teori pasut

Upload: baktinusantara

Post on 10-Oct-2015

39 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

teori

TRANSCRIPT

BAB I

TEORI PASANG SURUT

Pengertian Pasang Surut

Pasang surut merupakan gerakan naik turunnya muka air laut secara periodik yang diakibatkan oleh gaya tarik antara benda langit dan pergerakan bendabenda langit tersebut. Pergerakan yang dimaksud disini, antara lain : rotasi bumi, pergerakan bulan mengelilingi bumi dan pergerakan bulan-bumi mengelilingi matahari, masing-masing pada orbitnya. Periode perputaran bumi pada porosnya (rotasi bumi) adalah 24 jam sedangkan periode pergerakan bulan mengelilingi bumi adalah 29,5 hari dan periode pergerakan bulan-bumi mengelilingi matahari adalah 365,24 hari.

Gambar 1 Faktor-faktor astronomis penyebab pasang surut air laut

Selain matahari, bumi dan bulan, didalam sistem tata surya terdapat begitu banyak benda langit lainnya yang tidak disebutkan disini oleh karena pengaruhnya terhadap pasang surut di bumi relatif kecil jika dibandingkan dengan pengaruh bulan dan matahari. Hal ini dapat diterima dengan pemahamaan tentang hukum Newton. Menurut hukum Newton, besarnya gaya tarik menarik antara dua buah benda berbanding lurus dengan hasil kali massa kedua benda tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya. Secara matematik, hubungan tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan :

F = G -

dimana :

G= konstanta universal {(6,675 0,003) . 10-8} [gr- 1cm3s-2]

m1 = massa benda pertama [gr- 1]

m2 = massa benda kedua [gr- 1]

r= jarak antara benda pertama dan kedua [cm1]

F = gaya tarik menarik antara dua benda [gr1cm1s-2]

Dari pernyataan tersebut jelas bahwa makin besar massa benda makin besar gaya tariknya dan sebaliknya, makin jauh jarak benda makin kecil gaya tariknya. Sehubungan dengan sifat zat cair yang mudah berubah bentuk, maka pengaruh gaya tarik antara bumi-bulan dan bumi-matahari mengakibatkan terjadinya pergerakan naik turun pada permukaan air di bumi yang dikenal sebagai gerakan pasang surut.

Pada Gambar 1 diperlihatkan lintasan pergerakan bumi-bulan terhadap matahari dan lintasan pergerakan bulan terhadap bumi. Dari gambar tersebut jelas bahwa jarak antara bumi dengan bulan dan bumi dengan matahari, berubah secara periodik, sehingga gaya tarik bumi-bulan dan bumi-matahari juga berubah secara periodik. Akibat dari perubahan gaya tarik tersebut adalah perubahan elevasi pasang surut secara periodik. Pada saat yang sama, akan terjadi arus pasang surut yaitu pergerakan air dari lokasi dimana pengaruh gaya tarik lebih kecil ke lokasi yang pengaruh gaya tariknya lebih besar oleh karena massa air yang ada di bumi konstan.Jenis Pasang SurutPengaruh gravitasi bulan dan matahari terhadap bumi dan terhadap pasang surut di bumi bergantung kepada posisi geografisnya. Pasang surut yang terjadi di suatu lokasi/tempat memiliki amplitudo dan frekuensi yang berbeda-beda.

Gambar 2 Pasang Purnama

Gambar 2 memperlihatkan posisi bulan, bumi dan matahari membentuk sudut 180 atau segaris lurus yang akan menyebabkan pasang surut tinggi dikarenakan gaya tarik terkonsentrasi ke satu arah. Kondisi ini dikenal dengan bulan baru atau bulan purnama dan pasang surutnya disebut spring tide (pasang surut tinggi).

Gambar 3 Pasang perbani

Gambar 3 memperlihatkan posisi bulan, bumi dan matahari membentuk sudut 90, yang akan menyebabkan pasang surut rendah dikarenakan gaya tarik terpecah ke dua arah tegak lurus. Kondisi ini dikenal dengan posisi bulan mati dan pasang surutnya disebut neap tide (pasang surut rendah). Posisi bulan tegak lurus poros bumi-matahari akan terulang lagi selang waktu 14 hari atau 1/2 peredaran bulan mengelilingi bumi.Tipe Pasang SurutUmumnya periode pasang surut adalah sekitar 12 jam atau dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut. Pada beberapa tempat pasang surut mempunyai periode ulang sekitar 24 jam atau air pasang dan air surut terjadi hanya satu kali dalam sehari, sehingga dapat dikatakan bahwa pasang surut adalah suatu gelombang panjang yang mempunyai periode kurang lebih 12 jam atau 24 jam. Pasang surut menimbulkan gerakan horisontal air laut yang disebut arus pasang surut.

