tinjauan pustaka abortus inkomplit

57
ii

Upload: cinthya-uttari

Post on 14-Jul-2016

55 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

abortus inkomplit

TRANSCRIPT

Page 1: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

ii

Page 2: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

BAB I

PENDAHULUAN

Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup

di luar kandungan yaitu berat badan kurang dari 500 gram atau usia kehamilan

kurang dari 20/22/24 minggu. Dari 210 juta kehamilan, 75 juta dianggap tidak

direncanakan5di mana sekitar 15% kehamilan akan berakhir pada aborsi. Pada

negara berkembang, prevalensi abortus mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup

dan paling tinggi terdapat di Afrika yaitu 870 per 100.000 kelahiran hidup. Di

Indonesia, ditunjukkan prevalensi abortus sebesar 2 juta kasus pada tahun 2000

dengan rasio 37 per 1000 kelahiran pada wanita usia produktif pada 6 wilayah.

Sekitar 75% abortus spontan ditemukan pada usia gestasi kurang dari 16

minggu dan 62% sebelum usia gestasi 12 minggu. Insidensi abortus inkomplit

belum diketahui secara pasti, namun demikian disebutkan sekitar 60% dari wanita

hamil dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus

inkomplit. Inisidensi abortus spontan secara umum disebutkan sebesar 10% dari

seluruh kehamilan.

Kasus yang diangkat dalam laporan kasus ini adalah mengenai seorang

wanita, 29 tahun, yang datang dengan keluhan keluar darah disertai jaringan dari

kemaluan. Di RSU Bangli, dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Pasien akhirnya didiagnosis dengan abortus inkomplit

dan dilakukan kuretase.

Terdapat berbagai faktor risiko dan penyebab dari abortus sendiri di mana

lima puluh persen sampai tujuh puluh persen abortus terjadi spontan pada

trimester pertama terutama abortus rekuren disebabkan oleh kelainan genetik.

Selain itu, trauma yang sering sekali terjadi dalam kehidupan masyarakat dapat

menyebabkan abortus melalui beberapa mekanisme. Belakangan ini, muncul

konsep biomolekular baru mengenai keterlibatan stres oksidatif oleh asap rokok

terhadap risiko abortus.

1

Page 3: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup

di luar kandungan yaitu berat badan kurang dari 500 gram atau usia kehamilan

kurang dari (ACOG memberi batasan 20 minggu,1FIGO memberi batasan 22

minggu,2Hanretty memberikan batasan 24 minggu,3WHO memberi batasan 28

minggu4).

2.2. Epidemiologi

Dari 210 juta kehamilan, 75 juta dianggap tidak direncanakan5 dimana

sekitar 15% kehamilan akan berakhir pada aborsi.6 Sekitar 500.000 wanita

meninggal akibat komplikasi persalinan, 7 juta wanita mengalami gangguan

kesehatan setelah melahirkan. Pada negara berkembang, prevalensi abortus

mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup dan paling tinggi terdapat di Afrika

yaitu 870 per 100.000 kelahiran hidup.4

Guttmacher, et al. (2003) menunjukkan bahwa angka abortus di AS

mencapai 1.278.000 kasus dengan rasio 20,8 per 1.000 kelahiran pada wanita usia

produktif (15-49 tahun). Di Indonesia, ditunjukkan prevalensi abortus sebesar 2

2

Page 4: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

juta kasus pada tahun 2.000 dengan rasio 37 per 1.000 kelahiran pada wanita usia

produktif pada 6 wilayah. Motif sebagain besar kasus abortus adalah abortus

kriminalis.

Sekitar 75% abortus spontan ditemukan pada usia gestasi kurang dari 16

minggu dan 62% sebelum usia gestasi 12 minggu. Insidensi abortus inkomplit

belum diketahui secara pasti, namun demikian disebutkan sekitar 60% dari wanita

hamil dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus

inkomplit. Inisidensi abortus spontan secara umum disebutkan sebesar 10% dari

seluruh kehamilan.7

Risiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas

di samping dengan semakin lanjutnya usia ibu dan ayah. Frekuensi abortus yang

dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari

20 tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun. Untuk usia

paternal yang sama, kenaikannya adalah dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus

bertambah pada kehamilan yang belum melebihi umur 3 bulan.8

Penelitian Basama, et al. (2009) pada 182 pasien dengan abortus imminens

menunjukkan bahwa 29% janin akan keluar pada usia gestasi 5-6 minggu; 8,2%

pada usia gestasi 7-12 minggu; dan 5,6% pada usia gestasi 13-20 minggu.9

Biasanya abortus imminens akan berlanjut menjadi abortus komplit 10-14 minggu

setelah pasien mengeluhkan keluar bercak-bercak darah.10 Pada penelitian Johns et

al. (2006) ditunjukkan bahwa risiko abortus komplit pada pasien abortus

imminens atau insipiens dengan usia gestasi rata-rata 8 minggu adalah 9,3%.11

2.3. Faktor Risiko

Faktor risiko abortus yaitu:

1. Bertambahnya usia ibu.

Abortus meningkat dengan pertambahan umur. Risiko berkisar 13,3% pada

usia 12-19 tahun; 11,1% pada usia 20-24 tahun; 11,9% pada usia 25-29

tahun; 15% pada usia 30-34 tahun; 24,6% pada usia 35-39%; 51% usia 40-

44 tahun; 93,4% pada usia 45 tahun ke atas. Baru-baru ini peningkatan usia

ayah dianggap sebagai suatu faktor risiko terjadinya abortus. Suatu

3

Page 5: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

penelitian yang dilakukan di Eropa melaporkan bahwa risiko abortus

tertinggi ditemukan pada pasangan dimana usia wanita ≥35 tahun dan pria

≥40 tahun.12

2. Riwayat reproduksi abortus. Risiko pasien dengan riwayat abortus untuk

kehamilan berikutnya ditentukan dari frekuensi riwayatnya. Pada pasien

yang baru mengalami riwayat 1 kali berisiko 19%, 2 kali berisiko 24%, 3

kali berisiko 30%, dan 4 kali berrisiko 40%.

3. Kebiasaan orang tua

a. Merokok dihubungkan dengan peningkatan risiko abortus. Risiko abortus

meningkat 1,2-1,4 kali lebih besar untuk setiap 10 batang rokok yang

dikonsumsi setiap hari. Asap rokok mengandung banyak ROS yang akan

mendestruksi organel seluler melalui kerusakan mitrokondria, nukleus, dan

membran sel.14 Selain itu, secara tidak langsung ROS akan menyebabkan

kerusakan sperma. Hal ini menyebabkan fragmentasi DNA rantai tunggal

maupun ganda sperma.15

Dengan faktor pemicu asap rokok, menyebabkan stres oksidatif.17 Stres

oksidatif sendiri dapat menyebabkan apoptosis yang mengganggu invasi

plasenta dan abortus dini. ROS akan bereaksi dengan molekul pada berbagai

sistem biologi sehingga dapat terjadi kerusakan sel yang ekstensif dan

disrupsi fungsi sel.18 Dengan risiko stres oksidatif, pasien tidak pernah

mengonsumsi vitamin yang berperan sebagai antioksidan sehingga

meningkatkan risiko abortus.

b. Konsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Tingkat aborsi

spontan dua kali lebih tinggi pada wanita yang minum alkohol 2x/minggu

dan tiga kali lebih tinggi pada wanita yang mengkonsumsi alkohol setiap

hari. Dalam suatu penelitian didapatkan bahwa risiko abortus meningkat 1,3

kali untuk setiap gelas alkohol yang dikonsumsi setiap hari.20

c. Kafein dosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan abortus. Akan

tetapi pada wanita yang mengkonsumsi 5 cangkir (500mg kafein) kopi

setiap hari menunjukkan tingkat abortus yang sedikit lebih tinggi.21

4

Page 6: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

d. Radiasi juga dapat menyebabkan abortus pada dosis yang cukup. Akan

tetapi, jumlah dosis yang dapat menyebabkan abortus pada manusia tidak

diketahui secara pasti.22

e. Alat kontrasepsi dalam rahim yang gagal mencegah kehamilan

menyebabkan risiko abortus, khususnya abortus septik meningkat.23

f. Psikologis seperti ansietas dan depresi.24

2.3. Etiologi

1. Faktor Genetik

Lima puluh persen sampai tujuh puluh persen abortus spontan terutama

abortus rekuren disebabkan oleh kelainan genetik. Kelainan genetik menjadi

penyebab 70% 6 minggu pertama, 50% sebelum 10 minggu, dan 5% setelah

12 minggu. Kelainan ini dapat disebabkan faktor maternal maupun paternal.

