teori belajar bandura

22
TEORI KOGNITIF SOSIAL BANDURA DOSEN: PROF. DR. SURADI TAMHIR Oleh Kelompok : 1. RAHMATULLAH BIN ARSYAD 2. MUH. FATHURRAHMAN

Upload: muhammad-fathurrahman

Post on 14-Apr-2016

15 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Bandura

TRANSCRIPT

Page 1: TEORI BELAJAR BANDURA

TEORI KOGNITIF SOSIAL BANDURA

DOSEN: PROF. DR. SURADI TAMHIR

Oleh Kelompok :

1. RAHMATULLAH BIN ARSYAD2. MUH. FATHURRAHMAN

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSARPENDIDIKAN MATEMATIKA

2015

Page 2: TEORI BELAJAR BANDURA

BAB I

LANDASAN TEORI

A. LATAR BELAKANG

Sebelum Albert Bandura mengemukakan teorinya, sudah ada beberapa penjelasan

tentang bagaimana organisme belajar melalui observasi. Beberapa diantaranya dijelaskan

sebagai berikut.

a. THORNDIKE dan WATSON

Edward L. Thorndike adalah adalah orang pertama yang mencoba mempelajari

perilaku belajar secara observasi melalui eksperimen. Pada tahun 1989, dia melakukan

eksperimen pada kucing. Thorndike membuat sebuah puzzle box, dan mencoba melihat

bagaimana perilaku kucing untuk keluar dari puzzle box tersebut. Ketika dia

menempatkan satu kucing dalam boks, dia menempatkan kucing di boks yang

berdampingan-kucing di boks ini mengobservasi perilaku kucing dalam puzzle box

mencari jalan keluar. Ketika kucing yang mengobservasi kucing dalam puzzle box

ditempatkan pada puzzle box itu sendiri, si kucing tidak dapat langsung menggunakan

cara yang telah dia amati untuk keluar dari puzzle box, tetapi dia melakukan proses trial-

and-error, seperti ketika kucing pertama berusaha untuk keluar dari puzzle box.

Thorndike pun melakukan percobaan yang sama pada ayam dan anjing, dan merekapun

melakukan hal yang sama, bahkan dengan monyet sekalipun. Pada akhirnya, dia

menyimpulkan bahwa hewan tidak memiliki kemampuan untuk belajar melakukan

sesuatu dari mengobservasi hewan lain melakukannya (Hergenhahn dan Olson, 1997).

J. B. Watson melakukan percobaan yang sama seperti yang dilakukan Thordike pada

tahun 1901 dengan menggunakan monyet, dan hasilnya sama seperti percobaan

Thorndike (Hergenhahn dan Olson, 1997).

Pada akhirnya, baik Thorndike maupun Watson menyimpulkan bahwa belajar merupakan

hasil dari pengalaman langsung saja, dan bukan pengalaman mengamati (Hergenhahn dan

Olson, 1997, hal. 326).

Page 3: TEORI BELAJAR BANDURA

b. MILLER dan DOLLARD

Miller dan Dollard berpendapat bahwa bila perilaku meniru diberi penguatan, perilaku

tersebut akan diperkuat, seperti perilaku lainnya. Miller dan Dollard membagi perilaku

menjadi tiga kategori:

1. Perilaku sama, terjadi ketika dua atau lebih individu merespon situasi sama dengan

cara yang sama, seperti ketika kita menyapa, semua orang akan merespon dengan

“hai”.

2. Perilaku meniru, meliputi penuntunan oleh seseorang kepada orang lain, misalnya

seorang instruktur yoga mengajari muridnya posisi yoga. Ketika sang murid dipuji,

dia akan mendapat penguatan atas perilaku itu.

3. Perilaku menyocokkan-dependen, seorang pengamat diberi penguatan untuk

meniru tindakan model. Misalnya ketika seorang kakak mendengar suara langkah

kaki ayahnya pulang, dia berlari ke arah pintu, dan mendapatkan permen dari sang

ayah sebagai penguatan. Adiknya yang ikut berlari juga mendapatkan permen. Karena

mendapat penguatan, hal ini diulangi kembali oleh kedua anak. Namun,

perbedaannya adalah, sang kakak terstimulasi oleh suara langkah kaki, sedangkan

sang adik terstimulasi oleh kakaknya yang berlari. Perilaku adik merupakan perilaku

dependen pada perilaku kakak.

