rahmat, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern.Op., Cit. hal 16
memahami sifat masing-masing pasangannya, kesenangannya dan
kegemarannya, dengan demikian masing-masing dapat menyesuaikan diri,
dan dengan sendirinya keharmonisan hidup berumah tangga tetap dapat
dipelihara.
b. Tanggung jawab suami terhadap istri
Dalam kehidupan berumah tangga, seorang suami mempunyai tanggung
jawab terhadap istri, baik tanggung jawab secara moral maupun material. Seorang
suami, berkewajiban pula menggauli istrinya secara baik dan layak. Dalam
Alqur’an Allah telah menegaskan. Dalam Surat An-Nisa’: 19
.... “Dan pergaulilah mereka (istri-istrimu) dengan cara yang yang ma’ruf.”...
Jadi seorang suami wajib menggauli istrinya dengan baik, penuh kasih
sayang, adil dalam menggiliri bila dia berpoligami, memberi nafkah lahiriah dan
batiniah secara baik dan layak, serta selalu lemah lembut dalam berbicara. Dalam
ayat lain Allah juga menegaskan (Q.S Al-Baqarah: ayat 228)
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya[1]. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [1] hal Ini disebabkan Karena suami bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan rumah tangga.
Tolak ukur keseimbangan antara hak seorang suami dengan hak seorang
istri, adalah apabila pasangan suami istri itu tergolong baik dalam pandangan
masyarakat, serta baik dalam pandangan syara’. Yakni antara suami dengan istri
tersebut membina pergaulan dengan baik, dan tidak saling merugikan.40
Ketahuilah bahwa laki-laki (suami) dituntut untuk:
1. Suami harus menggauli istrinya dengan cara yang patut, sesuai dengan
ajaran Islam, misalnya memberikan tempat tinggal, nafkah, pakaian, dan
bersikap ramah serta lemah lembut.
2. Menasehati istri jika berbuat nusyuz (durhaka) kepada suami, kemudian
menjauhi tempat tidurnya dan bila perlu memukulnya dengan pukulan
yang tidak membahayakan.
3. Tidak boleh mogok bicara (tidak bicara) kepada istri, jika melakukan
nusyuz dan tidak boleh meninggalkannya kecuali di dalam rumah, serta
tidak ada alasan yang benar.
4. Harus menunaikan maskawin yang dijanjikannya.
5. Bersikap sabar atas kejelekan akhlak istri.
6. Selalu mengarahkan istri kepada jalan kebaikan.
7. Mengajarkan ilmu agama, misalnya cara-cara bersuci, mandi dan masalah
yang berkaitan dengan haid serta ilmu-ilmu Fardhu ain.
8. Dapat memelihara istri dari amanat Allah swt, misalnya menyuruh salat
dan menyuruh menjauhi perbuatan yang mungkar.41
9. Bergaul dengan istri dengan baik (patut).
10. Mendidik istri sopan santun.
11. Suami dilarang membuka rahasia istrinya.42 40 Nadhirah Mudjab, Merawat Mahligai Rumah Tangga. Yogyakarta. Mitra Pustaka, 2000. hal 31. 41 Syekh Muhammad bin Umar An-Nawawi. Hak dan Kewajiban Suami Istri . Bandung Penerbit Trigenda Karya, 1994, hal 30.
c. Kewajiban Istri Terhadap Suami
Suami adalah pemimpin dalam rumah tangga, sedangkan seorang istri
mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi terhadap suami, di tengah kehidupan
berumah tangga.
Kewajiban istri terhadap suami ada beberapa kesimpulan antara lain:
1. Istri wajib mentaati suaminya dalam segala hal kecuali yang bersifat
maksiat.
2. Tidak banyak menuntut kepada suami di luar kemampuannya.
3. Menjaga harta suami, tidak membelanjakannya kecuali atas izinnya dan
harus memelihara rahasianya, dapat memelihara farjinya dari laki-laki lain.
4. Mempunyai perasaan malu di hadapan suami, merendahkan pandangannya
dan tidak berbicara ketika suami sedang berbicara.
5. Menyambut suami dengan ramah, jika tiba dari tempat lain atau dari tugas.
6. Berpakaian rapi di hadapan suami, memakai wangi-wangian serta tidak
bermuka masam di hadapannya.
7. Menghormati keluarga suami dan menghormati kerabatnya.
8. Tidak keluar rumah tanpa izinnya, dan keluar harus dapat memelihara diri
dari fitnah laki-laki lain, serta tidak memakai perhiasan yang berlebihan.
9. Tidak boleh meminta cerai tanpa alasan yang benar.
10. Dapat mensyukuri usaha suaminya sekecil apapun, dan tidak kecewa atas
usaha suaminya.
42 M. Ali Hasan, Pedoman Berumah Tangga Dalam Islam, Prenada Media Group, Jakarta, 2006. Hal 13
11. Dapat menggembirakan hati suami pada saat mendapat kesulitan, dan
tidak boleh menambahkan kesulitannya dengan sikap dan perbuatan.43
12. Menjaga nama baik suami.
13. Dalam segala kegiatan mendapat izin suami.44
Hak dan kewajiban suami istri, juga dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI)
Hak dan Kewajiban Suami Istri
Bagaian Kesatu
Pasal 77
1. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah
tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah yang menjadi sendi dasar dan
susunan masyarakat.
2. Sumi istri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan membari
bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.
3. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-
anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun
kecerdasannya dan pendidikan agamanya.
4. Suami istri wajib memelihara kehormatannya.
43 Syekh Muhammad bin Umar An-Nawawi, Op. Cit., hal 66. 44 M. Ali Hasan, Op, Cit., hal 152
5. Jika suami istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.
Pasal 79
1. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
2. Rumah kediaman yang dimaksud ayat (1), ditentukan oleh suami istri.
Bagian Kedua
Kedudukan Suami Istri
Pasal 79
1. Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga
2. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan
suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat.
3. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
Bagian Ketiga
Kewajiban Suami
Pasal 80
1. Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi
mengenai hal-hal urusan rumah tangga, yang penting-penting diputuskan
oleh suami istri bersama.
2. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuat keperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
3. Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya, dan memberi
kesempatan belajar pengetahuan yang berguna, dan bermanfaat bagi
agama dan bangsa.
4. Sesuai dengan penghasilan suami menanggung.
a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri
b. Biaya rumah tangga biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri
dan anak.
c. Biaya pendidikan bagi anak.
2. Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a
dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya.
3. Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya
sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.
4. Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (2) gugur apabila istrinya
nusyuz.
Bagian Keempat
Tempat Kediaman
Pasal 81
1. Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya,
atau bekas istri yang masih dalam iddah.
2. Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri selama
dalam ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak atau iddah wakaf.
3. Tempat kediaman disediakan untuk melindungi istri dan anak-anaknya
dari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tenteram.
Tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempat penyimpan harta
kekayaan, sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah tangga.
4. Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya,
serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik
berupa alat perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya.
Bagian Keenam
Kewajiban Istri
Pasal 83
1. Kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir batin kepada suami
di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam.
2. Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari
dengan sebaik-baiknya.
Pasal 84
1. Istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang
sah.
2. Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinya tersebut
pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk
kepentingan anaknya.
3. Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali sesudah
istri tidak nusyuz.
4. Ketentuan ada atau tidak adanya dari istri harus didasarkan atas bukti yang
sah.45
45 Kompilasi Hukum Islam (KHI).
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa kaliwungu Kecamatan Ngunut
Kabupaten Tulungagung, salah satu wilayah Tulungagung bagian pinggiran kota,
di Kabupaten Tulungagung terdapat dua tempat lokalisasi pelacuran yang dihuni
oleh para pekerja seks komersial (PSK), yakni di Desa Ngujang Kecamatan
Kedungwaru dan di Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut, yang mana peneliti
fokus (mengadakan penelitian) di Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut Kabupaten
Tulungagung, tepatnya di lingkungan sekitar lokalisasi Desa Kaliwungu.
Subyek dalam penelitian ini adalah para penduduk, 10 Kepala keluarga di
lingkungan sekitar lokalisasi Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut Kabupaten
Tulungagung, yaitu Masyarakat yang bermukim di dekat lokalisasi, Kepala Desa
Kaliwungu, Dinas Sosial Ngunut, dan pengunjung lokalisasi Desa Kaliwungu
Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.
2. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Terkait dengan jenis pendekatan dalam penelitian ini, maka peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan apabila data-
data yang dibutuhkan berupa sebaran-sebaran informasi yang tidak perlu
dikuantifikasi.46 Penelitian ini bisa juga dengan menggunakan pendekatan
sosiologis atau empiris.47 Menurut Kartini Kartono, penelitian sosiologis adalah
suatu penelitian yang cermat yang dilakukan dengan jalan terjun langsung ke
lapangan, dalam hal ini adalah adanya lokalisasi yang banyak mempengaruhi
aspek salah satunya adalah keharmonisan dalam rumah tangga.
Sedangkan menurut Soetandyo Wingnjosoerbroto, penelitian untuk
menjawab masalah penelitian dapat dilakukan pula dengan cara pengamatan
(observasi), yakni mengamati gejala yang diteliti, dalam hal ini panca indera
manusia (Penglihatan dan pendengaran) diperlukan untuk menangkap gejala yang
diamati, apa yang ditangkap tadi, dicatat dan selanjutnya catatan tersebut
dianalisis.48
Peneliti memilih jenis pendekatan ini karena beberapa pertimbangan yaitu,
menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan langsung dengan
kenyataan yang ada. Dengan pendekatan ini peneliti bisa mendapatkan data yang
akurat, dikarenakan peneliti bertemu atau berhadapan langsung dengan informan,
yang terakhir peneliti lebih mudah dalam melakukan penelitian dan mendapatkan
banyak pengalaman dan pengetahuan dari masyarakat.
46 Tim Dosen Fakultas Syari’ah. Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang. Fakultas Syari’ah UIN Malang. 2005, hal 1. 47 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. 1986 hal 43. 48 Rianto Adi. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit. 2004. hal 70.
3. Metode Pengumpulan Data.
Untuk kelancaran dalam penelitian dan pengumpulan data, peneliti
menggunakan tiga metode (wawancara, observasi, dan dokumentasi) antara lain:
a. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan data tanya jawab sambil bertatap muka antara peneliti dengan si penjawab
atau responden untuk memperoleh informasi. Sedangkan wawancara yang
digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin, yaitu
kombinasi antara interview ini pewawancara membawa pedoman yang hanya
merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan. Sehingga penelitian
ini bisa mendapatkan data yang valid, dan terfokus pada pokok permasalahan
yang sedang diteliti.
Pada metode ini peneliti melakukan interview dengan masyarakat sekitar
lokalisasi, dengan menfokuskan pada obyek penelitian yang berkenaan dengan
bagaimana pemahaman masyarakat sekitar lokalisasi, dan upaya masyarakat
sekitar lokalisasi dalam mempertahankan keharmonisan rumah tangga.
b. Observasi
Yaitu dengan mengadakan pengamatan, secara langsung ke lapangan
terhadap obyek yang diteliti, untuk memastikan apakah masalah benar-benar ada
dan terjadi, sehingga nantinya juga dapat dipastikan data-datanya sesuai dengan
pembahasan penulisan skripsi ini. Dalam hal ini adalah observasi dengan
mengadakan pengamatan selama 1 bulan, mengenai pemahaman masyarakat
sekitar lokalisasi dan bagaimana upaya masyarakat sekitar lokalisasi dalam
mempertahankan keharmonisan rumah tangga.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
legger, agenda dan sebagainya.49
Dokumentasi ini merupakan data pelengkap dan data autentik mengenai
kejadian atau kondisi yang telah lalu secara obyektif, dokumentasi dalam
penelitian ini meliputi arsip jumlah penduduk, pekerjaan, keagamaan, pendidikan
penduduk, data dari kelurahan Kaliwungu, hal ini dilakukan untuk mengetahui
latar belakang setting sosial masyarakat Kaliwungu sebagai alat penunjang untuk
menganalisis hasil penelitian, dalam tahap ini pengumpulan data dilakukan
langsung oleh peneliti dalam situasi yang sesungguhnya untuk mendukung
pengumpulan data melalui wawancara.
4. Sumber Data.
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat
untuk pertama kalinya.50 Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara
individu atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian
atau kegiatan dan hasil penguji.51 Data yang diperoleh dari pengamatan, analisa
49 Suharsimi Arikunto. Op. Cit., hal 206. 50 Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. PT: Rineka Cipta. 1998. hal 114. 51 Marzuki, Metodologi Riset, Yogyakarta: PT. Hanindika Offes, 1986, hal 5
dan wawancara secara langsung dengan informan. Dalam hal ini adalah warga di
sekitar (samping sebelah selatan dan barat tembok perbatasan lokalisasi).
b. Data Sekunder
Data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui media
perantara, diperoleh dan dicatat orang lain, data sekunder umumnya berupa bukti,
catatan atau laporan histories yang telah tersusun dari arsip yang sudah
dipublikasikan.52 Data sekunder dari penelitian ini diperoleh dari Dinas Sosial,
Kepala Desa Kaliwungu, pengunjung lokalisasi, disamping itu studi kepustakaan
dalam bentuk buku-buku, diktat, jurnal, majalah suarat kabar, dan media
elektronik, serta catatan data-data Dinas Sosial Kecamatan Ngunut Kabupaten
Tulungagung terkait tempat lokalisasi tersebut.
c. Data Tersier
Data tersier adalah data penunjang, yakni bahan-bahan yang memberi
petunjuk dan penjelasan terhadap sumber data primer dan data sekunder,
diantaranya adalah kamus Beasr Indonesia dan insiklopedi umum, yang
membantu peneliti dapat memecahkan atau menyelesaikan suatu penelitian
dengan baik.
5. Metode Sampling
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.53 Populasi dalam penelitian
ini adalah keluarga di sekitar lokalisasi Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut
Kabupaten Tulungagung.
52 Marzuki, Ibid, hal 56. 53 Suharsimi Arikunto, Op., Cit, hal 108
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti.54 Dalam
suatu penelitian sampel haruslah representatif, untuk itu digunakan teknik
sampling dengan sampel acak, ialah sampel yang diambil sedemikian rupa,
sehingga setiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai
kesempatan yang sama dipilih sebagai sampel. Sampel memiliki ciri-ciri sebagai
berikut salah satunya, pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan. Jadi
kuncinya ialah jika sudah mulai terjadi pengulangan informasi, maka penarikan
sampel sudah harus dihentikan.55
Sampel yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 10 orang, karena
peneliti lebih memfokuskan para informan yang biasa bekerja di sekitar lokalisasi
dan yang bekerja diluar lokalisasi, dari hasil penelitian sudah mulai terjadi
pengulangan informasi. Sehingga peneliti cukup mengambil 10 orang sebagai
informan. Jumlah kepala keluarga di Desa Kaliwungu yang berdekatan dengan
lokalisasi mencapai 50 kepala keluarga.
6. Teknik Pengolahan dan Analisa.
Data yang diperoleh dari lapangan, sebelum dianalisis selanjutnya diolah
terlebih dahulu dengan tahap-tahap berikut:
a) Editting (pemeriksaan ulang), yaitu meneliti kembali catatan data yang telah
diperoleh untuk mengetahui apakah catatan tersebut sudah cukup baik dan
dapat segera dipersiapkan untuk keperluan proses berikutnya. Dalama hal ini
peneliti memeriksa kembali data atau keterangan yang telah dikumpulkan dari
buku catatan hasil wawancara. 54 Suharsimi Arikunto, Ibid, hal 109 55 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006, hal 225.
b) Classifying (pengelompokan), yaitu mengklasifikasikan data-data yang telah
diperoleh agar lebih mudah dalam melakukan pembacaan data sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan. Dalam hal ini, peneliti mengelompokkan data
menjadi dua, yaitu pernyataan para informan terkait dengan, pemahaman dan
upaya masyarakat sekitar lokalisasi dalam mempertahankan keharmonisan
rumah tangga.
c) Verifying (dikonfirmasikan dengan sejumlah pertanyaan), yaitu memeriksa
kembali, menelaah secara mendalam data dan informasi yang diperoleh dari
lapangan agar validitasnya bisa terjamin. Dalam konteks ini dilakukan dengan
cara menemui masyarakat sekitar lokalisasi Desa Kaliwungu.
d) Analyzing (analisis), yaitu penganalisaan data, agar data mentah yang telah
diperoleh bisa lebih mudah dipahami, adapun analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah, analisis deskriptif kualitatif yaitu analisis yang
menggambarkan keadaan atau status fenomena dengan kata-kata atau kalimat.
Setelah data diperoleh dan dikumpulkan, maka langkah selanjutnya adalah
menganalisis data, yang sesuai dengan latar belakang masalah dalam penelitian
ini. Data-data yang diperoleh dalam penelitian dan literatur-literatur kepustakaan
dikumpulkan, kemudian peneliti melakukan penyusunan data, menguraikan data,
mensistematisasi data yang telah terkumpul untuk dikaji dengan metode deskriptif
kualitatif yaitu analisis yang menggambarkan keadaan atau status fenomena dalam
kata-kata atau kalimat, kemudian dipisahkan menurut katagori untuk memperoleh
kesimpulan.56
56 Suharsimi Arikunto. Op. Cit., hal 249.
Dengan tujuan memberikan gambaran secara tepat dari sifat-sifat individu,
gejala keadaan kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi penyebaran,
suatu gejala atau keadaannya hubungan tertentu antara suatu gejala dengan gejala
lain dalam masyarakat.