Pada kenyataannya bentuk pasang surut di setiap tempat di bumi tidak selalu sama. Hal ini dikarenakan oleh besarnya gaya tarik bulan dan matahari tidak sama untuk setiap lokasi/tempat yang ada di permukaan bumi. Bentuk pasang surut yang berbeda-beda ini dinamakan tipe pasang surut. Tipe pasang surut yang dimaksud dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu :

a. Pasang surut setengah harian

Pasang surut setengah harian berarti setiap setengah hari (12 jam) di suatu tempat tertentu terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Dalam satu hari akan terjadi dua kali pasang dan dua kali surut, disebut juga pasang surut semi diurnal. Apabila pasang surut ini disebabkan oleh gaya tarik bulan, maka disebut lunar semi diurnal dan apabila disebabkan gaya tarik matahari disebut solar semi diurnal.

b. Pasang surut harian

Pasang surut harian terjadi apabila dalam sehari (24 jam) hanya terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut dan biasanya disebut juga sebagai pasang surut diurnal.

c. Pasang surut campuran

Pasang surut campuran terjadi apabila dalam sehari (24 jam) terjadi air pasang dan air surut yang tidak beraturan.

Pasang surut campuran ini terbagi menjadi dua, yaitu :

Pasang surut campuran condong ke setengah harian atau disebut dengan mixed semi diurnal tide.

Pasang surut campuran condong ke harian atau disebut dengan mixed diurnal tide.

Beberapa Definisi Elevasi Muka AirAkibat adanya pasang surut, maka permukaan air laut selalu berubah setiap saat seirama dengan pergerakan pasang surut. Oleh karena itu diperlukan suatu elevasi permukaan laut tertentu yang dapat dipergunakan sebagai referensi.

Sampai saat ini ada berbagai macam permukaan laut yang dapat dipakai sebagai referensi, diantaranya :

Mean Highest High Water Level (MHHWL), tinggi rata-rata dari air tinggi yang terjadi pada saat pasang surut bulan purnama atau bulan mati (spring tide).

Mean Lowest Low Water Level (MLLWL), tinggi rata-rata dari air rendah yang terjadi pada saat pasang surut bulan purnama atau bulan mati (spring tide).

Mean High Water Level (MHWL), tinggi rata-rata dari air tinggi selama periode 18,6 tahun.

Mean Low Water Level (MLWL), tinggi rata-rata dari air rendah selama periode 18,6 tahun.

Gambar 4 Beberapa definisi permukaan air laut

Mean Sea Level (MSL), tinggi rata-rata dari muka air laut pada setiap tahap pasang surut selama periode 18,6 tahun, biasanya ditentukan dari pembacaan jam jaman.

High Water Level (HWL), elevasi maksimum yang dicapai oleh tiap air pasang.

Highest High Water Level (HHWL), air tertinggi pada saat pasang surut bulan purnama atau bulan mati (spring tide).

Low Water Level (LWL), elevasi minimum yang dicapai oleh tiap air surut.

Lowest Low Water Level (LLWL), air terendah pada saat pasang surut bulan purnama atau bulan mati (spring tide).

Zona Lahan Rawa Pasang SurutBerdasarkan sampainya air pasang surut di musim hujan dan pengaruh air laut di musim kemarau, lahan rawa dibedakan menjadi tiga zone (lihat Gambar 5), yaitu :

Zone I : Rawa pasang surut payau atau salin.

Zone II :Rawa pasang surut air tawar.

Zone III : Rawa non pasang surut.

