prestasi belajar, kebiasaan belajar, dan motif berprestasi

48
PRESTASI BELAJAR, KEBIASAAN BELAJAR, DAN MOTIF BERPRESTASI A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Belajar dan Prestasi Belajar Menurut Kimble (dalam Gunarsa, 1981) belajar merupakan suatu proses perubahan sikap yang relative menetap, yang terjadi sebagai akibat latihan dengan penguatan. Wisnusubrata Hendrojuwono (1987) mengatakan bahwa proses belajar ditandai dengan adanya per-ubahan perilaku, kemudian secara bertahap dapat menjadi kebiasaan. Sedangkan menurut Herman Hudoyo (1979) belajar merupakan suatu proses untuk mendapatkan pengetahuan atau pengalaman sehingga mengubah tingkah laku manusia dan tingkah laku itu relatif menetap. Lebih lanjut Veron dan Donald (dalam Mahrita, 1991) menyimpulkan bahwa belajar itu adalah perubahan tingkah laku ke arah yang lebih konstruktif. Dalam hubungan belajar ini Good dan Brophy (1990) berpendapat bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman. Perubaha itu dalam kerangka pemahaman, sikap, pengetahuan, informasi, kemampuan dan keterampilan melalui pengalaman yang relative menetap. Dari berbagai pengertian tentang belajar di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang ditandai dengan 12

Upload: jamridafrizal

Post on 03-Jan-2016

895 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

PRESTASI BELAJAR, KEBIASAAN BELAJAR, DAN MOTIF

BERPRESTASI

A. Prestasi Belajar

1. Pengertian Belajar dan Prestasi Belajar

Menurut Kimble (dalam Gunarsa, 1981) belajar merupakan suatu proses

perubahan sikap yang relative menetap, yang terjadi sebagai akibat latihan dengan

penguatan. Wisnusubrata Hendrojuwono (1987) mengatakan bahwa proses belajar

ditandai dengan adanya per-ubahan perilaku, kemudian secara bertahap dapat

menjadi kebiasaan. Sedangkan menurut Herman Hudoyo (1979) belajar

merupakan suatu proses untuk mendapatkan pengetahuan atau pengalaman

sehingga mengubah tingkah laku manusia dan tingkah laku itu relatif menetap.

Lebih lanjut Veron dan Donald (dalam Mahrita, 1991) menyimpulkan bahwa

belajar itu adalah perubahan tingkah laku ke arah yang lebih konstruktif. Dalam

hubungan belajar ini Good dan Brophy (1990) berpendapat bahwa belajar adalah

proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman. Perubaha itu dalam kerangka

pemahaman, sikap, pengetahuan, informasi, kemampuan dan keterampilan

melalui pengalaman yang relative menetap.

Dari berbagai pengertian tentang belajar di atas dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang ditandai

dengan adanya perubahan pada kognisi, afeksi maupun perilaku yang relatif

menetap.

Dari hasil proses belajar akan diperoleh suatu hasil yang dapat dievaluasi.

Hasil evaluasi dari proses belajar ini disebut dengan prestasi belajar yang biasanya

dinyatakan dalam bentuk laporan tertentu misalnya nilai rapor atau nilai judisium.

Cagne (dalam Soetarlinah Sukadji, 1988) berpendapat bahwa yang

dimaksud dengan prestasi belajar adalah tingkat kemampuan actual yang dapat

diukur, baik berupa penguasaan ilmu pengetahuan, sikap maupun keterampilan

tertentu yang dicapai seseorang sebagai hasil dari apa yang dipelajari seorang

anak didik di sekolah. Lebih lanjut dijelaskan bahwa keberhasilan anak didik,

adalah gambaran hasil dari proses belajar yang merupakan kristalisasi dari

berbagai komponen yang saling terkait dan saling berpengaruh.

12

Page 2: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

Mouly (1967) mengatakan prestasi belajar adalah keberhasilan objektif

yang dicapai seorang siswa sebagai akibat dari proses belajar. Prestasi belajar

dipengaruhi berbagai factor yang saling terkait. Sedangkan menurut Sunarwan

(1991) prestasi belajar merupakan evaluasi hasil dari suatu poses belajar atas

sejumlah materi pelajaran. Evaluasi atas proses belajar pada kurun waktu tertentu

ini didasarkan suatu system penilaian tertentu, yang biasanya dinyatakan dalam

bentuk laporan tertentu misalnya pada nilai rapor. Dalam evaluasi tersebut

terkandung penilaian ataupun pengukuran terhadap sejumlah tingkat kemampuan

aktual yang berupa keberhasilan dalam penguasaan terhadap sejumlah ilmu

pengetahuan, dan juga perubahan atas sikap dan keterampilan sebagai akibat

langsung dari proses belajar tersebut.

Bloom (1956), mengatakan bahwa prestasi belajar merupakan hasil

perubahan tingkah laku yang meliputi kemampuan daya pikir (kognisi),

kemampuan perasaan (afeksi) dan keterampilan (psikomotor). Ketiga ranah itu

tidak dipisahkan meskipun secara konseptual dapat dibedakan menurut ciri-

cirinya. Hubungan ketiga ranah itu secara interaktif dapat digambarkan seperti di

bawah ini.

Gambar 2. Hubungan Interaktif antar Ranah

Hasil atau prestasi belajar dapat dilihat melalui perubahan tingkat

kemampuan aktual yang meliputi kemajuan pada penguasaan ilmu pengetahuan,

13

Kognitif Afektif

Psikomotorik

Page 3: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

perubahan sikap dan keterampilan yang dicapai mahasiswa sebagai hasil dari apa

yang dipelajari di kampus.

Dalam teori taksonomi yang dikemukakan Bloom (1956) dikatakan,

bahwa melalui proses belajar akan terjadi perubahan kemampuan daya pikir

(kognisi) dalam bidang studi yang meliputi enam tingkat, yaitu :

a. Pengetahuan, yaitu dapat mengenal, mengingat dan memproduksi bahan

pengetahuan atau pelajaran yang pernah diberikan;

b. Pemahaman, yaitu memahami materi atau gagasan yang diberikan. Mahasiswa

mengetahui apa yang disampaikan dan dapat menggunakan materi atau

gagasan yang diberikan tanpa perlu menghubungkannya dengan materi lain

atau melihat implikasinya;

c. Penerapan, yaitu menggunakan hal-hal yang abstrak dalam situasi yang

khusus dan konkrit;

d. Analisis, yaitu menguraikan suatu materi atau bahan yang diberikan, menjadi

unsur-unsur atau bagian-bagian, sehingga kedudukan atau hubungan antar

unsur atau bagian yang diungkapkan menjadi jelas;

e. Sintesis, yaitu menghimpun atau menyusun unsur-unsur atau bagian-bagian

sehingga membentuk keseluruhan, proses bekerja dengan bahan-bahan, unsur-

unsur, dan menyusun atau menggabungkannya menjadi pola atau struktur

tertentu;

f. Evaluasi, yaitu memberikan pertimbangan mengenai nilai dari bahan-bahan

dan metode-metode untuk tujuan tertentu.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses

perubahan perilaku yang ditandai dengan adanya perubahan pada kognisi, afeksi

maupun psikomotorik yang relatif menetap. Sedangkan prestasi belajar adalah

hasil belajar yang dapat diukur baik intelektual, pengetahuan, sikap maupun

keterampilannya.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Setiap orang pada dasarnya mempunyai keinginan untuk menunjukkan

kompetensi dengan menaklukan lingkungannya. Motivasi belajar merupakan

14

Page 4: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

dorongan internal ke tingkah laku yang membawanya ke arah kemampuan dan

penguasaan (Morgan, 1986).

Worrel dan Stilwell (1991) mengatakan faktor-faktor kognitif di dalam

motivasi di sini mencakup enam keterampilan kompetensi diri yang berhubungan

dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan mahasiswa. Keterampilan kompetensi

itu berupa keterampilan untuk mengevaluasi diri sehubungan dengan pelaksanaan

tugas mulai tugas anak didik, harapan sukses, keberhasilan tugas, locus of control,

penguatan diri untuk mencapai tujuan.

Sumadi (1993) mengatakan ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam

proses pencapaian prestasi belajar. Sebagai suatu proses maka ada tiga aspek yang

saling terkait yang menentukan tingkat prestasi belajar seseorang. Adapun ketiga

aspek tersebut adalah aspek masukan (input), asapek proses (process) dan aspek

keluaran (output) atau disebut juga dengan hasil.

Aspek pertama - masukan atau input - adalah berisi potensi psikofisik

yang dimiliki anak didik atau mahasiswa. Aspek fisik tersebut meliputi kesehatan

badan, pancaindera dan organ-organ tubuh lainnya yang mendukung proses

belajar, sedangkan aspek psikis meliputi daya inteligensi, minat, bakat, emosi dan

aspek-aspek kepribadian lainnya.

