rencana strategis - depkop.go.id dep pengawasan… · menjadi panduan bagi seluruh pihak yang...

40
| Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019 KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM REPUBLIK INDONESIA RENCANA STRATEGIS * DEPUTI BIDANG PENGAWASAN 2015 - 2019 KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DEPUTI BIDANG PENGAWASAN 2016 Revisi Pertama

Upload: others

Post on 01-Nov-2019

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

P a g e i | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

REPUBLIK INDONESIA

RENCANA STRATEGIS *

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN

2015 - 2019

KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN

2016

Revisi Pertama

P a g e i | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

KATA PENGANTAR

Suatu organisasi yang dinamis akan dihadapkan pada dua jenis lingkungan yang terus

berubah, baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Semakin besar organisasi

tersebut, maka akan semakin kompleks kondisi lingkungan yang harus dicermati secara

seksama untuk menghindarkan kesalahan dalam proses pengambilan keputusan. Agar proses

pengambilan keputusan memenuhi kriteria yang ditentukan maka diperlukan suatu pola

manajemen yang baik meliputi aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Perencanaan

yang memenuhi kriteria dalam menunjang manajemen untuk pengambilan keputusan adalah

perencanaan strategis yang tidak hanya terfokus pada masalah internal organisasi tetapi juga

pada hasil yang ingin dicapai.

Sebagai Deputi yang baru terbentuk pada tahun 2015 sebagaimana amanat Perpres

62 Tahun 2015 tentang Kementerian Koperasi dan UKM, Deputi Bidang Pengawasan

memandang perencanaan strategis menjadi suatu hal penting dalam menentukan jalannya

organisasi. Deputi Bidang Pengawasan telah berupaya mendefinisikan apa yang akan dicapai

oleh organisasi, memperjelas peran yang akan dilakukan, mengidentifikasi strategi,

memperjelas prioritas organisasi dan bagaimana cara mencapai hasil tersebut. Ke semua

hal tersebut tetap direkatkan dengan koridor Deputi Bidang Pengawasan sebagai unit

pelaksana teknis Kementerian Koperasi dan UKM dalam rangka mewujudkan Koperasi dan

UMKM yang sehat, kuat, tangguh dan mandiri untuk berkontribusi dalam perekonomian

nasional.

Tujuan penyusunan Rencana Strategis Deputi Bidang Pengawasan Tahun 2015-2019

adalah untuk menjadi pedoman dalam upaya meningkatkan kinerja Deputi Bidang

Pengawasan secara lebih baik, transparan dan akuntabel. Rencana Strategis ini, juga dapat

menjadi panduan bagi seluruh pihak yang berkepentingan terhadap upaya pengawasan

koperasi secara nasional. Dengan perencanaan yang tersistem, terstruktur dan terukur,

diharapkan Renstra ini dapat lebih meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan

pengawasan koperasi dalam rangka mewujudkan koperasi yang kuat, sehat, mandiri,

tangguh dan berdaya saing sesuai jatidiri Koperasi.

Deputi Bidang Pengawasan

P a g e i | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Kondisi Umum

1.1.1 Arti Penting Koperasi

1.1.2 Kebijakan Pembangunan Koperasi dan UMKM

1.1.3 Pencapaian Kinerja Kelembagaan dan Usaha Koperasi

1.1.4 Pengawasan Koperasi

1.1.4.1 Arti Penting Pengawasan

1.1.4.2 Pengawasan oleh Pemerintah

1.2 Potensi Dan Tantangan Pengembangan Koperasi

1.2.1 Potensi Dalam Pengembangan Koperasi

1.2.2 Tantangan Dalam Pengembangan Koperasi

BAB II VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

2.1 Visi

2.2 Misi

2.3 Tujuan

2.4 Sasaran

BAB III ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN

KERANGKA KELEMBAGAAN

3.1 Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Koperasi dan UKM

3.2 Arah Kebijakan dan Strategi Deputi Bidang Pengawasan

3.3 Kerangka Regulasi

3.4 Kerangka Kelembagaan

BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN

4.1 Target Kinerja

4.2 Kerangka Pendanaan

BAB V PENUTUP

i

ii

1

1

1

2

4

8

9

10

11

11

13

16

16

17

18

20

24

24

26

28

30

32

32

34

36

P a g e 1 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 KONDISI UMUM

1.1.1 Arti Penting Koperasi

Gerakan koperasi merupakan salah satu gerakan masyarakat tertua yang tersebar di

berbagai negara. Koperasi lahir dan berkembang pertama kali saat berlangsungnya revolusi

industri di Inggris sebagai respons para pekerja untuk mempertahankan kesejahteraan

hidup karena sebagian dari pekerjaan mereka telah digantikan oleh mesin. Sejak lahirnya

hingga kini, kelembagaan koperasi memiliki peran penting dan strategis dalam

pembangunan ekonomi di berbagai negara. Hal ini tidak hanya terjadi di negara-negara yang

mengandalkan sektor primer (khususnya pertanian), namun juga sektor-sektor sekunder

(industri) dan sektor tersier (jasa).

Perkembangan koperasi juga cukup adaptif dalam perekonomian yang didominasi oleh

sistem kapitalis. Bentuk adaptasi koperasi diwujudkan dalam penyediaan layanan yang

melindungi anggotanya dari ketidakadilan pasar. Koperasi juga mampu memberikan solusi

bagi pengusaha kecil untuk bertahan, bahkan terus mengembangkan bisnisnya. Kemampuan

koperasi tersebut tidak terlepas dari nilai dan prinsip-prinsip koperasi yang bersifat adil bagi

semua anggotanya, baik laik-laki maupun perempuan.

Nilai dan prinsip-prinsip koperasi yang diterapkan oleh berbagai koperasi di dunia telah

diharmonisasikan melalui deklarasi dari International Co-operative Alliance (ICA) yang

merupakan wadah pemersatu gerakan koperasi sedunia. Pada tahun 1995 ICA

mendeklarasikan Identitas Koperasi (Co-operative Identity) yang terdiri dari definisi, nilai dan

prinsip-prinsip koperasi. Koperasi didefinisikan sebagai “perkumpulan otonom dari orang-

orang yang bergabung secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi,

sosial dan budaya mereka yang sama melalui perusahaan yang dimiliki dan diawasi secara

demokratis”. Koperasi melandaskan nilai-nilai menolong diri sendiri, bertanggungjawab

kepada diri sendiri, demokrasi, persamaan, keadilan dan solidaritas. Berdasarkan tradisi para

pendirinya, para anggota koperasi percaya pada nilai-nilai etis kejujuran, keterbukaan,

tanggung jawab sosial dan peduli pada orang lain. Sementara itu, tujuh prinsip koperasi yang

perlu dijadikan pedoman bagi koperasi dalam melaksanakan nilai-nilai koperasi, yaitu (i)

keanggotaan yang bersifat terbuka; (ii) pengelolaan yang bersifat demokratis; (iii) partisipasi

P a g e 2 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

anggota dalam ekonomi; (iv) kebebasan dan otonomi; (v) pendidikan, pelatihan dan

informasi; (vi) kerja sama antar koperasi; dan (vii) kepedulian terhadap masyarakat.

Berdasarkan definisi, nilai dan prinsip-prinsip koperasi, ICA berupaya untuk terus mendorong

agar gerakan koperasi semakin maju dan mampu membantu anggotanya dalam

meningkatkan kesejahteraan hidup mereka melalui upaya kolektif yang produktif, efektif dan

efisien serta berkelanjutan. Sampai tahun 2013, ICA memiliki 269 federasi koperasi, termasuk

Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), yang berasal dari 94 negara di dunia dengan total lebih

dari 1 miliar anggota koperasi.

Pada tahun 2012 ICA menyusun ICA Blueprint the “2020 vision” dimana bentuk usaha

koperasi pada tahun 2020 ditargetkan akan menjadi: (i) pemimpin dalam pembangunan

ekonomi, sosial dan lingkungan yang berkelanjutan; (ii) model usaha yang paling disukai

masyarakat; dan (iii) bentuk usaha yang paling cepat berkembang. Dokumen ini saat ini

masih dalam tahap finalisasi. Rencana ICA tersebut didukung oleh organisasi Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyatakan tahun 2012 sebagai tahun koperasi dunia dengan

tujuan untuk (i) meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kontribusi koperasi

dalam pembangunan sosial ekonomi dan pencapaian Millennium Development Goals; (ii)

mempromosikan pembentukan dan pertumbuhan koperasi; serta (iii) mendorong pemerintah

untuk memantapkan kebijakan, hukum dan peraturan yang kondusif bagi pembentukan,

pertumbuhan dan stabilitas koperasi. Dukungan PBB bagi koperasi ini didasarkan pada

keberhasilan koperasi untuk mendukung pengurangan kemiskinan, penciptaan lapangan

kerja, dan penguatan integrasi sosial dalam mewujudkan globalisasi yang adil.

1.1.2 Kebijakan Pembangunan Koperasi dan UMKM

Pembangunan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan

salah satu upaya pencapaian tujuan negara dan bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu untuk

memajukan kesejahteraan umum. Pelaksanaannya menggunakan landasan azas

kekeluargaan (pasal 33 ayat 1) dan penyelenggaraan perekonomian nasional yang berdasar

atas demokrasi ekonomi (pasal 33 ayat 4). Pembangunan koperasi dan UMKM juga dilakukan

dalam rangka pelaksanaan amanat beberapa Undang-Undang (UU) yaitu :

P a g e 3 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

1. Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yaitu pembangunan

koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan seluruh rakyat

Indonesia yang diarahkan untuk membangun koperasi yang sehat, kuat, tangguh dan

mandiri berdasarkan prinsip koperasi sehingga mampu berperan serta untuk

mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD

1945.

2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah yaitu

pembangunan UMKM merupakan bagian yang integral dalam pembangunan

perekonomian nasional yang diselenggarakan secara menyeluruh, optimal, dan

berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan

berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya,

sehingga mampu meningkatkan kedudukan, peran, dan potensi UMKM dalam

mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat,

penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan.