Gamet jantan berkontribusi pada 50% material genomik embrio. Mekanisme

yang dapat berkontribusi menyebabkan kelainan genetik adalah kelainan

kromosom sperma, kondensasi kromatin abnormal, fragmentasi DNA,

peningkatan apoptosis, dan morfologi sperma yang abormal. Sekitar 42%

struktur vili korionik abnormal akibat gangguan genetik.25

a. Kelainan kromosom

Sekitar 50% abortus trimester satu disebabkan oleh abnormalitas kromosom

di mana prevalensi ini menjadi 75% pada wanita berusia di atas 35 tahun

dan pada wanita dengan abortus rekuren. Sekitar 25% abortus terjadi pada

trimester satu.28

b. Kelainan gen

Gangguan genetik ini akan menyebabkan gangguan fenotipe yang memiliki

implikasi penting dalam kejadian abortus.

i. Mutasi gen reseptor progesteron34

ii. Mutasi gen hemostatik: mutasi FV dan mutasi gen protrombin

G20210A meningkatkan risiko 2 sampai 4,9 kali.35 Mutasi protein C/S

meningkatkan 3,5-15,4 kali risiko abortus. Mutasi misense gen MTHFR

C677T dan A1298C.36

5

Page 7: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

iii. Mutasi gen inflamasi: mutasi gen SCO2 yang diperlukan dalam

oksidase sitokrom c.37 Polimorfisme A/G intron 6 dari gen eNOS,38 dan

VEGF.39

iv. Ekspresi gen plasenta: mutasi Mash1 dan Hand1.40 Peningkatan gen

apoptosis menyebabkan kematian vili korionik.41 Mutasi PP14, MUC1,

CD95, aneksin II reaksi imunolofik fetomaternal.42

v. Mutasi gen mitokondria.43

b. Kelainan HLA

Ligase CD40 pada trimester awal menginhibisi aksis HPA.44

2. Gangguan plasenta

Mayoritas kasus abortus berkaitan dengan kelainan genetik maupun

kelainan perkembangan plasenta terutama pada vili korionik yang berperan

sebagai unit fungsional plasenta dalam hal transpor oksigen dan nutrisi pada

fetus.45 Pada 97% kasus menunjukkan vili plasenta berkurang, 83% vili

mengalami fibrosis stroma, 75% mengalami degenerasi fibroid, dan 75%

mengalami pengurangan pembuluh darah. Inflamasi dan gangguan genetik

dapat menyebabkan aktivasi proliferasi mesenkim dan edema stroma vili.46

Keadaan ini akan berlanjut membentuk sisterna dan digantikan dengan

jaringan fibroid. Pada abortus, pendarahan yang merembes melalui desidua

akan membentuk lapisan di sekeliling vili korionik. Kemudian, material

pecah dan merangsang degenerasi fibrinoid.47,48

3. Kelainan uterus

Pada pasien dengan abortus, prevalensi pasien dengan anomali uterus

bervariasi dari 1,8%-37,6% terutama pada kehamilan trimester akhir.49

Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan yang

timbul dalam proses perkembangan janin, defek duktus mulleri yang dapat

terjadi secara spontan atau yang ditimbulkan oleh pemberian dietilstilbestrol

(DES). Cacat uterus akuisita yang berkaitan dengan abortus adalah

leiomioma dan perlekatan intrauteri. Leiomioma uterus yang besar dan

majemuk sekalipun tidak selalu disertai dengan abortus, bahkan lokasi

leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya. Mioma

6

Page 8: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih besar

kemungkinannya untuk menyebabkan abortus. Namun demikian, leiomioma

dapat dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila hasil pemeriksaan klinis

lainnya ternyata negatif dan histerogram menunjukkan adanya defek

pengisian dalam kavum endometrium. Miomektomi sering mengakibatkan

jaringan parut uterus yang dapat mengalami ruptur pada kehamilan

berikutnya, sebelum atau selama persalinan. Perlekatan intrauteri (sinekia

atau sindrom Ashennan) paling sering terjadi akibat tindakan kuretase pada

abortus yang terinfeksi atau pada missed abortus atau mungkin pula akibat

komplikasi postpartum. Keadaan tersebut disebabkan oleh destruksi

endometrium yang sangat luas. Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan

amenore dan abortus habitualis yang diyakini terjadi akibat endometrium

yang kurang memadai untuk mendukung implatansi hasil pembuahan.50

Inkomptensi serviks adalah ketidakmampuan serviks untuk

mempertahankan suatu kehamilan oleh karena defek fungsi maupun struktur

pada serviks. Inkompetensi serviks biasanya menyebabkan abortus pada

trimester kedua dengan insidensi 0,5-8%. Keadaan ini juga dapat

menyebabkan hilangnya barrier mekanik yang memisahkan kehamilan dari

flora bakteri vagina dan kebanyakan asimptomatik. Serviks merupakan

barier mekanik yang memisahkan kehamilan dari flora bakteri vagina.

Ekspulsi jaringan konsepsi terjadi setelah membran plasenta mengalami

ruptur pada prolaps yang disertai dengan balloning membran plasenta ke

dalam vagina.51

4. Kelainan endokrin

a. Defek Fase Luteal dan Defisiensi Progesteron

Defek fase luteal disebut juga defisiensi progesteron merupakan suatu

keadaan dimana korpus luteum mengalami kerusakan sehingga produksi

progesteron tidak cukup dan mengakibatkan kurang berkembangnya dinding

endometrium.

b. Sindrom ovarium polikistik, hipersekresi LH, dan hiperandrogenemia

7

Page 9: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

Sindrom ovarium polikistik terkait dengan infertilitas dan abortus. Dua

mekanisme yang mungkin menyebabkan hal tersebut terjadi adalah

peningkatan hormon LH dan efek langsung hiperinsulinemia terhadap

fungsi ovarium.

c. Faktor Endokrin Sistemik seperti DM atau hipotiroid.

d. Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari

korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan insiden

abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi

hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi

dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.27,51

5. Kelainan Koagulasi

Kehamilan adalah suatu keadaan di mana hemostatis berada dalam kondisi

prokoagulasi dengan peningkatan konsentrasi faktor koagulan dan

penurunan faktor antikoagulan.52 Mikropartikel prokoagulan yang

bersirkulasi berada adalam keadaan tidak stabil.53 Pasien dengan abortus

rekuren selalu berada dalam konsisi protombotik.54

a. Trombofilia: mekanisme yang berhubungan adalah trombosis uteroplasenta

sehingga mengganggu oksigenasi ke janin.

b. Antibodi antifosfolipid: patogenesis aPL terkait dengan trombosis plasenta

yang menyebabkan cacat desidualisasi pada endometrium dan kelainan

fungsi dan diferensiasi tropoblas dini.

c. Defek Trombofilik yang diturunkan: penyakit ini merupakan kelainan faktor

pembekuan yang diturunkan secara genetik yang dapat menyebabkan

trombosis patologis akibat ketidakseimbangan antara jalur pembekuan darah

dan antikoagulasi.27,51

6. Kelainan Imunologi

Sekitar 15% dari 1.000 wanita dengan abortus habitualis memiliki faktor

autoimun.Faktor autoimun misal SLE, APS, antikoagulan lupus, antibodi

antikardiolipin. Insidensi berkisar 1-5% tetapi risikonya mencapai 70%.

Selain itu, faktor alloimun dapat mempengaruhi melalui HLA. Bila kadar

atau reseptor leptin menurun, terjadi aktivasi sitrokin proinflamasi, dan

8

Page 10: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

terjadi peningkatan risiko abortus. Mekanismenya berhubungan dengan

timbal balik aktif reseptor di vili dan ekstra vili tropoblas.58

7. Inflamasi

Sitokin pada fetomaternal penting dalam survival fetus dan ibu juga

angiogenesis. Ketidakseimbangan Th1/Th2, keseimbangan aktivasi inhibisi

sel NK berperan penting dalam mengatur hal ini.59 Penurunan ekspresi Ki-67

dan peningkatan materi apoptosis ditemukan pada pemeriksaan

sinsiotropoblas jaringan abortus yag mana menandakan adanya hubungan

antara mekanisme inflamasi dan apoptosis dalam abortus.

8. Infeksi. Berbagai macam infeksi dapat menyebabkan abortus pada manusia,

tetapi hal ini tidak umum terjadi. Organisme seperti Treponema pallidum,

Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina,

virus herpes simpleks, sitomegalovirus, Listeria monocytogenes dicurigai

berperan sebagai penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat

menyebabkan abortus. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma

urealyticum dari 4 traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami

abortus telah menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi

mikoplasma yang menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan

abortus. Dari kedua organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum

merupakan penyebab utama.27,51

9. Penyakit kronik

Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan

ibu misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan

abortus.27 Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum

20 minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan

persalinan prematur. Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat

yang paling besar kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya

kemungkinan abortus. 51

10. Trauma

Sekitar 7% wanita mengalami trauma selama kehamilan tetapi banyak kasus

yang tidak dilaporkan. Berdasarkan studi kasus yang terjadi, mekanisme

9

Page 11: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

trauma paling banyak adalah kecelakaan lalu lintas (55%), jatuh (13%),

penyiksaan diri sendiri (10%), jatuh dari sepeda (4%), jatuh saat berjalan

(4%), atau penyebab lainnya (11%). Pada umumnya, mekanisme trauma

yang paling banyak adalah jatuh sendiri dan kesengajaan. Data

epidemiologis 16 negara menunjukkan bahwa kecelakaan lalu lintas,

kebakaran, dan jatuh yang paling banyak menyebabkan mortalitas maternal.

