tinjauan pustaka

21
TINJAUAN PUSTAKA a. Definisi Neonatus dengan retardasi pertumbuhan intra uteri didefinisikan sebagai neonatus dengan taksiran usia gestasi lebih atau sama dengan 37 minggu dimana berat badan lahir kurang dari persentil 10th untuk usia gestasi menurut kurva pertumbuhan Lubcencho 1,2 . Tabel.1.Klasifikasi Berat Badan dan Usia Gestasi 1 b. Epidemiologi Insiden retardasi pertumbuhan intra uteri bervariasi diberbagai belahan dunia berkisar 2% sampai 11% dari seluruh kelahiran cukup bulan dan menyebabkan lahir mati 24% diantaranya. Data WHO menunjukkan 75% dari seluruh neonatus yang lahir 1

Upload: anggelia-haditirtono

Post on 26-Jun-2015

175 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: tinjauan pustaka

TINJAUAN PUSTAKA

a. Definisi

Neonatus dengan retardasi pertumbuhan intra uteri didefinisikan

sebagai neonatus dengan taksiran usia gestasi lebih atau sama dengan 37

minggu dimana berat badan lahir kurang dari persentil 10th untuk usia

gestasi menurut kurva pertumbuhan Lubcencho1,2.

Tabel.1.Klasifikasi Berat Badan dan Usia Gestasi1

b. Epidemiologi

Insiden retardasi pertumbuhan intra uteri bervariasi diberbagai

belahan dunia berkisar 2% sampai 11% dari seluruh kelahiran cukup bulan

dan menyebabkan lahir mati 24% diantaranya. Data WHO menunjukkan

75% dari seluruh neonatus yang lahir dengan retardasi pertumbuhan intra

uterin di dunia terjadi di Asia2. Mortalitas neonatus yang lahir dengan

retardasi pertumbuhan intra uterin 5-20 kali lebih besar dibandingkan

neonatus yang berat badan lahir sesuai dengan usia kehamilan3.

Di Indonesia prevalensi neonatus dengan berat badan lahir lebih

rendah berdasarkan usia gestasi adalah 411 dari 1000 kelahiran dan 4,4%

diantaranya merupakan neonatus dengan retardasi pertumbuhan intra uteri.

Penyebab kematian utama neonatus di Indonesia adalah berat badan lahir

1

Page 2: tinjauan pustaka

yang rendah dan prematuritas, mencakup 35% dari seluruh kematian

neonatus dan 14% terjadi karena retardasi pertumbuhan intra uteri4.

c. Faktor Resiko

Faktor resiko yang berkaitan dengan terjadinya retardasi

pertumbuhan intra uterine dibagi atas faktor resiko terkait data demogafi,

faktor resiko terkait kehamilan, kebiasaan dan lingkungan serta akses

pelayanan kesehatan1,3.

Faktor resiko berdasarkan data demogafi yang terkait peningkatan

lahirnya neonatus dengan retardasi pertumbuhan intra uterin meliputi usia

ibu kurang dari 16 tahun atau lebih dari 35 tahun, status sebagai orang tua

tunggal, status sosial ekonomi yang rendah, serta tingkat pendidikan yang

rendah1.

Faktor resiko terkait kehamilan meliputi ibu primipara maupun

gande multipara, indeks massa tubuh ibu rendah, kelainan saluran kemih,

penyakit kronis seperti diabetes maupun hipertensi, infeksi selama

kehamilan, riwayat melahirkan anak dengan berta badan rendah atau

prematur sebelumnya, penambahan berat badan ibu selama kehamilan

yang tidak mencukupi, perdarahan selama kehamilan, plesenta previa,

hiperemesis, oligohidroamnion, polihidroamnion serta jarak kehamilan

yang terlalu dekat1,3.