Amanat UUD 1945 dan 2 (dua) Undang-Undang tersebut mengarahkan pembangunan

Koperasi dan UMKM untuk dilaksanakan melalui pendekatan keberpihakan (affirmative) dan

pendekatan pengembangan kemandirian. Pendekatan keberpihakan diwujudkan dalam

bentuk pemberian kesempatan berusaha, dukungan peningkatan kapasitas usaha dan

keterampilan, serta perlindungan usaha terutama bagi koperasi dan UMKM yang berkembang

di antara masyarakat berpendapatan rendah. Pada saat yang sama, pembangunan koperasi

dan UMKM diarahkan untuk membangun kemandirian dan daya saing melalui penciptaan

iklim usaha yang kondusif, penerapan iptek, dan penguatan skala ekonomi sehingga memiliki

posisi tawar yang tinggi dalam menghadapi kondisi pasar yang dinamis. Pembangunan

koperasi dan UMKM juga diarahkan untuk memperkuat meningkatkan kontribusinya dalam

perekonomian, baik dalam penanggulangan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja,

maupun dalam peningkatan nilai tambah perekonomian yang menyokong pertumbuhan

ekonomi yang tinggi dan pembangunan berkelanjutan.

Dalam lima tahun ke depan yaitu 2015-2019, pembangunan koperasi dan UMKM akan

dilaksanakan melalui berbagai kebijakan untuk meningkatkan daya saing koperasi dan UMKM.

Kebijakan-kebijakan tersebut mencakup upaya-upaya peningkatan kapasitas dan kinerja

usaha koperasi dan UMKM, penguatan dan perluasan peran sistem pendukung usaha, dan

P a g e 4 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

peningkatan dukungan iklim usaha. Hal ini sejalan dengan tiga tataran pembangunan

koperasi dan UMKM dimana pada tataran makro, kebijakan pembangunan koperasi dan

UMKM mencakup perbaikan lingkungan usaha yang diperlukan untuk mendukung

perkembangan koperasi dan UMKM. Beberapa isu lingkungan usaha di antaranya berkaitan

dengan peraturan, persaingan usaha, biaya transaksi, formalisasi usaha, pengarusutamaan

gender serta peran pemerintah, swasta dan masyarakat.

Kebijakan pembangunan koperasi dan UMKM pada tataran meso mencakup

peningkatan sistem pendukung usaha yang mencakup lembaga atau sistem yang

menyediakan dukungan bagi peningkatan akses koperasi dan UMKM ke sumber daya

produktif dalam rangka perluasan usaha dan perbaikan kinerja. Sumber daya produktif

mencakup bahan baku, modal, tenaga kerja terampil, informasi dan teknologi. Perluasan

usaha mencakup peningkatan tata laksana kelembagaan, peningkatan kapasitas dan

perluasan jangkauan pasar.

Sementara itu kebijakan pembangunan koperasi dan UMKM pada tataran mikro

mencakup peningkatan kualitas kelembagaan koperasi dan UMKM serta perbaikan kapasitas

dan kualitas sumber daya manusia (SDM) baik dari aspek kewirausahaan, maupun

kemampuan teknis, manajemen dan pemasaran. Ketiga tataran kebijakan pembangunan

koperasi dan UMKM tersebut telah menjadi acuan rencana kerja Kementerian Koperasi dan

UKM dalam periode 2000-2004, 2004-2009 dan 2010-2014. Hasilnya menunjukkan masih

banyak perbaikan yang perlu dilakukan untuk mewujudkan koperasi dan UMKM yang

memiliki usaha yang berkelanjutan, mandiri dan berdaya saing. Perkembangan koperasi

dan UMKM juga masih membutuhkan dukungan kebijakan yang membantu koperasi dan

UMKM dalam merespons perubahan pasar dan perekonomian yang dinamis. Koperasi dan

UMKM juga perlu diperkuat sehingga mampu berkontribusi pada perbaikan struktur pelaku

usaha nasional menjadi lebih kokoh dan seimbang, baik dalam skala usaha, strata maupun

sektoral.

1.1.3 Pencapaian Kinerja Kelembagaan dan Usaha Koperasi

Perkembangan koperasi di Indonesia saat ini menunjukkan kinerja yang secara umum

positif (Tabel 1.1). Pada periode 2009 sampai 2013, jumlah unit dan anggota koperasi terus

meningkat dengan rata-rata pertumbuhan unit sekitar 4,2 persen, dan anggota sebesar 4,1

persen. Rata-rata jumlah anggota pada tahun 2015 adalah sekitar 178 orang per koperasi.

P a g e 5 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

Di sisi lain, perkembangan tersebut menunjukkan kebutuhan yang tinggi terhadap

pendampingan dalam penerapan prinsip-prinsip koperasi. Hal ini mengingat baru sekitar

38,68 persen dari koperasi aktif yang sudah melaksanakan rapat anggota tahunan (RAT)

pada tahun 2015. Profesionalisme pengelolaan koperasi juga perlu ditingkatkan.

Tabel 1.1 Perkembangan Kelembagaan dan Usaha Koperasi

Perkembangan usaha koperasi yang ditunjukkan dari aspek-aspek modal, volume usaha

dan sisa hasil usaha (SHU) juga menunjukkan kinerja yang terus meningkat (Gambar 1.1).

Jumlah modal koperasi meningkat rata-rata sekitar 28,9 persen, yang utamanya didorong

oleh peningkatan partisipasi anggota dalam memupuk modal koperasi secara mandiri. Kondisi

ini mendorong perbaikan rasio modal sendiri dan modal luar koperasi (Tabel 1.1), dan

menjadi indikasi peningkatan kemandirian koperasi. Peningkatan SHU yang lebih tinggi

dibandingkan dengan volume usaha menunjukkan perbaikan nilai kemanfaatan ekonomi

koperasi, selain kemanfaatan dari layanan dan produk yang disediakan koperasi bagi

anggotanya.

P a g e 6 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

Gambar 1.1 Perkembangan Kinerja Usaha Koperasi Dalam 10 Tahun Terakhir

Berdasarkan kegiatan ekonomi, populasi koperasi terbesar terdapat di sektor tersier

(78,0 persen), sedangkan proporsi koperasi di sektor primer dan sekunder masing-masing

adalah sebesar 21,0 persen dan 1,0 persen. Sementara berdasarkan jenis, proporsi koperasi

konsumen merupakan yang terbesar (Gambar 1.2). Khusus untuk Koperasi Simpan Pinjam

(KSP), perkembangannya menunjukkan peran yang semakin penting dalam mendukung

keuangan inklusif di Indonesia. Jumlah KSP sampai dengan Oktober 2012 adalah sebanyak

8.761 unit dengan jumlah anggota lebih dari 2,9 juta orang. Di luar populasi KSP, terdapat

86.203 koperasi non KSP yang memiliki unit simpan pinjam (USP) yang melayani lebih dari

14,8 juta anggotanya. Layanan pembiayaan yang disediakan oleh USP pada koperasi serba

usaha bahkan berperan sentral dalam mendukung keberlanjutan usaha-usaha produktif skala

mikro dan kecil terutama di sektor pertanian, perikanan dan industri kecil di perdesaan.

P a g e 7 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

Gambar 1.2 Struktur Koperasi Aktif Berdasarkan Jenis Koperasi

Sementara secara kewilayahan, perbandingan jumlah koperasi aktif antara Jawa dan

Luar Jawa menunjukkan proporsi sebesar 52,2 persen koperasi aktif berada di Jawa dan 47,6

persen koperasi aktif berada di luar Jawa. Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat

memiliki jumlah koperasi aktif terbesar di wilayah Jawa dan Indonesia, sedangkan Provinsi

Sumatera Utara, Sulawesi Selatan dan Bali memiliki jumlah koperasi aktif terbesar di luar

Jawa. Gambaran mengenai perkembangan koperasi tersebut menunjukkan kebutuhan

terhadap kebijakan pembangunan koperasi yang difokuskan pada perbaikan penerapan

prinsip-prinsip koperasi dan penguatan pengelolaan usaha koperasi. Peran aktif anggota

koperasi juga perlu diperkuat dalam rangka mempercepat kemandirian koperasi. Koperasi

juga dapat ditingkatkan kemampuannya untuk berkembang besar dan sejajar dengan bentuk

bangun ekonomi lain tanpa harus meninggalkan jatidirinya. Peran koperasi sebagai kekuatan

penyeimbang (countervailing power) perlu diperkuat dalam peningkatan kesejahteraan

rakyat yang tidak hanya berorientasi pada aspek pertumbuhan saja namun juga pada aspek

pemerataan. Upaya tersebut perlu dilengkapi dengan perbaikan kinerja koperasi berdasarkan

bidang dan lokasi usahanya. Hal ini sangat penting dilakukan dalam rangka mendorong

pertumbuhan koperasi untuk menjadi penggerak perekonomian khususnya di sentra-sentra

produksi di luar Jawa.

P a g e 8 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

1.1.4 Pengawasan Koperasi

Pengawasan terhadap Koperasi oleh Pemerintah kini mulai memasuki titik awal

penggalakan dengan dibentuknya Deputi Bidang Pengawasan pada Kementerian Koperasi

dan UKM. Pelembagaan ini tentulah belum ideal, sebab bila bersandar pada UU Nomor

17/2012 tentang Perkoperasian (yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 28 Mei 2013)

mandat yang diwajibkan adalah membentuk “Lembaga Pengawas Koperasi” yang

independen. Akan tetapi langkah membentuk kedeputian pengawasan ini pun sangat kita

apresiasi dan tepat untuk menjawab kebutuhan pengawasan, mengingat bahwa (1) jumlah

koperasi dengan semua variannya di sektor keuangan (usaha simpan pinjam) dan sektor riil,

telah tumbuh begitu pesat, (2) tidak sedikit pula praktik usaha koperasi menyimpang dari

nilai-jatidiri dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Suwandi, 2016).

Filosofi pertama yang mendasari lahirnya Deputi Bidang Pengawasan, adalah

sebagaimana tugas Kementerian Koperasi dan UKM yang meliputi 2 (dua) Aspek yaitu (1)

Pembinaan koperasi dan (2) pengawasan koperasi Pelaksanaan kedua tugas tersebut harus

dipisahkan, tidak bisa dicampur/digabung. Padahal dahulu ketika jumlah koperasi masih

18.000 unit, Departemen Koperasi pernah memiliki unit pengawasan, meskipun hanya level

setingkat Direktur. Sekarang ketika jumlah koperasi telah mencapai 209.000 unit, justru

aspek pengawasan dihilangkan? Yang ada semua pekerjaan dilaksanakan oleh Deputi

Kelembagaan yang mengurus kelembagaan koperasi itu sendiri, pengawasan, Dekopin dan

Biro Hukum, sehingga keputusan pembentukan Deputi Bidang Pengawasan merupakan

langkah maju dan tepat.

