skripsi jurusan ekonomi syariah lena fitriyeni nim

104
PELAKSANAAN HUTANG DIBAYAR DENGAN HARI KERJA PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI SYARIAH (Studi Kasus di Jorong Padang Panjang Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar) SKRIPSI Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Jurusan Ekonomi Syariah Oleh : LENA FITRIYENI NIM. 15301300025 JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) BATUSANGKAR 2019

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

PELAKSANAAN HUTANG DIBAYAR DENGAN HARI KERJAPERSPEKTIF HUKUM EKONOMI SYARIAH

(Studi Kasus di Jorong Padang Panjang Nagari ParianganKecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar)

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)Jurusan Ekonomi Syariah

Oleh :

LENA FITRIYENINIM. 15301300025

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAHFAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )BATUSANGKAR

2019

Page 2: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

i

Page 3: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM
Page 4: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM
Page 5: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbil’alamiin Puji dan Syukur penulis ucapkan atas kehadirat

Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua,

sehingga dengan limpahan Rahmad dan Hidayah-Nya itu penulis dapat menyelesaikan

kuliah dan membuat sebuah karya ilmiyah berbentuk Skripsi dengan judul

“Pelaksanaan Hutang Dibayar dengan Hari Kerja Perspektif Hukum Ekonomi

Syariah (Studi Kasus di Jorong Padang Panjang Nagari Pariangan Kecamatan

Pariangan Kabupaten Tanah Datar)”

Allahumma shalli’ala sayyidina Muhammad wa‘ala aali sayyidina Muhammad.

Sholawat dan salam penulis mohonkan kepada Allah SWT, semoga tetap dilimpahkan

kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan

hingga zaman yang berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan pada saat sekarang

ini.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Sarjana Hukum (SH) pada Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (HES)

Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Batusangkar. Penulis menyadari bahwa

dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari

berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini

penulis sampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada orang tua, Ibunda Laila dan

Suami tercinta Riswandi yang selalu memberikan dukungan dan motivasi sehingga

penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Selanjutnya penulis juga

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Kasmuri, M.A, selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri

Batusangkar yang telah memberikan segala fasilitas pada penulis hingga penulis

dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Page 6: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

ii

2. Bapak Dr.H. Zainuddin, MA, selaku Dekan Fakultas Syariah Institut Agama Islam

Negeri Batusangkar yang telah memberikan arahan kepada penulis.

3. Ibu Yustiloviani, S.Ag. M.Ag, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah

Institut Agama Islam Negeri Batusangkar yang telah memberikan solusi dan saran

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Dr. H. Eficandra, S.Ag., M.Ag, selaku Pembimbing Akademik sekaligus

sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang begitu banyak memotivasi penulis mulai

dari awal penulis kuliah hingga penulis menyelesaikan tugas penulis, dan telah

banyak meluangkan waktu, tenaganya untuk membimbing, mengarahkan dan

memberikan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

baik.

5. Ibu Dr. H. Sri Yunarti, M.Ag, dan Bapak Drs. Syamsuwir, M.Ag selaku penguji

yang telah membimbing, mearahkan dan memberi masukan kepada penulis dalam

pembuatan skripsi ini hinnga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik

dan benar.

6. Bapak/Ibu informan penulis yang telah memberikan informasi-informasi kepada

penulis, sehingga penulis mendapatkan data-data terkait skripsi penulis yang dapat

penulis gunakan untuk pembuatan skripsi penulis.

7. Ibu Dewi Sasmita, MSi yang telah menfasilitasi penulis dalam perkuliahan,

sehingga penulis bisa menjalankan perkuliahan hingga sejauh ini.

8. Bapak/Ibuk dosen Institut Agama Islam Negeri Batusangkar yang telah

mencurahkan berbagai ilmu kepada penulis.

9. Bapak Kepala Perpustakaan IAIN Batusangkar beserta Karyawan yang telah

membantu dan menfasilitasi penulis dalam melengkapi daftar bacaan dalam

penulisan skripsi ini.

10. Semua saudara penulis Ayunda Yulia Refia Sari, SPd.I., Kakanda Irwan

Oktavianto dan Rahmat Nasrul yang selalu mengingatkan dan memotivasi penulis

selama ini.

Page 7: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

iii

11. Para sahabat Hukum Ekonomi Syariah keseluruhan dan terutaman angkatan 2015

yang seperjuangan dengan penulis dan semua pihak yang terkait dalam membatu

penulis yang tidak tersebutkan namanya satu persatu sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini terdapat kekurangan-kekurangan dan

masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Oleh karena itu, penulis

berharap masukan dan kritikan demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berdoa semoga

segala bantuan dan pertolongan yang diberikan dapat menjadi amal ibadah di sisi Allah

SWT dan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda. Amin ya rabbal’aalamin.

Batusangkar, 16 September 2019Penulis

Lena FitriyeniNIM. 15301300025

Page 8: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

iv

ABSTRAK

Lena Fitriyeni, NIM 15301300025, “Pelaksanaan Hutang Dibayar denganHari Kerja Perspektif Hukum Ekonomi Syariah (Studi Kasus di Jorong PadangPanjang Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar)”,Skripsi, Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam NegeriBatusangkar, Batusangkar, 2019.

Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pelaksanaan hutangdibayar dengan hari kerja dan tinjauan Hukum Ekonomi Syariah terhadap pelaksanaanhutang dibayar dengan hari kerja di Jorong Padang Panjang Nagari ParianganKecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar. Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui dan menjelaskan pelaksanaan hutang dibayar dengan hari kerja dantinjauan Hukum Ekonomi Syariah terhadap pelaksanaan hutang dibayar dengan harikerja di Jorong Padang Panjang Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan KabupatenTanah Datar.

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah jenis penelitian lapangan (fieldresearch). Sumber data terdiri dari sumber data primer yaitu; petani dan pekerja sawah,sedangkan sumber data sekunder terdiri dari niniak mamak, alim ulama, cadiak padai,dan bundo kanduang. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalahwawancara dan observasi. Adapun teknik analisis data yang penulis gunakan yaituteknik analisis kualitatif deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan hutang dibayar dengan harikerja yang terjadi di Jorong Padang Panjang Nagari Pariangan Kecamatan ParianganKabupaten Tanah Datar merupakan suatu akad hutang piutang antara pekerja sawahdengan petani dengan standar hutang yang bervariatif bahkan cenderung adanya unsurketidakjelasan, adakalanya dalam bentuk uang, hari kerja, atau dengan uang dan harikerja sekaligus. Adapun tinjauan Hukum Ekonomi Syariah terhadap pelaksanaanhutang dibayar dengan hari kerja di Jorong Padang Panjang Nagari Pariangandibolehkan selama standar hutangnya jelas dan pasti, serta tidak ada kelebihan jasadalam pembayaran hutang. Jika ada kelebihan jasa dalam pembayaran hutang, makahal ini terkategori kepada riba yang diharamkan dalam Islam.

Kata kunci: Hutang, Hari Kerja, dan Hukum Ekonomi Syariah

Page 9: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

PERSETUJUAN PEMBIMBING

PENGESAHAN TIM PENGUJI

PERSEMBAHAN

RIWAYAT HIDUP

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

ABSTRAK ........................................................................................................... iv

DAFTAR ISI........................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................1

B. Fokus Masalah.................................................................................6

C. Rumusan Masalah ...........................................................................6

D. Tujuan Penelitian.............................................................................7

E. Manfaat Penelitian...........................................................................7

F. Defenisi Operasional .......................................................................8

BAB II KAJIAN TEORI

A. Akad.................................................................................................10

1. Pengertian Akad........................................................................10

2. Rukun dan Syarat Akad ............................................................ 12

3. Macam-Macam Akad ............................................................... 17

B. Hutang Piutang ................................................................................18

1. Pengertian Hutang-Piutang.......................................................18

2. Dasar Hukum Hutang-Piutang..................................................21

3. Rukum dan Syarat Hutang Piutang...........................................25

Page 10: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

vi

4. Prinsip Hutang-Piutang............................................................. 26

5. Objek Hutang-Piutang .............................................................. 28

6. Tambahan dalam Hutang Piutang.............................................28

7. Adab dalam Hutang-Piutang.....................................................31

C. Ijarah/ Upah .....................................................................................34

1. Pengertian Ijarah .......................................................................34

2. Dasar Hukum Ijarah..................................................................36

3. Rukun dan Syarat Ijarah ........................................................... 39

4. Macam-Macam Ijarah............................................................... 41

5. Pengertian Upah(Ujrah) ........................................................... 41

6. Dasar Hukum Ujrah .................................................................42

7. Syarat-Syrat Ujrah ....................................................................44

8. Klasifikasi Ujrah .....................................................................45

9. Tanggungjawab Orang yang Digaji/Upah ................................ 46

10. Hukum Ijarah Atas Pekerjaan (Upah-Mengupah.....................46

D. Penelitian yang Relefan ...................................................................47

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ................................................................................50

B. Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................... 50

C. Insterumen Penelitian ......................................................................51

D. Sumber Data ....................................................................................51

E. Tehnik Pengumpulan Data .............................................................. 52

F. Tehnik Analisis Data ......................................................................53

G. Tehnik Penjaminan Keabsahan Data ...............................................53

BAB IV TEMUAN/HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHSAN

A. Gambaran Umum Jorong Padang Panjang Nagari Pariangan KecamatanPariangan Kabupaten Tanah Datar .................................................56

Page 11: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

vii

B. Pelaksanaan Hutang Dibayar dengan Hari Kerja ........................... 62

1. Bentuk Pelaksaan Hutang.........................................................65

2. Bentuk Pelaksaan Pembayaran Hutang ....................................68

3. Pandangan Masyarakat terhadap pelaksanaan Hutang Dibayardengan Hari Kerja.....................................................................72

C. Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah tehadap Pelaksaan Hutang Dibayardengan Hari Kerja...........................................................................75

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.....................................................................................85

B. Saran ............................................................................................... 85

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran-Lapiran

Page 12: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam kaya akan tuntunan hidup bagi umatnya. Selain sumber

hukum utama Al-Quran dan As-Sunnah, Islam juga mengandung aspek penting

yakni fiqih. Fiqih Islam sangat penting dan dibutuhkan oleh umat Islam, karena

ia merupakan sebuah pegangan dalam menjalankan praktik ajaran Islam itu

sendiri, baik dari sisi ibadah, muamalah, syariah, dan sebagainya. (Sunani,

2015)

Manusia dalam memenuhi kebutuhannya tidak dapat bekerja sendiri, ia

harus bermasyarakat dengan orang lain. (Rasjid, 2004, hal. 278) Karena

manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang berkodrat hidup dalam

masyarakat. Sebagai mahkluk sosial, dalam hidupnya manusia memerlukan

adanya manusia-manusia lain yang bersama-sama hidup dalam masyarakat.

Dalam hidup bermasyarakat, manusia selalu berhubungan satu sama lain

disadari atau tidak, untuk mencukupkan kebutuhan-kebutuhan hidupnya.

Pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan perbuatan dalam hubungannya

dengan orang lain disebut dengan muamalat.

Dalam pergaulan hidup ini, tiap-tiap orang mempunyai kepentingan

terhadap orang lain. Timbullah dalam pergaulan hidup ini hubungan hak dan

kewajiban. Setiap orang mempunyai hak yang wajib selalu diperhatikan orang

lain dan dalam waktu sama juga memikul kewajiban yang harus ditunaikan

terhadap orang lain. Hubungan hak dan kewajiban itu diatur dengan kaidah-

kaidah hukum guna menghindari terjadinya bentrokan antara berbagai

kepentingan. Kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hak dan

kewajiban dalam bermasyarakat itu disebut hukum muamalat. (Basyir, 2000)

Page 13: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

2

Selain diciptakan sebagai makhluk sosial, manusia pun diciptakan

sebagai makhluk yang serba kekurangan, jika mempunyai kelebihan pada suatu

bidang tertentu maka tidak dipungkiri bahwa di sisi lain akan mempunyai

kekurangan. Maka dari itu manusia haruslah saling tolong-menolong untuk

menutupi kekurangannya, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an Surat al-

Maidah ayat 2 yang berbunyi:

....

“...dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,

dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan

bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”.

Salah satu bentuk tolong-menolong manusia terhadap manusia lainnya

yaitu hutang piutang. Hutang piutang merupakan bentuk muamalah yang

bercorak ta’awun (pertolongan) kepada pihak lain untuk memenuhi

kebutuhannya. Bahkan Al-Qur’an menyebutkan piutang untuk menolong atau

meringankan orang lain yang membutuhkan dengan istilah menghutangkan

kepada Allah SWT dengan hutang yang baik. (Mas'adi, 2000, hal. 171)

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat al Hadid ayat 1:

“siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, MakaAllah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akanmemperoleh pahala yang banyak”.

Menghutangkan harta kepada Allah dalam ayat ini dimaksud untuk

memberikan harta dengan cara menghutangkan kepada orang yang

Page 14: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

3

membutuhkan. Memberikan hutang hukumnya sunat bahkan menjadi wajib jika

orang yang berhutang itu adalah orang yang terlantar dan sangat membutuhkan.

(Rasjid, 2004, hal. 307)

Transaksi hutang piutang ini mempunyai arti dalam kehidupan agar saling

memberi pertolongan dan mempunyai nilai kebaikan yang berpahala disisi

Allah SWT. Sebagaimana rasulullah bersabda:

:

)(

Artinya: “Dari Ibn Mas’ud bahwa Rasulullah SAW, bersabda, “tidak ada

seorang muslim yang menukarkan kepada seorang muslim qarad dua

kali, maka seperti sedekah sekali.” (HR. Ibn Majah dan Ibn Hibban)

Ulama telah sepakat atas keabsahan hutang piutang. Hutang piutang

disunnahkan bagi orang yang memberikan pinjaman dan diperbolehkan bagi

peminjam. Sebagaimana hadis rosulullah yang artinya:

::لو

Artinya: “Anas bin Malik berkata, Rasulullah SAW bersabda,”pada malamsaya di-Isra’-kan , saya melihat pada sebuah pintu surga tertulissedekah akan dibalas 10 kali lipat dan hutang dibalas 18 kali lipat,lalu saya bertanya: wahai Jibril mengapa menghutangkan lebihutama dari pada sedekah, lalu Jibril menjawab: karna bagaimanapunpengemis meminta minta, namun ia masih mempunyai harta,sedangkan orang yang berhutang pasti karena iya sangatmembutuhkan” (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi)

Page 15: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

4

Dalam hutang piutang juga terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi

oleh sipengutang dan sipemberi hutang. Adapun rukun dan syaratnya yaitu:

1. Orang yang berakada. Berakalb. Atas kehendak sendiric. Balighd. Tidak dibawah perwalian (Basyir, 2000)

2. Obyek hutang piutanga. Benda yang dapat diukurb. Benda yang dapat diketahui jumlahnyac. Benda tersebut halal (Lubis, 1994, hal. 137)

3. Sighat akada. Adanya kejelasan maksud antara keduabelah pihakb. Adanya kesesuaian antara ijab dan kabulc. Adanya pertemuan antara ijab dan kabul (berurutan dan menyambung)

Masyarakat Jorong Padang Panjang Nagari Pariangan Kecamatan

Pariangan sebahagian besar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya mereka

bermata pencaharian sebagai petani. Dalam memenuhi kebutuhan hidup

masyarakat bertani dan bercocok tanam di ladang yang mereka miliki seperti

menanam cabe, padi, kacang-kacangan, sayuran, bawang-bawang bahkan

umbi-umbian dan lainnya yang menjadi rutinitas masyarakat untuk memenuhi

kebutuhannya.

Dalam bercocok tanam masyarakat terkadang tidak hanya bekerja

sendirian di ladangnya. Tetapi mereka juga terkadang membutuhkan tenaga

kerja tambahan. Bagi masyarakat yang mebutuhkan tenaga kerja tambahan

tersebut ada mereka saling tolong-menolong dan ada juga yang mengupahkan

kepada orang lain agar bercocok tanam dapat segera diselesaikan. Biasanya di

Jorong Padang Panjang Nagari Pariangan upah yang diberikan kepada pekerja

sawah sebesar 1 sukek (4 liter) beras buat perempuan dan 1,5 sukek (6 liter)

beras buat laki-laki per harinya. Kalaupun tidak diupah dengan beras terkadang

juga dengan uang yang mana uangnya senilai dengan harga beras diwaktu ia

bekerja tersebut yang dihitung dalam ukuran sukek.

Page 16: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

5

Dalam memenuhi kebutuhannya bagi masyarakat yang bekerja sebagai

pekerja sawah yang memiliki perekonomian yang rendah tidak memiliki cukup

uang untuk kebutuhannya mereka meminjam uang kepada orang lain. Adapun

bentuk hutang piutang yang dilakukan oleh masyarakat Jorong Padang Panjang

Nagari Pariangan adalah peminjaman uang dibayar dengan hari karajo (jasa).

Biasanya orang yang meminjam uang bekerja di ladang orang yang memberi

pinjaman tersebut. Hutang piutang seperti ini terjadi ketika masyarakat yang

memiliki perekonomian rendah tersebut membutuhkan uang untuk memenuhi

kebutuhannya seperti kebutuhan rumah tangga bahkan juga kebutuhan

pendidikan anak-anaknya. Hutang piutang tersebut bisa terjadi ketika masa

panen, sebulum panen, mau bercocok tanam bahkan ada juga setelah bercocok

tanam.

Dilihat dari transaksi hutang piutang yang dilakukan oleh masyarakat

tersebut terdapat selang waktu yang relatif. Karena peminjam meminjam uang

ketika ia butuh dan membayarnya dengan hari karajo (jasa) yang tak pasti

kapan dibutuhkan oleh sipemberi pinjaman di ladanganya. Selang waktu

tersebut bisa pendek bahkan juga panjang. Dalam selang waktu yang relatif

tersebut tentu harga beras yang menjadi patokan upah tidak tetap, karena beras

harganya relatif sesuai dengan pasaran.

Berdasarkan survei awal di saat penulis melakukan wawancara dengan

pekerja sawah yang bernama Jusmarni yang melakukan hutang dibayar dengan

hari kerja yang akan penulis paparkan sebagai berikut: Jusmarni

(pekerja/peminjam) meminjam uang Rp 100.000 kepada Liza (petani/pemberi

pinjaman) untuk kebutuhan pendidikan anaknya, yang nanti akan dibayar ketika

Liza membutuhkan tenaga kerja di ladangnya. Ketika peminjaman uang

tersebut harga beras Rp 50.000/sukek nya. Jadi Jusmarni akan membayar

dengan 2 sukek beras atau dengan 2 hari kerja. Beberapa waktu kemudian Liza

membutuhkan tenaga Jusmarni untuk bekerja di ladangnnya, dan ketika itu

Page 17: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

6

harga beras turun menjadi Rp 44.000/sukek. Jika Jusmarni bekerja 2 hari berarti

upah Jusmarni waktu ia bekerja Rp 88.000 dan hutang Jusmarni yang Rp

100.000. Jika dibayar 2 hari kerja tentu masih kurang dan Jusmarni masih

memiliki hutang sebesar Rp 12.000. Karena Liza merasa hutang Jusmarni

belum lunas maka ia menyuruh Jusmarni untuk bekerja sehari lagi, sehingga

Jusmarni bekerja 3 hari di ladang Liza. (Wawancara dengan Jusmarni sebagai

pekerja).

Dalam kasus yang sama Ela meminjam uang kepada Nun senilai Rp

40.000 dengan perjanjian akan dibayar nanti ketika ada uang 3 hari kemudian

Nun memanggil Ela untuk bekerja di ladangnya, karena Ela memiliki hutang

terhadap Nun maka Ela bekerja di ladangnya Nun. Saat hari bekerja harga beras

Rp 44.000/Sukek setelah bekerja Nun mengatakan la ado utang ka awak patang

Rp 40.000, jo tu see awak bayia upah la yo (Ela ada hutang kemaren Rp 40.000

kepada saya, dengan itu saja saya bayar upah Ela ya). Yo lah ni Nun lapeh utang

wak ka ni Nun (ya kak Nun lepas hutang saya sama kak Nun). Saat itu Nun

tidak mengatakan harga beras saat Ela bekerja di ladangnya, hanya Nun

mengatakan bahwa hutangnya Ela lunas (wawancara dengan Laila sebagai

pekerja)

Berdasarkan permasalahan atau hasil penemuan penulis di atas, penulis

merasa penting untuk membahas permasalahan tersebut yang akan penulis

tuangkan dalam karya ilmiah berbentuk skripsi yang berjudul “Pelaksanaan

Hutang Dibayar dengan Hari Kerja Perspektif Hukum Ekonomi Syariah

(Studi Kasus di Jorong Padang Panjang Nagari Pariangan Kecamatan

Pariangan Kabupaten Tanah Datar)”

B. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan di atas, maka fokus

masalahnya adalah:

Page 18: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

7

1. Pelaksanaan hutang dibayar dengan hari kerja di Jorong Padang Panjang

Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar

2. Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah terhadap pelaksanaan hutang dibayar

dengan hari kerja di Jorong Padang Panjang Nagari Pariangan Kecamatan

Pariangan Kabupaten Tanah Datar

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan

masalahnya adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan hutang dibayar dengan hari kerja di Jorong Padang

Panjang Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar

2. Bagaimana tinjauan Hukum Ekonomi Syariah terhadap pelaksanaan

hutang dibayar dengan hari kerja di Jorong Padang Panjang Nagari

Pariangan Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar

D. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan hutang dibayar dengan

hari kerja di Jorong Padang Panjang Nagari Pariangan Kecamatan

Pariangan Kabupaten Tanah Datar

2. Untuk menjelaskan dan menganalisa tinjauan Hukum Ekonomi Syariah

terhadap pelaksanaan hutang dibayar dengan hari kerja di Jorong Padang

Panjang Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar

E. Manfaat dan Luaran penelitian

Adapun manfaat penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut:

1. Manfaat praktis

a. Memberikan masukan bagi para pihak yang terkait dalam hal hutang

dibayar dengan hari kerja tersebut .

