universitas negeri makassar digilib unm achmadtoll 191 1 kumpulan u

339
LANDASAN TEORI PENGAJARAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA ASING Achmad Tolla Universitas Negeri Makassar 1. Pendahuluan Sebelum memaparkan beberapa teori belajar bahasa asing/bahasa kedua perlu lebih dahulu dikemukakan pengertian istilah yang digunakan oleh BIPA menamai pengajaran bahasa Indonesia yang dipelajari oleh orang asing. Istilah yang dimaksud adalah “Pengajaran Bahasa lndonesia untuk Orang Asing”. Nama ini sudah dalam beberapa pertemuan ilmiah, seperti di Bali (2001) dan sekarang ini di Makassar. Nama itu tidak lazim digunakan dalam teori belajar bahasa asing/bahasa kedua. Nama yang lazim adalah "Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing” sebagai bentuk analogi dari nama yang digunakan dalam bahasa Inggris, "Teaching English as Foreign Language". Kalau nama yang digunakn oleh BIPA diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, akan menjadi "Teaching Indonesian for the Foreigner Tolk” atau "Teaching Indonesian for the Foreigner Speaker". Nama ini tidak menunjukkan status yang jelas bahasa Indonesia, apakah sebagai bahasa asing atau bukan? Tujuan koreksi ini ialah agar (1) status bahasa Indonesia bagi orang asing jelas sebagai bahasa asing, dan (2) teori belajar bahasa asing/bahasa kedua yang telah dikenal secara umum, 1

Upload: max-sinner

Post on 16-Feb-2015

167 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

ffyguhjh

TRANSCRIPT

Page 1: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

LANDASAN TEORI PENGAJARAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA ASING

Achmad TollaUniversitas Negeri Makassar

1. PendahuluanSebelum memaparkan beberapa teori belajar bahasa asing/bahasa

kedua perlu lebih dahulu dikemukakan pengertian istilah yang digunakan oleh BIPA menamai pengajaran bahasa Indonesia yang dipelajari oleh orang asing. Istilah yang dimaksud adalah “Pengajaran Bahasa lndonesia untuk Orang Asing”. Nama ini sudah dalam beberapa pertemuan ilmiah, seperti di Bali (2001) dan sekarang ini di Makassar.

Nama itu tidak lazim digunakan dalam teori belajar bahasa asing/bahasa kedua. Nama yang lazim adalah "Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing” sebagai bentuk analogi dari nama yang digunakan dalam bahasa Inggris, "Teaching English as Foreign Language". Kalau nama yang digunakn oleh BIPA diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, akan menjadi "Teaching Indonesian for the Foreigner Tolk” atau "Teaching Indonesian for the Foreigner Speaker". Nama ini tidak menunjukkan status yang jelas bahasa Indonesia, apakah sebagai bahasa asing atau bukan?

Tujuan koreksi ini ialah agar (1) status bahasa Indonesia bagi orang asing jelas sebagai bahasa asing, dan (2) teori belajar bahasa asing/bahasa kedua yang telah dikenal secara umum, termasuk yang dibahas di dalam makalah ini, berlaku pula dalam pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing.

Teori belajar babasa yang dibahas secara singkat dalam makalah ini terdiri atas dua bagian: (1) teori belajar bahasa yang diadaptasi dari teori belajar pada umumnya, yaitu: Teori Behaviorisme dan Teori Nativisme ( Teori Interaksionisme Kognitif dan Teori lnteraksionisme Sosial tidak dibahas di sini karena kurang berkontribusi terhadap pengajaran bahasa asing/bahasa kedua), dan (2) teori belajar bahasa kedua/ bahasa asing: Teori Monitor, Teori Pajanan Bahasa, Teori Wacana, Teori Akulturasi, Teori Akomodasi, Teori Variabel Kompetensi, dan Teori Neurofungsional.

2. Teori Belajar bahasa2.1 Teori Behaviorisme

1

Page 2: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Penulis berpandangan bahwa teori behaviorisme berkontribusi terhadap teori belajar bahasa karena dia merupakan bagian dari teori belajar. Teori ini dikembangkan oleh Skinner, seorang ahli psikologi, alumnus Universitas Havard pada tahun 1931. Dalam dua bukunya masing-masing: The Behavior of Organism (1938) dan Verbal Behevior (1957), Skinner memaparkan dua macam proses belajar yang masing-masing melibatkan tingkah laku yang berbeda yaitu (1) tingkah laku responden (respondent behavior), dan tingkah laku operan (operant behavior). Tingkah laku responden dihasilkan oleh stimulus tertentu. Stimulus ini akan menyebabkan respons terjadi secara otomatis. Proses stimulus-responden dalam membentuk tiagkah laku belajar mengikuti urutan secara sistematis, yaitu stimulus baru digandengkan dengan stimulus yang sudah menghasilkan respons yang selanjutnya akan muncul lagi stimulus baru yang memancing respons, demikian seterusnya.

Tingkah laku operan oleh Skinner, dikategorikan sebagai tingkah laku belajar pada umumnya. Tingklah laku operan tidak selamanya terjadi karena adarryra stimulus, tetapi dia lahir dari organisme, misalnya, berbicara, bekerja, bermain, dan berjalan tergolong tingkah laku operan.

Proses belajar tingkah laku operan terjadi di bawah kondisi tertentu. Bila respons operan terjadi dan diikuti oleh penguatan, besar kemungkinan akan ada respons susulan sebagai hasil penguatan yang berbentuk ganjaran.

Perihal kontribusi teori verbal behavior ini terhadap pemerolehan dan belajar bahasa, Skinner mengemukakan bahwa kita semua yang hidup dalam komunitas verbal adalah sekelompok orang sama-sama mempunyai bahasa dan membentuk bahasa kita sendiri dengan memperkuat/mendorong penggunaan bahasa yang benar dan mematahkan penggunaan yang salah (dalam Yasin" 1991:134). Proses pembentukan bahasa itu" demikian Yasin, pada umumnya dapat dilihat pada anak-anak yang sudah tentu memperoleh/memperlajari bahasa dari bentuk yang sederhana tetapi terus berlangsung sampai dewasa. Butir-butir leksikal yang tetah mereka peroleh/pelajari digunakan secara bertahap, dari paling sederhana hingga dalam sruktur yang kompleks.

Kontribusi teori ini dalam pengajaran bahasa asing/bahasa kedua iatah

memberian pelueng seluas-luasnya kepada pembelajar untuk membiasakan diri mengunakan atau menyimak bahasa target. Jadi, materi pembelajaran bahasa asing yang disajikan dalam bahasa pertama

2

Page 3: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

pembelajar, menurut teori ini, tidak akan membantu pembelajar untuk mengembangkan kemampuan menggunakan bahasa target.

2. 2 Teori NativismeTeori belajar bahasa yang digagas oleh Chomsky (1975) ini berpijak

di atas asumsi adanya bawaan bahasa pada manusia. Berdasarkan pengamatannya yang dilahirkan dengan saksama Chomsky meyakini bahwa bawaan bahasa (language faculty) yang bersifat genetis, suatu komponen di dalam otak manusia merupakan bentuk tertentu dari gramatika yang dapat ditelusuri secara manusiawi. Oleh karena itu, ungkapan "bahasa adalah cermin pikiran" menyiratkan makna yang lebih dalam dan signifikan. Potensi bahasa ini merupakan hasil olahan intelegensi manusia yang tercipta pada setiap individu dengan suatu proses yang terletak jauh di luar jangkauan keinginan atau kesadaran (Chomsky, 1975 dalam yasin, l99l:148).

Bawaan bahasa (language faculty) bukanlah materi bahasa yang siap diujarkan, melainkan suatu potensi yang memerlukan pengorganisasian dengan sebuah alat yang disebutnya language acquisition devise (LAD). Alat ini diyakini dimiliki oleh setiap anak normal dan berfungsi hampir sama pada tahap pemerolehan bahasa tingkat permulaan. Alat ini sangat efektif dalam proses pemerolehan tetapi kurang efektif dalam pembelajaran formal.

Melalui hipotesis bawaan, Chomsky menjelaskan bahwa pikiran manusia dapat menyerap struktur dunia secara berurutan dari yang khusus ke jenis-jenis tertentu, termasuk unsur-unsur bahasa.

Implikasi teori ini dalam pengajaran bahasa asing/bahasa kedua ialah adanya keyakinan bahwa manusia (yang normal) dapat memperoleh atau mempelajari bahasa mana pun (hipotesis universal). Adapun hasilnya sangat bergantung kepada banyak faktor, termasuk motivasi, kesempatan, dan kualitas bawaan bahasa secara genetis (intelegensi bahasa).

3. Teori Pemerolehan Bahasa Asing/Bahasa Kedua3.1 Teori Monitor

Teori belajar bahasa asing/bahasa kedua dengan model monitor merupakan jasa besar Krashen yang berkembang dengan cepat hingga saat ini. Ada lima hipotesis dasar dalam teori monitor, yaitu (1) hipotesis pemerolehan--belajar, (2) hipotesis urutan alamiah, (3) hipotesis monitor. (4) hiptesis masukan, dan (5) hipotesis saringan afektif.

3

Page 4: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

3.1.1 Hiipotesis Pemerolehan Belajar

Krashen (1983) berpendapat bahwa pembelajar bahasa kedua mempunyai dua strategi dalam mengembangkan pengetahuan bahasa kedua, yaitu melalui pemerolehan (acquisition) dan belajar (learning).

Pemerolehan, menurut Krahen (1982:10), adalah proses yang mirip, kalau tidak identik, dengan cara anak mengembangkan kemampuannya dalam bahasa pertama. Pemerolehan bahasa adalah proses yang tidak disadari. Pembelajar bahasa tidak selamanya menyadari unsur-unsur bahasa yang diperoleh tetapi dia menyadari unsur-unsur bahasa yang digunakan dalam komunikasi. Hasil dari pemerolehan bahasa yang berbentuk kompetensi itu pun tidak disadari. Demikian pula halnya, aturan bahasa atau kaidah bahasa yang diperoleh juga tidak disadari. Dengan pengetahuan itu, pembelajar mampu membedakan kalimat yang gramatikal dan yang tidak gramatikal, ucapan yang benar dan ucapan yang salah, kata yang benar dan kata yang salah, dan seterusnya. Namun, pembelajar tidak dapat menjelaskan kaidah yang mana yang dilanggar dan bagaimana menjelaskannya. Proses pemerolehan bahasa dengan cara demikian dapat juga disebut belajar secara implisit belajar secara informal, atau belajar secara alamiah.

Cara kedua untuk mengembangkan kompetensi bahasa asing/bahasa kedua ialah dengan belajar (learning). Penggunaan istilah belajar mengacu kepada pengetahuan bahasa kedua yang disadari dalam arti, mengetahui kaidah dengan sadar dan mampu. menjelaskannya. Jadi, istilah belajar berarti mengetahui tentang bahasa" mengetahui kaidah bahasa yang digunakan oleh orang lain.

Kedua jenis pengetahuan bahasa kedua yang dimiliki dari jalur yang berbeda itu, tidak hanya berbeda pemerolehannya, tetapi juga internalisasi dan fungsinya berbeda. Demikian pula sistem bahasa kedua yang diperoleh melalui jalur alamiah digunakan untuk memproduksi bahasa yang diujarkan dan berfokus pada makna bukan pada struktur bahasa. Sebaliknya, sistem bahasa yang dipelajari secara formal bertugas secara alamiah.

3.1.2 Hipotesis Urutan AlamiahHipotesis ini menyatakan bahwa unsur-unsur bahasa dan kaidah

bahasa diperoleh dalam urutan yang dapat diprediksi (Krashen, 1983:28). Selanjutnya, Krashen mengaskan bahwa tidak setiap pemerolehan sekaligus

4

Page 5: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

akan memperoelh struktur alat bahasa dalam urutan yang persis sama. Krashen dalam hipotesis ini menyadari adanya struktur yang lebih cepat diperoleh dan lainnya lebih lambat. Dalam bahasa Inggris misalnya, bentuk penanda jamak (s) seperti pada books, pencils, dan yang semacamnya cenderung lebih awal diperoleh daripada bentuk-bentuk tenses. Untuk anak-anak penutur bahasa Indonesia lebih awal menguasai kata-kata vokalis, seperti: mama, papa, ibu, nenek, apa, ada dan semacamnya cenderung lebih awal diperoleh daripada kata-kata: ambil, untuk, tidak, simpan, dan semacamnya.

3.1.3 Hiipotesis ManitorMenurut Krashen (1983), hasil belajar secara sadar hanya dapat

digunakan untuk memonitor data bahasa yang diperoleh secara alamiah. Bahkaq menurutBaraja (1990:53), kefasihan berbicara dalam bahasa kedua (Inggris) tidak datang dari (1) pengetahuan formal tentang bahasa kedua (Inggris), (2) aturan-aturan yang kita pelajari di kelas, dan (3) aturan-aturan yang kita pelajari dari buku teks.

Monitor tidak selamanya digunakan ketika berbicara atau menulis. Penggunaan monitor dapat berfungsi secara efektif apabila (1) pembelajar mempunyai waktu untuk memikirkan dan menggunakan kaidah bahasa yang telah dipelajari, (2) pembelajar memfokuskan perhatian kepada bentuk. Untuk itra pembelajar harus benar-benar memberi perhatian kepada bagaimana sesuatu dikatakan bukan sekadar memahami apa yang dikatakan, dan (3) pembelajar mengetahui kaidah bahasa target dan mampu menerapkannya dengan tepat ketika menggunakan bahasa target itu (Gass dan Selinker, 1994:145).

Dilihat dari sudut ketepatan fungsinya penggunaan monitor dapat dibedakan atas tiga cara.1) Pembelajar menggunalon monitor secara berlebihan dengan

hanya memusatkan perhatian kepada aspek kebahasaan, sedangkan aspek makna atau pesan diabaikan (over user).

2) Pembelajar memfokuskan perhatian kepada makna atau pesan sehingga faktor penggunaan kaidah bahasa dengan tepat tidak dihiraukan (under user).

3) Pembelajar memberi perhatian yang seimbang kepada, baik penggunaan caída bahasa maupun makna atau pesan yang disampaikan (optimal user).

5

Page 6: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

3.1.4 Hipotesis MasukanKrashen (1985:2) memberi perhatian khusus terhadap hipotesis

masukan dalam teori pemerolehan bahasa kedua dengan alasan bahwa bahasa kedua diperoleh dengan memahami pesan (understanding messages) atau dengan menerima masukan yang dapat dipahami (comprehensible input). Krashen memaknai comprehensible input sebagai proses memahami bahasa yang didengar atau dibaca sedikit di atas kemampuan pempebelajar sebelumnya yang dirumuskan denga i + 1. Kalau masukan mempunyai tingkat kesulitan i + l0 misalnya pembelajar tidak akan mampu memahaminya.

Implikasi rumus comprehensible input ialah bahwa kemampuan berbicara atau menulis dengan lancar dalam bahasa kedua sedikit demi sedikit datang sendiri. Kefasihan berbicara menurut Krashen, bukanlah hasil pembelajaran secara langsung, melainkan kemampuan itu dibangun di atas kompetensi melalui pemahaman terhadap masukan. Apabila masukan dipahami, dan masukan itu memadai, secara otomatis kaidah bahasa terintegrasi di dalamnya.

3.1.5 Hipotesis Saringan AfektifHal yang perlu diketahui ialah bahwa tidak setiap orang yang

mempelajari bahasa kedua pasti berhasil. Penyebabnya ialah comprehensible input tidak dapat diterima dengan baik. Dalam konteks ini, menurut Krashen, faktor motiivasi, sikap, kepercayaan diri, dan keinginan sangat penting. Keempat faktor yang disebut terakhir inilah yang diasumsikan sebagai saringan afektif. Apabila saringan ini berbuka lebar, maka input akan masuk dengan leluasa. Sebaliknya, apabila saringan itu sempit atau tertutup, maka input sangat sulit masuk atau mungkin samasekali tidak masuk (?).

Dalam teori monitor yang diuraikan di atas, menurut Krashen (1983), terdapat lima faktor yang turut memberi kontribusi terhadap pemerolehan bahasa.

1) Faktor kecerdasan (aptitude)Krashen beralasan bahwa faktor kecerdasan hanya berhubungan

dengan jalur belajar. Kecerdasan pembelajar ini dapat menjadi indikator prediksi bagaimana dia menguasai tata bahasa dan menggunakannya sebagai alat monitor. Sebaliknya, faktor sikap (attitude) berhubungan dengan jalur pemerolehan.

6

Page 7: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

2) Faktor peran bahasa pertamaKrashen menolak anggapan bahwa bahasa pertama (L1)mengganggu

pemerolehan bahasa kedua. Bahkan, dia mengatakan bahwa penggunaan L1 merupakan strategi performansi (pembelajar mencari padanan-padanan yang mungkin). Umumnya pembelajar bahasa kedua kembali ke L1-nya apabila dia kurang menguasai kaidah L2.

Sebagai gantinya, dia berinisiatif berujar dengan menggunakan pola L1-nya tetapi unsur leksikalnya diambil dari L2. Inilah yang disebut bahasa antara (interlanguage).

3) Faktor kebiasaan (routines) dan pola (patterns)Krashen dan Scarcella (1981) membedakan antara kebiasaan

(routines) dan pola (patterns) sebagai keseluruhan ujaran yang telah dipelajari yang muncul kembali (dingat) dan diujarkan, jadi dapat disetarakan dengan kalimat-kalimat ekspresi. Misalnya: kalimat pujian, ucapan selamat, yang dinyatakan dengan struktur dan pilihan kata yang sederhana. Ujaran seperti ini, menurut Ellis (1986) disebut formulaic speech. Krashen menolak pandangan yang memasukkan unsur kebiasaan dan pola sebagai unsur formulaic speech dan berkontribusi terhadap pemerolehan bahasa. Menurut pandangan Krashen, formulaic speech hanyalah membantu pembelajar untuk memperkaya kompetensi bahasanya; pada tahap tertentu, pola itu berkurang dan akhirnya hilang.

4) Perbedaan individuKrashen mengklaim bahwa pemerolehan mengikuti urutan alamiah.

Oleh karena itu, tidak ada perbedaan atau variasi setiap individu dalam proses pemerolehan. Variasi itu terjadi hanya dalam kecepatan dan jumlah masukan yang diperoleh sebagai akibat dari saringan afektif. Selain dalam kecepatan dan jumtah masukan yang dapat bervariasi, juga dalam hal performansi & kefasihan.

5) Faktor usiaUsia pembelajar termasuk variabel yang menentulan keberhasilan

dalarn proses pemerolehan bahasa kedua. Berbagai hasil pengarnatan menunjukkan bahwa orang berusia muda cenderung lebih cepat menyesuaikan diri dengan penutur asli, walaupun tidak dapat menyamai penutur asli. Sebaliknya orang dewasa tidak dapat melakukannya.

7

Page 8: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Kelebihan orang berusia muda dalam belajar bahasa kedua terletak pada kefasihan,sedangkan orang dewasa lebih cepat menguasai sistem bahasa dalam arti kaidah bahasa. Sebagai catatan, masa pubertas merupakan masa-masa suram bagi pembelajar bahasa kedua. Setelah masa pubertas berlalu, saringan afektif berfungsi secara optimal.

3.2 Teori Pajanan BahasaHal mendasar yang ditegaskan Bialystok (1990) dalam teorinya itu

ialah adanya lima macam kompetensi yang saling mengisi dalam belajar bahasa bahasa kedua, yaitu : (1) input (language eksplouser), (2) other knowledge, (3) explisit linguistic knowledge, (4) linguistic knowledge, dan (5) output. Kelima rnacam pengetahuan ini, menurut Bialystok (1980), merupakan tahapan yang hars dilalui pembelajar. Artinya, jika pembelajar ingin berhasil dengan baih maka dia harus:

1. Memiliki pengalaman bahasa melalui pajanan (language explouser) yang selanjutnya disebut input.

2. Memiliki pengalaman tentang dunia disebut other knowledge.3. Memperoleh pajanan bahasa secara tidak dasar mengsilkan

implicit linguistic knowledge.4. Memperoleh pembelajaran bahasa secara formal menghasilkan

explicit linguistic knowledge.5. Memiliki kemampuan memberi respon dalam bahasa target

dengan dua cara, yaitu: (l) respon spontan, dan (2) respon tidak spontan.

Variasi materi pembelajaran bahasa sangat diperlukan jika menginginkan hasil yang optimal dalam pengajaran bahasa asing/bahasa kedua. Ini merupakan realisasi teori belajar language expouser, Bialystok. Tujuannya ialah agar pengetahuan pembelajar tidak terkungkung di dalam bingkai babasa, tetapi harus mengenal dunia secara komprehensif.

3) Teori AkulturasiBrown (1980:129) memaknai teori akulturasi sebagai proses adaptasi

terhadap budaya baru. Proses adaptasi ini sangat penting dalam pemerolehan bahasa kedua karena dia merupakan salah satu alat ekspresi budaya. Selain alat ekspresi budaya juga sebagai alat komunikasi sosial. Berkenaan dengan itu, Schumann (1978c :34 ) mengajukan premis utama teori akulturasi bahwa pemerolehan bahasa kedua hanyalah salah satu aspek

8

Page 9: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

akulturasi dan tingkat akulfirasi seorang pembelajaar dalam target akan menjadi alat kontrol terhadap bahasa target yang telah diperoleh.

Akulturasi pemerolehan bahasa kedua juga ditentukan oleh faklor jarak ssioal dan kejiwaan antara pembelajar dan budaya bahasa target. Jauh dekatnya jarak itu, mempengaruhi timbulnya :

I) Language shock, yang diakibatkan adanya pengalaman buruk pembelajar dalam menggunakan bahasa target;

II) Culture shock, pembelajar merasa salah arah, stres, dan ketaktsan, sebagai akibat dari perbedaan budaya pembelajar dengar, masyarakat bahasa target; dan

III) Motivasi, dorongan kuat/lemah yang dimitih pembetajar untuk mempelajari bahasa target.

Jadi, dapat disimputkan bahwa makin kuat kemampuan pembelajar mengadaptasi bahasa target, makin besar kemungkinan berhasil mernpelajari bahasa itu. Sebaliknya, language shock dan culture shock menjadi penghambat dalam mempelajari bahasa target. Solusi yang tepat adalah pengajaran bahasa diimbangi dengan studi lintas budaya agar pembelajar dapat menempatkan secara proporsional antara budaya asli dan impor yang terimplisit di dalam bahasa masing-masing.

4) Teori AkomodasiTeori akomodasi ini diturunkan dari basil penelitian Giles ((1982)

tentang bahasa dalam masyarakat multibahasawan. Fokus pengamatan Giles ialah bagaimana antarkelompok itu menggunakan bahasa sebagai refleksi sosial dan tingkahpsikologis. Hasil penelitian inilah yang melahirkan teori akomodasi dalam studi Sosioliinguistik. Karena teori ini memiliki kesesuaian yang signifikan dengan teori Eilis (1986) memodifikasi dan merekomendasikan menjadi salah satu bahasa asing/bahasa kedua.

Teori ini berasumsi bahwa dalam komunikasi dua arah atau interaksi bersemuka, di satu sisi , pembicara berusaha menyesuaikan diri dengan mitra tuturnya. Penyesuaian adalah modifikasi ujaran agar mudah diterima dan dipahami oleh mitra tutur. Kebiasaan asli menyederhanakan batasanya ketika berbicara dengan penutur asing adalah salah satu bentuk modifikasi. Tujuannya ada dua yaitu: (l) mitra tutur pesan atau tujuann komunikasi yang disampikan, dan dengan demikian terjadi komunikasi dua arah. dan (2) bahasa yang termodifikasi akan menjadi masukan yang dapat dipahami (comprehensible input) bagi mitra tutur. Demikian pula, kalau berbicara dengan anak-anak, orang tua pada umunnya berusaha menyesuaikan

9

Page 10: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

sehingga terjadi komunikasi dua arah. Penyesuaian ini disebut konvergensi atau berkonvergensi.

Di sisi lain, penutur tidak menyesuaikan bahasanya dengan bahasa mitra tutur. Walaupun, kadang-kadang menyulitkan mitra tutur, namun strategi ini memaksa mitra untuk terus berusaha memahami bahasa penutur. Dampak yang diharapkan adalah motivasi mitra tutur untuk terus meningkatkan penguasaan bahasa target bagi penutur asing, dan bahasa orang dewasa bagi anak-anak. Strategi demikian disebut divergensi atau berdivergensi.

lstilah simplifikasi(simplification) dikenal dalam semua aliran atau pendekatan pengajaran bahasa. Strategi penerapannya pun sama atau hampir sama pada semua itu. Yang berbeda mungkin, hanya cara penyajiannya. Dalam pengajaran asing/bahasa kedua simplifikasi atau penyederhanaan materi pembelajaran dan ujaran guru atau tutor sangat diperlukan pada tahap awal. Secara bertahap, simplikasi dapat ditinggalkan apabila pembelajar telah mampu mengikuti pengguaan bahasa target secara normal. Dengan demikian, teori akomodasi cocok diterapkan dalam pengajaran asing/bahasa kedua.

3.5 Teori WacanaTeori ini diturunkan dari teori penggunaan yang berlatarbelakang

kompetensi komunikatif yang dikembangkan oleh Hymes (1983). Hymes berpandanganbahwa perkembangan bangsa pembelajar bergantung kepada bagaimana dia menemukan makna bangsa yang potensial ketika berpartisipasi dalam komunikasi. Proses demikian menurut Halliday (1975), sama dengan proses pemerolehan bahasa pertama. Dalam kajiannya tentang bagaimana seorang anak memperoleh bahasa ibunya, Halliday melihat bahwa perkembangan kaidah bahasa anak tumbuh melalui fungsi interpersonal bahasa yang realisasinya senantiasa berwujud wacana. Melalui komunikasi dengan orang lain,anak berinteraksi dengan dunia luar dan secara tidak sadar dia telah mengembangkan kaidah sruktur bahasa dan penggunaannya.

Proses pemerolehan bahasa kedua mirip dengan proses pemerolehan bahasa pertama. Dalam proses pemerolehan bahasa, pembelajar juga mengembangkan kaidah bahasa dan penggunaan bahasa melalui komunikasi interpersonal. Kondisi ini sesuai asumsi hipotesis urutan alamiah yang mengklaim adanya kemiripan bahasa kedua dengan bahasa pertama.

10

Page 11: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Verifikasi kemiripan pemerolehan bahasa kedua dengan bahasa pertama telah dilakukan oleh Flarch (1978c) dengan kesimpulan sebagai berikut :

I) Pemerolehan bahasa kedua mengikuti urutan alamiah dalam pengembangan perangkat sintaksis.

II) Penutur asli sangat bijaksana ketika berinteraksi dengan penutur asing sebagai upaya merundingkan makna atau pesan.

III) Strategi percakapan digunakan untuk merundingkan makna, di samping berfungsi sebagai input yang berpengaruh tertadap kecepatan pemerolehan bahasa kedua dengan berbagai cara:

pembejar memperoleh tata bahasa L2 dalam urutan yang sama tetapi hasilnya bergantung kepada frekuensi input yang diterima;

pembelajar memperoleh tata bahasa secara umum, kemudianmengalisisnya menjadi bagian-bagran berdasarkan substansinya;

pembelajar terbantu (oleh tata bahasa) dalam membangun struktur kalimat dan dari kalimat-kalimat menjadi wacana.

Hymes dan Flalliday adalah dua tokoh linguistik yang memberi perhatian besar kepada pengajaran bahasa. Hymes mengembangkan kompetensi komunikatif yang selanjutnya diterapkan di dalam pengajaran bahasa, termasuk bahasa asing/bahasa kedua, lewat pendekatan komunikatif. Pendekatan komunikatif mensyaratkan materi pengajaran bahasa disajikan dengan tema-tema yang terpapar di atas wacana agar komponen kebahasaan tidak terpotong-potong.

Halliday tertarik mengembangkan program pengajaran bahasa termasuk bahasa asing/bahasa kedua dengan menekankan penerapan fungsi dalam komunikasi. Ada tujuh fungsi bahasa yang diajukan oleh Halliday, yaitu: instrumental, regulatori,representatif interpersonal, personal, heuristik, dan imajinatf. Tidak satu pun fungsi-fungsi bahasa ini yang dinyatakan secara diskrit, tetapi dengan wacana-wacana yang fungsional.

3.6 Teori Variabel KompetensiEllis adalah salah seorang penggagas teori variabel kompetensi

(aslinya,Variabel Competensi Model). Model atau teori ini didasarkan pada dua hal (1) proses penggunaan bahasa process),dan (2) produksi bahasa (product). Oleh pencetusnya, teori ini dipandang efektif menjadi kerangka acuan pemerolehan bahasa kedua.

11

Page 12: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Istilah proses (process) penggunaan bahasa dipahami dalam dua cara, yaitu: (1) pengetahuan linguistik (kaidah bahasa), dan (2) ke mana pun menerapkan kaidah itu di dalam penggunaan bahasa (procedures). Widdowson (1984) mengidentifftasi pengetahuan kaidah bahasa sebagai competence dan pengetahuan prosedur sebagai kemampuan menggunakan kaidah bahasa dalarn membangun wacana (capacity). Pengetahuan kaidah bahasa berfungsi mengawasi penggunaan kaidah di dalam wacana (communicative competence), dan capacity adalah kemampuan mengembangkan makna di dalam wacana dengan melacak potensi makna di dalam bahasa melalui komunikasi secara terus-menerus. Produksi wacana melalui proses ini umumnya berwujud: (1) wacana yang direncanakan (planned discourse),dan (2) wacana yang tidak direncanakan (unplanned discourse).

Sebagai kesimpulan teori ini, Ellis merekomendasikan bahwa:l) Pengembangan wacana adalah hasil:

a. pemerolehan kaidah L2 yang baru melalui partisipasi dalam komunikasi dengan berbagai macam wacana;

b. penggiatan kaidah L2 yang sifatnya inisiatif internal (implisit), umumnya menghasilkan wacana yang tidak direncanakan (unplanned discourse).

2) proses adalah suatu kapasitas penggunaan bahasa yang menghasilkan wacana;

3) performansi L2 adalah hasil dari variabel (1) kaidah L2 yang tidak dapat dianalisis yang mengasilkan wacana yang tidak direncanakan dan (2) kaidah L2 yang dapat dianalisis yang menhasilkan wacana yang direncanakan

4) pengetahuan sederhana merupakan variabel kaidah bahasa antara (interlanguage rules).

Implikasi teori variabel kompetensi dalam pembelajaran bahasa asing/bahasa kedua adalah penyeimbangan pembelajaran kaidah bahasa dan penerapannya di dalam penggunaan bahasa. Dengan topik apapun, materi pembelajaran harus disajikan dalarn wacana, baik wacana yang tidak direncanakan unplaned disourse) maupun wacana yang direncanakan planed discourse).

3.7 Teori NeurofungsionalTeori ini lebih dikenal dengan nama Lamandella's Neurofuctional

Theory. Lamandella (1981) membedakan dua tipe dasar pemerolehan

12

Page 13: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

bahasa: (l) primary Language acquisition dan (2) secondary language acquisition. Yang pertama berlaku pada anak usia 2-5 dalam pemerolehan satu atau lebih bahasa sebagai pertamanya Yang kedua terbagi dua bagian, yaitu: (a) belajar secara formal bahasa asing/bahasa kedua, dan (b) pemerolehan bahasa kedua yang terjadi secara alamiah setelah anak berusia di atas lima tahun.

Kedua macam pemerolehan bahasa itu mempunyai sistem neurofungsional yang berbeda dan masing-masing mempunyai fungsi hirarkis. Lamandella menunjukkan fungsi-fungsi hierarkhis itu sebagai berikut.

1) Hirarkis komunikasi: bertanggungjawab menyimpan bahasa dan simbol-simbol lain melalui komunikasi interpersonal.

2) Hirarkis kognitif: berfungsi mengontrol penggunaan bahasa dan kegiatan pemrosesan informasi kognitif. Pola latihan-latihan praktis dalam pembelajaran bahasa asing/bahasa kedua adalah bagian dari hierarki kognitif.

Implikasi fungsi hierarkis komunikasi dalam pembelajaran bahasa asing/bahasa akan berjalan secara efektif apabila pembelajar memperoleh banyak waktu untuk berinteraksi dengan orang lain lebih baik dengan penutur asli, dengan menggunakan bahasa target. Untuk merealisasikan kesempatan itu, ruang kelas atau tempat belajar dikondisikan sebagai tempat pemerolehan bahasa.

Adapun hierarkis kognitif berkonsekuensi pada pembelajaran kaidah bahasa secara teratur agar dengan kaidah itu pembelajar dapat mengontrol penggunaan bahasa. Dalam hal ini, teori neurofungsional sejalan dengan teori monitor.

4. PenutupUraian singkat teori belajar bahasa yang direkomendasikan untuk

dijadikan landasan teori pengajaran bahasa lndonesia sebagai bahasa asing ini betullah dapat mewakili semua variabel yang mungkin dijumpai di lapangan. Pakar pengajaran bahasa yang berpengalaman akan sangat bermakna sumbangannya apabila sernpat membaca tulisan ini dan berkesempatan menunjukkan kelemahan-kelemahan yang menjadi tanggung jawab penulis.

Ke depan, tantangan pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing mungkin suatu waktu menjadi bahasa kedua di negera lain, tidak

13

Page 14: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

mudah. Suatu saat pengajaran konvensional tidak lagi dianggap sebagai satu-satunya jalan karena perangkat teknologi modern akan jauh lebih efektif dengan biaya murah dan mudah diperoleh. Pada waktu itulah akan terjadi modifikasi teori pengajaran, yang apabila tidak diantisipasi sejak dini, kita akan semakin ketinggalanjauh. Mudah-mudahan yangdilakukan ini, walaupun sangat sederhana, paling tidak memberi motivasi untuk berbuat yang lebih baik.

BACAAN

Baradja M.F. 1990. Kapita Selekta Pengajaran Bahasa Malang: Penerbit IKIP Malang.

Brown, H. 1980. Principle of Language Learning and Teaching. Englewood Cliff Prentice Hall.

Chomsky, Noam. 1975. Reflections and Language. New York: Pantheon Books.

Ellis, Rod 1984. Classroom Second Language Development. Oxford: Pergamon.

Ellis, Rod. 1986. Understanding Second Language Acquisition Oxford: Oxford University Press.

Gass, Susan M dan Selinker. 1994. Second Language Acquisition: An Introduction Course. Hillsdale: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Giles, Fl dan J: Birne. 1982. An lntergroup Approach Second Language Acquisition. Jurnal of Multilingual and Multicultural Development, 3,17-40.

Hatctt, E. 1978a. Second Language Acquisition. Rowly, Mass: Newbury House.

Hymes, Dell. 1983. On Communicative Competence. Philadelpia: University of Pennsylvania Press.

Krashen, S.J. 1982. Principles and Practice in Second Language Aquisition. Oxford: Pergamon.

Krashern Si. dan T. Tenell. 1983. The Natural Approach: Language Acquisition in Classroom. Oxford: Pergamon.

Scarce R., dan C. Higa. 1981. Input, Negotiation and Age Diftences in Second Language Acquisition .Language Learning,3 1, 409--438.

14

Page 15: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Yasin, Anas. 1991. Gramatika Komunikatif: Sebuah Model. Disertasi tidak diterbitkan. Program Pascasarjana IKIP Malang.

MODEL KOMPOTENSI KOMUNIKATIF DI DALAM KELAS

Prof. Dr. Achmad Tolla, M.Pd.

A. PENDAHULUAN

Langkah awal yang dipandang paling signifikan bagi pembicaraan

kompetensi komnikatif adalah dengan meriviu kembali konsep awal

kompetensi komunikatif yang ditemukan dalam berbagai sumber atau pustaka.

Salah satu pandangan yang banyak mendapat respon dari kalangan ahli

pengajaran bahasa adalah pandangan yang dikemukakan oleh Canale dan

Swain (1980). Konsep kompetensi komunikatif dari Canale dan Swain itu

bukanlah hasil pemeikiran sesaat, melainkan suatu konsep yang lahir dari suatu

pengamatan melalui survei ekstensif tentang kompetensi ini. Salah satu

kesimpulan hasil survei itu ialah bahwa kompetensi komunikatif merupakan

landasan teoretis pendekatan komunikatif

Tujuan yang dikembangkan dalam pengajaran bahasa berdasarkan

pendekatan komunikatif itu adalah untuk mengembangkan kerangka teoretis

bagi rancangan dan evaluasi kurukulum berikutnya dalam program L2.

15

Page 16: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Kerangka yang diajukan dan diperbaiki selanjutnya oleh Canale dan Swaim

pantas mendapat perhatian karena kerangka kerja tersebut membawa bersama

berbagai pandangan kemampuan komunikasi yang kita pertimbangkan dan

menempatkan kemampuan linguistik, atau kemampuan tata-bahasa level

kalimat, ke dalam perspektif yang tepat dalam konsepsi kemampuan

komunikasi yang lebih besar. Empat komponen kemampuan komunikasi yang

diidentifikasi dalam kerangka ini adalah kemampuan tata-bahasa (grammar

competence), kemampuan sosiolinguistik (sociolinguistic competence),

kemampuan wacana (discourse competence), dan kemampuan strategi

(strategic competence). Seluruh bagian ini menguraikan mengenai sifat dari

tiap-tiap komponen ini dengan contoh-contoh dari pembelajaran dan pengajaran

bahasa. Keempat komponen ini menunjukkan kemampuan komunikasi sebagai

basis bagi rancangan kurikulum dan praktek ruang kelas.

A.PEMBAHASAN

1. Kemampuan Tata Bahasa (Gramatical Competence)

Kemampuan tata-bahasa adalah kemampuan linguistik, dalam

pengertian terbatas dari istilah tersebut seperti yang digunakan oleh Chomsky

dan kebanyakan ahli linguistik lainnya. Kemampuan tata-bahasa merupakan

bagian dari penampilan tata-bahasa yang tidak familiar bagi kita, yakni,

pembentukan tata-bahasa yang memberi fokus studi L2 selama berabad-abad.

Deskripsi tata-bahasa yang telah diikuti adalah berbeda. Tata-bahasa

tradisional, yang memberi aturan penggunaan yang tepat bagi bahasa tulisan,

memiliki fondasinya dalam kelas kata atau kategori makna yang terbentuk

untuk bahasa Yunani dan Latin. Tata-bahasa struktural berfokus pada bahasa

16

Page 17: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

lisan dan memberi analisis bentuk-bentuk permukaan yang bisa diobservasi dari

pola-pola distribusinya. Tata-bahasa generatif transisional berkaitan dengan

hubungan antara penafsiran tata-bahasa terhadap kalimat dan struktur

permukaan sebagai cara menemukan kategori universal tata-bahasa dan sifat

proses kognitif manusiawi pada umumnya. Meskipun definisi-definisi berbeda-

beda, tujuan dalam setiap kasus adalah deskripsi tepat mengenai karakteristik

formal bahasa pada level kalimat. Tata-bahasa khusus menunjukkan upaya

untuk menggambarkan bagaimana elemen-elemen bahasa bergabung secara

sistematis. Dalam memutuskan apakah struktur tertentu muncul ataukah tidak

atau mungkin didasarkan pada frekuensi kejadian dari struktur ini dalam ujaran

dan tulisan dari pembicara asli degan praktek lama dalam penggunaan bahasa.

Data dan pertimbangan ini memberi ahli linguistik suatu basis untuk

menyatakan suatu aturan. Tidak ada tata-bahasa yang lengkap karena prilaku

bahasa bersifat komplek dan dewasa ini menghindari sistematisasi yang

memuaskan.

Hubungan antara setiap tata-bahasa dengan pembelajaran bahasa masih

merupakan masalah. Para pengguna bahasa yang berpengalaman bisa memberi

data kepada para ahli linguistik yang dibutuhkannya untuk merumuskan aturan-

aturan linguistik. Namun para pembicara asli yang sama tidak akan mampu

merumuskan aturan-aturan sendirian. Tidak satu pun dari para pembicara asli

menggunakan bahasa melalui pembelajaran pertama aturan-aturan tersebut.

Kenyataanya, aturan-aturan tersebut sangat kompleks sehingga para ahli

linguistik yang merumuskannya tidak bisa mengingat semuanya. Para ahli

linguistik berada di antara para pengkritk yang terang-terangan terhadap upaya-

upaya menerapkan diskripsi linguistik pada pengajaran bahasa kedua.