Miller dan Dollard menekankan bahwa perilaku meniru bisa menjadi kebiasaan, dan

menyebut bahwa kecenderungan untuk meniru perilaku pada individu sebagai peniruan

umum (Hergenhahn dan Olson, 1997, hal. 326-327).

B. DASAR TEORI DAN EKSPERIMEN AWAL

Bandura berpendapat bahwa belajar melalui observasi (observational learning) mungkin ya

mungkin tidak melibatkan peniruan. Seperti contohnya, ketika kita melihat mobil yang

berjalan di depan kita terantuk lubang di jalan, kita mendapat informasi dan berdasarkan

pengamatan kita, kita akan menghindari lubang tersebut, demi menghindari kerusakan pada

mobil kita.

Pada tahun 1965, Bandura melakukan eksperimen dengan membagi kelompok anak menjadi

tiga. Anak-anak ini menyaksikan perilaku agresif yang dilakukan oleh seseorang yang

memukuli boneka. Anak-anak di kelompok pertama mendapatkan penguatan akan perilaku

agresif tersebut, sedangkan anak-anak di kelompok kedua mendapatkan ancaman pada

1

Page 4: TEORI BELAJAR BANDURA

perilaku agresif, sementara anak-anak di kelompok ketiga tidak mendapatkan penguatan

maupun ancaman pada perilaku agresif.

Anak-anak tersebut pada akhirnya dihadapkan secara langsung pada boneka tadi. Seperti

yang telah diperkirakan sebalumnya, anak-anak di kelompok pertama berperilaku agresif

pada boneka tersebut, sementara anak-anak di kelompok kedua kurang agresif pada boneka

tersebut, sedangkan anak-anak di kelompok ketiga berada antara agresif dan kurang agresif.

Anak-anak di kelompok pertama mendapatkan penguatan dari pengamatan (vicarious

reinforcement) dan mereka difasilitasi untuk keagresifan mereka. Sedangkan anak-anak di

kelompok kedua mendapatkan ancaman pengamatan (vicarious punishment), dan mereka

dihalangi perilaku agresifnya. Meskipun anak-anak tidak mendapatkan pengalaman

penguatan maupun ancaman secara langsung, mereka memodifikasi perilakunya secara sama

(Hergenhahn dan Olson, 1997).

C. PENDEKATAN TEORI BANDURA

Prinsip-prinsip umum dari teori Bandura:

1. Orang dapat belajar dengan mengamati perilaku dari orang lain dan hasil dari perilaku

tersebut.

2. Belajar dapat terjadi tanpa perubahan perilaku. Para behavioris mengatakan belajar harus

diwakili oleh perubahan permanen dalam perilaku. Namun dalam teori pembelajaran

sosial dikatakan bahwa orang dapat belajar melalui observasi sendiri, belajar mereka

belum tentu ditampilkan dalam perilaku mereka. Belajar dapat mengakibatkan perubahan

perilaku atau mungkin tidak sama sekali.

3. Kognisi berperan dalam belajar. Selama 30 tahun terakhir teori belajar sosial telah menjadi

semakin mengarah ke pembelajaran kognitif dalam proses belajar. Kesadaran dan

harapan dari penguatan atau ancaman di masa mendatang dapat menimbulkan efek yang

signifikan pada perilaku tampak dari orang-orang.

Teori belajar menurut Albert Bandura:

a. Pemodelan yang Tertunda (Delayed Modelling)

Pemodelan yang tertunda ini adalah suatu momen dimana subyek (pengamat) tidak

menunjukkan hasil belajar dari pengalaman modelling sampai suatu waktu dimana

pengalaman modelling tersebut berhenti.

2

Page 5: TEORI BELAJAR BANDURA

b. Variabel-variabel yang Mempengaruhi Belajar

1. Attentional Processes (tahap perhatian)

Tahap di mana seseorang mulai berfokus pada satu dari sekian banyak stimulus yang

muncul dihadapannya. Stimulus yang menariklah yang akhirnya lulus seleksi.

2. Retentional Processes (tahap penyimpanan dalam ingatan)

Pada tahap ini stimulus yang menjadi fokus mulai diolah secara kognitif dan hasilnya

disimpan dalam memori. Yang kemudian dicari lebih lanjut informasi lebih detail

berhubungan dengan stimulus tersebut.