Dalam penelitian ini akan mendiskripsikan, secara induktif yaitu dari yang
khusus pada permasalahan umum, dari fenomena yang terjadi pada awalnya yaitu
timbulnya praktik pelacuran yang menjamur di rumah-rumah penduduk, dan di
pinggiran suangai brantas, yang membuat masyarakat khawatir. Sehingga
pemerintah membentuk lokalisasi, yang bertujuan agar praktik perzinaan tidak
membaur dan bercampur dengan rumah-rumah penduduk, sehingga masyarakat
bisa merasa aman.
BAB VI
PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN
A. Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung Sebagai
Setting Penelitian (Gambaran Objek Penelitian)
1. Keadaan Geografis
Desa Kaliwungu adalah salah satu Desa di Kecamatan Ngunut, Kabupaten
Tulungagung. Desa Ini terletak di sebelah timur Kota Tulungagung, dengan luas
wilayah kurang lebih 373.300 ha, jarak dari pusat pemerintahan kecamatan
terdekat sekitar 1 km, lama tempuh ke ibu kota kecamatan terdekat 0,10 jam, dan
jarak ke ibu kota kabupaten/ kota terdekat (Tulungagung) 13 km, lama tempuh ke
ibu kota kabupaten/ kota terdekat 0,15 jam. Desa kaliwungu tersebut berbatasan
dengan: Sebelah Utara : Sungai Brantas, Sebelah Selatan : Desa Gilang, Sebelah
Barat : Desa Ngunut, Sebelah Timur : Desa Buntaran.
2. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut, Kabupaten
Tulungagung. Tahun ini secara keseluruhan kurang lebih 19350 jiwa, dengan
rincian penduduk laki-laki sebanyak 8650 jiwa, dan jumlah penduduk perempuan
10700 jiwa, dan untuk jumlah kepala keluarga secara keseluruhan kurang lebih
sekitar 5990 kepala keluarga. Dan untuk disekitar lokalisasi mencapai 50 kepala
keluarga. Untuk tingkat perceraian penduduk selama 3 tahun terakhir adalah
sebanyak … dan perceraian yang terjadi rata-rata disebabkan karena faktor lain,
seperti perekonomian, bukan disebabkan adanya lokalisasi yang berada di sekitar
rumah warga.
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
No Usia Jumlah
1. 0-10 tahun 2061 Orang
2. 11-20 tahun 4639 Orang
3. 21-30 tahun 3384 Orang
4. 31-40 tahun 4037 Orang
5. 41-50 tahun 3182 Orang
6. Di atas 51 tahun 2047 Orang
Jika di lihat dari tabel jumlah penduduk paling banyak, berada pada rata-
rata usia 11-20 tahun, yakni berjumlah 4639 orang, dan yang paling sedikit berada
pada rata-rata usia 2047 orang. Ini menandakan bahwa jumlah masyarakat yang
paling banyak pada usia prodiktif, mereka yang berusia antara 11-20 tahun, yang
berjumlah 4639 orang. Dan usia 21-30 tahun berjumlah 3384 orang, usia 31-40
tahun mencapai 4037 orang, yang mana masyarakat lingkungan sekitar Desa
Kaliwungu, sebagian besar bekerja di Lokalisasi, dengan memanfaatkan
pengunjung lokalisasi.
3. Keadaan Keagamaan
Masyarakat Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung,
mayoritas beragama Islam, yaitu sekitar 18847 orang, jumlah pemeluk agama
Kristen sekitar 348 orang, pemeluk agama Katolik sekitar 65 orang, agama Budha
dan Hindu tidak ada pemeluknya.
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Menurut Agama
No Agama Jumlah
1. Islam 18847 Orang
2. Kristen 348 Orang
3. Katholik 65 Orang
4. Budha -
5. Hindu -
Tabel 4.3
Tempat-tempat Peribadatan
No Agama Jumlah
1. Masjid 9
2. Musholla 15
3. Gereja 2
4. Wihara -
5. Pura -
Dari hasil tabel di atas, Agama Islam adalah agama paling banyak
pemeluknya, kurang lebih sebanyak 18847 orang, Kristen 348 orang, Agama
Katolik 65 orang. Meskipun mayoritas penduduk beragama Islam. Akan tapi,
tingkat keagamaan penduduk masih lemah. Buktinya masih banyak penduduk
yang sering mengunjungi lokalisasi, dengan memanfaatkan adanya lokalisasi.
Desa Kaliwungu juga terdapat pendidikan keagamaan untuk anak-anak kecil,
misalnya seperti TPA/ TPQ disetiap sore hari, untuk para bapak ada rutinan
mingguan seperti jamaah tahlil, gendorenan setiap malam jumat, dan untuk ibu-
ibu ada jamaah yasinan.
Dengan berdirinya 15 musholla yang sekian banyak, dan 9 masjid akan
tapi masih ada masyarakat yang belum bisa memanfaatkan tempat-tempat
tersebut, karena masih banyak masyarakat yang memiliki landasan agama lemah.
Sehingga tidak jarang masyarakat yang malah bersyukur adanya lokalisasi.
4. Keadaan Pendidikan
Pendidikan sangat penting bagi masyarakat, karena dengan pendidikan
sumber daya manusia bisa lebih maju, dengan sumber daya manusia yang maju,
masyarakat bisa mendapat lapangan pekerjaan lebih mudah. Hal ini sebagai salah
satu cara untuk mengentas kemiskinan, berikut tabel mengenai tingkat pendidikan.
Table 4.4
Tingkat Pendidikan Penduduk
No Uraian Jumlah
1. Penduduk usia 10 th ke atas yang Buta Huruf 5 Orang
2. Penduduk tamat SD/ sederajat 215 Orang
3. Penduduk tamat SLTP/ sederajat 3600 Orang
4. Penduduk tamat SLTA/ sederajat 1100 Orang
5. Penduduk tamat D-1 51 Orang
6. Penduduk tamat S-1 30 Orang
Tabel 4.5
Kualitas Angkatan Kerja
No Uraian Jumlah
1. Jumlah angkatan kerja tamat SD/ sederajat 200 Orang
2. Jumlah angkatan kerja tamat SLTP/ sederajat 1500 Orang
3. Jumlah angkatan kerja tamat SLTA/ sederajat 700 Orang
4. Jumlah angkatan kerja tamat Diploma 30 Orang
5. Jumlah Angkatan Kerja Tamat Perguruan Tinggi 10 Orang
Dari tabel di atas tingkat pendidikan penduduk tingkat SLTP/ sederajat
berjumlah sekitar 3600 orang, dan jumlah angkatan kerja tamat SLTP/ sederajat
hanya 1500 orang, angka ini termasuk angka yang tergolong tinggi dalam jumlah
angkatan kerja. Karena jika dilihat dari jumlah rata-rata penduduk mencapai 40 %
dari jumlah penduduk Desa Kaliwungu. Dalam hal ini, sumber daya manusia di
Desa Kaliwungu sudah dikatakan baik. Sehingga mereka bisa membuka lapangan
pekerjaan yang sederhana, dan dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari sebagai
wiraswasta di lokalisasi dengan bekerja sebagai tukang parkir, tukang ojek,
tukang pijet, buka warung. Dan juga sebagai pegawai negeri sipil, seperti guru,
polisi, ABRI, dan lain-lain.
5. Keadaan Ekonomi
Tingkat perekonomian masyarakat Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut
Kabupaten Tulungagung, adalah menengah kebawah, bukan termasuk masyarakat
kaya raya, serba kecukupan dan mewah dalam perekonomian. Mayoritas mata
pencaharian penduduk adalah karyawan wiraswasta, ada sebagian kecil bekerja
sebagai Pegawai Negeri sipil.
Tabel 4.6
Struktur Mata Pencaharian Penduduk
No Uraian Jumlah
1. Petani 502 Orang
2. Pekerja di sektor jasa / perdagangan 615 Orang
3. Pekerja di sektor industri 2000 Orang
Masyarakat Desa Kaliwungu, memiliki berbagai macam mata pencaharian
yang berfariasi. Dalam hal ini, sudah mulai terlihat adanya perkembangan, dan
kemajuan untuk memulai, dalam bidang jasa/ perdagangan, dan juga dalam sektor
industri. Untuk status mata pencahariaan penduduk yang kebanyakan menjadi
wiraswasta, mereka yang membuka lapangan pekerjaan sederhana dipinggir-
pinggir jalan, di perkotaan, dan di sekitar lokalisasi, dengan memanfaatkan
pengunjung lokalisasi, bekerja sebagai penjual sate, buka warung, tukang parkir,
tukang ojek dan lain-lain.
B. Temuan Penelitian
1. Pemahaman Dan Upaya Masyarakat Sekitar Lokalisasi Terhadap
Keharmonisan Rumah Tangga.
Masyarakat Desa Kaliwungu memiliki penduduk yang relatif padat, jika di
lihat dari data penduduk, Desa Kaliwungu merupakan desa yang terletak di
pinggiran kota. Dengan keadaan masyarakat yang bermacam-macam, sebagian
besar penduduk bermata pencaharian wiraswasta. Banyak sekali dari mereka
memanfaatkan adanya lokalisasi di sekitar desa, asalkan kebutuhan keluarga
sehari-hari dapat tercukupi. Sehingga hal ini dapat menimbulkan dampak positif
dan juga dampak negatif. Penduduk yang sejahtera adalah dambaan setiap orang,
dalam keluarga selalu menginginkan hidup sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Sejahtera, kebutuhan sehari-hari bisa tercukupi.
Berikut ini adalah penuturan Pak Parlan, Mantan Dinas Sosial Kecamatan
Ngunut tentang kondisi masyarakat sekitar lokalisasi Desa Kaliwungu.
“Teng mriki niku mbak, masyarakate aman-aman mawon, malah masyarakate katah engkang terlibat teng lokalisasi, amargi saget buka lapangan pekerjaan, damel nguripi anak bojo. Kados seng biasane dodolan kopi, buka warung, tukang pijet, tukang parkir, niku roto-roto engkang manfaatne lokalisasi malah tiang-tiang engkang daleme celak mriki, dadose saumpami lokalisasi dipun tutup kaleh pemerintah niku engkang bingung malah tiang-tianga niku. Amargi mboten wonten pekerjaan meleh sak lintune niku, tapi meski ngoten kadang nggeh khawatir terutama poro ibi-ibu niku, khawater lek saumpami bapak-bapake niku neko-neko pados jajan teng lokalisasi. Ngeh khawatir lek saumpami anake terpengaruh teng lokalisasi, dados anak nakal, seneng madon, seneng mabuk-mabuan, gelut. Ngeh ngoten niku kehidupane tiang lokalisasi, tapi lek menurut kulo seng penting keluarga niku kedahe meski kudu enek komunikasi karo anggota keluargane, kudu pengertian terutama kaleh pasangan hidupe, lan kudu saling percoyo, jujur kaleh pasangan. Menurut kulo keluarga niku diarani harmonis lek mboten terus tukaran.”57 Terjemahan Penulis “Di sini itu mbak, masyarakatnya aman-aman saja, masyarakat di sini malah banyak yang terlibat dalam lokalisasi, karena mereka bisa buka lapangan pekerjaan, buat mencukupi kebutuhan anak istrinya. Seperti bekerja sebagai penjual kopi, buka warung, tukang pijat, tukang parkir, mereka itu semua rata-rata orang asli sini Desa Kaliwungu, yang dekat dari lokalisasi. Jadi seandainya lokalisasi itu di tutup oleh pemerintah, maka yang bingung malah orang-orang sekitar sini. Karena kebanyakan tidak ada pekerjaan lain selain di tempat itu. Akan tetapi, meski demikian masyarakat juga khawatir, terutama para ibu, khawatir jika para suami selingkuh, sering jajan di lokalisasi, dan juga khawatir terhadap anak-anak remaja mereka, kalau suka main perempuan, mabuk-mabukan, perkelahian. Ya seperti itu kehidupan di lokalisasi. Tapi menurut saya
57 Parlan, Wawancara, Rabu, 13 Mei 2009, 17:40
keluarga itu harus selalu komunikasi di antara anggota keluarganya, harus saling pengertian, sabar dan saling percaya, dan jujur. Menurut saya keluarga yang dikatakan harmonis adalah keluarga yang terhindar dari pertengkaran.”
Dari pernyataan diatas, bahwa rata-rata masyarakat Desa Kaliwungu
merasa aman, walau terdapat lokalisasi di sana. Malah sebagian besar dari mereka
ikut terlibat di dalamnya. Karena mereka merasa diuntungkan, bisa membuka
lapangan pekerjaan setiap hari, untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya,
dengan memanfaatkan pengunjung yang berdatangan. Akan tetapi, sebenarnya
mereka juga khawatir terutama para ibu jika di antara suami-suami, dan anak-anak
mereka ikut terlibat didalamnya. Dengan begitu mereka tetap mengupayakan agar
selalu berkomunikasi antar anggota keluarga, jujur, saling pengertian, dan saling
percaya, untuk mempertahankan rumah tangganya. Dan menurut pak Parlan,
keluarga yang dikatakan harmonis adalah keluarga yang terhindar dari
pertengkaran dan kebutuhan sehari-hari tercukupi.
Berikut penuturan Pak Juwari warga Desa Kaliwungu, umur 49 th, saat ini
bekerja sebagai polisi, di Rejotangan Tulungagung.
“Kulo niku mbak, lek masalah lokalisasi seng wonten teng celak mriki ngeh sejatosipun khawatir sanget, amargi kulo gadah putro jaler sakniki belajar teng SMA 1 Ngunut. Kulo khawatir lek saumpami anak kulo kenging pengaruh tiang lokalisasi mriku, seng biasane seneng omben, main togel, seneng gelud, seneng madon. Tapi ngeh pripun maleh, grio kulo pas teng celae lokalisasi mriki, masyarakat mriki ngeh kadose malah remen wonten lokalisasi teng mriki, amargi saget buka pendamelan damel keluargane, tapi kulo kedah sabar, kedah saget didik anak kulo krono niku tujuan utama kulo. Kulo pengen anak-anak kulo benjing hasil, dados tiang engkang sukses, saklintune niku kulo meski ngomong kaleh istri kulo lek wonten masalah-masalah keluarga kulo, lan kedah jujur kaleh pasangan, kranten jujur niku penting sanget. Lek keluarga harmonis niku kedahe mboten gampang terpengaruh kaleh lingkungan seng mboten sae, saget nyekolahne anak sampek duwur.58
58 Juwari, Wawancara, Rabu, 13 Mei 2009, 18:00
Terjemahan penulis “Saya itu mbak, kalau masalah lokalisasi yang ada di sekitar sini, sebenarnya saya sangat khawatir, karena saya punya anak laki-laki remaja yang sekarang masih belajar di SMA 1 Ngunut. Saya khawatir jika seandainya anak saya terpengaruh orang-orang lokalisasi, yang biasanya suka minum-minuman keras, main togel, suka berkelahi, dan main perempuan, tapi ya gimana lagi, rumah saya dekat lokalisasi. Masyarakat di sini sepertinya malah suka adanya lokalisasi, Karena bisa membuka lapangan pekerjaan buat mencukupi kebutuhan keluarganya. Tapi saya harus sabar, harus bisa mendidik anak saya, Karena itu tujuan utama saya, saya ingin anak-anak saya besuk berhasil, menjadi orang sukses. Selain itu saya juga selalu bermusyawaroh sama istri saya jika ada masalah keluarga, dan harus bersikap jujur terhadap istri karena jujur itu sangat penting. Kalau keluarga harmonis menurut saya, keluarga yang tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan yang kurang baik (teguh pendirian), dan dapat menyekolahkan anak-anak ke jenjang lebih tinggi”
Dari Pernyataan pak Juwari, bahwa masyarakat sebenarnya merasa
diuntungkan adanya lokalisasi, meski sebenarnya mereka khawatir terhadap
kelurganya, jika terpengaruh kehidupan lokalisasi. Tapi pak Juwari hanya
menyikapi keadaan tersebut, dengan bersikap sabar, yang diutamakan pak Juwari
adalah mendidik anak, agar supaya berhasil, menjadi orang sukses. Keluarga
harmonis menurut pak Juwari apabila anggota keluarganya tidak mudah
terpengarh dengan lingkungan yang tidak baik, karena harus teguh pendirian.
Disamping selalu mengadakan komunikasi di antara keluarganya, dan harus
bersikap jujur terhadap pasangannya. Karena jujur sangatlah penting dalam.
