proporsi penderita esofagitis berdasarkan …

65
PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN PEMERIKSAAN ENDOSKOPI DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA TAHUN 2015 2018 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : Megawati Latenriolle NIM.11151030000095 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2018 M

Upload: others

Post on 29-Nov-2021

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

i

PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN

PEMERIKSAAN ENDOSKOPI DI RUMAH SAKIT HAJI

JAKARTA TAHUN 2015 – 2018

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Megawati Latenriolle

NIM.11151030000095

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 2: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

ii

Page 3: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

iii

Page 4: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

iv

Page 5: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah, dan karunia yang

senantiasa tercurahkan kepada penulis. Segala kemudahan, kesehatan dan semangat

senantiasa dilimpahkan oleh-Nya kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan

penelitian ini. Tidak lupa, shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi

Muhammad SAW serta keluarga dan para sahabatnya yang telah menjadi suri tauladan

bagi penulis. Dalam penelitian ini, penulis menyadari bahwa banyak sekali pihak yang

turut memberikan bantuan serta dukungan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terimakasih kepada:

1. dr. Hari Hendarto, Ph.D., Sp.PD-KEMD selaku dekan FK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. dr. Sardjana, Sp.OG (K), SH, dr. Fika Ekayanti,

Dpl.FM, M.Med.Ed, dan dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku pembantu dekan FK

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Kepala Program Studi Kedokteran FK

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Femmy Nurul Akbar, SpPD-KGEH selaku pembimbing 1 yang telah

membimbing serta memberikan motivasi dan semangat sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian ini.

4. Dr. dr. Francisca A, Tjakadidjaja MS,SpGK selaku pembimbing 2 yang telah

meluangkan waktunya untuk memberi saran dan kritik dalam membantu penulis

menyelesaikan penelitian ini.

5. Ayahanda Ruslan Kibe , Ibunda Siti Nursaadah, Adik-adikku Ni’matullah Jaya

dan Ilham Mappatunru yang tidak pernah lelah memberikan doa, semangat,

dukungan, cinta, dan kasih sayang. Terimakasih yang tak terhingga penulis

ucapkan atas semua yang telah diberikan.

6. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggung jawab riset FK UIN 2015 yang

telah memfasilitasi penulis untuk melakukan penelitian ini.

Page 6: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

vi

7. Direktur RS Haji Jakarta beserta staff yang telah mengizinkan dan membantu

dalam pengumpulan data dalam penelitian ini

8. Mba April dan Ibu Latifa dari RS Haji Jakarta yang telah membantu dalam

pengumpulan data dalam penelitian ini

9. Monalisa dan Lathifa An Nada Rahmah teman seperjuangan dalam

melaksanakan penelitian ini. Terimakasih atas segala waktu yang telah

diluangkan.

10. Annisah Nur Rahmah, Khusnul Khatima, Nur Fauziah Syam, Rahmawati,

Atiqah Murtadha, Nurlaelatul Qadria, Inayah Ulfah, Agung Saputra,

Muhammad As’ad, Thoriq Assegaf dan teman-teman lain yang selalu

mengingatkan dan memberikan motivasi sehingga penelitian ini dapat berjalan

dengan lancar, semoga kekeluargaan ini bisa berlanjut hingga nanti.

11. Fitria Tahta Alfina, Wafa Sofia Fitri, Robby Franata Sitepu, Aji Dwi Syahputra,

Kenyo Sembodro, Widda Mayyala, Sarah Azizah, Naura Bakri, Qotrun Nada,

Aqiila Puteri Kami, serta seluruh Kabinet Integritas Periode 2016-2018 yang

senantiasa memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelasikan

penelitian ini.

12. Seluruh teman sejawat AMIGDALA FK UIN 2015 yang sangat saya sayangi

dan banggakan, yang tidak pernah berhenti memberikan semangat untuk selalu

berjuang agar bisa menjadi dokter muslim yang bermanfaat untuk bangsa dan

negara.

Penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis berharap mendapatkan saran

dan kritik demi kebaikan dikemudian hari. Demikian laporan penelitian ini penulis

susun, semoga dapat memberikan manfaat di dunia dan akhirat.

Ciputat, 2 Oktober 2018

Megawati Latenriolle

Page 7: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

vii

ABSTRAK

Megawati Latenriolle. Program Studi Kedokteran. Proporsi Penderita Esofagitis

Berdasarkan Pemeriksaan Endoskopi di Rumah Sakit Haji Tahun 2015 – 2018.

Latar belakang : Esofagitis merupakan proses inflamasi epitel esofagus yang dapat

disebabkan berbagai faktor, penyebab paling umum adalah gastroesophageal refluks

disease (GERD). Esofagitis merupakan komplikasi umum dari GERD. Terjadinya

GERD di pengaruhi oleh beberapa faktor risiko, seperti jenis kelamin, usia dan

penggunaan NSAID. Pemeriksaan endoskopi merupakan alat diagnostik untuk melihat

kelainan pada mukosa saluran cerna. Pada penelitian yang dilakukan di Nepal di

dapatkan proporsi esofagitis sebesar 11,3%. Tujuan : Untuk mengetahui proporsi

penderita esofagitis, karakteristik subjek penelitian, gambaran penderita esofagitis dan

hubungan antara esofagitis dengan jenis kelamin dan usia. Metode : Penelitian

menggunakan metode observasional deskriptif analitik dengan pendekatan cross

sectional. Data di peroleh dari rekam medik pasien di RS Haji Jakarta berdasarkan

pemeriksaan endoskopi. Pengambilan sampel random sampling dengan jumlah sampel

154. Hasil : Proporsi penderita esofagitis sebesar 18,8%, dengan karakteristik subjek

penelitian berdasarkan jenis kelamin, frekuensi laki-laki 40,9% dan perempuan 59,1%,

serta usia >45 tahun sebesar 63,7%. Karakteristik gambaran subjek penderita esofagitis,

di dapatkan jenis kelamin yang terbanyak yaitu perempuan sebesar 69%, berdasarkan

usia di dapatkan usia > 45 tahun sebesar 55,1%, berdasarkan derajat keparahan menurut

Los angeles di dapatkan grade A sebesar 93,1%, dan sebesar 34,5% yang mengonsumsi

NSAID. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara esofagitis dengan jenis

kelamin ( p = 0,230) dan usia ( p= 0,470). Kesimpulan : Proporsi penderita esofagitis

sebesar 18,8% dengan karakteristik penderita esofagitis berdasarkan jenis kelamin

dominan pada kelamin perempuan dengan frekuensi usia diatas 45 tahun serta di

dapatkan derajat keparahan grade A.

Kata kunci : Esofagitis, GERD, Jenis Kelamin, Usia, Derajat Keparahan menuru Los

Angeles dan Riwayat Penggunaan NSAID.

Page 8: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

viii

ABSTRACT

Megawati Latenriolle. Proportion Patient of Esophagitis Based on Endoscopic

Examination in Hajj Hospital from 2015 to 2018.

Background : Esophagitis is a process of inflammation in the layer of the epithelium of

esophagus that can be caused by some factors, the most common cause is

gastroesophageal reflux disease (GERD). Esophagitis is the main complication of

GERD. GERD is influenced mostly due to sex, age, and the usage of NSAID. A

medical check-up by endoscopy is a diagnostic tool to see the macroscopic change in

the layer of the mucosa of the esophagus and the abnormality in the mucosa of digested

tract. In a Nepal study the proportion patients of esophagitis was 11,3%. Purpose : To

know the proportion patient of esophagitis, the characteristics of the sample, the

characteristics patient of esophagitis, and relation between esophagitis based on sex and

age. Method : The research is using the analitic descriptive observational method with

cross-sectional approach. The data is collected based on patients' medical record from

RS Haji Jakarta from February to April. The sample withdrawal is using random

sampling in total 154 samples. Results : The proportion of patients with esophagitis is

18,8%, the characteristics of the sample based on sex with the frequency of male 40.9 %

and female 59.1%, with age >45 years old is 63,7%. The characteristics of the sample

according to the esophagitis patient by sex is female 69%, and age for >45 years old is

55,1%. Based on the severity according to Los Angeles found grade A for 93,1 % and

34,5% is due to usage of NSAID. There are not any significant relation between

esophagitis patient based on sex (p= 0,230) and age (p = 470). Conclusion : The

proportion of patients with esophagitis is 18,8 %, dominant for female with the

frequency of >45 years old and it is also found that the severity of grade A and doesn't

have a significant relation for esophagitis patient based on age and sex.

Keywords: Esophagitis, GERD, Sex, Age, Severity according to Los Angeles, NSAID

consumption history.

Page 9: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL .......................................................................................................i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN...................................................................ii

LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................................iii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................iv

KATA PENGANTAR .................................................................................................v

ABSTRAK ..................................................................................................................vii

DAFTAR ISI ...............................................................................................................ix

DAFTAR TABEL ......................................................................................................xi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................xii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................xiii

DAFTAR ISTILAH ...................................................................................................xiv

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 2

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4

2.1 Esofagitis ........................................................................................................... 4

2.1.1 Anatomi Esofagus .................................................................................... 4

2.1.2 Fisiologi menelan .................................................................................... 6

2.1.3 Definisi Esofagitis ................................................................................... 7

2.1.4 Epidemiologi Esofagitis .......................................................................... 7

2.1.5 Derajat Keparahan Penyakit .................................................................... 8

2.1.6 Faktor Resiko Esofagitis .......................................................................... 8

2.1.7 Etiologi Esofagitis ................................................................................. 11

2.1.8 Patogenesis Esofagitis ........................................................................... 13

2.1.9 Manifestasi klinik .................................................................................. 16

2.1.10 Diagnosis Esofagitis ............................................................................ 16

2.1.11 Komplikasi Gastro Esofageal-Refluks ................................................ 17

2.1.12 Penatalaksanaan esofagitis .................................................................. 17

2.2 Gastro-esofageal Refluks Disease (GERD) ..................................................... 18

2.2.1 Definisi GERD ...................................................................................... 18

2.2.2 Patofisiologi GERD ............................................................................... 19

2.2.3 Manifestasi Klinis GERD ...................................................................... 20

Page 10: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

x

2.2.4 Diagnosis GERD ................................................................................... 21

2.2.5 Tatalaksana GERD ................................................................................ 21

2.4 Pandangan dokter muslim tentang faktor risiko esofagitis .............................. 23

2.4 Kerangka Teori ................................................................................................ 25

2.5 Kerangka Konsep ............................................................................................. 26

2.6 Definisi Operasional ........................................................................................ 27

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................ 28

3.1 Desain penelitian ............................................................................................. 28

3.2 Waktu dan tempat penelitian ........................................................................... 28

3.3 Populasi dan Sampel ........................................................................................ 28

3.3.1 Populasi Target ...................................................................................... 28

3.3.2 Populasi Terjangkau .............................................................................. 28

3.3.3 Besar Sampel ......................................................................................... 28

3.3.4 Cara pengambilan sampel ...................................................................... 29

3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi ............................................................................. 29

3.5 Cara kerja penelitian ........................................................................................ 29

3.6 Analisis Data .................................................................................................... 29

3.7 Alur Penelitian ................................................................................................. 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 31

4.1 Karakteristik Sampel ....................................................................................... 31

4.2 Proporsi Penyakit ............................................................................................. 32

4.3 Karakteristik sampel penderita esofagitis ........................................................ 33

4.4 Analisis Bivariat ..............................................................................................36

4.5 Keterbatasan penelitian .................................................................................... 38

BAB V SIMPULAN DAN SARAN............................................................................ 39

5.1 Simpulan .......................................................................................................... 39

5.2 Saran ................................................................................................................ 39

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 40

LAMPIRAN ............................................................................................................... 44

Page 11: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Esofagitis Berdasarkan Histologi...................................... 8

Tabel 2.2 Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Sfingter Esofagus Bawah ...... 12

Tabel 2.3 Klasifikasi Histologi Esofagitis..........................................................16

Tabel 4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin .................................. 31

Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia ................................................. 32

Tabel 4.3 Proporsi Penderita Esofagitis ............................................................ 32

Tabel 4.4 Distribusi Esofagitis Berdasarkan Jenis Kelamin .............................. 33

