kerajaan gowa tallo - makassar
TRANSCRIPT
GOWA-TALLO
Kerajaan
Aulia D (8)Ayun D (9)Intan A (14)Maratus K (16)
PETA MATERIKerajaan gowa-tallo
Kerajaan Islam
LETAK/ PETA
KERAJAAN
SUMBER SEJARAH
KONDISI POLITIK
KONDISI EKONOMI
KONDISI SOSIAL BUDAYA
PETA KERAJAAN
GOWA-TALLO
LOOK AT
THAT
Kerajaan ini terletak di daerah Sulawesi Selatan. Makassar sebenarnya adalah ibukota Gowa yang dulu disebut sebagai Ujungpandang. Secara geografis Sulawesi Selatan memiliki posisi yang penting, karena dekat dengan jalur pelayaran perdagangan Nusantara. Bahkan daerah Makassar menjadi pusat persinggahan para pedagang, baik yang berasal dari Indonesia bagian timur maupun para pedagang yang berasal dari daerah Indonesia bagian barat. Dengan letak seperti ini mengakibatkan Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
Letak Kerajaan
SUMBER SEJARAH
CATATAN TOM PIRES
LONTARA MAKASSAR
TOM PIRES
Sumber asing terulis pertama dari Barat berasal dari catatan Tome Pires. Dia menyebutkan tentang bagaimana kemapuan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Makassar. Dalam buku Islamisasi kerajaan Gowa, Prof. DR. Ahmad M. Swang, M.A ( 2005; 72) Tome Pires dalam perjalanannya dari Malaka ke Laut Jawa pada tahun 1513 telah menemukan orang-orang Makassar sebagai pelaut ulung. Keterangan ini dianggap keterangan tertulis Barat yang tertua. Pires menyebutkan:“Orang-orang Makassar telah berdagang sampai ke Malaka, Jawa, Borneo, Negeri Siam dan juga semua tempat yang terdapat antara Pahang dan Siam, dalam Prof. DR. Ahmad M. Swang, M.A ( 2005; 72)”
Sumber berita dari catatan Tome Pires mungkin lebih menitikberatkan kepada sebuah kerajaan di Sulawesi belum resmi memeluk agama Islam, karena secara resmi kedua raja dari Gowa dan Tallo memeluk agama Islam pada tanggal 22 September 1605 M. Negeri tersebut kaya akan beras putih dan juga bahan-bahan makanan lainnya, banyak daging dan juga banyak kapur barus hitam. Mereka memasok barang dagangan dari luar, antara lain jenis pakaian dari Cambay, Bengal, dan Keling. Mengingat jaringan perdagangan dari Cina sudah lama, barang-barang berupa keramik juga diimpor dan hal itu dapat dibuktikan dengan banyaknya temuan keramik dari masa Dinasti Sung dan Ming dari daerah Sulawesi Selatan
LONTARAMENURUT SUMBER PORTUGIS ANTONIO DE PAYVA
YANG DATANG KE SULAWESI SELATAN TAHUN
1542 M, IA MENYEBUTKAN BAHWA KETIKA
MENGADAKAN AKTIVITAS MISI KATOLIK DI SIANG,
IA MENDAPAT RINTANGAN DARI PARA PEDAGANG
MELAYU MUSLIM YANG DIPERKIRAKAN SUDAH
MENETAP DI SANA SEKITAR 50 TAHUN
SEBELUMNYA. LAPORAN PAYVA DAPAT DIANGGAP
SEBAGAI INFORMASI EROPA YANG TERTUA
TENTANG KEGIATAN ORANG-ORANG MELAYU DI
SULAWESI SELATAN. BERDASARKAN LAPORAN INI
DAPAT DIPERKIRAKAN, PADA AKHIR ABAD XV
ORANG-ORANG MELAYU SUDAH MELAKUKAN
AKTIVITAS PERDAGANGAN DI DAERAH INI.
NAMUN, TIDAK DAPAT DIKETAHUI SECARA PASTI,
BERAPA JUMLAH ORANG-ORANG MELAYU YANG
MELAKUKAN KONTAK PERTAMA DENGAN DAERAH
INI. KEMUNGKINAN MEREKA SEMAKIN BANYAK
YANG BERIMIGRASI DAN MENETAP DI MAKASSAR
SETELAH JATUHNYA MALAKA KE TANGAN
PORTUGIS 1511.
Dalam hubungan ini Noorduyn menulis: “Zowel uit Portugese als uit Makasaarse bronnen
is bekend, dat reeds vrij vmeg in de 16de eeuw Maleise, dus Muslimse, handelaars zich in Makasar en elders op de kust van Z. Celebes gevestigd hadden.”
“Baik sumber-sumber Portugis ataupun sumber-sumber Makassar telah dikenal, sudah sejak awal abad XVI para pedagang Melayu, jadi orang orang muslim, sudah menetap di Makassar dan tempat-tempat lainnya di pesisir barat daya Sulawesi”.