Page 19: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

8

b. Bermanfaat bagi masyarakat luas yang berkepentingan berupa masukan

dan wawasan mengenai hutang piutang terutama kepada masyarakat

yang melakukan hutang piutang tersebut.

2. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis yang

berupa sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan Hukum

Ekonomi Syariah, kususnya yang berkaitan dengan hutang piutang dalam

hukum Islam.

Adapun luaran penelitian penulis ini sebagai berikut:

1. Dapat dipublikasikan pada jurnal kampus IAIN Batusangkar.

2. Materi ini dapat menjadi materi yang berguna dan dapat dimanfaatkan oleh

masyarakat.

3. Sebagai bahan bacaan di perpustakaan Fakultas Syariah Jurusan Hukum

Ekonomi Syariah IAIN Batusangkar.

4. Diproyeksikan untuk mendapat Gelar sarjana Strata Satu (S1) Gelar

Sarjana Hukum IAIN Batusangkar.

F. Devenisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya kekeliruan dalam memamahami skripsi ini

maka penulis akan mengemukakan kata kunci dari judul penulisan:

Hutang dalam bahasa Arab berarti Qardh. Qardh yaitu harta yang diberikan

kepada orang yang meminjam (debitur) disebut dengan qard , karena

merupakan potongan dari harta orang yang memberikan pinjaman (kreditur).

Secara istilah Hanafiyah qard adalah harta yang memiliki kesepadanan yang

anda berikan untuk anda tagih kembali. Atau dengan kata lain, suatu transaksi

yang dimaksudkan untuk memberikan harta yang memiliki kesepadanan

kepada orang lain untuk dikembalikan yang sepadan dengan itu (Az-Zuhaili,

2011, hal. 373). Hutang adalah akad tertentu antara dua pihak, satu pihak

menyerahkan hartanya kepada pihak lain dengan ketentuan pihak yang

Page 20: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

9

menerima harta mengembalikan kepada pemiliknya dengan nilai yang sama”.

(Rozalinda, 2005, hal. 146). Sedangkan jasa adalah setiap tindakan atau

kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, pada

dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan perpindahan kepemilikan

apapun (Kotler, 2014, hal. 7).

Hutang dibayar dengan hari kerja adalah suatu kegiatan masyarakat yang

melakukan hutang piutang di mana orang yang berhutang akan membayar

hutangnya dengan bekerja dalam hitungan hari di sawah orang yang

memberikan hutang tersebut dengan perhitungan upah 1 sukek (4 liter) beras

untuk perempuan dan 1,5 sukek (6 liter) beras untuk laki laki per harinya.

Hukum Ekonomi Syariah adalah himpunan peraturan-peraturan yang

bersifat memaksa dalam suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh orang

perorangan, kelompok orang, badan usaha yang berbadan hukum atau tidak

berbadan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial

dan tidak komersial menurut prinsip syariah (Suhrawardi, 2000).

Menurut penulis Hukum Ekonomi Syariah yang akan penulis bahas adalah

seperangkat peraturan yang mengatur tentang hutang dibayar dengan hari kerja

yang terdapat dalam Al-Qur’an, Hadist, Ijtihad para ulama, KHES, fatwa DSN-

MUI maupun pendapat pendapat ahli ekonomi Islam lainnya.

Berdasarkan defenisi diatas dapat dipahami maksud judul penelitian ini

adalah sebuah hukum yang mengatur segala hal yang berkaitan dengan sistem

ekonomi berdasarkan Al-Qur’an, Hadist, Ijtihad para ulama, KHES, fatwa

DSN-MUI maupun pendapat pendapat ahli ekonomi Islam lainnya terhadap

kegiatan yang melakukan hutang dibayar dengan hari kerja yang terjadi di

Jorong Padang Panjang Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan Kabupaten

Tanah datar.

Page 21: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

10

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Akad

1. Pengertian akad

Akad berasal dari bahasa arab yaitu “aqdi” yang berarti perjanjian atau

persetujuan. Kata ini juga bisa diartikan tali yang mengikat karena adanya

ikatan antara orang yang berakad. Selain itu, kata akad diartikan dengan

hubungan (ar-rabtu) dan kesepakatan (al-ittifaq). (Suhendi, 2002, hal. 44)

Dalam al-Quran terdapat dua istilah yang berhubungan dengan

perjanjian yaitu al-aqdu (akad) dan al-ahdu (janji). Kata aqdu terdapat

dalam Q.S Al-Maidah ayat 1 yang berbunyi:

....Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu[388].

...”

Adapun pengertian akad secara istilah yaitu:

a. Menurut ulama Syafiiyah, Malikiyah, dan Hanabilah akad adalah

segala sesuatu yang diniatkan oleh seseorang untuk dikerjakan, baik

timbul karena satu kehendak, seperti wakaf, talak dan sumpah,

pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan dua

orang, seperti jual beli, sewa menyewa, perwakilan, dan gadai.

(Zuhaili, 2007, hal. 80)

b. Menurut ulama Hanafiyah Akad adalah pertalian antara ijab dan

qabul menurut ketentuan syara’ yang menimbulkan akibat hukum

pada objeknya atau dengan redaksi yang lain: keterkaitan antara

pembicaraan salah seorang yang melakukan akad dengan yang

Page 22: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

11

lainnya menurut syara’ pada segi yang tampak pengaruhnya pada

objek. (Zuhaili, 2007, hal. 81)

c. Menurut wahbah zuhaili akad adalah kesepakatan dua kehendak

untuk menimbulkan akibat-akibat hukum, baik berupa menimbulkan

kewajiban, memindahkannya, mengalihkan, maupun

menghentikannya. (Zuhaili, 2007, hal. 81)

d. KH. Ahmad Azhar Basyir dalam bukunya asas-asas hukum

muamalat menyatakan bahwa yang dimaksud dengan akad adalah

suatu perikatan ijab dan qabul dengan cara yang dibenarkan syarak

yang menetapkan adanya akibat hukum pada objeknya. Ijab adalah

pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang diinginkan,

sedangkan qabul adalah pernyataan pihak kedua untuk menerima.

(Basyir, 2000, hal. 65)

e. Adbul Aziz Mhammad Azzam dalam bukunya Fiqh Muamalat

Sistem Transaksi dalam Fiqh Islam menyatakan bahwa makna akad

secara syar’i yaitu “hubungan antara ijab dan qabul dengan cara yang

dibolehkan oleh syariat yang mempunyai pengaruh secara langsung”.

Artinya bahwa akad termasuk dalam kategori hubungan yang

mempunyai nilai menurut pandangan syara’ antara dua orang sebagai

hasil dari kesepakatan antara keduanya yang kemudian dua

keinginan itu dinamakan ijab dan qabul. (Azzam, 2017, hal. 17)

f. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pasal 20 (1) mendefenisikan

bahwa akad adalah kesepakatan dalam satu perjanjian antara dua

pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan

hukum tertentu. (Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, 2011: 21)

Dari defenisi tersebut dapat diketahui pengertian akad secara bahasa

yaitu ikatan antara ujung sesuatu. Adapun secara istilah yaitu pertalian

antara ijab dan qabul menurut ketentuan syara’ yang menimbulkan akibat-

Page 23: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

12

akibat hukum pada objeknya berupa menimbulkan kewajiban,

memindahkannya, mengalihkan, maupun menghentikannya.

2. Rukun dan syarat akad

Rukun adalah unsur yang mutlak harus ada dalam sesuatu hal, peristiwa

atau tindakan. Rukun menentukan sah dan tidaknya suatu perbuatan hukum

tertentu. Suatu akad akan menjadi sah jika akad tersebut memenuhi rukun-

rukun akad. Adapun rukun-rukun akad itu adalah sebagai berikut: (Suhendi,

Fikih Muamalah, 2011, hal. 47)

a. Aqid

Aqid adalah orang yang berakad. Terkadang masing-masing pihak yang

berakad terdiri dari satu orang atau terdiri dari beberapa pihak orang.

Seseorang yang berakad terkadang merupakan orang yang memiliki hak

ataupun wakil dari yang memiliki hak.

b. Ma’qud ‘alaih

Ma’qud ‘alaih adalah benda-benda yang diakadkan. Benda yang

diakadkan seperti benda-benda yang dijual dalam akad jual beli, dalam

hibah (pemberian), dalam akad gadai, utang yang dijamin seseorang

dalam akad kafalah.

c. Maudu’ al-‘aqd

Maudu’ al-‘aqd adalah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad.

Berbeda akad, maka berbeda pula tujuan pokok akad. Misalnya tujuan

pokok akad jual beli adalah memindahkan barang dari penjual kepada

pembeli dengan diberi ganti. Tujuan pokok akad hibah adalah

memindahkan barang dari pemberi kepada yang diberi untuk

dimilikinya tanpa ada pengganti (‘iwad).

Tujuan akad ditandai dengan beberapa karakteristik: (Anwar, 2007, hal.

220)

Page 24: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

13

1) Bersifat objektif, dalam arti dalam akad sendiri, tidak berubah dari

satu akad kepada akad yang lain sejenis dan karenanya terlepas dari

kehendak para pihak sebab tujuan akad ditetapkan oleh para

pembuat hukum.

2) Menentukan jenis tindakan hukum, dalam arti tujuan akad ini

membedakan satu jenis akad dari jenis lainnya.

3) Tujuan akad merupakan fungsi hukum dari tindakan hukum dalam

pengertian bahwa ia membentuk sasaran hukum, baik dilihat dari

sudut pandang ekonomi maupun sudut pandang sosial, yang hendak

diwujudkan oleh tindakan hukum yang bersangkutan.

d. Sighat al-‘aqd

Sighat al-‘aqd adalah ijab dan qabul. Ijab adalah permulaan penjelasan

yang keluar dari salah seorang yang berakad sebagai gambaran

kehendaknya mengadakan akad. Qabul adalah perkataan yang keluar

dari pihak berakad pula, yang diucapkan setelah adanya ijab. Jadi

pengertian ijab qabul dalam berakad adalah bertukarnya sesuatu dengan

yang lain di mana pihak pertama mengucapkan kata menyerahkan objek

akad dan pihak kedua mengucapkan kata menerima objek akad.

Ahmad Azhar Basyir menyatakan bahwa yang dimaksud sighat akad

adalah dengan cara bagaimana ijab dan qabul yang merupakan rukun-

rukun akad itu dinyatakan. Sighat akad dapat dilakukan dengan secara

lisan, tulisan, atau isyarat yang memberi pengertian dengan jelas adanya

ijab dan qabul, dan dapat juga berupa perbuatan menjadi kebiasaan

dalam ijab dan qabul. (Basyir, 2000, hal. 68)

Syarat adalah sesuatu yang kepadanya tergantung sesuatu yang lain, dan

sesuatu itu keluar dari hakikat sesuatu yang lain itu. Syarat-syarat akad yang

harus dipenuhi ada empat macam : (Muslich, 2015, hal. 150)

a. Syarat terjadinya akad

Page 25: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

14

Syarat terjadinya akad adalah sesuatu yang disyaratkan terwujudnya

untuk menjadikan suatu akad dalam zatnya sah menurut syara’. Apabila

syarat tidak terwujud maka akad menjadi batal. Syarat ini di bagi

menjadi dua macam:

1) Syarat umum

Syarat umum akad, yaitu syarat yang harus dipenuhi dalam setiap

akad. Syarat ini meliputi:

a) Syarat 'aqid Syarat-syarat ‘aqid, ia harus memenuhi ketentuan

sebagai berikut:

1)) ’qid harus memenuhi kriteria ahliyah. Maksudnya, orang

yang bertransaksi atau berakad harus cakap dan mempunyai

kepatutan untuk melakukan transaksi. Biasanya, orang yang

telah memiliki ahliyah adalah orang yang sudah baligh dan

orang yang berakal.

2)) ‘Aqid harus memenuhi kriteria wilayah. Maksudnya, hak

atau kewenangan seseorang yang memiliki legalitas secara

syar‟i untuk melakukan objek akad. Artinya, orang tersebut

memang merupakan pemilik asli, wali atau wakil atau suatu

objek transaksi, sehingga ia memiliki hak otoritas untuk

mentransaksikannya.

b) Syarat objek akad

Objek akad adalah benda-benda yang menjadi objek akad.

Wahbah Az-Zuhaili menyebutkan bahwa objek akad harus

memenuhi ketentuan sebagai berikut: (Zuhaili, 2007, hal. 173-

181)

1)) Objek transaksi harus ada ketika akad atau transaksi sedang

dilakukan. Tidak dibolehkan melakukan transaksi terhadap

Page 26: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

15

objek akad yang belum jelas dan tidak ada waktu akad,

karena akan menimbulkan masalah saat serah terima.

2)) Objek transaksi merupakan barang yang diperbolehkan

syariah untuk ditransaksikan dan dimiliki penuh oleh

pemiliknya. Tidak boleh bertransaksi atas bangkai, darah,

babi dan lainnya. Begitu pula barang yang belum berada

dalam genggaman pemiliknya, seperti ikan masih dalam

laut, burung dalam angkasa.

3)) Objek akad bisa diserahterimakan saat terjadinya akad atau

dimungkinkan dikemudian hari. Walaupun barang itu ada

dan dimiliki akid, namun tidak bisa diserahterimakan, maka

akad itu akan batal.

4)) Adanya kejelasan tentang objek transaksi. Artinya, barang

tersebut diketahui secara detail oleh kedua belah pihak, hal

ini untuk menghindari terjadinya perselisihan dikemudian

hari. Objek transaksi tidak bersifat tidak diketahui dan

mengandung unsur gharar.

5)) Objek transaksi harus suci, tidak terkena najis dan bukan

barang najis. Syarat ini diajukan oleh ulama selain mazhab

Hanafiyah.

Ahmad Azhar Basyir menyebutkan bahwa agar ijab dan qabul

benar-benar mempunyai akibat hukum, diperlukan tiga syarat

sebagai berikut: (Basyir, 2000, hal. 66)

1) Ijab dan qabul dinyatakan oleh orang yang sekurang-

kurangnya telah mencapai umur tamyiz yang menyadari dan

mengetahui isi perkataan yang diucapkan hingga ucapan-

ucapan itu benar-benar menyatakan keinginan hatinya.

Dengan kata lain, ijab dan qabul harus dinyatakan dari orang

yang cakap melakukan tindakan-tindakan hukum.

Page 27: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

16

2) Ijab dan qabul harus tertuju pada suatu objek yang

merupakan objek akad.

3) Ijab dan qabul harus berhubungan langsung dalam suatu

majelis apabila dua belah pihak sama-sama hadir, atau

sekurang-kurangnya dalam majelis diketahui ada ijab oleh

pihak yang tidak hadir. Misalnya, ijab dinyatakan kepada

pihak ketiga dalam ketidakhadiran pihak kedua, maka pada

saat pihak ketiga menyampaikan kepada pihak kedua

tentang adanya ijab itu, berarti bahwa ijab itu disebut majelis

akad juga dengan akibat bahwa bila pihak kedua kemudian

menyatakan menerima (qabul), akad dipandang telah terjadi.

2) Syarat Khusus

Syarat khusus yaitu syarat yang dipenuhi dalam sebagian akad,

bukan dalam akad lainnya. Contohnya, syarat adanya saksi alam

akad nikah, syarat penyerahan barang dalam akad kebendaan seperti

akad hibah, gadai dan lain-lain.

b. Syarat sah akad

Syarat sah akad adalah syarat yang diterapkan oleh syara’ untuk

timbulnya akibat-akibat hukum dari suatu akad. Apabila syarat tersebut

tidak ada maka akadnya menjadi fasid, tetapi tetap sah dan eksis.

Contohnya, dalam jual beli disyaratkan oleh Hanafiah, terbebas dari

salah satu ‘aib (cacat) seperti ketidak jelasan (jahalah), paksaan (ikrah),

pembatasan waktu (tauqit), tipuan atau ketidakpastian (gharar), darar,

syarat yang fasid. (Zuhaili, 2007, hal. 228)

c. Syarat kelangsungan akad

Syarat kelangsungan akad, ada dua macam: (Muslich, 2015, hal. 151)

1) Adanya kepemilikan atau kekuasaan. Artinya orang yang

melakukan akad harus pemilik barang yang menjadi objek akad,

atau mempunyai kekuasaan (perwakilan). Apabila tidak ada

Page 28: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

17

kepemilikan dan tidak ada kekuasaan (perwakilan), maka akad tidak

bisa dilangsungkan, melainkan mauquf (ditangguhkan).

2) Di dalam objek akad tidak ada hak orang lain. Apabila di dalam

barang yang menjadi objek akad terdapat hak orang lain, maka

akadnya mauquf , tidak nafiz.

d. Syarat luzum.

Pada dasarnya, setiap akad sifatnya mengikat (lazim). Untuk mengikat

suatu akad seperti dalam jual beli disyaratkan dan ijarah disyaratkan

adanya hak khiyar, yang memungkinkan di fasakhnya akad oleh salah

satu pihak. Apabila di dalam akad tersebut terdapat khiyar, maka akad

tersebut tidak mengikat bagi orang yang memiliki hak khiyar tersebut.

Dalam kondisi seperti itu ia boleh membatalkan atau menerima akad.

(A-Siddieqy, 2001, hal. 83-85) Dalam bukunya Drs. H. Ahmad Wardi

Muslich Fiqh Muamalah iya mengatakan bahwa syarat akad ada 4:

1) Syarat In’iqad (terwujudnya akad)

2) Syarat sah

3) Syarat Nafadz (kelangsungan akad)

4) Syarat Luzum (kelaziman) (Muslich, 2015, hal. 150)

3. Macam-Macam Akad

Dalam bukunya Sohari Sahrani dan Ruf’ah Abdullah menyatakan

bahwa macam-macam akad antara lain:

a. ‘Aqad munjiz, yaitu akad dilaksanakan langsung pada waktu selesainya

akad. Pernyataan akad yang diikuti dengan pelaksanaan akad ialah tidak

disertai dengan syarat-syarat dan tidak pula ditentukan waktu

pelaksanaan setelah adanya akad.

Page 29: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

18

b. ‘Aqad mu’alaq ialah akad yang dalam pelaksanaannya terdapat syarat-

syarat yang telah ditentukan dalam akad, misalnya penentuan

penyerahan barang-barang yang diakadkan setelah adanya pembayaran.

c. ‘Aqad mudhaf ialah akad yang dalam pelaksanaanya terdapat syarat-

syarat mengenai penanggulangan pelaksanan akad, pernyataan yang

pelaksaannya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan. Perkataan

ini sah dilakukan pada waktu akad, tetapi belum mempunyai akibat

hukum sebelum tibany waktu yang telah ditentukan. (Abdullah, 2011,

hal. 47)

B. Hutang Piutang/Qardh

1. Pengertian Hutang Piutang/Qardh

Manusia sebagai makhluk sosial dalam menjalani kehidupannya

sangat membutuhkan pertolongan dari orang lain dalam berbagai kegiatan

tukar menukar harta atau benda seperti sewa menyewa, jual beli, pinjam

meminjam dan hutang piutang, sehingga kebutuhan hidup dapat terpenuhi.

Salah satu bentuk transaksi yang banyak dilakukan manusia adalah

transaksi hutang piutang. Dalam kamus bahasa Indonesia kata hutang dapat

diartikan dengan uang yang dipinjam dari orang lain, kewajiban membayar

kembali apa yang sudah diterima dan kata piutang bermakna uang yang

dipinjamkan kepada orang lain dan dapat ditagih. (Bandung, 2001, hal.