Tabel 4.5 Distribusi Esofagitis Berdasarkan Usia ............................................. 34

Tabel 4.6 Distribusi Derajat Keparahan Penyakit Berdasarkan Klasifikasi

Los Angeles .........................................................................................34

Tabel 4.7 Riwayat Penggunaan NSAID..............................................................35

Tabel 4.8 Frekuensi Distribusi Riwayat konsumsi NSAID ................................36

Tabel 4.9 Hubungan Esofagitis dengan Jenis Kelamin ......................................36

Tabel 4.10 Hubungan Esofagitis dengan Usia ................................................... 37

Page 12: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Esofagus ............................................................................ 4

Gambar 2.2 Histologi Esofagus ........................................................................... 6

Gambar 2.3 Faktor yang Mempengaruhi GERD pada Pengguna Alkohol ......... 10

Gambar 2.4 Patofisiologi Penyakit Refluks Esofagus .......................................14

Gambar 2.5 Patofisiologi GERD ........................................................................ 20

Gambar 2.6 Alur Pengobatan GERD pada Pusat Pelayanan Kesehatan Primer..22

Page 13: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Penelitian dan Anggaran Penelitian........................................44

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian dan Anggaran Penelitian...................................45

Lampiran 3 Hasil Analisis Data.............................................................................46

Lampiran 4 Daftar Riwayat Hidup........................................................................51

Page 14: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

xiv

DAFTAR ISTILAH

GERD : Gastroesofageal Refluks Disease

NSAID : Non-steroid Anti Inflamasi

COX-1 : Siklooksigenase-1

COX-2 : Siklooksigenase-2

NO : Nitrit Oksida

EGF : Epidermal Growth Factor

SEB : Sfingter Esofagus Bawah

CINC : Cells with Irregular Nuclear Contour

EB : Esofagus Barrett

PPI : Proton Pump Inhibitor

WHO : World Health Organization

SCBA : Saluran Cerna Bagian Atas

IMT : Indeks Massa Tubuh

GIP : Gastric Inhibitor Peptide

VIP : Vasoactive intestinal peptide

ADH : Alkohol Dehidrogenase

ALDH : Aldehid Dehidrogenase

HGF : Hepatocyte growth factor

Page 15: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Esofagitis merupakan proses inflamasi epitel esofagus yang dapat disebabkan

berbagai faktor, penyebab paling umum adalah gastroesophageal refluks disease (GERD),

suatu kondisi yang diketahui terjadi pada banyak individu pada populasi umum, dan lebih

sering terjadi pada orang dewasa daripada anak-anak1. Di laporkan pasien dengan gejala

gastro-esophageal refluks di Finlandia sebesar 64% dan Amerika 34%. Sedangkan studi di

negara-negara Asia menunjukkan pasien yang mengalami gejala gasto-esofagus refluks

yang menjadi esofagitis rendah. Pasien dengan gejala gastro-esofageal refluks yang

menderita esofagitis di Turki sebesar 17%, Malaysia 23% dan Jepang 20%2, sementara di

Indonesia, prevalensi esofagitis belum tersedia.

Esofagitis merupakan komplikasi umum dari GERD yang terjadi di negara-negara

barat2. Di laporkan di Nepal 11,3% gejala esofagitis umumnya asimtomatik

3. Dalam sebuah

penelitian di Iran, pasien dengan gejala refluks gastro-esofagus yang menjadi penderita

esofagitis yang dinilai berdasarkan klasifikasi Los Angeles, di dapatkan grade A 77%,

grade B 18%, grade C 3,2% dan grade D 1,8%4. Refluks gastro-esofagus terjadi karena tidak

terjadinya keseimbangan faktor ofensif dan defensif dari sistem pertahanan esofagus dan

bahan refluksat lambung5.

Berdasarkan Konsensus Nasional Penalatalaksanaan Penyakit Refluks

Gastroesofageal di Indonesia tahun 2013 beberapa faktor risiko GERD pada populasi Asia

pasifik, diantaranya usia lanjut, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, peningkatan Indeks

Massa Tubuh (IMT) dan merokok5. Prevalensi GERD meningkat sesuai bertambahnya usia.

Dalam penelitian di Spanyol di dapatkan usia rata-rata pasien esofagitis 14-96 tahun dan

dominan terjadi pada laki-laki6. Penelitian di Perancis menunjukkan bahwa penggunaan

non-steroid anti inflamasi (NSAID) dapat meningkatkan refluks asam7. Berdasarkan

penelitian di Korea Selatan, penyebab pasien yang terdiagnosis esofagitis akibat

penggunaan NSAID sebesar 34,6%8. Dengan prevalensi laki-laki 16% dan perempuan 7%.

NSAID merupakan obat yang memiliki aktivitas penghambat radang dengan mekanisme

kerja menghambat biosintesis prostaglandin melalui penghambatan aktivitas enzim

siklooksigenase9. NSAID sering digunakan di masyarakat, karena efektivitasnya yang baik

sebagai analgesik, anti-inflamasi dan antipiretik. Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta menyebutkan bahwa pemakaian rata-rata per bulan untuk antalgin adalah

Page 16: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

2

501.140 tablet dan ibu profen sebanyak 390.729 tablet pada tahun 2012. Di Indonesia

penggunaan NSAID tinggi di kalangan usia tua akibat penyakit yang muncul seperti

osteoartritis dan reumatoid artritis10

. Anamnesis yang cermat merupakan cara utama untuk

mendiagnosis GERD dan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan pada esofagus di

perlukan pemeriksaan endoskopi. Pemeriksaan endoskopi sebagai alat diagnostik yang dapat

menyingkirkan keadaan patologis lain yang dapat menimbulkan gejala gastro-esofageal

refluks5.

Endoksopi merupakan alat diagnostik untuk melihat kelainan pada mukosa saluran

cerna. Tindakan endoskopi merupakan teknik pemeriksaan yang relatif aman untuk

pemeriksaan saluran cerna bagian atas. Pemeriksaan endoskopi lebih awal sangat penting

dilakukan untuk mencegah penyulit yang mungkin terjadi akibat penyakit saluran cerna

atas5 11

. Penelitian di Brazil menunjukkan pemeriksaan endoskopi dengan tingkat akurasi

47,6%, sensitivitas 33,8% dan spesifitas 100%12

.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa di perlukan penelitian yang

menggambarkan proporsi penderita esofagitis. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan

penelitian mengenai proporsi esofagitis berdasarkan hasil pemeriksaan endoskopi

berdasarkan usia, jenis kelamin, derajat keparahan dan riwayat penggunaan NSAID. Dengan

penelitian ini, peneliti berharap dapat memberikan data mengenai faktor risiko esofagitis di

Indonesia agar tidak terjadi peningkatan esofagitis di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Proporsi Penderita Esofagitis Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Endoskopi di

RS Haji Jakarta tahun 2015-2018?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah,

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui proporsi penderita esofagitis berdasarkan hasil pemeriksaan

endoskopi di RS Haji Jakarta tahun 2015 – 2018?

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dan usia

penderita berdasarkan pemeriksaan endoskopi di RS Haji Jakarta tahun 2015 – 2018

Page 17: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

3

b. Mengetahui proporsi esofagitis dari seluruh pasien yang melakukan pemeriksaan

endoskopi di RS Haji Jakarta tahun 2015 – 2018

c. Mengetahui gambaran penderita esofagitis berdasarkan jenis kelamin, usia, derajat

keparahan dan riwayat penggunaan NSAID di RS Haji Jakarta tahun 2015 – 2018

d. Mengetahui hubungan esofagitis berdasarkan jenis kelamin dan usia pada

pemeriksaan endoskopi di RS Haji Jakarta tahun 2015 – 2018

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

1. Mendapatkan pengalaman juga ilmu tambahan mengenai penelitian di bidang

saluran cerna

2. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar sarjana kedokteran di fakultas kedokteran

dan ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.4.2 Bagi Institusi

Sebagai tambahan untuk pengembangan ilmu pengetahuan di Fakultas Kedokteran

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.4.3 Bagi Masyarakat

1. Sebagai penambah pengetahuan akan proporsi penyakit esofagitis berdasarkan hasil

pemeriksaan endoskopi sehingga dapat menjaga kondisi kesehatan, agar tidak

terkena penyakit tersebut.

2. Memberikan informasi kepada kepada masyarakat tentang faktor-faktor risiko

esofagitis.

1.4.4 Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk

peneliti lain agar dapat mengembangkan ilmu untuk menambah pengetahuan dan

wawasan terkait bidang ilmu saluran cerna.

Page 18: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Esofagitis

2.1.1 Anatomi Esofagus

a. Definisi dan struktur

Esofagus adalah suatu tabung otot yang terbentang dari hipofaring (Servikal 6)

sampai ke lambung (Torakal 11) dengan panjang 23-25 cm pada dewasa. Esofagus pada

awalnya berada di garis tengah kemudian berbelok ke kiri dan kembali ke tengah setinggi

mediastinum (T7) kemudian berdeviasi ke kiri ketika melewati hiatus diafragma.

Lengkungan esofagus dilihat dari sisi anteroposterior mengikuti lengkungan dari vertebra

torakal13

. Struktur ini, sebagian besar terletak di rongga toraks, menembus diafragma dan

menyatu dengan lambung di rongga abdomen beberapa sentimeter di bawah diafragma.

Seperti terlihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Anatomi Esofagus14

Page 19: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

5

Esofagus di kedua ujungnya terdapat sfingter. Sfingter adalah struktur otot

berbentuk cincin yang ketika tertutup hal tersebut mencegah lewatnya sesuatu melalui

saluran yang dijaganya. Sfingter esofagus ada dua yaitu15

:

1) Sfingter faringoesofagus

Menjaga pintu masuk ke esofagus agar selalu tertutup sebagai hasil dari

kontraksi otot rangka sirkular sfingter yang di pengaruhi oleh saraf. Kontraksi

tonik sfingter esofageal mencegah masuknya udara dalam jumlah besar ke

dalam esofagus dan lambung saat bernafas. Udara hanya diarahkan ke dalam

saluran nafas15

.

2) Sfingter gastroesofagus

Merupakan otot polos yang berbeda dengan otot sfingter faringoesofagus.

Kontraksi meningkat saat inspirasi sehingga menurunkan kemungkinan refluks

isi lambung yang asam ke dalam esofagus ketika tekanan intrapleura yang

subatomesferik akan mendorong pergerakan kembali ke isi lambung15

.

b. Histologi

Esofagus dilapisi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dengan sel-sel

punca yang tersebar di seluruh lapisan basal. Pada umumnya, lapisan-lapisannya sama

dengan bagian saluran cerna lain. Di dalam submukosa, terdapat kelompok-kelompok

kelenjar kecil mensekresi mukus, yaitu kelenjar esofagus dengan sekret yang

memudahkan makanan dan melindungi mukosa esofagus16

.

Di dalam lamina propria daerah dekat lambung, terdapat kelompok kelenjar

yaitu kelenjar kardiak esofagus, yang juga mensekresi mukus. Pada sepertiga proksimal

esofagus, lapisan muskular hanya terdiri atas otot rangka . Sepertiga tengah terdiri dari

otot rangka dan polos. Dan sepertiga bagian distal esofagus, lapisan muskular yang

hanya terdiri atas sel-sel otot polos. Hanya bagian esofagus distal, didalam rongga

peritoneum yang ditutupi lapisan serosa. Sisanya ditutupi selapis jaringan ikat longgar,

adventisia yang menyatu dengan jaringan sekitar16

. Seperti terlihat pada gambar 2.2.

Page 20: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

6

Gambar 2.2 Histologi Esofagus16

2.1.2 Fisiologi menelan

Menelan dimulai ketika suatu bolus atau gumpalan makanan yang telah

dikunyah atau encer, secara sengaja didorong oleh lidah ke belakang mulut dan menuju

faring, ada dua tahap menelan yaitu15

:

a) Tahap Orofaring

Terdiri dari pemindahan bolus dari mulut melalui faring untuk masuk ke

esofagus. Ketika lidah mendorong bolus ke faring, bolus makanan harus diarahkan

ke dalam esofagus dan dicegah untuk masuk saluran napas seperti saluran hidung

dan trakea. Hal tersebut diatur oleh aktivitas-aktivitas terkoordinasi berikut15

:

- Pusat menelan secara sementara menghambat pusat respirasi yang berdekatan

- Uvula terangkat dan menekan bagian belakang tenggorok, menutup seluruh

saluran hidung dari faring sehingga makanan tidak masuk ke hidung.