3. Behavioral Production Processes (proses produksi perilaku)

Dalam tahap ini informasi yang sebelumnya telah disimpan dalam memori diolah

kembali untuk kemudian diuji. Dalam tahap ini seseorang dituntut untuk tidak hanya

mengerti melainkan juga dituntut untuk lebih memahami.

4. Motivational Processes (tahap motivasi)

Pada tahapan ini seseorang mulai menemukan dorongan sebagai kelanjutan dari

proses. Seseorang mulai mendapat “reward” untuk hasil belajar yang memuaskan,

yang kemudian akan membuatnya bersemangat untuk kembali belajar. Juga ada

pemberian dorongan lebih jika hasil belajarnya dinilai kurang optimal supaya ia

terdorong untuk belajar lebih lagi. Seiring dengan kedua upaya tersebut, ada baiknya

ditunjukan pula bukti-bukti kerugian orang yang tidak menguasai materi tersebut.

c. Determinisme Resiprok (Reciprocal Determinism)

Bandura berpendapat, seseorang berperilaku tertentu karena adanya interaksi antara

orang, lingkungan, dan perilaku orang tersebut, menghasilkan perilaku berikutnya. Dari

konsep ini, bisa dikatakan bahwa perilaku mempengaruhi lingkungan, atau lingkungan

atau orang mempengaruhi perilaku.

3

Page 6: TEORI BELAJAR BANDURA

d. Perilaku Diatur-Sendiri (Self-Regulated Behavior)

Bandura mengatakan bahwa perilaku manusia sebagian besar merupakan perilaku yang

diatur oleh dirinya sendiri (self-regulated behavior). Manusia belajar suatu standar

performa (performance standards), yang menjadi dasar evaluasi diri. Apabila tindakan

seseorang bisa sesuai atau bahkan melebihi standar performa, maka ia akan dinilai positif,

tetapi sebaliknya, bila dia tidak mampu berperilaku sesuai standar, dengan kata lain

performanya dibawah standar, maka ia akan dinilai negatif.

Selain itu, anggapan mengenai kecakapan diri (perceived self-efficacy) juga berperan

besar dalam perilaku yang diatur sendiri. Anggapan tentang kecakapan diri ini adalah

keyakinan seseorang bahwa dia mampu untuk melakukan sesuatu. Dari anggapan ini,

muncul motivasi orang untuk berprestasi (apabila anggapannya positif) atau bahkan

dismotivasi untuk melakukan suatu hal (apabila anggapannya negatif).

Terkadang, anggapan mengenai kecakapan diri seseorang tidak sesuai dengan kecakapan

diri sesungguhnya (real self-efficacy). Seseorang terlalu yakin dia dapat melakukan

sesuatu, tetapi pada kenyataannya sebenarnya dia tidak mampu. Bila hal ini terjadi, maka

orang akan merasa frustasi dan rendah diri.

e. Tindakan Moral (Moral Conduct)

Seseorang akan mempelajari kode moral (moral code) dari model. Kode moral ini

menentukan perilaku mana yang boleh dilakukan dan perilaku mana yang akan mendapat

sangsi bila dilakukan dan perilaku mana yang tidak. Apabila seseorang melanggar kode

4

Page 7: TEORI BELAJAR BANDURA

moral, orang tersebut akan mengalami self-contempt (menyalahkan/jijik pada diri

sendiri), yang merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan. Namun dalam

perkembangannya, Bandura melihat sebuah mekanisme dimana seseorang bisa

melakukan pelanggaran moral tanpa mengalami self-contempt. Mekanisme ini seperti

dijabarkan oleh Hergenhahn dan Olson (1997) adalah:

- Justifikasi Moral (Moral Justification)

Dalam justifikasi moral, seseorang membenarkan pelanggaran moral karena alasan

yang lebih mulia.

Contohnya, orang yang mencuri mengatakan bahwa dia mencuri untuk menghidupi

keluarganya.

- Pelabelan Eufemistis (Euphemistic Labelling)

Dalam pelabelan eufimistis, seseorang menyebut hal yang tercela sebagai suatu

ungkapan yang halus.

Contohnya, seorang dokter disebut bukan “membunuh pasiennya” tetapi

“menghilangkan penderitaan pasien”.

- Perbandingan yang Menguntungkan (Advantageous Comparison)

Dalam perbandingan yang menguntungkan, seseorang membandingkan perilaku

pelanggaran moral dengan pelanggaran lain yang lebih berat, sehingga orang tersebut

bisa membenarkan diri.

Contohnya, seorang pencuri ayam membandingkan perbuatannya dengan seorang

koruptor, yang “dosanya” lebih besar.

- Pengalihan Tanggung Jawab (Displacement of Responsibility)

Dalam pengalihan tanggung jawab, seseorang membenarkan pelanggaran moral

karena ada perintah dari pihak otoritas yang lebih tinggi.

Contohnya, seorang pembunuh bayaran tidak merasa beralah, karena yang

menyuruhnya adalah sang bos.

- Difusi Tanggung Jawab (Diffusion of Responsibility)

Dalam difusi tanggung jawab, pertanggungjawaban atas suatu pelanggaran moral

memudar (bias) atas pelanggaran moral karena ditanggung bersama-sama.

Sebagai contoh, koruptor tidak merasa bersalah, karena dia melakukan korupsi

bersama-sama dengan rekan-rekan kerjanya.

5

Page 8: TEORI BELAJAR BANDURA

- Pengabaian atau Distorsi Konsekuensi (Disregard or Distortion of Consequences)

Dalam pengabaian atau distorsi konsekuensi, seseorang mengabaikan bahaya yang

akan ditimbulkan dari perbuatannya.

Contohnya, para teroris yang melakukan pemboman, mereka mungkin mengatakan

bahwa mereka hanya menaruh bom, kemudian bom itu akan hilang ditelan asap.

- Dehumanisasi (Dehumanization)

Dengan menganggap manusia lain sebagai makhluk yang lebih rendah, pelanggaran

moral bisa dilakukan tanpa self-contempt.

Contohnya, pada zaman dahulu, orang kulit putih bisa dengan semena-mena

mempekerjakan dan menyiksa orang kulit hitam karena merasa bahwa orang kulit

hitam memiliki derajat yang lebih rendah dari dirinya.

- Atribusi Kesalahan (Attribution of Blame)

Dalam atribusi kesalahan, seseorang menyalahkan pihak lain atas pelanggaran moral

yang telah diperbuatnya.

Contohnya, pemerkosa tidak merasa bersalah karena korban memakai pakaian dan

berperilaku menggoda.

- Determinisme versus kebebasan (Determinism versus Freedom)

Karena manusia bisa mengatur perilakunya sendiri, bukan berarti dia bisa bebas

melakukan apa saja sekehendak hatinya. Bandura mendefinisikan kebebasan

(freedom) sebagai sejumlah pilihan yang tersedia dan kesempatan untuk

melakukannya (Hergenhahn dan Olson, 1997).

Ketidakleluasaan dari pilihan bebas:

1. Inkompetensi (Incompetence)

Pada inkompetensi, orang tidak mampu untuk memanfaatkan kesempatan dan

pilihan-pilihan yang ada di lingkungan.

2. Ketakutan akan ketidakterjaminan (Unwarranted Fears)

Adanya ketakutan bahwa pilihan-pilihan dan kesempatan-kesempatan tidak

menjamin keuntungan bagi diri membuat pilihan bebas seseorang terganggu.

3. Kepastian diri yang berlebihan (Excessive Self-Ensure)

6

Page 9: TEORI BELAJAR BANDURA

Rasa kepercayaan diri yang berlebihan mengakibatkan seseorang untuk

mengambil pilihan atau kesempatan yang terlalu tinggi, yang tidak sesuai dengan

kondisi aktual dirinya, dan pada akhirnya, dia sendiri tidak mampu untuk

menjalankannya.

4. Penghambat Sosial, berupa prasangka dan diskriminasi (Social Inhibitors -

prejudice, discrimination)

Prasangka dan diskriminasi dari masyarakat membuat pilihan bebas seseorang

terbatas.

f. Proses Kognitif yang Salah (Faulty Cognitive Processes)

Sebagaimana manusia telah belajar tentang kode moral, self-efficacy, dan mampu

mengatur perilakunya sendiri, bisa dikatakan bahwa perilaku manusia semuanya

melibatkan proses kognitif. Seseorang bisa membayangkan berbagai hal dalam pikiran

(imagine) dan bisa memperngaruhi perilaku. Sayangnya, proses kognitif yang salah

(faulty cognitive processes) dapat menghambat perilaku atau bahkan bisa memunculkan

perilaku yang salah.