348)

Jika dilihat dalam kamus bahasa Arab hutang piutang dikenal

dengan Qardh yang berarti meminjam. Menurut pendapat Wahbah adalah

qardh berarti al-qath. Harta yang di berikan kepada orang yang meminjam

(debitur) disebut qardh karena merupakan “potongan” dari harta orang

yang meminjamkan pinjaman (kreditur). (Syahbari), 1995, hal. 375)

Page 30: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

19

Qardh menurut bahasa qaradha yang sinonimnya qatha’a

(potongan), yakni harta yang diserahkan kepada orang yang berhutang

secara potongan, karena orang yang menghutangkan memotong sebagian

harta yang dihutangkan. (Arianti, 2014, hal. 22)

Qardh adalah suatu akad antara dua pihak, dimana pihak pihak

pertama memberikan uang atau barang kepada pihak kedua untuk

dimanfaatkan dengan ketentuan bahwa uang atau barang tersebut harus

dikembalikan persis seperti yang ia terima dari pihak pertama. (Muslich,

2015, hal. 274)

Pengertian utang adalah harta yang diberikan oleh seseorang yang

memberikan utang kepada orang yang berhutang, agar orang yang

berhutang mengembalikan barang yang serupa dengannya kepada orang

yang memberi hutang. (Sabiq, 2012, hal. 234)

“Hutang piutang adalah memberikan sesuatu kepada seseorang

dengan perjanjian dia akan membayar yang sama dengan itu”. Pengertian

“sesuatu” dari definisi yang diungkapkan di atas tentunya mempunyai

makna yang luas, selain berbentuk uang juga bisa berbentuk barang asal

barang tersebut habis akibat pemakaian. (Rasyid, 2005, hal. 287)

Menurut para ulama dan pakar, mereka berbeda pendapat dalam

mendefenisikan qardh antara lain:

a. Menurut Hanafiyah qardh adalah harta yang diberikan kepada orang

lain dari mal misli untuk kemudian dibayar atau dikembalikan, atau

dengan ungkapan yang lain, qardh adalah suatu perjanjian yang khusus

untuk menyerahkan harta kepada orang lain untuk kemudian

dikembalikan persis seperti yang diterima. (Muslich, 2015, hal. 275)

b. Menurut Hanabila qardh adalah memberikan harta kepada orang yang

memanfaatkannya dan kemudian mengembalikan penggantinya.

Page 31: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

20

c. Menurut syafiiyah qardh adalah istilah syara’ diartikan dengan sesuatu

yang diberikan kepada orang lain (yang pada suatu saat harus

dikembalikan).

d. Menurut Malikiyah qardh adalah menyerahkan sesuatu yang bernilai

harta kepada orang lain untuk mendapatkan manfaatnya, di mana harta

yang diserahkan tadi tidak boleh di tuangkan lagi dengan cara yang tidak

halal, dengan ketentuan barang itu harus diganti pada waktu yang akan

datang, dengan syarat gantinya tidak beda dengan yang diterima.

e. Menurut wahbah al-Zuhailiy dalam karyanya al-fiqh al-islamiy wa

Adillatuhu juz IV, piutang adalah penyerahan sesuatu harta kepada

orang lain yang tidak disertai dengan imbalan dan tambahan dalam

pengembaliannya. (Zuhaili, 2007)

f. Menurut Sulaiman Rasjid dalam bukunya fikih Islam mendefinisikan

utang piutang atau qardh adalah memberika sesuatu kepada seseorang

dengan perjanjian dia akan membayar yang sama dengan itu. (Rasjid,

2012, hal. 306)

g. Menurut pendapat Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah yaitu utang

piutang adalah utang harta yang diberikan oleh muqrid (orang yang

berpiutang) kepada muqtarid (orang yang berutang) untuk dikembalikan

sesuai menurut semisalnya. (Sayyid Sabiq, 2009, hal.134)

h. Menurut “Amir Syarifuddin bahwa utang piutang adalah penyerahan

harta berbentuk uang untuk dapat dikembalikan pada waktunya dengan

nilai yang sama. (Syarifuddin, 2003, hal. 222)

i. Menurut pendapat “Ibrahim Lubis mengatakan bahwa utang piutang

adalah memberikan sesuatu kepada orang dengan perjanjian akan

membayarnya sama dengan itu”. (Ibrahim Lubis, t.th, hal. 359).

j. Menurut pendapat “Rozalinda menyatakan bahwa utang piutang adalah

akad tertentu antara dua pihak, satu pihak menyerahkan hartanya kepada

pihak lain dengan ketentuan pihak yang menerima harta mengembalikan

Page 32: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

21

kepada pemiliknya dengan nilai yang sama”. (Rozalinda, 2005, hal.

146)

k. Dalam PBI No.7/46/PBI/2005 qardh adalah pinjaman meminjam dana

tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan

pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu

tertentu.

Dari uraiyan di atas utang piutang/qardh merupakan pemberian

harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali dengan

jumlah yang sama. Karena qardh merupakan akad tabarru’ yang tujuannya

adalah tolong menolong (taawuun), sehingga pengembaliannya harus sama

dengan jumlah yang diterima tanpa adanya imbalan.

2. Dasar Hukum Hutang Piutang/Qardh

Qardh merupakan salah satu bentuk ibadah untuk mendekatkan

diri kepada Allah SWT sebab dengan memberikan uang atau barang

berarti menyayangi manusia, mengasihi mereka, memudahkan urusan

mereka dan menghilangkan kesusahannya.

Islam menganjurkan dan menyarankannya bagi orang yang

(berkecukupan) untuk memberi pinjaman. (Arianti, 2014, hal. 23).

Hukum memberi hutang piutang bersifat fleksibel tergantung setuasi

dan toleransi, namun pada umumnya memberi hutang hukumnya

sunnah. Akan tetapi memberi hutang atau pinjaman hukumnya bisa

menjadi wajib ketika diberikan kepada orang yang membutuhkan

seperti memberi hutang kepada tetangga yang membutuhkan uang untuk

berobat karena ada keluarganya yang sakit. Hukum memberi hutang

bisa menjadi haram, misalnya memberi hutang untuk hal-hal yang

dilarang dalam Islam.

Mengenai pembolehan dari hutang piutang juga dijelaskan

dalam al-Qur’an dan Sunnah serta ijmak para ulama.

Page 33: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

22

a. Al-Qur’an

1) QS. Al-Maidah: 2

....

Artinya: “....Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolongdalam berbuat dosa dan pelanggaran. Danbertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allahamat berat siksa-Nya”

2) QS. Al- Baqarah: 280

Artiya: “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran,maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan, danmenyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baikbagimu, jika kamu mengetahui.”

3) QS. Al-Baqarah: 282

…. . …

Artinya: “….Dan janganlah penulis enggan menuliskannyasebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah iamenulis, dan hendaklah orang yang berhutang itumengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), danhendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan

Page 34: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

23

janganlah ia mengurangi sedikitpun daripadahutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemahakalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidakmampu mengimlakkan, maka hendaklah walinyamengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengandua orang saksi dari orang-orang lelaki (diantaramu)...”

4) QS. Al-Muzzammil: 20

....

Artinya: “....Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan

berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik.Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimuniscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allahsebagai balasan yang paling baik dan yang paling besarpahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah;sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi MahaPenyayang.”

5) QS. Al- Baqarah: 245

Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah,pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalanAllah), Maka Allah akan meperlipat gandakanpembayaran kepadanya dengan lipat ganda yangbanyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan(rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”

6) QS. Al Hadid: 11

Page 35: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

24

Artinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allahpinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan(balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akanmemperoleh pahala yang banyak.”

7) QS At-Taghabun: 17

Artinya: “Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yangbaik, niscaya Allah melipat gandakan balasannyakepadamu dan mengampuni kamu. dan Allah Mahapembalas Jasa lagi Maha Penyantun.”

b. Hadits

Hutang piutang telah terjadi atas belangsun sejak pada zaman

Nabi Saw. Hadist-hadist yang terkait dengan hutang piutang antara

lain adalah:

Selain dari ayat di atas juga ada hadits Nabi yang dapat

dijadikan sebagai dasar hukum dari utang piutang, antara lain:

:

)

(

Artinya: “Dari Ibn Mas’ud bahwa Rasulullah SAW, bersabda,“tidak ada seorang muslim yang menukarkan kepadaseorang muslim qarad dua kali, maka seperti sedekahsekali.” (HR. Ibn Majah dan Ibn Hibban)

Page 36: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

25

Artinya: Setiap muslim yang memberikan pinjaman kepadasesamanya dua kali, maka dia itu seperti orang yangbersedekah satu kali.”

Sistem hutang piutang telah berlangsung sejak zaman Nabi

Saw dan Nabi menyaksikan sendiri para sahabat melakukan transaksi

hutang piutang

:

)(

Artinya: “Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah bersabda, barangsiapa melepaskan dari seorang muslim satu kesusahan darikesusahan-kesusahan dunia, niscaya Allah melepaskan diadari kesusahan-kesusahan hari kiamat, barang siapamemberikan kelonggaran kepada seseorang yangkesusahan, niscaya Allah akan memberi kelonggaranbaginya di dunia dan akhirat dan barang siapamenutupi(aib) seseorang muslim. Dan Allah selamanya menolonghamba-Nya, selama hamba itu mau menolongsaudaranya”(HR Muslim)”.

3. Rukun dan Syarat Sah Hutang Piutang

Menurut Hanafiyah, rukun qardh adalah ijab dan qabul. Sdangkan

menurut jumhur ulama, rukun hutang piutang yaitu:

a. ’aqaid (orang yang berakat) yakni muqrid dan muqtarid

b. Dana atau objek pinjaman (qardh)

c. Ijab qabul (shigat)

Page 37: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

26

Dengan demikian, maka dalam transaksi utang piutang atau qardh

dianggap telah terjadi apabila sudah memenuhi rukun dan syarat dari

pada utang piutangitu sendiri. Adapun yang menjadi rukun dan syarat

dari hutang piutang adalah:

a. ‘Aqaid (orang yang berakat) yakni muqrid dan muqtarid

Orang yang berhutang dan memberi hutang mempunyai kapabilitas

dalam melakukan akad. Artinya muqrid (pemberi hutang) dan

muqtarid (orang yang berhutang) adalah orang yag mempunyai

kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, dengan syarat:

1) Baligh

2) Berakal

3) Dapat berlaku dewasa

4) Berkehendak sendiri tanpa paksaan

5) Boleh untuk melakukan tabarru’

Karena qardh adalah bentuk akad tabarru’, sehingga tidak boleh

dilakukan oleh anak kecil, orang gila, orang yang dipaksa. Hal itu

karena mereka semua bukanlah orang yang dibolehkan melakukan

akad tabarru’. (Zuhaili, 2007, hal. 379)

b. Dana atau objek utang piutang (qardh)

Menurut Hanafiyah harta yang dipinjamkan haruslah harta

mithli yaitu harta yang memiliki persamaan dan kesetaran dipsar.

Sedangkan jumhur ulama memperbolehkan dengan harta apa saja

yang bisa dijadikan tanggungan, sepertiuang dan biji-bijian. Dan

harta qimi seperti binatang ternak barang tak bergerak dan lain-

lainya. (Zuhaili, 2007, hal. 378)

Untuk itu obek hutang-piutang memiliki syarat sebagai berikut:

1) Merupakan benda yang bernilai dan memiliki persamaan dan

kesetaraan di pasar

Page 38: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

27

2) Jelas ukuranya, baik dalam takaran, timbangan, bilangan

maupun ukuran panjang supaya mudah dikembalikan

3) Harta yang berbentuk barang harus jelas nilainya

4) Milik sempurna dari pemberi hutang

5) Dapat diserahkan pada akad serta harus dibayar dalam jumlah

dan nilai yang diterima dari pemiliknya. (Syarifuddin, 2003, hal.

224)

c. Ijab qabul (shigat)

Akad qardh dilakukan dengan sighat ijab qabul atau bentuk lain

yang bisa menggantikannya, seperti cara mu’atah (melakukan akad

tanpa ijab qabul)dalam pandangan jumhur ulama.

4. Prinsip Hutang Piutang

a. Prinsip Al-‘adalah (keadilan)

Perintah-perintah untuk menegakan keadilan dalam Al-Qur’an

disampaikan dalam berbagai konteks. Sedangkan pengertian pokok

tentang keadilan menurut Murtthadla al-muthari ada empat, yaitu:

1) Pertimbangan atau keadaan seimbang (mauzun), tidak pincang,

jika misalnya suatu masyarakat ingin mampu bertahan dan

mantap, maka ia harus berada dalam keseimbangan (muta’adil),

dalam arti bahwa keadilan tidak mesti menurut persamaan. Suatu

bagian dalam hubungannya dengan bagian lain dan dengan

keseluruhan kesatuan menjadi efektif tidak karena ia miliki

ukuran dan bentuk hubungan yang “pas”.

2) Persamaan (musawah) dan tiadanya diskriminasi dalam bentuk

apapun. Pelakuan yang dimaksud di sini adalah perlakuan yang

sama pada orang-orang yang mempunyai hak yang sama (karena

kemampuan, tugas, fungsi yang sama), maka pengertian

persamaan sebagai makna keadilan dapat dibenarkan. Seorang

Page 39: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

28

manajer diperlakukan perisis sama dengan seorang pesuruh,

maka yang terwujud bukanlah keadilan, melainkan kezaliman.

3) Pemberian hak kepada setiap orang yang berhak (i’ tha’ kulli dzi

haqqin Haqquhu), kezaliman dalam artian ini adalah

perampasan hak dari orang yang berhak, dan pelanggaran hak

orang yang tidak berhak. Berkaitan dengan adil dalam

pengertian ini menyangkut dua hal, yaitu masalah hak dan

kepemilikan dan kekhususan hakiki manusia atau kualitas

manusiawi tertentu yang harus dipenuhi oleh dirinya dan diakui

oleh orang lain.

4) Keadilan tuhan (al-‘adl al-ilahi), berupa kemurahannya dalam

melimpahkan rahmat kepada seseorang sesuai dengan

kesediannya untuk menerima eksistensi dirinya dan

pertumbuhan ke arah yang lebih baik atau sempurna.

b. ‘Adamu Tadlis, Al-Gharar, wa Riba

Tadlis adalah transaksi yang mengandung suatu hal yang tidak

diketahui oleh salah satu pihak. Setiap transaksi dalam Islam harus

didasarkan kepada prinsip kerelaan kedua belah pihak (sama-sama

ridha). Mereka harus mempunyai informasi yang sama sehingga

tidak ada pihak yang merasa dicurangi / ditipu karena ada rukun

qardh itu hanya ijab dan qabul, (Arianti, 2014, hal. 26)

5. Objek Hutang Piutang

Segala sesuatu yang boleh diperjual belikan boleh dijadikan objek

qardh, seperti uang, makanan, pakaian, mobil dan lain-lain. Hal ini

mencakup: (Agus Rijal)

a. Mitsliyyat,yaitu harta yang satuannya tidak berbeda dengan lainnya

dari sisi nilai, seperti: uang, kurma, gandum dan besi.

Page 40: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

29

b. Qimiyyat, yaitu harta yang satuannya berbeda dengan yang lain dari

sisi nilai, seperti: hewan ternak, properti, dan lain-lain. Berdasarkan

hadist yang menjelaskan bahwa nabi saw meminjam unta.

c. Manafi (jasa), seperti menepati sebuah rumah. Menurut Ibnu

Taimiyah, kita boleh meminjamkan jasa seperti: seseorang

membantu temannya mengambil hasil panen dan dan bergiliran dia

yang panen, temannya juga ikut membantu, atau ia mempersilahkan

temannya tinggal dirumahnya dengan imbalan dia boleh tinggal di

rumahnya dengan imbalan dia boleh tinggal di rumah temannya.

6. Tambahan dalam Hutang Piutang

Perutangan iyalah salah satu sarana ibadah untuk mendekatkan

diri kepada Allah Swt. Karena memberikan hutang berarti menyayangi

manusia, mengasihani mereka, memudahkan urusan mereka, serta

menghilangkan kesusahan mereka (orang yang membutuhkan).

Hutang piutang bukanlah salah satu sarana untuk memperoleh

keuntungan dan bukan pula salah satu metode untuk mengeksploitasi

orang lain (Sabiq, Fikih Sunnah, 2012, hal. 115). Karena qardh atau

hutang piutang merupakan salah satu transaksi muamalah yang

berbentuk akad tabarru’ yaitu akad tolong menolong tanpa

mengharapkan balasan kecuali dari Allah. (Sabiq, Fikih Sunnah, 2012,

hal. 118)

Dalam hal ini telah dijelaskan oleh Allah dalam firmannya surah

Ali Imran ayat 130:

Artinya: “hai orang orang yang beriman janganlah kamu memakanRiba dengan berlipat gnda dan bertakwalah kamu kepadaAllah supaya kamu mendapat keberuntungan”

Juga telah diperkuat dengan hadist Rasulullah SAW:Artinya: “telah menceritakan padaku, Yazid bin Abi Khabib dari Abi

Marzaq At-Tajji dari Fahola bin Ubaid bahwa RasulullahSAW bersabda: “tiap tiap piutang yang mengambil manfaat,

Page 41: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

30

maka itu salah satu dari beberapa macam Riba” (HRBaihaqi)”

Yang dimaksud mengambil manfaat dari hadist di atas iyalah

keuntungan atau kelebihan atau tambahan dari pembayaran yang

disyaratkan dalam akad hutang piutang atau yang telah di tradisikan

untuk menambah pembayaran. Bila kelebihan itu merupakan kehendak

yang ikhlas dari orang yang berpiutang sebagai balas jasa yang

diterimanya, maka demikian bukanlah riba dan boleh serta menjadi

kebaikan bagi sipenghutang karena ini dihitung sebagai husnul qardh

(Syarifuddin, 2003, hal. 224).

Dalam hal ini, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama

fiqih mengenai boleh tidaknya menerima manfaat dari akad utang

piutang tersebut, antara lain:

a. Mazhab Hanafi dalam pendapatnya menyatakan bahwa qardh yang

mendatangkan keuntungan hukumya haram, jika keuntungan

tersebut diisyaratkan sebelumnya. Jika belum diisyaratkan

sebelumnya dan bukan merupakan kebiasaan dan tradisi yang biasa

berlaku, maka tidak mengapa. (Zuhaili, 2007, hal. 379)

b. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa tidaklah sah akad qardh yang

mendatangkan keuntungan karena ia adalah riba. Dan haram

hukumnya mengambil manfaat dari harta pinjaman, seperti

mengambil manfaat dari harta pinjaman

c. Ulama syafi’iyah berpendapat bahwa qardh yang mendatangkan

keuntungan tidak diperbolehkan, seperti mengutangkan seribu

dinar dengan syarat dikembalikan seribu dinar dengan mutu koin

dinar yang lebih baik atau dikembalikan lebih banyak dari pada itu.

d. Ulama Hanabilah berpendapat bahwa pengembalian qardh pada

harta yang ditakar atau ditimbang harus dengan sejenisnya. Adapun

pada benda benda lainya yang tidak dihitung dan ditakar dikalangan

Page 42: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

31

mereka ada dua. Pertama, sebagaimana pendapat jumhur ulama

yaitu membayar nilainya pada hari akad. Kedua, mengembalikan

benda sejenis dengan yang mendekti pada sifatnya.

e. Menurut Syaikh Zainuddin al-Malibary menyebutkan bahwa boleh

bagi muqarrid menerima kemanfaatan yang diberikan kepadanya

oleh muqtarid tanpa diisyaratkan sewaktu akad. Misalya kelebiha

ukuran atu mutu barang pengembalian lebih baik dari pada yang

telah muqtarid terima.

f. Menuerut Sayiid Sabiq bahwa debitur tidak boleh mengembalikan

kepada kreditut kecuali apa yang telah diutangnya atau yang serupa

dengannya sesuai dengan kaidah fikih yang menyatakan “setiap

piutang yang mendatangkan keuntungan adalah riba”. Namun

keharaman itu berlaku apabila manfaat dari piutang disyaratkan

atau telah dikenal dalam tradisi. Apabila manfaat ini tidak

disyaratkan dan tidak dikenal dalam tradisi maka debutur boleh

membayar utangnya dengan sesuatu yang lebih baik kualitas dan

kwantitasnya dari pada apa yang diutangkan. (Sabiq, Fikih Sunnah,

2012, hal. 119)

Para ulama sepakat bahwa wajib hukumnya bagi peminjam

untuk mengembalikan harta semisal apabila untuk mengembalikan

harta mitli (harta yang memiliki kesamaandan kesetaraan di pasar), dan

mengembalikan harta semisal dalam bentuknya (dalam pandangan

ulama selain Hanafiyah) bila pinjamannya adalah harta qimi (hewan

dan benda tak bergerak). Seperti mengembalikan kambing yang ciri-

cirnya mirip dengan kambing yang dipinjam.

