tren batubara asean tantangan dan peluang menghadapi masyarakat ekonomi asean (aec)

26
ASEAN Coal Trend Challenges and Opportunities on Facing ASEAN Economic Community (AEC) i Tren Batubara ASEAN Tantangan dan Peluang Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) Asra Virgianita, Ph.D Santi Hapsari Paramitham, S.Sos Meliana Lumbantoruan, M.A

Upload: publish-what-you-pay-pwyp-indonesia

Post on 14-Aug-2015

36 views

Category:

Environment


2 download

TRANSCRIPT

ASEAN Coal TrendChallenges and Opportunities on Facing ASEAN Economic Community (AEC) i

Tren Batubara ASEANTantangan dan Peluang Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC)

Asra Virgianita, Ph.D Santi Hapsari Paramitham, S.SosMeliana Lumbantoruan, M.A

ii

Tren Batubara ASEAN: Tantangan dan Peluang Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC)

ISBN : .....KDT : .....

WriterAsra Virgianita, Ph.D.Dosen, Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia

Santi Hapsari Paramitham, S.Sos.Pemakalah, Pusat Studi ASEAN, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia

Meliana Lumbantoruan, M.A.Manajer Riset dan Pengetahuan, Publish What You Pay Indonesia

Peninjau Maryati AbdullahKoordinator Nasional, Publish What You Pay Indonesia

Jensi SartinManajer Pengembangan Program, Publish What You Pay Indonesia

Hak cipta dilindungiEdisi Pertama, 2015

Makalah ini diterbitkan oleh Yayasan Transparasi Sumberdaya Ekstraktif-Publish What You Pay Indonesia, dengan dukungan dari Natural Resource Governance Institute, United Stated Agency for International Development (USAID). Isi makalah adalah tanggung jawab Publish What You Pay (PWYP) Indonesia dan tidak serta-merta mencerminkan pandangan USAID, pemerintah Amerika Serikat, atau Natural Resource Governance Institute (NRGI).

Publish What You Pay IndonesiaJl. Tebet Utara 2C No.22B, Jakarta Selatan 12810, IndonesiaTelp/Fax :+62-21-8355560 | E: [email protected]

ASEAN Coal TrendChallenges and Opportunities on Facing ASEAN Economic Community (AEC) iii

Daftar Isi

Abstrak ............................................................................................................................3

Pengantar .......................................................................................................................4

Pola Perdagangan Batubara dan Rantai Suplai Global: Sebuah Tinjauan .................6

Masyarakat Ekonomi ASEAN: Jalan menuju Integrasi ...............................................10

Tren Batubara dan Kesiapan Negara-negara ASEAN Menyongsong AEC ...............12

Prospek Batubara di Kawasan ASEAN ...................................................................12

Kebijakan Energi ASEAN ........................................................................................14

Strategi Negara-negara ASEAN ..............................................................................16

Penggunaan Batubara Bersih dan Efisien di ASEAN: Manfaat Ekonomi .............17

Tantangan dan Peluang Sektor Batubara Menghadapi AEC ....................................19

Penutup ........................................................................................................................22

Daftar Pustaka ..............................................................................................................23

iv

Konsumsi energi ASEAN diprediksi akan meningkat karena pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang signifikan di kawasan ini. Penggunaan batubara secara terus-menerus meningkat

sebagai pengganti minyak dan gas. ASEAN memegang peran yang penting dalam konsumsi dan produksi batubara di Asia Pasifik. Berdasarkan pendekatan rantai nilai, negara produsen batubara di ASEAN berpeluang untuk memaksimalkan pasar baik melalui perdagangan bilateral maupun kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC). AEC dapat membantu mengintegrasikan pasar di ASEAN, membangun kesadaran negara-negara ASEAN untuk mengembangkan prasarana kecukupan energi maupun teknologi batubara bersih. Produksi batubara di ASEAN masih akan bersandar pada Indonesia sebagai eksportir utama di ASEAN. Kebijakan energi di tiap negara ASEAN memiliki banyak kesamaan, sehingga menyediakan ruang untuk mengembangkan lebih lanjut kerjasama regional di dalam mengelola aspek-aspek energi. Masa depan sektor batubara di ASEAN akan sangat bergantung pada kemajuan teknologi, perbaikan tata kelola, efisiensi transportasi, dan konektivitas antar negara. Penguatan kerjasama dan koordinasi haruslah menjadi strategi kunci bagi negara-negara ASEAN untuk memastikan kesiapan di dalam menyambut AEC.

Kata kunci: Batubara, ASEAN, AEC, energi, rantai nilai, tata kelola

Abstrak

ASEAN Coal TrendChallenges and Opportunities on Facing ASEAN Economic Community (AEC) 1

Gambar 1. Produksi dan konsumsi batubara berdasarkan kawasan

Sumber: British Petroleum (BP) Statistical Review 2014 of World Energy 2014, diakses pada 21 December 2014, melalui http://www.bp.com/en/global/corporate/about-bp/energy-economics/statistical-review-of-world-energy/review-by-energy-type/coal/coal-consumption.html

Pertumbuhan ekonomi dan kegiatan industrial adalah dua aspek yang sangat berkaitan erat. Di era pasar global dan

regional, negara-negara diharapkan kompetitif agar bisa bertahan dari arus komoditas asing maupun bersaing melalui produk-produknya di pasar luar negeri. Hal ini membutuhkan prasarana yang berkualitas tinggi, termasuk teknologi, transportasi, listrik dan pasokan energi. Pasokan energi menjamin konsumsi energi yang berkelanjutan untuk transportasi, listrik dan teknologi.

Penggunaan batubara untuk menghasilkan listrik terus-menerus meningkat. Batubara bahkan diramalkan akan menggantikan

Pengantar

minyak dan gas alam berkat cadangannya yang melimpah dan harganya yang terjangkau. Berkat harganya yang lebih murah, batubara muncul sebagai “opsi sumber energi baru yang disukai” di dalam memenuhi kebutuhan energi. Hal ini didorong oleh gejolak harga minyak, kelangkaan cadangan minyak yang meningkatkan kebutuhan untuk mencari sumber energi alternatif seperti batubara.

Data di dalam Gambar 1 menunjukkan angka kenaikan konsumsi dan produksi dunia secara umum, di mana kawasan Asia-Pasifik menyumbang jumlah yang cukup signifikan. Kontribusi ini menyingkap kemungkinan pertumbuhan produksi dan konsumsi batubara di tingkat regional maupun global.

Coal production/consumption by regionMillion tonnes ooil equivalent

Production by region

Asia PacificAfricaMiddle EastEurope & EurasiaS & Cent. AmericaNorth America

4000

3500

3000

2500

2000

1500

1000

500

088 93 98 03 08 13

Consumption by region

4000

3500

3000

2500

2000

1500

1000

500

088 93 98 03 08 13

BP Statistical Review of World Energy 2014© BP 2014

2

Dalam konteks perdagangan, Indonesia tercatat sebagai negara pengeksportir batubara terbesar di dunia (sekitar 46% dari total perdagangan batubara), sedangkan China merupakan negara pengkonsumsi batubara terbesar di dunia.1

Menurut Gambar 1, sumber daya batubara masih melimpah dan pasokannya pun masih aman. Ramalan Energi Dunia (World Energy Outlook) memprediksi bahwa permintaan global batubara akan naik sebesar 15% pada 2040. Produsen batubara yang utama adalah China, India, Indonesia, dan Australia. Di Asia Pasifik, ASEAN berperan penting dalam produksi maupun konsumsi batubara. Dewasa ini, di negara-negara ASEAN, dengan terbentuknya AEC pada 2015, pertumbuhan ekonomi akan memacu kegiatan industri. Stimulus ini lantas akan mempengaruhi

1 BP Statictical Review of World Energy 2014, diakses pada 21 Desember 2014 melalui http://www.bp.com/en/global/corporate/about-bp/energy-economics/statistical-review-of-world-energy/review-by-energy-type/coal/coal-consumption.html

konsumsi energi ASEAN. Lebih lanjut, konsumsi energi ASEAN diramalkan akan terus menanjak karena pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang signifikan. Lintasan ini akan menempatkan ASEAN sebagai pemain utama di dalam sistem energi dunia sekarang dan di masa yang akan datang. 2 Kendati ASEAN memiliki banyak sumber daya alam, negara-negara di kawasan ini masih bergantung pada impor energi. Selain itu, masing-masing negara memiliki pola penggunaan energi yang berbeda.

Makalah ini bermaksud melihat tantangan dan peluang sektor batubara menghadapi AEC. Naskah ini akan menggunakan pendekatan rantai nilai, tata kelola yang baik, kerangka ASEAN dan kerjasama yang diperkuat melalui pelbagai strategi tiap negara anggota.