Kedua - aspek proses - adalah semua aspek yang mempengaruhi proses

belajar baik secara langsung maupun tidak langsung seperti aspek sekolah, yang

meliputi staf pengajar, kurikulum, gedung dan fasilitas belajar lainnya yang

mendukung keberhasilan belajar, seperti perpustakaan, alat-alat laboratorium, dan

aspek penunjang lainnya. Aspek luar sekolah seperti orangtua dan kondisi rumah

tangga juga keadaan ekonomi, sosial dan politik. Aspek ketiga adalah keluaran

atau output yaitu sasaran pendidikan yang ingin dicapai, misalnya tujuan

pendidikan. Juga termasuk hasil yang sudah dicapai misalnya kuantitas dan

kualitas alumni, prestasi sekolah yang telah dicapai. Semua aspek keluaran ini

juga akan ikut mempengaruhi prestasi belajar seorang anak didik.

Cagne (dalam Soetarlinah Sukadji, 1988) mengatakan bahwa prestasi

belajar ditentukan oleh aspek internal dan aspek eksternal. Keterangan dari

masing-masing faktor adalah sebagai berikut :

15

Page 5: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

a. Aspek internal meliputi kemampuan-kemampuan yang dimiliki individu yang

diperlukan dalam proses belajar yang terdiri dari aspek fisik dan aspek psikis.

Faktor psikologis antara lain faktor intelektual, bakat dan minat, motif

berprestasi, kebiasaan belajar dan lain sebagainya. Sedangkan aspek fisik

meliputi pancaindera, kelengkapan fisik serta kesehatan individu.

b. Aspek eksternal meliputi lingkungan keluarga dan masyarakat serta

lingkungan sekolah. Aspek lingkungan keluarga dan masyarakat meliputi cara

pola asuh, kondisi sosial ekonomi keluarga, dan kondisi sosisal dan nilai-nilai

di masyarakat. Sedangkan aspek lingkungan sekolah meliputi kondisi potensi

para pengajar, kelengkapan sekolah, sarana dan prasarana dalam belajar,

termasuk kurikulum dan sistem pendidikan yang diererpakan.

Banyak ahli yang memberikan pendapat mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar dan beberapa penelitian telah dilakukan. Herzberg

(dalam Siagian, 1995) pelopor teori motivasi - higiene, menyimpulkan hasil

penelitiannya tentang apakah sesungguhnya yang diinginkan seseorang dari

kegiatannya. Ia berkeyakinan bahwa hubungan seseorang dengan kegiatnnya

sangat mendasar dan karena itu sikap seseorang terhadap kegiatan itu sangat

mungkin menentukan keberhasilan atau kegegalannya.

Dalam hubungan ini Child (1977) menyarankan agar faktor internal dan

faktor ekternal dapat mendukung motivasi belajar. Selanjutnya dalam rangka

mendukung motivasi faktor eksternal adalah dengan jalan memberikan intensitas

stimulus. Berilah stimulus-stimulus yang baru dan aktual serta yang beragam.

Lebih lanjut ia menyarankan, dalam kaitan ini, adalah upayakan stimulus yang

berwarna, bergerak, dan berikanlah stimulus tersebut secara berkala.

Sejalan dengan itu apabila proses belajar-mengajar ingin berhasil,

pendidik harus memotivsasi anak didiknya, yang perlu ditekankan adalah faktor-

faktor yang menimbulkan rasa puas, yaitu dengan mengutamakan faktor-faktor

motivasional yang sifatnya intrinsik.

Penelitian Toto Kuwato, dkk. (1990) menemukan bahwa inteligensi, motif

berprestasi, jenis kelamin dan asal sekolah (asal SLTA) berkorelasi dengan

prestasi belajar mahasiswa. Ditemukan bahwa indeks prestasi mahawiswa wanita

lebih tinggi dibanding pria.

16

Page 6: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

3. Pengukuran Prestasi Belajar

Pengukuran pendidikan mencakup beberapa bidang. Kalau kita

menggunakan taksonomi psikologi belajar yang banyak digunakan orang,

pengukuran mencakup bidang kognitif, bidang afektif, dan bidang psikomotor.

Biasanya bidang kognitif pengukurannya melalui uji tes. Bidang afektif diukur

melalui kuesioner, wawancara, dan mungkin juga melalui pengamatan, sedangkan

bidang psikomotor diukur melalui perbuatan dan pengamatan (Dali S. Naga,

1992).

Dalam penelitian ini prestasi belajar diukur dengan indeks prestasi

kumulatif (IPK), yaitu indeks prestasi rata-rata yang dicapai seorang mahasiswa

sekurang-kurangnya dalam 3 semester. Di STIA-LAN, seperti juga di perguruan

tinggi lainnya IPK dihitung dengan rumus.

Jumlah Mutu

Jumlah Ssatuan Kredit Semester (SKS)

Jumlah mutu ialah SKS x Bobot Nilai

Bobot nilai sama dengan indeks (koefisien nilai) yang berskala 0 - 4 yang

dilambangkan dengan huruf yaitu :

A = 4; B = 3; C = 2; D = 1; E = 0.

Para mahasiswa diwajibkan sekurang-kurangnya mencapai nilai C atau 2,00.

Mahasiswa yang IPK-nya kurang dari 2,00 tidak diperkenankan mengikuti ujian

akhir kesarjanaan.

Untuk keperluan penelitian ini, IPK mahasiswa selain dimintakan kepada

para mahasiswa yang menjadi responden untuk menuliskannya pada instrumen

penelitian, juga dilakukan pengecekan silang kepada data base nilai di komputer

STIA-LAN. Manakala terdapat perbedaan IPK antara yang dtuliskan sendiri oleh

mahasiswa dengan yang terdapat pada data base nilai pada komputer, yang

diambil adalah IPK menurut nilai pada data base itu.

B. kebiasaan Belajar

1. Pengertian Kebiasaan Belajar

17

Page 7: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

Secara umum kebiasaan belajar dapat diartikan sebagai suatu perilaku

(action) seseorang dalam belajar, yang diakibatkan suatu latihan tertentu maka dia

cenderung untuk selalu mengulang materi yang pernah dipelajari untuk lebih

memahami dan mengerti materi pelajaran tersebut. Kebiasaan belajar ini

merupakan suatu perilaku otomatis atau suatu kebiasaan yang sangat positif

pengaruhnya untuk mempelajari sesuatu materi pelajaran. Lebih lanjut Winarno

(1982) mengatakan bahwa berhasil tidaknya seseorang dalam belajar ditentukan

oleh mantap tidaknya cara-cara dia mempelajari sesuatu. Belajar secara aktif dapat

dicapai melalui kebiasaan belajar yang positif. Kebiasaan belajar merupakan cara

yang sangat baik untuk mehami suatu materi pelajaran. Sedangkan Mouly (1967),

mengatakan bahwa kebiasaan belajar merupakan hal yang penting dalam

menentukan efektif tidaknya usaha belajaa yang dilakukan. The Lian Gie (1988)

mengatakan bahwa agar seseorang dapat belajar dengan baik, dia harus

mengetahui lebih dulu metode atau teknik, kemahiran atau cara-cara berfikir dan

berperilaku yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi sesuatu perilaku

yang otomatis dalam belajar. Kebiasaan belajar merupakan suatu usaha dari

seseorang untuk membentuk sendiri kebiasaan itu. Kebiasaan belajar yang baik

akan timbul jika seseorang berniat dan termotivasi untuk melakukannya sehingga

dapat mencapai prestasi belajar yang baik. Dalam kebiasaan belajar terkandung

perilaku belajar yang dilakukan berulang-ulang secara teratur setiap hari. Jadi

kebiasaan belajar merupakan tingkah laku yang terbentuk karena dilakukan

berulang-ulang dengan mengikuti cara atau pola tertentu. Sikap dan kebiasaan di

sekolah maupun di rumah akan menentukan tingkat prestasi belajar seorang

mahasiswa.

Reilly dan Lewis ( 1983) mencoba membedakan faktor yang mendorong

timbulnya kebiasaan belajar dari teori belajar behavioristik dan teori kognitif.

Kebiasaan belajar berdasarkan sudut pandang behavioristik, belajar selalu

mengikuti proses hubungan antara stimulus dengan respons (S-R). Dengan

demikian teori belajara ini dirasakan hanya melihat proses belajar dari sudut

“permukaan” atau sesuatu yang nampak hanya dari perubahan tingkah laku

semata. Sementara kelompok kognitif menganggap belajar adalah perubaha

18

Page 8: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

persepsi dan pemahaman dalam diri seseorang, jadi tidak harus selalu dapat

terlihat sebagai tingkah laku.