Dari berbagai pendapat ulama di atas maka dapat diambil

kesimpulan bahwa kelebihan dalam hutang piutang boleh diambil

dengan syarat kelebihan itu tidak disyaratkan di awal dan merupakan

kehendak dari yang berpiutang. Dan apabila kelebihan itu disyaratkan

Page 43: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

32

di awal, dan merupakan keinginan sipemberi hutang maka hukumnya

adalah haram.

7. Adab dalam Hutang Piutang

a. Niatan kuat untuk membayar

Seseorang yang berhutang hendaknya sejak awal meniatkan

untuk membayar dengan segera dan bukan menunda-nunda, apalagi

tidak meniatkan untuk tidak membayar, hal tersebut tergolong dalam

keburukan yang dicela dalam sabda Rasulullah SAW:

Artinya: “Barang siapa mengambil pinjaman harta orang laindengan maksud untuk mengemblikannya maka Allah akanmenunaikan untuknya, barang siapa yang meminjamdengan niatan tidak mengembalikannya, maka Allah akanmemusnahkan harta tersebut”(HR Bukhari)

..

.

)( ًArtinya: Dari Abu Hurairah, ia berkata: “Nabi mempunyai hutang

kepada seseorang, (yaitu) seekor unta dengan usiatertentu. Orang itupun datang menagihnya. Makabeliaupun berkata,“Berikan kepadanya” kemudianmereka mencari yang seusia dengan untanya, akan tetapimereka tidak menemukan kecuali yang lebih berumur dariuntanya. Nabi pun berkata: “Berikan kepadanya”, Diapun menjawab, “Engkau telah menunaikannya denganlebih. Semoga Allah membalas dengan setimpal”. MakaNabi bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yangpaling baik dalam pengembalian hutang (HR.Bukhari)”.

b. Menuliskan pernyataan bagi yang berhutang

Page 44: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

33

Pada saat ini fungsi akuntansi atau pencatatan transaksi sudah

menjadi kebutuhan, karena begitu padat dan rumitnya jenis aktifitas

ekonomi seseorang.

Syari’at Islam menganjurkan kepada kita untuk menaruh

perhatian dalam masalah pencatatan hutang piutang tersebut, Allah

SWT berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 282 yang berbunyi:

.....

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamubermu´amalah tidak secara tunai untuk waktu yangditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Danhendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannyadengan benar. Dan janganlah penulis engganmenuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya,meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yangberhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu),dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya”

c. Tidak ada perjanjian kelebihan dalam mengembalikan saat akad

terjadi

Dalam kaidah fiqih dikatan bahwa:

قَـرْضٍ

Artinya: Setiap pinjaman dengan menarik manfaat (oleh kreditor)adalah sama dengan riba (Kasmidin, 2015. Hal.77)

Karenanya, kita perlu hati-hati saat melakukan aktifitas hutang

piutang, jangan sampai mensyaratkan kelebihan atau tambahan

sampai saat pengembalian, meskipun kelebihan tadi bukan uang tapi

barang misalnya.

d. Bagi yang menghutangi, hendaknya memberi tenggang waktu

Page 45: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

34

Khusus bagi yang menghutangi, adab yang harus dijaga adalah

cara penagihan yang baik yaitu dengan tetap menjunjung tinggi

ukhuwah sesama muslim. Jika memang kondisi yang berhutang

benar-benar tidak memungkinkan, maka anjuran Islam bagi kita

adalah memberikan toleransi waktu, Allah SWT berfirman dalam

surat al-Baqarah ayat 280 yang berbunyi:

Artinya: “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran,maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Danmenyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebihbaik bagimu, jika kamu mengetahui”

e. Tidak menunda pembayaran

Hendaknya manusia berusaha untuk menyegerakan

pelunasan hutang, karena itu menjadi bagian dari komitmen seorang

muslim yang harus berusaha menepati janji yang keluar dari lisannya.

Apalagi jika kondisi benar-benar telah lapang dan mempunyai

kemampuan, maka sikap menunda-nunda hanya akan menambah

sikap tercela dalam diri kita.

رضى

Artinya: “Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:“Memperlambat pembayaran hutang yang dilakukan olehorang kaya merupakan perbuatan zhalim. Jika salahseorang kamu dialihkan kepada orang yang mudahmembayar hutang, maka hendaklah beralih (diterimapengalihan tersebut)”

Rasulullah Saw bersabda “menunda-nunda pembayaranhutang oleh orang-orang yang mampu adalah suatu kezaliman” (HRAbu Daud)

C. Ijarah/(Upah)

1. Pengertian Ijarah

Page 46: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

35

Secara etimologi kata al-ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti

al-‘iwadh yang dalam bahasa Indonesia berarti ganti atau upah (Suhendi,

2002, hal. 114). Secara terminologi ijarah merupakan akad pemindahan hak

guna atas barang atau jasa dalam batasan waktu tertentu melalui

pembayaran sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas

barang. Menurut Dimyauddin Djuwaini, akad ijarah identik dengan akad

jual beli, namun dalam akad ijarah kepemilikan barang dibatasi dengan

waktu. (Djuwaini, 2008, hal. 153)

Secara harfiah, al-ijarah bermakna jual beli manfaat yang juga

merupakan makna istilah syar’i. Al-ijarah bisa diartikan sebagai akad

pemindahan hak guna atas barang atau jasa dalam batasan waktu

tertentu, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan

pemindahan kepemilikan atas barang. (Hariri, 2011, hal. 250)

Ada beberapa definisi yang dikemukakan para ulama (Abdullah,

2011, hal. 167-168).

a. Menurut Hanafiyah, ijarah adalah:

“Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dansengaja dari suatuzat yang disewa dengan imbalan”

b. Menurut Malikiyah, ijarah adalah:

“Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawidan untuk sebagian yang dapat dipindahkan”

c. Menurut Asy-Syafi’iyah, ijarah adalah:

Page 47: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

36

Akad atas sesuatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentuyang mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan denganpengganti tertentu”

d. Menurut Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN/MUI/IV/2000,

mendefinisikan akad ijarah yaitu akad pemindahan hak guna

(manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui

pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan

barang itu sendiri.

e. Menurut Komplikasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 20 ayat (9), ijarah

adalah sewa barang dengan jangka waktu tertentu dengan pembayaran

f. Menurut Hasbi As-Siddigie bahwa ijarah adalah Akad yang objeknya

ialah penukaran manfaat untuk masa tertentu atau pemilikan manfaat

dengan imbalan, sama juga menjual manfaat.

g. Menurut Amir Syarifuddin ijarah secara sederhana diartikan dengan

“transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu”. Bila yang

menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari suatu benda

disebut ijarat al-‘ain (sewa menyewa); seperti menyewa rumah untuk

ditempati. Bila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa

dari tenaga seseorang disebut ijarat al- ẓimmah (upah mengupah)

seperti upah menjahit pakaian.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, akad ijarah ditentukan

berdasarkan waktu, waktu kerjanya ataupun juga waktu pembayarannya.

Menurut Ibnu Qayyim, konsep yang digunakan para fuqaha adalah

tentang pemanfaatan atas suatu barang bukan memilikinya. Sehingga akad

ijarah tidak berlaku pada pepohonan, yang bertujuan untuk diambil

buahnya karena buah itu sendiri termasuk materi, sedangkan akad

Page 48: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

37

ijarah itu hanya ditujukan pada suatu manfaat. Demikian halnya dengan

ijarah pada binatang ternak yang bertujuan untuk diambil susunya,

diikarenakan susu binatang tersebut termasuk materi.

Jumhur ulama fiqih juga tidak membolehkan air mani hewan

ternak pejantan seperti sapi, kerbau, kuda, karena yang dimaksudkan

dengan hal itu adalah mendapatkan keturunan hewan, dan mani itu

sendiri merupakan termasuk kategori materi.

Demikian juga ulama fiqih tidak membolehkan ijarah pada nilai

tukar uang, seperti dirham atau dinar, karena menyewakan hal itu berarti

sama saja dengan menghabiskan materinya. Sedangkan dalam ijarah yang

dituju hanyalah manfaat dari suatu benda. (Haroen, Fiqh Muamalah, 2007,

hal. 229)

Bila dilihat dari uraian di atas, mustahil manusia bisa hidup

berkecukupan tanpa ber-ijarah dengan orang lain. Karena itu boleh

dikatakan bahwa pada dasarnya ijarah itu adalah salah satu bentuk

aktivitas antara dua pihak yang berakad guna meringankan salah satu

pihak atau saling meringankan satu sama lain, dan juga merupakan

cerminan bentuk tolong menolong yang diajarkan agama. Ijarah

merupakan salah satu jalan untuk mengetahui keperluan manusia. Oleh

sebab itu, para ulama menilai bahwa ijarah ini merupakan suatu hal

yang boleh dan bahkan kadang-kadang perlu dilakukan.

Dalam hukum Islam orang yang menyewakan disebut dengan

Mu’ajjir, sedangkan orang yang menyewakan disebut dengan Musta’jir,

benda yang disewakan diistilahkan dengan Ma’jur dan uang sewa atau

imbalan atas pemakaiyan manfaat barang tersebut disebut dengan “Ajaran

atau Ujrah”. (Pasaribu, 1996, hal. 52)

2. Dasar Hukum Ijarah

a. QS. Al Zukhruf ayat 32:

Page 49: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

38

Artinya: “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu?Kami telah menentukan antara mereka penghidupan merekadalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikansebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapaderajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakansebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apayang mereka kumpulkan”.

b. QS. Al-Qashash ayat 26 yang berbunyi:

.

Artinya: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakkuambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karenaSesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambiluntuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapatdipercaya".

c. QS.Thalaq ayat 6 yang berbunyi:

Artinya: Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempattinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamumenyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang

Page 50: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

39

hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hinggamereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya,dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu)dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Makaperempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

d. Q.S AL Baqarah ayat 233

Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama duatahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakanpenyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaiankepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidakdibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karenaanaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispunberkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya danpermusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. danjika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Makatidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikanpembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepadaAllah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yangkamu kerjakan.

Hadits

Page 51: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

40

عن ابن عمر رضي الله عنحما قاا ل: قا ل رسول الله صلى الله عليه وسلم: أعطوا الاا ف عر قه (رواه ابن ما جه) جيرآجره قبل ان يج

Artinya: Dari Ibnu Umar RA, berkata bahwa Rasulullah Saw. Telahbersabda: Berikanlah olehmu upah buru itu sebelumkeringatannya kering (Riwayat Ibnu Majah)

صلعم احجم واعطى ا لحجا م أجره (رواه البخا رى ومسلم وأحمد)أن ر سو ل الله Artinya: “Rasulullah Saw. Berbekam, lalu beliau membayar upahnya

kepada orang yang membekamnya”

3. Rukun dan Syarat Ijarah

Ulama Mazhab Hanafi mengatakan, bahwa rukun ijarah hanya satu,

yaitu: ijab dan qabul saja (ungkapan menyerahkan dan persetujuan)

Jumhur ulama berpendapat, bahwa rukun ijarah ada empat yaitu

(Muslich, 2015, hal. 321) :

a. “aqid, yaitu mu’ajir (orang yang menyewakan) dan musta’jir (orang

yang menyewa)

b. Shighat (ijab dan qabul)

c. Ujrah (uang sewa atau upah)

d. Manfaat, baik manfaat dari suatu barang yang disewakan atau jasa dan

tenaga dari orang yang bekerja

Adapun syarat akad ijarah ialah (Ali Hasan, 2004. hal. 231):

a. Syarat bagi kedua orang yang berakad, adalah telah baligh dan berakal

(Mazhab Syafi’i dan Hambali). Dengan demikian, apabila orang itu

belum atau tidak berakal, seperti anak kecil atau orang gila,

menyewakan hartanya, atau diri mereka sebagai buruh (tenaga dan ilmu

boleh disewa), maka ijaarahnya tidak sah.

Berbeda dengan Mazhab Hanafi dan Maliki mengatakan, bahwa

orang yang melakukan akad, tidak harus mencapai usia baligh, tetapi

anak yang telah mumayyiz pun boleh melakukan akad ijaarah dengan

ketentuan, disetujui oleh walinya.

Page 52: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

41

b. Kedua belah pihak yang melakukan akad menyatakan, kerelaannya

untuk melakukan akad ijaarah itu. Apabila di antar keduanya terpaksa

melakukan akad, maka akadnya tidak sah. Sebagaimana landasannya

firman Allah Q.S An-Nisa’:29:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salingmemakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecualidengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.

c. Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara jelas,

sehingga tidak terjadi perselisihan dibelakang hari. Jika manfaatnya

tidak jelas, maka akad itu tidak sah.

d. Objek ijarah dapat diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan

tidak ada cacatnya.

e. Hendaknya objek ijarah diperbolehkan secara syara’. Dengan kata

lain, tidak diperbolehkan menyewa barang yang bertentang dengan

hukum Islam. Seperti menyewa tempat untuk maksiat, untuk

melakukan hiburan yang diharamkan, mengajarkan sihir dan lain

sebagainya.

f. Hendaknya pekerjaan yang ditugaskan bukan termasuk kategori

ibadah mahdhah, yaitu ibadah yang diwajibkan. Misalkan

mengupahkan seseorang untuk melakukan shalat atau berpuasa di bulan

Ramadhan.

Page 53: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

42

g. Tidak boleh mengambil manfaat dari pekerjaannya. Hal itu karena

orang yang disewa menimati hasil pekerjaannya sehingga ia

sepertinya melakukan semua itu untuk dirinya sendiri.

h. Manfaat dari akad harus dimaksudkan dan biasa dicapai melalui

akad ijarah. Misalnya, menyewa pohon untuk mejemur pakaian atau

untuk berlindung. Maka hal seperti ini tidak diperbolehkan dikarenakan

manfaat itu tidak dimasukkan dalam kegunaan pohon.

4. Macam-macam Ijarah

Ijarah ada dua (Muslich, 2015, hal. 329):

a. Ijarah atas manfaat, disebut juga sewa menyewa. Dalam ijarah

bagian pertama ini objek akadnya adalah manfaat dari suatu benda

b. Ijarah atas pekerjaan, disebut juga upah mengupah. Dalam ijarah

bagian kedua ini, bjek akadnya adalah amalan atau pekerjaan

seseorang

5. Pengertian upah (ujrah)

Upah dalam bahasa Arab penyebutannya disebut ujrah .(اجرة) Ujrah

berasal dari kata al-Ajr yang bermakna sama dengan al-Tsawab. Dalam

istilah Arab dibedakan antara al-Ajr dan al-Ijarah, ajr yaitu pahala dari

Allah sebagai imbalan taat. Jadi, yang dimaksud upah dalam pembahasan

ini adalah imbalan yang diberikan atas pemanfaatan suatu jasa.

Sedangkan dalam UU Ketenagakerjaan dalam Pasal 1 (ayat 30) No.

13 Tahun 2003, yang berbunyi:

“Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan

dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja

kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian

kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk

tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/jasa

yang telah atau akan dilakukan”

Page 54: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

43

Menurut pernyataan Professor Benham yang dikutip oleh Afzalur

Rahman bahwa upah didefinisikan dengan sejumlah uang yang dibayar

oleh orang yang memberi pekerjaan kepada seorang pekerja atas

jasanya sesuai perjanjian. Sedang pendapat ini disetujui oleh Nurimansyah

Haribuan, yang juga mendifinisikan bahwasannya upah adalah segala

macam bentuk penghasilan (earning) yang diterima buruh (tenaga kerja)

baik berupa uang ataupun barang dalam jangka waktu tertentu pada suatu

kegiatan ekonomi. (Rahman, 1995, hal. 361)

Jadi, upah (al-ujrah) yang dimaksud dalam pengertian di atas

adalah setiap harta yang diberikan sebagai kompensasi atas pekerjaan yang

dilakukan oleh manusia, baik berupa uang atau barang, yang memiliki

nilai harta yaitu yang dapat dimanfaatkan. Pembahasan upah dalam Islam

terkategori pada konsep ijarah. Konsep ijarah dalam kitab fiqih umumnya

hanya berkisar padapersoalan sewa menyewa.

Konsep sewa menyewa yang ditekankan adanya asas manfaat. Maka

dari itu, transaksi ijarah yang tidak terdapat asas manfaat hukumnya haram.

6. Dasar Hukum Ujrah

Landasan hukum yang membolehkan upah dalam firman Allah dalam Al

Qur’an, yang berbunyi:

a. Q.S at Taubah ayat 105

Artinya: “Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmuitu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yangmengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu

Page 55: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

44

diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamukerjakan”.

Jadi menurut ayat di atas, setiap pekerjaan yang kita lakukan pastiakan

mendapatkan suatu balasan atau upah. Apabila kita tidak

mendapatkan upah dari hasil bekerja kepada sesama manusia, maka

Allah akan tetap membalas segala upaya kita. Meskipun

pembalasannya tidak berupa materil.

b. Q.S Ali Imran ayat 57

Artinya: “Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakanamalan-amalan yang saleh, Maka Allah akan memberikankepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalanmereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim”.

Jadi menurut ayat di atas, setiap pekerjaan yang dilakukan oleh

orang yang bekerja harus dihargai, dengan cara diberi upah atau

gaji. Karena bila kita tidak memberikan upah bagi para pekerja

adalah suatu kezaliman yang tidak disukai Allah.

c. Hadist riwayah Bukhari no 2075

Artinya: “dari Abi Hurairah ra dari Nabi SAW bersabda: Allah Ta’alaberfirman ada tiga jenis orang yang aku menjadi musuhmereka pada hari qiamat, seseorang yang bersumpah atasnamaKu lalu mengingkarinya, seseorang yang menjualorang yang telah merdeka lalu memakan (uang dari)harganya dan seseorang yang mempekerjakan pekerja

Page 56: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

45

kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya namuntidak dibayar upahnya”. (H.R Buhkari: 2075).

Menurut hadist di atas Islama melarang kepada pemberi kerja untuk

tidak meberikan upah pekerjanya yang telah selesai melakukan pekerja

tersebut, bahkan Rasullah melaknatnya.

d. Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Yu’la dan Ibnu Majah dan

Thabmrin dan Tarmizi

Artinya: “Berikanlah olehmu upah orang bayaran sebelumkeringatnya kering” (HR. Abu Yu’la, Ibnu Majah, Thabrani,dan Thirmidzi)

Menurut hadist di atas, pembayaran upah harus dilakukan sesuai dengan

kesepakatan atau sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. Kita

diperintahkan untuk segera dalam membayar upah seseorang pekerja,

setidaknya kita tidak menunda nunda dalam memberikan upah perkerja

dari waktu yang telah disepakati

7. Syarat-syarat Ujrah

Menurut Wahbah Zuhaili, syarat-syarat Ujrah itu ada dua macam,

yaitu sebagai berikut:

a. Hendaknya upah tersebut yang bernilai dan dapat diketahui.

Maksudnya:

1) Upah berupa harta berguna dan bermanfaat

2) Upah tersebut harus diketahui. Hal ini untuk mencegah terjadinya

perselisihan dikemudian hari. Untuk mengetahui upah dapat

dilakukan dengan isyarat, penentuan, dan juga dengan penjelasan.

Apabila mempekerjakan orang dengan upah makan, merupakan

contoh upah yang tidak jelas karena mengandung unsur jihalah

(ketidakpastian). Ijarah seperti ini menurut jumhur ulama, selain

Page 57: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

46

malikiyah tidak sah. Ulama Malikiah menetapkan keabsahan ujrah

tersebut sepanjang ukuran upah yang dimaksudkan dan dapat

diketahui serta berdasarkan adat kebiasaan. (Zuhaili, 2007, hal.

525)

3) Penjelasan waktu. Ulama Hanafiyah tidak mensyaratkan untuk

menetapkan awal waktu akad, sedangkan ulama Syafi’iyah

mensyaratkannya, sebab bila tidak dibatasi hal itu dapat

menyebabkan ketidak tahuan waktu yang wajib dipenuhi.

(Nabhani, 1996, hal. 88)

b. Upah tidak berbentuk manfaat yang sejenis dengan Mauqud Alaihi

(Objek Akad). Misalkan ijarah tempat tinggal dibayar dengan tempat

tinggal; ijarah dalam pertanian dibayar dengan pertanian. Syarat

ini menurut Malikiyah merupakan cabang dari riba, dengan alasan,

adanya satuan jenis, sehingga salah satu pihak menjadi terlambat

dalam menerima manfaat secara seutuhnya. (Zuhaili, 2007, hal. 546)

Bila upah yang menjadi bagian dari obyek, terdapat dua ketentuan;

a. Tidak diperbolehkan dengan alasan, karena tidak diketahui

kejelasan nilai upah dari objeknya. Misalkan pengupahan kulit dengan

hewan yang ia kuliti, dan ia tidak dapat diketahui apakah kulit itu

bisa berhasil dilepas dengan baik sehingga hasilnya bagus atau tidak;

b. Diperbolehkan, dengan alasan karena menyewa dengan upah bagian

yang nilainya dapat diketahui, dan nilai dari bagian objek itu juga jelas.