Kemudian yang kedua, bahwa sektor : Hukum, Keuangan, Agama, Luar Negeri dan

Hankam menjadi urusan Pemerintah Pusat, dan tugas pokok dan fungsi Kementerian

Koperasi dan UKM di dalamnya adalah mengelola sektor : keuangan; sub sektor : perantara

keuangan; dan bidang : Simpan Pinjam. Maka terkait dengan karakteristik sektor keuangan

harus ada fungsi regulator yang bertugas mengatur, mengawasi, memeriksa, menilai

kesehatan dan menerapkan sanksi. Supaya tidak terjadi kebingungan dan dikotomi

pengawasan di lapangan antara OJK dan Kementerian Koperasi dan UKM, mengingat yang

terjadi selama ini kalau ada kasus baru diserahkan ke Kementerian.

P a g e 9 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

1.1.4.1 Arti Penting Pengawasan

Sedikitnya terdapat tiga pertimbangan pentingnya pemerintah melaksanakan

pengawasan terhadap koperasi, yaitu: sosiologis, yuridis dan ekonomi. Argumentasi

sosiologis memandang bahwa usaha simpan pinjam oleh koperasi pada dewasa ini telah

menjadi suatu bagian dari peri kehidupan bermasyarakat bukan saja sebagai suatu pranata,

melainkan suatu lembaga yang perlu diatur dan diawasi secara baik. Perilaku menyimpang

dalam pengelolaan koperasi yang ada selama ini, bukan saja meresahkan anggota, akan

tetapi membawa dampak negatif bagi pengembangan koperasi di masyarakat. Kasus-kasus

menyimpang dalam praktik koperasi yang kerap muncul pada akhir-akhir ini, mestinya

menjadi pelajaran untuk perlunya penyelenggaraan pengawasan yang baik (champion

supervision)

Argumentasi yuridis meletakkan dasar-dasar hukum pelaksanaan pengawasan

terhadap koperasi, yaitu: (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian,

khususnya pasal 60-64 mengenai Pembinaan yang mencakup aspek penciptaan iklim usaha,

bimbingan dan perlindungan terhadap koperasi, (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

1995 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, yang intinya, bahwa “Menteri” melakukan

Pengawasan melalui pendekatan: kepatuhan, penilaian kesehatan dan kehati-hatian,

pemeriksaan, tindakan penyelamatan dan pembubaran.

Dari sisi ini bahwa pengawasan pemerintah terhadap koperasi adalah dalam rangka

pembinaan guna mewujudkan koperasi yang sehat, kuat dan mandiri. Jadi pengawasan

pemerintah tidak menempatkan sebagai Lembaga super body yang kuat dan menakutkan.

Secara fundamental ekonomi, urgensi pengawasan terhadap koperasi, khususnya Usaha

Simpan Pinjam (USP) oleh Koperasi ialah: Pertama, KSP merupakan Lembaga keuangan

yang salah satu kegiatannya menghimpun dana dari anggota, calon anggota, koperasi lain

dan anggotanya, sehingga pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melindungi dana

milik anggota dan masyarakat yang berisiko disalahgunakan oleh seseorang atau

sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab demi untuk kepentingan pribadi atau

sekelompok orang.

Kedua, volume usaha KSP tiap tahun mengalami peningkatan secara terus-

menerus, sebagai bagian dari sistem jasa keuangan nasional USP oleh koperasi memiliki

potensi unsur mengganggu stabilitas ekonomi jika terjadi risiko reputasi akibat

penipuan atau

P a g e 10 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

penyelewengan (fraud) yang dilakukan pengurus/pengelola/ pengawas koperasi. Ketiga, USP

oleh koperasi saat ini telah menjadi agent linkage beberapa lembaga jasa keuangan lain, baik

bank dan nonbank serta lembaga pembiayaan lainnya. Kegagalan pengelolaan risiko oleh

USP koperasi akan dapat menyebabkan kerugian dana masyarakat yang dikelola oleh

bank/nonbank dan atau lembaga pembiayaan, seperti kredit Usaha Rakyat (KUR) linkage dan

sebagainya. Keempat, USP koperasi saat ini telah banyak mendapatkan layanan dari

Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) yang tidak lain adalah dana milik pemerintah yang

perlu dilindungi dari risiko default atau gagal bayar. Kelima, kontribusi USP oleh koperasi

dalam pemberian pembiayaan atau pinjaman kepada nasabah peminjam ternyata jauh lebih

besar dari apa yang mampu diberikan oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

1.1.4.2 Pengawasan oleh Pemerintah

Pengawasan koperasi oleh pemerintah, atau oleh lembaga mana pun termasuk

pengawasan yang dilakukan internal oleh “pengawas” koperasi sendiri, tidak serta-merta

direspons positif oleh koperasi. Pantauan di lapangan dan informasi kalangan pembina

koperasi dari berbagai daerah: banyak koperasi yang merasa ketakutan bahkan ada yang

menolak atas penerapan pengawasan. Hal itu harus diakui sebagai suatu tantangan, sebab

selama ini pengawasan memang berjalan longgar atau bahkan tidak dilaksanakan.

Pengawasan terhadap koperasi oleh pemerintah, mestilah dijalankan sebagaimana

arsitektur pengawasan itu sendiri ialah sebagai bagian dari proses pembinaan. Sebab

pengawasan dari yang semula longgar menjadi diketatkan atau dari yang belum ada menjadi

ada, merupakan suatu lompatan yang memerlukan kearifan dalam implementasinya. Untuk

itu disarankan kepada pemerintah dalam hal ini kedeputian pengawasan agar menempuh

tiga langkah antisipasi implementasi, yaitu : sosialisasi, pembudayaan pengawasan dan

konsolidasi pelaksanaan.

Sosialisasi kepada khalayak koperasi perlu dijalankan secara terencana dan

menyeluruh, sehingga para pelaku koperasi dapat mengerti dan memahami maksud dan

manfaat dari kebijakan pengawasan yang dilakukan pemerintah. Pembudayaan pengawasan

merupakan upaya yang diharapkan terjadi dimana pengawasan disadari tidak semata-mata

sebagai suatu kewajiban melainkan sebagai suatu kebutuhan yang semestinya ada dan

dilaksanakan secara berkualitas. Konsolidasi menyangkut perubahan-perubahan yang

P a g e 11 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

diperlukan di koperasi untuk dapat dilaksanakannya suatu mekanisme jalannya pengawasan

secara baik, teratur dan lancar. Terhadap semua langkah tersebut tentulah diperlukan

serangkaian regulasi dan norma aturan mengenai penyediaan instrumen pendukungnya,

pelaksana pengawasan dan insentif yang tepat untuk membangun budaya pengawasan yang

berkeadilan

1.2 POTENSI DAN TANTANGAN DALAM PENGEMBANGAN KOPERASI

1.2.1 Potensi Pengembangan Koperasi

Keberadaan koperasi di Indonesia saat ini masih ditanggapi dengan pola pikir yang

beragam. Sebagian besar masyarakat memahami koperasi sebagai lembaga ekonomi yang

berwatak sosial sehingga ditafsirkan secara sempit bahwa koperasi merupakan organisasi

yang menjalankan aktivitas ekonomi dengan tujuan hanya untuk peningkatan kesejahteraan

anggotanya. Sebagian pihak lainnya sebenarnya sudah memiliki pemahaman yang lebih luas

dimana koperasi dipandang sebagai bentuk kelembagaan yang mengatur tata ekonomi yang

berlandaskan jiwa dan semangat kebersamaan dan kekeluargaan. Pandangan yang terakhir

ini menunjukkan koperasi sebagai organisasi sosial ekonomi. Hal ini juga sejalan dengan

prinsip koperasi yang tidak hanya berfokus pada pengembangan organisasi dan anggota

(eksklusif), namun juga pada kontribusi koperasi pada pembangunan masyarakat (inklusif).

Pemahaman terhadap identitas koperasi ini merupakan hal yang penting dalam upaya

pengembangan koperasi di seluruh dunia, terlepas dari apakah suatu negara berideologi

kapitalis atau sosialis, tergolong negara maju atau negara berkembang, dll. Pemahaman

tentang jiwa dan semangat kebersamaan dan kekeluargaan yang ada di dalam identitas

koperasi juga merupakan titik sentral dalam memahami posisi koperasi sesuai amanat Pasal

33 UUD 1945.

Sebagai suatu bentuk organisasi sosial-ekonomi, koperasi memiliki karakteristik yang

sesuai untuk dapat mengelola berbagai potensi yang dimiliki Indonesia secara lebih optimal,

baik keragaman sumber daya alam hayati maupun keragaman sosial-budaya. Peran koperasi

tersebut diwujudkan melalui kegiatan usaha kolektif yang melibatkan partisipasi aktif

masyarakat (anggota), salah satunya melalui pelibatan anggota dalam kegiatan produksi,

pengolahan dan pemasaran. Koperasi dapat berperan untuk memfasilitasi peningkatan posisi

P a g e 12 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

tawar dan efisiensi kolektif anggotanya yang merupakan para pelaku usaha mikro, kecil dan

menengah (UMKM) yang menjadi anggotanya, baik yang berstatus sebagai produsen

maupun konsumen. Efisiensi dan efektivitas usaha anggota koperasi dapat dicapai karena

pemasaran, pembelian input produksi, pemanfaatan modal (simpan-pinjam), dan pengadaan

serta penggunaan fasilitas usaha dilakukan secara bersama. Kebersamaan ini akan

mengurangi risiko persaingan di antara anggota, meningkatkan posisi tawar terhadap pihak

eksternal, dan menghasilkan manfaat yang adil (positive sum game). Dengan demikian,

koperasi memiliki potensi yang sangat strategis untuk berperan sebagai wahana yang

memfasilitasi keterpautan yang solid antara sektor primer, sekunder, dan tersier.

Pengembangan koperasi yang melibatkan pemasok, produsen, pengolah dan pemasar

menjadikan pendekatan rantai pasok (supply chain) lebih mudah untuk diimplementasikan.