2 Maria van der Hoeven, Southeast Asia Energy Outlook, diakses pada 20 Desember 2014 melalui

http://www.iea.org/publications/freepublications/p u b l i c a t i o n / s o u t h e a s t a s i a e n e r g y o u t l o o k _weo2013specialreport.pdf

ASEAN Coal TrendChallenges and Opportunities on Facing ASEAN Economic Community (AEC) 3

Rantai nilai menggambarkan sekumpulan kegiatan dari fase produksi yang berbeda-beda, termasuk perpaduan antara perubahan fisik and masukan jasa dari produsen, proses

penyampaian produk kepada konsumen dan sampah yang timbul akibat penggunaannya.3 Rantai nilai memperhatikan dinamika kesalingterkaitan antara kegiatan produksi yang selanjutnya menghantarkan pada peran-peran tradisional ilmu ekonomi dan analisis sosal. Lebih jauh, nilai produk yang lengkap ditentukan oleh rantai ini ini.

Dalam kasus batubara, rantai nilai bisa dipahami sebagai sekumpulan kegiatan mulai dari persiapan, eksplorasi, manajemen dan logistik, pemasaran, penambahan nilai dan investasi. Dari serangkaian kegiatan ini, eksplorasi, produksi, manajemen (termasuk tata kelola) merupakan elemen-elemen kunci yang menjamin nilai batubara. Berikutnya adalah pemasaran, investasi dan garansi terhadap pembangunan berkelanjutan dari pemakaian batubara dan tambang. Proses ini menggambarkan bahwa investasi untuk perbaikan prasarana, termasuk rel kereta dan pelabuhan, krusial untuk mengantarkan dan mendistribusikan produk akhir. Rantai nilai yang sederhana ini ditunjukkan oleh Gambar 2.

Oleh sebab itu, menentukan pola dari perdagangan batubara saat ini dalam rantai nilai menjadi penting. Menurut temuan, tidak ada peruabahan yang signifikan di dalam pola perdagangan, baik ekspor maupun impor. Ekspor batubara uap lebih disukai daripada batubara kokas dan lignit. Meskipun demikian, negara-negara yang menghasilkan batubara uap masih terbatas.

3 Raphael Kaplinsky and Mike Morris, A Handbook for Value Chain Paper, 4.

Preparation: Infrastructure,

Policy, technology

Exploration and

Development of Product

Management/Governance and Logistic

Marketing Investing

• Host Country: ASEAN Countries

• Direct Use• Conversion

• High Quality of Coal and Mining

(Upgrading)

• Ensuring Revenue Transparancy

• Energy Security• Transportation/

delivery/distribution

• Intra Trade ASEAN (based on

AEC)• Outside ASEAN/

Global Market

• CCTs• Energy Efficiency

• Sustainable development

Gambar 2. Rantai Nilai Batubara

Sumber: Modifikasi dari berbagai sumber

Pola Perdagangan Batubabara dan Rantai Suplai Global:

Sebuah Tinjauan

4

Lebih jauh, volume perdagangan batubara uap global pada 2013 hampir mencapai 1028 Mt, di mana pola perdagangannya didomi-nasi oleh ekspor batubara uap dari Indonesia (432 Mt), Australia (182 Mt) dan Rusia (118 Mt).4 Pada saat yang sama importir terbesar adalah Cina, Jepang, India, Korea Selatan, Taiwan dan Jerman. Ini membukti-kan bahwa pusat perdagangan batubara pada saat ini mengarah ke Asia. Pada 2013, Cina mempro-duksi 3034 Mt batubara yang lantas menjadikannya sebagai negara penghasil batubara terbesar melampaui AS (756 Mt), India (486 Mt), dan Indonesia (486 Mt). Keadaan ini memperlihatkan fakta yang menarik yaitu bahwa Cina memegang peranan baik sebagai importir maupun produsen batubara yang terbesar.

Sementara itu di ASEAN, Indonesia memiliki cadangan batubara yang tertinggi sejumlah 22,5 milyar ton, diikuti Vietnam sebesar 3,4 milyar ton dan Thailand sebesar 1,1 milyar ton. Namun, dalam hal sumber daya batubara, Vietnam berada di urutan pertama dengan jumlah 203,4 milyar ton, sedangkan Indonesia hanya mempunyai 92,3 milyar ton.

Meskipun pemakaian domestik masih kecil

4 World Coal Association, “Coal Fact 2014”, International Energy Agency , Coal Information 2014, BP Statistical Review of World Energy 2014.

karena ketergantungan yang tinggi pada pasokan minyak dan gas, Indonesia mengendalikan pola perdagangan batubara dalam konteks perdagangan di ASEAN. Batubara Indonesian paling banyak diekspor ke Filipina, Myanmar dan Singapura. Detil perdagangan batubara dan tambang intra-ASEAN digambarkan dalam Tabel 2:

Data dalam Tabel 2 memperlihatkan bahwa perdagangan batubara dan tambang intra-ASEAN masih potensial untuk digali. Negara-negara penghasil akan memiliki kesempatan untuk memaksimalkan pasar intra-ASEAN melalui perdagangan bilateral maupun kerangka MEA. Misalnya, Thailand dilaporkan memproduksi kira-kira 1,372 juta ton batubara per tahun (2009). Namun, batubara yang dihasilkan tersebut dikategorikan sebagai batubara lignit hingga sub-bituminus, yaitu batubara berkualitas rendah.5 Situasi ini membuka peluang dagang dengan negara-negara ASEAN lainnya untuk memperoleh kualitas batubara yang diharapkan. Selain itu, perdagangan batubara intra-ASEAN secara potential akan menguntungkan karena mereka berada di fase yang sama untuk meningkatkan

5 Viroj Sivavong, Electricity Generating Authority Thailand, Coal Demand/Supply Outlook in Thailand, 2009, 2, diakses pada 10 November 2014 melalui http://www.kier.re.kr/upload/2009APEC-EGCFE/%28Session3-B%29Coal%20Demand-Supply%20Outlook%20in%20Thailand.pdf

Tabel 1. Cadangan dan Sumber Daya Batubara per Negara dan Tipe, 2011 (dalam milyar ton)

Batubara Keras Batubara Coklat Total

Cadangan Sumber Daya

Cadangan Sumber Daya

Cadangan Sumber Daya

Indonesia 13.5 73.3 9 19 22.5 92.3

Vietnam 3.1 3.5 0.2 199.9 1.4 203.4

ASEAN lainnya 0.4 2.4 1.7 2.2 2.1 4

Total ASEAN 17 79.2 11 221.1 27.9 300.3

Andil di dunia 2.30% 0.50% 3.90% 5.30% 2.70% 1.40%

Sumber: Tabel ini diadopsi dari from Maria van der Hoeven, Southeast Asia Energy Outlook, diakses pada 20 December 2014 melalui http://www.iea.org/publications/freepublications/publication/southeastasiaenergyoutlook_weo2013specialreport.pdf

ASEAN Coal TrendChallenges and Opportunities on Facing ASEAN Economic Community (AEC) 5

kapasitas industry mereka menghadapi MEA.

Meskipun demikian, beberapa negara ASEAN hanya menempatkan batubara sebagai komoditas minor di dalam keseluruhan ekspor intra-ASEAN mereka. Menyimpan batubara untuk keperluan mereka sendiri adalah alasan mendasar dari tindakan tersebut karena mereka sudah memiliki permintaan energi domestik yang tinggi untuk industri dan listrik, seperti Laos dan Vietnam. Inilah yang menjelaskan mengapa beberapa negara lainnya yang memiliki sumber daya batubara yang terbatas perlu mengimpor dari negara lain, sementara karena kedekatan jaraknya, mengimpor dari negara tetangga di ASEAN merupakan pilihan yang menarik. Malaysia adalah satu contoh produsen batubara di ASEAN yang menghasilkan batubara tetapi masih membutuhkan suplai dari impor. Ini terjadi karena Malaysia hanya mampu memproduksi 1 juta ton batubara per tahun, sementara permintaan mencapai hampir 30 juta tiap tahun.6 Oleh sebab itu, Malaysia harus membeli batubara dari negara-negara ASEAN, khususnya Indonesia yang kini diakui sebagai sumber energi primer Malaysia yang dapat diandalkan.7

6 IEA Clean Coal Centre, http://www.iea-coal.org/documents/82373/7605/Prospects-for-coal-and-clean-coal-technologies-in-Malaysia-%28CCC/171%29

7 Ibid.

Tabel 2. Ekspor-Impor Tambang & Batubara Intra-ASEAN 2013 (dalam Dolar AS)