Keadaan ini akan menyebabkan abrupsio plasenta, pendarahan fetomaternal,

rupture uteri, trauma janin langsung.63

Uterus dilindungi pelvik sampai usia kehamilan 12 minggu, jadi jarang

terjadi trauma akibat trauma abdomen lansung. Setelah 20 minggu, diatas

umbilikus, kandung kemih tersisihkan oleh pembesaran uterus sehingga

uterus lebih rentan terkena trauma. Dinding uterus juga menjadi lebih tipis

dan cairan amnion menurun seiring dengan penambahan gestasi

Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan terjadinya

abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan tersebut

dengan organ panggul, semakin besar kemungkinan terjadinya abortus.

Meskipun demikian, sering kali kista ovarii dan mioma bertangkai dapat

diangkat pada waktu kehamilan apabila mengganggu gestasi. Peritonitis

dapat menambah besar kemungkinan abortus.27

2.5. Klasifikasi

Abortus dapat diklasifikasikan berdasarkan

1. Tujuan

a. Abortus medisinalis yaitu abortus yang sengaja dilakukan dengan alasan

bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu. Pertimbangan ini

dilakukan oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis kebidanan dan

kandungan, spesialis penyakit dalam, dan spesialis jiwa, bila perlu ditambah

dengan pertimbangan dari tokoh agama yang terkait.

b. Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan

yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.51,70

c. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi tanpa tindakan apapun.

10

Page 12: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

2. Jenis (dibahas pada diagnosis)

3. Waktu

Menurut Shiers (2003), disebut abortus dini bila abortus tejadi pada usia

kehamilan <12 minggu dan >12 minggu disebut abortus lanjut.71 Abortus

trimester satu biasanya diakibatkan kelainan genetik atau penyakit autoimun

yang diderita ibu, abortus trimester dua biasanya disebabkan oleh kelainan

uterus.72

2.6. Patogenesis & Patofisiologi

Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh

bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua yang

menyebabakn nekrosis jaringan. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat

perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan

mengawali adanya proses abortus. Karena hasil konsepsi tersebut terlepas dapat

menjadi benda asing dalam uterus yang menyebabkan uterus berkontraksi dan

mengeluarkan isinya.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih

terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan

secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam

cavum uteri atau di kanalis servikalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses

pengeluaran hasil konsepsi. Pada kehamilan 8-14 minggu biasanya diawali

dengan pecahnya selaput ketuban dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat

namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Jenis ini sering menimbulkan

perdarahan pervaginam banyak. Pada kehamilan minggu ke 14-22, janin biasanya

sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian.

Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menimbulkan

gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam banyak. Perdarahan

pervaginam umumnya lebih sedikit namun rasa sakit lebih menonjol.

Pada abortus hasil konsepsi yang dikeluarkan terdapat dalam berbagai

bentuk yaitu kantong amnion kosong, di dalam kantung amnion terdapat benda

kecil yang bentuknya masih belum jelas (blighted ovum), atau janin telah mati

11

Page 13: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

lama. Plasentasi tidak adekuat sehingga sel tropoblas gagal masuk ke dalam arteri

spiralis. Akibatnya, terjadi peredaran darah prematur dari ibu ke anak.27,51,70

2.7. Diagnosis

Abortus diduga pada wanita yang pada masa reproduktif mengeluh tentang

perdarahan pervaginam setelah terlambat haid. Hipotesis dapat diperkuat pada

pemeriksaan bimanual dan tes kehamilan. Harus diperhatikan banyaknya

perdarahan, pembukaan serviks, adanya jaringan dalam kavum uteri atau vagina.

Disebut pendarahan ringan-sedang bila doek bersih selama 5 menit, darah

segar tanpa gumpalan, darah yang bercampur dengan mukus. Pendarahan berat

bila pendarahan yang banyak, merah terang, dengan atau tanpa gumpalan, doek

penuh darah dalam waktu 5 menit, dan pasien tampak pucat.3

Bentuk pengeluaran hasil konsepsi bervariasi sesuai usia gestasi, di bawah

14 minggu dimana plasenta belum terbentuk sempurna dikeluarkan seluruh atau

sebagian hasil konsepsi, di atas 16 minggu dengan pembentukan plasenta

sempurna dapat didahului dengan ketuban pecah diikuti pengeluaran hasil

konsepsi, dan dilanjutkan dengan pengeluaran plasenta.73

Diagnosis abortus dilakukan berdasarkan jenisnya, yaitu:27,51,70,73,74

1. Abortus Iminens adalah pendarahan dari uterus pada kehamilan kurang dari

20 minggu, hasil konsepsi masih di dalam uterus dan tidak ada dilatasi

serviks. Pasien akan atau tidak mengeluh mules-mules, uterus membesar,

terjadi pendarahan sedikit seperti bercak-bercak darah menstruasi tanpa

riwayat keluarnya jaringan terutama pada trimester pertama kehamilan.

Pada pemeriksaan obstetrik dijumpai tes kehamilan positif dan serviks

belum membuka. Pada inspekulo dijumpai bercak darah di sekitar dinding

vagina, porsio tertutup, tidak ditemukan jaringan.

2. Abortus Insipiens adalah perdarahan kurang dari 20 minggu karena dilatasi

serviks uteri meningkat dan hasil konsepsi masih dalam uterus. Pasien akan

mengeluhkan mules yang sering dan kuat, keluar darah dari kemaluan tanpa

riwayat keluarnya jaringan, pendarahan biasanya terjadi pada trimester

pertama kehamilan, darah berupa darah segar menglair. Pada inspekulo,

12

Page 14: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina, porsio terbuka, tidak

ditemukan jaringan.

3. Abortus inkomplit adalah pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan

sebelum 20 minggu dengan masih terdapat sisa hasil konsepsi tertinggal

dalam uterus. Pada anamnesis, pasien akan mengeluhkan pendarahan berupa

darah segar mengalir terutama pada trimester pertama dan ada riwayat

keluarnya jaringan dari jalan lahir.

4. Abortus Komplit adalah keadaan di mana semua hasil konsepsi telah

dikeluarkan. Pada penderita terjadi perdarahan yang sedikit, ostium uteri

telah menutup dan uterus mulai mengecil. Hasil konsepsi saat diperiksa

dinyatakan bahwa semua sudah keluar dengan lengkap. Pendarahan

biasanya tinggal bercak-bercak dan anamnesis di sini berperan penting

dalam menentukan ada tidaknya riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir

Pada inspekulo, ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina, porsio

terbuka, tidak ditemukan jaringan

5. Missed Abortion ditandai dengan kematian embrio atau fetus dalam

kandungan >8 minggu sebelum minggu ke-20. Pada anamnesis akan

ditemukan uterus berkembang lebih rendah dibanding usia kehamilannya,

bisa tidak ditemukan pendarahan atau hanya bercak-bercak, tidak ada

riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir. Pada inspekulo bisa ditemukan

bercak darah di sekitar dinding vagina, portio tertutup, tidak ditemukan

jaringan

6. Abortus rekuren adalah abortus spontan sebanyak 3x/ lebih berturut-turut.

Pada anamnesis akan dijumpai satu atau lebih tanda-tanda abortus di atas,

riwayat menggunakan IUD atau percobaan aborsi sendiri, dan adanya

demam.

7. Abortus Septik ditandai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau

peritonium. Hasil diagnosis ditemukan: panas, lemah, takikardia, sekret

yang bau dari vagina, uterus besar dan ada nyeri tekan dan bila sampai

sepsis dan syok (lelah, panas, menggigil)

13

Page 15: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

8. Blighted ovum adalah suatu keadaan di mana embrio tidak terbentuk tetapi

terdapat kantung gestasi. Kofirmasi tidak ada embrio pada kantung gestasi

(diameter minimal 25 mm) dengan USG.

2.8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk abortus meliputi:3,51,75

1. Ultrasonografi

Pada usia 4 minggu, dapat terlihat kantung gestasi eksentrik dengan

diameter 2-3 mm. Pada usia gestasi 5 minggu, terlihat diameter kantung

gestasi 5 mm, kantung telur 3-8 mm. Pada usia gestasi 6 minggu, terlihat

diameter kantung gestasi 10 mm, embrio 2-3 mm, dan terdapat aktivitas

jantung. Pada usia gestasi 7 minggu, diameter kantung gestasi 20 mm,

terlihat bagian kepala dan badan yang menyatu. Pada usia gestasi 8

minggu, diameter kantung gestasi 25 mm, herniasi midgut, terlihat

rhombencephalon, dan limb buds. Pada usia gestasi 9 minggu, tampak

pleksus koroidalis, vertebra, dan ekstremitas. Pada usia gestasi 10 minggu,

telah terlihat bilik jantung, lambung, kandung kemih, dan osifikasi tulang,

pada usia gestasi 11 minggu, usus telah terbentuk dan struktur lainnya

cenderung telah terbentuk dengan baik. Abortus dapat ditegakkan dari USG

transabdominal bila pada embrio >8 mm dan tidak ditemukan aktivitas

jantung.