Sebab-sebab munculnya pemrosesan kognitif yang salah:

1. Anak mengevaluasi penampilan

Anak-anak cenderung untuk melihat dari penampilan. Pada perkembangannya,

melihat berdasarkan penampilan ini bisa memunculkan perilaku yang salah. Misalnya

ketika seseorang melihat pria yang kekar, berwajah sangar, dan bertato, orang tersebut

bisa saja berperilaku waspada atau menjauhi, atau bahkan takut, karena berdasarkan

penampilannya, pria tadi tampak seperti preman.

2. Pemikiran keliru karena salah informasi dan bukti yang tidak mencukupi

Seseorang terkadang berperilaku salah karena dia salah mempersepsi suatu hal, bisa

disebabkan oleh informasi yang salah ataupun bukti terhadap suatu hal yang tidak

cukup. Contohnya, kita mendengar gosip bahwa teman sekelas kita adalah seorang

pencuri, kita akan menjauhi teman tersebut, membencinya, atau bahkan

mencurigainya (informasi yang salah). Gosip tersebut juga beredar karena bukti

belum cukup, tapi orang sudah berperilaku mencurigai duluan.

3. Pemrosesan informasi yang keliru

7

Page 10: TEORI BELAJAR BANDURA

Seseorang terkadang percaya orang lain begini atau begitu, dan itu mempengaruhi

persepsinya terhadap orang lain. Misalnya, seseorang percaya bahwa petani itu

bodoh, maka orang tersebut akan menyimpulkan bahwa setiap petani yang dia temui

adalah bodoh.

8

Page 11: TEORI BELAJAR BANDURA

BAB II

APLIKASI TEORI BANDURA

Contoh aplikasi teori belajar Bandura adalah ketika seorang anak belajar untuk mengendarai

sepeda. Ditahap perhatian, si anak akan tertarik mengamati para pengendara sepeda dibanding

dengan orang yang melakukan aktifitas lain yang dia anggap kurang menarik. Oleh karena itu, ia

akan mengamati bagaimana seseorang mengayuh sepeda. Selanjutnya pada tahap penyimpanan

dalam ingatan si anak akan tersimpan bahwa bersepeda itu menyenangkan dan suatu saat jika

waktunya tepat ia akan meminta ayahnya (semisal) untuk mengajarinya mengendarai sepeda.

Semuanya itu kemudian dilaksanakan pada tahap reproduksi di mana si anak kemudian benar-

benar belajar mengendarai sepeda bersama sang ayah. Ketika anak itu sudah berhasil, di sinilah

tugas sang ayah untuk memberi reward sebagai bentuk apresiasi atas keberhasilan sang anak

sekaligus merupakan tahap motivasi.

Beberapa contoh lain dijelaskan dalam poin-poin berikut:

Iklan mie instan, di iklan tersebut diperlihatkan seseorang yang sedang melihat orang lain

makan mie instan dengan nikmatnya, membuatnya pada akhirnya makan mie instan yang

sama.

Melihat kecelakaan di konser sebuah band nasional yang mengakibatkan seseorang

meninggal, seorang pemudi yang tadinya hendak menonton konser band tersebut di kotanya

menggagalkan niatnya.

Kejadian perampokan/pembacokan yang baru-baru ini terjadi di depan jalan sebuah

perumahan di Ring Road Utara, memakan korban, membuat orang takut untuk lewat jalan

tersebut, dan memilih melewati jalan lain.

Iklan sebuah pasta gigi memperlihatkan seorang anak yang meniru kebiasaan ayahnya

makan, ribut sendiri karena menonton bola, dan cara ayahnya menggosok gigi.

Seorang balita yang kecanduan rokok dan berkata kasar karena lingkungan (orang-orang

dewasa) sekitar terbiasa merokok dan berkata kasar.

Seorang anak melompat dari lantai 4 sebuah rumah susun dengan menggunakan seprai

setelah melihat film superhero.

Sosialisasi penggunaan helm dan mengendarai motor yang baik menggunakan suatu film

pendek yang mengilustrasikan seorang pemuda yang naik motor ugal-ugalan dan tidak

9

Page 12: TEORI BELAJAR BANDURA

memakai helm, berakibat fatal; kaum muda yang melihatnya menggunakan helm dan

berkendara aman tak hanya untuk menghindari ditilang polisi, tetapi untuk mengamankan

dirinya.

Serangkaian novel yang bercerita tentang percintaan vampir dengan manusia menjadi

bestseller, memacu penulis lain untuk menulis novel-novel yang bercerita tentang percintaan

vampir-manusia.

Seorang selebritis mulai berkecimpung di dunia politik, menambah kesuksesannya, selebritis

lain juga akhirnya banyak yang terjun ke dunia politik.

Belakangan ini, ada aktor/aktris yang mencoba peruntungan di dunia tarik suara, dan cukup

sukses. Melihat hal ini banyak aktor/aktris lain yang mulai ikut-ikutan terjun di dunia tarik

suara.

Sinetron-sinetron yang memiliki high rating saat ini adalah bercerita tentang cinta dan judul

sinetronnya adalah nama sang tokoh utama. Banyak sinetron-sinetron baru yang

bermunculan bertema cinta dan judulnya pun adalah nama sang tokoh utama.

Di negara yang terkenal dengan sebutan negara adikuasa, mulai booming selebritis yang

terjun ke usaha garmen, diawali dengan segelintir selebritis yang mulai mempunyai usaha

parfum atau clothing brand.

Memenuhi kebutuhan transportasi anak muda, sebuah perusahaan mobil ternama mendesain

sebuah mobil yang berjiwa muda, dengan ciri mobil kecil (untuk 4 orang) dan berbentuk

kapsul dengan lekukan-lekukan di bodi mobilnya. Melihat jumlah penjualannya, kini banyak

produsen mobil yang memproduksi mobil dengan bentuk yang mirip.

Sebuah perusahaan telekomunikasi di sebuah negara yang memiliki jumlah penduduk

terbanyak di Asia memproduksi secara massal ponsel murah dengan tombol QWERTY.

Karena jumlah penjualannya, banyak produsen di negara yang sama, bahkan Indonesia

sendiri memproduksi ponsel dengan bentuk yang sama.

Seorang anak melihat temannya yang terluka karena terkena petasan, anak itu pun

menghindari main petasan.

Seorang pemuda melihat kesuksesan seorang bintang sepak bola dunia, memacunya untuk

berlatih sepak bola sebaik mungkin, berharap bisa mengikuti jejak bintang sepak bola

tersebut.

10

Page 13: TEORI BELAJAR BANDURA

Seorang remaja melihat sekelompok remaja lain perform dance dengan gemilang, remaja ini

pun mulai belajar dan berlatih dance serupa.

Ada seorang yang kecopetan ponselnya yang dia taruh di tasnya, mengetahui hal tersebut,

seseorang mengindari menaruh ponsel di tas.

Seorang anak melihat ibunya makan bakso, dia juga ingin memakannya dan meminta pada

ibunya. Namun, sang ibu menunjukkan ekspresi kepedasan dan akhirnya si anak tidak mau

memakan bakso tersebut.

11

Page 14: TEORI BELAJAR BANDURA

BAB III

REFLEKSI

Melalui materi dan tugas mengenai teori Bandura ini, kami berefleksi:

A. Yang telah dipelajari:

- Manusia bisa belajar melalui perilaku orang lain.

- Manusia memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk.

- Manusia dapat memetik pelajaran dari obyek yang menjadi modelnya.

B. Yang dirasakan:

- Menjadi sadar bahwa perilaku manusia banyak yang merupakan hasil dari modelling, tak

heran iklan banyak yang sukses.

- Merasa termotivasi akan penguatan-penguatan yang diberikan pada suatu perilaku.

- Relevan untuk dialami dalam kehidupan sehari-hari.

C. Nilai baru yang didapatkan:

- Penguatan penting untuk membentuk suatu perilaku tertentu.

- Model yang baik diperlukan untuk menjadi contoh perilaku.

- Manusia dapat berproses melalui informasi.

D. Yang dapat dilakukan untuk sesama:

- Memberikan contoh yang baik (menjadi model yang baik), karena kita hidup dengan

orang lain, sehingga orang lain tidak menirukan tindakan kita yang kurang berkenan.

- Kita bisa memanipulasi perilaku orang lain dengan pengetahuan tentang penguatan.

12

Page 15: TEORI BELAJAR BANDURA

DAFTAR PUSTAKA

Hergenhahn, B.R., Olson, Matthew H. 1997. An Introduction to Theories of Learning, 3rd edition. New Jersey: Prentice-Hall International

Hergenhahn, B.R., Olson, Matthew H. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar), edisi ke-7. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Grafindo Persada

13