tok so plasma

38
Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA BAB I PENDAHULUAN Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosi, di sebabkan oleh Toxoplasma gomdii, yang dikenal sejak tahun 1908. Toksoplasma (Yunani : berbentuk seperti panah) adalah sebuah genus tersendiri. Infeksi akut yang didapat setelah lahir dapat bersifat asimtomatik, namun lebih sering menghasilkan kista jaringan yang menetap kronik. Baik toksoplasmosis akut maupun kronik menyebabkan gejala klinis termasuk limfadenopati, ensefalitis, miokaditis, dan pneumonitis. Toksoplasmosis kongenital adalah infeksi pada bayi baru lahir yang berasal dari penularan lewat plasenta ibu yang terinfeksi. Bayi tersebut biasanya asimtomatik, namun manifestasi lanjutannya bervariasi baik gejala maupun tanda-tandanya, seperti korioenteritis, strabismus, epilepsi, dan retardasi psikomotor. Toxoplasma gondii pada tahun 1908 pertama kali ditemukan pada binatang mengerat, yaitu Ctenodactylus gundi, disuatu laboratorium di Tunisia dan pada seekor kelinci di suatu laboratorium d Brazil. KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 1

Upload: gsurgeon

Post on 14-Dec-2015

287 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

medicine toxoplasma

TRANSCRIPT

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

BAB I

PENDAHULUAN

Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosi, di sebabkan oleh Toxoplasma gomdii, yang

dikenal sejak tahun 1908. Toksoplasma (Yunani : berbentuk seperti panah) adalah sebuah genus

tersendiri. Infeksi akut yang didapat setelah lahir dapat bersifat asimtomatik, namun lebih sering

menghasilkan kista jaringan yang menetap kronik. Baik toksoplasmosis akut maupun kronik

menyebabkan gejala klinis termasuk limfadenopati, ensefalitis, miokaditis, dan pneumonitis.

Toksoplasmosis kongenital adalah infeksi pada bayi baru lahir yang berasal dari

penularan lewat plasenta ibu yang terinfeksi. Bayi tersebut biasanya asimtomatik, namun

manifestasi lanjutannya bervariasi baik gejala maupun tanda-tandanya, seperti korioenteritis,

strabismus, epilepsi, dan retardasi psikomotor.

Toxoplasma gondii pada tahun 1908 pertama kali ditemukan pada binatang mengerat,

yaitu Ctenodactylus gundi, disuatu laboratorium di Tunisia dan pada seekor kelinci di suatu

laboratorium d Brazil. Pada tahun 1973 parasit ini ditemukan pada neonates dengan ensefalitis.

Walaupun transmisis intrauterin secara transplasental sudah diketahui, tetapi baru pada tahun

1970 daur hidup parasit ini menjadi jelas, ketika ditemukan daur seksualnya pada kuciing

(Hutchison). Setelah dikembangkan tes seroligi yang sensitive oleh Sabin dan Feldman (1948),

zat anti T. Gondii ditemukan kosmopolit, terutama didaerah dengan iklim panas dan lembab.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 1

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

BAB II

2.I Definisi

Toxoplasma gondii adalah protozoa intraseluler obligat yang mampu menginfeksi

berbagai spesies hewan dan manusia. Parasit terdira dari tiga tahap: ookista, produk rekombinasi

seksual dalam usus dari pejamu definitive (kucing), takizoit, tahap replikasi cepat parasit di

intraseluler host, dan bradyzoites, tahap replikasi yang perlahan ditemukan dalam kista dan

merupakan infeksi laten. T. gondii menginfeksi hingga sepertiga dari populasi dunia dengan cara

mengkonsumsi air yang terkontaminasi dan makanan yang mengandung ookista, atau

mengkonsumsi makanan mentah atau daging yang kurang matang mengandung kista jaringan. T.

gondii melintasi usus, plasenta dan sawar darah-otak, dan tetap dalam bentuk laten dalam sistem

saraf pusat dan otot jaringan. [2]

2.2 Morfologi dan daur hidup

1) Ookista :

Tahap utama daur hidup parasit adalah pada kucing (pejamu definitif). Dalam sel epitel

usus kecil kucing berlangsung daur hidup aseksual (skizogoni) dan daur seksual

(gametogoni, sporogoni) yang menghasilkan ookista yang dikeluarkan bersama tinja.

Ookista berbentuk lonjong dengan ukuran 10x12 mikron. Dinding sel ookista terdiri atas

lima struktur lapisan kuat yang memungkinkan parasit bertahan hidup di lingkungan

setetelah dikeluarkan melalui tinja. [1,3]

Sporulasi dimulai 1-5 hari setelah dikeluarkan, tergantung dari kondisi lingkungan.

Sebelum sporulasi dimulai, ookista masih berbentuk non-infeksi hingga nucleus terbagi

atas 2 sporokista (gambar 1). [1]

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 2

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

gambar 1.Sporulated oocyst of Toxoplasma gondii. (Courtesy M.L.Dardé, Limoges, France.)

Pada akhir proses pematangan masing-masing sporokista mengandung 4 sporozoit.

Ookista dapat bertahan dalam feses 548 hari dan 54 bulan di air dingin. Mereka

tahan terhadap pembekuan dan pengolahan air seperti klorinasi,

ozonisasi, dan penyinaran ultraviolet. [1]

2) Takizoid

Bila ookista tertelan oleh mamalia lain atau burung (hospes perantara), maka pada

berbagai jaringan hospes perantara ini dibentuk kelompok trofozoid yang membelah

secara aktif dan disebut takizoid.

Takizoid (dari kata Yunani tachos, yang berarti kecepatan) merupakan tahap yang

membelah dengan cepat dan menyerang sel berinti untuk berkembang biak [1]. Takizoid

berbentuk bulan sabit dengan ujung apical runcing sedangkan ujung posterior bulat,

berukuran 6 mikron, dan dilapisi oleh membran yang disebut pellicle (gambar 2).[1]

(gambar 2. Tachyzoites of Toxoplasma gondii. Staining: May-Grünwald Giemsa.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 3

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

Pada ujung apical, takizoid memiliki struktur yang disebut kompleks apical yang

memainkan peranan penting dalam menginvasi sel (gambar 3). [1]

(gambar 3. Apical complex. Polar ring (arrow). Microtubular element of conoid (dotted arrows). (From Morrissette NS, Murray JM, Roos DS: Subpellicular microtubules associate with an intramembranous particlelattice in the protozoan parasite Toxoplasma gondii, J Cell Sci 110[Pt 1]:35-42, 1997; with

permission.))