Faktor resiko terkait kebiasaan dan lingkungan meliputi rokok,

konsumsi alkohol dan obat, nutrisi yang tidak mencukupi, paparan zat

toksik dan tinggal ditempat tinggi1. Penelitian yang dilakukan di Inggis

menyatakan peningkatan konsumsi rokok selama kehamilan yang terkait

dengan peningkatan dosis nikotin 1µ/ml darah akan menurunkan berat

lahir neonatus 1.29 g dan panjang badan lahir neonatus 0,05 mm4.

d. Etiologi

2

Page 3: tinjauan pustaka

Retardasi pertumbuhan intra uterine disebabkan gangguan

pertumbuhan sel selama masa janin. Proses pertumbuhan sel-sel pada

organ janin terbagi atas 3 fase yaitu fase hiperplasi atau proliferasi

(penambahan jumlah sel), fase hiperplasi terjadi bersamaan dengan fase

hipertrofi, fase hipertrofi (penambahan ukuran sel). Fase hiperplasi

dimulai di awal perkembangan janin, kemudian sesuai dengan

perkembangan kehamilan secara bertahap terjadi pergeseran ke fase

hipertrofi5. Pertumbuhan dan perkembangan sel selama janin melibatkan

berbagai faktor pertumbuhan seperti Insuline Gowth factor (IGF), leptin

dan adiponectin yang masing-masing punya peranan yang berbeda-

beda6,7.

IGF dan reseptornya berperan dalam mitosis sel, pengatur

degradasi dan sintesa protein, serta diferensiasi sel. Efek pertumbuhan

yang diperantarai IGF terjadi bila ada ikatan antara IGF tipe I dengan

reseptornya. Reseptor IGF terdiri dari sub unit α yang mempunyai hormon

binding site dan sub unit β yang mengkode tyrosinase kinase. Sub unit α

mengaktivasi kinase yang akan memicu terjadinya fosforilasi berbagai

substrat pertumbuhan sel. Fosforilasi akan memacu proliferasi,

deferensiasi sel dan mencegah proses apoptosis sel. Apabila secara

molekuler terjadi abnormalitas gen pengkode IGF maupun reseptornya

akan memicu proliferasi dan diferensiasi sel yang tidak normal sehingga

terjadi abnormalitas pertumbuhan fetus. Penelitian yang dilakukan

Kawasaki et al tahun 2005 membuktikan adanya mutasi pada basa gen

pengkode IGF dan reseptornya pada neonatus dengan retardasi

pertumbuhan intra uterin6.

Leptin dan adiponectin adalah cytokine yang mempunyai peran

penting dalam keseimbangan energi dan metabolisme berbagai jenis sel

tubuh, keduanya mempunyai fungsi yang berlawanan leptin berperan

sebagai katabolik lemak sedangkan adiponectin berperan sebagai anabolik

lemak. Penelitian yang dilakukan Kriyakakou tahun 2008 pada fetus

dengan retardasi pertumbuhan intra uteri ditemukan kadar leptin yang

lebih tinggi dan kadar adiponectin yang lebih rendah dibandingkan fetus

3

Page 4: tinjauan pustaka

dengan berat badan sesuai dengan usia kehamilan. Hal ini diperkirakan

karena fetus dengan retardasi pertumbuhan intara uteri memerlukan energi

yang lebih banyak sebagai respon hipoksia kronis7.

Penelitian terbaru menunjukkan pada retardasi pertumbuhan intra

uteri didapatkan peningkatan ekspresi Bcl-2 dan Bax proteins yang mana

merupakan pro-apoptotic protein. Ekspresi gen Bcl-2 diatur oleh gen p53

dimana gen p53 bertanggung jawab regulasi pertumbuhan sel dalam

keadaan hipoksia diatur oleh gen p53. Gen p53 bertanggung jawab bagi

apoptosis sel, yang bekerja sebagai faktor transkripsi dan komponen aktif

jalur apoptosis sel. Respon p53 terhadap keadaan hipoksia berdasarkan

proses translasi dan phosphorilasi asam amino serin. Proses ini

meningkatkan stabilitas gen p53 dan aktivitas apoptosisnya8,9.