Sumber : ASEAN Stats Database berdasarkan ASEAN countries’ report, diakses berdasarkan permintaan pada ASEAN Stats Database Officer pada 2014

NegaraBrunei

DarussalamKamboja Indonesia Lao PDR Malaysia Myanmar Phillippines Singapore Thailand Vietnam

Brunei

Pertambangan 531.195.045 370.727.641 - 73.860.279 378.122.631 466.747.623 593.266.643

Batubara

Kamboja

Pertambangan 522.537 1.184 16 1.004 749.477 2.673.466 42.336.525

Batubara 19.006.068 1.246.633.530 - 802.148.711 28.934.970 962.556.934 117.701.068

Indonesia

Pertambangan 10.946.750 22.177.064 15.434 5.279.104.587 84.376.438 1.609.142.244 6.788.530.765 2.303.483.460 368.384.679

Batubara 21.511.813 1.136.928.627 1.546.249 1.007.207.109 19.608.561.066 834.864.654 130.606.674 755.000

Lao PDR

Pertambangan 3.122.743 733.697 - - 704.231.954 102.806.500

Batubara - - - 497.580 16.497.799 876.926

Malaysia

Pertambangan 249.025.497 10.399.660 4.837.167.607 153.689 226.842.937 461.976.182 10.650.869.362 2.800.851.009 751.037.765

Batubara 173.109 504.999 - 25.945.558 5.518.537

Myanmar

Pertambangan 15.136.482 - 733.482 727.253 117.896.275 3.765.764.484 49.120

Batubara - - 799.200

Philippines

Pertambangan 1.412.272 183.223 189.796.451 5.141 303.945.904 1.521.561 444.319.340 178.005.850 32.408.726

Batubara 2.362 13.201.200 66.278.084 31.747 361.236 2.262.000 16.794.594 263.395.991 89.653.832

Singapore

Pertambangan 103.048.201 580.590.615 15.955.904.738 104.223 20.418.909.369 780.488.527 1.140.933.034 1.086.288.936 2.559.611.766

Batubara 3.506 264.704 206.286 112.869 32.933

Thailand

Pertambangan 21.037.629 997.766.847 979.352.633 1.345.661.415 2.702.160.901 740.171.772 671.166.580 3.856.884.031 973.621.382

Batubara 1.742 81.497 6.684 474.358 232.001 14.062 21.961

Vietnam

Pertambangan 621.687 1.363.956.350 464.294.156 244.760.576 1.231.615.244 66.125.090 239.662.441 383.614.651 460.642.517

Batubara 750 4.147.504 10.963.990 23.836.954 12.326.804 835.221.845 16.160.492

6

Tabel 3. Perdagangan Tambang dan Batubara ASEAN 2010 – 2013 (Dolar AS)8

Sumber: ASEAN Stats Database berdasarkan the ASEAN countries’ report, diakses dengan permintaan pada the ASEAN Stats Database Officer in 2014

Tabel 3 di atas menjelaskan bahwa sejak 2010 hingga 2013, periode semenjak Rencana APAEC ketiga dilaksanakan, ekspor batubara dan tambang meningkat pesat di beberapa negara ASEAN. Hal ini selanjutnya menyediakan bukti bawa impor juga mengalami sedikit kenaikan. Fenomena ini mengesankan bahwa Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan datang mengembangkan pasar ASEAN yang terintegrasi sekaligus mendorong kesadaran negara-negara ASEAN untuk mengembangkan prasarana kecukupan energi untuk listrik dan kegiatan industri.

Dampak dari integrasi pasar ASEAN membuka kesempatan bagi perusahaan-perusahaan asing untuk menanamkan modalnya dan melakukan eksplorasi

8 Data ini diukur melalui jenis-jenis sumber daya berikut: Tambang (besi dan baja; partikel besi dan baja; bijih, kerak, dan abu; tembaga dan partikelnya; alumunium and partikelnya; timah hitam dan partikelnya; seng dan partikenlya; timah dan partikelnya) dan batubara (batubara antrasit yang tak beraglomerasi); batubara bituminous yang tak beraglomesi; batubara lainnya yang tak beraglomerasi; briket, ovoid, minyak padat dari batubara).

batubara dan tambang di negara-negara ASEAN. Pada 2013, the Pemerintah Kamboja melaporkan bahwa sebanyak 91 perusahaan, yang terdiri dari perusahaan domestik dan asing, sudah diberi izin untuk melakukan kegiatan eksplorasi.9 Perusahaan-perusahaan tersebut berasal dari Australia, Cina, Thailand, dan Vietnam.

Namun demikian, haruslah dicatat bahwa investasi asing merupakan satu dari faktor-faktor penting bukan hanya bagi perkembangan industri batubara dan tambang, melainkan juga bagi pengembangan industri batubara dan tambang yang ramah lingkungan. Ini berhubungan dengan pemakaian teknologi batubara bersih yang juga membutuhkan investasi untuk instalasi teknologi dan proses-proses terkait lainnya. Dengan demikian, kerjasama internasional harus diwujudkan secara merata dalam investasi, teknologi dan sumber daya manusia.

9 Chrea Vichett, Current Situation of Mining Industry in Cambodia, General Department of Mineral Resources of Cambodia, 2013.

Tabel 3. Perdagangan Tambang dan Batubara ASEAN 2010 – 2013 (Dolar AS)8

Tahun 2010 2011 2012 2013

NCegara E I E I E I E I

Brunei Darussalam 818.450.727 287.302.215 1.429.178.511 413.557.339 1.248.681.128 551.270.625 2.413.919.861 407.612.209

Kamboja 6.477.649 1.736.181.566 1.272.968 2.532.482.403 4.999.898 2.747.191.945 3.223.265.489 2.992.941.773

Indonesia 15.622.651.672 18.544.618.722 15.317.893.317 20.552.598.175 21.621.354.440 21.328.473.993 39.208.142.614 23.073.252.218

Lao PDR 889.808.661 863.559.029 712.239.553 1.129.360.367 620.958.285 1.445.296.146 8.282.767.199 2.752.178.450

Malaysia 12.729.699.087 22.158.194.175 14.535.309.602 28.935.047.677 17.728.160.664 31.122.993.454 20.020.465.911 31.556.817.894

Myanmar 2.963.400.096 2.008.252.380 2.945.464.591 1.001.307.797 2.268.839.598 1.358.840.844 3.901.106.297 2.921.336.316

Phillippines 972.203.554 5.476.287.895 1.298.606.006 5.276.410.303 828.685.216 5.082.631.287 1.796.276.353 25.662.595.508

Singapore 36.900.984.567 15.162.277.865 44.605.001.469 16.814.626.185 44.769.653.129 23.887.909.044 42.626.499.706 23.535.038.241

Thailand 7.804.496.361 10.465.497.274 11.307.853.909 11.973.504.100 12.299.508.276 11.849.134.052 12.288.800.705 13.131.789.570

Vietnam 3.662.483.628 5.668.484.811 4.279.796.783 7.696.818.404 4.686.403.623 6.703.502.867 5.357.951.051 5.631.633.006

ASEAN Coal TrendChallenges and Opportunities on Facing ASEAN Economic Community (AEC) 7

Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) merupakan salah satu dari tiga pilar yang didesain untuk menopang terwujudnya Masyarakat ASEAN pada

2015. Gagasan pembentukan Masyarakat ASEAN 2015 dicetuskan dalam Konferensi Tingkat Tinggi Kuala Lumpur, Malaysia, pada 1997 yang menyepakati Visi ASEAN 2020 dengan tujuan menciptakan kawasan yang stabil dan berdaya saing dan pembangunan ekonomi yang berimbang. Meskipun demikian, Konferensi Tingkat Tinggi pada 2003 menyetujui percepatan Visi ASEAN 2020 tersebut pada 2015. Ada dua alasan mengapa pembentukan Masyarakat ASEAN dilakukan lebih cepat.10 Pertama, meningkatnya pengaruh dan persaingan Cina terhadap kawasan. Kedua, munculnya integrase ekonomi di pelbagai kawasan di dunia tanpa keikutsertaan ASEAN.

AEC diharapkan berjalan selaras dengan Masyarakat Sosial-Budaya ASEAN dan Masyarakat Politik-Keamanan ASEAN di dalam mensukseskan Masyarakat ASEAN.11 Tujuan MEA sendiri ialah untuk mencapai tingkat dinamisme ekonomi yang lebih tinggi, kemakmuran yang berkelanjutan, pertumbuhan yang inklusif dan pembangunan ASEAN yang terintegrasi melalui peningkatan kesalingtergantungan antara negara-negara ASEAN. Tiga karakteristik AEC adalah sebagai berikut, (1) Pasar dan Basis Produksi Tunggal; (2) Kawasan Ekonomi yang Berdaya Saing; dan (3) Pertumbuhan Ekonomi yang Adil. Hal-hal ini menyoroti pelaksanaan perjanjian di mana para penandatangannya akan bisa berdagang dan berinvestasi secara optimal dengan mitra intra-kawasan.