Galloway (1976) menambahkan bahwa belajar merupakan proses internal

yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor

lain. Jadi proses belajar mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan

menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang terbentuk di dalam pikiran

seseorang berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Menurut Piaget (dalam Good dan brophy, 1990) ada empat periode

perkembangan berpikir individu yaitu :

a. tahap sensori motor saat lahir hingga usia 18 bulan.

b. tahap pra-operasional usia 18 bulan hingga usia 7 tahun.

c. tahap operasi konkrit usia 7 tahun sampai 12 tahun.

d. tahap operasi formal usia 12 tahun hingga seterusnya.

Dengan demikian diperkirakan bahwa konsep perkembangan dan proporsi.

Belakangan muncul pendapat dari Good (1990) tentang masih adanya tingkat

berpikir yang lebih tinggi dari operasi formal yang disebut tingkat operasi

dialektik atau tingkat penemuan yang ciri khasnya kesanggupan memecahkan

masalah. Hooper dan Defrain (dalam Good, 1990) berpendapat bahwa sangat

penting upaya pendidik dan orangtua untuk slelalu menyesuaikan perkembangan

berpikir siswa dengan perkembangan prinsip belajarnya melalui intervensi yang

sistematis yaitu dengan cara:

a. Harus mementingkan proses daripada hanya semata-mata melihat

produk pemikiran siswa;

b. Berilah kesempatan bereksplorasi demi mengembangkan kemampuan

kognitif , khususnya pada tingakat-tingkat dini;

c. Berilah kesempatan untuk memperdebatkan mengenai pandanagan

yang bertentangan;

d. Doronglah siswa uhntuk belajar menemukan darpada mendapatkan

tanggapan pasif.

Menurut Bruner (dalam Toeti Soekamto, 1993) perkembangan kognitif

seseorang ditentukan oleh bagaimana caranya individu melihat lingkungannya.

Cara ini dapat terjadi melalui tiga tahap, yaitu :

19

Page 9: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

Tahap pertama adalah tahap enaktif yaitu individu melakukan aktivitas-

aktivitas dalam usahanya memahami lingkungan. Tahap kedua adalah ikonik,

dalam hal ini ia melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi. Tahap

terkhir adalah tahap simbolik, dalam hubungan ini ia mempunyai gagasan abstrak

yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika. Selanjutnya dikatakan bahwa

semakin dewasa seseorang semakin dominan sistem simbolnya, meskipun hal ini

tidak berarti bahwa orang dewasa tidak lagi memakai sistem ikonik atau enaktif.

Proses belajar yang didasarkan atas dasar prinsip perkembangan berpikir

berarti telah tercipta lingkungan belajar yang menguntungkan bagi anak didik

karena di dalamnya terdapat dialog dan keterlibatan penuh antara anak didik

dengan guru. Dalam dialog ini, pendidik telah melibatkan dirinya dalam dunia

anak didik serta mampu mengahyati secara bersama kejadian-kejadian bermakna

dalam mempelajari sesuatu materi. Situasi belajar yang demikian ini biasanya

ditandai dengan adanya persiapan kondisi lingkungan yang efektif untuk

tercapainya “belajar menemukan” (Conny Semiawan, 1981).

Selanjutnya dijelaskan oleh Bloom (dalam Conny Semiawan, 1981)

pembentukan sikap belajar banyak dipengaruhi oleh pengalaman belajar; (1)

bidang kognitif; (2) bidang afektif, dan (3) bidang psikomotorik. Bidang kognirif

mencakup pengetahuan, pemahaman, analisis, sintesis, dan kepekaan terhadap

suatu fenomena atau nilai, mendapat kepuasan dan terlibat ke dalamnya,

penghargaan, pernytaan, yaitu penyatuan sistem nilai. Bidang psikomotorik

mencakup peniruan, penggunaan, ketelitian dalam memperoleh kecakapan,

penyambungan yaitu koordinasi dari seri tindankan dan naturalisasi.

Dengan demikiian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan

kebiasaan belajar di sini adalah cara-cara yang paling sering dilakukan oleh

mahasiswa seperti dalam mengikuti pelajaran, mengkaji ulang pelajaran,

membaca buku pelajaran dan lain sebagainya. Dan kebiasaan belajar adalah suatu

sikap yang ditunjukkan para mahasiswa dalam belajar yang berdisiplin, dan

termotivasi untuk berprestasi.

2. Faktor-faktor yang Membentuk Kebiasaan Belajar

20

Page 10: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

Menurut The Liang Gie (1988) kebiasaan belajar yang baik ini hanya

meungkin dimikili dan dikuasai seorang anak didik apabila sejak awal telah

dibiasakan belajar menrurut cara-cara yang tepat. Untuk itu diperlukan sikap

mental tertentu yang sekurangya meliputi empat segi yaitu (a) mempunyai tujuan

khusus di dalam usaha belajarnya, (b) menaruh minat pada sertiap mata pelajaran,

(c) percaya pada diri sendiri, (d) memiliki keuletan.

Menyiapkan diri dengan sikap mental serta perilaku yang tepat harus

didukung oleh usaha belajar yang baik dengan demikian prestasi belajarpun

diharapkan akan semakin baik. Menurut Fermilye (dalam Winkel, 1991)

kebiasaan belajar yang baik merupakan alat yang sangat penting dalam

menentukan efektif tidaknya usaha mencapai prestasi belajar. Ditambahkannya

bahwa kebiasaan belajar yang baik ditandai oleh ciri-ciri tertentu yaitu: (1)

penggunaan waktu luang; (2) mengutamakan pengertian dan pemahaman; (3)

sering ke perpustakaan; (4) mengulang pelajaran secara teratur; (5) bergairah

dalam belajar; (6) senang berdiskusi; (7) rajin mengajukan pertanyaan.

Dengan demikain dapat diasumsikan bahwa kebiasaan belajar yang baik

ini hanya mungkin dimiliki dan dikuasai apabila sejak awal telah dibiasakan

belajar menurut cara-cara yang tapat. Sikap ataupun kebaiasaan balajar termasuk

salah satu aspek daripada karakteristik psikologis yang digolongkan dalam

kemampuan intelektual.

Menurut Don Binsted (dalam Mahrita, 1991) kebiasaan belajar akan

menyebabkan keterampilan seseorang dalam belajar yang meliputi :

a. Keterampilan prosedural/metodologikal yang meliputi

keterampilan belajar, keterampilan menyusun model pemecahan masalah dan

sebagainya;

b. Keterampilan psikomotor meliputi keterampilan-keterampilan

gerak secara fisik, terutama dengan tangan;

c. Keterampilan antar pribadi meliputi keterampilan yang

berkaitan dengan interaksi terhadap orang lain, seperti keterampilan verbal,

nonverbal dan lain-lain.

Argyris dan Schon (dalam Mahrita, 1991) menyatakan bahwa kebiasaan

belajar menyebabkan suatu keterampilan pada pengetahuan tertentu yang

21

Page 11: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

merupakan dimensi kemampuan seseorang yang dapat digunakan secra efektif

dalam situasi dari suatu kegiatan. Keterampilan juga merupakan suatu

pengetahuan yang dapat dipelajari yaitu merupakan pengetahuan yang

bersangkut-paut dengan mengetahui “bagaiman cara” dan “bagaimana

seharusnya” untuk dapat melakukan sesuatu dengan benar.

Membentuk kebiasaan belajar merupkan suatu aspek pembentukan sikap

dan tingkah laku belajar secara tepat. Keberhasilan membetuk sikap dan kebiasaan

belajar yang baik, sangat tergantung pada kemauan mahasiswa sendiri. Tanpa

sikap dan kebaisaan belajar yang baik suatu pengetahuan berupa pengertian

maupun fakta-fakta akan segera terlupakan kalau belum tertanam dengan baik

dalam ingatan. Suatu kecakapan belum dapat dikuasai sepenuhnya dan belum

dapat diterapkan apabila belum melekat teguh dalam pikirannya.

Menurut Winkel (1991) kebiasaan belajar bukanlah kecakapan atau

kemampuan yang dibawa sejak lahir tetapi timbul karena adanya hal yang

mendorong seseorang untuk belajar.

Dorongan-dorongan tersebut adalah :

a. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;

b. Adanya sifat kreatif pada manusia dan keinginan untuk selalu maju;

c. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru,

dan teman-teman;

d. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengna

usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun kompetisi;

e. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasi

pelajaran;

f. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari belajar.

Selanjutnya Winkel (1991) mengatakan bahwa aktivitas belajar dapat

berkembang menjadi kebiasaan belajar apabila dibiasakan sejak usia muda.

Belajar masa anak-anak dengan mahasiswa (dewasa) pada dasarnya berbeda

karena dalam belajar, anak-anak harus dibimbing oleh orang dewasa (pendidik),

sedangkan pada mahasiswa cita-cita ditentukan oleh dirinya sendiri. Menurutnya

keefektifan proses belajar ditentukan oleh a) bagaimana kebiasaan belajar yang

dilakukan dan b) bagaimana kualitas belajar yang dilakukan. Kebiasaan belajar

22

Page 12: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

yang dilakukan oleh mahasiswa di luar perkuliahan, dan dilakukan secara benar

akan meningkatkan keefektifan proses belajar dan menunjang pencapaian prestasi

belajar di sekolah. Terjadinya proses belajar di luar perkuliahan sangat tergantung

pada kesadaran masing-masing individu untuk melakukan kebiasaan belajar yang

baik.

