tinjauan pustaka herpes zoster

22
KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan nikmat iman dan nikmat sehat sehingga penyusun dapat menyelesaikan tinjauan pustaka yang berjudul Herpes Zoster ini dengan tepat waktu. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Dr. Sari yang telah membimbing dalam penyusunan tinjauan pustaka ini. 2. Dokter, Bidan, Perawat beserta seluruh Staff Puskesmas yang telah membantu kelancaran penyusunan tinjauan pustaka ini. 3. Orang tua yang telah memberikan support baik moral, spiritual dan materi. 4. Teman teman yang telah berpartisipasi dalam penyusunan tinjauan pustaka ini. 5. Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Sekiranya tinjauan pustaka ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penyusun. Apabila ada kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, penulis memohon 1

Upload: ghifarihaikal

Post on 28-Sep-2015

20 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB I

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan nikmat iman dan nikmat sehat sehingga penyusun dapat menyelesaikan tinjauan pustaka yang berjudul Herpes Zoster ini dengan tepat waktu.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. Sari yang telah membimbing dalam penyusunan tinjauan pustaka ini.

2. Dokter, Bidan, Perawat beserta seluruh Staff Puskesmas yang telah membantu kelancaran penyusunan tinjauan pustaka ini.

3. Orang tua yang telah memberikan support baik moral, spiritual dan materi.

4. Teman teman yang telah berpartisipasi dalam penyusunan tinjauan pustaka ini.

5. Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Sekiranya tinjauan pustaka ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penyusun. Apabila ada kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, penulis memohon maaf yang sebesar besarnya. Penyusun menerima apabila ada saran dan kritik yang membangun.

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Herpes zoster merupakan salah satu penyakit kulit yang menjadi masalah di masyarakat. Herpes zoster merupakan jenis kelainan kulit yang disebabkan oleh virus. Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun.

Penyebab spesifik dari Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ), Kelainan dari penyakit ini ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis.

Hal yang menjadi masalah di masyarakat pada pasien dengan diagnosa penyakit ini adalah rasa tidak nyaman pada kulit dan estetika dari penampilan eksternal yang terganggu, serta penyebaran dari penyakit ini bisa melalui kontak langsung atau melalui inhalasi traktus respiratorius sehingga orang yang berada pada lingkungan disekitar pasien rentan untuk terkena penyakit yang serupa.

1.2 Tujuan Penyusunan

1.2.1 Tujuan Umum

1.2.1.1 Untuk memenuhi tugas penyusunan tinjauan pustaka

1.2.1.2 Untuk mengetahui penanganan kasus Herpes Zoster

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan Khusus dari laporan kasus ini adalah untuk mengetahui :

1.2.2.1 Mengetahui penyebab dari Herpes Zoster

1.2.2.2 Mengetahui Tanda dan gejala Herpes Zoster

1.2.2.3 Mengetahui penatalaksanaan pada pasien dengan Herpes Zoster

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi.

Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster (VZV) pada kulit dan mukosa, atau merupakan reaktivasi virus setelah infeksi primer dengan gambaran klinis radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya).

2.2 Epidemiologi

Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun.Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun. Kurnia Djaya pernah melaporkan kasus hepes zoster pada bayi usia 11 bulan.

2.3 Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.

2.4 Patofisiologi

VZP ditularkan melalui kontak langsung atau inhalasi. Predileksi awal infeksi adalah mukosa saluran nafas atau konjungtiva. Virus ini akan mengalami fase laten karena dikontrol oleh imunitas seluler. Akan tetapi saat terjadi penurunan limfosit T (Akibat neoplasma, transplantasi, AIDS, penuaan, atau kondisi imunodefisiensi lainnya), maka dapat terjadi reaktivasi. Virus ini mengalami dua replikasi, yaitu yang pertama pada ganglia, kemudian pada hepar, limpa, dan organ lainnya.

2.5 Manifestasi Klinis

Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi.Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3 minggu.Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang.Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral (5%). Pembesaran kelenjar getah bening biasanya didapatkan pada sekitar kelainan kulit.

Pada herpes zoster optalmikus terjadi infeksi pada cabang pertama nervus trigeminus cabang optalmika senhingga timbul kelainan pada mata. Pada kondisi lain seperti halnya Sindrom Ramsay Hunt akan terdapat gangguan pada saraf facialis dan otikus yang menyebabkan paralisis otot wajah, kelainan kulit sesuai dermatom, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, mual, dan gangguan pengecapan.

Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping itu juga cabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya. Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan pengecapan.

Herpes zoster abortif, artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem. Pada Herpes zoster generalisata kelainan kulitnya unilateral dan segmentalditambah kelainan kulit yang menyebar secara generalisata berupa vesikel yang solitary, da nada umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah, misalnya pada penderita limfoma malignum.

Neuralgia pascaherpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi dalam kehidupan sehari-hari. Kecenderungan ini dijumpai pada orang mendapat herpes zoster di atas usia 40 tahun.

2.7 Diagnosis

Untuk Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit.3 Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti demam, pusing dan malaise.9 Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta.

Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan sebagainya.4 Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom.

Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologik.4,9 Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi.

Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan diagnosis. Akan tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain:

1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan mikroskop elektron.

2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen

3. Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.

