uji aktivitas ekstrak fuli pala (myristica frangrans) terhadap candida albicans
DESCRIPTION
BAB 1,2,3,4,5 SKRIPSITRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mukosa rongga mulut terdapat banyak flora normal. Flora normal
tersebut dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit tetapi bila terjadi
gangguan imun atau ketidakseimbangan dalam rongga mulut maka flora normal
dapat menjadi patogen. Salah satu flora normal yang dapat dijumpai dalam rongga
mulut adalah Candida albicans. Jamur ini merupakan spesies yang dominan dan
sering menyebabkan penyakit dalam rongga mulut. Flora normal ini dapat menjadi
patogen karena faktor di atas dan dapat menyebabkan kandidiasis oral,
vulvoginitis, kandidiasis kutis, endokarditis, meningitis, dan lainya
(Kuswadji,1999; Neville BW, Damn DD, Allen CM, Bouquot JE, 2002).
Kelainan lokal dapat terjadi di mulut, vagina, kulit, kuku, paru, bahkan
dapat menyebabkan infeksi sistemik seperti septikemia, endokarditis, atau
meningitis. Telah dilaporkan bahwa kasus yang disebabkan oleh jamur tersebut di
rongga mulut paling banyak dikarenakan infeksi Candida albicans. Jamur ini
pada rongga mulut sering terdapat pada lidah, mukosa labial, mukosa bukal,
dorsum lidah bagian posterior dan bagian papilla sircumvalata dan daerah
palatum. Jamur ini juga dapat menyebabkan kandidiasis oral. Insiden kandidiasis
oral karena mikroba ini dilaporkan 20% - 75% yang disebabkan oleh beberapa
faktor predisposisi seperti xerostomia (mulut kering), penggunaan gigi tiruan,
penyakit defisiensi imun (HIV/AIDS), merokok, kemoterapi (Djuanda A, Hamzah
1
2
M, Aisah S, 2007; volk J.T, 2012; Beebe, 2009; Muwarni, 2013; Neville et al.,
2002; cawson dan Odel EW, 2003).
Penggunaan tanaman sebagai obat masih banyak dipakai oleh
masyarakat dalam mengatasi berbagai jenis penyakit. Pengetahuan tentang
tanaman obat pada umumnya diwariskan secara turun temurun, meskipun
penggunaannya terkadang terbukti berkhasiat namun secara ilmiah pengetahuan
empiris perlu dibuktikan dengan penelitian yang sistematis agar penggunaan
tanaman obat menjadi lebih dapat dipertanggungjawabkan. Penelitian yang dapat
dilakukan terhadap tanaman obat adalah melalui pendekatan fitokimia dan
farmakologis. Pendekatan fitokimia yaitu penelusuran kimia aktif tanaman
sedangkan pendekatan farmakologi melalui efek farmakologis yang muncul akibat
penggunaan tanaman (Busman dan Fitriyasti, 2011).
Tanaman Pala (Myristica fragrans) adalah tanaman asli Indonesia yang
berasal dari pulau Banda. Tanaman ini dikenal sebagai tanaman rempah yang
memiliki nilai ekonomis dan multiguna karena setiap bagian tanaman dapat
dimanfaatkan dalam berbagai industri. Namun, umumnya pala diperdagangkan
hanya biji dan fuli. Saat ini telah banyak dijumpai usaha penanggulangan
kandidiasis secara tradisional. Salah satu jenis tanaman yang berpotensi untuk
dikembangkan adalah buah pala (Myristica fragrans). Dalam penelitian ini
digunakan fuli pada biji pala karena khasiatnya dan juga memiliki aktivitas
antioksidan, antimikroba dan antifungi. Sebelumnya telah dilakukan penelitian
bahwa ekstrak biji pala dapat digunakan sebagai uji aktivitas antifungi, maka dari
itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian uji aktivitas ekstrak fuli pala
terhadap Candida albicans (Bustaman, 2008; Sophia Grace sipahelut, 2012).
3
Minyak pala merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang sangat
diminati dipasar internasional karena penggunaan yang sangat luas. Minyak pala
yang dikenal dipasar dunia adalah minyak pala yang diolah dari biji dan fuli,
daging buah pala juga mengandung minyak atsiri. Minyak pala tidak berwarna
sampai dengan kuning muda, berbau tajam dan beraroma rempah. Berdasarkan
penelitian sebelumnya komponen utama minyak pala adalah α- pienene,
camphene, β- pienene, sabinene, myrcene, αphellandrene, α-terpiene,
limonene,1,8-ceniole, linalool, terpine-4-ol, safrole, methyl eugenol dan
myristicin. Terdapatnya sifat antifungi pada fuli pala tidak lepas dari komponen
yang dikandungnya yaitu terpenoid, pilifenol, saponin dan eugenol (Sophia Grace
sipahelut, 2012; Anonim, 2008; Darmawan, 2013).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai
berikut “Apakah ada aktivitas antifungi ekstrak fuli pala (Myristica fragrans)
terhadap koloni Candida albicans ?”
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas
ekstrak fuli pada buah pala (Myristica frangrans) terhadap Candida albicans.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Memberikan informasi tentang penggunaan bahan alami untuk mengurangi
koloni Candida albicans.