(Nabhani, 1996, hal. 88)

8. Klasifikasi Ujrah

Upah di klasifikasikan menjadi dua yaitu:

a. Upah yang sepadan (al-ujrah al-misli)

Ujrah al-misli adalah upah yang sepadan dengan kerjanya serta

sepadan dengan jenis pekerjaannya, sesuai dengan jumlah nilai yang

disebutkan dan disepakati oleh kedua belah pihak. Pada saat transaksi

Page 58: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

47

pembelian jasa, maka dengan itu untuk menentukan tarif upah atas

kedua belah pihak yang melakukan transaksi pembeli jasa, tetapi belum

menentukan upah yang disepakati maka mereka harus menentukan

upah yang wajar sesuai dengan pekerjaannya atau upah yang dalam

situasi normal biasa diberlakukan dan sepadan dengan tingkat jenis

pekerjaan tersebut.

Tujuan ditentukan tarif upah yang sepadan adalah untuk menjaga

kepentingan kedua belah pihak, baik penjual jasa, maupun pembeli jasa,

dan menghindarkan adanya unsur eksploitasi di dalam setiap transaksi-

transaksi dengan demikian, melalui tarif upah yang sepadan, setiap

perselisihan yang terjadi dalam transaksi jual beli jasa akan dapat

terselesaikan secara adil.

b. Upah yang telah disebutkan (al-ujrah al-musamma)

Upah yang disebut (ujrah al-musamma) syaratnya ketika

disebutkan harus disertai adanya kerelaan kedua belah pihak yang

sedang melakukan transaksi ijarah. Dengan demikian, pihak musta’jir

tidak boleh dipaksa untuk membayar lebih besar dari apa yang telah

disebutkan, sebagaimana pihak muajjir juga tidak boleh dipaksa untuk

mendapatkan lebih kecil dari apa yang telah disebutkan, melainkan

upah tersebut merupakan upah yang wajib mengikuti ketentuan

syara’. Apabila upah tersebut disebutkan pada saat melakukan

transaksi, maka upah tersebut pada saat itu merupakan upah yang

disebutkan (ajrun musamma) (Nabhani, 1996, hal. 102)

9. Tanggung jawab orang yang digaji/upah

Pada dasarnya semua yang dipekerjakan untuk pribadi dan

kelompok (serikat), harus mempertanggungjawabkan pekerjaan masing-

masing. Sekiranya terjadi kerusakan atau kehilangan, maka dilihat dahulu

permasalahannya apakah ada unsur kelalaian atau kesengajaan atau tidak.

Jika tidak, maka tidak perlu diminta penggantinya dan jika ada unsur

Page 59: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

48

kelalaian atau kesengajaan, maka dia harus mempertanggungjawabkan,

apakah dengan cara mengganti atau sanksi lainnya (Ali Hasan,

2004.hal.236).

10. Hukum Ijarah Atas Pekerjaan (Upah-Mengupah)

Ijarah atas pekerjaan atau upah mengupah adalah suatu akad ijarah

untuk melakukan perbuatan tertentu. Misalnya membangun rumah,

menjahit pakaiyan, mengangkut barang ketempat tertentu, memperbaiki

mesin cuci, atau kulkas dan sebagainya. Orang yang melakukan pekerjaan

disebut ajir atau tenaga kerja.

Ajir atau tenaga kerja ada dua macam :

a. Ajir (tenaga kerja) khusus, yaitu orang yang bekerja pada satu orang

untuk masa tertentu. Dalam hal ini ia tidak boleh bekerja untuk orang

lain selain orang yang telah mempekerjakannya. Contohnya seseorang

yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga pada orang tertentu.

b. Ajir (tenaga kerja) musytarak, yaitu orang yang bekerja untuk lebih

dari satu orang, sehingga mereka bersekutu di dalam memanfaatkan

tenaganya. Cotohnya tukang jahit, tukang celup, notaris, dan

pengacara. Hukumnya adalah ia (ajir musytarak) boleh bekerja untuk

semua orang, dan orang yang menyewa tenaganya tidak boleh

melarangnya bekerja pada orang lain. Ia (ajir musytarak) tidak berhak

atas upah kecuali dengan bekerja. (Muslich, 2015, hal. 333-334)

D. Penelitian yang Relevan

Penulis melihat jenis penelitian yang relevan dengan topik yang sedang

diteliti, namun secara substansi terdapat perbedaan yang signifikan. Di antara

penelitian itu adalah :

Skripsi dengan judul “Perspektif Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan

Utang Uang Dibayar Dengan Padi di Jorong Balai Labuah Bawah Kecamatan

Lima Kaum Kabupaten Tanah Datar” Oleh Yogie Gusrian NIM 13 204 069,

Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, IAIN Batusangkar, Tahun 2017. Skripsi ini

Page 60: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

49

membahas tentang bagaimana perspektif hukum Islam terhadap pelaksanaan

hutang yang dibayar dengan padi di Jorong Balai Labuah Bawah Kecamatan

Lima Kaum Kabupaten Tanah Datar. Hasil penelitiannya adalah hutang piutang

yang dilakukan oleh masyarakat Balai Labuah bawah antara pemberi hutang

dengan penerima hutang bukanlah hutang piutang melainkan panjar yang

berupa uang atas transaksi jual beli salam berupa padi yang akan diserahkan

ketika panen. Yang dimaksud dengan pembayaran hutang dengan padi di sini

adalah penyerahan hasil jual beli salam tersebut berupa padi.

Sripsi dengan judul “Pelaksanaan utang Uang Dibayar dengan Alpukat

Ditinjau dari Hukum Islam (Studi Kasus Jorong Koto Tuo Nagari Salimpaung

Kecamatan Salimpaung Kabupaten Tanah Datar)” Oleh Wice Dia Trisna NIM

09 204 033, Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Jurusan Syariah, Sekolah

Tinggi Agama Islam Negeri Batusangkar 2014. Sripsi ini membahas tentang

bagaimana pelaksanaan utang uang dibayar dengan alpukat yang masih berada

dibatangnya yang ditinjau dari Hukum Islam. Hasil penelitiannya adalah bahwa

transaksi utang yang dilakukan di Jorong Koto Tuo Nagari Salimpaung

Kecamatan Salimpaung Kabupaten Tanah Datar ada yang sesuai dengan syariat

Islam seperti adanya jaminan pembayaran yang dilakukan oleh orang yang

berhutang untuk membayar hutangnya dan ada yang melebihi dari hutang, hal

ini sama dengan riba dan cara pencatatan yang belum jelas.

Skripsi dengan judul “Perilaku Pembayaran Pinjaman Uang Melalui

Penjualan Getah Menurut Fiqih Muamalah (Studi Kasus di Nagari Taluak

Kecamatan Lintau Buo)” Oleh Helen Trisno Putri NIM 11 204 014 program

studi Hukum Ekonomi Syariah Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam Sekolah

Tinggi Agama Islam Negeri Batusangkar 2016. Skripsi ini membahas tentang

bagaimana bentuk pelaksanaan akad transaksi pinjam meminjam petani getah

dengan toke getah di Nagari Taluak Kecamatan Lintau Buo dan bagaimana

mekanisme pembayaran pinjaman uang yang dilakukan oleh petani getah

terhadap toke getah menurut Fiqih Muamalah. Hasil penelitianya adalah bahwa

Page 61: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

50

pinjam meminjam yang dilakukan oleh petani dengan toke dikenagarian Taluak

dari sisi bentuk akad, akad yang dilaksanakan oleh petani dengan toke

tergolong akad yang dilarang dalam Hukum Ekonomi Islam, karena tergolong

akad ribawi yaitu riba Qardh. Dari substansi akad, akad transaksi jual beli getah

antara petani dengan toke tersebut ada kemiripan dengan akad salam. Dari sisi

harga, terdapat ketidak stabilan harga (gharar harga) karena, jumlah barang

yang akan diserahkan tidak jelas (gharar jumlah) yang jelas melebihi jumlah

hutang, hal ini bisa menyebabkan ghabn (kemahalan yang tidak wajar) toke

terhadap petani

Skripsi dengan judul “Analisa Hukum Islam Tentang Utang Piutang

Padi Basah dengan Padi Kering” studi kasus di desa Tulungagung Kec.

Gadingrejo Kab. Pringsewu. Oleh Lutfi Hidayati, NPM 1321030059. Jurusan

Muamalah, UIN Raden Intan Lampung tahun 2017. Skripsi ini membahas

bagaimana praktik utang piutang padi basah dengan padi kering di desa

Tulungagung Kec. Gadingrejo Kab. Pringsewu menurut Hukum Islam. Hasil

penelitiannya hutang piutang yang tejadi di desa Tulungagung Kec. Gadingrejo

Kab. Pringsewu telah memenuhi semua sarat dan rukun hutang piutang, selain

itu tambahan dalam pembayaran hutang dalam transaksi ini adalah kemauan

dari pihak debitur sendiri, bukan kreditur yang mensyaratkan, sehingga

tambahan tersebut tidak termasuk riba.

Jurnal Iltizam Vol. 19, No. 2 tahun 2013 “Hutang Piutang dalam

Persfektif Fiqh Muamalah” di Desa Ujung Tanjung Kecamatan Banyuasin III

Kabupaten Banyuasin, oleh Yuswalina UIN Raden Fatah Palembang. Jurnal ini

membahas tentang pelaksanaan hutang piutang beras di Desa Ujung Tanjung

Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin dengan syarat adanya

penambahan saat pembayaran terjadi sesuai dengan perjanjian. Hasil

penelitiannya bahwa perilaku hutang piutang beras di Desa Ujung Tanjung

Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu bentuk

bermuamalah secara tidak tunai. Adanya tambahan saat pengembalian dalam

Page 62: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

51

persfektif Fiqih Muamalah termasuk Riba Qhardi yaitu meminjamkan barang

dengan ada tambahan sehingga dapat merugikan pihak yang berhutang.

Dari karya-karya tulis ilmiah di atas ada kesamaannya dengan apa yang

penulis teliti, yaitu sama-sama membahas hutang sebagai objek kajiannya.

Tetapi jauh berbeda dalam praktik maupun objeknya. Di sini penulis fokus

hutang yang dibayar dengan hari kerja di Jorong Padang Panjang Pariangan

Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar. Oleh karena itu, penulis

menganggap bahwa penelitian ini masih sangat relevan untuk dilakukan.

Page 63: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

53

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah field research (penelitian

lapangan) yaitu secara langsung mengadakan pengamatan untuk memperoleh

informasi yang diperlukan dalam penyusunan suatu laporan penelitian.

Adapun tehnik analisis data yang penulis lakukan adalah kualitatif yang

menggunakan uraian deskriptif atas data yang didapatkan dari objek yang

diteliti. Dalam hal ini berkaitan dengan informasi data tentang palaksanaan

hutang dibayar degan hari kerja di Jorong Padang Panjang Nagari Pariangan

Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar

B. Tempat dan Waktu penelitian

Adapun waktu dan tempat penelitian yang dilakukan yaitu Tempat

pelaksanaan penelitian ini yang berlokasi di Jorong Padang Panjang Nagari

Pariangan Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar.

Setiap rancangan penelitian perlu dilengkapi dengan jadwal kegiatan

yang akan dilaksanakan. Dalam jadwal ini berisi kegiatan apa saja yang akan di

lakukan, dan beberapa lama akan di lakukan, seperti :

No Kegiatan

Bulan

2018 2019

Okt

Nov

Des

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

1. Penyusunan proposal √

2. Konsultasi Proposal √ √ √

Page 64: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

54

3. Observasi awal √

4.Keluar surat tugas

pembimbing √

5. Bimbingan √ √ √

6. Seminar √

7. Perbaikan seminar √ √

8. Penelitian √ √

9.Bimbingan setelah

penelitian √ √ √ √ √

10. Munaqasah √

C. Instrumen penelitian

Untuk memudahkan penelitian ini penulis menggunakan instrumen

utama yaitu peneliti sendiri, dan memerlukan alat bantu seperti:

1. Kamera, digunakan ketika penulis melakukan observasi untuk merekam

kejadian yang penting pada suatu peristiwa baik dalam bentuk foto atau

video.

2. Recorder, digunakan untuk merekam suara ketika melakukan pengumpulan

data baik menggunakan metode wawancara, observasi dan sebagainya.

3. Pensil, pena, buku, digunakan untuk menuliskan atau menggambarkan

informasi data yang didapat dari narasumber.

D. Sumber Data

Adapun sumber data yang penulis lakukan adalah :

a. Sumber data primer yaitu para pekerja sawah dan petani tempat pekerja

bekerja, yang melakukan peraktek pelaksanaan hutang dibayar dengan hari

Page 65: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

55

kerja di Jorong Padang Panjang Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan

Kabupaten Tanah Datar.

b. Sumber data sekunder yaitu para tokoh-tokoh masyarakat seperti ninik

mamak, alim ulama, cadiak pandai, dan bundo kanduang yang berada di

Jorong Padang Panjang Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan Kabupaten

Tanah Datar, dan juga dokumen-dokumen, buku- buku yang berkaitan atau

mendukung dengan permasalahan tersebut.

E. Tehnik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi yang akurat dan valid dalam

suatu penelitian, berbagai hal yang dapat dilakukan untuk memperoleh data

tersebut. Maka dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan

data melalui:

a. Wawancara

Wawancara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan

guna mencapai tujuan tertentu, dan dalam penelitian ini penulis akan

menggunakan teknik wawancara semi terstruktur bertujuan untuk

menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak

wawancara diminta pendapat dan ide-idenya (Sugiyono, 2008, hal. 73).

Penulis melakukan serangkaian tanya jawab dengan pekerja sawah dan

petani selaku pelaksana dalam hutang dibayar dengan hari kerja, di Jorong

Padang Panjang Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah

Datar bagaimana cara pelaksanaan hutang di bayar dengan hari kerja.

b. Observasi

Penulis menggunakan observasi penelitian secara langsung dengan cara

melihat di lokasi penelitian tentang bagaimana pekerja sawah yang

meminjam uang kepada petani sebelum dia bekerja dengan akad akan

dibayar dengan hari kerja, sampai hutang tersebut dibayarkan oleh pekerja

tersebut.

Page 66: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

56

F. Tehnik Analisis Data

Analisis data di dapat dari penafsiran penelitian terhadap data dan

pemecahan masalah yang akan diolah. Adapun teknik yang penulis gunakan

dalam menganalis data adalah teknik analisis kualitatif deskriptif yaitu penelitian

yang mengungkapkan serta menggambarkan kejadian-kejadian, fenomena-

fenomena dan data-data yang terjadi di lapangan sebagaimana adanya sesuai

dengan kenyataan yang ada dimana penelitian dilakukan. (Denim, 2000, hal. 41)

Adapun dengan langkah –langkah sebagai berikut :

1. Menghimpun sumber data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

2. Membaca, menelaah dan mencatat data-data yang telah dikumpulkan

3. Membahas masalah-masalah yang diajukan dan menganalisisnya secara

deskriptif kualitatif.

Data yang diperoleh baik dari penelitian lapangan dan penelitian

kepustakaan akan dianalisis secara deskriptif analisis, yaitu penelitian yang

berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat

sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah

actual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung. Melalui penelitian

deskriptif peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang

menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa

tersebut (Denim, 2000, hal. 41)

Kemudian fenomena atau peristiwa yang terjadi dilapangan tersebut

harus dapat didudukkan hukumnya terlebih dahulu, apakah hal itu boleh atau

tidak, hal ini dapat di ungkapkan dan dijelaskan menggunakan Hukum Ekonomi

Syariah.

G. Teknik Penjaminan Keabsahan Data

Data merupakan fakta atau bahan-bahan keterangan yang penting dalam

penelitian. Kesalahan data berarti dapat di pastikan dapat menghasilkan

kesalahan hasil penelitian. Karena begitu pentingnya data dalam penelitian

Page 67: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

57

kualitatif, maka keabsahan data perlu diperoleh melalui teknik pemeriksaan

keabsahan.

Untuk memenuhi nilai kebenaran penelitian yang berkaitan dengan

pelaksanaan hutang dibayar dengan hari kerja maka hasil penelitian ini harus

dapat dipercaya oleh semua pembaca dan semua responden sebagai informan.

Dalam penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data dilakukan dengan cara,

Triangulasi yaitu Pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara

dan berbagai waktu.

Page 68: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

58

BAB IV

TEMUAN/HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Jorong Padang Panjang Pariangan Nagari Pariangan

Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar

Daerah yang terletak di kaki Gunung Marapi tersebut berdasarkan tambo

atau cerita rakyat dipercaya luas sebagai asal-usul orang Minangkabau.

Menurut filosofi adat yang berbunyi (Dt Andomo, wawancara, 8 Juli 2019):

Dimano asa titiak palito

Dibaliak telong nan batali

Cahayo manyambua katanah padang

Dimano asa niniak kito

Di lereng gunuang marapi

Iyo di pariangan padang panjang

Dalam tambo yang tersimpan di Nagari itu, Wali Nagari Tuo Pariangan

April Khatib Saidi meyakini asal-usul orang Minangkabau berasal dari

keturunan Iskandar Zulkarnain. Iskandar Zulkarnain adalah seorang penguasa

dengan wilayah kekuasaan yang membentang dari belahan bumi bagian barat

hingga timur yang hidup pada ribuan tahun lalu. Mitos tentang kehebatan

Iskandar ini membuat banyak penguasa dalam berbagai kebudayaan

mengaitkan asal-usulnya dengan kisah tersebut.

Dalam versi tambo Minang, April menyebutkan awalnya Sultan Iskandar

memiliki tiga anak, yakni Sultan Suri Maharajo Dirajo, Sultan Maharajo Alif,

dan Sultan Maharajo Depang yang merantau ke negeri seberang. Di tengah

jalan ketiganya berpisah, dan tinggal Sultan Suri Maharajo Dirajo bersama

pengikutnya yang berlayar hingga tiba di kawasan Gunung Marapi. Goa-goa

tempat tinggal yang berupa ruangan akhirnya disebut ”Paruangan” hingga

Page 69: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

59

kemudian menjadi ”Nagari Pariangan”. Nagari riang Adapun nama Pariangan

disebutkan berasal dari keriangan yang didapat tatkala penduduk Nagari

berhasil menjerat rusa untuk dimakan. Keriangan itu juga masih tampak ketika

menyusuri wilayah Nagari yang memiliki mata air panas alami itu. Tempat

pemandian berupa pancuran air panas didirikan di dekat Masjid Ishlah yang

berarsitektur tradisional. Tempat mandi dengan pemisahan ruang bagi laki-laki

dan perempuan itu memiliki dua pancuran di setiap biliknya. Tersedia pancuran

untuk air panas dan air dingin. Sensasi panas dan dinginnya tidak seberapa serta

tidak sampai menyakiti kulit. Kucuran air yang sampai di kulit cenderung terasa

hangat. (Sumber Data, Wali Nagari Pariangan)

Ketika melihat perkembangan masyarakat semakin ramai oleh niniak kita

Datuak Suri Maharajo Dirajo dibikinlah dua orang pimpinan atau penghulu

pertama di Minangkabau yaitu Datuak Bandarokayo di Pariangan dan Datuak

Maharajobasa di Padang Panjang. Itulah penghulu kita sebelum adanya datuak

Parpatiah Nana Sabatang dan Datuak Katumanggungan. Maka Datauak yang

berdua itulah yang dijuluki “tampuak tangkai alam Minangkabau” (Dt

Andomo, wawancara, 8 Juni 2019)

Jorong Padang Panjang merupakan bagian dari Nagari Pariangan yang ada

di Kabupaten Tanah Datar yang terdiri dari 4 Jorong yaitu, Jorong Pariangan,

Jorong Padang Panjang, Jorong Guguak, Jorong Sikaladi. Luas wilayah

Pariangan lebih kurang 2.479 Km2 atau 2479 Ha. Dengan jumlah penduduk

Jorong Padang Panjang lebih kurang 1300 dari jumlah penduduk Nagari

Pariangan 5.791 Jiwa, dengan kepala keluarga (KK) 470 KK dari jumlah 1723

KK Nagari. (Sumber Data, Wali Nagari Pariangan)

Terdapat sejumlah obyek wisata sejarah, atraksi budaya, dan alam, atraksi

budaya yang khas ialah kebiasaan ziarah dan berzikir yang dilakukan penduduk

Nagari seusai ibadah puasa di bulan Syawal. Tradisi setelah enam hari puasa

yang dimulai sejak tanggal 2 Syawal itu dilakukan setiap hari Kamis.