Beberapa aspek utama dalam melaksanakan kebiasaan belajar yang baik

yaitu:

a. Ulangan dan Latihan

Faktor utama yang menentukan kemampuan untuk mempelajari suatu

pelajaran adalah faktor ulangan dan latihan yang berkesinambungan. Ulangan

dan latihan ini perlu dilakukan oleh seorang mahasiswa, baik mahasiswa yang

cerdas maupun mahasiswa yang kurang cerdas, karena dengan ulangan dan

latihan pengertian-pengertian dan fakta-fakta akan lebih mudah dikuasi. Hal

ini sesuai dengan hukum latihan yang dikemukakan Thorndike (dalam

Sumadi, 1993) bahwa hubungan atau koneksi dari pemahaman beberapa

konsep akan bertambah kuat kalau ada pengulangan atau latihan yang terus

dan sebaliknya. Hubungan atau koneksi akan menjadi bertambah lemah atau

terlupakan kalau latihan atau pengulangan dihentikan.

b. Penyempurnaan Informasi yang Akan Diserap

Informasi yang biasa diperoleh di sekolah adalah berupa catatan atau

menginventarisasi informasi yang akan dipelajari; di samping mengulang,

aspek kelengkapan dan kesempuarnaan informasi yang akan dipelajari juga

berpengaruh terhadap hasil belajar. Untuk mencapai prestasi belajar yang

maksimum, sangat mutlak siswa memperoleh informasi pelajaran yang

lengkap dan akurat. Sering kegagalan dalam belajar dialami seorang siswa

bukan karena kemampunnya yang kurang, namun karena kesalan informasi

yang diperoleh dalam belajar. Oleh karena itu, keberhasilan proses belajar

sangat ditentukan kelengkapan dan kesempurnaan informasi yang biasanya

berupa catatan yang dibuat di perkuliahan. Sehubungan dengan itu, seorang

mahasiswa harus mengikuti pelajaran di perkuliahan dengan tertib dan penuh

perhatian serta berusaha mencatat dengan baik semua bahan pelajaran yang

diberikan oleh pengajar. Catatan yang baik hanya dapat dimiliki oleh

23

Page 13: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

mahasiswa yag mempunyai kecakapan mencatat bahan pelajaran dengan

efisien, apalagi kalau pengajarnya tidak mampu menyajikan inti bahan yang

akan diajarkan dengan sempurna. Mencatat bahan pelajaran adalah satu seni

dan memerlukan kemampuan untuk dapat menggabungkan kecakapan

mendengarkan uraian dengan cermat, menagkap uraian itu dengan baik, dan

mengolahnya di dalam pikiran. Kemampuan mencatat ini dapat dimiliki oleh

setiap mahasiswa jika ia mau memperhatikan dan melakukan beberapa

kebiasaan yang baik dalam mengikuti pelajaran. Kebiasaan-kebiasaan tersebut

antara lain, mengikuti pelajaran atau perkuliahan serta memusatkan perhatian

pada pelajaran atau perkuliahan yang diberikan oleh pengajar, dan sebelumnya

telah membaca bahan yang akan diterimanya dari perkuliahan.

c. Ketepatan Mengatur Waktu Belajar

Salah satu masalah yang sering dihadapi mahasiswa ialah kesukaran dalam

mengatur waktu belajar. Walaupun mereka mempunyai waktu yang cukup

banyak untuk belajar namun mereka kurang dapat memanfaatkan waktunya

untuk berbagai keperluan. Mereka tidak menyelidiki waktu-waktu yang

terbaik bagi merka sendiri untuk belajar dan tidak mempunyai rencana belajar

yang tepat. Padahal perlu disadari bahwa waktu sangat berharga bagi seorang

mahaasiwa, karen cara belajar apapun yang digunakan tetap membutuhkan

waktu yang cukup. Oleh karena itu, sangatlah bijaksana jika seorang

mahasiswa menghemat waktu, dan untuk itu perlu merencanakan penggunaan

waktunya sebaik-baiknya untuk bermacam-macam keperluan yang

bermanfaat. Berbagai segi dan kemungkinan dalam mengatur penggunaan

waktu perlu dipelajari dengan sebaik-baiknya oleh seorang mahasiswa agar

dapat berhasil denga baik. Sebenarnya waktu di luar kuliah lebih banyak

daripada waktu kuliah, oleh karena itu pemanfaatan waktu di luar kuliah untuk

belajar lebih terbuka. Waktu belajar yang digunakan di dalam perkuliahan

sudah diatur dalam bentuk jadwal pelajaran yang sama untuk semua

mahasiswa. Dalam hubungan ini mahasiswa harus dapat membagi waktu

antara waktu istirahat dan mengulang pelajaran. Mahasiswa juga harus

membiasakan diri untuk bisa memprioritaskan pelajaran, manakah yang

mendapat porsi lebih banyak dan manakah yang sedikit. Seperti misalnya

24

Page 14: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

pelajaran matematika, mahasiswa harus terbiasa untuk tidak hanya menghafal

rumus tetapi juga melatih menggunakan rumus dalam bentuk latihan soal.

Beberapa ahli juga memberikan tanggapan tentang kebiasaan belajar yang

berkaitan dengan masalah pengulangan dalam belajar tersebut. Sumadi (1993)

mengatakan bahwa makin sering suatu pelajaran diulangi maka makin dikuasailah

pelajaran tersebut dan hal ini sesuai dengan hukum latihan. Jadi prinsip utama

belajar adalah mengulang-ulang. Akan tetapi sebelum melakukan pengulangan

terlebih dahulu mahasiswa harus memahami pelajaran itu. Pengulangan

dimaksudkan agar pemahaman lebih mendalam dan tah lama. Pengulangan

hendaknya dilakukan secara terus-menerus, teratur dan perlu ada jarak antara

kegiatan-kegiatan ulangan. Selain itu perlu mencari berbagai variasi untuk

menghindari rasa bosan dalam belajar. Ternyata belajar 10 x 2 lebih baik daripada

belajar 2 x 10. Maksudnya adalah lebih banyak mengulang bahan pelajaran

dengan jumlah yang sedikit lebih baik daripada mengulang sekaligus dengan

bahan pelajaran dalam jumlah yang besar. Hasil eksperimen yang dilakukan oleh

Ebbinghaus (dalam Sumadi, 1993), diperoleh hasil bahwa ternyata waktu belajar

yang dibagi-bagi dalam bagian-bagian tertentu, memberikah hasil yang lebih baik

dibanding waktu belajar yang dilakukan sekaligus dalam satu waktu.

Menurut Winkel (1991), untuk meningkatkan keefektifan proses belajar

mengajar di kelas, para mahasiswa harus memiliki kebiasaan yang baik dalam

mengikuti pelajaran.

Menurut The Liang Gie (1988), kebiasaan belajar yang baik biasanya

ditandai dengan (1) keteraturan dalam belajar; (2) disiplin belajar; (3) konstrasi;

dan (4) yang terakhir yang ikut mempengaruhi adalah bagaiman tanggapan

mahasiswa atas pendidikan yang diterma (orientasi studi).

Dari uraian di muka dapat disimpulkan menjadi 4 prinsip kebiasaan

belajar, yaitu :

a. Prinsip Keteraturan

Hanya dengan belajar secara teratur akan diperoleh hasil yang baik. Prinsip

keteraturan meliputi mengikuti pelajaran secara teratur, mendengarkan

perkuliahan, menyusun catatan secara teratur, dan membaca buku-buku

pelajaran. Bila sifat keteraturan ini telah benar-benar dihayati akan menjadi

25

Page 15: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

kebiasaan dalam belajarnya. Sifat ini akan mempengaruhi pula jalan pikiran

mahasiswa. Pikiran yang teratur merupakan model bagi seseorang dalam

menutut ilmu, karena ilmu adalah hasil dari proses pemikiran yang dilakukan

secara sistematis.

b. Prinsip Disiplin

Belajar scara teratur hanya mungkin dijalankan jika mahasiswa memiliki

disiplin yakni mentaati rencana yang sudah diatur sebelumnya. Godaan-

godaan yang bertujuan menangguhkan usaha belajar dapat dihindari jika

mahasiswa tersebut memiliki disiplin diri.

c. Prinsip konsetrasi

Seseorang tidak mungkin berhasil memahami bahan-bahan pelajaran yang

sedang dipelajarinya jika upaya itu dilakukan tanpa konsentrasi. Konsentrasi

adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan mengesampingkan semua

hal lainnya yang tidak berhubungan. Dalam belajar, lingkungan yang kondusif

dan keterlibatan yang penuh antara anak didik dan guru amat mempengaruhi

pemusatan pemikiran. Oleh karen itu, konsentrasi berarti pemusatan pikiran

terhadap suatu mata pelajaran dengan apa yang sedang dipelajari. Tidak semua

mahasiswa memiliki kemampuan konsentrasi yang sama terhadap sesuatu.

d. Orientasi studi

Orientasi studi seorang mahasiswa juga mempengaruhi kebiasaan belajarnya.

