teori belajar vygotsky
DESCRIPTION
teori belajar vygotskyTRANSCRIPT
TEORI BELAJAR VYGOTSKY
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Pembelajaran Matematika
KELOMPOK : 2
ANGGOTA : Della Risna Nurullia (2225132337)
Denta Prabowo (2225132390)
Hasanah Sulistiyah Ningsih (2225131992)
Qorindo Mulia Permana (2225132090)
Rahmah Salsabila (2225131869)
KELAS : 3B
PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2014
1. Profil Lev Semyonovich Vygotsky
Nama lengkapnya adalah Lev Semyonovich Vygotsky.
Ia dilahirkan di salah satu kota Tsarist, Russia, tepatnya pada
17 November 1896, dan berketurunan Yahudi. Ia tertarik
pada psikologi saat berusia 28 tahun. Sebelumnya, ia lebih
menyukai dunia sastra. Awalnya, ia menjadi guru sastra di
sebuah sekolah, namun pihak sekolah juga memintanya
untuk mengajarkan psikologi. Padahal, ia sama sekali tidak pernah mengenyam
pendidikan formal di fakultas psikologi sebelumnya. Namun, inilah skenario yang
membuatnya menjadi tertarik untuk menekuni psikologi, hingga akhirnya ia melanjutkan
kuliah di program studi psikologi Moscow Institute of Psychology pada tahun 1925.
Judul disertasinya mengenai ”Psychology of Art”.
Lev Vygotsky adalah seorang psikolog yang berasal dari Rusia dan hidup pada masa
revolusi Rusia. Vygotsky dalam menuangkan pemikiran-pemikirannya di dunia psikologi
kerap menghadapi rintangan oleh pemerintah Rusia saat itu. Perkembangan pemikirannya
meluas setelah ia wafat pada tahun 1934, dikarenakan menderita penyakit TBC.
2. Teori Belajar Vygotsky
Lev Vygotsky mengkritik pendapat Piaget yang menyatakan bahwa faktor utama yang
mendorong perkembangan kognitif seseorang adalah motivasi atau daya dari dalam si
individu itu sendiri untuk mau belajar dan berinteraksi dengan lingkungan. Vygotsky
justru berpendapat bahwa interaksi sosial, yaitu interaksi antar individu tersebut dengan
orang-orang lain merupakan faktor terpenting yang mendorong atau memicu
perkembangan kognitif seseorang (Ruseffendi, 1992:32).
Teori Vygotsky merupakan salah satu teori penting dalam psikologi perkembangan.
Menurut Vygotsky bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar
menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam
jangkauan kemampuannya. Vygotsky berpendapat pula bahwa proses belajar akan terjadi
secara efisien dan efektif apabila si anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain
dalam suasana lingkungan yang mendukung (supportive) dalam bimbingan atau
pendampingan seseorang yang lebih mampu atau lebih dewasa, misalnya seorang guru.
Oakley (2004:38) menjelaskan bahwa teori Vygotsky berfokus pada empat faktor
yaitu budaya (culture), bahasa (language), zona perkembangan proksimal (zone of
proximal development atau ZPD) dan scaffolding. Selanjutnya, Oakley (2004:38-41)
merinci ketiga hal tersebut sebagai berikut :
1) Budaya (culture)
Vygotsky berpendapat bahwa budaya dan lingkungan sosial seorang anak adalah hal
terpenting yang mempengaruhi pembentukan pengetahuan mereka. Anak-anak belajar
melalui lagu, bahasa, kesenian dan permainan. Ia juga menyatakan bahwa budaya
mempengaruhi proses belajar, anak-anak belajar melalui interaksi dan kerjasama dengan
orang lain dan lingkungannya.
Vygotsky dalam Komalasari (2010:20) meyakini bahwa jalan pikiran seseorang harus
dimengerti dari latar sosial budaya dan sejarahnya. Perolehan pengetahuan dan
perkembangan kognitif seseorang sesuai dengan teori sosiogenesis. Dimensi kesadaran
sosial bersifat primer, sedangkan dimensi individualnya bersifat derivative atau
merupakan turunan dan bersifat sekunder. Artinya pengetahuan dan perkembangan
kognitif individu berasal dari sumber-sumber sosial di luar dirinya. Hal ini tidak berarti
bahwa individu bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga
menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya.