Namun demikian, terdapat pro dan kontra terhadap AEC. Pihak yang pro sering memandang bahwa AEC bisa merangsang perdagangan intra-ASEAN, yang lalu memperkuat pasar ASEAN yang terintegrasi. Di sisi lain, seperti halnya pendapat kontra yang klasik terhadap integrasi pasar, kekuatiran berkisar di seputar “pintu yang terbuka lebar” di pasar yang akan berakibat pada ketatnya persaingan dan membahayakan berbagai komoditas domestik.

10 Justyna Szczudlik-Tatar, “Regionalism in East Asia: A Bumpy Road to Asia Integration,” Policy Paper No. 16, (2013), 3.

11 ASEAN Economic Community Blueprint, (ASEAN Secretariat, 2008), 5, diakses pada 20 November 2014 melalui http://www.asean.org/archive/5187-10.pdf

Masyarakat Ekonomi ASEAN:

Jalan menuju Integrasi

8

Terlepas dari perdebatan mengenai pandangan positif dan negatif mengenai AEC, dukungan terhadap cita-cita ini dapat diindikasikan melalui pencapaian Kartu Skor AEC. Berdasarkan data Kartu Skor AEC pada 2011, dari 277 ukuran liberalisasi yang diharapkan, ASEAN sudah melakukan 187 atau sekitar 67,9% dari keseluruhan. Pada 2014, persentase tersebut naik menjadi 82,1%.12 Hal ini dengan jelas menggambarkan upaya bersama negara-negara ASEAN untuk menjalankan liberalisasi dan integrasi ASEAN melalui AEC.13

Implementasi AEC tidak hanya menghapuskan tarif perdagangan dan aliran investasi secara bebas, tetapi juga mendiskusikan perjanjian terkait energi dan pertambangan. Secara khusus di point B4, aspek energi disebutkan sebagai bagian dari daftar yang harus dikerjakan oleh AEC untuk mempromosikan pembangunan prasarana yang melibatkan pemenuhan kerjasama energi dan tambang.14 Kerjasama energi ini, termasuk batubara dan tambang, diatur dalam Cetak Biru AEC Pasal 53-56 yang secara eksplisit menempatkan ketahanan energi dan penguatan perdagangan dan investasi di bidang energi sebagai tujuan bersama.15 Sementara itu, kerangka kerjasama perdagangan batubara dan tambang muncul dalam pembentukan Forum Batubara ASEAN (AFOC) pada 1999 yang merupakan suatu transformasi dari Jaringan Sub-sektor Batubara yang sebelumnya terbentuk melalui Program Kerjasama Energi ASEAN

Sudah disepakati bahwa diperlukan suatu kebijakan energi kawasan yang

12 The 12th AEC Council Meeting, August 26, 2014 diakses pada 28 December 2014, melalui http://ditjenkpi.kemendag.go.id/website_kpi/index.php?module=news_detail&news_content_id=1501&detail=true

13 ASEAN Economic Community Scorecard: Charting Progress Toward Regional Economic Integration Phase 1 (2008-2009) and Phase II (2010-2011) diakses pada 23 November 2014, melalui http://www10.iadb.org/intal/intalcdi/PE/2012/10132.pdf

14 Ibid., 20

15 ASEAN Economic Commnuity Blueprint, ASEAN Secretariat, 2008. Diakses pada 23 November 2014, melalui http://www.asean.org/archive/5187-10.pdf

memungkinkan tercapainya tujuan tersebut. Hal ini untuk menjamin terwujudnya cita-cita MEA sebagai satu pasar dan basis produksi tunggal, kawasan ekonomi yang berdaya saing dan kawasan ekonomi dengan pembangunan ekonomi yang adil dan kawasan yang terintegrasi secara penuh ke dalam ekonomi global pada. APAEC 2010-2015 menyebutkan bahwa agenda kebijakan energi AEC ditargetkan untuk meraih sasaran-sasaran akhir sebagai berikut:16 1) untuk menjamin pasokan energi yang aman dan handal, termasuk bio-fuel, yang krusial untuk mendukung dan menopang kegiatan-kegiatan ekonomi dan industri; 2) untuk memperlancar pembangunan jaringan listrik ASEAN (ASEAN Power Grid/APG) dan Pipa Gas Trans-ASEAN (Trans-ASEAN Gas Pipeline/TGAP) yang memungkinkan optimalisasi sumber daya energi kawasan untuk ketahanan yang lebih besar dan menyediakan peluang bagi keterlibatan sektor swasta dalam investasi, termasuk pembiayaan dan alih teknologi. Jejaring listrik dan pipa gas yang terintegrasi menawarkan aneka keuntungan yang signifikan dalam hal ketahanan, fleksibilitas dan kualitas pasokan energi; 3) untuk memastikan pembangunan energi yang berkelanjutan melalui mitigasi emisi gas rumah kaca antara lain lewat perangkat kebijakan dan langkah-langkah yang efektif; dan 4) memperkuat pengembangan energi terbarukan, seperti bio-fuel, maupun promosi perdagangan yang terbuka, fasilitasi dan kerjasama di bidang energi terbarukan dan industri terkait maupun investasi di prasarana yang diperlukan untuk pengembangan energi terbarukan.

16 ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation, 2, diakses pada 10 November 2014, melalui http://aseanenergy.org/media/filemanager/2012/10/11/f/i/file_1.pdf

ASEAN Coal TrendChallenges and Opportunities on Facing ASEAN Economic Community (AEC) 9

Prospek Batubara di Kawasan ASEAN

ASEAN diakui sebagai kawasan dengan sumber daya energi yang memadai, khususnya dalam produksi batubara. Secara geografis, negara-negara ASEAN berada pada tanah yang mengandung sumber daya batubara dan tambang. Hal ini dibuktikan oleh laporan terbaru yang menunjukkan bahwa hampir semua negara ASEAN mempunyai kapasitas pada dirinya sendiri untuk memasok permintaan energinya di mana pemerintah di tiap negara memainkan peran paling besar seperti apa yang dilakukan Vietnam dengan mengoptimalkan peran badan usaha negaranya, yakni Vinacom, untuk 100% menjalankan ekstraksi batubara.17 Vinacom juga bertanggung jawab untuk mengontrol produksi batubara dengan tujuan mengamankan cadangan batubara. Antara 2001-2005, Vietnam menyaksikan produksi batubara yang naik dengan cepat, yang dianggap sebagai ancaman terhadap cadangan domestiknya. Namun, pertumbuhan yang tinggi ini sukses dikendalikan oleh otoritas pemerintah dengan alasan cadangan domestik.18

17 Global Methane Initiative diakses pada 12 Desember 2014 melalui https://www.globalmethane.org/documents/toolsres_coal_overview_ch37.pdf

18 Ibid.

Chart 1. Percentage of Growth Averages of Primary Energy Demand in Selected ASEAN Countries by fuel (Mtoe) 2011-2035

Sumber: Data berdasarkan Maria van der Hoeven, Southeast Asia Energy Outlook, diakses pada 20 December 2014 melalui http://www.iea.org/publications/freepublications/publication/southeastasiaenergyoutlook_weo2013specialreport.pdf

Tren Batubara dan Kesiapan Negara-negara ASEAN untuk Menyongsong AEC

Coal

Oil

Gas

Hydro

Bio Energy

Other RE

60

50

40

30

20

10

0

-10Indonesia Thailand Phillipines Malaysia

10

Pada kasus Indonesia, prospek batubara masih cerah dan diprediksi ini akan berlanjut hingga 2035.19 Produksi batubara Indonesia mewakili 85% produksi di ASEAN, menjadikannya eksportir batubara terbesar di dunia. Volume sumber daya batubara Indonesia mencapai 120,53 milyar ton dan cadangannya senilai 31,36 milyar ton, hanya setara dengan 6% dari total cadangan batubara di dunia.20

Indonesia juga dilaporkan menjadi konsumen energi terbesar di ASEAN, disusul oleh Thailand dan Malaysia di posisi kedua dan ketiga. Namun demikian, konsumsi domestiknya masih lebih rendah daripada ekspor. Situasi ini mengakibatkan ketergantungan dan multiplikasi nilai impor minyak Indonesia, bahkan terhadap keseluruhan ASEAN.