Bentuk ini menyerang sel dan ikut bereplikasi sehingga menyebabkan kerusakan sel host.

Tubuh host akan berespon dengan mengeluarkan sel-sel inflamasi dan menimbulkan

manifestasi klinis. [2]. Takizoit tidak tahan terhadap asam lambung dan asam pencernaan[1]

3) Bradizoit

Dibawah pengaruh system imun, takizoid akan diubah menjadi bradizoit dalam bentuk

kista[2]. Bradizoid berkembang biak dengan lambat, masa ini adalah masa infeksi klinis

menahun yang biasanya merupakan infeksi laten. Pada hospes perantara tidak dibentuk

stadium seksual, tetapi dibentuk stadum istirahat, yaitu kista jaringan [1,2]. Struktur

bradizoid sedikit berbeda dengan takizoid,pada bradizoid inti terletak di bagian posterior

(gambar 5). [1]

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 4

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

(gambar 5. Bradyzoite of Toxoplasma gondii. (Courtesy M.L. Dardé Limoges, France.))

Kista jaringan terdiri dari berbagai macam ukuran (5-100 mikron) dan mengandung 2

hingga ribuan bradizoid (gambar 6) [1]. Bisa ditemukan di otak, tulang dan otot-otot

jantung (gambar 7) [1,2].

(gambar 6. Cyst containing bradyzoites. (Courtesy M.L. Dardé, Limoges France.)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 5

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

(gambar 7. Cyst in human myocardium. Invasive toxoplasmosis afte heart transplantation.)

Daur Hidup T.gondii memiliki 2 fase yaitu, fase seksual dan fase aseksual

1) Fase seksual :

Kucing terinfeksi dengan cara memangsa hewan yang mengandung kista dalam

jaringannya atau menelan ookista yang berasal dari kotoran. Ketika kista masuk ke

lambung hospes definitif, maka asam lambung akan merusakkan dinding sel kista

sehingga yang terbentuk adalah bradizoit yang kemudian akan menembus sel-sel epitel

usus halus dan mengalami fase seksusal setelah 2 hari kista memasuki saluran pencernaan

kucing. Oosit bisa dihasilkan biasanya dalam 1 minggu (umumnya < 3 minggu)

tergantung stadium yang tertelan (gambar 8). Bila hospes perantara mengandung kista

jaringan toksoplasma maka masa prapaten ( sampai dikeluarkan ookista) adalah 3-10

hari, sedangkan bila ookista yang langsung tertelan makan masa prapaten lebih dari 18

hari.[1]

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 6

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

Gambar 8. Sexual reproduction of Toxoplasma gondii in cats. (Courtesy Université Claude Bernard Lyon 1. Illustration by Monique Billaud, Service ICAP.)

2) Fase Aseksual

Hospes perantara terinfeksi dengan cara menelan kista yang terdapat pada daging

atau memakan makanan dan air yang mengandung ookista. Di dalam saluran pencernaan,

ookista membebaskan sporozoit yang akan menembus sel epitel usus dan berdeferensiasi

menjadi takizoit. Jika yang masuk ke saluran pencernaan dalam bentuk kista maka kista

akan pecah dan menyerang sel-sel epitel usus. Masih sedikit informasi spesifik mengenai

bagaimana cara takizoit menyerang dan menyebar di usus halus. [1]

Ketika sel-sel terinfeksi oleh takizoit maka sel menjadi pecah dan takizot akan

memasuki sel-sel di sekitarnya atau difagositosis oleh sel makrofag.[1]

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 7

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

Gambar 9. Asexual cycle of Toxoplasma gondii. (Courtesy Université Claude Bernard Lyon 1.Illustration by Monique Billaud, Service I

2.3 Epidemiologi

Toksoplasma dijumpai menyebar di seluruh dunia. Secaa gografis, kejadian serokonversi

toksoplasma tergantung dari keadaan ketinggian suatu daerah dan kebiasaan makan daging yang

kurang matang. Serokonversi makin meningkat sesuai dengan makin meningkatnya umur, tidak

ada perbedaan antara pria dan wanita. Dilaporkan pula bahwa prevelensi toksoplasmosis yang

tinggi terjadi pada penduduk yang banyak memelihara kucing sebagai binatang kesayangan atau

adanya tikus dan burung sebagai pejamu perantara yang merupakan binatang buruan kucing,

adanya sejumlah vektor seperti lipas atau lalat yang dapat memindahkan ookista dari tinja kucing

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 8

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

ke makanan. Cacing tanah juga berperan untuk memindahkan ookista dari lapisan dalam ke

permukaan tanah. [3,4]

Di Indonesia prevelensi zat snit T.gondii yang positif pada manusia berkisar antara 2%

dan 63%. Sedangkan pada orang Eskimo prevelensinya 1% dan El Salvador, Amerika tengah

90%. Prevelensi zat anti T.gondii pada binatang di Indonesia adalah sebagai berikut : pada

kucing 25-73%, pada babi 11-36%, pada kambing 11-61%, pada anjing 75% dan pada ternak

lain kurang dari 10%. Di Amerika Serikat didaptkan sekitar 3-70% orang dewasa sehat telah

terinfeksi dengan Toxoplasma gondii. Toksoplasma gondii juga menginfeksi 3500 bayi yang

baru lahir di Amerika Serikat. Pada pasien dengan HIV positif didaptkan angka sekitar 45% telah

terinfeksi. Di Eropa Barat dan Afrika prevelensi Toxoplasma gondii pada penderita HIV/AIDS

sekitar 50-78%. Sementara itu prevelesi ensefalitis toksoplasma (ET) pada pasien di Amerika

Serikat sekitar 16% dan 37% di Perancis. [4]

Pada penelitian prevalens seropositif pada ibu hamil di RS.Cipto Mangunkusomo Jakarta

berturut-turut 14,3%, 21,5%, dan 22,8% pada ibu hamil, riwayat abortus dan lahir mati.

