teologi anti kekerasan terhadap perempuan

35
PROPOSAL SKRIPSI Teologi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Sebuah Pendekatan Tafsir Tematik Kontekstual) Disusun Guna Memenuhi Tugas: Mata Kuliah : Praktikum Penelitian Tafsir Dosen Pengampu : Kurdi Fadal, MHI MSI Disusun Oleh : ZAINUL KHIKAM 2031110010 JURUSAN USHULUDDIN PRODI TAFSIR HADITS

Upload: zainul-khikam

Post on 24-Sep-2015

27 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Teologi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

TRANSCRIPT

PROPOSAL SKRIPSITeologi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Sebuah Pendekatan Tafsir Tematik Kontekstual)Disusun Guna Memenuhi Tugas:Mata Kuliah : Praktikum Penelitian TafsirDosen Pengampu : Kurdi Fadal, MHI MSI

Disusun Oleh :ZAINUL KHIKAM2031110010

JURUSAN USHULUDDIN PRODI TAFSIR HADITSSEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) PEKALONGAN2014

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGJika melihat kekerasan sebagai kekerasan, apalagi dampak yang diakibatkan, hampir bisa dipastikan semua orang ataupun kalangan menolak dan menganggapnya sebagai suatu kejahatan kemanusiaan. Kekerasan memang bukan fenomena baru dalam kehidupan kita. Bahkan, bisa dikatakan jika kekerasan telah ada sejak muncul dan berkembangnya kehidupan manusia. Dalam konteks kekinian, kekerasan masih saja tetap berlangsung. Di Indonesia sejak masuk pada masa-masa transisi demokrasi jatuhnya rezim Orde Baru dibawah kendali presiden kedua yaitu Jendral Besar Soeharto juga tidak kalah marak dan serunya terjadi kekerasan.[footnoteRef:1] [1: Muhammad Inam Esha, Kekerasan dan Afirmasi Teologi Sosial, Jurnal Dialogia, Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2006. Hlm. 60-61]

Secara harfiah, kekerasan itu diartikan sebagai sifat hal yang keras, kekuatan, dan paksaan.[footnoteRef:2] Sedang kekerasan yang dimaksud di sini adalah yang diterjemahkan dari violence. Violence berkaitan erat dengan gabungan kata Latin vis yang mempunyai arti daya dan kekuatan lalu Latus yang berasal dari ferre, yaitu artinya membawa. yang kemudian jika digabungkan berarti membawa kekuatan.[footnoteRef:3]Sedangkan secara terminologi kekerasan berarti perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.[footnoteRef:4] [2: WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), Hlm. 498.] [3: Marshana Windhu, Kekuasaan dan Kekerasan menurut Johan Galtung, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), Hlm. 62] [4: Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbut dan Balai Pustaka, 1988), Hlm. 425.]

Robert Audi, seperti yang dikutip oleh I. Marshana Windhu, merumuskanviolencesebagaiserangan atau penyalahgunaan fisik terhadap seseorang atau binatang; atau serangan, penghancuran, perusakan yang sangat keras, kasar, kejam dan ganas atas milik atau sesuatu yang secara potensial dapat menjadi milik seseorang.[footnoteRef:5]Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan perilaku, baik yang terbuka (overt) atau tertutup (covert), dan baik yang bersifat menyerang (offensive) atau bertahan (defensive), yang disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain.[footnoteRef:6] [5: Op.Cit. Hlm. 63] [6: Jack D. Douglas dan Frances Chaput Waksler, Kekerasan, dalam Thomas Santoso (ed.), Teori-teori Kekerasan, (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 2002), Hlm. 11.]

Dalam perspektif perubahan sosial kekerasan dipahami sebagai akibat terjadinya perubahan sosial. Menurut Inam Esha terdapat tiga kekuatan utama yang mendorong terjadinya perubahan sosial : industrialisasi, urbanisasi dan globalisasi.[footnoteRef:7] [7: Ibid. Hlm. 61]

Adapun dari perspektif psikologis Lorens Bagus menjelaskan bahwa kekerasan merupakan salah satu dari empat naluri besar manusia. Tiga lainya adalah naluri lapar, seks, dan rasa takut. Sedangkan menurut Toffler, ia menjelaskan bahwa kekerasan kalau di lihat dari aspek kejiwaan ia dapat muncul dalam diri manusia yang disebabkan oleh adanya disorientasi mental[footnoteRef:8] [8: Disorientasi mental merupakan salah satu jenis gangguan kejiwaan yang diakibatkan adanya ketegangan psikologis yang sangat dahsyat yang dipicu oleh deraan berbagai kejutan kejiwaan dalam menghadapi problem kehidupan dalam jumlah yang terlalu besar dan atau akibat terjadinya perubahan yang terlalu cepat. Hal inilah yang biasanya mudah hinggap pada diri manusiayang bisa menyebabkan mereka yang masih labil, tingkat keseimbangan jiwa lemah, daya tahan moral dan spiritual rendah, sehingga menimbulkan perilaku diluar control dan diluar batas wajar (agresif dan sadisme). Orang seperti ini kehilangan akal sehat, mudah terprovokasi dan mudah melakukan tindakan brutal. Arqom Kuswanjoyo, Kekerasan dalam perspektif Etika dan Agama, dalam ]

Lebih dari itu, dari sudut pandang Teologis, kekerasan difahami sebagai sesuatu yang timbul sebagai akibat faham-faham teologis yang dianut oleh individu atau sekelompok orang.[footnoteRef:9] [9: Op.Cit. Hlm. 62]

Agama dalam bentuk apapun merupakan kebutuhan ideal umat manusia. Pernanan agama sangat menentukan dalam kehidupan manusia. Tanpa agama manusia tidak akan dapat hidup sempurna. Asumsi yang ada selama ini berkaitan dengan konteks relasi agama dan kekerasan adalah bahwa tidak ada satupun agama di dunia yang menerima konsep kekerasan sebagai suatu prinsip tindakan. Secara normatif agama juga menentang kekerasan, namun realitasnya justru agama menjadi biang timbulnya kekerasan.Dari sini kita dapat memahami apa yang disampaikan oleh Charles Davis bahwa dalam konteks perbincangan sosiologi agama modern dikenal tiga mode agama yaitu agama kosmik, agama kontemplasi dan agama politik.[footnoteRef:10] Dari tipologi ini tipe yang rawan dengan konflik dan kekerasan atau sejenisnya adalah tipe yang ketiga yaitu agama politik. [10: Charles Davis, Religion and the making society, (Cambridge: Cambridge University Press, 1994). Hlm. 55]

Inam Esa berkesimpulan bahwa konflik yang biasanya menimbulkan kekerasan adalah tidak lepas dari pemahaman agama yang telah ditarik dengan spektrum sosial politik.[footnoteRef:11] [11: Hlm. 67]

Amin Abdullah dalam hal ini menganalisis bahwa adanya pola pikir yang memandang bahwa pemikiran teologis sebagai pemikiran yang teken for granted, pemikiran keagamaan dan doktrin-doktrin keagamaan yang dipahami sebagai sudah dari sananya adalah akar permasalahanya. Teologi yang dianut oleh kita selama ini tidak jarang dipandang sebagai sesuatu yang bersifat mutlak, tidak dapat diungkit-ungkit, tidak dapat dikritisi, dan tidak dapat dirubah. Kalau sudah demikian mindset pemikiran seseorang atau sekelompok orang adalah susah untuk menghindarkannya dari kecenderungan-kecenderungan kekerasan yang disebabkan oleh doktrin teologi.[footnoteRef:12] [12: Amin Abdullah, Studi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996). Hlm. 51]

Penulis dalam hal ini memahami bahwa untuk meberikan penjelasan kepada masyarakat yang mindset nya sudah terkonstruk seperti itu adalah suatu hal yang sangat penting dan suatu hal mendasar sehingga perlu dilakukan penelitian-penelitian untuk mensosialisasikan hal tersebut, dan memang tampaknya cara pandang mayoritas masyarakat dalam merespon problem sosial ini cenderung apologetik. Hal inilah yang juga penulis lakukan dalam konteks memberikan pemahaman tentang teologi bahwa agama menolak kekerasan.Dalam bahasa agama Islam, kekerasan adalah suatu kedzaliman dan kemudharatan yang pasti diharamkan sebagaimana terdapat Q.S. asy-Syura,42 : 42 (42)Artinya : Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.dan Qs. al-Araf , 7 :56 (56)Artinya : Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. [footnoteRef:13] [13: Kementerian Agama RI, Terjemah dan Tafsir al-Quran ]

Berbicara masalah kekerasan dalam islam, kita teropong berbagai permasalahan yang ada dalam konteks ini adalah permasalahan kekerasan terhadap perempuan. Bicara dalam hal ini kita tahu bahwa sejarah perempuan dalam konteks sosial Arab sangatlah buruk dan tidak menguntungkan bagi perempuan. Informasi yang kita terima dari al-Qurn menyebutkan bahwa kondisi umum perempuan dalam masyarakat Arab sampai pada masa al-Qurn diturunkan adalah bahwa Perempuan bukan hanya dipandang sebagai makhluk Tuhan yang rendah, melainkan juga dihargai sebagai barang, bisa diwarisi, dan diperlakukan sebagai layaknya budak. (QS. Al-Nisa, 4:19). Mereka juga dianggap tidak memiliki hak apa-apa atas kehidupannya sendiri dan dalam relasi-relasi sosial. Peran-peran mereka dibatasi pada wilayah domestik dan dalam kerangkamelayani kebutuhan seksual laki-laki. Beberapa ayat al-Qurn bahkan menyebutkan adanya tradisi pembunuhan bayi-bayi perempuan hidup-hidup. (QS. 16: 58-59, QS.81: 8-9).[footnoteRef:14] [14: Husein Muhammad, Tafsir al-Quran Perspektif Perempuan, Hlm. 87]

Hal itu menunjukkan bahwa adanya wajah patriarkhis dalam konstruksi sosial-budaya masyarakat pra Islam. Dari situlah al-Quran hadir untuk membangun konstruksi sosial-budaya baru kearah yang lebih beradab dan berkeadilan. Sehingga jika kita mau mencermati lebih dalam bahwa cara yang dilakukan oleh Islam adalah bukan cara yang keras ataupun radikal.Al-Quran sebagai kitab suci umat islam mengemukakan tema-tema yang menyangkut dan diarahkan kepada perempuan dalam banyak ayat. Ayat-ayat tersebut menurut Husein Muhammad terbagi dalam dua kategori besar. Yakni kategori ayat-ayat Universal[footnoteRef:15] dan ayat-ayat particular.[footnoteRef:16] Ayat-ayat tersebut hadir atau diturunkan dalam kerangka mengakomodasi konteks sosiokultural yang patriarkhis dalam bentuknya yang sudah direduksi atau ditransformasi. Jika semula perempuan dianggap setengah manusia atau tidak dihargai, maka al-Quran menyebut dan menghargainya sebagai manusia yang utuh, yang tadinya tidak mendapatkan waris, al-Quran memberinya meskipun masih separoh, dari semula tidak memiliki hak cerai, al-Quran memberinya meskipun melalui proses pengaduan dan lain sebagainya.[footnoteRef:17] [15: Ayat-ayat Universal adalah ayat-ayat yang menunjukkan pada pola hubungan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang setara dan adil.] [16: Ayat-ayat particural adalah ayat-ayat yang memperlihatkan pola hubungan yang bias gender dalam hal ini perempuan diposisikan secara subordinatif.] [17: Husein, Hlm. 88-89]

Yang lazim diperbincangkaan selanjutnya adalah bahwa perempuan selalu saja menjadi korban yang paling memprihatinkan baik dalam bentuk pelecehan seksual, kekerasan maupun pemerkosaan.[footnoteRef:18] Di Indonesia sendiri tercatat dalam data komnas perempuan pada tahun 2009 Jumlah korban kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun ini mencapai 143.586 orang. Angka ini meningkat sebesar 263%, dibandingkan tahun lalu (54.424 korban). Pada tahun 2010 tercatat ada 105.103 kasus, diranah domestik KDRT/RP (Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan Relasi Personal) sejumlah 101.128, diranah komunitas sebanyak 3.530 dan diranah negara 455 kasus. Lalu pada tahun 2011 tercatat ada 104.700 kasus yang porsinya adalah 113.878 kasus KDRT / RP, diranah komunitas 5.184 kasus dan diranah negara 42 kasus.[footnoteRef:19] [18: Ahmad Munir, Perempuan dalam Jeratan Teologi dan HAM, Jurnal Dialogia Vol 6 No. 1 Januari-Juni 2008. Hlm. 54] [19: Komnas Perempuan, Catatan Tahunan tentang Kekerasan Terhadap Perempuan, (Jakarta: Ameepro, 2002).]

Jika diamati, kasus KDRT/ Relasi Personal menunjukkan angka yang fantastis, ini merupakan suatu hal yang sangat menyedihkan dan perlu disikapi. Pada konteks relasi suami-istri misalnya, dalam pandangan beberapa tokoh, perempuanlah yang harus diluruskan suami agar kembali pada keutuhan perkawinan. Perempuan dididik, diberi nasihat, dipisah dari ranjang atau kamar, dihardik bahkan boleh dipukul agar mereka tetap patuh dan berada pada kehidupan perkawinan ideal. Asumsinya, perempuanlah yang bersalah, karena itu harus diberi pelajaran oleh suami. Padahal, bisa saja yang terjadi adalah sebaliknya. Suami yang menjadi penyebab. Tetapi pada konteks ini, perempuan tidak punya wewenang untuk mendidik dengan media kekerasan. Marah atau suara keraspun tidak diperkenankan. Mungkin perempuan hanya boleh memberi nasihat lalu kemudian bersabar.Masalah seperti itu menjadi tanggung jawab kita bersama, mulai dari keluarga, sekolah, pemerintah dan agama. Sebagai bangsa yang mayoritas beragama Islam tentu dalam menyelesaikan persoalan merujuk pada al-Quran dan Hadis sebagai bahan pertimbangan yang diyakini kebenarannya.Melihat problem sosial yang bertambah kompleks, sudah saatnya agama mengambil sikap yang konkrit terhadap persoalan-persoalan tersebut. Jadi, agama tidak hanya mengajarkan baik dan buruk, pahala dan dosa, dan peribadatan saja. Namun juga membahas persoalan yang langsung menyentuh kepada masyarakat. Terkait dengan permasalahan diatas sudah saatnya al-Quran sebagai kitab suci yang fungsinya sangat universal mencakup berbagai aspek yang bersifat transenden dan profan yang Seharusnya memberikan solusi dalam mengatasi persoalan sosial kemasyarakatan, dalam hal ini masalah kekerasan terhadap perempuan. Upaya mengatasi masalah tersebut, jika ditinjau dari al-Quran tentunya butuh pemahaman atau penafsiran terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan permasalahan diatas. Akan tetapi beberapa karya tafsir yang dihasilkan oleh para ulama belum mampu menjawab realitas sosial saat ini apalagi tafsir yang membahas tentang anti kekerasn terhadap perempuan yang akan penulis teliti. Untuk itu dalam penelitian ini penulis akan meneliti ayat-ayat tematik tentang konsep al-Quran yang berkaitan dengan anti kekerasan terhadap perempuan dengan membaca kasus-kasus atau data yang ada, sehingga ada komunikasi antara problem sosial dan al-Qur'an. Namun tafsir klasik maupun tafsir modern belum membahas secara sistematik dan komprehensip tentang kasus kekerasan terhadap perempuan. Dengan demikian penulis akan menggunakan pendekatan tafsir tematik kontekstual dan bila perlu menggunakan hermeneutik untuk memperoleh pemahaman yang lengkap dan mampu menjawab problem kekerasan terhadap perempuan yang terjadi saat ini.

B. RUMUSAN MASALAHBerdasarkan paparan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah :1. Bagaimana posisi perempuan dalam al-Quran ?2. Bagaimana al-Quran menolak kekerasan terhadap perempuan?

C. PEMBATASAN MASALAH Agar pembahasan masalah lebih terfokus dan tidak melebar, maka pembahasan masalah disini akan dibatasi pada :1. Ayat-ayat yang berhubungan dengan posisi perempuan dalam al-Quran dengan menggunakan metode tafsir tematik kontekstual.2. Prinsip-prinsip al-Quran tentang anti kekerasan terhadap perempuan.3. Kasus kekerasan terhadap perempuan yang terhimpun dalam data Komnas perempuan sebagai penunjang data dalam penelitian ini.

D. SIGNIFIKANSI PENELITIAN1. Tujuan penelitian :a. Untuk mengkaji dan membahas tentang posisi perempuan dalam al-Quran.b. Untuk mengkaji dan membahas tentang bagaimana cara al-Quran menolak kekerasan terhadap perempuan.2. Manfaat Penelitian :Dari penelitian ini dapat diambil manfaat sebagai berikut:a. Memberi penjelasan kepada masyarakat tentang kesadaran dan kepedulian serta tanggung jawab akan posisi perempuan.b. Menambah wawasan etis dan humanis dalam memberlakukan perempuan sesuai dengan nilai-nilai al-Quran.c. Meminimalisir terjadinya kekarasan terhadap perempuan yang disebabkan oleh krisisnya spritual pelaku. Serta mendukung langkah-langkah Komnas Perempuan dan pemerintah dalam menangani kekerasan terhadap perempuan.d. Sebagai acuan bagi insan akademis dalam memahami realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat dan hubungannya dalam menafsirkan ayat-ayat yang memiliki relevansi dengan masalah kekerasan yang terjadi pada perempuan. Sehingga al-Quran tetap shahih li kulli zaman wa makan.

E. KAJIAN RISET SEBELUMNYAPenelitian tentang kekerasan terhadap perempuan yang berkaitan dengan penafsiran al-Quran sejauh penelusuran penulis belum ada yang membahas secara spesifik tentang hal itu, walaupun ada hanya sedikit sekali dan itupun membahas kekarasan terhadap perempuan ditinjau dari aspek hukum Islam dan hukum positif saja.Penelitian tentang Kekerasan gender dalam wacana tafsir telah dilakukan oleh DR. Marzuki pada tahun 2004 di Universitas Yogyakarta dengan judul Kekerasan gender dalam wacana tafsir keagamaan di Indonesia dalam perspektif Islam. Penelitian diarahkan pada wacana tafsir keagamaan di Indonesia yang cenderung memihak pada laki-laki. Penelitian yang sama juga telah dilakukan oleh Muh. Tasrif pada tahun 2008 dengan judul Teologi Gender dalam islam : Esai Bibliografis karya-karya Intelektual Muslim Indonesia, penelitian ini diarahkan pada tipologi pemikiran Gender Intelektual Muslim Indonesia, sedangkan yang diteliti oleh penulis adalah teologi anti kekerasan jadi objeknya ayat-ayat al-Quran dan data-data kasus kekerasan di Indonesia.Muh. Inam Esha, Kekerasan dan Afirmasi Teologi Sosial, penelitian adalah sebuah kerangka untuk menawarkan Teologi Sosial yang selama ini kurang tepat.Adapun Penelitian yang penulis ajukan saat ini memiliki kesamaan tema yaitu tentang sebuah upaya rekonstruksi Teologi, dan mengarah pada penolakan terhadap kekerasan sedangkan namun sudut pandangnya berbeda jika yang pertama mengkritik wacana tafsir di Indonesia yang sarat akan nuansa kekerasan gender, dan yang kedua kumpulan-kumpulan hasil pemikiran teologi gender di Indonesia yang mencoba di petakan (melakukan tipologi) serta yang ketiga adalah sebuah upaya untuk menginternalisasikan suatu yang berupa doktrin, pengetahuan maupun pengalaman karena teologi adalah alternatif yang bagus untuk merubah perilaku manusia supaya lebih baik dan penelitiannya lebih mengarah kepada disiplin filsafat dan sosiologi. Sedangkan penelitian yang diajukan penulis ini menggunakan penafsiran ayat-ayat al-Quran dengan pendekatan tafsir tematik kontekstual. Sebuah upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa prinsip utama al-Quran atau ajaran Islam menolak kekerasan, kesimpulan ini nanti akan dibuktikan dengan memahami ayat-ayat al-Quran serta memberikan pencerahan bahwa kasus terbesar kekerasan di Negeri ini adalah KDRT/RP yang selama ini didasarkan atas nama agama yang sekali lagi penulis tegaskan adalah pemahaman yang keliru.

F. KERANGKA TEORIUntuk menjawab permasalahan diatas diperlukan kerangka teori sebagai peta atau langkah-langkah teoritis yang berkesinambungan. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini dibagi kedalam teori berikut:Menurut Fazlurrahman, persoalan kaidah dan pemahaman (method and hermeneutics) terhadap al-Qur'an belum pernah dibincangkan dengan secukupnya di dalam tradisi Islam dan merupakan perkara yang sangat mendesak pada zaman ini. Corak yang diwarisi dari tradisi keislaman kalasik telah gagal memaparkan pesan-pesan al-Qur'an secara terpadu dan koheren, sehingga al-Qur'an dipahami secara atomistik. Para mufassirun dan ummat Islam pada umumnya tidak bisa menangkap keterpaduan pesan al-Qur'an yang dilandaskan pada weltanschouung (pandangan dunia atau worldview) yang pasti.[footnoteRef:20] [20: Fazlur Rahman, Islam and Modernity , (Chicago and London: Univercity of Chicago Press, 1982). Hlm. 2-3.]

Oleh sebab itu, dengan kondisi ummat yang semakin kompleks, maka tafsir harus mampu membaca keadaan sekitar secara kritis dan kreatif supaya memberi kontribusi yang solutif terhadap masalah sosial saat ini. Sehingga semangat fundamental al-Qur'an (baca: etika atau moral) membekas bagi manusia.Berkaitan dengan term Teologi, Secara harfiah ia adalah ilmu tentang Tuhan. Ia meruapakan disiplin ilmu yang berkaitan dengan Tuhan ataupun dengan realitas ketuhanan (diving reality) khususnya hubungan dengan Tuhan dan dunia.[footnoteRef:21] [21: Dawam rahardjo, Islam Dan Transformasi Budaya, (Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 2002). Hlm. 19]

Sebagai sebuah terminologi, teologi sebenarnya bukan berasal dari khazanah tradisi Islam, walaupun sering diapakai oleh cendekiawan muslim kontemporer. Kata teologi sebenarnya terambil dari khazanah tradisi kristiani. Dalam islam sendiri, istilah yang lazim digunakan adalah aqidah, yakni sesuatu yang berkenaan dengan keyakinan (iman) seorang mukmin. [footnoteRef:22] [22: Abdul Jalil, Hlm. 208]

Dalam penelitian ini, kata teologi dimaksudkan sebagaimana uraian diatas. Penulis menggunakan kata teologi dalam pengertian yang luas dan cakupan yang komperehensif. Teologi dimaknai sebagai kumpulan ajaran mana saja yang disusun secara koheren menyangkut hakekat Tuhan dan hubungan-Nya dengan umat manusia serta alam semseta.Salah satu faktor substansial yang mengangkat kekerasan terhadap perempuan adalah adanya pemahaman keagamaan (teologis) yang menganggap bahwa kekuasaan laki-laki atas perempuan merupakan keputusan Tuhan yang tidak dapat diubah. Atau dalam bahasa lain, hirarkie kekuasaan laki-laki dianggap atau diyakini bersifat kodrat, fitrah, dan bukan karena alasan sosiologis ataupun kultural yang tentu saja kontekstual dan bisa berubah. Keyakinan seperti itu dengan sendirinya merupakan pelanggengan sistem diskriminasi terhadap jenis kelamin perempuan yang tentu saja sangat bertentangan dengan HAM.[footnoteRef:23] [23: Ahmad Munir, Perempuan Dalam Jeratan Teologi Dan HAM, Jurnal Dialogia, Volo. 6 No. 1 Januari-juni 2008. Hlm. 63]

Dalam konteks ajaran Islam, agama Islam sangat menghindari tindak kekerasan yang dapat merugikan dan membahayakan keselamatan orang lain dalam keadaan apapun, bahkan dihindarkan, walaupun memang dalam beberapa hal kekerasan tidak dapat dihindarkan akan tetapi itupun dilakukan atas dasar pertimbangan etika moral dan dengan alasan yang dapat diterima dan dibenarkan syari.[footnoteRef:24] [24: Asghar Ali Enginer, Islam dan Teologi Pembebasan, Alih bahasa Agus pihartono, cet.1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999). Hlm. 125]

Dalam wacana Islam istilah kekerasan tidak ditemukan dalam al-Quran maupun hadis, begitu juga dengan anti kekerasan. Akan tetepi al-Quran sangat menolak terjadinya tindakan kekerasan dalam bentuk apapun.[footnoteRef:25] [25: Abdurrahman Wahid dkk, Islam Tanpa Kekerasan ,(Yogyakarta:LkiS2002). Hlm. 6]

G. METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research) dengan kajian pustaka, yaitu dengan cara menuliskan, mengedit, mengklasifikasikan, mereduksi, dan menjadikan data yang diperoleh dari berbagai sumber tertulis.[footnoteRef:26] Penelitian pustaka yang dimaksud yaitu menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data, yaitu dengan berusaha melacak referensi atau rujukan yang berkaitan dengan topik yang akan diteliti. [26: Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif ,(Jakarta: Rake Sarasin, 1989). Hlm. 81]

Penelitian ini bersifat deskriftif analisis, dalam artian tidak sekedar menyimpulkan dan menyusun data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi dari data-data yang berhubungan dengan kekerasan terhadap perempuan dalam tinjauan tafsir al-Quran dengan pendekatan tematik kontekstual. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode tafsir maudui (tematik) dengan pendekatan kontekstual. Tafsir tematik kontekstual merupakan metode penafsiran yang relevan dengan persoalan-persoalan yang terjadi ditengah masyarakat dalam suatu permasalahan, dalam penelitian ini tentang kekerasan terhadap perempuan yang saat ini menjadi persoalan yang belum terselesaikan. Untuk mengatasi problem sosial (kekerasan terhadap perempuan) saat ini, pendekatan tafsir tematik kontekstual berusaha mengungkap dan menjelaskan gagasan al-Quran serta pesan dan implikasi dibalik teks sendiri.Adapun langkah dari tafsir tematik itu sendiri sebagaimana dirumuskan oleh Al-Farmawi di dalam kitabAl-Bidyah f al-Tafsir al-Maudhiy[footnoteRef:27]secara rinci mengemukakan cara kerja yang harus ditempuh dalam menyusun suatu karya tafsir berdasarkan metode ini. Antara lain adalah sebagai berikut: [27: Abd al-Hayy Al-Farmawiy, Metode Tafsir Maudhui Suatu Pengantar,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996). Hlm. 45-46]

1. Memilih atau menetapkan masalah al-Quran yang akan dikaji secara maudhiy(tematik),2. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah ditetapkan, ayat Makkiyyah dan Madaniyyah,3. Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa turunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang turunnya ayat atauasbb an-nuzl,4. Mengetahui korelasi (munsabah) ayat-ayat tersebut di dalam masing-masing suratnya,5. Menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang pas, sistematis, sempurna dan utuh (outline),6. Melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadis, bila dipandang perlu, sehingga pembahasan menjadi semakin sempurna dan semakin jelas,7. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian serupa, mengkompromikan antara pengertianmdankhash, antara yangmuthlaqdan yangmuqayyad, menyingkronkan ayat-ayat yang lahirnya tampak kontradiktif, menjelaskan ayatnsikhdanmanskh, sehingga semua ayat tersebut bertemu pada satu muara, tanpa perbedaan dan kontradiksi atau tindakan pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna yang kurang tepat,[footnoteRef:28] [28: M. Alfatih Suryadilaga, dkk.,Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2005). Hlm. 48]

8. Menyusun kesimpulan yang menggambarkan jawaban al-Quran terhadap masalah yang dibahas.[footnoteRef:29] [29: Ahmad Izzan,Metodologi Ilmu Tafsir, (t.tp.: Tafakur, t.t.). Hlm. 116.]

Adapun langkah atau teknis yang diperlukan dalam pendekatan Tafsir Tematik Kontekstual adalah sebagai berikut:Pertama,penetapan masalah yang dibahas. Walaupun metode ini dapat menampung semua masalah yang diajukan namun akan memprioritaskan pada persoalan yang langsung menyentuh dan dirasakan oleh masyarakat yakni tindak kekerasan terhadap perempuan. Dengan demikian, metode penafsiran semacam ini langsung memberi jawaban terhadap problem masyarakat tertentu di tempat tertentu pula.Kedua,menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya. Ayat-ayat yang berkaitan dengan kekerasan pada perempuan diuraikan kronologis peristiwanya, baik yang makro maupun mikro.Ketiga, berusaha memahami arti kosakata ayat dengan merujuk kepada penggunaan Al-Quran itu sendiri untuk mendapatkan makna aslinya. Kemudian melihat implikasi dibalik makna ayat tersebut. Menurut Quraish Shihab, hal ini dapat dinilai sebagai pengembangan dari tafsir bi al-matsur yang pada hakikatnya merupakan benih awal dari metode tematik[footnoteRef:30] [30: M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Cet. Ke xix, (Bandung: Mizan, 1999). Hlm. 71.]

Keempat, Analisis komparatif data atau kasus kekerasan terhadap perempuan dengan memperhatikan gejala-gejala sosial yang menjadi pemicu terjadinya tindak kekerasan, kemudian mengkomparasikan kasus-kasus tersebut dengan ayat yang setema sehingga memperoleh pemahan yang bersifat etis kontekstual.

1. SUMBER DATAPenelitian ini menggunakan tiga jenis sumber data :a. Sumber Data Primer, yaitu sumber data yang menjadi pokok dan fokus penelitian, dalam hal ini adalah hasil penafsiran ayat al-Quran tentang prinsip al-Quran dalam menolak kekerasan terhadap perempuan.b. Sumber Data Sekunder, yaitu sumber data pendukung yang dapat membantu untuk memahami dan mengkaji permasalahan penelitian, berupa literatur yang membicarakan permasalahan penelitian, seperti kitab-kitab Tafsir klasik dan kontemporer, buku-buku tentang perempuan, dan literatur sejenis.c. Sumber Data Tersier, yaitu sumber data yang tidak berkaitan langsung dengan penelitian, akan tetapi dapat membantu proses penelitian, seperti kamus, ensiklopedi, treasur, dan lain-lain.

2. TEKNIK PENGUMPULAN DATATeknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi pustaka terhadap literatur yang berkaitan dengan penelitian, baik berupa data primer, sekunder maupun tersier. Penelusuran data tersebut dilakukan dengan membaca, menganalisa dan membandingkan antara satu sumber dengan sumber lainya, untuk kemudian diambil kesimpulan yang berupa jawaban masalah penelitian.

3. METODE ANALISIS DATASetelah data terkumpul dan dirasa cukup maka dilakukan analisa, yaitu dengan cara memilih dan mengklasifikasikan data yang sudah ada berdasarkan keterkaitannya dengan objek penelitian. Selanjutnya dilakukan pengelolaan data dengan cara deskriptif analisis, yaitu suatu usaha menyusun dan menganalisa suatu data, kemudian dilakukan suatu analisis dan interpretasi data yang sudah ada tersebut.[footnoteRef:31] Dalam menganalisis data, penulis juga menggunakan analisis isi (content analysis). Menurut B. Berelson sebagaimana dikutip oleh Hasan Sadily, metode analisis isi adalah suatu teknik penyelidikan yang berusaha untuk menguraikan secara objektif, sistematis dan kuantitatif isi yang termanifestasikan dalam suatu komunikasi.[footnoteRef:32] Menurut Klausa Krippendorf sebagaiaman dikutip oleh suryadilaga dkk bahwa Secara intuitif, analisis isi dapat dikarakterisasikan sebagai metode penelitian makna simbolik pesan-pesan. Ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, pesan mempunyai makna ganda yang bersifat terbuka. Data selalu dapat dilihat dari beberapa perspektif, khususnya apabila data tersebut benar-benar bersifat simbolik. Kedua, makna tidak harus tersebar, walaupun konsensus atau persetujuan intersubjektif mengenai makna sebuah pesan akan memudahkan analisis.[footnoteRef:33] Maksudnya disini diperlukan analisis terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam tindak kekerasan, kemudian dianalisis dengan pendekatan al-Quran. [31: Winarno Surachmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Tehnik, (Bandung :Tarsito, 1985). Hlm. 139] [32: Hasan Sadily, Ensklopedia,(Jakarta : Ikhtiar Baru Vam Hoeva, 1980). Hlm. 206] [33: Lihat al-fatih suryadiaga dkk, Hlm.77]

H. SISTEMATIKA PEMBAHASANPembahasan dalam penelitian ini akan disusun menjadi empat bab: Bab pertama pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, rumusan dan pembatasan masalah, signifikansi penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.Bab kedua berisi tentang diskursus kekerasan, yang akan menjelaskan tentang pengertian kekerasan dan data kasus kekerasan di Indonesia.Bab ketiga Prinsip anti kekerasan dalam al-Quran, yang akan menjelaskan tentang ayat-ayat yang berbicara tentang kekerasan dan aspek asbab al-nuzulnya.Bab keempat berisi basis teologi anti kekerasan , yang menjelaskan prinsip-prinsip al-Quran berdasarkan hasil pembacaan sesuai kasus kekerasan.Bab Kelima berisi penutup, yang memuat kesimpulan dan saran.

SUMBER BACAAN/REFERENSI

Esha, Muhammad Inam, Kekerasan dan Afirmasi Teologi Sosial, Jurnal Dialogia, Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2006.Poerwadarminta, WJS., Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982).Windhu, Marshana, Kekuasaan dan Kekerasan menurut Johan Galtung, (Yogyakarta: Kanisius, 2002).Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbut dan Balai Pustaka, 1988).D. Douglas dan Frances Chaput Waksler, Jack, Kekerasan, dalam Thomas Santoso (ed.), Teori-teori Kekerasan, (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 2002).Kuswanjoyo,Arqom, Kekerasan dalam perspektif Etika dan Agama, dalamDavis, Charles, Religion and the making society, (Cambridge: Cambridge University Press, 1994).Abdullah, Amin, Studi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996).Kementerian Agama RI, Terjemah dan Tafsir al-Quran.Muhammad, Husein, Tafsir al-Quran Perspektif Perempuan,(Munir, Ahmad, Perempuan dalam Jeratan Teologi dan HAM, Jurnal Dialogia Vol 6 No. 1 Januari-Juni 2008.Komnas Perempuan, Catatan Tahunan tentang Kekerasan Terhadap Perempuan, (Jakarta: Ameepro, 2002).Rahman, Fazlur, Islam and Modernity , (Chicago and London: Univercity of Chicago Press, 1982).Rahardjo, Dawam, Islam Dan Transformasi Budaya, (Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 2002).Jalil, Abdul,Ali Enginer, Asghar, Islam dan Teologi Pembebasan, Alih bahasa Agus pihartono, cet.1,( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999).Wahid, Abdurrahman dkk, Islam Tanpa Kekerasan ,(Yogyakarta:LKiS, 2002).Muhajir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif ,(Jakarta: Rake Sarasin, 1989).Al-Farmawiy, Abd al-Hayy.Metode Tafsir Maudhui Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996).Suryadilaga, M. Alfatih, dkk.,Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2005).Izzan, Ahmad,Metodologi Ilmu Tafsir, (t.tp.: Tafakur, t.t.),Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Quran, Cet. Ke xix, (Bandung: Mizan, 1999).Surachmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Tehnik, (Bandung :Tarsito, 1985).Sadily, Hasan, Ensklopedia, (Jakarta : Ikhtiar Baru Vam Hoeva, 1980).