Di sisi lain, rata-rata pertumbuhan permintaan energi, termasuk batubara, dari 4 negara ASEAN yang lebih besar pada 2011-2035 sangatlah beragam. Kenaikan permintaan batubara akan terjadi di tiap negara dengan persentase antara 5.5% hingga 3.9% (Grafik 1).21 Sementara itu,

19 Maria van der Hoeven, Op.Cit.

20 BP Statistical Review of Energy 2013.

21 Maria van der Hoeven, Op.Cit.

peningkatan permintaan minyak dan gas yang tertinggi akan datang dari Filipina, sedangkan pertumbuhan permintaan untuk hidro, bio-energi dan energi terbarukan lainnya akan terjadi di Malaysia.

Prospek batubara di ASEAN tampaknya agak tinggi karena listrik di ASEAN masih menggunakan batubara sebagai sumbernya, dan listrik berperan penting bukan hanya dalam kebutuhan sehari-hari, melainkan juga dalam menjalankan kegiatan industri. Ini juga didukung fakta bahwa meskipun beberapa negara mempunyai sumber daya batubara dan tambang yang melimpah, kualitas komoditas ini bagaimanapun juga berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lainnya.

Keadaan-keadaan saat ini seperti yang telah diuraikan di atas mengindikasinya dua hal penting. Pertama, produksi batubara di ASEAN masih akan bertumpu pada Indonesia sebagai eksportir utama di ASEAN. Kedua, cara alterntif untuk menggunakan batubara sebagai pilihan bahan bakar menawarkan prospek nilai perdagangan batubara baik intra-ASEAN maupun di luar kawasan ini.

ASEAN Coal TrendChallenges and Opportunities on Facing ASEAN Economic Community (AEC) 11

MEA yang akan datang mendorong pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN karena perdagangan

intra-ASEAN membuka peluang bagi seluruh komoditas untuk melintasi negara lainnya di kawasan tanpa batas. Pertumbuhan ekonomi ini diikuti oleh kegiatan industri secara masif di negara ASEAN yang tak terelakkan terus meningkat. Untuk memenuhi permintaan pasar, diperlukan kecukupan sumber daya energi (seperti minyak, batubara dan gas) sehingga kegiatan industri bisa dilakukan sebagaimana mestinya.

Terkait dengan kebutuhan energi yang sangat banyak, ASEAN menciptakan inisiatif energi bersama yang disebut Pusat Energi ASEAN (ASEAN Centre for Energy/ACE) untuk mempererat kerjasama energy antara negara-negara anggota. Rencana faktual dari inisiatif ini adalah Rencana Aksi ASEAN untuk Kerjasama Energi (ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation/APAEC). APAEC

bertujuan untuk mencapai ketahanan energi dan keberlanjutan ASEAN di bidang kesehatan dan lingkungan melalui penggunaan lebih lanjut Teknologi Batubara Bersih. Tidak hanya itu, APAEC juga berupaya memfasilitasi perdagangan batubara di ASEAN dalam ketahanan energi regional lanjutan. APAEC sudah berlangsung dalam 3 periode, yakni 1999-2004, 2005-2009 dan 2010-2015. Dua rencana terbaru yang digagas adalah memenuhi kebutuhan energi ASEAN yang diramalkan akan bertambah dua kali lipat dari 2005 ke 2030 sejalan dengan pelaksanaan AEC.22

Terkait batubara, keberadaan APAEC diharapkan bisa menggalakkan batubara dan teknologi batubara bersih, juga memperluas perdagangan dan investasi batubara intra-ASEAN untuk ketahanan energi kawasan, Rencana-rencana tersebut dijalankan melalui penyertaan AFOC di bawah pengawasan ACE

22 Ibid.

Kebijakan Energi ASEAN

Strategy Action

1. Development of Energy Efficiency Policy and Build Capacity

1. Develop a clear policy and plan to promote energy efficiency. 2. Setting national energy efficiency target and develop a plan to monitor the

results. 3. Strengthen human capacity and enhance infrastructure to facilitate the EE

policy and plan.

2. Awareness raising and dissemination of information

1. Develop and run EE&C campaigns to raise awareness, emphasizing on global environmental issues

2. Disseminate information using all appropriate medias (including energy labels) to help energy consumers make a right decision

3. Demonstrate best energy practices and successful cases, e.g, public-private sector collaboration on EE&C

3. Promoting good energy management practices, especially for industrial and commercial sectors

1. Develop regulation and / or provide incentives to encourage good energy management practices in facilities

2. Build up capacity for all stakeholders to implement good energy management

4. Facilitation of Energy Efficiency Financing

1. Develop mechanism (s) to enhance financing for energy efficiency and conservation project implementation

2. Increase involvement of banking sector and financial institutes both domestic and international agencies in financing energy efficiency projects

12

sebagai sekretariat, yang melibatkan para pejabat dari Kementerian Energi masing-masing negara ASEAN. Tiap tahun AFOC menggelar pertemuan untuk menerima laporan tiap negara ASEAN mengenai pertambangan, cadangan dan perdagangan batubara. Pertemuan semacam ini bermanfaat untuk memetakan tantangan-tantangan pertambangan dan perdagangan batubara intra-ASEAN, berbagi informasi mengenai kebutuhan energy dan mencari mitra perdagangan potensial.

Pada tahap ini, keberadaan ACE mengakomodasi kerangka besar negara-negara ASEAN terkait dengan aspek-aspek penting yang harus dijalankan, misalnya penggunaan teknologi batubara bersih dan pembangunan pembangkit tenaga listrik. Kerjasama yang dibuat di bawah ACE memberikan panduan bagi tiap negara untuk merumuskan kebijakan energy nasionalnya yang diselaraskan dengan tujuan kawasan.

Kebijakan pada tataran regional yang disetujui pada 2009, misalnya, menguraikan dua aspek penting: upaya pengurangan

intensitas kawasan hingga 8% pada 2015, berdasarkan tingkat pada 2005 (di bawah Area Program No. 4 Efisiensi Energi dan Kerjasama); dan upaya untuk meraih target kolektif 15% untuk energi terbarukan dalam kapasitas listrik terpasang total pada 2015.23

Program-program terakhir pada tataran regional antara lain: membangun citra batubara ASEAN, mengembangkan Indeks Harga Batubara ASEAN, menetapkan laboratorium dan standar-standar batubara, memajukan perdagangan batubara intra- ASEAN dengan memfasilitasi perjanjian pasok batubara jangka panjang, baik secara bilateral maupun multilateral, merumuskan nota kesepahaman yang mirip dengan Perjanjian Ketahanan Minyak Bumi ASEAN untuk meningkatkan ketahanan pasok batubara regional dan membangun strategi/aksi menuju penyelerasan praktik-praktik lokal untuk mendorong perdagangan batubara dan berbagi sumber daya dan fasilitas.24 Program-program tersebut meneguhkan upaya ASEAN untuk membangun komitmen mengatasi persoalan energi.

23 Energy Management Policy in Indonesia and ASEAN, presentation for Workshop for ASEAN Coal Database and Information System 9-12 July 2012, accessed on December 10th 2014 through http://www.aseanenergy.org/media/documents/2012/08/03/f/i/file_2.pdf

24 ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC 2010-2015), Op.Cit.

ASEAN Coal TrendChallenges and Opportunities on Facing ASEAN Economic Community (AEC) 13

Negara-negara ASEAN menyoroti beberapa hal penting terkait energi, seperti pemenuhan energi domestik

secara mencukupi, kalkulasi harga yang wajar dan stabil, eksplorasi sumber-sumber di dalam teritorinya, efisiensi dan konservasi energi dan dampak-dampak terhadap lingkungan. Secara umum, bisa dikatakan bahwa kebijakan energi tiap negara ASEAN memiliki suatu kesamaan yang lantas menyediakan ruang untuk membangun kerjasama lebih lanjut di dalam mengelola aspek-aspek energi.