Ketiga zone ini kira-kira sepadan dengan pembagian zone dari Sandy dan Nad Darga (1979) yang membedakan lahan rawa berdasarkan kekuatan arus air sungai dan air pasang, yaitu :

Zona A : dimana kekuatan arus air pasang lebih dominan dari air Zona B : dimana terjadi keseimbangan kedua arus. Zona C : dimana kekuatan arus air sungai lebih dominan dari air

Gambar 5 Penetapan Zona Lahan rawa pasang surut berdasarkan pengaruh fluktuasi air laut

Konsep Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut

Pengembangan lahan rawa adalah mengubah keadaan rawa sedemikian rupa sehingga tercipta media yang cocok untuk pertumbuhan tanaman dan permukiman. Konsep pengembangan lahan rawa pasang surut adalah upaya untuk menghindari lahan yang tergenang ataupun kekeringan secara terus menerus atau dalam suatu periode yang cukup lama. Hal ini mengingat karakteristik sumber daya tanah di lahan rawa pasang surut yang pada umumnya terdiri dari tanah pirit atau/dan tanah gambut. Jadi pada dasarnya sistem pengelolaan air harus ditunjang oleh kapasitas pencucian atau penggelontoran lahan yang memadai. Akumulasi bahan beracun bagi tanaman harus dihindari secara maksimal. Disamping itu pada saat musim kemarau, sistem harus mampu melaksanakan retensi air untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman.Kesesuaian Lahan Rawa Pasang Surut Faktor Penentu Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah kondisi tingkat kecocokan lahan untuk penggunaan tertentu dalam budidaya pertanian. Kesesuaian lahan rawa pasang surut ditentukan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut :

Hidrotopografi

Hidrotopografi perbedaan antara ketinggian lahan terhadap ketinggian muka air di saluran/sungai pada saat pasang. Perbedaan elevasi ini akan menentukan kemungkinan lahan dapat terluapi/digenangi dan potensinya untuk pengembangan persawahan Ketika pertama kali konsep hidrotopografi diperkenalkan, rencana awalnya adalah untuk mengevaluasi kemungkinan irigasi pada masa pasang tinggi dimana air akan mengalir secara teratur ke lahan, dan pada masa surut air akan didrain ke sungai. Fluktuasi pasang surut dari muka air sungai menjadi berkurang akibat gesekan yang mungkin terjadi di sistem dan adanya pengoperasian bangunan pengendali.

Kondisi hidrotopografi tergantung dari beberapa faktor sebagai berikut :

a. Elevasi muka air pasang, tergantung dari karakteristik pasang surut yang ada di muara sungai dan pada aliran sepanjang sungai.

b. Peredaman atau pengaruh dari pasang surut karena karakteristik hidrolik tata saluran, geometrik dan efek penampungan.

c. Perubahan elevasi lahan (perubahan secara berangsur) dan topografi (berkurang atau hilangnya lapisan gambut, oksidasi pirit).

Hidrotopografi tidak selalu seragam dan konstan menurut waktu dan ruang. Bagaimanapun kondisi hidrotopografi menimbulkan masalah bagi petani dalam pengelolaan pertanian dan tata air di lahan rawa pasang surut.Berdasarkan hidrotopografinya lahan rawa pasang surut dibedakan menjadi 4 (empat) kategori :

1. Kategori A : Lahan yang selalu terluapi > 4 5 kali persiklus pasang tinggi pada musim hujan dan musim kemarau.

2. Kategori B : Lahan yang selalu terluapi > 4 5 kali persiklus pasang tinggi hanya pada musim hujan saja.

3. Kategori C : Lahan yang tidak terluapi > 4 5 kali persiklus pasang tinggi. Muka air pasang 0,30 0,60 m di bawah permukaan tanah (zone perakaran tanaman padi dan palawija).

4. Kategori D : Lahan yang tidak pernah terluapi walaupun oleh pasang tinggi. Pengaruh pasang surut relatif kecil, muka air pasang > 0,60 m di bawah permukaan tanah.

Sumber : Technical Guidelines on Swamp Land Development.

Gambar 6 Klasifikasi hidrotopografi Kedalaman Irigasi Pasang SurutBerdasarkan kondisi topografi dan hidrolik dari sistem tata air serta penjabaran lebih lanjut dari kondisi hidrotopografi, kedalaman irigasi pasang surut dapat dibagi menjadi 3 kelas seperti dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :

Tabel 1 Klasifikasi Kedalaman irigasi pasang surut (Suryadi, 1995)

KelasKriteria

1 Kedalaman irigasi pasang surut lebih dari 0,25 m pada musim hujan maupun musim kemarau

2 Kedalaman irigasi pasang surut antara 0,00 0,25 m pada musim hujan maupun musim kemarau

3 Tidak teririgasi pasang surut

Kemampuan Drainase Lahan

Dalam mengevaluasi kesesuaian lahan rawa pasang surut selain irigasi pasang surut, kemampuan drainase lahan juga merupakan parameter yang sangat penting. Kemampuan drainase atau drainabilitas mengacu pada tinggi muka air rata-rata pada saluran-saluran yang membatasi lahan dan penting bagi proses pencucian tanah. Kondisi kemampuan drainase berperan penting dalam menetapkan areal pertanian dan penerapan pengelolaan air yang dapat dilakukan oleh petani.