2. Kariotipe genetik

3. Tiroid

4. Biopsi endometrium fase luteal untuk kadar progesteron

5. Infeksi

6. Imunologis

7. Beta hCG

Serum beta HCG>2500 IU per mL disertai dengan USG

transvaginal90% KDR

Serum beta HCG >6500 IU per mL disertai dengan USG abdomen 90%

KDR.

14

Page 16: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

2.9. Diagnosis banding27,51,70,73,74

Diagnosis banding

Gejala Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

Abortus iminens

- perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu berupa flek-flek

- nyeri perut ringan- keluar jaringan (-)

- TFU sesuai dengan umur kehamilan

- Dilatasi serviks (-)

- tes kehamilan urin masih positif

- USG : gestasional sac (+), fetal plate (+), fetal movement (+), fetal heart movement (+)

Abortus insipien

- perdarahan banyak dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu

- nyeri perut berat- keluar jaringan (-)

- TFU sesuai dengan umur kehamilan

- Dilatasi serviks (+)

- tes kehamilan urin masih positif

- USG : gestasional sac (+), fetal plate (+), fetal movement (+/-), fetal heart movement (+/-)

Abortus inkomplit

- perdarahan banyak / sedang dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu

- nyeri perut ringan- keluar jaringan

sebagian (+)

- TFU kurang dari umur kehamilan

- Dilatasi serviks (+)- teraba jaringan dari

cavum uteri atau masih menonjol pada osteum uteri eksternum

- tes kehamilan urin masih positif

- USG : terdapat sisa hasil konsepsi (+)

Abortus komplit

- perdarahan (-)- nyeri perut (-)- keluar jaringan (+)

- TFU kurang dari umur kehamilan

- Dilatasi serviks (-)

- tes kehamilan urin masih positif

bila terjadi 7-10 hari setelah abortus.

USG : sisa hasil konsepsi (-)

Missed abortion

- perdarahan (-)- nyeri perut (-)- biasanya tidak

merasakan keluhan apapun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilannya > 14 minggu sampai 20 minggu penderita merasakan rahimnya semakin mengecil, tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang.

- TFU kurang dari umur kehamilan

- Dilatasi serviks (-)

- tes kehamilan urin negatif setelah 1 minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan.

- USG : gestasional sac (+), fetal plate (+), fetal movement (-), fetal heart movement (-)

Mola hidatidosa

- Tanda kehamilan (+)- Terdapat banyak atau

sedikit gelembung mola

- TFU lebih dari umur kehamilan

- Terdapat banyak atau sedikit gelembung

- tes kehamilan urin masih positif

(Kadar HCG lebih dari 100,000 mIU/mL)

15

Page 17: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

- Perdarahan banyak / sedikit

- Nyeri perut (+) ringan

- Mual - muntah (+)

mola- DJJ (-)

- USG : adanya pola badai salju (Snowstorm).

Blighted ovum

- Perdarahan berupa flek-flek

- Nyeri perut ringan- Tanda kehamilan (+)

- TFU kurang dari usia kehamilan

- OUE menutup

- tes kehamilan urin positif

- USG : gestasional sac (+), namun kosong (tidak terisi janin).

KET - Nyeri abdomen (+)- Tanda kehamilan (+)- Perdarahan

pervaginam (+/-)

- Nyeri abdomen (+)- Tanda-tanda syok

(+/-) : hipotensi, pucat, ekstremitas dingin.

- Tanda-tanda akut abdomen (+) : perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.

- Rasa nyeri pada pergerakan servik.

- Uterus dapat teraba agak membesar dan teraba benjolan disamping uterus yang batasnya sukar ditentukan.

- Cavum douglas menonjol berisi darah dan nyeri bila diraba

- Lab darah : Hb rendah, eritrosit dapat meningkat, leukosit dapat meningkat.

- Tes kehamilan positif- USG : gestasional sac

diluar cavum uteri.

2.9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan abortus masih kontroversial. Namun, biasanya didasari

oleh jenis abortus yang terjadi. Terapi dengan hormon progesteron, vitamin,

hormon tiroid dan lainnya mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis.

Langkah pertama dari serangkaian penatalaksanaan abortus adalah penilaian

kondisi klinis pasien. Penilaian ini masih berkaitan dengan upaya diagnosis dan

memulai pertolongan awal kegawatdaruratan. Dengan langkah ini, dapat dikenali

berbagai komplikasi yang dapat mengancam keselamatan pasien seperti syok,

infeksi/sepsis, perdarahan hebat (masif) atau taruma intraabdomen. Melalui

pengenalan ini, dapat diambil langkah untuk mengatasi kondisi kegawatdarutan.3

16

Page 18: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

Penatalaksanaan abortus secara spesifik disesuaikan dengan jenis

abortusnya yaitu:

1. Abortus imminens

Tirah baring tidak memberikan hasil lebih baik namun dianjurkan untuk

membatasi aktivitas agar meminimalkan kemungkinan rangsangan

prostaglandin. Tidak dianjurkan terapi dengan hormon estrogen dan

progesteron.

Vitamin diberikan dengan asumsi fungsi antioksidan untuk mengatasi

penyebab stres oksidatif pada kasus abortus. Pemberian vitamin seperti

vitamin C dan E.82 Pemberian tokolitik seperti beta agonis dinilai bermanfaat

dalam menurunkan risiko abortus.84

2. Abortus insipiens

Umumnya harus dirawat. Karena tidak ada kemungkinan kelangsungan

hidup bagi janin, maka dapat diberikan misoprostol untuk mengeluarkan

konsepsi. Analgetik mungkin dapat diberikan. Demikian pula, setelah janin

lahir, kuretase mungkin diperlukan.77

Pada kehamilan kurang dari 12 atau 16 minggu biasanya perdarahan tidak

banyak namun bahaya perforasi lebih besar pada kerokan sehingga proses

abortus harus dipercepat. Dengan pemberian infuse oksitosin janin dapat

keluar. Regimen lain yang dapat diberikan adalah ergometrin im (dapat

diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 μg oral (dapat

diulang sekali setelah 4 jam bila perlu). Apabila plasenta masih tertinggal

pengeluaran plasenta dilakukan secara manual dan disusul kerokan. Namun

bahaya perforasi yang terakhir ini tidak begitu besar karena dinding uterus

jadi lebih tebal karena hasil konsepsi telah keluar.51,70

3. Abortus inkomplit

Abortus inkomplit dapat ditatalaksana dengan rawat ekspektatif, maupun

medikamentosa. Efektivitas rawat ekspektatif berkisar antara 52%-81%

setelah follow up 2 minggu.84 Terapi medikamentosa dengan misoprostol

menunjukkan efektivitas 80% ke atas. Namun, tidak ada perbedaan statistik

yang signifikan antara keduanya.85 Reynold et al. (2005) menunjukkan

17

Page 19: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

bahwa tidak ada perbedaan statistik yang signifikan mengenai efikasi

medikamentosa dan pembedahan dalam penatalaksanaan abortus inkomplit.

Namun, terdapat peningkatan risiko infeksi pelvik pada penatalaksanaan

secara surgikal (p<0,001). Hal ini berlaku saat kantung gestasi <24 mm.

Setelahnya, efikasi medikamentosa dibanding pembedahan akan berkurang

85%.86 Penelitian Weeks et al. Dengan 600 mcg misoprostol oral dengan

aspirasi vakum manual menunjukkan bahwa lebih baik dengan misoprostol,

tetapi tidak bermakna.87

a. Perbaiki keadaan umum: volume intravaskuler efektif harus dipertahankan

untuk memberikan perfusi jaringan yang adekuat.