- Posisi lidah yang menekan langit-langit keras menjaga agar makanan tidak

masuk kembali ke mulut sewaktu menelan.

- Makanan dicegah masuk ke trakea terutama oleh elevasi laring dan penutupan

erat lipatan vokal di pintu masuk laring atau glotis.

- Epiglotis melipat kearah glotis yang tertutup sebagai proteksi tambahan agar

makanan tidak masuk ke saluran napas.

- Kontraksi otot-otot faring mendorong bolus melalui sfingter faringoesofageal

yang terbuka ke dalam esofagus.

Page 21: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

7

- Sfingter faringoesofageal tertutup, struktur-struktur orifaringeal kembali ke

posisi istirahatnya dan pernapasan kembali terjadi.

b). Tahap esofageal

Pusat menelan memicu gelombang peristaltik primer yang menyapu dari

pangkal ujung esofagus, mendorong bolus di depannya menelusuri esofagus untuk

masuk ke lambung. Gerakan peristaltik yaitu kontraksi otot polos sirkular berbentuk

cincin yang bergerak progresif maju, mendorong bolus ke bawah di sepanjang

esofagus. Gelombang peristaltik memerlukan waktu sekitar lima hingga sembilan detik

untuk mencapai ujung bawa esofagus. Perambatan gelombang dikontrol oleh pusat

menelan, dengan persarafan melalui saraf vagus15

.

Gelombang peristaltik kedua tidak melibatkan pusat menelan dan yang

bersangkutan tidak menyadari kejadiannya. Jika ada bolus yang tidak dapat di dorong

mencapai lambung oleh gelombang peristaltik primer maka akan meregangkan

esofagus. Peregangan esofagus secara secara refleks meningkatkan sekresi liur,

sehingga bolus dapat bergerak maju dengan adanya sekresi liur tambahan15

.

2.1.3 Definisi Esofagitis

Esofagitis adalah inflamasi pada esofagus akibat Refluks Gastroesofagus (RGE)

secara terus menerus atau berulang. Proses inflamasi tersebut dapat disertai perubahan

pada mukosa esofagus seperti erosi atau hiperplasi epitel. Refluks gastro-esofagus di

definisikan sebagai masuknya isi lambung ke dalam esofagus yang berlangsung secara

involunter17.

2.1.4 Epidemiologi Esofagitis

Selama 40 tahun terakhir, kejadian penyakit refluks meningkat. Hal ini menjadi

salah satu masalah klinis yang dominan dalam bidang Gastroenterologi. Awalnya,

penyakit ini banyak terjadi di negara-negara Barat tetapi sekarang sudah berkembang di

negara-negara lain di dunia termasuk Asia 18

. Prevalensi esofagitis di Amerika Serikat

mendekati 7%, sementara di negara-negara non-western prevalensinya lebih rendah

(1,5% di China dan 2,7% di Korea)19

.

Esofagitis merupakan komplikasi umum yang sering terjadi dari gastro-

esofageal refluks di negara barat, telah dilaporkan dari hasil penelitian di Finlandia,

Spanyol dan Amerika bahwa 62%, 49% dan 34% pasien esofagitis dengan gejala

gastro-esofageal refluks dan kebanyakan pasien mengalami tingkatan derajat ringan2.

Page 22: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

8

2.1.5 Derajat Keparahan Penyakit

Menurut The Lost Angeles Classification berdasarkan gambaran pemeriksaan

endoskopi, esofagitis dapat di klasifikasikan menjadi lima tingkatan, yang dapat di lihat

pada tabel 2.1.20

:

Tabel 2.1 Klasifikasi Esofagitis menurut Los Angeles 20

T

a

b

e

l

2

.

2.1.6 Faktor Resiko Esofagitis

a. Usia

Esofagitis refluks ditemukan pada 15%-62% anak dengan gejala RGE dan

prevalensinya meningkat sesuai dengan bertambahnya usia21.

Usia rata-rata pasien

esofagitis adalah 50 tahun dengan jenis kelamin rata-rata laki-laki22

.

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin laki-laki juga telah dilaporkan menjadi faktor risiko independen

untuk esofagitis. Selain itu, massa sel parietal yang berbeda, fungsi esofagus yang

lebih rendah atau indeks massa tubuh antara jenis kelamin telah diusulkan sebagai

kemungkinan penyebab untuk menjelaskan efek jender23

.

c. Stress

Stress adalah respons non-spesifik generalisata tubuh terhadap setiap faktor

yang mengatasi atau mengancam untuk mengatasi, kemampuan kompensasi tubuh

untuk mempertahankan homeostasis15

.

Tingkat stress dan kelelahan dalam kehidupan sehari-hari, merupakan faktor

risiko esofagitis sehingga prevalensi esofagitis meningkat di Korea. Berdasarkan hasil

Derajat

Kerusakan

Gambaran Endoskopi

Grade A Erosi pada satu atau lebih mukosa esofagus dengan diameter < 5

mm, tidak meluas antara dua lipatan mukosa

Grade B Erosi pada satu atau lebih mukosa esofagus dengan diameter > 5

mm tanpa saling berhubungan

Grade C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh

lumen

Grade D Lesi mukosa esophagus yang bersifat sirkumferensial

(mengelilingi seluruh lumen).

Page 23: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

9

penelitian yang dilakukan pada pasien yang melakukan medical check-up di Pusat

Promosi Kesehatan Ewha Womans University Mok-Dong Hospital, esofagitis secara

signifikan terkait dengan stres psikososial, dan tingkat keparahan refluks esofagitis

berkorelasi dengan tingkat stres24

.

e. Obesitas

Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan

metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologis spesifik. Secara

fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang

tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu

kesehatan.25

Prevalensi obesitas pada dewasa di Amerika Serikat adalah 34,9% pada tahun

2011 sampai 2012. Pada tahun 2013, prevalensi obesitas penduduk laki-laki dewasa di

Indonesia sebanyak 19,7% dan pada penduduk perempuan dewasa adalah 32,9% 25 26

.

Data epidemiologis telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko

penting gejala gastro-esofageal refluks. Sebuah penelitian di Swedia menunjukkan

bahwa overweight dan obesitas berhubungan dengan gejala gastro-esofageal refluks

dan tidak menemukan hubungan antara obesitas dan tingkat keparahan gejala refluks27

.

f. Diet

Asupan tinggi kalsium, daging, minyak, dan garam dikaitkan dengan

peningkatan risiko refluks esofagitis, sementara asupan tinggi protein,

karbohidrat,kalori dari protein, vitamin C, biji-bijian, kentang, buah-buahan dan telur

berkorelasi dengan penurunan risiko untuk refluks esofagitis28

.

g. Alkohol

Konsumsi alkohol meningkatkan gejala refluks gastroesofageal refluks,

menyebabkan kerusakan mukosa esofagus, dan meningkatkan karsinogenesis.

Konsumsi alkohol pada umur dua puluh satu tahun secara signifikan terkait dengan

esofagitis. Konsumsi alkohol sejak dini dapat menurunkan tekanan sfingter esofagus

dan memungkinkan refluks isi lambung ke esofagus. Alkohol umumnya di

metabolisme melalui beberapa jalur. Pemecahan oleh Alkohol Dehidrogenase (ADH)

dan Aldehid Dehidrogenase (ALDH). Pertama, alkohol di metabolisme oleh ADH

yang akan menjadi asetaldehid yang merupakan zat toksik, seperti terlihat pada

gambar 2.3. Kedua, asetaldehida yang akan di metabolisme menjadi asetat lalu di

metabolisme menjadi karbon dioksida dan air untuk memudahkan eliminasi 29 30

.

Page 24: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

10

Gambar 2.3 Faktor yang mempengaruhi GERD pada pengguna alkohol30

h. Non-Steroid Anti Inflamasi (NSAID)

Non-Steroid Anti Inflamasi merupakan obat anti inflamasi yang memiliki

struktur molekular yang berbeda dari steroid. Secara kimiawi, NSAID merupakan

senyawa turunan dari asam asetat, asam propionat, pirazol, dan zat kimia lainnya.

bekerja dengan menghambat kerja dari enzim siklooksigenase. Enzim ini berperan

penting dalam jalur metabolisme asam arakhidonat, yaitu bekerja untuk mengkatalis

perubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin dan tromboksan. Terdapat dua

isoform enzim siklooksigenase yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-

2 (COX-2). Kedua enzim ini memiliki struktur yang serupa, namun pada bagian

substrate binding channel enzim siklooogsinegase- 2 memiliki sisi samping yang

berbeda dengan enzim siklooksigenase-1. Hal ini lah yang mendasari selektivitas

inhibisi enzim ini oleh NSAID 31

.

Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam

kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna, dan trombosit. Di

mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat

sitoprotektif. COX-2 diinduks berbagai stimulus inflamator, termasuk sitokin,

endotoksin dan faktor pertumbuhan (growth factor). Tromboksan A2, yang disintesis

trombosit oleh COX-1, menyebabkan agregasi trombosit, vasokonstriksi dan

proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin yang disintesis COX-2 di endotel

makrovaskular melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi

trombosit, vasodilatasi dan efek anti-proliferatif 30

. Sebagai akibat dari mekanisme

kerjanya, NSAID tidak hanya memberikan manfaat dalam mengurangi gejala

Page 25: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

11

inflamasi, namun juga menimbulkan gangguan dalam mekanisme pertahanan mukosa

saluran pencernaan, sehingga menyebabkan inflamasi 7.

NSAID merupakan salah satu golongan obat yang paling banyak dan paling

sering diresepkan di Indonesia maupun di negara-negara lain. Studi berbasis

komunitas di Inggris menunjukkan bahwa gejala GERD lebih banyak pada pengguna

NSAID dibandingkan non-pengguna NSAID32

.

2.1.7 Etiologi Esofagitis

Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari refluks gastroesofageal apabila19

:

1. Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan

mukosa esofagus.

2. Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun kontak antara

bahan refluksat dengan esofagus tidak cukup lama.

Keadaan-keadaan tersebut mencakup berbagai gangguan yang meningkatkan laju

relaksasi transien sfingter esofagus bawah atau menganggu refleks yang normalnya

mengikuti relaksasi transien sfingter esofagus bawah dengan gelombang peristalsis

esofagus sekunder19

. Seperti terlihat pada tabel 2.2.

Page 26: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

12

Tabel 2.2 Faktor yang memengaruhi tekanan sfingter esofagus bawah33

Meningkat Menurun

Hormon Gastrin

Motilin

Substansi P

Sekretin

Kolesistokinin

Glukagon

Somatostatin

Gastric Inhibitor peptide

(GIP)

Vasoactive intestinal peptide

(VIP)

Progesteron

Zat Saraf Agonis Adenergik-alfa

Agonis adrenergik-beta

Agonis kolinergik

Antagonis adrenergik-beta

Antagonis adrenergik-alfa

Agen antikolinergik

Makanan Protein Lemak

Coklat

Etanol

Peppermint

Lain-lain Histamin

Antasid

Metokloperamid

Domperidon

Prostaglandin

Kompleks motorik migratorik

Peningkatan tekanan intra-

abdomen

Teofilin

Kafein

Pengasaman lambung

Merokok

Kehamilan

Prostaglandin

Meperidin,morfin

Dopamin

Agen penyekat kanal kalsium

Diazepam

Barbiturat

Keadaan yang meningkatkan volume atau tekanan lambung (mis, obstruksi pintu keluar

lambung parsial atau komplet dan kondisi yang meingkatkan produksi asam) juga

berperan. Kadang-kadang, esofagitis dapat disebabkan oleh cedera alkalis (mis, refluks

Page 27: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

13

getah pankreas melalui sfingter pilorus yang inkompeten dan relaksasi sfingter esofagus

bawah)33

.