Khusus terkait aspek batubara, perdagangan batubara intra-kawasan telah diatur dalam Area Program No. 3 melalui pembentukan AFOC. Sejalan dengan AEC, AFOC bekerja untuk menciptakan pelbagai pedoman mengenai specifikasi batubara, produsen dan konsumen di ASEAN, maupun mengorganisir suatu jaringan laboratorium batubara di ASEAN untuk menyelaraskan standar analisis batubara dalam rangka meningkatkan perdagangan batubara intra-kawasan.25 Namun demikian, berkenaan dengan kapasitas produksi batubara yang berbeda-beda, tiap negara ASEAN menjalankan kebijakan yang berbeda terkait dengan kebutuhan dan tujuan dalam negerinya. Perbedaan kebijakan tersebut seringkali dipengaruhi oleh kandungan sumber daya dan keterbatasan kapasitas sumber daya. Negara dengan sumber daya batubara dan tambang yang berlimpah seperti Indonesia dan Malaysia secara relatif memperdagangkan sumber daya batubaranya dengan negara-negara lain di kawasan ketimbang negara-negara denga

25 “Programme Area No.3”, diakses pada 10 Desember 2014 melalui situs ASEAN Secretariat http://www.asean.org/news/item/programme-area-no-3-coal

sumber daya yang lebih sedikit. Selain itu, kebijakan energi yang berlainan ini juga tercermin dari keputusan perdagangan energi. Sebagai contoh, kebijakan energi Laos untuk tidak mengekspor hasil produksi dan cadangan seluruh jenis batubaranya dimaksudkan untuk memasok konsumsi domestiknya yang tinggi. Contoh lainnya, Singapura sebagai negara yang sumber daya energinya tidak memadai, sangatlah bergantung pada impor energi. Hal ini menempatkan Singapura pada posisi di bawah dinamika pasokan energi. Untuk menghadapi kondisi ini, salah satu kebijakan yang ia ambil adalah meningkatkan efisiensi energi dalam Undang-Undang Konservasi Energi 2013.26 Agenda ini memenuhi kebijakan energi di ASEAN yang menganggap energi efisien dan bersih sebagai isu krusial dalam menjamin cadangan dan kesinambungan energi di ASEAN. Di sisi lain, serupa dengan Singapura, Filipina juga menaruh perhatian pada peningkatan efisiensi dalam konsumsi energinya. Meskipun ia tercatat sebagai produsen geothermal terbesar di dunia, Filipin masih tergantung pada impor energi. Ini menjadi alasan bagi negara tersebut untuk berfokus pada efisiensi energi dan jaminan akses energi domestik.

Kepemilikan sumber daya alam yang berbeda-beda, yang menyebabkan beragam kebijakan ini, menjadi justifikasi untuk memaksimalkan kebijakan energi di ASEAN. Capaian ini memastikan pasokan energi dan keberlanjutan maupun kebijakan energi domestik dari masing-masing negara ASEAN.

26 “Singapore: Energy Efficiency in the Industry”, diakses pada 23 Desember 2014 melalui http://www.sgc.org.sg/fileadmin/ahk_singapur/DEinternational/IR/diffIR/Energy_Efficiency_in_the_Industry_June_2014.pdf

Strategi Negara-Negara ASEAN

14

Ketersediaan sumber daya yang berlim-pah dan harga yang kompetitif menempatkan batubara sebagai pilihan

energi yang menonjol. Menurut perkiraan, penggunaan batubara akan naik secara ajek and mencapai 58% pada 2035 di bawah skema bisnis seperti biasa. Di sisi lain, batubara ialah salah satu dari pencemar lingkungan yang utama. Jumlah batubara yang besar membutuhkan penataan yang baik sebagai bentuk tanggung jawab lingkungan dan upaya memaksimalkan manfaat ekonominya. ASEAN perlu menciptakan teknologi batubara yang bersih dan efisien yang mahal harganya serta sumber daya manusia yang cakap untuk bisa mengoperasikan teknologi tersebut secara optimal. Dalam kaitan batubara sebagai alternatif energi masa depan, dibutuhkan bukan saja kepentingan negara-negara ASEAN untuk mengamankan cadangan, pengembangan dan keberlanjutan batubara, melainkan juga sumbangsih negara-negara maju untuk membantu pendanaan dan memperbaiki kualitas sumber daya manusia ASEAN yang arahnya tergantung pada perkembangan teknologi batubara bersih.

Sebuah teknologi yang diperkenalkan sebagai solusi terhadap efek lingkungan dari pemakaian batubara ialah Teknologi Batubara Bersih (Clean Coal Technologies/ CCTs). Menurut Shi dan Jacobs,

“CCTs meliputi pelbagai teknologi yang terentang dari perspektif batubara melalui pembakaran dan pembersihan gas limbah hingga tangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage/CCS), yang akan mengurangi intensitas emisi pencemar batubara dan menjadikan batubara lebih bersih.” 27

27 Xunpeng Shi and Brett Jacobs, Clean Coal Technologies in Developing Countries, diakses pada 23 Desember

Mereka juga memperlihatkan bahwa pengembangan dan penerapan CCTs dipercaya bukan hanya sebagai kunci untuk mendamaikan ketegangan antara pemakaian batubara dan lingkungan, melainkan juga menjanjikan keuntungan ekonomi, sebagaimana yang mereka catat,

“Meskipun CCTs biasanya menimbulkan biaya-biaya tambahan, teknologi ini juga bisa mendatangkan keuntungan-keuntungan ekonomi selain lingkungan. Sebagai contoh, teknologi pembangkit listrik daur kombinasi gasifikasi batubara terintegrasi dapat meningkatkan efisiensi hingga 20-30 persen dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga uap konvensional; karbondioksida yang ditangkap dari pembangkit listrik CCS bisa dialirkan ke ladang-ladang minyak untuk menaikkan tingkat pemulihan minyak sebanyak 4–18 per cent; dan teknologi penyimpanan karbon, seperti penciptaan arang, bisa memperbaiki kesuburan tanah, produktivitas pertanian dan kualitas air. CCTs juga dapat membuka peluang ekspor bagi negara-negara berkembang. Batubara peringkat rendah yang dinaikkan mutunya — semisal batubara coklat di Indonesia yang sebelumnya tidak memiliki pasar — mungkin mengembangkan peluang-peluang ekspor teknologi bersih dan efisien.”28

Lebih lanjut, Laporan Energi Dunia 2013 menjelaskan bahwa efisiensi energi melalui pengurangan impor dan alternatif batubara dan gas alam menjanjikan keuntungan ekonomi bagi ASEAN. Ini akan menambah simpanan penghematan impor negara-

2014, melalui http://www.eastasiaforum.org/2012/09/25/clean-coal-technologies-in-developing-countries/ Detil lihat juga Xunpeng Shi,China’s Attempts to Minimize non-CO2 Emissions from Coal: Evidence of Declining Emission Intensity, Environment and Development Economics 16. (2011): 573-590.

28 Ibid.

Penggunaan batubara yang bersih dan efisien di ASEAN:

Manfaat ekonomi

ASEAN Coal TrendChallenges and Opportunities on Facing ASEAN Economic Community (AEC) 15

Grafik 2 Keuntungan Ekonomi terkait Efisiensi Energi

Sumber: Grafik diadopsi dari Xunpeng Shi and Brett Jacobs, Clean Coal Technologies in Developing Countries, diakses pada 23 Desember 2014, melalui http://www.eastasiaforum.org/2012/09/25/clean-coal-technologies-in-developing-countries/

negara ASEAN yang pada akhirnya bersumbangsih terhadap kenaikan GDP (gross national product/GDP) hamper 2% (Grafik 2). 29 Argumentasi yang serupa juga membenarkan kebutuhan akan efisiensi pemakaian batubara untuk memberikan keuntungan ekonomi yang berkesinambungan di masa mendatang.

Di ASEAN, implementasi CCTs diatur dalam Pernyataan Menteri Gabungan (Joint Ministerial Statement/JMS) pada Pertemuan Energi ASEAN ke-32 (ASEAN Energy Meeting/AMEM) pada 23 September 2014 in Vientiane, Laos. Dalam upaya menjalankan

29 Maria van der Hoeven, Op.Cit

CCTs, kerjasama dengan mitra dialog (Japan, China, dan Korea) dibina, khususnya dalam pengembangan dan pendanaan teknologi.

Pelaksanaan APAEC berkontribusi terhadap kesadaran nasional mengenai cadangan energinya, seperti yang dialami Indonesia pada 2010 hingga 2013. Indonesia berhasil memperluas cadangan batubaranya dari 21,13 milyar ton pada 2010 ke 31,36 milyar ton di 2013.30 Indonesia juga dipengaruhi rencana APAEC di dalam mewujudkan teknologi batubara bersih sebagai strategi batubara jangka panjangnya.

30 “Country Reports Updates of Indonesia”, Ministry of Energy and Mineral Resources, dibawakan pada 12th AFOC Meeting, Thailand, 21-22 Mei 2014.