Berikut Penuturan bapak Slamet, umur 43 th, bekerja sebagai tukang tambal ban. “Kulo teng lokalisasi mriku nyambet damel dados tukang tambal ban, teng lokalisasi niku mbak, tamune panggah wonten mawon, nopo maleh lek dinten sabtu dalu (malem minggu), bocah enom-enom niku biasane kaleh mabuk mbeto sepedah akhire katah bane seng bocor. Ngeh Alhamdulillah pengahsilan kulo bendinten saget nyekolahne 2 anak kulo, seng sakniki kelas 3 SD, kaleh kelas 1 SMP. Ibue kadang lek enjing sadean gorengan teng nglebete lokalisasi, ngoten niku ngeh lumayan kenging damel tambah penguripan. Tapi kulo niku ngeh sakestune khawatir lek saumpami salah satu keluarga kulo terpengaruh teng
mriku. Lek kulo niku seng penting kaleh bojo kudu meski tresno, saling hormati kaleh pendapat istri kulo, kerja keras, trus ngeh seng penting kebutuhan keluarga saget tercukupi. Keluarga kulo utamakne, lek ngoten ngeh mungkin keluarga kulo mesti adem ayem, bahagio.” 59 Terjemahan Penulis “Saya dilokalisasi ini bekerja sebagai tukang tambal ban, di lokalisasi ini mbak tamu setiap hari tetap ada, apalagi kalo hari sabtu malam (malam minggu), anak-anak muda sering mabuk dengan mengendarai motor, sehingga sepedahnya banyak yang bannya bocor. Ya Alhamdulillah penghasilan setiap hari tetap ada, dan bisa menyekolahkan 2 anak saya, yang sekarang kelas 3 SD, dan juga kelas 1 SMP. Istri saya kalau pagi biasanya jualan gorengan di lokalisasi, ya hasilnya lumayan tambah kebutuhan. Akan tetapi, sebenarnya saya juga khawatir kalau seandainya salah satu keluarga saya terpengaruh di lokalisasi. Kalau saya sendiri yang penting terhadap istri harus selalu cinta, saling menghormati terhadap pendapat istri, kerja keras dan yang paling penting lagi kebutuhan keluarga setiap hari bisa tercukupi. Keluarga harus saya utamakan, mungkin jika bisa selalu seperti itu keluarga saya selalu tenteram dan bahagia.
Dari penuturan bapak Slamet, walaupun hanya bekerja sebagi tambal ban,
tapi beliau mampu untuk menyekolahkan kedua anaknya. Setiap pagi istri pak
Slamet biasanya jualan gorengan di lokalisasi, untuk menambah pendapatan setiap
hari. Walaupun seperti itu, sebenarnya pak slamet juga khawatir terhadap anggota
keluarganya, jika terpengaruh orang-orang lokalisasi. Akan tetapi, pak Slamet
selalu mengupayakan untuk saling mencintai, dan menghormati istrinya, kerja
keras. Untuk pemahaman pak Slamet yang dikatakan harmonis jika, kebutuhan
keluarga setiap hari bisa tercukupi.
Berikut ini penuturan pak Agus, umur 38 th, bekerja sebagai tukang parkir.
“Teng mriki niku tamune meski wonten mawon, kadang sedinten mobil/ motor engkang dugi ngantos sekitar 10 mobil, 20 motor. La lek dinten libur sedinten malah saget 20 mobil, 40 motor. Parkire teng mriki lek motor Rp 500, lek mobil Rp 1000. kulo niku pon dangu dados tukang parkir teng mriki, mulai kulo wewet joko ngantos gadah 1 anak, sakniki kelas 5 SD, kulo ngeh marem saget nyambet damel teng mriki bendinten. Tapi kulo kadang ngoten ngeh sering diseneni bojo
59 Slamet, Wawancara, Rabu, 13 Mei 2009, 19:30
kulo, bojo kulo samare kulo lek seneng jajan teng mriki, tapi kulo ngeh meski ngandani bojo kulo, lek kulo niku, bener-bener pengen memenuhi kebutuhan keluarga kulo. Seng penting menurut kulo kedah saling pengertian, menerima apaadanya, mangan ngeh sak wontene, lek seng diarani harmonis niku ngeh seng penting kebutuhan keluarga kulo bendinten saget tercukupi. Kaleh lek bebojoan mboten nate cerai, Kersane urip niku saget tenang.” 60 Terjemahan Penulis “Di sini itu tamu selalu berdatangan, kadang dalam satu hari mobil/ motor yang berdatangan mencapai 10 mobil dan 20 motor, kalau hari libur dalam satu hari bisa mencapai 20 mobil, 40 motor. Tarif parkir di sini, motor Rp 500 dan mobil Rp 1000. saya bekerja di sini sudah tergolong lama, mulai saya masih jaka, sampai sekarang punya 1 anak kelas 5 SD. Saya ya bahagia bisa bekerja setiap hari di sini, tapi saya juga sering dimarahi istri saya. Istri saya khawatir kalau saya suka main perempuan di lokalisasi. Tapi sudah saya jelaskan, kalau saya benar-benar ingin memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Yang penting menurut saya dalam rumah tangga itu harus saling pengertian, menerima apa adanya, makan seadanya, yang penting kebutuhan keluarga setiap hari bisa tercukupi. Walau seandainya saya sendiri tidak makan. Kalau yang dikatakan rumah tangga harmonis itu yang penting keluarga saya bisa tercukupi, suami istri tidak pernah bercerai, dengan begitu hidup saya bisa lebih tenang.”
Sebagai tukang parkir, pak Agus bisa mencukupi kebutuhan keluarganya,
dengan memanfaatkan pengunjung lokalisasi. Pak Agus mendapat upah yang di
bilang lumayan, karena pengunjung lokalisasi setiap hari terutama malam hari,
yang relatif rame. Hanya saja pak Agus sering dimarahi istrinya karena takut
terpengaruh di tempat maksiat itu. Meski demikian, pak Agus adalah kepala
rumah tangga yang bertanggung jawab, ia rela tidak makan asalkan kebutuhan
keluarga bisa terpenuhi. Karena menurut pak Agus keluarga yang dikatakan
harmonis jika keluarga itu selalu terpenuhi kebutuhannya, dan antara suami istri
tidak pernah ada kata cerai.
Berikut ini penuturan bu Lastri, warga Kaliwungu umur 45 th, pekerjaan
sebagai penjual kopi di dekat lokalisasi Desa Kaliwungu.
60 Agus, Wawancara, Kamis, 14 Mei 2009, 10:15
“kulo biasane sadean kopi mulai enjing, mantun masak ngeh sekitar jam 7. Kulo lek mulai masak niku biasane ngeh mantun subuh langsung teng pawon, kersane cah-cah lek berangkat sekolah pon wonten sarapan. Wangsule dugi warung bisane ngeh sonten sekitar jam 4, mengke kadang dalu balik maleh, amargi lek dalu niku pembeli malah katah. Kulo mboten khawatir lek wonten lokalisasi teng celak mriki, seng penting ati-ati iso jogo awae, lek bojo kulo ngeh saget pengertian, lek kulo niku mados yotro damel kebutuhan rumah tangga. Bojo kulo nyambet damele riyen teng pabrik rokok, tapi sakniki pon di PHK. Dadose sakniki bojo kulo biasane dados kuli bangunan, niku lek wonten tapi lek mboten wonten ngeh nganggur, mung saget ngrencangi kulo sadean teng warung. Tapi kulo mboten nate nuntut nopo-nopo teng bojo, kulo luweh seneng saget mencukupi keluarga, terutama teng anak kulo. Lek menurut kulo harmonis niku lek kebutuhane saget tercukupi lan keluargne mboten nate udur-uduran, dadose keluargane saget tentram, pado saling pengertian.”61 Terjemahan Penulis “Saya biasanya jualan kopi mulai pagi, setelah selesai masak sekitar jam 7. Saya biasanya mulai masak ya setelah sholat subuh langsung ke dapur, biar nanti anak-anak berangkat sekolah sudah tersedia sarapannya. Pulang dari warung biasanya sore sekitar jam 4, kadang malam kembali lagi jualan, karena kalau malam pembeli biasanya lebih rame. Saya tidak khawatir dengan adanya lokalisasi di sekitar sini, yang penting selalu jaga diri. Kalau suami saya bisa memaklumi, kalau saya mencari uang untuk kebutuhan keluarga. Suami saya dulu bekerja di pabrik rokok, tapi sekarang sudah di PHK, jadi sekarang biasanya suami saya bekerja di kuli bangunan, kalau itu pas ada pekerjaan kalau tidak ada ya ngaggur, hanya bisa membantu saya di warung. Tapi saya tidak pernah nuntut apa-apa, saya lebih suka mandiri, bisa mencukupi keluarga, terutama pada anak saya. Kalau yang dikatakan harmonis apabila kebutuhan keluarga tercukupi, dan tidak ada pertengkaran, karena semua saling pengertian, biar dalam keluarga itu hidupnya bisa tentram.”
Dari pernyataan di atas, bu Lastri adalah orang yang ulet dalam bekerja, ia
mulai beraktifitas setelah subuh, memasak untuk keluarganya. Dan setelah itu
langsung buka warung kopi hingga sore hari, kadang malam ia harus kembali lagi,
karena malam biasanya pembeli semakin rame. Suami Bu Lastri dulu bekerja di
pabrik rokok, akan tapi sekarang sudah di PHK, sekarang menjadi kuli bangunan.
Tapi terkadang juga pengagguran, hanya bisa membantu Bu Lastri di warung
61 Lastri, Wawancara, Kamis, 14 Mei 2009, 14:25
kopi. Meski demikian Bu Lastri tidak pernah menuntut apa-apa dari suami, ia
perempuan mandiri, lebih suka bekerja keras memeras keringat untuk memenuhi
kebutuhan anak-anaknya setiap hari. Adapun menurut bu Lastri keluarga
harmonis itu, apabila kebutuhan dalam rumah tangga tercukupi dan tidak ada
pertengkaran diantara anggota keluarganya.
Berikut ini penuturan Bu Mursiah, umur 41 th, ia bekerja sebagai penjual
tempe.
“Mantun subuh niku kulo mbak mesti pon berangkat teng peken sadean tempe, kulo iderne teng warung-warung, kadang ngeh teng etek keliling, seng mbeto sayuran. Mengke ngantos jam 9 biasane ngeh jam 10 wangsul dugi peken, langsung adang damel maem awan. Enjinge bojo kulo, anak kulo pon sarapan kaleh jangan blendrang, kulo niku seng penting bojo, anak wes maem wareg kulo pon mboten khawatir, bojo kulo ngeh mesti pengertian lek saumpami kulo wangsul dugi peken niku pon siang. Anak kulo lek dalu mesti kulo ken belajar seng mempeng trus saya awasi, samar kulo lek dolan teng lokalisasi. Biasasne bocah enom lek pon mlebet teng mriku gampang ketagihan, isine neng jero mong eneke dingge maksiat, roto-roto engkang namu teng lokalisasi mriki malah tiang-tiang tebeh, kados dugi Malang, Kediri, Blitar, Trenggalek, tapi biasane yo tiang-tiang celak mriki, samar kulo lek bojo lan anakku kenek pengaruh. Tapi kulo ngeh yakin bojoku niku tiange sayang banget kaleh kulo. Kulo ngeh sayang kaleh bojo lan anak-anak kul. Lek seng dipun arani harmonis niku lek bojone mboten nate selingkuh, nopo maleh cerai, lan mboten nate terpengaruh, nopo maneh teng mriki wonten lokalisasi.”62 Terjemahan Penulis “Setelah subuh mbak, saya sudah berangkat ke pasar jualan tempe, saya jual di warung-warung terkadang saya jual di penjual sayur keliling. Biasanya sampai jam 9 atau jam 10 saya sudah pulang, lansung masak buat makan siang. Kalau pagi suami dan anak saya sudah makan sama sayur kemarin, yang penting suami dan anak saya pagi sudah bisa sarapan saya sudah tidak khawatir. Suami saya selalu pengertian, sabar ketika saya pulang dari pasar siang, Anak saya kalau malam selalu saya suruh belajar rajin dan saya awasi, takutnya kalau main ke tempat lokalisasi. Biasanya anak muda yang sudah masuk kesitu merasa ketagihan, di lokalisasi hanya tempat untuk maksiat, rata-rata pengunjung berasal dari jauh, seperti Malang, Kediri, Blitar Trenggalek, tapi ada juga dari daerah sekitar sini Saya khawatir jika suami dan anak saya ikut terpengaruh. Tapi saya
62 Mursiah, Wawancara, Kamis, 14 Mei 2009, 15:00
yakin kalau suami saya sayang sekali terhadap saya. Begitu juga saya, kami sekeluarga saling menyayangi, kalau yang dikatakan harmonis apabila suami itu tidak pernah selingkuh, dan tidak mudah terpengaruh, dan pasangan itu tidak sampai cerai, apalagi disini dekat dengan lokalisasi”
Keluarga Bu Mursiah merupakan keluarga yang tergolong menerima apa
adanya, pengertian, sabar. Anak dan suami Bu Mursiah setiap pagi hanya sarapan
sayur kemarin. Karena bu Mursiah harus jual tempe ke warung-warung, dan
pulangnya siang hari sekitar jam 9/ jam 10. Setelah pulang dari jualan ia harus
memasak, karena pagi tidak sempat masak. Suami bu Mursiah sangat
mencintainya, sehingga ia tidak khawatir terhadap suaminya. Bu Mursiah selalu
mengawasi anak-anaknya, ia khawatir kalau anak-anaknya suka main di
Lokalisasi, dan terpengaruh orang-orang didalamnya. Kalau yang dikatakan
harmonis menurut bu Mursiah apabila suami tidak selingkuh, apalagi mau
bercerai dan keluarganya tidak mudah terpengaruh dengan adanya lokalisasi.
Pak Marsam, umur 50 th, warga Desa Kaliwungu, bekerja sebagai penjual
sate ayam di depan rumahnya.
“Seng biasane tak khawatirne kui, lek saumpami salah sijine teko keluargaku enek seng kerjo neng jerone lokalisasi, biyen mak’e arep dodolan kopi, buka warung neng jerone lokalisasi kono, tapi aku pengeng, aku khawatir lek sampek mak’e tledor terus kenek pengaruh wong kono, tapi mak’e ngono yo manut. Amargi neng jero kono meski akeh iming-iming amprih supoyo dang sugeh kui piye, lek aku dewe aku wes suwi dodolan sate ayam neng pinggiran kuto, yo tak itung-itung cukup dingge kebutuhan anak bojo, meski pas-pasan. Tapi yo kudu disyukuri wong urip lek wes duwe penggawean menetap kui ora sah bingung nemen-nemen, ngene anakku yo wes tamat sekolah SMA, seng siji sakiki sek belajar neng SMP. Pokoe lek wayae bayar sekolah kui wes mesti enek seng dingge bayar. Seng penting urip kuwi kudu sabar, kudu podo nrimo karo pendome pengeran, Keluarga kudu diutamakne, kudu meski podo tresno, lek enek opo-opo kudu dimusyawarahne karo anak bojo. Menurutku lek keluarga diarani harmonis yo seng penting iso nyekolahne anak sampek duwur, paling gak iso tamat SMA, trus yo kebutuhan kui mesti iso terpenuhi.”63
63 Marsam, Wawancara, Kamis, 14 Mei 2009, 20:00
Terjemahan Penulis “Yang biasanya saya khawatirkan, kalau seandainya salah satu dari keluarga saya, ada yang bekerja di lokalisasi, dulu ibunya mau jualan kopi, buka warung di lokalisasi, tapi saya larang. Saya khawatir seandainya ibunya tledor sampai terpengaruh orang-orang di dalam, syukurlah ibu bersedia tidak jadi jualan. Karena di sana banyak orang yang memberi iming-iming agar bisa cepat kaya. kalau saya sendiri sudah lama berjualan sate ayam di pinggiran kota, saya hitung-hitung sudah bisa mencukupi kebutuhan anak istri, walaupun pas-pasan, tapi ya harus di syukuri. Orang hidup kalau sudah mempunyai pekerjaan menetap tidak perlu terlalu bingung. Anak saya sudah tamat sekolah SMA, yang satunya masih belajar di SMP. Yang penting ketika waktu bayar sekolah sudah ada yang dapat buat bayar sekolah. Dan yang penting hidup harus sabar, harus menerima pemberian Tuhan. Keluarga harus menjadi prioritas utama, harus saling mencintai, kalau ada masalah segera dimusyawarahkan sama anak istri. Kalau yang dikatakan harmonis apabila bisa mnyekolahkan anak sampai tinggi, paling tidak bisa tamat SMA, dan kebutuhan keluarga sehari-hari dapat tercukupi.”
Pak marsam khawatir jika salah satu anggota kelurganya bekerja di
lokalisasi, istrinya pernah ingin bekerja jualan kopi di lokalisasi. Akan tapi, pak
Marsam melarangnya, ia khawatir istrinya tledor dan terpengaruh orang-orang
dalam lokalisasi. Pak Marsam adalah penjual sate ayam di pinggiran kota, dengan
berjualan sate ayam pak marsam bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.
Dalam keluarga pak marsam selalu ada komunikasi antar anggota, dan selalu
bersikap sabar, menerima rizki yang di berikan Tuhan. Dan pemahaman pak
Marsam yang dikatakan keluarga harmonis, apabila bisa menyekolahkan anak-
anaknya sampai jenjang tinggi, dan kebutuhan hidup terpenuhi.
Pak Tumbro, warga Desa Kaliwungu, umur 57 th, pekerjaan sebagai
penjual nasi goreng.