2.1.8 Patogenesis Esofagitis

Esofagitis timbul akibat adanya kontak antar zat toksik yang terdapat pada isi refluks

dengan mukosa esofagus dalam kurun waktu yang cukup untuk mengalahkan pertahanan

esofagus. Pertahanan esofagus ditentukan oleh ketahanan mukosa dalam mengurangi

kerusakan selama terjadi kontak dengan isi lumen yang toksik. Mekanisme pertahanan

esofagus dapat dikelompokkan menjadi pertahanan pre-epitelial, epitelial, post epitelial

dan perbaikan jaringan17

.

Pertahanan pre-epitelial mencegah kontak langsung ion H+ dalam lumen esofagus

dengan sel epitel skuamosa. Komponen yang berperan dalam mekanisme ini adalah

mukus, unstirred warer layer dan lapisan ion bikarbonat yang terdapat pada permukaan

mukosa. Asam dinetralisasi oleh HCO3- di lapisan mukus dan lama kontak dengan asam

oleh unstrirred water17

.

Selanjutnya tahap kedua pertahanan epitelial, yaitu mencegah masuknya ion H+ ke

dalam sel dan mengeliminasi ion H+ yang sudah masuk ke dalam sel. Agar dapat masuk

ke dalam ion sel, ion H+ harus melalui membran sel atau ruang interselular sehingga

pergerakan ion H+ dibatasi oleh tight junction dan materi interselular (lipid dan musin).

Membran sel dan kompleks junction intraseluler, fosfat dan bikarbonat. Memban sel

memiliki sistem transpor ion yang mengatur pertukaran Na+/H+ dan Cl- HCO317

.

Tahap ketiga yaitu pertahanan post epitelial yaitu alirah darah ke esofagus berkontak

dengan bahan toksik. Suplai darah ke esofagus dapat memberikan efek perlindungan

dengan cara a). Memindahkan bahan toksik (CO2 dan Ion H+) , b). Mensuplai bikarbonat,

oksigen dan nutrisi ke ruang interselular untuk menetralisir asam17

.

Tahap akhir yaitu perbaikan jaringan, sel epitelial esofagus dapat memperbaiki

kerusakan jaringan. Proses perbaikan jaringan esofagus lebih cepat dibanding mukosa

lambung. Faktor yang berperan dalam proses perbaikan epitel antara lain epidermal

growth factor (EGF), hepatocyte growth factor (HGF), dan nitrit oksida (NO). Kelenjar

saliva mensekresi EGF dengan kadar tinggi sehingga dapat sintesis DNA yang mempunyai

efek proliferatif yang besar. Hepatocyte growth factor menstimulasi pertumbuhan

beberapa tipe sel epitel dengan aktivitas perbaikan sel lebih besar dibanding EGF. Nitri

oksida berperan mempertahankan mikrosirkulasi esofagus. Pada esofagitis terjadi replikasi

epitel esofagus dengan cepat sehingga akan di temukan hiperplasia sel basal17

.

Page 28: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

14

Selain pertahanan esofagus tersebut, Sfingter esofagus bawah (SEB) berperan

penting sebagai barier anti refluks. Dalam keadaan normal, sfingter esofagus bawah yang

berkontraksi secara tonik membentuk sawar yang efektif terhadap refluks asam dari

lambung ke dalam esofagus. Hal ini diperkuat oleh gelombang peristaltik esofagus

sekunder sebagai respons terhadap relaksasi transien sfingter esofagus bawah. Efektivitas

penghalang ini dapat terganggu oleh hilangnya tonus sfingter esofagus bawah, peningkatan

frekuensi relaksasi transien, ketiadaan peristaltis sekunder setelah relaksasi transien,

meningkatnya produksi asam, yang kesemuanya meningkatkan kemungkinan refluks isi

lambung yang asam untuk menimbulkan nyeri atau erosi33

.

Refluks berulang dapat merusak mukosa, yang menimbulkan peradangan sehingga

menjadi esofagitis. Refluks rekuren itu sendiri mempermudah terjadinya refluks

berikutnya akibat pembentukan jaringan parut setelah penyembuhan peradangan epitel

yang membuat sfingter bawah semakin kurang kompeten sebagai sawar33

.

Meskipun biasanya merupakan akibat dari refluks asam, esofagitis juga dapat

terjadi akibat refluks pepsin atau empedu. Pada sebagian besar kasus esofagitis, terdapat

rangkaian patofisiologi umum33

. Seperti terlihat pada gambar 2.4

Gambar 2.4 Patofisiologi penyakit refluks esofagus Sfingter Esofagus Bawah (SEB) 33

Page 29: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

15

Kerusakan mukosa berulang menyebabkan infiltrasi granulosit dan eosinofil,

hiperplasia sel basal, dan akhirnya pembentukan tukak rapuh yang mudah berdarah serta

eksudat di permukaan mukosa. Perubahan-perubahan patologis ini mempermudah

terbentuknya jaringan parut dan inkompetensi sfingter sehingga dapat terjadi siklus

peradangan berulang33

.

Meningkatnya frekuensi relaksasi sfingter esofagus bawah mungkin ikut berperan

menyebabkan peningkatan distensi lambung. Pada keadaan normal, relaksasi transien

sfingter sofagus bawah disertai oleh peningkatan peristaltis esofagus. Karenanya, orang

dengan defek pada jalur-jalur eksitatorik yang mendorong peristaltis dapat mengalami

peningkatan resiko refluks esofagus. Pada esofagitis, terdapat perubahan pada tipe

prostaglandin yang dihasilkan oleh esofagus, dan hal ini mungkin berperan menyebabkan

gangguan pada proses penyembuhan dan menimbulkan kekambuhan. Berbeda dari bentuk-

bentuk lain cedera akibat asam, infeksi oleh H.Pylori tampaknya tidak berperan dalam

pembentukan refluks atau esofagitis33

.

2.1.9 Manifestasi klinik

Nyeri ulu hati adalah gejala esofagitis yang umum, dan biasanya bertambah parah

ketika berbaring. Regurgitasi, nausea dan muntah merupakan gejala spesifik yang paling

sering terlihat pada bayi, sedangkan pada anak yang lebih besar didapatkan keluhan

disfagia, heartburn dan nyeri epigastrium. Pada esofagitis berat dapat terjadi hematemesis

dan melena17

.

Pada refluks berulang dapat timbul beragam penyulit. Penyulit tersering adalah

striktur esofagus distal. Obtruksi progresif, mula-mula terhadap makanan padat kemudian

cairan, yang bermanifestasi sebagai disfagia. Penyulit lain refluks berulang adalah

perdarahan atau perforasi, suara serak, batuk atau mengi,pneumonia akibat aspirasi isi

lambung ke dalam paru, terutama sewaktu tidur33

.

2.1.10 Diagnosis Esofagitis

a. Endoskopi

Endoksopi merupakan prosedur diagnostik yang perlu dilakukan untuk melihat

esofagitis. Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi dapat dinilai perubahan

makroskopik dari mukosa esofagus, serta dapat menyingkirkan keadaan patologis lain

yang dapat menimbulkan gejala gastro-esofageal refluks. Ditemukannya kelainan

esofagitis pada pemeriksaan endoskopi yang dipastikan dengan pemeriksaaan

Page 30: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

16

histopatologi (biopsi). Oleh karena itu, biopsi jaringan esofagus untuk pemeriksaan

patologi anatomi diperlukan setiap tindakan endoskopi17 19 34

.

b. Patologi anatomi

The European Society of Paediatric Gantoenterology and Nutrition (EPSGAN)

merekomendasikan penggunaan kriteria histologi mendiagnosis esofagitis 17

. Seperti

terlihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Klasifikasi Histologi Esofagitis 17

0 Normal

I A

B

C

Basal zone hyperplasia

Elongated Stromal paillae

Vascular ingrowth

II Polymorphonuclear cell in epithelium,

lamina propria or both

III Polymorphs with epithelial defect

IV Ulceration

V Abnormal columnar epithelium

Dalam pengamatannya menemukan rendahnya hubungan antara gambaran

endoskopi dan histologi. Beberapa anak dengan gejala klinis esofagitis seringkali

memperlihatkan gambaran endoskopi normal atau kelainan minimal, tetapi

memperlihatkan gambaran histologi hiperplasia epitel skuamosa esofagus yang

merupakan gambaran histologi awal dari esofagitis17

.

Sel radang yang terdapat pada esofagitis adalah eosinofil, neutrofil, dan limfosit.

Eosinofil dan neutrofil tidak terdapat pada epitel esofagus anak normal. Eosinofil

memiliki nilai diagnostik esofagitis. Adanya satu atau lebih eosinofil pada lamina

propria merupakan indeks RGE. Neutrofil pada epitel esofagus juga merupakan indeks

spesifik, tetapi tidak sensitif untuk refluks gastroesofageal, karena hanya ditemukan

pada kurang dari sepertiga pasien dengan RGE. Apabila pada jaringan biopsi tidak

terdapat lamina propria, maka cells with irregular nuclear contour (CINC) intraepitel

dapat digunakan untuk diagnosis esofagitis35

.

Page 31: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

17

2.1.11 Komplikasi Gastro Esofageal-Refluks

Komplikasi yang sering terjadi adalah striktur dan perdarahan. Sebagai dampak

adanya rangsangan kronik asam lambung terhadap mukosa esofagus, dapat terjadi

perubahan mukosa esofagus dari skuamosa menjadi epitel kolumnar yang metaplastik,

keadaan ini disebut sebagai Esofagus Barrett (EB). Insidens esofagust Barrett

meningkat, diperkirakan terjadi sebanyak 10% dari mereka dengan gejala GERD. Pria

kulit putih paling sering terkena dan khas pada usia antara 40 tahun dan 60 tahun.23

35

Perhatian utama dalam EB adalah bahwa kelainan ini menyebabkan

peningkatan risiko adenokarsinoma esofagus. Studi molekular menunjukkan bahwa

Epitel Barret mungkin lebih mirip dengan adenokarsinoma daripada epitel esofagus

normal. Konsisten dengan pandangan bahwa EB adalah kondisi premalignan. Epitel

yang mengalami displasia, dianggap sebagai lesi pre-invasif, berkembang dalam 0,2%

sampai 1% dari penderita EB tiap tahun, insidensinya meningkat dengan durasi dari

gejala dan peningkatan usia pasien35

.

2.1.12 Penatalaksanaan esofagitis

Pada prinsipnya, penatalaksanaan esofagitis refluks terdiri dari non-

medikamentosa medikamentosa dan. Target penatalaksanaan adalah : a)

Menyembuhkan lesi esofagus, b). Menghilangkan gejala/keluhan, c). Mencegah

kekambuhan, d). Memperbaiki kualitas hidup, e). Mencegah timbulnya komplikasi19

.

Modifikasi pola hidup dilaporkan dapat menurunkan paparan asam pada

esofagus. Modifikasi pola hidup tersebut berupa meninggikan posisi kepala, pungung,

dan pinggang saat tidur (membentuk sudut 45-60 derajat dengan alas tempat tidur)

dengan tujuan meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam

dari lambung ke esofagus, berhenti merokok dan mengonsumsi alkohol karena

keduanya dapat menurunkan tonus SEB sehingga secara langsung mempengaruhi sel-

sel epitel, mengurangi asupan lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan

karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung, menurunkan berat badan pada

pasien kegemukan serta menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan

intrabdomen, menghindari makanan dan minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi

dan minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekrsi asam, jika memungkinkan

menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus SEB seperti antikolinergik,

teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium, agonis beta adrenergik, progesteron 17 19

.

Page 32: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

18

Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan step

down. Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obatan kurang kuat

seperti antagonis reseptor H2 atau prokinetik. Antagonis reseptor H2 bekerja

menghambat sekresi asam lambung, yang termasuk dalam golongan obat ini adalah

simetidin, ranitidin, famotidin dan nizatidin. Simetidin dan ranitidin menghambat

reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang

sekresi asam lambung, sehingga pemberian simetidin, ranitidin dan famotidin akan

menghambat sekresi asam lambung. Famotidin tiga kali lebih poten daripada ranitidin

dan dua puluh kali lebih poten daripada simetidin. Potensi nizatidin kurang lebih sama

dengan famotidin 19 31

Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan

sampai sedang serta tanpa komplikasi. Dosis pemberian, simetidin 2 x 800 mg atau 4 x

400 mg, ranitidin 4 x 150 mg, Famotidin 2 x 20 mg, nizatidin 2 x 150 mg 19

.

