herpes zoster

27
BAB I PENDAHULUAN Varicella zoster virus (VZV) merupakan family human (alpha) herpes virus. Virus ini terdiri atas genome DNA double- stranded, tertutup inti yang mengandung protein dan dibungkus oleh glikoprotein. Virus ini dapat menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varisela (chickenpox) dan herpes zoster (shingles). 1 Herpes zoster merupakan penyakit kulit yang timbul akibat reaktivasi virus varicella zoster yang menyebabkan cacar air (chicken pox) sebagai infeksi primernya. Setelah resolusi cacar air, virus berdiam dalam ganglion spinal dorsal dan teraktivasi kembali bila adanya faktor pencetus seperti usia tua, imunosupresi misalnya infeksi HIV, radiasi, kemoterapi, dan transplantasi organ mayor seperti transplantasi sumsum tulang. 2 Insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan biasanya jarang mengenai anak-anak. Insiden herpes zoster pada populasi umum ialah 10-20% dan meningkat menjadi 50% pada individu yang berumur 85 tahun. Di Amerika, herpes zoster jarang terjadi pada anak-anak, dimana lebih dari 66% mengenai usia lebih dari 50 tahun, kurang dari 10% mengenai usia di bawah 20 tahun dan 5% mengenai usia kurang dari 15 tahun. Walaupun herpes zoster merupakan penyakit yang 5

Upload: priscilla-dwianggita

Post on 06-Nov-2015

41 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tinjauan pustaka herpes zosterlaporan kasus

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Varicella zoster virus (VZV) merupakan family human (alpha) herpes virus. Virus ini terdiri atas genome DNA double-stranded, tertutup inti yang mengandung protein dan dibungkus oleh glikoprotein. Virus ini dapat menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varisela (chickenpox) dan herpes zoster (shingles).1Herpes zoster merupakan penyakit kulit yang timbul akibat reaktivasi virus varicella zoster yang menyebabkan cacar air (chicken pox) sebagai infeksi primernya. Setelah resolusi cacar air, virus berdiam dalam ganglion spinal dorsal dan teraktivasi kembali bila adanya faktor pencetus seperti usia tua, imunosupresi misalnya infeksi HIV, radiasi, kemoterapi, dan transplantasi organ mayor seperti transplantasi sumsum tulang.2Insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan biasanya jarang mengenai anak-anak. Insiden herpes zoster pada populasi umum ialah 10-20% dan meningkat menjadi 50% pada individu yang berumur 85 tahun. Di Amerika, herpes zoster jarang terjadi pada anak-anak, dimana lebih dari 66% mengenai usia lebih dari 50 tahun, kurang dari 10% mengenai usia di bawah 20 tahun dan 5% mengenai usia kurang dari 15 tahun. Walaupun herpes zoster merupakan penyakit yang sering dijumpai pada orang dewasa, namun herpes zoster dapat juga terjadi pada bayi yang baru lahir apabila ibunya menderita herpes zoster pada masa kehamilan. Dari hasil penelitian, ditemukan sekitar 3% herpes zoster pada anak, biasanya pada anak-anak yang immunocompromised dan menderita penyakit keganasan.2,3Walaupun Herpes Zoster bersifat self limited tetapi penanganan yang tidak tepat terutama pada pasien usia diatas 40 tahun dan pasien imunokompresi dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diinginkan seperti neuralgia pasca herpetika, paralisis, dan kebutaan yang tentunya akan menurunkan kualitas hidup pasien. Peran komunikasi antar dokter dan pasien yang baik juga diharapkan dapat mencegah terjadinya herpes zoster berulang yang kemungkinan dapat menimbulkan komplikasi yang lebih berat.2BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi Herpes ZosterHerpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi akut Varicella Zoster Virus (VZV) yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer, yaitu varisela. Herpes zoster disebut juga shingles, dampa, atau cacar ular.2,6