b. Infeksi harus dikendalikan dengan antibiotik yang tepat

Sekitar 13% abortus bersifat infeksius baik pre dan post operasi. Fawcus et

al. (1997) menunjukkan 49,5% wanita hamil dengan abortus inkomplit

diberikan terapi antibiotik dan transfusi.88Penelitian Chow et al. (1997) pada

77 pasien abortus menunjukkan penatalaksanaan dengan penicillin +

chloramphenicol lebih baik dibanding chloramphenicol tunggal.89Seeras

(1989) menunjukkan tidak ada perbedaan insidensi sepsis antara kelompok

kontrol dengan kelompok yang menerima tetrasiklin kapsul 500 mg 4 kali

sehari.90 Pada RCT yang menilai profilaksis doksisiklin sebelum kuretase,

ditunjukkan tidak ada efek yang bermakna terhadap penurunan motralitas

infeksi pasca kuretase.91

c. Hasil konsepsi dalam uterus harus dievakuasi, bila perlu dilakukan

laparotomi eksplorasi, sampai pengangkatan rahim

Pada perdarahan ringan dan kehamilan <16 minggu, dapat dilakukan

pengeluaran hasil konsepsi yang terjepit pada serviks dengan jari atau

forceps cincin. Bila perdarahan sedang-berat dan usia kehamilan <16

minggu, dilakukan evakuasi hasil konsepsi dari uterus dengan pilihan

aspirasi vakum. Indikasi aspirasi vakum manual adalah pada kasus abortus

insipien atau inkomplit <16 minggu (sumber lain menyebutkan batasan usia

kehamilan <12-14 minggu). Bila evakuasi tidak memungkinkan untuk

segera dilakukan, berikan ergometrin 0,2mg IM (dapat diulang setelah 15

18

Page 20: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

menit bila diperlukan) atau misoprostol 400 μg oral (dapat diulang setelah 4

jam bila diperlukan). Pada kehamilan >16 minggu, dilakukan induksi

ekspulsi janin infus oksitosin 40 IU dalam 1 L kristaloid dengan kecepatan

40 tetes per menit sampai ekspulsi hasil konsepsi terjadi. Bila perlu, dapat

diberikan misoprostol 200 μg per vaginam tiap 4 jam hingga terjadi

ekspulsi, dosis total tidak lebih dari 800 μg. Setelah itu, mengevakuasi sisa

hasil konsepsi yang tersisa dari uterus.77

Penelitian Gulmezoglu menunjukkan bahwa metode operatif yang dipilih

untuk abortus inkomplit adalah aspirasi vakum dengan efek samping yang

rendah: kehilangan darah minimal, nyeri minimal, waktu lebih singkat

dibanding kuretase tajam. Di samping itu, prosedur ini tidak memerlukan

anestesi umum dan memiliki efektivitas yang cukup baik (persentase

evakuasi komplit rata-rata >98%).Walaupun begitu, perhitungan statistik

menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna.88 Heath et al. menunjukkan

bahwa tidak ada manfaat pemeriksaan histopatologi jaringan kuretase. Akan

tetapi, hal ini tetap saja diperiksakan untuk mencegah kemungkinan KET.92

Beberapa studi menganjurkan terapi misoprostol.93 Efikasi misoprostol

berkisar 13%-96% dengan banyak faktor yang mempengaruhinya misal,

abortus, dan ukuran kantung gestasi. Angka keberhasilan tinggi (70%-96%)

ditemukan pada kasus abortus inkomplit dengan misoprostol dosis tinggi

(1200 mcg-2400 mcg) yang berikan pervaginam.94,95

Chung et al. menunjukkan bahwa 400 mcg misoprostol oral setiap 4 jam

menunjukkan efikasi yang baik dengan dosis maksimum 1200 mcg.96

Gonlund yang membandingkan rawat ekspektatif dengan misoprostol

vaginal 400 mcg menunjukkan keberhasilan 90% lebih baik dengan evaluasi

pada hari 8 dan 14.97 Studi yang membandingkan rute oral dan vaginal

menunjukkan bahwa vaginal lebih baik.98 Meka et al. menganjurkan

penatalaksanaan dengan 600 mcg misoprostol pervaginam dan kontrol tes

kehamilan setelah 3 minggu tatalaksana.99

4. Abortus komplit

a. Perbaiki keadaan umum

19

Page 21: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

b. Infeksi harus dikendalikan dengan antibiotik yang tepat

5. Abortus rekuren

Penyebab abortus habitualis untuk sebagian besar tidak diketahui. Oleh

karena itu, penanganannya terdiri atas: memperbaiki keadaan umum,

pemberian makanan yang sempurna, anjuran istirahat cukup banyak,

larangan koitus dan olah raga. Terapi dengan hormon progesteron, vitamin,

hormon tiroid, dan lainnya mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis.

Risiko perdarahan pervaginam yang hebat maka perlu diperhatikan adanya

tanda-tanda syok dan hemodinamik yang tidak stabil serta tanda-tanda vital.

Jika pasien hipotensi, diberikan secara intravena-bolus kristaloid untuk

stabilisasi hemodinamik, memberikan oksigen, dan mengirim jaringan yang

ada ke rumah sakit untuk diperiksa.51

6. Missed abortion

Bila gestasional <12 minggu, bisa langsung dilakukan dilatasi dan kuretase

jika seviks memungkinkan. Bila gestasional >12 minggu / <20 minggu,

dilakukan induksi (untuk mengeluarkan janin) & diberi Invus (iv) cairan

oksitosin (untuk profilaksis retensi cairan). Terdapat tehnik pemberian

prostagalandin untuk induksi serta berefek pd pembukaan ostium serviks,

dgn pemberian misoprostol (sublingual). Bila usia gestasi lebih dari 4

minggu memungkinkan terjadinya gangguan trombosis darah oleh karena

hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan

evakuasi dan kuretase.27

7. Abortus infeksi atau septik

Kuretase dilakukan setelah 6 jam diberikan antibiotika yang adekuat. Pada

infeksi berat, diberikan ampisilin intravena 2 g setiap 6 jam, gentamisin 5

mg/kgBB intravena selama 24 jam, dan metronidazole 500 mg intravena

setiap 8 jam. Pada infeksi ringan, cukup diberikan amoxicillin oral 3 kali

sehari selama 5 hari, metronidazole oral 400 mg 3 kali sehari selama 5 hari,

dan gentamisin intravena 5 mg/kgBB bila perlu.103

8. Blighted ovum

Dilatasi dan kuraetase secara selektif.

20

Page 22: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

2.11. Pencegahan

Pada serviks inkompeten, dilakukan operasi untuk mengecilkan ostium uteri

pada kehamilan 12 minggu atau lebih sedikit. Dasar operasinya adalah

memperkuat jaringan serviks yang lemah dengan melingkari daerah ostium uteri

internum dengan benang sutera atau dakron yang tebal. Jika berhasil maka

kehamilan dapat dilanjutkan sampai hampir cukup bulan dan benang dipotong

pada usia kehamilan 38 minggu. Operasi tersebut dapat dilakukan menurut cara

Shirodkar atau cara Mac Donald.104

2.12. Prognosis

Selain pada kasus antibodi antifosfolipid dan serviks inkompeten, angka

kesembuhan setelah tiga kali abortus berturut-turut berkisar antara 70 dan 85 %,

apapun terapinya. Bahkan, Warburton dan Fraser (1964) menunjukkan

kemungkinan abortus rekuren adalah 25-30% berapapun jumlah abortus

sebelumnya. Poland, et al. (1977) mencatat bahwa apabila seorang wanita pernah

melahirkan bayi hidup, risiko untuk setiap abortus rekuren adalah 30%. Namun,

apabila wanita belum pernah melhairkan bayi hidup dan pernah mengalami paling

sedikit satu kali abortus spontan, risiko abortus adalah 46%. Wanita dengan

abortus spontan tiga kali atau lebih berisiko lebih besar mengalami pelahiran

preterm, plasenta previa, presentasi bokong, dan malformasi janin pada kehamilan

berikutnya (Thom dkk, 1992).27,51

21

Page 23: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

BAB III

LAPORAN KASUS

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

RSU BANGLI

1. Identitias Pasien

Nama : APDN

Umur : 29 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku/Agama : Bali/Hindu

Status : Menikah

Alamat : Banjar Sideparna, Tembuku, Bangli

Tanggal Masuk : 4 September 2015 pukul 17.00 WITA

No. MR : 216028

2. Anamnesis

Keluhan utama : Keluar darah dari kemaluan

Riwayat Keluhan :

- Pasien datang sadar mengeluh keluar darah pervaginam sejak pukul

17.00 WITA (4 September 2015). Pasien sempat pingsan tadi siang.

Pasien mengatakan demam sejak kemarin. Pasien menyangkal riwayat

keluar air pervaginam. Pasien juga mengeluh nyeri perut dan pinggang.

Pasien menolak riwayat jatuh dan koitus.

- BAK (+), BAB (+), kesan normal.

Riwayat dan Kebiasaan

Riwayat Penggunaan Obat

Tidak jelas

22

Page 24: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

Riwayat Penyakit Terdahulu

Tekanan darah tinggi, gula, jantung, asma, dan alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Tekanan darah tinggi, gula, jantung, asma, dan alergi disangkal

Riwayat Haid

HPHT : 28-05-2015

TTP : 04-03-2016

ANC : Di dokter kandungan sebanyak 3 kali

Menarche : 14 tahun

Siklus : 28 hari

Lama Haid : 3-4 hari, teratur

Volume : ± 60 cc

Nyeri haid : -

Riwayat Persalinan

1. 9 tahun. Aterm. Pspt B. Tenaga Kesehatan. ♀. 2.500 g. Normal

2. 4 tahun. Prematur. SC ec KPD. Tenaga Kesehatan. ♂. 1.700 g. Normal

3. Hamil ini.

Riwayat Pernikahan

Pasien menikah sebanyak 1 kali, umur waktu pertama kawin 21 tahun,

pasien sudah menikah selama 9 tahun

Riwayat Kontrasepsi

Pasien menggunakan KB suntik 3 bulan sekali. Lama pemakaian : 4 tahun

Riwayat Sosial dan Ekonomi

Pasien saat ini tinggal dengan suaminya. Pasien adalah seorang ibu rumah

tangga. Pasien mengaku tidak pernah mengonsumsi alkohol maupun

merokok.