Seorang mahasiswa yang mengartikan bahwa pendidikan kurang memberikan

arti bagi hidupnya di masa depan akan menyebabkan kebiasaan belajarnya

yang jelek. Orientasi studi yang positif akan menaikkan kuantitas dan kualitas

kebiasaan belajarnya.

Dari bahasan di muka tentang kebiasaan belajar dan faktor-faktor yang

membentuk kebiasaan belajar dapat disimpilkan bahwa pada dasarnya kebiasaan

belajar mencakup 4 prinsip, yaitu prinsip keteraturan, disiplin, konsentrasi dan

orientasi studi.

Dalam penelitian ini keempat prinsip kebiasaan belajar di atas dijadikan

dasar penelitian. Keempat prinsip tersebut dijadikan indikator penyusunan

instrumen penelitian tentang kebiasaan belajar.

26

Page 16: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

3. Pengukuran Kebiasaan Belajar

Pengukuran kebiasaan belajar dalam penelitian ini dilakukan dengan

angket kebiasaan balajar yang dijabarkan dari keempat indikator seperti

disebutkan di atas. Angket terdiri atas 30 pertanyaan berskala 1 - 4.

Dengan skala tersebut kemungkinan skor yang diperoleh seorang responden

adalah yang tertinggi 30 x 4, sedangkan yang terendah 30 x 1. Makin tinggi skor

yang diperoleh responden makin baik kebiasaan belajarnya, dan makin rendah

skor yang diperoleh maik buruk pula kebiasaan belajarnya.

4. Hubungan antara Kebiasaan Belajar dengan Prestasi Belajar

Seperti diterangkan beberapa ahli di atas bahwa kebiasaan belajar

memberikan pengaruh terhadap tingkat prestasi belajar seseorang. Penelitian dari

Lyle dan Donald (dalam Togap P. Simanjuntak, 1994) menemukan bahwa ada

hubugan antara kebiasaan belajar (study habits) dan sikap terhadap pelajaran

dengan prestasi belajar. Teori menunjukkan bahwa keberhasilan mahasiswa dalam

proses belajar juga dipengaruhi kualitas belajar yang dilakukan. Seseorang yang

biasa belajar secara teratur akan lebih berhasil jika dibandingkan deang orang lain

yang belajarnya tidak teratur. Seorang mahasiswa yang mampu berkonsentrasi

untuk waktu lama di saat mendalami suatu mata pelajaran akan lebih berhasil

dalam mata pelajaran tersebut dibandingkan dengan orang lain yang hanya

mampu berkonsentrasi sebentar saja.

Penelitian Callahan (dalam Fuad Abdurahman, 1991) juga menunjukkan

bahwa kebiasaan belajar berkorelasi positif dengan prestasi belajar seseorang dan

sikap belajar yang terus berlangsung (lasting attitude) terhadap proses belajar

mempunyai korelasi yang positif terhadap prestasi belajar seorang mahasiswa.

Penelitain hart (dalam Mahrita, 1991) menunjukkan hasil bahwa ada

korelasi antar sikap belajar dengan prestasi belajar, mahasiswa yang bersikap

positif dan selalu mengulang, bahan pelajaran prestasi matematikanya juga baik.

Sedangkan penelitian Tutuhatunewa (dalam Theresia, 1987) di beberapa

sekolah di Ambon menemukan adanya korelasi positif antara kebiasaan belajar

dan presatasi belajar para mahasiswa. Selanjutnya dinyatakan juga bahwa

kebaisaan belajar mahasiswa yang baik menyebabkan prestasi belajarnya menjadi

27

Page 17: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

lebih baik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebiasan belajar

mempengaruhi prestasi belajar.

Dari berbagai uraian teoritik dan dari hasil penelitian beberapa ahli, dapat

diasumsikan bahwa kebiasaan belajar sesorang menentukan tingkat prestasi

belajar para anak didik.

Penelitain Togap P. Simanjuntak (1994) tentang hubungan antara

intelegensi di atas rata-rata dengan prestasi belajar matematika, menemukan 37

orang dari 200 orang murid SMA bernilai kurag dari 40 dari skala nilai 0 - 100. Ia

menunjuk kemungkinan kepada faktor lain seperti kebiasaan belajar yang kurang

baik dan minat yang kurang menyebabkan nilainya rendah.

Jadi dengan inteligensi rata-rata saja, anak didik yang mempunyai

kebiasaan belajar baik, dapat berprestasi dengan baik. Hingga saat ini belum ada

temuan penelitian yang menyatakan bahwa anak didik yang kebiasaan belajarnya

baik prestasi belajarnya buruk.

C. Motif Berprestasi

1. Pengertian Motif dan Motivasi

Sebelum membahas motif berprestasi akan diuraikan dahulu pengertian

tentang motif dan motivasi.

Motif adalah salah satu aspek penting yang harus dipahami untuk dapat

mengerti mengenai tingkah laku manusia, karena motif meliputi sebab atau alasan

mengapa seseorang bertingkah laku tertentu, beberapa ahli telah mencoba

memberikan batas tentang motif. Sumadi (1993) mengatakan bahwa motif adalah

keadaan dalam diri individu yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas

tertentu guna mencpai suatu tujuannya telah ditentukan oleh dirinya. Bimo

walgito (1982) berpendapat bahwa motif adalah suatu kekuatan yang terdapat

dalam diri organisme yang menyebabkan organisme itu bertindak, dan biasanya

dorongan tindakan ini ditujukan untuk suatu tujuan tertentu.

Morgan (1986) mendefinisikan motivasi sebagai tenaga pendorong atau

penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu.

28

Page 18: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

Dalam kaitan ini apabila seseorang mempunyai motivasi maka ia akan

memperlihatkan minat, mempunyai perhatian, dan keinginan melakukan suatu

kegiatan. Selain itu, bila ia belajar akan memberikan waktu untuk pelajaran itu,

serta berusaha menyelesaikannya (Worrel dan Steilwell, 1981).

Penganut toeri dorongan (drive theorities) seperti Freud, Dennis Morgan

dan kawan-kawan, berpendapat bahwa tingkah laku seseorang didorong ke arah

suatu tujuan tertentu karena adanya suatu kebutuhan, kebutuhan ini menyebabkan

adanya dorongan internal yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu

yang menuju ke arah tercapainya suatu tujuan. Tercapainya tujuan tersebut akan

menyebabkan menurunnya intensitas dorongan. Dennis Coon (1983)

menggambarkan hubungan kebutuhan dengan motivasi sebagai berikut :

Gambar 3 : Hubungan Kebutuah dengan Motivasi

Morgan (1986) mengatakan bahwa dorongan-dorongan merupakan sesuatu

yang dapat dipelajari dan berasal dari pengalaman-pengalaman di masa lalu,

sehingga berbeda untuk setiap orang. Selanjutnya ia berpendapat bahwa teori

dorongan mungkin lebih tepat diberlakukan pada beberapa motif biologis seperti

lapar, haus, dan seks.

Menurut Bimo Walgito (1982) bahwa motif itu pada dasarnya dapat

dibedakan atas dua bagian yaitu :

a. Motif biogenetis adalah motif yang didasari oleh tuntutan yang bersifat

biologis seperti makan, minum, kawin dan sebagainya.

b. Motif sosiogenetis adalah motif yang didasari oleh tuntutan yang bersifat

sosial seperti keinginan berteman, bergaul, disukai dan berkumpul dan

sebagainya.

Atkinson dan Reitman (dalam Sri Mulyani Martaniah, 1982) mengartikan

motif sebagai suatu disposisi laten yang mendorong dan meng-arahkan individu

29

kebutuhan dorongan tingkah laku

tujuan

pengurangan/penambahan kebutuhan

Page 19: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan. Tujuan tersebut dapat berupa

prestasi, afiliasi ataupun kekuasaan.

Dari berbagai pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa

yang dimaksud dengan motif adalah suatu dorongan yang ada dalam diri individu

yang bersifat disposisi laten yang mendorong individu untuk bertindak sesuatu,

untuk mencapai pemenuhan dari kepentingan dan tujuannya.

Menurut beberapa ahli, pengertian motivasi sedikit berbeda dengan motif.

Menurut Atkinson dan Reitmen (Sri Mulyani Martaniah, 1982) mengatakan

bahwa motif selalu berhubungan erat dengan motivasi. Atkinson (1985)

berpendapat bahwa motivasi adalah sesuatu kondisi aktif dalam diri individu yang

terjadi sewaktu motif berhubungan dengan suatu pengharapan, dan bahwa

tindakan yang akan dilakukan adalah suatu usaha untuk mencapai tujuan

motifnya.