4
b. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan
dalam bidang kesehatan gigi dan mulut dalam penggunaan bahan alami untuk
mengurangi koloni Candida albicans.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Pustaka
2.1.1 Myristica frangrans (Pala)
2.1.1.1 Klasifikasi Myristica fragrans
Klasifikasi ilmiah dari pala adalah kingdom : Plantae; divisi:
mognoliophyta; klas: mognoliopsida; Ordo: Magnoliale; family: Myristicaceae;
Genus: Myristica; Spesies: M. fragrans (Wikipedia, 2013)
daun pala
biji pala
kulit keras pala fuli pala
pala daging pala
Gambar 1. Morfologi Tanaman Pala Myristica fragrans Sumber: wikipedia.org/wiki/Pala
Tanaman ini berasal dari pulau Banda dan sekarang sudah menyebar ke
daerah-daerah lain di Indonesia bahkan sampai Grenada, Amerika tengah dan
lain-lain. Jenis ini sampai sekarang masih jenis yang unggul di Indonesia, tumbuh
5
6
baik di daerah pegunungan dan ketinggian kurang dari 700 meter dari permukaan
laut. Jenis ini membentuk pohon yang tingginya lebih dari 18 meter dan
berdiameter 30-45cm.
Gambar 2. Buah Pala Myristica fragrans Sumber: hansdw08.student.ipb.ac.id
Pada biji pala diselubungi oleh selubung biji yang bentuk jala, berwarna
merah terang. Selubung biji atau aril ini disebut fuli atau bunga pala. Fuli dari
buah yang belum matang dipetik warnanya kuning pucat, bila dikeringkan akan
menjadi coklat muda. Fuli dari buah yang matang petik berwarna merah cerah,
bila dikeringkan akan menjadi merah coklat. Fuli yang berasal dari buah yang
cukup tua dimanfaatkan sebagai rempah, sedangkan yang berasal dari buah yang
muda dimanfaatkan sebagai bahan baku minyak pala karena kandungan minyak
atsirinya yang jauh lebih tinggi dari pada biji dan fuli yang berasal dari buah yang
tua. pada buah muda (umur 4-5 bulan) kadar minyak atsiri berkisar antara 8-17%
atau rata-rata 12% (Nurdjannah, 2007).
Tanaman pala memiliki keunggulan yaitu hampir semua bagian batangnya
maupun buahnya dapat dimanfaatkan, mulai dari kulit batang dan daun, fuli
(benda yang berwarna merah yang menyelimuti kulit biji), biji pala dan daging
7
buah pala. Secara tradisional biji pala banyak dimanfaatkan sebagai bumbu masak
karena mempunyai aroma khas untuk menambah cita rasa masakan. Pemanfaatan
lain dari pala dewasa lebih beragam diantaranya buah pala muda diolah menjadi
manisan atau asinan, biji selain bumbu masak juga dapat disuling untuk
pembuatan minyak pala (Deputi Menegristek, 2000; Sri, Hadad E.A., Suparman,
Mardiana, 2008).
Gambar 3. Perbandingan Bagian-bagian Buah Pala Sumber: kesehatan.kompasiana.com
2.1.1.2 Kandungan Kimia
Hampir semua orang mengenal buah pala. Buah pala sering digunakan
sebagai bumbu masakan, sebagai manisan dan sebagai obat-obatan. Dalam
industri obat-obatan minyak pala digunakan sebagai obat sakit perut, diare dan
bronkitis. Pala juga berguna untuk mengurangi flatulensi (kembung),
meningkatkan daya cerna, mengobati maag, menghentikan muntah, mulas, serta
obat rematik. Penggunaan maksimum bubuk atau minyak pala adalah 5 gram, jika
berlebih akan menyebabkan keracunan yang ditandai dengan muntah, kepala
pusing, dan mulut kering. Hal tersebut terjadi karena komponen myristicin dan
8
elimisin mempunyai efek intoksikasi dan bersifat merangsang halusinasi
(Nurdjannah, 2007).
Fuli mengandung polifenol dan saponin, pada prinsipnya komponen dalam
fuli pala terdiri dari minyak atsiri, minyak lemak, protein, selulosa, pentose, pati,
resin dan mineral-mineral. Presentase dari komponen-komponen bervariasi
dipengaruhi oleh mutu dan lama penyimpanan serta tempat tumbuh. Kandungan
minyak lemak pada fuli antara 20%-30% (Nurdjannah, 2007).
Tabel 1. Komposisi Kimia Fuli pala (%)
Komponen FuliBasah Kering
Air 54 17,6Lemak 10,4 18,6Minyak Atsiri 2,9 5,2Gula 1,1 1,9Komponen mengandung N 3,0 5,2Komponen mengandung N 22,7 49,5Abu 0,9 1,6
Sumber : Nurdjannah (2007)
Minyak pala dan fuli digunakan sebagai penambah flavor pada produk-
produk berbasis menetralkan bau yang tidak menyenangkan. Minyak pala
merupakan salah satu minyak atsiri yang permintannya cukup tinggi dipasaran
internasional. Minyak ini dikenal pula dengan nama oleum myristicae, oleum
myrist atau minyak myristica. Minyak ini mudah menguap dan didapat dari hasil
distilasi uap (penyulingan) biji dan fuli. Minyak pala tidak berwarna sampai
dengan kuning muda, berbau tajam, dan beraroma rempah (Lewis dalam
Librianto, 2004; Anonim 2008c).