Hal ini juga dipertegas oleh Winataputra, dkk (2008:6.9) yang menyatakan bahwa
proses dan konteks kultural yang beragam juga menghasilkan belajar yang beragam pula.
Sebagai contoh kita dapat mengamati bagaimana anak-anak mempelajari suatu konsep
melalui modus tertentu. Sebelum media visual banyak digunakan, anak-anak mempelajari
nilai-nilai yang berlaku melalui apa yang didengar dari orang lain.
2) Bahasa (language)
Vygotsky mengemukakan bahwa bahasa berperan penting dalam proses
perkembangan kognitif anak. Menurutnya pula, ada hubungan yang jelas antara
perkembangan bahasa dan perkembangan kognitif. Ia menyatakan bahwa ada tiga tahap
perkembangan bahasa. Tiga tahap perkembangan tersebut dideskripsikan dalam tabel
berikut :
Tabel Tahap Perkembangan Bahasa Vygotsky
Tahap Perkiraan Usia Deskripsi
Social speech
(eksternal
Sampai 3 tahun Bicara biasanya dilakukan untuk mengontrol
tingkah laku, dan untuk mengekspresikan
speech) pemikiran sederhana seperti emosi
Egocentric
speech
3-7 tahun Anak-anak lebih sering berbicara dengan diri
mereka sendiri, mereka membicarakan apa yang
mereka lakukan dan mengapa mereka
melakukannya
Inner speech Di atas 7 tahun
sampai dewasa
Inner speech atau pembicaraan batin, merupakan
proses hubungan antara pikiran dan bahasa, pada
tahap ini setiap individu telah sampai pada tipe
fungsi mental yang lebih tinggi
3) Zona perkembangan proksimal atau Zone of proximal development (ZPD)
Vygotsky dalam Komalasari (2010:23) mengemukakan konsepnya tentang zona
perkembangan proksimal (zone of proximal development).
Menurutnya perkembangan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua tingkat, yaitu
tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan
aktual tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan
memecahkan berbagai masalah secara sendiri. Ini disebut sebagai kemampuan
intramental. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan
seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika dibimbing
orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih mampu atau
kompeten. Ini disebut kemampuan intermental. Jarak antara tingkat perkembangan aktual
dengan tingkat perkembangan potensial disebut zona perkembangan proksimal, yang
diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang
masih pada proses pematangan.
Hal yang sama juga disebutkan oleh Jauhar (2011:39) yaitu zone of proximal
development adalah daerah antar tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan
sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan
potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah dibawah bimbingan
orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu
Vygotsky juga menambahkan bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika anak
bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas tersebut
masih berada dalam jangkauan mereka yang disebut dengan zone of proximal
development, yakni daerah tingkat perkembangan sedikit di atas daerah perkembangan
seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya
muncul dalam percakapan dan kerja sama antar individu sebelum fungsi mental yang
lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut.
4). Scaffolding
Berkaitan dengan teori ZPD ini, Bruner dalam Oakley (2004:42) mengembangkan ide
`Vygotsky lebih jauh. Ia menyarankan agar guru menggunakan Scaffolding dalam
pembelajaran. Menurut Ruseffendi (1992:34) Scaffolding adalah bantuan atau
support kepada seseorang anak dari seseorang yang lebih dewasa atau lebih kompeten
dengan maksud agar si anak mampu untuk mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal
yang lebih tinggi tingkat kerumitannya dari pada tingkat perkembangan kognitif yang
actual dari anak yang bersangkutan.
3. Implikasi Teori Vygotsky Proses Pembelajaran
Implikasi teori Vygotsky dalam pembelajaran menurut Oakley (2004:48-50) yaitu
sebagai berikut:
a) Proses pembelajaran yang diberikan oleh guru harus sesuai dengan tingkat
perkembangan potensial siswa. Siswa seharusnya diberikan tugas yang dapat
membantu mereka untuk mencapai tingkat perkembangan potensialnya.
b) Vygotsky mempromosikan penggunaan pembelajaran kolaboratif dan kooperatif,
dimana siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi
pemecahan masalah yang efektif dalam masing-masing ZPD mereka.