Koperasi dapat menaungi ribuan produsen skala mikro dan kecil di wilayah-wilayah dengan

aksesibilitas yang kurang baik, dan memfasilitasi mereka untuk meningkatkan nilai tambah

produk dan pemasarannya melalui pengolahan dan pemasaran bersama. Dalam hal ini,

koperasi tidak saja berperan sebagai faktor pencipta produktivitas dan nilai tambah yang

tinggi bagi produk anggotanya, namun juga menjalankan fungsi konektivitas antara sektor

primer dan sektor sekunder di suatu wilayah. Fungsi konektivitas tersebut dapat

dikembangkan lebih lanjut oleh koperasi melalui penyediaan jasa-jasa usaha (penyimpanan,

pengendalian mutu, pengemasan, pengangkutan, sarana pemasaran, dll.) yang mendukung

proses rantai pasok dapat berjalan dengan baik.

Peran koperasi dalam penguatan ekonomi tersebut di atas pada umumnya juga

dilengkapi dengan penyediaan layanan untuk memenuhi kebutuhan sosial-budaya

anggotanya. Hal ini diwujudkan melalui penyediaan layanan pendidikan dan peningkatan

ketrampilan, pemeliharaan kesehatan, pengadaan perumahan dan fasilitas umum lainnya

bagi anggota koperasi. Layanan sosial-budaya ini dapat meningkatkan kualitas penghidupan

anggota koperasi, sekaligus memperkuat modal sosial di masyarakat. Bahkan di berbagai

negara maju dan berkembang lainnya, kalangan masyarakat kelas menengah dan atas

menggunakan kelembagaan koperasi tidak saja untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas

dan keberlanjutan usahanya, namun juga untuk mendukung peningkatan kualitas hidup

mereka.

P a g e 13 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

Sementara itu sejalan dengan perubahan perekonomian secara global, peran koperasi

juga dibutuhkan sebagai platform usaha bersama bagi UMKM di Indonesia dalam menghadapi

persaingan yang semakin intensif. Dengan bergabung dalam koperasi, UMKM dapat

menciptakan skala usaha yang memadai sehingga dapat mengembangkan berbagai produk

unggulan dengan skala volume dan kualitas yang memadai. Koperasi bahkan dapat

memfasilitasi UMKM untuk berkembang menjadi usaha skala besar, sebagaimana ditunjukkan

oleh berbagai koperasi skala besar yang sudah digolongkan menjadi perusahaan terbesar di

negara-negara maju.

1.2.2 Tantangan Dalam Pengembangan Koperasi

Tantangan pengembangan koperasi ke depan yaitu (i) menjadikan koperasi sebagai

wadah usaha bersama yang menjadi pilihan untuk meningkatkan efisiensi usaha dan kualitas

penghidupan masyarakat; dan (ii) meningkatkan kontribusi koperasi dalam perekonomian.

Tantangan ini sejalan visi ICA pada tahun 2020 yang ingin menjadikan koperasi sebagai (i)

pemimpin dalam pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan yang berkelanjutan; (ii)

model usaha yang paling disukai masyarakat; dan (iii) bentuk usaha yang paling cepat

berkembang.

Kedua tantangan pengembangan koperasi di atas dilatarbelakangi oleh permasalahan

yang dihadapi oleh koperasi saat ini, yaitu belum ditemukannya bentuk koperasi dan model

pengembangan yang paling sesuai untuk Indonesia. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh krisis

yang dialami gerakan koperasi Indonesia yaitu krisis ideologi, krisis jatidiri dan krisis

kaderisasi. Krisis ideologi merupakan dampak dari proses Amandemen UUD 1945 yang

berdampak signifikan bagi posisi koperasi dalam struktur perekonomian nasional. Krisis

jatidiri merupakan dampak dari citra koperasi yang menurun karena kegagalan

pengembangan koperasi di masa lalu, atau kasus-kasus tertentu terkait akuntabilitas

koperasi. Krisis jatidiri juga diwarnai dengan adanya koperasi tidak aktif, penurunan

partisipasi anggota, berkembangnya usaha koperasi yang berbasis modal, dan penyediaan

layanan untuk non anggota. Sementara itu krisis kaderisasi merupakan dampak dari krisis

ideologi dan jatidiri. Krisis kaderisasi ini muncul dalam bentuk rendahnya pemahaman dan

motivasi generasi muda untuk berkoperasi. Berbagai krisis tersebut menyebabkan

pengembangan koperasi hampir mengalami stagnasi dan involusi.

P a g e 14 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

Pengembangan koperasi saat ini juga belum memanfaatkan kekuatan dan potensi

bangsa secara optimal. Hal ini disebabkan rendahnya jumlah sumber daya manusia (SDM)

yang memiliki karakter dan kualitas sebagai wira koperasi (co-operative entrepreneurs), yang

mampu menggerakkan usaha kolektif untuk mengolah sumber daya alam yang ada. Kondisi

ini menyebabkan peran koperasi pengembangan keterkaitan sektor primer-sekunder-tersier

dalam skema kerja sama usaha berbasis rantai nilai dan rantai pasok masih terbatas.

Permasalahan rendahnya keterkaitan antara sektor primer-sekunder dan tersier sangat

dirasakan sebagai hambatan pembangunan perekonomian, khususnya di tingkat akar

rumput. Kondisi ini selanjutnya berdampak pada minimnya kesempatan bagi masyarakat

Indonesia yang bermata pencaharian di sektor primer seperti pertanian, perikanan dan

kehutanan untuk memperoleh tingkat pendapatan yang lebih baik.

Berbagai permasalahan tersebut juga dipengaruhi oleh keterbatasan fasilitasi yang

disediakan oleh pemangku kepentingan, terutama pemerintah, dalam bentuk iklim usaha

(regulasi dan kebijakan) yang kondusif. Keterbatasan peran dari lembaga pendukung

koperasi, baik terkait pendidikan, pembiayaan, maupun pemasaran juga mempengaruhi

kapasitas koperasi untuk berkembang. Dampak dari krisis dan permasalahan tersebut yaitu

profesionalisme dan daya saing kelembagaan dan usaha koperasi yang rendah. Kondisi ini

kurang menguntungkan dalam era perekonomian yang semakin terbuka dan ditandai dengan

intensitas persaingan yang semakin tinggi. Secara umum, permasalahan yang dihadapi dalam

pengembangan koperasi di Indonesia dapat diringkas berdasarkan empat kelompok yaitu:

usaha koperasi, organisasi koperasi, SDM, serta sistem pendukung dan iklim usaha.

Penanganan berbagai tantangan dan permasalahan tersebut di atas membutuhkan

dukungan kebijakan yang seimbang antara keberpihakan dan pembangunan kemandirian.

Hal ini mengingat sebagian besar koperasi masih berada pada skala kecil yang melingkupi

usaha-usaha skala mikro, sehingga kebijakan keberpihakan dibutuhkan untuk membangun

semangat dan keyakinan berkoperasi di kelompok akar rumput. Di sisi lain, kebijakan

pembangunan kemandirian koperasi juga perlu dikedepankan mengingat koperasi

merupakan organisasi yang berbasis anggota serta memiliki nilai dan prinsip-prinsip

partisipasi, kebersamaan dan kemandirian. Pelaksanaan dua skema kebijakan tersebut juga

membutuhkan koordinasi yang intensif di antara pemangku kepentingan koperasi.

Kelemahan koordinasi antara pemerintah dan gerakan koperasi, serta dengan pemangku

P a g e 15 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

kepentingan lainnya, yang selama ini ada perlu ditangani dengan membangun sinergi dan

kerja sama dalam rangka pengembangan koperasi yang berkelanjutan.

Tabel 1.2. Permasalahan dalam Pengembangan Koperasi Indonesia

Aspek Permasalahan

Organisasi 1. Masih banyak koperasi yang belum menerapkan nilai dan prinsip koperasi secara benar

2. Koperasi belum memiliki visi untuk menjadi modern (SDM, organisasi, usaha dan inovasi)

3. Rendahnya profesionalisme dan akuntabilitas dalam pengelolaan koperasi

4. Masih banyaknya koperasi yang berorientasi atau bergantung pada bantuan pemerintah

5. Masih banyak koperasi yang tidak aktif

Usaha 1. Kurangnya kesadaran anggota koperasi untuk berpartisipasi dalam meningkatkan modal koperasi dan memajukan usaha koperasi

2. Kurangnya kapasitas koperasi untuk berinovasi dalam pengembangan produk dan layanan bagi anggota

3. Kurangnya kemampuan koperasi untuk memenuhi target produksi (kualitas, kuantitas dan kontinuitas) sesuai permintaan pasar

4. Terbatasnya kemampuan koperasi untuk menjangkau pasar terutama dalam promosi produk, akses informasi pasar dan saluran pemasaran

5. Terbatasnya jaringan usaha dan pemasaran antar koperasi dan antara koperasi dan usaha besar

SDM 1. Banyak anggota yang tidak mengerti tentang koperasi

2. Kurangnya keteladanan koperasi

3. Mentalitas dan orientasi bisnis SDM koperasi masih rendah

4. Rendahnya kapasitas dan kualitas SDM koperasi dalam mengakses teknologi informasi, jaringan produksi dan pemasaran

5. Kurangnya jangkauan penyuluhan dan diklat perkoperasian

Sistem Pendukung

dan Iklim Usaha

1. Regulasi dan kebijakan di tingkat pusat dan daerah yang belum mendukung perkembangan koperasi

2. Fungsi kelembagaan pemberdayaan dan infrastruktur koperasi belum optimal, terutama di bidang pendidikan, pembiayaan, dan pemasaran

3. Kurangnya koordinasi dan keterpaduan antar pemangku kepentingan koperasi

4. Belum tersedianya data yang lengkap dan valid mengenai perkembangan koperasi sehingga menyulitkan pemetaan dan pembinaan

5. Kurangnya kesiapan pemerintah dan dunia usaha untuk menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015

P a g e 16 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

BAB II

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

2.1 VISI

Visi dan Misi Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2015-2019 diarahkan untuk

mendukung pencapaian Visi Presiden terpilih periode 2014-2019, sebagaimana tertuang di

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Hal tersebut,

selanjutnya dijabarkan ke dalam visi dan misi Kementerian Koperasi dan UKM Tahun 2015-

2019, yaitu :

“Mewujudkan Koperasi dan UMKM yang Sehat, Kuat, Tangguh dan Mandiri untuk

Berkontribusi Dalam Perekonomian Nasional”

Untuk lebih menajamkan pemahaman visi Kementerian Koperasi dan UKM tersebut, Deputi

Bidang Pengawasan telah merumuskan visi Tahun 2015-2019, sebagai berikut:

“Menjadi unit pengawas koperasi yang kredibel dan efektif yang mampu

mewujudkan koperasi yang Sehat, Kuat, Tangguh dan Mandiri”

Visi ini mencerminkan cita-cita dan harapan Deputi Bidang Pengawasan untuk menjadikan

pejabat pengawasan koperasi yang efektif dan kredibel dalam menjalankan perannya

mewujudkan koperasi yang sehat, kuat, tangguh dan mandiri.