“ibuk’e biasane lek wes aku budal dodolan aku mesti dipeseni supoyo dang muleh lek dagangane wes entek. Ibuk’e kuwi gampang khawatir lek samare aku mampir neng tempat haram kuwi. Malah biasane aku sering dikandani lek pengen moro neng bojone, ora usah nyoba-nyoba dolan rono. Amargi neng deso kene ki wes akeh kejadian, bapak-bapak seng ibuk’e kurang open karo bojone, biasane sering jajan neng lokalisasi. Mergo yo bojone kurang perhatian trus bojone kurang jogo
awake. Meskine wong bebojoan lek rumasaku kudu dijogo awae supoyo tetep apik lan ora mambu. Akeh to mbak wong lanang seng selingkuh kuwi biasane kesalahan bojo wadone seng kurang jogo awak’e. Bojone muleh kerjo ambune sek sangit, ratau jungkasan, wedaan. Lek aku dewe ngono seng penting keluarga kuwi kudu saling pengertian, kudu saling tresno karo bojone. Lek diarani harmonis yo iso jogo awak’e, ora gampang terpengaruh, kerjo seng semangat amprih kebutuhan keluarga cukup kabeh, trus lek bebojoan ojo sampe selingkuh.”64 Terjemahan Penulis “Istri saya biasanya kalau saya berangkat jualan, selalu menasehati saya agar cepat pulang setelah dagangan habis. Istri saya mudah khawatir kalau saya mampir ke tempat haram itu. Malah biasanya saya sering dinasehati, kalau ingin bercinta pulang saja, ada istri di rumah, tidak perlu coba-coba di luar. Karena di sini sudah banyak sekali kejadian suami-suami yang kurang diperhatikan oleh istri, jadi sering main ke lokalisasi, karena istri kurang merawat diri. Seharusnya suami istri harus saling menjaga dirinya, agar selalu terawat, bagus, cantik dan tidak bau. Banyak sekali kan mbak suami yang selingkuh akibat kesalahan dari istri yang kurang merawat dirinya. Suami pulang kerja istri masih bau sangit, tidak pernah bersisir, pakai bedak. Kalau saya pribadi yang penting saling pengertian, bisa merawat diri, dan saling mencintai. Untuk keluarga harmonis menurut saya apabila tidak mudah terpengaruh, kerja yang semangat agar kebutuhan keluarga tercukupi, dan pasangan tidak selingkuh”
Dalam keluarga, terutama pasangan suami istri merawat diri juga di
anjurkan. Karena Islam memerintahkan untuk selalu bersih, baik itu bersih tempat
tinggal, badan, bersih lahir batin, agar terhindar dari berbagai penyakit. Ketika pak
Tumbro berangkat kerja, istrinya selalu mengingatkan agar segera pulang setelah
dagangan habis. Hal ini sah-sah saja, apalagi istri pak Tumbro selalu perhatian
terhadap suaminya. Istri pak Tumbro khawatir jika pak Tumbro main ke
lokalisasi, yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Apalagi kebanyakan para suami
selingkuh akibat kurangnya perhatian dari istri. Istri yang tidak merawat
tubuhnya, sehingga tidak menarik perhatian jika di lihat suami. Dalam keluarga
pak Tumbro hal ini sangat dihindari. Untuk keluarga harmonis menurut pak
64 Tumbro, Wawancara, Sabtu, 16 Mei 2009, 19:05
Tumbro apabila dalam keluarga itu kebutuhan tercukupi, pasangan tidak mudah
terpengaruh, dan pasangan juga tidak pernah selingkuh.
Pak Gito, bekerja sebagai tukang ojek, umur 48 th.
“Tiang urip niku tujuan utama mungguh kulo ngeh keluarga, lek keluargane bahagia meski iso urip tenang, makmur, bahagia. Kulo niku pon 8 th, nyambet damel dados tiang ojek. Tapi Alhamdulillah selama niku kulo diparingi kelancaran pados rizki, cekap damel nyekolahne anak-anak, ngopeni bojo. Kulo niku lek enjing ngantos siang penggaweane teng ojek mengke lek sonten teng masjid celae mriki, ngurusi mesjid, ngeh biasane nyapu, ngepel, ngersii koco. Trus kadang ngeh adzan saumpami, muadzine dereng dugi. Keluarga kulo, bojo lan anak-anak kulo lek maghrib kulo giring teng masjid kersane saget jamaah sareng-sareng. Lek masalah didik kulo niku ngeh termasuke keras, pokoe sholat 5 waktu kuwi ojo sampek bolong, sekolahe kudu sregep. Trus kulo blajari nrimo eng pandome Pengeran. Alhamdulillah anak lan bojo podo manut. Seng penting kulo niku keluarga kulo diseaken. lek masalah lokalisasi kulo ngeh mboten setuju. Tapi pripun maleh la wong niku pon dilegalkan kaleh pemerintah. Kulo rakyat alit ngeh namung saget manut, seng penting kulo didik anak-anak, lan bojo kulo kaleh agama seng kuat, kersane mboten gampang katut-katut. Lek mungguhw kulo keluarga harmonis niku lek bebojoan mboten nate selungkuh, nopo maleh ngantos pegatan.”65 Terjemahan Penulis “Orang hidup itu ya mbak, tujuan utama menurut saya adalah kelurga. Kalau keluarga bahagia pasti bisa hidup tenang, makmur, sejahtera. Saya itu sudah 8 th, bekerja sebagai tukang ojek, tapi Alhamdulillah selama ini saya selalu diberi kemudahan mencari rizki. Cukup untuk menyekolahkan anak-anak dan mencukupi kebutuhan istri. Saya kalau pagi sampai siang bekerja sebagai tukang ojek, nanti kalau sore saya mengurusi masjid di sebelah rumah. Ya biasanya nyapu, ngepel, bersihkan kaca, dan kadang juga adzan kalau muadzinnya belum datang. Keluarga saya, istri dan anak-anak saya setiap maghrib saya giring ke masjid untuk sholat jamaah di masjid. Kalau masalah mendidik anak saya itu termasuk orang yang keras, yang penting sholat 5 waktu jangan sampai ketinggalan. Belajar harus rajin, dan saya ajari untuk selalu menerima pemberian Allah swt. Alhamdulillah istri dan anak-anak saya patuh, yang penting keluarga saya utamakan. Kalau masalah lokalisasi saya sangat tidak setuju, tapi ya gimana lagi pemerintah sudah melegalkan. Saya orang kecil hanya bisa diam, yang penting saya bisa tetap mendidik anak, istri dengan baik, agamanya baik, biar tidak mudah terpengaruh dengan adanya lokalisasi. Kalau menurut saya keluarga harmonis itu, apabila sumi isteri tidak selingkuh, dan tidak sampai cerai.”
65 Gito, Wawancara, Sabtu, 16 Mei 2009, 19:30
Pak Gito adalah pekerja keras, taat beribadah, dan selalu mengutamakan
keluarga. Ia bekerja sebagai tukang ojek selama 8 th, berangkat pagi hingga siang.
Ia tidak bekerja untuk orang-orang lokalisasi, seperti kebanyakan masyarakat di
sekitar lokalisasi. Pak Gito merupakan penduduk yang tidak setuju adanya
lokalisasi. Tapi pak Gito lebih memilih diam. Jika sore hari pak Gito mengurusi
masjid di dekat rumahnya, mulai menyapu, mengepel, membersihkan kaca,
bahkan kadang juga menjadi muadzin, jik amuadzinnya berhalangan. Pak Gito
keras dan disiplin dalam mendidik anak-anaknya. Seluruh anggota keluarganya
harus menjalankan sholat 5 waktu dengan istiqomah, dan selalu patuh tehadap
ajaran agama, anak-anaknya harus belajar rajin. Pendidikan agama dalam keluarga
pak Gito selalu diutamakan. Hal ini agar tidak mudah terpengaruh dengan
kenikmatan sesaat (lokalisasi). Pak Gito sangat tidak setuju dengan adanya
lokalisasi, akan tetapi pak Gito lebih memilih untuk tinggal diam. Menurut pak
Gito keluarga harmonis itu apabila antar pasangan tidak pernah selingkuh, apalagi
sampai cerai.
Ibu Sriyanti, umur 43 th, bekerja sebagai tukang pijet, kadang juga
melayani pijat di tempat lokalisasi Desa Kaliwungu.
“Aku kuwi mbak enek lokalisasi neng kene yo bersyukur, iso oleh penggawean bendino, iso nguripi anak-anak sekolah sampek lulus SMP. Yo termasu’e, aku diuntungne, sakjane ora aku tok, wong-wong kene akeh seng oleh penggawean bendino, mergo tamu-tamu trus enek. Enek seng buka warung, tukang pijet koyo aku iki, tukang parkir. Yo itung-itung lumayan iso dingge nyambung urip, iso dinggo nyukupi keluarga. Opo meneh koyo aku ngene bojoku wes sue matine wes sekitar 5 th. La kui lek aku ora nyambet gawe seng tenanan sopo seng arepi nyukupi kebutuhan anak-anakku. Ngene iki anakku seng siji wes nyambet gawe, seng no 2 lulus SMP, seng ragil sek kelas 6 SD. Lek masalah kelurgaku seng penting aku iso nyupi bendino, enek seng dingge bendino, sekolahe iso lulus, trus yo lek enek opo-opo aku senenge ngomong karo anak-anakku. Lek menurutku yo
mbak harmonis kui lek kebutuhan sabendino iso tercukupi, trus yo iso nyekolahne anake sampek duwur paling gak iso lulus SMP/SMA.” 66 Terjemahan Penulis “Saya itu mbak, ada lokalisasi di sini ya bersyukur, bisa dapat pekerjaan setiap hari, bisa membiayai anak-anak sekolah sampai lulus SMP, ya dengan adanya lokalisasi saya termasuk salah satu orang yang diuntungkan, sebenarnya bukan saya saja, orang-orang disekitar sini juga banyak yang mendapat pekerjaan setiap hari, karena tamu-tamu terus berdatangan, ada yang buka warung, tukang pijet seperti saya, tukang parkir, dll. Hitung-hitung ya lumayan untuk kebutuhan hidup, bisa untuk nyukupi keluarga, apalagi seperti saya janda, suami sudah lama meninggal sekitar 5 th, la yang seperti itu kalau saya tidak bekerja keras siapa lagi yang mencukupi kebutuhan anak-anak. Anak saya yang pertama sudah bisa bekerja, yang no 2 lulus SMP, dan yang terakhir masih kelas 6 SD. Kalau masalah keluarga yang penting saya bisa mencukupi setiap hari, sekolahnya bisa selesai, dan kalau ada masalah keluarga saya suka membicarakan dengan anak-anak saya. Menurut saya ya mbak, keluarga dikatakan harmonis itu, apabila kebutuhan sehari-hari bisa tercukupi, dan bisa menyekolahkan anak-anak hingga jenjang tinggi ya minimal SMP/SMA.”
Berbeda dengan keluarga Pak Gito, keluarga bu Sriyanti malah merasa
bersyukur adanya lokalisasi. Sebagai tukang pijet bu Sriyanti selalu mendapat job
memijat, untuk para tamu lokalisasi. Menjadi janda tidaklah mudah, bu Sriyanti
harus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan ketiga anaknya, sampai saat ini
kedua anaknya bisa lulus tingkat SMP, anak ketiga masih kelas 6 SD. Bu Sriyanti
tidak merasa khawatir atau canggung, ia sudah terbiasa bekerja di tempat itu, yang
penting bisa memenuhi kebutuhan keluarga setiap hari, dan jika terdapat masalah
dalam keluarga, bu Sriyanti selalu mengkomunikasikan bersama anak-anaknya.
Dan menurut bu Sriyanti keluarga dikatakan harmonis itu apabila, kebutuhan
sehari-hari bisa tercukupi, dan bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang
tinggi minimal tingkat SMP/ SMA.
66 Sriyati, Wawancara, Sabtu, 16 Mei 2009, 20:15
C. Klasifikasi Data
1. Pemahaman Masyarakat Sekitar Lokalisasi Desa Kaliwungu Kec. Ngunut
Kab. Tulungagung, Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga.
Dari hasil wawancara, diperoleh data bahwa pemahaman masyarakat
sekitar lokalisasi, di Desa Kaliwungu Kec. Ngunut Kab. Tulungagung, terhadap
keharmonisan dalam rumah tangga, antara lain:
1. Kebutuhan keluarga sehari-hari dapat tercukupi.
Dari hasil wawancara, menyebutkan bahwa hampir 60% informan
menyatakan, pemahaman masyarakat terhadap keharmonisan rumah tangga
yang paling urgen adalah kebutuhan keluarga setiap hari harus bisa tercukupi
dan terpenuhi. Hal ini, menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat, sudah
mulai berkembang. Dalam memenuhi tanggung jawabnya untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarga, menuju tingkat kesejahteraan masyarakat yang
layak dan baik. Seperti halnya kelurga Marsam yang selalu memenuhi
kebutuhan keluarganya, walaupun ia hanya seorang penjual sate, tapi
keyakinannya dan tekadnya kuat, untuk bisa selalu membiayai anak-anaknya
menyelesaikan sekolah.
2. Dapat mendidik anak dengan baik, sungguh-sungguh, dan dapat
menyekolahkan anak-anak hingga jenjang pendidikan lebih tinggi.
Mendidik anak tidak semudah yang dibayangkan, ketika anak di manja,
anak malah menjadi kurang mandiri, dan selalu tergantung sama orang lain,
ketika anak dikerasi anak akan semakin brutal, nakal dan mencoba hal-hal
yang dilarang. Dalam hal ini, orang tua harus mencari akal untuk mendidiknya
dengan baik agar menjadi anak yang berhasil, dan sukses. Seperti halnya Pak
Gito yang selalu mengajari anaknya untuk selalu bersikap disiplin, dalam
belajar pelajaran sekolah, sholat 5 waktu, dll. Hal ini dapat mengantarkan anak
untuk belajar bertanggung jawab pada dirinya sendiri.
Dari hasil penelitian, bahwa anak-anak remaja yang bermukim di sekitar
lokalisasi menyatakan, jarang sekali bahkan tidak pernah mendatangi
lokalisasi, untuk tujuan melakukan hubungan dengan para pelacur, rata-rata
mereka yang sering datang karena mencari nafkah dengan memanfaaatkan
pengunjung lokalisasi. Hal ini dikarenakan para pelacur berusia tua, yaitu
antara umur 27-50 tahun, dan ini mengakibatkan kaum remaja, tidak berhasrat
untuk mendatangi lokalisasi.
3. Tidak pernah ada pertengkaran hebat.
Dalam keluarga pak Parlan memahami arti keharmonisan dalam rumah
tangga, ketika dalam keluarga tidak pernah mengalami pertengkaran yang
hebat. Begitu juga dengan keluarga Bu Lastri, seorang penjual kopi, beliau
selalu berusaha untuk menghindari pertengkaran diantara anggota
keluarganya. Meskipun sebenarnya dalam rumah tangga itu tidak luput dari
pertengkaran. Akan tapi, sudah seharusnya untuk menghindari adanya
pertengkaran, yang menyebabkan keluarga tidak harmonis.
4. Tidak pernah selingkuh.
Dalam keluarga pak Gito, pak Tumbro, dan bu Mursiah memahami adanya
keharmonisan rumah tangga apabila antara suami isteri tidak pernah
menghianati pasangannya, dengan berselingkuh terhadap pasangan lain.
Begitu juga dengan keluarga pak Gito, tergolong keluarga yang memiliki
pondasi iman kuat. Sehingga, selingkuh sangat dihindari karena selingkuh
merupakan perbuatan yang dilarang agama.
5. Tidak ada kata cerai.
Allah swt menghalalkan adanya perceraian, tapi Allah sangat membenci
jika dalam rumah tangga terdapat perceraian, karena akan meretakkan
hubungan yang pada awalnya dihalalkan. Dalam suatu perceraian telah banyak
pihak yang telah dirugikan terutama anak yang telah dilahirkan dari kedua
pasangan. Kebahagiannya akan hilang begitu saja, ketika orang tuanya telah
berpisah, meskipun ekonomi terpenuhi. Akan tapi kasih sayang, dan cintanya
tidakkan pernah ditemukan, ketika orang tuanya telah berpisah.
6. Tidak mudah terpengaruh, teguh pendirian.
Menjadi tetangga lokalisasi tidaklah mudah, karena dalam lokalisasi
dipenuhi dengan berbagai macam godaan-godaan, dan rayuan yang kadang
kala melalaikan, dan dapat menjerumuskan seseorang dalam kemaksiatan.
2. Upaya Masyarakat sekitar lokalisasi Desa Kaliwungu Kec. Ngunut Kab.
Tulungagung, dalam mempertahankan keharmonisan rumah tangga.
1. Keluarga harus menjadi prioritas utama dan menjaga keutuhan anggota
keluarga.
Adapun keluarga pak Marsam, yang khawatir dengan adanya lokalisasi, ia
selalu mengingatkan istri, dan anak-anaknya untuk menjaga diri dari pengaruh
lokalisasi. Pak Marsam tidak bersedia jika istrinya bekerja buka warung di
lokalisasi, ia sudah merasa cukup dengan penghasilannya sehari-sehari sebagai
penjual sate ayam. Dalam hidup pak Marsam keluarga harus diutamakan,
diprioritaskan. Oleh karena itu, sebagai kepala keluarga pak Marsam selalu
bekerja keras dan menerima rizki pemberian Tuhan.
2. Komunikasi antar anggota keluarga.
Komunikasi antar anggota keluarga sangat penting, karena dengan
komunikasi masalah-masalah yang mulai timbul dapat terselesaikan,
terpecahkan bersama-bersama. Ketika tidak ada komunikasi, maka antar
anggota keluarga menjadi saling tertutup tidak ada penyelesaian. Seperti
penuturan pak Juwari, seorang polri Kec. Rejotangan ia selalu menyempatkan
komunikasi dengan anggota keluarganya, anak istrinya ketika ada
permasalahan di rumah ataupun di kantor.