Berdasarkan kondisi topografi serta muka air rata-rata pada saluran terbuka yang terdekat serta kemungkinan drainase dari lahan rawa pasang surut, maka dapat dibagi 5 kelas drainabilitas yang berbeda untuk lahan rawa pasang surut seperti tampak pada Tabel 2.Tabel 2 Klasifikasi kemampuan drainase lahan (Suryadi, 1995)

KelasKemampuan Drainase Lahan

1Muka air rata-rata diatas permukaan tanah

2Terletak 0,00 0,20 m dibawah permukaan tanah

3Terletak 0,20 0,40 m dibawah permukaan tanah

4Terletak 0,40 0,60 m dibawah permukaan tanah

5Terletak lebih rendah dari 0,6 m dibawah permukaan tanah

Kedalaman Lapisan Pirit (Sulfidik)

Pirit (sulfidik) atau dikenal juga dengan acid sulphate soil adalah lempung di daerah rawa yang mengandung sulfur, biasanya berbentuk senyawa sulfida atau pirit (FeS2). Pirit terbentuk dari reduksi sulfat (terutama berasal dari air laut/payau) oleh bakteri Desulfovibrio sp. dan Desulfomaculum sp. dalam suasana anaerob. Dalam kondisi tereduksi (anaerob), pirit biasanya stabil dan tidak membahayakan tanaman. Namun jika teroksidasi (didrainasi), pirit akan bereaksi melepas ion besi ferro, ferro/ferri oksida, senyawa sulfat larut air (SO4-2), dan ion H+ yang sangat memasamkan tanah. Pada keadaan aerasi/kering kemasaman tersebut mengakibatkan meningkatnya kelarutan Al3+ yang bersifat toksit bagi tanaman.

Jika lahan didrainasi, pirit dapat beroksidasi dan menghasilkan SO4 -2, oksida ferri, serta asam (menjadi lahan sulfat-masam) melalui reaksi :

FeS2 + 2O2 + 3H2O Fe(OH)3 + 2 SO4-2 + 4 H+.................... (1)

Namun, pada berbagai keadaan dimana terdapat K+ atau Na+ di dalam tanah, maka oksidasi pirit akan membentuk jarosit atau natrojarosit yang berwarna kekuning-kuningan.

FeS2 + 3 O2 + 2 H2O + 1/3 K 1/3 KFe3(SO4)2(OH)6 + 11/3 SO4-2 + 3 H+ (2)

Lama kelamaan jarosit juga terhidrolisis membentuk oksida ferri dan kemasaman tambahan akan dilepaskan :

KFe3(SO4)2(OH)6 + 2 H2O K+ + 2 SO4-2 + 3 Fe(OH)3 + 2 H ...........(3)

Berdasarkan reaksi (1) atau (2) dan (3) dihasilkan H+ dan SO4-2. Ion H+ menyebabkan pH tanah turun sampai dibawah 3,5, terutama bila tidak ada bahan lain yang dapat menetralkannya, misalnya kapur (CaCO3). Jika terdapat CaCO3 maka kapur tersebut melarut dan membentuk CaSO4. Jika tidak terdapat kapur, maka silikat (penyusun utama bahan padatan tanah) akan bereaksi dangan H+ membentuk asam lemah Si(OH)4 yang larut. Hancurnya senyawa silikat akan menyebabkan berkurangnya mineral-mineral tanah penyumbang hara, karena bersamaan dengan hancurnya silikat maka kation-kation lain seperti K+, Na+, Ca2+, Mg2-, Al3+, Fe2+, dan Fe3+ akan dilepaskan dan tercuci.

Dalam kondisi kering atau aerasi, munculnya Al3+ yang berlebihan dapat menimbulkan keracunan tanaman. Disamping itu, Al dan Fe dapat memfiksasi fosfat, sehingga unsur tersebut sukar tersedia bagi tanaman. Kecuali Al dan Fe, keracunan juga dapat disebabkan oleh tingginya kadar SO4-2 melalui proses oksidasi pirit. Kondisi masam (pH rendah) yang terjadi juga mempercepat proses pertukaran kation-kation yang ada dalam kompleks jerapan dengan ion H+ dalam larutan tanah. Hal tersebut menyebabkan semakin banyaknya kation hara yang tercuci, sehingga memiskinkan tanah.