Pejabat pengawasan koperasi yang kredibel adalah kondisi dimana seluruh unsur

pengawas koperasi, baik secara individu maupun institusional dapat dipercaya dan meyakinkan

karena dapat diandalkan dan teruji dalam melakukan pengawasan koperasi sesuai dengan norma

dan kode etik yang berlaku.

Pejabat pengawasan koperasi yang efektif adalah kondisi dimana unsur pengawas

koperasi, baik secara individu maupun institusional mampu menjalankan tugas dan fungsinya

dengan baik dari segi proses maupun hasilnya, sehingga dapat memberikan manfaat dalam

mewujudkan koperasi yang sehat, kuat, tangguh dan mandiri.

P a g e 17 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

2.2 MISI

Demi mewujudkan visinya, maka Deputi Bidang Pengawasan perlu menjalankan misi

yang tepat yaitu :

1. Mewujudkan pengawasan koperasi yang kredibel dan efektif.

2. Meningkatkan koperasi yang kuat, sehat, tangguh dan mandiri sesuai

dengan jatidiri Koperasi.

Upaya pencapaian visi tidak mungkin dilakukan oleh Deputi Bidang Pengawasan secara

individual, tetapi harus dilaksanakan bersama seluruh stakeholder Kementerian Koperasi dan

UKM serta Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota. Upaya pencapaian misi ini dilakukan melalui

berbagai langkah perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan pembangunan Koperasi

dan UMKM.

Nilai Organisasi

Organisasi yang baik memerlukan penerapan nilai-nilai yang baik pula, terutama agar

dapat menjabarkan misinya sehingga tercapai visi yang diharapkan. Nilai-nilai yang disepakati

untuk diterapkan dalam Deputi Bidang Pengawasan antara lain:

1. Integritas

Integritas berarti mengutamakan perilaku terpuji, disiplin dan penuh pengabdian.

Integritas juga diartikan sebagai mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan

kesatuan utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan

kewibawaan dan kejujuran.

2. Kerja Keras

Kerja keras berarti mengerjakan secara sungguh-sungguh tanpa mengenal lelah dan

tidak akan berhenti sebelum target kerja tercapai dan selalu mengutamakan atau

memperhatikan kepuasan hasil pada setiap kegiatan yang telah dilakukan.

3. Profesional

Profesional berarti menyelesaikan tugas dengan baik, tuntas dan mengutamakan

kompetensi (keahlian) dalam bidang pembangunan Koperasi dan UMKM.

P a g e 21 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

4. Akuntabel

Akuntabel adalah dapat mempertanggungjawabkan tugas dengan baik dari segi

proses maupun hasil.

5. Inovatif

Inovatif berarti usaha dengan mendayagunakan pemikiran dan kemampuan dalam

menghasilkan sesuatu kreasi/karya baru yang diharapkan dapat mendorong

percepatan pembangunan Koperasi dan UMKM.

6. Peduli

Peduli berarti memiliki perhatian terhadap kondisi dan permasalahan negara dan

bangsa, terutama dalam hal birokrasi dan aparatur.

7. Pelayanan Prima

Pelayanan prima berarti upaya dan langkah yang dilakukan instansi untuk melayani

masyarakat dan stakeholders dengan sebaik-baiknya, sehingga dapat memberikan

kepuasan kepada pelanggan dan memenuhi kebutuhan serta keinginan masyarakat

dan stakeholder atas pelayanan kepada publik.

Dalam rangka mencapai visi dan misinya, Deputi Bidang Pengawasan telah melakukan

pemetaan atas potensi/kekuatan maupun kelemahan yang dimiliki dalam rangka untuk

mengoptimalkan semua peluang dan kesempatan yang ada termasuk juga adanya hambatan

atau tantangan yang harus dihadapi.

2.3 TUJUAN

Dalam rangka mencapai visi dan misi Deputi Bidang Pengawasan seperti yang telah

dikemukakan, maka visi dan misi tersebut dirumuskan dalam bentuk yang lebih terarah dan

operasional berupa perumusan tujuan strategis (strategic goals) organisasi. Tujuan strategis

merupakan penjabaran atau implementasi dari pernyataan misi Deputi Bidang Pengawasan

yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun.

Adapun tujuan strategis Deputi Bidang Pengawasan merupakan tujuan yang

ditetapkan dari core dibentuknya Deputi Bidang Pengawasan, adalah:

“Terwujudnya koperasi yang sesuai dengan peraturan perundangan dan

terwujudnya tata kelola kelembagaan pemerintah yang baik dan bersih di

Deputi Bidang Pengawasan”

P a g e 22 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

Dengan diformulasikannya tujuan strategis ini, maka Deputi Pengawasan dapat

secara tepat mengetahui apa yang harus dilaksanakan oleh organisasi dalam memenuhi visi

misinya untuk kurun waktu satu sampai lima tahun ke depan dengan mempertimbangkan

sumber daya dan kemampuan yang dimiliki. Lebih dari itu, perumusan tujuan strategis ini

juga akan memungkinkan Deputi Bidang Pengawasan untuk mengukur sejauh mana visi misi

organisasi dapat dicapai mengingat tujuan strategis dirumuskan berdasarkan visi misi

organisasi.

Tujuan strategis ini menekankan upaya untuk mewujudkan koperasi yang sesuai

dengan peraturan perkoperasian. Dimana upaya-upaya tersebut dilakukan melalui upaya-

upaya partisipasi pengawasan koperasi yang dilakukan melalui kerjasama, koordinasi dan

sinergitas, penyusunan kebijakan serta melaksanakan evaluasi terhadap kebijakan

pengawasan, yang menekankan terhadap terlaksananya pengawasan koperasi secara

efektif dan efisiensi secara menyeluruh melalui peningkatan kualitas tata kelola birokrasi

dan profesionalisme kerja yang tinggi. Selanjutnya, tata kelola birokrasi dan profesionalisme

kerja, merupakan salah satu indikator kerja yang menjadi tanggung jawab Unit Sekretaris

Deputi Bidang Pengawasan. Selain itu, partisipasi pengawasan juga mengindikasikan

adanya upaya perbaikan yang dilakukan oleh gerakan koperasi untuk menjalankan aktivitas

perkoperasiannya sesuai dengan prinsip dan jatidiri koperasi. Upaya-upaya ini yang dilakukan

melalui penerapan pembinaan melalui sanksi administratif, penguatan terhadap sistem

pengawasan internal koperasi, diseminasi dan advokasi perkoperasian serta kerjasama

dengan instansi pemerintah sehingga terjadi peningkatan kesadaran dan kepatuhan

koperasi terhadap peraturan perundangan yang berlaku. Lebih lanjut, tujuan tersebut dapat

dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tujuan dan Indikator Kinerja Tujuan

No TUJUAN INDIKATOR KINERJA TUJUAN

1 Terwujudnya Koperasi yang sesuai peraturan Perundangan

Partisipasi pengawasan koperasi melalui Sistim Pengawasan Koperasi

P a g e 23 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

2.4 SASARAN

Sasaran Deputi Bidang Pengawasan merupakan penjabaran dari tujuan yang telah

ditetapkan secara lebih spesifik dan terukur, yang menggambarkan sesuatu yang akan

dihasilkan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun dan dialokasikan dalam 5 (lima) periode secara

tahunan melalui serangkaian program dan kegiatan yang akan dijabarkan lebih lanjut dalam

suatu Rencana Kinerja (Performance Plan). Penetapan sasaran ini diperlukan untuk

memberikan fokus pada penyusunan program, kegiatan dan alokasi sumber daya organisasi

dalam kegiatan atau operasional organisasi setiap tahun dalam kurun waktu 5 (lima) tahun.

Sasaran Deputi Bidang Pengawasan merupakan bagian integral dalam proses perencanaan

strategis Deputi Bidang Pengawasan yang menjadi dasar yang kuat untuk

mengendalikan dan memantau pencapaian kinerja Deputi Bidang Pengawasan serta lebih

menjamin suksesnya pelaksanaan rencana jangka panjang yang sifatnya menyeluruh, yang

berarti menyangkut keseluruhan satuan kerja di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan.

Sasaran-sasaran yang ditetapkan sepenuhnya mendukung pencapaian tujuan strategis

terkait. Dengan demikian, apabila seluruh sasaran yang ditetapkan telah dicapai diharapkan

bahwa tujuan strategis terkait juga telah dapat dicapai

Tabel 2.1 Sasaran dan Indikator Kinerja Sasaran

No TUJUAN SASARAN INDIKATOR KINERJA SASARAN

1 Terwujudnya koperasi yang sesuai dengan peraturan perkoperasian

Terwujudnya efektivitas pengawasan koperasi

Persentase koperasi yang kelembagaan dan pengelolaan usahanya sesuai dengan peraturan perkoperasian

Persentase sertifikat yang diterbitkan dari hasil penilaian kesehatan.

Persentase penanganan rekomendasi laporan hasil pemeriksaan (LHP) terhadap koperasi.