Additional exportrevenue

Change in GDP

Gains in fossil-fuel trade balances Increase in GDP

35

30

25

20

15

10

5

200

160

120

80

40

Coal Gas Oil 2020 2025 2030 2035Import cost savings

Percentage change in GDP (right axis)

Bill

ion

do

llars

(20

12)

Bill

ion

do

llars

(20

12) 2.5%

2.0%

1.5%

1.0%

0.5%

16

Menurut penjelasan dan tinjauan rantai nilai di atas, untuk sampai pada jawaban mengenai prospek

rantai nilai pertambangan dan perdagangan batubara di ASEAN, makalah ini harus menentukan beberapa faktor yang akan mempengaruhi alur produksi dan perdagangan, seperti tren perdagangan, teknologi, tata kelola, transportasi dan konektivitas, dan tentunya kebijakan energi ASEAN. Faktor-faktor ini dibahas dengan pertimbangan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan datang.

Pertama, tren perdagangan. Minyak biasanya merupakan sumber daya utama yang dikonsumsi negara-negara ASEAN. Namun, sementara cadangan minyak di ASEAN sedang terkuras, batubara muncul sebagai sumber daya lain yang bisa dieksplorasi. Berdasarkan data pandangan energy ASEAN selama 1999 hingga 2007, batubara merupakan sumber energi dengan pertumbuhan tertinggi. Permintaan yang tinggi terhadap batubara adalah akibat dari jumlah instalasi pembangkit listrik tenaga uap yang makin banyak di berbagai penjuru negara-negara ASEAN. Konsumsi batubara diproyeksikan akan naik sekitar 7,7% per tahun dari 2007 hingga 2030 dikarenakan instalasi pembangkit listrik dan industri. Tren batubara dan tambang lebih jauh dijelaskan oleh jumlah perdagangan intra-ASEAN31 di sektor tambang dan batubara pada 2010 yang naik dua kali lipat di 2013 dan mencapai lebih dari 11 milyar dolar AS di dalam neraca.

Situasi ini membuktikan bahwa konsumsi energi di ASEAN makin meningkat sebagaimana halnya permintaan batubara di kawasan tatkala waktu pelaksanaan MEA

31 Baik ekspor maupun impor

Tantangan dan Peluang Sektor Batubara dalam Menghadapi AEC

kian dekat. Ia juga menjamin kelanjutan rantai nilai dalam hal pasokan dan permintaaan karena meskipun produksi batubara dan tambang secara terus-menerus ditingkatkan, permintaan datang dan datang lagi.

Kedua, teknologi, tata kelola, transporatasi dan konektivitas. Keempat aspek ini saling terhubung bagi kelancaran produksi karena rantai nilai menekankan alur produksi, yang melibatkan akses yang mudah terhadap teknologi modern dan distribusi. Perkembangan teknologi modern diperlukan oleh berbagai Negara untuk membina produksi energi. Semakin canggih teknologi, semakin efisien produksi dan ini akan mengakibatkan kualitas yang tinggi. Namun, hal ini berlangsung secara beragam di pelbagai negara, seperti Myanmar dan Kamboja yang masih memiliki akses terbatas terhadap teknologi moder, sementara Singapura telah mencapai akses 100 persen.32 Keadaan ini memicu beberapa negara di ASEAN, di mana pemerintah dan perusahaan milik negara tidak mampu membangun teknologi tinggi untuk mengolah batubara dan bahan tambang di tanah mereka di bawah regulasi dan izin yang spesifik. Karena batubara diklaim sebagai sumber energi yang digemari ketimbang minyak dikarenakan harganya yang lebih murah dan fleksibilitas untuk didistribusikan, permasalahannya tidak lagi berkisar di seputar batubara sebagai suatu material. Tantangan muncul dalam bentuk seberapa cepat dan mudahnya batubara dibawa dari

32 Hanan Nugroho, “ASEAN Energy Cooperation: Facts and Challenges”, The Jakarta Post, 19 Mei 2011, diakses pada 11 Desember 2014 melalui http://www.thejakartapost.com/news/2011/05/19/asean-energy-cooperation-facts-and-challenges.html

ASEAN Coal TrendChallenges and Opportunities on Facing ASEAN Economic Community (AEC) 17

produsen ke konsumen, misalnya dari Indonesia ke Kambodia. Menurut sifat integrasi pasar, kekangan tapal bebas lambat-laun menghilang seiring mendekatnya AEC, yang berarti menurunnya biaya perdagangan batubara intra-kawasan.

Tata kelola adalah elemen kunci rantai nilai yang tak terpisahkan. Terkait upaya membangun rantai nilai global dan regional, kebijakan domestik (termasuk nilai tambah proses batubara dan tambang menjadi sedemikian esensial. Isu tata kelola juga terkait dengan transportasi pendapatan yang dikumpulkan industri batubara dan tambang. Indeks Tata Kelola Sumberdaya yang mengukur kualitas tata kelola di bidang minyak, gas dan tambang di 58 negara dengan melihat empat area utama transparansi dan akuntabilitas, semisal pengaturan institusional dan hukum, pelaporan praktik penyingkapan informasi pemerintah, kehadiran dan kualitas dan

mekanisme cek dan kekeliruan yang mendorong integritas dan menjaga konflik kepentingan, tata kelola lingkungan yang lebih luas, yang berdasarkan lebih dari 30 tindakan eksternal akuntabilitas, efektivitas pemerintah, supremasi hukum, korupsi dan demokrasi. Grafik of RGI di bawah ini memperlihatkan bahwa kebanyakan negara ASEAN masih berkinerja buruk karena indeks tersebut.33

Laporan utama laporan RGI menunjukkan Negara ASEAN masih kekurangan hokum dan institusi yang bisa mendorong integrits dan keterbukaan, yang mendorong pada performa yang lembah, kekurangan pengawasan akan keputusan perizinan yang efektif, kontrol terhadap korupsi dan supremasi hukum, dan Kamboja, Myanmar dan Vietnam menerbitkan informasi yang sangat sedikit mengenai pendapatan sumber daya.34 Dari kondisi ini penting bagi Negara-negara untuk menjamin pendapatan dari

minyak, gas dan pertambangan digunakan

33 Resources Governance Index: A measure of transparency and accountability in the oil, gas and mine sector, Revenue Watch Institute: 2013

34 Ibid

Chart 3: East Asia and Pacific Index scores and ranking

Sumber:Resources Governance Index, 2013, Asia Pacific Index Revenue Watch Institute (Country by country report : http://www.resourcegovernance.org/rgi)

18

untuk kesejahteraan masyarakat.

Untuk masa depan rantai nilai, konektivitas terpadu antara negara-negara di ASEAN harus diwujudkan. Terwujudnya hal ini akan meningkatkan efisiensi distribusi di ASEAN. Singapura, dengan lokasinya yang strategis dan teknologinya yang modern, ideal untuk dijadikan pusat yang menghubungkan perdagangan batubara dan tambang dari seluruh negara di kawasan. Singapura sudah sangat dikenal sebagai pusat utama perdagangan minyak dan maritim sejak lama karena ia meliputi serangkaian kegiatan dari seluruh rantai suplai mulai dari manajemen eksplorasi, kilang, pemasaran dan perdagangan produk-produk energi.35 Akibatnya, rencana tersebut juga akan berjalan untuk perdagangan batubara dan tambang.

Ketiga, kebijakan energi ASEAN. Keberlanjutan Pusat Energi ASEAN, khususnya Rencana APAEC, memberikan panduan bagi tiap negara di ASEAN untuk menyusun kebijakan energi nasionalnya yang memenuhi standar kebutuhan regional, sebagai contoh pembangunan pembangkit listrik, perjanjian untuk mengurangi emisi karbon dan penggunaaan teknologi batubara bersih. Agenda untuk memperbesar perdagangan batubara dan tambang intra-ASEAN juga menandakan bahwa ASEAN bergerak maju untuk mencapai swasembada regional. Alasan mengapa hal ini penting, sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, adalah karena swasembada energi akan menggiring pada pertumbuhan ekonomi dan kegiatan industri yang krusial dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN. Persisnya, kebijakan yang selaras akan membuat produksi dan distribusi di kawasan tidak bermasalah, sehingga masing-masing negara memiliki kemampuan untuk

35 Mark Hong, “Overview of Singapore’s Energy Situation”, Energy Perspectives on Singapore and the Region, (Singapore: ISEAS, 2007), 2-3.

mengekspor dan mengimpor komoditas tersebut di kawasan dengan cermat, yang secara langsung mempengaruhi pemenuhan kebutuhan energi nasional.

Penutup

Selain itu, penyebaran teknologi modern juga penting untuk memajukan negara-negara dengan akses yang terbatas. Hal ini membantu negara-negara untuk mengelola dan melakukan produksi batubara dan tambang secara tepat dan menghasilkan produk-produk bermutu tinggi. Melalui kemampuan untuk memenuhi permintaan dan standar batubara dan tambang yang baik, negara-negara tersebut lantas secara aktif mendukung perdagangan batubara dan tambang intra-ASEAN. Sebagai tambahan, untuk mengatasi tantangan batubara sebagai sumber energi yang menyumbang pencemaran lingkungan, teknologi maju juga diperlukan. Dalam konteks ini, penguatan kerjasama regional baik intra-ASEAN maupun dengan mitra ASEAN akan menjadi alternative untuk mencapai perdagangan batubara dan tambang yang menguntungkan dari sisi ekonomi dan lingkungan.