e. Klasifikasi

Berdasarkan proses terjadinya, retardasi pertumbuhan intra uteri dapat

diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok, yaitu10:

a. Retardasi pertumbuhan intra uteri tipe simetris

Neonatus selama janin menderita distress yang lama dimana

gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai

berbulan-bulan. Gangguan pertumbuhan terjadi pada fase

hiperplasia sehingga menyebabkan pengurangan jumlah sel yang

sifatnya permanen, gangguan pertumbuhan telah dimulai sejak

awal kehamilan. Gangguan ini dapat disebabkan oleh kelainan

genetik pada kromosom, kelainan kongenital, infeksi virus, obat-

obatan teratogenik. Gambaran neonatus dengan retardasi

pertumbuhan intra uteri tipe simetrik adalah berupa pengurangan

ukuran organ-organ janin yang sifatnya menyeluruh (proporsional)

baik ukuran kepala, ukuran tubuh, maupun panjang janin. Neonatus

tidak menunjukkan adanya wasted karena retardasi pada janin

terjadi sebelum terbentuknya jaringan adiposa.

4

Page 5: tinjauan pustaka

b. Retardasi pertumbuhan intra uteri tipe asimetrik

Pertumbuhan neonatus selama janin awalnya berlangsung normal,

kemudian laju pertumbuhan berkurang, akhirnya berhenti. Organ

yang paling rawan terkena adalah organ-organ internal (ginjal,

paru, hepar, usus, timus, adrenal, limpa). Lemak subkutis akan

berkurang. Pertumbuhan otak (kepala) biasanya tidak terganggu,

sehingga terjadi disproporsi antara ukuran kepala dengan ukuran

tubuh. Kelainan ini sering terjadi akibat gangguan fungsi plasenta

(insufisiensi plasenta) yang menyebabkan suplai oksigen dan

nutrisi dari ibu ke janin menjadi berkurang. Secara umum berat

janin sedikit berkurang. Oleh karena itu pertumbuhan otak jarang

terganggu, atau terjadi pada keadaan yang paling akhir. Mekanisme

ini dikenal sebagai brain-sparing phenomenon. Neonatus tampak

wasted dengan tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak bawah kulit,

kulit keriput dan kering dan mudah diangkat, bayi kelihatan kurus

dan mudah diangkat.

f. Diagnosis

Komponen diagnosis utama pada retardasi pertumbuhan intra uteri

adalah masa gestasi dan pertumbuhan neonatus. Retardasi pertumbuhan

intra uteri merupakan diagnosis postnatal karena baru diketahui pasti

setelah bayi dilahirkan, namun banyak penelitian telah membuktikan

bahwa ada beberapa cara mengenali secara dini adanya retardasi

pertumbuhan intra uteri sebelum neonatus dilahirkan. Retardasi

pertumbuhan intra uteri antenatal dapat dapat diperkirakan dengan dengan

pengukuran tinggi fundus uteri dan pemeriksaan dengan menggunakan

ultrasonografi. Diagnosis postnatal ditentukan berdasarkan pengukuran

antropometri dan penilaian maturitas neonatus11 .

Pengukuran tinggi fundus uteri dibandingkan dengan usia

kehamilan merupakan cara yang mudah, murah, aman, mengenali secara

5

Page 6: tinjauan pustaka

dini adanya retardasi pertumbuhan intra uteri. Caranya dengan

menggunakan pita pengukur yang di letakkan dari simpisis pubis sampai

bagian teratas fundus uteri. Bila pada pengukuran di dapat panjang fundus

uteri lebih 3 cm di bawah ukuran normal untuk masa kehamilan itu maka

kita dapat mencurigai bahwa janin tersebut mengalami hambatan

pertumbuhan. Cara ini tidak dapat diterapkan pada kehamilan multipel,

hidramnion, janin letak lintang12.