Sebagaimana diketahui, tugas dan fungsi utama Deputi Bidang Pengawasan adalah

menyelenggarakan perumusan kebijakan serta koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan

kebijakan di bidang peningkatan kepatuhan peraturan perundang-undangan, pemeriksaan

P a g e 24 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

kelembagaan koperasi, pemeriksaan usaha simpan pinjam, penindakan dan penilaian

kesehatan usaha simpan pinjam. Implementasi dari tugas dan fungsi tersebut diterjemahkan

ke dalam activity process (proses kegiatan) di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan yang

ditetapkan sebagai berikut :

1. Kajian kebijakan,

Dalam tahap ini, biasanya merupakan hasil suatu diskusi ataupun respons terhadap

perkembangan situasi yang terjadi yang diputuskan untuk perlu dibuatkan pedoman

atau peraturannya. Keberhasilan pelaksanaan aktivitas ini ditandai dengan banyaknya

kajian kebijakan yang diselesaikan;

2. Perumusan kebijakan/regulasi,

Pada tahap ini, dilakukan kegiatan perumusan dan penyusunan kebijakan yang telah

disepakati berdasarkan hasil kajian sebelumnya. Keberhasilan kegiatan ini ditandai

dengan banyaknya kebijakan yang disusun dan diselesaikan;

3. Sosialisasi kebijakan,

Tahap selanjutnya adalah melakukan sosialisasi kebijakan atau peraturan yang telah

disusun dengan maksud untuk memperkenalkan kebijakan/peraturan yang baru

tersebut kepada para stakeholders Deputi Bidang Pengawasan sehingga mereka

memahami dan dapat menerapkannya sesuai dengan keputusan Pemerintah.

Keberhasilan dari kegiatan sosialisasi ini ditandai dengan puasnya masyarakat

terhadap kualitas informasi publik;

4. Implementasi kebijakan,

Setelah dilakukan sosialisasi, maka stakeholders yang berkepentingan atau terkait

dengan kebijakan tersebut segera menerapkan dan melaksanakan ketentuan atau

aturan yang telah ditetapkan tersebut. Aktivitas ini akan dinyatakan berhasil apabila

dari hasil evaluasi, menunjukkan bahwa jumlah stakeholders yang menerapkan

kebijakan meningkat cukup signifikan;

5. Monitoring dan evaluasi,

Pada tahap ini, dilakukan monitoring atas pelaksanaan kebijakan/peraturan oleh

setiap K/L/Pemda dan dievaluasi prosesnya. Apabila terjadi kelemahan atau

kesalahan dalam penerapannya yang ditandai dengan banyaknya komplain atas

penerapan kebijakan/peraturan yang harus diselesaikan, maka keberhasilan atas

P a g e 25 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

tahap ini ditunjukkan dengan indikator Persentase penyelesaian gugatan produk

hukum.

6. Laporan dan tindak lanjut,

Dalam tahap yang terakhir ini, berhubungan dengan kegiatan penyusunan laporan

hasil pelaksanaan implementasi kebijakan dan penyelesaian tindak lanjut atas

permasalahan yang timbul selama implementasi berjalan. Keberhasilan atas kegiatan

ini ditunjukkan dengan tersusunnya laporan atas implementasi dan tindak lanjut

rekomendasi dengan baik.

Rangkaian proses bisnis tersebut di atas dilaksanakan dalam rangka menjalankan

fungsi Deputi Bidang Pengawasan yang berhubungan dengan pihak di luar, yaitu para

stakeholders seperti Kementerian, Lembaga, Gerakan Koperasi dan atau Pemda. Sedangkan

yang capaian berhubungan dengan internal Deputi Bidang Pengawasan, berupa

“Terwujudnya Aparatur Deputi Bidang Pengawasan yang Profesional dan Berkinerja Tinggi”

tidak digambarkan secara langsung karena merupakan capaian unit di dalamnya yaitu

Sekretaris Deputi Bidang Pengawasan.

P a g e 26 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

BAB III

ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA

KELEMBAGAAN

3.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

Arah kebijakan pembangunan nasional bidang Koperasi dan UMKM tahun 2015-2019

diarahkan untuk:

“Meningkatkan daya saing UMKM dan koperasi sehingga mampu tumbuh

menjadi usaha yang berkelanjutan dengan skala yang lebih besar (“naik kelas”)

dalam rangka mendukung kemandirian perekonomian nasional”

Arah kebijakan tersebut akan dilaksanakan melalui lima strategi sebagai berikut :

1. Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui (i) penguatan kebijakan

kewirausahaan yang mencakup pola pengembangan kewirausahaan, penataan

kurikulum kewirausahaan di lembaga pendidikan formal, serta perluasan dukungan

khususnya bagi wirausaha berbasis teknologi (technopreneurs); dan (ii) peningkatan

akses ke pelatihan dan layanan pendampingan usaha;

2. Peningkatan akses pembiayaan dan perluasan skema pembiayaan melalui (i)

pengembangan lembaga pembiayaan/bank UMKM dan koperasi, serta optimalisasi

sumber pembiayaan non-bank; (ii) integrasi sistem informasi debitur UMKM dari

lembaga pembiayaan bank dan non-bank; dan (iii) advokasi pembiayaan bagi UMKM

dan koperasi.

3. Peningkatan nilai tambah produk dan jangkauan pemasaran melalui (i) perluasan

penerapan teknologi tepat guna; (ii) diversifikasi produk berbasis rantai nilai dan

keunggulan lokal; (iii) peningkatan penerapan standardisasi produk (Standar Nasional

Indonesia/SNI, HKI), dan sertifikasi (halal, keamanan pangan dan obat); dan (iv)

integrasi fasilitasi pemasaran dan sistem distribusi baik domestik maupun ekspor;

4. Penguatan kelembagaan usaha melalui (i) kemitraan investasi berbasis keterkaitan

usaha (backward-forward linkages); dan (ii) peningkatan peran koperasi dalam

penguatan sistem bisnis pertanian dan perikanan, dan sentra industri kecil di kawasan

industri; dan

P a g e 27 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

5. Kemudahan, kepastian dan perlindungan usaha melalui (i) harmonisasi perizinan

sektoral dan daerah; (ii) pengurangan jenis, biaya dan waktu pengurusan perizinan;

(iii) penyusunan rancangan undang-undang tentang Perkoperasian; (iv) peningkatan

efektivitas penegakan regulasi persaingan usaha yang sehat; dan (v) peningkatan

sinergi dan kerja sama pemangku kepentingan (publik, swasta dan masyarakat) yang

didukung sistem monev terpadu yang berbasis data UMKM dan koperasi secara

sektoral dan wilayah.

Selanjutnya dengan memperhatikan tantangan dan sasaran pengembangan koperasi

dan UMKM ke depan, dan merujuk pada arah kebijakan nasional dan di bidang UMKM dan

koperasi tahun 2015-2019 di atas, maka kebijakan yang dilaksanakan oleh Kementerian

Koperasi dan UKM pada tahun 2015-2019 diarahkan untuk: meningkatkan produktivitas,

kelayakan dan nilai tambah UMKM dan koperasi sehingga mampu tumbuh ke skala yang lebih

besar (“naik kelas”) dan berdaya saing. Arah kebijakan tersebut akan dilaksanakan melalui

lima strategi sebagaimana dituangkan dalam RPJMN tahun 2015-2019 yaitu (i) peningkatan

kualitas sumber daya manusia; (ii) peningkatan akses pembiayaan dan perluasan skema

pembiayaan; (iii) peningkatan nilai tambah produk dan jangkauan pemasaran; (iv)

penguatan kelembagaan usaha; dan (v) kemudahan, kepastian dan perlindungan usaha.

Kelima strategi tersebut dilaksanakan melalui beberapa langkah strategis yang disusun

berdasarkan Dimensi Pembangunan yang dituangkan di dalam RPJMN 2015-2019 yaitu: (i)

Dimensi Pembangunan Manusia; (ii) Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan; dan (iii)

Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan.

Arah kebijakan, strategi dan berbagai langkah strategis untuk menaikkan kelas UMKM

tersebut juga dilengkapi dengan Norma Standar Operasional Kementerian Koperasi dan UKM

dalam pelaksanaan program dan kegiatan sebagai berikut:

1. Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, seluruh jajaran Kementerian Koperasi

dan UKM harus memperhatikan azas ketaatan dengan mengacu pada peraturan

perundangan yang ada.

2. Kinerja diukur dengan pencapaian Sasaran Strategis yaitu:

a. Meningkatnya kontribusi KUMKM dalam perekonomian melalui pengembangan

komoditas berbasis koperasi/sentra di sektor-sektor unggulan;

b. Meningkatnya daya saing koperasi dan UMKM;

P a g e 28 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

c. Meningkatnya wirausaha baru dengan usaha yang layak dan berkelanjutan; dan

d. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan usaha koperasi, serta penerapan

praktik berkoperasi yang baik oleh masyarakat.

3. Penguatan koperasi dan UMKM difokuskan pada peningkatan kinerja dan daya saing

koperasi dan UMKM di sektor-sektor utama yang menjadi prioritas Presiden melalui

Nawa Cita;

4. Seluruh upaya pencapaian sasaran kinerja melalui program, kegiatan, maupun output

harus dilaksanakan melalui keterpaduan dan kerjasama antar unit dalam proses

perencanaan, pelaksanaan dan monev yang didukung kelengkapan data dan informasi

koperasi dan UMKM;

5. Pelaksanaan program dan kegiatan harus mencakup keseimbangan antara pemihakan

dan pembangunan kemandirian koperasi dan UMKM, serta bersifat inklusif yang

memperhatikan akses dan kesempatan yang sama antar kelompok pendapatan,

antargender, antarwilayah, dan keberpihakan kepada kelompok/golongan yang

kurang mampu;

6. Pelaksanaan program dan kegiatan didukung kemitraan dan kerjasama strategis

dengan Kementerian/Lembaga/Daerah serta organisasi masyarakat, organisasi /

lembaga profesi, pelaku usaha, serta kerjasama bilateral dan multilateral yang

didasarkan pada prinsip kesetaraan dan saling melengkapi; dan

7. Kementerian Koperasi dan UKM mendorong profesionalisme pelayanan publik dengan

mengembangkan unit-unit pelayanan yang dapat mandiri, memberikan kontribusi

pada Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan secara langsung melayani kebutuhan

masyarakat.

3.2 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI DEPUTI PENGAWASAN

Strategi dan Kebijakan Deputi Bidang Pengawasan pada hakekatnya merupakan cara

untuk mencapai Tujuan dan Sasaran Organisasi serta merupakan penjabaran dari tugas

pokok serta fungsi yang diamanatkan kepada Deputi Bidang Pengawasan. Strategi Deputi

Bidang Pengawasan periode 2015-2019 untuk mengawasi dan memeriksa koperasi agar

kegiatan diselenggarakan dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan

sejalan dengan ruang lingkup pengawasan yang diprioritaskan pada enam hal, yaitu: i)

P a g e 29 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

penerapan kepatuhan; ii). kelembagaan koperasi; iii). usaha simpan pinjam; iv). penilaian

kesehatan usaha simpan pinjam; v). penerapan sanksi dan vi) peningkatan kapasitas Deputi

Bidang Pengawasan

1. Peningkatan Penerapan Kepatuhan

Penerapan kepatuhan koperasi diharapkan dapat mendorong koperasi agar sesuai

dengan peraturan perundang-undangan meliputi :

a. kepatuhan legal;

b. kepatuhan usaha dan keuangan;

c. kepatuhan transaksi.