9
Gambar 4. Komposisi buah pala Sumber: Marzuki 2007
2.1.2 Antifungi
Antifungi atau anti jamur merupakan zat berkhasiat yang digunakan untuk
penanganan penyakit jamur. Umumnya suatu senyawa dikatakan sebagai zat
antifungi apabila senyawa tersebut mampu menghambat pertumbuhan jamur
(Siswandono, 1995). Ada beberapa mekanisme senyawa antifungi dalam
mengendalikan bakteri, antara lain :
10
a. Kerusakan pada dinding sel
Dinding sel merupakan penutup lindungan bagi sel ini juga berpatisipasi
didalam proses-proses fisiologi tertentu. Strukturnya dapat rusak dengan cara
menghambat pembentukan atau mengubah setelah selesai terbentuk (Retno,
2009).
b. Perubahan permeabelitas sel
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta secara selektif mengatur aliran keluar-masuknya zat antara sel dengan
lingkungan luarnya. Membran memelihara integritas komponen-komponen
seluler. Membran ini juga merupakan tempat beberapa reaksi enzim. kerusakan
pada membran ini mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel
(Retno, 2009).
c. Perubahan molekul protein dan asam nukleat
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat pada membran alamiahnya. Suatu molekul atau
substansi yang mengubah keadaan ini, yaitu mendenaturasikan protein dan asam-
asam nukleat dapat merusal sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Suhu lebih tinggi
dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat mengakibatkan koagulasi
(denaturasi) irreversible (tidak dapat kembali) komponen-komponen selalu yang
vital ini ((Retno, 2009).
d. Penghambat kerja enzim
Berbagai macam enzim bebeda-beda yang ada didalam sel merupakan
sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat. Banyaknya zat kimia telah
11
diketahui dapat mengganggu reaksi biokimiawi. Penghambatan ini dapat
melibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel (Retno, 2009).
e. Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA, RNA dan protein memegang peranan sangat penting didalam proses
kehidupan normal sel. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang terjadi pada
pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan
total pada sel (Retno, 2009).
Sifat antifungi pada fuli pala tidak lepas dari komponen yang
dikandungnya yaitu terpenoid, polifenol, saponin dan eugenol. Terpenoid
diketahui mampu menghambat sintesa ergosterol yang terjadi pada membran sel.
Ergosterol merupakan komponen sterol yang sangat penting pada membran sel
Candida albicans. Mekanisme penghambatan biosintesis ergosterol dalam sel
jamur dengan cara mengubah permeabelitas membran dan mengubah fungsi
membran dalam proses pengangkutan senyawa-senyawa esensial yang dapat
menyebabkan ketidakseimbangan metabolik sehingga menghambat pertumbuhan
atau menimbulkan kematian sel jamur. Saponin menyebabkan denaturasi protein
sehingga meningkatkan permeabelitas sel. Denaturasi protein menyebabkan
gangguan dalam pembentukan sel sehingga merubah komposisi komponen
protein. Fungsi membran sel yang terganggu dapat menyebabkan meningkatnya
permeabelitas sel sehingga mengakibatkan kerusakan sel jamur. Eugenol dan
polifenol termasuk turunan fenol. Katzung (1989) menyatakan bahwa gugus OH -
dari fenol akan berikatan dengan protein dan enzim, mengendapkan dan
mendenaturasi protein pada membran sel jamur sehingga merusak membran sel
dengan cara menurunkan tegangan permukaannya, mengakibatkan kehilangan
12
kation dan makromolekul dari sel disebabkan oleh penurunan sterol membran sel
(Darmawan, 2013; Retno, 2009; Harbone, 1987)
2.1.3 Candida albicans
Klasifikasi Candida albicans
kingdom : Fungi
Filum : Ascomycota
Upafilum : Saccharomycotina
Class : Saccaromycetes
Ordo : Saccaromycetales
Family : Saccaromycetaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
Candida albicans adalah spesies jamur patogen dari golongan
deuteromycota. Spesies cendawan ini merupakan penyebab infeksi oportunistik
yang disebut kandidiasis pada kulit, mukosa, dan organ dalam manusia. Beberapa
karateristik dari spesies ini adalah berbentuk seperti telur (avoid) atau sferis
dengan diameter 3-4 μm dan dapat memproduksi pseudohifa. Jamur bersifat
dimorfik mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam dua bentuk, yaitu bentuk
seperti khamir dan bentuk hifa. Selain itu, fenotip atau penampakan
mikroorganisme ini juga dapat berubah dari warna putih dan rata menjadi kerut
tidak beraturan, bentuk bintang, lingkaran, bentuk seperti topi, dan tidak tembus
13
cahaya. Jamur ini memiliki kemampuan untuk menempel pada sel inang dan
melakukan kolonisasi (Asviana, 2011).
Gambar 5Mikroskopis sel-sel Candida Albicans
Candida albicans merupakan jamur seksual diploid dan agen penyebab
infeksi oportunistik rongga mulut. Sejauh ini jamur ini merupakan yang paling
patogen dari semua spesies Candida dan menjadi etiologi utama kandidiasis oral
Berbagai faktor dapat menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan antara
jamur dan mikrobial lainya, seperti xerostemia, pemakai gigi tiruan, perokok,
penyakit sistemik seperti diabetes, penderita imunosupresif seperti HIV,
keganasan seperti leukemia, defisiensi nutrisi, dan pemakai obat-obat antibiotik
spektrum luas dalam jangka waktu yang lama, kortikosteroid dan kemotrapi
(Andryani, 2010).
Jamur ini dapat ditemukan rongga mulut, saluran pencernaan, genital
wanita dan kadang-kadang berasal dari kulit. Candida albicans dalam rongga
mulut sering terdapat pada lidah, mukosa labial, mukosa bukal, dorsum lidah
bagian posterior bagian papilla circumvalata, dan daerah palatum (Beebe, 2009).