Selain antagonis reseptor H2, terdapat obat-obatan prokinetik yang bekerja pada

peningkatan tekanan SEB, merangsang peristaltik esofagus dan pengosongan lambung.

Cisaprid sebagai antagonis reseptor 5 HT 4, obat ini dapat mempercepat pengosongan

lambung dan menigkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan

gejala serta penyembuhan lesi esofagus lebih baik dibanding domperido, dosisnya 3 x

10 mg sehari 19

.

Adapun pendekatan step down dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat

dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah

atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik. Penghambat pompa proton (PPI) bekerja

langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase

yang dianggap sebagai tahap akhir pemrosesan pembentukan asam lambung. Obat-

obatan golongan PPI sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta penyembuhan

lesi esofagus, bahkan pada gastritis erosif derajat berat serta refrakter dengan golongan

antagonis reseptor H219

.

2.2 Gastro-esofageal Refluks Disease (GERD)

2.2.1 Definisi GERD

Definisi GERD menurut Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks

Gastroesofageal di Indonesia tahun 2013 adalah suatu gangguan berupa isi lambung

mengalami refluks berulang ke dalam esofagus, menyebabkan gejala atau komplikasi

yang mengganggu. Prevalensi GERD menurut Map of Digestive Disorders dan

Page 33: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

19

Diseases tahun 2008 di Amerika Serikat sebesar 15%, Inggris sebesar 21%, dan di

Malaysia 38,8%. Data epidemiologi dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa satu dari

lima orang dewasa mengalami gejala rasa panas di dada, atau regurgitasi asam sekali

dalam seminggu, serta lebih dari 40% mengalami gejala tersebut sekurang-kurangnya

sekali dalam sebulan. Prevalensi di Asia berkisar antara 3-5% termasuk Indonesia,

secara umum lebih rendah dibandingkan dengan negara barat, namun demikian data

terakhir menunjukkan bahwa prevalensinya semakin meningkat. Hal ini disebabkan

karena perubahan gaya hidup yang meningkatkan seseorang terkena GERD seperti

merokok dan obesitas 5 33

.

Beberapa faktor risiko GERD adalah :

a. Obat-obatan, seperti teofilin, antikolinergik, beta adrenergik, nitrat, calsium-

channel blocker.

b. Makanan, seperti coklat, makanan berlemak, kopi, alkohol dan rokok.

c. Hormon, umumnya terjadi pada wanita hamil dan menopause. Pada wanita

hamil, menurunnya tekanan LES terjadi akibat peningkatan kadar progesteron.

Sedangkan pada wanita menopause, menurunnya tekanan SEB terjadi akibat

terapi hormon estrogen.

d. Struktural, umumnya berkaitan dengan hiatus hernia. Selain hiatus hernia,

panjang SEB yang <3 cm juga memiliki pengaruh terhadap terjadinya GERD.

e. Indeks Massa Tubuh (IMT), semakin tinggi nilai IMT, maka risiko terjadinya

GERD juga semakin tinggi.

2.2.2 Patofisiologi GERD

GERD terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara faktor ofensif dan defensif

dari sistem pertahanan esofagus dan bahan refluksat asam. Yang termasuk faktor defensif

sistem pertahanan esofagus adalah SEB, mekanisme bersihan esofagus, dan epitel

esofagus. Pada GERD fungsi LES terganggu dan menyebabkan terjadinya aliran balik

dari lambung ke esofagus. Terganggunya fungsi SEB pada GERD disebabkan oleh

turunnya tekanan SEB akibat penggunaan obat seperti NSAID dan antibiotik, makanan,

faktor hormonal atau kelainan struktural33 36

. Seperti terlihat pada gambar 2.5

Page 34: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

20

Gambar 2.5 Patofisiologi GERD5

Mekanisme bersihan esofagus merupakan kemampuan esofagus membersihkan

dirinya dari bahan refluksat lambung, termasuk gaya gravitasi, gaya peristaltik esofagus.

Mekanisme bersihan esofagus terganggu sehingga bahan refluksat lambung akan kontak

ke dalam esofagus, makin lama kontak antaran bahan refluksat lambung dan esofagus,

maka risiko esofagitis akan makin tinggi. Selain itu, refluks malam hari pun akan

meningkatkan risiko esofagitis lebih besar. Hal ini karena tidak adanya gaya gravitasi saat

berbaring 5 33

.

Mekanisme ketahanan epitelial esofagus terdiri dari membran sel, intercellular

junction yang membatasi difusi ion H+ ke dalam jaringan esofagus yang menyuplai

nutrien-oksigen dan bikarbonat serta mengeluarkan ion H+ dan CO2, sel esofagus

mempunyai kemampuan mentransport ion H+ dan Cl- intraseluler dengan Na+ dan

bikarbonat ekstraseluler5 33

.

Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah peningkatan asam lambung,

dilatasi lambung atau obstruksi gastric outlet, distensi lambung dan pengosongan lambung

yang terlambat, tekanan intragastrik dan intraabdomen yang meningkat. Beberapa keadaan

yang mempengaruhi tekanan intraabdomen salah satunya obesitas15

.

2.2.3 Manifestasi Klinis GERD

Tanda dan gejala khas GERD adalah regurgitasi dan heatburn. Regurgitasi

merupakan suatu keadaan refluks yang terjadi sesaat setelah makan, ditandai rasa asam

dan pahit di lidah. Heartburn adalah suatu rasa terbakar di daerah epigastrium yang dapat

Page 35: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

21

disertai nyeri dan pedih. Heartburn sering dikenal dengan rasa panas di ulu hati yang

terasa hingga ke daerah dada. Kedua gejala ini umumnya dirasakan saat makan atau saat

berbaring. Gejala lain adalah kembung, mual, cepat kenyang, bersendawa, hipersaliva,

disfagia hingga odinofagia5 33

.

2.2.4 Diagnosis GERD

Diagnosis GERD ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis dengan gejala

spesifik yaitu heartburn dan regurgitasi serta pengisian kuesioner. Selain itu, gejala

klasik GERD dapat dapat dinilai dengan Gastroesophageal Reflukx Disease –

Questionnairre (GERD-Q). GERD-Q merupakan sebuah kuesioner yang terdiri dari

enam pertanyaan mengenai gejala klasik GERD, serta efek penggunaan obat-obatan

terhadap gejala dalam7 hari terakhir. Berdasarkan penilaian GERD-Q, jika skor 8 - 18

maka pasien memiliki kecenderungan tinggi menderita GERD5 33

.

2.2.5 Tatalaksana GERD

Pendekatan klinik penatalaksanaan GERD meliputi pengobatan GERD (NERD

dan ERD), GERD refrakter, dan non-acid GERD. Pada lini pertama, diagnosis GERD

lebih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan kuesioner GERD berdasarkan

gejala. Penatalaksanaan klinis diberikan bersdasarkan diagnosis klinis5 33

. Seperti

terlihat pada gambar 2.6

Page 36: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

22

Gambar 2.6 Alur Pengobatan GERD pada Pusat Pelayanan Kesehatan Primer5

Penatalaksanaan non-farmakologis yaitu memodifikasi berat badan berlebih dan

meninggikan kepala kurang 15-20 cm pada saat tidur, serta faktor-faktor tambahan lain

seperti merokok, minum alkohol, mengurangi obat-obatan yang merangsang asam

lambung dan menyebabkan refluks, makan tidak boleh terlalu kenyang dan makan

malam paling lambat 3 jam sebelum tidur5 33

.

Penatalaksanaan farmakologis yang telah diketahui dapat mengatasi GERD

adalah antasida, prokinetik, antagonis reseptor H2, Proton Pump Inhibitor (PPI) dan

baclofen. Berdasarkan Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks

Gastroesofageal di Indonesia, PPI merupakan obat paling efektif dalam menghilangkan

gejala serta menyembuhkan lesi esofagitis pada GERD. PPI dosis tunggal diberikan

pada pagi hari sebelum makan selama 8 minggu. Apabila gejala tidak membaik setelah

terapi selama 8 minggu atau gejala terasa mengganggu di malam hari, terapi dapat

dilanjutkan dengan dosis ganda selama 4 – 8 minggu5 33

.

Page 37: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

23

2.4 Pandangan dokter muslim tentang faktor risiko esofagitis

Islam merupakan agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia

begitupun dalam mengatur tatanan kehidupan di bumi guna menuju kebahagiaan dunia

dan akhirat. Salah satu penunjang kebahagiaan adalah memiliki tubuh yang sehat.

Sehingga dengan tubuh yang sehat kita mampu melaksanakan ibadah kepada Allah

SWT. Namun seringkali manusia tidak mengidahkan kesehatannya sendiri sehingga

tubuh mudah terserang penyakit. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW telah

mengingatkan manusia melalui sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari37

.

ة والفراغ ح ، الص ي الاس وا كثير ه غث ىى ه فيه عوحاى

“ Ada dua kenikmatan yang banya manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu

senggang ”. ( HR Bukhari no. 6412, dari Ibnu Abbas)

Itulah sebabnya, islam sangat menganganjurkan umatnya untuk memperhatikan

kesehatan dirinya. Menurut World Health Organization (WHO) sehat adalah keadaan

sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit

atau kecacatan. Islam telah menetapkan prinsip-prinsip dalam penjagaan keseimbangan

tubuh manusia. Beberapa cara dalam menjaga kesehatan ialah dengan cara menjaga

pola makan37

, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur‟an surah Al-A‟raf ayat 31 :

فيي سر ة الو ه ل ي ح ف ىا إ وك ل ىا واشرت ىا ول ج سر

“Makan dan minumlah kalian, dan janganlah berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al-A‟araf 7 : 31)

Dalam Tafsir Quraish Shihab, adapun yang dimaksud tidak berlebih-lebihan,

ilmu pengetahuan modern menetapkan bahwa tubuh tidak menyerap semua makanan,

tetapi hanya mengambil secukupnya, kemudian membuang yang lebih dari dalam

tubuh. Jika berlebihan maka organ-organ pencernaan akan mengalami gangguan

sehingga menjadi salah satu faktor risiko terjadinya penyakit GERD37

.

Dalam hadits pun telah mengatur porsi makan dan gizi seimbang,

- اللهصلى عليه وسلن- عث رس ىل الل ب اللهرضي عه يق ىل سو يكر قدام تي هعد الو

ى لثه فإى غلثث الآده وي ص ل قيوات ي ق ى ي تطي حسة الآده ا ه عاء شر ى و يق ىل » ها هل آده

« اتي هاجه لفس لشراب وث ل ث ل لطعام وث ل ث ل فس ه فث ل ث ل

Page 38: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

24

“Al Miqdam bin Ma‟dikarib radhiyallahu „anhu berkata: “Aku telah mendengar

Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang manusia mengisi

sebuah tempat yang lebih buruk daripada perut, cukuplah bagi seorang manusia

beberapa suapan yang menegakkan punggungngya, dan jika hawa nafsunya

mengalahkan manusia, maka 1/3 untuk makan dan 1/3 untuk minum dan 1/3 untuk

bernafas.” HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat Al

Ahadits Ash Shahihah, no. 226537

Apabila umat Islam senantiasa menerapkan Al-Qur‟an dan Hadis sebagai

pedoman utama dalam menjalani segala aspek kehidupan terutama kesehatan, maka

umat islam dapat terhindar dari berbagai penyakit, dapat menjalani hidup dengan sehat

dan bisa beraktivitas serta menjalankan ibadah dengan baik.