Lebih lanjut, kesiapan negara-negara ASEAN terhadap AEC, khususnya di dalam perdagangan batubara dan tambang, tidak hanya bersandar pada strategi domestik tiap negara, tetapi juga kerjasama dan koordinasi dalam isu-isu energi termasuk sector batubara dan tambang pada tingkat ASEAN seharusnya dimaksimalkan. Potensi kerjasama untuk pembangunan dan perdagangan tambang dan batubara harus juga menjadi strategi kunci bagi negara-negara ASEAN. Kerangka bersama yang baik di dalam manajemen, pembangunan dan perdagangan haruslah dibangun, karena tanpanya, AEC hanya akan menjadi retorika ASEAN semata.

ASEAN Coal TrendChallenges and Opportunities on Facing ASEAN Economic Community (AEC) 19

Daftar Pustaka

“Country Reports Updates of Indonesia” . Ministry of Energy and Mineral Resources. delivered in 12th AFOC Meeting, Thailand, 21-22 May 2014.

“Energy Management Policy in Indonesia and ASEAN”. Presentation for Workshop for ASEAN Coal Database and Information System. 9-12 July 2012. http://www.aseanenergy.org/media/documents/2012/08/03/f/i/file_2.pdf

“Programme Area No.3”. ASEAN Secretariat Website. http://www.asean.org/news/item/programme-area-no-3-coal

“Singapore Energy Efficiency in the Industry” 2014. http://www.sgc.org.sg/fileadmin/ahk_singapur/DEinternational/IR/diffIR/Energy_Efficiency_in_the_Industry_June_2014.pdf

ASEAN Economic Community Blueprint. ASEAN Secretariat Website. 2008. http://www.asean.org/archive/5187-10.pdf

ASEAN Economic Community Scorecard: Charting Progress Toward Regional Economic Integration Phase 1 (2008-2009) and Phase II (2010-2011). 2012. http://www10.iadb.org/intal/intalcdi/PE/2012/10132.pdf

ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation. 2012. http://aseanenergy.org/media/filemanager/2012/10/11/f/i/file_1.pdf

BP Statictical Review of World Energy 2014, accessed on December 21st 2014, through http://www.bp.com/en/global/corporate/about-bp/energy-economics/statistical-review-of-world-energy/review-by-energy-type/coal/coal-consumption.html

Global Methane Initiative, https://www.globalmethane.org/documents/toolsres_coal_overview_ch37.pdf

Hoeven, Maria van der. Southeast Asia Energy Outlook. 2013. http://www.iea.org/publications/freepublications/publication/southeastasiaenergyoutlook_weo2013specialreport.pdf

Hong, Mark. “Overview of Singapore’s Energy Situation” in Energy Perspectives on Singapore and the Region. (Singapore: ISEAS, 2007): 2-3.

IEA Clean Coal Centre, http://www.iea-coal.org/documents/82373/7605/Prospects-for-coal-and-clean-coal-technologies-in-Malaysia-%28CCC/171%29

Kaplinsky, Raphael and Mike Morris. A Handbook for Value Chain Paper.

Nugroho, Hanan. “ASEAN Energy Cooperation: Facts and Challenges”. Jakarta Post May 19th 2011. http://www.thejakartapost.com/news/2011/05/19/asean-energy-cooperation-facts-and-challenges.html

Resources Governance Index: A measure of transparency and accountability in the oil, gas and mine sector, Revenue Watch Institute: 2013

Szczudlik-Tatar, Justyna. “Regionalism in East Asia: A Bumpy Road to Asia Integration,” Policy Paper No. 16, (2013): 3.

20

Shi, Xunpeng and Brett Jacobs. “Clean Coal Technologies in Developing Countries” East Asia Forum. 2012. http://www.eastasiaforum.org/2012/09/25/clean-coal-technologies-in-developing-countries/

Shi, Xunpeng. China’s Attempts to Minimize non-CO2 Emissions from Coal: Evidence of Declining Emission Intensity, Environment and Development Economics 16. (2011): 573-590.

Sivavong, Viroj. Electricity Generating Authority Thailand, Coal Demand/Supply Outlook in Thailand. 2009. http://www.kier.re.kr/upload/2009APEC-EGCFE/%28Session3-B%29Coal%20Demand-Supply%20Outlook%20in%20Thailand.pdf

World Coal Association. “Coal Fact 2014”. International Energy Agency. Coal Information 2014. BP Statistical Review of World Energy 2014.

Vichett, Chrea. Current Situation of Mining Industry in Cambodia. (Cambodia: General Department of Mineral Resources of Cambodia, 2013).

ASEAN Coal TrendChallenges and Opportunities on Facing ASEAN Economic Community (AEC) 21

Asra Virginianita, pengajar di Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia (UI). Memperoleh gelar PhD dari Universitas Meiji gakuin, Jepang pada 2014. Dia adalah manajer riset di Pusat Studi Jepang UI, peneliti utama DIKTI mengenai “Persepsi dan Kebijakan Pemerintah Daerah dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC)”. Dia pernah menjadi pembicara di berbagai seminar mengenai AEC di Makasar, Jambi; seminar internasional yang diadakan Pusat Kajian Hubungan Internasional(CIRes)- FISIP UI. Dia juga aktif menulis opini di berbagai media dan jurnal, seperti The Jakarta Post, Global and Strategies Journal Airlangga University.

Santi H Paramitha lahir pada 11 Maret 1992 di Surabaya, Jawa Timur. Dia lulus dari Jurusan Hubungan Internasional UI pada 2014. Dia aktif terlibat sebagai contributor dan asisten peneliti di Pusat Kajian ASEAN, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UI. Isu-isu yang dia tekuni meliputi Perjanjian Dagang Bebas ASEAN-China dan Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Meliana Lumbantoruan lahir pada 5 Juli di Indrapura, Sumatra Utara. Dia meraih gelar master dari Jurusan Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada pada 2013. Dia mengelola divisi manajemen riset dan pengetahuan dan juga program Southeast Partnership for Extractive Reform di Publish What You Pay. Minatnya mencakup rantai suplai, Masyarakat Ekonomi ASEAN, tata kelola industry ekstraktif, advokasi masyarakat dan isu-isu pembangunan berkelanjutan.

Biografi Singkat Penulis

Website: www.pwyp-indonesia.orgEmail: [email protected] Fanpage: Publish What You Pay Indonesia Twitter: @PWYP_Indonesia

ASEAN energy consumption is forecasted to rise because of the significant growth of economy and population in the region. Coal use continuously increase

as a replacement for oil and natural gas. ASEAN plays significant roles in coal consumption and production in Asia Pacific. Using the value chain approach, it

is projected that coal producer countries in ASEAN will have the chance to maximize the market through bilateral trade or AEC framework. The AEC can foster market integration in ASEAN, builds awareness of ASEAN countries to

develop their infrastructure in energy sufficiency, as well as develops clean coal technology. Coal production in ASEAN will still leant on Indonesia as the main

exporter in ASEAN. Energy policy of each country in ASEAN has a lot of things in common, which provides the space of building further regional coooperation in

managing energy features. The future of coal sector in ASEAN will highly depends on advancement of technology, improvement of governance, effeciency

of transportation, and connectivity between the countries. Strengthening cooperation and coordination must be a key strategy for ASEAN countries to

ensure readiness in facing AEC.

Publish What You Pay (PWYP) Indonesia merupakan koalisi masyarakat sipil untuk transparansi dan akuntabilitas tata kelola sumber daya ekstraktif migas, pertambangan,

kehutanan dan sumber daya alam lainnya. PWYP Indonesia terafiliasi dalam kampanye global Publish What You Pay. Berdiri sejak tahun 2007, dan terdaftar

sebagai badan hukum Indonesia sejak tahun 2012 dengan nama Yayasan Transparansi Sumberdaya Ekstraktif. Aktivitas PWYP Indonesia di sepanjang rantai nilai sumberdaya

ekstraktif berfokus pada transparansi dan akuntabilitas fase sebelum kontrak dan operasi pertambangan (publish why you pay and how you extract); fase produksi dan menghasilkan pendapatan negara (publish what you pay); fase pemanfaatan

pendapatan ekstraktif untuk kesejahteraan dan pembangunan berkelanjutan (publish what you earn and how you spend).