17

Page 18: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Komentar-komentar yang dibuat oleh Chomsky pada Komprensi Timurlaut

tahun 1966 mengenai pemngajaran bahasa asing bersifat legendaris.

Saya ingin menjelaskan sejak permulaan bahwa saya berpartisipasi dalam

komprensi ini bukan sebagai seorang ahli mengenai tiap aspek

pengajaran bahasa, malah sebagai seseorang yang perhatian utamanya

adalah dengan struktur bahasa dan sifat proses kognitif. Selanjutnya,

sejujurnya saya agak skeptis mengenai signifikansi bagi pengajaran

bahasa dengan pandangan dan pemahaman seperti itui seperti yang

diperoleh dalam linguistik dan psikologi. Tentu saja, guru bahasa akan

tetyap terimpormasikan mengenai kemajuan dan bahasan dalam bidang

ini dan upaya-upaya ahli linguistik dan psikologi untuk mendekati

masalah pengajaran bahasa dari pandangan berprinsip. Masih sulit

dipercaya bahwa linguistik atau pun psikologi mencapai level

pemahaman teoretis yang bisa memungkinkannya untuk mendukung

“teknologi” pengajaran bahasa. (Chomsky 1966:43).

Kemampuan tata-bahasa adalah penguasaan kode linguistik,

kemampuan untuk mengenali karakteristik leksikal, morfologis, sintaksis, dan

psikologis pada sebuah bahasa dan memanipulasi karakteristik-karakteristik ini

untuk membentuk kata dan kalimat. Kemampuan tata-bahasa tidak terkait

dengan giap teori tata-bahasa tunggal, dan tidak mengasumsikan kemampuan

untuk mengeksplisitkan aturan-aturan penggunaan. Seseorang menunjukkan

kemampuan tata-bahasa dengan menggunakan sebuah aturan, bukan dengan

menyatakan sebuah aturan.

2. Kemampuan Sosiolonguistik (Sosiolinguistics Competentence)

18

Page 19: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Kemampuan tata-bahasa merupakan domain penelitian linguistik yang tepat,

kemampuan sosiolinguitik merupakan bidang penelitian antar-disiplin yang

harus dilakukan dengan aturan-aturan sosial penggunaan bahasa. Kemampuan

sosiolinguistik memerlukan pemahaman kandungan sosial di mana bahasa

digunakan: peran-peran para peserta, informasi yang mereka miliki bersama,

dan fungsi interaksi. Hanya dalam konteks ini bisa dibuat pertimbangan

mengenai ketetapan ucapan tertentu dalam istilah-istilah yang diperluas oleh

Hymes. Meskipun kita harus merumusklan deskripsi memuaskan tentang kode

bahasa, namun kita jauh dari deskripsi yang tepat mengenai aturan-aturan

ketetapan sosiolinguistik. Namun pembicara asli mengetahui aturan-aturan ini

dan menggunakannya untuk berkomunikasi dengan berhasil dalam situasi yang

berbeda. Salah satu tujuan analisis antar-budaya adalah mengekspisitkan aturan-

aturan sebuah budaya dan hal ini akan membantu orang-orang non-asli untuk

memahami dan menyesuaikan lebih mudah terhadap pola-pola yang mereka

tidak kenal.

Pertimbangan ketetapan meliputi lebih dari sekedar mengetahui apa

yang akan dikatakan dalam suatu situasi dan bagaimana mengatakannya.

Pertimbangan ketetapan melibatkan kegiatan mengetahui ketika tetap diam.

Atau ketika tampak tidak tampak (incompetent). Wanita dari tiap generasi

mungkin ingat saat diperingati oleh ibunya agar tidak berbicara terlalu banyak

dalam kelas, tidak “pamer” kepada anak laki-laki, dan menasehatkan untuk

“bertindak diam” pada suatu kesempatan untuk memberi pria dalam kehidupan

mereka suatu perasaaan keunggulan. Kemunculan ketidakmampuan dalam hal

ini dianggap tepat. Yakni, sebuah tanda kemampuan sosiolinguistik. Demikian

pula, Saville-Troike (1982) mengutip contoh-contoh dari beberapa komunitas

19

Page 20: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

bahasa di mana bercakap dengan cara yang canggung dan ragu-ragu adalah

tepat apabila seseorang yang bercakap dengan orang-orang dengan kedudukan

yang lebih tinggi. Ia selanjutnya menunjukkan bahwa pembicara bahasa kedua

mungkin ternasehati dengan baik dalam beberapa hal agar tidak bersuara terlalu

mirip pembicara asli karena ketakutan akan tampak menggangu (intrusive) atau

sebaliknya, tidak loyal (disloyal) dari perspektif komunitas L1 milik pembicara

tersebut. Berlawanan dengan itu, terdapat kemampuan sosial-buadaya tertentu

yang dibuktikan oleh pembicara L2 yang mempertahankan secara bijaksana

daftar resmi atau gaya berbicara akademik dalam beberapa situasi di mana

daftar yang familiar atau tidak resmi mungkin tapat bagi pembicara asli.

Pembicara L2 ini menyadari bahwa bahasa yang “tepat” atau “buku sekolah”

sesuai dengan peran “orang asing” atau “orang luar negeri” yang dilekatkan

pada mereka oleh pembicara asli dan lebih mungkin memajukan komunikasi

yang berhasil.

Observasi serupa bisa dilakukan untuk perbedaan-perbedaan dalam

dialek. Kejadian taman bermain sekolah yang diceritakan oleh anak perempuan

saya yang berumur sepuluh tahun (yakni Julie) merupakan sebuah kasus yang

dibahas. Kelasnya sedang mempelajari sebuah teks kesenian bahasa yang

menggambarkan penggunaan ungkapan populer (slang) dan memberikan

contoh-contoh ungkapan populer Amerika – menyenangkan (groovy), naungan

(shades), banyak mengetahui (hep-cat), segarkan pikiranku (blow my mind),

pria mengagumkan (cool man). Julie merupakan peniru mahir dan suka

bermain peran. Selama istirahat, ia menghibur temannya dengan

‘jivin/akting’nya, menggunakan kata-kata yang telah ia pelajari dengan semua

mimik dan gerakan tubuh yang tepat. Teman kelasnya yang berkulit hitam

20

Page 21: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

bereaksi dengan tegas: “Anda semua jangan bertindak seperti itu. Orang

Amerika berbicara seperti itu. Anda semua menjadi tetangga kami yang

berbicara seperti itu, anda semua ingin mati!”

Di antara orang dewasa, pesan seperti itu lebih halus. Pelewatan batas-

batas sosial atau linguistik bisa bertemu dari sesuatu dari sebuah senyuman

sampai penghindaran selanjutnya. Pengguna L2 yang berhasil memiliki

pengertian mengenai jarak yang tepat untuk dipertahankan dan cara-cara di

mana jarak itu diberi tanda. Pemahaman ini sangat penting pada teori

kemampuan sosiolinguistik.

3. Kemampuan Wacana (Discurse Competence)

Kemampuan wacana (discourse competence) tidak dilakukan dengan

penafsiran kalimat secara terpisah tetapi dengan serangkaian kalimat atau

ujaran untuk membentuk makna secara keseluruhan. Seperti halnya

kemampuan sosiolinguistik, kemampuan wacana merupakan subjek dari

penelitian antar-disiplin. Teori dan analisis wacana menggabungkan banyak

disiplin – misalnya, linguistik, kritik kesusastraan, psikologi, sosiologi, filsafat,

antropologi, media cetak dan siaran.

Pengenalan tema atau topik dari sebuah paragraf, bab, atau buku,

mendapat intisari percakapan telepon, puisi, iklan televisi, memo kantor, resep,

atau dokumen hukum memerlukan kemampuan wacana. Tampak dari contoh-

contoh sebelumnya bahwa pola pengaturan wacana berbeda-beda, tergantung

pada sifat teks dan konteks yang tampak. Akan tetapi, pola-pola benar-benar

ada dan berperan penting dalam penafsiran dan pernyataan makna, makna

global yang selalu lebih besar daripada jumlah kalimat atau ujaran individual

21

Page 22: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

yang menyusun sebuah teks. Deskripsi berbagai struktur yang mendasari

wacana kadang-kadang disebut sebagai tata-bahasa wacana (discourse

grammar) (Morgan 1981).

Hubungan yang muncul antara kalimat-kalimat sering tidak eksplisit.

Yakni, mungkin tidak ada pernyataan jelas mengenai keterkaitan antara satu

dalil dengan dalil lainnya. Berdasarkan pengetahuan umum tentang dunia

nyata, serta pengenalan dengan konteks tertentu, pembaca/pendengar

menyimpulkan makna. Makna sebuah teks tergantung pada nilai, maksud,

tujuan dari pembaca/pendengar, serta nilai, maksud, tujuan dari

penulis/pembicara.

Contoh-contoh berikut ini mengilustrasikan peran kesimpulan dalam

penafsiran wacana:

1. Chico tiba-tiba berbalik dan berlari karena ia melihat polisi datang ke jalan

itu.

2. Chico melihat polisi datang ke jalan itu. Tiba-tiba ia berbalik dan berlari.

Dalam kalimat contoh (1), hubungan antara kedua proposisi, yakni

Chico tiba-tiba berbalik dan berlari dan ia melihat polisi adalah eksplisit.

Pengetahuan kita mengenai tata-bahasa dan makna konvensional dari kata

karena memungkinkan kita menghubungkan dua bagian kalimat tersebut.

Dalam wacana contoh (2), kemampuan tata-bahasa sendiri tidak akan memberi

makna. Penafsiran memerlukan kemampuan untuk membuat kesimpulan logis

dari situasi. Kita bisa menafsirkan dengan baik wacana untuk memaknai Chico

berbalik dan berlari karena ia melihat polisi datang ke jalan itu. Tetapi hal

demikian mengharuskan kita membuat asumsi-asumsi tertentu mengenai Chico,

polisi, jalan itu, dan lain-lain. Yakni, kita menciptakan skenario dalam kepala

22

Page 23: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

kita. Penafsiran kita bisa dengan mudah tidak tidak berlaku oleh faktor-faktor

kontekstual yang tidak kita sadari. Untuk ilustrasi, kejadian yang melibatkan

Chico dan polisi mungkin disimpulkan sebagai berikut:

Chico melihat datang ke jalan itu. Tiba-tiba ia berbalik dan berlari. Bis

jalanan kelima baru saja melewatinya dan ia akan terlambat ke sekolah

lagi! Tidak ada waktu untuk bertanya mengenai Pedro. Mungkin besok.

Keterpaduan/koherensi teks adalah hubungan dari semua kalimat atau

ujaran dalam sebuah teks pada proposisi global tunggal. Pembentukan makna

global atau topik untuk bagian bacaan, percakapan, buku secara keseluruhan,

dan lain-lain merupakan bagian integral dari pernyataan maupun penafsiran dan

memungkinkan pemahaman kalimat atau ujaran individual yang termasuk

dalam sebuah teks. Hubungan lokal atau kaitan struktural antara kalimat-

kalimat individual memberi apa yang disebut sebagai kohesi/perpaduan

(cohesion), suatu jenis perpaduan tertentu. Beberapa contoh mengenai alat-alat

kepaduan resmi yang digunakan untuk menghubungkan bahasa dengan dirinya

adalah kata ganti, kata hubung, sinonim, elipsis/tanda pengganti, perbandingan,

dan struktur pararel. Identifikasi oleh Halliday dan Hasan (1976) mengenai

berbagai alat perpaduan yang digunakan dalam bahasa Inggris dikenal baik, dan

mulai memiliki pengaruh pada analisis teks serta pengajaran dan bahan

pengujian untuk Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua [English as a second

language (ESL)].

Penelitian Kaplan (1966) mengenai retorika perbedaan merupakan

sebuah contoh analisis wacana yang diterapkan pada pengaturan paragraf dalam

konteks ESL. Diagramnya yang terkenal mengilustrasikan apa yang ia anggap

23

Page 24: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

merupakan pola dominan wacana tulisan resmi dalam kelompok bahasa utama.

Diagram-diagram ini berupaya menggambarkan bagaimana pola-pola

pemikiran dibentuk dalam gaya tulisan resmi. Maksudnya adalah untk

menandai perbedaan-perbedaan dalam gaya pengaturan dan untuk membantu

pebelajar dalam penafsiran dan pembentukan teks L2. Agar meyakinkan,

model-model yang diajukan mungkin mencerminkan bias budaya sama

banyaknya dengan poembentukan paragraf dalam bahasa Inggris disajikan

sebagai garis lurus di mana pola-pola lain tampak menyimpang. Namun

demikian, diagram-diagram ini merupakan upaya penting untuk berhubungan

dengan makna di luar struktur level kalimat.

POLA-POLA DOMINAN DARI WACANA TULISAN RESMI DALAM KELOMPOK BAHASA UTAMA

INGGRIS SEMIT TIMUR ROMA RUSIA

Untuk ringkasnya, kemampuan wacana merupakan kemampuan untuk

menafsirkan serangkaian kalimat atau ujaran agar membentuk keseluruhan

bermakna dan untuk mencapai teks terpadu yang relevan dengan konteks

tertentu. Keberhasilan dalam kedua kasus tersebut tergantung pada

pengetahuan bersama oleh penulis/pembicara dan pembaca/pendengar -

pengetahuan mengenai dunia nyata, pengetahuan mengenai kode linguistik,

24

Page 25: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

pengetahuan mengenai struktur wacana, dan pengetahuan mengenai lingkungan

sosial.

4. Kemampuan Strategi (Strategies Competence)

Tidak ada seseorang sebagai pembicara/pendengar ideal suatu bahasa,

seseorang yang mengetahui bahasa secara sempurna dan menggunakannya

secara tepat dalam interaksi-interaksi sosial. Tidak satu pun dari kita akan

mengetahui semua bahasa Prancis atau Jepang atau Spanyol atau Inggris. Kita

membuat penggunaan terbaik mengenai apa yang kita ketahui, konteks yang

kita alami, untuk menyalurkan pesan kita. Kemampuan strategi bersifat relatif,

apakah dalam bahasa asli ataukah bahasa kedua. Strategi-strategi yang kita

gunakan untuk mengimbangi pengetahuan tidak sempurna mengenai aturan-

aturan – atau faktor-faktor pembatas dalam aplikasinya seperti kelelahan,

kebingungan, dan ketiadaan perhatian – bisa ditandai sebagai kemampuan

strategi komponen keempat dari kemampuan komunikasi dalam kerangka

Canale. Kemampun strategi adalah analog dengan kebutuhan akan strategi

penyalinan (coping) atau bertahan hidup (survival) yang diidentifikasi dalam

Savignon (1972b). Apa yang anda lakukan ketika anda tidak berpikir mengenai

sebuah kata? Apakah cara-cara dalam mempertahankan saluran komunikasi

agar tetap terbuka pada saat anda berhenti sementara untuk mengumpulkan

pemikiran-pemikiran anda? Bagaimana anda membiarkan teman anda berbicara

ketika anda mengetahui ia tidak memahami kata tertentu? Atau ia berbicara

terlalu cepat? Bagaimana anda menyesuaikan diri ketika pesan anda salah-

dipahami? Para pembicara dewasa mengatasi secara rutin berbagai faktor yang

bisa menghasilkan kegagalan komunikasi. Strategi-strategi yang kita gunakan

25

Page 26: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

untuk mempertahankan komunikasi meliputi parafrase (pengungkapan dengan

kata-kata sendiri), circumlocution (pemakaian kata-kata yang terlalu banyak),

pengulangan, keragu-raguan, penghindaran, dan penerkaan, serta pergeseran

dalam daftar (register) dan gaya. Dialog-dialog di bawah ini mengilustasikan

pentingnya kemampuan strategi. Contoh (1), (2), dan (3) adalah dialog-dialog

di mana saya merupakan peserta tidak langsung. Contoh (4a) dan (4b) dikutip

dari transkrip sebuah ujian kecakapan bahasa lisan, wawancara lisan Foreign

Service Institut (FSI) (Hinofotis, Lowe, dan Clifford 1981).

1. Operator telepon: saya mempunyai kumpulan panggilan dari Sandra.

Maukah anda menerima isinya?

Catherine: Maaf, ia tidak ada di sini sekarang.

Operator telepon: (menyesuaikan dengan suara anak pada jalur itu). Ini dari

Sandra. Maukah anda menerimanya?

Catherine: oh ..... ya.

3. Suami dan istri sedang kembali dari perjalanan belanja, dan ketika mereka

masuk ke garasi, mereka melewati sekelompok anak-anak tetangga yang

sedang bermain di halaman rumput. Memperhatikan satu anak yang ia tidak

berbicara dengannya sesaat, si istri bertanya kepada suaminya, “saya ingin

tahu berapa umur Davie sekarang?” Suaminya menjawab, “Saya tidak tahu.

Saya akan menanyakannya”.

Suami : (berteriak dari garasi). Berapa umurmu Davie?

Davie : baik (fine).

Suami : Lima (five)?

Davie : baik (fine).

Suami : Berapa umurmu?

26

Page 27: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Davie : Enam.

4. Suasananya adalah toko makanan New York yang ramai. Seorang

pengunjung Prancis baru saja memesan sebuah roti lapis (sandwich) keju

Swiss.

Pelayan : Jenis roti apa yang anda inginkan untuk sandwich anda,

gandum putih (white) seluruhnya,atau gandum hitam

(rye)?

Orang Prancis : (Wh)ye?.

Pelayan : Putih (White)?

Orang Porancis : (Wh)ye.

Pelayan : Putih (White)?

Orang Prancis : Gandum putih seluruhnya.

5. Kutipan (a) dan (b) berikut ini berasal dari wawancara FSI.

a) Penguji pembicara asli (NSE) : apakah yang dimaksud leher hitam

(redneck)?

Subyek bukan-asli (NNS) : um hm.

NSE 1 : Apa yang anda katakan? Pernahkah anda mendengar ungkapan

ini?

NNS : Tidak.

NSE 1 : Baiklah.

NNS : Um hm.

NSE 1 : Bagaimana, um ... Saya akan coba pertanyaan lain.

Penguji Pembicara Asli 2 : apakah yang dimaksud ...

NNS : baiklah! Saya ingin apakah ... (Ketawa umum).

NSE 1 : Oh, (ketawa) baiklah.

27

Page 28: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

NSE 2 : Oh, (ketawa) baiklah, ah ...

NNS : Maukah anda menjelaskannya kepada saya?

NSE2 : Redneck adalah ... konservatif, ah biasanya anda

mendapatkan ... ah,

orang yang tinggal di wilayah Selatan sangat sering.

NNS : Um hm.

NSE 2 : Um, dari wilayah pedesaan ...

NSE 1 : Khususnya tidak toleran dengan ide-ide yang berbeda ...

Mm, mhm.

NSE 1 : Jadi anda merujuk kepada seseorang sebagai redneck, dan itu

sangat

menghina . Itu istilah yang menghina.

NNS : Um hm. Ah, apakah itu berhubungan dengan birokrasi (red

tape)?

NSE 1 : Tidak.

NNS : Tidak.

NSE 1 : Itu sangat menarik.

NNS : Mhm.

NSE 1 : Ah.

NNS : Oh, oh. Semuanya merah. (Ketawa umum).

b) Penguji Pembicara Asli : Apakah redneck itu?

Subyek Pembicara Asli : Oh wah, saya mendengar banyak mengenai kata

itu. (Ketawa) Um, um, Saya tidak tahu apa artinya. Itu adalah orang yang

tidak ... Bagaimana anda menggambarkannnya? ....orang yang bukan

28

Page 29: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

seorang pembohong, bagaimanapun kata itu memiliki konotasi negatif.

Saya tidak pernah menggunakan kata itu.

Dalam contoh-contoh di atas, pembicara asli dan bukan-asli sama-sama

menggunakan strategi-strategi untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan

dalam pengetahuan mereka atau pembatasan-pembatasan dalam penggunaan

pengetahuan tersebut dalam keadaan tertentu. Kemampuan untuk

berkomunikasi dalam keterbatasan meliputi kemampuan untuk menyesuaikan

strategi-strategi komunikasi kita dengan berbagai kondisi antar-pribadi yang

berubah dan sering tak diharapkan. Pengungkapan ulang dengan kata-kata

sendiri, pengulangan, penekanan, mencari klarifikasi, pemakaian kata-kata

yang terlalu banyak, penghindaran (kata, struktur, topik), dan bahkan

modifikasi pesan (misalnya, keputusan orang Prancis untuk memesan sandwich

keju Swiss atas gandum putih keseluruhan ketimbang gandum hitam!)

merupakan strategi-strategi yang kita gunakan untuk memenuhi tuntunan

komunikasi yang berkelanjutan.

Dalam penggunaan L1 dan L2, penyesuaian ini mengharuskan

kitamengambil perspektif peserta lain dalam sebuah transaksi, berempati

dengan perpektif orang lain. Chambers Twentieth Century Dictionary

mendefinisikan empati sebagai “kekuatan masuk ke dalam kepribadian orang

lain dan mengalami pengalamannya secara imajinatif (penekanan

ditambahkan)”. Horwitz dan Horwitz (1977:110) menggambarkan relevansi

jenis imajinasi ini untuk pembelajaran bahasa: “Empati adalah perlu bagi

kemampuan komunikasi ... Bila diberikan daftar ‘lengkap’dari semua keahlian

linguistik dan sosiolinguistik yang tepat, maka seseorang tampa empati tidak

29

Page 30: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

akan mampu mendefinisikan dari pespektif bersama (perspektif orang lain dan

perspektifnya sendiri) mengenai konteks antar-pribadi tertentu dan jenis bahasa

yang diperlukan”. Ringkasnya, penggunaan efektif dari strategi penyalinan

adalah penting bagi kemampuan komunikasi dalam semua konteks dan

membedakan komunikator yang sangat mampu dari orang-orang yang kurang

mampu. Kemampuan strategi merupakan komponen penting dalam kerangka

deskriptif untuk kemampuan komunikasi.

C. KESIMPULAN

Tujuan pendekatan komunikasi terhadap pengajaran bahasa adalah untuk

mengembangkan kerangka teoretis bagi rancangan dan evaluasi kurikulum

berikutnya dalam program L2. Ada empat komponen kemampuan komunikasi

yang diidentifikasi dalam kerangka ini, yaitu kemampuan tata-bahasa,

kemampuan sosiolinguistik, kemampuan wacana, dan kemampuan strategi.

Keempat kemampuan tersebut menunjukkan kemampuan komunikasi sebagai

basis rancangan kurikulum dan praktek ruang kelas.

Sumber Acuan:

Savignon, Sandra J. 1983. Communicative Competence: Theory and Practice.

London: Addison Wesley Publishing Company inc.

30

Page 31: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

RAGAM BAHASA PERS

Dr. Achmad Tolla, M.Pd.

A. Sifat Ragam Bahasa PersRagam bahasa pers atau ragam bahasa jurnalistik memiliki beberapa sifat yang membedakannya dengan ragam bahasa yang lain. Rosihan Anwar (1976) merinci sifat-sifat ragam bahasa pers Indonesia sebagaimana yang dikemukakan kembali berikut ini. 1. Singkat

Istilah singkat dalam konteks komunikasi ada dua macam, yaitu (1) waktu dengan acuan detik, menit, jam, dan (2) penggunaan bahasa dengan acuan struktur kalimat dan kosakata. Penggunaan bahasa secara singkat mengacu kepada jumlah kosakata yang digunakan dalam sutu kalimat. Makin banyak kosakata dalam suatu kalimat yang digunakan mendeskripsikan sutu ide, makin rumit kalimat itu dan makin sulit pula dipahami. Perhatikan contoh berikut.

31

Page 32: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Akses kepada lembaga keuangan merupakan isu pokok dan klasik bagi dunia usaha, sementara hal ini merupakan hal yang sangat penting karena menyangkut pengembangan UKM sendiri (Fajar, 24 April 2004:2).

Bandingkan dengan: Akses (keberadaan) lembaga keuangan merupakan isu pokok yang

sangat penting karena menyangkut pengembangan unit kegiatan masyarakat (UKM).

2. PadatBahasa yang padat mengacu kepada penggunaan kalimat secara efektif.

Suatu ide dapat dikemukakan dengan kalimat singkat, tetapi pembaca memahami ide itu sama atau hampir sama dengan pemahaman penulisnya. Pemahaman demikian dapat dicapai apabila penggunaan kosakata dan struktur kalimat tidak longgar. Artinya, jika suatu konsep dapat dipahami dengan hanya satu kata atau istilah, tidak perlu diberi keterangan tambahan yang justru akan membuat pembaca menjadi bosan. Demikian pula, jika dengan satu kalimat suatu konsep dapat dipahami, maka kalimat itu tidak perlu diberi kalimat penjelas.

Hal yang sama juga sering dijumpai dalam paragraf. Banyak (?) paragraf dalam surat kabar hanya terdiri atas satu kalimat. Kalimat-kalimat yang membangun paragraf itu sesungguhnya hanyalah kalimat penjelas dari kalimat topik pada paragraf sebelumnya. Paragraf demikian lebih baik digabung menajdi satu paragraf yang lebih lengkap. Perhatikan contoh berikut.

Meski perlakuan pemain oilar Persik kediri Hamka ‘Riri’ Hamzah terhadap istrinya, merupakan urusan intern rumah tangga, pihak keluarga Feby berniat mengadukan persoalan ini ke Ketua Umum PSSI Nurdin Halid.

Mereka akan meminta kepada PSSI untuk menindak mantan pemain nasional U-20 yang kini membela tim nasional senior Pra Piala Dunia 2006 itu sehubungan dengan perilaku buruk yang ditunjukkan belum lama ini. Hamka masioh sempat bermain memperkuat Persik dalam pertandingan melawan PSSI Semarasng, Minggu (25/4) (Fajar, 27-4-2004:15).

Paragraf kedua kutipan di atas masih bagian dari paragraf pertama. Paragraf kedua itu adalah penjelasan atas frase …pihak keluarga Feby beniat mengadukan persolan ini ke Ketua Umum PSSI Nurdin Halid. Jadi, kutipan di atas seharusnya:

Meski perlakuan pemain pilar Persik kediri Hamka ‘Riri’ Hamzah terhadap istrinya, merupakan urusan intern rumah tangga, pihak keluarga

32

Page 33: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Feby berniat mengadukan persoalan ini ke Ketua Umum PSSI Nurdin Halid. Mereka akan meminta kepada PSSI untuk menindak mantan pemain nasional U-20 yang kini membela tim nasional senior Pra Piala Dunia 2006 itu sehubungan dengan perilaku buruk yang ditunjukkan belum lama ini. Hamka masih sempat bermain memperkuat Persik dalam pertandingan melawan PSSI Semarasng, Minggu (25/4) (Fajar, 27-4-2004:15).

Selain itu, ada beberapa kesalahan pada parafraf tersebu. Kesalahan yang dimaksud menyakut ejaan, penggunaan kata/frase yang tidak diperlukan, dan kaliat yang tidak padu dengan pokok pikiran. Dengan demikian, paragraf itu akan menjadi benar dan komuinikatif jika direvisi seperti berikut ini.

Meskipun perlakuan pemain pilar Persik kediri, Hamka ‘Riri’ Hamzah, terhadap istrinya merupakan urusan intern rumah tangga, namun pihak keluarga Feby berniat mengadukan persoalan ini kepada Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid. Mereka akan meminta PSSI untuk menindak mantan pemain nasional U-20 yang kini membela tim nasional senior Pra Piala Dunia 2006 itu dengan tegas. 3. Sederhana

Istilah atau kata yang masih terasa asing atau belum dikenal secara umum oleh masyarakat hendaknya dipertimbangkan oleh wartawan. Istilah atau kata seperti itu boleh digunakan dengan tujuan mempropagandakan penggunaannya, tetapi perlu ada catatan di dalam kurung tentang arti istilah atau kata itu dan lebih sering digunakan. Selain itu, struktur kalimat juga harus sederhana agar pembaca lebih mudah memahaminya. Perhatikan contoh berikut.

Secara fantastis, Wiranto mengandaskan harapan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tanjung pada konvensi partai yang berlambang pohon beringin tersebut. Untuk bisa mengalahkan Akbar yang dikenal licin bak belut, jelas mensyaratkan adanya sebuah tim yang solit dengan kerja efektif (Fajar, 22-4-2004:1). Bandingkan dengan: Secara meyakinkan, Wiranto mematahkan harapan Ketua Partai Golkar pada konvensi partai tersebut. Keberhasilan ini adalah hasil kerja keras sebuah tim yang kuat dan bekerja secara efektif.

4. LancarUmumnya, orang yang berbicara dalam bahasa asing atau bahasa kedua

dengan fasih biasa diberi julukan berbicara dengan lancar. Julukan ini dianggap kurang tepat diberikan kepada penulis. Penulis biasanya diberi julukan pandai atau terampil menulis. Anggapan ini sudah menjadi

33

Page 34: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

pengetahuan umum orang-orang awam. Akan tetapi, orang terpelajar memahmi istilah itu sebagai keterampilan berbahasa, baik lisan maupun tulisan.

Menulis dengan lancar berarti mengemukakan ide, pendapat, konsep atau yang lain secara runtutut, kronologis/antikronologis dengan tidak melompat-lompat. Tulisan yang lancar akan memudahkan pembaca untuk memahami pikiran penulis yang tersurat dan yang tersirat. Sebaiknya, tulisan yang melompat-lompat, pembaca sulit memahaminya dengan baik karena pikiran, ide, atau kosep di dalam tulisan itu tidak utuh kesinambungannya; pemahaman pembaca terpotong-potong. Tulisan seperti itu, jika diujikan, peserta ujian tidak akan mampu menjawab pertanyaan bacaan dengan optimal. Perhatikan contoh berikut ini.

Sebelum memilih jadi politisi, H Muh Ramli Taba, dikenal sebagai seorang pengacara dan konsultan hukum. Sekain itu, Ramli, demikian dia biasa disapa, juga dikenal sebagai seorang aktivis yang gigih.

Perjanan politiknya dimulai pada tahun 1998 ketika gaung reformasi mengemuka. Dirinya bahkan termasuk satu di antara sekian inisiator terbentuknya Partai Amanat Nasional (PAN) di tingkat SulseL (Fajar, 27-4-2004:29).

Kutipan di atas tergolong tulisan lancar. Namun, pada kutipan itu masih terdapat kesalahan ejaan dan penataan paragraf yang sangat mengganggu. Kutipan itu akan menjadi lebih baik jika direvisi seperti berikut ini.

Sebelum memilih jadi politisi, H. Muh. Ramli Taba dikenal sebagai seorang pengacara dan konsultan hukum. Selain itu, Ramli, demikian dia biasa disapa, juga dikenal sebagai seorang aktivis yang gigih. Perjanan politiknya dimulai pada tahun 1998, ketika gaung reformasi mengemuka. Dirinya, bahkan, termasuk satu di antara sekian inisiator terbentuknya Partai Amanat Nasional (PAN) di tingkat Sulawesi Selatan. 5. Jelas

Ada beberapa faktor kebahasaan yang biasanya menyebabkan suatu tulisan kurang atau tidak jelas.

1. Paragraf yang tidak memiliki kalimat topik. Paragraf seperti ini kalimat

topiknya tersirat di dalam semua kalimat yang membangun paragraf

itu. Karya sastra berupa cerpen, novel, atau roman banyak memiliki

paragraf yang tidak memiliki kalimat topik. Wartawan diharapkan

menghindari paragraf seperti itu.

34

Page 35: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

2. Paragraf yang memiliki kalimat topik, tetapi kalimat topik itu tidak

dikembangkan dengan kalimat-kalimat penjelas dan tidak didukung ide

yang dikemukakan pada paragraf berikutnya. Perhatikan contoh

berikut.

Bupati Jeneponto Rajamilo patut berbangga. Di tengah kesibukannya bertarung memenangkan konvensi calon presiden di Jakarta 20 April nanti, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar Akbar Tanjung hadir menjadi saksi pada pesta putri keempat Rajamilo, Zainatunnahar. Dengan 28 pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) kabupaten/kota, Golkar Sulsel cukup diperhitungkan di Jakarta. Dalam konvensi suara Beringin di sini terbagi antara Wiranto, Akbar, Surya Palloh, Bahkan Aburizal Bakri (Tribun Timur, 18-4-2004:1).

Ketidakjelasan kutipan di atas terletak pada kelemahan penulis dalam menerapkan prinsip pengembangan kalimat topik, penggunaan ejaan, dan kesinambungan ide antarparagraf. Kutipan itu akan menjadi jelas jika ditata seperti berikut ini. Bupati Jeneponto, Rajamilo, patut berbangga. Di tengah kesibukannya bertarung memenangkan konvensi calon presiden di Jakarta, 20 April nanti, dia masih sempat melangsungkan pernikahan putrinya yang keempat, Zainatunnahar. Pada pesta pernikahan ini, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar Akbar Tanjung hadir menjadi saksi..

Dalam konvensi itu, ada 28 Pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) kabupaten/kota Partai Golkar Sulsel cukup diperhitungkan di Jakarta. Dalam konvensi itu, suara beringin akan terbagi kepada Wiranto, Akbar, Surya Palloh, dan Aburizal Bakri.

3. Paragraf yang dibangun di atas kalimat-kalimat yang di dalamnya ada

kata bermakna konotasi atau istilah/kata-kata baru yang belum umum

penggunaannya. Perhatikan contoh berikut.

Rekapitulasi perolehan suara tingkat provinbsi terancam melenceng dari jadwal yang sudah ditetapkan, yakni Sabtu mendatang. Penyebabnya, KPU Sulsel mengakui kesulitan mencari lokasi untuk menggelar rekap (Fajar, 22-4-2004:29).

35

Page 36: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Masyarakat awam kesulitan memahami kutipan di atas. Sumber kesulitan itu adalah penggunaan istilah/kata-kata yang dicetak tebal itu. Kutipan itu dapat disederhanakan sehingga menjadi lebih jelas dengan cara mengganti istilah/kata-kata tersebut. Dengan demikian revisinya seperti berikut.

Ringkasan penghitungan perolehan suara tingkat provinbsi terancam berubah dari jadwal yang sudah ditetapkan, yakni Sabtu mendatang. Penyebabnya, KPU Sulsel mengakui kesulitan mencari tempat untuk menggelar kegiatan itu.

Hasil revisi ini lebih mudah dan lebih jelas untuk semua pembaca dari tingkat pendidikan apa pun. 6. Lugas

Lugas berarti hal yang mengenai pokok-pokok saja. Jika pengertian ini diterapkan ke dalam tulisan, maka suatu tulisan harus mengungkapkan hal-hal yang pokok saja. Prinsip ini sangat penting diperhatikan oleh wartawan dalam melaporkan beritanya. Peranan bahasa sangat besar dalam mengungkapkan berita apa adanya. Pilihan kata, struktur kalimat, dan gaya bahasa menjadi media utama untuk mengantarkan pembaca pada masalah inti yang dikemukakan oleh penulis. Jika bahasa cukup jelas, maka pembaca akan tiba pada pemahaman yang sama dengan pemahaman penulis sendiri. Contoh berikut sebagai ilustrasi berita yang tidak jelas.

Ketika itu, sekitar pukul 09.30 pagi, sebagaimana kebiasaan penduduk, mereka sedang menikmati sarapan pagi sambil mengisap rokok di rumah masing-masing. Tidak pernah terbetik dalam pikiran mereka bahwa pagi itulah yang menjadi pagi kehidupan terakhir bagi mereka. Tiba-tiba terdengar ledakan dahsyad yang diikuti oleh gulungan tanah di atas perkampungan mereka. Bersamaan dengan itu, di bekas perkampungan itu sudah tidak ada kehidupan lagi.

Paragraf di atas merupakan contoh berita yang tidak lugas. Paragraf itu akan menjadi lugas jika direvisi seperti berikut ini.

Sekitar pukul 09.30 pagi, ketika penduduk sedang menikmati sarapan pagi, tiba-tiba terdengar ledakan dahsyad yang diikuti oleh gulungan tanah di atas perkampungan mereka. Bersamaan dengan itu, di bekas perkampungan itu sudah tidak ada kehidupan lagi. 7. Menarik

Berita yang menarik tergantung pada paling tidak dua hal, yaitu (1) materi berita, dan (2) gaya bahasa berita. Materi berita yang hangat umumnya menarik perhatian pembaca. Bahkan, berita yang kurang hangat pun dapat menjadi menarik perhatian pembaca apabila diungkapkan dengan gaya bahasa

36

Page 37: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

yang tepat dan lancar. Gaya bahasa yang dimaksud di sini bukan gaya bahasa seperti dalam karya sastra yang cenderung mengungkapkan penglaman imajinatif penulis, melainkan gaya bahasa populer yang dapat dipahami oleh semua lapisan masyarakat pembaca berita koran atau majalah.

Salah satu cara yang efektif untuk menjadikan bahasa jurnalistik menarik ialah dengan denggunakan pola kalimat aktif dan kalimat pasif secara bervariasi. Penggunaan kata-kata bersinonim di dalam kalimat sama pentingnya dengan variasi pola kalimat. Perhatikan contoh berikut.

Pendistribusian kursi dilakukan berdasarkan bilangan pembagi pemilih BPP) maupun berdasarkan peringkat sisa suaras. Sekedar diketahui, BPP adalah jumlah total suara sah yang diperoleh seluruh parpol di suatu daerah pemilihan dibagi jatah kursi yang tersedia.

PDIP pimpinan Megawati Soekarnoputri untuk sementara meraup kursi terbanyak, yaitu 44 kursi. Partai Golkar pimpinan Akbar Tanjung membayangi dengan 31 kursi. Posisi sementara ketiga diduduki oleh PKB pimpinan Alwi Sihab dengan 24 suara (Fajar, 27-4-2004:1).

Kutipan di atas memperlihatkan variasi penggunaan pola kalimat pasif dan aktif yang seimbang. Variasi penggunaan kalimat itu yang menyebabkan beritta tersebut terasa hidup. 8. Dinamis

Tidak satu pun ragam bahasa yang memiliki sifat dinamis seperti yang dimiliki ragam bahasa pers. Ragam bahasa pers setiap saat berkembang tanpa dibatasi oleh prinsip-prinsip disiplin ilmu, teknologi, seni, dan sosial. Ragam bahasa pers merupakan perpaduan semua perbedaharaan bahasa yang dimiliki oleh suatu bahasa. Dengan demikian, pers adalah profesi yang tidak pernah berpihak kepada salah satu isme, ideologi, agama, politik, sosial dan sebagainya, tetapi pers menggunakan semua isme itu sebagai lahan untuk memperoleh perbedaharaan bahasa bagi kepentingan pemberitaan. Itulah sebabnya, pers percaya bahwa bahasa adalah jembatan dunia.

Sifat dinamis ragam bahasa pers secara langsung telah memberikan sumbangan yang amat besar bagi perkembangan bahasa, dalam hal ini bahasa Indonesia. Bahkan, wadah pemasyarakatan bahasa Indonesia yang paling luas dan efektif adalah ragam bahasa pers. Sejak tahun 1980-an, pemerintah Orde Baru mencanangkan program Koran Masuk Desa. Tujuan utamanya ialah untuk mengentaskan “tiga-buta”, yaitu buta pengetahuan dasar, buta aksara, dan buta bahasa Indonesia. Sejak itu pula, jumlah penduduk Indonesia yang terjebak dalam kondisi tiga-buta secara berangsur-angsur berkurang dari tahun ke tahun.

37

Page 38: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

B. Ciri-ciri Ragam Bahasa PersSejalan dengan uraian sifat-sifat ragama bahasa pers yang dikemukakan

di atas, ciri-ciri ragam bahasa pers pun tampaknya lebih mementingkan pihak pembaca daripada mempertahankan tradisi sendiri sebagai sebuah profersi. Berikut dikemukakan butir-butir ciri ragam bahasa pers yang juga diilhami oleh Rosihan Anwar (1976). (1) Tingkat kesulitan kata/istilah yang digunakan disesuaikan dengan tingkat

pengetahuan dan keterampilan berbahasa pembaca

(2) Penggunaan kata-kata kompleks disesuaikan dengan pengetahuan bahasa

pembaca

(3) Struktur kalimat tidak terlalu kompleks; tidak lebih dari tiga kalimat

tunggal yang digabung menjadi satu

(4) Penalaran kalimat bersifat kronologis

(5) Kalimat taksa (ambigu) dihindari

(6) Informasi yang diwadahi kalimat-kalimat itu menarik perhatian pembaca

C. Judul Berita(1) Judul bukan kalimat, melinkan proposisi

(2) Judul terdiri atas kata, istilah berupa kata kunci yang mencerminkan isi

tulisan

(3) Judul bukan singkatan atau akronim yang belum lazim

(4) Judul memiliki daya pikat yang tinggi sehingga pembaca

tertarik.