Winkel (1991) berpendapat bahwa motivasi adalah sebagai daya

penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat tertentu, bila

kebutuhan untuk mencapai tujua dirasakan/dihayati. Sedangkan McClelland

(1967) berpendapat bahwa timbulnya motivasi adalah ditujukan untuk melakukan

sesuatu perbuatan yang timbul sebagai akibat adanya hasil interksi antara motif

dalam diri seorang dengan faktor-faktor lain.

Tolman (dalam Atkinson, 1985) menjelaskan maslah interaksi melalui

konsep cognitive expectancy. Dikatakan bahwa motif tertentu akan diarahkan dan

muncul menjadi suatu aktivitas bila terdapat suatu tanda (atau disebut cues) dari

situasi yang dihadapi, yang dapat dinilai apabila aktivitas itu dilaksanakan maka

akan tercapati suatu kepuasan tertentu. Lebih lanjut Atkinson berpendapat bahwa

suatu aktivitas tertentu dapat menyebabkan terpuaskannya beberapa motif

sekaligus, ataupun ada juga pada beberapa aktivitas yang sama terpuaskannya

hanya satu jenis motif. Aktivitas itu berupa tindakan atau tingkah laku.

Dari berbagai pendapat di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan

bahwa yang dimaksud dengan motivasi adalah motif dalam diri individu pada

kondisi aktif karena berhubungan dengan suatu rangsang atau harapan. Sedangkan

motif adalah kondisi dalam diri individu yang dapat mendorongya untuk bertindak

atau bertingkah laku.

30

Page 20: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

2. Pengertian Motif Berprestasi

Kurt Lewin (dalam Sri Mulyani Martaniah, 1982) meneliti masalah motif

berprestasi yang dia sebut dengan istilah deermining need, namun yang berhasil

menyebarluaskan konsep motif berprestasi dan mengembangkan metode

pengukurannya adalah McClelland. McClelland (1967) menyatakan bahwa

pemahaman tentang motivasi akan semakin mendalam apabila disadari bahwa

setiap orang mempunyai tiga jenis kebutuhan, yaitu Need for Achievement (N-

Ach.) atau motif berprestasi; Need for Power (N-Aff.) atau motif berafiliasi.

McClelland (1967) mengatakan bahwa motif berprestasi adalah suatu motif yang

ada dalam diri seseorang yang mendorong orang tersebut untuk berusaha

mencapai suatu kesuksesan atau keberhasilan dalam suatu kompetisi dengan suatu

standard atau ukuran keunggulan. Ukuran keunggulan ini dapat dengan acuan

prestasi orang lain, akan tetapi juga dapat dengan membandingkan prestaai yang

dibuat sebelumnya. Lebih jauh McClelland menggambarkan bahwa orang yang

mempunyai motif berprestasi tinggi, mempunyai sikap yang positif terhadap sutau

situasi yang mengacu ke arah preastai. Orang yang mempunyai motif berprestasi

tinggi akan dapat lebih berprestasi dalam studi. Dalam hubungan ini ia dapat

berpacu dengan ukuran keunggulan. Dan biasanya hasil yang dicapainya

diinternalisasikan dalam dirinya yang kelak ditujukan untuk mencapai prestasi

yang lebih baik. Oleh sebab itu, orang yang mempunyai motif berprestasi tinggi

selalu menginginkan segera evaluasi dari tindakannya. Apabila kegagalan yang

diperolehnya, maka dia akan segera mempelajari akibat-akibat yang mungkin

menjadi penyebab terjadinya kegagalan, serta mencari cara-cara mengatasinya

yang lebih baik melalui belajar ataupun latihan. Sedangkan apabila kesuksesan

telah dicapai, maka ia biasanya, selalu mencari cara-cara atau metode baru untuk

mengushakan bagaimana keberhasilan di masa lalu dapat lebih diperbaiki lagi,

baik dari segi kualitas mauapuan efisiennya. Oleh karen itu dikatakan bahwa ciri

seseorang yang mempunyai motif berprestasi tinggi selalu menghargai ketepatan

waktu.

Atkinson (1985) menganggap bahwa motif berprestasi adalah suatu

disposisi kepribadian yang selalu berusaha untuk mencapai sesuatu kesuksesan.

31

Page 21: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

Dalam motif berprestasi terdapat dua tendensi yaitu (a) tendensi “mendekati

keberhasilan” dan (b) tendensi “menghindari kegagalan”.

Atkinson menambahkan bahwa pada orang yang tinggi motif

berprestasinya dalam mencapai suatu hasil lebih bertendensi “untuk mencapai

keberhasilan”, sehingga cenderung lebih senang bekerja pada tugas yang tingkat

kesulitannya sedang.

Orang yang rendah motif berpresatsinya dalam mengerjakan tugas, lebih

bertendensi “menghindari kegagalan” melakauakan sesuatu tindakan dalam situasi

yang memaksa atau pada taraf kesukaran yang rendah. Jika mereka dihadapkan

pada tugas yang lebih sukar atau lebih mudah, motif berprestasinya akan lebih

rendah. Dalam bekerja mereka lebih bertendensi bagaimana “menghindari

kegagalan” yang didasari rasa kecemasan atau was-was karena takut gagal,

sehingga cenderung memilih tugas yang sulit atau yang sangat mudah.

3. Beberapa Konsep dan Teori Motif Berprestasi.

Para ahli telah mecoba memberikan definisi dan juga melakukan penelitian

mengenai motif berprestasi. McClelland (1967) memberikan definisi tentang

motif berprestasi, yaitu suatu motif yang ada dalam diri seseorang yang

mendorong orang tersebut untuk berusaha mencapai suatu kesuksesan atau

keberhasilan dalam suatu kompetisi dengan suatu standar atau ukuran keunggulan.

Ukuran keunggulan ini dapat membandingkan dengan ukuran prestasi orang lain,

membandingkan dengan prestasi yang dibuat atau diraihnya sebelumnya.

McClelland menggamabarkan bahwa orang yang mempunyai motif berprestasi

yang tinggi, mempunyai sikap yang postif terhadap suatu situasi yang mengacu ke

arah prestasi. Orang yang mempunyai motif berprestasi yang tinggi akan dapat

lebih berprestasi, karena ia berpacu mencapai hasil dengan-ukuran keunggulan.

Menurut Heckhausen (dalam Fuad Abdurahman, 1991) kondisia seperti itu

terjadi akibat pada motif berprestasi terdapat kekuatan yang saling bertentangan

yaitu ketakutan akan kegagalan, dan harapan akan sukses. Dalam penelitiannya

terbukti bahwa subjek yang telah memperoleh latihan dan mendapat sukses,

adalah mereka yang sebelumnya mempunyai ketakutan akan gagal lebih tinggi

dibanding mereka yang mempunyai harapan akan sukses.

32

Page 22: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

Dalam kaitan ini Heckhausen (dalam Fuad Abdurahman, 1991) juga

mengembangkan teori motif berprestasi ini ke arah kemampuan koginitif. Dia

mengatakan bahwa motif berprestasi adalah suatu usaha untuk meningkatkan atau

mempertahankan kecakapan pribadi stinggi mungkin dalam segala aktivitas, dan

suatu ukuran keunggulan digunakan sebagai pembanding. Selanjutnya

Heckhausen membedakan ukuran keunggulan menjadi tiga kelompok bagian,

yaitu :

a. Yang berhubungan dengan tugas, yaitu menilai berdasarkan kesempurnan

hasil;

b. Yang berhubungan dengan keunggulan diri sendiri, yaitu membandingkan

keberhasilan dengan prestasi sendiri;

c. Yang berhubungan dengan keunggulan atas orang lain, yaitu

membandingkan keberhasilan diri sendiri dengan keberhasilan orang lain.

Heckhausen dan Kukla (dalam Fuad Abdurahman, 1991) mengatakan bahwa

orang yang mempunyai motif berprestasi tinggi, menganggap sebagai

kesuksesan adalah dikarenakan kemampuan yang tinggi dan usaha yang keras.

Sedangkan pada orang lain yang mempunyai motif berprestasi yang rendah

menganggap bahwa kegagalan adalah disebabkan kemampuan yang rendah,

bukan karena usaha yang kurang.

4. Ciri-ciri Individu yang Mempunyai Motif Berprestasi Tinggi

Berikut ini akan dipaparkan pendapat para ahli, mengenai sifat-sifat dari

individu yang mempunyai motif berprestasi yang tinggi. Dari hasil-hasil

penelitiannya, mereka mencoba merumuskan tentang ciri-ciri dan sifat orang yang

mempunyai motif berprestasi yang tinggi.