2.2.Epidemiologi Herpes ZosterInsiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan biasanya jarang mengenai anak-anak. Insiden herpes zoster pada populasi umum ialah 10-20% dan meningkat menjadi 50% pada individu yang berumur 85 tahun. Di Amerika, herpes zoster jarang terjadi pada anak-anak, dimana lebih dari 66% mengenai usia lebih dari 50 tahun, kurang dari 10% mengenai usia di bawah 20 tahun dan 5% mengenai usia kurang dari 15 tahun. Walaupun herpes zoster merupakan penyakit yang sering dijumpai pada orang dewasa, namun herpes zoster dapat juga terjadi pada bayi yang baru lahir apabila ibunya menderita herpes zoster pada masa kehamilan. Dari hasil penelitian, ditemukan sekitar 3% herpes zoster pada anak, biasanya pada anak-anak yang immunocompromised dan menderita penyakit keganasan.2,3

2.3. Etiologi Herpes ZosterHerpes zoster disebabkan oleh virus varisela zoster. Virus varisela zoster terdiri dari kapsid berbentuk ikosahedral dengan diameter 100 nm. Kapsid tersusun atas 162 sub unit protein virion yang lengkap dengan diameternya 150 200 nm, dan hanya virion yang terselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat dihancurkan oleh bahan organik, deterjen, enzim proteolitik, panas dan suasana Ph yang tinggi. Masa inkubasinya 14 21 hari.5,62.4. Patofisiologi Herpes Zoster 2,7 Virus Varisela Zoster (VZV) masuk melalui mukosa dan saluran nafas atas. Setelah masuk virus tersebut berkembang biak serta disebarkan ke berbagai organ terutama ke kulit dan selaput mukosa melalui sistem perederan darah. Saat virus masuk ke dalam tubuh untuk pertama kali, terjadi infeksi primer pada kulit dan selaput mukosa, gejala yang tampak pada kulit sering disebut sebagai cacar air atau varisela.Setelah infeksi primer mereda, virus tidak hilang dari tubuh, melainkan masuk ke ujung saraf sensoris dan menuju ke ganglion dorsalis saraf tepi dan bersembunyi di sana dalam jangka waktu yang sangat lama hingga puluhan tahun. Pada periode tersebut, mekanisme pertahanan tubuh induk menekan replikasi virus, akan tetapi VZV teraktivasi kembali saat mekanisme pertahanan tubuh induk gagal menekan replikasi virus. Reaktivasi VZV dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti lanjut usia, orang dengan penurunan kekebalan tubuh, orang dalam pengobatan imunosupresan jangka panjang, orang dengan terapi radiasi, kemoterapi dan orang dengan transplantasi organ mayor.Setelah VZV teraktivasi kembali, terjadi respon inflamasi di akar ganglion dorsal yang dapat diikuti dengan nekrosis hemoragik dari sel saraf menyebabkan kehilangan neuronal atau fibrosis. VZV berkembang biak, merusak, menyebabkan peradangan dan kemudian menyebar melalui ujung saraf sensoris pada kulit yang menghasilkan lesi berupa vesikel bergerombol yang khas. Kondisi ini dikategorikan sebagai herpes zoster (Gambar 2.1).Herpes zoster paling sering timbul sesuai dermatom di mana lesi varisela paling banyak muncul, terutama yang diinervasi saraf trigeminal 1 (oftalmikus) dan ganglion sensorik spinal sepanjang T1-L2. Herpes zoster dapat menular pada individu yang tidak memiliki imunitas terhadap VZV sebelumnya. Namun, penularannya hanya sepertiga dari varisela primer dan ditransmisikan melalui kontak langsung dengan lesi atau saluran pernafasan.Gambar 2.1 Reaktivasi Virus Varicella Zoster menjadi Herpes Zoster 7

2.5. Faktor Risiko Herpes ZosterFaktor risiko utama untuk herpes zoster adalah meningkatnya usia. Dengan meningkatnya usia setelah infeksi varisela, ada penurunan tingkat kekebalan T-sel untuk VZV. Orang dengan immunocompromised dengan kekebalan gangguan sel-T, termasuk penerima organ atau transplantasi sel induk hematopoietik, mereka yang menerima terapi imunosupresif, dan orang-orang dengan limfoma, leukemia, atau Human Immunodeficiency Virus (HIV), juga meningkatkan risiko untuk menderita Herpes zoster.6