D.. Gejala Kerancuan Kalimat(1) Pernyataan yang tidak mengandung unsur subjek:

a. Dengan demikian akan memudahkan para mahasiswa untuk

menyelesaikan studinya.

38

Page 39: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

b. Oleh karena itu disebut sebagai biang kekerasan dan kerusuhan di

Poso.

Seharusnya:a. Dengan demikian, bantuan itu akan memudahkan para mahasiswa

untuk menyelesaikan studinya.

b. Oleh karena itu, ia disebut sebagai biang kekerasan dan kerusuhan di

Poso.

(2) Pernyataan yang tidak mengandung unsur predikat:

a. Di samping itu pula Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan di

mana seluruh lembaga-lembaga pemerintah berkantor.

b. Tertinggi di rayon C sedang yang terendah di rayon A.

Seharusnya:a. Di samping itu, Jakarta merupakan pusat pemerintahan tempat semua

lembaga pemerintah berkantor.

b. Prestasi itu tertinggi di rayon C, tetapi terendah di rayon A.

(3) Pernyataan berupa anak kalimat pengganti predikat:

a. Sehingga keyakinan tersebut cukup kuat untuk tetap mendorongnya

berjuang terus.

b. Sebab tahap seleksi penerimaan polisi telah rampung.

Seharusnya: a. Kita perlu memberi keyakinan hidup sehingga keyakinan tersebut

cukup kuat untuk mendorongnya berjuang terus.

b. Latihan fisik sudah dapat direncanakan sebab tahap seleksi

penerimaan polisi telah rampung.

Gejala ini ditandai dengan penggunaan kata hubung pada awal kalimat, seperti: sehingga, sebab, karena, agar, supaya, bila, apabila,

39

Page 40: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

meskipun, walaupun.(4) Pernyataan yang hanya berupa keterangan penjelas atau keterangan

tambahan:

a. Karena kondisi lahannya yang berkadar kapur tinggi sehingga

kurang baik untuk pertanian.

b. Terutama terkonsentrasi pada muara Sungai Jeneberang.

Seharusnya:a. Daerah itu tidak dapat dikembangkan menjadi daerah pertanian

karena kondisi lahannya berkadar kapur tinggi.

b. Beberapa hari terakhir pengerukan terutama terkonsentrasi pada

muara Sungai Jeneberang.

(5) Pernyataan yang berupa frase preposisi:

a. Bagi seorang wartawan, sebagai pedoman penulisan berita.

b. Mengenai jumlah calon anggota DPD yang terindikasi sebagai

anggota partai.

Seharusnya:a. Kode etik sangat berguna bagi seorang wartawan sebagai pedoman

penulisan

berita.b. Rapat itu membicarakan mengenai jumlah calon anggota DPD yang

terindikasi sebagai anggota partai.

(6) Pernyataan yang dimulai dengan kata hubung setara:

a. Dan unit-unit kecil tersebut lebih muda untuk dipetikemaskan.

b. Atau pada waktu bertutur dengan ragam bahasa formal, tiba-tiba

diselipkannya ragam bahasa informal.

Seharusnya:a. Unit-unit kecil tersebut lebih mudah dipetikemaskan.

40

Page 41: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

b. (Pada) waktu bertutur dengan ragam bahasa formal, tiba-tiba

diselipkannya ragam bahasa informal.

E. Penerapan Kaidah Ejaan yang Disempurnakan 1) penulisan huruf

(1) huruf kapital

(2) huruf miring

2) penulisan kata

(1) kata dasar

(2) kata bentukan

(3) kata gabung

(4) kata serapan

(5) kata asing3) pemenggalan kata

(1) kata dasar

(2) kata bentukan

4) penulisan lambang bilangan

(1) ukuran

(2) takaran

(3) timbangan

(4) simbol ilmiah

5) penulisan singkatan

(1) singkatan

(2) akronim

6) penggunaan dan penulisan tanda baca:

(1) tanda baca perhentian mutlak (titik, tanda tanya, tanda seru)

(2) tanda koma (,)

41

Page 42: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

(3) tanda titik dua (:)

(4) tanda titik koma (;)

(5) tanda petik satu (‘)

(6) tanda petik dua (“)

(7) tanda penyingkat (‘)

(8) tanda garis miring (/)

(9) tanda hubung (-)

(10) tanda pisah (--)

(11) tanda kurung ( )

Singkatan dan Akronim Singkatan terdiri atas huruf atau deretan huruf yang umumnya diambil dari huruf awal kata.Contoh:1) Gelar kesarjanaan:

Drs. : Drs. FardilahuddinM.A. : Usman Jafar, M.A.M.Sc. : Kumalasari, M.Sc.Ph.D. : Jamaluddin, M.A., Ph.D.S.H. : Irhanuddin, S.H.M.B.A. : Fajaruddin, M.B.A.M.T. : Sirajuddin, M.T.M.Sn. : Novita, M.Sn.dst.

2) Lembaga pemerintah: MPR, DPR, MA, DPA, dst.

3) Singkatan umum:

a.n. : atas nama (bukan an., An.)u.b. : untuk beliau (bukan ub., Ub.) dll. : dan lain-laind.a. : dengan alamat (bukan d/a)Jl., Jln. : Jalan Cenderawasih 34 (Jln. Cenderawasih No. 34)sda. : sama dengan di atas

42

Page 43: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

dst. Akronim adalah kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis atau dilafalkan sebagai kata yang wajar.

Andal : analisis dampak lingkungan Ampera : Amanat Penderitaan Rakyat Armed : Artileri Medan Bakopda : Badan Koordinasi Pembangunan Daerah Babinkumnas Badan Pembinaan Hukum Nasional

43

Page 44: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

PRAGMATIK SEBAGAI ANCANGAN ANALISIS

Dr. Achmad Tolla, M. Pd.

a. Latar Belakang Sejarah Pragmatik

Istilah pragmatik digunakan dalam linguistik sejak tahun 1938 yaitu

ketika Charles Morris mengembangkan linguistik semiotik. Charles Morris

mengemukakan bahwa dalam semiotik dibedakan tiga cabang kajian yaitu, (1)

semantik yang mempelajari hubungan formal antara tanda yang satu dengan

yang lain, (2) semantik yang, memperlajari hubungan antara tanda dengan

obyek yang ditandai, dan (3) pragmatics yang mempelajari hubungan antara

tanda dengan pemakaiannya. Dalam kajian semiotik ini, bahasa juga termasuk

dalam sistemtanda. Pengertian semantik yang dikemukakan oleh Charles

Morris ini menyarankan cakupan kajian yang luas. Dalam pengertian dengan

teori semantik behaviorisme. Dikatakannya bahwa untuk memahami pengertian

dan ciri-ciri pragmatik secarra mendalam perlu diketahui bahwa pragmatik

mengkaji fenomena-fenomena psikologi, biologi, dan sosiologi bahasa. Dengan

demikian, linguistik terapan yang kita kenal sekarang ini yakni psikolinguistik,

sosiolinguistik, dan neurolinguistik termasuk dalam kajian pragmatik.

Pengertian pragmatik yang dikemukakan oleh Charles Morris ini merupakan

dasar bagi pengembangan pragmatik lebih lanjut oleh ahli-ahli ilmu bahasa

yang lain (Syafi’ie, 1989;70).

44

Page 45: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Soemarrmo (1988) menuliskan bahawa pragmatik pada tahun 1930-an

merupakan bidang linguistik yang dianaktirikan, terutama oleh para linguis di

Amerika. Dengan munculnya karya filsafat oleh Austin (1962), Searle (1969),

dan Grice (1967) beberapa linguis sudah mulai mengintegrasikan pragmatik

kedalam teori tata bahasa mereka. Perhatian terhadap bidang pragmatik juga

dipercepat dengan perkembangan di bidang sosiolinguistik, psikolinguistik,

inteligensi artifisal, dan ilmu kognitif pada umumnya.

Verhaar (1980) menuliskan pula bahwa pragmatik sebagai salah satu

cabang linguistik mulai berkumandang dalam percaturan dunia linguistik

Amerika sejak tahun 1970-an. Pada tahun-tahun sebelumnya khususnya tahun

1930-an, linguistik dianggap hanya mencakup fonetik, morfologi, dan era

Bloomfield, kajian sintaksis dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan

makna di kesampingkan karena dianggapnya terlampau sulit untuk diteliti dan

dilibatkan dalam proses analisis.

Dengan berkembangnya teori linguistik oleh Chomsky pada tahun

1960-an, sintaksis mulai mendapatkan tempatdi dalam linguistik, linguis yang

berlatar belakang filsafat ini menegaskan bahwa sintakksis merupakan bagian

linguistik yang sifatnya sentral. Gagasan ini kemudian melahirkaan paradigma

di dalam dunia linguistik. Sekalipun linguistik Chomsky sering dianggap relatif

lebih maju dibandingkan dengan linguistik era sebelumnya, bagi tokoh ini

masalah makna asih diangapnya suit dilibatkan dalam proses analisis

(Raharddi;2000;44).

45

Page 46: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Pada awal tahun 1970-an, pragmatik mulai bruandang di belahan bumi

Amerika. Para linguis yang bernuansa transformasi generatif seperti Ross dan

Lakoss menyatakaan bahwa kajian sintaksiss tidak dapat meemisahkan diri

dengan konteksnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa dengan munculnya tokoh-

tokoh tersebut, tertanda runtuhnya dan teori bahasa yang berkembang di masa-

masa. Maka pada masa inilah sosok pragmatik mulai mendapat tepat di bumi

linguistik (Purwo, 1990:10).

Lain halnya di belahan bumi Eropah, kegiatan menelaah bahasa dengan

mempertimbangkan makna dan situasi (misalnya aliran Praha, aliran Firth)

sudah berkembang sejak tahun 1940-an. Aliran Firth tersebut dikenal dengan

nama FirthianLinguistics dengan basis di Inggris yang ditopan aliran Praha

(Prague School) dengan basis di Chekozlovakia. Aliran Praha ditokoohi oleh

Matheus, Trubetzoy, Roman Jakbsoon, Vachek, dan beberapa kawan lainnya.

Pada tahun 1960-an, M.A.K. Halliday mengembangkan teori sosial mmengenai

bahasa, maka semakin jelaslah bahwa linguistik tidak dapat dipisahkan dari

masyarakat dengan segala latar belakang sosiokultural yang mewadahi dan

melatarbelakanginya (Rahadi, 2000:44-45).

Firth mengemukakan bahwa kajian bahasa tidak dapat dilakukan tanpa

mempertimbangkan konteks situasi yang meliputi, pelibat (partisipants),

tindakan pelibat (baik tindak tutur maupun bukan tindak tutur), ciri-ciri stuasi

yang lain yang relevan sepanjang hal itu mempunyai sanggkut paut tertentu

dengan hal sedang berlangsung, dan dampak-dampak tindak tutur yang

46

Page 47: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

diwujudkan dengan bentuk-bentu perubahan yang ditimbuulkan oleh hal-hal

yang dituturkan oleh pelibat dalam situasi (Halliday dan Hasan,1994:11).

Perhatian terhadap bidang kajian ini diresmikan pada tahun 1977

dengan timbulnya sebuah majalah “Journal of Pragmatics” yang menerbitkan

karya-karya tulis bernuansa pragmatik. Pada saat itu terbentuk pula suatu

organisasi IPRA (International Pragmatics Association) dan konperensi yang

membahas soal pragmatik juga mulai timbul. Namun, majalah dan koperensi-

konperensi itu tidak memberikan gambaran yang jelas tentang bidang kajian

yang termasuk penelitian pragmatik (Soemarmo, 1988:160).

b. Batasan Pragmatik

Istilah pragmatik sebagai bidang kajian di dalam ilmu linguistik diberi

batasan yang berbeda-beda oleh para pakar linguistik. Beberapa batasan yang

relevan dipaparkan pada bagian ini untuk mendapatkan gambaran yang jelas

tentang pragmatik.

Levinson (1983:9) mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang

mempelajari hubungan antara bahasa dengan konteksnya yang ditatabahasakan

atau dikodekan dalam struktur pemakaian bahasa. Verhaar (1996:9)

menegaskan bahwa pragmatik mempelajari hal yang termasuk struktur bahasa

sebagai alat komunikasi antar penutur dan mitra tutur serta sebagai pengacuan

tanda-tanda bahasa yang sifatnya ekstra linguistik.

47

Page 48: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Leech (1983:8) berpendapat bahwa pragmatik adalah studi tentang

makna bahasa dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujaran (Speech

situations). Morris (dalam Syafi’ie, 1987:70) memberikan batasan bahwa

pragmatik merupakan studi bahasa yang mempelajari hubungan antara tanda

dengan pemakainya.

Parker (dalam Wijana, 1996:2) menjelaskan bahwa semantik dan

pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang menelaah makna-makna satuan

linguistik. Perbedaannya, semantik mempelajari makna secara internal,

sedangkan pragmatik mempelajari makna secara eksternal. Adapun yang

dimaksud dengan hal itu adalah bagaimana satuan linguistik tertentu digunakan

dalam komunikasi yang sebenarnya. Menurutnya pula, studi tata bahasa tidak

perlu dikaitkan dengan konteks sedangkan studi pragmatik mutlak dikaitkan

dengan konteks. Berdasarkan hal itu studi tata bahasa dapat dianggap sebagai

studi yang bebas konteks (konteks independent). Sedangkan studi pemakaian

tatabahasa dalam komuniksi yang sebenarnya mutlak dikaitkan dengan konteks

yang melatarbelakanginya. Studi bahasa yang demikian ini dapat disebut

sebagai studi yang terikat konteks (context dependent).

Tidak jauh berbeda dengan batasan yang disampaikan para tokoh di

atas, Soemarmo (1988:169) berpendapat bahwa semantik berhubungan dengan

makna internal (harfiah), sedangkan pragmatik berhubungan dengan makna

konotaatif, (kiasan). Gunarwan(1992:10) mengemukakan bahwa makna dalam

semantik ditentukan oleh koteks (co-tex), sedangkan makna di dalam pragmatik

ditentukan oleh kontek (contex). Koteks di sini dimaksudkan sebagai

48

Page 49: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

lingkungan fisik yang berkaitan dengan tuturan, sedangkan konteks merupakan

lingkungan sosial yang berkaitan dengan tuturan. Wijana (1996:11) lebih

memperjelas maksud konteks yakni segala latar belakang pengetahuan yang

dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur.

Selanjutnya, Purwo (1990:16) mempertegas batas antara semantikdan

pragmatik yang tergambar pada batasan berikut. Pragmatik adalah telah

mengenai segala aspek makna yagn tidak tercakuup di dalam teori semantik.

Artinya, yang ditelaah dalam pragmatik adalah makna kalimat (sentence),

sedangkan pragmatik adalah telaah makna tuturan (utterance). Kalimat adalah

abstrak (entites) seperti yang didefinisikan dalam teori tata bahasa dan tuturan

adalah pengujaraan kalimat pada konteks yang sesungguhnya. Dengan demikin

semantik menggeluti makna kata atau klausa, tetapi makna yang bebas konteks

(context-independent), sedangkan pragmatik menggeluti makna yang terikat

konteks (kontext-independen).

Terikat dengan hal di atas, Wijana (1996:3) mempertegas bahwa makna

yang dikaji oleh semantik bersifat diadis artinya makna itu dapat dirumuskan

dengan kalimat “Apa makna X itu?” Makna yang ditelaah dengan pragmatik

berrsifat triadis artinya makna itu dapat dirumuskan dengan kalimat “Apakah

yang kau maksud dengan berkata x itu?”.

Dari berbagai batasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik

adalah bidang ilmu bahasa yagn mengakaji penggunaan bahasa berdasarkan

konteks yagn melatarbelakanginya. Konteks yang dimaksud mencakup dua hal,

49

Page 50: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

yakni konteks yang bersifat sosial (social) dan konteks yagn bersifat sosietal

(societal). Konteks sosial dapat diartikan sebagai konteks yang timbul sebagai

akibat dari adanya interaksi antara anggota masyarakat dalam suatu masyarakat

sosial dan budaya tertentu. Adapun yang dimaksud dengan konteks sosietal

adalah konteeks yang faktor penentuannya adalah kedudukan anggota dalam

masyarakat dalam institusi-institusi sosial dan budaya tertentu. Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa menurut pakar ini dasar dari munculnya

kontekssosietal adalah adanya kekuasaan (poower), sedangkan dasar dari

konteks sosietal adalah adanya solidaritas (solidarity).

Selanjutnya, pragmatik mengkaji makna yagn dimakssudkaan penutur

dalam menuturkan suatu bahasa tertentu pada sebuah bahasa. Karena yang

dikaji didalam pragmatik adalah makna, maka pragmatik dalam banyak hal

sejajar dengan semantik juga mengkaji soal makna. Perbedaan antar keduanya

adalah bahwa pragmatik mengkaji makna bahasa secara eksternal sedangkan

semantik mengkaji makna bahasa secara internal. Makna dikaji dalam

pragmatik bersifat terikat konteks sedangkan makna yagn dikaji dalam

semantik bersifat bebas konteks. Makna yang dikaji dalam semantik bersifat

diadik sedangkan makna dikaji dalam pragmatik bersifat triadik. Pragmatik

mengkaji bantuk bahasa untuk memahami maksud penutur sedangkan semantik

mengkaji bentuk bahasa untuk memahami makna satuan bahasa terssebut.

c. Konteks Situasi Tutur

50

Page 51: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Pada bagian terdahulu telah dipaparkan bahwa pragmatik adalah studi

bahasa yang mendasarkan analisanya pada konteks. Konteks yang dimaksud

disini adalah segala latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh

penutur dan mitra tutur serta yang mendasari atau yang mewadahi sebuah

pertuturan. Wijana (1996:10-11) menyatakan bahwa konteks yang demikian itu

dapat disebut dengan konteks situasi tutur (speech situational contex). Konteks

situasi tutur menurutnya mencakup aspek-aspek sebagai berikut :

1. Penutur lawan penutur

2. Konteks tuturan

3. Tujuan tuturan

4. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas

5. Tuturansebagai produk tindak verbal

Secara singkat kelima aspeek situasi tutur itu dapat diuraikan sebagai

berikut:

1. Penutur dan lawan penutur dapat berarti pembicaraan dan

pendengar atau mitra tutur. Konsep ini dapat juga mencakup penulis

dan pembaca pada ragam bahasa tulis.

2. Konteks tuturan mencakup aspek tuturan yang relevan baik secara fisik

maupun nonfisik. Konteks dapat pula berarti semua latar belakang

pengetahuan yang dimiliki oleh penutur dan mitra tutur secara bersama-

sama.

51

Page 52: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

3. Tujuan tuturan berkaitan erat dengan bentuk tuturan seseorang. Hal ini

berarti bahwa turan itu terwujud karena dilatarbelakangi oleh maksud dan

tujuan tuturan. Olehnya itu secara pragmatik, satu bentuk tuturan dapat

memiliki maksud dan tujuan yang bermacam-macam. Demikian pula

sebaliknya, satu maksud dan tujuan tuturan yang mendasari perbedaan

antara pragmatik yangbeorientasi fungsional dengan tatabahasa yagn

berorientasi formal atau structtural.

4. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas merupakan lahan garapan

pragmatik. Karena pragmatik berhubungan dengan tindakan verbal yang

terjadi dalam situasi tertentu. Dalam kaitan ini, pragmatik menangani

bahasa yang bersifat kongkret karena jelas penutur dan lawan tuturnya,

serta watu dan tempat penuturannya.

5. Tuturan sebagai produk tindak verbal. Hal ini berarti bahwa pada dasarnya

tuturan yang ada di dalam sebuah penuturan adalah hasil tindak verbal para

peserta tutur dengan seegala pertimbangan konteks yang meendasari dan

melingkupinya.

d. Fenomena Pragmatik

Purwo (1990:17) mengatakan bahwa fenomena yang merupakan kajian

pragmatik yang telah disepakati hingga kini mencakup empat hal pokok yani,

(1) deiksi, (2) praanggapan (Presupposition), (3) tindak tutur (spech act) dan

(4) implikatur perrcakapan (conversational implicature).

52

Page 53: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Pragmatik sebagai topik yagn melingkupi diksis, praanggapan,

tindaktutur, dan implikatur percakapan, makalazim diberi definisi sebagai

telaah mengenai hubungan antara lambang dengan penafsiran. Yang dimaksud

dengan lambang di sini adalah satuan ujaran berupasatu kalimat atau lebih yang

membawa makna tertentu berdasarkan hasil penafsiran pendengar.

Sebuah satuan ujaran dapat dipahami pendengar dengan baik apabila

deiksisnya jelas, praanggapannya diketahui, tindak tutur dan implikatur

percakapnnya dipahami. Keempat fenomena pragmattik itu dibicarakan di

bawah ini.

1. Deiksis.

Istilah deiksis berasal dari bahasa Yunani yang arrtinya penunjukan

(Idat, 1994:59). Lyons (1977:637) mengatakan bahwa deiksis berkaitan dengan

lokasi dan identifikasi orang, objek, peristiwa, proses atau kegiatan yang

sedang dibicarakan atau yang sedang diacu dalamhubungannya dengan dimensi

ruang dan waktu pada saat dituturkan oleh penuttur.

Chaer dan Agustina (1995:755) meemberi batasan bahwa deiksis adalah

hubungan antara kata yang digunakan di dalam tindak tutur dengan referen kata

itu yang tidak tetap atau dapat berubah dan berpindah. Kata-kata yang refennya

bisa menjadi tidak tetap ini diseebut kata-kata deiktis. Kata-kata tersebut

meliputi kata-kata yang berrkanaan dengan persona, tempat, dan waktu.

53

Page 54: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Sejalan dengan pendapaat di atas, Idat(199:59) menegaskan bahwa

fenomena deeiksis merrupakan cara yang palingg jelas untuk mengambarkan

hubungan antara bahasa dan konteks di dalam struktur bahasa itu sendiri.

Deiksis berdasarkan prototipe adalah penggunaan pronomina demonstratif,

pronomina persona, kala, temporal khusus dan lokasi, dan termask ciri-cirri

gramatikal yagn terkait langsung di dalam situasi tuturan. Menurutnya pula

upaya deiksis dapat berupa, 1) pronmina persona, nam diri, demonstrati, 2) kala

(tense), 3) keaspekan (ciri graamatikaal/leksikal waktu).

Purwo (1990) menandaskan bahwa deiksis adalah perubahan makna

kata-kata atau kalimat karena perubahan konteks. Jadi, kalau salah satu segi

makna dari kata-kata atau kalimat berganti kaarena pergantian kontteks, makaa

kata atau kalimat itu meempunyai makna deiksis. Sehingga Soemmarrmo

(1988:170) menyatakaan bahwa pengaruh konteks itulah yang menyebabkan

penyelidikan deiksis diangap bidang kajian pragmatik.

Bertolak dari beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

deiksis adalah suatu cara yang dilakukan dalam bertutur untuk mengacu

kehakikat makna tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat

ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi oleh

konteks pembicaraan. Hal ini menyiratkan makna bahwa sebagian kata dalam

bahasa tidak dapat ditafsirkn sama sekali apabila konteks penutur tidak

diketahui. Kata-kata itu contohnya di sini, di sana, ini, itu, seekarang, kemarin,

dan pronominaseeperti saya, kamu, kalian dan sebaginya.

54

Page 55: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Ada kalanya kalimat-kalimat dalam bahasa indonesia tidak dapat

dimengerti apabila tidak diketahui siapa yang mengatakan, tentang apa, di mana

dan kapan. Misalnya “Dia harus mengembalikan buku itu sekarang”, sebab

saya akan ulangan besok. Apabila tidak diketahui konteksnya, tentu maknanya

sangat kabur. Kalimat itu mengandung deiksis ( dia, itu, sekarang, besok ) yang

maknanya terganttung pada konteks penuturan.

Nababan (1987:40) mengklaasifikasikan deiksis dalam lima bagianyaitu

deiksis dengan orang, deiksis tempat, deiksis akttu, deiksis sosial, dan deiksis

wacana. Kelima jenis deiksis ittu diuraikan secara jalas dalam Cahyono

(1995:218-219) sebagai berikut.

a. Deiksis orang; mengacu kepada peran partisipan yang terlibat dalam

peristiwa bahasa. Dalam deiksis oorang ini dikenal pronominaa persona

atau kata ganti orang yang meliputi, (1) kata ganti orang pertama

misalnya saya, kita, dan kami, (2) kata ganti orang kedua misalnhya,

kamu, kalian, saudara, dan (3) kata ganti orang ketiga misalnya dia dan

mereka.

b. Deiksis tempat; mengaccu kepada lokasi tertentu yang berhubungan

dengan pertisipan dalam situasi berbahasa, misalnya di sini, di sana, ini,

itu.

c. Deiksis waktu; mengacu kepada pengungkapan bentuk rentang waktu

dipandang dari waktu ujaran tersebut diucapkan misalnya, sekarang,

kemarin.

55

Page 56: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

d. Deiksis sosial; misalnya mengacu kepada perrubahan-perubahan makna

ujaran.

e. Deiksis wacana, mengacu kepaada bagian-bagian tertentu dalam wacana

yang telah diberikan ataau sedang dikembangkan.

2. Praanggapan (Presupposition)

Kridalaksana (1982:137) mendefinisikan praanggapan sebagai suatu

syarat yang diperlukan bagi benar tidaknya suatu kalimat. Hal ini menyiratkan

makna bahwa sebuah tuturan dapat dikatakan mempraanggapkan tuturan yang

lain apabila ketidakbenaran tuturan yang dipraanggapkan mengakibatkan

kebenaran atau ketidakbenaran tuturan yang mempraangapkan tidak dapat

dikatakan.

Sebuah kalimat memperangggapkan dan mengimplikasikan kalimat

yang lain jika ketidakbenaran kalimat yang kedua (yang diperanggapkan)

mengakibatkan kalimat yang pertama (yang memperanggapkan) tidak dapat

dikatakan banar atau salah (Wijana, 1996:37). Untuk jelasnya, kedua

pernyataan di atas, dapat diperhatikan sebuah tuturan yang berbunyi “Orang

kaya di desa itu, sombong sekali.” Tuturan ini memperanggapkan adanya

seseorang yang sangat kaya. Apabila dalam kenyataannya memang ada

seseorangg yang sangat kaya di desa itu, tuturan di atas dapat dinilai benar

salahnya. Sebaliknya apabil di desa itu tidak ada seseorang yang sangat kaya,

tuturan tersebut tidak dapat ditentukan benar-salahnya.

Brown dan Yule (1983:260) membedakan antara praanggapan leksikon

dengan praanggapan pragmatis. Menurutnya, praanggapan leksikon sebuah

56

Page 57: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

tuturan tidak perlu tunjang oleh konteks tuturan. Sedangkan praanggapan

pragmatis membutuhkan konteks untuk memaknakannya secara tepat.

Selanjutnya ditegaskan bahwa praanggapan pragmarris ditentukan batas-

batasnya berdasarkan anggapan-anggapan pembicaraan mengenai apa yang

kemungkinan akan diterima oleh pendengar tanpa penolakan.

Menurut Purwo (1993:31) bahwa penggunaan praanggapan oleh

pembicara hanyalah ditujukan kepada pendengar yang menurut pembicara

pendengar juga memiliki pengalaman dan pengetahuan seperti yang dimiliki

pembicara. Jadi, menurutnya praanggapan merrupakan pengetahuan bersama

antara pembicara dan pendengar sehingga tidak perlu diutarakan. Pembicaralah

yang beranggapan bahwa pendengar memahami apa yang dipraanggapkan dan

yang menjadi sumber praanggapan adalah pembicara.

3. Implikatur Percakapan (Conversational Implicature).

Di dalam penuturan sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara

lancar berkomunikasi karena mereka memiliki kesamaan latar belakang

pengetahuan tentang sesuatu yang dibicarakan itu. Di antara penutur dan mitra

tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa hal yang

sedang dipercakapkan itu dapat saling dimengerti. Grice (dalam Wijana,

1996:37) mengemukakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan

proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan dapat mengimplikasikan

proposisi yang diimplikasikan itu dapat disebut dengan implikatur percakapan.

Tuturan yang berbunyi “Pak guru datang, jangan ribut!” tidak semata-mata

dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa pak guru sudah datang. Si penutur

bermaksud memperringatkan mitra tutur bahwa Pak Guru yang bersikap keras

57

Page 58: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

dan tegas itu akan melakukan sesuatu terhadapnya apabila ia masih terus ribut.

Dengan perkataan lain, tuturan itu mengimplikasikan bahwa Pak Guru adalah

orang yang keras, tegas, dan sering marah pada siswa yang sedang ribut. Di

dalam implikatur, hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud

yang tidak dituturkan bersifat tidak mutlak. Maksud tuturan harus didasarkan

pada konteks situasi tutur yang mewadahi munculnya tuturan tersebut.

Sejalan dengan hal di atas, Allan (1986) menegaskan bahwa bertutur

adalah kegiatan yang berdimensi sosial. Kegiatan bertutur dapat berlangsung

dengan baik apabila para peserta tutur terlibat aktif di dalam proses bertutur

tersebut. Apabila terdapt satu atau lebih pihak yang tidak terlibat akttif dalam

kegiatan bertutur, dapat dipastikan pertuturan itu tidak dapat berjalan lancar.

Selanjutnya dijelaskan pula bahwa agar proses komunikasi antara

penutur dan mitra tutur dapat berjalan lancar, mereka harus dapat saling bekerja

sama. Kerja sama yang baik dalam proses bertutur itu dapat dilakukan dengan

berprilaku sopan kepada pihak lain. Berprilaku sopan itu dapat dilakukan

dengan cara mempertimbangkan “muka” si mitra tutur di dalam kegiatan

bertutur.

Rahardi (2000:50) menegaskan bahwa agar pesan (message) dapat

sampai dengan baik pada peserta tutur, komunikasi yang terjadi itu perlu

mempertimbangkan prinsip-prinsip berrikut : (1) prinsip kejelasan (clarity), (2)

prinsip kepadatan (conciseness), dan (3) prinsip kelangsungan (direstness).

Prinsip-prinsip ini secara lengkap dituangkan dalam prinsip kerja sama Grice.

Prinsip kerja sama Grice (dalam Levinson, 1983:101-102) meliputi empat

maksim yang satu per satu dapat dijelaskan sebagi berikut :

58

Page 59: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

a. Maksim kualitas (The maxim of quality)

Di dalam percakapan, berusahalah menyatakan sesuatu yang benar.

- Jangan menyatakan sesuatu yang Anda percaya bahwa hal itu tidak

benar.

- Jangan menyatakan sesuatu yang tidak ada buktinya atau yang buktinya

kurang cukup.

b. Maksim kuantitas (The maxim of quantity)

- Berilah keterangan yang secukupnya

- Janganlah menyatakan sesuatu yang tidak diperlukan.

c. Maksim relevan (The maxim of relevace)

- Katakanlah hanya yang berguna atau yang relevan.

d. Maksim cara (The maxxim of manner)

Berbicaralah dengan jelas, khususnya :

- Jangan mengatakan sesuatu yang tidak jelas;

- Jangan mengatakan sesuatu yang ambigu;

- Berbicaralah dengan singkat;

- Berbicaralaah secara khusus.

4. Tindak Tutur (Speect Act)

Istilah teori mengenai tindak tutur pertama-tama dimunculkan oleh

Austin, seorang guru besar di Univeristas Harvard pada tahun 1956. Teori yang

bersumber dari bahan kuliah itu kemudian dibukukan oleh J.O Urmson pada

tahun 1965 dengan judul “How to do Thing With Word?” Namun, teori

tersebut baru terkenal dalam dunia linguistik setelah Searle pada tahun 1969

59

Page 60: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

menerbitkan buku dengan judul “Speech Act: And Essay in The Philosophy of

Language.”

Searlee (1969:23-244) mengemukakan bahwa secara pragmatis terdapat

setidaknya tiga macam lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (illocutionarry

act), dan tindakperlokusi (perlocutionary act).

Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu, dengan

kata, frase, dan kallimat sesuai dengan makna yang terkandung di dalamnya.

Dalam hal ini, tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang

disampaikan penutur. Jadi tuturan “Saya Lapar”, hanya semata-mata

dimaksudkan untuk memberitahukan mitra tutur bahwa penutur sedang dalam

keadaan lapar, tanpa bermaksud meminta makanan.

Tindak ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan

fungsi tertentu. Jadi, tuturan, “Saya Lapar”, yang diucapkan penutur bukan

semata-mata dimaksudkan untuk memberitahu mitra tutur bahwa pada saat

dituturkan tuturan itu penutur sedang lapar, namun lebh dari itu, dimaksudkan

pula untuk meminta makanan.

Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang mengacu ke efek yang

ditimbulkan penutur dengan mengatakan sesuatu kepada mitra tutur. Tuturan

“Saya Lapar” dapat berfungsi sebagai perlukosi jika diucapkan oleh seseorang

untuk menumbuhkan pengaruh rasa takut kepada anak-anak kecil. Rasa takut

itu munccul karena yang menuturkan tuturan itu pada kesehariannya sering

menakut-nakuti anak kecil.

Selanjutnya, Searle (1969) mengklasifikasikan tindak tutur ilokasi

dalam lima jenis. Kelima jenis tutur itu dapat dijelaskan sebagai berkiut: (1)

aserif, yaitu tindak tutur yang mengikat penuturanya pada kebenaran proposisi

60

Page 61: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

yang diungkapkan, misalnya: menyatakan, melaporkan, menunjukkan,

menyebutkan; (2) direktif, yaitu tindak tutur yang dilakukan penuturnya

dengan maksud agar si mitra tuturr melakukan tindakan yangg disebutkan di

dalam tuturan itu, misalnya; menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan,

menantang; (3) ekspresif, yaitu tindak tutur yang dilakukan dengan maksud

untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penuturr terhadap suatu

keadaan, misalnya: berterima kasih, memuji, mengeluh, meminta maaf; (4)

komisif, yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan hal

yang disebutkan dalam ujarannya, misalnya: berjanji, bersumpah, mengancam;

dan (5) deklaratif, yaitu tindak tutur yang dilakukan penutur dengan maksud

untuk menciptakan hal yang baru, misalnya: memutuskan, membatalkan,

melarang, mengizinkan, mengankat, dan menghukum.

Suatu hal yang perrlu dicatat dari pengklarifikasian tindakk tutur di

atass, bahwa ternyata satu tindakan tutur dapat mempunyai lebih dari satu

fungsi. Pakar lain ternyata satu tindak tutur dapat mempunyai leebih dari satu

fungsi. Pakar lain seperti Blum-Kulka (dalam Gunarwan, 1994:86) justru

menyaatakan hal lain seperti sebaliknya, yakni bahwa satu maksud atau satu

fungsi bahasa dapat dinyatakan dengan bentuk tuturan yang bermacam-macam.

Menyuruh misalnya, dapat diungkapkan dengan berbagai bentuk tuturan sperti:

(1) dengan kalimat bermodus imperatif (“Pindahkan kotak ini”), (2) dengan

kalimat performatiff eksplisit (“Saya minta Saudara memindahkan kotak ini!),

(3) dengan kalimat performatif berpagar (“Saya sebenarnya mau minta Saudara

memindahkan kotak ini”), (4) dengan pernyataan keharusan (“Saudara harus

memindahkan kotak ini”), (5) dengan pernyataan (“Saya ingin saudara

memindahkan kotak ini”), (6) dengan rumusan saran (“Bagaimanaa kalau kotak

61

Page 62: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

ini dipindahkan?”), (7) dengan persiapan pernyataan (“Saudara dapat

memindahkan kotak ini?”), (8)dengan isyarat kuat (“Dengan kotak ini di sini,

ruangan ini kelihatan sesak.”), (9) dengan isyarat halus (“Ruangan ini Kelihatan

sesak.”).

Berangkt dari berbagai macam cara mengungkapkan suruhan pada

uraian di atas, dapat digarisbawahi dua hal pokok, yakni adanya (1) tuturan

langsung, dan (2) tuturan tidak langsung. Derajat kelangsungan tindak tutur itu

dapat diukur berdasarkan besar kecilnya jarak tempuh yang diambil oleh

sebuah tuturan. Maksudnya, jarak antara titik ilokusi yang berada dalam benak

penutur dengan titik tujuan ilokusi yang berada dalam benak mitra tutur.

Semakin jauh jarak tempuhnya, semakin tidak langsunglah tuturan itu.

Demikian pula sebaliknya, semakin dekat jarak tempuhnya semakin

langsunglah tuturan itu.

Selain dari pada itu, derajat kelangsungan tindak tutur dapat pula diukur

berdasarkan kejelasan pragmatiknya. Kerjasama pragmatik yang dimaksudkan

di sini adalah kehelasan maksud atau daya ilokusi sebuah tuturan. Semakin

tembus pandang maksud sebuah tuturan akan semakin langsunglah maksud

tuturan tersebut. Sebaliknya, semakin tidak tembus pandang maksud sebuah

tuturan akan semakin tidak langsunglah maksud tuturan itu.

Jadi, apabila kejelasan pragmatik itu dikaitkan dengan kesantunan maka

dapat disimpulkan bahwa semakin jelas maksud sebuah tuturan akan semakin

tidak santunlah tuturan itu. Sebaliknya, semakin tidak tembus pandang maksud

sebuah tuturan akan meenjadi semakin santunlah tuturan ittu. Dengan

penggolongan tindak tutur ke dalam bentuk-bentuk tutur akan memungkinkan

teridentifikasinya peringkat kesantunan tuturan dalam kegiatan bertutur.

62

Page 63: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

e. Teori Kesantunan Berbahasa

Gunarwan, (1994:87) menuliskan bahwa ada beberapa pakar yang telah

mengkaji masalah kesantunan berbahasa yakni, Lakoff (1972), Brown dan

Levinson (1986), dan Leech (1983). Teori mereka itu pada prinsipnya bertolak

dari pengamatan yang sama yaitu, bahwa di dalam berkomunikasi yang

sebenarnya, penutur tidak selamanya mematuhi prinsip-prinsip kerja sama

Grice, yang terdiri atas maksim-maksim. Perbedaannya hanya terletak pada

sudut pandang mereka wujud kaidah kesantunan (kaaidah sosial).

Lakoff (1972) berpendapaat bahwa ada tiga kaidah yang perrlu dipatuhi

agar tuturan dapat terdengar santunan oleh pendengar atau mitra tutur. Ketiga

kaaidah kesantunan itu adalah (1) formalitas (formality), (2) ketaktegasan

(hesitency), dan (3) persamaan atau kesekawanan (equality or camaradirie).

Jika dijabarkan lebih lanjut, yang pertama itu berarti jangan memaksa atau

jangan angkuh (aloof), yang kedua berarti buatlah sedemikian rupa sehingga

mitra tutur dapat menentukan pilihan (option); dan yang ketiga mengandung

makna, bertindaklah seolah-olaah Anda dan mitra tutur sama atau sejajar,

dengan kata lain buatlah ia merasa senang. Dengan demikian, menurut Lakoff,

sebuah tuturan dapat dikatakan santun apabila tuturan itu bersifat formal, tidak

memaksa, dan tidak terkesan angkuh, terdapat pilihan tindakan bagi mitra tutur,

dan tuturan tersebut hendaklah maampu membuat mitra tutur merasa sama,

bersahabat, merasa gembira, dan sejajar dengan penutur.

Fraser (1990) menjelaskan bahwa ujaran yang santun adalah ujaran

yang tidak melampaui hak atau tidak mengingkari kewajiban penutur. Hal yang

63

Page 64: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

perlu dicatat mengenai definisi kesantunan Frase itu adalah (1) kesantunan itu

adalah bagian dari ujaran, bukan ujaran itu sendiri, (2) pendengarlah yang

menentukan santun tidaknya sebuah tuturan, (3) kesantunan itu dikaitkan

dengan hak dan kewajiban peserta tutur, artinya sebuah tuturan terdengar

santun atau tidak, dapat diukur berdasarkan: pertama, apakah penutur tidak

melampaui haknya kepada mira tuturnya, dan kedua, apakah penutur memenuhi

kewajibaannya kepada mitra tuturnya itu.

Selanjutnya, dikatakn bahwa kewajiban pendengar atau mitra tutur

adalah menjawab prtanyaan pembicaraan atau penutur. Tindakan tidak

menjawab pertanyaan lawan tutur termasuk tindakan tidak santun. Jadi, yang

termasuk ke dalam hak dan kewajiban penutur dan mitra tutur itu adalah

menyangkut apa yang boleh diujarkan sserta cara menganjurkannya.

Lain halnya dengan Brown dan Levinson (1987), yang berdasarkan teori

kesantunannyaa pada nosoi muka (face) yaitu muka negatif dan muka positif.

Muka negatif menunjuk kepada citra diri setiap orang yng ingin dihargai

dengan cara membiarkannya bebas melakukan tindakaan atau bebas dari

keharusan mengerjaakan sesuatu. Muka positif merujuk kepada citra diri setiap

orang ingin agar hal yang dilakukannya, hal yang dimilikinya atau hal yang

merupakan nilai-nilai yang diyakininya diakui orang lain sebagai suatu hal yang

baik, yang meenyenangkan, yang patut dihargai, dan sebagainya.

Menurutnya, sebuah tindak tutur dapat merupakaan ancaman terhadap

muka yang ia ssebut sebagai “face-threatening act” (FTA). Untuk mengurangi

ancaman itulah sehingga di dalaam berkomunikasi tidak selalu harus mematuhi

maksim-maksim Grice, tetapi perlu mempertimbangkan penggunaan sopan

santun berbahasa. Mengingat ada dua sisi muka yang terancam yakni muka

64

Page 65: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

negatif dan muka positif, maka kesantunanpun dibagi menjadi dua yakni untuk

menjaga muka negatif, sedangkan kesatuan positif dimaksudkaan untuk

menjaga positif (brown dan Levinson, 1987).

Di dalam kesantunan Brown dan Levinson (1987) terdapat tiga skala

peringkat kesantunan sebuah tuturan. Ketiga kala tersebut ditentukan secara

konsektual, sosial, dan kultural yang selengkapnya mencakup skala-skaala

berikut.

1. Skala peringkat jarak sosial antara penuturr dan mitra tutur (social distance

between speaker and heaver) yang ditentukan oleh paremeter perbedaan

umur., jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural. Berdasarkan

kenyataan di masyarakat lazim didapatkan bahwa semakin tua umur

seseorang, semakin tinggi peringkat kesantunannya dalam bertutur.

Sebaliknya, semakin muda umur seseorang cenderung memiliki peringkat

kesantunan yang rendah di dalam bertutur. Wanita lazimnya memilki

peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan pria. Hal ini disebabkan

oleh kenyataan bahwa wanita cenderung lebih banyak bersentuhan dengan

sesuatu yang bernilai estetika dalam kesehariannya. Sebaliknya, pria

cenderung banyak bersentuhan dengan kerja dan pemakaian logika dalam

kesehariannya. Orang yang memiliki jabatan tertentu di dalam masyarakat

cenderung memilki peringkat kesantunan lebih tinggi dibanding dengan

masyarakat biasa.

2. Skala peringkat perbedaan kekuasaan antara penutur dan mitra tutur (the

speaker and hearer relative power) didasarkan pada kedudukan yang tidak

sejajar antara penutur dan mitra tutur. Sebagai contoh yang dapat

65

Page 66: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

dikemukakan bahwa di dalam kelas, seorang dosen memiliki peringkat

kekuasaan lebih tinggi dibanding dengan mahasiswa.

3. Skala peringkat status relatif jenis tindak tutur di dalam kebudayaan yang

bersangkutan (the degrr of imposition associated with the required

expenditure of goods or services). Hal ini didasarkanatas kedudukan relatif

tindak tutur yang satu dengan tindak tutur lainnya, artinya ada tindak tutur

yang di dilam suatu kebudayaan dianggap tidak terlalu mengancam muka.

Berbeda dengan Brown dan Levinson, yang mendasarkan kesantunan

pada nosi muka, Leech (dalam Gunarwan, 1994:91) mendasarkan kesantunan

berbahasa pada nosi-nosi: (1) biaya (coast) dan keuntungan (benefit), (2)

kesetujuan (agreement), (3) pujian (approbation), dan (4) simpati/antipatu.

Keempat noosi ini dipakai oleh Leech untuk menyusun “prinsip-kesantuna”

(politeness principle), yang dijabarkan menjadi enam maksim. Keenam maksim

itu diterjemahkan oleh Tarigan (1990:82-83) secara berturut-turut sebagai

berrikut.

1. Maksim kebijaksanaan

- Kurangi kerugian orang lain

- Tambahin keuntungan pada orang lain

2. Maksim kedermawanan

- Kurangi keuntungan diri sendiri

- Tanbahi pengorbanan diri sendiri

66

Page 67: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

3. Maksim penghargaan

- Kurangi cacian pada orang lain

- Tambahi pijian pada orang lain

4. Maksim kesederhanaan

- Kurangi pujian pada diri sendiri

- Tambahi cacian pada diri sendiri

5. Maksim permufakatan

- Kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain

- Tangkatkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain

6. Maksim simpati

- Kurangi antipati antara dirri sendiri dengan orang lain

- Perbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain.

Blum-Kulka (dalam Gunarwan, 1992:1992:191) mencatat sembilan tipe tuturan imperatif yang dapat digunakan

sebagai bertutur diuraikan berikut kesantunan. Kesembilan tuturan tersebut secaa berturut-turutt diuraikan berikut

ini.

1. Modus inperatif (perintah) artinya kalimat perintah yang dinyatakan

dngan rumusan perintah.

Contoh : “Bukakan jendela itu!”

2. Performatif artinya kalimat perintah dengan rumusan pernyataan.

Contoh: “Saya minta Saudara membuka jendela itu”

67

Page 68: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

3. Performatif berpagar artinya kalimat perintah dengan rumusan pernyataan

berpagar.

Contoh: “ Saya mau minta Saudara membuka jendela itu.”

4. Pernyataan keharusan artinya kalimat perintah dengan rumusan

pernyataan keharusan.

Contoh: “Saya ingin jendela itu dibukakan”

5. Pernyataan keinginan artinya kalimat perintah dengan rumusan

pernyataan keingina.

Contoh: “Saya ingin jendela itu dibukakan.”

6. Formula saran artinya kalimat perintah dengan rumusan saran.

Contoh: “Bagaimana kalau jendela itu saya bukakan?”

7. Pernyataan artinya kalimat perintah dengan rumusan pernyataan.

Contoh: “Saudara dapt membukakan jendela itu?”

8. Isyarat kuat artinya kalimat perintah dengan tumusan isyarat yang kuat.

Contoh: “Dengan jendela itu tertutur, ruangan ini sangat panas.”

9. Isyarat halus artinya kalimat perintah dengan menggunakan rumusan

isyarat halus.

Contoh: “Wah, pengat sekali ruangan ini.”

68

Page 69: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

PENULISAN BUKU AJAR

Dr. Achmad Tolla, M.Pd

Klarifikasi

Wujud asli makalah ini (dari halaman 1—8) ditulis oleh Prof. Dr.

Kamaruddin, M.A. untuk memenuhi permintaan Panitia SP4 Jurusan Bahasa

Indonesia. Tulisan yang saya siapkan untuk tujuan yang sama berjudul

69

Page 70: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

“Pengembangan Silabus dalam Pengajaran Bahasa Indonesia Berbasis

Kompetensi”. Setelah memperoleh permintaan dari Panitia SP4 Jurusan

Bahasa Jerman, makalah ini saya modifikasi seperlunya untuk memenuhi

permintaan tersebut. Andaipun saya menulis makalah untuk materi yang

sama, paparannya juga akan sama dengan makalah ini karena referensi yang

beliau gunakan juga akan saya gunakan. Namun, karena perbedaan gaya

bahasa, di sana sini saya melakukan modifikasi dan penyesuaian gaya bahasa

sehingga gaya bahasa tulisan ini lebih mencerminkan gaya bahasa saya.

A. Pendahuluan

Tulisan ini menyajikan informasi praktis mengenai prodesur dan teknik dasar penulisan buku yang disajikan untuk digunakan dalam rangka proses belajar-mengajar atau untuk memenuhi kebutuhan komponen pengaktifan peserta belajar dan penyiapan diri pengajar. Ketersediaan buku sebagai salah satu media pemebelajaran merupakan tuntutan dan keharusan dalam setiap proses belajar mengajar agar kegiatan pembelajaran dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna.

Tulisan ini merupakan ramuan dari beberapa referensi yang ditulis berdasarkan pengalaman beberapa penulisan buku/bahan ajar. Uraian ini meliputi organisasi, kegiatan pendahuluan, analisis kebutuhan, merancang buku, penulisan bab, dan penulisan draft pertama.

B. Prosedur penulisan Naskah

Organisasi

Penulisan buku ajar sering merupakan kegiatan proyek perbukuan. Sebagian

kegiatan proyek penulisan itu dilakukan oleh tim penulis. Namun, ada juga

penulisan yang dilakukan secara perorangan. Hal ini bergantung kepada sifat

dan tujuan penulisan buku tersebut.

Kalau penulisan buku itu akan dugunakan secara luas, penulisan oleh sebuah

tim penulis akan sangat membantu kegiatan penulisan. Demikian pula, kalau 70

Page 71: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

penulis membutuhkan dukungan sumber dan pengalaman yang lebih luas,

sebaiknya penulisan dilakukan oleh sebuah tim yang terdiri atas anggota yang

berpengalaman mengajarkan materi yang digarap oleh proyek penulisan bahan

ajar itu.

Hal yang penting ialah adanya tim reviu yang bertugas memantau dan menilai

perkembangan serta hasil kegiatan proyek penulisan. Tim ini akan sangat

bermanfaat guna menjaga mutu tulisan serta pengemmbanagn materi

selanjutnya. Tim ini juga akan menjadi sumber pengembangan kegiatan

penulisan yang berkelanjutan serta berkesinambungan, dan bukan hanya

kegiatan sesaat saja.

Kegiatan Pendahuluan

Proyek penulisan buku mengidentifikasi calon peenulis dan calon anggota tim

reviu. Beberapa criteria yang mungkin dipertimbangkan ialah:

1. yang bersangkutan menyiapkan waktu yang cukup untuk proyek penulisan.

2. yang bersangkutan berminat dan berrkeinginan terlibat di dalam proyek

sehingga diperlukan menanamkan sikap dan hubungan harmonis dalam

kelompok penulis.

3. berpengalaman mengerjakan bahan yang akan ditulis.

Setelah tim terbentuk, dilakukan serangkaian pertemuan untuk menampung

gagasan, ide atau pendapat (diskusi) terutama pada tahap-tahap awal proyek.

Pertemuan itu dilakukan untuk:

1. merumuskan dan menjelaskan tujuan buku yang akan ditulis.

2. membahas dan menyetujui pendekatan yang akan digunakan dan tipe serta

jenis bahan yang akan dipilih.

71

Page 72: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

3. membagi tugas di anntara anggota tim.

4. menetapkan kegiatan yang digunakan untuk setiap bahan sajian.

5. membuat jadwal kegiatan dan menetapkan batas waktu (deadlines) untukl

draft dan hal-hal lain yang berkaitan dengan proyek penulisan.

Pertemuan-pertemuan berikutnya diselenggarakan untuk:

1. memperbandingkan gagasan-gagasan baru dan hal-hal yang bekerja baik.

2. menampung bahan-bahan yang disumbangkan oleh para anggota penulisan

(teks bacaan dan sumber-sumber lain yang dapat digunakan).

3. tukar-menukar gagasan, misalnya; cara menyajikan latihan tertentu dan

tugas yang diberikan sehingga efektif.

4. membahas secara mendalam kesulitan-kesulitan yang dihadapi.

Pertemuan-pertemuan ini sangat membantu menciptakan suasana dan praktik

kerja tim yang benar di kalangan penulis. Kronologis/arus kegiatan yang

dilakukan untuk mempersiapkan penulisan bahan adalah analisis kebutuhan,

penyusunan silabus, penentuan tujuan khusus, dan penetapan format pelajaran.

Analisis kebutuhan dilakukan oleh (para) penulis. Mereka mereviu

garis-garis besar pengajaran, melalui masukan (input) dari para

pengajar/pernah mengajarkan pelajaran yang akan ditulis, memeriksa kinerja

para siswa/mahasiswa, mempertimbangkan skor para siswa/mahasiswa yang

mengikuti pelajaran/perkuliahan yang bersangkutan.

Silabus perkuliahan yang ada menjadi sumber data yang utama,

memberi masukan yang bernilai penting bagi penulis, dan membimbing penulis

menentukan hal-hal penting untuk menulisan buku ajar. Silabus memberikan

tujuan pembelajaran keterampilan yang diharapkan dicapai oleh

pembelajaran/mahasiswa, bahan/isi pengajaran harus dicakup, berbagai tugas

72

Page 73: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

dan kegiatan serta tuntutan yang (harus) dilakasanakan dalam setiap kegiatan

belajar-mengajar.

. Kerangka Kerja

Pengembangan bahan pengajaran menggunakan kerangka kerja. Hutchinson

dan Waters (1987) memebrikan petunjuk berupa delapan ciri pengembangan

yang dimaksud.

1. Objectives (tujuan) – memberi tahu pembelajaran apa yang harus

diselesaikan/dicapai setelah melakukan pelajaran itu.

2. Opener (pembuka) – memulai atau membuka pelajaran. Pembuka

mungkin berupa pertanyaan yang mendorong pembelajar berpikir dan

berbicara atau melakukan sesuatu yang akan dibahas dalam pembelaran

itu. Pembuka dapat juga bertindak sebagai motivator bagi pemebelajar

untuk menanti input (masukan).

3. Input (masukan) – setiap penggal data komunikasi, seperti lagu, iklan,

dan kebanyakan wacana pembelajar mengenai input/bacaan yang

diberikan (mengidentifikasi ide pokok, merangkum, dan menarik

simpulan).

4. Comprehention check (pengcekan pemahaman) – mengecek/menilai

pemahaman pembelajar mengenai input/bacaan yang diberikan

(mengidentifikasi isi pokok, merangkum, dan manarik kesimpulan).

5. Vocabulary (kosakata) –kosakata sulit atau yang masih asing/tidak lazim

yang ada pada input dibahas.

6. Discussion/reflection (diskusi/refleksi) – memebri pembelajaran

kesempatan berrpikir, menganalisis, dan/atau menerapkan yang telah

dipelajarinya pada situasi yang sama dengan hal yang disajikan.

73

Page 74: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

7. Language focus (focus bahasa) – kegiatan diberikan untuk memperkuat

penguasaan pembelajar terhadap struktur bahasa (tata bahasa) tertentu

yang merupakan kunci terhadap tujuan pelajaran (bahan ajar bahasa).

8. Task (tugas) – kegiatan puncak yang memberi pembelajar kesempatan

mengintegrasikan dan menggunakan gagasan kunci dan keterampilan

yang diajarkan dalam pelajaran.

Selain kedelapan ciri pengembangan tersebut, dibutuhkan pula penyiapan

bahan bacaan tambahan (supplementary reading). Bacaan tambahan adalah

bahan bacaan yang berkaitan untuk dibaca oleh pembelajar pada waktu

senngang sebagai tugas penguatan dan pengayaan bagi pembelajar. Itulah

sebabnya diasumsikan bahwa pemilihan teks input merupakan salah satu aspek

yang paling mendasar dalam keseluruhan proses penyiapan dan penulisan

bahan ajar.

Merancang Buku

Penulis buku, yang mungkin juga pengajar materi buku itu, harus

mempertimbangkan hal berikut ini.

1. Apakah buku itu merupakan bantuan untuk kuliah?

2. Apakah buku itu merupakan tambahan bahan kuliah yang pokok?

3. Apakah buku itu berisi uraian tentang bagian tersulit dari keseluruhan isi

buku?

4. Apakah buku itu merupakan teks yang penuh dengan bahan latihan?

5. Apakah buku itu akan berisi intisari dari buku-buku yang seharusnya

dipelajari oleh mahasiswa?

Kalau penulis/pengajar sudah memahami secara jelas fungsi buku yang akan

ditulis, maka penulis dapat memikirkan isinya secara umum. Penulis, dengan

bantuan pengalaman, menentukan bab-bab yang perlu ada. Bab-bab itulah

74

Page 75: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

yang memaparkan bahan kuliah yang disajikan. Cara menyusun bab itu dapat

dituangkan dalam beberapa tahap.

Tahap 1, penulis menetukan dan memilih topik yang akan dibahas dalam bab itu.

Pengalaman penulis dan/atau pengajar menjadi masukan tim penulis.

Dari bahan-bahan itu dipilihlah bahan yang diperlukan dan menyisihkan

bahan yang tidak diperlukan.

Tahap 2, penulis menentukan bentuk dan susunan bab secara logis berdasarkan

topik-topik yang telah dipilih. Hal ini sangat penting karena bab-bab itu

akan membantu pengajar melihat kejelassan sajian. Susunan bab yang

baik merupakan syarat yang harus terpenuhi agar tampak keruntutan

tema buku yang ditulis.

Tahap 3, untuk memantapkan susunan bab yang logis, penulis memerlukan

diskusi/masukan dari kolega yang berkeahlian dalam bidang yang sama.

Diskusi itu akan menghindarkan penulis dari kesalahan yang mungkin

terjadi, tetapi tidak terlihar oleh penulis sendiri. Selain itu, , diskusi itu

berguna untuk mengatasi keraguan-keraguan yang mungkin membayangi

penulis.

Tahap 4, penulis mengumpulkan sebanyak-sebanyaknya bahan yang dibutuhkan

untuk meyusun bab itu (teks, grafik, table, gambar, dsb).

Tahap 5, penulis membuat daftar isi yang rinci. Hal-hal yang termasuk di dalamnya

antara lain: judul bab, judul rincian bab, serta bagian-bagian lainnya.

Contoh 1 Contoh 2

I. Judul bab 1. Judul bab

A. Judul rincian bab 1.1 Judul rincian bab

75

Page 76: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

1.Subjudul 1.1.1 Subjudul

2.Subjudul 1.1.2 Subjudul

B. Judul rincian bab 1.2 Judul rincian bab

1. Subjudul 1.2.1 Subjudul

2. Subjudul 1.2.2 Subjudul

3. Subjudul 1.2.3 Subjudul

Tahap 6, setelah bab-bab itu tersusun secara pasti, dimulailah menulis kalimat-

kalimat tesis atau kalimat inti mengenai uraian tiap bagian, judul,

subjudul, atau tiap alinea. Kalimat-kalimat tesis atau kalimat inti itu

merupakan petunjuk penulisan teks secara lengkap. Penulis sudah dapat

menyusun kerangka bab serta alinea-alineanya. Setelah itu, penulis sudah

dapat bekerja.

Penulisan Bab

Buku merupakan suatu tulisan yang mendukung tema tertentu. Oleh karena itu,

bab-bab buku itu diurutkan sedemikian rupa sehingga menunjukkan keterkaitan

yang mendukung tema itu. Untuk mengantar pembaca, penulis senantiasa

memulai tulisannya dari pendahuluan. Pendahuluan merupakan pintu masuk

perkenalan tema buku, diikuti dengan bab-bab isi, dan seterusnya dengan bab-

bab penjelas, diakhiri dengan bab penutup sebagai kesimpulan atau

rangkuman tema bab tersebut. Mengenai bab penutup ini, ada versi yang lazim

digunakan oleh tia-tiap penulis. Ada penulis yang membuat rangkuman pada

setiap akhir bab sebagai penutup bab. Selain itu, ada pula penulis yang

menggunakan bab penutup untuk sebuah buku yang ditulisnya.

76

Page 77: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Judul bab dan judul rincian bab menjadi petunjuk tema dan merupakan

penuntun bagi penulis untuk mengembangkan tulisan pada bab rincian bagi bab

yang bersangkutan. Tema merupakan ungkapan dasar hal yang dibisacarakan.

Ungkapan dasar inilah yang dikembangkan bab-bab penjelas. Pengembangan

tema tersebut memanfaatkan fungsi-fungsi retoris yang sesuai dengan fungsi

dan tujuan pengembangan tema yang bersangkutan.

Penulisan bab sebagai keutuhan tema harus didukung oleh penulisan alinea-

alinea pendukukngnya yang juga mendukung tema-tema bawahan pendukung

bab itu. Alinea pembuka bab sebagai pintu masuk bab dan alinea penutup bab

sebagai penekanan kembali isi bab dan membantu pembaca mengingat kembali

secara jelas tema bab yang bersangkutan.. Antara alinea pembuka bab dan

alinea penutup disajikanlah alinea penjelas tema bab tersebut.

Penulisan Draft Pertama

Penulisan buku ajar tidak langsung jadi. Kalimat-kalimat tesis yang telah

dibuat pada tahap 6 dijadikan dasar penulisan naskah pertama. Kalimat-

kalimat itu merupakan dasar yang menentukan urutan dan keutuhan naskah.

Kalimat-kalimat tesis itu dikembangkan menjadi alinea-alinea yang disusun

secara runtut menjadi keutuhan teks. Penulis perlu menulis saja secara terus

menerus sebanyak-banyaknya sesuai kebutuhan. Pada tahap ini penulis belum

perlu menyunting kalimat-kalimatnya karena hal itu akan mengganggu

kelancaran arus ide yang dituangkan dalam tulisan. Penyuntingan dilakukan

setelah seluruh tulisan draft pertama selesai. Yang penting diperhatikan ialah

penulis menuangkan ide/gagasannya secara lengkap tanpa mengindahkan

dahulu bahasa dan perwajahan naskah.

77

Page 78: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Untuk memudahkan pembaca, perlu digunakan cara-cara pengembangan alinea

yang sesuai dan tepat sebagai fungsi retoris. Misalnya, untuk buku teks sejarah

sering berupa deskripsi, narasi, dan hubungan sebab akibat. Untuk sain,

terutama biologi, fungsi retoris yang sering digunakan adalah deskripsi,

definisi, klasifikasi, dan hubungn sebab akibat. Untuk humaniora, sering

digunakan ilustrasi dan contoh, komparasi, dan kontras sebagai fungsi retoris.

Dalam dunia nyata, terdapat 9 tipe wacana ekspositori, yaitu: (1) narasi, (2)

deskripsi, (3) definisi, (4) ilustrasi dan contoh, (5) klasifikasi dan difinisi, (6)

komparasi dan kontras, (7) analogi, (8) penjelasan proses, dan (9) sebab dan

akibat. Tipe-tipe wacana ekspositori itu sering digunakan bersama-sama sesuai

dengan kebutuhan. Jadi, tidak ada satu tipe tertentu saja yang digunakan secara

monoton. Namun, untuk maksud dan tujuan belajar-mengajar, dilakukalah

pengelompokan dan penataan tipe-tipe itu secara sistematis dan logis sesuai

dengan kebutuhan bahan ajar.

Pengalaman menunjukkan bahwa penuangan hal-hal itu ke dalam alinea tidak

akan selalu berhasil. Walaupun begitu, penulis perlu mencobanya berulang-

ulang hingga hasil yang diharapkan dapat dicapai, sebagaimana motto orang-

orang pintar: “Menulislah terus karena mutu akan mengikut dengan

sendirinya.”

Agar pembaca terbantu dalam memahami teks, maka penulis perlu

menjelaskan sistematika tulisannya. Pembagian dan penyusunan alinea yang

baik akan sangat membantu dan sangat bermanfaat dalam memudahkan

pembaca mengikuti dan memahami ide atau gagasan penulis. Penulis juga

perlu memberikan tanda-tanda yang memperjelas susunan teks.. Tanda-tanda

itu dapat berupa nomor, bentuk huruf yang berbeda (misalnya: huruf miring,

huruf tebal). Penulis juga dapat memberi tanda yang memberitahukan bahwa

78

Page 79: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

suatu bagian telah berakhir. Dengan demikian, penulis memberitahukan

pembaca bahwa pembaca akan beralih ke bagian selanjutnya. Penggunaan

alinea peralihan merupakan salah satu cara penanda perlaihan paragraf.

Dengan cara itu, pembaca diingatkan kembali susunan bab yang sedang diikuti

sehingga pembaca akan memperoleh gambaran menyeluruh terhadap materi

tulisan.

Apabila bahan tulisan merupakan bahan yang rumit, penulis perlu memberi

beberapa conbtoh guna memperjelas idenya. Contoh-contoh yang dimaksud

sangat membantu pembaca untuk memahami bahan ajar. Pemahaman yang

dimaksud terutama bagi peserta didik dengan cara melengkapi teks dengan

pertanyaan-pertanyaa/bahan latihan. Pertanyaan/latihan itu dapat diberikan

pada akhir bab atau bagian akhir unit bahan tertentu. Pertanyaan/latihan itu

memaksa pembelajar untuk mengulangi bahan ajar yang dipelajarinya.

Kalau semua bab sudah selesai ditulis, penulis harus melakukan pemeriksaan

kembali terhadap semua yang telah ditulisnya mulai dari awal. Penulis

membaca kembali tulisannya dan memeriksa keterkaitan yang logis

antarbagian dan susunan yang saling bertaut. Kalau ditemukan ketidakserasian

penalaran dan l;ogika, maka dilakukan perubahan-perubahan seperlunya.

Mungkin juga diperlekan penyisipan bahan di sana sini guna mendukung alur

penalaran yang logis itu.

Pemeriksaan juga dilakukan terhadap konsistensi penulisan dan teknik

pengutipan, cara merujuk referensi dan kecermatan penulisan makna, dan

sebagainya. Yang perlu diperiksa dengan cermat ialah pemakaian bahasa

karena soal bahasa tekadang kurang dipehatikan ketika sedang memfokuskan

perhatian pada ide yang sedang dituangkan ke dalam tulisan. Ini adalah

pekerjaan penyuntingan. Penyuntingan ini hendaknya mempertimbangkan pula

79

Page 80: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

penyusunan kalimat yang memudahkan aliran alur nalar dan alur gagasan yang

menyenangkan pembaca untuk memahami dan/atau menikmati tulisan yang

dibacanya. Pemeriksaan ulang dapat melibatkan teman seprofesi dalam bidang

yang sama.

Setelah pemeriksaan ulang itu, mungkin perlu dilakukan penulisan kembali

atas daraf itu. Tulisan akhir ini menghasilkan tulisan yang berbentuk

manuskrip atau naskah jadi yang siap untuk diketik.

Untuk menjadikan manuskrp itu sebagai satu buku, maka dilengkapilah

dengan:

a. Sampul, sampul memeiliki daya tarik tersendiri sehingga perlu ada

ilustrasi.

b. Pengantar, yang menyatakan fungsi buku, pembagian bab-bab, dan

sasaran buku.

c. Daftaf isi yang mencantumkan: bab, judul, dan bagian lainnya dari

buku.

d. Pendahuluan, yang menyatakan hal-hal yang akan dihadapi oleh

pembaca atau pembelajar, petunjuk cara mempelajari, dan apa yang

diharapkan oleh penulis.

e. Daftar kepustakaan, diperlukan untuk mengetahui sumber informasi.

f. Daftar kata/istilah (glosarium) pengutipan yang sulit disusun secara

alfabetis.

Setelah rangkaian kegiatan perbaikan sudah dilakukan, maka tim reviu

dan mitra ahli dapat membuat komentar yang diharapkan dapat berguna bagi

penulis untuk penyempurnaan tulisannya.

80

Page 81: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

C. Daftar Pustaka

Bagian paling akhir suatu karya ilmiah adalah daftar pustaka. Lampiran

dan riwayat hidup tidak termasuk tubuh suatu karya ilmiah. Disarankan agar

buku-buku atau sumber tertulis lainnya yang dicantumkan pada daftar pustaka

benar-benar relevan dengan bidang ilmu yang ditulis. Agar prinsip etika ilmiah

tetap dipertahankan, penulis diharapkan secara objektif menuliskan semua

sumber yang memberi inspirasi atau pengetahuan yang dituangkan ke dalam

tulisannya.

Ada dua istilah yang perlu dipahami, yaitu daftar pustaka dan daftar

bacaan atau daftar rujukan. Daftar pustaka adalah daftar buku yang

mempunyai hubungan dengan penelitian, walaupun tidak dikutip langsung.

Daftar bacaan atau daftar rujukan adalah daftar buku yang dijadikan sumber

informasi dalam menulis, baik proposal maupun laporan penelitian. Adapun

cara menulis daftar pustaka atau daftar bacaan ada tiga macam sebagaimana

diuraikan berikut ini.

1. Menurut Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBI), urutannya:

nama penulis, tahun, judul, kota tempat penerbitan, penerbit

Contoh:

Habibi, B. J. 1999. Rekayasa Mesin Pesawat Terbang Modern.

81

Page 82: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Jakarta: Balai Pustaka.

2. Menurut American Psiychological Association (APA), urutannya:

nama penulis. (tahun), judul, kota tempat penerbitan, penerbit

Contoh:

Habibi, B. J. (1999). Rekayasa Mesin Pesawat Terbang Modern.

Jakarta: Balai Pustaka.

3. Menurut Modern Language Assiciation (MLA), urutannya:

nama penulis, judul, kota tempat penerbitan, penerbit tahun

Contoh:

Habibi, B. J. Rekayasa Mesin Pesawat Terbang Modern. Jakarta:

Balai Pustaka, 1999.

Ketiga cara penulisan daftar pustaka yang dikemukakan di atas

merupakan hasil kesepakatan para pustakawan di Indonesia. Itulah sebabnya,

setiap lembaga atau sublembaga, termasuk lembaga pendidikan atau

percetakan secara menasuka memilih dan menggunakan salah satu cara itu.

Dalam lingkungan UNM misalnya, setiap fakultas, bahkan setiap dosen

menggunakan cara penulisan daftar pustaka dengan tidak sama. Akan tetapi,

yang terpenting, mereka menggunakan salah satu dari ketiga cara itu. Ketiga

cara penulisan daftar puistaka itu digunakan secara manasuka untuk menulis

82

Page 83: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

daftar pustaka yang berasal dari berbagai jenis karya tulis yang di antaranya

disebutkan di bawah ini.

1. Acuan yang diambil dari buku.

Contoh:

Underwood, Mary. 1987. Effective Class Management. London:

LongmanLimited.

Munandar, Utami.(1999). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.

Jakarta:

Rineka Cipta.

Wahab, Abdul dan Lestari, Lies Amin. Menulis Karya Ilmiah. Surabaya:

Airlangga University Press, 1999.

2. Acuan buku yang berisi artikel (antologi).

Contoh:

Aminuddin (Ed.). 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam

Bidang

Bahasa dan Sastra. Malang: HISKI Komisariat Malang.

Letheridge, S. and Cannon, C.R. (Eds). (1987) Bilingual Education: Teaching English as a Second Language. New York: Preager. Aminuddin (Ed.).. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang

Bahasa dan Sastra. Malang: HISKI Komisariat Malang, 1990.

3. Acuan dari artikel yang dimuat dalam suatu buku.Contoh:Hasan, M.Z. 1990. “Karakteristik Penelitian Kualitatif.” Dalam Aminuddi (Ed.), Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra (hlm. 12—25). Malang: HISKI Komisariat Malang.

83

Page 84: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Hasan, M.Z. (1990). “Karakteristik Penelitian Kualitatif.” Dalam Aminuddi (Ed.), Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa Sastra (hlm. 12—25). Malang: HISKI Komisariat Malang.

Hasan, M.Z. “Karakteristik Penelitian Kualitatif.” Dalam Aminuddi (Ed.), Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra (hlm. 12—25). Malang: HISKI Komisariat Malang, 1990.

4. Acuan dari artikel yang dimuat dalam jurnal.

Contoh:Hanafi, A. 1990. “Partisipasi dalam Siaran Pedesaan dan Pengadopsian Inovasi.” Forum Penelitian, 1 (I):33—47.

Hanafi, A. (1990). “Partisipasi dalam Siaran Pedesaan dan Pengadopsian Inovasi.” Forum Penelitian, 1 (I):33—47.

Hanafi, A. “Partisipasi dalam Siaran Pedesaan dan Pengadopsian Inovasi.” Forum Penelitian, 1 (I):33—47, 1990.

5. Acuan dari artikel yang dimuat di surat kabar atau majalah yang tidak jelas nama penulisnya. Contoh: Fajar. 2004, 29 Februari. Osama Dilaporkan Tertangkap. Halaman 1.

Fajar. (2004, 29 Februari). Osama Dilaporkan Tertangkap. Halaman 1.

Fajar. Osama Dilaporkan Tertangkap. Halaman 1. 2004, 29 Februari.

6. Acuan dari artikel yang dimuat di surat kabar atau majalah yang ada nama

84

Page 85: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

penulisnya Contoh: Yahya, Muas. 2004, 29 Februari. “Lahan Tidur untuk Rumah Toko.” Fajar, hlm. 30. Yahya, Muas. (2004, 29 Februari). “Lahan Tidur untuk Rumah Toko.” Fajar, hlm. 30. Yahya, Muas. “Lahan Tidur untuk Rumah Toko.” Fajar, hlm. 30. 2004, 29 Februari

7. Acuan yang diambil dari publikasi resmi yang diterbitkan oleh penerbit tanpa nama pengarang atau nama lembaga yang menerbitkan. Contoh: Undang-Undang Reoublik Indonesia Nomor 22 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: Diperbanyak oleh PT Armas Duta Jaya.

Undang-Undang Reoublik Indonesia Nomor 22 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (1990). Jakarta: Diperbanyak oleh PT Armas Duta Jaya.

Undang-Undang Reoublik Indonesia Nomor 22 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Diperbanyak oleh PT Armas Duta Jaya, 1990

8. Acuan yang diambil dari dokumen yang ditulis atas nama lembaga. Contoh: Program Pascasarjan, Universitas Negeri Makassar. 2002. Pedoman Penyusunan Tesis/Disertsi. Makassar: Universitas Negeri Makassar.

Program Pascasarjan, Universitas Negeri Makassar. (2002). Pedoman

85

Page 86: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Penyusunan Tesis/Disertsi. Makassar: Universitas Negeri Makassar.

Program Pascasarjan, Universitas Negeri Makassar. Pedoman Penyusunan Tesis/Disertsi. Makassar: Universitas Negeri Makassar, 2002.

9. Acuan yang diambil dari terjemahan. Contoh: Underwood, Mary. 1987. Pengelolaan Kelas yang Efektif. Terjemahan oleh Susi Purwoko. 2000. Jakarta: Arcan.

Underwood, Mary. 1987. Pengelolaan Kelas yang Efektif. Terjemahan oleh Susi Purwoko. (2000). Jakarta: Arcan.

Underwood, Mary. 1987. Pengelolaan Kelas yang Efektif. Terjemahan oleh Susi Purwoko. Jakarta: Arcan, 2000.

10. Acuan yang diambil dari skripsi, tesis, disertasi. Contoh: Amin, Muhammad. 2001. Pengembangan Tes Komunikatif Bahasa Indonesia Siswa Kelas III Sekolah Menengah Umum Negeri di Kota Makassar. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana UNM.

Amin, Muhammad. (2001). Pengembangan Tes Komunikatif Bahasa Indonesia Siswa Kelas III Sekolah Menengah Umum Negeri di Kota Makassar. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana UNM.

Amin, Muhammad. Pengembangan Tes Komunikatif Bahasa Indonesia Siswa Kelas III Sekolah Menengah Umum Negeri di Kota Makassar. Tesis tidak

86

Page 87: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

diterbitkan. Program Pascasarjana UNM. 2001.

11. Acuan yang bersumber dari makalah yang disajikan dalam seminar atau lokakarya. Contoh: Maula, Amiruddin. 2003. Peranan Bahasa Indonesia dalam Pembangunan. Makalah disajikan pada Seminar Bulan Bahasa, Fakultas Bahasa dan Seni UNM, Makassar, 8 Oktober.

Maula, Amiruddin. (2003). Peranan Bahasa Indonesia dalam Pembangunan. Makalah disajikan pada Seminar Bulan Bahasa, Fakultas Bahasa dan Seni UNM, Makassar, 8 Oktober.

Maula, Amiruddin. Peranan Bahasa Indonesia dalam Pembangunan. Makalah disajikan pada Seminar Bulan Bahasa, Fakultas Bahasa dan Seni UNM, Makassar, 8 Oktober, 2003.

12. Acuan yang diambil dari internet. Informasi dari internet, bagi sebagian orang, dianggapnya sebagai

informasi yang paling mutakhir dan cangguh. Alasannya ialah bahwa informasi

dari internet belum ada dalam publikasi yang lain. Alasan ini, mungkin benar,

tetapi mungkin juga tidak sepenuhnya benar. Penulis sendiri berpendapat

bahwa tidak semua informasi dari internet benar-benar baru yang belum pernah

ditemukan dalam publikasi lain. Konsep “pendidikan berbasis kompetensi”

misalnya, informasinya berkembang sejak tahun 1970-an di Amerika dan

Eropa, dan masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an.

87

Page 88: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Pada awal tahun 2001, konsep ini muncul kembali dan dianggap

sebagai konsep baru. Orang pun, termasuk penulis sendiri, ramai-ramai mencari

informasi itu di internet. Hasilnya, memang ada informasi yang berhubungan

dengan “pendidikan berbasis kompetensi”, tetapi informasi itu semuanya

mengacu kepada literatur yang terbit tahun 1970-an, sedikit tahun 1980-an.

Informasi yang sama banyak orang yang telah membacanya pada tahun 1970-

an atau 1980-an. Ini menunjukkan bahwa informasi dari internet tidak

selamanya canggih, seperti yang diasumsikan banyak orang. Akan tetepi, tidak

disangkal pula bahwa memang ada informasi ilmiah yang ditemukan di internet

dan tidak ditemukan dalam publikasi umum. Informasi demikian itulah yang

memaksa kita untuk mencari model penulisan acuan atas informasi itu.

Sampai sekarang, belum ada model penulisan acuan yang diambil

dari internet. Ada alasan yang berkaitan dengan hal ini. Pertama, informasi

yang biasa ditemukan di internet umumnya berupa makalah yang telah

disajikan dalam suatu seminar atau kegiatan ilmiah lainnya. Dengan demikian,

penulisan acuannya tentu sama dengan makalah yang dibagikan kepada peserta

dalam suatu seminar. Kedua, informasi dari internet umumnya dalam bentuk

artikel yang telah dipublikasikan dalam majalah atau koran, atau buku sebagai

bunga rampai. Jika demikian, maka penulisan acuannya beranalogi pada

penulisan artikel dari majalah/koran atau bunga rampai.

Jika informasi yang dimaksud tidak termasuk dalam kelompok kedua

jenis karya ilmiah itu, maka penulisan acuan informasi yang dianjurkan sebagai

berikut.

88

Page 89: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Gabel, Dorothy. 1995. An Introduction to Action Research. Diakses dari

internet,

Desember 2003.

Gabel, Dorothy. (1995). An Introduction to Action Research. Diakses dari

internet,

Desember 2003.

Bacaan

Arikunto, Suharsimi. 1991. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan

Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Hidalgo, A.C. David Hall, dan George M. Jacobs (Ed.)1995. Getting Started:

Material

Writers on Material Writing. Singapore: SEAMEO Regional

Language Centere.

Pedoman Umum Lomba Karya Tulis Mahasiswa.2004. Jakarta:

Dirjen Dikti.

Tomlinson, B. (Ed.) 1998. Materials Development in Language Teaching.

Canbridge:

Cambridge University Press.

Rooijakkers, Ad. 1990. Mengajar dengan Sukses. Petunjuk untuk

Merencanaman dan

Pengajaran. Jakarta: Gramedia.

89

Page 90: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Wahab, Abdull dan Lestari, Lies Amin. 1999. Menulis Karya Ilmiah.

PEDOMAN EJAAN YANG DISEMPURNAKAN

Klarifikasi

Pedoman Ejaan yang Disempurnakan yang dikemukakan kembali

dalam tulisan ini telah diresmikan penggunaannya pada tanggal 17 Agustus

1972 oleh Presiden Republik Indonesia, Soeharto. Formulasi kalimat dan

contoh-tontoh yang dinyatakan dalam tulisan ini pun masih asli dari teks asli

naskah pertama Pedoman Ejaan yang disempurnakan yang secara remi

diterbitkan pada tahun 1975. Keaslian naskah tetap dipertahankan karena

90

Page 91: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

buku Pedoman Ejaan yang Disempurnakan termasuk dokumen negara sebagai

penjabaran dari Pasal 36 UUD 1945 tentang kedudukan bahasa Indonesia

sebagai bahasa resmi negara.

A. Pemenggalan Kata

1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.

a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu

dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.

Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah

Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga

pemenggalan kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu.

Misalnya:

au-la bukan a-u-la

sau-da-ra bukan sa-u-da-ra

am-boi bukan am-bo-i

b. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan-huruf

konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan sebelum huruf

konsonan.

Misalnya:

ba-pak ba-rang su-lit

la-wan de-ngan ke-nyang

mu-ta-khir

c. Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan

dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan-huruf

konsonan tidak pernah diceraikan.

91

Page 92: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Misalnya:

man-di som-bong swas-ta

cap-lok Ap-ril bang-sa

makh-luk

d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih,

pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan

huruf konsonan yang kedua.

Misalnya:

in-stru-men ul-tra

in-fra bang-krut

ben-trok ikh-las

2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami

perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata

dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.

Misalnya:

makan-an me-rasa-kan

mem-bantu pergi-lah

Catatan:

a. Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.

b. Akhiran –i tidak dipenggal.

c. Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan

sebagai berikut.

Misalnya:

te-lun-juk si-nam-bung

ge-li-gi

92

Page 93: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

3. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat

bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di antara

unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a,

ib, 1c, dan 1d di atas.

Misalnya:

bio-grafi, bi-o-gra-fi

foto-grafi, fo-to-gra-fi

intro-speksi, in-tro-spek-si

kilo-gram, ki-lo-gram

kilo-meter, ki-lo-me-ter

pasc-panen, pas-ca-pa-nen

Keterangan:

Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada

pertimbangan khusus.

B. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring

a. Huruf Kapital atau Huruf Besar

1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada

awal kalimat.

2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.

3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang

berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti

untuk Tuhan

4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelas kehormatan,

keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.

93

Page 94: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan

pangkat yang diikuti nama orang atau dipakai sebagai pengganti nama

orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.

6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.

7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa,

dan bahasa.

8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari,

hari raya, dan peristiwa sejarah.

9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.

10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara,

lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi

kecuali kata seperti dan.

11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang

sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan

ketatanegaraan, serta dokumen resmi.

12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk

semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat

kabar, dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang,

dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.

13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama,

gelar, pangkat, dan sapaan.

14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan

kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang

dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.

15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.

94

Page 95: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

b. Huruf Miring

1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk

menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam

tulisan.

2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk

menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok

kata.

3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk

menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah

disesuaikan ejaannya.

C. Penulisan Kata

a. Kata Dasar

Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.

B. Kata Turunan

1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata

dasarnya.

2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis

serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.

3. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata kata mendapat awalan dan

akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.

4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi,

gabungan kata itu ditulis serangkai.

Misalnya:

adipati mahasiswa

aerodinamika mancanegara

95

Page 96: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

antarkota narapidana

audiogram nonkolaborasi

awahama Pancasila

bikarbonat panteisme

biokimia paripurna

caturtunggal poligami

dasawarsa pramuniaga

dekameter prasangka

demoralisasi purnawirawan

dwiwarna reinkarnasi

ekawarna saptakrida

ekstrakurikuler semiprofesional

elektriteknik subseksi

infrastruktur swadaya

inkonvensional telepon

introspeksi transmugrasi

kolonialisme tritunggal

kosponsor ultramodern

c. Bentuk Ulang

Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.

d. Gabungan Kata

1. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah

khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.

96

Page 97: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan

kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk

menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan.

3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.

Misalnya:

acapkali manakala

adakalanya manasuka

akhirulkalam mangkubumi

alhamdulillah matahari

astagfirullah orahraga

bagaimana padahal

barangkali paramasastra

beasiswa peribahasa

belasungkawa puspawarna

bilamana radioaktif

bismillah saptamarga

bumiputra saputangan

daripada saripati

darmabakti sebagaimana

darmasiswa sediakala

darmawisata segitiga

dukacita sekalipun

halalbihalal silaturahmi

hulubalang sukacita

kacamata sukarela

97

Page 98: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

kasatmata sukaria

kepada syahbandar

keratabasa titimangsa

kilometer wasalam

e. Kata Ganti –ku, kau-, -mu, dan –nya.

Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -

ku, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

f. Kata Depan di, ke, dan dari

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya

kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu

kata seperti kepada dan daripada.

g. Kata si dan sang

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.

h. Partikel

1. Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang

mendahuluinya.

2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.

3. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari

bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.

i. Singkatan dan Akronim

1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf

atau lebih.

a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat

diikuti dengan tanda titik.

98

Page 99: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan

atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf

awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diiukuti dengan

titik.

c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu

tanda titik.

Misalnya:

dll. dan lain-lain

dsb. dan sebagainya

dst. dan seterusnya

hlm. halaman

sda. sama dengan atas

Yth. Yang terhormat

Tetapi:

a.n. atas nama

d.a. dengan alamat

u.b. untuk beliau

u.p untuk perhatian

dst.

Singkatan yang terdiri atas huruf kapital tidak dititik.

Contoh:

DPR

MPR

KPU

DPA

99

Page 100: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

MA

FKIP

ABRI

UUD

KUD

dst.

d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan

mata uang tidak diikuti tanda titik.

Misalnya:

Cu kuprum

TNT trinitrotoleun

cm sentimeter

kVA kilovolt-ampere

l liter

kg kilogram

Rp rupiah

2. Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan

suku kata dari deret kata yang diperlukan sebagai kata.

a. Akronim nama dari yang berupa gabungan huruf awal dari deret

kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.

b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan

huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf

kapital.

100

Page 101: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku

kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata

seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.

D. Pemakaian Tanda Baca

a. Tanda Titik (.)

1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau

seruan.

2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam satu bagan,

ikhtisar, atau daftar.

Misalnya:

a. III. Departemen Dalam Negeri

A. Direktorat Jenderal Pem-bangunan Masyarakat Desa

B. Direktorat Jenderal Agraria

1. ...

b. 1. Patokan Umum

1.1 Isi Karangan

1.2 Illustrasi

1.2.1 Gambar tangan

1.2.2 Tabel

1.2.3 Grafik

b. Tanda Koma (,)

1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau

pembilangan.

101

Page 102: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari

kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau

melainkan.

Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat

jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.

Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk

kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.

3. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung

antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya

oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, dan akan tetapi.

4. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh,

kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.

5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian

lain dalam kalimat.

6. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian

alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau

negeri yang ditulis berurutan.

7. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik

susunannya dalam daftar pustaka.

8. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.

9. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang

mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri,

keluarga, atau marga.

10. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah

dan sen yang dinyatakan dengan angka.

102

Page 103: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

11. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya

tidak membatasi.

12. Tanda koma dipakai--untuk menghindari salah baca--di belakang

keterangan yang terdapat pada awal kalimat.

13. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari

bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu

berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.

B. Tanda Titik Koma (;)

1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian

kalimat yang sejenis dan setara.

2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung

untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.

C. Tanda Titik Dua (:)

1a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika

diikuti rangkaian atau pemerian.

1b. Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu

merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.

2. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkatan yang memerlukan

pemerian.

3. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang

menunjukkan pelaku dalam percakapan.

4. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jili atau nomor dan halaman, (ii) di

antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul

suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam

karangan.

103

Page 104: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

D. Tanda Hubung (-)

1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh

pergantian baris.

2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di depannya

pada pergantian baris.

3. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.

4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-

bagian tanggal.

5. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-

bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.

6. Tanda hubungan dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata

berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii)

angka dengan –an, dan (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan

atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.

7. Tanda hubung dipakai untuk merangkaian unsur bahasa Indonesia dengan

unsur bahasa asing.

E. Tanda Pisah (–)

1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi

penjelasan di luar bangun kalimat.

2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan

yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.

3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti

‘sampai’.

F. Tanda Elipsis (...)

1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.

104

Page 105: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada

bagian yang dihilangkan.

G. Tanda Tanya (?)

1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.

2. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian

kalimat yang disangsikan atau kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

H. Tanda Seru (!)

Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan

atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidak-percayaan, atau

pun rasa emosi yang kuat.

I. Tanda Kurung ((...))

1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.

2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian

integral pokok pembicaraan.

3. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam

teks dapat dihilangkan.

4. Tanda kurung mengapit angka atu huruf yang memerinci satu urutan

keterangan.

J. Tanda Kurung Siku ([...])

1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai

koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis

orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu

memang terdapat di dalam naskah asli.

2. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang

sudah bertanda kurung.

105

Page 106: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

K. Tanda Petik (“...”)

1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan

dan naskah atau bahan tertulis lain.

2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai

dalam kalimat.

3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang

mempunyai arti khusus.

4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan

langsung.

5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di

belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai

dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.

L. Tanda Petik Tunggal (‘...’)

1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan

lain.

2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata

ungkapan asing.

M. Tanda Garis Miring

1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada

alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun

takwim.

2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata, dan, atau, atau tiap.

N. Tanda Penyingkat atau Apostrof (’)

106

Page 107: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

PENULISAN KARYA TULISDr. Achmad Tolla, M.Pd.

A. Rasional

Keterampilan menulis memegang peranan kunci dalam dunia

pendidikan, mulai dari tingkat sekolah lanjutan sampai di

perguruan tinggi. Hal ini perlu dikemukakan karena amat banyak

mahasiswa yang mengalami kesulitan jika diberi tugas oleh dosen

untuk menulis karya ilmiah. Berdasarkan keadaan ini dapat

diasumsikan bahwa jika mahasiswa mengalami kesulitan menulis

karya ilmiah, tentu saja kesulitan itu lebih berat bagi siswa sekolah

lanjutan. Dengan demikian, alangkah idealnya jika latihan menulis,

termasuk menulis karya ilmiah, mulai diintensifkan di tingkat

sekolah lanjutan. Kalau usaha ini dilakukan dengan baik, maka

siswa sekolah lanjutan atas diharapakan memiliki keterampilan

menulis dan sekaligus mampu menulis karya ilmiah. 107

Page 108: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Berdasarkan pengalaman penulis, wilayah kesulitan para

mahasiswa dalam menulis karya ilmiah secara umum dapat

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (1) prosedur penulisan karya

ilmiah, (2) pemilihan topik yang menarik, mutakhir, dan

berprospek, dan (3) kemampuan memformulasikan ide di dalam

kalimat bahasa Indonesia ragam ilmiah dengan tepat.

Pada kesempatan ini, penulis akan lebih banyak membahas

prosedur penulisan karya ilmiah dengan alasan bahwa guru-guru

bidang studi telah memberi pengalaman belajar kepada siswa yang

memungkinkan mereka untuk dapat memilih topik-topik yang

relevan dengan persyaratan di atas yang dapat dikembangkan

menjadi sebuah karya tulis ilmiah. Pengungkapan ide dalam kalimat

bahasa Indonesia ragam ilmiah pun penulis yakin guru bidang studi

yang bersangkutan juga telah, sedang, dan akan terus melatih siswa

untuk menggunakan bahasa Indonesia secara formal, termasuk

ragam bahasa ilmiah. Namun, sebagai bahan renungan, berikut ini

dicantumkan tiga kelompok tema atau topik yang diadaptasi dari

“Pedoman Umum Lomba Karya Tulis Mahasiswa” (2002) yang

dapat menjadi dasar untuk memilih tema atau topik yang baik.

1. Bidang Ilmu

a. Pengembangan kesadaran dan sistem hukum nasional

b. Pengembangan menuju masyarakat madani

108

Page 109: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

c. Pembinaan keluarga dalam menghadapi perubahan nilai sosial

d. Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat

e. Pengaruh bahasa terhadap perilaku manusia

f. Pemanfaatan dan pembelajaran potensi lingkungan sekitar

2. Bidang Teknologi

a. Pendayagunaan potensi biologi dan pertanian

b. Pendayagunaan teknologi sepadan

c. Pendayagunaan potensi mineral

d. Pendayagunaan potensi kelautan

e. Keefektifan pembelajaran bahasa melalui internet

f. Pendayagunaan potensi informasi teknologi

3. Bidang Seni

a. Penerapan seni dalam pemantapan identitas bangsa

b. Seni dan pendidikan untuk hidup bersama

c. Seni dan pluralisme budaya

d. Peranan seni dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat

B. Sistematika Penulisan Karya Ilmiah

Yang dikemukakan dalam tulisan ini adalah rancangan

penulisan karya ilmiah untuk menjadi pedoman bagi siswa yang

ingin menulis karya ilmiah. Adapun sistematika rancangan yang

dimaksud sebagai berikut.

1. Bagian Awal

a. Halaman Judul

109

Page 110: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

1) Judul seluruhnya ditulis dengan huruf kapital dengan

syarat:

ekspresif, dikuasai oleh penulis, mencerminkan isi tulisan

secara utuh, dan relevan dengan masalah yang diajukan

2) Nama dan nomor induk penulis ditulis dengan jelas

3) Nama sekolah atau lembaga ditulis dengan jelas

b. Lembar Pengesahan

1) Lembar pengesahan memuat judul, nama dan nomor induk

penulis

2) Lembar pengesahan ditandatangani oleh guru pembimbing

dan

kepala sekolah lengkap dengan stempel jabatan

3) Lembar pengesahan diberi tanggal sesuai dengan tanggal

pengesahan

c. Kata Pengantar Penulis

d. Daftar isi dan daftar lain yang diperlukan, misalya: daftar

gambar,

daftar tabel, dan daftar lampiran

2. Bagian Inti

a. Pendahuluan

110

Page 111: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Penulis harus memahami cara penulisan bagian inti ini. Apabila

tulisan barulah berupa proposal, maka pendahuluan bukan

merupakan bab, melainkan bagian pertama seperti ini: I.

Pendahuluan (tanpa titik). Pembutiran yang mengikut pendahuluan

ini dapat ditulis dengan dua cara, yaitu: (a) dengan angka Arab: 1.1

dst. (angka satu terakhir tanpa

titik);

(b) dengan huruf: A. dst.

Akan tetapi, apabila tulisan sudah merupakan laporan

penelitian atau hasil kajian pustaka atau gabungan keduanya, maka

pendahuluan dan bagian inti selanjutnya ditulis sebagai bab:

BAB I

PENDAHULUAN

(tidak boleh menjarakkan huruf)

Bagian selanjunya ditulis seperti ini.

Bagian atau bab pendahuluan berisi komponen berikut ini.

1) Latar belakang berisi uraian singkat mengenai gagasan

kreatif yang akan dikaji, baik melalui kajian pustaka

maupun penelitian lapangan atau gabungan keduanya.

Gagasan kreatif yang dimaksud dikuatkan dengan uraian

tentang pentingnya gagasan itu dibahas atau diteliti secara

mendalam. Agar lebih meyakinkan pembaca, penulis

111

Page 112: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

serbaiknya menguraikan kondisi riil gagasan itu dan apa

yang diharapkan pada gagasan itu setelah dibahas atau

diteliti.

2) Rumusan masalah dinayatakan secara eksplisit dengan

memilih

salah satu dari tiga model rumusan masalah. Pertama,

rumusan

masalah yang dinyatakan dengan kalimat tanya. Kedua,

rumusan

masalah yang dinyatakan dengan deskripsi lengkap mengapa

penulis atau peneliti ingin mengkaji topik itu. Ketiga, rumusan

masalah yang dinyatakan dengan deskripsi dan diperkuat

dengan

kalimat tanya.

3) Tujuan dan mantaat

Tujuan adalah keinginan yang hendak diwujudkan oleh

penulis atau peneliti melalui kajian pustaka atau penelitian

atau gabungan keduanya. Hasil dari keinginan itu diharapkan

berguna bagi pengemabangan ilmu atau sebagai petunjuk

teknis bagi orang yang berkepentingan dalam meningkatkan

atau mengembangkan ilmu yang tersebut.

b. Telaah Pustaka

112

Page 113: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Istilah yang lazim digunakan adalah telaah pustaka, kajian

pustaka, dan kajian teori. Telaah pustaka umumnya berisi hal

berikut:

1) Uraian yang menunjukkan landasan teori dan konsep-konsep

yang relevan dengan masalah yang dikaji;

2) Uraian mengenai pendapat yang berkaitan dengan masalah

yang dikaji:

3) Uraian mengenai pemecahan masalah atau temuan penelitian

yang telah dilakukan oleh orang sebelumnya.

c. Metode Penulisan

Metode penulisan karya ilmiah, baik penelitian lapangan

maupun kajian pustaka harus dilakukan dengan mengikuti prosedur

atau metode tertentu. Khusus penelitian lapangan, ada dua metode

yang salah satunya atau kedua-duanya digunakan sesuai dengan

sifat penelitian. Kedua macam metode itu adalah (1) metode

kualitatif, dan (2) metode kuantitatif. Metode kualitatif bersifat

deskriptif yang jenisnya antara lain: penelitian kasus, penelitian

eksplorasi, penelitian historis, dan penelitian deskriptif yang data-

datanya terdri atas informasi verbal. Adapun penelitian kuantitafif

sesnantiasa ditandai dengan data angka-angka yang

menggambarkan jumlah atau frekuensi tertentu.

113

Page 114: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Komponen metode penulisan terdiri atas (1) sumber data, (2)

prosedur pengumpulan data/informasi, (3) pengolahan

data/informasi, (4) analisis-sintesis, (5) pengambilan kesimpulan,

dan (6) perumusan saran atau rekomendasi.

Apabila suatu tulisan barulah berupa rancangan atau proposal,

maka sesudah metode penulisan dicantumkan daftar pustaka yang

menjadi rujukan penulis. Semua jenis tulisan atau karya ilmiah

harus memiliki daftar pustaka, kecuali makalah refleksi budaya

murni. Hal ini akan dibicarakan dalam makalah yang lain.

d. Bagian Isi/Pembahasan

Pada bagian ini dibahas secara rinci dan tuntas (?) hal berikut ini/.

1) Analisis permasalahan yang didasarkan pada data dan/atau

informasi dengan tetap bersandar pada teori yang dibahas

dalam kajian pustaka untuk untuk menghasilkan alternatif

model pemecahan masalah atau gagasan secara kreatif.

2) Perumusan kesimpulan yang harus konsisten dengan analisis

masalah pada butir 1).

3) Saran yang disampaikan menggambarkan kemungkinan atau

perkiraan pengalihan gagasan atau teknologi.

3. Daftar Pustaka

Bagian paling akhir suatu karya ilmiah adalah daftar pustaka.

Disarankan agar buku-buku atau sumber tertulis lainnya yang

114

Page 115: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

dicantumkan pada daftar pustaka benar-benar relevan dengan

bidang ilmu yang ditulis. Agar prinsip etika ilmiah tetap

dipertahankan, penulis diharapkan secara objektif menuliskan

semua sumber yang memberi inspirasi atau pengetahuan yang

dituangkan ke dalam tulisannya.

Ada dua istilah yang perlu dipahami, yaitu daftar pustaka

dan daftar bacaan atau daftar rujukan. Daftar pustaka adalah

daftar buku yang mempunyai hubungan dengan penelitian,

walaupun tidak dikutif langsung. Daftar bacaan atau daftar rujukan

adalah daftar buku yang dijadikan sumber informasi dalam menulis,

baik proposal maupun laporan penelitian. Adapun cara menulis

daftar pustaka atau daftar bacaan ada tiga macam sebagaimana

diuraikan berikut ini.

1) Menuirut Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBI),

urutannya sbb.:

nama penulis, tahun, judul, kota tempat penerbitan, penerbit

Contoh:

115

Page 116: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Habibi, B. J. 1999. Rekayasa Mesin Pesawat Terbang Modern.

Jakarta: Balai Pustaka.

2) Menurut American Psiychological Association (APA),

urutannya sbb.:

nama penulis. (tahun), judu, kota tempat penerbitan, penerbit

Contoh:

Habibi, B. J. (1999). Rekayasa Mesin Pesawat Terbang Modern.

Jakarta: Balai Pustaka.

3) Menurut Modern Language Assiciation (MLA), urutannya:

nama penulis, judul, kota tempat penerbitan, penerbit tahun.

Contoh:

Habibi, B. J. Rekayasa Mesin Pesawat Terbang Modern.

Jakarta:

Balai Pustaka, 1999.

116

Page 117: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

C. Persyaratan Penulisan

Ketentuan yang harus diindahkan penulis dalam merancang

perwajahan sebagai berikut.

1. Naskah ditulis minimal 20 halaman dan maksimal 35

halaman di luar lampiran. Jumlah halaman yang tidak sesuai

dengan kentuan penyelenggara lomba karya ilmiah dapat

mempengaruhi penilaian.

2. Bahasa Indonesia yang digunakan adalah bahasa Indonesia

baku ragam ilmiah dan dengan ejaan baku pula. Bahasa

ragam ilmiah yang diminta harus sederhana, jelas, koheren,

kohesif, mengutamakan kata/istilah yang mudah dipahami,

dan tidak menggunakan singkatan atau akronim, kecuali

singkatan/akronim yang sudah dibakukan di dalam bidang

ilmiah yang dikaji.

D. Pengetikan

1. Tata Letak

a. Karya tulis diketik 1.5 spasi pada kertas berukuran A4

dengan

ukuran huruf 12 dan jenis huruf roman time style.

b. Batas pengetikan:

1) margin kiri 4 cm

2) margin kanan 3 cm

117

Page 118: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

3) batas atas dan bawah masing-masing 3 cm

c. Jarak pengetikan bab, subbab, dan rinciannya:

1) Jarak baris bab dan subbab 3 spasi, subbab dan kalimat

di

bawahnya 2 spasi.

2) Judul bab diketik di tengah-tengah ruang tulis kertas

dengan huruf kapital dan dengan jarak 4 cm dari tepi

tanpa digarisbawahi.

3) Judul subbab ditulis mulai dari tepi kiri dan huruf

pertama setiap kata ditulis dengan huruf kapital,

kecuali kata-kata tugas, seperti: yang, dan untuk, bagi,

guna, tetapi, dengan, dan semacamnya.

4) Judul anak subbab ditulis mulai dari tepi kiri dengan

lekuk (indensi) 5 ketukan dan digarisbawahi. Huruf

tertama setiap kata ditulis dengan huruf kapital, kecuali

kata-kata tugas seperti butir 3) di atas.

5) Jika masih ada subjudul dalam tingkatan yang lebih

rendah, ditulis seperti butir 3) dan 4) di atas dan

diakhiri dengan titik; lalu diikuti dengan kalimat

penjelasannya.

2. Penulisan Paragraf

118

Page 119: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Ada dua macam gaya menulis paragraf, yaitu (1) gaya lurus

(block style), dan (2) gaya lekuk (indented style). Penulisan

paragraf baru dengan gaya lurus diketik sejajar dengan baris di

atasnya dengan jarak 2 spasi (jarak baris dalam paragraf 1.5

spasi). Jadi, dengan cara ini akan tampak batas paragraf

sebelumnya dengan paragraf berikutnya.

Jika di dalam paragraf ada kutipan langsung, maka

penulisannya bergantung pada panjang kutipan itu. Kutipan

langsung yang terdiri atas tidak lebih dari 3 baris atau kurang dari

40 kata ditulis sama dengan kalimat lain di dalam paragraf dan

diapit oleh tanda petik dua (“…”). Kutipan langsung yang lebih

dari 3 baris atau lebih dari 40 kata, diketik dengan jarak 1 spasi dan

menjorok ke dalam 3 ketukan tanpa tanda petik.

Contoh kutipan langsung di dalam paragraf:

Sirait (1985:27) mendefinisiokan proposisi sebagai “Proposisi

adalah pernyataan yang dapat dibenarkan atau disangkal

yang terdiri atas tiga bagian, yaitu S-Vk-P. S adalah yang

diberi pembenaran, Vk adalah verba penghubung, dan P

adalah pembenaran.”

Contoh kutipan langsung yang membetuk paragraf sendiri:

119

Page 120: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Banyak ahli yang telah memberi pengertian tentang humor. Dari

sekian banyak pengertian itu, dalam tulisan ini hanya dikutip satu

definisi yang dikemukakan oleh McDougall (1922) sebagai berikut.

Potensi tertawa dan melucu merupakan bawaan dalam sistem mekanisme syaraf dan mempunyai fungsi adaptif. Potensi ini telah muncul sejak awal kehidupan manusia, sebelum proses kognitif yang kompleks terbentuk. Ini berarti humor merupakan fenomena universal yang mempunyai manfaat.

3. Penomoran Halaman

Ketentuan penulisan nomor halaman sebagai berikut.

a. Nomor halaman bagian awal karya ilmiah yang meliputi:

halaman judul, nama/daftar anggota delompok (kalau ada),

kata pengantar, daftar isi, daftar tabel/gambar, daftar istilah,

dan lasin-lain diketik sebelah kanan bawah dengan angka

rumawi-kecil (i, ii, iii,

dan seterusnya).

b. Nomor halaman bagian inti atau tubuh karya ilmiah sampai

pada daftar lampiran ditulis dengan angka arab dan diketik 3

cm dari tepi kanan dan 1.5 cm dari tepi atas.

120

Page 121: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

c. Nomor halaman pertama setiap bab tidak ditulis, tetapi tetap

diperhitungkan untuk pemberian halaman lembar berikutnya.

Untuk melengkapi bahasan seluk-beluk penulisan karya

ilmiah ini, dipandang perlu menyertakan format penilaian karya

tulis ilmiah yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi,

Departemen Pendidikan Nasional tahun 2002.

Format Penilaian Karya Tulis Ilmiah

Nomor peserta : …………………………………

Nama peserta : (Kalau berkelompok, tulis semua namanya!)

Lembaga/Sekolah : SMU Negeri 17 Makassar

No. Kriteria Penilaian Bobot Skor Skor terbobot

1 Format karya ilmiah:a. Tata tulis: ukuran kertas, tipografi,

kerapian ketik, perwajahan, jumlah halaman

b. Pengungkapan: sistematika tulisan, ketepan dan kejelasan paparan, penggunaan ragam bahasa

5

2. Kreativitas gagasan:a. Komprehensif dan keunikanb. Struktur gagasan (gagasan muncul

didukung oleh argumentasi ilmiah)

15

3. Topik yang dikemukakan:a. Sifat topik, rumusan judul dan dan

kesesuaian dengan topik, aktualitas 5

121

Page 122: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

b. Kejelasan uraian permasalahanc. Relevansi topik dengan tema

4. Data dan sumber informasi:a. Relevansi data dan informasi yang

diacu dengan uraian tulisanb. Keakuratan dan integritas data dan

informasic. Kemampuan menghubungkan

berbagai data dan informasi

15

5. Pembahasan, simpulan, dan tranfer gagasan:a. Kemampuan menganalisis dan

menyintesis serta merumuskan simpulan

b. Kemungkinan/prediksi transfer gagasan dan proses adopsi

20

Keterangan:a. Skor terbobot total maksimal 5400b. Skor setiap bagian adalah 40—90c. Skor terbobot = bobot x skor

60

Makassar, Februari 2004

Juri,

…………………………………

Format Penilaian Presentasi Karya Ilmiah

Nomor peserta : ……………………………………………..

Nama peserta : (Kalau berkelompok, tulis semua namanya!)

Lembaga/Sekolah : SMU Negeri 17 Makassar

No. Kriteria Penilaian Bobot Skor Skor

122

Page 123: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

terbobot

10 Penyajian:

a. Sistematika penyajian

b. Alat bantu

c. Penggunaan bahasa tutur yang

baku

d. Cara presentasi

e. Ketepatan waktu

15

2. Tanya jawab:

a. Kebenaran dan ketepatan jawaban

b. Cara menjawab

c. Keterbukaan peserta dalam acara

tanya-jawab

25

Keterangan:

a. Skor terbobo total maksimal 3600

b. Skor setiap bagian adalah 40—90

c. Skor terbobot = bobot x skor

40

Makassar, Februari 2004

Juri,

………………………………..

123

Page 124: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Hasil akhir sebuah karya ilmiah adalah gabungan nilai karya

tulis dengan nilai presentasi.

Bacaan

Pedoman Umum Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa. 2002.

Jakarta:

Depdiknas Dirjen Dikti

KATA-KATA FUNGSIONAL DALAM BAHASA INDONESIA

Dr. Achmad Tolla, M. Pd.

A. Pendahuluan

Secara umum, kelas kata bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi: (1)

kata benda (nomina), (2) kata kerja (verba), (3) kata sifat (adjektiva), (4) kata

bilangan (numeralia), (5) kata keterangan (adverbia), dan (6) kata tugas (kata

fungsional). Kelas kata benda, kata kerja, kata sifat, dankata bilangan, dalam

teori semantik, dikenal sebagai kata yang memiliki rujukan atau acuan. Artinya,

124

Page 125: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

setiap kata dari kelas kata ini mempunyai wujud atau yang dianggap wujud

yang dilambangkan dengan huruf dalam tulisan, dan fonem dalam ujaran.

Kelas kata tugas memiliki ciri yang berbeda dengan kelas kata (1)—(4).

Kelas kata tugas tidak memiliki arti leksikal atau arti kata. Dia hanya memiliki

arti gramatikal atau arti tata bahasa. Artinya, kata tugas tidak mempunyai

makna lepas, tetapi senantiasa terkait dengan makna kata lain dalam frase,

klausa atau kalimat. Kata ke, dari, dan, untuk misalnya, walaupun kata ini

sangat produktif dalam kalimat bahasa Indonesia, namun kata-kata itu tidak

dapat digunakan secara lepas. Kata-kata itu barulah dapat diperkirakan

maknanya jika sekurang-kurangnya mendampingi kata yang memiliki rujukan

dalam frase seperti: ke kota, dari sekolah, untuk bekal. Demikianlah sifat

umum kata-kata fungsional.

B. Klasifikasi Kata Fungsional

Berdasarkan peranannya dalam frase atau kalimat, kata tugas

(fungsional) dibagi menjadi: (1) kata depan (preposisi), (2) kata hubung

(konjungsi), (3) kata seru (interjeksi), (4) artikel , dan (5) partikel (Alwi, 1999:

323).

1. Kata Depan (Preposisi)

1.1 Kata depan monomorfemis

Contoh:

a. menandai hubungan peruntukan:

- bagi

125

Page 126: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

- untuk

- buat

- guna

b. menandai hubungan asal, arah dari suatu tempat: dari

c. menandai hubungan arah menuju suatu tempat: ke

d. menandai hubungan tempat berada: di

e. menandai hubungan sebab: karena, sebab

f. menandai hubungan kesertaan atau cara: dengan

g. menandai hubungan pelaku atau dianggap pelaku: oleh

h. menandai hubungan tempat atau waktu: pada

i. menandai hubungan ikhwal peristiwa: tentang

j. menandai hubungan waktu yang bejalan terus: sejak

1.2 Kata depan polimorfemis dengan afiks

Contoh:

bersama, beserta : menandai kesertaan

menjelang : menandai waktu sesaat sebelum

menuju : menandai hubungan arah

menurut : menandai hubungan sumber

sekitar : menandai hubungan geografis

mengenai : menandai hubungan sasaran atau objek

terhadap : menandai hubungan arah

bagaikan : menandai hubungan kemiripan

1.3 Kata depan polimorfemis gabungan kata

126

Page 127: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Contoh:

daripada : menandai hubungan perbandingan

kepada : menandai hubungan arah objek

oleh karena, oleh sebab : menandai hubungan penyebab

sampai ke, sampai dengan : menandai hubungan batas waktu

selain dari : menandai hubungan perkecualian

1.4 Polimorfemis gabungan kata depan dan yang bukan kata depan

Contoh:

di atas, di bawah, di muka, di belakang : menandai hubungan tempat

ke dekat, ke depan, ke dalam, ke luar, ke tengah : menandai hubungan

arah

dari balik, dari samping, dari dalam, dari luar, dari tengah : menandai hubungan sumber

2. Kata Huhubung (Konjungsi)

2.1 Kata hubung koordinatif

Contoh:

dan : menandai hubungan penambahan

atau : menandai hubungan pemilihan atau penambahan

tetapi : nenandai hubungan perlawanan

2.2 Kata hubung subordinatif

Kata hubung jenis ini terdiri atas 10 kelompok.

1. Subordinatif waktu : sesudah, setelah, sebelum, sehabis, sejak, selesai,

ketika, tatkala, 127

Page 128: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

sewaktu, sementara, sambil, seraya, selagi, selama, sehingga, sampai

2. Subordinsatif syarat : jika, kalau, jikalau, asalkan (asal), bila, manakala

3. Subordinatif pengandaian : andaikan, seandainya, umpamanya, sekiranya

4. Subordinatif tujuan :agar, supaya, agar supaya, biar

5. Subornatif konsesif : biarpun, meski(pun), sekalipun, walau(pun),

sungguhpun kendati(pun), padahal.

6. Subordinatif kemiripan : seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti,

sebagai, laksana.

7. Subordinatif penyebaban : sebab, karena, oleh karena, oleh sebab.

8. Subordinatif pengakibatan : (se)hingga, sampai(-sampai), maka(nya).

9. Subordinatif penjelasan : bahwa

10. Subordinatif cara : dengan, tanpa

2.3 Konjungtor korelatif

Contoh :

Baik..., maupun….Tidak hanya…, tetapi juga…

Bukan hanya…, malainkan juga….. Demikian … sehingga….

Sedemikian rupa sehingga….Apa(kah)…, atau….Entah…., entah….Jangankan…., … pun…..

2.4 Konjungtor kalimat

Contoh :a. biarpun demikian/begitu

sekalipun demikian/begitu

128

Page 129: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

sungguhpun demikian/begituwalapun demikian/begitumeskipun demikian/begitu

b. kemudiansesudah itusetelah ituselanjutnya

c. tambahan pula, lagi pula, selain itud. sebaliknyae. sesungguhnya, bahwasanyaf. malah(an), bahkang. (akan) tetapi, namunh. kecuali itui. dengan demikian j. oleh karena itu, oleh sebab ituk. sebelum itu

2.5 Konjungtor antarparagraf

Contoh :

a. adapun b. alkisahakan hal arkianmengenai sebermuladalam pada itu syahdan

3. InterjeksiInterjeksi atau kata seru adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa

hati pembicara. Contoh:

a. Benda negatif b. Bernada positif

cih aduhai cis amboi bah alhamdulillah

129

Page 130: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

ih insya Allah idih syukur

c. Bernada kebenaran d. Bernada netral atau campuran

ai ayo nahlo hai ahastagfirullah halo ehmasyaallah he ohduilah yaastaga aduhwah hem

4. Artikel 4.1 Artikel yang mengacu ke makna tunggal Contoh :

sang : untuk manusia atau benda unik dengan maksud untuk meniggikan martabat dan sering pula dipakai sebagai gurauan atau sindiran.

sri : untuk manusia yang memiliki martabat tinggi dalam keagamaan atau kerajaan

hang : untuk laki-laki yang dihormati dan pemakainnya terbatas pada nama tokoh dalam cecrita sastra lama

dang : untuk wanita yang dihormati dan pemakaiannya terbatas pada nama tokoh dalam cerita lama

4.2 Artikel yang mengacu ke makna kelompok: para

Artikel yang mengacu ke makna kelompok adalah para. Karena artikel ini mengisyaratkan keunggulan, makna nomina yang diiringinya tidak dinyatakan dalam bentuk kata ulang. Jadi, untuk menyatakan kelompok guru sebagai kesatuan bentuk dipakai adalah para guru dan bukan *para gu-guru.

130

Page 131: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

4.3 Artikel yang bermakna netral: si Di samping artikel yang menyatakan makna tunggal dan kelompok,

ada pula artikel yang sifatnya netral. Artikel si dapat mengacu ke makna

tunggal atau generic, bergantung pada konteks kalimat.

Contoh:

tunggal : sang, sri hang, hang

Artikel : kelompok : para

netral/general : si

5. Partikel: -kah, -lah, pun, -tah5.1 Partikel -kah

1. Jika dipakai dalam kalimat deklaratif, -kah mengubah kalimat tersebut menjadi kalimat introgatif.Contoh:

Diakah yang akan datang?(Bandingkan: Dia yang akan datang.)Hari inikah pekerjaan itu harus selesai?(Bandingkan: Hari ini pekerjaan itu harus selesai)

2. Jika dalam kalimat tanya sudah ada kata tanya seperti apa, di mana, dan bagaimana, maka –kah bersifat mansuka. Pemakian –kah menjadikan kalilmatnya lebih formal dan sedikit lebih halus.Contoh :

a. Apa ayahmu sudah dating?b. Apakah ayahmu sudah dating?

131

Page 132: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

a. Bagaimana penyelesaian soal ini?b. Bagaimanakah penyelesaian soal ini?

a. Ke mana anak-anak itu pergi?b. Ke manakah anak-anak itu pergi?

3. Jika dalam kalimat tidak ada kata tanya tetapi intonasinya adalah intonasi interogatif, maka –kah akan memperjelas bahwa kalimat itu adalah kalimat tanya. Kadang-kadang urutan katanya dibalik.Contoh:

a. Dia akan datang nanti malam?b. Akan datangkah dia nanti malam?

a. Harus aku yang mulai dahulu?b. Haruskah aku yang mulai dahulu?

a. Dia tidak dapat mengurus soal sekecil itu?b. Tidak dapatkah di mngurus soal sekecil itu?

5.2 Partikel –lah1. Dalam kalimat imperatif, -lah dipakai untuk sedikit mengahluskan nada

perintahnya.Contoh:

- Pergilah sekarang, sebelum hujan turun!- Bawalah mobil ini ke bengkel besok pagi!- Kalau Anda mau, ambillah satu atau dua buah!

2. Dalam kalimat deklaratif, -lah dipakai untuk memberikan ketegasan yang sedikit keras.Contoh:

- Dari ceritamu, jelaslah kamu yang salah.- Ambil berapa sajalah yang kamu perlukan.- Cara seperti itu tidaklah pantas.- Dialah yang menggugat soal itu.

132

Page 133: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

5.3 Partikel pun1. Pun dipaki untuk mengeraskan arti kata yang diiringinya.

Contoh:

- Mereka pun akhirnya setuju dengan usul kami.- Yang tidak perlu pun dibelinya juga.- Siapa pun yang tidak setuju pasti akan diawasi.

2. Dengan arti yang sama seperti di atas, pun sering pula dipakai bersama –lah.

Contoh:

- Tidak lama kemudian hujan pun turunlah dengan derasnya.- Para dedmonstran itu pun berbarislah dengan teratur.- Para anggota yang menolak pun mulailah berpikir-pikir lagi.

5.4 Partikel –tahPartikel –tah dipakai dalam kalimat interogatif, tetapi si penanya sebenarnya tidak mengharapkan jawaban. Ia seolah-olah hanya bertanya-tanay pada diri sendiri tentang hal yang dikemukakannya. Partikel –lah banyak dipakai dalam sastra lama, tetapi tidak banyak dipakai lagi sekarang.Contoh:

- Apatah artinya hidup ini tanpa engkau?- Siapatah gerangan orangnya yang mau menolongku.

133

Page 134: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

SELUK-BELUK KALIMAT EFEKTIF BAHASA INDONESIA DAN PENULISAN DAFTAR PUSTAKA

134

Page 135: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Dr. Achmad Tolla, M.Pd.A. Latar Belakang

Kalimat merupakan kesatuan ujaran yang menyatakan setiap

gagasan, pikiran atau konsep serta perasaan yang dimiliki seseorang.

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997:4341). Setiap kalimat yang baik

harus memenuhi persyaratan kaidah-kaidah yang berlaku. Kaidah

tersebut meliputi: (1) unsur-unsur penting yang harus dimiliki setiap

kalimat, (2) aturan-aturan tentang Ejaan yang Disempurnakan, dan (3)

cara memilih kata dalam kalimat.

Sebuah kalimat menjadi jelas maknanya jika memiliki paling

kurang subjek dan predikat dan ditulis sesuai dengan aturan Ejaan

yang Disempurnakan, serta kata-kata yang dipergunakan haruslah

tepat. Kalimat yang jelas dan benar tidak akan sulit bagi orang lain

untuk memahaminya. Kalimat yang demikian disebut kalimat efektif.

Menurut Yunus (1996:115), kalimat efektif adalah kalimat yang

mempunyai kemampuan menyampaikan pesan pembicara atau penulis

kepada pendengar atau pembaca. Bila hal ini tercapai, diharapkan

pembaca atau pendengar akan tertarik kepada apa yang disampaikan

oleh penulis atau pembicara.

Agar kalimat yang disampaikan, baik lisan maupun tulisan

dapat memberi informasi kepada pendengar atau pembaca, perlu

diperhatikan beberapa hal yang merupakan ciri-ciri kalimat efektif

berikut ini.

B. Pembentukan Kalimat Efektif

1. Penekanan dalam Kalimat

135

Page 136: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Yang dimaksud dengan penekanan ialah suatu perlakuan

khusus menonjolkan bagian kalimat sehingga berpengaruh terhadap

makna kalimat secara keseluruhan (Finozza, 2001:139). Seorang

pembicara biasanya akan memberi penekanan pada bagian kalimat

dengan memperlambat ucapan, meniggikan suara, disela oleh jeda,

dan diakhiri oleh intonasi selesai. Dalam penulisan huruf latin, kalimat

dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda perhentian

mutlak (tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru). Berikut

dikemukakanh beberapa cara untuk memberi penekanan dalam

kalimat tulisan.

1) Posisi dalam kalimat

Untuk memberi penekanan pada bagian tertentu sebuah kalimat,

penulis dapat mengemukakan gagasan pokok pada bagian depan

kalimat. Cara ini di sebut juga pengutamaan bagian kalimat.

Contoh:

- Pada bulan Desember, kita akan ujian akhir semester.

- Kita akan ujian akhir semester pada bulan Desember.

- Ujian akhir semester kita tempuh pada bulan Desember.

Ketiga kalimat di atas mempunyai pengertian yang sama, tetapi gagasan

pokoknya berbeda.

2) Urutan yang logis

Yang dimaksud dengan urutan yang logis ialah ide kalimat itu

dapat diterima oleh akal sehat. Sebuah kalimat biasanya mengemukakan

suatu kejadian atau peristiwa. Kejadian dalam suatu peristiwa

hendaknya diperhatikan agar urutannya tergambar dengan logis. Urutan

136

Page 137: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

yang logis dapat disusun secara kronologis dengan penataan urutan

yang makin lama makin penting sehingga tampak menggambarkan

suatu proses.

Contoh:

Telekomunikasi cepat-vital dimaksudkan untuk keamanan,

mobilitas pembagian, dan persatuan.

3) Pengulangan kata

Pengulangan kata dalam kalimat diperlukan untuk memberi

penegasan pada bagian yang dianggap penting. Hal ini bertujuan agar

kalimat menjadi lebih jelas.

Contoh:

- Saudara-saurdara, kita tidak suka dibohongi; kita tidak suka

di tipu; dan kita tidak suka dibodohi.

- Pembangunan dilihat sebagai proses yang rumit dan

mempunyai banyak dimensi, tidak hanya berdimensi

ekonomi, tetapi juga dimensi politik, sosial, dan budaya.

3) Pertentangan kata terhadap makna yang ditonjolkan

Penekanan pertentangan kata, dilakukan terhadap kalimat

majemuk setara. Makna klausa pertama dari kalimat tersebut menjadi

terasa lebih tegas karena dipertentangkan dengan makna klausa kedua.

Contoh:

- Rakyat Indonesia tidak menghendaki pemerintah yang

bersifat munafik, tetapi pemerintah yang bersifat jujur.

137

Page 138: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

- Dia dengan mudah memperoleh nilai A pada mata kuliah

bahasa Indonesia, padahal, kita mendapatkan nilai B saja

sulit.

5) Partikel penekanan

Partikel penekanan adalah kata yang tidak dapat mengalami perubahan bentuk dan hanya berfungsi

menampilkan unsur yang diiringinya.

a. Partikel yang

Partikel yang ditempatkan di antara subjek dan predikat.

Contoh:

- Partai yang memilih calon presiden (yang) jujur diharapkan

memperoleh kemenangan dalam pemilihan Presiden

Republik Indonesia periode 2004—2009.

Bandindingkan dengan:

- Partai memilih calon presiden jujur diharapkan memperoleh

kemenangan dalam pemilihan Presiden Republik Indonesia

periode

2004—2009.

b. Partikel -lah

Partikel -lah dapat digunakan untuk menghaluskan nada perintah dan

memberikan ketegasan yang sedikit keras. Selain itu, partikel –lah

dapat diikuti oleh partikel yang ditempatkan antara subjek dan predikat.

Contoh:

- Pergilah sekarang, sebelum hujan turun!

- Dari ceritamu, jelaslah kamu yang bersalah.

- Dialah yang membaca buku ini.

c. Partikel -kah

138

Page 139: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Partikel –kah mengubah kalimat positif menjadi kalimat

interogatif. Jika dalam kalimat interogatif sudah ada kata tanya

seperti apa, di mana, dan bagaimana, maka kata itu menjadikan

kalimat lebih formal dan sedikit lebih halus.

Contoh:

- Diakah yang akan datang? (Dia yang akan

datang.)

- Ke manakah anak-anak pergi? (Ke mana anak-

anak pergi.)

d. Partikel –tah

Parikel –tah dipakai dalam kalimat interogatif, tetapi

penanya sebenarnya tidak mengharapkan jawaban. Ia seolah-olah

hanya bertanya pada diri sendiri karena keheranan atau

kesangsiannya.

Contoh:

- Apatah artinya hidup ini tanpa engkau?

- Siapatah gerangan yang mau menolongku?

e. Partikel pun

Partikel pun dalam bentuk tulisan dipisahkan dari kata di

depannya sebagaimana contoh berikut ini.

(1) Pun dipakai untuk mengeraskan arti kata yang diiringinya.

Contoh:

- Mereka pun akhirnya setuju dengan usul kami.

- Dia pun pergi setelah dimarahi pimpinannya.

139

Page 140: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

- Setelah terjadi kesalahpahaman, dia pun pergi

dengan melambaikan tangannya.

(2) Dengan arti yang sama seperti di atas, pun sering pula dipakai

bersama dengan -lah untuk menandakan perbuatan atau proses

mulai berlaku atau terjadi.

Contoh:

- Para anggota yang menolak pun mulailah berpikir

lagi.

- Anggota yang tidak memilih calon ini pun haruslah

menerima keputusan akhir.

Perlu diketahui pula bahwa ada beberapa kata yang ditulis

serangkai

dengan partikel –pun. Contoh:

adapun, andaipun, bagaimanapun, betapapun, biarpun,

begitupun,

beginipun, kendatipun, namunpun, sekalipun, sungguhpun,

walaupun

6) Penekanan dengan kata keterangan dan kata penghubung

Keterangan penekanan yang lazim digunakan adalah kata

memang, apalagi, lagipula, bahkan, dan lebih-lebih lagi.

Contoh:

- Kami memang sudah mendengar kabar itu sejak

kemarin.

140

Page 141: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

- Mencari pekerjaan di Makassar tidak semudah yang

bayangkan, apalagi kalau tidak mempunyai koneksi.

- Ayah tiri itu tidak hanya mencintai istrinya, bahkan

juga anak tirinya.

7) Penekanan dengan pemindahan unsur

Yang dimaksud dengan pemindahan unsur adalah memindahkan

unsur lain atau bagian kalimat ke posisi awal kalimat (Chaer, 1988:367).

Ada tiga cara pemindahan unsur yang dapat dilakukan untuk penekanan

kalimat:

(1) Pemindahan predikat

a. Jika kalimat menggunakan kata kerja intransitif, maka predikat

mendahului subjek kalimat.

Contoh:

- Keluar mereka dari persembunyiannya.

- Mengintip mereka dari kamarnya.

b. Jika kalimat menggunakan kata kerja transitif, maka predikat

dan objek kalimat harus dipindahkan sekaligus.

Contoh:

- Makan nasilah kamu dengan cepat.

- Minum airlah kamu jika haus.

c. Jika subjek kalimat menunjukkan keadan khusus, maka predikat

yang berupa kata sifat terletak di awal kalimat.

Contoh:

- Gemuk orang itu.

141

Page 142: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

- Kurus orang ini.

d. Jika subjek berupa kata benda ordinat, maka predikat kata benda

terletak pada awal kalimat

Contoh:

- Binatang anjing itu.

- Binatang gorilla itu.

e. Predikat terdiri atas kata bilangan.

Contoh:

- Seribu rupiah utangku.

- Seratus rupiah sisa uangku.

Contoh c, d, dan e tidak produktif dalam komunikasi

(2) Pemindahan objek

Objek pada kalimat aktif transitif dapat diletakkan pada awal

kalimat, jika kalimat di ubah menjadi kalimat pasif.

Contoh:

- Anjing dilempar dengan batu oleh Iwan.

- Iwan dilempar dengan batu oleh orang utan.

(3) Pemindahan keterangan

Contoh:

- Tadi pagi beliau tidak mengajar.

- Tadi malam beliau terlambat tidur.

8) Penekanan dengan bentuk pasif

142

Page 143: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Yang di maksud dengan penekanan ini adalah penekanan pada objek

penderita.

Contoh:

- Komik dibaca adik.

- Ibu disayang ayah.

Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada jenis penekanan ini.

(1) Jika subjek kalimat aktif adalah kata ganti orang, maka

predikat kalimat pasif tidak menggunakan awalan di-;

diganti dengan kata ganti.

Contoh:

- Buku itu sudah saya baca. (pasif).

- Saya sudah membaca buku itu. (aktif).

(2) Jika predikat kalimat aktif berupa frase yang mengatakan

bentuk mau, ingin, dan suka, maka kalimat seperti itu

tidak dapat dipasifkan.

Contoh:

- Adi mau melamar Ira.

- Ira mau dilamar Adi. (tidak logis)

2. Kehematan dalam Kalimat

Upaya penghematan dalam kalimat dilakukan dengan menghindari

pemakaiaan kata, frase, atau unsur lain yang tidak perlu. Hemat tidak berarti

kita harus menghilangkan unsur penting kalimat sehingga menjadi kurang

jelas. Hemat di sini berarti tidak memakai kata-kata mubazir, tidak

143

Page 144: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

mengulang subjek, dan tidak menjamakkan kata yang memang sudah

bermakna jamak.

1) Pemakaian kata mubazir

Kenyataan menunjukkan bahwa kadang-kadang seorang penulis biasa

tanpa sadar memakai dua kata atau lebih yang memiliki makna yang

sama. Pemakaian kata bersinonim tidak mambuat kalimat itu menjadi

lebih jelas, tetapi justru kalimat menjadi tidak efektif.

Contoh:

- Agar supaya Anda dapat memperoleh nilai ujian yang

memuaskan, Anda harus belajar dengan sebaik-baiknya.

(tidak hemat)

= Agar Anda memperoleh nilai ujian yang memuaskan,

belajarlah dengan baik. (hemat)

- Agar supaya ia tidak marah, saya lebih baik memberinya

hadiah. (tidak hemat)

= Supaya ia tidak marah, saya lebih baik memberinya

hadiah.

(hemat)

2) Pengulangan subjek kalimat

Penulis tanpa sadar sering mengulangi subjek dalam suatu kalimat

yang

sebenarnya tidak diperlukan.

Contoh:

144

Page 145: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

- Para mahasiswa PPs IAIN dapat mengikuti kuliah

semester ganjil setelah mereka mengikuti martikulasi.

(pengulangan subjek)

- Para mahasiswa PPs IAIN dapat mengikuti kuliah

semester ganjil setelah mengikuti martikulasi. (tanpa

pengulangan subjek)

3) Hiponimi

Dalam setiap bahasa ada jenis kata yang memiliki makna bawahan kata

atau ungkapan yang lebih tinggi. Di dalam makna kata tersebut

terkandung makna umum kelompok kata yang bersangkutan.

Contoh:

- Pemilihan umum tahun ini jatuh pada tanggal 5 bulan

April 2004.

- Ketua KPU dipersilakan maju ke depan untuk

menjelaskan cara mencoblos gambar.

Bandingkan dengan:

- Pemilihan umum tahun ini jatuh pada tanggal 5 April

2004.

- Ketua KPU dipersilakan ke depan untuk menjelaskan cara

mencoblos gambar.

4) Pemajemukan kata yang jamak

145

Page 146: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Penggunaan pasangan kata yang masing-masing bermakna jamak

merupakan pemborosan kata. Oleh karena itu, dianjurkan menggunakan

salah satu di antaranya.

Contoh:

- Banyak para petani-petani sayur yang telah berhasil

dengan baik.

- Banyak para mahasiswa-mahasiswa berdemonstrasi di

depan kantor DPRD Makassar.

Bandingkan dengan:

- Banyak -petani sayur yang telah berhasil dengan baik.

- Para petani sayur telah berhasil dengan baik.

- Petani-petani sayur telah berhasil dengan baik.

- Banyak mahasiswa berkonsentrasi di depan Kantor

DPRD Makassar.

- Para mahasiswa berkonsentrasi di depan Kantor DPRD

Makassar.

- Mahasiswa-mahasiswa berkonsentrasi di depan Kantor

DPRD Makassar.

3. Kevariasian dalam Kalimat

Menurut Akhadiah (1995:127), seseorang akan dapat menulis

dengan baik bila dia juga seorang pembaca yang baik. Akan tetapi,

pembaca yang baik tidak berarti dia juga penulis yang baik. Seorang penulis

harus menyadari bahwa tulisan yang dibuatnya akan dibaca orang lain.

146

Page 147: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Membaca bertujuan agar pembaca mendapat sesuatu dari bacaannya. Ini

berarti bahwa penulis harus berusaha menghindarkan pembaca dari

keletihan dan kebosanan. Penulis harus berusaha membuat pembaca senang

terhadap hasil tulisannya.

Tulisan yang mempergunakan pola serta bentuk kalimat yang terus-

menerus sama akan membuat suasana menjadi kaku dan monoton sehingga

akan menimbulkan kebosanan pembaca. Oleh sebab itu, untuk

menghindarkan suasana monoton dan rasa bosan, suatu paragraf dalam

tulisan memerlukan bentuk pola dan jenis kalimat yang bervariasi. Variasi-

variasi kalimat ini harus dari keseluruhan tulisan. Tentang variasi kalimat

ini dapat terjadi pada beberapa bentuk.

1) Cara memulai

Ada beberapa cara memulai kalimat untuk mencapai keefektifan kalimat

antara lain dengan variasi pada awal kalimat. Pada umumnya, kalimat

dapat dimulai dengan subject, predikat, frase dan kata modalitas.

(1) Subjek pada awal kalimat

Orang umumnya mengetahui bahwa memulai kalimat dapat

dilakukan dengan cara meletakkan subjek pada awal kalimat. Hal ini

dapat dilihat pada pola dasar kalimat bahasa Indonesia dengan

senantiasa menempatkan subjek pada awal kalimat. Pola ini

merupakan pola yang umum kalimat bahasa Indonesia.

Contoh:

- Mahasiswa memerlukan pelayanan yang baik agar

cepat selesai.

147

Page 148: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

- Dosen PPs IAIN melayani mahasiswa dengan sangat

bail.

(2) Predikat pada awal kalimat

Predikat adalah kata yang menerangkan perbuatan atau sifat dari

subjek pelaku (Finoza, 2001:84). Sebuah kalimat dapat diawali

dengan predikat. Kalimat seperti ini di sebut kalimat inversi atau

kalimat susun balik.

Contoh:

- Digiring kami melalui jalan kecil dan tiba di pondok

yang terbuat dari bambu.

- Direbus telur itu sebelum dimakan.

(3) Kata modal pada awal kalimat

Ada cara lain dalam memulai kalimat, yaitu meletakkan kata

modal pada awal kalimat. Kata modal tersebut dapat mengubah arti

kalimat secara keseluruhan. Kata modal dapat didefinisikan sebagai

kata yang menerangkan kata benda, kata kerja, dan kata sifat,

seperti: sering, tentu, barangkali, belum, sudah, mungkin, past,

mungkin. Penggunaan kata-kata modal akan menyebabkan kalimat-

kalimat akan berubah nadanya. Kalimat yang tegas menjadi ragu-

ragu atau sebaliknya, dan yang keras menjadi lembut ataupun

sebaliknya. Penggunaan kata modal dapat menyatakan bermacam-

macam sikap.

148

Page 149: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Contoh:

- Sering mereka belajar bersama-sama.

- Tentu keberhasilan usaha seperti ini adalah hasil

kerja sama dan kerja keras semua pihak.

- Barangkali hujan akan turun hari ini.

- Belum/sudah saya baca berita itu.

- Ketegangan mungkin yang dapat menyebabkan hasil

belajarnya menurun.

(4) Frase pada awal kalimat

Kelompok kata yang tidak mengandung predikat dan belum

membentuk klausa atau kalimat disebut frase (Finoza, 2001:84).

Bentuk-bentuk sintaksis yang tergolong ke dalam kelompok kata

demikian, misalnya: dengan demikian, oleh karena itu, dalam

kehidupan sehari-hari, menyadari akan hal itu, secara tidak

langsung, untuk maksud yang sama, dan masih banyak bentuk yang

lain.

Contoh:

- Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa merupakan alat

komunikasi yang amat penting.

- Secara tidak langsung, Undang-Undang No. 22 Tahun

1999 itu memecah-belah persatuan bangsa.

2) Panjang-pendek kalimat

Kalimat yang efektif tidak diukur dari sudut panjang-pendeknya

kalimat. Akan tetapi, umumnya, kalimat yang panjang selalu rumit dan

149

Page 150: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

tidak efektif. Ada upaya yang sering penulis lakukan untuk membuat

pembaca agar tertarik membaca tulisannya. Upaya yang dimaksud ialah

memvariasikan kalimat pendek dan kalimat panjang dalam satu wacana

Contoh:

Tiga puluh tahun yang lalu, kami para psikolog, yakin bahwa

kasus semacam itu cuma pengecualian, karena kami yakin

kepribadian anak sudah terbentuk sejak dini. Setelah tahun-

tahun pertama kemungkinannya kecil untuk berubah. Namun,

kini kami tahu lebih banyak. Sejarah hidup ribuan anak-anak

membuktikan bahwa drama perkembangan manusia bisa tiba-

tiba berbalik ke arah yang positif setiap saat.

3) Jenis kalimat

Variasi kalimat dapat juga berbentuk penggunaan jenis kalimat tertentu.

Jenis kalimat berita misalnya, dianggap lebih netral dan lugas dalam

menyampaikan pesan penulis. Akan tetapi, tidak berarti bahwa kalimat

tanya dan kalimat perintah diabaikan dalam menyampaikan informasi,

jika diperlukan.

Contoh:

Menghadapi anak-anak nakal, tidak heran kalau orang tua dan gurunya

kehilangan harapan. Akan tetapi, apakah betul anak seperti ini pasti

suram masa depannya? Belum tentu! Buktinya, banyak anak yang nakal

di sekolah menengah, tetapi tumbuh menjadi orang yang sukses.

4) Kalimat aktif dan pasif

Penggunaan kalimat aktif atau pasif juga sebagai cara untuk

menarik perhatian pembaca dan memberi kejelasan gagasan yang 150

Page 151: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

dikemukakan. Kalimat aktif yang dapat diubah menjadi kalimat pasif

hanyalah kalimat aktif yang inti predikatnya berupa verba transitif dan

mempunyai objek.

Contoh:

- Panitia Pemilu 2004 Kota Makassar meninjau tempat-

tempat pemungutan suara di setiap kelurahan. (aktif)

- Tempat-tempat pemungutan suara di setiap kelurahan ditinjau

oleh Panitia Pemilu 2004 Kota Makassar. (pasif)

5) Kalimat langsung dan tidak langsung

Penggunaan kalimat kalimat langsung di sela-sela kalimat tidak

langsung juga salah satu bentuk variasi kalimat. Kadang-kadang

pendapat atau pikiran seseorang yang dituliskan atau diucapkan akan

terasa lebih hidup apabila dikutif secara langsung. Selain itu, juga

dimaksudkan untuk menunjukkan sikap objektif penulis.

Ada dua cara yang lazim digunakan untuk mengutip pendapat

atau pikiran orang lain secara langsung. Pertama, kutipan langsung

yang tidak lebih dari tiga baris atau kurang dari 40 kata ditempatkan di

dalam paragraf dengan hanya mengapitnya dengan tanda petik dua dan

diikuti atau diawali dengan nama, tahun, dan halaman buku atau

keterangan lain.

Copntoh:

Ateisme adalah sebuah paham yang mengingkari keberadaan Tuhan.

Keingkaran mereka tidak hanya ditujukkan oleh perilaku, tetapi terutama 151

Page 152: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

dengan tertutupnya hati mereka terhadap keberadaan Maha Pencipta. Mereka

dikelompokkan orang-orang yang memiliki hati yang sakit sehingga tidak

mampu menerima kebenaran. Hati yang demikian digambarkan sebagai “Hati

yang sakit adalah hati yang mengelak dari penciptaannya semula, yakni

mengelak untuk mengetahui Allah, mencinta-Nya, rindu bertemu dengan-Nya,

dan kembali kepada-Nya” (Ibnu Kayyim, 1423:103). Kedua, kutipan langsung

yang lebih dari tiga baris atau lebih dari 40 kata dipisahkan dari paragraf,

diketik dengan spasi rapat, dan tidak diapit dengan tanda petik dua.

Contoh:

Ateisme adalah sebuah paham yang mengingkari keberadaan Tuhan.

Keingkaran mereka tidak hanya ditujukkan oleh perilaku, tetapi terutama

dengan tertutupnya hati mereka terhadap keberadaan Maha Pencipta. Mereka

dikelompokkan orang-orang yang memiliki hati yang sakit sehingga tidak

mampu menerima kebenaran. Hati yang sakit digambarkan oleh Ibnu Kayyim

(1423:103 sebagai berikut.

Hati yang sakit adalah hati yang mengelak dari penciptaannya semula, yakni untuk mengetahui Allah, mencintai-Nya, rindu bertemu dengan-Nya, kembali kepada-Nya, dan mengutamakan semuanya itu atas segala syahwat. Seandainya seorang hamba mengetahui segala sesuatu, tetapi dua tidak mengetahui Tuhannya, maka seakan-akan dia tidak mengetahui sesuatu. Seandainya dia mendapatkan semua dunia, kenikmatan dan syahwatnya, tetapi tidak memiliki cinta kepada Allah dan rindu kepada-Nya, maka seakan-akan dia tidak mendapatkan kelezatan, kenikmatan dan penyejuk hati sama sekali.

C. Gejala Kerancuan Kalimat1. Pernyataan yang tidak mengandung unsur subjek

152

Page 153: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

c. Dengan demikian akan memudahkan para mahasiswa untuk

menyelesaikan studinya.

d. Oleh karena itu disebut sebagai biang kekerasan dan kerusuhan di Poso.

Seharusnya:c. Dengan demikian, bantuan itu akan memudahkan para mahasiswa

untuk menyelesaikan studinya.

d. Oleh karena itu, ia disebut sebagai biang kekerasan dan kerusuhan di

Poso.

2. Pernyataan yang tidak mengandung unsur predikat

c. Di samping itu pula Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan di

mana seluruh lembaga-lembaga pemerintah berkantor.

d. Tertinggi di rayon C sedang yang terendah di rayon A.

Seharusnya:c. Di samping itu, Jakarta merupakan pusat pemerintahan tempat semua

lembaga pemerintah berkantor.

d. Prestasi itu tertinggi di rayon C, tetapi terendah di rayon A.

3. Pernyataan berupa anak kalimat pengganti predikat

c. Sehingga keyakinan tersebut cukup kuat untuk tetap mendorongnya

berjuang terus.

d. Sebab tahap seleksi penerimaan polisi telah rampung.

Seharusnya: c. Kita perlu memberi keyakinan hidup sehingga keyakinan tersebut

cukup kuat untuk mendorongnya berjuang terus.

d. Latihan fisik sudah dapat direncanakan sebab tahap seleksi

penerimaan polisi telah rampung.

Gejala ini ditandai dengan penggunaan kata hubung pada awal kalimat, seperti:

153

Page 154: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

sehingga, sebab, karena, agar, supaya, bila, apabila, meskipun, walaupun.4. Pernyataan yang hanya berupa keterangan penjelas atau keterangan

tambahan

c. Karena kondisi lahannya yang berkadar kapur tinggi sehingga kurang

baik untuk pertanian.

d. Terutama terkonsentrasi pada muara Sungai Jeneberang.

Seharusnya:c. Daerah itu tidak dapat dikembangkan menjadi daerah pertanian karena

kondisi lahannya berkadar kapur tinggi.

d. Beberapa hari terakhir pengerukan terutama terkonsentrasi pada

muara Sungai Jeneberang.

5. Pernyataan yang berupa frase preposisi:

c. Bagi seorang wartawan, sebagai pedoman penulisan berita.

d. Mengenai jumlah calon anggota DPD yang terindikasi sebagai anggota

partai.

Seharusnya:c. Kode etik sangat berguna bagi seorang wartawan sebagai pedoman

penulisan

berita.d. Rapat itu membicarakan mengenai jumlah calon anggota DPD yang

terindikasi sebagai anggota partai.

6. Pernyataan yang dimulai dengan kata hubung setara:

c. Dan unit-unit kecil tersebut lebih muda untuk dipetikemaskan.

d. Atau pada waktu bertutur dengan ragam bahasa formal, tiba-tiba

diselipkannya ragam bahasa informal.

Seharusnya:

154

Page 155: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

c. Unit-unit kecil tersebut lebih mudah dipetikemaskan.

d. (Pada) waktu bertutur dengan ragam bahasa formal, tiba-tiba

diselipkannya ragam bahasa informal.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 2002. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Akhaidah, Subarti dkk. 1995. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Chaer, Abdul. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Pt.

Rineka Cipta.

Chahyono, Yudi, Bambang. 1995. Kristal-kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Air langga Universitas, Press.

Finozza, Lamuddin. 2001. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia.

Junus, Husein dan Arifin Banasurn. 1996. Bahasa Indonesia Tinjauan Sejarahnya dan Pemakaian Kalimat yang Baik dan Benar. Surabaya: Usaha Nasional.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. . Jakarta: Balai Pustaka.

155

Page 156: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Sudarno dan Eman A. Rahman. 1998. Terampil Berbahasa Indonesia. Jakarta: Pt. Hikmah Syahid Indah.

KETERAMPILAN BERTANYATRANSKRIP UNTUK PELAJARAN SPG KELAS I

G : Dalam kehidupan kita sehari-hari banyak pekerjaan yang dilakukan dengan mendorong dan menarik di papan). Kalau kita menimba air di dalam sumur apa yang kita kerjakan terhadap tali timba? Nani (Nani diam, nampak dari wajahnya ia berpikir).

G : Apakah kita tarik atau dorong tali timba itu? NaniS : Kita menarik tali timba itu.G : Betul: Bagaimana lokomotif terhadap gerbong kereta api? …. Eli (Eli

diam, nampaknya berpikir).G : Apakah terdapat peristiwa menarik atau mendorong antara lokomotif dan

gerbong kereta api? … Eli.S : Oh, yang Pak. Terdapat peristiwa menarik, yaitu lokomotif menarik

gerbong kereta api.G : Benar, Eli (sambil mengangguk). Bagaimana dengan kuda terhadap

keretanya? YuliS : Kuda menarik kereta.G : Betul! Sekarang dengarkanlah baik-baik. Bagaimana dengan penjual

bakso terhadap kereta baksonya? … Warno.S : Penjual bakso mendorong keretanya.G : Baik sekali! Jadi kita telah mengetahui bahwa menarik atau mendorong

itu dapat dilakukan oleh manusia, dapat juga oleh benda atau mesin dan dapat pula oleh hewan.Perhatikanlah hal yang berikut ini karena penting: Tarikan atau dorongan disebut gaya (kalimat ini ditulis di papan). Jadi kalau kuda menarik kereta, kita katakan kuda mengadakan gaya pada kereta.Kalau Anda mendorong meja ini ke sudut, apa yang Anda adakan pada meja itu? Wardi.

S : Saya mendorong meja itu.156

Page 157: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

G : Memang benar jawabanmu itu. Tetapi karena dorongan disebut gaya, dapatlah Anda menyatakan jawaban Anda tadi dengan susunan lain yang memakai kata gaya? Wardi.

S : Saya mengadakan gaya terhadap meja itu.G : Terima kasih Wardi. Itulah jawaban yang bapak nanti-nantikan.

Jadi, tiap tarikan atau dorongan yang dilakukan terhadap sesuatu benda berarti kita mengadakan gaya terhadap benda itu. Perhatikan ke mari (guru memegang segumpal plastisin yang agak bulat di tangannya. Kemudian guru mendorongnya dengan jari telunjuk tangan lainnya). Apa yang bapak kerjakan terhadap plastisin ini … Ani.

S : Bapak mendorongnya dengan jari bapak.G : Benar. Adakah yang dapat mengemukakan jawaban Ani tadi dengan cara

lain? Wardi.S : Bapak mengadakan gaya terhadap gumpalan plastisin itu.G : Ya, itu baik (guru mengeluarkan kembali jarinya dari gumpalan

plastisin). Perhatikan bentuk plastisin ini. Bagaimana bentuknya sebelum bapak adakan gaya terhadapnya? … Eli.

S : Bentuknya agak bulat.G : Bagaimana bentuknya setelah bapak adakan gaya terhadapnya? … Ani.S : Berlubang.G : Baik (Guru membulatkan kembali plastisin ini, kemudian menariknya).

Apa yang bapak kerjakan terhadap plastisin ini? … Yuli.S : Bapak mengadakan gaya terhadap plastisin itu dengan cara menariknya.G : Bagus sekali jawaban itu. Bagaimana bentuk plastisin sekarang ini

setelah diadakan gaya terhadapnya? … Nani.S : Sekarang bentuknya memanjang.G : Adakah perbedaan antara bentuk plastisin sebelum dan sesudah gaya

diadakan terhadapnya? … Warno.S : Ada. Sebelumnya, bentuknya bulat, sesudahnya berbentuk memanjang.G : Kalau begitu, apa pengaruh gaya terhadap bentuk plastisin? Nani.S : Gaya dapat mengubah bentuk plastisin.G : Baik! Sekarang mari kita lihat pengaruh gaya pada benda lain. (Guru

mengambil sebuah karet gelang, dan menariknya dengan jari kedua belah tangannya).Apakah ada gaya yang bekerja pada karet gelang ini? … Yuli.

S : Ada. Yaitu tarikan jari tangan bapak.G : Bagaimana bentuk karet gelang ini sementara gaya bekerja terhadapnya?

Eli.

157

Page 158: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

S : Bentuknya telah berubah, yaitu menjadi lebih panjang.G : Benar! (Guru melepaskan tarikan pada karet gelang itu).

Masih adakah gaya yang bekerja pada karet gelang ini? Nani.S : Tidak lagi.G : Mengapa? … Nani.S : Sebab bapak telah tidak menariknya lagi.G : Bagus! Bagaimana bentuk karet gelang itu sekarang? … Wardi.S : Bentuknya telah kembali seperti semula.G : Benar! Siapa dapat menyatakan dengan tepat apa pengaruh gaya

terhadap karet itu? … Ani.S : Gaya mengubah bentuk karet itu.G : Bagaimana bentuknya bila gaya telah berhenti bekerja atasnya? …

Warno.S : Bentuknya kembali seperti semula.G : Siapa dapat menggabungkan jawaban Ani dan Warno dalam satu

pernyataan saja? … Eli.S : Gaya dapat mengubah bentuk karet itu, selama gaya bekerja padanya

dan kembali kepada bentuk semula bila gaya berhenti bekerja padanya.G : Tepat sekali! Coba bandingkan perubahan bentuk pada plastisin tadi

dengan perubahan bentuk pada karet ini. Adakah persamaannya? … Wardi.

S : Ada, yaitu sama-sama terjadi perubahan bentuk waktu gaya bekerja terhadapnya.

G : Benar! Apa perbedaannya? Diskusikan dengan teman di dekatmu (guru menunggu kira-kira 2 menit kemudian memberi giliran kepada Ani).

S : Bedanya ialah bahwa perubahan bentuk plastisin tetap walaupun gaya telah berhenti bekerja atasnya. Pada karet, bentuknya segera kembali kepada bentuk semula, ketika gaya berhenti bekerja atasnya.

G : Bandingkan jawaban Wardi dan Ani. Buatlah satu pernyataan umum mengenai apa pengaruh gaya terhadap bentuk benua.Diskusikan dengan teman di sampingmu.(Guru menunggu kira-kira 2 menit)Siapa mau menciba? … Yuli.

S : Gaya dapat mengubah bentuk benda tetap atau untuk sementara.G : Jawaban ini sudah menuju kepada sasarannya. Perlu penyempurnaan

sedikit. Perhatikan bilamana perubahan tetap dan bilamana perubahan sementara terjadi. Siapa mau mencoba? … Wardi.

158

Page 159: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

S : Gaya dapat merubah bentuk benda. Ada benda yang perubahan bentuknya tetap, walaupun gaya telah berhenti bekerja atasnya; sedangkan ada benda yang segera bentuknya kembali ke bentuk semula, bila gaya telah berhenti bekerja atasnya.

G : Benar sekali jawaban ini, jangan lupakan karena penting.Sekarang mari kita perhatikan hal lain lagi, yaitu pengaruh gaya atau gerak benda (guru meletakkan satu balok kayu di atas meja).Bergerakkah balok ini? … Nani.

S : Tidak.G : (Menarik balok itu dengan karet gelang sampai bergerak).

Bergerakkah balok ini sekarang? … Warno.S : Bergerak.G : Mengapa balok itu bergerak? … Warno.S : Sebab bapak menariknya.G : Benar Warno. Siapa dapat mengatakan jawaban Warno ini dengan cara

lain dan gunakan kata gaya? … Eli!

Lampiran 3

CONTOH LEMBAR OBSERVASIKETRAMPILAN BERTANYA DASAR

Nama Calon Guru: …………………….. Jurusan/Kelas/Tingkat: ……………….

No. Komponen-komponen Ketrampilan Frekuensi Komentar

1.

2.

Pengungkapan pertanyaan secara

jelas dan singkat

159

Page 160: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

3.

4.

5.

6.

7.

Pemberian acuan

Pemusatan

Pemindahan giliran

Penyebaran:a. pertanyaan ke seluruh kelasb. pertanyaan ke siswa tertentuc. menyebarkan respon siswa

Pemberian waktu berpikir

Pemberian tuntunan:a. pengungkapan pertanyaan dengan

cara lain.b. mengajukan pertanyaan lain yang

lebih sederhana.c. mengulangi penjelasan-

penjelasan sebelumnya.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Hal-hal yang harus dihindari:

Mengulangi pertanyaan sendiri

Mengulangi jawaban sendiri

Menjawab pertanyaan sendiri

Pertanyaan yang memancing jawaban

serentak

Pertanyaan ganda

Menentukan siswa tertentu untuk menjawab

Lampiran 4

LEMBAR BALIKAN SISWA

160

Page 161: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Petunjuk : Pikirkan baik-baik pelajaran yang baru saja kamu terima,

lalu jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda

(V) pada jawaban yang menurut kamu paling benar.

1. Apakah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru? - terlalu sukar ()

- terlalu mudah ()

- cukup ()2. Apakah kamu merasa memperoleh waktu berpikir - selalu (

)yang cukup sebelum kamu diminta menjawab? - sebagian besar (

)- kadang-kadang (

)- tidak pernah (

)3. Apakah kamu merasa bahwa guru tertarik pada - tidak (

)jawaban yang Anda berikan? - beberapa saja ()

- ya ()

4. Selama pelajaran apakah kamu pernah memikirkan - ya ()ide-ide yang semula belum pernah kamu pikirkan? - tidak ()

5. Benarkah beberapa siswa diberi kesempatan - tidak ()berbicara terlalu banyak? - beberapa ()

- ya ()

161

Page 162: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

6. Kalau guru bertanya apakah kamu mengerti apa - tidak pernah ()yang dia maksud? - kadang-kadang ()

- sebagian besar ()

- selalu ()

7. Jika seorang menjawab salah apakah guru. - menjawabnya ()

- melontarkan ()

pada siswa lainnya- mencoba mem- (

) bantu siswa itu untuk men- jawab dengan benar- nampak tidak (

) senang

8. Apakah kamu tahu persis tentang tujuan pelajaran itu? - ya ()

- tidak ()

Lampiran 5

CONTOH LEMBAR OBSERVASIKETRAMPILAN BERTANYA LANJUTAN

Nama calon guru : …………………. Jurusan/kelas/tingkat: ………………...

162

Page 163: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Komponen-komponen Ketrampilan Frekuensi Komentar

1. Pengubahan tuntutan tingkat kognitif dalam menjawab pertanyaana. Ingatanb. Pemahamanc. Penerapand. Analisae. Sintesaf. Evaluasi

2. Urutan Pertanyaan

3. Pertanyaan Pelacaka. Klarifikasib. Pemberian alasanc. Kesepakatan pandangand. Ketepatane. Relevanf. Contohg. Jawaban kompleks

4. Mendorong terjadinya interaksi antar siswa

163

Page 164: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

PENULISAN KARYA ILMIAH

Dr. Achmad Tolla, M.Pd.

164

Page 165: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

1. Pendahuluan

Karya ilmiah umumnya berbentuk laporan penelitian, kertas kerja,

makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan buku-ajar. Setiap bentuk karya ilmiah

ini memiliki format yang relatif berbeda yang harus diikuti oleh setiap

penulis. Karya ilmiah juga dibedakan berdasarkan perbedaan sasaran

pembaca atau sasaran pendengar. Itulah sebabnya, kita mengenal istilah (1)

karya ilmiah populer untuk orang awam, dan (2) karya ilmiah akademik

bagi ilmuwan. Perbedaan ini antara lain ditandai oleh penggunaan bahasa

dalam hal pilihan kata, gaya bahasa, dan perbedaan topik tulisan. Jika

sasaran tulisan adalah kalangan ilmuwan, bahasa yang digunakan adalah

bahasa ragam ilmiah yang biasa juga disebut ragam teknis. Dan, bila

sasaran tulisan kalangan awam, bahasa yang digunakan bahasa ragam

populer.

Meskipun terdapat perbedaan format dan bahasa yang digunakan,

namun ada ciri kesamaan kedua ragam bahasa itu. Kesamaan itu ditandai

oleh orisinalitas, kejelasan masalah yang dibahas, ketajaman analisis dan

keruntunan kesimpulan yang dirumuskan oleh penulis. Kejelasan masalah

yang dibahas ditentukan oleh (1) kemampuan memahami dan menelaah

permasalahan secara kritis, (2) kemampuan memilah unsur-unsur

masalah dan penghayatan keterkaitan antara unsur yang satu dengan yang

lain, dan (3) kemampuan mendeskripsikan atau memaparkan dengan

bahasa yang jelas, lancar, efektif, dan komunikatif.1

Page 166: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Untuk kepentingan peristiwa ilmiah iti, karya ilmiah yang akan dibahas

adalah makalah yang dipersiapkan untuk dimuat dalam jurnal ilmiah.

Komponen makalah yang relevan dibahas adalah format, metodologi,

bahasa, dan referensi.

2. Makalah ilmiah

Dilihat dari penamaan makalah itu, sasarannya adalah kalangan ilmuwan

dari ilmu terkait. Ini tidaklah berarti bahwa ilmuwan dari bidang ilmu

berbeda atau kalangan awam sekali tertutup kemungkinan untuk membaca

makalah tersebut. Terbuka kemungkinan bagi mereka untuk berkembang

bila ada keinginan meningkatkan kemampuan pemahaman bahasa teknis

yang digunakan.

Format Makalah Ilmiah

Ada beberapa format makalah ilmiah, tergantung pada pendekatan

dan metode yang digunakan dan bidang ilmu yang dikaji. Pendekatan di

sini berkaitan dengan persoalan jenis karya ilmiah yang ditulis

A. Makalah Berdasarkan Penelitian

Kegiatan penelitian berakhir pada penyusunan laporan penelitian.

Laporan hasil penelitian merupakan salah satu bentuk pertanggung-jawaban

yang umumnya berwujud buku yang tebalnya bervariasi, tergantung pada

2

Page 167: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

jumlah variabel yang diuji. Makin banyak variabel yang diamati atau diuji,

makin banyak halaman yang diperlukan untuk mendeskripsikan hasil

penelitian. Ringkasan dari laporan penelitian inilah yang menjadi makalah

ilmiah jenis ini dengan sistematika sebagai berikut.

(1) Abstrak

Pada bagian ini dikemukakan ikhtis penelitian yang secara jelas dan

lengkap menguraikan seluruh isi laporan penelitian. Abstrak ditulis

dalam bahasa Indonesia dan/atau bahasa Inggris. Panjang abstrak

tidak lebih dari du halaman dengan jarak satu spasi.

(2) Latar belakang/ rumusan masalah

Pada bagian ini diuraikan latar belakang historis masalah yang diteliti

untuk mengetahui apakah masalah baru ataukah sudah pernah diteliti.

Jika telah diteliti, kemukakan siapa yang meneliti, tahun berapa, dan apa

hasilnya. Kemudian, dirumuskan masalah pokok penelitian secara spesifik

dan tajam dalam kalimat tanya. Selanjutnya, peneliti merumuskan tujuan

penelitian. Tujuan ini harus spesifik dan berkaitan dengan masalah pokok

penelitian, seperti menguji hipotesis, dsb.

(3) Kajian Pustaka

Pada bagian ini diuraikan kajian pustaka secara lebih ringkas,

padat, dan jelas yang menjadi rujukan peneliti.

(4) Metode Penelitian

Komponen pokok yang dikemukakan pada bagian ini adalah prosedur

penelitian yang ditempuh yang meliputi: desin penelitian (deskriptif,

3

Page 168: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

eksperimental, pengembangan, pualitatif), prosedur pengmpulan

data, dan analisis data.

(5) Temuan-temuan

Hal penting yang dikemukakan pada bagian ini adalah (1) jawaban

atas pertanyaan dalam rumusan masalah, dan (2) hasil pengujian

hipotesis.

(6) Diskusi

Bagian ini penting karena membandingkan hasil penelitian yang

sekarang dengan hasil penelitian-penelitian terdahulu ditempat lain.

Bagian ini menguraikan akapah temuan-temuan yang sekarang

mendukung atau menguatkan temuan-temuan terdahulu atau malah

kebalikan yang terjadi. Agar lebih meyakinkan pembaca, penulis

diharapkan merujuk pada referensi yang relevan, yaitu laporan hasil

penelitian, kertas kerja yang disajikan dalam simposium/seminar

ilmiah, dan jurnal-jurnal ilmiah.

Berdasarkan temuan itu, penulisan sebaiknya mengajukan saran

untuk menjadi peringatan bagi peneliti berikutnya agar dapat

bekerja lebih cermat.

(7) Daftar Pustaka

Referensi yang dicantumkan hanya yang disebutkan dalam uraian

mulai dari perumusan masalah sampai dengan bagian diskusi. Baik

4

Page 169: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

dalam uraian maupun dalam daftar referensi, gelar dan jenjang

kepangkatan akademik tidak dicantumkan.

B. Makalah Berdasarkan Kajian Pustaka

Kajian pustaka sering pula disebut kajian teoretis. Dikatakan

demikian, karena kajian pustaka senantiasa menekankan analisis rasional

mengenai teori-teori yang dikemukakan oleh pakar dalam buku-buku yang

dikaji. Ini merupakan analisis yang kritis dengan mengajukan argumentasi

disertai bukti-bukti mengenai ada/tiada ada konsistensi logis antara temuan

dengan teori, baik secara internal maupun secara eksternal,. Bukti-bukti

rasional ini ditunjang pula oleh bukti-bukti empiris hasil penelitian pakar

lain.

Format makalah berdasarkan kajian pustaka ini paling kurang

berisikan: (1) pendahuluan, (2) pembatasan isu-isu yang dibahas, (3)

pembahasan, (4) solusi yang disarankan (5) kesimpulan, dan (6) referensi.

(1) Pendahuluan

Bagian ini didahului penyajian latar-belakang historis isu yang

dimasalahkan. Isu yang dimaksud mungin sesuatu yang baru, tetapi

mungkin pula isu yang sudah dibahas oleh orang lain. Akan tetapi, yang

terpenting adalah alasan yang rasional dikumukakan penulis sehingga

tertarik membahas isu itu.

5

Page 170: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

(2) Pembatasan isu-isu yang dibahas.

Bila isu yang akan dibahas merupakan masalah praktis yang belum

terselesaikan, penulis hendaklah mengemukakan alasan tentang keperluan

pembahasan masalah tersebut. Penulis perlu merumuskan secara tajam

situasi yang mendorongnya sehingga tertarik membahas masalah isu

itu, .Dari uraian masalah tersebut, akan tampak unsur mana yang telah

terpecahkan dan unsur mana yang belum terpecahkan. Apakah pemecahan

yang telah ada itu memuaskan atau belum memuaskan?

(3) Pembahasan

Dalam bagian ini penulis hendaklah melakukan analisis kritis atas apa

yang telah dilakukan oleh penulis-penulis terdahulu mengenai isu yang

dimasalahkan. Analisis kritis ini difokuskan pada telaah teori, proposisi,

metodologi, dan hipotesis-hipotesis yang telah disusun oleh para ahli.

Bila yang dibincangkan ialah mengenai masalah praktis yang belum

terselesaikan, hendaklah dikemukakan bagian mana dari masalah tersebut

belum terselesaikan, apa yang menjadi penyebab dan mengapa masalah

praktis itu belum dapat diselesaikan. Kritik-kritik penulis hendaklah

difokuskan pada cara-cara yang telah digunakan untuk menyelesaikan

masalah praktis tersebut. Apakah ada kelemahan konseptual, kelemahan

metodologis atau ada faktor-faktor lain yang lebih dominan dan

menentukan. Landasan penulis dalam mengemukakan krititk-kritik, misal

6

Page 171: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

dengan mengambil contoh dari orang-orang/negara-negara lain

menyelesaikan masalah praktis serupa yang pernah dihadapi.

Bila isu itu mengenai kesenjangan teori dan praktek, penulis hendaklah

mengemukakan berapa besar kerugian yang ditimbulkan oleh

kesenjangan tersebut. Penulis hendaklah mengemukakan kritik-kritik

atas kebijakan dan keputusan mengadopsi suatu teori untuk

diimplementasikan. Kritik-kritik itu difokuskan pada dari mana

teori-teori tersebut diambil, terlampau umum oleh karena itu tidak

jelas, disusun atas dasar sosio-kultural berbeda, pandangan filosofis

berbeda, tradisi ilmiah berbeda, dst. Kritik-kritik yang ditujukan pada

orang-orang yang mengimplementasikan teori-teori tertentu; seperti:

kurang disiapkan, kurang memahami dan menguasai teori-teori tersebut

dst. Atau karena tradisi budaya yang

bekerja atas perintah atau sesuai dengan yang telah diprogramkan, bila

situasi dan kondisi berubah maka terbentur dan mengalami kegagalan.

Bila isu itu mengenai konflik antara teori-teori, yang harus

dikemukakan oleh penulis ialah posisi tiap teori yang berlawanan itu.

Siapa dan berapa besar pendukung tiap teori.

Penulis harus melakukan analisis kritis mengenai kekuatan dan

kelemahan tiap teori serta mengemukakan teorinya sendiri mengenai

masalah pada mana dua teori yang berlawanan itu dibahas.

Bila isu itu mengenai konflik teoretis berkenaan dengan perbedaan

metodologis, penulis harus membahas karakteristik tiap metodologi, 7

Page 172: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

apa kesamaan (jika ada) dan apa perbedaan prinsipil. Selanjutnya

dibahas pula apa kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan tiap

metodologi yang dimasalahkan.

Bila isu itu ialah konflik teoretis berkenaan dengan perebutan bidang

kajian ilmiah, penulis harus mengemukakan mengapa terjadi perebutan

bidang kajian ilmiah antara dua atau lebih disiplin ilmu. Apakah

tuntutan dan pengakuan (claim) tiap disiplin ilmu itu beralasan. Apa

kekuatan dan kelemahan yang ditemukan pada tiap tuntutan dan

pengakuan dari tiap disiplin ilmu yang dibicarakan.

Bila isu itu ialah konflik teoretis berkenaan dengan sesuatu yang

fundamental (menyentuh pandangan, landasan filosofis), penulis

haruslah membahas karakteristik dan hakekat tiap teori. Untuk ini

penulis harus melakukan analisis filosofis tentang landasan mendasar

dari tiap teori. Apa kekuatan dan kelemahan yang ditemukan pada tiap

landasan fundamental itu. Bila ada dari teori-teori telah atau akan

diterapkan di Indonesia, teori mana yang dianjurkan dan mengapa?

Atau penulis menolak kedua teori tersebut, mengapa?

(iv) Solusi yang disarankan.

Berkenaan dengan masalah praktis yang belum terselesaikan,

berdasarkan analisis kritis yang telah dilakukan penulis membuat

rekomendasi penyelesaian. Rekomendasi ini bersifat teoretis atau

8

Page 173: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

konseptual yang mengandung asumsi-asumsi dan dugaan-dugaan yang

diuji dalam praktek.

Berkenaan dengan “kesenjangan teori dan praktek”, berdasarkan

analisis kritis penulis mungkin merekomendasikan bahwa teori tertentu

tidak dapat diadopsi begitu saja, melainkan perlu dilakukan modifikasi

dan diadaptasikan dengan situasi dan kondisi sosio-kultural obyektif di

lapangan. Kemungkinan lain ialah merekomendasikan perubahan sikap

pelaksana, cara mempersepsi sesuatu yang baru, cara berpikir dan cara

bertindak atau suatu perubahan etos kerja. Ini berarti

merekomendasikan perubahan tradisi dan budaya orang-orang yang

akan mengimplementasikan teori-teori tertentu itu. Uraian ini akan lebih

baik disertai dengan contoh-contoh yang telah pernah dilakukan oleh

orang-orang lain dari negara-negara lain dalam hal mengatasi

kesenjangan antara teori dan praktek.

Berkenaan dengan konflik antara teori-teori, penulis menetapkan

posisinya antara dua atau lebih teori yang berlawanan, atau ia menyusun

teori sendiri sebagai tandingan teori-teori yang ada dan telah

“established”. Selanjutnya penulis merekomendasikan tentang

bagaimana menguji teori baru itu secara empiris, atau ia sendiri

melakukan uji empiris berulangkali dan melaporkan hasil-hasil

pengujian.

9

Page 174: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Dari hasil analisis kritis menyangkut isu perbedaan metodologis,

penulis mungkin merekomendasikan mengeluarkan kelemahan-kelemahan

yang ditemukan pada dua metodologi tersebut dan merekomendasikan

integrasi kekuatan-kekuatan mereka. Dengan mengintegrasikan kekuatan-

kekuatan metodologis tersebut, mungkin melalui beberapa modifikasi,

ditemukanlah metodologi baru secara konseptual yang selanjutnya harus

diuji dalam praktek.

Berkenaan dengan perebutan bidang kajian ilmiah, berdasarkan analisis

kritis penulis hendaklah memaparkan saran konseptual untuk

menyelesaikan pertikaian bidang kajian. Misal mengenai bintang-laut

(sea-urchin) yang dapat berkembang biak melalui potongan-potongan

tubuh. Oleh karena itu bintang-laut itu apakah termasuk kajian

botani atau zoologi. Contoh lain yaitu “psikologi pendidikan”

apakah merupakan bagian dari psikologi atau bagian dari pedagogik.

Ketika penulis menetapkan termasuk bidang kajian disiplin ilmu apa, ia

haruslah memberikan argumen-argumen kuat, mengapa ia menyatakan

demikian.

Pemecahan isu konflik teoretis yang mendasar yaitu yang menyangkut

landasan filosofis fundamental, berdasarkan analisis kritis tentang

kekuatan dan kelemahan tiap teori serta analisis kritis tentang landasan

filosofis tiap teori, penulis hendaklah menguraikan kemungkinan-

kemungkinan kegagalan dan bahaya bila teori-teori tersebut diadopsi

begitu saja dan diterapkan di Indonesia. Misal: “Teori ekonomi 10

Page 175: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

kapitalis” lawan “teori ekonomi sosialis/marxis”, karena pandangan

hidup mayoritas rakyat Indonesia berbeda dari pandangan hidup

bangsa-bangsa pada mana dua terori tersebut disusun.

(v) Kesimpulan

Pada bagian ini penulis merangkum temuan-temuan dari analisis

rasional dan kritis dan mengemukakan apa yang perlu dilakukan lebih

lanjut.

(vi) Daftar Referensi

Hanya mencantumkan pustaka-pustaka yang digunakan dan diteliti

untuk analisis rasional itu. Gelar dan pangkat akademik tidak dicantumkan.

Catatan :

Makalah (artikel) yang didasarkan pada “books-survey atau library

research” haruslah menampakkan kemampuan analisis kritis atas teori-teori,

pendapat-pendapat dari seseorang, bukan, sekali lagi bukan merupakan

hasil kompilasi.

(3) Makalah berdasarkan refleksi filosofis

Refleksi filosofis juga merupakan analisis kritis dan rasional

mengenai isu-isu dan keadaan-keadaan yang dimasalahkan, terutama yang

mempunyai dampak pada kehidupan manusia. Kemajuan pengetahuan, 11

Page 176: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

ilmu, teknologi, seni dsb. dalam kenyataan mempunyai implikasi moral dan

mucullah persoalan-persoalan nilai. Mengenai apakah ilmu termasuk teori

itu “bebas-nilai” atau “terikat-nilai” merupakan isu lama. Karena tidak

terdapat kesepakatan muncullah dua kelompok, yaitu kelompok yang

berpandangan “bebas-nilai” dan kelompok yang berpandangan “terikat-

nilai”, masing-masing mempunyai argumen-argumen kuat.

Refleksi filosofis selain menampakkan kemampuan analisis, kritis

dan rasional, juga menampakkan kemampuan menilik sesuatu secara

mendalam dan mendasar yang biasa disebut “wesen-anschauung” dari apa

yang dikaji. Apa yang didapat dari penilikan yang demikian itu, dianggap

penuh makna. Untuk analisis yang demikian mendalam dan mendasar yang

biasa disebut “wesen-anschauung” dari apa yang dikaji. Apa yang didapat

dari penilikan yang demikian itu, dianggap penuh makna. Untuk analisis

yang demikian dikembangkan kemampuan intuitif penulis. Oleh karena itu

refleksi filosofis itu dianggap memiliki tingkat orisinalitas lebih tinggi.

Tidak ada format standar yang harus diikuti, karena masing-masing penulis

menyajikan pembahasan dan pemilahan masalah yang dibicarakan

tergantung pada bagaimana ia menghayati sesuatu masalah dan pandangan

atau aliran filsafat yang dianutnya. Akan tetapi secara umum dapat

dikemukakan bahwa format makalah filosofis berisikan tiga bagian, yaitu

bagian pendahuluan, bagian pembahasan dan bagian penutup.

12

Page 177: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

(i) Bagian pendahuluan

Pada bagian ini dikemukakan isu yang dimasalahkan. Perlu

dinyatakan apakah isu itu baru, atau isu lama dan sudah sering

dibincangkan. Apakah terdapat pendapat-pendapat yang berbeda dan

bahkan berlawanan. Apa usaha dari penulis yang sekarang untuk mencari

pemecahan dua atau lebih pandangan yang berbeda dan berlawanan itu.

Untuk ini penulis hendaklah memilah-milah isu tersebut menjadi unsur-

unsur yang saling berkaitan.

(ii) Pembahasan

Pada bagian ini penulis melakukan analisis kritis tiap unsur. Analisis

kritis ini tentu memerlukan pengajian upaya-upaya dan hasil - hasil orang

terdahulu: bagaimana mereka membincangkan isu/masalah tersebut dan

apa pendapat serta kesimpulan mereka. Dalam pembahasan tiap unsur itu,

penulis selain mengemukakan pendapat yang berbeda-beda juga

menyatakan posisinya. Untuk menyatakan posisi itu, penulis

memgemukakan kritik-kritik pada tiap pendapat atau pandangan atau teori

yang dimasalahkan.

(iii) Kesimpulan

Pada bagian ini penulis, atas dasar analisis kritis pada bagian

pembahasan, mengemukakan apa selanjutnya yang perlu dan harus

13

Page 178: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

dilakukan. Apa manfaat dari teori-teori yang berbeda dan berlawanan itu

bagi pengembangan pengetahuan ilmiah.

(b) Metodologi

Untuk makalah berdasarkan penelitian empiris, persoalan metodologi

ini penting dijelaskan. Metodologi ini tidak hanya mengenai teknik analisis

data, tetapi mulai dari desain penelitian, populasi dan teknik penetapan

sampel serta unit-unit analisis. Selanjutnya teknik pengumpulan data,

instrumen yang digunakan, teknik pengukuran, kesahihan dan keandalan

instrumen serta teknik analisis statistik yang digunakan.

Untuk makalah berdasarkan hasil kajian pustaka dan refleksi

filosofis, ditekankan pada kemampuan analisis kritis dan rasional. Untuk ini

pemahaman dan penguasaan bahasa teknis dan formal menjadi amat

penting. Selain itu potensi berpikir filosofi, yaitu berpikir yang

mendasar dan sistematis perlu dikembangkan.

(c) Bahasa

Perlu diketahui, meskipun bahasa yang digunakan dalam karya

ilmiah itu berasal dari bahasa resmi sehari-hari, tidaklah berarti

bahasa untuk pengomunikasian pengetahuan itu sama dengan bahasa

resmi sehari-hari. Bahasa resmi sehari-hari lebih menonjolkan bentuk

fonografik, sedangkan bahasa pengetahuan menggunakan bentuk

ideografik, bahasa yang menguakkan substansi dari apa yang 14

Page 179: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

dibicarakan dan mempunyai arti yang persis, pasti dan konsisten.

Sehubungan ini penggunaan lambang-lambang menjadi penting dan

suatu keharusan, khususnya untuk menyatakan hubungan-

hubungan dan persamaan-persamaan atau mengemukakan teorem-

teorem. Selanjutnya, tiap terma yang digunakan dalam kalimat

atau perumusan formula, tidak hanya mempunyai arti tetapi

mempunyai fungsi agar keseluruhan kalimat atau formula

mempunyai nilai kebenaran fungsional.

Carnap mengelompokkan bahasa pengetahuan dalam bahasa

kualitatif dan bahasa kuantitatif. Bahasa kualitatif ditandai oleh penggunaan

predikat yang diungkapkan dengan kata-kata, bahasa kuantitatif

menyatakan hasil pengukuran dan penghitungan, diungkapkan dengan

simbol-simbol fungsi dan memiliki nilai-nilai bilangan. Deskripsi obyek

pengetahuan dengan bahasa kualitatif melalui penggunaan dua konsepsi

pengetahuan, yaitu: konsepsi klasifikatif dan konsepsi komparatif.

Deskripsi obyek pengetahuan dengan bahasa kuantitatif, menggunakan

konsepsi kuantitatif, menyajikan hasil-hasil pengukuran.

Carnap juga menegaskan keperluan mengelompokkan bahasa

pengetahuan dalam: (a) terma-terma logis termasuk terma-terma matematik

murni; (b) terma-terma observasional; dan (c) terma-terma teoretis yang

juga disebut konstruk. Mengenai kalimat-kalimat juga terdapat

pengelompokkan yang sama, yaitu: (a) kalimat-kalimat logis yang tidak

mengandung terma-terma observasional atau deskriptif; (b) kalimat-kalimat 15

Page 180: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

observasional yang tidak mengandung terma-terma teoretis; dan (c)

kalimat-kalimat teoretis yang dapat merupakan: (i) mengandung baik

terma-terma observasional maupun teoretis; dan (ii) hanya mengandung

terma-terma teoretis.

Terma-terma teoretis dikenalkan melalui teori-teori yang didasarkan

atas dua jenis postulat, yaitu: (a) postulat teoretis, merupakan hukum-

hukum dari teori dan sepenuhnya mengandung kalimat-kalimat teoretis; dan

(b) postulat korespondensi, kalimat-kalimat campuran yang berisikan

terma-terma teoretis dan observasional.

Penggunaan bahasa Indonesia dalam karya-karya ilmiah memberikan

kesan bahwa kita kurang kritis dan cermat berbahasa. Kita tidak

melakukan analisis kritis dalam hal memilih dan menggunakan terma-

terma ketika merumuskan pendapat, hukum atau teori. Bahasa yang

banyak digunakan tidak berbeda dari bahasa sehari-hari yang

menonjolkan bentuk fonografik. Apakah ini membuktikan bahwa Bahasa

Indonesia belum dapat digunakan sebagai bahasa pengetahuan?

Penggunaan terma-terma seperti: “data-data”, “para”, “bisa”, “akibat”,

“dampak”, “terhadap” dan kegemaran penggunaan awalan ganda seperti:

“member”, “diber”, “memper”, “diper” membuktikan betapa besar

pengaruh sosiologisme dalam penggunaan bahasa. Tentu ada pengecualian,

tetapi kaidah pengecualian itu jangan dibuat berlaku umum. Selain itu

keengganan menggunakan “mengaji”, “pengaji”, “pengajian” dan malah

16

Page 181: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

yang digunakan -meskipun melanggar kaidah imbuhan- ialah “mengkaji”,

“pengkaji”, “pengkajian” dan membuat singkatan seperti “semiloka”

pengganti “seminar dan lokakarya”, “Diknas” pengganti “Pendidikan

Nasional dsb. membuktikan betapa besar pengaruh psikologisme. Bahasa

pengetahuan haruslah mencerminkan rasionalitas, bukan emosionalitas

atau

menonjolkan kandungan emotif dan juga bukan karena bahasa itu telah

berterima dalam masyarakat atau digunakan oleh orang banyak. Bahasa

Pengetahuan itu menyajikan ide, konsepsi yang terkandung dalam

informasi dari obyek pengetahuan yang persis, pasti dan konsisten. Bila

bahasa yang digunakan mengandung ambiguitas, terjadilah distorsi dalam

penafsiran dan pemahaman informasi pengetahuan. Keadaan yang demikian

menghambat pengembangan pengetahuan ilmiah.

(d) Referensi

Referensi yang digunakan dalam karya ilmiah ada beberapa macam,

yaitu: naskah asli, naskah yang telah dipublikasikan dalam bentuk artikel,

buku dst, pustaka hasil terjemahan, pustaka hasil saduran, bunga rampai,

kumpulan sinopsis, kumpulan resensi buku, kapita selecta isu-isu dari

ilmuan, filosof, budayawan dsb. Pustaka hasil terjemahan perlu mendapat

perhatian, karena sering terjadi distorsi, apalagi bila terjemahan itu tidak

langsung dari bahasa yang digunakan dalam pustaka asli. Misal: Pustaka 17

Page 182: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

asli ditulis dalam bahasa Jerman, diterjemahkan kedalam bahasa Inggeris

dan dari bahasa Inggeris diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.

Sebagaimana diketahui, banyak terma bahasa Jerman yang

memiliki makna padat dan sukar dicarikan ekuivalensi terma dalam

bahasa lain. Apa yang sering dilakukan oleh penerjemah ialah

mencantumkan terma asli tersebut dan menjelaskan apa yang

dimaksud. Selain itu mutu pustaka terjemahan itu ditentukan pula

oleh kredibilitas penerjemah, selain menguasai bahasa yang

diterjemahkan juga menguasai bidang-bidang ilmu terkait serta

memahami secara mendalam pemikiran penulis pustaka. Hasil

terjemahan yang dapat diandalkan biasanya sebelum diterbitkan

ditelaah dan dikoreksi oleh penulis pustaka asli itu sendiri.

Sering terjadi distorsi dalam penyajian konsepsi pengetahuan, karena

penulis makalah (pustaka) kurang kritis menggunakan pustaka.

Bila pustaka yang ditemukan ialah hasil terjemahan, saduran dsb. penulis

hendaklah menguji ketepatan dan kebenaran konsepsi mengenai sesuatu

dalam pustaka asli. Bila tidak demikian, terjadilah penyajian konsepsi

pengetahuan yang “salah-kaprah” (misleading). Bila hal yang demikian

sering dan terus berlangsung, bukan kemajuan dan perkembangan

pengetahuan ilmiah yang terjadi, melainkan degenerasi pengetahuan ilmiah,

bukan pencerdasan yang dilakukan melainkan pembodohan.

Penggunaan referensi hendaklah secara kritis, bukan hanya mengutip

untuk menunjukkan bahwa penulis telah membaca pustaka tertentu tanpa 18

Page 183: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

analisis ketepatan apa yang dikutip atau dirujuk dengan masalah yang

dibicarakan. Bila yang dirujuk itu ialah ide atau konsepsi tertentu

bersumber dari pustaka dalam bahasa Indonesia, perlu diselidiki apakah ide

atau konsepsi tersebut orisinal dari penulis yang bersangkutan, atau ide dan

kosepsi atau teori yang dirujuk itu telah pernah dikemukakan oleh orang

lain. Bila teori tersebut telah pernah dikemukakan oleh orang lain, haruslah

ditelaah pustaka asli dan nyatakan apakah uraian yang dibuat dalam pustaka

bahasa Indonesia itu menyimpang atau tidak dari uraian dalam pustaka asli.

Bila terjadi demikian, penulis makalah haruslah berani mengemukakan

kritik-kritik dan menyatakan kekeliruan yang telah dibuat oleh penulis buku

dalam bahasa Indonesia itu. Jadi referensi bukan hanya untuk dikutip

apalagi dikompilasi, tetapi untuk dianalisis guna menemukan kekeliruan-

kekeliruan yang telah dibuat, dibandingkan dengan teori dari pakar-pakar

lain, selanjutnya penulis menetapkan posisi ia berada. Dengan berbuat

demikian, penulis

makalah ilmiah telah memberikan kontribusi meluruskan posisi suatu teori

yang dibutuhkan bagi pengembangan pengetahuan ilmiah.

(3) Orisinalitas

Meskipun ada yang mengatakan bahwa orisinalitas murni dalam

kegiatan ilmiah sukar ditemukan. Pendapat ini didukung oleh pandangan 19

Page 184: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

bahwa kemajuan dan perkembangan pengetahuan ilmiah itu merupakan

kelanjutan dari pengetahuan yang sebelumnya telah ada. Apa yang

dilakukan dalam pengembangan pengetahuan ilmiah itu dalam kenyataan

merupakan modifikasi dari apa yang telah ada, atau suatu teori baru

mengandung pula sejumlah unsur teori lama. Perkembangan pengetahuan

berlangsung evolusioner. Akan tetapi ada pandangan lain, yaitu teori baru

melampaui kemampuan teori lama dalam banyak hal seperti prediksi fakta-

fakta baru, mengubah pandangan lama secara keseluruhan, atau teori baru

itu menggantikan teori yang telah “established”. Contoh-contoh

perkembangan pengetahuan illmiah yang demikian antara lain ialah: teori

Copernicus menggantikan teori dan keyakinan Ptolomeus, penemuan

geometri non-Eucllidus dari Bolyai, Lobachevski dan Riemann kontradiktif

dengan geometri Euclidus, teori relativitas Einstein menggantikan teori

Newton.

Orisinalitas baik sebagai hasil analisis rasional maupun hasil

eksperimen dibuktikan oleh temuan-temuan baru yang menghasilkan teori-

teori baru. Teori-teori baru ini harus mampu menghadapi ujian

eksperimental yang “keras:, untuk membuktikan apakah teori-teori tersebut

dapat menggantikan teori-teori yang telah ada. Berkenaan dengan analisis

rasional dan melakukan eksperimen, kejujuran ilmiah ilmuan menjadi

taruhan. Kejujuran ilmiah bertalian dengan kritik-kritik yang ditujukan pada

sejumlah teori, apakah tiap teori mendapat perlakuan adil, apakah tidak

terjadi manipulasi data atau rekayasa data penelitian, apakah hasil 20

Page 185: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

eksperimen yang dilaporkan memang benar-benar dilakukan. Kemampuan

menemukan sesuatu yang baru: pendapat, teori, hukum ataupun tesis

merupakan sumbangan bagi pengembangan pengetahuan ilmiah. Penemuan

sesuatu yang baru itu tidak hanya terbatas pada penelitian empiris melalui

penelitian lapangan dan/atau melakukan eksperimen, tetapi juga terbuka

kemungkinan melalui kajian pustaka. Hasil-hasil penelitian empiris dan

analisis rasional pustaka, bukanlah hanya mengulangi apa yang telah ada

dan telah dipublikasikan, atau mengemukakan sesuatu yang telah

ada dan telah dipublikasikan, atau mengemukakan sesuatu yang telah

diketahui, atau menyajikan hasil analisis statistik sebagai latihan akademik,

tetapi hendaklah menghasilkan pendapat atau teori baru. Untuk mencapai

apa yang diinginkan itu jelas tidak cukup hanya satu kali melakukan

penelitian atau hanya melakukan analisis pustaka yang terbatas.

Pengembangan pengetahuan ilmiah merupakan upaya sinambung, menuntut

dedikasi dan kesungguhan.

(4) Hak Kekayaan Intelektual

Kejujuran ilmiah merupakan pilar utama yang menentukan kredibilitas

dan reputasi ilmuan, satu dari sejumlah hal dalam proses kegiatan ilmiah

ialah penulis dan/atau peneliti mungkin mendapatkan inspirasi untuk

menulis dan/atau meneliti tentang sesuatu setelah membaca sejumlah

pustaka. Dari telaah pustaka itu penulis dan/atau peneliti berkenalan dengan

suatu teori yang menggugahnya melakukan kajian lebih lanjut baik dengan 21

Page 186: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

cara analisis tingkat rasionalitas maupun melakukan penelitian empiris.

Hasil-hasil analisis tingkat rasionalitas dan penelitian empiris itu

dipublikasikan melalui jurnal-jurnal ilmiah atau makalah kerja yang

disajikan dalam seminar/simposium ilmiah.

Artikel untuk jurnal ilmiah dan perkembangan ilmiah, biasanya

mencantumkan hasil penelitian, pendapat dan teori dari ilmuan lain. Ada

lima jenis kutipan, yaitu: (a) kutipan langsung penuh; (b) kutipan langsung

tak-penuh; (c) kutipan tidak langsung penuh; (d) kutipan tidak langsung

tak-penuh; dan (e) pengambilan ide-ide.

a. Kutipan langsung penuh ialah kutipan yang diambil dari pustaka asli,

pustaka yang ditulis dalam bahasa penulis/ilmuan itu sendiri. Untuk

melakukan ini penulis artikel dsb. haruslah menguasai bahasa terkait.

Dikatakan penuh, karena yang dikutip ialah keseluruhan kalimat atau

paragraf secara utuh.

b. Kutipan langsung tak-penuh ialah mengambil sebagian dari kalimat,

yaitu terma-terma pokok dari pendapat atau teori ilmuan tertentu.

c. Kutipan tidak langsung penuh ialah kutipan yang diambil dari

pustaka hasil terjemahan dan saduran, mengutip keseluruhan kalimat

atau keseluruhan paragraf secara utuh.

d. Kutipan tidak langsung tak-penuh, mengambil sebagian dari kalimat

atau paragraf pustaka hasil terjemahan itu.

22

Page 187: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

e. Mengambil ide atau konsepsi dari ilmuan lain guna menguatkan

pendapat atau teori yang dikemukakan.

Mengenai kutipan ini, khususnya kutipan tidak langsung dan

pengambilan ide-ide, perlu diteliti pustaka asli. Kita harus diyakinkan

bahwa tidak terjadi distorsi dalam terjemahan itu. Bila ide dan konsepsi

mengenai sesuatu yang diambil, kita perlu diyakinkan apakah ide dan

konsepsi tersebut murni berasal dari penulis pustaka pada mana ide dan

konsepsi itu diambil, atau ide dan konsepsi yang sama itu telah pernah

dikemukakan oleh ilmuan lain. Untuk ini perlu ditelusuri histori ide dan

konsepsi dalam perkembangan pengetahuan ilmiah, menelaah pustaka asli

yang ditulis oleh ilmuan ilmiah bersangkutan. Dengan cara ini akan

diketahui apakah telah terjadi pengembangan atau malah deviasi dan

distorsi yang terjadi. Hal yang terakhir ini mungkin terjadi, karena penulis

pustaka pada mana ide dan konsepsi tentang sesuatu itu kita ambil, hanya

pernah mendengar ide dan konsepsi bersangkutan tetapi tidak melakukan

kajian lebih lanjut secara sungguh-sungguh.

Tradisi kegiatan ilmiah berkaitan dengan kutipan ini ialah bahwa kita

harus menghormati “hak kekayaan intelektual” dengan meminta izin tertulis

dari penulis bersangkutan dan/atau pemegang “copy-right”. Meskipun

demikian, ada pula pemegang “copy-right” itu membolehkan kutipan

singkat tanpa izin tertulis dengan ketentuan kutipan tersebut untuk

dianalisis dan dikritik, sebagai bagian dari kegiatan pengembangan

23

Page 188: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

pengetahuan ilmiah. Dalam hal inilah integritas kesarjanaan ilmuan menjadi

taruhan.

Bila kutipan dalam kenyataan tidak dianalisis dan dikritik dan

dicantumkan dalam karya ilmiah, kutipan itu tanpa izin tertulis dari

pemegang “copy-right”, kutipan yang demikian dinyatakan pelanggaran

atas “hak kekayaan intelektual” atau dikatakan suatu bentuk “pembajakan”.

Bila pengambilan ide dan kosepsi tentang sesuatu tanpa menunjukkan

referensi pustaka yang dibaca, hal yang demikian dapat digolongkan dalam

perbuatan plagiat.

5. Diskusi dan kritik rasional.

Suatu karya ilmiah, khususnya artikel yang akan dipublikasikan

melalui jurnal ilmiah, tidaklah langsung dimuat seperti apa adanya. Naskah

artikel itu ditelaah oleh editor, diedit baik mengenai isi maupun bahasa.

Terbuka kemungkinan artikel itu

dikembalikan kepada penulis untuk perbaikan berdasarkan komentar

komentar editor atau artikel tersebut ditolak oleh editor.

Tradisi dalam kegiatan ilmiah, sebelum makalah dikirim ke jurnal,

lebih dahulu disampaikan kepada teman-teman sejawat untuk ditelaah oleh

mereka. Mereka dimintai untuk memberikan kritik-kritik komentar-

komentar dan saran-saran perbaikan. Seringkali saran-saran perbaikan itu

menganjurkan penulis untuk menelaah referensi lain yang terlupakan oleh 24

Page 189: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

penulis atau penulis belum mengetahui. Sehubungan dengan ini penulis

melakukan beberapa perubahan dalam pendapat atau teori yang disusunnya,

atau mengubah posisinya. Tentu kritik dan komentar dari teman-teman

sejawat itu ialah yang obyektif dan rasional.

Selain menyampaikan naskah kepada teman-teman sejawat secara

individual, naskah tersebut dapat disajikan dalam kelompok diskusi dari

disiplin ilmu terkait. Kelompok ini mengagendakan diskusi periodik. Makalah

yang akan didiskusikan disampaikan kepada anggota kelompok dan mereka

diberi cukup waktu untuk mengaji makalah tersebut secara sungguh-

sungguh. Dalam diskusi rasional penulis tentu akan menghadapi kritik-

kritik dan komentar-komentar tajam. Penulis harus dapat memberikan

penjelasan-penjelasan tambahan guna meniadakan salah faham atau keliru

interpretasi mengenai sesuatu, mungkin pula penulis mempertahankan

pendapat atau teorinya dengan memberikan argumen-argumen atau

penjelasan tambahan yang meyakinkan. Menghadapi situasi demikian

penulis hendaklah tidak “patah semangat atau putus asa”, tetapi keadaan

tersebut diterima sebagai dorongan demi kemajuan dan perkembangan

dalam upaya mencari dan mendapatkan serta kemudian menyumbangkan

pengetahuan ilmiah.

25

Page 190: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

6. Kelompok diskusi

Perguruan Tinggi, sejak dulu dinyatakan sebagai pusat

pengembangan pengetahuan ilmiah. Sehubungan dengan itu di Perguruan

Tinggi ada bermacam-macam lembaga penelitian dan kelompok diskusi

rasional. Melakukan penelitian-penelitian dan diskusi-diskusi rasional

menjadi fungsi utama ilmuan, sedangkan mengajar merupakan fungsi

kedua. Bila hal ini tidak mungkin dilakukan karena kondisi-kondisi yang

diperlukan belum tersedia, keadaan yang demikian tidaklah mengabaikan

keperluan melakukan penelitian dan diskusi rasional serta menerbitkan

karya ilmiah. Penelitian itu tidak hanya penelitian lapangan dan melakukan

eksperimen, tetapi termasuk pula kajian pustaka.

Kelompok diksusi tiap disiplin ilmu perlu diadakan. Kelompok ini

tidak hanya melakukan diskusi rasional mengenai hasil-hasil penelitian dan

naskah–naskah yang akan diterbitkan, tetapi mungkin pula mendiskusikan

usulan-usulan penelitian. Melalui diskusi-diskusi rasional yang dilakukan

secara periodik di Perguruan Tinggi, iklim dan kesadaran akan keperluan

mendapatkan dan mengembangkan pengetahuan ilmiah akan dihayati. Perlu

diketahui tugas utama dosen-dosen dalam melaksanakan fungsi

kependidikan mereka bukan hanya menyajikan pengetahuan yang telah ada,

tetapi yang lebih penting ialah menumbuhkan dan mengembangkan

kemampuan berpikir kritis dan rasional, mahasiswa

menanyakan/memasalahkan teori-teori yang mereka dapat dari dosen-dosen

dan dari pustaka-pustaka. Situasi belajar yang demikian, kecuali dosen-26

Page 191: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

dosen juga kritis ketika menelaah pustaka-pustaka, baik untuk keperluan

perkuliahan, melakukan penelitian maupun penulisan karya ilmiah

Melalui kelompok diskusi minat dan kemampuan dosen-dosen

menulis karya-karya ilmiah dikembangkan dan ditingkatkan. Apalagi syarat

yang harus dipenuhi untuk pengusulan dan promosi jenjang kepangkatan

ialah karya-karya ilmiah yang dipublikasikan dalam jurnal-jurnal ilmiah.,

artikel-artikel ilmiah itu haruslah relevan dengan matakuliah yang diajarkan

dan/atau disiplin ilmu yang merupakan bidang kepakaran. Dengan publikasi

karya ilmiah yang berkaitan dengan matakuliah dan disiplin ilmu, yaitu

karya ilmiah yang memuat temuan-temuan baru, baik berupa fakta-fakta

baru maupun interpretasi dan teori-teori baru berarti dosen-dosen berperan

aktif dalam pengembangan pengetahuan ilmiah.

7. Memulai penulisan karya ilmiah.

Telah menjadi pendapat umum, persoalan bagaimana dan dari

mana memulai menulis karya ilmiah, merupakan penghambat

pertama dan utama. Karena kurang mampu mengatasi hambatan

tersebut, minat dan keinginan menulis ditekan dan potensi menulis

yang dimiliki tidak dikembangkan. Ada yang mengatakan minat

menulis itu muncul karena ada inspirasi. Ada pula yang mengatakan

karena keingin-tahuan (curiosity), yang lain mengatakan karena

menghadapi masalah dan masalah ini perlu dipecahkan. Tiga hal

27

Page 192: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

tersebut tidaklah berdiri sendiri, karena inspirasi akan

membangkitkan keingin-tahuan dan kemudian keingin-tahuan akan

mengarahkan pada penemuan masalah yang perlu dipecahkan dengan

melakukan penelitian. Hasil-hasil penelitian baik lapangan,

eksperimen maupun kajian pustaka dituliskan dan dipublikasikan

agar kalangan ilmuan mengetahui apa yang telah dilakukan dan

ditemukan dalam kegiatan pengembangan pengetahuan ilmiah.

Sehubungan dengan itu ada beberapa hal yang perlu dilakukan sebelum

memulai menulis karya ilmiah.

a. Melakukan kajian pustaka: jurnal, periodikal, makalah kerja, majalah,

surat kabar dsb untuk menemukan isu-isu dan mungkin ada dari isu-isu

tersebut yang menarik dan penting untuk dikaji lebih lanjut. Langkah

ini merupakan kajian pendahuluan.

b. Mendiskusikan dengan sejawat tentang niat anda untuk melakukan

kajian lebih lanjut dan mendapatkan pandangan dari teman sejawat.

c. Menetapkan isu tersebut termasuk yang mana: (i) masalah praktis

yang belum terselesaikan, (ii) kesenjangan antara teori dan

praktek; ataukah merupakan (iii) konflik teoretis. Bila konflik

teoretis, termasuk yang mana; (a) apakah perbedaan metodologis,

(b) perebutan bidang kajian; atau (c) perbedaan landasan

fundamental teori.

28

Page 193: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

d. Menetapkan pendekatan: (i) apakah akan melakukan survai

perpustakaan, atau (ii) melakukan penelitian empiris. Bila penelitian

empiris yang dipilih, perlu ditetapkan apakah melakukan penelitian

lapangan atau melakukan eksperimen.

e. Bila memilih survai pustaka, pustaka yang disurvai tidak hanya

publikasi publikasi mutakhir, tetapi juga yang lampau agar diketahui

bagaimana perkembangan dan posisi teori yang dimasalahkan. Dalam

hal ini penulis/peneliti harus melakukan analisis kritis dan rasional.

f. Penelitian dalam bentuk survai-pustaka perlu menyusun proposal

penelitian untuk diajukan pada pihak penyandang dana.

g. Bila penelitian lapangan yang dipilih, penulis/peneliti hendaklah

melakukan observasi pendahuluan guna mendapatkan informasi

pendahuluan tentang kemungkinan melakukan penelitian, untuk

mengetahui segala sesuatu yang perlu disiapkan.

h. Bila penelitian yang diniatkan itu mungkin dilakukan dan akan

mendapat dukungan dari semua pihak yang terkait, penulis/peneliti

menyusun proposal penelitian untuk diajukan kepada penyandang

dana.

i. Bila penelitian yang diniatkan ialah melakukan eksperimen,

penulis/peneliti harus menetapkan tempat eksperimen. “Bila

eksperimen di alam terbuka, penulis/peneliti perlu melakukan 29

Page 194: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

observasi tempat-tempat yang tepat. Bila eksperimen dilakukan dalam

laboratorium, penulis/peneliti harus menyiapkan segala sesuatu yang

diperlukan untuk melakukan eksperimen. Penyiapan segala sesuatu

ini juga dilakukan untuk eksperimen di alam terbuka.

j. Penulis/peneliti menyusun proposal melakukan eksperimen untuk

diajukan pada pihak penyandang dana.

k. Format dan isi proposal penelitian mengikuti ketentuan-ketentuan

pihak penyandang dana. Untuk ini Pusat Penelitian dan

Pengabdian Masyarakat di tiap Perguruan Tinggi dapat

menyediakan format proposal penelitian tersebut.

l. Berdasarkan hasil-hasil penelitian itulah ditulis karya ilmiah untuk

disajikan dalam seminar/simposium ilmiah tingkat nasional atau

tingkat internasional, atau dikirim ke jurnal ilmiah untuk

dipublikasikan.

m. Akan tetapi, sebelum karya ilmiah itu disajikan dalam

seminar/simposium ilmiah, lebih baik didiskusikan lebih dahulu dalam

kelompok diskusi terkait yang ada di tiap Perguruan Tinggi .

8. Penutup

Makalah ini ditulis dengan maksud untuk didiskusikan. Ada dua hal

yang mendorong penulis menulis makalah ini yaitu: (i) dalam tahun delapan

puluhan penulis membaca buku karangan Karl R. Popper, Conjectures and

Refutations dan beberapa buku beliau, Thomas S. Kuhn, The Structure of 30

Page 195: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Scientific Revolution, L. Laudan, The Problems of Progress, R. Carnap,

An Introduction to the Philosophy of Science, Polanyi, Personal

Knowledge, dan I Lakatos, The Methodology of Scientific Research

Programmes, dan Mathematics, Science and Epistemology; dan (ii)

membaca makalah-makalah yang akan dipublikasikan dalam Jurnal

Ekonomi STEI. Berdasarkan penafsiran penulis dari pustaka yang pernah

dibaca itu khususnya mengenai “pengetahuan ilmiah”, penulis ingin

mendiskusikan “Penulisan Karya Ilmiah”.

Penulis akui, makalah ini belum dapat disebut ilmiah, karena hanya

merupakan pengungkapan kembali bahan-bahan yang dibaca duapuluh

tahun yang lalu. Catatan-catatan bacaan dan banyak buku yang pernah

penulis miliki telah musnah dimakan rayap. Tetapi karena keinginan kuat

untuk menumbuhkan tradisi diskusi rasional, sikap kritis dan obyektif

dalam lingkungan masyarakat belajar di Perguruan Tinggi, penulis

memberanikan diri menyajikan sesuatu yang jelas tidak sempurna. Banyak

kelemahan dan kekeliruan. Kelemahan dan kekeliruan itu karena tulisan ini

merupakan hasil pemikiran yang didasarkan dan dipengaruhi oleh bacaan-

bacaan masa lalu. Oleh karena itu penulis menyarankan agar teman-teman

sejawat menelaah buku-buku yang dicantumkan dalam daftar bacaan.

Daftar Bacaan

31

Page 196: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Carnap, Rudolf, (1966), An Introduction to the Philosophy of Science,

New York: Basic Books

Cooper, William S., (1978), Foundations of Logico-Linguistics:

A Unified Theory of Information, Language and Logic, Dordrecht:

D. Reidel Publishing, Co.

Hempel, Carl G., (1960), “Operationism, Observation, and Theoretical

Terms”,

dalam A. Danto & S. Morgenbeser, Philosophy of Science, New

York: New American.

Kuhn, Thomas S., (1970) The Structure of Scientific Revolutions,

Chicago: University of Chicago Press

Lakatos, Imre, (1982), The Methodology of Scientific Research

Programmes,

London : Routledge & Kegan Paul

Lakatos, Imre, (1982), Mathematics, Science and Epistemology,

London: Routledge & Kegan Paul

32

Page 197: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Laudan, L., (1977), The Problems of Progress: The Growth of Scientific

Knowledge, Berkeley: University of California Press.

Meredith, Patrick, (1966), Instruments of Communication: An Essay on

Scientific Writing, London: Perganon Press.

Platts, Mark (ed.), (1980), Reference, Truth and Reality,

London: Routledge & Kegan Paul.

Polanyi, M. (1972), Personal Knowledge, Chicago: The University of

Chicago Press.

Polanyi, M. dan H. Frasch, (1975), Meaning, Chicago: The University of

Chicago Press.

.

Popper, Karl R., (1960), The Logic of Scientific Discovery, Oxford:

Clarendon Press.

Popper, Karl R., (1965), Conjectures and Refutations, Oxford: Clarendon

Press.

Popper, Karl R. (1979), Objective Knowledge: An Evolutionary Approach,

Revised Edition Oxford: Clarendon Press. 33

Page 198: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Russell, Betrand, (1973), Essays in Analysis, London: George Allen &

Unwin

KRISIS INTELEKTUAL

Salah siapa?

Dr. Achmad Tolla, M. Pd.

Tulisan ini bukan tulisan ilmiah. Tulisan ini lebih cocok digolongkan

sebagai refleksi sosiologis yang tampak di depan mata kita setiap saat. Kita

prihatin, tetapi bagaimana menghilangkan keprihatinan itu, kita tidak tahu.

Semua orang, termasuk kita, pandai berbicara tentang kebenaran, 34

Page 199: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

keadilan, kejujuran, tetapi hanya sedikit yang bertindak benar pada

dirinya dan pada orang lain; adil pada dirinya dan pada orang lain; serta

jujur pada dirinya dan pada orang lain.

Karena pembicaan kita akan lebih banyak menggosip orang, baiklah lebih

dahulu kita memohon ampun kepada Allah swt. semoga gosip kita

dimaafkan oleh-Nya.

A. Kondisi Dekade Ini

1. Krisis Intelektual

Fritjof Capra dalam bukunya “Titik Balik Peradaban” mengatakan

bahwa kehidupan manusia saat ini sudah sampai pada keadaan krisis

multidimensional, yaitu krisis intelektual, krisis moral, dan krisis

spiritual. Kesimpulan umum yang sering dilontarkan orang ialah bahwa

krisis intelektual yang melanda Indonesia dekade ini adalah akibat dari

sistem pendidikan yang mekanistis yang cenderung lebih banyak

memfungsikan dan memberdayakan unsur intelektual daripada unsur

emosional.

Krisis intelektual ini terjadi di kalangan ilmuwan dalam berbagai

versi, mulai dari versi yang samar sampai pada tingkat paling kasar. Krisi

intelektual versi terselubung, misalnya:

35

Page 200: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

a. menggunakan ijazah atau sertifikat orang lain untuk memperoleh

kesempatan bekerja;

b. mengikuti jenjang pendidikan yang tidak setara dengan jenjang

pendidikan terakhir yang dimiliki oleh yang bersangkutan untuk

memperoleh surat tanda tamat belajar;

c. mengikuti jenjang pendidikan gelar yang menyimpang dari program

umum dalam sistem pendidikan Indonesia, misalnya:

- gelar S1 diperoleh kurang dari enam semester

- gelar S2 diperoleh kurang dari dua semester, kadang-kadang

kurang dari satu semester

- gelar S3 diperoleh kurang dari dua semester

Gelar yang diperoleh dalam waktu singkat seperti itu bukanlah

gelar akademik yang setara dengan isinya, melainkan hanyalah

penambahan gelar. Krisis intelektual yang kasar hingga yang paling kasar

terjadi umumnya terjadi dalam lembaga pendidikan kedinasan atau

pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga

pemerintah nondepartemen, seperti: STPDN, Akabri, pendidikan jabatan,

dsb. yang harus dibayar dengan harga mahal. Krisis intelektual yang

terjadi dalam lembaga pendidikan umum formal umumnya berbentuk:

36

Page 201: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

a. pemberian kemudahan kepada calon siswa untuk memasuki jenjang

pendidikan tertentu dengan pembayaran khusus;

b. sistem kekerabatan yang terjadi dalam penerimaan

siswa/mahasiswa;

c. sistem kekerabatan dalam penerimaan pegawai negeri sipil yang

mengabaikan prinsip relevansi keahlian dengan jenis pekerjaan.

Banyak kemungkinan yang menjadi penyebab utama krisis

intelektual yang dikemukakan di atas. Akan tetapi, kemungkinan yang

paling kuat adalah:

a. sejak pemberlakuan Kurikulum 1975 hingga Kurikulum 1994, mata

pelajaran “Budi Pekerti” tidak dieksplisitkan sebagai mata

pelajaran, bahkan ditiadakan samasekali;

b. mata pelajaran agama terpisah dari mata pelajaran yang lain tanpa

ada usaha mencari titik temunya, kecuali ada kesadaran pribadi

secara individual;

c. membanjirnya informasi yang dapat berkontaminasi dengan prinsip-

prinsip ilmu pengetahuan: objektif, hak umum, tidak terbatas.

2. Dampak Krisis Intelektual

37

Page 202: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Waktu yang tersedia tidak akan cukup untuk membeberkan tumpukan

kemerosotan moral yang terjadi di negeri kita sekarang ini. Berikut ini

disebutkan beberapa yang paling vatal, yaitu:

a. penyalahgunaan wewenang dalam bentuk korupsi;

b. penyalahgunaan wewenang dalam bentuk kepentingan kekerabatan;

c. berbagai macam kekerasan, dari skala kecil hingga skala nasional;

d. penghargaan terhadap nilai-nilai kian memudar;

e. agama tidak lagi menjadi alat pengontrol pribadi bagi umat

beragama.

B.Bagaimana Selanjutnya?

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa sistem

pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan

pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen

pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan

perubahan kehoidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu

dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan

berkesinambungan.

38

Page 203: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Hakikat pendidikan nasional seperti dikemukakan di atas,

selanjutnya dimaknai sesuai dengan cita-cita pembangunan bangsa

Indonesia, yaitu membangun manusia seutuhnya. Hal ini ditegaskan di

dalam Bab I, Pasal 1 sebagai berikut.

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyaraksat, bangsa dan negara.”

Pernyataan tersebut telah tercantum di dalam GBHN sejak tahun

1973 sebagai produk DPR RI hasil pemilihan umum pertama di masa

Orde Baru. Secara matematis, dapat dikatakan bahwa kebanyakan pelaku

pembangunan sekarang ini adalah hasil didikan berdasarkan cita-cita

pendidikan tersebut. Itu berarti, idealnya mereka harus tampil sebagai figur

yang di dalam dirinya terintegrasi sembilan kunci keunggulan yang menjadi

dambaan masyarakat dan bangsa kita. Namun, kenyataannya

mengecewakan.

Oleh karena generasi pendahulu dan generasi sekarang belum

mampu merealisasikan kesembilan kunci keunggulan itu, mari kita

rekomendasikan kepada generasi di bawah kita agar mereka mampu

menjadi manusia unggul yang di dalam dirinya terintegrasi secara filosofis

dan realistis kesembilan kunci keunggulan yang dimaksud.

39

Page 204: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahasaesa serta

taat melaksankan syariat agamanya;

2. Bersikap jujur, tulus, kata dan perbuatan sejalan;

3. Tidak mengenal putus asa, selalu yakin bahwa di depan pasti

ada kebaikan;

4. Berbicara dengan baik, sopan, menghindari fitnah;

5. Mampu beradaptasi dengan masyarakat di mana dan kapan

saja;

6. Memiliki komitmen untuk dirinya, untuk masyarakatnya, dan

untuk lingkungannya;

7. Bertanggung jawab kepada Tuhannya, dirinya, masyarakatnya,

dan lingkungannya;

8. Menyadari keberadaan dirinya, mengakui keberadaan orang

lai, menyadari kelebihan dan kekurangan dirinya, dan

mengakui kelebihan dan kekurangan orang lain.

9. Hidup dalam prinsip keseimbangan:

- dunia-akhirat

40

Page 205: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

- jasmani-rohani

- materiil-spiritual

- intelektual-emosional

Mengapa mereka, dan bahkan kita semua tidak mampu

merelalisasikan kunci keunggulan itu?

Mari kita mendiskusikan jawaban pertanyaan itu! Hasil dari

diskusi kita itulah yang kita harapkan akan menjadi rujukan, paling tidak di

dalam lingkungan kita. Kita akan mendidik anak-anak kita menjadi manusia

unggul paripurna yang akan membawa negeri ini ke suatu dunia nyata yang

makmur di bawah rida Allah swt.

41

Page 206: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

42

Page 207: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

PENGEMBANGAN SILABUS PENGAJARAN BAHASA

BERBASIS KOMPETENSI

Dr. Achmad Tolla, M. Pd.

A. Pendahuluan

Kompetensi, menurut Hall dan Jones (1979:29) adalah pernyataan yang

menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan

perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur (dalam

Depdiknas, 2002:1). Kemampuan demikian diharapkan dimiliki oleh lulusan

lembaga pendidikan kita agar mereka dapat bersaing dalam memperoleh kesempatan

berpartisipasi dalam pembangaunan, baik secara individu maupuan secara

berkelompok. Akan tetapi, kemampuan itu tidak mudah diraih tanpa penanganan

yang lebih serius dalam bidang manajemen pendidikan dan implikasinya di dalam

proses belajar-mengajar.

Pada hakikatnya, implikasi pengajaran bahasa berbasis kompetensi adalah

pengembangan silabus dan sistem pengujian berbasis kompetensi dasar. Kompetensi

dasar adalah hasil penjabaran dari standar kompetensi, yaitu kemampuan minimal

yang harus dimiliki oleh pembelajar dalam mempelajari bidang ilmu yang kelak

menjadi keahliannya. Dalam bidang pengajaran bahasa Indonesia, kemampuan

minimal dapat dipahami sebagai kompetensi kebahasaan dan keterampilan berbahasa

Indonesia yang diharapkan dimiliki oleh setiap lulusan program pendidikan bahasa

Indonesia atau jurusan linguistik dan /atau kesastraan Indonesia

Pedoman umum pengembangan silabus pengajaran bahasa Indonesia berisi

penjelasan secara umum tentang prosedur dan cara mengembangkan kompetensi

kebahasan dan keterampilan berbahasa di dalam materi pembelajaran, langkah-

langkah untuk menentukan pengalaman belajar pembelajar, alokasi waktu sesuai

dengan bobot kredit matakuliah, sumber bahan, dan sumber pustaka yang digunakan,

baik sebagai buku pegangan maupun sebagai sumber pengayaan. Pedoman umum itu

43

Page 208: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

perlu dilengkapi dengan pedoman khusus yang menjelaskan lebih rinci tentang

prosedur dan cara mengembangkan kompetensi dan keterampilan berbahasa menjadi

materi pembelajaran dan uraian urutan penyajiannya, langkah-langkah penentuan

pengalaman belajar, alokasi waktu, dan sumber bahan yang digunakan. Di tingkat

sekolah menengah atas ada delapan bidang studi yang dibuatkan pedoman khusus,

yaitu: Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ilmu

Sosial Terpadu, dan Pendidikan Kesenian.

Karena bidang studi Bahasa Indonesia di SMA termasuk mata pelajaran yang

diujikan secara nasional, maka calon-calon Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia

dan/atau Sarjana Sastra (Bahasa Indonesia) harus dipersiapkan dengan membekali

mereka pengetahuan tentang kompetensi dasar Bahasa Indonesia yang menjadi target

pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Kompetensi dasar yang dikembangkan dalam sistem pendidikan nasional

sekarang ini, sesungguhnya berada dalam bingkai kompetensi versi Bloom (1956).

Bloom membagi kompetensi itu ke dalam tiga aspek yang masing-masing memiliki

tingkat yang berbeda sebagai berikut:

1) kompetensi kognitif, dengan subkompetensi: pengetahuan,

pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi;

2) kompetensi afektif, dengan subkompetensi: pemberian respon,

penilaian, apresiasi, dan internalisasi;

3) kompetensi psikomotorik, dengan subkompetensi: keterampilan

gerak awal, semi rutin, dan rutin.

Dalam pengajaran bahasa, orang sering menggunakan paradigma Bloom itu

menjadi pedoman dalam menyusun materi pembelajaran bahasa dan sastra, termasuk

alat penilaiannya. Kompetensi kognitif dijadiakan acuan dalam menyusun materi

pembelajaran komponen kebahasaan dan kesastraan dengan berorientasi

pengetahuan. Kompetensi afektif dijadikan dasar dalam menyusun materi

pembelajaran yang berorientasi sikap bahasa dan sastra. Pengajaran bahasa

menempatkan kompetensi afektif pada semua aspek keterampilan berbahasa

44

Page 209: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

(menyimak, berbicara, membaca, dan menulis), tetapi yang utama adalah aspek

menyimak dan berbicara karena kedua aspek ini dimiliki oleh semua umat manusia,

melek huruf atau tidak melek huruf.

Pengajaran sastra, selain teori dan sejarah, berada di dalam lingkup

kompetensi afektif. Untuk kompetensi psikomotor berada pada tataran keterampilan

berbahasa dan aplikasi apresiasi sastra.

B. Pengembangan Silabus

1. Pengertian Silabus

Istilah silabus dapat didefinisikan sebagai “Garis besar, ringkasan, ikhtisar,

atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran” (Depdiknas, 2004). Istilah silabus

digunakan untuk menyebut suatu produk pengembangan kurikulum dalam bentuk

penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai dalam suatu

program pendidikan. Penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ini

selanjutnya akan terurai dalam bentuk pokok-pokok bahasan dan urain materi yang

akan dipalejarai pembelajar untuk mencapai standar kompetensi dan kompetensi

dasar itu.

Dalam pedoman umum mekanisme prosedur pengembangan silabus Bidang

Studi Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA dan sekolah yang sederajat (2004)

dikemukakan bahwa silabus adalah garis besar, ringkasan, ikhtisar, pokok-pokok isi

materi pelajaran. Dalam kedudukannya sebagai garis besar materi pelajaran, maka

silabus merupakan hasil kegiatan pengembangan desain pembelajaran yang

bermanfaat bagi pengembangan pembelajaran labih lanjut mengenai rencana

pembelajaran (RP), pengelolaan kegiatan belajar-mengajar (PKBM), dan

pengembangan sistem pengujian.

Secara lebih eksplisit dapat dikatakan bahwa penyusunan silabus merupakan

bentuk konkret pengembangan kurikulum yang senantiasa berorientasi kepada

kebutuhan pembelajaran, dalam arti apa yang akan dipelajari pembelajar dan apa

target yang diinginkan untuk dicapai oleh mereka. Bentuk penjabaran kurikulum

45

Page 210: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

seperti ini lazim disebut desain instruksional. Kegiatan paling awal dari penyusunan

desain intruksional adalah analisis pengetahuan awal calon pembelajar. Pengetahuan

awal dapat disetarakan dengan standar kompetensi awal yang dikenal dalam studi

pendidikan berbasis kompetensi. Wujud dari pengemabangan kurikulum itu dikenal

degan nama silabus yang juga disebut Pola Dasar Kegiatan Belajar-Mengajar

(PDKBM) atau Garis-Garis Besar Isi Program Pembelajaran (GBIPP).

2. Prinsip-prinsip Pengembangan Silabus

Berikut adalah prinsip yang m,endasari pengembangan silabus.

1) Ilmiah, agar silabus yang dihasilkan valid.

2) Memperhatikan kemjuan dan kebutuhan mahasiswa dari segi: ruang lingkup,

kedalaman, tingkat kesulitan, dan urutan penyajian.

3) Sistematis, setiap materi senantiasa berkaitan, yaitu ada prinsip

keberlanjutan secara progresif agar tidak terjadi pengulangan materi pada

jenjang yang berbeda.

4) Relevansi, materi senantiasa memeprtimbangkan keterkaitan antara

pengetahuan dengan dan penerapan pengetahuan itu ke dalam kehidupan

mahasiswa sehari-hari.

5) Konsistensi, ada konsistensi antara kompetensi dasar, materi pembelajaran,

dan pengalaman belajar.

6) Kecukupan, cakupan materi memadai untuk mendukung tercapainya standar

kompetensi (Depdiknas, 2004).

3. Langkah-langkah Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian

Pengembangan silabus dan sistem penilaian berdasarkan kurikulum berbasis

kompetensi sebagai berikut.

3.1 Merumuskan Standar Kompetensi

Standar kompetensi adalah kebulatan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan

tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai pembelajar setelah mengikuti suatu

46

Page 211: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

proses belajar-mengajar. Standar kompetensi ini, secara garis besar dibedakan

menjadi standar isi (content standard) dan standar penampilan (performance

stanrd). Standar kompetensi dalam konteks operasional dapat diartikan sebagai:

1) pernyataan tujuan yang menjelaskan apa yang harus dicapai

pembelajar;

2) kemampuan melakukan sesuatu dan spesifikasi skor atau peringkat

dalam pencapaian kompetensi.

3.2 Merumuskan Kompetensi Dasar

Kompetensi dasar pada hakikatnya adalah:

1) penjabaran dari standar kompetensi;

2) pengetahuan, keterampilan, dan sikap minimal yang harus

dikuasai dan dapat didemonstrasikan oleh pembelajar;

3) kompetensi dasar yang digunakan sebagai acuan atau dasar untuk

menentukan materi pembelajaran;

4) untuk keperluan penilaian, kompetensi dasar dikembangkan menjadi

sejumlah indikator untuk menentukan jenis dan bentuk instrumen

penilaian.

3.3 Menentukan Indikator Pencapaian Kegiatan Belajar-Mengajar

Indikator pencapaian kegiatan belajar-mengajar adalah keterampilan yang

diharapkan dimiliki oleh siswa setelah mengikuti proses belajar-mengjar. Indikator

pencapaian dapat diukur dengan menggunakan sejumlah pertanyaan sejauh mana

menguasaan siswa terhadap materi pembelajaran.

3.4 Menentukan Materi Pembelajaran

Ada sejumlah prinsip yang menjadi dasar peretimbangan dalam memilih

materi pembelajaran.

1) Materi adalah pokok-pokok bahasan yang harus dipelajari pembelajar

sebagai sarana pencapaian kompotensi dasar yang akan dinilai dengan

menggunakan alat penilaian yang disusun berdasarkan indikator

pencapaian belajar.

47

Page 212: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

2) Urutan materi pembelajaran bersifat prosedural, hierarkis, dan

terpadu.

3) Klasifikasi materi meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan

(psikomotorik).

4) Jenis materi dapat berupa fakta, konsep, prinsip, dan prosedur.

5) Jika kompetensi dasar dirumuskan dengan kata kerja, maka materi

pembelajaran dirumuskan dengan kata benda atau kata kerja yang

dibendakan.

Hal pokok yang perlu diperhatikan dalam merumuskan materi adalah:

a. jenis materi

b. keluasan cakupan/ ruang lingkup materi

c. kedalaman materi

3.5 Menentukan Pengalaman Belajar Siswa

Pengalaman belajar diperoleh secra bervariasi dari penginderaan dan tindakan

sebagai berikut:

1) 10% dari apa yang didengar;

2) 20% dari apa yang dibaca;

3) 30% dari apa yang dilihat;

4) 50% dari apa yang dilihat dan didengar;

5) 70% dari apa yang dikatakan dan dilakukan;

6) 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan.

Pengembangan pengalaman belajar dapat dilakukan dengan strategi berikut.

a. Pengembangan pemngalaman belajar ranah kompetensi kognitif,

afektif, dan psikomotorik.

a) Kompetensi kognitif terjadi secara berjenjang dengan aktivitas:

menghafal, memahami, menmgaplikasikan, menganalisis,

menyimpuldan menilai.

b) Kompetensi afektif meliputi: pemberian respon, apresiasi,

penilaian, dan internalisasi.

48

Page 213: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

c) Kompetensi psikomotorik meliputi: gerakan awal, semi rutin,

dan rutin melalui gerakan latihan intensif dalam tindak

simulasi, menirukan, danmenghafal.

b. Pengembangan kecakapan hidup (life skill)

a) Jenis kecakapan hidup adalah kecakapan diri yang terdiri atas

kesadaran diri (self awarness) dan kecakapan berpikir

(thingking skill).

b) Strategi pembelajaran kecakapan hidup meliputi:

pembelajaran berbasis luas (menyangkut kebutuhan hidup)

dan pembelajaran terpadu.

c. Pengalaman belajar

a) Pengalaman belajar menunjukkan aktivitas belajar yang

dilakukan pembelajar untuk mencapai penguasaan standar

kompetensi dan kemampuan dasar mengenai materi

pembelajaran.

b) Pengalaman belajar dapat dipilih sesuai dengan kompetensi

pembelajar.

c) Tempat, di dalam kelas atau di luar kelas.

d) Pendekatan:

- Mengajar-Belajar (teaching-learning)

- Menumbuhkan rasa diri tidak tahu mau menjadi tahu

- Guru sebagai fasilitator dan pelati

e) Bentuk kata kerja yang digunakan sebagai kata kerja

operasional antara lain:

- mengidentifikasi - menentukan algoritma - menkaji

- mengamati - mengoperasikan - mengkonstruksi

- mendemonstrasikan - membuktikan rumus - menemukan

- mempraktekkan - meragakan - meneliti

- menyimulasikan - mengaplikasikan - mengaplikasikan

49

Page 214: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

- menganalisis - membandingkan - menelaah

3.6 Menentukan Alokasi Waktu

1) Alokasi waktu pembelajaran suatu kompetensi dasar tertentu diperhitungkan

berdasarkan analisis dan/atau pengalaman penggunaan jam pembelajaran

untuk mencapai suatu kompetensi dasar di kelas.

2) Kriteri penentuan alokasi waktu yang perlu dipertimbangkan adalah:

(a) kedalaman

(b) kompleksitas

(c) frekuensi penggunaan

(d) banyaknya materi

(e) pentingnya materi

3.7 Menentukan Sumber Bahan/Alat

Hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan sumber belajar/ alat aebagai

berikut:

1) menggunakan bahan rujukan yang relevan dan signifikan sesuai dengan

standar kompetensi yang ditetapkan;

2) sumber utama: buku teks dan kurikulum, jurnal, hasil penelitian, terbitan

berkala, dokumen negara, dan sebagainya;

3) sumber lainnya: referensi/literatur, pakar, buku penunjang.

Agar pemilihan sumber bahan/alat dilakukan dengan tepat, guru hendaknya

melakukan hal berikuit.

(1) Pengadaan dan pemanfaatan sumber belajar dilakukan dengan:

a. mengidentifikasi kebutuhan sumber dan sarana belajar ;

b. menginventarisasi sumber dan alat pendukungnya (di dalam dan di luar

sekolah);

c. menyesuaikan antara kebutuhan sumber dan sarana belajar yang tersedia

(guru dapat melakukan modifikasi seperlunya).

(2) Pemanfaatan sumber dan sarana belajar dengan melakukan kegiatan:

a. mengidentifikasi kebutuhan (kebutuhan pembelajar dan guru);

50

Page 215: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

b. mengidentifikasi potensi yang tersedia;

c. mengelompokkan sumber belajar dalam kelompok:

- lingkungan alam sekitar

- perpustakaan

- media cetak

- narasumber

- karyawisata

- media elektronik

- komputer

d. menganalisis relevansi antara ketersediaan sumber belajar dan kebutuhan;

e. menentukan dan memanfaatkan sumber belajar yang tersedia.

3.8 Menentukan Sistem Pengujian.

Dikatakan sistem pengujian karena komponen ini mencakupi menetapan (1)

jenis kompetensi yang akan dinilai, (2) bentuk instrumen penilaian, dan (3)

jumlah butir soal yang diperlukan untuk menguji setiap kompetensi.

1) Jenis kompetensi yang dinilai

(1) Kompetensi kognitif terjadi secara berjenjang yang meliputi:

menghafal, memahami, menmgaplikasikan, menganalisis,

menyimpulkan, dan menilai.

(2) Kompetensi afektif meliputi: pemberian respon, apresiasi, penilaian,

dan internalisasi.

(3) Kompetensi psikomotorik meliputi: gerakan awal, gerakan semi rutin,

dan gerakan rutin melalui gerakan latihan intensif dalam tindak

simulasi, menirukan, menghafal, dan semua performansi verbal

lainnya.

3) Bentuk instrumen penilaian

51

Page 216: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Bentuk instrumen yang lazim digunakan dalam sistem penilaian adalah soal-

soal. Secara umum, bentuk soal terdiri atas (1) soal uraian (soal esai), dan (2)

soal pilihan ganda. Selain itu, dalam pengajaran bahasa dikenal bentuk-bentuk

soal khusus, yaitu: soal cloze, soal integratif, soal doskrit, soal pragmatik/soal

komunikatif, soal terjemahan, dan soal dikte. Bentuk-bentuk soal yang

dikemukakan terakhir ini tidak terdapat pada bidang studi lain.

C. Jenis Silabus

Apa yang telah, sedang, dan akan diajarkan, baik direncanakan dengan baik

maupun tanpa perencanaan pada hakikatnya adalah silabus. Sebuah silabus paling

tidak terdiri atas tujuh komponen, yaitu:

1. daftar lengkap mengenai unsur (a) kata/istilah, struktur, topik, dan (b) proses

penyelenggaraan pengajaran bertupa metode dan tugas-tugas (strategi);

2. urutan bahan yang akan diajarkan (secara klimak atau menurut kebutuhan);

3. memuat tujuan pengajaran yang eksplisit;

4. merupakan pedoman umum penyelenggaran pengajaran;

5. memuat jadual kegiatan belajar-mengajar;

6. menyatakan acuan pendekatan, metode, dan teknik yang digunakan;

7. merekomendasikan materi yang relevan.

Dalam pengajaran bahasa asing atau bahasa kedua, dikenal sepuluh macam

silabus. Setiap macam silabus itu didasarkan pada ciri materi pengajaran yang akan

diberikan. Namun, dalam proses belajar-mengajar, tidak mustahil ada hal yang perlu

dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan pembelajar. Kesepuluh macam silabus itu

direkomendasikan oleh Ur (1996) yang dikemukakan kembali berikut ini.

1) Silabus Tata Bahasa

Silabus jenis ini menempatkan komponen tata bahasa sebagai inti pengajaran

bahasa. Para perancang silabus ini berasumsi bahwa dalam pengajaran bahasa

asing/bahasa kedua, komponen tata bahasa merupakan dasar penguasaan bahasa. Dari

52

Page 217: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

penguasaan tata bahasa, pembelajar dapat mengembangkan keterampilannya dalam

aspek menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Penguasaan tata bahasa bagi pembelajar bahasa asing/bahasa kedua umumnya

bersifat eksplisit. Hal ini berbeda dengan penutur asli yang memperoleh kompetensi

gramtika secara internalisasi. Itulah sebabnya, kompetensi gramatika penutur asli

bersifat implisit. Kompetensi implisit ini dapat berubah menjadi eksplisit apabila

seseorang sudah mulai belajar bahasa pertamanya dalam konteks pengajaran formal

di sekolah atau melalui pembinaan bahasa secara formal.

Komponen tata bahasa yang menjadi pokok-pokok bahasan silabus jenis ini

adalah komponen sintaksis.dengan pokok-pokok bahasan: frase, struktur frase,

klausa, /struktur klausa, kalimat, dan struktur kalimat. Struktur silabus dengan

pokok-pokok bahasan demikian mengingatkan kita pada struktur silabus yang

dikembangkan dari pendekatan struktur dengan metode audiolingual. Sementara itu,

kurikulum yang dikembangkan sekarang adalah kurikulum yang berdasarkan

pendekatan komunikatif. Dari pendekatan ini kemudian muncul rekayasa berwawasan

kecakapan hidup yang berbasis kompetensi yang berorientasi kepada indikator

keterampilan berbahasa, bukan penguasaan kaidah bahasa. Dengan demikian,

keberadaan silabus tata bahasa penting diketahui sebagai informasi ilmu, tetapi

penerapannya memerlukan adaptasi agar sesuai dengan hakikat pendekatan

komunikatif.

2) Silabus Leksikal

Silabus jenis ini memuat kata, jenis kata, ungkapan, dan kolokasi kata yang

umum atau khusus sesuai dengan kebutuhan pembelajar. Kebutuhan pembelajar

dapat berupa kebutuhan studi lanjut atau berupa kebutuhan komunikasi sehari-hari

untuk menjalankan fungsi keterampilan hidupnya.

3) Silabus Leksikal-Gramatikal

Silabus jenis ini adalah perpaduan dari silabus gramatikal dan silabus leksikal.

Penyajiannya dapat dilakukan secara terpisah dengan mendaftarkan unsur masing-

masing di dalam sebuah daftar dengan tidak melalaikan urutan kesulitan pada setiap

53

Page 218: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

unsur. Urutan penyajian materi silabus dapat dimulai dari daftar kata, jenis kata,

idiom, dan kolokasi kata, atau dimulai dari daftar unsur-unsur gramatika.

4) Silabus Situasional

Materi silabus jenis ini adalah data-data bahasa yang digunakan dalam

konteks penggunaan bahasa secara riil. Situasi penggunaan bahasa dapat diprediksi

berdasarkan pengalaman, baik penyusun silabus dan faktor guru maupun faktor

pembelajar. Situasi penggunaan bahasa secara riil misalnya, dapat terjadi di pasar, di

rumah, di kantor, di kantor pos, di jalanan, di ruang tunggu rumah sakit, dan

sebagainya.

5) Silabus Topik/Tema

Silabus jenis ini mirip dengan silabus situasional. Kekhususan silabus ini

terletak pada penggunaan topik-topik materi di dalam silabus yang dikembangkan

secara operasional dalam proses belajar-mengajar. Jenis keterampilan bahasa atau

komponen tata bahasa yang akan diajarkan selalu berada di bawah topik tertentu.

Silabus jenis inilah yang dikembangkan di dalam kurikulum 1994 untuk bidang studi

Bahasa dan Sastra Indonesia di SLTP dan SMU (sekarang kembali menjadi SMP dan

SMA) dimodifikasi menjadi tema-tema.

6) Silabus Nosional

Silabus jenis ini dikembangkan oleh Wilkins (1976). Silabus ini

mengutamakan kata-kata yang bermakna lebih umum, seperti kata waktu, tempat,

warna, manusia, bidang, dan sebagainya. Itulah sebabnya, pengikut Wilkans

menyebut silabus ini sebagai silabus semantik.

7) Silabus Fungsional-Nosional

Siolabus jenis ini adalah gabungan silabus fungsional yang menekankan

fungsi komunikasi bahasa dan silabus nosional yang menekankan makna atau

kebermaknaan bahasa. Dengan demikian, materi silabus ini adalah penggunaan

bahasa secara fungsional dengan menekankan makna. Setiap kalimat yang dijadikan

contoh atau bahan pembelajaran haruslah bermakna, tidak sekedar memenuhi syarat

54

Page 219: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

sintaksis yang formal, misalnya, setiap kalimat paling tidak terdiri atas subjek dan

predikat atau yang lebih lengkap.

8) Silabus Gabungan

Silabus gabungan lebih bersifat eklektif, yaitu materi silabus terdiri atas

gabungan berbagai aspek keterampilan bahasa, komponen tata bahasa yang disajikan

di bawah topik-topik, tugas-tugas, fungsi dan makna, serta tata bahasa dan kosakata.

9) Silabus Prosedural

Materi silabus prosedural ditekankan pada tugas-tugas: peta bacaan, materi

eksperimen, dan penulisan cerita. Tugas-tugas ini dikerjakan secara bertahap sesuai

dengan prosedur metodologis. Misalnya, untuk tugas eksperimen, telah direncanakan

prosedurnya, materinya, pretes dan postesnya, dan jadwal pelaksanaannya.

10) Silabus Proses

Silabus jenis ini berbeda dengan silabus-silabus yang telah dibicarakan di atas.

Silabus ini materinya tidak diformat sebagaimana silabus yang lain. Sebelum guru

memulai kegiatan mengajar, mungkin (?) membuat prediksi materi yang akan

diajarkan. Akan tetapi, setelah tiba di kelas, apa yang diprediksi itu berbeda dengan

kebutuhan pembelajar. Pembelajar ingin mempelajari bahasa untuk tujuan khusus,

misalnya, tujuan jurnalistik, tujuan iklan bisis, dan sebagainya.

Menghadapi keadaan demikian, guru dan pembelajar bersama-sama

merencanakan dan menyusun program pembelajaran dengan mengidentifikasi

semua aspek dan komponen kebahasaan yang dibutuhkan pembelajar untuk

menjalankan profesi yang sedang dan/atau akan dilakoni.

Penutup

Silabus dalam pengajaran bahasa memiliki peranan yang sama dengan

metode, bahkan ada yang menyamakannya dengan pendekatan. Pada awal

perkembangannya, pendekatan komunikatif misalnya, semula dikembangkan melalui

silabus yang oleh Wilkins disebut Silabus Nosional. Selanjutnya, silabus ini

berkembang menjadi Silabus Fungsional, kemudian menjadi Silabus Nosional-

55

Page 220: Universitas Negeri Makassar Digilib Unm Achmadtoll 191 1 Kumpulan u

Fungsional. Ketiga jenis silabus inilah sebagai dasar pengembangan pendekatan

komunikatif.

Penyempurnaan Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi

yang sekarang ini sedang diterapkan dalam pengajaran bahasa Indonesia, juga

menempatkan silabus sebagai komponen sangat penting. Buktinya, pengembangan

silabus jstru disetarakan dengan sistem penilaian. Padahal, dalam pengajaran bahasa,

sistem penilaian dikembangkan dengan pendekatan tersendiri, misalnya, pendekatan

discrit point, pendekatan integratif, pendekatan objektif, dan pendekatan subjektif.

Atas pertimbangan itulah sehingga tulisan ini diupayakan dan diharapkan

memberi motivasi kepada para dosen, terutama dosen-dosen muda yang belum

memiliki pengalaman yang cukup dalam mengembangkan mata kuliah. Bagi dosen

senior, tulisan ini sekedar sebagi penyegaran karena hal yang dikemukakan sudah

puluhan tahun menjadi pekerjaan rutin.

Bacaan

Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian. 2002 dan 2004. Jakarta: Depdiknas.

Urr, Penny. 1996. A Course in Language Teaching. Cambridge: Cambridge

56