3. Saling pengertian, Sabar dan Jujur.
Dalam kehidupan selalu di butuhkan sikap sabar, pengertian dan jujur.
Karena dengan ketiga sikap tersebut seseorang dapat menyelesaikan masalah
yang muncul, terutama dalam kehidupan keluarga. Saling pengertian, sabar
dan jujur juga menjadi salah satu kunci keluarga yang harmonis. Seperti
keluarga pak Parlan mantan dinas sosial Desa Kaliwungu, ia selalu bersikap
sabar dan mengerti akan kondisi keluarga dan masyarakat disekitarnya.
4. Saling percaya terhadap pasangan, dan menghormati pendapatnya.
Ibu Mursiah, pak Slamet, pak Parlan adalah orang yang selalu
menghormati pendapat dan percaya terhadap pasangannya. Ibu Mursiah
seorang penjual tempe keliling, ia selalu percaya terhadap suami, walaupun
sebenarnya juga khawatir melihat kondisi rumahnya berdekatan dengan
lokalisasi. Dan tidak jarang para suami yang selingkuh main ke lokalisasi.
Akan tapi, bu Mursiah percaya jika suaminya sangat mencintainya.
5. Saling mencintai, dan menyayangi
Dalam rumah tangga pak Slamet sikap saling mencintai, menghormati,
dan percaya antar pasangannya selalu dipertahankan. Pak Slamet yang bekerja
sebagai tukang tambal ban di dekat lokalisasi selalu mendapat perhatian dari
isterinya, karena isterinya juga merasa khawatir, jika pak Slamet ikut
terjerumus dalam tempat maksiat itu. Akan tetapi pak Slamet selalau memberi
nasehat kepada isterinya, sehingga isterinya tidak mudak berprasangka buruk
kepada pak Slamet. Isterinya yakin, percaya bahwa pak Slamet adalah suami
yang sangat mencintai dan menyayangi anggota keluarganya.
6. Bersyukur dan menerima pemberian Allah dengan ikhlas.
Pak Gito, pak Marsam, dan pak Agus mereka selalu bersyukur atas nikmat
yang diberikan Tuhan, mereka merasa cukup atas karunia Tuhan, dengan
selalu bekerja keras. Sikap bersyukur dan menerima rizki Tuhan dapat
menetramkan hati, tidak mudah iri terhadap orang lain. Sehingga kehidupan
keluarga akan tetap berjalan harmonis.
7. Bekerja keras dan ulet.
Adapun dengan bu Mursiah penjual tempe keliling, ia adalah perempuan
yang terkenal ulet dalam bekerja, setiap jam 3 malam bu Mursiah, sudah
bangun dan mulai menyiapkan, mengiris-iris dagangan tempe-tempenya yang
mau dijual, setelah sholat subuh bu Mursiah harus menjajakan tempenya ke
warung-warung, ia tak kenal lelah.
8. Penampilan harus selalu menarik pasangan, bersih, dan rapi dan tidak mudah
terpengaruh pasangan lain.
Sikap yang harus dilakukan untuk menjaga keluarga agar tetap harmonis,
dan selalu menarik pasangan, bersih, rapi dan teguh pendirian, tidak mudah
terpengaruh pasangan lain. Seperti halnya keluarga pak Tumbro, sang istri
selalu berpenampilan menarik jika pak Tumbro pulang dari jualan nasi goreng.
Istrinya selalu menasehati kalau dagangan habis cepat pulang, jangan mudah
terpengaruh, tidak perlu mampir ke tempat haram (lokalisasi).
9. Pondasi agama harus kuat, dan selalu menjalankan sholat 5 waktu.
Dalam keluarga selalu ada kesempatan pada suami, istri dan anak-anak
untuk beriman dan bertakwa, sesuai dengan akidah agama yang dianutnya.
Dalam keluarga kehidupan kuat beragama sangat penting, karena dengan
kehidupan beragama dapat memberikan keseimbangan hidup pada manusia.
Seperti halnya keluarga pak Gito yang disiplin dalam menjalankan kehidupan
beragama, ia mendidik istri dan anak-anaknya untuk selalu mengerjakan
sholat 5 waktu, dengan penuh tanggung jawab.
10. Tanggung Jawab Dalam Keluarga
Dari semua penjelasan informan, menyatakan bahwa mereka semua adalah
orang-orang yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap anggota
keluarganya, baik yang merasa khawatir dengan adanya lokalisasi, atau pun
yang malah merasa bersyukur adanya lokalisasi. Karena salah satu upaya
untuk tetap menjaga keharmonisan keluarga salah satunya adalah dengan
tanggung jawab terhadap keluarga, untuk bisa mendapat lapangan pekerjaan,
dan bisa memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari.
Tabel 4.8
Pemahaman dan Upaya Masyarakat Sekitar
Lokalisasi Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga
No Nama Pekerjaan Pemahaman Masyarakat Terhadap
Keharmonisan R.T
Upaya Dalam Mempertahankan
Keharmonisan R.T 1. Parlan Dinas Sosial • Kebutuhan Setiap Hari
Dapat Terpenuhi • Tidak Pernah Ada
Pertengkaran Hebat
• Komunikasi • Saling Pengertian • Saling Percaya • Sabar, dan kejujuran
2. Juwari Polri • Tidak Mudah Terpengaruh Dengan Lingkungan
• Dapat Menyekolahkan Anak Hingga Jenjang Lebih Tinggi
• Sabar • Komunikasi • Jujur Terhadap Pasangan
3. Slamet Tambal Ban • Kebutuhan Setiap Hari Dapat Terpenuhi
• Saling Mencintai • Saling Menghormati • Kerja keras • Keluarga Prioritas Utama
4. Agus Tukang Perkir • Kebutuhan Setiap Hari Dapat Terpenuhi
• Tidak Ada Kata Cerai
• Saling Pengertian • Menerima Apa Adanya • Makan Seadanya
5. Lastri Jual Kopi • Kebutuhan Setiap Hari Dapat Terpenuhi
• Tidak Pernah Ada Pertengkaran Hebat
• Lebih Suka Mandiri • Bekerja Keras, Ulet • Tidak Menuntut Suami
6. Mursiah Warung • Tidak Mudah Terpengaruh
• Tidak Pernah Selingkuh
• Tidak Ada Kata Cerai
• Bekerja Keras • Percaya Pada Suami • SalingMenyayangi,
mencintai
7. Marsam Jual Sate • Kebutuhan Setiap Hari Dapat Terpenuhi
• Dapat Menyekolahkan Anak Hingga Jenjang Lebih Tinggi
• Bersyukur Atas Nikmat Allah
• Sabar, Saling Mencintai dan jujur
• Komunikasi • Keluarga Menjadi Prioritas
Utama
8. Tumbro Jual Nasgor • Tidak Mudah Terpengaruh
• Kebutuhan Setiap Hari Dapat Terpenuhi
• Tidak Pernah Selingkuh
• Saling Pengertian • Kerja Keras • Harus Selalu Merawat
Tubuh dan Penampilan • Saling mencintai
9. Gito Tukang Ojek • Tidak Pernah Selingkuh
• Tidak Ada Kata Cerai • Dapat Menyekolahkan
Anak Hingga Jenjang Lebih Tinggi
• Bekerja Keras • Pondasi Agama Harus Kuat • Bersyukur Atas Nikmat
Allah • Keluarga Prioritas Utama
10. Sriyanti Tukang Pijet • Dapat Menyekolahkan Anak Hingga Jenjang Lebih Tinggi
• Kebutuhan Setiap Hari Dapat Terpenuhi
• Bekerja Keras • Komunikasi
B. Analisis Data
1. Sejarah Lokalisasi di Desa Kaliwungu Kec. Ngunut Kab. Tulungagung.
Pada tahun 1972, terdapat 3 (tiga) tempat praktik liar dipinggiran Kali
Brantas, tepatnya di wilayah Desa Pulosari, Ngunut dan Kaliwungu. Setahun
kemudian tempat praktik semakin meluas, dengan jumlah bangunan (gedek), serta
jumlah penghuni dan pengunjungnya terus meningkat. Hal ini ditunjang oleh
situasi saat itu, dan juga adanya beberapa faktor dominan misalnya: lokasinya
tersisih dari keramaian dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari masyarakat
disekitarnya. Apalagi selain bioskop tidak ada sarana hiburan malam yang
permanen lainnya. Sehingga, membuka kesempatan bagi lapisan masyarakat,
untuk mencari hiburan malam yang mudah, dan meriah bertemu dengan
masyarakat yang bersedia menghibur, dengan imbalan uang.
Tetapi seiring fenomena diatas, kerawanan dalam keamanan dan kesehatan
ditempat hiburan malam liar ini, mulai tampak menjadi masalah, dan mulai
dirasakan pula oleh masyarakat di perkampungan dekat lokasi tersebut. Oleh
karena itu, Muspika Ngunut yang telah menerima pengaduan dari masyarakat,
mengadakan musyawarah dengan semua kepala desa, dan sekretaris desa untuk
mencari jalan yang terbaik. Maka setelah melalui berbagai pertimbangan,
musyawarah memutuskan sebagai berikut:
Tempat hiburan dijadikan satu lokasi yang letaknya di Desa Kaliwungu
paling barat, perbatasan dengan Desa Ngunut dan diatas tanah bengkok Sekdes.
Lokasi ini dianggap paling dekat dengan Polsek dan Puskesmas (waktu itu
puskesmas berada di sebelah Timur Pasar dekat Polsek). Sementara kantor
Kecamatan dan Koramil masih menempati perumahan di Pabrik Gula Kunir, dan
rencana akan dipindahkan ke sebelah Barat Tugu Rante. Sehingga hal ini,
memudahkan pengawasan keamanan kesehatan. Disamping itu, dekat pula tempat
penyebrangan Kali Brantas, yaitu dari Wilayah Kabupaten Blitar ke Wilayah
Kabupaten Tulungagung, terutama bagi yang memanfaatkan Pasar atau Stasiun
Ngunut, kepadatan penyeberangan ini memungkinkan untuk dilakukan non stop
(24 jam).
Selanjutnya pada tahun 1976, Muspika Ngunut melakukan konsultasi ke
kantor kabupaten, agar dapat berkoordinasi dengan Muspika, Dinas Kesehatan
dan Dinas Sosial untuk menentukan langkah antisipasi dampaknya terhadap
lingkungan. Hasilnya dibentuk tim pengawasan, yang terdiri dari instasi terkait
antara lain: Kecamatan, Kesehatan, Koramil, Sosial, Polsek. Kemudian, dibuatkan
gedung pertemuan yang sederhana dan memadai untuk saat itu. Gedung tersebut
digunakan juga untuk pemeriksaan kesehatan, sampai akhirnya pada tahun 1991
bulan Agustus, gedung pertemuan yang lebih luas dan berada di sebelah Selatan
luar lokalisasi, telah diresmikan Bupati Tulungagung dan di tempati sampai
sekarang.
Adapun Program pembinannya berjalan sebagaimana biasanya.
1. Pembinaan mental, pengetahuan dan agama dilaksanakan setiap hari Rabu,
diisi oleh Dinas Sektor diwilayah Kecamatan Ngunut.
2. Pemeriksaan kesehatan, suntikan dilaksanakan setiap hari Kamis oleh
Puskesmas untuk 1 (satu) kelompok sesuai urutan, seperti:
Kamis ke I dari kelompok I yaitu deretan wisma sebelah barat.
Kamis ke II dari kelompok II yaitu deretan wisma di tengah.
Kamis ke III dari Kelompok III yaitu deretan wisma sebelah timur.
Kamis ke IV / V untuk pemeriksaan ulang atau susulan, bila ada.
3. Cecking/ pemeriksaan total dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan sekali oleh
Dinas Kabupaten dan Propinsi.
4. Pengaturan pakaian pada pembinaan setiap hari Rabu adalah:
Rabu ke I-II, seragam hansip lengkap.
Rabu ke III-IV, tas baju putih bawah seragam hansip.
Rabu ke V, pakaian bebas rapi bersepatu.
5. Pertemuan bulanan antara Pembinan dengan Pengsuh/ Mucikari
dilaksanakan setiap tanggal 10.
6. Senam pagi yang diadakan setiap hari Kamis dan Minggu, diikuti oleh
semua penghuni lokalisasi.
7. Lomba ketrampilan antar kelompok diadakan setiap 4 (empat) bulan sekali
(sejak tahun 2002 mengalami krisis kemauan dan kemampuan).
Demikian sekilas tentang sejarah keberadaan lokalisasi berdasarkan
informasi dari Carik Desa Kaliwungu pada Bulan Mei 2009 yang lalu.67
Dalam rangka untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan bagi
warga lokalisasi di Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut, perlu diadakan
pembinaan secara berkesinambungan. Dengan harapan dapat menjadi bekal kelak
apabila sudah kembali ke masyarakat dalam tata kehidupan yang layak.
67 Wawancara, 15 Mei 2009, 19:30
Berkaitan hal tersebut diatas, pemerintahan Desa Kaliwungu telah
menyusun Program Pembinaan yang proposional lokal, disamping itu tenaga
pembinaanya banyak melibatkan potensi warga desa, dengan maksud agar warga
desa dapat lebih memahami gambaran sebenarnya penghuni maupun
lokalisasinya.
TABEL 4.9
JADUAL PEMBINAAN LOKALISASI
DI DESA KALIWUNGU KECAMATAN NGUNUT
KABUPATEN TULUNGAGUNG
TAHUN 2008
No TANGGAL PENCERAMAH
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
03 Januari
10 Januari
17 Januari
24 Januari
31 Januari
07 Februari
14 Februari
21 Februari
28 Februari
06 Maret
13 Maret
20 Maret
Muspika (dari 3 unsur petugas)
Libur, Tahun Baru Hijriah 1429 H
Tokoh Masyarakat / Kesehatan Desa
PKK Desa (Kerohanian)
Aparat Desa
Libur, Tahun Baru Imlek 2559
PKK Desa (Ketrampilan)
Tokoh Masyarakat / Kesehatan Desa
PKK Desa (Kerohanian)
Muspika (dari 3 unsur petugas)
PKK Desa (Kerohanian)
Libur, Maulud Nabi Muhammad saw
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
27 Maret
03 April
10 April
17 April
24 April
01 Mei
08 Mei
15 Mei
23 Mei
30 Mei
05 Juni
12 Juni
19 Juni
26 Juni
03 Juli
10 Juli
17 Juli
24 Juli
31 Juli
07 Agustus
14 Agustus
21 Agustus
28 Agustus
PKK Desa (Kerohanian)
Muspika (dari 3 unsur petugas)
PKK Desa (Kerohanian)
Tokoh Masyarakat / Kesehatan Desa
PKK Desa (Kerohanian)
Libur, Kenaikan Isa Almasih
PKK Desa (Ketrampilan)
Tokoh Masyarakat / Kesehatan Desa
PKK Desa (Kerohanian)
Aparat Desa
Muspika (dari 3 unsur petugas)
PKK Desa (Ketrampilan)
Tokoh Masyarakat / Kesehatan Desa
PKK Desa (Kerohanian)
Muspika (dari 3 unsur petugas)
PKK Desa (Ketrampilan)
Tokoh Masyarakat / Kesehatan Desa
PKK Desa (Kerohanian)
Aparat Desa Muspika (dari 3 unsur petugas)
PKK Desa (Ketrampilan) Tokoh Masyarakat / Kesehatan Desa
PKK Desa (Kerohanian)
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
04 September
11 September
18 September
25 September
02 Oktober
09 Oktober
16 Oktober
23 Oktober
30 Oktober
06 November
15 November
20 November
27 November
04 Desember
11 Desember
18 Desember
25 Desember
Libur, dalam Bulan Ramadlan Libur, dalam Bulan Ramadlan Libur, dalam Bulan Ramadlan Libur, dalam Bulan Ramadlan Libur, Idul Fitri 1429 H PKK Desa (Ketrampilan) Tokoh Masyarakat / Kesehatan Desa
PKK Desa (Kerohanian) Aparat Desa Muspika (dari 3 unsur petugas)
PKK Desa (Ketrampilan) Tokoh Masyarakat / Kesehatan Desa
PKK Desa (Kerohanian) Muspika (dari 3 unsur petugas)
PKK Desa (Ketrampilan) Tokoh Masyarakat / Kesehatan Desa
Libur, Hari Raya Natal
Tulungagung, Januari 2008
Kepala Desa Kaliwungu Pengurus
Harian/Ketua RT
BAMBANG DWIJONO TOHIR H.S
Dalam perkembangannya lokalisasi di Desa Kaliwungu menjadi lokalisasi
percontohan, karena pembinaannya begitu aktif dan baik. Pengurus lokalisasi
selalu memberi perhatian yang terbaik terhadap warga lokalisasi. Seperti: sering
diadakannya workshop, pembinaan kesehatan, keamanan dan lain-lain. Disamping
itu lokalisasi di Desa Kaliwungu Kec. Ngunut Kab. Tulungagung adalah salah
satu lokalisasi yang menjadi perhatian pemerintah, karena tergolong lokalisasi
yang tertib, aman dari penyebaran penyakit-penyakit kelamin. Seperti HIV dan
AIDS.