Ultrasonografi (USG) saat ini dipandang sebagai metode

pemeriksaan yang paling akurat untuk mendeteksi adanya pertumbuhan

janin terhambat. Pemeriksaan USG bermanfaat dalam menentukan jenis,

progresivitas (derajat) pertumbuhan janin terhambat, prognosis dan cara

penanganan pertumbuhan janin terhambat. Berikut adalah yang dinilai dari

USG untuk menegakkan diagnosis janin dengan retardasi pertumbuhan

intra uteri 10,11,12:

a. Penilaian volume cairan amnion

Ultrasonografi dapat digunakan untuk menilai volume cairan

amnion secara semikuantitatif, yang sangat berguna di dalam evaluasi

pertumbuhan janin terhambat. Beberapa cara penilaian volume cairan

amnion, misalnya mengukur diameter vertikal kantung amnion yang

terbesar, atau menghitung skor 4 kuadran kantong amnion. Manning

mengemukakan bahwa perkiraan kualitatif volume cairan amnion dapat

digunakan untuk mengenali retardasi pertumbuhan janin. Hasil abnormal

jika ditemukan kantong cairan berukuran <1 cm. Diagnosis

oligohidramnion ditegakkan bila diameter vertikal amnion <1 cm

(penulis lain memakai batasan 2 cm), atau bila skor 4 kuadran kantung

amnion <5. Bila terdapat oligohidramnion maka risiko kematian perinatal

akibat komplikasi asfiksi akan meningkat lebih dari 50 kali lipat. Oleh

karena itu adanya oligohidramnion pada pertumbuhan janin terhambat

dianggap sebagai keadaan emergensi dan merupakan indikasi terminasi

pada janin yang sudah mampu hidup .

b. Penilaian kesejahteraan janin

6

Page 7: tinjauan pustaka

Penilaian kesejahteraan janin terutama berguna untuk mendeteksi

adanya asfiksi intrauterin. Beberapa cara pemeriksaan antara lain

penilaian profil biofisik janin, kardiotokografi (KTG) dan analisis gas

darah janin. Penilaian profil biofisik janin terdiri atas penilaian gerakan

tubuh janin, gerak pernapasan janin, tonus janin dan volume cairan

amnion berdasarkan pemeriksaan USG disertai dengan penilaian

reaktivitas denyut jantung janin berdasarkan atas sistem skoring janin

berdasarkan tes tanpa kontraksi (non-stress test) dengan KTG. Penilaian

didasarkan atas sistem skoring (skor total antara 1-10). Angka kematian

perinatal akibat asfiksi akan jelas meningkat bila nilai skor < 4.

c. Penilaian sistem organ janin

Penilaian ini bermanfaat untuk menentukan etiologi dan derajat

pertumbuhan janin terhambat. Rasio lingkar kepala terhadap lingkar

abdomen (rasio HC/AC) akan meningkat pada pertumbuhan janin

terhambat tipe II, sedangkan pada pertumbuhan janin terhambat tipe I,

rasio HC/ACnya normal. Makin berat derajat pertumbuhan janin

terhambat tipe II, rasio HC/AC akan makin besar meskipun pada

pertumbuhan janin terhambat tipe II yang terjadi pada kehamilan yang

lebih muda, rasio HC/ACnya normal.

d. Pemeriksaan Doppler

Ditujukan untuk menilai perubahan resistensi vaskuler melalui

pengukuran kecepatan arus darah dengan gelombang ultrasonik.

Pertumbuhan janin terhambat tipe II yang terutama akibat insufisiensi

plasenta akan terdiagnosis dengan baik secara Ultrasonik Doppler.

Didapatkan peningkatan resistensi perifer kapiler-kapiler dalam rahim

(terutama pada Hipertensi Dalam Kehamilan ditandai dengan penurunan

tekanan diastolik sehingga akan terjadi peninggian rasio

sistolik/diastolik), indeks pulsatilitas dan indeks resistensi. Akhir-akhir

ini Ultrasonik Doppler dianggap sebagai metoda yang dapat paling dini

mendiagnosis gangguan pertumbuhan sebelum terlihat tanda-tanda lain.

Kelainan aliran darah pada pemeriksaan Doppler baru akan terdeteksi

oleh Kardiotokografi 1 minggu kemudian, hilangnya gelombang diastolik

7

Page 8: tinjauan pustaka

(lost of end diastolic velocity waveform) akan diikuti oleh kelainan

kardiotokogram 3-4 hari kemudian. Gelombang diastolik terbalik

(reversed diastolic flow) akan disertai dengan peningkatan kematian

perinatal dalam waktu 48-72 jam. Dengan demikian, pemeriksaan

Ultrasonik Doppler bisa mengetahui kemungkinan etiologi, derajat

penyakit dan prognosis janin dengan pertumbuhan terhambat.

Identifikasi bentuk gelombang abnormal di arteri umbilikalis perlu

dicurigai sebagai tanda adanya retardasi pertumbuhan janin. Kelainan

bentuk gelombang tersebut adalah jika tidak ditemukan aliran diastolik

akhir pada gelombang aliran arteri umbilikalis. Kelainan bentuk

gelombang aorta janin yang abnormal dan berkurangnva aliran darah

aorta juga dapat merupakan tanda yang perlu dicurigai. Peningkatan

pulsatilitas arteri umbilikalis dan penurunan pulsatilitas arteri karotis

yang terjadi bersamaan juga dapat terjadi pada retardasi pertumbuhan

janin.

Pada keadaan resistensi vaskuler yang meningkat, maka kecepatan

arus darah selama sistolik akan meningkat, sedangkan kecepatan arus

darah selama diastolik akan berkurang. Makin besar peningkatan re-

sistensi vaskuler, kecepatan arus darah diastolik akan makin berkurang.

Perubahan-perubahan ini digunakan sebagai cara penentuan resistensi

vaskuler, misalnya dengan penghitungan rasio sistolik/diastolik (rasio

S/D), indeks pulsatilitas, dan indeks resistensi.

Keadaan ini akan menyebabkan perubahan gambaran velosimetri

arus darah di dalam arteri umbilikal yang berbanding lurus dengan

derajat peningkatan resistensi mikrovaskuler plasenta. Penilaian

velosimetri darah arteri umbilikal berguna untuk mengenali pertumbuhan

janin terhambat akibat insufisiensi plasenta dan juga untuk menentukan

beratnya penyakit. Pada pertumbuhan janin terhambat, biasanya janin

mengalami asfiksi kronik dan terjadi redistribusi aliran darah.

Pemeriksaan velosimetri pembuluh darah janin tertentu (arteri karotis,

aorta abdominalis) dapat menentukan adanya risiko asfiksi, dan derajat

beratnya asfiksi janin pada pertumbuhan janin terhambat yang

8

Page 9: tinjauan pustaka

disebabkan insufisiensi plasenta. Selain itu pemeriksaan ini juga dapat

membedakan pertumbuhan janin terhambat akibat insufisiensi plasenta

dari pertumbuhan janin terhambat akibat kelainan kongenital.

Terdapat bukti kuat bahwa velosimetri Doppler umbilikal

berhubungan dengan hasil perinatal pada kelompok risiko tinggi. Lebih

jauh lagi pengetahuan akan data Doppler berhubungan dengan penurunan

angka kematian perinatal, yang juga menurunkan frekuensi intervensi

medis seperti pengawasan antenatal, induksi persalinan, dan SC karena

gawat janin. Velosimetri doppler arteri umbilikal terutama untuk

pemeriksaan fungsi plasenta. Gabungan data doppler kedua velosimetri

umbilikal dan velosimetri serebral memberikan informasi tambahan pada

janin dengan abnormalitas plasenta.

Diagnosis pasti retardasi pertumbuhan intra uteri ditegakkan

dengan pengukuran berat lahir pada usia gestasi tertentu yang

dikonversikan ke kurva Lubchenco. Berat badan lahir adalah berat badan

yang ditimbang saat lahir, masih dapat dikatakan berat lahir bila

ditimbang selambat-lambatnya satu jam setelah kelahiran. Usia gestasi

dapat ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir ataupun skor

maturitas menurut Ballard. Ada dua hal yang dinilai yaitu maturitas

neuromuskular dan maturitas fisik3,13.

Neonatus yang lahir dengan retardasi pertumbuhan intra uteri

menunjukkan tanda klinis berupa pengurangan lemak subkutan yang

nyata, neonatus tampak kurus, pucat dan kulit keriput. Neonatus dengan

retardasi pertumbuhan intra uteri mempunyai kemungkinan yang lebih

besar untuk mengalami asfiksia perinatal, hipoglikemia, hipotermia, dan

dismorfologi dibandingkan neonatus cukup bulan yang lahir dengan berat

badan sesuai usia gestasi3.

9

Page 10: tinjauan pustaka

Gambar 1. Kiri neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan

kanan neonatus dengan retardasi pertumbuhan intra uteri2.

g. Penatalaksanaan

Berikut beberapa langkah penatalaksanaan neonatus dengan retardasi

pertumbuhan intra uterin :

1. Pencegahan, pengenalan dan penanggulangan hipotermia.

Neonatus dengan retardasi pertumbuhan intra uterin

mempunyai lemak bawah kulit yang lebih tipis dibandingkan

neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan sehingga

memberikan kehangatan untuk mencegah hipotermia sangat

penting. Pencegahan hipotermia dilakukan dengan menjaga agar

bayi dalam keadaan kering, diselimuti dengan baik,

mempertahankan suhu ruangan hangat, memakai baju, topi atau

handuk yang sudah hangat ataupun perawatan metode kanguru.

Bayi dikatakan hipotermia bila suhu aksila kurang dari 36,50C.

Apabila terjadi hipotermia bayi dirawat dalam inkubator dengan

suhu 1- 1,5 lebih tinggi dari suhu tubuh14.

2. Penatalaksanaan asfiksia.

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara

spontan dan teratur  pada saat lahir atau beberapa saat setelah

lahir15.

10

Page 11: tinjauan pustaka

Bagan 1. Resusitasi Neonatus15.

Lahir

       

3. Pengenalan dan penanggulangan hipoglikemia.

11

Lahir:Cukup bulan?Air ketuban jernih?Bernafas atau menangis?Tonus otot baik?

Berikan kehangatanPosisikan, bersihkan jalan nafas* (bila perlu)Keringkan, rangsang, posisikan lagi

Evaluasi pernafasan, frekuensi jantung dan warna kulit

Beri tambahan oksigenBerikan VTP*

Berikan VTPLakukan kompresi dada*

Berikan epinefrin*

Nilai kembali efektifitas:Ventilasi,kompresi dada, intubasi endotracheal, epinefrinPertimbangkan kemungkinan hipovolemia

Pertimbangkan:Malformasi jalan nafas, gangguan paru dan penyakit jantung bawaan

TidakApnuAtauFJ <100FJ <60 FJ>60

FJ <60

bernafas, FJ>100, sianosis

Sianosis menetap

*Intubasi endotracheal dapat dipertimbangkan pada beberapa langkah

Sianosis menetap menamenetap

FJ<60atau sianosis menetap

atau ventilasi tidak berhasil

30 detik30 detik

30 detik

 

Page 12: tinjauan pustaka

Hipoglikemia adalah kadar gula darah kurang dari 2,6 mmol/dl yang setara

dengan 47 mg/dl17.

Bagan 2. Tatalaksana Hipoglikemia pada Neonatus16.

* Hitung GIR, berikan 6-8 mg/kgBB/menit untuk mencapai gula darah optimal. GIR dapat dinaikkan 2 mg/kgBB/menit sampai maksimal 10-12 mg/kgBB/menit.

** GD 36-47 mg/dl berturut-turut beri dekstrose 10% sebagai tambahan asupan peroral.

12

GD < 47 mg/dl

GD ≤ 25mg/dl atau dengan gejala 25> GD <47mg/dl

Bolus IV dekstrosa 10% 2 cc/kg IVFD dekstrose 10%, minimal 60 ml/kg/hari (hari pertama)

sampai mencapai GIR 6-8 mg/kg/hari Oral tetap diberikan bila tidak ada kontra indikasi.

Nutrisis oral/parenteral segera ASI/PASI, maksimal 100 ml/kg/hari (hari pertama).

Bila ada kontraindikasi oral atau enteral *

GD ulang (30 menit-1 jam)GD ulang (1jam)

GD<47 mg/dl

Dekstrosa *, dengan cara:

Volume dinaikkan maksimal 100 ml/kg/hari (hari pertama)

Konsentrasi dinaikkan : vena perifer maksimal 12,5, vena umbilikal maksimal 25%

GD <36mg/dl 36>GD<47mg/dl

Oral baik ASI maupun PASI yang dilarutkan dengan dekstrosa 5%.

GD ulang (1jam)

36<GD>47 mg/dl**

GD ≥47 mg/dl

Ulangi GD tiap 2-4 jam, 15 menit sebelum jadwal minum berikutnya, sampai 2 kali berturut-turut normal. Selanjutnya setiap 6 jam sampai 24 jam.

Page 13: tinjauan pustaka

Gejala klinis hipoglikemia berupa perubahan kesadaran

(iritabel, apatis, letargi, stupor, koma), apnea, cyanotic spells,

toleransi minum yang tidak baik, hipotermia, hipotonia, tremor,

kejang, takipnea dan bradikardi16.

4. Asupan nutrisi dan cairan18 .

Nutrisi dapat diberikan secara enteral, parenteral maupun

kombinasi. Nutrisi dapat diberikan enteral bila refleks isap dan

menelan (+), pernafasan > 60 kali/menit, tidak ada perdarahan atau

disfungsi saluran cerna. Makanan dapat diberikan terbagi kedalam

8-12 kali pemberian. Nutrisi parenteral total di berikan bila berat

badan lahir sangat rendah, adanya gangguan respirasi lebih dari 4

hari, malformasi kongenital traktus gastro intestinal adanya

enterokolitis necrotikan.

Tabel 1. Kebutuhan nutrisi bayi baru dengan berat badan lahir

rendah perhari18.

Nutrient Kebutuhan

Energi 90-120 kkal/kg/hari

Protein 0,5-3 gr/kg/hari

Karbohidrat 14,4- gr/kg/hari

Lemak 1-3 gr/kg/hari

Kalsium 120 mg

Fosfor 70 mg

Magnesium 9 mg

13

Page 14: tinjauan pustaka

Tabel.2. Kebutuhan makanan peroral pada neonatus dengan

berat badan lahir rendah18.

Berat badan (gr) Pemberian awal

(ml/kg/hari)

Kenaikan volume

(ml/kg/hari)

1000-1250 20 20-30

1251-1500 30 30

1501-1800 30-40 30-40

1801-2500 40 40-50

Tabel 3. Kebutuhan cairan inisial pada neonatus dengan

berat badan lahir rendah18.

Berat

badan

(kg)

Dextrose

(g/100 ml)

Jumlah cairan (ml/kgBB/hari)

< 24

jam

24-48 jam > 48

jam

<1,0 5-10 100-150 120-150 140-190

1,0-1,5 10 80-100 100-120 120-160

>1,5 10 60-80 80-12 120-160

5. Penatalaksanaan selanjutnya tergantung abnormalitas yang

ditemukan pada pemeriksaan awal3.

14