Page 39: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

25

2.4 Kerangka Teori

Menghambat enzim

siklooksigenase

Faktor risiko

Gastro-esofageal Refluks

(GERD)

Usia > 50

tahun Riwayat penggunaan

NSAID

Peningkatan frekuensi

relaksasi transien

sfingter esofagus

bawah

Penurunan

tonus sfingter

esofagus bawah

Peningkatan

keasaman

Merusak ketahanan

epitelial esofagus

Mengiritasi esofagus

Inkompeten sfingter

esofagus bawah

Iritasi berulang

Esofagitis

Menghambat enzim

siklooksigenase

Inflamasi esofagus Grade A

Grade B

Grade C

Grade D

Derajat keparahan

berdasarkan klasifikasi

Los Angeles

Penurunan

prostaglandin

Obesitas

Menghambat enzim

siklooksigenase

Meningkatnya

tekanan

intraabdomen

Menurunnya

motilitas

esofagus

Mukosa

esofagus lebih

mudah terpapar

asam lambung

alkohol

Relaksasi tonus

sfingter

esofagus

bawah

Terjadi aliran balik

lambung ke esofagus

Kontraksi

peristaltik

esofagus

menurun

Oksidasi

etanol oleh

alkohol

dehidrogenase

Terbentuk

asetaldehida

Sebagai zat

toksik

Jenis Kelamin

Mekanisme bersihan

esofagus terganggu

Indeks

Massa

Tubuh

Laki-laki

tinggi

Page 40: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

26

2.5 Kerangka Konsep

Keterangan :

Riwayat konsumsi

NSAID

GERD

Obesitas Alkohol

Derajat keparahan

penyakit

Pemeriksaan

Endoskopi

Usia Jenis Kelamin

: Variabel yang tidak diteliti

: Variabel yang di teliti

Esofagitis

: Meneliti hubungan

: Tidak meneliti hubungan

Page 41: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

27

2.6 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara

Pengukuran

Skala

1. Esofagitis Suatu peradangan pada

esofagus

Rekam medis Data dari

rekam medik

dan

pemeriksaan

endoskopi

Nominal

(Ya,Tidak)

2. Jenis kelamin Karakteristik seksual

yang dapat membedakan

manusia

Rekam medis Laki-laki dan

Perempuan

Nominal

(Laki-laki,

perempuan)

3. Usia Satuan waktu yang

mengukur keberadaan

suatu makhluk hidup

Rekam medis Berdasarkan

sebaran

populasi

menurut

Depkes RI,

usia di bagi

dalam setiap 5

tahun :

12 – 16

17 – 25

26 – 35

36 – 45

46 – 55

56 – 65

>65

Ordinal

(kategori

1,2,3,4,5,6,7

4. Konsumsi NSAID Riwayat mengonsumsi

NSAID sebelum

pemeriksaan endoskopi

Rekam medis Data dari

rekam medik

Nominal

(Ya,Tidak)

5. Grade Derajat keparahan

penyakit

Rekam medis Berdasarkan

gambaran

endoskopi

klasifikasi

esofagitis

menurut Los

Angeles

dibagi menjadi

empat

Ordinal

(Kategori A,

B, C dan D)

Page 42: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

28

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross-

sectional untuk mengetahui proporsi penderita esofagitis berdasarkan hasil pemeriksaan

endoskopi di RS Haji Jakarta pada bulan Januari 2015 –April 2018

3.2 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dan pengumpulan data dilaksanakan di RS Haji Jakarta pada bulan Maret

– Juli 2018.

3. 3 Populasi dan Sampel

3.3. 1 Populasi Target

Pasien yang dilakukan pemeriksaan endoskopi di RS Haji Jakarta.

3.3.2 Populasi Terjangkau

Pasien yang didiagnosis esofagitis berdasarkan hasil pemeriksaan endoskopi di

RS Haji jakarta dari bulan Januari 2015 – April 2018 berdasarkan dari riwayat

anamnesis.

3.3.3 Besar Sampel

Berdasarkan perhitungan sampel dengan rumus dibawah ini

Keterangan :

n = Jumlah sampel

Zα = nilai Z pada derajat kemaknaan

P = proporsi penderita esofagitis di Nepal 11,3%

Q = 1- 0,113

d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan

Page 43: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

29

3.3.4 Cara pengambilan sampel

Peneliti mengambil data sekunder dari hasil pemeriksaan endoskopi sesuai

dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang di sediakan pihak RS Haji Jakarta. Selanjutnya

di dapatkan data pasien yang melakukan hasil pemeriksaan endoskopi yaitu 1.169.

Berdasarkan dari rumus besaran sample di dapatkan jumlah sample 154. Sehingga

dalam pengambilan sample peneliti menggunakan metode random sampling

menggunakan aplikasi randomizer dari seluruh sampel yang memenuhi kriteria.

3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi

1. Inklusi

1. Pasien yang dilakukan pemeriksaan endoskopi di RS Haji jakarta 2015-2018

2. Pasien denga usia 15 – 79 tahun.

2. Eksklusi

1. Pasien yang dilakukan pemeriksaan endoskopi dan telah meninggal dunia pada

data rekam medik di RS Haji Jakarta.

3.5 Cara kerja penelitian

1. Melakukan persiapan penelitian (menentukan dosen pembimbing, menentukan judul,

proposal, dll) di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Melakukan survey tempat penelitian di RS Haji Jakarta

3. Mengurus perizinan penelitian di RS Haji Jakarta

4. Mengambil data hasil pemeriksaan endoskopi dan rekam medik di RS Haji Jakarta

5. Melakukan pengolahan data penelitian dengan menggunakan SPSS 2.4

6. Menampilkan hasil dari pengolahan data dalam diagram

3.6 Analisis Data

Data dalam penelitian ini di gambarkan dengan metode deskriptif kategorik

menggunakan aplikasi SPSS 2.4 dengan melihat data hasil pemeriksaan endoskopi di RS

Haji Jakarta.

Page 44: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

30

3.7 Alur Penelitian

Populasi Target: Pasien yang di

lakukan pemeriksaan

endoskopi di RS Haji Jakarta

Frame sampling

Populasi Terjangkau : Pasien yang di

diagnosis esofagitis berdasarkan

pemeriksaan endoskopi di RS Haji pada

bulan Januari 2015 – Februari 2018

Riwayat Konsumsi

NSAID Jenis Kelamin Usia Derajat Keparahan

Penyakit

Melakukan pengolahan data penelitian

Berdasarkan

kriteria inklusi dan

ekslusi

Sample

Melakukan random

sampling

menggunakan aplikasi

Research randomizer

Melakukan persiapan penelitian

Melakukan perizinan penelitian di RS Haji Jakarta

Mengambil data hasil pemeriksaan

endoskopi di RS Haji Jakarta

Page 45: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Selama periode penelitian, peneliti mengambil populasi penderita esofagitis

berdasarkan hasil pemeriksaan endoskopi di RS Haji Jakarta pada tahun Januari 2015 –April

2018. Peneliti melakukan pengambilan sampel pasien dengan random sampling. Dari

jumlah pasien yang di endoskopi pada Januari 2015 – April 2018 di RS Haji Jakarta yaitu

1169 pasien. Dari rumus besaran sampel di dapatkan jumlah sampel 154.

4.1 Karakteristik Sampel

4.1.1 Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel 4.1 distribusi sampel menurut jenis kelamin, didapatkan

bahwa dari 154 sampel di RS Haji Jakarta, distribusi penderita esofagitis menurut jenis

kelamin di dapatkan frekuensi laki-laki sebanyak 63 pasien (40,9%) dan perempuan

sebanyak 91 pasien (59,1%). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian

yang dilakukan di Pusat Pelayanan Kesehatan di Spanyol dengan total pasien yang

melakukan endoskopi yaitu 1.361 di dapatkan dengan karakteristik menurut jenis

kelamin yaitu laki-laki sebesar 48,1% dan perempuan sebesar 51,9%6.

Penyakit Frekuensi Proporsi (%)

Laki-laki 63 40,9

Perempuan 91 59,1

Total 154 100

Tabel 4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Page 46: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

32

4.1.2 Berdasarkan Usia

Dapat dilihat dari tabel 4.2, sampel pasien berdasarkan hasil endoskopi di RS

Haji Jakarta tahun 2015 – 2018, setelah dilakukan pengelompokan menggunakan

standar sebaran usia menurut Depkes RI , didapati usia terbanyak pada sebaran 56 – 65

tahun sebesar 22,1% , usia 36 – 45 tahun sebesar 20,8% dan usia 46 – 55 tahun sebesar

20,8%, usia >65 tahun 20,8%. Berdasarkan penelitian di Iran dengan 736 pasien

karakteristik subjek berdasarkan usia di dapatkan rata-rata usia 15 – 86 tahun dan di

Spanyol dengan rerata usia 14 – 96 tahun4. Penelitian terbaru di RS Bir Mahabauddha

Nepal tahun 2018, dengan 142 sampel di dapatkan usia terbanyak 40-60 tahun sebesar

44,4% dan >60 tahun 29,36% 3.

4.2 Proporsi Penyakit

Pada tabel 4.3 terlihat proporsi penyakit, dari total sampe 154 orang, di

dapatkan yang menderita esofagitis sebesar 29 orang (18,8%) dan non esofagitis 125

orang (81,2%).

Usia Frekuensi Proporsi (%)

17 – 25 10 6,5

26 – 35 14 9,1

36 – 45 32 20,8

46 – 55 32 20,8

56 – 65 34 22,1

>65 32 20,8

Total 167 100

Penyakit Frekuensi Proporsi (%)

Esofagitis 29 18,8

Non Esofagitis 125 81,2

Total 154 100

Tabel 4.3 Proporsi penderita Esofagitis

Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia

Page 47: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

33

Di laporkan pasien dengan gejala gastro-esofageal refluks yang menderita

esofagitis di Turki sebesar 17%, Malaysia 23% dan Jepang 20%2. Sedangkan penelitian

di Nepal pasien yang menderita esofagitis sebesar 11,3%3. Di Indonesia pasien dengan

gejala gastro-esofageal refluks prevalensinya semakin meningkat. Hal ini disebabkan

oleh karena adanya perubahan gaya hidup yang meningkatkan seseorang terkena GERD

dan komplikasinya, seperti merokok dan juga obesitas. Laporan kasus lelosutan SAR

dkk, di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

Jakarta (FKUI/RSCM) menunjukkan bahwa dari 127 subjek penelitian yang menjalani

endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) 22,8% (30%) subyek diantaranya

menderita esofagitis. Penelitian lain, dari Syam AF dkk, juga dari FKUI/RSCM Jakarta,

menunjukkan bahwa 1.718 pasien yang menjalani pemeriksaan endokopi SCBA atas

indikasi dispepsia selama 5 tahun menunjukkan adanya peningkatan prevalensi

esofagitis 5.

4.3 Karakteristik sampel penderita esofagitis

4.4.1 Berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan Tabel 4.4 distribusi sampel menurut jenis kelaminnya, didapat

bahwa dari 29 sampel yang menderita esofagitis di RS Haji Jakarta, distribusi menurut

jenis kelamin di dapatkan frekuensi laki laki sebanyak 9 pasien (31%) dan perempuan

sebanyak 20 pasien (69 %).

Hal ini menyimpulkan bahwa penderita esofagitis di RS Haji Jakarta pada tahun

2015 – 2018 lebih banyak perempuan. Hasilnya tidak jauh berbeda dengan penelitian di

Jepang tahun 2007, yang menunjukan frekuensi laki laki 35% dan perempuan sebesar

40%, namun berbanding terbalik dengan penelitian di Iran tahun 2014 yang

menyebutkan frekuensi perempuan 44,2% dan laki-laki sebesar 55,8%. Penelitian oleh

Wu JC, dkk di Roma menunjukkan proporsi laki-laki lebih dominan karena adanya

perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan fungsi sfingter esofagus6 38

.

Jenis Kelamin Frekuensi Proporsi (%)

Laki – laki 9 31

Perempuan 20 69

Total Sampel 29 100

Tabel 4.4 Distribusi Esofagitis Berdasarkan Jenis Kelamin

Page 48: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

34

4.4.2 Berdasarkan usia

Dapat di lihat pada Tabel 4.5 sampel pasien esofagitis di RS Haji Jakarta tahun

2015 – 2018, memiliki sebaran usia yang beragam. Pengelompokkan usia

menggunakan standar sebaran usia menurut Depkes RI, didapati usia terbanyak pada

sebaran 36 – 45 tahun sebesar 27,6% , usia 46 – 55 tahun 17,2% dan 56 – 65 tahun

sebesar 20,7% dan >65 tahun sebesar 17,2%.