Sedangkan pada pemeriksaan 2.920 sampel di Makmal Terpadu FKUI serokonversi ditemukan

pada 36,7% wanita usia subur. [3]

2.4 Patogenesis

Toxoplasma gondii dapat menular ke manusia melalui beberapa rute

a) Transmisi oral

Pada toksoplasmosis akuisita infeksi dapat terjadi bila makan daging mentah atau kurang

matang yang mengandung kista jaringan atau takizoit toksoplasma (gambar 10). Selain

itu dapat pula menelan makanan atau minuman yang mengandung ookista dari tinja

kucing. Dalam penelitian ditemukan takizoit dalam susu hospes perantara (sapi, kambing,

domba) dan melalu telur ayam.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 9

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

Babi, domba, kambing

Unggas, merpati, rusa, kelinci, anjing

Kuda

Kerbau, sapi

Gambar 10. Relative importance of meat-producing and game animals in the transmission of Toxoplasma gondii to humans. (From Tenter AM, Heckeroth AR, Weiss LM: Toxoplasma gondii: from animals to humans, Int J Parasitol 30:1217-1258, 2000; with permission.)

b) Transmisi non-oral

- Pada toksoplasmosis kongenital transmisi toksoplasma kepada janin terjadi in utero

melalui plasenta, bila ibunya mendapatkan infeksi primer waktu kehamilan terutama

trimester pertama [1]

- Pada orang yang bekerja di laboratorium dengan binatang percobaan yang diinfeksi

dengan T.gondii atau memiliki kucing peliharaan, melalui jarum suntik dan alat

laboratorium. [1,3]

- Melalui transplantasi organ dari donor yang menderita toksoplasmosis laten, terutama

pada transplantasi jantung dan hematopoetik stem sel.[1]

- Melalui transfusi darah dari orang yang sedang menderita infeksi akut. [1]

Jika kista yang mengandung bradizoit atau ookista yang mengandung sporozoit tertelan

oleh pajamu, maka parasit akan terbebas dari kista oleh proses pencernaan. Bradizoit resisten

terhadap efek dari pepsin dan menginvasi trakstus gastrointestinal pejamu. Didalam eritrosit,

parasit mengalami transformasi morfologi, akibatnya jumlah takizoit invasif meningktat.

Takizoit ini mencetuskan respon IgA sekretorik spesifik parasit. Dari traktus gastrointestinal,

parasit kemudian menyebar ke berbagai organ, terutama jaringan limfatik, miokardium, retina,

plasenta, dan SSP. Di tempat-tempat tersebut, parasit menginfeksi sel pejamu, berplikasi \, dan

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 10

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

menginvasi sel yang berdekatan. Terjadilah proses yang khas yakni kematian sel dan nekrosis

fokal yang dikelilingi respon inflamasi akut. [2]

Pada pejamu yang imunokompeten, baik imunitas humoral maupun seluler mengontrol

infeksi. Respon imun terhadap tkizoit bermacam-macam, termasuk induksi antibodi parasit,

aktivasi makrofag dengan perantara radikal bebas, produksi interferon gamma, dan stimulasi

limfosit T sitotoksik. Limfosit antigen ini mampu membunuh baik parasit ekstraseluler maupun

sel target yang terinfeksi oleh parasit. Selagi takizoit dibersihkan dari pejamu yang mengalami

infeksi akut, kista jaringan yang mengandung bradizoit mulai muncul, biasanya di dalam SSP

dan retina. Pada pejamu imunokompromais atau pada janin, faktor-faktor imun yang dibutuhkan

untuk mengontrol penyebaran penyakit jumlahnya rendah. Akibatnya takizoit menetap dan

penghancuran progresif berlangsung menyebabkan kegagalan organ (necrotizing encephalitis,

pneumonia, dan miokarditis). [2]

Infeksi menetap dengan kista yang mengandung bradizoit bisa ditemukan pada pejamu

imunoompeten. Infeksi ini biasanya menetap subklinis. Meski bradizoit menjalani fase metabolik

lambat, kista tidak mengalami degenerasi dan ruptur didalam SSP. Proses degeneratif ini

bersamaan dengan perkembangan kista baru yang mengandung bradizoit merupakan sumber

infeksi bagi individu imunokompromais dan merupakan stimulus untuk menetapnya titer

antibodi pada pejamu imunokompeten. [2]

Pada pasien dengan keadaan imunokompromais seperti pada pasien HIV/AIDS, terjadi

suatu keadaan adanya defisiensi imun yang disebabkan oleh defisiensi kuantitatif dan kualitatif

yang progresif dari subset limfosit T yaitu T helper. Subset sel T ini digambarkan secara fenotip

oleh ekspresi pada permukaan sel molekul CD4 yang bekerja sebagai reseptor sel primer

terhadap HIV. Setelah beberapa tahun, jumlah CD4 akan turun di bawah level yang kritis

(<200/ul) dan pasien menjadi sangat rentan terhadap infeksi opurtunistik. Walaupun demikian,

dengan control viremia plasma dengan terapi antiretroviral yang efektif bahkan pada individu

dengan CD4 yang sangat rendah, telah dapat meningkatkan survival meskipun jumlah CD4nya

ridak meningkat secara signifikan. [2]

2.5 Patologi

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 11

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

Kematian sel dan nekrosis fokal sebagai akibat replikasi takizoit menginduksi respon

inflamasi mononukleus di semua jarigan atau sel yang khas terinfeksi. Takizoit jarang terlihat

pada pewarnaan histopatologik rutin lesi inflamasi. Namun, pewarnaan imunofluoresensi dengan

antibody spesifik antigen parasit dapat menampakkan organisme atau antigen. Sebaliknya, kista

yang mengandung bradizoit hanya menyebabkan inflamasi pada tahap awal perkembangan. Saat

kista mencapai maturitas, proses inflamasi tidak dapat terditeksi lagi, dan kista menetap di otak

sampai mengalami ruptur.[4]

Kelenjar getah bening (KGB)

Selama terjadinya infeksi akut, biopsy KGB menunjukkan gambaran khas termasuk hyperplasia

folikular dan kluster tidak beraturan makrofag jaringan dengan sitoplasma eosinofilik.

Granuloma jarang ditemukan. Meski takizoit biasanya tidak terlihat, mereka dapat terlihat

dengan subinokulasi jaringan terinfeksi ke mencit atau dengan PCR. [4]

Mata

Pada mata, infiltrate monosit, limfosit, dan sel plasma dapat menghasilkan lesi uni atau

multifokal. Lesi granulomatosa dan korioenteritis dapat dapat dilihat di bilik mata belakang

mengikuti kejadian retinitis nekrotik akut. Komplikasi infeksi lainnya termasuk iridosiklitis,

katarak, dan glaucoma. [4]

SSP

Jika SSP terlibat, dapat terjadi meningoensefalitis fokal maupun difus dengan cirri khas nekrosis

dan nodul mikrogilia. Ensefalitis nekrotikans pada pasien tanpa AIDS memiliki cirri khas lesi

difus berukuran kecil dengan perivascular cuffing pada daerah berdekatan. Pada pasien AIDS,

selain monosit, limfosit dan sel plasma dapat pula ditemukan leukosit PMN. Kista mengandung

bradizoit sering ditemukan bersebelahan dengan perbatasan jaringan nekrotik. [4]

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 12

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

Gambar.11 Brain of an infected fetus: cyst (arrow) in a necrotic area (Courtesy F. Arbez-Gindre, Besançon, France.).Gambar.12 Cerebral necrosis punctuated with dystrophic calcifications.