14
Sebagai organisme hidup komensal dan bagian mikroflora normal dari
individu, spesies candida ditemukan 50% dari populasi. Tetapi, jika keseimbangan
dari flora normal terganggu atau pertahanan imun membahayakan maka jamur
akan menjadi patogen. Jamur ini menyebabkan penyakit sistemik progresif pada
penderita yang lemah atau system imunnya tertekan, terutama jika imunitas
perantara sel terganggu. Jamur ini dapat menimbulkan invasi dalam aliran darah,
tromboflebitis, endokarditis atau infeksi pada mata dan organ-organ lain bila
masuk secara intravena (kateter, jarum, hiperimineralisasi, penyalahgunaan
narkotik, dan sebagainya). Endokarditis candida sering disebabkan oleh
penumpukan dan pertumbuhan jamur dan pseudohifa atau vegetasi pada katup
jantung buatan. Pada pasien dengan pertahanan tubuh normal, jamur dapat
disingkirkan dan bersifat sementara (Beebe, 2009; Brooks GF, Butel JS, 1996;
Magdalena, 2009)
Infeksi kandidiasis dapat diobati dan mengakibatkan komplikasi minimal
seperti kemerahan, gatal, dan ketidaknyamanan, meskipun komplikasi bisa berat
atau fatal jika tidak ditangani sesegera mungkin. Dalam bidang kesehatan,
kandidiasis adalah infeksi lokal biasanya pada mukosa membran kulit, termasuk
rongga mulut (sariawan) faring atau esophagus, saluran pencernaan, kandung
kemih, atau alat kelamin (vagina, penis). Infeksi jamur menyebar keseluruh tubuh.
Dalam penyakit kandidiasis sistemik, hingga 75% orang bisa meninggal
(Asvianata 2011).
2.1.4 Klasifikasi Kandidiasis
Didalam rongga mulut secara umum kandidiasis dapat diklasifikasikan
kedalam dua kelompok yaitu :
15
1. Akut, dibedakan menjadi dua macam, yaitu;
a. Kandidiasis Pseudomembran Akut
Disebut juga dengan oral trush, kandidiasis pseudomembran akut
tampak plak/pseudomembran, putih seperti sari susu, mengenai
mukosa bukal, lidah dan permukaan oral lainnya. Pseudomembran
tersebut terdiri atas kumpulan hifa dan sel ragi, sel radang, bakteri,
sel epitel, debris makanan dan jaringan nekrotik. Bila plak diangkat
tampak dasar mukosa eritematosa atau mungkin berdarah dan
terasa nyeri sekali (Sunarso, 2013).
Gambar 6. Kandidiasis Pseudomembran Akut Sumber: 1.bp.blogspot.com00SS856096
b. Kandidiasis Atrofik Akut
Disebut juga midline glossitis, mungkin merupakan kelanjutan
kandidiasis pseudomembran akut akibat menumpuknya
pseudomembran. Daerah yang terkena tampak khas sebagai lesi
eritematosa, simetris, tepi berbatas tidak teratur pada permukaan
dorsal tengah lidah, sering hilangnya papilla lidah dengan
membentuk pseudomembran minimal dan ada rasa nyeri. Sering
16
berhubungan dengan pemberian antibiotik spektrum luas,
kortikosteroid sistemik, inhalasi maupun topikal (Sunarso, 2013).
Gambar 7. Kandidiasis Atrofi Akut Sumber : dc428.4shared.com/.html
2. Kronik, dibedakan atas tiga jenis, yaitu:
a. Kandidiasis Atrofik Kronis
Disebut juga dengan denture stomatitis. Jenis ini yang paling
sering terjadi pada pemakaian gigi palsu (1 diantara 4 pemakai)
dan 60% diatas usia 65 tahun dan yang lebih sering terkena adalah
wanita.
Gambar 8. Denture Stomatitis Tipe I Sumber : dc428.4shared.com/.html
Gambaran khas berupa eritema kronis dan edema disebagian
palatum dibawah protesa maksilaris. Ada tiga stadium tipe satu
17
berawal dari bintik-bintik yang hyperemia, terbatas pada asal
duktus kelenjar mukosa palatum. Tipe dua sampai hyperemia
generalisata dan peradangan seluruh area yang menggunakan gigi
palsu. Bila tidak diobati dapat menjadi tipe tiga yaitu terjadinya
hyperplasia papilar granularis (Sunarso, 2013).
Gambar 9. Denture Stomatitis Tipe II Sumber : dc428.4shared.com/.html
Gambar 10. Denture Somatitis Tipe III Sumber : dc428.4shared.com/.htm
b. Kandidiasis Hiperplastik Kronis
Kandidiasis hiperplastik kronik disebut juga leukoplakia kandida.
Gejala bervariasi dari bercak putih, yang hampir tidak teraba
sampai plak kasar yang melekat erat pada lidah, palatum atau
mukosa bukal. Keluhan umumnya rasa kasar atau pedih didaerah
18
yang terkena. Tidak seperti pada kandidiasis pseudomembran, plak
disini tidak dapat dikerok. Harus dibedakan dengan leukoplakia
oral oleh sebab lain yang sering dihubungkan dengan perokok
sigaret dan keganasan. Terbanyak pada pria, umumnya diatas usia
30 tahun dan perokok (Sunarso, 2013).
Gambar 11. Kandidiasis hiperplastik kronis Sumber: otoymarotoy.blogspot.com
c. Kheilolis Kandida
Disebut juga angular chelitis atau angular stomatitis. Ciri khas
ditandai eritema, fisura, maserasi dan pedih pada sudut mulut.