Heckhausen (dalam Fuad Abduraman, 1991) juga telah mencoba

memberikan gambaran dari sifat-sifat ataupun ciri-ciri dari individu yang

mempunyai motif berprestasi tinggi yatiu :

a. Lebih senang dan mempunyai kepercayaan apabila menghadapi tugas

yang berhubungan dengan prestasi;

33

Page 23: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

b. Lebih mementingkan masa depan, pandang terhadap penghargaan akan

masa depan lebih penting daripada pemuasan diri masa skarang. Jadi mereka

mampu menunda dorongan diri saat ini demi masa depan yang lebih baik.

c. Cenderung memilih tugas yang taraf kesukarannya sedang;

d. Lebih tangguh mengerjakan tugas, serta lebih senang bekerja sama dengan

seseorang berdasarkan kemampuan dan prestasi;

e. Berusaha untuk mempersiapkan diri agar lebih mampu mencapai sesuatu

yang diinginkan.

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang mempuayi motivasi

yang tinggi, justru akan menurun motivasinya apabila selalu memperoleh

keberhasilan dalam melaksanakan tugas. Sebaliknya apabila mereka kadang-

kadang mengalami kegagalan, maka hal ini justru akan dapat meningkatkan

motivasinya kembali (Gage dan Berliner, 1979).

Pusat Teknologi Pengembangan (PTP), ITB Bandung (1990), mengatakan

bahwa motif berprestasi adalah suatu keinginan dalam diri seseoang yang

ditujukan untuk berprestasi lebih baik.keinginan ini ditandai dengan beberapa

perbuatan antara lain adalah :

a. Berusaha melakukan sesuatu secara kreatif dan inovatif saat

menentukan standar prestasi kerjanya;

b. Selalu berusaha mendapatkan umpan balik atas apa yang

dikerjakan;

c. Senantiasa berusaha mencari pekerjaan yang resikonya

dirasakannya akan dapat diatasinya sendiri.

5. Pengukuran Motif Berprestasi

Pengukuran motif berprestasi yang sudah banyak dikenal adalah dengan

teknik TAT (Thematic Apperception Test). Murray (dalam Mahrita, 1991)

menyusun tes ini berdasar atas anggapan dasar bahwa motivasi adalah hasil dari

ide-ide yang bertujuan kepada pemuasan suatu harapan atau kebutuhan. Mortivasi

merupakan sumber informasi yang dapat dipercaya mengenai motif. Terdapat

hubungan antara motivasi dan persepsi dengan rangsangan dari luar yang berasal

dari lingkungan yang dipisahkan dengan hasil fantasi. Selanjutnya hubungan

34

Page 24: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

tersebut ditimbulkan dalam bentuk yang disebut appersepsi. Dalam appersepsi

terkandung unsure-unsur motivasi. Jadi appersepsi dapat menjadi sumber

informasi tentang motivasi apabila orang dapat menginterpretasikan dengan benar.

TAT terdiri atas suatu seni gambar yang berarti ganda (ambigous) seperti ilustrasi

cerita dalam majalah, kepada peserta tes diminta mengarang cerita tentang

masing-masing gamabar dengan menjelaskan; 1) apa yang terjadi dalam gambar,

2) ke arah apa adegan yang digambarkan, 3) apa yang dirasakan atau dipikirkan

orang-orang dalam gamabar, dan 4) apa yang akan terjadi di akhir cerita.

Tes yang lain untuk mengukur motif berprestasi adalah tes yang disusun

Albert Mehrabian (dalam Mahrita, 1991). Mehrabian mengukur ciri-ciri

kepribadian orang yang mempunyai motif berprestasi tinggi dengan cara

menyusun skala pengukuran yang mempunyai rentangan negatif dan positif

masing-masing empat skala. Ciri-ciri orang yang mempunyai motif berprestasi

tinggi menjadi acuan untuk menyusun kisi-kisi dan butir-butir pertanyaan.

Delam penelitain ini, pengukuran motif berprestasi dilakukan dengan

menggunakan tes motif berprestasi yang diadopsi dari tes yang disusun oleh Siti

Rahayu Haditono, yang penulis modifikasi redaksinya sesuai kebutuhan, tes

berupa tes ceritera, yang terdiri atas 40 item.

Tes yang dijdawab benar atau sesuai dengan standar keunggulan masing-

masing seperti tesebut di atas diberi skor 1. dan yang dijawab salah diberi skor 0.

kemungkinan skor tinggi yang dapat dicapai responden adalah 40 x 1, sedangkan

kemungkinan skor terendahnya adalah 40 x 0. Makin tinggi skor yang dicapai

makin tinggi pula motif berprestasi seseorang, sebaliknya makin rendah skor yang

dicapai makin rendah pula motif berprestasi seseorang.

6. Hubungan antara Motif Berprestasi dengan Prestasi Belajar.

Menurut Winterbottom (dalam Sri Mulyani Martaniah, 1982) bahwa anak-

anak dengan motif berprestasi yang tinggi, ternyata lebih mampu berdiri sendiri

dan menguasi kecakapan-kecakapan tertentu. McClelland dan Winter (1976)

menemukan bahwa dengan adanya beberapa latihan peningkatan motif berprestasi

menyebabkan naiknya prestasi dari individu. McClelland (1976) mengatakan

bahwa ukuran kesenangan yang tinggi bukan dari berhasil tidaknya serta

35

Page 25: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

bagaimana usaha yang diberikan dalam mencapai suatu kesuksesan. Apabila

mereka memberikan banyak usaha dan tenaga untuk mencpai kesuksesan, maka

tingkat kepuasannya menjadi sangat tinggi. Motif berprestasi dapat ditingkatkan

melalui latihan-latihan khusus. Orang yang tinggi motif berprestasinya biasanya

mempunyai persiapan diri yang lebih baik dan apabila dalam konteks belajar,

mereka mempsiapkan diri dalam belajar. Dengan kata lain mereka mempunyai

kebiasaan belajar yang lebih baik. Penelitian Koentjoro (1990) menemukan bahwa

ada pengaruh pelatihan motif berprestasi terhadap penaikan indeks prestasi para

mahasiswa di Yogyakarta.

Dari keseluruhan uraian tentang motif berprestasi, dapat disimpulkan

bahwa pada dasarnya motif berprestasi adalah suatu usaha untuk meningkatkan

atau mempertahankan prestasi setinggi mungkin dalam segala aktivitas, dan suatu

ukuran keunggulan digunakan sebagai pembanding.

.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Husaeni, 1988. Pidato Sambutan Wisuda Sarjana STIA-LAN RI, Jakarta.

Anastasi, A, 1961. Psycological Testing, The Mcmillan Company: New York.

Aris Ananta, 1987. Landasan Ekonometrika, PT. Gramedia, Jakarta.

Atkinson, J.W., 1958, Motives in Fantasy, Action, and Society. D. Van Nostran Co, Inc Princeton : New Jersey

Atkinson, J.W. & Reitman. P., 1958. Performance as a Function Of Motive Strength and Expectancy of Goal Attainment. Dalam J.W. Atkinson (ed) Motives in Fantasy Action and Society. D. Van Nostrand Co Inc. Princeton : New York.

Atwi Suparman, 1994, Pidato Laporan Ketua STIA-LAN, Wisuda Sarjana XXVIII, Jakarta.

Bambang Tri Cahyono, 1983. Teori dan Praktek Kewiraswastaan (Tinjauan Psikologi Industri), Liberty : Yogyakarta.

36

Page 26: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

Benedictus Labre, 1994, Pengaruh Persepsi Siswa tentang Interaksi dalam Keluarga, Lingkungan Sekolah dan Tingkat Aspirasi terhadap Sikap Siswa tentang Disiplin Skolah, Tesis, Universitas Indonesia, tidak diterbitkan, Jakarta.

Bimo Walgito, 1982, Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi, Yayasan Penerbit Fak. Psikologi, Cet. I, Yogyakarta.

Bintoro Tjokroamidjojo, 1992. Perencanaan Pembangunan. C.V., H. Masagung, Jakarta.

Bloom, B.S., et. el., 1956, Taxonomy of Educational Objectivies, Handbook I, Cognitive Domain, David Mekay, New York.

Borg, Walter R., and Gall Meredith Damien, 1979, Educational Research An Introduction, Longman Inc., New York.

Brower, M.A., 1970. Kepribadian dan Perubahannya, PT. Gramedia, Jakarta.

Bruner J., J.J. Goodnow & G.A. Austin, 1967, A Study of Thinking, Science Edition, Inc., New York.

Buchari Zainun, 1989. Pengembangan Kualits Aparatur Negara, Pidato Wisuda VII Sarjana STIA-LAN RI. Bandung.

Child, Dennis, 1977, Psychology and the Teacher, 2nd ed, Holt, Rinehart, Winston.

Cole, A.H., 1959. Bussiness Enterprise in its Social Setting. Harvard University Press: Massachusetts.

Cole, L., 1959. Psychology of Adolescence. 5th ad. Rinehart & Winston, Inc: New York.