Menurut Ruseffendi (1992:34) menjelaskan implikasi teori Vygotsky dalam
pembelajaran diantaranya adalah guru bertugas menyediakan atau mengatur lingkungan
belajar siswa dan mengatur tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa, serta memberikan
dukungan dinamis, sedemikian hingga setiap siswa bisa berkembang secara maksimal
dalam zona perkembangan proksimal.
Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip dalam
perkembangan belajar seperti yang dikutip oleh (Slavin, 2000: 256) yaitu:
(1) pembelajaran sosial (social leaning)
Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif.
Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama dengan
orang dewasa atau teman yang lebih cakap;
(2) Zona of Proximal Development (ZPD)
Pembelajar sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa
dalam upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan kompetensi. Dalam
interaksi sosial dikelas, ketika terjadi saling tukar pendapat antar siswa dalam
memecahkan suatu masalah, siswa yang lebih pandai member bantuan kepada
siswa yang mengalami kesulitan berupa petunjuk bagaimana cara memecahkan
masalah tersebut, maka terjadi scaffolding, siswa yang mengalami kesulitan
tersebut terbantu oleh teman yang lebih pandai. Ketika guru membantu
secukupnya kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya, maka
terjadi scaffolding.
(3) Masa Magang Kognitif (cognitif apprenticeship).
Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan
intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang dewasa, atau
teman yang lebih pandai;
(4) Pembelajaran Termediasi (mediated learning).
Vygostky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi masalah yang kompleks,
sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan
masalah siswa. Ide-ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori
Vygotsky (Karpov & Bransford, 1995), yang telah digunakan untuk menunjang
metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran
berbasis kegiatan, dan penemuan.
Empat prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya telah memegang suatu peran
penting. Salah satu diantaranya adalah penekanannya pada hakekat sosial dari
pembelajaran. Ia mengemukakan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang
dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Pada proyek kooperatif, siswa dihadapkan
pada proses berfikir teman sebaya mereka: metode ini tidak hanya membuat hasil belajar
terbuka untuk seluruh siswa, tetapi juga membuat proses berfikir siswa lain terbuka untuk
seluruh siswa. Vygotsky memperhatikan bahwa pemecahan masalah yang berhasil
berbicara kepada diri mereka sendiri tentang langkah- Iangkah pemecahan masalah yang
sulit. Dalam kelompok kooperatif, siswa lain dapat mendengarkan pembicaraan dalam
hati ini yang diucapkan dengan keras oleh pemecah masalah dan belajar bagaimana jalan
pikiran atau pendekatan yang dipakai pemecah masalah yang berhasil ini. Vigotsky
mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan
permasalahan, yaitu :
(1) siswa mencapai keberhasilan dengan baik,
(2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan,
(3) siswa gagal meraih keberhasilan.
4. Pembelajaran Matematika Berdasarkan Teori Vygotsky
Model Pembelajaran Konstruktivistik dalam Matematika
Setelah guru memberikan kasus misalnya contoh-contoh, siswa mengamati,
membandingkan, mengenal karakteristik, dan berusaha menyerap berbagai informasi
yang terkandung dalam kasus tersebut untuk digunakan memperoleh kesimpulan . Ini
merupakan bagian kegiatan yang penting dalam pembelajaran matematika beracuan
kosntruktivisme. Melalui pengamatan pada kasus kasus tersebut, siswa memperoleh
“pengalaman” yang diserap di benak siswa. Dengan demikian terjadi aktivitas aktif siswa
dalam mengkonstruk matematika melalui proses asimilasi dan akomodasi.
1. Contoh : LKS untuk tingkat SMP
Setelah mengamati beberapa bentuk beberapa Bangun yang antara lain :
Kubus, Balok, Kerucut , Limas dan Prisma.