Apabila lahan yang sudah didrainasi tersebut kemudian digenangi (saat musim hujan) atau disawahkan, permasalahan yang timbul dapat semakin kompleks. Meskipun kemasaman dan resiko keracunan Al mungkin agak menurun, namun reduksi ferri oksida dapat menimbulkan akumulasi ion ferro (Fe2+) pada tingkat yang meracuni tanaman rendah. Keracunan Fe2+ umumnya lebih parah pada areal-areal yang lebih rendah, walaupun pada petakan lahan yang sama. Sebagaimana diketahui bahwa Fe2+ terlarut dalam air dan akan mengumpul di areal yang rendah (cekungan).Apabila penggenangan ini berkelanjutan dalam waktu yang lama serta terdapat cukup bahan organik maka akan terjadi reduksi SO4-2 menjadi S-2. Pada tanahtanah demikian, H2S dapat meracuni tanaman, dan umumnya berupa pembusukan akar padi yang berwarna hitam. Jika hal ini terjadi maka upayaupaya untuk mengeluarkan H2S perlu segera dilakukan, yakni dengan cara membuang air genangan. Klasifikasi kedalaman lapisan pirit seperti tampak pada Tabel 3.

Tabel 3 Klasifikasi kedalaman lapisan pirit (Suryadi, 1995)

KelasKedalaman Lapisan Pirit

1Terletak < 0,25 m diatas permukaan tanah

2Terletak 0,26 0,50 m diatas permukaan tanah

3Terletak 0,51 0,70 m diatas permukaan tanah

4Terletak > 0,75 m dibawah permukaan tanah

Ketebalan Lapisan Gambut

Lahan gambut adalah tanah yang mempunyai lapisan bahan organik setebal 40 cm dan kandungan bahan organik 30 %. Kesuburannya sangat ditentukan oleh lapisan tanah mineral dibawahnya. Gambut yang terbentuk di atas endapan mineral lebih subur dibandingkan gambut yang terbentuk di atas lapisan pasir. Pada tanah gambut seringkali dijumpai tanaman kekurangan unsur mikro seperti Cu dan Zn. Menurut Widjaja-Adhi (1986), kesuburan tanah gambut cukup baik, kandungan N rendah, P potensial sedang, P tersedia sangat tinggi dan K potensial tinggi. Dengan pengelolaan yang baik tanah sangat potensial untuk tanaman semusim. Klasifikasi ketebalan lapisan gambut seperti tampak pada Tabel 4.Tabel 4 Klasifikasi ketebalan lapisan gambut (Widjaja-Adhi, 1988)

KelasKlasifikasi Lahan GambutKetebalan Gambut

1Lahan bergambut< 50 cm

2Gambut dangkal50 100 cm

3Gambut sedang100 200 cm

4Gambut dalam200 300 cm

5Gambut sangat dalam> 300 cm

Intrusi Salinitas

Pengaruh pasang surut tidak hanya dirasakan di daerah yang berbatasan langsung dengan laut, tetapi juga di daerah-daerah yang jauhnya dapat mencapai beberapa ratus kilometer dari pantai ke arah daratan, yaitu melalui sungai-sungai yang mengalir di daerah rawa pasang surut, misalnya di pesisir timur Sumatera, pesisir barat dan selatan Kalimantan serta pesisir selatan Irian Jaya.

Perambatan gelombang pasang surut dari laut ke dalam sungai merupakan fenomena yang kompleks, terutama karena pengaruh dari debit run off sungai itu sendiri dan bentuk penampang sungai yang tidak beraturan. Jangkauan perambatan gelombang pasang surut ini bervariasi dalam musiman. Pada musim penghujan, dimana debit run off besar, pengaruh (jangkauan perambatan gelombang) pasang surut menjadi pendek dan peredaman tenggang pasang surutnya menjadi efektif. Sebaliknya pada musim kemarau, dimana debit run off menjadi kecil, pengaruh pasang surut semakin jauh ke hulu.