Gejala refluks esofagus umum terjadi pada orang dewasa, berdasarkan

penelitian di Jepang prevalensi tertinggi pada kelompok usia 20-29 tahun dan pada usia

70-79 tahun hal ini sesuai dengan penelitian bahwa lanjut usia lebih cenderung

menghabiskan waktu dalam posisi telentang sehingga waktu transit makanan di

esofagus lebih lama pada lansia dibandingkan dewas39

.

4.4 3 Berdasarkan Derajat Keparahan Penyakit

Usia Frekuensi Proporsi (%)

17 – 25 2 6,9

26 – 35 3 10,3

36 – 45 8 27,6

46 – 55 5 17,2

56 – 65 6 20,7

>65 5 17,2

Total 29 100

Derajat Kerusakan Frekuensi Proporsi (%)

A 27 93,1

B 2 6,9

Total 29 100

Tabel.4.5 Distribusi Esofagitis Berdasarkan Usia

Tabel 4.6 Distribusi derajat keparahan penyakit

berdasarkan klasifikasi

Page 49: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

35

Pada Tabel 4.6 distribusi berdasarkan derajat keparahan penyakit berdasarkan

klasifikasi Los Angeles, menunjukkan bahwa grade A sebanyak 27 orang (93,1%),

grade B sebanyak 2 orang (6,9%). Hasil ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang

di lakukan di Iran, menunjukkan grade A sebanyak 77%, grade B sebanyak 18% , grade

C sebanyak 3,2% dan grade D sebanyak 1,8. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan

di Spanyol grade A sebanyak 25%, grade B sebanyak 10%, grade C sebanyak 8% 4 5

.

4.1.4 Berdasarkan Riwayat Konsumsi NSAID

Dapat dilihat pada Tabel 4.7 berdasarkan riwayat konsumsi NSAID. Dari total

sampel 29 orang, sebanyak 10 orang (34,5%) mengonsumsi NSAID, dan 19 orang

(65,5%) yang tidak mengonsumsi NSAID. Riwayat konsumsi NSAID yang rendah

pada penelitian ini, hasilnya tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan di

Turki sebesar 27% yang mengonsumsi NSAID dan penelitian di Spanyol di sebutkan

terdapat faktor risiko yang lebih dominan yaitu obesitas dan penggunaan alkohol, pada

penelitian ini tidak dilakukan penelitian terhadap obesitas dan penggunaan alkohol. Hal

ini berbeda dengan studi berbasis masyarakat yang dilakukan di Inggris, menunjukkan

bahwa gejala GERD sering ditemukan pada pasien dengan riwayat konsumsi NSAID

dibandingkan dengan pasien yang tidak mengonsumsi NSAID 4 6 33

.

Riwayat konsumsi NSAID Frekuensi Proporsi (%)

Iya 10 34,5

Tidak 19 65,5

Total 29 100

Tabel 4.7 Riwayat konsumsi NSAID

Page 50: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

36

4.4.4 Frekuensi Distribusi Riwayat Konsumsi NSAID

Berdasarkan tabel 4.8 penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Haji

Jakarta penggunaan obat NSAID yang sering digunakan yaitu ibu profen sebesar 30%.

Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian P. Ruszniewski (2008) di Rumah Sakit

Beaujon, dengan melihat hasil rekam medik selama tiga bulan sebelum pemeriksaan

endoskopi di dapatkan obat yang sering digunakan yaitu natrium diklofenak sebesar

19% dan ibu profen sebesar 19%3.

4.4 Analisis Bivariat

4.4.1 Hubungan esofagitis dengan jenis kelamin

Riwayat konsumsi NSAID Frekuensi Proporsi (%)

Asam mefenamat 2 20

Aspirin 1 10

Celecoxib 1 10

Ibu profen 3 30

Meloksikam 1 10

Natrium diklofenak 1 10

Piroksikam 1 10

Total 10 100

Penyakit

Esofagitis Non Esofagitis p

N % N %

Jenis

Kelamin

Laki-laki 9 14,3 54 85,7 0,230

Perempuan 20 22 71 78

Total 29 100 132 100

Tabel 4.8 Frekuensi Distribusi Riwayat konsumsi NSAID

Tabel 4.9 Hubungan esofagitis dengan jenis kelamin

Page 51: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

37

Setelah dilakukan uji Chi Square dengan SPSS 2.4 ditemukan tidak ada

hubungan yang bermakna antara esofagitis dengan jenis kelamin dengan nilai p > 0,05

yaitu p = 0,230. Terdapat beberapa perbedaan dari penelitian-penelitian sebelumnya,

pada penelitian J. Dent dkk, dan Derakhsan dkk, menyimpulkan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan gejala refluks-esofageal pada

esofagitis, namun penelitian terbaru menemukan jenis kelamin laki-laki menjadi faktor

risiko independen, hasil penelitian yang dilakukan di Korea tahun 2006, dengan subjek

penelitian 25.536 yang melakukan pemeriksaan endoskopi, terdapat hubungan antara

jenis kelamin dan esofagitis, secara signifikan lebih tinggi pada pria dibanding wanita

dengan nilai p = <0,0001. Dalam studi di Jepang di kemukakan bahwa dalam 10 tahun

terakhir prevalensi pria yang menderita esofagitis meningkat karena IMT tinggi 38 39 40

.

4.4.2 Hubungan esofagitis dengan usia

Setelah dilakukan uji Chi Square dengan SPSS 2.4 ditemukan tidak ada

hubungan yang bermakna antara esofagitis dengan usia dengan nilai p > 0,05 yaitu p =

0,470. Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Taiwan,

di dapatkan bahwa pasien dengan usia lebih dari 40 tahun tidak ada hubungan yang

bermakna dengan esofigitis dapat di buktikan dengan nilai p = 0,089. Berbeda dengan

penelitian Becher, dkk semakin bertambahnya usia seseorang menyebabkan menurunya

motilitas esofagus serta berpengaruh terhadap gerakan peristaltik dengan nilai p =

0,001, dan panjang sfingter esofageal bawah berkurang seiring bertambahnya usia dan

hal ini berkaitan dengan meningkatnya paparan asam dengan nilai p = < 0,001, hal ini

menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara esofagitis denga usia. Dalam

studi yang dilakukan Ter, dkk pasien yang berusia >65 tahun refluks asam berlangsung

lebih lama di bandingkan pasien dengan usia <65 tahun. Hal ini sesuai dengan teori

Penyakit

Esofagitis Non Esofagitis P

0,470

N % N %

Kategori

Usia

< 46 tahun 6 24 19 76

> 46 tahun 23 17,8 106 82,2

Total 29 100 125 100

Tabel 4.10 Hubungan esofagitis dengan usia

Page 52: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

38

bahwa seiring bertambahnya umur maka produksi saliva yang dapat membantu

penetralan pH pada esofagus berkurang sehingga tingkat keparahan menjadi

meningkat40 41

.

4.5 Keterbatasan penelitian

1. Penelitian ini berdasarkan dari data sekunder, yaitu dari rekam medis pasien, maka

dalam hal ini menyebabkan data rekam medik yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT) dan

riwayat konsumsi alkohol tidak lengkap ataupun hasil pemeriksaan yang tidak

terlampir, sehingga membuat keterbatasan pada sampel peneliti.

2. Peneliti tidak dapat mencari hubungan riwayat penggunaan NSAID dan faktor risiko

lain dengan esofagitis disebabkan data rekam medik yang di dapatkan tidak lengkap.

Page 53: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

39

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan

berupa :

1. Karakteristik subjek penelitian di RS Haji Jakarta pada tahun 2015-2018

berdasarkan jenis kelamin didapatkan frekuensi perempuan sebesar 59,1% dan

laki laki sebesar 40,9% dan berdasarkan usia di dapatkan usia > 45 tahun sebesar

63,7%.

2. Proporsi penderita esofagitis sebesar 18,8% dan non esofagitis sebesar 81,2% di RS

Haji Jakarta pada tahun 2015 - 2018

3. Gambaran subjek penderita esofagitis di RS Haji Jakarta pada tahun 2015-2018 di

dapatkan jenis kelamin yang terbanyak yaitu perempuan sebesar 69% , berdasarkan

usia di dapatkan usia > 45 tahun sebesar 55,1%, berdasarkan derajat keparahan di

dapatkan yang terbanyak adalah grade A sebesar 93,1%, dan sebesar 34,5% yang

mengonsumsi NSAID dengan frekuensi penggunaan obat NSAID tersering yaitu

ibu profen sebesar 30%.

4. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara esofagitis dengan jenis kelamin ( p

= 0,230) dan usia ( p= 0,470) di RS Haji Jakarta pada tahun 2015-2018

5.2 Saran

5.2.1 Untuk penelitian selanjutnya

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan data primer dengan metode

penelitian lain yang dapat mengkaji hubungan antara faktor resiko dengan

efeknya terhadap esofagitis dan menggunakan jumlah minimal sampel 234

pasien.

Perlu melihat hasil pemeriksaan histopatologi agar dapat mengetahui terjadinya

komplikasi dari esofagitis.

5.2.2 Untuk RS Haji Jakarta

Agar menuliskan hasil anamnesis dengan lengkap pada data rekam medik

sehingga dapat di ketahui hubungan antara penyakit dan faktor risiko penyakit

Page 54: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

40

DAFTAR PUSTAKA

1. C. Mel Wilcox, MD Professor of Medicine Director, Division of

Gastroenterology and Hepatology University of Alabama-Birmingham Health

System Birmingham, Alabama. Overview of Infectious Esophagitis.

Gastroenterology & Hepatology Volume 9, Issue 8 August 2013.

2. Ahmed Gado, Basel Ebeid, AidaAbde Mohsen, Anthony Axon. Prevalence of

reflux esophagitis among patients undergoing endoscopy in a secondary referral

hospital in Giza, Egypt. Alexandria Journal of Medicine Volume 51, Issue 2, June

2015, Pages 89-94. ELSEVIER.

3. Akhilesh, Kumar Kasyap. Shiv, Kumar Sah. Sitaram, Chaudhary. Clinical

spectrum and risk factors associated with asymptomatic erosive esophagitis as

determined by Los Angeles classification: A cross-sectional study. Department of

Medicine, Gastroenterology unit, National Academy of Medical Science, Bir

Hospital Mahabauddha, Kathmandu, Nepal. Februari, 2018.

4. Sharifi, Alireza, dkk. The Prevalence, Risk Factors, and Clinical Correlates of

Erosive Esophagitis and Barrett's Esophagus in Iranian Patients with Reflux

Symptoms. Gastroenterol Res Pract. 2014; 2014: 696294

5. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. Revisi Konsensus Nasional

Penalatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal refluks

disease/GERD) di Indonesia. Jakarta : Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia:

2013

6. Ponce Marta, dkk. Prevalence of Severe Esophagitis in Spain. Results of the

PRESS study (Prevalence and Risk factors for Esophagitis in Spain : A Cross -

Sectional Study). United European Gastroenterology journal. Vol. 4(2) 229-235.

2016

7. Ruszniewski P. Soufflet C. Barthe‟ Le‟ MY P. 2008. Nonsteroidal anti-

inflammatory drug use as a risk factor for gastro-oesophageal reflux disease: an

observational study. Department of Gastroenterology, Beaujon Hospital, Clichy,

France

8. Su Hwan, Kim, dkk. Clinical and Endoscopic Characteristics of Drug- Induced

Esophagitis. World J Gastroenterol 2014 August 21 ; 20(31) : 109994-10999

9. Bertram G.Katzung. 2010. Farmakologi dasar dan klinik.10th ed. Jakarta. EGC.

Page 55: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

41

10. Anggriani, Ani. Lisni Ida. Rahmah, Dede Siti. 2016. Analisis Masalah Terkait

Obat Pada Pasien Lanjut Usia Penderita Ostoartritis di Poli Ortopedi di Salah Satu

Rumah di Bandung. Program Studi Strata Satu Farmasi, Sekolah Tinggi Farmasi

Bandung, Bandung.