Page 70: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

60

“Ditetapkan hari Kamis karena menurut keyakinan orang di Nagari Tuo

Pariangan, pada saat itulah arwah para pendahulu bisa berkesempatan datang

ke tengah- tengah kita,” kata April. Salah satu yang terus dipromosikan sebagai

obyek wisata unggulan adalah atraksi Pacu Jawi. Tontonan berupa sepasang

sapi yang dipacu joki setiap usai panen dan saat mulai menanam padi itu telah

masyhur hingga mancanegara.

Beragam obyek lain seperti delapan buah batu sandar yang terdapat di

dalam kompleks Kuburan Panjang Datuak Tantejo Gurhano adalah peninggalan

sejarah yang mengagumkan. Batu-batu sandar itu menjadi tempat duduk tetua

adat masing-masing delapan suku untuk bermusyawarah. Karena itulah dikenal

juga sebagai Medan Nan Bapaneh atau tempat bermusyawarah. Di sini terdapat

kuburan Panjang Datuak Tantejo Gurhano yang berukuran 25,5 meter x 7

meter. Panjang Datuak tokoh pembuat Balairung Sari Tabek di Nagari Tabek,

Kecamatan Pariangan. Balairung itu merupakan tempat bermusyawarah utama

yang terbuat dari kayu dan atap ijuk dengan waktu pembuatan sekitar 450 tahun

lalu. Adapun kompleks Kuburan Panjang Datuak Tantejo Gurhano yang kini

sudah ditetapkan sebagai situs cagar budaya oleh Balai Pelestarian Peninggalan

Purbakala (BP3) Batusangkar berada di atas lahan seluas 629 meter persegi.

Hampir mirip dengan berbagai kisah di beberapa lokasi kuburan kuno di

Indonesia, warga setempat percaya hasil pengukuran panjang kuburan pada

waktu berbeda tidak akan pernah sama. Nagari Tuo Pariangan juga memiliki

peninggalan berupa rumah-rumah gadang. (Sumber Data, Wali Nagari

Pariangan)

Kondisi geografis Jorong Padang Panjang sebagian besar adalah

daratan/pegunungan sehingga banyak wilayah yang dimanfaatkan sebagai

lahan pertanian yang ditunjang oleh tingkat kesuburan tanah yang tinggi,

sehingga sebagian penduduknya memiliki mata pencaharian dibidang pertanian

yang terdiri atas pertanian sawah, pertanian tanah kering, dan pertanian ladang.

Page 71: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

61

Jorong Padang Panjang ini secara administratif berbatasan dengan: (Afridi,

Wawancara 8 Juni 2019).

Sebelah Utara berbatasan dengan Gunung Marapi

Sebelah Selatan berbatasan dengan Jorong Simabur

Sebelah Barat berbatasan dengan Nagari Sawah Tangah

Sebelah Timur berbatasan dengan Jorong Pariangan

Jorong Padang Panjang memiliki potensi yang sangat besar disegala

bidang, seperti pendidikan di Jorong Padang Panjang ini tedapat sarana

prasarana pendidikan mulai dari jenjang PAUD sampai dengan Perguruan

Tinggi.

Pendidikan di Jorong Padang Panjang sangat menentukan maju

mundurnya suatu masyarakat tergantung pada pendidikannya karena

pendidikan dan pengajaran suatu yang sangat besar manfaatnya dalam

mencapai kemajuan pembangunan.

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia,

dengan pendidikan yang baik dan bermutu akan dapat meningkatkan

kecerdasan dan kreativitas yang dimiliki masyarakat demi terwujudnya

manusia-manusia pembangunan yang berkualitas serta dapat mendatangkan

manfaat dan pengaruh positif terhadap diri sendiri dan lingkungan. Adapun data

yang penulis dapat bahwa sarana pendidikan yang ada di Jorong Padang

Panjang yaitu: (Afridi, Wawancara 8 Juni 2019)

Jenis Pendidikan Jumlah

PAUD 1

TK 1

SD 1

SLTP 1

Page 72: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

62

SLTA 1

Perguruan Tinggi 1

Kehidupan beragama merupakan pedoman hidup yang sangat penting bagi

manusia. Dengan adanya pedoman hidup maka akan membuat manusia menjadi

tentram, damai, tabah dan tawakkal, ulet serta percaya diri, berani berjuang

untuk menegakkan kebenaran, kesiapan mengabdi dan berkorban. Tanpa agama

manusia akan terombang ambing dalam kehidupan tanpa tujuan. Agama

merupakan sumber kehidupan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Masyarakat Jorong Padang Padang semuanya meyakini agama Islam

sebagai tuntunan dalam kehidupannya dan menjalankan ajaran Islam dengan

sebaik-baiknya. Sarana yang dapat digunakan sebagai tempat untuk menambah

ilmu pengetahuan tentang keagamaan sebagai penuntun hidup di dunia dan

akhirat dapat diperoleh melalui lembaga pendidikan. Sedangkan wadah

pendidikan keagamaan yang terdapat di Jorong Padang Panjang adalah TPA /

TPSA masing-masing sebanyak 5 buah dan pondok tahfiz. Selain dari itu juga

terdapat sekolah bernuansa agama yaitu Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI)

yang terdiri dari MTs dan MAs. Pendidikan di MTI tidak hanya dilakukan di

siang hari juga di malam hari untuk mengulang pengajian kitab-kitab standar

yang menjadi khas dari MTI. Selain itu setiap malam minggu di Jorong Padang

Panjang juga diadakan wirid di masjid, sebagai sarana berbagi ilmu dan

pengetahuan agama di Jorong Padang Panjang. (Afridi, Wawancara 8 Juni

2019).

Sarana peribadatan yang ada di Jorong Padang Panjang sangat baik untuk

memenuhi kebutuhan ritual masyarakat dalam pengabdian mereka kepada

Allah SWT. Sarana ibadah yang terdapat di Jorong Padang Panjang antara lain

1 Masjid dan lebih dari 10 mushollah yang aktif dalam sarana ibadah.

Page 73: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

63

Masyarakat melaksanakan sholat berjamah di masjid 5 kali sehari, sedangkan

di musholla 3 kali, yaitu: sholat Shubuh, Maghrib dan Isya. (Afridi, Wawancara

8 Juni 2019). Adapun sarana prasarana yang ada di Jorong Padang Panjang yang

lainnya yaitu:

Sarana Prasana Jumlah Aktif/Tidak Aktif

GOR 1 Aktif

Lapangan Bola 1 Aktif

Karang Taruna 1 Aktif

BKMT Aktif

PKK Aktif

Bundo Kanduang Aktif

Remaja masjid (remsal) 1 Aktif

Kelompok tani 5 Aktif

Rumah Tahfis 3 Aktif

TPA/TPSA 5 Aktif

Sosial ekonomi masyarakat Jorong Padang Panjang merupakan bagian

yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Sumber kehidupan

masyarakat Jorong Padang Panjang adalah Bertani. Seluruh sawah-sawah dapat

diairi oleh sungai-sungai kecil yang ada di Jorong Padang Panjang. Selain dari

turun ke sawah kegiatan lainnya seperti perikanan dan perkebunan. (Afridi,

Wawancara 8 Juni 2019).

Sekalipun mayoritas masyarakat hidup dengan bertani bukan berarti

pekerjaan lain tidak diminati oleh masyarakat Jorong Padang Panjang. Dari data

yang didapatkan dapat diketahui beberapa jenis pekerjaan masyarakat setempat.

Penduduk yang bekerja sebagai petani sebanyak 75%. Masyarakat yang bertani

Page 74: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

64

juga diselingi dengan beternak seperti ternak sapi, kerbau dan kambing.

Pedagang sebanyak 18 % dan yang bekerja sebagai pegawai sebanyak 5 %.

Sebagian kecil dari masyarakat bekerja sebagai tukang dan sopir. (Afridi,

Wawancara 8 Juni 2019).

Adat Istiadat di Jorong Padang Panjang sangat penting untuk mengatur

hubungan antara manusia dengan manusia baik itu individu dengan individu,

kelompok dengan kelompok atau individu dengan kelompok, karena adat itu

basandi syara’, syara’ basandi kitabullah, maka adat pun ikut mengatur

hubungan antara makhluk dan khaliknya. Jadi dengan demikian adat istiadat

merupakan perilaku yang telah menjadi kebiasaan sekaligus menjadi peraturan

bagi masyarakat dalam suatu Nagari atau organisasi kelompok masyarakat

seperti Kerapatan Adat Nagari (KAN).

Mengenai adat istiadat di Jorong Padang Panjang masyarakat tunduk dan

taat pada hukum atau aturan adat yang berlaku. Seperti jika terdapat suatu

permasalahan dalam suatu kaum, maka akan diselesaikan oleh mamak kaum

masing-masing. Permasalahan yang diselesaikan oleh mamak kaum seperti

permasalahan dalam rumah tangga/ perselisihan suami istri, persengketaan

tanah atau pembagian hak waris, perselisihan antar anak kemenakan seperti

perkelahian. Selain menyelesaikan permasalahan dalam kaum, mamak kaum

juga membantu mengurusi masalah pernikahan kemenakannya, dan mengurusi

semua surat-surat yang dibutuhkan dalam administrasi pernikahan. Secara

singkat dapat dikemukakan bahwa masyarakat setempat seluruhnya tunduk dan

taat pada hukum atau aturan adat yang berlaku.

B. Pelaksanaan Hutang Dibayar dengan Hari Kerja

Kehidupan masyarakat di Jorong Padang Panjang pada umumnya

adalah bertani. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya mereka bercocok tanam

Page 75: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

65

di ladang dengan menanam berbagai macam tanaman seperti padi, cabe, umbi-

umbian, bawang, sayuran, kacang-kacangan, dan lain sebagainya. Masyarakat

dalam bercocok tanam terkadang berkerja di ladang milik sendiri tanpa dibantu

orang lain, ada juga yang dibantu orang lain, dan ada yang diupahkan saja

kepada pekerja sawah untuk mengelola sawahnya. (Jusmarni, wawancara, 11

Oktober 2018)

Biasanya pekerja sawah yang tidak memiliki lahan pertanian bekerja di

lahan orang lain agar mendapatkan upah untuk memenuhi kebutuhannya.

Masyarakat Jorong Padang Panjang memberikan upah kepada petani sebesar 1

sukek / 4 liter beras bagi perempuan dan 1,5 sukek/ 6 liter beras bagi laki-laki

per harinya yang dimulai dari jam 08.00 WIB sampai jam 16.00 WIB. Kalaupun

tidak diupah dengan beras ada juga dengan uang yang senilai harganya dengan

beras dikala itu yang dihitung dalam hitungan sukek. (Syamsiar, wawancara, 14

Oktober 2018)

Masyarakat yang bekerja sebagai penggarap lahan orang lain atau

pekerja sawah, mereka memiliki ketergantungan dengan petani. Jika tidak ada

petani meminta tenaganya untuk bekerja, maka tidak ada pemasukan dalam

perekonomian mereka. Ketika perekonomian mereka di bawah untuk

memenuhi kebutuhannya mereka melakukan hutang kepada petani agar mereka

bisa bertahan hidup.

Menurut Bapak Afridi selaku Wali Jorong, sebagai seorang yang

ditinggikan sarantiang, didahulukan salangkah di Jorong Padang Panjang,

mengatakan bahwa ada kegiatan saling tolong menolong antar sesama warga

masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup, dengan rasa saling toleransi,

saling keprihatinan, dan kepedulian antar sesama warga. Masyarakat yang

memiliki perekonomian rendah yang tidak mencukupi untuk kebutuhannya

dibantu oleh masyarakat yang memiliki perekonomian yang berkecukupan.

Salah satu bentuk kepedulian dan tolong menolong antar sesama warga

Page 76: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

66

masyarakat yaitu hutang piutang. Dengan menghutangkan uang kepada

masyarakat yang berperekonomian rendah, maka akan dapat membantu

masyarakat tersebut dari kesulitan. (Afridi, wawancara, 8 Juni 2019)

Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat Jorong

Padang Panjang yang memiliki perekonomian rendah, ketika mereka tidak

memiliki kecukupan untuk memenuhi kebutuhan, mereka melakukan hutang

kepada masyarakat yang memiliki ekonomi berkecukupan. Sebagaimana

wawancara yang penulis lakukan dengan Ibu Laila yang bekerja sebagai

pekerja sawah, bahwa ketika Ibu Laila membutuhkan uang untuk kebutuhan

sehari-hari, ataupun untuk kebutuhan sekolah anaknya, ketika ia tidak memiliki

uang, maka ia melakukan hutang kepada orang lain. (Laila, wawancara, 7 Juni

2019)

Hal seperti ini juga diakui oleh Ibu Liza yang memiliki lahan pertanian

lebih kurang 1 hektar, Ibu Liza mengatakan bahwa ia ada menghutangkan uang

kepada pekerja sawah yang membutuhkan biaya sekolah anak-anak mereka.

Ibu Liza memberikan hutang karena rasa kasihan dan peduli terhadap petani

yang memiliki perekonomian rendah. (Liza, wawancara, 7 Juni 2019)

Adapun menurut Dt. Andomo bahwa kegiatan hutang piutang yang

terjadi di masyarakat Jorong Padang Panjang merupakan suatu kegiatan taawun

yang banyak sekali terjadi di lingkungan masyarakat. Masyarakat ada yang

berhutang kepada saudaranya, tetangga, bahkan kepada petani yang bisa

memanfaatkan tenaganya untuk dipekerjakan. (Dt. Andomo, wawancara, 7 Juni

2019)

Masyarakat yang memiliki hutang kepada petani, mereka ada yang

membayarnya dengan tenaga atau hari kerja di ladang petani tersebut. Jika

hutang tersebut dibayar dengan uang, maka akan dapat memberatkan pekerja.

Karena pekerja meminjam uang untuk kebutuhan sekolah anaknya, sedangkan

Page 77: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

67

pekerjaan mereka adalah membantu petani di ladangnya agar mendapatkan

upah yang nantinya digunakan untuk kebutuhan pokok sehari hari.

Adapun akad hutang piutang yang ditempuh oleh masyarakat Jorong

Padang Panjang merupakan akad secara tradisional, yaitu melakukan hutang

piutang tanpa menghadirkan saksi, tanpa adanya akad secara tertulis, dan

dilakukan dengan cara saling mempercayai dan kekeluargaan. Hal ini sesuai

dengan yang dipaparkan oleh seorang pekerja yang berhutang yaitu Amiruddin,

ia mengatakan bahwa transaksi hutang piutang ini hanya dilaksanakan

berdasarkan kepercayaan dan kekeluargaan saja tanpa adanya bukti tertulis dan

juga tidak menghadirkan saksi, tetapi yang ada hanyalah kedua belah pihak

yang melakukan akad (Amiruddin, Wawancara, 7 Juni 2019). Hal tersebut juga

diakui oleh petani yang memberikan pinjaman bahwa waktu akad terjadinya

transaksi tidak ada bukti tertulis dan tidak ada saksi yang menyaksikan. (Nun,

wawancara, 7 Juni 2019)

Taraf ekonomi menengah ke bawah salah satu penyebabnya, sehingga

apabila pekerja tidak memiliki uang untuk kebutuhan sehari hari ataupun untuk

kebutuhan sekolah anaknya, maka pekerja akan melakukan hutang kepada

petani untuk memenuhi kebutuhnnya. Biasanya hutang piutang ini terjadi

ketika masa bahan pokok naik dan ketika awal tahun ajaran baru. Karena pada

awal dan akhir tahun ajaran baru pengeluaran masyarakat banyak untuk

kebutuhan sekolah anak anak mereka. Jadi ketika itulah pekerja meminjam

uang kepada petani untuk biaya sekolah anaknya. Dengan dijanjikan akan

membayar ketika ada uang atau jika ada petani membutuhkan tenaga, maka

pekerja bersedia bekerja di sawah petani tersebut. Untuk lebih jelasnya

mengenai pekerja dan petani ini, penulis telah melakukan wawancara dengan

beberapa orang pekerja dan petani yang ada di Jorong Padang Panjang yang

dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 78: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

68

No Nama Pendidikan Keterangan

1 Laila SLTA Pekerja

2 Jusmarni SD Pekerja

3 Syamsiar SLTA Pekerja dan petani

4 Amiruddin SLTP Pekerja

5 Liza SLTA Petani

6 Nun SLTP Petani

7 Aznar S1 Petani

1. Bentuk pelaksanaan hutang

Adapun bentuk pelaksanaan hutang yang terjadi di Jorong Padang

Panjang Nagari Pariangan sebagaimana wawancara yang penulis lakukan

dengan Ibu Laila yang melakukan hutang kepada Ibu Nun dikala anaknya

membutuhkan uang sekolah, yang dijanjikan akan membayar hutang

tersebut secepatnya. Ketika itu Ibu Laila berhutang Rp 200.000,

sebagaimana bunyi percakapan antara Ibu Laila dengan Ibu Nun dalam

proses hutang yaitu:

Ibu Laila : “Kak Nun pakai pitih agak Rp 200.000 lu” (Kak Nun pinjam

saya uang Rp 200.000 dulu).

Ibu Nun : “oo pitih lai ko ha” (oo uang ada ini ha).

Ibu Laila : “sacapek awak bayia, kok ado gai kak Nun karajo, bia awak

tolong suak” (secepatnya saya bayar, jika ada Kak Nun

pekerjaan, biar saya tolong nanti).

Page 79: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

69

Ibu Nun : “iyo ndak jo baa do” (iya tidak apa juga).

Ketika itu harga beras di pasaran Rp. 40.000;- per sukek, jadi Ibu

Laila akan membayar hutangnya dengan bekerja 5 hari di sawah Ibu Nun.

(Laila, wawancara, 7 Juni 2019)

Hal tersebut juga diakui oleh petani yang memberi hutang kepada

Ibu Laila yaitu Ibu Nun, dia mengatakan bahwa ada memberikan pinjaman

kepada Ibu Laila sebesar Rp 200.000 untuk uang sekolah anaknya dan

dibayar dengan hari kerja. (Nun, wawancara, 8 Juni 2019)

Kejadian yang hampir sama juga dialami oleh Syamsiar, seorang

petani yang memiliki lahan pertani kurang dari 1 Ha. Syamsiar dalam

mengelola sawahnya terkadang berhutang kepada petani lainnya untuk

pengelolaan lahannya, dengan dijanjikan akan membayar ketika memiliki

uang. Selain mengelola lahan sendiri Syamsiar juga ada bekerja ke lahan

petani lain untuk memenuhi kebutuhannya. Seperti yang dikatakan

Syamsiar bahwa ketika dia berhutang kepada Epi Rp. 500.000 untuk

pengolahan sawahnya, dengan berjanji secepatnya membayar hutang

tersebut:

Syamsiar : “ni Pi pakai pitih agak Rp 500.000 lu, sacapeknyo awak

bayia” (kak pinjam saya uang Rp 500.000, secepatnya saya

bayar).

Epi : “yo ko pitih lai kini ha, kok ka lai bisa tolong batanam di

Nangko bisuak dih!” (iya sekarang ini ada uang, jika bisa

tolong saya menanam padi besok di Nangko ya!).

Syamsiar : “Ndak jo baa do ni”.”, (tidak apa ju ga kak).

Dalam dialog diatas dapat disimpulkan bahwa Syamsiar berhutang

kepada Epi Rp 500.000 dengan akad akan dibayar secepatnya, dan Epi

Page 80: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

70

sebagai pemberi hutang juga meminta Syamsiar untuk bekerja di sawahnya

Epi.

Kasus lain yang juga dialami oleh Jusmarni, dia mengatakan bahwa

pernah berhutang kepada Liza Rp 200.000, dijanjikan akan dibayar dengan

hari kerja. Ketika berhutang harga beras Rp 45.000/sukek. (Jusmarni,

wawancara, 13 Juni 2019)

Jusmarni : “ja salang pitih Rp 200.000 lu ja!” (Ja hutang saya Rp

200.000 dulu Ja!)

Liza : “Rp 200.000 kok ka lai ado lo nyo, ka a pitih tah”(Rp 200.000

jika ada pula, buat apa uang)

Jusmarni : “salang lu, bisuak bayia liak suak”(hutang dulu, besok

dibayar)

Liza : “lai bisa tolong karajo bisuak?”(apa bisa tolong kerja

besok?)

Jusmarni : “jadih karajo wak bisuak” (iya kerja kita besok)

Dari dialog diatas dapat kita pahami bahwa Jusmarni berhutang

kepada Liza, dan Liza pun meminta Jusmarni untuk bekerja keesokan

harinya. Hal tersebut juga diakui oleh Liza bahwa ia ada meminjamkan

uang kepada Jusmarni, dan meminta Jusmarni untuk bekerja di sawahnya

keesokan harinya. (Liza, wawancara 7 Juni 2019)

Pak Amir merupakan seorang petani berumur 46 tahun, yang telah

menjadi petani selama lebih kurang 20 tahun. Pak Amir bekerja sebagai

pengolah lahan orang lain yang menjadi sumber kehidupannya. Pak Amir

ada berhutang kepada pemilik lahan yang digunakan untuk pengolahan

lahan pertanian dan juga untuk kebutuhan sehari-hari. Karena jika tidak

Page 81: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

71

meminjam uang kepada pemilik lahan Pak Amir tidak bisa mengolah

lahannya karena tidak memiliki cukup dana untuk pengolahan lahan.