Biasanya pada mereka yang mempunyai kebiasaan menjilat bibir
atau pada pasien usia lanjut dengan kulit yang kendur pada
komisura mulut, juga karena hilangnya dimensi vertikal pasa 1/3
bawah muka karena hilangnya susunan gigi atau pemasangan gigi
palsu yang jelek atau oklusi yang salah, biasanya dihubungkan
dengan kandidiasis atrofi kronis karena pemakaian gigi palsu
(Sunarso suyoso, 2013).
19
Gambar 12. Angular chelitis Sumber: doctorspiller.com/.htm
2.2 Kerangka konseptual
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka disusun kerangka konseptual
dalam penelitian ini sebagai berikut:
Ekstrak fuli 20%
Ekstrak fuli 30%
Ekstrak fuli 80%
Ekstrak fui 50%
Ekstrak fuli 60%
Ekstrak fuli 40%
Ekstrak fuli 100%
Kontrol pisitif (Ketokonazol)
Ekstrak fuli 10%
Peningkatan atau penurunan koloni Candida albicans
Uji aktivitas Candida albicans
20
2.3 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan adalah :
Ho : Tidak ada aktivitas antifungi ekstrak fuli pala (Myristica fragrans)
terhadap pertumbuhan bakteri Candida albicans.
Ha : Ada aktivitas antifungi ekstrak fuli pala (Myristica fragrans)
terhadap pertumbuhan bakteri Candida albicans.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Eksperimental
Laboratorium dengan melakukan pengujian terhadap ekstrak fuli pala (Myristica
fragrans) dengan berbagai konsentrasi terhadap aktivitas Candida albicans.
3.2 Variabel Penelitian
a. Variabel terikat : Bakteri Candida albicans
b. Variabel bebas : Ekstrak fuli Myristica fragrans.
3.3 Definisi Operasional Variabel
a. Variabel terikat: Fungi Candida albicans dalam penelitian ini berperan
sebagai spesimen yang akan diberikan perlakuan ekstrak fuli Myristica
fragrans.
b. Variabel bebas: Variabel yang mempengaruhi dalam penelitian ini adalah
konsentrasi ekstrak fuli Myristica fragrans dalam konsentrasi yang terdiri
atas 10%, 20%, 40%, 80%, 100%
3.4 Lokasi Penelitian dan waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2014
dengan lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Kopertis Wilayah X
21
22
Padang, Sumatera Barat dan Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit Islam Siti
Rahmah, Padang, Sumatra Barat.
3.5 Alat dan bahan
Berikut adalah perincian alat-alat dan bahan yang digunakan selama
penelitian.
3.5.1 Alat-alat yang Digunakan
Cawan petri, botol besar, corong, rotary, cawan porselen, penangas,
autoklaf, tabung reaksi, kertas cakram, batang gelas, inkubator, gelas ukur,
erlemeyer, timbangan, corong, alumuniom foil, plastik uap, cotton bud steril,
tabung reaksi, spiritus, oce, slide kaca, mikroskop, penggaris, bahan pewarnaan,
Spektofotometer.
3.5.2 Bahan-bahan yang Dipakai
Fuli pala (Myristica fragrans), aquades, ethanol 96%, Saburound Dextrose
Agar bubuk, ketokonazol, NaCl Fisiologis, Dimetyl sulfoxide (DMSO), alkohol
70%.
3.6 Cara kerja
3.6.1 Pengambilan Fuli pala
Fuli pala didapat dari PT. UD YUNIDAR, Pasar Gadang, Pondok, Padang,
Sumatra Barat.
3.6.2 Pembuatan ekstrak fuli pala
a. Fuli yang telah dijemur selama 2 hari, dimasukan kedalam toples kaca lalu
direndam dengan ethanol 96% dengan sampai fuli terendam semua kemudian
ditutup rapat dengan aluminium foil dan tutup toples.
b. Setiap satu hari sekali diaduk.
23
c. Seminggu kemudian lakukan pemisahan ampas dan filtratnya dengan cara
disaring, untuk memperoleh ekstrak cair fuli pala.
d. Untuk mendapatkan ekstrak kental diuapkan dengan menggunakan Rotavapor.
e. Selanjutnya akan diproleh ekstrak kental, lalu ekstrak tersebut dituang
kedalam cawan porselen dan diuapkan lagi dengan penangas.
f. Kemudian diangin-anginkan pada suhu kamar.
g. Proses ekstraksi selesai dan diproleh ekstrak kental fuli pala (Myristica
fragrans).
3.6.3 Pembuatan konsentrasi ekstrak
Konsentrasi larutan fuli yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10%,
20%, 40%, 80% dan 100%.
Tabel 2. Pembuatan Konsentrasi Larutan Ekstrak fuli pala (Myristica frangrans).
DMSO (ml)
Ekstrak (ml)
Volume akhir(ml)
Konsentrasi (%)
0,9 0,1 1 10
0,8 0.2 1 20
0,6 0,4 1 40
0,2 0,8 1 80
0 1 1 100
3.6.4 Pembuatan media Saburound Dextrose Agar (SDA)
a. Sebanyak 6,5 gr Saburound Dextrose Agar bubuk ditambahkan dengan 100
ml aquades.
b. Campur keduanya kemudian panaskan sampai mendidih lalu tutup dengan
kasa berisi kapas.
24
c. Sterilkan media dan alat yang akan digunakan didalam autoklaf selama 15
menit dengan suhu 121°C.
d. Media Saburound Dextrose Agar cair dituang kedalam cawan petri yg telah di
sterilkan setinggi 5-6 mm dan dibiarkan memadat.