2.8 Diagnosis Banding

Herpes Simpleks

Varisella zoster

2.9 Penatalaksanaan

Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan analgetik. Jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotic.

Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan defisiensi imunitas mengingat fungsinya. Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir. Sebaiknya diberikan dalam 3 haripertama sejak lesi muncul.

Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5x800 mg sehari dan biasanya diberikan selama 7 hari. Sedangkan valasiklovir cukup 3x1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Jika lesi baru masih tetap timbul obat tersebut masih dapat diteruskan dan dihentikan setelah 2 hari sejak lesi baru tidak muncul lagi.

Isoprinosin sebagai immunostimulator tidak berguna karena awitas kerjanya baru setelah 2-8 minggu, sedangkan masa aktif penyakit kira-kira hanya seminggu.

Untuk neuralgia pascaherpetik belum ada obat pilihan, dapat dicoba dengan akupuntur. Obat yang direkomendasikan diantaranya gabapentin dosisnya 1800 mg 2400 mg sehari. Mula-mula dosis rendah kemudian dinaikkan secara bertahap untuk menghindari efek samping diantaranya nyeri kepala dan rasa melayang. Hari pertama dosisnya 300 mg sehari diberikan sebelum tidur, setiap 3 hari dosis dinaikkan 300 mg sehari hingga mencapai 1800 mg sehari. Bila belum ada efeknya dosis dapat ditinggikan. Nyeri tersebut lambat laun akan menghilang sendiri.

Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah trejadinya paralisis. Yang biasa diberikan ialah prednisone dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednisone setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral. Dikatakan kegunannya untuk mencegah fibrosis ganglion.

Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosive diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dpat diberikan salep antibiotik

2.10 Komplikasi

Neuralgia paska herpetikNeuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.

Infeksi sekunderPada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.

Kelainan pada mataPada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.

Sindrom Ramsay HuntSindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan

Paralisis motorik

Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.

2.11 Prognosis

Pada umumnya bonam bila ditangani secara adekuat, pada herpes zoster ophtalmicus prognosis bergantung pada tindakan perawatan secara dini.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Herpes zoster merupakan penyakit yang disebab kan oleh virus varisela-zoster (VZV), penyakit ini menunjukan manifestasi klinis dengan kelainan kulit berupa vesikel bergerombol yang penyebarannya mengikuti dermatom persyarafan tertentu (Herpetiform) dengan disertai rasa nyeri.

Patogenesis terjadinya herpes zoster diakibatkan penularan secara kontak langsung atau melalui inhalasi, dengan predileksi awal infeksi adalah mukosa saluran nafas atau konjungtiva. Virus ini mengalami reaktivasi ketika terjadi penurunan imunitas seperti pada pasien dengan (Neoplasma, AIDS, Penuaan, atau kondisi imunodefisiensi lainnya). Virus ini mengalami 2 replikasi, yaitu yang pertama pada ganglia dan yang selanjutnya pada hepar, limpa dan organ lainnya

Diagnosis ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemereiksaan penunjang. Gejala yang timbul pada penyakit ini awalnya adalah manifestasi prodromal yaitu malaise, demam, pusing, artrhalgia, myalgia dan terkadang timbul rasa gatal. Pada pemeriksaan efloresensi kulit didapatkan gambaran vesikel yang berkelompok dengan penyebaran sentrifugal (herpetiform) yang disertai rasa panas. Untuk memastikan diagnosis bisa dilakukan dengan pemeriksaan tzank yang akan ditemukan sel datia berinti banyak.

Tatalaksana pada penyakit ini dapat diberikan terapi medikamentosa anti-viral per oral dengan pilihan asiklovir 5x800 mg selama 7 hari, atau dapat diberikan valasiklovir 3x1000 mg selama 1 hari namun jika didapatkan kelainan kulit yang menetap tatalaksana dapat diteruskan hingga 2 hari. Terapi lainnya yaitu bersifat simptomatis untuk mengurangi keluhan nyeri dengan diberikan analgetik, serta kortikosteroid dapat diberikan untuk mencegah timbulnya paralisis.

Prognosis pada pasien dengan penyakit ini umumnya bonam tergantung dengan tatalaksana yang diberikan.

3.2 Saran

1. Bagi pasien diharapkan menjaga lingkungan sekitar agar tetap bersih dan sehat. Serta memperbaiki imunitas dengan cara meningkatkan asupan makanan bergizi dan menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

2. Bagi insitusi diharapkan dapat menambah koleksi buku-buku yang membahas secara lebih mendalam mengenai penyakit kulit.

3. Bagi petugas medis agar dapat terus meningkatkan pengetahuan serta keterampilannya dalam hal penanganan pasien dengan Herpes Zoster

DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, Penyunting. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke 7. Jakarta: Badan penerbit FKUI: 2014.

2. Wolff K. Johnson RA, Saavedra AP, Penyunting. Fitzpattricks color atlass & synopsis of clinical dermatology. Edisi ke -7. Singapura: Elseviers saunders 2013.

3. Arenas R, Estrada R, Penyunting. Tropical dermatology. Georgetown: Landes Bioscience; 2001.

4. Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000; 92-4.

5. Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2.

6. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.

7. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Penyakit Virus. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2000, 128-9.

2