Hutang tersebut dibayar secara berangsur-angsur dengan uang juga dibayar

dengan bekerja dilahan pemilik lahan tersebut. Pak Amir membayar hutang

dengan hari kerja karena tidak memiliki cukup uang untuk membayar

hutang tersebut. (Amiruddin , wawancara 7 Juni 2019)

Kasus yang tidak jauh berbeda juga terjadi kepada Pak Amir yang

bekerja sebagai peggarap lahan pertanian orang lain. Pak Amir berhutang

kepada petani Rp 200.000 untuk membeli pupuk pertaniannya. Dengan

dijanjikan akan membayar secepatnya, dan jika petani membutuhkan

tenaga kerja di lahan pertanian petani tersebut, maka Pak Amir siap untuk

membantunya. Seperti bunyi akad yang terjadi antara Pak Amir dengan

petani:

Pak Amir : “sutan pakai pitih Rp 200.000 pambali pupuak lu, sacapek e

bayia ko” (Sutan pinjam saya uang Rp 200.000 dulu untuk

membeli pupuk, secepatnya saya bayar).

Sutan : “yo pitih ko lai ha” (ya uang ada ini).

Pak Amir : “tarimokasih lu ha” (terimakasih sebelumnya).

Sutan : “yo samo samo”(iya sama sama).

2. Bentuk pelaksanaan pembayaran hutang

Transaksi hutang piutang yang terjadi di Jorong Padang Panjang

antara Petani dengan pekerja merupakan suatu wujud tolong menolong

antar sesama manusia dengan asas suka sama suka, jelas zatnya dan ada

manfaatnya. Pelaksanaan hutang piutang dalam prakteknya ada yang

Page 82: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

72

berbeda, contohnya saja dalam bentuk pembayaran hutang yang harus

dibayar dengan hari kerja, dimana membuat terjadinya kelebihan yang

harus dibayar oleh orang yang berutang yaitu si pekerja kepada petani.

Adapun bentuk dari pelaksanaan hutang piutang yang terjadi di

Jorong Padang Panjang Nagari Pariangan saat penulis melakukan

penelitian di daerah setempat dengan beberapa informan. Sebagaimana

wawancara yang penulis lakukan dengan Ibu Laila yang melakukan hutang

kepada Ibu Nun Rp 200.000 ketika itu harga beras Rp 40.000/sukek dalam

melaksanakan pembayaran hutangnya bahwa ketika berhutang Ibu Laila

berjanji akan membayar hutang tersebut secepatnya. Beberapa waktu

setelah Ibu Laila berhutang, Ibu Nun meminta Ibu Laila untuk bekerja di

ladangnya,

Ibu Nun : “la ado utang patang nak, lai bisa la karajo bisuak?” (La ada

hutang kemaren kan, bisa La bekerja besok?).

Ibu Laila : “bisuak, InsyaAllah kak” (besok, InsyaAllah kak).

Ketika itu harga beras turun menjadi Rp. 37.000;- per sukek. Setelah

hutang dibayar 3 hari kerja tersebut Ibu Laila menambah membayar

hutangnya Rp 30.000 dan melanjutkan bekerja beberapa hari berikutnya

selama1 hari. Karena Ibu Nun merasa hutang Ibu Laila belum lunas jadi

Ibu Nun meminta Ibu Laila untuk bekerja sehari lagi sehabis selesai bekerja

pada hari itu.

Ibu Nun : “La pitih nan kotang alun lunas lai, awak sudahan lah karajo

ko sahari bisuak lai dih!”(La uang kemaren belum lunas, kita

selesaikan kerjaan ini besok ya)

Ibu Laila : “jadih kak” (jadi kak)

Page 83: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

73

Jika dijumlahkan seluruhnya bahwa Ibu Laila bekerja 5 hari dengan

upah Rp 37.000 per harinya, maka upahnya adalah Rp 185.000 dan

ditambah dengan membayar hutang Rp 30.000. Jika dijumlahkan

seluruhnya, maka total Ibu Laila membayar hutang adalah Rp 215.000.

(Laila, wawancara 7 Juni 2019)

Hal seperti ini juga di akui oleh Ibu Nun yang memberikan hutang

kepada Ibu Laila, bahwa Ibu Nun ada meminta Ibu Laila untuk bekerja

sehari lagi karena hutangnya Ibu Laila belum lunas. Setalah penulis

menanyakan apakah Ibu Nun tidak memberikan tambahan upah kepada Ibu

Laila, Ibu Nun mengatakan tidak karena Ibu Laila membayarnya dengan

hari kerja. (Nun, wawancara 8 Juni 2019)

Dalam kasus yang hampir sama yag dialami oleh Syamsiar yang

berhutang kepada Epi Rp 500.000 untuk pengolahan sawahnya. Ketika itu

Syamsiar berjanji akan membayar hutang secepatnya. Ketika meminjam

uang tersebut harga beras di pasaran Rp 45.000/sukek. Beberapa hari

kemudia Syamsiar membayar hutangnya Rp 200.000. Keesokan harinya

Epi meminta Syamsiar bekerja selama 5 hari, ketika itu harga beras masih

Rp 45.000/sukek.

Epi : “Yar lai bisa karajo bisuak?”(Yar bisa kerja besok)

Syamsiar : “InsyaAllah kak Pi”(InsyaAllah kak Pi)

Beberapa hari kemudian Epi meminta Syamsiar bekerja lagi 1 hari.

Karena Epi merasa hutangnya Syamsiar belum lunas keesokan harinya Epi

meminta Syamsiar bekerja 1 hari, ketika itu harga beras turun menjadi Rp

43.000. Jika Syamsiar bekerja 2 hari, maka seharusnya upah Syamsiar pada

waktu itu Rp 86.000. Ketika dihitung dari jumlah uang dan upah kerja

Syamsiar, 5 hari bekerja dengan upah 45.000 = 225.000 ditambah dengan

uang 200.000 setelah itu bekerja lagi 2 hari dengan upah 43.000 = 86.000.

Page 84: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

74

Jika dijumlahkan 225.000 + 200.000 + 86.000 = 511.000, maka terdapat

kelebihan bekerja atau pembayaran hutang oleh Syamsiar terhadap Epi.

(Syamsiar, wawancara 10 Juni 2019)

Kasus lain yang juga dialami oleh Jusmarni, dia mengatakan bahwa

pernah berhutang kepada Liza Rp 200.000, dijanjikan akan dibayar dengan

hari kerja. Ketika berhutang harga beras Rp 45.000/sukek. Setelah itu Liza

meminta Jusmarni untuk bekerja di sawahnya.

Liza : “lai bisa tolong karajo bisuak juh?”(apa bisa tolong kerja

besok Jus?)

Jusmarni : “jadih karajo wak bisuak” (iya kerja kita besok)

Ketika Jusmarni bekerja di sawahnya Liza harga beras turun

menjadi Rp 43.000/sukek, dan Liza meminta Jusmarni bekerja 5 hari.

Liza : “Juh utang kotang 200 bareh 43 kini karajo gak 5 hari ko lu

di”(Jus hutang kemaren Rp 200 beras sekarang Rp 43 sekarang

kerja kita 5 hari ini)

Jusmarni : “43 bareh kini tu, dih nah” (43 beras sekarang tu, ok lah)

Setelah pekerjaan selesai Liza tidak membayar upah kerja

Jusmarni karena harga beras turun, seharusnya Liza menambah upah kerja

Jusmarni Rp. 15.000 ini tidak ada di tambah. Ketika penulis tanya kepada

Jusmarni apa tidak diminta tambahan upah, Jusmarni mengatakan segan

untuk minta tambah upah, karena sudah biasa bekerja dan meminjam uang

Liza. (Jusmarni, wawancara, 13 Juni 2019)

Hal tersebut juga di akui oleh Liza yang meminjamkan uang kepada

Jusmari. Dia mengatakan memang ada meminjamkan uang kepada

Jusmarni dan meminta Jusmarni untuk bekerja di sawahnya. Upah dari

Page 85: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

75

bekerja Jusmarni tersebut diambilnya sebagai pengganti hutang Jusmarni.

Liza juga mengatakan bahwa sering meminjamkan uang kepada Jusmarni

dan biasanya hutang Jusmarni tersebut di bayar dengan hari kerjanya. Jika

ada kelebihan upah ataupun jasa antara Jusmarni dengan Liza, maka

mereka saling mengikhlaskan saja. (Liza, wawancara 14 Juni 2019)

Kasus yang tidak jauh berbeda juga terjadi kepada Pak Amir. Pak

Amir berhutang kepada Sutan Rp 200.000 untuk membeli pupuk

pertaniannya. Dengan dijanjikan akan membayar secepatnya, dan jika

Sutan membutuhkan tenaga kerja di lahan pertaniannya, maka Pak Amir

siap untuk membantunya. Ketika Pak Amir tersebut meminjam uang harga

beras Rp 48.000/ Sukek. Keesokan harinya Pak Amir bekerja di sawahnya

Sutan selama 3 hari. Seharusnya Sutan menambah upah Pak Amir Rp

16.000 lagi. Tapi Sutan tidak memberikan upah tersebut. Upah laki-laki 1,5

sukek/6 liter beras, jika harga beras Rp 48.000 berarti 6 liter Rp 72.000.

Jika Pak Amir bekerja 3 hari seharusnya upah Pak Amir Rp 216.000, tapi

Pak Amir tidak menerima tambahan upahnya. (Amiruddin, wawancara, 7

Juni 2019)

Dari beberapa kasus di atas dapat penulis simpulkan bahwa bentuk-

bentuk dari transaksi hutang piutang yang terjadi di Jorong Padang Panjang

Nagari Pariangan adalah, pertama pelaksanaan hutang dibayar dengan hari

kerja, kedua pelaksanaan hutang dibayar dengan uang dan hari kerja.

Dengan standar hutang dengan hari kerja dan juga ada dengan harga beras.

3. Pandangan Masyarakat terhadap Pelaksanaan Hutang Dibayar dengan Hari

Kerja

Salah satu faktor paling menonjol penyebab terjadinya transaksi

hutang piutang ini adalah karena ekonomi masyarakat yang lemah, untuk

memenuhi kebutuhan hidup saja susah hanya bertumpu pada hasil

Page 86: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

76

pertanian, sedangkan faktor yang lain adalah minimnya tingkat

pengetahuan agama.

Seperti yang dikemukakan oleh Ibu Asnar (55 tahun) kebanyakan

dari orang yang berutang itu adalah orang-orang yang tidak sanggup untuk

membayar biaya sekolah anaknya dan juga yang bekerja sebagai pekerja

sawah, mereka hanya mengandalkan ekonomi kepada petani yang

memintanya untuk bekerja, maksudnya mereka tidak memiliki uang untuk

biaya sekolah anaknya dan untuk membeli kebutuhan harian, mereka hanya

memiliki uang yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan

juga untuk biaya sekolah anak-anak mereka. Keuntungan yang pemilik

lahan dapatkan berupa kelebihan terhadap jasa pekerja tersebut karena

disebabkan oleh perbedaan harga beras sewaktu berhutang dengan waktu

pembayaran hutang. (Asnar, wawancara, 9 Juni 2019)

Sebagai seorang yang melakukan hutang dibayar dengan hari kerja

Ibu Laila tidak ada merasa keberatan dalam melakukan pembayaran hutang

dengan hari kerja tersebut. Karena Ibu Laila menyadari bahwa hutang

tersebut wajib hukumnya untuk dibayar. Selama Ibu Laila menjadi

muqtarid belum pernah terjadinya sengketa dengan petani karena mereka

saling memahami dan mengerti sesama muqrid dan muqtarid akan

kewajiban mereka masing-masing. Dan adanya rasa kerelaan dan saling

membutuhkan. (Laila, wawancara 7 Juni 2019)

Begitu juga yang dikatakan oleh Bapak Amir bahwa dalam

melakukan hutang dibayar dengan hari kerja tersebut beliau tidak keberatan

untuk membayar, karena hutang itu tanggung jawab kita untuk melunasi.

(Amiruddin, wawancara 7 Juni 2019)

Agama merupakan salah satu jalan petunjuk yang akan

mengarahkan manusia ke jalan yang lebih baik, sehingga dapat hidup

Page 87: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

77

dengan syari’at Islam. Keterangan yang diperoleh dari Alim Ulama yang

berada di Jorong Padang Panjang yang bernama Junardi Pakiah Lano Basa,

berusia 48 tahun mengatakan bahwa masyarakat Jorong Padang Panjang

ada yang melakukan hutang dibayar dengan hari kerja, menurut beliau

pelaksanaan hutang dibayar dengan hari kerja boleh dilakukan selagi

patokan upah sesuai dengan hutangnya, sebaiknya pelaksanaan hutang

dibayar dengan hari kerja tersebut dilakukan dengan akad yang jelas dan

jangan sampai menimbulkan permasalahan dan upat-mengupat sesama

manusia. (Junardi, wawancara 8 Juni 2019)

Masyarakat melakukan praktek muamalah dengan jalan sendiri

tanpa adanya aturan yang menuntun yang penting bagi mereka adalah bisa

bertahan hidup. Sedangkan nilai-nilai agama dalam setiap sendi kehidupan

masyarakat kurang teraplikasikan.

Bapak H. Arisno Dt Andomo, seorang alim ulama sekaligus niniak

mamak di Jorong Padang Panjang mengatakan bahwa adanya pelaksanaan

hutang dibayar dengan hari kerja di Jorong Padang Panjang. Menurut

beliau pelaksanaan hutang dibayar dengan hari kerja tersebut boleh

dilakukan jika yang menghedaki adalah pekerja, karena dapat membantu

pekerja yang tidak memiliki uang untuk membayar hutangnya. Tapi jika

yang menghendaki pelaksanaan hutang dibayar dengan hari kerja tersebut

adalah petani maka tidak boleh, karena jatuhnya pada riba. Menurut beliau

pelaksanaan hutang dibayar dengan hari kerja tersebut jika perhitungannya

sesuai dengan harga upah pada saat transaksi maka boleh dilakukan, dan

kelebihan yang terdapat dalam transaksi tersebut termasuk ke dalam riba.

Beliau mengatakan sebagai contoh, orang memberikan hutang dengan

adanya syarat di awal itu adalah riba, walau hanya kecil saja. (H. Arisno Dt

Andomo, wawancara 7 Juni 2019)

Page 88: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

78

Adapun menurut Wali Jorong Padang Panjang Afridi, 37 Tahun,

mengatakan bahwa pelaksanaan hutang dibayar dengan hari kerja tersebut

jika dilakukan atas suka sama suka, maka boleh dilakukan selama tidak ada

perselisihan antara kedua belah pihak. Sebaiknya pelaksanaan hutang

dibayar dengan hari kerja tersebut dilakukan dengan terpisah antara hutang

dengan hari kerja tersebut jangan digabungkan, karena jika digabung akan

terdapat kelebihan dari salah satu pihak yang akan menimbulkan

persengketaan nantinya, walaupun selama ia menjadi Wali Jorong belum

ada warga yang mengatakan terdapat persoalan mengenai pelaksanaan

hutang dibayar dengan hari kerja, tapi lebih baik menjaga sebelum

terjadinya suatu sengketa. (Afridi, wawancara 8 Juni 2019)

Kehidupan bermasyarakat tentu tidak selalu mulus seperti yang kita

bayangkan. Semuanya tergantung kepada orang yang berada di

lingkungan, bisa atau tidaknya seseorang berhubungan baik dengan

mereka. Apalagi dalam persoalan hutang piutang, ada pemberi hutang yang

meminta hutangnya dalam waktu penghutang tidak memiliki uang untuk

membayar, atau pemberi hutang mendesakkan hutangnya dan lain

sebagainya.

Pelaksanaan hutang dibayar dengan hari kerja yang tidak adanya

kepastian waktu pembayaran dan takaran upah pembayaran hutang

tersebut. Dalam hutang piutang seperti ini ada terdapat perselisihan antara

peminjam dengan yang memberi pinjaman. Seperti yang dikatakan oleh

Bapak Amirruddin bahwa adanya perselisihan antara Bapak Amir ini

dengan petani tempat dia berhutang. Adapun cara penyelesaian

perselisihan dalam hutang tersebut dibuatnya akad baru dengan perjanjian

baru antar pekerja dengan petani. Bentuk akad baru yang dibuat seperti

dibatalkannya akad hutang dibayar dengan hari kerja tersebut dan dibuat

akad baru yaitu hutang tetap hutang, hari kerja tetap dibayarkan upahnya.

Page 89: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

79

Dibayarkan upah kepada hutang atau tidak itu tanggung jawab

sipenghutang. Dengan membuat akad atau perjanjian baru itu maka

perselisihan antara petani dengan pekerja dapat diselesaikan dengan jalan

kekeluargaan. (Amiruddin, pekerja wawancara 7 Juni 2019)

C. Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah terhadap Proses Pembayaran dengan

Hari Kerja

Dari hasil penelitian di atas dapat penulis simpulkan bahwa bentuk-bentuk

dari transaksi hutang piutang yang terjadi di Jorong Padang Panjang Nagari

Pariangan dengan standar hutang hari kerja dan juga ada dengan harga beras

ada 2 bentuk, yaitu:

1. Pelaksanaan hutang dibayar dengan hari kerja

2. Pelaksanaan hutang dibayar dengan uang dan hari kerja.

Dari hasil penelitian tersebut ada beberapa aspek yang menurut hemat

penulis perlu ditinjau dari segi Hukum Ekonomi Syariah. Seperti dalam

pelaksanaan pembayaran hutang menurut penulis terdapatnya suatu kezhaliman

terhadap pekerja yang membutuhkan bantuan dari petani. Dimana terdapatnya

kelebihan jasa pekerja yang menurut penulis jasa tersebut harus dibayarkan

upahnya.

Pelaksanaan hutang dibayar dengan hari kerja jika dilihat dari segi

pelaksanaannya, merupakan suatu bentuk tolong menolong masyarakat antar

sesama manusia dalam buntuk hutang piutang. Hutang piutang tersebut dibayar

dengan bekerja di lahan pertanian milik pemberi hutang. Pemberi hutang

mempekerjakan pekerja di ladangnya dan nanti akan diberi upah. Upah tersebut

dibayarkan oleh pemberi hutang terhadap hutang pekerja, yang terjadi sebelum

pemberi hutang mempekerjakannya. Jadi upah atau ujrah telah diterima oleh

pekerja sebelum iya bekerja.

Page 90: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

80

Pelaksanaan hutang dibayar dengan hari kerja jika dilihat dari segi

pembayarannya, terdapat jarak waktu yang tidak pasti. Ada yang cepat dan ada

juga yang lambat. Karena petani meminta pekerja untuk bekerja ketika petani

tersebut membutuhkan tenaga kerja di ladangnya.

Pelaksanaan hutang dibayar dengan hari kerja tersebut terdapat kelebihan

jasa pekerja kepada petani. Pekerja melakukan hutang tersebut dengan

keterpaksaan karena jika tidak dipinjam, maka kebutuhan hidup tidak

terpenuhi. Petani menghutangkan juga atas rasa toleransi dan saling tolong

menolong. Bukankah kelebihan jasa pekerja tersebut merupakan suatu

kezhaliman terhadap pekerja. Tanpa petani mengetahui bahwa dia telah

melakukan kezhaliman terhadap pekerja yang sangat membutuhkan

bantuannya. Allah SWT berfirman dalam Q:S Ali Imram Ayat 57:

Artinya: “Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, Maka Allah akan memberikan kepada merekadengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidakmenyukai orang-orang yang zalim” (Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Al Karim: Surat Ali Imran ayat 57)

Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh orang yang bekerja harus

dihargai, dengan cara diberi upah atau gaji. Karena bila kita tidak

memberikan upah bagi para pekerja adalah suatu kezaliman yang tidak

disukai Allah. Nabi SAW juga telah mengatakan bahwa:

Page 91: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

81

Artinya: “dari Abi Hurairah ra dari Nabi SAW bersabda: Allah Ta’alaberfirman ada tiga jenis orang yang aku menjadi musuh mereka padahari qiamat, seseorang yang bersumpah atas namaKu lalumengingkarinya, seseorang yang menjual orang yang telah merdekalalu memakan (uang dari) harganya dan seseorang yangmempekerjakan pekerja kemudian pekerja itu menyelesaikanpekerjaannya namun tidak dibayar upahnya”. (H.R Buhkari: 2075).