Maka berikanlah jawaban Pada titik – titik yang tersedia berikut :
a. Berapa banyak Rusuk pada kubus ?
b. Berapa banyak rusuk pada balok ?
c. Berapa banyak rusuk pada prisma segi tiga ?
d. Berapa banyak rusuk pada limas segi empat ?
e. Berapa banyak rusuk pada kerucut ?
f. Berikutnya diskusikan dengan teman sebangkumu ” Apa arti RUSUK pada
bangun-bangun itu?
g. Tuliskan Hasil diskusi tersebut : ........................................................
2. Contoh dalam pembelajaran
Jika seseorang siswa membuat suatu kesalahan dalam mengerjakan sebuah
soal, sebaiknya guru tidak langsung memberitahukan di mana letak kesalahan
tersebut. Sebagai contoh, jika seseorang siswa menyatakan bahwa untuk sebarang
bilangan real x dan y berlaku (x-y)2 = x2 – y2. Guru tidak perlu langsung
menyatakan bahwa itu salah. Lebih baik guru memberi pertanyaan yang sifatnya
menuntun, misalnya: “apakah (3-2)2= 32 – 22?”
Dengan menjawab pertanyaan, siswa akan bisa menemukan sendiri letak
kesalahannya yang Ia buat pada pernyataan semula. Dari contoh ini kiranya jelas bahwa
guru bisa membantu siswa dengan cara memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai,
agar proses konstruksi pengetahuan dalam pikiran siswa bisa berlangsung secara optimal.
Pertanyaan yang diajukan guru tersebut untuk menuntun siswa supaya pada akhirnya
siswa bisa menemukan sendiri letak kesalahan yang ia buat, merupakan contoh
scaffolding (tuntunan atau dukungan yang dinamis) dari guru pada siswa.
Guru kiranya bisa memanfaatkan teori Vygotsky dalam upaya untuk melakukan
proses pembelajaran yang efektif. Di satu pihak, guru perlu mengupayakan supaya siswa
berusaha agar bisa mengembangkan diri masing-masing secara maksimal, yaitu
mengembangkan kemampuan berpikir dan bekerja secara independen (sesuai dengan
teori Piaget), di lain pihak, guru perlu juga mengupayakan supaya tiap-tiap siswa juga
aktif berinteraksi dengan siswa-siswa lain dan orang-orang lain di lingkungan masing-
masing (sesuai dengan teori Vygotsky). Jika kedua hal itu dilakukan, perkembangan
kognitif tiap-tiap siswa akan bisa terjadi secara optimal.
E. Evaluasi teori vygotsky
Vygotsky terlalu menekankan pada kolaborasi dan bimbingan, yang mengakibatkan
beberapa anak menjadi malas dan mengharapkan bantuan saat mereka seharusnya
melakukan sesuatu sendiri.
F. Kesimpulan
Dari pembahasan dari Teori konstruktivisme Vygotsky:
1. Pembelajaran berfokus pada peserta didik, memberi perhatian pada proses berfikir
atau proses mental , dan bukan sekedar pada hasil belajar.
2. Mengutamakan peran peserta didik dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif
dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas, penyajian pengetahuan jadi (ready
made) tidak mendapat penekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri
pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan keadaannya.
3. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan.
4. Menekankan pada pengajaran top-down. Top-down berarti bahwa siswa mulai dengan
masalah-masalah yang kompleks untuk dipecahkan dan selanjutnya memecahkan atau
menemukan (dengan bantuan guru dalam bentuk scaffolding) keterampilan-
keterampilan dasar yang diperlukan.
5. Pembelajaran bermakna bagi peserta didik, konsep baru atau inforrnasi baru yang
akan disampaikan harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada pada struktur
kognitif dan terkait dengan kenyataan hidup yang dialami peserta didik.