3.6.5 Pembiakan murni Candida albicans
a. Spesimen diambil pada basis pengguna gigi tiruan rahang atas dengan bahan
resin akrilik dengan menggunakan cotton bud steril segera setelah gigi tiruan
dilepaskan dari permukaan mukosa palatan gigi tiruan pasien.
b. Oleskan cotton bud tersebut dalam media Saburound Dextrose Agar, inkubasi
selama 7 hari untuk mendapatkan pertumbuhan Candida albicans yang
sempurna.
c. Lakukan pewarnaan untuk memastikan jamur yang tumbuh adalah Candida
albicans.
d. Ambil spesimen jamur tersebut menggunakan oce dan masukan kedalam
tabung reaksi yang berisi NaCl fisiologis.
e. Lihat kekeruhan suspensi dengan menggunakan alat Spektofotometer.
f. Masukan lidi kapas steril kedalam tabung suspensi dan oleskan pada seluruh
media hingga rata.
3.6.6 Uji aktivitas antifungi
a. Penentuan Estimasi jumlah pengulangan
Jumlah estimasi dihitung dengan rumus :
keterangan
n : Jumlah pengulangan
p ( n-1) ≥ 15
25
p : Jumlah perlakuan atau jumlah konsentrasi
Penelitian ini menggunakan 5 konsentrasi (10%, 20%, 40%, 80% dan
100%) dari ekstrak ethanol fuli pala (p = 5), maka didapat jumlah pengulangan :
5 ( n-1) ≥15
5n – 5 ≥ 15
5n ≥ 20
n ≥ 4 ≈ 4
Dengan demikian untuk memenuhi persyaratan uji statistik diperlukan 4
kali pengulangan (menggunakan 1 macam sample Candida albicans (Asviana,
2011).
b. Cara kerja pengujian aktivitas antifungi
1) Pengujian aktivitas antifungi dengan metoda difusi agar yaitu dibuat
media Sabouroud Dextrose Agar (SDA) yang telah dioles Candida albicans di
dalam cawan petri.
2) Setelah itu letakan kertas cakram yang telah di rendam didalam larutan
konsentrasi dengan satu petri berisi empat buah cakram dengan konsentrasi
yang sama yaitu konsentrasi 10%, 20%, 40%, 80%, 100%.
3) Untuk kontrol positif ketokonazol sebanyak 10μl diletakan satu buah kertas
cakram didalam petri.
4) Seluruh petri diinkubasi pada suhu 37°C selama 28 jam. Zona bening yang
tampak di sekeliling sumur kemudian diukur menggunakan penggaris.
26
3.6.7 Perhitungan hasil
Hasil dibaca setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC dengan
mengukur zona hambatan yaitu daerah bening di sekeliling sumuran yang tidak
terdapat pertumbuhan koloni bakteri. Pengukuran zona hambatan yaitu dengan
mengambil dua garis yang saling tegak lurus melalui titik pusat sumuran serta dua
garis di dalam media sumuran. Jumlahkan kedua garis lalu dibagi dua.
27
3.7 Alur Penelitian
Persiapan alat dan bahan penelitian, serta spesimen yang diperlukan
Pengambilan Fuli Myristica fragrans
Maserasi Fuli Pala
Pembuatan konsentrasi 10%, 20%, 40%, 80%
dan 100%Pembiakan jamur Candida albicans
Uji aktivitas antifungi dengan konsentrasi 10%, 20%, 40%, 80%,
100% dan kontrol positif ketokonazol
Pengamatan diameter zona hambat
Analisa data
Penyedian media SDA
Rotari ekstrak cair Fuli Pala
28
3.8 Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik kemudian
dianalisa secara deskriptif untuk menunjukkan hasil pengukuran diameter
hambatan dalam satuan millimeter.
2. Analisis Statistik
Data yang diperoleh dianalisa secara statistik dengan tingkat
signifikasi 5% dengan menggunakan aplikasi SPSS Uji ANOVA.
Pengambilan kesimpulan adalah sebagai berikut (Priyatno, 2009) :
a. Jika nilai F hitung lebih besar dari F tabel berarti ada pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat maka Ha diterima dan Ho
ditolak.
b. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 berarti pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat tersebut adalah signifikan atau
bermakna.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukan rata-rata diameter zona hambat terhadap
pertumbuhan jamur Candida albicans pada berbagai konsentrasi ekstrak fuli pala
seperti pada tabel berikut :
Tabel 3. Hasil Uji Aktivitas Antifungi Ekstrak Fuli Pala terhadap Jamur Candida albicans.
Pengulangan
Diameter Zona Hambat(mm) dalam Berbagai Konsentrasi
Ekstrak Fuli Pala
10% 20% 40% 80% 100% KTZ
1 0 0 0 0 8 20
2 0 0 0 0 10 20
3 0 0 0 0 9 20
4 0 0 0 0 10 20
Rata-rata 0 0 0 0 9,28 20
Rata-rata diameter zona hambat pertumbuhan jamur Candida albicans
pada konsentrasi ekstrak fuli pala 10%, 40%, 80%, 100% 0 mm, 0 mm, 0 mm, 0
mm, 9,28 mm.
Data hasil penelitian selanjutnya dilakukan analisis deskriptif dan analisis
statistik dengan taraf signifikan 5%.
29
30
4.1.1 Analisa Deskriptif
Data hasil penelitian dianalisa secara deskriptif dan statistik ditampilkan
dalam bentuk tabel seperti dibawah ini
Tabel 4. Hasil Uji Statistik Deskriptif Aktivitas Antifungi Ekstrak Fuli Pala terhadap Jamur Candida albicans.
Mengetahui pengaruh konsentrasi larutan fuli pala terhadap pertumbuhan
jamur Candida albicans maka data yang telah diperoleh dianalisa secara statistik
dengan Uji Anova pada taraf signifikansi 5%. Hasil analisa dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 5. Analisa Anova Satu Arah terhadap Uji Aktifitas Antifungi Ekstrak Fuli Pala
Luas Zona Hambat
Sum of squares
dfMean Square
F Sig
Between Groups 1371.875 5 275.375 1795.909 .000Within Groups 2.750 18 .153
konsentratio
nN Mean
Std.
Deviatio
n
Std
error
95% CIminimu
m
maximu
mLower Upper
10% 4 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
20% 4 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
40% 4 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
80% 4 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
100% 4 9.2500 .95734 .47871 7.7265 10.773
5
8.00 10.00
Ktz 4 20.000
0
.00000 .00000 20.000
0
20.000
0
20.00 20.00
total 2
4
4.8750 7.73087 1.5760
6
1.6510
5
8.1395 .00 20.00
31
Total 1374.625 23
Tabel 5 menunjukkan nilai F hitung Candida albicans sebesar 1795.909
dengan signifikansi 0,000. Harga F tabel dengan df pembilang 5 dan df penyebut
18 diperoleh harga F tabel sebesar 13.500 untuk taraf kesalahan 5%. Dengan
demikian menunjukan bahwa F hitung lebih besar dari F tabel (1795.909>
13.500). Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat maka Ha diterima dan Ho ditolak.
4.1.2 Analisis Statistik
Mengetahui pengaruh antar kelompok berbagai konsentrasi ekstrak Fuli
pala terhadap zona hambat pertumbuhan jamur Candida albicans digunakan Uji
Duncan. Hasilnya secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 5, sedangkan
ringkasannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6. Hasil Uji Lanjut Duncan Aktivitas Antifungi Ekstrak Fuli Pala terhadap Jamur Candida albicans
Ducan3
Konsentrasi
ekstrakN
Subset alpha = 0,05
1 2 3
10% 4 .0000
20% 4 .0000
40% 4 .0000
80% 4 .0000
100% 4 9.2500
Ktz 4 20.000
Sig. 1.000 1000 1.000
Uji Duncan pada tabel 6 dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari
masing-masing konsentrasi ekstrak fuli pala, dengan signifikansi lebih kecil dari α
32
(0,000<0,05). Pada konsentrasi fuli pala 10% dengan 20% dan 40% dengan 80%
tidak signifikan karena nilai lebih besar dari 0,05 yang berarti tidak tampak
adanya perbedaan yang nyata atau tidak mempunyai pengaruh terhadap jamur
Candida albicans yang hampir sama. Sedangkan untuk konsentrasi 100%
didapatkan perbedaan yang nyata artinya mempunyai pengaruh yang nyata.
4.2 Pembahasan
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa konsentrasi ekstrak fuli pala 10%,
20%, 40% dan 80% tidak memperlihatkan aktifitas antifungi pada Candida
albicans. Aktifitas antifungi hanya terlihat pada konsentrasi 100% yaitu rata-rata
sebesar 9,28 cm (Tabel.3). Terhambatnya pertumbuhan jamur dalam penelitian ini
diduga karena adanya penurunan pengambilan oksigen dan kerusakan pada
mitokondria akibat adanya aktivitas senyawa antifungi dari ekstrak fuli pala. Hal
inilah yang kemudian menyebabkan energi yang dihasilkan untuk proses
pertumbuhan dan perkembangan sel jamur menjadi berkurang dan menyebabkan
pertumbuhanya terhambat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian grifin (1981)
yang melaporkan bahwa beberapa senyawa antifungi dapat mengganggu
metabolisme energi dalam mitokondria dihambat dengan terganggunya transfer
elektron. Transfer elektron akan mengurangi pasokan oksigen dan menganggu
fungsi dari siklus asam trikarboksilat yang menyebabkan terhambatnya
pembentukan ATP dan ADP pada sel hidup (Ali, 2010)
Perlakuan bebagai konsentrasi ekstrak fuli pala memberikan pengaruh
yang nyata terhadap intensitas jamur Candida albicans. Berdasarkan tabel 4
terlihat bahwa konsentrasi ekstrak fuli pala 100% berbeda nyata dengan perlakuan
lainya. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi zat antimikroba
33
maka semakin besar kemampuannya untuk mengendalikan dan membunuh
mikroorganisme tersebut (Rinawati, 2010).
Tidak adanya aktivitas antifungi yang diberi perlakuan pada konsentrasi
10%, 20%, 40% dan 80% dapat dilihat dari tidak adanya zona hambat pada
perlakuan tersebut, hal ini dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti faktor
lingkungan yaitu suhu, PH dan keberadaan bahan-bahan organik. Selain itu,
kemampuan dalam menghambat pertumbuhan jamur yang sangat perlu
diperhatikan adalah pada saat proses melakukan ekstraksi agar zat aktif yang
terkandung didalam ekstrak kental yang didapat tidak berkurang bahkan hilang
pada saat proses ekstraksi. Dalam fuli pala mengandung satu zat aktif yaitu
minyak atsiri, zat ini dikenal juga dengan minyak eteris atau minyak terbang
(essential oil, volatil il) yang dapat diperoleh dari fuli dan bij pala (Sumitra, 2003)
Pada konsentrasi selain 10%, 20%, 40% dan 80% tidak mendapatkan hasil
yang signifikan, karena dapat diketahui kemungkinan zat aktif yang terdapat pada
fuli pala tersebut kurang, sehingga dalam proses menghambat pertumbuhan jamur
tidak maksimal akibat dari zat aktif yang terdapat pada ekstrak kental terutama
minyak atsiri yang terkandung didalam ekstrak tersebut terbang pada saat proses
ekstraksi. Zat aktif yang terdapat pada fuli pala dapat hilang atau terbang pada
proses penguapan dan oksidasi oleh oksigen udara. Sejalan dengan hasil penelitian
Nur Atikah (2013) yang menguji aktivitas herbal kemangi terhadap Candida
albicans tidak memberikan hasil yang signifikan dari variasi konsenstrasi yang
diberikan perlakuan, kemungkinan yang terjadi pada hal tersebut karena salah satu
zat aktif yang terkandung didalam herbal kemangi adalah minyak atsiri yang
34
mempunyai sifat minyak terbang sehingga zat aktif yang terkandung pada ekstrak
berkurang bahkan hilang (Sumitra, 2003).