Riwayat Operasi

SC anak ke-2, dirawat selama 3 hari

3. Pemeriksaan Fisik

Status Present

23

Page 25: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

Kesadaran : Compos mentis Anemis : (-)

TD : 100/70 mmHg Ikterus : (-)

HR : 84 x/menit, teratur Sianosis : (-)

RR : 20 x/menit Dyspnea : (-)

Temperatur : 37,7 ºC Edema : (-)

Status Generalisata

Kepala : Mata : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-),

sklera ikterik (-/-), pupil isokor ka=ki,

Status General

Mata : anemi -/-, ikterus -/-

Leher : Tiroid : tidak teraba

Mamae : Bentuk : simetris

Pengeluaran : tidak ada

Kebersihan : cukup

Thorax :

Cor : S1S2 Tunggal Reguler Murmur (-)

Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Whezing -/-

Extremitas : hangat +/+

+/+

Status Obstetrikus

Abdomen : Terdapat luka bekas operasi

Leopold I : TFU tidak teraba

Leopold II : Tidak dapat dinilai

Leopold III : Tidak dapat dinilai

Leopold IV : Tidak dapat dinilai

Status Ginekologis

Inspeksi : Pengeluaran pervaginam : blood slym

Inspekulo : Vagina : Tidak ada kelainan

Hymen : robek

Portio : utuh

24

Page 26: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

Cavum douglas : tidak menonjol

VT : v/v normal, portio mencucu, blood slym (+), stolsel (+),

jaringan (+)

perdarahan aktif (-), nyeri goyang portio(-)

4. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium (16:26 04/09/2015)

Darah Lengkap

Hemoglobin : 14,3 g/dl

Hematokrit : 35,5 %

Red Blood Cell : 4,78x106/mm³

Leukosit : 16,5/mm³

Trombosit : 174.000/mm³

MCV : 74,2 fL

MCH : 30,0 fL

MCHC : 40,4 fL

BT : 2’00”

CT : 8’30”

Tes beta HCG urin: (+)

5. Diagnosis

G3P1102 uk 14-15 minggu + Abortus inkomplit + LMR 1 kali (bekas SC)

6. Penatalaksanaan

- IVFD RL 20 tpm

- Paracetamol 3x1 tab k/p

- Cefotaxime 2x1g

- Bedrest total

- Puasa

- USG

- Kuretase

25

Page 27: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

7. Laporan Kuretase (05/09/2015)

- Pasien terlentang litotomi dengan blok paraservikal

- Asepsis/antisepsis

- Persempit dengan doek steril

- Inspekulo

- Fiksasi portio dengan tenaculum

- Sondage, uterus 8 cm anteflexi

- Kuretasi, jaringan ± 5 cc, darah ± 5 cc

- Evaluasi perdarahan aktif (-)

- Operasi selesai

Instruksi post op :

- Observasi, TTV, perdarahan dan keadaan umum

- IVFD RL 20 tpm

- Terapi oral :

Cefadroxil 2x1

SF 2x1

Asam mefenamat 3x1

Metilergometrin 3x0,125 mg

- Jika baik : boleh pulang

26

Page 28: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

8. Follow Up

Tanggal 6 September 2015 7 September 2015S: Keluar darah dari kemaluan

(-)Keluar darah dari kemaluan (-)

O: Status PresentKesadaran : compos mentisTD : 90/60 mmHgHR : 80 x/menitRR : 20 x/menitT : 36,8°cStatus general : dalam batas normal

Status PresentKesadaran : compos mentisTD : 110/70 mmHgHR : 88 x/menitRR : 24 x/menitT : 36,6°cStatus general : dalam batas normal

Status GynecologyAbdomen: distensi (-), BU (+) baikVagina : perdarahan aktif (-)

Status GynecologyAbdomen: distensi (-), BU (+) baikVagina : perdarahan aktif (-)

A: Post kuretase ec abortus inkomplit

Post kuretase ec abortus inkomplit

P: - Cefadroxil 2x1- SF 2x1- Asam mefenamat 3x1- Metilergometrin 3x0,125

mg

- BPL, kontrol 1 minggu- Cefadroxil 2x1- SF 2x1- Asam mefenamat 3x1- Metilergometrin 3x0,125

mg

27

Page 29: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis

Pada kasus ini, pasien bernama APDN, berumur 29 tahun, beralamat di Banjar

Sideparna, Tembuku, Bangli. Pasien datang tanggal 4 September 2015 karena

perdarahan pervaginam, pasien juga mengeluh nyeri perut dan pinggang. Riwayat

haid terakhir 28 Mei 2015. Tafsiran persalinan 4 Maret 2015. Pasien melakukan

antenatal care di dokter kandungan sebanyak 3 kali Dari hasil anamnesis juga

diketahui riwayat menstruasi pasien, dimana pasien menarche pada usia 14 tahun

dengan siklus yang teratur setiap 28 hari dan lama haid 3-4 hari dengan volume ±

60 cc. Riwayat perkawinan 1 kali selama 9 tahun, dengan riwayat persalinan

sebanyak 2 kali, dimana semua anak pasien hidup. Namun anak kedua dilahirkan

prematur perabdominal.

Pasien saat ini didiagnosa dengan abortus inkomplit karena dari hasil

anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda serta gejala yang sesuai

dengan abortus inkomplit.

Dari hasil anamnesis diketahui keluhan utama pasien saat datang yakni

pendarahan pervaginam dengan umur kehamilan 14-15 minggu. Kemudian dari

pemeriksaan fisik didapatkan tinggi fundus uteri tidak teraba, Leopold I-IV tidak

dapat dinilai. Kemudian saat dilakukan vaginal toucher didapatkan portio

mencucu, blood slym, serta sisa jaringan, tidak didapatkan perdarahan aktif, serta

tidak didapatkan nyeri goyang portio.

Sesuai dengan teori yang menyatakan abortus adalah pengeluaran hasil

konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan yaitu berat badan kurang

dari 500 gram atau usia kehamilan kurang dari (ACOG memberi batasan 20

minggu, FIGO memberi batasan 22 minggu, Hanretty memberikan batasan 24

minggu, WHO memberi batasan 28 minggu). Abortus diduga pada wanita yang

pada masa reproduktif mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah terlambat

haid. Maka kasus ini dapat dipertimbangkan sebagai abortus karena pasien masih

28

Page 30: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

dalam masa reproduktif dan terdapat pendarahan pervaginam pada umur

kehamilan 14-15 minggu.

Pasien ini didiagnosis sebagai abortus inkomplit karena dari vaginal toucher

terdapat jaringan sebagian, TFU tidak teraba, dan tes kehamilan masih positif.

4.2. Penatalaksanaan

Menurut teori, yang dilakukan pertama kali adalah memperbaiki keadaan umum

pasien, volume intravaskuler efektif harus dipertahankan untuk memberikan

perfusi jaringan yang adekuat. Oleh karena itu, diberikan IVFD RL 20 tpm.

Setelah itu hasil konsepsi dalam uterus harus dievakuasi, maka dilakukan

kuretase. Infeksi harus dikendalikan dengan antibiotik yang tepat, oleh karena itu

sebelum kuretase diberikan cefotaxime sebagai profilaksis, dan setelah kuretase

diberikan cefadroxil.

29

Page 31: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

BAB V

SIMPULAN

xxxxxxxxxxxxxxxxxxx

30

Page 32: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

DAFTAR PUSTAKA

1. DeCherney AH, Nathan L, & Goodwin TM. Spontaneous Abortion. Robertson A (editor). In: Current Diagnosis and Treatment in Obstetric and Gynecology. New York: McGraw-Hill, 2003.

2. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH (editor),In: Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2010.

3. Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. Smith H (editor), In: Obstetrics Illustrated, 6th Edition. London: Churchill-Livingstone, 2003.

4. World Health Organization. Managing incomplete abortion. WHO, 20085. Sharing responsibility: women, society and abortion worldwide. New York, The

Allan Guttmacher Institute,1999.6. Christopher P. Crum. The Female Genital Tract. In: Ramzi S. Cotran, Vinay

Kumar, Tucker Collins. Pathologic Basis of Disease.7th ed. Philadelphia: WB. Saunders 2004; 1079-80.

7. Greenwold N, Jauniaux E. Collection of villous tissue under ultrasound guidance to improve the cytogenetic study of early pregnancy failure. Hum Reprod 2002; 17: 452–56.