2. Pemeriksaan Kelembagaan Koperasi

Pemeriksaan kelembagaan Koperasi meliputi:

a. kelengkapan legalitas yang terdiri dari Akta Pendirian Koperasi, Anggaran Dasar,

perubahan pengesahan Anggaran Dasar bagi Koperasi, surat izin usaha, surat izin

pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu dan kantor kas;

b. kelengkapan organisasi Koperasi yang mencerminkan struktur tugas, rentang kendali,

dan satuan pengendalian internal

3. Pemeriksaan Usaha Simpan Pinjam

Aspek usaha simpan pinjam meliputi:

a. penghimpunan dana bersumber dari anggota, calon anggota, Koperasi lain dan atau

anggotanya, bank dan lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat utang

lainnya, dan sumber lain yang sah, serta modal penyertaan

b. mengontrol keseimbangan dana antara sumber dana dan penyaluran dana agar tidak

terjadi over liquid dan unliquid;

c. penyaluran dana untuk menyalurkan dana yang sifatnya menjadi aktiva produktif

mengurangi kemacetan.

4. Penilaian Kesehatan Usaha Simpan Pinjam

Aspek penilaian kesehatan usaha simpan pinjam sebagaimana dimaksud dilaksanakan

dengan melakukan penilaian melalui pendekatan kualitatif maupun kuantitatif terhadap

aspek-aspek sebagai berikut:

a. permodalan;

b. kualitas aktiva produktif;

P a g e 30 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

c. manajemen;

d. efisiensi;

e. likuiditas;

f. jatidiri Koperasi;

g. pertumbuhan dan kemandirian; dan

h. kepatuhan terhadap prinsip syariah untuk usaha simpan pinjam pola syariah.

5. Penerapan Sanksi

Aspek penerapan sanksi meliputi :

a. sanksi administratif ;

b. pelimpahan perkara;

c. pemantauan pelaksanaan sanksi;

d. pemantauan keputusan hasil pelimpahan perkara;

e. rehabilitasi kelembagaan;

f. rehabilitasi usaha.

6. Peningkatan Kapasitas Deputi Bidang Pengawasan

Strategi peningkatan kapasitas ini dilaksanakan untuk meningkatkan profesionalisme dan

kinerja organisasi Deputi Bidang Pengawasan sebagai bagian dari upaya Kementerian

Koperasi dan UKM untuk meningkatkan profesionalisme dan kinerja Kementerian Koperasi

dan UKM secara keseluruhan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam strategi ini adalah

sebagai berikut:

a. Memperbaiki berbagai proses internal penyelenggaraan tugas dan fungsi agar berjalan

efektif dan efisien;

b. Meningkatkan kapabilitas aparatur secara menyeluruh bagi aparat laki-laki dan

perempuan di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan secara terus menerus;

c. Meningkatkan kepatuhan terhadap pengelolaan program dan anggaran;

d. Meningkatkan kualitas pelayanan bidang pengawasan koperasi.

3.3 KERANGKA REGULASI

Kerangka regulasi meletakkan dasar-dasar hukum pelaksanaan pengawasan terhadap

koperasi, yaitu: (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian,

khususnya pasal 60-64 mengenai Pembinaan yang mencakup aspek penciptaan iklim usaha,

P a g e 31 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

bimbingan dan perlindungan terhadap koperasi, (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

1995 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, yang intinya, bahwa “Menteri” melakukan

Pengawasan melalui pendekatan: kepatuhan, penilaian kesehatan dan kehati-hatian,

pemeriksaan, tindakan penyelamatan dan pembubaran.

Pelaksanaan arah kebijakan dan strategi pengawasan koperasi dalam lima tahun

mendatang akan didukung dengan penguatan kerangka regulasi yang mencakup :

1. Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 17/Per/M.KUKM/IX/2015 Tentang

Pengawasan Koperasi.

2. Penyusunan Peraturan Deputi Bidang Pengawasan tentang Pengawasan terhadap KSP

dan USP Koperasi (Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor

15/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi Pasal 28 ayat

(3)).

3. Penyusunan Peraturan Deputi Bidang Pengawasan tentang Penilaian Kesehatan KSP

dan USP Koperasi (Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor

15/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi Pasal 31 ayat

(7)).

4. Penyusunan Peraturan Deputi Bidang Pengawasan tentang Pengawasan terhadap

KSPPS dan USPPS Koperasi (Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor

16/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan

Pembiayaan Syariah oleh Koperasi Pasal 31).

5. Penyusunan Peraturan Deputi Bidang Pengawasan tentang Pelaksanaan Penilaian

Kesehatan KSPPS dan USPPS Koperasi (Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor

16/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan

Pembiayaan Syariah oleh Koperasi Pasal 34).

6. Penyusunan Peraturan Deputi Bidang Pengawasan tentang Kriteria Ketidakmampuan

melakukan Pengawasan (Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor

17/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pengawasan Koperasi Pasal 11).

7. Penyusunan Peraturan Deputi Bidang Pengawasan tentang Pedoman Teknis Mengenai

Norma, Standar, Prosedur, Tata Cara dan Kode Etik Pengawasan Koperasi (Peraturan

Menteri Koperasi dan UKM Nomor 17/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pengawasan

Koperasi Pasal 15).

P a g e 30 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

8. Penyusunan Peraturan Deputi Bidang Pengawasan tentang Monitoring Tindak Lanjut

Hasil Pengawasan (Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor

17/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pengawasan Koperasi Pasal 18).

3.4 KERANGKA KELEMBAGAAN

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2015 tentang Kementerian

Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, mendasari lahirnya Deputi Bidang Pengawasan

mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan kebijakan serta koordinasi dan sinkronisasi

pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan kepatuhan peraturan perundang-undangan,

pemeriksaan kelembagaan koperasi, pemeriksaan usaha simpan pinjam, penindakan dan

penilaian kesehatan usaha simpan pinjam. Penyelenggaraan fungsi Deputi Bidang

Pengawasan meliputi :

1. Perumusan kebijakan di bidang peningkatan kepatuhan peraturan perundang-

undangan, pemeriksaan kelembagaan koperasi, pemeriksaan usaha simpan pinjam,

penindakan, dan penilaian kesehatan usaha simpan pinjam.

2. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan kepatuhan

peraturan perundang-undangan, pemeriksaan kelembagaan koperasi, pemeriksaan

usaha simpan pinjam, penindakan, dan penilaian kesehatan usaha simpan pinjam.

3. Pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang peningkatan kepatuhan

peraturan perundang-undangan, pemeriksaan kelembagaan koperasi, pemeriksaan

usaha simpan pinjam, penindakan, dan penilaian kesehatan usaha simpan pinjam.

P a g e 31 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

Gambar 3.1 . Kerangka Keterkaitan Kelembagaan Deputi Bidang Pengawasan

Gambar 3.2 . Alur Pengawasan Koperasi di Deputi Bidang Pengawasan

P a g e 32 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

BAB IV

TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN

4.1 TARGET KINERJA

Sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenangnya, maka dari sembilan agenda prioritas

Presiden (Nawa Cita), maka terdapat tiga agenda yang menjadi prioritas Kementerian

Koperasi dan UKM dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam periode 2015-2019,

yaitu:

1) Agenda ke-2: Membuat Pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola

pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.

2) Agenda ke-6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional

sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia

lainnya.

3) Agenda ke-7: Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor

strategis ekonomi domestik.

Berdasarkan visi, misi, tujuan, sasaran, arah kebijakan dan strategis Kementerian

Koperasi dan UKM telah menetapkan 3 (tiga) tujuan yaitu:

1) Terciptanya Koperasi dan UMKM dalam perluasan kesempatan kerja serta pemerataan

pendapatan;

2) Terwujudnya Koperasi dan UMKM dalam mendorong pertumbuhan ekonomi serta

pengentasan kemiskinan.

3) Terwujudnya Kementerian Koperasi dan UKM yang Profesional dan Berkinerja Tinggi

Untuk mendukung penjabaran pencapaian tujuan Kementerian Koperasi dan UKM tersebut

maka Deputi Bidang Pengawasan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kementerian

Koperasi dan UKM memiliki tujuan :

1) Terwujudnya efektivitas pelaksanaan pengawasan Koperasi oleh pemerintah,

pemerintah Provinsi, dan pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan wilayah

keanggotaan Koperasi;

2) Terwujudnya kesadaran dan kepatuhan para pengelola Koperasi dalam menjalankan

aktivitas perkoperasian sesuai dengan peraturan yang berlaku;

3) Terwujudnya Deputi Bidang Pengawasan yang Profesional dan Berkinerja Tinggi

TABEL 4.1 TARGET KINERJA DEPUTI PENGAWASAN TAHUN 2015-2019

NO TUJUAN IK TUJUAN SASARAN IK SASARAN TARGET

2017 2018 2019

1 Terwujudnya

koperasi yang

sesuai dengan

peraturan

perkoperasian

Partisipasi

pengawasan

koperasi

melalui Sistim

Pengawasan

Koperasi

Terwujudnya

efektivitas

pengawasan

koperasi

Persentase koperasi yang kelembagaan dan pengelolaan usahanya sesuai dengan peraturan perkoperasian.

10% 15% 15%

Persentase sertifikat yang diterbitkan dari hasil penilaian kesehatan.

40% 70% 70%

Persentase penanganan rekomendasi laporan hasil pemeriksaan (LHP) terhadap koperasi.

10% 50% 50%

Ketig

a tu

juan te

rsebut te

rbagi m

enja

di b

ebera

pa sa

sara

n, in

dik

ato

r dan ta

rget k

inerja

sebagai

berik

ut :

P a g e 33

| Ren

stra Dep

uti P

en

gawasan

20

15

- 2019

4.2 KERANGKA PENDANAAN

Dalam bagian sebelumnya, telah diuraikan mengenai tujuan dan sasaran yang ingin

dicapai oleh Deputi Bidang Pengawasan. Adapun keberhasilan pencapaian target-target yang

ditetapkan telah dilengkapi dengan ukuran-ukuran yang akan digunakan, yaitu menggunakan

indikator kinerja. Namun, tentu saja untuk mencapai target-target tersebut diperlukan biaya

(anggaran/dana) untuk merealisasikannya. Terkait dengan target-target yang telah

ditetapkan, maka sumber dana yang diperlukan untuk merealisasikannya sepenuhnya

berasal dari APBN.

Kerangka pendanaan yang dibutuhkan untuk melaksanakan kebijakan, program dan

kegiatan peningkatan daya saing koperasi dan UMKM pada tahun 2015-2019 mencakup :

1) Alokasi pendanaan jangka menengah diarahkan untuk membiayai pelaksanaan:

a. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya

Kementerian Koperasi dan UKM;

b. Program Penguatan Kelembagaan Koperasi;

2) Sinergi dan kerja sama yang melibatkan Kementerian/Lembaga (K/L) yang memiliki

program dan kegiatan yang terkait dengan Pengawasan Koperasi yaitu antara lain

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Pusat

Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), Kepolisian Republik Indonesia

(Polri), Kejaksaan, KPK dan Kementerian/Lembaga (K/L) yang terkait

Secara terinci kerangka pendanaan untuk mendukung pelaksanaan kebijakan,

program dan kegiatan di bidang pengawasan koperasi 2015 - 2019 dapat dilihat pada Tabel

4.2 berikut :

P a g e 34 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

TABEL 4.2 ALOKASI ANGGARAN DEPUTI PENGAWASAN TAHUN 2015-2019

NO Program/ Kegiatan Sasaran Program/Kegiatan Indikator Kinerja Program/Indikator Kinerja Kegiatan

Target ALOKASI (Juta Rupiah)

2017 2018 2019 2017 2018 2019

I Program Dukungan

Manajemen dan

Pelaksanaan Tugas Teknis

Lainnya Kementerian

Koperasi dan UKM

Efektivitas Manajemen

Kementerian Koperasi dan UKM

Koordinasi perencanaan,

pelaksanaan dan monev

urusan pengawasan

koperasi

Kualitas keterpaduan dan

kelengkapan perencanaan,

pelaksanaan, pemantauan,

evaluasi, serta pelaporan pada

urusan pengawasan koperasi

4,870.44 4,000.00 4,000.00

Koordinasi perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan 3 Laporan 3 Laporan 3 Laporan 2,522.56 1,609.51 1,609.51

Monev, data dan pengembangan aparatur 3 Laporan 3 Laporan 3 Laporan 2,042.28 1,465.64 1,465.64

Kajian pembentukan jabatan fungsional pengawas koperasi - 1 Laporan 1 Laporan - 698.33 698.33

Partisipasi dalam APEC dan KOTRA 1 Laporan 1 Laporan 1 Laporan 305.6 226.52 226.52

II Program Penguatan

Kelembagaan Koperasi

21,412.89 14,209.00 14,209.00

1 Penerapan Kepatuhan

Koperasi

Kepatuhan Koperasi 3,983.41 2,630.00 2,630.00

Sistem dan kriteria kepatuhan koperasi 1 Laporan 1 Laporan 1 Laporan 1,239.3 796.24 796.24

Diseminasi dan advokasi kepatuhan koperasi 50 Koperasi 50 Koperasi 50 Koperasi 1,202.69 923.76 923.76

Kerjasama dengan pemerintah daerah dan gerakan koperasi dalam

peningkatan kepatuhan koperasi

6 Provinsi/

Kab/Kota

6 Provinsi/ Kab/Kota

6 Provinsi/ Kab/Kota

1,541.42 910.00 910.00

4,023.36 3,150.00 3,150.00

2 Penilaian kualitas dan

kesehatan kelembagaan dan

usaha koperasi

Kualitas kelembagaan koperasi Penilaian Kesehatan USP Konvensional 50 KSP/USP 100 KSP/USP 150 KSP/USP 1,558.77 1,023.21 1,023.21

Penilaian Kesehatan USP Syariah 50 KSPPS/USPPS 100 KSPPS/USPPS 150 KSPPS/USPPS 1,562,007,000 636.35 636.35

Tindak lanjut penilaian kesehatan USP 70 Persen 70 Persen 70 Persen 902,582,000 1,490.44 1,490.44

4,111.79 2,675.0 2,675.0

3 Pemeriksaan kelembagaan

koperasi

Akuntabilitas kelembagaan

koperasi

Pemeriksaan Organisasi, kinerja, dan laporan keuangan 50 Koperasi 50 Koperasi 50 Koperasi 4,111.79 2,675.0 2,675.0

4 Pemeriksaan usaha simpan

pinjam

Akuntabilitas usaha simpa pinjam 5,476.42 3,150.00 3,150.00

Pemeriksaan USP Konvensional 50 KSP/USP 100 KSP/USP 150 KSP/USP 3,420,77 801.83 801.83

Pemeriksaan USP Syariah 50 KSPPS/USPPS 100 KSPPS/USPPS 150 KSPPS/USPPS 803.810 801.83 801.83

Tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan simpan pinjam 70 Persen 70 Persen 70 Persen 1,251.84 1,546.34 1,546.34

5 Penanganan rekomendasi

pasca pemeriksaan koperasi

dan usaha simpan pinjam

Kualitas Pengawasan Koperasi 3,817.91 2,604.00 2,604.00

Pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan koperasi bermasalah 1,204.36 880.00 880.00

Fasilitasi Pendampingan dan Penanganan Masalah Khusus 1,258.59 800.00 800.00

Kerjasama dalam rangka penanganan rekomendasi pasca

pemeriksaan

1,35.,97 924.00 924.00

JUMLAH 26,283.32 18,209.00 18,209.00

P a g e 35

| Ren

stra Dep

uti P

en

gawasan

20

15

- 2019

P a g e 36 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

BAB V

PENUTUP

Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perencanaan pembangunan

nasional, Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Koperasi dan UKM merupakan turunan

dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Konsekuensinya, kerangka logis

yang dibangun dalam Renstra Deputi Bidang Pengawasan merupakan sebuah upaya untuk

mencapai tujuan dan sasaran strategis yang telah ditetapkan dalam Renstra Kementerian

Koperasi dan UKM. Penyusunan Renstra Deputi Bidang Pengawasan Tahun 2015 – 2019

telah mengacu pada RPJM Nasional yang telah ditetapkan pemerintah, khususnya terkait

dengan prioritas pembangunan bidang ekonomi dan tentu saja Renstra Kementerian

Koperasi dan UKM Tahun 2015 – 2019.

Terdapat 3 (tiga) tujuan strategis Kementerian Koperasi dan UKM yang harus

didukung pencapaiannya oleh Deputi Bidang Pengawasan, yakni (1) Terciptanya Koperasi

dan UMKM dalam perluasan kesempatan kerja serta pemerataan pendapatan; (2)

Terwujudnya Koperasi dan UMKM dalam mendorong pertumbuhan ekonomi serta

pengentasan kemiskinan dan (3) Terwujudnya Kementerian Koperasi dan UKM yang

Profesional dan Berkinerja Tinggi. Tiga tujuan dalam Renstra Kementerian Koperasi dan

UKM ini yang menjadi patokan dalam perumusan tujuan, sasaran strategis, arah kebijakan,

strategi, program dan kegiatan yang termuat dalam Renstra Deputi Bidang Pengawasan

Tahun 2015 – 2019. Perencanaan strategis Deputi Bidang Pengawasan harus mampu

mencapai indikator-indikator ketiga sasaran tersebut.

Sebagai Deputi yang relative baru sesuai dengan amanat Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2015 tentang Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil

dan Menengah maka diharapkan Deputi Bidang Pengawasan dapat segera belajar dan

bekerja keras dan cerdas dalam melaksanakan fungsi pengawasan koperasi dalam rangka

mewujudkan koperasi yang kuat, sehat, mandiri, tangguh dan berdaya saing sesuai jatidiri

koperasi. Peran yang cukup signifikan dalam meletakkan dasar-dasar pengawasan koperasi

melalui pengelolaan kinerja aparatur pengawasan, pelaksanaan reformasi birokrasi,

perumusan standar dan kriteria pengawasan, pelaksanaan pengawasan koperasi yang

kredibel dan kerja sama antar instansi serta koordinasi dan sinergi kebijakan pengawasan

koperasi.

P a g e 37 | Renstra Deputi Pengawasan 2015 - 2019

Ke depan, sejumlah tantangan dan pekerjaan besar menunggu untuk dituntaskan,

yang membutuhkan perbaruan strategi, program agar semua tujuan dan sasaran yang telah

ditetapkan dapat tercapai sesuai dengan dinamika lapangan yang terjadi. Revitalisasi

kegiatan dapat dilakukan melalui penajaman fungsi Deputi Bidang Pengawasan. Kegiatan-

kegiatan yang dikembangkan tidak hanya menitikberatkan pada penyusunan kebijakan, tapi

juga harus memberikan tempat yang lebih terhadap fungsi koordinasi dan sinkronisasi karena

selain mempunyai fungsi pengawasan koperasi, Deputi Bidang Pengawasan juga

bertanggungjawab mengkoordinasikan fungsi pengawasan pada semua level baik provinsi

maupun kabupaten/kota.

Kegiatan-kegiatan ke depan lebih banyak menitikberatkan pada proses pelaksanaan

kebijakan sehingga kegiatan untuk memfasilitasi pelaksanaan kebijakan perlu mendapat

bagian yang signifikan. Berdasarkan kerangka waktu, Deputi Bidang Pengawasan harus

mampu menentukan program dan kegiatan setiap tahun sebagai rangkaian yang tidak

terpisahkan untuk pencapaian tujuan jangka menengah. Strategi pelaksanaan program

jangka pendek perlu dikembangkan dan dievaluasi untuk mengikuti perkembangan dan

perubahan. Selain itu monitoring dan evaluasi perlu dilakukan melalui struktur dan

mekanisme yang efektif sehingga indikator-indikator kinerja pada setiap tingkatan dapat

dicapai sesuai kerangka waktu yang telah ditentukan. Persoalan dan hambatan diharapkan

dapat diketahui sejak dini sehingga langkah antisipasi dapat segera dilakukan. Dengan

demikian, pelaksanaan pengawasan koperasi dapat meningkatkan akuntabilitas,

kepercayaan, kepatuhan, kesinambungan, dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya

kepada anggota dan masyarakat.