Inilah salah satu contoh workshop Nasional terkait dengan adanya
lokalisasi, dan acara ini dihadiri oleh seluruh pengurus lokalisasi yang ada di
Indonesia. Workshop kali ini bertema Pemantapan Upaya Pencegahan HIV &
AIDS, yang bertempat di Semarang, tanggal 20 – 22 November 2007.
KESEPAKATAN GRASIA SEMARANG
Setelah kami memperhatikan fenomena persebaran HIV & AIDS di
Indonesia sedemikian cepat dan membahayakan, maka kami peserta Workshop
Nasional Pemantapan Upaya Pencegahan HIV & AIDS, diselenggarakan di
Semarang mulai tanggal 20 – 22 November 2007, dengan ini bersepakat bahwa:
“Kami akan merintis, meningkatkan, dan memantapkan penggunaan Kondom,
sebagai salah satu alat untuk pencegahan HIV & AIDS di resosialisasi dan
tempat hiburan di wilayah Indonesia.”
Untuk mendukung kesepakatan tersebut maka kami akan:
1. Melakukan aliansi strategis sebagai wujud kebersamaan dan komitmen
para stakeholders (pemangku kepentingan) untuk pencegahan HIV &
AIDS.
2. Melakukan advokasi ke berbagai pihak untuk mendorong lahirnya regulasi
nasional maupun lokal dalam upaya Pencegahan HIV & AIDS.
3. Mendorong ke berbagai pihak (Pemerintahan Kabupaten / Kota / Provinsi,
KPA Kabupaten / Kota / Provinsi / Nasional) dan LSM serta badan-badan
internasional, untuk senantiasa memberikan perhatian melalui
pengalokasian anggaran yang memadai untuk Program Pencegahan HIV
& AIDS.
Demikian kesepakatan Grasia Semarang, ini kami buat, secara sadar dan
bertanggung jawab sebagai wujud komitmen kami untuk untuk Pencegahan HIV
& AIDS di Indonesia.
Semarang, 22 November 2007
Kami yang membuat Kesepakatan Grasia Semarang.
Nama-nama Wisma Yang Ada di Lokalisasi Desa Kaliwungu
Nama-nama wisma (rumah tempat pelacuran) Desa Kaliwungu Kecamatan
Ngunut Kabupaten Tulungagung. Sampai saat ini wisma yang digunakan
mencapai 60 wisma, dari setiap wisma terdiri dari beberapa kamar (5-6 kamar)
Antara lain:
1. Wisma SOPO NYONO
2. Wisma ARGO WILIS
3. Wisma ADEM AYEM I
4. Wisma WIJAYA KUSUMA
5. Wisma EBONI
6. Wisma HARMONI
7. Wisma ORA NGIRO
8. Wisma DAHLIA
9. Wisma KHANA I
10. Wisma ASTER
11. Wisma ARUM DALU
12. Wisma MELATI I
13. Wisma MENTARI
14. Wisma CEMPAKA III
15. Wisma CEMPAKA II
16. Wisma CEMPAKA I
17. Wisma MAWAR
18. Wisma TALI PUTRI
19. Wisma KENANGA
20. Wisma MAYASARI I
21. Wisma SAKURA II
22. Wisma SAKURA I
23. Wisma KANTIL I
24. Wisma SEDAP MALAM
25. Wisma KAMBOJA
26. Wisma MELATI
27. Wisma RAJAWALI
28. Wisma NUSA INDAH
29. Wisma RAHAYU
30. Wisma TERATAI
31. Wisma SEKAR SARI
32. Wisma KHANA II
33. Wisma AREMA
34. Wisma SRI REJEKI
35. Wisma FLAMBOYAN
36. Wisma ANGGREK
37. Wisma SEKAR GADING
38. Wisma PODO TRISNO
39. Wisma SIDO MULYO
40. Wisma ADEM AYEM II
41. Wisma PISANG
42. Wisma KANTIL II
43. Wisma SERUNI
44. Wisma SIDOMULYO II
45. Wisma SAGITARIUS
46. Wisma WIDODAREN I
47. Wisma WIDODAREN II
48. Wisma BUNGA DESA
49. Wisma MAYASARI II
50. Wisma BELGA
51. Wisma BINTANG
52. Wisma CENDANA
53. Wisma DEWI SRI
54. Wisma LOVI
55. Wisma AYU
56. Wisma ROSO
57. Wisma SUMBER REJEKI
58. Wisma PRIBUMI
59. Wisma ARTO MORO
60. Wisma ASRI
2. Pemahaman Masyarakat Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga
Pada awalnya lokalisasi yang berada persis dipinggir Kali Brantas, lokasinya
berada agak jauh dari pemukiman warga dari sebelah barat maupun sebelah selatan,
sedangkan yang disebelah timur masih merupakan tanah kosong (bengkok sekdes).
Dalam perkembangannya, keramaian hilir mudik orang-orang pengunjung lokalisasi,
dengan warga sekitar lokalisasi menjadi tidak baik. Sehingga, aktivitas warga di sekitar
menganggap kurang aman dan merasa terganggu. Kemudian atas desakan warga Muspika
Ngunut mempertimbangkan bahwa, harus dibangun tembok pembatas yang melingkar,
dan pintu masuk harus berada disebelah utara menghadap Sungai Brantas.
Seiring berkalannya waktu, situasi lokalisasi betul-betul diikuti perkembangannya
oleh Muspika setempat. Demikian juga keadaan warga sekitar terus dimonitor oleh Kades
Kaliwungu dan Kades Ngunut, karena letak lokalisasi berada diperbatasan kedua desa,
yakni Desa Kaliwungu dan Desa Ngunut, dengan sendirinya kedua desa tersebut harus
koperatif.
Setelah kesepahaman antara Muspika Ngunut dengan ponpes yang cukup dikenal
yaitu ponpes Hidayatul Muhtadi’in dicapai. Langkah Muspika Ngunut selanjutnya
memberikan penjelasan-penjelasan tentang keberadaan lokalisasi kepada Kepala Desa
sewilayah, dan khususnya Kades Ngunut serta Kades Kaliwungu, penjelasan kepada
warganya masing-masing. Tetapi tidak lupa pengarahan-pengarahan juga diberikan
kepada pengurus lokalisasi, agar bisa memberikan kerjasama yang baik dengan warga di
sekitar lokalisasi.
Langkah-langkah Muspika Ngunut ini ternyata membuahkan hasil yang
diharapkan, terbukti bahwa warga disekitar dapat menyikapinya secara positif. Artinya
bagi warga yang ekonominya kurang mampu, mengambil inisiatif mencari peluang kerja
sebagai apa saja, asal dapat memperoleh penghasilan secara halal di lokalisasi. Seperti
menjadi tukang parkir, tukang pijet, buka warung, jualan gorengan dan lain-lain.
Dari hasil wawancara, menyebutkan bahwa hampir 60% informan menyatakan,
kebutuhan keluarga setiap hari harus bisa tercukupi dan terpenuhi. Hal ini, menunjukkan
bahwa kesadaran masyarakat, dalam memenuhi tanggung jawabnya untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarga, menuju tingkat kesejahteraan masyarakat yang layak dan baik.
Seperti halnya kelurga Marsam yang selalu memenuhi kebutuhan keluarganya, walaupun
ia hanya seorang penjual sate, tapi keyakinannya dan tekadnya kuat, untuk bisa selalu
membiayai anak-anaknya menyelesaikan sekolah.
Kebutuhan ekonomi dalam keluarga adalah hal yang wajib, karena saat ini kita
hidup di dunia, yang semuanya membutuhkan kerja dan usaha, untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Bila kebutuhan dapat tercukupi maka keluarga akan tenang dan
sejahtera. Banyak sekali informan menyatakan, pemahaman masyarakat terhadap
keharmonisan rumah tangga dengan mencukupi kebutuhan keluarnya. Bisa
menyekolahkan anak-anaknya seperti penuturan pak Agus, Slamet, Marsam, Bu Lastri,
Bu Sriyanti mereka memahami keharmonisan rumah tangga, dengan selalu mencukupi
kebutuhan hidup keluarganya.
Seperti halnya bu Sriyanti, yang bekerja sebagai tukang pijet di desanya, dan
sering kali ia mendapat job memijat tamu-tamu lokalisasi. Bu Sriyati memiliki tiga anak.
Ia harus berjuang keras untuk mencukupi kebutuhan hidup anak-anaknya,
menyekolahkan anak-anaknya. Sampai saat ini kedua anaknya sudah lulus tingakt SMP,
anak ketiga masih kelas 6 SD. Bu Sriyanti tidak merasa khawatir atau canggung, ia
terbiasa bekerja di tempat itu, menurut bu Sriyanti keluarga dikatakan harmonis apabila
kebutuhan keluarga setiap hari dapat terpenuhi, dan bisa menyekolahkan anak-anaknya
ke jenjang lebih tinggi, minimal tingkat SMP/ SMA.
Pada awalnya langkah pertama Muspika Ngunut, dengan memberikan tembok-
tembok pembatas antara lokalisasi dan pemukiman penduduk, sudah terlihat perubahan
sikap warga disekitarnya. Tetapi tidak demikian opini masyarakat yang berdomisili diluar
radius 100 M2 dari lokalisasi, dan masyarakat yang tergolong memiliki landasan agama
yang kuat. Apapun alasannya, mereka tetap menganggap lokalisasi mengundang
kemaksiatan dan kriminalitas. Sehingga hal ini, menjadikan keharmonisan dalam rumah
tangganya semakin tidak aman. Akan tetapi, mayoritas warga di sekitar lokalisasi, yang
sehari-hari bekerja mencari nafkah, untuk kebutuhan hidup keluarganya ditempat itu,
membuktikan bahwa, sampai saat ini keluarganya tetap bahagia dan utuh meskipun
setelah adanya lokalisasi.
Masyarakat di sekitar lokalisasi sudah mulai menemukan solusinya, dengan
memahami keharmonisan rumah tangga, yaitu sebagai warga desa yang hidup di tengah
masyarakat, tentunya harus melaksanakan seperti halnya orang lain. Diantaranya, bekerja
di pagi hari dan berkumpul dengan keluarga di malam hari, masyarakat juga berinteraksi
dengan tetangga. Di samping itu kegiatan rutin keagamaan bagi bapak-bapak atau ibu-ibu
dan juga anak-anak semuanya harus berjalan dengan seksama.
Kegiatan lain yang bertaraf nasional, misalnya HUT Kemerdekaan atau Hari
Besar keagamaan juga dilaksanakan, dengan begitu keberadaan lokalisasi ini bukan
merupakan gangguan yang berarti. Apalagi sejak awal, penduduk disekitar lokalisasi atau
penduduk desa pada umumnya, sudah mendapat jaminan keamanan, dan ketertiban dari
Muspika Ngunut.
Berdasarkan pengalaman kejadian-kejadian sebelumnya, mereka yang merasa
rumah tangganya terganggu, berdomisili di tetangga desa atau bahkan di luar kecamatan.
Namun, biasanya di dalam rumah tangganya sudah ada indikasi keretakan akibat
ekonomi yang kurang mampu, atau lainnya sebelum masuk lokalisasi. Kejadian-kejadian
seperti diatas, puncaknya sering terjadi jika istri yang sah mencari suaminya di dalam
lokalisasi, dan menemukannya. Sehingga terjadi keributan dan pertengkaran. Apabila
mendengar informasi demikian, justru semakin menambah pengalaman warga di sekitar,
untuk lebih berhati-hati serta lebih waspada mengingat pola hidup yang harus dijalaninya
cukup mengkhawatirkan. Untuk itu masyarakat di sekitar lokalisasi selalu
mempertahankan rumah tangganya agar tetap harmonis.
Adapun dalam keluarga pak Tumbro, Ia selalu bekerja keras untuk menghidupi
keluarganya dengan berjualan nasi goreng di pinggiran kota, pak Tumbro memiliki isteri
yang selalu perhatian, setiap berangkat kerja pak Tumbro selalu diperingatkan isterinya
untuk segera pulang jika dagangan sudah habis, karena isterinya khawatir jika pak
Tumbro selingkuh, main ke lokalisasi. Menurut pemahaman pak Tumbro keluarga yang
dikatakan harmonis apabila kebutuhan keluarga sehari-hari dapat tercukupi, tidak mudah
terpengaruh dengan masyarakat yang kurang baik, dan pasangan tidak pernah selingkuh.
Begitupun dengan Pak Juwari seorang Polri daerah Rejotangan, ia merasa
khawatir adanya lokalisasi disekitar rumahnya. Karena ia mempunyai anak remaja yang
sekarang belajar di SMA 1 Ngunut. Pak juwari khawatir jika anaknya terpengaruh oleh
kenakalan remaja di lokalisasi. Tapi pak Juwari sabar menghadapi kondisi lingkungan
sekitar, dan ia tidak tinggal diam, ia selalu memprioritaskan keluarganya, dengan
mendidik anaknya untuk selalu belajar yang rajin, agar menjadi anak yang berhasil dan
sukses dikemudian hari.
Pak Juwari memahami arti keharmonisan dalam rumah tangga, apabila dalam
keluarga itu bisa mendidik anak-anaknya dengan baik dan sungguh-sungguh, hingga anak
bisa melanjutkan sekolahnya kejenjang lebih tinggi. Karena anak merupakan aset dan
generasi penerus dari orang tuannya. Itulah pentingnya mendidik anak dengan baik dan
sungguh-sungguh, karena anak merupakan amanah dari Allah swt, dan pasti setiap orang
tua selalu mendambakan anaknya, menjadi anak yang sholih sholihah seperti doanya
Nabi Zakaria,68 disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Ali-Imran ayat: 38
“Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: "Ya Tuhanku,
berilah Aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”69
68 Nadhirah Mudjab, Op., Cit, hal 18 69 Al-Qur’an Surat Al-Imran, ayat: 38
Sedangkan, pak Agus yang bekerja sebagai tukang parkir di lokalisasi, yang
mempunyai gaji yang dibilang cukup untuk menghidupi kebutuhan anak isteri, dengan
memanfaatkan pengunjung lokalisasi yang relatif rame. Meskipun isteri selalu
mengkhawatirkannya karena takut terpengaruh orang-orang lokalisasi. Dalam
pemahaman pak Agus keharmonisan rumah tangga diartikan sebagai keluarga yang selalu
hidup bercukupan, tidak kekurangan. Kebutuhan sehari-hari terpenuhi, dan juga seorang
suami isteri tidak pernah ada kata cerai dalam rumah tangganya.
Jadi pemahaman masyarakat desa Kaliwungu Mengenai keharmonisan rumah
tangga adalah mereka yang bisa mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari, mendidik
anak dengan baik dan sungguh-sungguh, sehingga anak bisa sekolah ke jenjang yang
lebih tinggi. Disamping itu keluarga yang dikatakan harmonis apabila dalam keluarga
tidak ada perselingkuhan, apalagi sampai terjadi perceraian antar kedua pasangan, dan
tidak pernah ada pertengkaran hebat diantara keluarganya. Karena dalam rumah tangga
pertengakaran menjadi hal yang wajar, namun harus selalu dihindari, selain itu tidak
mudah terpengaruh dengan lingkungan yang kurang baik. Seperti halnya lokalisasi yang
ada di Desa Kaliwungu. Karena terdapat lokalisasi di sekitar rumah penduduk, warga
harus lebih berhati-hati dan harus selalu waspada menjaga anggota keluarganya, dari
keretakan rumah tangga. Disamping kebutuhan keluarga sehari-hari dapat tercukupi,
dengan memanfaatkan lingkungan sekitar.
3. Upaya Masyarakat Sekitar Lokalisasi Dalam Mempertahankan Keharmonisan
Rumah tangga.
Keluarga adalah salah satu mata rantai kehidupan paling esensial dalam sejarah
perjalanan hidup manusia, sekaligus menjadi bingkai ajaran sebagai pelindung, dan
penghias lukisan kehidupan yang memberikan kenyamanan dan keteduhan kalbu, bagi
setiap manusia. Sehingga, menimbulkan kepuasan serta keridhaan yang mendalam bagi
penciptanya. Tentunya lukisan kehidupan keluarga yang begitu indah dan menyenangkan
ini tak lepas dari sprektum dasar. Yaitu keluarga sakinah, mawaddah, warrahmah.
Keluarga yang harmonis, sejahtera, tentram dan aman.
Baiti Jannati, rumahku adalah surgaku. Sebuah ungkapan paling tepat tentang
bangunan keluarga ideal. Membangun “surga” di dunia ini tak semudah membalikkan
tangan. Karena didalamnya pasti dilandasi fondasi kokoh, berupa iman, kelengkapan
bangunan dengan Islam, dan pengisian ruang kehidupannya dengan ihsan.
Rumah tidak hanya dimaknai secara fisik, tetapi lebih bernuansa nilai fungsional.
Dalam membentuk kepribadian seseorang untuk mencapai kedewasaan dan
kesempurnaan hidup. Yaitu kehidupan rumah tangga yang dilandasi dengan pemenuhan
fungsi keagamaan, ekonomis, biologis, pendidikan, perlindungan, keamanan, sosial dan
budaya yang terjalin secara tepadu dan harmonis.