8. Regan L, Rai R. Epidemiology and the medical causes of miscarriage. Baillieres Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol 2000; 14: 839–54.

9. Basama FM, Crosfill F. The outcome of pregnancies in 182 women with threatened miscarriage. Arch Gynecol Obstet 2004; 270:86-90

10. Weiss JL, Malone FD, Vidaver J, et al. Threatened abortion: A risk factor for poor pregnancy outcome, a population-based screening study. Am J Obstet Gynecol 2004; 190:745-50.

11. Johns J, Jauniaux E. Threatened miscarriage as a predictor of obstetric outcome. Obstet Gynecol 2006; 107:845-50.

12. Tien JC & Tan TYT. Non surgical intervensions for threatened and recurrent miscarriages. Singapore Med J, 2007; 48(12): 1074.

13. Backos, M and Regan, L. Recurrent Miscarriage. In: James, et al. (eds), High Risk Pregnancy Management Options. 3rd Edition.Philadelphia: Elsevier Saunders, 2006; 160-182.

14. Pierce GB, Parchment RE, Lewellyn AL. Hydrogen peroxideas a mediator of programmed cell death in the blastocyst.Differentiation 1991;46:181–186.

15. Suganuma R, Yanagimachi R, Meistrich ML. Decline in fertilityof mouse sperm with abnormal chromatin during epididymalpassage as revealed by ICSI. Hum Reprod 2005;20:3101-3108.

16. Caniggia I, Mostachfi H&Winter J. Hypoxia-induciblefactor-1 mediates the biological effects of oxygen on humantrophoblast differentiation through TGF-beta. J Clin Invest2000;105:577-587.

17. Gupta S, Agarwal A, Banerjee J& Alvarez J. The role of oxidative stress in spontaneous abortion and recurrent pregnancy loss: a systematic review. CME Review Article 2012; 62(5): 335-347.

18. CohenRK & Koren G. Antioxidants and fetal protectionagainst ethanol teratogenicity: review of the experimentaldata and implications to humans. Neurotoxicol Teratol 2003;25:1-9.

19. Vural P, Akgul C, Yildirim A, et al. Antioxidant defence in recurrent abortion. Clin Chim Acta 2000;295:169-177.

31

Page 33: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

20. Burd L, Roberts D, Odendaal H. ethanol and the placenta: a review. Journal of maternal–fetal and neonatal medicine 2007, 20(5):361–375.

21. Weng X, Odouli R & Li DK. Maternal caffeine consumption during pregnancy and the risk of miscarriage: a prospective cohort study. Am J Obstet Gynecol 2008; 198: 279-308.

22. Brent RL. Saving lives and changing family histories: Appropriate counseling of pregnant women and men and women of reproductive age, concerning the risk of diagnostic radiation exposures during and before pregnancy. Am J Obstet Gynecol, 2009, 200(1):4-24.

23. King H, Webb RT & Mortensen PB. Risk of stillbirth and neonatal death linked with maternal mental illness: a national cohort study. archives of disease in childhood, fetal and neonatal, 2009 94(2): 105-110.

24. Fertl KI, Bergner A, Beyer R, Klapp BF & Rauchfuss BF. Levelsand effects of different forms of anxiety during pregnancy after a priormiscarriage. Eur. J. Obstet. Gynecol. Reprod. Biol. 2009; 142: 23-29.

25. Miozzo M& Simoni G. The role of imprinted genes in fetal growth. BiolNeonate 2002;81:217-228.

26. Korevaar JC, Leschot NJ, Bossuyt PM, Knegt AC, Schoorl KB, Wouters CH, et al.Selective chromosome analysis in couples with two or more miscarriages: case–control study. BMJ 2005; 331: 137-141.

27. Cunningham. Recurrent Miscarriage: Abortion. Mark E (editor), In: Williams Obstetrics 23rd Edition. New York: McGraw-Hil Companies, Inc. 2010.

28. Stirrat GM. Recurrent miscarriage I: definition and epidemiology. Lancet 1990;336:673-675

29. Godjin M. Chromosome abnormalities in first-trimester pregnancy loss. University of Amsterdam, 2003; 1: 1-19.

30. Eiben B, Bartels I&Bahr-Porsch. Cytogenetic analysis of 50 spontaneous abortions with the directpreparationn method of chorionic villi and its implications for studying genetic causes of pregnancywastage. American journal of Human Genetics 1990: 47; 656-663.

31. Dhont, Marc. Recurrent Miscarriage. Current Women’s Health Reports2003, 3:361-366.

32. Robinson WP, McFadden DE & Stephenson MD. The origin of abnormalities in recurrent aneuploidy/polyploidy. Am J Hum Genet. 2001; 69(6): 1245-1254.

33. Shi Q& Martin RH. Aneuploidy in human sperm: a review of the frequency and distribution of aneuploidy, effects of donor age and lifestyle factors. Cytogenet Cell Genet 2000, 90:219-226.

34. Schweikert A, Rau T, Berkholz A, Allera A, Daufeldt S,Wildt L, et al. Association of progesterone receptorpolymorphism with recurrent abortions. Eur JObstet Gynecol Reprod Biol2004: 113;67-72.

35. Lebedev N, Nazarenko SA. Tissue-Specific Placental Mosaicism for Autosomal Trisomies in Human Spontaneous Abortuses. Russian J of Genet 2001, 37(11):1224-1237.

36. Lee RM, Silver RM. Recurrent pregnancy loss: Summary and clinical recommendations. Semin Reprod Med 2000, 18: 433-440.

37. Brosens JJ, Hodgetts A, Zaidi FF, Sherwin JR, Fusi L, Salker MS, et al. Proteomic analysis of endometrium from fertile and infertile patients suggests a role for apolipoprotein A-I in embryo implantation failure and endometriosis. Mol Hum Reprod 2010;16:273-285.

32

Page 34: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

38. Teklenburg G, Salker M, Heijnen C, Macklon NS & Brosens JJ. The molecular basis of recurrent pregnancy loss: impaired natural embryo selection. Mol Hum Reprod, 2010: 16(12): 886-895.

39. Suryanarayana V, Rao L, Kanakavalli M,Padmalatha V, Raseswari T, &Deenadayal M. Associationbetween novel HLA-G genotypes and risk of recurrentmiscarriages: A case-control study in a South Indian population. Repro Sci, 2008; 15: 817-824.

40. Rossant. Placental development: lessons from mouse mutants. Nat Rev Genet, 2001; 2(7): 538-548.

41. Choi HK, Choi BC, Lee SH, Kim JW, Cha KY &Baek KH. Expression of angiogenesis‐ and apoptosis‐related genes in chorionic villi derived from recurrent pregnancy patients. Mol Reprod Dev, 2003; 66:24-33.

42. Laird SM, Tuckerman EM, Cork BA, Linjawi S, Blakemore AF, Li TC, et al. A review of immune cells and molecules in women withrecurrent miscarriage.Human Reproduction Update2003: 9(2); 163-174.

43. Salmon JE. A noninflammatory pathway for pregnancy loss:innate immune activation.

44. Novak RF. A Brief Review of Anatomy, Histology and ultrastructure of the full term placenta. Archives of Pathology & Laboratory Medicine 1991;115: 654-659.

45. Haque AU, Siddique S, Jafari M, Hussain I& Siddiqui S. Pathology of chorionic villi in spontaneous abortions. International Journal of Pathology 2004; 2(1): 5-9

46. Emmrich P. Pathology of the placenta. Zentralbl Pathol 1992;138:1-8.47. Ladefoged C. A histopathological investigation of 260 early abortions. Acta Obstet

Gynecol Scand 1980;59:509-512.48. Salim R, ReganL, Woelfer B, Backos M& Jurkovic D. A comparativestudy of the

morphology of congenital uterine anomalies inwomen with and without a history of recurrent first trimester miscarriage.Hum. Reprod.2003: 18; 162-166.

49. Dhont, Marc. Recurrent Miscarriage. Current Women’s Health Reports 2003, 3:361–366. Current Science Inc. ISSN 1534–5874 Copyright © 2003 by Current Science Inc

50. Prawirohardjo,S. Abortus. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2006. Hal.302-304; 309-310

51. Brenner, B., 2004. Haemostatic changes in pregnancy. Thromb. Res. 114,409–41452. Roberts, D., Schwartz, R.S., 2002. Clotting and hemorrhage in theplacenta—a

delicate balance. N. Engl. J. Med. 347, 57–5953. Rai, R., Tuddenham, E., Backos, M., Jivraj, S., El’gaddal, S., Choy, S., Cork,

B.,Regan, L., 2003. Thromboelastography, whole-blood haemostasis andrecurrent miscarriage. Hum. Reprod. 18, 2540–2543.

54. Jeschke, U., Richter, D.U., Walzel, H., Bergemann, C., Mylonas, I., Sharma, S.,Keil, C., Briese, V., Friese, K., 2003a. Stimulation of hCG and inhibitionof hPL in isolated human trophoblast cells in vitro by glycodelin A.Arch. Gynecol. Obstet. 268, 162–167.