Pada penerapan pembelajaran dengan teori belajar sosiokultur, guru berfungsi sebagai
motivator yang memberikan rangsangan agar siswa aktif dan memiliki gairah untuk
berfikir, fasilitator, yang membantu menunjukkan jalan keluar bila siswa menemukan
hambatan dalam proses berfikir, menejer yang mengelola sumber belajar, serta sebagai
rewarder yang memberikan penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa, sehingga
mampu meningkatkan motivasi yang lebih tinggi dari dalam diri siswa. Pada intinya,
siswa lah yang dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri untuk membangun ilmu
pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia Nurjannah “PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN TEORI
KONSTRUKTIVISME SOSIAL (VYGOTSKY)”
LAMPIRAN
Diskusi (sesi tanya jawab)
1. Aenun Hayati (Kelompok 5)
Dalam scaffolding siswa dituntut untuk menyelesaikan tugas yang lebih tinggi dari
perkembangan tingkat kognitifnya dengan bantuan orang dewasa, apakah dalam
belajar anak diperbolehkan untuk menerima materi yang lebih tinggi? Misalnya siswa
SD menerima materi yang seharusnya untuk siswa SMP.
Jawab :
Tidak, maksud scaffolding itu sendiri adalah siswa mampu menyelesaikan tugas-tugas
atau soal-soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya dengan bantuan orang dewasa,
bukan berarti siswa SD diberi soal untuk siswa tingkat SMP. Misalnya siswa SD
sedang belajar materi operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan
pembagian. Sebelumnya siswa hanya mengerjakan operasi hitung satu bilangan saja,
misalnya :
2 + 3 = 5
3 – 2 = 1
2 x 3 = 6
6 : 3 = 2
Nah, cobalah siswa diberikan soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya. Misalnya :
2 + (2 x 3) : (6 : 2) – 1 =
Dengan diberikan soal tersebut, dapat memicu siswa dalam bertanya kepada guru
atau pembimbing ( scaffolding ) atau juga dapat berinteraksi dengan teman sebaya
(cooperative learning).
2. Ahmad Irwan Maulana (Kelompok 4)
Bagaimana cara seorang pembimbing menjelaskan kepada seorang murid agar konsep
materi yang disampaikan pembimbing sesuai dengan pemikiran murid?
Jawab :
Caranya adalah :
1). Pertama, pembimbing harus mengerti dan menguasai konsep materi yang
akan diberikan dengan matang. Jangan sampai pembimbing hanya mengetahui
rumus jadinya saja. Dan pada akhirnya tidak mampu dalam mengelola dan
mengaplikasikannya dalam benda-benda konkret yang digunakan untuk alat
peraga agar siswa menangkap apa yang disampaikan oleh pembimbing.
2). Selanjutnya pembimbing harus mengerti bagaimana karakter siswa.
Mengapa ? karena dengan kita tahu bagaimana karakter siswa itu sendiri, kita
tahu dimana siswa sedang merasa bosan, lelah, atau malas sehingga bisa
menjadi batasan bagi kita untuk segera menyudahi belajar.
3). Kemudian pembimbing harus mengetahui cara belajar yang disenangi
siswa tersebut. Mengapa? Agar siswa merasa nyaman pada saat proses
pembelajaran, sampai akhirnya siswa dapat menangkap apa yang telah
dijelaskan oleh pembimbing.
3. Pamela Natasha (Kelompok 3)
Apakah teori vygotsky cocok dengan kurikulum 2013? Jelaskan!
Jawab :
Ya, karena dalam kurikulum 2013 menggunakan pendekatan scientific yaitu 5M:
a. Mengamati
b. Menanyakan
c. Mencoba
d. Mengasimilasi
e. Mengkomunikasikan
Cocok dalam teori vygotsky yang menekankan pada pembelajaran
konstruktivisme, yang artinya siswa membangun sendiri pengetahuannya. Awalnya
siswa diberi suatu masalah, lalu siswa diberi kesempatan untuk mengamati objek-
objek dalam permasalahan tersebut. Guru mulai memberikan suatu soal yang
berhubungan dengan masalah tersebut, sehingga dapat memicu siswa untuk bertanya
(scaffolding atau membeikan bantuan secukupnya). Dari pertanyaan tersebut, siswa
mulai mencoba sendiri menyelesaikan soal tersebut dengan mengasimilasikan
pengetahuan yang telah didapatnya (menggabungkan informasi lama dengan
informasi baru) atau dapat berdiskusi dengan temannya (cooperative learning).
Setelah siswa telah mampu menyelesaikan tugasnya, lalu guru meminta siswa tersebut
untuk mempresentasikan soal yang telah diselesaikannya di depan kelas atau menjadi
tutor sebaya.