11. Agustian, Hendra. Makmun, Dadang. Soejono, H Czeresna. Gambaran Endoskopi

Saluran Cerna Bagian Atas pada Pasien Dispepsia Usia Lanjut di Rumah Sakit

Cipto Mangunkusumo. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. Vol., Nomor 2, April

2015

12. Assirati, Frederico Salvador. High Definition Endoscopy and “Narrow Band

Imaging” in The Diagnosis of Gastroesophageal Reflux Disease. Departement of

Gastroenterology, Hospital das Clinicas, School of Medicine, University of Sao

Paulo.2014;27(1):59-65

13. Gray‟s Anatomy : Anatomy of the Human Body. Elsevier :2014. 18. Putz,

Reinhard

14. Drake, Richard L, Vogl. A Wayne, Mitchell. Adam W.M. Dasar-dasar anatomi.

Elsevier : 2014

15. Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem, Edisi 8.

Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta

16. Mescher, Anthony L. 2011. Histologi dasar junqueira, Edisi 12. Penerbit buku

kedokteran EGC. Jakarta

17. Mulyani, R Lia. Hegar, Badriul. Esofagitis Refluks pada anak. Sari Pediatri Vol.

8, No. 1 , Juni 2006 : 43-53

18. Boeckxstaens G, El-Serag HB, Smout AJPM, Kahrilas PJ. Symptomatic reflux

disease: the present, the past and the future. Gut. 2014;63(6):1185–93

19. Setiati, siti , dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta:

EGC

20. S . Antosh S. 2012. Los Angeles Classification of Esophagitis using Image

Processing Techniques. Vol. 42, No.18. Department of Electronics and

Communications Engg.Gogte Institute of Technology, Belgaum, Karnataka,

INDIA.

21. Salvatore S, Vandenplas Y. Gastro-oesophageal reflux disease and motility

disorders. Best Practice & Research Clin Gastroenterol 2003;17:163-79.

22. Sharifi, Alireza, dkk. 2014. The Prevalence, Risk Factors, and Clinical Correlates

of Erosive Esophagitis and Barrett's Esophagus in Iranian Patients with Reflux

Page 56: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

42

Symptoms. Hindawi Publishing Corporation Gastroenterology Research and

Practice.

23. A. C. Ford, D. Forman, P. D. Reynolds, B. T. Cooper, and P. Moayyedi,

“Ethnicity, gender, and socioeconomic status as risk factors for esophagitis and

Barrett‟s esophagus,” The American Journal of Epidemiology, vol. 162, no. 5, pp.

454–460, 2005.

24. Song, Eun Mi. Jung, Hye-Kyung. Jung, Ji Min. 2012. The Association Between

Reflux Esophagitis and Psychosocial Stress

25. Ogden CL, Carroll MD, Kit BK, Flegal KM. Prevalence of childhood and adult

obesity in the united states 2011–2012. JAMA. 2014;311(8):806–14.

26. Riskesdas, 2013. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

27. Paul Chang, MD and Frank Friedenberg, MD, MS (Epi). Obesity & GERD.

Gastroenterology Section, Temple University School of Medicine, Philadelphia,

PA. Gastroenterol Clin North Am . Maret 2014; 43(1): 161–173.

28. Wu P, Zhao XH, Ai ZS, Sun HH, Chen Y, Jiang YX, et al. Dietary intake and risk

for reflux esophagitis: a case-control study. Gastroenterol Res Pract

2013:691026.6.

29. Lesley A Anderson. The Association Between Alcohol and Reflux Esophagitis,

Barrett‟s Esophagus, and Esophageal Adenocarcinoma. Gastroenterology

2009;136:799–805.

30. Shao-hua CHEN, Jie-wei WANG, You-ming LI. Is alcohol consumption

associated with gastroesophageal reflux disease? Department of Gastroenterology

the First Affiliated Hospital, School of Medicine, Zhejiang University, Hangzhou

310003, China. 2010 11(6):423-428

31. Farmakologi dan Terapi. 2016. Departemen Farmakologi dan Teraupetik. Edisi 6.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

32. Zahra,Amira Puri. Carolia,Novita.. Non- steroidal Anti-inflammatory Drugs

(NSAIDs): Gastroprotective vs Cardiotoxic. Fakultas Kedokteran, Universitas

Lampung. Volume 6 | Nomor 3, Juli 2017.

33. Ganong, William F. McPhee, Stephen J. Patofisiologi Penyakit, Pengantar

Menuju Kedokteran Klinis. Edisi 5. EGC : Jakarta

34. American Society for Gastrointestinal Endoscopy. Guideline : The Role of

Endoscopy in The Management of GERD. Volume 81 | Nomor 6, 2015

Page 57: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

43

35. Aster, Kumar Abbas. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins. Elsevier : Jakarta

36. Bronner MP. Inflammatory disorders of the esophagus. Didapat dari

www.google.com. Diakses tanggal 9 Desember 2004.

37. Abidin, Zainal. Keluarga Sehat dalam Persepektif Islam. Jurnal Dakwah STAION

Purwokerto. Vol.6 Nomor 1 Januari – Juni 2012

38. Hung. Hung shu dkk. Establishing A Risk Scoring System for Predicting Erosive

Esophagitis. Advances in Digestive Medicine (2016) 3, 95 – 100.

39. Young, Sun Kim. Nayoung Kim. Gwang, Ha Kim. Sex and Gender Differences in

Gastroesophageal Reflux Disease. Journal of Neurogastroenterology and Motility.

Volume 22. Nomor 4 October 2016.

40. Becher, A. Dent, J. Systematic review: ageing and gastro-oesophageal reflux

disease symptoms, oesophageal function and reflux oesophagitis. Aliment

Pharmacol Ther 2011; 33: 442–454

41. Han Chung, Lien dkk. Increasing Prevalence of Erosive Esophagitis Among

Taiwanese Aged 40 Years and Above ; A Comparison Between Two Time

Periods. J Clin Gastroenterol _ Volume 43, No.10, November- December 2009.

Page 58: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

44

LAMPIRAN 1

a. Jadwal Penelitian

No Kegiatan BULAN KE-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Pengajuan Izin √ √ √

2 Pembuatan Proposal

Penelitian

√ √ √

3 Presentasi Persiapan

Penelitian di RS Haji

Jakarta

4 Pengambilan Data √ √ √ √

5 Pengolahan dan

Analisis Data

6 Pembuatan Laporan √

b. Anggaran Penelitian

No Keterangan Total Biaya

1 Biaya Adminstratif RS 400.000

2 Biaya tak terduga (transport,

fotokopi/print, dan lainnya)

1.000.000

Total Biaya 1.400.000

Page 59: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

45

LAMPIRAN 2

Page 60: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

46

LAMPIRAN 3

1. Karakteristik Sampel berdasarkan jenis kelamin

2. Karakteristik Sampel berdasarkan usia

3. Proporsi Penyakit

Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki 63 40,9 40,9 40,9

Perempuan 91 59,1 59,1 100,0

Total 154 100,0 100,0

Distribusi Sampel Berdasarkan Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Remaja akhir 10 6,5 6,5 6,5

Dewasa awal 14 9,1 9,1 15,6

Dewasa akhir 32 20,8 20,8 36,4

Lansia awal 32 20,8 20,8 57,1

Lansia akhir 34 22,1 22,1 79,2

Manula 32 20,8 20,8 100,0

Total 154 100,0 100,0

Proporsi Penderita Esofagitis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Esofagitis 29 18,8 18,8 18,8

Non Esofagitis 125 81,2 81,2 100,0

Total 154 100,0 100,0

Page 61: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

47

4. Karakteristik subjek penderita esofagitis

Berdasarkan Jenis_Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Perempuan 20 69,0 69,0 69,0

Laki-laki 9 31,0 31,0 100,0

Total 29 100,0 100,0

Berdasarkan Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Remaja akhir 2 6,9 6,9 6,9

Dewasa awal 3 10,3 10,3 17,2

Dewasa akhir 8 27,6 27,6 44,8

Lansia awal 5 17,2 17,2 62,1

Lansia akhir 6 20,7 20,7 82,8

Manula 5 17,2 17,2 100,0

Total 29 100,0 100,0

Berdasarkan Derajat_keparahan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Grade A 27 93,1 93,1 93,1

Grade B 2 6,9 6,9 100,0

Total 29 100,0 100,0

Riwayat_penggunaan NSAID

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Iya 10 34,5 34,5 34,5

Tidak 19 65,5 65,5 100,0

Total 29 100,0 100,0

Page 62: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

48

5. Hubungan esofagitis dengan Usia

Distribusi_Riwayat_Konsumsi_NSAID

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Asam mefenamat 2 20,0 20,0 20,0

Aspirin 1 10,0 10,0 30,0

Celecoxib 1 10,0 10,0 40,0

Ibu profen 3 30,0 30,0 70,0

Meloksikam 1 10,0 10,0 80,0

Natrium diklofenak 1 10,0 10,0 90,0

Piroksikam 1 10,0 10,0 100,0

Total 10 100,0 100,0

Umur * Penyakit Crosstabulation

Penyakit

Total Esofagitis Non Esofagitis

Umur Remaja akhir + Dewasa awal

+ Dewasa akhir

Count 6 19 25

Expected Count 4,7 20,3 25,0

% within Umur 24,0% 76,0% 100,0%

% within Penyakit 20,7% 15,2% 16,2%

% of Total 3,9% 12,3% 16,2%

Lansia awal + Lansia akhir +

Manula

Count 23 106 129

Expected Count 24,3 104,7 129,0

% within Umur 17,8% 82,2% 100,0%

% within Penyakit 79,3% 84,8% 83,8%

% of Total 14,9% 68,8% 83,8%

Total Count 29 125 154

Expected Count 29,0 125,0 154,0

% within Umur 18,8% 81,2% 100,0%

% within Penyakit 100,0% 100,0% 100,0%

% of Total 18,8% 81,2% 100,0%

Page 63: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

49

Chi-Square Tests

Value df

Asymptotic

Significance (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square ,522a 1 ,470

Continuity Correctionb ,196 1 ,658

Likelihood Ratio ,496 1 ,481

Fisher's Exact Test ,576 ,318

N of Valid Cases 154

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,71.

b. Computed only for a 2x2 table

Chi-Square Tests

Value df

Asymptotic

Significance (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square ,064a 1 ,800

Continuity Correctionb ,000 1 1,000

Likelihood Ratio ,063 1 ,802

Fisher's Exact Test ,795 ,490

N of Valid Cases 154

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,52.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 64: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

50

6. Hubungan esofagitis berdasarkan jenis kelamin

Jenis_Kelamin * Penyakit Crosstabulation

Penyakit

Total Esofagitis Non Esofagitis

Jenis_Kelamin Laki-laki Count 9 54 63

Expected Count 11,9 51,1 63,0

% within Jenis_Kelamin 14,3% 85,7% 100,0%

% within Penyakit 31,0% 43,2% 40,9%

% of Total 5,8% 35,1% 40,9%

Perempuan Count 20 71 91

Expected Count 17,1 73,9 91,0

% within Jenis_Kelamin 22,0% 78,0% 100,0%

% within Penyakit 69,0% 56,8% 59,1%

% of Total 13,0% 46,1% 59,1%

Total Count 29 125 154

Expected Count 29,0 125,0 154,0

% within Jenis_Kelamin 18,8% 81,2% 100,0%

% within Penyakit 100,0% 100,0% 100,0%

% of Total 18,8% 81,2% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymptotic

Significance (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 1,441a 1 ,230

Continuity Correctionb ,982 1 ,322

Likelihood Ratio 1,479 1 ,224

Fisher's Exact Test ,296 ,161

N of Valid Cases 154

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,86.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 65: PROPORSI PENDERITA ESOFAGITIS BERDASARKAN …

51

LAMPIRAN 4

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Megawati Latenriolle

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat Tanggal Lahir : Makassar, 4 Mei 1997

Status : Belum menikah

Agama : Islam

Alamat : Jalan Ekonomi 3 Blok C 24 Komp. Unhas Antang

Nomor Telepon : 08977890286

Email : [email protected]

RIWAYAT PENDIDIKAN

1) Tahun 2003 – 2009 : SD Inpres Perumnas Antang I

2) Tahun 2009 – 2012 : SMP Ponpes Puteri Ummul Mukminin

3) Tahun 2012 – 2015 : MA Ponpes Puteri Ummul Mukminin

4) Tahun 2015 – Sekarang : Program studi Kedokteran Fakultas Kedokteran UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta