prinsip ham dalam islam

21
Prinsip HAM Dalam Islam (Makalah) A. Prinsp-prinsip HAM Dalam Piagam Madinah Kelahiran Piagam Madinah tidaklah lepas dari adanya hijrah Nabi Muhamad SAW dari Makkah ke Madinah, dan merupakan kepanjangan dari dua perjanjian sebelumnya yaitu bai’at aqabah 1 dan 2. Dan setelah hijrahnya Nabi ke Madinah, maka muncullah masyarakat Islam yang damai, tentram dan sejahtera di Madinah yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW, yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar, dan beberapa kabilah arab dari Yahudi dan kaum musyrik Madinah. Konsep dasar yang tertuang dalam piagam yang lahir di masa Nabi Muhammad ini adalah adanya pernyataan atau kesepakatan masyarakat Madinah untuk melindungi dan menjamin hak-hak sesama warga masyarakat tanpa melihat latar belakang, suku dan agama. Pagam Madinah atau Mistaqul Madinah yang dideklarasikan oleh Rasulullah pada tahun 622 M, merupakan kesepakatan-kesepakatan tentang aturan-aturan yang berlaku bagi masyarakat Madinah yang dipimpin oleh Nabi( ). Menurut ahli sejarah piagam ini adalah naskah otentik yang tidak diragukan keasliannya. Secara sosiologis piagam tersebut merupakan antisipasi dan jawaban atas realitas sosial masyarakatnya. Secara umum sebagaimana terbaca dalam naskah tersebut, Piagam Madinah mengatur kehidupan sosial penduduk Madinah. Walaupun mereka heterogen, kedudukan mereka adalah sama, msing-masing memiliki kebebasan untuk memeluk agama yang mereka yakini dan melaksanakan aktifitas dalam bidang sosial dan ekonomi(2). Setiap individu memiliki kewajiban yang sama untuk membela Madinah, tempat tinggal mereka. Dengan demikian, Piagam Madinah menjadi alat legitimasi Muhammad S.A.W. untuk menjdi pemimpin bukan saja kaum Muslimin (Muhajirin dan Anshor), tetapi bagi seluruh penduduk Madinah

Upload: mala-amorala

Post on 12-Dec-2014

66 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Prinsip HAM Dalam Islam

TRANSCRIPT

Page 1: Prinsip HAM Dalam Islam

Prinsip HAM Dalam Islam (Makalah)

A. Prinsp-prinsip HAM Dalam Piagam Madinah

Kelahiran Piagam Madinah tidaklah lepas dari adanya hijrah Nabi Muhamad SAW dari Makkah ke

Madinah, dan merupakan kepanjangan dari dua perjanjian sebelumnya yaitu bai’at aqabah 1 dan 2. Dan

setelah hijrahnya Nabi ke Madinah, maka muncullah masyarakat Islam yang damai, tentram dan sejahtera

di Madinah yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW, yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar, dan

beberapa kabilah arab dari Yahudi dan kaum musyrik Madinah.

Konsep dasar yang tertuang dalam piagam yang lahir di masa Nabi Muhammad ini adalah adanya

pernyataan atau kesepakatan masyarakat Madinah untuk melindungi dan menjamin hak-hak sesama

warga masyarakat tanpa melihat latar belakang, suku dan agama. Pagam Madinah atau Mistaqul Madinah

yang dideklarasikan oleh Rasulullah pada tahun 622 M, merupakan kesepakatan-kesepakatan tentang

aturan-aturan yang berlaku bagi masyarakat Madinah yang dipimpin oleh Nabi( ).

Menurut ahli sejarah piagam ini adalah naskah otentik yang tidak diragukan keasliannya. Secara

sosiologis piagam tersebut merupakan antisipasi dan jawaban atas realitas sosial masyarakatnya. Secara

umum sebagaimana terbaca dalam naskah tersebut, Piagam Madinah mengatur kehidupan sosial

penduduk Madinah. Walaupun mereka heterogen, kedudukan mereka adalah sama, msing-masing

memiliki kebebasan untuk memeluk agama yang mereka yakini dan melaksanakan aktifitas dalam bidang

sosial dan ekonomi(2).

Setiap individu memiliki kewajiban yang sama untuk membela Madinah, tempat tinggal mereka. Dengan

demikian, Piagam Madinah menjadi alat legitimasi Muhammad S.A.W. untuk menjdi pemimpin bukan

saja kaum Muslimin (Muhajirin dan Anshor), tetapi bagi seluruh penduduk Madinah (pasal 23-24).

Secara substansial, piagam ini bertujuan untuk menciptakan keserasian politik dan mengembangkan

toleransi sosial-relijius dan budaya seluas-luasnya (3).

Dengan tercapainya kesepakatan antar kaum di Madinah, maka semakin heterogenlah masyarakat yang

menduduki Madinah. Selain itu, perjanjian ini juga menjadi sangat penting bagi diri Nabi sendiri. Piagam

madinah ini secara tidak langsung menunjukkan kapasitas Nabi sebagai seorang pemimpin dan politikus

yang ulung, ditandai dengan;

a. Keberhasilan Nabi Muhammad SAW menyatukan umat Islam dalam satu panji, yaitu Islam, dengan

mengabaikan perbedaan suku, ras dan kabilah. Dan menyatukan hati semua kaum muslimin dalam satu

perasaan.

b. Menjadikan agama sebagai alasan yang paling kuat, sebagai pengerat antar umat mengalahkan

hubungan antar keluarga.

c. Bahwa ikatan yang terbangun atas dasar agama terdapat didalamnya hak-hak atas setiap individu, dan

Page 2: Prinsip HAM Dalam Islam

tercapainya kedamaian dan ketentraman umat.

d. Adanya kesamaan hak antara kaum muslimin dan yahudi dalam hal maslahat umum, dan dibukannya

pintu selebar-lebarnya bagi siapa saja yang ingin memeluk agama Islam dan melindungi hak-hak mereka.

Piagam ini bersifat revulusioner, karena menentang tradsisi kesukuan orang-orang arab pada saat itu.

Tidak ada satu sukupun yang memiliki keistimewaan atau kelebihan dengan suku lain, jadi dalam piagam

tersebut sangat ditekankan azas kesamaan dan kesetaraan (equality)(4).

Piagam madinah sendiri terdiri dari 70 pasal, dan ditulis dalam 4 tahapan yang berbeda. Pada penulisan

pertama terdapat 28 pasal, yang didalamnya mengatur hubungan antara kaum muslimin sendiri. Pada

penulisan yang kedua ada 25 pasal yang mengatur hubungan antara umat Islam dan Yahudi. Dan

penulisan yang ketiga terjadi setelah terjadinya perjanjian Hudaibiyah pada tahun ke-2 Hijrah, yang

merupakan penekanan atau pengulangan dari pasal pertama dan kedua. Sedangkan pada tahap yang

keempat ini hanya terdapat 7 pasal dan mengatur hubungan antara kabilah yang memeluk Islam 

Adapun teks Piagam Madinah yang ditulis pada tahap pertama yang terdiri dari 18 pasal, yaitu: 

1. Umat Islam adalah umat yang satu, berdiri sendiri dalam bidang akidah, politik, sosial, dan ekonomi,

tidak tergantung pada masyarakat lain.

2. Warga umat ini terdiri atas beberapa komunitas kabilah yang saling tolong-menolong.

3. Semua warga sederajat dalam hak dan kewajiban. Hubungan mereka didasarkan pada persamaan dan

keadilan.

4. Untuk kepentingan administratif, umat dibagi menjadi sembilan komunitas; satu komunitas muhajirin,

dan delapan komunitas penduduk Madinah lama. Setiap komunitas memiliki system kerja sendiri

berdasarkan kebiasan, keadilan, dan persamaan.

5. Setiap komunitas berkewajiban menegakkan keamanan internal.

6. Setiap kominitas diikat dalam kesamaan iman. Antara warga satu komunitas dan komunitas lain tidak

diperkenankan saling berperang; tidak boleh membunuh dalam rangka membela orang kafir, atau

membela orang kafir dalam memusuhi warga jomunitas muslim.

7. Umat Islam adalah umat Allah yang tidak terpecah belah.

8. Untuk memperkuat persaudaraan dan hubungan kemanusiaan diantara umat Islam, warga muslim

menjadi pelindung bagi warga muslim lainnya.

9. Orang Yahudi yang menyatakan setia terhadap masyarakat Islam harus dilindungi. Mereka tidak boleh

dianiaya dan diperangi.

10. Stabilitas umat adalah satu. Satu komunitas berparang, semuanya berperang.

11. Apabila satu komunitas berperang maka komunitas lain wajib membantu.

12. Semua warga wajib menegakkan akhlak yang mulia.

13. Apabila ada golongan lain yang bersekutu dengan Islam dalam berperang, maka umat Islam harus

Page 3: Prinsip HAM Dalam Islam

saling tolong-menolong dengan mereka.

14. Oleh karena orang Kuraisy telah mengusir Muhajirin dari Mekah, maka penduduk Madinah, muasrik

sekalipun, tidak boleh bersekutu dengan mereka dalam hal-hal yang dapat membahayakan penduduk

muslim Madinah.

15. Jika ada seorang muslim membunuh muslim lain secara sengaja, maka yang membunuh itu harus

diqisas (dihukum setimpal), kecuali ahli waris korban berkehendak lain. Dalam hal ini seluruh umat Islam

harus bersatu.

16. Orang yang bersalah harus dihukum. Warga lain tidak boleh membelanya.

17. Jika terjadi konflik atau perselisihan yang tidak dapat dipecahkan dalam musyawarah, maka

penyelesaiannya diserahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

18. Semua kesalahan ditanggung sendiri. Seorang tidak diperkenankan mempertanggungjawabkan

kesalahan teman (sekutu)-nya (5).

Dari uraian diatas dapat diambil sebuah landasan pokok bagi kehidupan bermasyarakat, yaitu:

a. Semua pemeluk Islam adalah satu umat walaupun mereka berbeda suku bangsa.

b. Hubungan antara komunitas Muslim dan Non Muslim di dasarkan pada prinsip-prinsip:

1). Berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga.

2). Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama.

3). Membela mereka yang teraniaya.

4). Saling menasehati.

5). Menghormati kebasan beragama.

Dari sini, dapat disimpulkan bahwa Hak Asasi Manusia yang terkandung dalam Piagam Madinah adalah;

1. Persamaan,

2. Kebebasan beragama,

3. Hak Ekonomi,

4. Dan Hak hidup.

B. Prinsip-Prinsip HAM Dalam Haji Wada

Islam adalah agama yang menghormati dan menghargai HAM. Sebagai pembawa kabar gembira dan

ajaran Islam, sejatinya Nabi Muhammad SAW adalah seorang pejuang pembela HAM teragung. Hal ini

terbukti dari pesan terakhir Rasulullah SAW ketika Haji Wada (haji perpisahan) pada hari kedelapan

Dzulhijjah. Sebuah pesan yang begitu menghargai HAM dan hak wanita.

''Wahai manusia! Sesungguhnya kamu semua berasal dari Adam dan Adam berasal dari tanah. Keturunan,

warna kulit serta bangsa tidak menyebabkan seseorang lebih baik dari yang lain. Sesungguhnya orang

yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa,'' sabda Rasulullah.

Page 4: Prinsip HAM Dalam Islam

Kemudian Rasul pun melanjutkan sabdanya, ''Wahai umatku! Kamu berhak atas diri kamu dan isteri-isteri

kamu dengan penuh kasih atas diri kamu. Perlakukanlah isteri-isteri kamu dengan penuh kasih sayang.

Sesungguhnya kamu telah mengambil mereka atas hak Allah dan halal bagi kamu atas nama Allah”.

Jauh sebelum Barat melalui agen HAM-nya berkoar-koar mengenai hak perempuan, 14 abad lalu Islam

telah mengajarkan kepada seluruh umat manusia untuk menghargai dan menghormati seorang wanita.

Nabi Muhammad SAW pernah ditanya, ''Siapa yang paling berhak untuk aku hormati, ya Rasul?

Rasullullah menjawab: ''Ibumu!'' Lelaki itu turut kembali bertanya: ''Lalu siapa lagi?'' Baginda menjawab

''ibumu''. Lalu siapa lagi? ''Ibumu,'' jawabnya. Lalu siapa lagi? ''Bapakmu!''.

Kemudian hadist riwayat yang lain tentang isi khutbah Haji Wada yang di riwayatkan oleh Abu Umamah

bin Tsa’labah, nabi saw bersabda: "Barangsiapa merampas hak seorang muslim, maka dia telah berhak

masuk neraka dan haram masuk surga." Seorang lelaki bertanya: "Walaupun itu sesuatu yang kecil,

wahay rasulullah ?" Beliau menjawab: "Walaupun hanya sebatang kayu arak." (HR. Muslim).  

Contoh lainnya yang ditunjukkan Rasulullah Saw dalam menegakkan HAM adalah ketika pada tahun ke-

9 hijriah, kaum muslimin berhasil membebaskan kawasan yang dihuni kaum Yahudi Bani Najran. Setelah

itu, Rasulullah langsung membuat traktat yang ditandatangani secara bersama dengan para pemuka Bani

Najran.

Pada butir-butir traktat yang dibuat itu, Muhammad Saw dengan lapang dada mengakui hak warga

Yahudi Bani Najran untuk mengamalkan keyakinannya. Bahkan, keamanan dan penjagaan atas harta

benda milik warga Najran juga menjadi tanggung jawab kaum muslimin (6).

Adapun inti dari prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia yang tertuang dalam pidato Rasulullah saw dalam

Haji Wada adalah sebagai berikut:

1. Hak-hak Alamiah 

Adapun yang termasuk dalam hak-hak ini adalah:

a. Hak Hidup 

b. Hak Kebebasan Beragama dan Kebebasan Pribadi 

c. Hak Bekerja 

2. Hak Hidup 

Adapun yang termasuk dalm hak-hak ini adalah: 

a. Hak Pemilikan 

b. Hak Berkeluarga 

c. Hak Keamanan 

d. Hak Keadilan 

e. Hak Saling Membela dan Mendukung 

f. Hak Keadilan dan Persamaan 

Page 5: Prinsip HAM Dalam Islam

C. Prinsip-prinsip HAM DalamDeklarasi Kairo (Cairo Declaration)

Isu tentang pelaksakaan HAM tidak lepas dari perhatian umat islam, apalagi mayoriyas negara-negara

islam adalah tergolong ke dalam barisan negara-negara dunia ketiga yang banyak merasakan perlakuan

ketidakadilan negara-negara Barat dengan atas nama HAM. Dalam pandangan negara-negara islam HAM

Barat tidak sesuai dengan pandangan ajaran islam yang telah ditetapkan Alloh SWT. Berkaitan dengan

itu, negara-negara islam yang tergantung dalam organization of the islamic conferensi (OIC/OKI) pada

tanggal 5 Agustus 1990 mengeluarkan deklarasi tentang kemanusiaan sesuai syariat Islam di Kairo.

Konsep hak-hak asasi manusia hasil rumusan negara-negara OKI ini selanjutnya dikenal dengan sebutan

Deklarasi Kairo. Deklarasi ini berisi 24 pasal tentang hak asasi manusia berdasarkan Al-qur’an dan sunah

yang dalam penerapan dan realitasnya memiliki beberapa persamaan dengan pernyataan semesta hak-hak

asasi manusia (the universal Declaration of human right/UDHR) yang dideklarasikan oleh PBB tahun

1948 (7).

Pasal-pasal yang terdapat dalam Deklarasi Kairo mencakup beberapa persoalan pokok, antara lain:

a. Hak pesamaan dan kebebasan (pasal 19 ayat a,b,c,d dan e) pasal ini berdasarkan pada :

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat al-israa’ ayat 70

2. Surat an-nisaa’ ayat 58, 105, 107, 135

3. Surat al-mumtahanah ayat 8

b. Hak hidup (pasal 2 ayat a, b, c, dan d)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat al-maidah ayat 45

2. Surat al-isra’ ayat 33

c. Hak memperoleh perlindungan (pasal 3)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat al-insaan ayat 

2. Surat al-balad ayat 12-17

3. Surat at-taubah ayat 6

d. Hak kehormatan pribadi (pasal 4)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat at-taubah ayat 6

e. Hak menikah dan berkeluarga (pasal 5 ayat a dan b)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat al-baqarah ayat 221

2. Surat ar-ruum ayat 21

Page 6: Prinsip HAM Dalam Islam

3. Surat an-nisaa’ ayat 1

4. Surat at-tahrim ayat 6

f. Hak wanita sederajat dengan pria (pasal 6)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat al-baqarah ayat 228

g. Hak-hak anak dari orang tua (pasal 7 ayat a,b,c)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat al-baqarah ayat 233

2. Surat al-israa’ ayat 23-24

h. Hak memperoleh pendidikan dan berperan serta dalam perkembangan ilmu pengetahuan (pasal 9 ayat a

dan b)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat at-taubah ayat 122

2. Surat al-alaq ayat 1-5

i. Hak kebebasan memilih agama (pasal 10)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat al-baqarah ayat 256

2. Surat al-kahfi ayat 29

3. Surat al-kafiruun ayat 1-6

j. Hak kebebasab bertindak dan mencari suaka (pasal 12)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat an-nisaa’ ayat 97

2. Surat almumtaahanah ayat 9

k. Hak-hak untuk bekerja (pasal 13)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat at-taubah ayat 105

2. Surat al-baqarah ayat 286

3. Surat al-mulk ayat 15

l. Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama (pasal 14)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat al-baqarah ayat 275-278

2. Surat an-nisaa ayat 161

3. Surat ali imran ayat 130

m. Hak milik pribadi (pasal 15 ayat a dan b)

Page 7: Prinsip HAM Dalam Islam

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat al-baqarah ayat 29

2. Surat al-baqarah ayat 29

n. Hak memiliki hasil atau produk ilmu (pasal 16)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat al-ahqaaf ayat 19

2. Surat al-baqarah ayat 164

o. Hak tahanan dan narapidana (pasal 20-21)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat al-mumtahanah ayat 8 (8)

Dari deklarasi ini, dapat di tarik kesimpulan bahwa Islam mengakui persamaan semua orang tanpa

membedakan asal-usul, ras, jenis kelamin, warna kulit dan bahasa. persamaan adalah basis untuk

memperoleh hak dan kewajiban asasi manusia. kebebasan manusia dalam masyarkat Islam consisten

dengan esensi kehidupannya, sebab manusia dilahirkan dalam keadaan bebas dan bebas dari tekanan dan

perbudakan. Islam mengakui persamaan antara penguasa dan rakyat yang harus tunduk kepada hukum

Allah tanpa diskrimasi. warganegara adalah anggota masyarakat dan mempunyai hak untuk menuntut

siapapun yang mengganggu ketentraman masyarakat.

D. Isu Perdebatan HAM dalam perbedaan Aliran Islam Di Masyarakat Islam Indonesia

Kebolehan berikhtilaf dikalangan masyarakat muslim dibolehkan dalam agama, bahkan dikatakan bahwa

ikhtilaf itu juga rahmat. Sebuah hadis menyebutkan bahwa umat Nabi Muhammad akan terpecanh

menjadi 73 golongan. Dalam kenyataan masyarakat Indonesia sekarang, ikhtilaf itu nampaknya tidak

membawa rahmat tetapi justru menjadi factor pengganggu ketentraman kehidupan beragama umat.

Secara garis besar ikhtilaf yang kita lihat dalam sejarah ada tiga macam, yaitu: ikhtilaf dalam soal-soal

fikih dan furuiyah, ikhtilaf dalam soal kalam, dan ikhtilaf dalam sosal ijtihad politik. Ikhtilaf dalam soal-

soal furuiyah telah terjadi sejak zaman Islam klasik hingga sekarang, bahkan telah melahirkan macam-

macam mazhab dalam Islam (9). 

Pada zaman modern sekarang, ikhtilaf dalam bidang ini hampir tidak lagi membawa pertentangan atau

perpecahan masyarakat, kecuali riak-riak kecil dan pada masa lalu. Kematangan ini terjadi karena

meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat Islam. Adapun ikhtilaf dalam bidang teologi ternyata telah

mengakibatkan sejumlah kekerasan, seperti kasus khawarij dan mihnah pada zaman Islam klasik. Pada

zaman modern, kekerasan sektarianisme ini juga masih terjadi di sejumlah Negara muslim. 

Sedangkan ikhtilaf dalam ijtihad politik, tentu lebih banyak lagi contohnya yang berujung kepada

kekerasan, baik pada masa klasik maupun modern. Sesungguhnya di Indonesia ikhtilaf itu terjadi pada

ketiga-tiga kategori tersebut di atas: ikhtilaf furuiyah, ikhtilaf teologi, dan ikhtilaf politik. Dalam ikhtilaf

Page 8: Prinsip HAM Dalam Islam

furuiyah, hampir tidak ada masalah lagi sekarang kecuali percikan di berbagai tempat. 

Ikhtilaf teologi, sesungguhnya sedang berkembang sekarang berhubung semakin berkembangnya faham

Syiah di Indonesia, sementara 99% penduduk Indonesia penganut Islam Sunni dan sebagian terbesarnya

penganut Syafiiyah. Kita juga pernah punya masalah dengan LDII, tetapi sekarang LDII telah bergabung

dengan umat Islam mainstream dengan pernyataannya pada tahun 2007 sebagai hasil Munas/Kongresnya.

Kita juga pernah mempunyai masalah akibat munculnya gerakan Ahmad Musadeq yang mengaku sebagai

nabi, tetapi telah dapat diselesaikan dengan pembubaran gerakan sesat komunal itu.

Tentu saja perpecahan teologis yang paling actual adalah masalah Ahmadiyah di Indonesia yang oleh

Majlis Ulama Indonesia (MUI) telah diberikan fatwa sesat dan pengikutnya dihukumi murtad. Khusus

tentang masalah Ahmadiyah ini akan kita uraikan lebih lanjut. Adapun ikhtilaf ijtihad politik, kekerasan

yang ditimbulkan telah terbukti dengan gerakan Darul Islam Kartosuwiryo, gerakan NII, dan Bom Bali I

dan II (10). 

Ada pula ikhtilaf ijtihad politik yang sejauh ini belum menimbulkan kekerasan yaitu pendapat yang

mengatakan perlunya dibangun sistim khilafah di negeri ini, menggantikan sistim yang ada. Jika itu

berarti harus menghapus NKRI maka pendapat ini akan dapat menimbulkan malapetaka politik yang

besar, apalagi jika aliran ini bergerak bukan hanya pada tataran opini tetapi melakukan tindakan atau

gerakan kekerasan misalnya.

Masalah Ahmadiyah di Indonesia sesungguhnya pada awalnya adalah masalah aliran teologi, tetapi

sekarang telah berkembang menjadi masalah politik, bahkan politik internasional terutama setelah

semakin bergaungnya isu HAM di dunia internasional dan di negeri ini. . Secara sepintas kilas kedua

konsep itu, kebebasan beragama dan penodaan agama, nampaknya tidak saling menyapa bahkan saling

menafikan, tetapi ketika dikaitkan dengan persoalan kedudukan dan peran Negara didalamnya,

sesungguhnya kedua konsep itu bertemu pada muara yang sama yaitu bagaimana ketentraman dan

ketertiban umum (law and order) dapat senantiasa dijaga. 

Penegakkan law and order inilah entry point yang legal bagi suatu negara atau pemerintah untuk

mengaturnya. Karena itu seyogyanya pemerintah tidak berbicara pada tataran teologi (sesat atau tidak

sesat), melainkan pada tataran law and order ini.

Sesungguhnya di dalam masyarakat terdapat banyak juga kesesatan beragama, tetapi tidak memerlukan

campur tangan pemerintah karena kesesatan itu bersifat individual. Meminta-minta kepada kuburan,

misalnya, tentu adalah perbuatan sesat bagi seorang muslim tetapi karena bersifat perorangan maka tidak

mengganggu ketentraman dan ketertiban masyarakat. 

Kerancuan dalam hal ini seringkali menyebabkan semakin berlarutnya suatu masalah, seperti pada

persoalan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Banyak dokumen internasional telah diadopsi oleh PBB

yang didalamnya antara lain mengatur tentang kebebasan beragama. Pertama yang harus disebut tentu

Page 9: Prinsip HAM Dalam Islam

DUHAM (UDHR) yang diadopsi PBB bulan Desember 1948 yang dalam Pasal-pasal 18, 26, dan 29

menyebutkan mengenai pokok-pokok kebebasan beragama yang mencakup kebebasan seseorang

memeluk agama, mengubah agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk secara pribadi atau bersama-

sama dalam masyarakat dalam ruang public atau privat menyatakan agamanya atau kepercayaannya

dalam peribadatan, ketaatan, dan pengajaran pengamalannya(11).

Dokumen berikutnya ialah Kovenan Internasional tentang Hak-hak sipil dan politik (ICCPR) yang

diadopsi PBB tanggal 16 Desember 1966 yang dalam Pasal 18 menyebut tentang kebebasan beragama.

Kemudian dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang diadopsi

PBB pada tanggal 16 Desember 1966 juga, pada Pasal 13 dinyatakan mengenai kebebasan orang tua/wali

untuk menyekolahkan anak sesuai agama yang dianut(12).

Kemudian dalam Deklarasi tantang Penghapusan Segala Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi

Berdasarkan Agama atau Kepercayaan yang diadopsi PBB tahun 1981, Pasal 1 juga dinyatakan bahwa

orang bebas memilih dan menganut agama. Dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Anak yang

diadopsi PBB pada tanggal 30 November 1989, khususnya pasal 14, 29, dan 30, dinyatakan bahwa

Negara harus menghormati hak agama anak. Masih ada beberapa dokumen lagi seperti Durban Review

Conference (2009) yang juga menyebut keharusan adanya larangan diskriminasi berdasarkan agama.

Komitmen Indonesia untuk menegakkan HAM bersifat nasional dan internasional. Sejumlah kovenan

internasional telah diratifikasi oleh Indonesia, sejumlah UU baru terkait HAM telah diberlakukan, bahkan

Indonesia juga telah mengamandemen UUD 1945 untuk menambahkan beberapa Pasal tentang HAM

agama di dalamnya.

Sungguh sangat menarik bahwa pasal 29 UUD 1945 yang mengatur HAM agama telah ada lebih tiga

tahun sebelum PBB mengadopsi DUHAM pada tahun 1948. Pada tahun 1965 dengan Penetapan Presiden

No. 1 Tahun 1965 yng kemudian diangkat menjadi UU dengan UU No. 5 Tahun 1969, dinyatakan dalam

Penjelasan Pasal 1 bahwa meskipun secara historis terdapat enam agama di Indonesia (Islam, Kristen,

Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu), tidaklah berarti agama-agama lain seperti Shinto, Yahudi,

Zoroaster, dan Tao dilarang di Indonesia.

UU ini sungguh sangat terbuka dalam menjamin kebebasan beragama di Indonesia, meskipun dalam

masyarakat seringkali tidak dipahami demikian. Pada tahun 2000 melalui amandemen UUD 1945,

beberapa pasal yang antara lain mengatur kebebasan beragama dimasukkan melalui Pasal 28E, 28I, dan

28J yang terkenal itu.

Pada tahun 2002, Indonesia mengesahkan UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang dalam

Pasal-pasal 37, 39, 42, dan 43 mengatur tentang hak-hak agama anak, termasuk dalam pengangkatan

anak. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional, pada Pasal 12 ayat 1a juga

diatur tentang hak pendidikan agama anak didik, sesuai agama yang dianutnya. 

Page 10: Prinsip HAM Dalam Islam

Pada tahun 2005 Indonesia meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan

Budaya menjadi UU No. 11 Tahun 2005. Pada tahun 2005 juga Indonesia meratifikasi Kovenan

Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik menjadi UU No.12 Tahun 2005. Pada tahun 2006 UU

No.23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan diberlakukan, dimana pada Pasal 64 diatur

bahwa orang boleh tidak mengisi kolom agama dan tetap dilayani hak-hak sipilnya. Pada tahun 2008 UU

No.40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Rasial dan Etnik diberlakukan.

Demikianlah Indonesia telah berjalan jauh dalam upayanya menegakkan HAM agama, melalui

amandemen UUD, ratifikasi kovenan internasional, dan pemberlakuan UU baru. Komnas HAM juga telah

dibentuk dan bekerja, antara lain untuk menjamin kebebasan beragama. Dalam literature, biasanya

disebutkan ada delapan komponen kebebasan beragama yang harus dijamin itu, yaitu: internal freedom,

external freedom, non-coercion, non-discrimination, rights of parents and guardians, corporate freedom

and legal status, limits of permissible restrictions on external freedom, dan non-derogability(12 ).

Seberapa jauh UU kita telah mengatur semuanya, perlu kajian lebih lanjut. Tetapi sesungguhnya

kedelapan komponen itupun mengandung kontradiksi di dalam dirinya, akibat takaran pembatasan yang

tidak jelas atau belum diatur. Takaran keselamatan umum mungkin cukup jelas, tetapi takaran ketertiban

umum misalnya, sangat lentur sifatnya. Apalagi jika ada kelompok dalam masyarakat yang menolak

bentuk pengaturan apapun oleh negara terkait kehidupan keagamaan masyarakat. 

Bagi kelompok ini, pembatasan apapun tidak boleh dilakukan terhadap kehidupan beragama, meskipun

menyangkut komponen external freedom yang menurut dokumen-dokumen internasional memang dapat

dibatasi dengan UU. Dalam kontek ini penyebaran ajaran Ahmadiyah tentang adanya nabi setelah Nabi

Muhammad SAW dikategorikan oleh mereka sebagai bagian dari kebebasan beragama yang bersifat non-

derogable.

1. . Islam dan HAM

Islam sebagai agama universal mengandung prinsi-prinsip hak asasi manusia. Sebagai sebuah konsep

ajaran, Islam menempatkan manusia pada kedudukan yang sejajar dengan manusia lainnya.

Menurut ajaran Islam individu lain terjadi bukan karrena haknya sebagai manusia, melainkan didasarkan

keimanan dan ketakwaannya. Adanya perbedaan itu tidak menyebabkan perbedaan dalam kehidudukan

sosial. Hal ini merupakan dasar yang sangat kuat dan tidak dapat dipungkiri telah memberikan kontribusi

pada perkembangan prinsip-prinsip hak asasi manusia di dalam masyarakat internasional.

Page 11: Prinsip HAM Dalam Islam

Dalam sejarah kontribusi islam terhadap dua deklarasi yang dapat memuat hak-hak asasi manusia yang

dikenal dengan Piagam Madinah dan Deklarasi Kairo (Cairo Declaration).

1. Piagam Madinah

Konsepsi dasar yang tertuang dalam piagam yang lahir di masa Nabi Muhammad ini adalah adanya

pernyataan atau kesepakatan masyarakat Madinah untuk melindungi dan menjamin hak-hak sesame

warga masyarakat tanpa melihat latar belakang, suku dan agama. Piagam Madinah atau Mitsaqul

Madinah yang dideklarasikan oleh Rasulullah pada tahun 622 M, merupakan kesepakatan-kesepakatan

tentang aturan-aturan yang berlaku bagi masyarakat Madinah yang dipimpin oleh Nabi.

Terdapat dua landasan pokok bagi kehidupan bermasyarakat yang diatur dalam Piagam Madinah, yaitu:

1. Semua pemeluk Islam adalah satu umat walaupun mereka berbeda suku bangsa.

2. Hubungan antara komunitas Muslim dan Non-muslim didasarkan pad prinsip-prinsip:

1. Berinteraksi secara baik dengan sesame tetangga.

2. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama.

3. Membela mereka yang teraniaya.

4. Saling menasehati.

5. Menghormati kebebasan beragama.

Menurut ahli sejarah, piagam ini adalah naskah otentik yang tidak diragukan keasliannya. Secara

sosiologis piagam tersebut merupakan sntisipasi dan jawaban terhadap realitas  sosial masyarakatnya.

Secara umum sebagaimana terbaca dalam naskah tersebut, Piagam Madinah mengatur kehidupan sosial

penduduk madinah. Walaupun mereka heterogen, kedudukan mereka adalah sama, masing-masing

memiliki kebebasan untuk memeluk agama yang mereka yakini dan melaksanakan aktivitas dalam bidang

sosial dan ekonomi.

Setiap individu memiliki kewajiban yang sama untuk membela Madinah, tempat tinggal mereka. Dengan

demikian, Piagam Madinah menjadi alat legitimasi Muhammad SAW untuk menjadi pemimpin bukan

saja kaum muslimin (Muhajirin dan Anshar), tetapi seluruh penduduk Madinah(pasal 23-24). Secara

subtansial, piagam ini bertujuan untuk menciptakan keserasian politik dan mengembangkan toleransi

sosio-religius dan budaya seluas-luasnya.

Page 12: Prinsip HAM Dalam Islam

Piagam ini bersifat revolusioner, karena menentang tradisi kesukuan orang-orang Arab pada saat itu.

Tidak ada satu sukupun yang memiliki keistimewaan atau kelebihan dengan suku lain, jadi dalam piagam

tersebut sangat ditekankan azas kesamaan dan kesetaraan (equality).

 

1. b. Deklarasi Kairo (Cairo Declaration)

Isu tentang pelaksanaan HAM tidak lepas dari perhatian umat Islam, Apalagi mayoritas Negara-negara

Islam adalah tergolong ke dalam barisan Negara-negara dunia ketiga yang banyak merasakan perlakuan

ketidakadilan Negara-negara barat dengan atas nama HAM. Dalam pandangan Negara-negara Islam

HAM Barat tidak sesuai dengan pandangan ajaran Islam yang telah ditetapkan Allah SWT. Berkaitan

dengan itu Negara-negara Islam yang tergabung dalam Organization of the Islamic (OIC/OKI) pada

tanggal 5 Agustus 1990 mengeluarkan deklarasi tentang kemanusiaan sesuai dengan syariat Islam di

Kairo.

Konsep hak-hak asasi manusia hasil rumusan Negara-negara OKI ini selanjutnya dikenal dengan sebutan

Deklarasi Kairo. Deklarasi ini berisi 24 pasal tentang hak asasi manusia berdasarkan Al-Qura’an dan

Sunnah yang dalam penerapan dan realitasnya memiliki beberapa persamaan dengan pernyataan semesta

hak-hak asasi manusia (The Universal of Human Right/ UDHR) yang dideklarasikan oleh PBB tahun

1948.

Pasal-pasal yang terdapat dalam Deklarasi Kairo mencakup beberapa persoalan pokok, anataa lain:

1)      Hak Persamaan dan Kebebasan (pasal 19 ayat a,b,c,d dan e)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat Al-Israa’ ayat 70

2. Surat An-Nisaa’ ayat 58, 105, 107, 135

3. Surat Am-Muntahanah ayat 8

2)      Hak Hidup (pasal 2 ayat a,b,c, dan d)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat Al-Maidah ayat 45

Page 13: Prinsip HAM Dalam Islam

2. Surat Al-Isra’ ayat 33

3)      Hak Memperoleh Perlindungan (pasal 3)

Pasal ini berdasarkam pada:

1. Surat Al-Insaan

2. Surat Al-Balad ayat 12-17

3. Surat At-Taubah ayat 6

4)      Hak Kehormatann Pribadi (pasal 4)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat At-Taubah ayat 6

5)      Hak Menikah dan Berkeluarga (pasal 5 ayat a dan b)

Pasal ini berdasrka pada:

1. Surat Al-Baqarah ayat 221

2. Surat Ar-Ruum ayat 21

3. Surat An-Nisaa’ ayat 1

4. Surat At-Tharim ayat 6

6)      Hak Wanita Sederajat dengan Pria (pasal 6)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat Al-Baqarah ayat 228

7)      Hak Anak-anak dari Orangtua

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat Al-Baqarah ayat 233

2. Surat Al-Israa’ ayat 23-24

Page 14: Prinsip HAM Dalam Islam

8)      Hak Memperoleh Pendidikan dan Berperan serta dalam Perkembangan Ilmu Pengetahhuan (pasal 9

ayat a dan b)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat At-Taubah ayat 122

2. Surat Al-Alaq ayat 1-5

9)      Hak Kebebasan Memilih Agama (pasal 10)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat Al-Baqarah ayat 256

2. Surat Al-Kahfi ayat 29

3. Surat Al-Kafiruun ayat 1-6

10)  Hak Kebebasan Bertindak dan Mencarii Suaka (pasal 12)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat An-Nisaa’ ayat 97

2. Surat Al-Mumtahanah ayat 9

11)  Hak-hak untuk Bekerja (pasal 13)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat At-Taubah ayat 105

2. Surat Al-Baqarah ayat 286

3. Surat Al-Mulk ayat 15

12)  Hak untuk Memperoleh Kesempatan yang Sama (pasal 14)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat Al-Baqarah ayat 275-278

2. Surat An-Nisaa’ ayat 161

3. Surat Ali Imran ayat 130

Page 15: Prinsip HAM Dalam Islam

13)  Hak Milik Pribadi (pasal 15 ayat a dan b)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat Al-Baqarah ayat 29

2. Surat An-Nisaa’ ayat 29

14)  Hak untuk Menikmati Hasil atau Produk Ilmu (pasal 16)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat Al-Ahqaaf ayat 19

2. Surat Al-Baqarah ayat 164

15)  Hak Tahanan dan Narapidana (pasal 20-21)

Pasal ini berdasarkan pada:

1. Surat Al-Mumtahanah ayat 8

 

 Dan   Sesungguhnya   telah  Kami  muliakan  anak-anak  Adam,  Kami  angkut  mereka  di  daratan  dan  di 

lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang 

sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.(QS: Al-Isra’ : 70)