55. Toth B, BastugM, Scholz C, Arck P, Schulze S& KunzeS,et al. Leptin and peroxisome proliferator-activatedreceptors: impact on normal and disturbed first trimester humanpregnancy. Histol. Histopathol., 2008; 23:1465-1475.

56. Gardiner C, Cohen S, Austin S, Machin SJ, & Mackie IJ. Pregnancy loss, tissue factor pathway inhibitor deficiency, and resistance to activated protein C. J Thromb Haemost 2006; 4: 2724-2726.

57. LappasM, Permezel M&Rice GE. Leptin and adiponectin stimulatethe release of proinflammatory cytokines and prostaglandinsfrom human placenta and maternal

33

Page 35: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

adipose tissue via nuclear factorkappaB,peroxisomal proliferator-activated receptor-gamma andextracellularly regulated kinase 1/2. Endocrinology, 2005; 146: 3334-3342.

58. Hiby SE, Regan L, Lo W, Farrell L, Carrington M& MoffettA. Association of maternal killer-cell immunoglobulin-like receptors andparental HLA-C genotypes with recurrent miscarriage. Hum. Reprod., 2008;23; 972-976.

59. Expression of Ki-67, Bcl-2 and Bax in the First TrimesterAbortion Materials.60. Kokawa K, Shikone T, Nakano R: Apoptosis in human chorionicvilli and decidua

during normal embryonic development andspontaneous abortion in the first trimester. Placenta 1998, 19:21-26

61. Lea RG, Al-Sharekh N, Tulppala M, Critchley HOD: Theimmunolocalization of Bcl-2 at the maternal-fetal interface inhealthy and failing pregnancies. Hum Reprod 1997, 12:153-158.

62. foley_ch18_p213-222.pdf63. Ikossi DG, Lazar AA, Morabito D, Fildes J, & Knudson MM. Profile of mothers at

risk: an analysis of injury and pregnancy loss in 1195 trauma patients. J Am oll Surg, 2004; 9(16): 49-56.

64. Connor JP, Brudney A, Ferrer K & Fazleabas AT.Glycodelin‐A expression in the uterine cervix. Gynecol Oncol., 2000; 79: 216–219.

65. Eblen AC, Gercel‐Taylor C, Shields LBE, Sanfilippo JS, Nakajima ST &Taylor DD. Alterations in humoral immune responses associated with recurrent pregnancy loss. Fertil Steril 2000; 73;305–313.

66. Segal-Lieberman G, Karasik A, Shimon I. Hypopituitarism followingclosed head injury. Pituitary 2000;3:181–184

67. Kelly DF, Gonzalo IT, Cohan P, et al. Hypopituitarism followingtraumatic brain injury and aneurysmal subarachnoid hemorrhage:a preliminary report. J Neurosurg 2000;93:743–752

68. Weiss HB, Songer TJ, Fabio A. Fetal deaths related to maternalinjury. JAMA 2001;286:1863–1868..

69. Mochtar, Rustam., S., Amru. 2012. Abortus. Dalam: Sinopsis Obstetri (Obstetri Fisiologi & Obstetri Patologi). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

70. Toth B, Jeschke U, Rogenhofer N, Scholz C, Wufel W, Thaler CJ, et al. Recurrent miscarriage: current concepts in diagnosis and treatment. Journal of Reproductive Immunology 2010; 12(6): 1-8.

71. Dolitzky, M., Inbal, A., Segal, Y., Weiss, A., Brenner, B., Carp, H., 2006. A randomizedstudy of thromboprophylaxis in women with unexplained consecutive recurrent miscarriages. Fertil. Steril. 86, 362–366.

72. Norwitz, E.R., Schorge, J.O, 2008. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Penerbit Erlangga; Sastrawinata, S., Martaadisoebrata, D., Wirakusumah, F.F., 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Ed. 2. Jakarta : EGC

73. Evans & Arthur T. Manual of Obstetric 7th. Lippincott Williams and Wilkins. 2007.74. NICE. Ectopic pregnancy and miscarriage. NICE, 2012; 154: 1-38.75. POGI. StandarPelayananMedik. POGI, 2006.76. Meka A & Reddy BM. Recurrent spontaneous abortions: an overview of genetic

and non gentic background.77. The Impact of DydrogesteroneSupplementation on Hormonal Profileand

Progesterone-induced Blocking FactorConcentrations in Women with Threatened.78. El-Zibdeh MY. Dydrogesterone in the reduction of recurrent spontaneous abortion.

J Steroid Biochem Mol Biol 2005; 97:431-4

34

Page 36: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

79. Omar MH, Mashita MK, Lim PS, Jamil MA. Dydrogesterone in threatened abortion: pregnancy outcome. J Steroid Biochem Mol Biol 2005; 97:421-5

80. Yost NP, Owen J, Berghella V, et al. Effect of coitus on recurrent preterm birth. Obstet Gynecol 2006; 107:793-7

81. Rumbold A, Middleton P, Crowther CA. Vitamin supplementation for preventing miscarriage. Cochrane Database Syst Rev 2005; CD004073

82. Qureshi NS, Edi-Osagie EC, Ogbo V, Ray S, Hopkins RE. First trimester threatened miscarriage treatment with human chorionic gonadotrophins: a randomised controlled trial. BJOG 2005; 112:1536-41.

83. Bui Q. Management Options for Early Incomplete Miscarriage. University of California.

84. Sur SD, Raine-Fenning NJ. The management of miscarriage. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol. 2009;23(4):479-491.

85. Reynolds A,Ayres-de-Campos D, Costa MA& Montenegro N. How should success be definedwhen attempting medical resolution of first-trimester missed abortion?.Eur J Obstet GynecolReprod Biol 2005;118:71–6

86. Wood SL, Brain PH. Medical management of missed abortion: a randomised controlled trial.Obstet Gynecol 2002;99:563–6..

87. Fawcus S, McIntyre J, Jewkes RK, Rees H, Katzenellenbogen JM,Shabodien R, et al. Management of incomplete abortions at South African public hospitals. National Incomplete Abortion Study Reference Group. S Afr Med J 1997;1(4):438–442

88. Chow AW, Marshall, JR, Guze LB. A double-blind comparison ofclindamycin with penicillin plus chloramphenicol in treatment ofseptic abortion. J Infect Dis 1977;135(Suppl):S35–39

89. Seeras R, Evaluation of prophylactic use of tetracycline after evacuation in abortion in Harare Central Hospital. Seeras R , Evaluation ofprophylactic use of tetracycline after evacuation in abortion inHarareCentral Hospital. East Afr Med J 1989;66(9):607–10..

90. Zhang J, Giles JM, Barnhart K, Creinin MD,Westhoff C, Frederick MM. A comparison ofmedical management with misoprostol and surgical management for early pregnancy failure. NEngl J Med 2005;353:761–9..

91. Gulmezoglu MW& Thike BK. Antibiotics for incomplete abortion. Cochrane, 2012; 1: 1-10.

92. Heath V, Chadwick V, Cooke I, Manek S& MacKenzie IZ. Should tissue from pregnancytermination and uterine evacuation routinely be examined histologically?.BJOG 2000;107:727–30

93. Misoprostol for treatment for incomplete abortion94. Tang OS, Lau WNT, Ng EHY, Lee SWH,& Ho PC. A prospective randomized

study to comparethe use of repeated doses of vaginal with sublingual misoprostol in the management of firsttrimester silent miscarriages. Hum Reprod 2003;18:176–81;

95. IGO_incomp_Blum.pdf chung et al96. Sagili H & Divers M. Review modern management of miscarriage. RCOG 2007; 9:

102-108.97. Ngoc NT, Blum J,Westheimer E, Quan TT,Winikoff B. Medical treatment of

missed abortionusing misoprostol. Int J Gynecol Obstet 2004;87:138–4298. Meka A & Reddy BM. Recurrent spontaneous abortion: an overview of genetic

and non gentic background.

35

Page 37: tinjauan pustaka Abortus Inkomplit

99. Corrado F, Dugo C, Cannata M, Di Bartolo M, Scilipoti A & Stella N. A randomised trial of progesterone prophylaxis aftermidtrimester amniocentesis. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology 2002; 100(2): 196-8.

100. Wiebe et al. Reducing surgery in management of spontaneous abortions. Can Fam Physician, 1999: 45: 1-10.

101. Hure AJ, Powers JR & Loxton D. Misarriage, preterm delivery, dan stillbirth. PLoS One, 2012; 7(5): 1-9.

102. World Health Organization. Managing incomplete abortion. WHO, 2008.103. Pernoll ML. Habitual Abortion. Dalam: Benson and Pernoll’s Handbook of

Obstetrics and Gynecology. New York: McGraw-Hill Companies, 2001.104. Tien JC& Tan TYT. Non-surgical Interventions for Threatened and Recurrent

Miscarriages. Singapore Med J 2007;48(12): 1074-1081.

36