Bila dilihat dari hadist diatas, Allah memusuhi yang berarti Allah tidak

menyukai atau membenci orang yang mempekerjakan orang lain, tapi tidak

membayar upahnya. Islam melarang seseorang yang tidak memberikan upah

orang yang bekerja padanya.

Seseorang yang berhutang tidak akan mungkin membiarkan dirinya

berlama-lama terjerat dengan hutang karena hutang itu akan membuat

seseorang selalu dihantui rasa diburu hutang. Sebagaimana hadits Nabi yang

berbunyi:

,:أ

.)(

Artinya:”Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah Saw bersabda jiwa orang mukminitu tergantung pada utangnya hingga utang itu dilunasi.” ( riwayahAt-Tarmizi)

Page 92: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

82

Hadits di atas menjelaskan tidak baik seorang muslim membiarkan dirinya

terlalu lama terjerat hutang karena hutang itu membuat orang selalu gelisah,

karena berhutang mempunyai arti penyegeraan pelunasan hutang, sebab hutang

akan menghantui seseorang sampai hutang tersebut dilunasi.

Berdasarkan hasil penelitian dapat penulis pahami bahwa berakhirnya

hutang yang dilakukan oleh pekerja dengan petani yang ada di Jorong Padang

Panjang adalah pada waktu petani membutuhkan tenaga pekerja yang

berhutang, dimana pekerja sendiri yang nantinya akan bekerja di ladang petani

untuk membayar hutang tersebut.

Penambahan jumlah waktu kerja yang harus dibayar pekerja pada jatuh

tempo atau pada waktu membayar hutang adalah karena adanya waktu yang

berbeda antara waktu hutang dengan waktu membayar hutang dimana

kelebihan ini di peroleh oleh petani dengan memasukkan nilai jual atau harga

beras pada awal hutang dulu. Dengan adanya perbedaan harga pada waktu

hutang dengan waktu membayar hutang ini, maka dari perbedaan itulah petani

memperoleh keuntungan dalam pelaksanaan hutang dibayar dengan hari kerja

tersebut.

Dalam transaksi hutang dibayar dengan hari kerja antara pekerja dengan

petani di Jorong Padang Panjang yang menjadi standar hutang di awal ada

dengan hari kerja, dan ada juga dengan harga beras. Objek transaksi adalah

uang yang diterima oleh pekerja dan untuk pembayarannya dilakukan dengan

hari kerja yang dibayarkan ketika petani membutuhkan tenaga pekerja yang

berhutang tersebut. Dalam hal ini apabila dilihat dari segi objek yang akan

dibayarkan pada dasarnya hutang itu dilakukan dengan semua yang sejenis.

Apabila hutang itu dilakukan dalam bentuk uang maka pembayarannya juga

dalam bentuk uang, apabila hutang itu dalam bentuk barang maka

pembayarannya juga dalam bentuk barang yang sejenis dengan yang

dihutangkan, dan apabila hutang tersebut dengan hari kerja maka

Page 93: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

83

pembayarannya juga dengan hari kerja yang sama takaran waktunya. Misalnya

hutang uang dibayar dengan uang dan jika hutang hari kerja dibayar dengan

hari kerja.

Dalam kitab fiqih al-Islami wa’adillatuhu, Ulama Syafi’iyah berpendapat

bahwa :

,أ,

أ:Artinya : “peminjam mengembalikan harta yang semisal manakala harta

yang dipinjam adalah harta yang mitsli, karena yang demikian itulebih dekat dengan kewajibannya. Dan jika yang dipinjam adalahqimiy, maka ia mengembalikan dengan barang semisal secarabentuk, karena Rasulullah telah berutang unta bakr (yang berusiamuda) lalu mengembalikan unta usia ruba’iyah, seraya berkata“sesungguhnya sebaik-baik kmau adalah yang paling baik dalammembayar hutang”. (az-Zuhaili, 2011, hal.513)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa muqtarid harus mengembalikan

utangnya dengan sesuatu yang serupa dengan apa yang telah dihutangnya

dahulu. Pendapat ini diperkuat oleh hadits Nabi bahwa Nabi pernah

menghutangkan seekor unta yang masih muda dan membayarnya dengan unta

yang lebih tua, dan Nabi pun pernah bersabda. Sesungguhnya orang yang

paling baik diantara kamu adalah orang yang paling baik dalam membayar

hutang, cara membayar hutang itu harus sejenis dengan yang dihutang.

Sedangkan Ulama Malikiyah berpendapat :

Page 94: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

84

أ,وأ,يأض ز.,أ,أم

Artinya : “peminjam diperbolehkan mengembalikan harta semisal yangtelah dipinjamkan dan boleh juga mengembalikan harta yangdipinjam itu sendiri. Baik harta itu termasuk harta mitsli maupuntidak. Hal itu selama harta tersebut tidak mengalami perubahandengan bertambah atau berkurang, jika berubah, maka harusmengembalikan harta yang semisalnya. (az-Zuhaili, 2011, hal. 513)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa menurut Malikiyah dibolehkan adanya

hutang piutang yang pembayarannya dilakukan dengan benda yang tidak

sejenis atau selain dari asalnya, selama sesuatu yang dijadikan sebagai

pembayaran itu sama nilainya dengan yang dihutang dan tidak mempunyai

kelebihan ataupun nilai tidak kurang.

Sedangkan Ulama Hanabilah berpendapat:

,.

:_.

_

Artinya : “Hanabilah mengharuskan pengembaian harta semisal jika yangdiutang adalah harta yang ditakar dan ditimbang, sebagaimanayang disepakati oleh seluruh ahli fikih. Sedangkan jika objek akadqardh bukan harta yang ditakar dan ditimbang, maka ada duariwayat, yaitu harus dikembalikan nilainya sesuai nilai pada hariakad, atau harus dikembalikam semisalnya dengan sifat-sifat yangmungkin”. (az-Zuhaili, 2011, hal. 514)

Dalam pengembalian utang, ulama Hanabilah membedakan atas hutang

yang dapat digantang dan ditimbang, kalau hutang itu berupa benda yang

digantang dan yang ditimbang maka wajib mengembalikanya dengan yang

Page 95: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

85

serupa. Tetapi apabila hutang itu berupa barang yang bukan digantang atau

ditimbang maka ada dua pendapat, yang pertama wajib mengembalikan

nilainya sesuai dengan apa yang dihutang, yang kedua wajib

mengembalikannya dengan sesuatu yang sama sifatnya. (az-Zuhaili, 2011,

hal.378)

Pada dasarnya pembayaran hutang yang dilakukan dengan sesuatu yang

sejenis maka pembayarannya pun berupa barang yang sejenis dengan yang

dihutang, misalnya hutang uang dibayar dengan uang, utang hari kerja dibayar

dengan hari kerja. Pembayaran dengan sesuatu yang lain sebagai gantinya dan

atas persetujuan pihak yang berutang, dan jika pihak yang berutang tidak dapat

mengembalikannya dengan sesuatu yang lain dan harus berusaha untuk

mendapatkannya, apabila untuk itu memerlukan waktu maka pihak yang

berutang harus sabar menunggu. (Baasyir , 1987: 41)

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pembayaran hutang dengan

benda yang tidak sejenis dibolehkan, selama sesuatu yang dijadikan sebagai

pembayaran itu sama nilainya dengan yang dihutang dan tidak mempunyai

kelebihan ataupun nilai tidak kurang. Namun apabila pembayaran akan

dilakukan dengan benda yang tidak sejenis, terlebih dahulu harus ada

persetujuan dari pihak yang berpiutang sebelumnya dan tidak bertentangan

dengan aturan Allah.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa boleh menggunakan hari

kerja sebagai alat pembayaran hutang dengan patokan upah kerja yang sesuai

dengan hutangnya, artinya selama jasa atau hari kerja yang digunakan sebagai

alat pembayaran hutang itu sama patokan nilai dengan barang yang dihutang.

Pekerja mudah mendapatkan apa yang ingin dihutangnya untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya sementara petani memperoleh tenaga yang dibutuhkan

untuk pengolahan ladangnya.

Page 96: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

86

Bila dianalisa dalam KHES pada pasal 22 telah terpenuhi rukun dan syarat

dari hutang piutang, sedangkan pada pasal 21 huruf d dan e yang mengatakan

bahwa setiap akad yang digunakan dalam bertransaksi harus luzum/tidak

berobah dan saling menguntungkan. Sedangkan yang terjadi dilapangan bahwa

pelaksanaan hutang dibayar dengan hari kerja tersebut terdapatnya perubahan

akad dan pekerja sawah dirugikan dalam pemberian upahnya, dimana diawal

akad dinyatakan akan dibayar dengan hari kerja dengan upah mahal karena

harga beras mahal, ketika pelaksanaan pembayaran harga beras turun dan petani

tersebut meminta pekerja sawah untuk bekerja sehari lagi untuk memenuhi

hutangnya. Padahal pada awal akad yang seharusnya bekerja 2 hari lantaran

harga beras turun membuat pekerja bekerja 3 hari.

Bila dianalisa dalam teori riba, maka pelaksanaan hutang dibayar dengan

hari kerja yang terjadi di Jorong Padang Panjang tersebut menurut penulis

termasuk ke dalam riba yang diharamkan dalam Islam. Karena dalam hutang

piutang tidak boleh mengambil keuntungan, jika hutang Rp 100.000

kembaliannya tetap Rp 100.000 tidak boleh lebih. Kelebihan tersebut termasuk

kedalam riba. Sebagaimana kaidah fikih yang berbunyi:

“setiap hutang piutang yang medatangkan manfaat maka itu adalahriba”

Rasulullah bersabda bahwa:

Artinya: “(Ibnu Abbas) Berkata: Tidaklah demikian, tapi saya pernahmendengar Usamah bin Zaid bercerita bahwa Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Tidak ada riba kecuali

Page 97: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

87

dalam hutang, " atau bersabda "Kecuali dalam nasi`ah”. (HR.Ahmad. 20816)

Adapun penjelasan yang terkandung dalam hadist di atas adalah

pengambilan tambahan atau kelebihan dalam hal utang piutang oleh orang yang

memberi piutang atas suatu perjanjian sebelumnya, maka itu dikategorikan ke

dalam riba yaitu riba nasi’ah dan haram untuk menerimanya, petani mengambil

keuntungan dalam pelaksanaan hutang piutang tersebut karena kehendaknya

sendiri, yang nanti pekerja akan terpaksa menerima keinginannya tersebut

karena alasan petani telah melapangkannya.

Jika kelebihan jasa pekerja tersebut atas keinginan pekerja sendiri maka

boleh dilakukan, karena sebaik baik orang adalah orang yang paling baik dalam

mengembalikan hutangnya, karena telah diberi kemudahan ketika kesulitan

dan memberi kelapangan ketika kesempitan. Sebagaimana hadist Rasulullah:

Artinya: “Telah mengabarkan kepada kami Al Hakam bin Al Mubarak dariMalik dengan membacakan riwayat, dari Zaid bin Aslam dari 'Atha`bin Yasar dari Abu Rafi' mantan budak Rasulullah shallallahu 'alaihiwasallam, dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallampernah berhutang seekor unta muda. Lalu unta sedekah datang

Page 98: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

88

kepada balaiu. Abu Rafi' berkata; kemudian beliau memerintah aku(mengambil unta tersebut) untuk kubayarkan kepada orang tersebut.aku berkata; "Aku tidak mendapatkan kecuali unta pilihan yangberumur tujuh tahun." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallambersabda: "Berikan kepadanya, sesungguhnya sebaik-baik orangadalah orang yang paling baik dalam membayar (hutang)."Abdullah berkata; "Hal ini menguatkan pendapat orang yangmengatakan bolehnya (hutang) hewan dibayar dengan hewan."(HR.Darimi No 2452, At-tarmizi, dan Ahmad)

Dari hadis tersebut jelas bahwa pengembalian yang lebih baik itu tidak

disyaratkan sejak awal, tetapi murni keinginan orang yang berhutang. Hal itu

bukan merupakan tambahan atau jumlah sesuatu yang dihutang karena tidak

ada tambahan atas jumlah unta yang dibayar dan tidak ada pula tambahan

apapun atas unta yang dihutang. Jika kelebihan jasa merupakan kehendak dari

pekerja, maka tidak masalah dan boleh dilakukan. Tapi jika yang memintanya

adalah petani, maka haram hukumnya karena termasuk kedalam riba.

Bila dilihat permasalahan pada transaksi hutang dibayar dengan hari kerja

antara pekerja dengan petani di Jorong Padang Panjang dimana terdapatnya

kelebihan pada waktu pembayaran yang disebabkan oleh harga beras di

pasaran. Pada waktu mengutang harga beras mahal dan waktu membayar beras

murah. Dari selisih harga beras inilah pekerja dirugikan dalam pembayaran

hutang tersebut, dan petani diuntungkan. Letak riba dalam pelaksanaan hutang

dibayar dengan hari kerja di Jorong Padang Panjang adalah kelebihan jasa

pekerja yang diperoleh petani pada waktu pembayaran hutang tersebut. karena

petani meminta pekerja bekerja sehari lagi untuk melunasi hutangnya yang pada

awal seharusnya 2 hari kerja karena terjadinya perbedaan harga beras di pasaran

membuat petani merasa dirugikan, maka petani meminta pekerja untuk bekerja

sehari lagi tanpa ditambah upah petani tersebut.

Dari uraian di atas transaksi hutang piutang jika standar hutang adalah hari

kerja dan dibayar dengan hari kerja, maka dibolehkan. Kerena pelaksanaan

Page 99: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

89

akad telah sesuai. Jika standar hutang adalah uang dan pelaksanaan

pembayarannya adalah hari kerja, maka tidak dibolehkan, karena terdapat

kelebihan jasa pekerja yang merupakan kezhaliman terhadap pekerja. Serta jika

yang menjadi standar hutang adalah hari kerja dan pelaksanaan hutang adalah

hari kerja dan uang, maka dilihat terlebih dahulu apakah terdapat kelebihan

dalam hutang piutang tersebut jika ada kelebihan, maka dilarang dan termask

kedalam riba, jika tidak ada kelebihan maka dibolehkan. Jadi pelaksanaan

hutang dibayar dengan hari kerja sebaiknya menggunakan akad hutang uang

dibayar dengan upah kerja atau hutang uang sebanyak upah kerja dibolehkan,

tapi pinjam uang dibayar dengan hari kerja tidak dibolehkan karena nantinya

akan terdapat kelebihan jasa pekerja.

Page 100: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

86

BAB V

PENUTUP

D. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian penulis di lapangan terhadap pelaksanaan hutang

dibayar dengan hari kerja yang teradi di Jorong Padang Panjang Nagari

Pariangan Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar yang telah penulis

uraikan dalam BAB sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pelaksaan hutang dibayar dengan hari kerja yang terjadi di Jorong Padang

Panjang Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar

merupakan suatu akad hutang piutang antara pekerja sawah dengan petani

dengan standar hutang yang bervariatif bahkan cenderung adanya unsur

ketidakjelasan. Adakalanya dalam bentuk uang, hari kerja, atau dengan

uang dan hari kerja sekaligus.

2. Tinjauan Hokum Ekonomi Syariah terhadap Pelaksaan hutang dibayar

dengan hari kerja yang terjadi di Jorong Padang Panjang Nagari Pariangan

Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar dibolehkan selama standar

hutangnya jelas dan pasti, serta tidak ada kelebihan jasa dalam pembayaran

hutang. Jika ada kelebihan jasa dalam pembayaran hutang, maka hal ini

dikategorikan kedalam riba yang diharamkan dalam Islam.

E. Saran

Dari realita yang penulis temukan di lapangan, maka penulis memberikan saran

terhadap:

1. Kepada petani yang memberikan hutang terhadap pekerja sawah janganlah

mengambil kelebihan dari jasa mereka, dan bayarkanlah upah pekerjaan

mereka sesuai dengan takaran upah pekerja yang seharusnya.

2. Kepada pekerja sawah yang berhutang sebaiknya pembayaran hutang

dilakukan setelah bekerja di sawah petani agar upah yang diberikan oleh

Page 101: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

87

petani dapat dibayarkan terhadap hutang, jika terdapat kelebihan akan dapat

digunakan untuk kebutuhan.

3. Kepada masyarakat Jorong Padang Panjang Nagari Pariangan Kecamatan

Pariangan sebaiknya dalam pelaksanaan hutang haus jelas jelas dalam akad

hutang piutang dan pelaksanaan akad tersebut.

4. Kepada alim ulama dalam pemberian wirid dijelaskan bagaimana hutang

yang baik dan benar dalam Islam, agar masyarakat tidak terjerumus dalam

hal yang bertentangan dengan aturan Allah.

Page 102: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

DAFTAR PUSTAKA

Az-Zuhaily, Wahbah, 2014, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, Jilid IV, Beirut:

Darul Fikri

Al-Zuhaili, Wahbah, 2011, Fikih Islam Wa Adilatuhu, Jilid V, Cetakan Pertama,

Jakarta: Gema Insani

An-Nabhani. Taqyudidin, 1996, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, , Cet II,

Surabaya : Risalah Gusti

Anwar, Syamsul, 2008 , Hukum Perjanjian Syariah, Cet 1 Ed 1, Jakarta: Rajawali

Press

Arianti, Farida, 2014, FiqhMuamalah II, Batusangkar: STAIN Batusangkar Press

Ash-Syiddieqy, Hasbi, 2001, Pengantar Fiqh Muamalat, Semarang: Pustaka Rizki

Putra

Azzam ,Abdul Aziz Muhammad, 2017, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi dalam

Islam,Jakarta: Amzah,

Basyir, Ahmad Azhar, 2000, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam),

Yogyakarta: UII Press

Denim, Sudirman, 2002, Menjadi Peelitian Kwalitatif, Jakarta: Pustaka Setia

Djuwaini, Dimyauddi, 2008, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Hasan, M. Ali, 2004, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta: Raja

Grafindo Persada

Page 103: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

Hariri, Wawan Muhwan, 2011, Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan

dalam Islam, Bandung: Pustaka Setia

Haroen, Nasroen, 2000, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama,

Lubis, Ibrahim, Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Jilid ke-II, Jakarta: Kalam Mulia,

tt

Kasmidin, 2015, Kaidah-Kaidah Fikih dan Dawabith, STAIN Batusangkar:

Lingkar Media

Kotler, 2014, Jasa dan Krakteristiknya,

Mas’adi, Gufraon A, 2000, Fiqh Muamalah Konteksttual, Jakarta: PT Raja

Grafindo Prasada

Muslich, Ahmad Wardi, 2015, Fiqh Muamalat,Jakarta: Amza

Pasaribu, Khairuman, dan Suhrawardi K. Lubis, 1996, Hukum Perjanjian dalam

Islam, Cet I, Jakarta: Sinar

Rahman, Afzalur, 1995, Doktrin Ekonomi, Jilid II, Yogyakarta: PT Dana Bhakti

Wakaf

Rasyid, Sulaiman, 2004, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algasindo

Rozalinda, 2005, Fiqih muamalah dan Aplikasinya pada Perbankan Syar’iah,

Padang: Hayfa Press

Sabiq, Sayyid, 2009, Fiqih Sunnah, Jilid ke-V, Jakarta: Cakrawala Publishing

Sabiq, Sayyid, 2012, Fiqih Sunnah, Jakarta: Cakrawala Publishing

Sahrani, Sohari dan Ruf’ah Abdullah, 2011, Fikih muamalah, Bogor: Ghalia

Indonesia

Page 104: SKRIPSI Jurusan Ekonomi Syariah LENA FITRIYENI NIM

Sugiyono, 2008, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: CV Alfabeta

Suhendi, Hendi, 2002, Fiqih Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Syarifuddin, Amir, 2003, Garis-garis Besar Fiqih, Jakarta: Pranada Media

Gusrian,Yogie, 2017, Perspektif Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Utang Uang

Dibayar Dengan Padi Di Jorong Balai Labuah Bawah Kecamatan Lima

Kaum Kabupaten Tanah Datar, Skripsi Hukum Ekonomi Syariah, Institut

Agama Isalm Negeri Batusangkar, Batusangkar

Hidayati, Lutfi, 2017, Analisa Hukum Islam Tentang Utang Piutang Padi Basah dengan

Padi Kering studi kasus di desa Tulungagung Kec. Gadingrejo Kab.

Pringsewu, Skripsi Jurusan Muamalah, Universitas Islam Negeri Raden Intan,

Lampung

Yanti, Silvia Novi, 2018, Hukum Pelaksanaan Akad Hutang Piutang yang Tidak

Sepadam Menurut Imam Syafi’i Studi Kasus di Desa Gunung Tua

Kecamatan Penyabungan Kabupaten Mandailing Natal, Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara,

Medan

Yuswalina, 2013, Hutang Piutang dalam Perspektif Fiqh Muamalah di Desa Ujung

Tanjung Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin, Intizar (Vol.

19, No. 2): 395-409

KHES