Conny Semiawan, 1990. Prinsip dan Teknik Pengukuran dan Penilaian di dalam Dunia Pendidikan, Mutiara Sumber Widya, Jakata.

Coon, Dennis, 1983, Introduction to Psychology; Exploration and Application, 3rd ed, st. Paul, West Publ. Co.

Costa, P.T., Jr., and R.R. McCrae, 1984. Personality and Vocational Interests in an Adult Sample. Journal of Aplied Psychology. 69 (3). 390 – 400.

Crow, R.O., and Crow, 1973. General Psychology. Adams & Co: New Jersey.

Dali S. Naga (1992), Pengantar Teori Skor pada Pengukuran Pendidikan , Penerbit Gunadarma, Jakarta.

37

Page 27: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

Eddy Soewardi Kartawidjaja, 1992, Mengukur Sikap Sosial, Pegangan untuk peneliti dn Praktisi, Bumi Aksara, Jakarta.

Edwards Allen L., Techniques of Attitude Scale Constructional, Appleton Century – Crofts, Inc, New York, 1957.

Eysenck, H.J., adn G.D. wilson (ed.) 1976. A Textbook of Human Psychology. MTP Press Ltd. : England.

Fuad Abdurrahman, 1991, Prediksi Prestasi Belajar MIPA Berdasarkan Kondisi Kognitif Awal. Motivasi Berprestasi, dan Sikap, Disertasi FPS-IKIP Jakarta.

Galloway, Charles, 1976. Psychology for Learning and Teaching, New York, Mc Graw-Hill Book Co.

Gibson J.F. and J.M. Donnely, 1973. Organizational X Structure Proses Behaviour, Bussiness Publishing Inc., USA.

Gilmer, B. VH, 1970, Psychology. Harper International. New York.

Goble, Frank G., 1991, Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik, Abraham Maslow. Penerbit Kanisius, Jakarta.

Good, Thomas L., and Jere E. Brophy, 1990. Educational Psychology, Longman, New York.

H.A.R. Tilaar, 1990, Pendidikan dalam Pembangunan Nasional Menyongsong Abad XXI, Balai Pustaka, Jakarta.

Herman Hudoyo, 1979, Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas, Usaha Nasional, Surabaya.

Hunter, J.E., & Hunter, R.F., 1984. Validity and Utility of Alternative Predictors. Psychology Bulletin. No. 72-98.

Kerlinger, Fred N., 1990, Asas-asas Penelitian Behavioral. (Alih Bahasa Landung R. Simatupang, Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Kimble, DC., 1974. Adulthood and Aging. John Wiley & Sons, Inc : New York

Kuntjoro, 1990, Pengaruh Achievement Motivation Traning dna Jenis Kegiatan Mahasiswa terhadap Peningkatan Indeks Prestasi Mahasiswa, Laporang Penelitian, Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta.

38

Page 28: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

Mahrita, 1991, Hubungan antara Keterampilan Belajar dengan Kemandirian Belajar serta Motivasi Berprestasi dan Jangka Waktu tertentu : Penelitian ini di UPBJJ-UT Banjarmasin, Desertasi, FPS-IKIP, Jakarta.

Marvin, P., 1971. Developing Decision for Action. Don Jones Irwin, Inc. : Illionis.

Marzuki Usman, 1997, Membangun Visi Kewiraan Aparatur Pemerintah di Daerah menyongsong Era perdagangan Bebas, makalah Seminar Re-enginering Leadership for Organizational Motivation, tidak diterbitkan, LAN, Jakarta

Masrun, 1979, Reliabilitas dan cara-cara Menentukannya, Fakultas Psikologi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

--------, 1979, Analisis Item, Fakultas Psikologi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

McClelland, D.C., 1961. The Achieving Society. Vakil & Sons Private Ltd. : Bombay.

McCord, J., 1979. Some Child Rearing Antencendents of Criminal Behaviour in Adultmen. Journal of Personality and Social Psychology. Vol 37. p 1477-1486.

Miftah Toha, 1993, Peningkatan Sumber Daya Manusia Aparatur Negara, Majalah Manajemen Administrasi Negara No. II/Februari, Jakarta.

Monks. F.J. : Knoers, A.M.P. & Haditono, S.R., 1982. Psikologi Perkembangan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Morgan, Cliford T., er.al., 1986. Introduction to Psychology, Mc Graw-Hill Book Company, New York.

Mouly, George J., 1967, Psychology for Effective Teaching, 2nd ed, Holt Rinehart Winston, Florida.

Pandji Anaraga, 1992. Psikologi Kerja, Rineka Cipta, Jakarta.

Pedhazur, E.J., 1973. Multiple Regression in Behaviour Research, CBS Collage Publishing, New York.

Phophan, James., 1973. Educational Statistic, Harper & Row Publisher, New York.

39

Page 29: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

Prasetya Irawan, Suciati, Wardhani, 1994, Teori Belajar, Motivasi, dan Keterampilan Mengajar, PAU, Ditjen Dikti Depdikbud, Jakarta.

Reilly, Robert R. & Lewis, Erneet, 1983. Educational Psychology Application for Classroom Learning and Instruction, New York, Mc. Millan Publ. Co., Inc.

Rodgers, R.C. & Maranto, C.L., 1989. Causal Model of Publishing Productivity in Psychology, Journal of Applied Psychology. Vol 74. 636 – 649.

Roepke, J., 1978.

Roepke, J., 1978. Kewiraswastaan dan Perkembangan Ekonomi Indonesia, Prisma (9), 66 - 82.

Sharma, J.L., Entrepreneurial Performance in Role Perspective. Abhinav Publications : New Delhi.

Singgih D. Gunarsa & Y.S. Gunarsa Y.S., 1978. Psikologi Remaja dan Permasalahannya, BPK Gunung Mulia : Jakarta.

Siti Rahayu Haditono, 1975. Diktat Psikologi Anak. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada : Yogyakarta.

----------------------------, 1979. The Achievement Motivation, Parent’s Educational Level and Child Rearing, Practice in Four Occupational Groups, Desertasi UGM. Yogyakarta.

Soenarwan, 1991, Pengaruh Pengajaran Modul dan Klasikal terhadap Prestasi Belajar Matematika dan IPS Ditinjau dari Inteligensi Siswa dan Need for Achievement Gur, Laporan Penelitian, Majalah Analisis Pendidikan, Depdikbud, Jakarta.

Soetarlinah Sukadji, 1988, Keluarga dan Keberhasilan Pendidikan, Urusan Produksi dan Distribusi Alat Tes, FPUI, Depok.

Sondang P. Siagian, 1995, Pengembangan Sumber Daya Insani, Gunung Agung, Jakarta.

Sri Edi Swasono (ed.), 1976, Enterpreneurship Indonesia, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta.

Sri Mulyani Martaniah, 1979, Teknik Konseling, Penataran B & P untuk Dosen-dosen UGM, Yogyakarta.

Sugiyono, 1993, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung.

40

Page 30: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

Suharsimi Arikunto, 1992. Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.

Sumadi Suryabrata, 1993, Psikologi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Suparman Sumahami Jaya, 1980, Membina Sikap Mental Wira Swasta, Gunung Jati Jakarta.

The Liang Gie, 1988, Cara Belajar yang Efisien, Pusat Kemajuan Studi Yogyakarta.

Theresia Maria Haningki Tirta, 1987, Hubungan antar Sikap dan Kebiasaan Belajar Matematika dengan Prestasi Belajar Matematika di Sekolah Dasar, Tesis, FPMIPA, IKIP, Malang.

Toeti Soekamto, Udin Saripudin Winataputra, 1994, Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran, PAU Ditjen Dikti Depdikbud, Jakarta.

Togap P. Simanjuntak, 1994, Hubungan antara Minat terhadap Matematika dengan Prestasi Matematika Siswa SMA Laki-laki dan Perempuan dengan Inteligensi di atas Rata-rata, Tesis, Universitas Indonesia, tidak diterbitkan Jakarta.

Toto Kuwoto, 1990, Penelitian tentang Prestasi Mahasiswa Fakultas Psikologi UGM, Tahun Angkatan dan Jenis Kelamin dan Asal Jurusan di SMA dalam Beberapa Mata Kuliah, Penelitian, Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta.

Winarno Surachmad, 1982, Cara Belajar Terbaik di Universitas, Tarsito, Bandung.

Winkel W.S., 1991, Psikologi Pengajaran, PT. Gramedia, Jakarta.

Wisnu Subrata Hendrojuwono, 1987, Pengantar Psikologi Belajar, Depdikbud, Jakarta.

Witherington, C.H., 1986, Psikologi Pendidikan, (Alih Bahasa Muchtar Buchari), Bina Aksara, Jakarta.

Worrel, Yudith & Stilwell, William E., 1991, Psychology for Theacher and Students, McGraw-Hill Book Co., New York.

41

Page 31: Prestasi Belajar, Kebiasaan Belajar, Dan Motif Berprestasi

42