Keluarga sebagai pranata sosial pertama dan utama, keluarga mempunyai arti
paling strategis dalam mengisi dan membekali nilai-nilai kehidupan, yang dibutuhkan
oleh anak-anak yang sedang mencari makna kehidupan. Meskipun diakui bahwa keluarga
bukan satu-satunya pranata yang menata kehidupan, akan tapi di samping keluarga masih
banyak pranata sosial lainnya dapat membentuk kebribadian. Dengan kata lain keluarga
adalah titik awal keberangkatan, dan sebagai modal awal perjalanan hidup, yang
kemudian dilengkapi dengan rambu-rambu perjalanan, yang digariskan pranata sosial
lainnya, di lingkungan pergaulan sehari-hari.70
70 Jalaluddin Rahmat, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, PT Rosdakarya, Bandung, 1993, hal 5
Rumah tangga jika dibina diatas landasan yang benar, niscaya akan mampu
mewujudkan berbagai tujuan. Di antaranya terlaksana sunnah Rosul, tumbuhnya rasa
tenang, atau sakinah, kesempurnaan jasmani dan rohani. Serta teraihnya mata air
kebahagiaan. Mewujudkan tujuan-tujuan seperti itu tidak dapat di lakukan dengan
kekayaan atau kekuatan, melainkan dengan saling pengertian, cinta dan niat baik
Membentuk keluarga artinya membina masyarakat kecil. Selanjutnya, hendaknya kita
memperhatikan kepentingan bersama dalam masyarakat ini. Salah besar kalau kita
beranggapan bahwa pernikahan hanyalah menjadi sarana pemuasan insting seklsual
semata.
Betapa banyak orang yang berharap dapat mewujudkan kebahagiaan mereka.
Namun, mereka tak mengetahui cara-cara orang yang diperlukan untuk itu, betapa
banyak pula orang yang hidup dalam kebahagiaan, tetapi kemudian mereka
mengabaikannya. Pernikahan tidak berarti menghilangkan perbedaan keinginan di antara
suami istri. Namun, keduanya dituntut berusaha menciptakan landasan berasama.
Sehingga, memungkinkan keduanya membina keluarga bahagia, dan tempat tinggal yang
damai, yang meliputi anak-anak mereka dengan ketenangan dan kasih sayang.
Setiap orang menginginkan keluarga yang tentram, aman, damai, rukun,
kebutuhan sehari-hari dapat tercukupi, atau dengan kata lain keluarga yang sakinah,
mawaddah, warahmah. Hal ini sesuai Firman Allah swt dalam surat Ar-Ruum, ayat 21:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.71
Untuk mewujudkan kehidupan keluarga seperti itu, keluarga yang dapat
mempertahankan keharmonisan rumah tangganya, walau setelah adanya lokalisasi di
sekitar pemukiman penduduk. Diperlukan suatu kemampuan yang tidak mudah, bahkan
tidak dapat terganggu oleh godaan, dari manapun datangnya. Dan itu hanya bisa dicapai
oleh keluarga yang mempunyai ketahanan dalam hidupnya. Banyak keluarga yang tahan
diwaktu miskin, tetapi setelah kaya jadi berantakan, atau sebaliknya. Banyak keluarga
yang aman, tentram, bahagia, tapi setelah adanya lokalisasi menjadi berantakan, hilang
ketenangan yang selama ini dimiliki.72
Sebelumnya ketahanan keluarga atau keluarga yang dapat mempertahankan
keharmonisan dalam rumah tangga, mempunyai arti keluarga yang tahan banting,
keluarga yang kokoh, tahan dari godaan lain. Tetap bisa mempertahankan
kebahagiannya, dan keutuhan keluarganya. Meskipun setelah adanya faktor-faktor yang
menyebabkan keretkan dalam rumah tangganya. Hal ini ada berbagai faktor diantaranya
faktor dari luar dan faktor dari keluarga itu sendiri. Dalam skripsi ini dibahas mengenai
faktor dari luar, yakni setelah adanya lokalisasi di sekitar rumah penduduk. Dan
bagaimana upaya masyarakat sekitar mempertahakan keharmonisan rumah tangganya.
Dari hasil penelitian, menyatakan bahwa keluarga harus menjadi prioritas utama,
terbukti para suami-istri yang bekerja keras untuk membiayai kebutuhan keluarga. Hal
ini, menjadikan keluarga sebagai prioritas utama, setiap apa yang diusahakan semua
hasilnya dikembalikan pada keluarga, untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
71 Al-qur’an Surat, Ar-Ruum (30), ayat 21 72 Jalaluddin Rahmat, Op., Cit, hal 134.
Seperti halnya keluarga pak Slamet, ia bekerja sebagai tambal ban di dekat
lokalisasi, ia memanfaatkan tamu-tamu lokalisasi yang suka mengendarai motor dengan
mabuk-mabukan, sehingga bannya sering bocor. Hal ini sangat menguntungkan pak
Slamet. Dalam tujuan hidup pak Slamet adalah membahagiakan keluarganya, ia selalu
mendahulukan anak-istrinya, agar hidupnya sejahtera, tentram dan bahagia.
Adapun keluarga pak Marsam, yang khawatir dengan adanya lokalisasi, ia selalu
mengingatkan istri, dan anak-anaknya untuk menjaga diri dari pengaruh lokalisasi. Pak
Marsam tidak bersedia jika istrinya bekerja buka warung di lokalisasi, ia sudah merasa
cukup dengan penghasilannya sehari-sehari sebagai penjual sate ayam. Dalam hidup pak
Marsam keluarga harus diutamakan, diprioritaskan. Karena sebagai kepala keluarga pak
Marsam selalu bekerja keras dan menerima rizki pemberian Tuhan.
Usaha untuk tetap bersatu dalam keluarga agar tidak mudah terpengaruh,
memerlukan kesatuan dan kebersamaan yang solid. Oleh karena itu setiap, pasangan
suami isteri harus menyatukan pemikiran dan menghilangkan egoisme dalam kehidupan
keluarganya. Mereka harus mengambil keputusan secara bersama-sama, agar masing-
masng pihak merasa puas dan saling mendukung satu sama lain.73 Menjaga keutuhan
keluarga, dari pengaruh kenikmatan dunia seasaat adalah, tanggung jawab bersama.
Dalam Al-Qur’an Surat At-Tahrim ayat: 6 menyebutkan.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”74 73 Nadhirah Mudjab, Op., Cit, hal 139. 74 Al-Qur’an Surat At-Tahrim, ayat: 6
Dari ayat diatas menyebutkan, bahwa neraka itu terdiri dari bahan bakar manusia
dan batu, dan penjaga dalam neraka adalah malaikat-malaikat yang menyeramkan, kasar,
keras dan selalu mentaati perintah Allah swt, dengan selalu menyiksa manusia yang ada
didalamnya. Oleh karena itu, orang tua terutama bapak dianjurkan untuk memelihara,
mengingatkan dan menjaga keluarganya, anak isterinya dari siksa api neraka.
Upaya lain yang harus dilakukan oleh keluarga untuk tetap menjaga
keharmonisan rumah tangganya yaitu komunikasi (musyawarah). Komunikasi antar
anggota keluarga juga sangat penting, karena dengan komunikasi masalah-masalah yang
mulai timbul dapat terselesaikan, terpecahkan bersama-bersama. Ketika tidak ada
komunikasi, maka antar anggota keluarga menjadi saling tertutup tidak ada penyelesaian.
Seperti penuturan pak Juwari, seorang polri Kec. Rejotangan ia selalu menyempatkan
komunikasi dengan anggota keluarganya, anak istrinya ketika ada permasalahan di rumah
ataupun di kantor.
Begitupun dengan keluarga bu Sriyanti, bekerja sebagai tukang pijet pengunjung
lokalisasi. Ia selalu mengutamakan komunikasi antar anggota keluarganya, walaupun ia
seorang janda dan menjadi tumpuan keluarganya, ia tidak patah semangat dalam bekerja.
Bu Sriyanti selalu mengomunikasikan masalah apa saja dengan anak-anaknya. Ia mencari
waktu luang agar semua anak-anaknya bisa berkumpul, bercanda, dan saling membuka
diri agar tidak ada pembatas diantara anggota keluarganya.
Dalam rumah tangga, memang seharusnya mempunyai saat-saat tertentu untuk
bercanda, berbincang memonitor perubahan-perubahan yang terjadi di dalam keluarga,
dan membicarakannya secara terbuka agar tidak ada lagi sekat yang memisahnya.75
Misalnya seperti keluarga pak Marsam, ia tidak mengizinkan isterinya jika berjualan 75 Jalaluddin Rahmat, Op., Cit, hal 106.
gorengan di lokalisasi, dengan alasan pak Marsam khawatir jika salah satu anggota
keluarganya menjadi korban pengaruh orang-orang didalamnya. Pak Marsam rela
menanggung semua kebutuhan hidup keluarganya, dengan berjualan sate, asalkan
isterinya tidak berjualan di lokalisasi. Dan alasan seperti ini oleh pak Marsam
dikomunikasikan dengan isterinya. Sehingga isterinya, bersedia untuk tidak jualan di
dalam lokalisasi.
Dalam kehidupan selalu di butuhkan sikap sabar, pengertian dan jujur. Karena
dengan ketiga sikap tersebut seseorang dapat menyelesaikan masalah yang muncul,
terutama dalam kehidupan keluarga. Saling pengertian, sabar dan jujur juga menjadi
salah satu kunci keluarga yang harmonis. Seperti keluarga pak Parlan mantan dinas sosial
Desa Kaliwungu, ia selalu bersikap sabar dan mengerti akan kondisi keluarga dan
masyarakat disekitarnya.
Kehidupan rumah tangga tidak bisa berjalan dengan bermanja-manja, ini
menuntut orang menjalani kehidupannya dengan sabar dan jujur. Orang yang kehilangan
kesabarannya dan kejujurannya pasti akan gagal pada kesulitan yang mereka hadapi.
Hendaknya, mereka kesampingkan sifat manja ini agar sukses menghadapi berbagai
kesulitan. Orang yang gagal dalam kehidupan rumah tangga, dan tenggelam dalam lautan
pertengkaran, akan kehilangan kesabaran dan kejujurannya.76
Sifat seperti ini tidak ada dalam Agama, karena Agama selalu mengajarkan untuk
selalu berbuat sabar, jujur, dan pengertian. Adapun keluarga pak Juwari dan pak Agus.
Sebagai tukang parkir di lokalisasi, pak Agus selalu mementingkan kebutuhan
keluarganya, ia selalu sabar dalam menjalani pekerjannya, ia sering dimarahi isterinya
karena khawatir jika pak Agus selingkuh di lokalisasi. Tapi pak Agus adalah sosok suami 76 Dr. Ali Qaimi, Op., Cit, hal 14.
yang setia dan jujur. Ia bekerja benar-benar untuk menghidupi anak isterinya. Ia rela
makan seadanya asalkan keluarganya dapat hidup bercukupan.
Ajaran Islam mengungkapkan tentang nistanya berprasangka buruk, dan
mengajak pengikutnya untuk segera mencabut dari akar-akarnya dari dalam diri.
Terutama dalam kehidupan berumah tangga. Islam mengajak para suami isteri untuk
melanggengkan kehidupan rumah tangga, dalam suasana tentram dan dipenuhi sikap
saling percaya antar satu sama lain. Menghormati pendapat pasangan, merupakan hal
penting dalam rumah tangga, mendengarkan masukan pasangan dibutuhkan dalam
keluarga, meskipun pendapat itu tidak diterima. Karena menghormati dengan
mendengarkan pendapat orang lain adalah sikap yang baik.77
Ibu Mursiah, pak Slamet, pak Parlan adalah orang yang selalu menghormati
pendapat dan percaya terhadap pasangannya. Ibu Mursiah seorang penjual tempe keliling,
ia selalu percaya terhadap suami, walaupun sebenarnya juga khawatir melihat kondisi
rumahnya berdekatan dengan lokalisasi. Dan tidak jarang para suami yang selingkuh
main ke lokalisasi. Akan tapi, bu Mursiah percaya jika suaminya sangat mencintainya.
Begitu juga dengan pak Parlan dan pak Slamet. Dalam rumah tangga, mereka selalu
membuka komunikasi di antara anggota keluarga, dan saling menghormati dan menerima
pendapat, masukan dari istri ataupun anak-anaknya.
Dalam pernikahan saling mencintai, dan menyayangi menjadi modal utama,
keluarga bahagia adalah kelurga yang diliputi cinta dan kasih sayang. Karena, kasih
sayang merupakan sungai yang mengalirkan air kehidupan, yang membersihkan semua
kesedihan dan menghanyutkan seluruh kotoran. Sebagaimana keluarga ibu Mursiah, Ibu
Marsam, dan pak Slamet. Dalam keluarga mereka cinta dan kasih sayang harus selalu di 77 Dr. Ali Qaimi, Op., Cit, hal 48.
pupuk. Agar keluarga selalu harmonis, aman dan sejahtera, meskipun terdapat lokalisasi
disekitarnya.
Kehidupan suami isteri hendaknya dibina dengan kecintaan dan ketulusan.
Kehidupan yang kosong dari cinta sungguh tiada berarti. Selain itu, dengan menghasilkan
generasi baru, pasangan suami isteri akan memikul tanggung jawab bersama. Agama
menghendaki cinta yang tulus, bukan cinta semu. Cinta yang didamba adalah cinta yang
akar-akarnya menghujam kedalam tanah. Sebuah keluarga yang diliputi sifat-sifat seperti
ini niscaya akan di ridhai Allah.
Dalam rumah tangga pak Slamet sikap saling mencintai, menghormati, dan
percaya antar pasangannya selalu dipertahankan. Pak Slamet yang bekerja sebagai tukang
tambal ban di dekat lokalisasi selalu mendapat perhatian dari isterinya, karena isterinya
juga merasa khawatir, jika pak Slamet ikut terjerumus dalam tempat maksiat itu. Akan
tapi pak Slamet selalau memberi nasehat kepada isterinya, sehingga isterinya tidak
mudah berprasangka buruk kepada pak Slamet. Isterinya yakin dan percaya bahwa pak
Slamet adalah suami yang sangat mencintai dan menyayangi anggota keluarganya.
Pasangan suami isteri hendaknya menjadi dua sahabat karib, yang saling berbagi
manis dan pahitnya kehidupan. Serta selalu menyelesaikan segenap problem kehidupan
dengan tangan dingin. Hendaknya masing-masing pihak saling mencurahkan perhatian,
dan menitipkan rahasianya satu sama lain. Pasangan suami isteri yang telah kehilangan
rasa saling percaya, niscaya akan terhindar dari limpahan rahmat Allah.
Di sampimg itu, sikap lain yang harus dipertahankan dalam rumah tangga adalah,
selalu bersyukur atas rizki yang diberikan Allah berapapun jumlahnya, asalkan rizki itu
berasal dari pekerjaan yang halal. Pak Gito, pak Marsam, dan pak Agus mereka selalu
bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan, mereka merasa cukup atas karunia Tuhan,
dengan selalu bekerja keras. Sikap bersyukur dan menerima rizki Tuhan dapat
menetramkan hati, tidak mudah iri terhadap orang lain. Sehingga kehidupan keluarga
akan tetap berjalan harmonis.
Adapun rumah tangga pak Marsam yang sehari-hari bekerja sebagai penjual sate
di depan rumahnya, ia dan keluarganya selalu bersyukur dan menerima pemberian Allah,
berapapun penghasilannya. Sebagai penjual sate ia tidak pernah mengeluh dan susah.
Malah isterinya yang ingin membantunya jualan gorengan di lokalisasi ia larang. Ia
khawatir jika isterinya ikut terpengaruh orang-orang lokalisasi, sampai isterinya mau
mengerti. Pak Marsam, dan keluarganya bersyukur atas pekerjaannya yang setiap hari
cukup untuk menyekolahkan dan membiayai anak-anaknya.
Orang sukses dalam hidupnya adalah orang yang selalu bekerja keras dan ulet,
tidak bergantung pada orang lain. Selalu berusaha semaksimal mungkin, agar hari esok
lebih baik dari hari ini, suami-istri yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan
kelurga maka akan tercukupi. Anak sekolah yang belajar rajin dan sungguh-sungguh pasti
mendapat hasil yang memuaskan. Hampir semua informan menyatakan, dengan bekerja
keras dan ulet, maka kebutuhan sehari-hari dapat tercukupi. Sehingga keharmonisan
dalam rumah tangga akan terus bertahan.
Adapun dengan bu Mursiah penjual tempe keliling, ia adalah perempuan yang
terkenal ulet dalam bekerja, setiap jam 3 malam bu Mursiah, sudah bangun dan mulai
menyiapkan, mengiris-iris dagangan tempe-tempenya yang mau dijual, setelah sholat
subuh bu Mursiah harus menjajakan tempenya ke warung-warung, ia tak kenal lelah. Di
desanya tempe-tempe bu Mursiah sudah tidak asing lagi, dagangannya selalu habis
terjual, karena terkenal enak dan gurih, masyarakat banyak yang suka. Setelah selesai
berjualan sekitar pukul 9/ 10, bu Mursiah langsung memasak untuk keluarganya, untuk
makan siang dan sore hari. Paginya anak dan suami bu Mursiah sarapan nasi kemarin.
Dan hal seperti itu sudah terbiasa dalam rumah tangga bu Mursiah.
Diantara upaya lain yang tak kalah penting adalah, suami isteri diharuskan untuk
menjaga penampilan masing-masing. Keduanya harus senantiasa berusaha
memperlihatkan kecantikan, dan ketampanannya dalam berpenampilan. Ajaran Islam
banyak mewasiatkan kita untuk selalu menjaga kebersihan tubuh. Dimulai dari mandi,
mengosok gigi, memakai wewangian, merapikan rambut, memotong kuku, dan
mengenakan pakaian bersih. Semua itu mepunyai pengaruh yang sangat besar dalam
menumbuhkan perasaan simpatik, sekaligus mengeratkan jalinan cinta di antara suami
isteri.78
Sikap yang harus dilakukan untuk menjaga keluarga agar tetap harmonis, dan
selalu menarik pasangan, bersih, rapi dan teguh pendirian, tidak mudah terpengaruh
pasangan lain. Seperti halnya keluarga pak Tumbro, sang istri selalu berpenampilan
menarik jika pak Tumbro pulang dari jualan nasi goreng. Istrinya selalu menasehati kalau
dagangan habis cepat pulang, jangan mudah terpengaruh, tidak perlu mampir ke tempat
haram (lokalisasi). Di rumah istri pak Tumbro selalu berpenampilan rapi, dan bersih dan
selalu merawat anak-anaknya. Mungkin ini yang sering lupa di lakukan oleh para istri
ketika suami bekeraja di luar. Karena kebanyakan suami selingkuh karena isteri kurang
merawat diri dan tubuhnya.
Disamping itu, dalam kehidupan rumah tangga, suami wajib mengajarkan anggota
keluarganya melakukan sholat 5 waktu, bahwa sholat adalah rukun Islam yang paling 78 Dr. Ali Qaimi, Op., Cit, hal 22.
penting setelah dua kalimat syahadat. Shalat pada waktunya adalah ibadah yang paling
disukai Allah. Dan orang yang meninggalkannya, berarti telah kafir dan terlepas dari
perlindungan Allah. Selain itu suami harus mengajarkan anggota keluarganya hukum-
hukum bersuci, tata cara wudhu yang benar, serta rukun, wajib, sunnah, mubah dan hal-
hal yang membatalkan sholat.79
Allah swt menjanjikan rizki bagi orang yang menyuruh isteri dan anak-anaknya
sholat, seperti dalam Firman Allah, (Q.S Thaha ayat:132)
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan Bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”80
Dalam keluarga selalu ada kesempatan pada suami, istri dan anak-anak untuk
beriman dan bertakwa, sesuai dengan akidah agama yang dianutnya. Dalam keluarga
kehidupan kuat beragama sangat penting, karena dengan kehidupan beragama dapat
memberikan keseimbangan hidup pada manusia. Seperti halnya keluarga pak Gito yang
disiplin dalam menjalankan kehidupan beragama, ia mendidik istri dan anak-anaknya
untuk selalu mengerjakan sholat 5 waktu, dengan penuh tanggung jawab.
Drijarkara (1979) mengklasifikasiakn tanggung jawab keluarga ke dalam dua
bagian, yaitu tanggung jawab vertikal dan tanggung jawab horisontal. Tanggung jawab
vertikal diwujudkan melalui komunikasi dan dialog dengan Tuhan. Sedangkan tanggung
79 Syaikh Fuad Shalih, Untukmu Yang Akan Menikah Dan Telah Menikah, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2009, hal 266 80 Al-Qur’an Surat, Thaha: ayat 132
jawab horisontal dilakukan melalui komunikasi dengan manusia, termasuk dirinya
sendiri, masyarakat dan lebih luas lagi dengan umat manusia secara keseluruhan.
Sedangkan menurut ajaran Islam, keluarga mempunyai tiga macam tanggung
jawab. Pertama, tanggung jawab kepada Allah swt, karena keluarga dan fungsi-fungsinya
itu merupakan pelaksanaan amanat Allah swt, yaitu amanat ibadah dan amanat Khilafah.
Kedua, tanggung jawab ke dalam keluarga itu sendiri, terutama tanggung jawab orang
tua, sebagai pemimpin dalam keluarga, untuk senantiasa membina dan mengembangkan
kondisi kehidupan keluarga ke taraf yang lebih baik. Ketiga, tanggung jawab keluarga
ialah bahwa keluarga, sebagai unit kecil dan bagian dari masyarakat, menunjukkan
penampilan yang positif terhadap keluarga lain, masyarakat, bahkan terhadap bangsa dan
negaranya.81
Dari semua penjelasan informan, menyatakan bahwa mereka semua adalah orang-
orang yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap anggota keluarganya, baik yang
merasa khawatir dengan adanya lokalisasi, atau pun yang merasa bersyukur adanya
lokalisasi. Karena dengan begitu mereka bisa mendapat lapangan pekerjaan, dan bisa
memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari.
Adapun hasil penelitian dari 10 informan, mereka rata-rata menyatakan setuju
terhadap adanya lokalisasi. Ada 6 (enam) orang yang menyatakan setuju, meskipun
mereka semua merasa khawatir terhadap lokalisasi. Hanya dua orang informan yang
menyatakan setuju dan tidak khawatir sama sekali, yakni bu Lastri dan bu Sriyanti. Bu
Sriyanti seorang janda umur 43 th, bekerja sebagai tukang pijet pengunjung lokalisasi, ia
mempunyai 3 anak yang masih duduk di SMP dan di SD. Dalam hidup bu Sriyanti yang
81 Jalaluddin Rahmat, Op, Cit, hal 22
penting kebutuhan keluarga tercukupi dan anak-anaknya bisa lulus tingkat SMP. Ia selalu
berkomunikasi/ musyawaroh dengan anak-anaknya jika terdapat masalah keluarga.
Lain halnya dengan pak Gito, dan pak Marsam yang sangat tidak setuju adanya
lokalisasi, mereka lebih baik mencari nafkah di luar tempat haram itu. Pak Gito yang
bekerja sebagai tukang ojek, setiap pagi hingga siang hari ia harus bekerja, dan sorenya
pak Gito harus mengurusi masjid, mulai menyapu, ngepel, bersih-bersih kaca serta adzan,
jika muadzin berhalangan. Pak Gito merupakan tetagga lokalisasi yang memiliki
landasan iman yang kuat, terbukti setiap hari anggota keluarganya melaksanakan sholat
lima waktu secara istiqomah. Dalam mendidik anakpun pak Gito sangat disiplin, dalam
hal belajar pelajaran sekolah dan masalah agama. Pak Gito selalu membimbing,
mengarahkan anak dan isterinya belajar agama.
Begitupun dengan keluarga pak Marsam seorang penjual sate ayam, ia tidak
pernah mengizinkan keluarganya masuk ke tempat lokalisasi, meskipun isterinya minta
izin untuk berjualan di sana. Akan tapi pak Marsam lebih memilih agar isterinya tidak
bekerja, biar tanggung jawab nafkah kebutuhan keluarga ditanggung sendiri oleh pak
Marsam. Ia merupakan orang yang berjiwa besar, pekerja keras, dan selalu sabar atas
rizki pemberian Tuhan.
Dari hasil wawancar diatas, memberi kita pemahaman. Bahwa upaya masyarakat
sekitar lokalisasi dalam mempertahankan keharmonisan rumah tangga, meskipun setelah
adanya lokalisasi, di dekat rumah warga. Terdiri dari beberapa upaya yang harus
dilakukan masyarakat, diantaranya: Keluarga harus menjadi prioritas utama dan menjaga
keutuhan anggota keluarganya, karena keluarga merupakan bagian yang paling utama.
Selain itu musyawaroh/ Komunikasi antar anggota keluarga, agar diantara anggota
keluarganya selalu terbuka, tidak ada sekat yang memisahkan. Sehingga, masalah-
masalah keluarga dengan cepat dapat terselesaikan.
Disamping itu, upaya lain yang harus dilakukan masyarakat adalah Saling
pengertian, Sabar dan Jujur. Saling percaya terhadap pasangan, tidak mudah
berprasangka buruk terhadap pasangan, dan menghormati pendapatnya. Saling mencintai,
dan menyayangi seluruh anggota keluarganya, tidak ada yang dibeda-bedakan semuanya
sama. Upaya lain yaitu Bersyukur atas nikmat pemberian Allah dengan ikhlas, berapapun
jumlahnya. Asalkan pekerjaan itu halal, tidak mengundang kemaksiatan. Dan juga
Bekerja keras, ulet tidak mudah putus asa selalu menghidupi keluarga dengan penuh
kesabaran.
Di samping itu upaya mempertahankan keharmonisan rumah tangga, yang sering
terlupakan oleh pasangan suami istri yakni, penampilan harus selalu menarik pasangan,
bersih, rapi dan tidak mudah terpengaruh pasangan lain. Karena dengan selalu
berpenampilan menarik pasangan tidak akan mudah selingkuh. Menarik bukan berarti
harus mahal atau mewah. Akan tapi bersih dan rapi. Sehingga pasangan tidak mudah
selingkuh, karena sudah puas dengan layanan isteri di rumah. Pondasi agama harus kuat,
dan selalu menjalankan sholat 5 waktu, karena ini merupakan kewajiban bagi umat
muslim, yang terakhir yaitu tanggung jawab dalam keluarga. Mulai mencukupi nafkah
keluarga, membiayai sekolah anak-anaknya, sandang, pangan, dan papan untuk anak
isterinya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil analisa data yang di peroleh di Desa Kaliwungu Kecamatan Ngunut Kabupaten
Tulungagung, terdapat beberapa kesimpulan diantaranya:
a. Mengenai pemahaman masyarakat desa Kaliwungu terhadap keharmonisan rumah
tangga, ada beberapa pemahaman, diantaranya: 1) Kebutuhan keluarga sehari-hari
dapat tercukupi; 2) Dapat mendidik anak dengan baik dan sungguh-sungguh,
sehingga dapat menyekolahkan anak-anak sampai jenjang pendidikan lebih tinggi; 3)
Tidak pernah ada pertengkaran hebat; 4) Tidak pernah selingkuh; 5) Tidak ada kata
cerai; 6) Tidak mudah terpengaruh dan teguh pendirian.
b. Adapun Upaya masyarakat sekitar lokalisasi dalam mempertahankan keharmonisan
rumah tangga, terdapat beberapa poin, diantaranya: 1) keluarga menjadi prioritas
utama dan menjaga keutuhan keluarga; 2) komunikasi antar anggota keluarga; 3)
saling pengertian, sabar dan jujur; 4) saling percaya terhadap pasangan dan
menghormati pendapatnya; 5) saling mencintai dan menyayangi; 6) bersyukur dan
menerima rizki pemberian Allah dengan ikhlas; 7) bekerja keras dan ulet; 8)
penampilan harus selalu menarik pasangan, bersih, rapi dan tidak mudah terpengaruh
pasangan lain; 9) pondasi agama harus kuat dan selalu menjalankan sholat 5 waktu;
10) tanggung jawab dalam keluarga.
c. Lokalisasi adalah bukan merupakan penyebab terbesar bagi kegagalan rumah tangga.
Adapun bertetangga dengan lokalisasi apabila bisa menempatkan diri, malah akan
mendapatkan banyak keuntungan. Tetapi kalau tidak bisa menempatkan diri, maka
keharmonisan dalam rumah tangga akan sulit untuk dipertahankan. Jadi semuanya
kembali kepada para suami isteri dalam membina keluarganya. Akan tapi, setiap
anggota keluarga yang bertetanga dengan lokalisasi, selalu merasakan khawatir walau
hanya sedikit sekali. terbukti dari hasil wawancara 8 dari 10 orang, menyatakan
kekhawatirannya bertetangga dengan lokalisasi, meskipun warga bisa mendapatkan
penghasilan setiap hari, dengan memanfaatkan pengunjung lokalisasi dengan
berjualan atau menjadi tukang parkir, tukang pijet dan lain sebagainya.
d. Bahwa apabila lokalisasi dikelola dengan baik dan benar, sehingga dapat menjadi
perhatian pemerintah daerah. Maka disamping kesehatannya akan ditangani secara
proposional, maka peluang kerjapun akan banyak sesuai perkembangan lokalisasi itu
sendiri. Sehingga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkan.
B. Saran
Untuk mengantisipasi munculnya permasalahan sosial terutama bagi keluarga-
keluarga muda yang tergolong kurang mampu perekonomiannya. Seharusnya
diberdayakan dengan porsi per-rumah tangga (per KK) atau porsi per-orangan. Artinya
apabila dalam satu keluarga, misalnya suami mempunyai potensi pertukangan. Maka
harus diberi stimulan peralatan dapur, karena bisa memasak sendiri dan akhirnya bisa
menekan pengeluaran. Ada salah satu barang kebutuhan keluarga yang jarang sekali
disinggung dalam pengarahan, karena mungkin sangat tidak lazim dijadikan barang
bantuan yaitu alat transportasi sepeda biasa. Padahal bagi keluarga tidak mampu dan
tidak mempunyai sepeda yang layak pakai, maka bantuan itu akan besar sekali artinya.
Daftar Pustaka
Adi. Rianto. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit. 2004. hal 70.
Amin Gebriel Silalahi, Metode Penelitian dan Study Kasus. Sidoarjo: CV. Citra Media,
2003. hal 57.
Ahmad Abdul Jawwad Muhammad, Kiat Mencapai Keharmonisan Rumah Tangga,
Penerbit Amzah, Jakarta, 2006, hal 10
Al Barry. M. Dahlan & L.Lya Sofyan Yacub. Kamus Induk Istilah Ilmiah. Target Press.
Surabaya. 2003
Al-Qur’an Karim.
Arikunto. Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. PT: Rineka
Cipta. 1998. hal 114.
B. Simanjutak, Pengantar Kriminologi dan Pathologi Sosial, Penerbit Tarsito, 1981. hal
22
Daradjat Dr. Zakiah. Perkawinan Yang Bertanggung Jawab, Jakarta, Bulan Bintang,
1975. hal 23.
Fuady Munir, Aliran Hukum Kritis, PT. Adya Bakti, Bandung, 2003, hal 70.
Fuad Shalih Syaikh, Untukmu Yang Akan Menikah Dan Telah Menikah, Pustaka Al-
Kautsar, Jakarta, 2009, hal 266
Hadisubroto Subino dkk, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1993, hal 57
Hasan, M. Ali, Pedoman Berumah Tangga Dalam Islam, Prenada Media Group, Jakarta,
2006. Hal 13
Husain Ayatullah Mazhahiri, Membangun Surga Dalam Rumah Tangga., Bogor, Jawa
Barat. Penerbit Cahaya, 2001. hal 142.
Iis Inayatul Affiyah.“Dampak Bencana Lumpur Panas ‘Lapindo Brantas Inc’ Terhadap
Keharmonisan Rumah Tangga” (Study Di Desa Jatirejo Kecamatan Porong
Kabupaten Sidoarjo). Fakultas Syari’ah UIN Malang. Skripsi. 2007.
Imroatus Sholihah“Upaya Pelaku Poligini dalam Mewujudkan Kelurga Sakinah” (Study
di Desa Banjardowo Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang). Skripsi.
Fakultas Syari’ah UIN Malang. 2006.
Kholis Nur Aziz, Tinjauan Pasal 296 KUHP Terhadap Lokalisasi Pelacuran di
Kabupaten Tulungagung, Skripsi, UNITA, 2007.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia.
Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Bumi Aksara. Jakarta. 2004.
Marzuki, Metodologi Riset, Yogyakarta: PT. Hanindika Offes, 1986. hal 5.
Mahmud Muhammad Al-Jauhari, Muhammad Abdul Hakim Khayyal, Membangun
Keluarga Qur’an, Jakarta. Penerbit Amzah, 2005. hal 161.
Moleong. Lexy. J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2005. hal 49.
Mudjab Nadhirah, Merawat Mahligai Rumah Tangga. Yogyakarta. Mitra Pustaka, 2000.
hal 31.
Mushoffa Aziz. Untaian Mutiara Buat Keluarga, Yogyakarta, Penerbit Mitra Pustaka,
2001, hal 12.
Qaimi Ali, Singgasana Para Pengantin, Penerbit Cahaya, Bogor, 2002, hal 187
Rahmawati“Upaya Istri Yang Bekerja di Pabrik Dalam Menciptakan Harmonisasi
Keluarga” (Study di Desa Ringinpitu Kecamatan Kedungwaru Kabupaten
Tulungagung). Skripsi. Fakultas Syari’ah UIN Malang. 2007.
Rochim Adamang, 19981, Pelacuran Sebagai Salah Satu Faktor Penghambat
Kesejahteraan Keluarga, Penerbit Tarsito, Bandung, hal 68.
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentar Lengkap
Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, hal 209.
Rukmini Kusuma Astuti. Proses Terjadinya Pelacuran di Masyarakat. Thesis Fakultas
Psikologi Universitas Gadjahmada. Jogyakarta. 1984.
Salim. Petter & Yenny Salim, Kamus B. Indonesia Kontemporer. Modern English Press.
Jakarta. 1991
Soejono D, Pathologi Sosial, Alumni, Bandung, hal 102.
Soekanto. Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. 1986 hal 43.
Thayyib Anshari, Struktur Rumah Tangga Muslim, Surabaya, Penerbit Risalah Gusti,
1992. hal 4.
Tim Dosen Fakultas Syari’ah. Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang. Fakultas
Syari’ah UIN Malang. 2005, hal 1.
Umar An-Nawawi Syekh Muhammad bin. Hak dan Kewajiban Suami Istri . Bandung
Penerbit Trigenda Karya, 1994, hal 30.