(Courtesy F. Arbez-Gindre, Besançon, France}

Paru

Diantara pasien AIDS yang meninggal akibat toksoplasmosis, sekitar 40-70% memiliki

keterlibatan pada jantung dan parunya. Pneumonitis interstisial dapat terjadi pada neonates dan

pasien imunokompromais. Tampak penebalan dan edema septum alveolus yang terinfiltrasi

dengan sel mononukleus dan sel plasma. Inflamasi ini dapat meluas ke dinding endotel. Takizoit

dan kista yang mengandung bradizoit ditemukan pada membrane alveolus. Bronkopneumonia

superimposed dapat disebabkan oleh mikroba lain. [4]

Jantung

Kista dan parasit yang mengalami agregasi di otot jantung ditemukan pada pasien AIDS yang

meninggal akibat toksoplasmosis. Nekrosis fokal yang dikelilingi sel inflamasi berhubungan

dengan terjadinya nekrosis hialin dan kekacauan struktur sel miokardium, perikarditis juga dapat

terjadi pada beberapa pasien. [4]

Lain-lain

Otot lurik, pancreas, lambung dan ginjal pasien AIDS dapat terlibat disertai nekrosis, invasi sel

inflamasi dan ditemukannya takizoit pada pewarnaan rutin (jarang). Lesi nekrosis besar dapat

menyebabkan destruksi jaringan secara langsung. Efek sekunder infeksi akut organ-organ

tersebut antara lain pancreatitis, miositis dan glomerulonefritis. [4]

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 13

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

2.6 Gambaran Klinis

Setelah invasi yang biasanya terjadi di usus, maka parasit memasuki sel atau di

fagisitosis. Sebagian parasi mati setelah di fagositosis, sebagian lain berkembang biak dalam sel,

menyebabkan sel hospes pecah dan menyerang sel-sel lain. Dengan adanya parasit didalam

makrofag dan limfosit, maka penyebaran secara hematogen dan limfogen ke seluruh badan

mudah terjadi. Parasitemia berlangsung selama beberapa minggu. T.gondii dapat menyerang

semua organ dan jaringan tubuh hospes, kecuali sel darah merah (tidak berinti). [4]

Kista jaringan di bentuk bila sudah ada kekebalan dan dapt ditemukan di berbagai alat

dan jaringan, mungkin untuk seumur hidup. Kerusakan yang terjadi pada jaringan tubuh,

tergantung pada: 1) umur, pada bayi kerusakan lebih berat daripada orang dewasa; 2) virulensi

strain toksoplasma; 3) jumlah parasit; 4) organ yang diserang. [4]

Lesi pada susunan saraf pusat dan mata biasanya lebih berat dan permanen, oleh karena

jaringan ini tidak mempunyai kemampuan untuk beregenerasi. Kelainan pada susunan saraf

pusat berupa nekrosis yang disertai dengan klasifikasi. [4]

Untuk kemudahan dalam penanganan klinis dapat dibagi kedalam 4 kategori, yaitu : 1)

infeksi pada pasien imunokompeten (didapat/acquired, baru dan kronik); 2) infeksi pada pasien

imunokompromais (didapat dan reaktifitas); 3) Infeksi mata; 4) Infeksi kongenital. [4]

1) Infeksi Akut pada pasien imunokompeten

Pada orang dewasa hanya 10-20% kasus toksoplasmosis yang menunjukkan gejala.

Sisanya asimtomatik dan tidak sampai menimbulkan gejala konstitusional. Tersering adalah

limfadenopati leher, tetapi mungkin juga didapatkan pembesaran getah bening mulut atau

pembesaran satu gugus kelenjar. Kelenjar-kelenjar biasanya terpisah atau tersebar, ukurannya

jarang melebihi 3 cm, tidak nyeri, kekenyalan bervariasi dan tidak bernanah. Adenopati

kelenjar mesentrial atau retroneal dapat menyebabkan nyeri abdomen. [2,4]

Gejala dan tanda-tanda berikutnya yang mungkin dijumpai adalah demam, malaise,

keringat malam, nyeri otot, sakit tenggorok, eritema makulopapular, hepatomegali,

splenomegali,. Gambaran klinis umum yang seperti pada infeksi virus juga sering dijumpai.

[4]

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 14

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

Korioenteritis dapt terjadi pada infeksi akut yang baru, biasanya unilateral. Berbeda

dengan korioenteritis bilateral pada toksoplasmosis kongenital. Perjalanan penyakit pada

pasien yang imunokompeten bersifat self-limiting. Bila terdapat gejala-gejala, dapat

menghilang dalam beberapa minggu atau bulan dan jarang di atas 12 bulan. [4]

Limfadenopati dapat bertambah datau menyusut atau menetap dalam waktu lebih dari 1

tahun. Pada orang yang kelihatannya sehat, jarang sekali penyakit ini menjadi terbuka atau

meluas yang mengancam maut. Karena manifestasi klinis toksoplasmosis tidak khas,

diagnosis banding limfadenopati yang perlu diperhatikan antara lain: tuberculosis, limfoma,

mononukleus infeksiosa, infeksi virus sitomegalo, penyakit gigitan kucing, penyakit cakaran

kucing, sarkoidosis, dan sebagainya. [4]

Toksoplasmosis yang melibatkan banyak organ tubuh dapat menyerupai gambaran

penyakit hepatitis, miokarditis, pilimiositis dengan penyebab lain atau demam

berkepanjangan yang tidak diketahui penyebabnya. Limfadenopati kurang banyak diingat

sebagai diagnosis banding, padahal toksoplasmosis merupakan 7-10% dari limfadenopati

klinis yang jelas. Titer serologi untuk diagnosis toksoplasmosis akut biasanya didapatkan

sesudah biopsi kelenjar yang dicurigai sebai toksoplasmosis. [4]

2) Infeksi Akut Toksoplasmosis pada Pasien Imunokompromais

Pasien imunokompromais mempunyai resiko tinggi untuk mengidap toksoplasmosis yang

berat dan sering fatal akibat infeksi baru maupun rektifitas. Penyakitnya dapat berkembang

dalam berbagai bentuk penyakit susunan saraf pusat seperti ensefalitis, meningoensefalitis,

atau space occupiying lesion (SOL). Selanjutnya dapat pula miokarditis atau pneumonitis.

Pada traansplantasi jantung, toksoplasmosis timbul pada pasien seronegatif yang menerima

jantung dari seropositif, dan manifestasinya dapat menyerupai rejeksi organ seperti yang

terbukti dengan biopsi endomiokard. Penemuan lain ialah bahwa pasien yang menerima

jantung dari donor seropositif menunjukkan titer antibody IgM dan IgG yang meningkat

setelah transplantasi. Pada pasien dengan transplantasi sumsum tulang, toksoplasmosis

timbul sebagai akibat reaktivitas infeksi yang laten. [4]

Pada pasien HIV, manifestasi klinis terjadi bila jumlah limfosit CD4<100/ml. Manifestasi

klinis yang tersering pada pasien HIV/AIDS adalah ensefalitis. Ensefalitis terjadi pada sekitar

80% kasus. Rabaud et al. menunjukkan bahwa selain otak terdapat beberapa lokasi lain yang

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 15

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

sering terkena, yaitu: mata (50%), paru-paru (26%), darah tepi (3%), sumsum tulang (3%),

dan kandung kemih (1%). [4]

Pada pasien dengan ensefalitis, gejala-gejala yang sering terjadi adalah gangguan mental

(75%), deficit neurologic (70%), sakit kepala (50%), demam (45%), tubuh terasa lemah serta

gangguan nervus kranialis. Gejala lain yang sering terdapat yaitu gejala Parkinson, focal

dystonia, rubral tremor, hemikorea-hemibalismus, dan gangguan pada batang otak. Medulla

spinalis juga dapat terkena dengan gejala seperti gangguan motorik dan sensorik didaerah

tungkai, gangguan berkemih dan defekasi,. Onset dari gejala ini biasanya subakut. [4]

Pneumonitis akibat Toxoplasma gondii juga makin meningkat akibat kurangnya

penggunaan obat antiretroviral serta profilaksis pengobatan toksoplasma pada penderita

HIV/AIDS. Pneumonitis ini biasanya terjadi pada pasien dengan gejala AIDS yang sudah

lanjut dengan gejala demam yang berkepanjangan, batuk dan sesak nafas. Gejala klinis

tersebut kadang sulit dibedakan dengan pneumonia akibat Pneumocytis carinii dengan angka

kematian sekitsr 35% meski sudah di terapi dengan baik. [4]

Gejala lain yang juga sering timbul adalah gangguan pada mata. Biasanya timbul

korioenteritis dengan gejala seperti penurunan tajam penglihatan,rasa nyeri pada mata,

melihat benda berterbangan, serta fotofobia. Pada pemeriksaan funduskopik terdapar daerah

nekrosis yang multifokal atau bilateral. Keterlibatan n.optikus terjadi pada 10% kasus. [4]

Gejala yang jarang timbul pada pasien HIV/AIDS dengan toksoplasma yaitu

panhipopituari dan diabetes insipidus, gangguan gastrointestinal dengan nyeri perut, asites,

serta diare. Gagal hati akut dan gangguan musculoskeletal juga dapat timbul. Kegagalan

multiorgan dapat terjadi dengan manifestasi klinis gagal nafas akut serta gangguan

hemodinamik yang menyerupai syok sepsis. [4]

Pada pemeriksaan fisik biasnya ditemukan pembesaran KGB yang kenyal, tidak nyeri,

berkonfluens, dan paling sering timbul didaerah servikal. Pemeriksan fisik lain menunjukkan

low grade fever, hepato-splenomegali dan timbul rash pada kulit. Pada pemeriksaan

funduskopi menunjukkan multiple yellowish white, bercak menyerupai wol dengan batas

yang tidak jelas di kutub posterior. Pada ensefalitis, pemeriksaan fisik yang mendukung

adalah gangguan status mental, kejang, kelemahan otot, gangguan nervus kranialis, tanda-

tanda gangguan serebelum, meningismus, serta movement disorder. [4]

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 16

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

Dalam klinis, toksoplasmosis ini sangat underdiagnosed pada pasien-pasien

imunokompromais. Infeksi akut susunan saraf pusat harus dibedakan dengan

meningoensefalitis oleh penyebab lainnya seperti herpes simpleks, fungus dan tuberculosis,

abses otak, lupus dan sebagainya. Pada pasien imunokompromais, bila ditemukan pleiositosis

mononuclear dengan kadar protein tinggi, tanda-tanda adanya bakteri atau fungus perlu

dipertimbangkan adanya toksoplasmosis. [4]

3) Toksoplasmosis Mata pada orang dewasa

Infeksi toksoplasma menyababkan koriretinitis. Bagian terbesar kasus-kasus korioretinitis

ini merupakan akibat infeksi kongenital. Pasien-pasien ini biasanya tidak menunjukkan

gejala-gejala sampai usia lanjut. Korioretinitis pada infeksi akut baru bersifat khas unilateral

(gambar13), sedangkan korioretinitis yang terdiagnosis waktu lahir khasnya bilateral. Gejala-

gejala korioretinitis akut adalah : penglihatan kabur, skotoma, nyeri, fotofobia, dan epifora.

Gangguan atau kehilangan sentral terjadi bila terkena makula. Dengan membaiknya

peradangan, visus pun membaik namun sering tidak sempurna. Panuveitis dapat menyertai

korioretinitis. Papilitis dapat dijumpai apabila ada kelainan susunan saraf pusat yang jelas.

Diagnosis banding adalah tuberculosis, sifilis, lepra, atau histoplasmosis. [4]

Gambar 13. Inactive retinochoroidal scar secondary to toxoplasmosis

http://emedicine.medscape.com/article/229969

4) Infeksi Kongenital

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 17

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

Toksoplasmosis yang didapat dalam kehamilan dapat bersifat asimtomatik atau dapat

memberikan gejala setelah lahir. Resiko toksoplasmosis kongenital bergantung pada saat

didapatnya infeksi akut ibu. Transmisi T.gondii meningkat seiring dengan usia kehamilan

(15-25% dalam trimester I, 30-54% dalam trimester II, 60-65% dalam trimester III).

Sebaliknya, derajat keparahan penyakit kongenital meningkat jika infeksi terjadi pada awal

kehamilan. Tanda-tanda infeksi saat persalinan ditemukan pada 21-28% dari mereka yang

terinfeksi pada trimester II, dan kurang dari 11% pada trimester III. Ringkasnya, 10%

mengalami infeksi berat. [4]

Manifestasi klinis toksoplasmosis kongenital termasuk strabismus, korioretinitis,

ensefalitis, mikrosefalus, hidrosefalus, retardasi psikomotor, kejang, anemia, ikterus,

hipotermi, trombositopeni, diare, dan pneumonitis. Trias karakteristik yang terdiri dari

hidrosefalus, kalsifikasi serebral, dan korioretinitis berakibat retardasi mental, epilepsi, dan

gangguan penglihatan. Hal ini merupakan bentuk ekstrim dan paling berat dari penyakit ini.

Koreoretinitis pda pasien imunokompeten hampir selalu akibat sekunder dari infeksi

kongenital . diperkirakan 2/3 individu dengan infeksi kongenital asimtimatik mengalami

korioretinitis dalam hidupnya (biasanya dalam 4 dekade). Lebih dari 30% mengalami relaps

setelah terapi.[4]

2.7 Diagnosis

Diagnosis dengan toksoplasma beradasarkan gambaran klinis dan status imun seseorang

(imunokompeten atau imunokompromais). Toksoplasmosis akut ditegakkan bila ditemukan

parasit dalam darah atau cairan tubuh, ditemukan kista dalam plasenta atau jaringan lain pada

neonatus, adanya antigen atau organisme dalam potongan preparat jaringan atau cairan tubuh,

didapatkannya antigen dalam serum dan cairan tubuh atau tes serologik yang positif. Ada

berbagai macam pemeriksaan yang dapat digunakan, tergantung keadaan klinis dan kemampuan

untuk melakukannya. [2,3]

1) Pemeriksaan Laboratorium

a. Cairan serebrospinal

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 18

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

Callaghan dkk, sejak tiga puluh tahun yang lalu telah menemukan bahwa kelainan

serebrospinal pada toksoplasmosis kongenital selalu dijumpai. Cairan serebrospinal

berwarna santokrom, terdapat pleositosis mononuclear, dan peningkatan kadar

protein. Kelainan ini juga terdapat pada cairan ventrikel. Bila ditemukan IgM dalam

cairan serebrospinal berarti infeksi masih aktif. [3]

b. Gambaran darah tepi

Baik leucopenia atau leukositosis dapat terjadi pada toksoplasmosis. Pada fase awal

infeksi, dapat ditemukan limfositosis dan monositosis. Tetapi bila terdapat

leukositosis yang tinggi harus dipikirkan terjadinya superinfeksi. Trombositopenia

dapat menimbulkan peteki dan ekimosis, merupakan tanda penting untuk diagnosis.

Eosinofilia sering terjadi, dapat mencapai 30% dari jumlah leukosit. [3]

2) Pemeriksaan Histologik

Bila ditemukan takizoit dalam jaringan (missal pada biopsy otak, aspirasi sumsum tulang)

atau cairan tubuh (cairan serebrospinal, akua-humor, sputum) maka diagnosis dapat

ditegakkan. Tetapi dengan cara pulasan yang biasa, parasit sukar ditemukan dalam

specimen ini. Parasit hanya akan terlihat dengan pewarnaan khusus (fluorescent antibody

technique atau peroxidase antiperoxidase technique). Isolasi parasit dapat dilakukan

dengan inokulasi pada mencit, tetapi hal ini memerlukan waktu lama. Sedangkan bila di

dalam jaringan ditemukan kista, belum memastikan adanya infeksi akut. [3,4]

3) CT-Scan

CT-Scan otak pada pasien dengan ensefalitis toksoplasma (ET) menunjukkan gambaran

menyerupai cincin yang multiple pada 70-80% kasus, terutama pada ganglia basalis dan

corticomedularry junction. Pada CT-Scan kepala kalsifikasi intra serebral akan lebih jelas

terlihat, sehingga dapat digunakan untuk menilai luas kerusakan jaringan otak. [3,4]

4) MRI

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 19

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

MRI merupakan prosedur diagnostic yang lebih baik dari CT-Scan dan sering

menunjukkan lesi-lesi yang tidak terditeksi dengan CT-Scan. Oleh karena itu MRI

merupakan prosedur baku bila memungkinkan terutama bila pada CT-Scan menunjukkan

gambran lesi tunggal. Namun gambaran yang terdapat pada MRI dan CT-Scan tidak

patognomik untuk Ensefalitis Toksoplasma. Salah satu diagnosis banding yang penting

adalah limfoma dengan lesi multiple pada 40% kasus. [4]

5) PCR

Penggunaan Polymerasi Chain Reaction (PCR) dalam mendeteksi Toxoplasma gondii

telah digukan saat ini. Dengan teknik ini dapat dibuat diagnosis dini yang cepat dan tepat

untuk toksoplasmosis kongenital prenatal dan postnatal serta infeksi toksoplasmosis akut

pada wanita hamil dan penderita imunokompromais. Spesimen tubuh yang digunakan

adalah cairan tubuh termasuk cairan serebrospinal, cairan amnion, dan darah. PCR

memiliki sensitivitas yang tinggi yaitu 100% dan spesifitas 94,4% . Menurut Lamori J et

al. spesifitas rendah (16%) bila bahan yang diambil berasal dari darah. [4]

6) Pemeriksaan serologik

Diantara pemeriksaan penunjang tersebut di atas, pemeriksaan serologic merupakan

pemeriksaan yang terpenting untuk membantu diagnosis. Pada tes serologic dapat diukur

titer zat anti IgM dan IgG. Zat anti IgM dapat diditeksi pada 2 minggu setelah infeksi,

mencapai puncak dalam waktu 1 bulan, kemudian menurun setelah 1-2 tahun kemudian.

Sedangkan zat anti IgG mencapai konsentrasi tertinggi pada 1-2 bulan setelah infeksi

terjadi, titer tertinggi dapat ditemukan selama berbulan-bulan sampai setahun atau lebih,

kemudian menurun dan dapat ditemukan seumur hidup dengan titer rendah. Dalam

beberapa kasus, IgM reaktif tidak dapat terditeksi. Anti IgE immunosorbent agglutination

assay diduga merupakan pemeriksaan yang lebih akurat untuk menditeksi toksoplasmosis

akut. Namun, pemeriksaan ini masih perlu penelitian lebih lanjut. [3,4]

Tes serologik yang lazim digunakan adalah:

a) Tes pewarnaan Sabin-Feldman (dye test)

b) Tes hemaglutinasi indirek (test IHA)

c) Tes komplemen fiksasi (complement fixation test)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 20

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

d) Tes aglutinasi

e) Tes fluoresen antibody indirek (tes IFA)

f) IgM ELISA (double sandwich IgM ELISA)

2.8 Penatalaksanaan

Hasil pengobatan bergantung pada jenis strain parasit, saat terjadinya infeksi serta saat

pengobatan diberikan, dan status imun seseorang (imunokompeten atau imunokompromais).

Obat-obatan yang dipakai sampai saat ini hanya membunuh bentuk takizoit T.gondii dan tidak

membasmi bentuk kistanya, sehingga obat-obatan yang digunakan hanya untuk memberantas

infeksi aku, tetapi tidak dapat menghilangkan infeksi menahun yang bisa menjadi aktif kembali.

Maka tujuan pengobatan untuk mencegah invasi parasit dan mencegah kerusakan lebih lanjut.

Pada penelitian dibuktikan bahwa pengobatan mengurangi derajat gejala sisa.[1,3]

Jenis obat yang dipakai

1. Pirimetamin + sulfadiazin

Pirimetamin dan sulfonamid bekerja secara sinergis, maka di pakai sebagai kombinasi

selama 3 minggu atau sebulan. Kombinasi ini digunakan untuk menghambat enzim

penting parasit yang digunakan untuk sintesis asam nukleat, yaitu dihidropteroate sintase

dan dihidrofolat reduktase. [1,4]

Pirimetamin memiliki waktu paruh 100 jam pada dewasa, dan 60 jam pada anak

dibawah umur 1,5 tahun. Walaupun demikian, obat harus diberikan setiap hari. Dosis

obat 1 mg/kgBB/hari, oral, maksimal 25 mg/hari atau pada dewasa dengan dosis 50-75

mg sehari selama 3 hari dan kemudian dikurangi menjadi 25 mg sehari (0,5-1

mg/kgBB/hari) selama beberapa minggu pada penyakit berat. Sulfadiazin atau

trisulfapirmidin 85 mg/kgBB/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis. [1,3,4]

Efek samping pirimetamin terutama depresi pada sumsusm tulang sehingga

terjadi trombositopenia, leucopenia dan anemia. Untuk mencegah efek samping ini, dapat

ditambahkan asam flonik atau ragi. Selainn ini pirimetamin bersifat teratogenik, maka

tidak diberikan pada wanita hamil. Gejala lain yang dapat timbul sebagai efek samping

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 21

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

adalah muntah, sakit kepala, tremor, kejang, dan rasa tidak enak dimulut yang

berhubungan dengan dosis tetapi juga bersifat individu. [1,3,4]

2. Spiramisin

Spiramisin adalah antibiotika makrolid, yang tidak menembus plasenta, tetapi ditemukan

dengan konsentrasi tinggi di plasenta. Dosis 100 mg/kgBB/hari, oral, dibagi dalam 2

dosis, digunakan selama 34-45 hari. [1,3,4]

3. Kortikosteroid (prednisone atau metal prednisolon

Dosis 1,5 mg/kgBB/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis, diberikan sampai proses inflamasi

reda (kadar protein cairan lumbal < 100 mg/dl, korioretinitis tidak aktif). [3]

4. Asam folat

Dosis 5 mg tiap 3 hari (untuk bayi kecil diberikan secara intramuscular), diberikan

selama pengobatan dengan pirimetamin. Bila efek samping pada sumsum tulang tetap

terjadi, dosis dinaikkan menjadi 10 mg tiap 3 hari. Tetapi bila efek samping yang timbul

sangat berat, pirimetamin deihentikan dahulu, setelah sumsum tulang normal pirimetamin

dapat dilanjutkan kembali dengan penambahan asam folat 10 mg/kgBB tiap 3 hari.

Kadang-kadang pada beberapa kasus pemberian asam folat dapat lebih sering. [3]

5. Klindamisin

Pengobatan tokoplasmosis okular dengan klindamisin intraviteral telah menarik

perhatian. Penelitiian menunjukkan penggunaan injeksi seminggu sekali, bersama-sama

dengan penggunaan dexametason, selama 4 minggu terbukti efektif sebagai terapi yang

direkomendasikan dengan pirimetamin dan sulfazidin serta sebagai pencegahan rekurensi

selama 2 tahun. Tidak dianjurkan untuk pengobatan rutin pada bayi dan wanita hamil. [1]

6. Obat makrolid lain

Obat makrolid lain yang efektif terhadap T.gondii adalah klaritromisin dan azitromisin

yang diberikan bersama pirimetamin pada pendertia AIDS dengan ensefalitis

toksoplasma. Obat yang baru adalah hidroksinaftokuinon (atovaquone) yang bila

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 22

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

dikombinasi dengan sulfazidin atau obat lain yang efektif terhadap T.gondii , dapat

membunuh kista jaringan pada mencit. Tetapi hasi penelitian pada manusia masih

ditunggu. [4]

Indikasi pemberian pengobatan

a. Toksoplasma kongenital

Lama pengobatan 1 tahun pada semua kasus. Pada bayi dengan gejala klinis jelas,

pengobatan pirimetamin + sulfadiazine diberikan selama 6 bulan pertama. Pada bulan

berikutnya diberikan secara pergantian setiap bulan antara pitrimetamin + sulfadiazine

dengan spiramisin. Sejak awal pengobatan, asam folat harus diberikan. [3]

b. Toksoplasma kongenital dengan tanda inflamasi aktif (korioretinitis, kadar protein

cairan liquor yang tinggi, infeksi umum, ikterus); pengobatan sama dengan ad. (a)

ditambah kortikosteroid. [3]

c. Toksoplasmosis kongenital sub-klinis

Pirimetamin + sulfadiazin selama 6 minggu, dilanjutkan dengan spiramisin 6 minggu

seterusnya bergantian dengan pirimetamin + sulfadiazin selama 4 minggu, sampai

mencapai lama pengobatan 1 tahun. [3]

d. Neonatus sehat dengan tes serologic belum terbukti menunjukkan infeksi, tetapi ibu

diketahui mendapat infeksi aktu selama kehamilan: diberikan pirimetamin +

sulfadiazin selama 1 bulan. Pengobatan selanjutnya tergantung pada keadaan klinis

dan tes serologic. Pada tindak lanjut, pemeriksaan IgM dan IgG dikerjakan berkala

tiap 2 minggu – 1 bulan. Bila IgM selalu negatif dan IgG cenderung menurun setelah

2- 3 bulan, pengobatan dihentikan. Tetapi bila IgM positif dan IgG meningkat,

dilanjutkan pengobatan seperti ad. (c). [3]

e. Neonatus sehat yang dilahirkan oleh ibu dengan kadar tes Sabin Feldman yang sangat

tinggi, sedangkan saat terkena infeksi tidak diketahui: diberikan spiramisin 1 bulan.

Pengobatan selanjutnya seperti ad. (d). [3]

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 23

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

f. Pengobatan janin in-utero: walaupun spiramisin diketahui dapat mengurangi

kemungkinan transmisi parasit dari ibu ke janin, tetapi secara bermakna tidak

mengurangi kerusakan jaringan janin. Maka bila diduga infeksi pada fetus akan

terjadi, CDC di Amerika menganjurkan pemberian pirimetamin + sulfadiazine 3

minggu bergantian dengan spiramisin 3 minggu selama kehamilan. Tetapi perlu

dimonitor efek samping hematologi selama pengobatan. Sedangkan para ahli di Eropa

tetap menganjurkan pemakaian spiramisin, mengingat efek samping primetamin. [3]

2.9 Pencegahan

Pencegahan toksoplasmosis dapat dicegah di tiga tingkatan yang berbeda

1) Pencegahan infeksi primer

Untuk mencegah infeksi primer, pajanan parasit dapat dikurangi dengan edukasi

kesehatan. Faktor resiko utama adalah makan daging belum matang (jarang) dan hidup

bersama kucing. Kista jaringan dalam daging tidak infektif lagi bila sudah dipanaskan

sampai 66ₒ C atau diasap. Setelah memegang daging mentah (jagal. Tukang masak)

sebaiknya tangan dicuci bersih dengan sabun. Makanan harus ditutup rapat supaya tidak

dijamah lalat atau lipas. Sayur mayor sebagai lalap harus dicuci bersih atau dimasak.

Kucing peliharaan sebaiknya diberi makan matang dan dicegah berburu tikus dan burung.

Serologi IgG untuk T.gondii harus dilakukan pasien sebelum dilakukannya transplantasi

organ padat dari donor seropositif ke pasien seronegatif harus dihindari. Jika transplantasi

seperti itu dilakukan, maka pasien harus mendapat terapi anti T.gondii setidaknya selama

2 bulan. [4]

2) Pencegahan transmisi vertikal dalam penyakit kongenital

Saat ini belum tersedia vaksin untuk mencegah toksoplasmosis. Imunitas maternal akibat

toksoplasmosis yang diturunkan sebelum terjadi konsepsi melindungi janin dari infeksi.

Skrining serologik dianjurkan untuk mendeteksi infeksi maternal akut. Namun kadang

sulit untuk menentukan apakah benar terjadi infeksi maternal akut dan janin. Saat infeksi

akut ditegakkan pada wanita hamil, terapi anti T.gondii dan pemeriksaan lanjutan atas

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 24

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

kemungkinan infeksi pada janin diberikan, dan aborsi terapetik dapat dipertimbangkan

bila infeksi terjadi pada trimester pertama dan kedua. [3,4]

3) Pencegahan penyakit pada individu yang imunokompromais

Pada pasien dengan imunokompromais yang mendapat kotrimokzasol sebagai profilaksis

untuk pneumositis juga terlindungi dari toksoplasmis. Individu dengan HIV dan yang

memiliki seronegatif harus dihindari dari pajanan dengan parasit. [4]

2.10 Prognosis

Toksoplasma akut untuk pasien imunokompeten mempunyai prognosis yang baik.

Toksoplasmosis pada bayi dan janin dapat berkembang menjadi retinokoroiditis. Toksoplasmosis

kronik asimtomatik dengan antibodi yang persisten, umumnya mempunyai prognosis yang baik

dan berhubungan erat dengan imunitas seseorang. Toksoplasmosis pada pasien imunodefisiensi

mempunyai prognosis yang buruk. [4]

BAB III

KESIMPULAN

Toxoplasmosis atau sering hanya disebut penyakit toxo merupakan penyakit yang

disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii. Dalam banyak kasus, infeksi pada manusia terjadi

setelah parasit tersebut tertelan. Sebagain besar orang yang terinfeksi tidak memiliki gejala,

tetapi penyakit ini memiliki potensi untuk menyebabkan masalah serius pada beberapa orang,

terutama pada mereka yang mengidap imunokompromais dan pada wanita hamil karena dapat

menyebabkan keguguran.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 25

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

Sebagian besar orang yang terkena infeksi dari makan daging yang terinfeksi atau

mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi kotoran kucing. Pencegahan penyakit ini terutama

berpusat pada usaha menghindari kontak dengan daging yang mentah atau terkontaminasi dan

kontak dengan kucing atau kotoran kucing.

Untuk mengidentifikasi toxoplasmosis cukup sulit, dikarenakan banyak penyakit lain

memberikan gejala klinis serupa, dari yang ringan hingga yang berat. Diagnosis definitif

toxoplasma dibuat dengan mengidentifikasi Toxoplasma gondii dalam darah, cairan tubuh dan

jaringan.

Penanganan toxoplasmosis dapat dilakukan dengan pemberian beberapa obat, biasanya

digunakan dalam kombinasi untuk mengobati infeksi oleh parasit ini. Obat yang paling sering

digunakan ke pasien, termasuk orang dengan HIV adalah pirimetamin, Sulfadiazin, spiramisin

dan asam folat.

Toksoplasmosis kronik asimtomatik dengan antibodi yang persisten, umumnya

mempunyai prognosis yang baik dan berhubungan erat dengan imunitas seseorang. Sedangkan

toksoplasmosis pada pasien imunodefisiensi mempunyai prognosis yang buruk.

DAFTAR PUSTAKA

1. FRANÇOIS PEYRON, MARTINE WALLON, FRANÇOIS KIEFFER, and JUSTUS GARWEG.

2016, Remington and Klein’s Infectious Diseases of the Fetus and Newborn Infant, 8e.

Toxoplasmosis. p949-1042.

2. Melba Munoz-Roldan,Markus M. heismesaat,Oliver lieseenfeld. Manson's Tropical

Diseases, 23e.Toxoplasmosis.. P652-663.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 26

Anastasia Pamela (406147007) TOXOPLASMA

3. Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo dkk. 2010. Toksoplasmosis dalam Infeksi & Penyakit

Tropis: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Ed.II Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.

Hal: 458-465

4. Herdiman T. Pohan. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi v. Toksoplasmosis.

Hal : 2881-2888.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSPI SULIANTI SAROSO 27