Tampaknya, sumber Makassar yang dimaksud Noorduyn di atas berasal dari Lontara Makassar, yaitu Pattorioloanga ri Togowaya (Sejarah Gowa). Dalam lontara tersebut terdapat keterangan bahwa pada masa pemerintahan Raja Gowa X (1546-1565), bernama Tonipalangga I Manriogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung, telah datang seorang utusan orang-orang Melayu, Datuk Anakkoda Bonang, menghadap kepadanya agar diberi hak atas sebuah kawasan perkampungan di Makassar, seperti dikisahkan dalam lontara:
latommi napappalakki empoang Jawa nikanaya Anakoda Bonang. Naia erang-eranna ri Karaenga, nappala ‘na empoang, kontua anne: kamaleti sibatu, belo sagantuju pulona sowonganna, sakalla ‘ sikayu, sikayu, cinde ilau sitangga kodi. Nakana Anakoda Bonang ri Karaenga Tonipalannga; “appaki rupana kupala ‘-palaka rikatte karaeng; ” nakanamo karaenga: “apa? ” Nakanamo: “kipalaki, tanipantamaia embammang, tanigayanga punna nia’anammang, tani rappung punna nia’ salammang.” Naniioi ri Karaenga; nakanan karaenga: tedongkujanjo maposo nakuparamme, mabattala ‘nakutaroi, alaikaupaseng parangku tau, naiajia tamammunoako ributtaku punna kuasenga.
“Dialah yang meminta (memberi) tempat kediaman pada orang Jawa yang disebut Anakkoda Bonang. Adapun persembahannya kepada raja ketika is meminta tempat kediaman, ialah: sepucuk kamelati, delapan puluh junjungan “belo”, sekayu sekelat, sekayu beludu dan setengah kodi “cinde ialu. ” Kata Anakoda Bonang kepada Raja Tonipalangga: “empat macam kami harap-harapkan dari Tuanku;” maka menyahutlah Raja itu “apa itu?” Ia menjawab; “kami minta supaya jangan dimasuki pekarangan kami (dengan begitu saja), jangan dimasuki rumah kami (dengan begitu raja), janganlah kami dikenakan peraturan “nigayang” bila ada anak kami, dan janganlah kami dikenakan peraturan “nirappung” bila ada kesalahan kami Maka diperkenankanlah (permintaan itu) oleh Raja, dan berkatalah Raja, “Sedangkan kerbauku bila lelah kuturunkan ke dalam air, bila bebannya berat saya turunkan sebagian, apalagi engkau sesamaku manusia, akan tetapi janganlah engkau melakukan pembunuhan dalam kerajaanku di luar pengetahuanku.”
Demikianlah keterangan tertulis dalam kepustakaan Lontara Gowa, mengenai
kedatangan orang Melayu.
Berdasarkan hasil penelitian sejarah, baik melalui lontarak maupun cerita yang berkembang di masyarakat, dapat diketahui bahwa munculnya nama Gowa dimulai pada tahun 1320, yakni pada masa pemerintahan Raja Gowa pertama bernama Tumanurunga. Konon, sebelum Tumanurunga hadir di Butta Gowa, ada sembilan negeri kecil yang kini lebih dikenal dengan istilah Kasuwiang Salapanga yakni : Kasuwiang Tombolo, Lakiung, Samata, Parang-parang, Data, Agang Je’ne, Bisei, Kalling dan Sero.
KONDISI POLITIKKerajaan gowa-tallo
Menjelang abad XVI, pada masa pemerintahan Raja Gowa VI, Tunatangka Lopi, membagi wilayahnya menjadi dua bagian terhadap dua orang putranya, yaitu Batara Gowa dan Karaeng Loe Ri Sero. Batara Gowa melanjutkan kekuasaan ayahnya yang meninggal dunia. Wilayahnya meliputi (1) Paccelekang, (2) Patalassang, (3) BontomanaiIlau, (4) Bontomanai Iraya, (5) Tombolo, dan (6) Mangasa. Adiknya, Karaeng Loe ri Sero, mendirikan kerajaan baru yang bernama kerajaan Tallo dengan wilayah sebagai berikut: (1) Saumata,(2) Pannampu, (3) Moncong Loe, dan (4) Parang Loe.
Beberapa kurun waktu, kedua kerajaan itu terlibat pertikaian dan baru berakhir pada masa pemerintahan Raja Gowa IX Karaeng Tumapakrisik Kallonna. Setelah melalui perang, beliau berhasil menaklukkan pemerintahan raja Tallo III I Mangayaoang Berang Karaeng Tunipasuru.
Sejak itu, terbentuklah koalisi antara Kerajaan Gowa dan Tallo, dengan ditetapkannya bahwa Raja Tallo menjadi Karaeng Tumabbicara butta atau Mangkubumi (Perdana menteri) Kerajaan Gowa. Begitu eratnya hubungan kedua kerajaan ini sebagai kerajaan kembar, sehingga lahir pameo di kalangan rakyat Gowa dan Tallo dalam peribahasa “Dua Raja tapi hanya satu rakyat (Ruwa Karaeng Se’re Ata). Kesepakatan ini diperkuat oleh sebuah perjanjian yang dibuat dua kerajaan ini ,”iami anjo nasitalli’mo karaenga ri Gowa siagang karaenga ri Tallo, gallaranga iangaseng ribaruga nikelua. Ia iannamo tau ampasiewai Goa-Tallo, iamo macalla rewata”.
Sultan Alauddin dengan nama asli Karaeng Ma’towaya Tumamenanga ri Agamanna. Ia merupakan Raja Gowa Tallo yang pertama kali memeluk agama islam yang memerintah dari tahun 1591 – 1638. dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) bergelar Sultan Abdullah.
MASA KEJAYAAN Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada
masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone.Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat. Daerah kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku.
Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur. Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar.
Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan Makasar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan Makasar.
Isi dari perjanjian Bongaya antara lain: a. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar. b. Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar. c. Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti
Bone dan pulau-pulau di luar Makasar. d. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda tetap berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan Belanda.Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya.
KONDISI EKONOMIKERAJAAN GOWA-TALLO
Kerajaan Makasar merupakan kerajaan Maritim dan berkembang sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor :
letak yang strategis, memiliki pelabuhan yang baik jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511
yang menyebabkan banyak pedagang-pedagang
yang pindah ke Indonesia Timur.
Sebagai pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya yang datang untuk berdagang di Makasar.
Pelayaran dan perdagangan di Makasar diatur berdasarkan hukum niaga yang disebut dengan ADE’ ALOPING LOPING BICARANNA PABBALUE, sehingga dengan adanya hukum niaga tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi teratur dan mengalami perkembangan yang pesat.Selain perdagangan, Makasar juga mengembangkan kegiatan pertanian karena Makasar juga menguasai daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan.
Kondisi SOSIAL BUDAYA
KERAJAAN GOWA-TALLO
Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya. Walaupun masyarakat Makasar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat Makasar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut PANGADAKKANG. Dan masyarakat Makasar sangat percaya terhadap norma-norma tersebut.Di samping norma tersebut, masyarakat Makasar juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan “Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya disebut dengan golongan “Ata”.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makasar banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Makasar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo.Kapal Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan rakyat Makasar dan terkenal sampai mancanegara.
PENINGGALANKerajaan Gowa-Tallo
BENTENG
Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat
Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Benteng ini dibangun
pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I
manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Awalnya benteng ini
berbahan dasar tanah liat, namun pada masa
pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang
ada di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang
hendak merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat
hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan
Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan. Nama asli benteng in i adalah Benteng
Ujung Pandang.
Fort Rotterdam
MASJID KATANGKA Mesjid Katangka didirikan pada tahun
1605 M. Sejak berdirinya telah
mengalami beberapa kali pemugaran. Pemugaran itu berturut-turut
dilakukan oleh Sultan Mahmud (1818), Kadi Ibrahim (1921), Haji
Mansur Daeng Limpo, Kadi Gowa (1948), dan
Andi Baso, Pabbicarabutta Gowa (1962) sangat sulit mengidentifikasi
bagian paling awal (asli) bangunan mesjid tertua Kerajaan Gowa
ini.
MAKAM RAJA-RAJA TALLOMakam raja-raja. Tallo adalah sebuah kompleks makam kuno yang dipakai sejak abad XVII
sampai dengan abad XIX Masehi. Letaknya di RK 4 Lingkungan Tallo, Kecamatan Tallo, Kota
Madya Ujungpandang. Lokasi makam terletak di pinggir barat muara sungai Tallo atau pada
sudut timur laut dalam wilayah benteng Tallo. Ber¬dasarkan basil penggalian (excavation)
yang dilakukan oleh Suaka Peninggalan sejarah dan Purbakala (1976¬-1982) ditemukan gejala bah wa
komplek makam ber¬struktur tumpang-tindih. Sejumlah
makam terletak di atas pondasi bangunan, dan kadang-kadang
ditemukan fondasi di atas bangunan makam.
Kompleks makam raja-raja Tallo ini sebagian ditempat¬kan di dalam bangunan kubah, jirat semu dan sebagian tanpa bangunan pelindung: Jirat semu dibuat dan balok¬balok ham pasir. Bangunan kubah yang berasal dari kuran waktu yang lebih kemudian dibuat dari batu bata. Penempatan balok batu pasir itu semula tanpa memper¬gunakan perekat. Perekat digunakan Proyek Pemugaran. Bentuk bangunan jirat dan kubah pada kompleks ini kurang lebih serupa dengan bangunan jirat dan kubah dari kompleks makam Tamalate, Aru Pallaka, dan Katangka. Pada kompleks ini bentuk makam dominan berciri abad XII Masehi.