2.6. Tanda dan Gejala Klinis Herpes Zoster Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodromal baik itu sistemik maupun gejala prodromal lokal. Gejala prodromal yang dimaksudkan adalah seperti berikut:4a) Gejala prodromal sistemik : demam, sakit kepala, pusing, dan maleseb) Gejala prodromal lokal : nyeri otot-tulang (rasa terbakar atau tertusuk), pegal, gatal dan kesemutan.Setelah 1-4 hari timbulnya gejala prodromal, akan timbul lesi pada kulit. Disamping gejala kulit dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh satu ganglion sensorik (dermatom). Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, yang tersering di daerah ganglion torakalis (Gambar 2.2). Lesi dimulai dengan makula eritema, kemudian terbentuk papul-papul dan dalam waktu 12 sampai 24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah menjadi pustul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7 sampai 10 hari. Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke 4 dan kadang-kadang sampai hari ke 7. Krusta dapat bertahan sampai 2 hingga 3 minggu kemudian mengelupas. Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan makula hiperpigmentasi dan jaringan parut.4,7

Gambar 2.2 Herpes Zoster Thorakalis

Pada zoster oftalmika (Gambar 2.3) lesi timbul pada kulit dari setinggi mata sampai ke verteks dan unilateral. Bila cabang nasosiliaris terkena yaitu adanya lesi di ujung hidung kemungkinan mata akan terkena.4,7

Gambar 2.3 Herpes Zoster oftalmika 7

Sindrom Ramsay Hunt terjadi akibat gangguan nervus fasialis dan nervus otikus. Sindrom Ramsay Hunt terdiri atas kelumpuhan otot wajah, lesi pada liang telinga dan membran timpani, dengan atau tanpa tinitus, vertigo dan tuli. 4Bila mengenai nervus trigerminalis cabang maksilaris dan mandibularis akan terjadi lesi pada mulut, telinga, faring atau laring.Pada orang berusia lanjut, herpes zoster diderita lebih parah dan lama. Bila kondisi fisik penderita sangat buruk, misalnya menghidap kanker atau HIV/AIDS, vesikel dapat mengandung darah, kondisi ini disebut herpes zoster hemoragik. 2,3,4Pada herpes zoster generalisata (Gambar 2.4) kelainan berupa vesikel yang soliter dan ada umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah.6

Gambar 2.4 Herpes Zoster Generalisata 7

2.7. Diagnosis Herpes ZosterPenegakkan diagnosis herpes zoster umumnya didasari oleh anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Komponen utama dalam menegakkan diagnosis adalah terdapatnya: 81. Gejala prodormal berupa nyeri2. Distribusi yang khas dermatomal3. Vesikel berkelompok atau dalam beberapa kasus ditemukan papul 4. Beberapa kelompok lesi mengisi dermatom, terutama dimana terdapat nervus sensorik5. Tidak ada riwayat ruam serupa pada distribusi yang sama (menyingkirkan herpes simpleks zosteriformis)6. Nyeri dan allodenia (nyeri yang timbul dengan stimulus yang secara normal tidak menimbulkan nyeri) pada daerah ruamPemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis herpes zoster adalah sebagai berikut: 4,7,9 a) Tzanck Smear : dapat ditemukan sel datia berinti banyakb) Analisa Polymerase chain reaction(PCR) untuk mengetahui DNA virusc) Pemeriksaan histopatologi secara umum tidak dilakukan, kecuali pada lesi yang atipik berupa lesi verukus kronis pada pasien dengan AIDS yang resisten terhadap asiklovird) Biakan jaringan diperlukan untuk diagnosis pasti dan membedakan dengan herpes simplekse) Imunofluoresen, bahan diambil dari vesikel yang baru atau lesi prevesikel, hasil yang didapat lebih cepat dari biakanf) Tes serologi dengan fluorescent antibody to membrane antigen (FAMA) atau tes aglutinin lateks untuk mengetahui antibodi terhadap VVZ

2.8 Diagnosis Banding Herpes ZosterDiagnosis banding dari herpes zoster antara lain sebagai berikut:41. Herpes simpleks2. Pada nyeri yang merupakan gejala prodormal lokal sering salah diagnosis dengan penyakit reumatik maupun dengan angina pektoris, jika terdapat di daerah setinggi jantung.

2.9 Komplikasi Herpes ZosterKomplikasi dari Herpes Zoster adalah sebagai berikut:4,7 a) Neuralgia pascaherpetik (NPH) merupakan nyeri yang tajam dan spasmodic (singkat dan tidak terus menerus) yang timbul pada daerah bekas penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi dalam kehidupan sehari-hari. Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang mendapat herpes zoster di atas usia 40 tahun.b) Gangren superfisialis, menunjukan Herpes zoster yang berat, mengakibatkan hambatan penyembuhan dan pembentukan jaringan parut.c) Pada herpes zoster optalmikus : keratitis akut, skleritis, uveitis, glaucoma sekunder, ptosis, korioretinitis, neuritis optika dan paresis otot penggerak bola mata.d) Paralisis motorik terdapat pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat penjalaran virus secara per kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis biasanya timbul dalam 2 minggu sejak awitan munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya di muka, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria, dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.e) Pada penderita HIV sering terjadi rekuren dan lesi kulit yang kronis, verukus, hiperkeratotik dan ektimatus. (resisten terhadap asiklovir). f) Infeksi juga dapat menjalar ke alat dalam misalnya paru, hepar, dan otak.

2.10 Penatalaksanaan Herpes ZosterTujuan pengobatan herpes zoster adalah mempercepat proses penyembuhan, mengurangi keparahan dan durasi nyeri akut dan kronik serta mengurangi risiko komplikasi.5,9 Pengobatan sistemik yang dapat diberikan pada pasien yang menderita herpes zoster adalah sebagai berikut:4,7,10a) Obat antiviral : dapat mengintervensi sintesis virus dan replikasinya. Meski tidak menyembuhkan infeksi herpes namun dapat menurunkan keparahan penyakit. Indikasi pemberian asiklovir adalah bila keadaan berat, atau terdapat defisiensi imun seluler, herpes zoster oftalmika, herpes zoster generalisata atau sindrom Ramsay Hunt. Diberikan Asiklovir per oral 5 x 800 mg/hari, selama 7-10 hari atau Valasiklovir 3x1000 mg/hari. Diberikan sedini mungkin dalam 72 jam pertama sejak timbulnya lesi kulit. Pada anak dosis 80 mg/kgBB/hari @ 6 jam.b) Obat analgetik : untuk nyeri. Diberikan asam mefenamat 3 x 500mg/hari atau Parasetamol 500 mg @ 4 jam. Anak 10 mg/kgBB/hari @ 8 jam.Pengobatan topikal yang dapat diberikan pada pasien yang menderita herpes zoster adalah sebagai berikut:4,7,10a) Pada lesi vesikular diberikan Bedak salisil 1% dan mentol 0,5%.b) Pada lesi basah dikompres dengan NaCl 0,9% 3 x 1 masing masing selama 10 menit.c) Pada lesi erosi diberikan natrium fusidat krim @ 12 jam.Selain obat sistemik dan topikal, pada pasien herpes zoster juga diberikan obat antiinflamasi, khususnya untuk kasus dengan Sindrom Ramsay Hunt, herpes zoster ophtalmika ataupun paresis nervus fasialis. Yaitu dengan pemberian metilprednisolon 16 mg 2x sehari (pagi dan siang). Anak 0,5-1,7 mg/kg/hari IV/PO/IM terbagi @12 jam. Setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dan juga pemberian vitamin neurotropik : Diberikan vitamin B1, B6, dan B12 (B1 1x100 mg, B6 1x100 mg, B12 1x200 mcg).4,10Pengobatan pada pasien yang menderita neuralgia postherpetik adalah trisiklik antidepresan yaitu Amitriptilin 25 mg/hari (malam hari). Efek sampingnya antara lain gangguan jantung, sedasi, dan hipotensi.4,10

2.11 Prognosis Herpes ZosterLesi umumnya sembuh dalam 10 15 hari. Prognosis pada orang yang lebih muda dan sehat sangat baik, sementara pada lansia memiliki resiko komplikasi yang lebih tinggi. Pada orang dengan imunokompeten umumnya dapat sembuh tanpa komplikasi dan jarang menimbulkan kematian sedangkan pada orang dengan imunokompromised mortalitas dan morbiditasnya signifikan. Pada penderita herpes zoster dengan imunokompromised mortalitas signifikan oleh karena komplikasi ensepalitis, hepatitis atau pneumoitis. Resiko kematian pada penderita dengan sistem imun yang sangat rendah berkisar antara 5 15%.4,8

BAB IIILAPORAN KASUS

3.1 IdentitasNama: I M SUmur: 61 tahun.Jenis Kelamin: Laki-lakiAlamat: Jl. Jayagiri XXV/3 DenpasarAgama: HinduPekerjaan: PensiunTanggal Pemeriksaan: 8 April 2015

3.2 AnamnesisKeluhan Utama: Bintik-bintik kemerahan di dada dan punggung.Perjalanan Penyakit:Penderita datang ditemani anaknya ke poliklinik Kulit dan Kelamin RS Indera Denpasar karena mengeluh terdapat bintik-bintik berisi air yang berrwarna kemerahan pada dada dan punggung sebelah kiri sejak tanggal 6 April 2015. Bintik-bintik ini awalnya berupa kemerahan di kulit lalu berbentuk bintik-bintik dan dengan cepat membesar dan menyebar membentuk bintik-bintik berisi seperti air. Bintik-bintik ini terasa gatal sehingga digaruk-garuk oleh pasien dan menyebabkan beberapa bintik-bintik itu pecah. Sebelum muncul bintik-bintik, pasien mengeluhkan merasa nyeri dan ngilu di daerah tempat munculnya bintik-bintik tersebut, tetapi tidak disertai demam.

Riwayat penyakit sebelumnya:Penderita tidak pernah mengalami penyakit yang sama seperti ini sebelumnya dan menyangkal pernah mengalami cacar air sebelumnya.Riwayat pengobatan:Tidak ada.Riwayat penyakit keluarga:Di keluarga penderita, semuanya tidak ada yang menderita penyakit yg sama. Di dalam keluarga penderita hanya penderitalah yang memiliki penyakit seperti itu. Riwayat Sosial:Penderita sudah tidak bekerja lagi, tetapi mengaku sering bergadang dan sibuk urusan di banjar.Riwayat Atopi:Pasien dan keluarga tidak ada yang menderita asma dan dermatitis.

3.3 Pemeriksaan Fisik:Status Present:KU : BaikTensi: 120/80 mmHgNadi : 82 x/ menitRespirasi : 18 x/ menitStatus Generalis:Kepala : Normocephali.Mata: Anemis (-/-), ikterus (-/-), Reflek pupil (+/+)Thorax: Cor: S1S2 tunggal reguler, murmur (-) Pulmo: Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-Abdomen: distensi (-), bising usus (+) normalExtremitas: dalam batas normalStatus Dermatologis Lokasi : Regio Thorakalis Anterior et Posterior SinistraEfloresensi : Tampak makula eritema dengan vesikel bergerombol berbentuk bulat dengan ukuran bervariasi dari 0,1-0,5 cm, berbatas tegas, dinding tegang, berisi cairan jernih, beberapa berwarna abu-abu, tersebar unilateral pada regio thorakalis anterior dan posterior sinistra sesuai dengan dermatom T2-T5. Kulit sekitar lesi normal. Tampak pula beberapa erosi kehitaman di sekitar lesi.Mukosa : dalam batas normalRambut : dalam batas normalKuku : dalam batas normalFunngsi kelenjar keringat: dalam batas normalSaraf: dalam batas normalPembesaran KGB: dalam batas normal

Gambar 3.1 Lesi pada punggung kiri pasien

Gambar 3.2 Lesi pada dada kiri pasien

3.4 Diagnosis banding:1. Herpes Zoster Thorakalis2. Herpes Simpleks3. Varisela

3.5 Pemeriksaan PenunjangTidak dikerjakan.

3.6 Diagnosis Kerja:Herpes Zoster Thorakalis

3.7 Penatalaksanaan Antiviral : Valasiklovir 3 x 1000 mg @8 jam selama 7 hari Analgetik : Paracetamol 3x 500 mg (bila perlu) Vitamin : Vitamin B1B6B12 (B1 1x100 mg, B6 1x100 mg, B12 1x200mcg) Bedak Salisilat 1 % (pada lesi vesikel) Gentamicin salep (pada lesi basah)

3.8 PrognosisBaik

3.9 KIE Kontrol Poliklinik 1 minggu kemudian. Istirahat yang cukup dan makan makanan yang bergizi. Lesi jangan digaruk. Jika muncul bintik-bintik baru, lesi boleh dibersihkan dengan air, tapi jangan digosok agar bintik berisi air tersebut tidak pecah. Menghindari penularan kepada orang yang rentan tertular virus tersebut. Menjelaskan kemungkinan terjadinya neuralgia pascaherpetika dan meminta pasien untuk kooperatif dan patuh meminum obatnya.

BAB IVPEMBAHASAN

Pasien laki-laki dengan usia 61 tahun datang ke Poliklinik Kulit & Kelamin RS Indera pada tanggal 8 April 2015 mengeluhkan adanya bintik-bintik kemerahan berisi air di dada dan punggung kiri sejak 2 hari yang lalu. Salah satu faktor yang mempengaruhi insiden herpes zoster ialah usia tua. Di Amerika, lebih dari 66% pasien herpes zoster berusia >50 tahun. Dari anamnesis didapatkan kronologi bintik-bintik awalnya berupa kemerahan di kulit lalu berbentuk bintik-bintik yang dengan cepat membesar dan menyebar membentuk gelembung-gelembung bergerombol berisi air. Pasien juga mengeluhkan gatal dan ngilu pada tempat bintik-bintik tersebut. Pasien memeriksakan diri dua hari setelah pasien mengalami keluhan, gejala yang dialami oleh pasien sesuai dengan kepustakaan dimana pada hari 1-2 akan timbul rasa gatal, rasa terbakar atau nyeri dan selanjutnya timbul kemerahan setempat yang disertai edema pada daerah dermatom disusul timbulnya vesikel yang berkelompok diatas kulit eritema dan bersifat unilateral. Vesikel mula-mula berisi cairan jernih tetapi beberapa hari kemudian akan menjadi purulen dan bila pecah akan membentuk krusta.Dari pemeriksaan fisik, didapatkan lesi di dada dan punggung kiri dengan efloresensi berupa makula eritema dengan vesikel bergerombol berbentuk bulat dengan ukuran bervariasi dari 0,1-0,5 cm, berbatas tegas, dinding tegang, berisi cairan jernih, tersebar unilateral pada regio thorakalis anterior dan posterior sinistra sesuai dengan dermatom T2-T5, beberapa tampak erosi dengan krusta kehitaman tipis di sekitar vesikel. Kulit sekitar lesi normal. Pada pasien ini didiagnosis sebagai Herpes Zoster regio thorakalis setinggi dermatom T2 hingga T5 dengan diagnosis banding Herpes Simpleks dan varisela. Hal tersebut didasarkan pada lokalisasi lesi yaitu pada daerah dada dan punggung atas sebelah kiri yaitu pada regio thorakalis anterior dan posterior sinistra sesuai dengan peta dermatom Thorakal II-Thorakal V.Pasien ini didiagnosis banding dengan herpes simpleks dan varisela karena hal sebagai berikut : Herpes Simplek : Paling sering berlokasi pada mukokutan dengan efloresensi berupa vesikel miliar berkelompok dengan membentuk ulkus dangkal dengan eritema disekitarnya. Varisela : biasanya lesi menyebar sentrifugal, selalu disertai demam. Lokalisasi terutama pada badan, wajah dan ekstremitas dengan efloresensi berupa vesikel miliar sampai lentikuler disekitar daerah eritema dan biasanya ditemui beberapa stadium perkembangan vesikel mulai dari eritema, vesikula, pustula, skuama hingga skiatrik.Pemeriksaan penunjang diagnosis tidak dikerjakan karena dengan gejala klinis sudah dapat mendukukung ke arah diagnosa herpes zoster sehingga dapat lebih efisien dari segi biaya.Prinsip penanganan herpes zoster adalah mempercepat proses penyembuhan, mengurangi keparahan dan durasi nyeri akut dan kronik, serta mengurangi resiko komplikasi. Berdasarkan hal itu penanganan yang diberikan adalah berdasarkan etiologi dan simtomatik serta memperbaiki sistem imun pasien. Dikarenakan etiologinya yaitu virus varicella-zoster maka diberikan antivirus asiklovir. Pada pasien ini diberikan Valasiklovir dengan dosis 3 x 1000 mg per hari dan diberikan selama 7 hari. Pemberian biasanya dalam 3 hari pertama sejak munculnya lesi, di mana pasien ini diberikan dalam 2 hari sejak munculnya lesi sehingga sudah tepat.Valasiklovir merupakan prodrug asiklovir yang akan diubah menjadi asiklovir di usus dan hepar. Obat ini memiliki bioavailabilitas yang lebih baik dari asiklovir, yaitu sebesar 55% sedangkan asiklovir 20%. Durasi kerja obatnya juga lebih panjang daripada asiklovir sehingga pemberiannya lebih jarang. Hal ini mejadikan Valasiklovir sebagai pilihan obat bagi pasien lanjut usia yang kesulitan mengatur jadwal minum obat yang harus teratur dan tepat waktu. Untuk terapi simtomatik terhadap nyeri diberikan analgetik, yaitu Paracetamol 500 mg. Pada lesi berupa vesikel diberikan bedak salisil 1% untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Pada lesi yang bersifat erosi dan basah dioleskan Gentamicin salep untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.Pada pasien ini kami sarankan kontrol poliklinik 1 minggu kemudian, minum obat teratur, istirahat dan makan makanan yang bergizi, lesi jangan digaruk, lesi boleh dibersihkan dengan air, tapi jangan digosok agar vesikel tidak pecah. Selama pengobatan, diharapkan pasien bisa menjaga kebersihan dan menghindari penularan pada orang-orang di sekitarnya terutama yang belum pernah terkena cacar sebelumnya. Pasien juga diberikan penjelasan mengenai komplikasi yang mungkin timbul, salah satunya adalah neuralgia paska herpetika, yaitu rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi dalam kehidupan sehari. Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang mendapat herpes zoster di atas usia 40 tahun, dimana pasien ini termasuk ke dalamnya.

BAB VPENUTUP

Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.Manifestasi klinis herpes zoster dapat berupa vesikel bergerombol sampai bula di atas daerah yang eritematosa. Lesi yang khas bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai dengan letak saraf yang terinfeksi virus.Diagnosa herpes zoster dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium sederhana, yaitu Tes Tzanck dengan menemukan sel datia berinti banyak.Pada umumnya herpes zoster dapat sembuh sendiri ( self limiting disease), tetapi pada beberapa kasus dapat timbul komplikasi. Semakin lanjut usia, semakin tinggi frekuensi timbulnya komplikasi.Pada laporan kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa gejala dan tanda klinis beserta riwayat perjalanan penyakit pasien telah sesuai dengan kepustakaan. Adapun penatalaksaan juga telah sesuai dengan referensi yang ada yaitu berdasarkan penatalaksanaan simtomatik dan indikasi yang diperlukan.

5