Parameter salinitas dinyatakan dengan lama intrusi salinitas yang mungkin terjadi dalam satu tahun. Dalam hal ini batas nilai salinitas yang dipergunakan adalah perioda dimana kadar salinitas (daya hantar listrik/DHL > 5 mS/cm). Hal ini erat hubungannya dengan kemungkinan pemanfaatan lahan untuk budidaya pertanian pada musim hujan maupun musim kemarau. Intrusi salinitas dibedakan menjadi 4 (empat) kelas seperti tampak pada Tabel.5.Tabel 5 Klasifikasi intrusi salinitas (Suryadi, 1995)

KelasLama Intrusi Salinitas

10,0 2,0 bulan dalam setahun

22,0 3,0 bulan dalam setahun

33,0 4,0 bulan dalam setahun

44,0 5,0 bulan dalam setahun

Gambar 7 Pengaruh pasang surut di sungai

Intrusi salinitas adalah suatu fenomena alam berupa penetrasi air laut yang asin ke sungai, saluran atau ke air tanah. Gambar berikut menunjukkan sketsa dari fenomena ini.

Gambar 8 Intrusi Salinitas

Masuk dan bercampurnya air laut dengan air sungai atau saluran menjadikan air sungai atau saluran tersebut tidak lagi memenuhi syarat untuk pertanian maupun kebutuhan sehari-hari bagi manusia tetapi bermanfaat misalnya bagi tambak.Intrusi salinitas ini disebabkan oleh dua hal, yaitu : Adanya pasang surut akan menimbulkan aliran masuk dan keluar muara sungai. Bersama dengan air pasang, maka air laut mengalir masuk ke sungai dan dapat terus ke saluran atau bahkan ke lahan pasang surut.

Adanya perbedaan kerapatan antara air laut (1.025 kg/m3) dan kerapatan air sungai (1.000 kg/m3). Dengan perbedaan kerapatan ini, maka air laut akan mendesak masuk ke sungai. Karena kerapatan yang lebih besar, maka air laut akan berada di lapisan sebelah bawah.

Berdasarkan tingkat pencampuran antara air laut dan air sungai, maka intrusi air laut ke sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

Intrusi berlapis

Intrusi bercampur sebagian

Intrusi bercampur sempurna

Pencampuran antara air laut dan air sungai disebabkan oleh turbulensi pada aliran. Turbulensi ini dapat ditimbulkan oleh aliran pasang surut, aliran run off maupun aliran kerapatan. Turbulensi suatu aliran biasanya diukur dengan bilangan Reynolds :

Re =

dimana :

v = kecepatan aliran (m/dt)

R = jari jari hidrolik (m)

= kekentalan kinematik (m2/dt)

Aliran disebut laminer bila Re < 400, dan disebut turbulen bila Re > 800. Apakah intrusi tersebut berlapis atau bercampur sempurna tergantung pada hubungan antara tenggang pasang surut dan debit hulu. Keadaan ini dinyatakan oleh apa yang disebut dengan bilangan muara (estuary number) :

Es = Fr2dimana :

V=prisma pasang surut (m3) T = periode pasang surut (dt) Q = debit hulu (m3/dt)

Fr =bilangan Froude = v/

v=kecepatan aliran (m/dt)

d = kedalaman air (m)

g= percepatan gravitasi (m/dt2)Berikut adalah pembagian jenis intrusi berdasarkan bilangan muaranya :

BerlapisBercampur Sebagian Bercampur Sempurna

Pada muara sungai yang debit hulunya besar tetapi tenggang pasang surutnya kecil, biasanya terjadi intrusi berlapis. Sebaliknya kalau debit hulunya kecil dan tenggang pasang surutnya besar akan terjadi intrusi bercampur sempurna.

Jauhnya intrusi salinitas ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :

Debit hulu.

Kedalaman air di sungai yang bersangkutan; konsentrasi air asin terbesar ada di bawah, jadi kalau muara dangkal, air asin terhalang, sementara air asin yang ada di atas, terbawa oleh debit hulu.

Luas penampang sungai atau saluran penampang besar, maka kecepatan kecil sehingga penetrasi salinitas makin masuk jauh. Tenggang pasang surut.

Kemiringan dasar sungai.

Pada musim hujan, dimana hulu sungai menjadi besar, intrusi air asin tidak jauh. Sebaliknya pada musim kemarau intrusinya bisa jauh hingga mencapai puluhan kilometer dari muara sungai tersebut. Kedalaman air di muara yang dangkal akan mengurangi penetrasi air laut. Demikian pula dengan penampang sungai atau saluran yang kecil dan tenggang pasang surut yang kecil.

II- 18

_1274516997.dwg

_1274529459.dwg

_1274529903.dwg

_1263585150.unknown

_1263585188.unknown

_1263585456.unknown

_1263524993.unknown