Terjadinya hasil yang signifikan pada konsentrasi 100% dipengaruhi oleh
pengenceran yang dilakukan pada ekstrak fuli. Karena pada konsentrasi 10%,
20%, 40% dan 80% untuk pembuatan konsentrasi dilakukan pengenceran dengan
menggunakan pelarut DMSO, salah satu sifat DMSO adalah menguap pada
tekanan atmosfer normal sehingga dapat diketahui bahwa pada ekstrak yang
mengandung minyak atsiri ini selain memiliki sifat minyak terbang ditambah
dengan dilakukan pengenceran dengan DMSO menyebabkan zat aktif yang
terdapat pada ekstrak berkurang, hal inilah kemungkinan yang menyebabkan pada
konsentrasi tersebut tidak menunjukan adanya aktifitas antifungi. Sedangkan pada
konsentrasi 100% tidak dilakukan pengenceran menggunakan DMSO sehingga
zat aktif yang terdapat pada ekstrak tidak mengalami penguapan dan mampu
melakukan aktivitas antifungi (Anonim, 2015).
Dinding sel Candida albicans memiliki peran penting dalam kelangsungan
hidup serta memiliki banyak fungsi antara lain sebagai pelindung, memberi
bentuk pada sel, membantu dalam proses penempelan dan kolonisasi, melindungi
sel dari lingkunganya serta bersifat antigenik. Selain itu, peranan dinding sel
Candida albicans ditemukan sebagai tempat untuk pertukaran dan penyaringan
ion dan protein, serta untuk metabolisme dan katabolisme nutrisi kompleks.
Dinding sel jamur ini juga terdiri dari protein dan polikarbonat (Muwarni., dkk,
2013).
Sifat antifungi pada fuli pala tidak lepas dari komponen yang
dikandungnya yaitu terpenoid, polifenol, saponin dan eugenol. Terpenoid
35
diketahui mampu menghambat sintesa ergosterol yang terjadi pada membran sel.
Ergosterol merupakan komponen sterol yang sangat penting pada membran sel
Candida albicans. Mekanisme penghambatan biosistesis ergosterol dalam sel
jamur dengan cara mengubah permeabelitas membran dan mengubah fungsi
membran dalam proses pengangkutan senyawa-senyawa esensial yang dapat
menyebabkan ketidakseimbangan metabolik sehingga menghambat pertumbuhan
atau menimbulkan kematian sel jamur (Darmawan, 2013).
Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak fuli pala mampu menghambat
pertumbuhan jamur Candida albicans. Hal ini diduga karena adanya kandungan
senyawa kimia seperti terpenoid, polifenol, saponin dan eugenol di dalam fuli
pala. Senyawa-senyawa itulah yang berperan sebagai bahan aktif yang dapat
menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans. Pertumbuhan jamur yang
terhambat akibat suatu zat antifungi dapat disebabkan oleh penghambatan
terhadap sintesis dinding sel, penghambatan terhadap fungsi membran sel,
penghambatan terhadap sintesis protein dan penghambatan terhadap sintesis asam
nukleat (Asgarpanah & Kazemivash, 2012).
Kemampuan ekstrak fuli pala dalam menghambat pertumbuhan jamur
Candida albicans dapat dimanfaatkan sebagai antifungi untuk mengobati penyakit
kandidiasis. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
bagi masyarakat serta memacu peneliti lain untuk terus menggali manfaat fuli pala
sehingga fuli pala sebagai tanaman obat masyarakat Indonesia dapat terus
dikembangkan dan dilestarikan.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Ada pengaruh yang signifikan aktivitas antifungi ekstrak fuli pala
(Myristica fragrans) terhadap pertumbuhan jamur Myristica fragrans.
2. Besarnya Rata-rata diameter zona hambat pertumbuhan jamur Candida
albicans pada konsentrasi ekstrak fuli pala secara berturut-turut 10%,
40%, 80%, 100 adalah 0 mm, 0 mm, 0 mm, 0 mm, 9,28 mm.
3. Aktivitas antifungi ekstrak fuli pala terhadap pertumbuhan jamur
Myristica fragrans yaitu aktivitas jamurostatik (menghambat
pertumbuhannya).
5.2. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan sediaan lain
dari fuli pala misalnya dalam bentuk rebusan dan variasi konsentrasi.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai aktivitas antifungi ekstrak fuli pala
terhadap jenis jamur lain yang menyebabkan infeksi pada rongga mulut
sehingga dapat mengembangkan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang
mikrobiologi kedokteran gigi.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode lain
menggunakan pelarut dan proses ekstraksi lainya.
36